HASIL Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65 Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 menunjukkan aktivitas inhibisi terhadap α-glukosidase tertinggi pada konsentrasi 10 mg/mL sebesar 65.4%, sedangkan acarbose pada konsentrasi yang sama menunjukkan aktivitas inhibisi sebesar 71% (Gambar 2).
% Inhibisi
100 80 60 40 20 0 Acarbose 1%
10
1
0.1
0.01
Konsentrasi (mg/ml)
Gambar 2 Perbandingan aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 dengan acarbose 1 %. Aktivitas Inhibitor α-glukosidase pada Kondisi Asam Ekstrak etil asetat pada konsentrasi 1 mg/mL memiliki pH 8 yang kemudian diasamkan menjadi
pH 4. Penurunan pH menyebabkan aktivitas
inhibitor α-glukosidase berkurang dari 63.3 % menjadi 40.6% (Gambar 3).
% Inhibisi
100 80 60 40
20 0 pH 8
pH 4
Konsentrasi 1 mg/ml Gambar 3 Perbandingan aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 pada pH 8 dan pH 4.
26
Amplifikasi Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase Primer yang dirancang untuk dapat mengamplifikasi gen Sedoheptulosa 7fosfat siklase berhasil mengamplifikasi gen tersebut secara spesifik sebanyak 300 bp (Gambar 4).
1
M 2000 bp 1000 bp
500 bp 300 bp
100 bp
Gambar 4 Gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase yang teramplifikasi 300 bp pada lajur 1. M = marker 100 bp. Kloning Fragmen Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase Koloni putih bakteri E. coli DH5α yang tumbuh pada medium selektif LB mengandung ampisilin 100 mg/mL (Gambar 5), setelah dilakukan kloning dengan plasmid pMD20 mengandung sisipan sebanyak 300 bp pada PCR koloni . Ukuran sisipan sekitar 121 bp merupakan Multicloning sites (MCS) pada plasmid pMD20, sehingga pita yang teramplifikasi sekitar 421 bp (Gambar 6).
Gambar 5 Koloni putih E. coli DH5α transforman yang tersisipi gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase.
bp
M
1
19329 3472 1882 925
421
Gambar 6 Koloni PCR : Amplifikasi DNA Sisipan gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase dengan ukuran 300 bp pada lajur 1. M= Marker 1 kb. Koloni putih di verifikasi menggunakan enzim restriksi Bam Hf-HI, Bam HF-HI + Xba I. Verifikasi menunjukkan adanya 1 pita berukuran sekitar 3000 bp untuk enzim restriksi Bam Hf-HI dan adanya 2 pita berukuran 2700 bp dan 300 bp untuk enzim restriksi Bam HF-HI dan Xba I (Gambar 7). bp
1
2
M1M 2
3000 bp 2700 bp
300 bp
Gambar 7 Verifikasi DNA Sisipan dengan lajur 1. Plasmid rekombinan Bam HfHI, 2. Plasmid rekombinan Bam HF-HI + Xba I. M1 = Marker 1 kb, M2 = Marker 100 bp.
28
Analisis Fragmen Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase dengan Database di GenBank Kemiripan sekuen nukleotida fragmen gen Sedoheptulose 7-fosfat siklase Streptomyces sp. BWA 65 sebesar 100 % dibandingan dengan Actinoplanes sp. SE 50/110 di pusat data GenBank (Tabel 5). Tabel 5 Kemiripan sekuen nukleotida fragmen gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase Streptomyces sp.BWA 65 di pusat data GenBank Nama Klon
Sekuen Nukleotida paling mirip
Streptomycess BWA 65
Actinoplanes sp. complete genom
SE
Identitas
50/110, 100 %
Nomor Akses CP003170.1
Actinoplanes sp. SE50/110 complete 100 % acarbose (acb) gene cluster, strain SE50/110
Y18523.4
Aktivitas Antihiperglikemia Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Pemberian sukrosa 10 % (90 mg/30 g BB) meningkatkan kadar glukosa darah mencit dengan tajam dan mencapai puncaknya pada menit ke 60. Kadar glukosa darah menurun menuju normal pada jam ke 2 atau jam ke 3 pengamatan. Pemberian ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 dapat menghambat kenaikan kadar glukosa darah yang telah diberi sukrosa (Gambar 8). Kadar Glukosa Darah (mg/dL)
400 350 300 250 200 150 100 50 0 0
30
60
120
180
Menit Gambar 8 Kadar glukosa darah normal dan hiperglikemia serta acarbose yang mendapat ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 (1, 10 dan 100 kali berturut-turut). Ekstrak P1, Ekstrak P2, bbbbb Ekstrak P3, Sukrosa, Kontrol +, Kontrol -.
Data analisis varian pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa pemberian perlakuan P3 (3.6 mg/30 g BB) ekstrak etil asetat berbeda nyata dengan Sukrosa 10 % (90 mg/30 g BB). Perlakuan P3 berbeda nyata terhadap P1 dan P2. Daerah di bawah kurva (Area Under the Curve = AUC) antara kadar glukosa darah terhadap waktu menunjukkan nilai AUC 626.5 mg.jam/dL setelah pemberian sukrosa (Tabel 6). Pemberian acarbose menyebabkan 34.04 % penurunan nilai AUC yaitu menjadi 413.3 mg.jam/dL. Pemberian ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 pada konsentrasi P1 mampu menurunkan AUC sebesar 9.96% sedangkan P2 sebesar 18.91% dan penurunan AUC tertinggi terjadi pada P3 sebesar 24.71% dengan nilai AUC pada P3 sebesar 75.29%. Tabel 6 Pengaruh pemberian ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 terhadap kadar glukosa darah mencit selama 180 menit perlakuan. AUC Kadar Glukosa Darah Lawan Waktu (Mg.Jam/dL) (N=5) Mencit X± SE AUC
Sukrosa 626.5 ± 137.4
K413.3± 46.1
K+ 422.75± 61.5
P1 546.15± 81.9
P2 508.± 103.1
P3 471.7 ± 72.1
100 % a
65.96%c
67.47%c
90.04% ba
81.09% ba
75.29% bc
34.04%
32.53%
9.96%
18.91%
24.71%
Penurunan AUC
*Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak menunjukkan adanya perbedaan dari perlakuan yang diberikan menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %.
Aktivitas Antihiperglikemik dengan Induksi Streptozotosin Pengujian aktivitas antihiperglikemia dengan induksi streptozotosin dosis rendah (Multiple low-dose Streptozotocin (MLDSTZ)) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etil asetat menurunkan kadar glukosa darah (KGD) sejak hari ke 5 sampai dengan hari ke 15 (Gambar 9). Pada penderita DM tipe 1 maka nilai
ar Glukosa Darah (mg/dL)
KGD > 150 mg/dl atau lebih tinggi dibanding KGD awal (Wu & Youming 2008).
240 200 160 120 80
30
Gambar 9 Perubahan kadar glukosa darah mencit diabetes selama 15 hari percobaan. Ekstrak P1, Ekstrak P2, Ekstrak P3, bbbb Kontrol +, Kontrol -. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data menyebar normal, sehingga dilakukan analisis varian pada taraf kepercayaan 95% yang menunjukkan bahwa perlakuan P1 berbeda nyata terhadap P2 dan P3, kontrol negatif dan kontrol positif. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit diabetes dengan penurunan kadar glukosa darah tertinggi pada hari ke 15 terjadi pada P1
Kadar Glukosa Darah (mg/dL)
sebesar 26%, sedangkan pada kontrol positif sebesar 17.1% (Gambar 10). 250 200 150 100 50
10.7
26
17.1
23.9
19.6
0 K-
K+
P1
P2
P3
Perlakuan
Gambar 10 Perubahan kadar glukosa darah mencit setelah di induksi dengan streptozotosin pada hari ke 0 dan hari ke 15 percobaan. Hari Ke 0, aaHari Ke 15, Prosentase Penurunan KGD.
PEMBAHASAN
Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 pada konsentrasi 10 mg/mL dan 1 mg/mL mampu menghambat aktivitas α-glukosidase masing-masing sebesar 65.5% dan 63.3%, sedangkan acarbose (10 mg/mL) memiliki daya hambat 71.2% (Gambar 2). Rendahnya aktivitas inhibisi ekstrak dibandingkan dengan acarbose, kemungkinan berkaitan dengan tingkat kemurnian dari ekstrak yang digunakan. Ekstrak yang digunakan pada penelitian ini
masih berupa
ekstrak kasar sedangkan acarbose adalah produk komersial yang berbentuk sediaan murni selain itu acarbose merupakan inhibitor kuat terhadap metabolisme sukrosa (Ghadyale et al. 2012) melalui inhibisi terhadap aktivitas α-glukosidase. Enzim α-glukosidase adalah suatu enzim yang dapat menghidrolisis substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa menjadi produk p-nitrofenol yang berwarna kuning dan glukosa (Moon et al. 2011). Aktivitas Inhibitor αglukosidase acarbose bersifat kompetitif terhadap enzim, sehingga menghalangi sisi aktif enzim untuk berikatan dengan substrat dalam membentuk kompleks enzim substrat. Akibatnya, produk p-nitrofenol dan glukosa tidak terbentuk (Kim et al. 2005). Kemampuan inhibisi 1 mg/ mL ekstrak etil asetat Streptomyces BWA 65 dipengaruhi pH seperti ditunjukkan Gambar 3. Pada pH 4 daya inhibisi ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 mengalami penurunan dari 63.3% menjadi 40.6%. Aktivitas enzim dipengaruhi konsentrasi, suhu dan pH. Enzim memiliki pH optimum untuk dapat bekerja, sehingga perubahan pH akan menurunkan kerja enzim. Hal ini dapat terjadi karena struktur enzim yang dipengaruhi oleh ikatan ion. Apabila terjadi perubahan pH secara drastis maka terjadi perubahan pada ikatan ion yang mengakibatkan perubahan struktur enzim dan situs aktif enzim, akibatnya enzim tidak dapat bekerja menempel pada substrat (Cunha et al. 2010). Aktivitas inhibitor α-glukosidase ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 rentan terhadap perubahan pH. Enzim dapat memiliki rentang pH optimum yang berbeda, seperti inhibitor α-glukosidase Archidendron jiringa yang dilaporkan bekerja pada pH optimum 8-10 (Virounbounyapat et al. 2012). Pengaruh
pH
terhadap
aktivitas
suatu
senyawa
aktif
dapat
dihindari/dikurangi dengan melakukan pendekatan formulasi berupa penyalutan
32
untuk mempertahankan sifat fisikokimia suatu enzim dari pengaruh pH, sehingga dapat mempertahankan potensi senyawa metabolit sekunder sebagai obat baru dalam bidang farmakologi (Stella 2006). Kriteria penyalutan dilakukan dengan tujuan untuk melindungi obat dari paparan asam lambung, yaitu obat tetap berada pada kondisi pH sekitar 5.5 sampai dengan netral sesuai dengan pH pada usus halus. Hal ini menjaga agar tidak terjadi penurunan aktivitas obat dan sesuai dengan hasil yang diinginkan (Chakraborty et al. 2009). Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki aktivitas inhibisi terhadap enzim α-glukosidase karena ekstrak tersebut mengandung senyawa inhibitor α-glukosidase. Streptomyces sp. BWA 65 diketahui mengandung gen penyandi pembentukan inhibitor α-glukosidase tersebut. Hasil
deteksi dan
kloning gen inhibitor α-glukosidase pada Streptomyces sp. BWA 65 menunjukkan bahwa Streptomyces sp. BWA 65 dapat mengamplifikasi gen sedoheptulosa 7fosfat siklase yang merupakan senyawa perantara dalam menghasilkan inhibitor α-glukosidase acarbose (Tabel 5). Sedoheptulosa 7-fosfat siklase adalah enzim yang mengkatalisis siklisasi Sedoheptulosa 7 fosfat menjadi 2-epi-5-epi-valiolone dalam biosintesis C7Naminocyclitol produk alami yang dihasilkan mikrob. Hasil dari siklisasi 2-epi-5epi-valiolone merupakan prekusor pembentukan C7N-aminocyclitol yaitu berupa validamycin dan acarbose yang bermanfaat dalam bidang kesehatan dan pertanian. Validamycin adalah antifungi yang memiliki aktivitas inhibisi terhadap trehalase dan digunakan untuk mengendalikan penyakit selubung hawar tanaman padi disebabkan oleh Rhizoctonia solani (Mahmud et al. 2001). Acarbose sebagai inhibitor α-glukosidase digunakan dalam pengobatan penyakit DM tipe 2. Acarbose bekerja sebagai inhibitor kompetitif enzim αglukosidase yang memutus ikatan glikosidik dalam mengkatalisis pelepasan glukosa, yang menyebabkan inhibisi absorbsi glukosa, sehingga menurunkan kadar
glukosa
setelah
makan.
Acarbose
merupakan
kompleks
pseudooligosakarida yang diisolasi dari Actinoplanes sp. SE 50/110. Acarbose mampu menghambat aktivitas sukrase, maltase, dextrinase, dan glukoamilase (Mahmud 2003).
Deteksi gen penyandi acarbose didesain menggunakan primer PCR berdasarkan susunan nukleotida yang telah diketahui dari Sedoheptulosa 7-fosfat siklase (acbC) yang ada di Actinoplanes sp. SE 50/110. Hasil amplifikasi PCR gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase dengan desain primer spesifik menurut Hyun et al. (2005) akan menghasilkan pita spesifik sekitar 540 bp. Namun amplifikasi gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase tersebut tidak berhasil dilakukan, sehingga dirancang primer sepesifik dari susunan nukleotida Sedoheptulosa 7-fosfat siklase (acbC) di Actinoplanes sp. SE 50/110. Dengan desain primer hulu: 5’ACCTACGAGGTGCGCTTCCGGGACGACGT-3’ dan desain primer hilir: 5’GGCGGCCTGCAGCTCGGCGGCCGTCACGT-3’berhasil mengamplifikasi gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase dengan ukuran fragmen DNA sekitar 300 bp. Beberapa jenis aktinomiset lain dilaporkan menghasilkan gen Sedoheptulosa 7fosfat siklase dengan jumlah ukuran fragmen parsial gen, seperti Streptomyces abikoensis strain ATCC 21066 sekitar 474 bp, Saccharothrix espanaensis strain ATCC 51144 sekitar 456 bp, dan Streptomyces sp. NAIST13/40 sekitar 474 bp. Hasil Penjajaran melalui BLASTN menunjukkan bahwa Sedoheptulosa 7fosfat siklase menunjukkan kemiripan identitas 100 % dengan gen acbC di Actinoplanes sp. SE50/110 complete acarbose (acb) gene cluster, strain SE50/110. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang terlibat dalam biosintesis acarbose dapat terdeteksi pada Streptomyces sp. BWA 65 dengan ukuran gen Sedoheptulosa 7fosfat siklase 300 bp namun bila memakai primer Hyun et al. (2005) akan menghasilkan pita spesifik sekitar 540 bp yang diamplifikasi pada 30 jenis Streptomyces spp. hal ini menunjukkan bahwa gen yang berhasil diamplifikasi sebanyak 300 bp tersebut adalah gen parsial. Perbedaan ini dapat menyebabkan perbedaan ekspresi antara acarbose pada Streptomyces sp. BWA 65 dengan Actinoplanes sp. SE50/110. Melalui uji in vivo yaitu pada aktivitas antihiperglikemik tes toleransi glukosa oral (TTGO), ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 mempunyai potensi sekitar 75 % dari acarbose dalam menurunkan kadar glukosa darah postprandial mencit setelah pemberian larutan sukrosa 10 % (Tabel 6). Namun pada aktivitas antihiperglikemik dengan induksi streptozotosin yang dapat menyebabkan kerusakan sel beta pankreas ditandai dengan kenaikan kadar
34
glukosa darah diatas 150 mg/dL (Wu & Youming 2008) ternyata aktivitas, ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 mampu menurunkan kadar glukosa darah hiperglikemik pada mencit diabetes yang telah diinduksi dengan streptozotosin lebih baik dari acarbose (Gambar 10). Selain sebagai inhibitor α-glukosidase, ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 kemungkinan mempunyai mekanisme kerja lain terkait dengan metabolit aktif yang dihasilkannya. Hal ini dapat diindikasikan dari data bahwa acarbose termasuk kedalam golongan pseudooligosakarida (Mahmud 2003), sedangkan menurut Pujiyanto (2012) ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki senyawa aktif auron yang berasal dari golongan flavonoid. Komponen flavonoid ini
memiliki
kemampuan
menekan
kadar
glukosa
darah
postprandial
hiperglikemik (Kim et al 2001, Tadera et al. 2006). Flavonoid yang diberikan secara oral pada tikus diabetes mampu menurunkan kadar glukosa darah plasma dengan cara meningkatkan ambilan glukosa pada jaringan perifer dan mengatur aktivitas dari ekpresi enzim yang terlibat dalam jalur metabolism karbohidrat (Bramachari 2011). Senyawa aktif dari tanaman Cynanchum acutum L. yaitu senyawa quersetin, tamarixtin dan kempferol memiliki aktivitas antidiabetes yang dapat menurunkan kadar glukosa darah (Fawzy et al. 2008). Senyawa flavonoid seperti quersetin dapat merangsang pembelahan sel-sel beta pankreas sehingga menghasilkan sekresi insulin (Mahesh & Menon 2004). Dengan adanya informasi diatas maka dapat menguatkan pembuktian bahwa ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki potensi selain sebagai inhibitor α-glukosidase juga sebagai antihiperglikemik pada mencit diabetes yang mengalami kerusakan pankreas.
SIMPULAN DAN SARAN