1
MODAL SOSIAL DALAM PENGELOLAAN KAWASAN MANGROVE PASARBANGGI DI KABUPATEN REMBANG
SOCIAL CAPITAL IN THE MANAGEMENT OF PASARBANGGI MANGROVE AREA IN REMBANG REGENCY
Nia Nuraini Rohmawati1, Darmawan Salman2,M. Abduh Ibnu Hajar3 1
Pemerintah Kabupaten Rembang Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin 3 Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddnin 2
Alamat Korespondensi : Nia Nuraini Rohmawati Pemerintah Kabupaten Rembang Jl. P. Diponegoro No. 110 Rembang HP. 085225557465 Email :
[email protected]
2
Abstrak Substansi RON masyarakat Desa Pasarbanggi dalam mengelola kawasan mangrove telah mengalami perubahan dalam interaksi dan saling keterkaitan RON swadaya masyarakat dengan RON pihak lain selama bertahun-tahun dengan menggunakan modal sosial masing-masing. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji dinamika substansi dan saling keterkaitan R-O-N dalam dinamika swadaya masyarakat mengelola Kawasan Mangrove Pasarbanggi, (2) Mendeskripsikan peranan modal sosial dalam saling keterkaitan R-O-N swadaya masyarakat dengan R-O-N pihak lain pada perkembangan Kawasan Mangrove Pasarbanggi, dan (3) memberikan arahan penguatan modal sosial bagi keberlanjutan perkembangan Kawasan Mangrove Pasarbanggi. Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Desa Pasarbanggi Kabupaten Rembang. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen dengan analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa substansi RON swadaya masyarakat telah mengalami perubahan kapasitas dengan adanya interaksi dengan pihak lain melalui kolaborasi. Modal sosial berperan dalam interaksi antara mereka dengan adanya kemudahan dalam koordinasi dan implementasi kegiatan, mengurangi biaya transaksi dan penyebaran informasi, dan kemudahan untuk mendapatkan sumberdaya lain, baik berupa sumberdaya alam, finansial, sarana dan prasarana, maupun informasi dan pengetahuan yang menguatkan kapasitas SDM. Arahan utuk penguatan modal sosial dapat dilakukan dengan membentuk KKMD, membangun jaringan antar kelompok, dan menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam mengembangkan kawasan.
Kata kunci : interaksi, RON, modal sosial
Abstract RON substance Pasarbanggi villagers in managing mangrove area has undergone a change in the interaction and interrelationship with RON nongovernmental other parties over the years with the use of social capital , respectively . This study aims to ( 1 ) examine the dynamics of substance and interconnectedness in the dynamics of non-governmental RON manage mangrove areas Pasarbanggi ( 2 ) describe the role of social capital in relation to RON RON nongovernmental other parties on the development of mangrove areas Pasarbanggi , and ( 3 ) provide direction strengthening of social capital for sustainable development of mangrove areas Pasarbanggi . This research is a qualitative descriptive study . The study was conducted in the Village District Pasarbanggi District of Apex Apex. Data collected through observations , interviews and documentation . Data were analyzed with qualitative analysis. The results showed that RON conditions of the communities is the result of the interaction and linkages between internal RON with RON others . Social capital has been instrumental in bridging and facilitate the interaction between internal systems and external systems . It can be concluded that ( 1 ) the dynamics of RON substance that exists today is the result of collaboration between the public and other parties wherein each is a contributor in park management . ( 2 ) In such interactions , social capital plays a role in moving together , facilitate coordination and cooperation in activities , reducing transaction costs and information , facilitate obtaining natural resources , financial , infrastructure , and information and knowledge that increase the human resource capacity . ( 3 ) the direction of strengthening social capital can be done by forming KKMD , build networks among the group , and cooperating with other parties in developing region. Key words: interaction, RON, social capital
3
PENDAHULUAN Hutan mangrove di Desa Pasarbanggi terwujud atas swadaya warga desa setempat yang awalnya merupakan kegiatan individu kemudian berkembang menjadi kegiatan bersama masyarakat dan pada akhirnya menjadi kegiatan kelompok tani tambak yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri. Upaya rintisan penanaman di desa tersebut sudah berlangsung sejak tahun 1964 seiring dengan kesadaran mereka akan permasalahan yang dihadapi yaitu abrasi yang menghancurkan tambak mereka. Bantuan dari pemerintah dan berbagai pihak turut berperan dalam terwujudnya kawasan mangrove di Desa Pasarbanggi. Interaksi antara RON swadaya masyarakat dalam sistem internal dan RON pihak lain dari sistem eksternal dapat berjalan dengan baik melalui kolaborasi dimana dua pihak atau lebih bekerja bersama mencapai tujuan bersama secara bertahap dan berkelanjutan (Salman, 2012). Kondisi yang terdapat di kawasan mangrove pasarbanggi merupakan hasil interaksi antara masyarakat, pemerintah, pasarlokal dan lembaga non pemerintah dengan membawa resources, organisation dan norm masing-masing. Interaksi yang dilakukan dapat terjalin dengan baik apabila para pelaku yang ada dalam komunitas dan dari luar komunitas dapat mengggunakan modal sosial yang dimilikinya. (Fukuyama, 1995) menyatakan modal sosial adalah kemampuan yang timbul dari adanya kepercayaan (trust) dalam sebuah komunitas. Modal sosial mampu menjadi penopang dasar pelaksanaan kebijakan pembangunan yang diterapkan maupun pelaksanaan pembangunan swakarsa (pembangunan atas inisiatif masyarakat). Penelitian
yang
dilakukan
Pangaribowo
dkk.
(2007)
menunjukkan
bahwa
keberlanjutan dari kelestarian hutan mangrove di Pasarbanggi terkait dengan pengelolaan yang terorganisasi dengan baik oleh kelompok tani dan juga masyarakat setempat melalui konsensus/kesepakatan diantara mereka. Kesepakatan merupakan salah satu unsur modal sosial berupa norma/nulai yang menjadi landasan kerjasama dalam sebuah aksi kolektif dalam mencapai tujuan bersama. Hal tersebut menarik untuk dikaji dengan berhasilnya pengelolaan (pelestarian dan pemanfaatan) pada kawasan tersebut, yang dapat dilihat dari kondisi ekosistem mangrove yang relatif baik dan manfaatnya bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Penelitian dilakukan di Desa Pasarbanggi yang mempunyai kawasan hutan mangrove yang cukup luas dan tergolong salah satu yang terbaik di Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji modal sosial dalam pengelolaan mangrove oleh
4
masyarakat dan pihak lain berdasarkan dinamika dan substansi R-O-N masing-masing dan arahan penguatan modal sosial bagi keberlanjutan pengelolaan mangrove.
BAHAN DAN METODE Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan pendekatan deskriptif kualitatif, yang memberikan gambaran secara menyeluruh tentang pengelolaan kawasan mangrove oleh masyarakat Desa Pasarbanggi Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang dan interaksinya dengan berbagai pihak. Penelitian dilakukan dengan mengeksplorasi dan mengklarifikasi fenomena dengan jalan mendeskripsikan dan menginterpretasikan makna sejumlah unsur yang berkaitan dengan masalah penelitian. Lokasi dan Waktu Penelitian Ruang lingkup wilayah adalah wilayah administratif Kabupaten Rembang yang terfokus pada Desa Pasarbanggi dengan Kawasan Mangrove yang dimiliki. Pelaksanaan kegiatan penelitian mulai dari tahap persiapan hingga selesai membutuhkan waktu dari bulan September sampai bulan Januari 2013. Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini adalah sistem internal yang terdiri dari masyarakat dan komunitas lokal (local community) yang mengelola dan memanfaatkan ekosistem mangrove dan sistem eksternal yang terdiri dari pemerintah kabupaten, provinsi, maupun pusat, universitas serta lembaga non pemerintah baik LSM maupun komunitas pelestari lingkungan, juga local market (pemesan bibit, biji atau produk lain dari ekosistem mangrove Pasarbanggi). Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Data primer dikumpulkan dari Masyarakat Desa Pasarbanggi dan Instansi/Pemerintah Kabupaten Rembang. Data diperoleh melalui wawancara dengan masyarakat, dan instansi terkait serta observasi secara langsung di wilayah penelitian. Data sekunder diperoleh melalui laporan tertulis yang diperoleh dari Kelompok Tani, Pemerintah Desa, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Lingkungan Hidup dan Bappeda melalui Laporan kegiatan kelompok, Data Potensi dan Perkembangan Desa, profil desa, RPJMD Kabupaten Rembang, Renstra, Renja dan Lakip SKPD serta laporan kegiatan lainnya.
5
Teknik Analisis Data Teknik analis data menggunakan model analisis interaktif melalui reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan menyederhanakan dan mengabstraksi catatan lapangan. Penyajian data dilakukan dengan menyusun informasi dalam bentuk teks naratif maupun tabel/matriks yang merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian, dan penarikan kesimpulan dengan menginterpretasikan data.
HASIL PENELITIAN Dinamika Substansi dan Keterkaitan R-O-N Dinamika substansi RON Masyarakat dalam mengelola mangrove disintesiskan sebagaimana tabel 1 yang terkonstruksi dalam dua tahap, tahap pertama dimana R-O-N swadaya masyarakat saling berinteraksi (1964-1987). Tahap kedua dimana RON swadaya masyarakat mulai berinteraksi dengan RON pihak lain sejak tahun 1988 sampai sekarang (2013) yang dikaji berdasarkan dinamika kebijakan pembangunan pemerintah pusat (sentralistik/1988-1999), dan kebijakan pemerintah daerah (otonomi/2000-2013). Rintisan penanaman diinisiasi oleh individu bersama keluarganya yang menanam mangrove untuk melindungi tambaknya dari abrasi pantai dengan menggunakan bibit dari pohon mangrove yang masih tersisa. Seiring dengan keberhasilan penanaman, warga yang lain ikut tergerak untuk melakukan penanaman secara gotong royong hingga pada tahun 1972, mereka sepakat untuk membentuk Kelompok Tani Tambak Sidodadi maju. Secara terorganisir, kelompok tani tambak tersebut bersama masyarakat lain menanam dan memelihara mangrove. Interaksi dengan pihak luar baik pemerintah, LSM, pasar lokal maupun komunitas lain sejak tahun 1988 hingga sekarang
melalui berbagai kegiatan menambah resources baik
berupa sumberdaya alam dengan bertambahnya luas tanam dan bibit yang ditanam, finansial melalui penjualan bibit maupun produk ekosistem mangrove lainnya , fisik dengan adanya jembatan di tengah hutan mangrove dan bantuan peralatan lain (pompa air), maupun sumberdaya manusia dengan peningkatan kapasitas dan banyaknya masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan. Meningkatnya kapasitas organisasi lokal (kelompok tani) seiring dengan ajakan pihak luar untuk menanam dan menyediakan bibit sampai dengan luar daerah serta saling berbagi pengetahuan diantara mereka, dan terbentuknya kelompok baru.
6
Berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah juga turut berpengaruh pada keberlanjutan pengelolaan Kawasan Mangrove Pasarbanggi. Terbitnya SK Bupati maupun Perda tentang pengelolaan sumberdaya pesisir semakin menguatkan norma yang ada di masyarakat, namun, dalam hal penegakan aturan ketika ada pelanggaran (menebang mangrove/memperluas tambak), sanksi yang berlaku baru ditetapkan oleh kelompok dan masyarakat, diantaranya dengan menanam mangrove dan menulis surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya. Penegakan hukum dari pemerintah selama ini belum dilakukan. Melalui Pokwasmas yang terbentuk sejak 2010, penyelesaian pelanggaran masih bersifat kekeluargaan, dengan teguran atau sanksi lokal. Dalam Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031, Kawasan Mangrove Pasarbanggi ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Kabupaten berdasarkan daya dukung lingkungan dimana dalam salah satu arahannya akan dikembangkan sebagai kawasan ekowisata dan pusat mangrove (mangrove center). Peran Modal Sosial dalam Keterkaitan R-O-N Modal sosial dapat dikatakan berperan dalam keterkaitan RON Swadaya Masyarakat dan R-O-N pihak lain apabila mampu mendorong pelaku pembangunan baik dari sistem internal maupun eksternal dalam sebuah aksi kolektif dalam mencapai tujuan bersama. Peran modal sosial pada sistem internal ditunjukkan dengan adanya mutual trust diantara masyarakat dalam menanam dan memelihara mangrove dan terbentuknya kelompok tani. Jaringan(network) yang ada diantara masyarakat berdasarkan ikatan ketetanggaan dan kesamaan profesi, yaitu petani tambak yang mendorong mereka secara swadaya menanam dan memelihara mangrove. Hubungan timbal balik (reciprocity) diantara mereka berdasarkan saling bantu tidak hanya dalam bentuk gotong royong mengelola mangrove saja, juga dalam kehidupan sehari-hari. Kepatuhan pada norma ketetanggaan dan norma kelompok mencakup aturan dalam melaksanakan kegiatan mengelola mangrove, kesepakatan untuk tidak memperluas tambak, dan kepatuhan terhadap larangan untuk menebang dan merusak ekosistem mangrove. Modal sosial yang terbangun terikat oleh nilai dan norma yang melekat di masyarakat (bonding social capital). Modal sosial berperan dalam menjembatani interaksi RON sistem internal dengan RON sistem eksternal. Dalam kegiatan yang diinisiasi oleh pihak eksternal, baik dalam penanaman, pelaksanaan program pemerintah maupun penjualan bibit, kepercayaan pihak luar kepada masyarakat tampak pada bentuk pengakuan akan kemampuan masyarakat menanam
7
dan memelihara mangrove hingga masyarakat sendiri yang menjadi pelaku utama dan dalam interaksi tersebut mereka saling belajar satu sama lain. Kepercayaan juga tampak pada kesempatan yang diberikan kelompok tani dan masyarakat dalam menyediakan bibit baik untuk kegiatan konservasi di dalam kawasan maupun luar kawasan dan penjualan bibit yang pada akhirnya menambah pendapatan mereka. Jaringan yang terbentuk dalam interaksi dengan pihak luar menunjukkan ikatan sosial social bridging. Disisi lain, dalam penegakan norm ketika terjadi pelanggaran (penebangan mangrove), yang berfungsi adalah sanksi kelompok (norm internal). Sementara penegakan norm dari pemerintah (peraturan perundangan) belum dilakukan. Hal ini ternyata menyebabkan kepercayaan antar masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah lemah. Arahan Penguatan Modal Sosial Berdasarkan kajian pada kondisi modal sosial dalam wilayah penelitian, modal sosial pada sistem internal kuat, demikian pula dengan modal sosial dalam interaksi dengan pihak luar karena pada dasarnya masyarakat desa pasarbanggi merupakan masyarakat yang terbuka. Namun, dalam interaksi sistem internal dan eksternal lemah dalam penegakan norma berupa aturan perundangan. Arahan penguatan modal sosial dapat dilakukan melalui pembentukan KKMD, membangun dan menjalin kerjasama antar komunitas lokal, dan menjalin kerjasama dengan stakeholder lain dalam mengembangkan kawasan mangrove. Melalui pembentukan KKMD, koordinasi dan sinergi berbagai pihak dalam mengelola mangrove dapat dilakukan termasuk dalam penegakan norma pemerintah.
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa substansi RON masyarakat mengalami perubahan menjadi lebih berkapasitas melalui kolaborasi dengan berbagai pihak baik pemerintah, LSM, komunitas lain, universitas maupun pasar lokal. Modal sosial telah berperan dalam memudahkan interaksi antara sistem internal dengan sistem eksternal hingga mendorong aksi kolektif untuk pencapaian tujuan bersama dalam pengelolaan kawasan mangrove. Arahan penguatan modal sosial untuk keberlanjutan perkembangan kawasan mangrove melalui pembentukan Kelompok Kerja Mangrove Daerah, membangun jaringan dan kerjasama antara komunitas lokal dan membangun dan menjalin kerjasama dengan stakeholder yang lain (swasta) dalam pengembangan kawasan mangrove.
8
Keberhasilan pembangunan (pengelolaan mangrove) melalui interkonektivita ketiga unsur yang terdiri dari Resources, Organization dan Norm tidak harus diinisiasi oleh pemerintah. Masyarakat dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dengan pengetahuan berbasiskan pengalaman, menggunakan energi dan potensi yang mereka miliki hingga memunculkan keswadayaan masyarakat dimana seluruh proses perubahan dilakukan oleh masyarakat sendiri. Kawasan pesisir merupakan kawasan yang rentan terdegradasi dengan semakin meningkatnya pembangunan yang berorientasi pada aspek ekonomi dengan melakukan konversi hutan mangrove untuk permukiman, pembukaan tambak, rekreasi yang memberi dampak negatif pada keberadaan ekosistem hutan mangrove (Wibowo dkk., 2006). Keterlibatan masyarakat secara sukarela dan swakarsa dalam pengelolaan ekosistem mangrove merupakan faktor pendukung dalam pengembangan wilayah pesisir (Diarto dkk., 2012). Keterkaitan RON swadaya masyarakat tampak dalam pengelolaan mangrove baik oleh individu, masyarakat maupun kelompok dalam mengelola sumber daya (resources) berupa bibit mangrove yang berasal dari desa, lahan yang mereka tanami dan peralatan yang digunakan dengan norm berupa kesadaran akan bahaya abrasi, potensi lokal dan potensi diri yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari, gotong royong dan saling bantu. Sedangkan keterkaitan RON swadaya masyarakat dengan RON pihak lain ditunjukkan dengan terjalinnya kerjasama antara masyarakat dan kelompok dengan pihak luar dalam kegiatan penanaman maupun pemanfaatan (penjualan bibit, biji atau produk lain) dengan aturan (norm) kerjasama yang dipersyaratkan oleh pihak internal dan eksternal. Hasil keterkaitan tersebut menambah sumberdaya alam, finansial, sarana dan prasarana yang mereka miliki juga menambah kapasitas organisasi lokal (kelompok tani) seiring dengan disertakannya mereka dalam berbagai kegiatan pemerintah maupun LSM, dan komunitas lain. Disisi lain, dalam penegakan aturan ketika terjadi pelanggaran (menebang mangrove), yang berfungsi adalah sanksi kelompok, norm eksternal berupa peraturan pemerintah belum terimplementasikan. Kondisi RON masyarakat saat ini merupakan hasil kolaborasi dengan berbagai pihak dimana dalam kolaborasi tersebut, posisi masyarakat sebagai aktor (penghasil manfaat), bukan sekedar penerima manfaat. Interaksi berlangsung seimbang, dimana mereka saling tukar pengetahuan dan pengalaman, berbagi informasi hingga sama-sama mendapatkan manfaat dari interaksi tersebut.
9
Modal sosial dalam keterkaitan RON swadaya masyarakat Desa Pasarbanggi dalam mengelola mangrove diawali sejak awal rintisan tahun 1964 hingga sekarang menunjukkan kuatnya social bonding yang ada.
Modal sosial tersebut lahir dari interaksi di dalam
masyarakat dalam waktu yang cukup lama sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Syahyuti (2006) dan (Inayah, 2012),. Modal sosial dapat menjadi sumber sekaligus konsekuensi atas tindakan kolektif (Witjaksono, 2010) dan menentukan derajat kerekatan dan kolaborasi sosial dalam masyarakat (Mawardi, 2007). Dalam interaksi dan keterkaitan R-O-N swadaya masyarakat mengelola mangrove, resources yang ada merupakan hasil pengelolaan masyarakat dan kelompok (organization) dengan norm/aturan dalam mengelola resources itu sendiri menggunakan modal sosial berupa mutual trust, reciprocity, network dan kepatuhan terhadap norm hingga secara bersama-sama mereka menanam, memelihara mangrove dan membentuk kelompok. Modal sosial bridging berperan dalam menjembatani interaksi warga dengan pihak luar. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Pontoh (2010) pada masyarakat nelayan di Minahasa Utara, nilai dan norma yang dimiliki masyarakat Desa Pasarbanggi dapat mendukung kelestarian sumberdaya perikanan dan menjadi modal dalam hubungan mereka dengan pihak luar. Modal sosial dalam sistem internal maupun sistem eksternal semakin kuat dalam kegiatan pembibitan melalui ajakan kelompok tani kepada warga untuk melakukan pembibitan, sehingga pendapatan tidak hanya diperoleh kelompok, melainkan juga warga di luar kelompok. Kataatan pada kesepakatan yang dijalin antara kelompok dengan pemesan bibit menjadikan kelompok semakin solid hingga banyak pemesan bibit percaya pada mereka (Pangaribowo dkk., 2007). Secara tidak langsung, kurangnya ketegasan pemerintah dalam menegakkan aturan melemahkan rasa percaya diantara warga akibat pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu dari mereka. Belum terbentuknya Kelompok Kerja Mangrove Daerah ternyata menjadi kendala dalam penegakan peraturan dikarenakan masing-masing SKPD yang terkait pengelolaan mangrove tidak merasa mempunyai kewenangan untuk menegakkan aturan, sehingga ketika ada konflik, mereka sebatas memantau dan menengahi. Lemahnya penegakan peraturan pemerintah dalam menindak pelanggar ternyata berpengaruh pada kepercayaan masyarakat kepada pemerintah itu sendiri, dan juga kepercayaan diantara masyarakat karena pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu warganya. Primadona (2008) menyatakan bahwa pada pemerintahan tingkat lokal, dimana mereka sangat dekat dengan masyarakatnya, unsur trust akan sangat membantu dalam
10
memperlancar proses pembangunan wilayah, dimana interaksi antar masyarakat dan aparat pemerintah akan hidup dan saling bantu. Apabila trust yang ada saat ini goyah, semangat kolektifitas akan meredup, dan masyarakat cenderung bersikap apatis. Melalui pembentukan KKMD yang menyediakan wadah untuk berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengelolan mangrove baik dari internal maupun eksternal, sinergi dan koordinasi serta kerjasama yang berkualitas bagi semua pihak berpeluang besar untuk dilakukan dalam perkembangan Kawasan Mangrove Pasarbanggi.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa (1) Substansi RON masyarakat merupakan hasil kolaborasi antara RON sistem internal dan RON sistem eksternal, akan tetapi lemah dalam implementasi norm pemerintah (2) modal sosial berperan dalam membangkitkan aksi kolektif untuk pencapaian tujuan bersama dalam keterkaitan R-O-N internal dengan R-O-N eksternal, akan tetapi lemah dalam hal penegakan norm eksternal yang mempengaruhi trust diantara mereka (3) arahan penguatan modal sosial dapat dilakukan dengan membentuk KKMD, membangun jaringan antar komunitas lokal dan menjalin kerjasama dengan stakeholder yang lain dalam mengembangan kawasan. Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan diatas, saran yang diajukan adalah perlunya pemerintah mefasilitasi perencanaan kegiatan pada level desa, perencanaan kegiatan dari pemerintah seyogyanya mampu merestorasi modal sosial, dan diperlukannya interaksi dalam bentuk koordinasi dan kerjasama yang berkualaitas antara masing-masing pihak yang terlibat sehingga modal sosial semakin kuat.
DAFTAR PUSTAKA Diarto, Hendrarto, B., & Suryoko, S. (2012). Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Kawasan Hutan Mangrove Tugurejo di Kota Semarang. Jurnal Ilmu Lingkungan , 10(1):1-7. Fukuyama, F. (1995). Trust, The Social Virtues and the Creation of Prosperity. New York: The Free Press.
11
Inayah. (2012). Peranan Modal Sosial dalam Pembangunan. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora , 12(1):43-49. Mawardi, M. (2007). Peranan Sosial Capital dalam Pemberdayaan Masyarakat. Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam , 3(2):5-14. Pangaribowo,
W.,
Supriyanto,
&
Subejo.
(2007).
Konsensus
sebagai
Dasar
Pengorganisasian Masyarakat (Studi Kasus : Konservasi Kawasan Hutan Mangrove di Kabupaten Rembang). Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian , 223-233. Pontoh, O. (2010). Identifikasi dan Analisis Modal Sosial dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Desa Gangga Dua Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis , VI(3):125-133. Primadona. (2008). Peran Penting Trust sebagai Energi Pembangunan Masarakat. Jurnal Ekonomi dan Bisnis , 3(1):65-76. Salman, D. (2012). Manajemen Perencanaan Berbasis Komunitas dan Mekanisme Kolaborasi serta Peran Fasilitator. Makassar: Sulawesi Capacity Development Project. Wibowo, K., & Handayani, T. (2006). Pelestarian Hutan Mangrove melalui Pendekatan Mina Hutan (Silvofishery). Jurnal Teknik Lingkungan , 7(3):135-137. Witjaksono, M. (2010). Modal Sosial dalam Dinamika Perkembangan Sentra Industri Logam Waru Sidoarjo. Jurnal Ekonomi Pembangunan , 11(2):266-291.
12
LAMPIRAN Tabel 1. Dinamika Substansi RON No
Kegiatan
1
Penanaman
1964 -1967 Resources : Bibit mangrove 22570, Luas tanam 2,4 Ha, peralatan menanam, 1 orang dan keluarganya Organization : Individu dan keluarga Norm : Kesadaran akan potensi lokal, potensi diri, pemahaman atas permasalahan/ potensi bahaya, etos kerja
RON Internal 1968 - 1971 Resources : Bibit mangrove 44950, Luas tanam 4,6 Ha, Luas total lahan 7 Ha, peralatan menanam, 4 12 orang Organization : Individu dan keluarga, Masyarakat Petambak Norm : Kesadaran akan potensi lokal, potensi diri, pemahaman atas permasalahan/ potensi
1972 - 1987 Resources : Bibit mangrove 160550, luas tanam 15,8, luas total 22,8 Ha peralatan menanam, 13 - 20 orang Organization : Individu, Kelompok Tani Sidodadi Maju, masyarakat Norm : Kesadaran akan potensi lokal, potensi diri, pemahaman
1988 - 1999 Resources : Bibit mangrove 145900, luas tanam 14,3 Ha, luas total 37,1 Ha, peralatan menanam, polybag, tanah, pupuk, 36 orang anggota kelompok dan masyarakat lainnya, pendapatan dari penyediaan bibit dan tenaga penanaman serta penjualan Organization : Individu, Kelompok Tani Sidodadi Maju, masyarakat Norm : Kesadaran akan
RON Interaksi Internal – Eksternal 2000 - 2005 2006 - 2010 Resources : Resources : Bibit mangrove Bibit mangrove sebanyak sebanyak 140350, luas 89400, luas tanam 13,9 Ha , tanam 9.4 Ha , luas total 51 Ha luas total 60.4 , peralatan Ha, peralatan menanam, menanam, peralatan peralatan pembibitan, pembibitan, pompa air, pompa air, gerobak, angota gerobak, angota kelompok 46, kelompok 60, masyarakat masyarakat lainnya, lainnya, pendapatan dari pendapatan dari penyediaan bibit penyediaan bibit dan tenaga dan tenaga penanaman serta penanaman serta penjualan bibit penjualan bibit Organization : Individu, Masyarakat, Kelompok Tani Sidodadi Maju,
Organization : Individu, Masyarakat,
2011 - 2013 Resources : Bibit mangrove sebanyak 177100 , luas tanam 17.7 Ha , luas total 78.1, peralatan menanam, peralatan pembibitan, pompa air, gerobak, angota kelompok 60, masyarakat lainnya, papan informasi dan papan larangan,jembatan jetty, pendapatan dari penyediaan bibit dan tenaga penanaman serta penjualan bibit
Organization :
13
No
Kegiatan
1964 -1967
RON Internal 1968 - 1971 bahaya, etos kerja, saling bantu, gotong royong, kesepakatan lokasi tanam, waktu tanam
2
Penanaman di luar Desa
-
-
1972 - 1987 atas potensi / bahaya, etos kerja, saling bantu, gotong royong, aturan kelompok, pembagian kerja, kesepakatan lokasi dan waktu tanam, kesepakatan tidak merusak mangrove dan memperluas tambak -
3
Penjualan Bibit
-
-
-
4
Penerbitan Regulasi
-
-
-
1988 - 1999 potensi lokal, potensi diri, etos kerja, saling bantu, gotong royong, aturan kelompok, pembagian kerja, aturan kerjasama, lokasi dan waktu tanam, penanaman di polybag, kesepakatan harga, aturan pembagian manfaat, larangan menebang mangrove dan jual beli lahan tepi pantai
RON Interaksi Internal – Eksternal 2000 - 2005 2006 - 2010 Karang Taruna Kelompok Tani Norm Sidodadi Maju, Kesadaran akan Karang Taruna, potensi lokal, Pokwasmas potensi diri, pemahaman atas potensi / Norm bahaya, etos Kesadaran akan kerja, saling potensi lokal, bantu, gotong potensi diri, royong, aturan pemahaman atas kelompok, potensi / pembagian bahaya, etos kerja, aturan kerja, saling kerjasama, bantu, gotong lokasi dan royong, aturan waktu tanam, kelompok, penanaman di pembagian polybag, aturan kerja, aturan pembagian kerjasama, manfaat, lokasi dan kesepakatan waktu tanam, harga, aturan penanaman di pelaksanaan polybag, aturan program, pembagian larangan manfaat, menebang kesepakatan mangrove dan harga, aturan
2011 - 2013 Individu, Masyarakat, Kelompok Tani Sidodadi Maju, Karang Taruna, Pokwasmas, Kelompok Tani Kartini I, Kelompok Tani Kartini II
Norm Kesadaran akan potensi lokal, potensi diri, pemahaman atas potensi / bahaya, etos kerja, saling bantu, gotong royong, aturan kelompok, pembagian kerja, aturan kerjasama, lokasi dan waktu tanam, penanaman di
14
-
RON Internal 1968 - 1971 -
-
-
Sarasehan Akbar Mangrove
-
-
-
-
Pembentuka n Pokwasmas Pemberian Bantuan Sarana Prasarana Pugar Pemasangan Papan Informasi dan Papan Larangan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pembanguna n Jembatan Jetty
-
-
-
-
-
-
No
Kegiatan
5
Program Rehabilitasi Pemerintah
6
7
8
9
10
1964 -1967
Sumber : Hasil Penelitian
1972 - 1987
1988 - 1999
RON Interaksi Internal – Eksternal 2000 - 2005 2006 - 2010 jual beli lahan pelaksanaan tepi pantai, program, penunjukan larangan sebagai daerah menebang percontohan mangrove dan mangrove jual beli lahan Jateng tepi pantai, penunjukan sebagai daerah percontohan mangrove Jawa Tengah
2011 - 2013 polybag, aturan pembagian manfaat, kesepakatan harga, aturan pelaksanaan program, larangan menebang mangrove dan jual beli lahan tepi pantai, penunjukan sebagai daerah percontohan mangrove Jawa Tengah, penetapan sebagai kawasan strategis kabupaten