lgu
Budi Purnono : |t'lcnurl tlctn,4kt1t l'[it'ing Patlu Kor1,a-Kcq'a Algcnrccn lngeuicto's hr,4rchitactcn Bursau
di
Jakarta (40-4B)
MENARA DAN ATAP MIRING PADA KARYA.I(ARYA ALGDMEEN INGENIIIUIIS EN ARCHTTECTEN BUREAU DI JAKARTA (1e10-192e)
STEEP TQ,VERAND ROOF IN BUII.DINGS BYALGEIvIEEN INGENIEUR^9EN ARCHTTECTEN rJURtutU IN IAKARTA (1910-1929) Agus
lludi Purnonro
Jurusan Arsitektur Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapn no. I Grogol - Jakarta I 1440
ABSTRAK Makalah ini menrbahas karakteristik atap pada menara yang menandai bangunon yang dirancang oleh AIA, sebuah kantor arsitektur Belanda yang bekcrja di India Timur, atau htdonesia masa kini pada awal abad ke 20. Dari bebcrapa bangunan yang diarnati, disinrpulkan bahwa otap menara bangunan rcligius lebih miring daripada menara bangunan non-religius. Kata kunci: atap, menara, AIA
ABSTRACT In
this paper we discussed lhe charqclerislics of roo{on a tower tlwt nnrl<s the buildlngs designed by AIA, a design o/fice o/ Duteh architects who pracliced in the East tndi,a or the presenl day Indonesia in the beginning of the 20th century. From several buildings obsened, we conclude that the roof of tower on religions buildings is much steeper than thal of the lower of non-religious
buildings,
Keytords: roof, tower, AIA
A. PENDAHULUAN
tak pernah dilaporkan sebagai bagian dari
Pelajaran sejarah arsitektur terkonsentrasi pada dua
pelajaran sejarah arsitektur. Karya-karya arsitek keturunan Belanda yang dibangun pada wal abad 20 dapat dipandang sebagai
titik
"missing-lir*" dalarn sejarah
arsitektur
terkonsentrasi pada arsitektur nusantara. Di
Indonesia. Tujuan utama tulisan
ini
titik ekstrim lain pelajaran itu
untuk mengisi "missing-link" dalanr sejarah
di
Indonesia
titik ekstrim. Di satu ekstrim pelajaran sejarah arsitektur terkonsentrasi
ialah
pada arsitektur urodeml. Menurut penulis hal
arsitektur lndonesia dengan
itu tidak bisa
tentang karya-karya arsitek keturunan Belanda
secara sempurna rnenrberi
pengetahuan tentang sejarah arsitektur kepada
di Jakarla pada dekade
pembahasan
l9l0 hingga 1930,
mahasiswa karena sej arah ars itektur Indonesi a
lebih kompleks daripada dua
titik
ekstrirn
tersebut.
Beberapa buku tentang karya-karya arsitek di dekade antara 19l0 hingga 1929
di Indonesia
telah diterbitkan (lihat Akihary, Walaupun arsitek modenr pefiama yang berkarya di Indonesia adalah arsitek keturunan Belanda di dekade awal abad 20, karya-karya mereka jarang atau sama sekali 40
1988;
Yulianto, 1988 dan Akihary, 2000). Tulisan mereka umumnya membahas karya-karya arsitek keturunan Belanda secara konologis. Pembahasan ciri-ciri arsitektur pada karya-
AGOR,4, Jurnal Arsilektur, Vofunre 5,
karya arsitek keturunan Belanda itu secara metrdalam belurn dilakukan. Paclahal karya-
tulisan singkat
ini
Nonor I, Juni 2005
akan ,n*,nUot
o,
elemen
arsitektur padil karya-karya Algemeen lngenieurs En Architecten Bureau (r\lA) yang
karya para arsitek tersebut sangat seclikit tercatat. Dalarn rangka meleirgkapi catatan
dirancang dan dibangun pada dekade awal
tentang karya-karya mereka, selain menggali
abad 20
arsip-arsip kuno, perlu dilakr.rkan juga survei
utama dalam tulisan
lapangan untuk nrengindentit'ikasi bangunan-
arsitektur menara dan atap utarna pada karya-
bangunan yang ada dalam arsip-arsip tersebut,
karya
Proses pengidentifikasian di lapangan memerlukan alat dalam bentuk ciri-ciri dominan karya-karya sezaman. Dengan
B.
di Indonesia. Yang menjadi perhatian
ini ialah elemen
AIA tersebut.
BLEIVIEN ATAP UTAMA PADA KARYA.KARYA AIA
memahami ciri-ciri utama karya-karya arsitek
keturunan Belanda
di awal
abad
20
Pada umumnya karya-karya
dapat
diperoleh alat bantu bagi survey lapangan
untuk mengindentihkasi
AIA
pada awal
20
dirancang dengan atap limasan Ga1qbAIJ. Sudut kemiringan atap karyakarya AIA rata-rata sama dengan 39,2 derjat
abad
catatann-catatan
arsip.
Gobelf). Sebagai bagian proses pemahaman tentang
karya-karya arsitek keturunan Belanda di Indonesia pada awal abad 20 di Jakarta, Tabel
l.
Rata-rata kerniringan atap pada karya-karya
AIA. Kemiringan Atap
No.
Knrya
I
Cereja Santo Yusuf, Jatinegara, Jakarta Timur
50,0
2
Gereja Jemaah Paulus di Menteng, Jakarta Pusat
50,0
3
Kantor Dirjen. Perhubungan Laut, Jalan Medan Merdeka
30,0
(o)
Timur, Jakarta Pusat 4
Kantor Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat
30,0
5
Stasiun Kota, Kota Lanra Batavia, Jakafia Barat
30,0
6
Kanrpus
UKl, Jalan Diponegoro,
Jakarta ?usat
Rnta-rltr kcruiringirn atlp utrnr:r
45,0 39,2
4l
lgus Budi Purnono : lfencn'a clan Akry lvliritrg Ptuh Kn),o-Kutya ilge
mecn Irryanicurs En Architecten
Bweeu di
Jakarta (t0-48)
Melihat data kemiringan atap pada Tabel
adalah sangat menarik untuk
l,
bisa
mengkaitkan bentuk atap karya-karya AIA dengan iklirn tropis karena atap rniring sangat sesuai dengan deras hujan dan terik matahari
di Indonesia. Walaupun denrikian kesinrpulan tersebut bisa dikatakan tidak tepat karena bangunan karya Ghijsels arsitek utama AIA yang diperuntukkan bagi Eropa urnunrnya juga menggunakan atap rniring (Akihary, 1988). Dengan denikian kemiringan atap bukan semata karetta iklinr tapi ada aspek lain yang menentukannya. Sebagai contoh aspek
simbolik yang menyangkut
iderrtitas
laiq seperti urnumnya bangunan agama (gereja, dan lain-lain) bangunan diharapkan bisa memberi kesan bangunan, Pada contoh
vertikal ke atas mengapai langit. Sedang pada bangunan umum kerniringan atap yang
relatif
tinggi bisa memberi kesan megah dan agung kepada bangunan tersebut.
42
Beberapa karya
AIA dirancang dengan
atap
utanla yang miring dengan sudut kerniringan
yang relatif terjal serta secara signifikan rnenonjol ke atas. Sebagai contoh Gereja Santo Yusuf di Jatinegara, Jakarta Timur (Garnbar 2) dan Gereja Jemaah Paulus, Menteng, Jakarta Pusat. Tapi pada bangunanbangunan umunr karya
AIA
atap utama yang
rniring itu biasanya tertutup oleh atap datar dan lis lebar yang terbuat dari betorr. Sebagai
contoh Kantor Direktorat
Jenderal
Perhubungan Laut (bekas kantor pusat KPM)
di jalan Medan Merdeka Timur nrernpunyai lis beton lebar sehingga bila dilihat dari bawah lis akan nrenutup atap miring di belakang lis tersebut (Gafnbaf 3). Dalarn kasus ini penentu bentuk atap miring bersifat fungsional ('uti litarian") belaka.
AGOM, Jurnal Arsitektru', yohune 5, Nontor
Garnbar
2.
Gereja Santo yusuf
di
t,luni iOS
Jatinegara
(sumber: Yulianto, I 93S).
Grrmbnr 3. Kantor Direktorat Jenderal perlrubungan Laut (bekas Kantor pusat KpM) di Jatan Medan Merdeka Tinrur, Jakarta pusat.
I{al yang
sama dapat dilihat pada Kantor
Bappenas
di
Menteng, Tarnan Suropati, Jakarta Pusat (bekas Kantor Kepala Daerah Batavia). Bila dilihat dari dekat atap utBma kantor Bappenas tak akan terlihat sehingga ntemberi kesan bangunan
itu
beratap datar
(Gambar 4). Atap baru terlihat bila bangunan
tersebut dilihat
dari suclut terclekat
tarnan
Suropati.
Pacta keclua bangunan iru AIA ingin menrperlihatkan bahwa bangunan tersebut beratap datar. Mungkin kesan itutah yang nrerryebabkan arsitek terkenal Belanda, Berlage yang datang ke Batavia pada tahurr 43
Agus Badi Purnono : Menara dan Atap l,liring Pada Karya-Kar),a Algcneen ltrgenieurs ht Architecte n Bw'eau di Ja*arta (40-48)
1923 (Akihary, 2000) nrsm{i
bangunan yang paling sesuai dcngan prinsip-
Bila atap utarna ingin ditonjolkan biasanya atnp tersebut dirancang dalarn bentuk kenriringan yang sangat tajam atau tidak
prinsip kcsederhanaan dari aliran Arsitektur
berbentuk atap pelana, Sebagai contoh atap
Modern.
utanra gercja-gcrcja yang lelah disebut
Kantor
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut sebagai
di
atas
dirancang dengan kenriringan yang sangat Contoh lain ialah alap utana Stasiun Kota di
tinggi (rata-r'ata cliatas 50 derjat). Pada hal bila
Kota Tua Batavia. Atap utama stasiun itu berbentuk dua seteDgah silinder yung disatukan ntenrbentuk salib (Gryrrbar 5). Ujung setcngah tabung tersebut berbentuk arkes yang menjulang ke atas nrenrperkuat
desain atap hanya didasarkan pada sifat bahan
psnutup atap, keniiringan atap tersebut lak perlu seterial itu.
tanrpi lan tampak banguran tersebut.
Gambar 4, Kantor Bappenas di Menteng, Jakarta Pusat.
44
AGOM, Jurnql Arsitektur, Yolune 5, Nomor l, Jrttri 2005
C. BLEMEN MBNARA
PADA
KARYAKARYA AIA
Biasanya etenren menara
,.prni itu terdapat
pada bangunan-bangunan keagamaan kalya
AIA. Sebagai contoh Gereja Santo Yusuf
Dari garnbar-gambar di atas terlihat bahwa menara adalah elemen-elemen arsitektural yang umunl terdapat pada karya-karya AlA. Karya-karya arsitek keturunan Belanda pada arval abad 20 juga demikian. Sebagai contoh
juga terdapat karya-karya Moojens
dan
dan
Gereja Jemaah Paulus, Bangunan-bangunan
'umUnr
karya AIA juga dirancang dengan menara. Sebagai contolr Kantor Bappenas (Gambar 4), Stasiun Kota (Garnbar 5) dan Sekolah Kristen dan Kanrpus Universitas Kristen Indonesia (UKI, Ganrbar 8).
Mclaine Pont (Gambar 6 dan Garnbar 7).
karya Moojeqs, Menteng, Jakarta Pusat.
45
tlgts Budi Purttouo : Menura dan Atop lvliring Pada'Kat'ya-Katya Jakarta (40-48)
llgcnecn Ingenicrrs
En Architcctut Bureou di
Gambar 8. Sekolah dan Universitas Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Ciri ini
Ciri-ciri menara pada karya-karya AIA adalah
daripada atap utama.
sebagai berikut:
harnpir pada semua bangunan umum karya
l. Letak
rnerlat'a ditonjolkan
ke
dari bidang-bidang lain Ciri ini umutnnya terdapat pada karya-karya AIA. 2. Atap menara biasanya datar dan terbuat dari plat beton. Sebagai contoh atap menara yang datar dapat dilihat pada Kantor Bappenas di taman Surapati, depan
bangunan.
Menteng, Jakarta Pusat (Ganrbar 4). 3.
AIA.
dengan
meletakkan bidang sisi menara relatif lebih
Pada bangunan-bangunan agama atap lnenara berbentuk done atau limasan
terdapat
5.
Pada karya-karya
AIA
biasanya ada dua
menara yang mengapit bagian utatna bangunan, Pasangan meDara
itu
terkesan
membentuk bingkai dan sekaligus angker yang memperkokoh penan:pilan bangunan
(Kantor Bappenas, Gambar 4).
6. Bagi karya-karya AIA yang
bernrenara
tunggal, menara tersebut mendefinisikan surnbu bangu':1an dan sekaligus "focalpoint', (Qercja Santo Yusuf dan Gereja Jernaah Paulus).
dengan kemiringan yang sangat terjal. Ciri
tersebut dapat dilihat pada Cereja Santo
Yusuf
di
ATAP N{IRING DAN N{BNARA
Jatinegara, Jakarta Timur
(Gambar 2) dan Gereja Jemaah Paulus di
Tantan Suropati, Menteng (Gambar l) serta Kampus
UKI di Jalan Diponegoro,
Salemba, Jakarta Pusat (Ganbar 8).
AIA biasa secara tegas nrenenrbus dan lebih donrinan
4. Menara pada karya-karya
46
D.
AIA ntenara menjadi suatu penegasan visual pada bentul< bangunan Pada karya-karya
secara menyeluruh. Atap utanra secara visual
justru sering tak tellalu nrenonjol, bahkan cenderung disenrbunyikan. Hal ini mungkin saja karena adanya keingin sang arsitek untuk
AGOM, Jurnal Arsitektur, Volune 5, Nonoi I, Junl 2005 i
memberi kesan sederhana pada bangunan
menara yang sangat terolah itu pada dasarnya
sehingg dapat mematuhi prinsip:prinsip
hanya berfungsi sebagai tangga dan ruang-
kesederhanaan aliran Arsitektur Modefrr yang
ruang pembantu belaka. Sedangi
mulai masuk ke Indonesia pada saat itu.
utama bangunan biasanya ada
di bawah
atap
utama yang tidak menonjol itu.
Menara pada karya-karya
AIA
umumnya
beratap dome atau limasan yang terlal dan
E.
PENUTUP
dihias secara stylistik, Ada juga menaramenara karya AIA yang beratap relatif datar
Ciri-ciri menara dan hubungannya
dengan
dengan bentuk-bentuk dan detail yang sangat
atap,utama hanya
AIA dapat dianggap
sebagai
indah dan stylistik. Walaupun demikian ada
hal yang khas pada karya biro arsitek tersebut,
juga karya-karya AIA dengan atapl utama menonjol. Sebagai contoh atap setengah silinder Stasiun Kota (Gambar 5) sangat
terutama karya-karya
dominan dan secara kuat memberi kekhasan
AIA
kepada bangunan tersebut,
AIA yang dirpancang dan dibangun pada awal abad 20 (1910-1929). Dapat disimpulkan bahwa menaraipada karya
mempunyai arti simbolik iyang lebih kedap daripada arti fun gsionalnya. Sebal iknya atap utama lebih mengandung arti fungsional
Umumnya pada karya
AIA
hubungan antara
daripada arti simbol iknya.
menara dengan atap utama tak terlalu jelas.
Hal ini yang membedakan karya AlAldengan
Dari pembahasan di atas dapat dilihat bahwa
karya-karya Moojens (lihat Gambar 6). Hal ini dpat dimengerti karena pada dasarnya atap utama yang miring itu memang tidak dimaksudkan untuk dapat terlihat oleh manusia dari bawah. Terkesan bahwa sang arsitek ingin menampilkan citra atdp datar
ada ciri-ciri tertentu pada karya-larya AIA.
kepada bangunannya.
bawa oleh arsitek keturunan n{tanaa
Ciri-ciri tersebut bisa menjadi i alat
mengindentifikasi dan mencatat,karya-karya tersebut juga memberi
AIA lainnya. Ciri-ciri
bukti akan adanya pengaruh alirain arsitektur Modern yang mulai masuk ke Ihdonesia di saat
itu.
paAa
i
Kecuali atap setengah tabung Stasiun Kota,
AIA umumnya didesain untuk tidak terlihat oleh orang.
untuk
I
ciri tersebut konsep funjsional yang
atap utama pada karya-karya
Dengan
Sebaliknya letak menara yang relatif ke depan
menjadi ciri khas aliran Arsitektur Modern mutai diterapkan ke dalam desal mereka di
secara menonjol terlihat. Selain
itu
secara
negara jajahan tersebut. Wataupun demikian,
di
keseluruhan detail menara lebih terfikirkan
dari beberpa contoh
daripada detail atap utama, Hal ini sekali lagi
faham
membuktikan bahwa pada karya-kaba AIA
sepenuhnya dapat diterapkan.
bentuk atap utama yang
mirinj
hanya
fu
atas,
nsionalisme arsitektur
dilihat dari keinginan
Belanda seperti Ghijsels dan
'ttilitarian" belaka. Berbeda dengan
mengutamakan
A[A, menara lebih mengandung arti simbolik dari pada fungsional. Pada karya-karya AIA
menara
arti
ini
arsitek
ditentukan pada pertimbangan yangl bersifat karya
belum dapat
keturuanan
untuk
simbolik
pada bentuk
dari pada artian
frl'ngsionalnya.
Wal.aupun demikian, karya-karyA
AIA
dapat
Agus Budl Purnomo
Jakatra
(40-48)
: Menara dan Atap Mirlng Pada Karya-Karya Algemeen lngenieurs
I
En Architeclen Bureait
di
l
li
dianggap sebagai "miles-stone perkembangan arsitektur di Indonesia.
,1but,
DAFTAR RUJUKAN
li i l
Tulisan singkat ini hanya membahas beberapa
ciri
eksternal karya-karya
AIA
l.
in
pada dekade
tertentu (awal abad 20). Oleh karena itu di
masa depan perlu juga pelajari ciri-ciri internal karya-karya AIA maupun arbitek sezaman, Semoga tulisan singkat ini dapat
Akihary,
ll., Ir, FJL. Ghijsels, Architect
Indonesia (1910-1929), Seram Press:
Nederlands, 1996
)
Akihary, H., Architecture
in
Indonesia, 1870/1970,
Press: Zufphen,
& Stbdebotrw De Walbung
1990 i
arsitektur Indonesia yang telah diterangkan di
Heuken, AH.,'dan Pamungkas,i G. ST, Menteng, "Kola Taman Pertama di
atas.
Indonesia, Yayasan Cipta Loka iCaruku:
mengisi sebagaian dari "missing-link" sejarah
Jakarta, 200 4,
I
Yulianto, 5., Arsitektur KolonialiBelanda
di Indonesia,
Gajah Mada Uhiversity
Press: Yogya, 1993
I 1
i ti
i I
j
ri
48