LAPORAN KAJIAN METODE KONSERVASI BANGUNAN KAYU MASYARAKAT SIMALUNGUN SUMATRA UTARA
Disusun oleh : Brahmantara, S.T Iskandar Mulia Siregar, S.Si Dian Eka Puspitasari, ST Al. Widyo Purwoko
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN BALAI KONSERVASI BOROBUDUR Jl. Badrawati, Borobobudur, Magelang, Jawa Tengah Telp. (0293) 788225, 788175, Fax. (0293) 788367
www.konservasiborobudur.org 2015
LEMBAR DATA PROPOSAL KAJIAN
1.
Judul Kajian
: Metode Konservasi Bangunan Kayu Masyarakat Simalungun Sumatra Utara
2.
SK. Tim Pelaksana Kajian
: Nomor : 1830/HK.501/BK/IV/2015 Tanggal 1 April 2015
3.
Tim Pelaksana Kajian
: 1. Brahmantara, ST
(Ketua)
2. Iskandar Mulai Siregar, S.Si (Anggota) 3. Dian Eka Puspitasari, ST
(Anggota)
4. Al. Widyo Purwoko
(Anggota)
4.
Narasumber Kajian
: Ir. Suprapto Siswosukarto, Phd
5.
Jangka Waktu Pelaksanaan
: 6 (enam ) bulan
Kajian 6.
Sumber Anggaran
: DIPA Balai Konservasi Borobudur Tahun 2015 Nomor:DIPA-023.15.2.427775/2015
7.
Jumlah Anggaran
: Rp. 53.963.500,00
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN...................................................................................................... 2 1.1. Dasar.................................................................................................................. 1 1.2 Latar belakang permasalahan ............................................................................ 1 1.3 Maksud dan Tujuan ............................................................................................ 1 1.4 Manfaat Studi ..................................................................................................... 1 1.5 Ruang lingkup penelitian .................................................................................... 1 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 2 2.1. Rumah Tradisional Simalungun........................................................................ 1 2.1.1 Sejarah Rumah Tradisional Simalungun ..................................................... 1 2.1.2 Lokasi, Topografi di Sumatra Utara............................................................. 1 2.1.3 Sistem kepercayaan, Kekerabatan dan Mitologi ......................................... 1 2.1.4 Arsitektur Bangunan tradisional Rumah Bolon Simalungun ........................ 1 2.2. Sistem Kontruksi Rumah Tradisional Simalungun ............................................ 1 2.3 Kearifan lokal masyarakat Simalungun.............................................................. 1 BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................................................ 2 3.1. Metode Penelitian............................................................................................. 1 3.2. Tahapan Penelitian........................................................................................... 1 3.3. Observasi dan Pengumpulan data ................................................................... 1 3.4. Bagan Alir Penelitian ....................................................................................... 1 BAB 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 2 4.1 Kerusakan struktural dan sistem konstruksi rumah tradisional SImalungun...... 1 4.1.1 Sistem Konstruksi bagian Bawah................................................................ 1 4.1.1.1 Pondasi.............................................................................................. 1 4.1.1.2 Konstruksi Tiang dan Sistem ikatan ................................................... 1 4.1.1.3 Sistem stuktur lantai........................................................................... 1 4.1.2 Sistem Konstruksi bagian Tengah............................................................... 1 4.1.2.1 Konstruksi dinding.............................................................................. 1 4.1.2.2 Sistem stuktur kolom .......................................................................... 1 4.1.3 Sistem Konstruksi bagian Atap ................................................................... 1
4.2 Pelapukan Material rumah tradisional SImalungun .............................................. 1 4.2.1 Pelapukan material aspek Kimiawi............................................................. 1 4.2.2 Pelapukan material aspek Biologi.............................................................. 1 4.3 Makro dan mikro klimatologi lingkungan .............................................................. 1 4.4 Konservasi Bangunan berbasis kearifan lokal masyarakat Simalungun............... 1 4.5 Analisa data......................................................................................................... 1 4.4.1 Metode Konservasi Penanganan Kerusakan Stuktural............................... 1 4.4.2 Metode Konservasi Penanganan Kerusakan Material .............................. 1 BAB. 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 1 PENUTUP............................................................................................................................. 1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya 2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 55 tahun 2012 tentang Organisasi dan tatakerja Balai Konservasi Borobudur 5. DIPA
Balai
Konservasi
Borobudur
Tahun
2015
Nomor
DIPA
023.15.2.427775/2015 tanggal 14 November 2014
I.2. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beberapa kepulauan yang terbentang dari sabang sampai merauke. Masing-masing kepulauan yang ada juga mempunyai suku bangsa yang berbeda-beda. Setiap suku bangsa di Indonesia tentunya mempunyai keanekaragaman warisan budaya baik warisan budaya benda (tangibel) dan warisan budaya tak benda (intangibel). Keanekaragaman dan kekayaan warisan budaya nusantara telah mengundang decak kagum sejak masa penjajahan masa Kolonial. Salah satu bentuk kekayaan warisan budaya yang bisa dirasakan dan dilihat sampai sekarang adalah warisan Cagar Budaya Rumah Tradisional. Tinggalan budaya yang berupa rumah tradisional tersebut mempunyai bentuk dan variasi arsitektural yang berbeda-beda karena masing-masing kepulauan mempunyai topografi yang tidak sama. Dalam proses pembangunannya , rumah tradisional tidak lepas dari pengaruh adat istiadat dan tradisi yang ada pada daerah setempat, mulai dari penentuan lokasi pendirian sampai dengan
arah hadap bangunan. makna filosofi yang ada pada setiap unsur arsitektural bangunan akan mencerminkan kebudayaan, tradisi dan adat istiadat yang ada. Berbeda dengan konsep fungsi bangunan yang ada di Barat, konsep fungsi bangunan tradisional yang ada di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai rumah tinggal saja, bangunan tradisional didirikan juga sebagai tempat berkumpulnya masyarakat adat bermusyawarah dan menyelesaikan konflik dan permasalahan yang terjadi. Rumah tradisional dibangun sebagai refleksi kehidupan manusia secara mikro (microcosmos) dari tempat hidup manusia (macrocosmos). Arsitektur tradisional merupakan hasil dari lingkungannya sehingga tiap daerah memiliki berbagai varian yang dibangun sebagai repon dari kondisi alam, ketersedian material, iklim dan vegetasinya (Dawson and Gillow, 1994). Rumah tradisional dibangun tidak hanya oleh individu yang ada paa masyarakat dan suku bangsa yang lahir, namun merupakan hasil karya masyarakat adat setempat dengan melalui proses dan pertimbangan yang sangat matang. Penentuan pondasi, tata letak dan arah hadap dipengaruhi oleh keyakinan terhadap leluhur dan melalui tahapan komunikasi manusia dengan
alam.
Proses
perencanaan
pembangunan
rumah
tradisional
sangatlah berbeda dengan masa sekarang, penentuan rancang, bentuk dan dimensi tidak melalui proses penggambaran secara detail dan perhitungan terhadap momen dan beban gaya yang bekerja. Teknik pembangunan rumah tradisional dilakukan melalui proses trial and errors selama berpuluh-puluh tahun, sehingga masih banyak rumah tradisional yang masih bertahan dengan kuat sampai sekarang. Teknik dan metode pengerjaan rumah tradisional telah diwariskan melalui cerita rakyat, legenda dan hikayat dan sampai saat sekarangpun masih bisa kita pelajari melalui kearifan lokal yang ada dalam masyarakat tradisional tersebut. Rumah tradisional yang ada di kepulauan nusantara sangatlah beragam. Beberapa rumah tradisional diantaranya rumah tradisional joglo yang ada di jawa dan beberapa tipe rumah adat yang ada di Sumatra dan Sulawesi.
Rumah
tradisional
suku
Batak,
Minangkabau
dan
Toraja
mempunyai ciri khas bentuk atap dan konstruksi rumah panggung yang hampir
sama.
Salah
satu
rumah
tradisional
yang
sangat
menarik
arsitekturalnya adalah rumah tradisional suku Batak Simalungun yang berada
di kabupaten Simalungun , Sumatra Utara yang disebut sebagai rumah “Bolon”. Rumah “Bolon” merupakan rumah adat suku Batak yang masih bisa kita lihat sampai sekarang. Konsep pembangunan rumah tradisional rumah “Bolon” tentunya tidak bisa kita aplikasikan pada era sekarang, karena kondisi kemajemukan yang berbeda-beda dan tingkat kedekatan manusia dengan alam sekitarnya sangatlah berbeda dengan masa dulu. Pergeseran nilai dan tekanan pembangunan menjadi sebuah ancaman tersendiri bagi kelestarian rumah-rumah tradisional tersebut. Ancaman lain yang secara fisik langsung mempunyai dampak terhadap kekuatan sebuah rumah tradisional adalah terjadinya peristiwa dan bencana alam seperti gempa bumi. Kondisi perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim juga sangat berpengaruh terhadap tingkat keterawatan material penyusun bangunan yang menggunakan kayu sebagai material utama konstruksinya. Sebagai rumah tradisional yang merupakan salah satu aset budaya yang tak ternilai keberadaan rumah “Bolon” menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi kita untuk mengunjungi dan melihatnya, namun keberadaan para pengunjung untuk melihat keindahan arsitekturnya juga mempunyai dampak yang negatif seperti perilaku vandalisme. Melihat kondisi yang seperti itu perlu kiranya dilakukan sebuah kajian mengenai kerusakan-kerusakan yang terjadi dan metode penangananya, baik metode konservasi dengan teknologi ilmu pengetahuan maupun metode konservasi yang berbasis kearifan lokal.
I.3. Maksud dan Tujuan Kajian Maksud dari pelaksanaan Kajian ini adalah melakukan kajian terhadap kerusakan yang terjadi pada Rumah Tradisional Simalungun baik kerusakan dari aspek struktural, arsitektural dan konstruksi bangunan maupun kerusakan yang terjadi pada material penyusunan bangunan serta melakukan kajian terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan tersebut. Tujuan yang diharapkan dari kajian ini adalah memperoleh metode konservasi struktural dan material untuk penanganan kerusakan yang terjadi pada Rumah
Tradisional
Simalungun
dan
melalukan
inventarisasi
metode
konservasi yang berbasis kearifan lokal yang ada pada masyarakat Simalungun.
I.4. Manfaat Kajian Manfaat yang bisa diperoleh dari pelaksanaan Kajian ini adalah : 1. Memberikan hasil kajian yang berupa metode penanganan konservasi terhadap kerusakan struktural, arsitektural dan material bangunan Rumah Tradisional Simalungun. 2. Memberikan informasi dan memperkaya pustaka Rumah Tradisonal di Indonesia, khususnya dalam aspek struktural, arsitektural, konstruksi dan material penyusun bangunan 3. Memberikan kebijakan
masukan
(stake
pemugaran
bagi pemangku
holder)
bangunan
setempat
tradisional
kepentingan
dalam
hal
khususnya
dan
pembuat
pemeliharaan Rumah
dan
Tradisional
Simalungun. 4. Memberikan data dan informasi awal mengenai kondisi keterawatan bangunan Rumah Tradisional Simalungun untuk pengembangan kajian yang lebih menyeluruh di masa yang akan datang.
I.5. Ruang Lingkup Kajian Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan maksud dan tujuan, maka dalam pelaksanaan kajian ini dibatasi dengan beberapa ruang lingkup yaitu : 1. Observasi data dan survei kajian dilakukan pada obyek Rumah Tradisional masyarakat Simalungun yang disebut rumah “Bolon” Simalungun. 2. Rumah tradisional yang dijadikan obyek kajian adalah rumah tradisional masyarakat Simalungun yang masih di tempati maupun yang sudah dijadikan sebagai museum. 3. Pengumpulan data melalui observasi langsung dan wawancara dilakukan terhadap masyarakat asli/Suku Simalungun yang masih menggunakan fungsi dari rumah tradisional yang mereka tempati.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Rumah Tradisional Simalungun II.1.1 Sejarah Rumah Tradisional Simalungun Suku Simalungun merupakan salah satu etnis dari Rumpun Batak, yang terkonsentrasi di kabupaten Simalungun, dan tersebar juga di kabupaten Deli Serdang dan Asahan. Seperti halnya masyarakat Batak di Sumatra Utara, pada umumnya memiliki peninggalan bersejarah yang sangat berharga, yaitu rumah tradisional adat, yang lebih dikenal dengan sebutan "Rumah Bolon". Ada beberapa jenis rumah Bolon dalam masyarakat Batak yaitu rumah Bolon Toba, rumah Bolon Simalungun, rumah Bolon Karo, rumah Bolon Mandailing, rumah Bolon Pakpak, rumah Bolon Angkola Istilah "bolon", sendiri berarti "besar", jadi "Rumah Bolon" diartikan sebagai "Rumah Besar". Bentuk dan tradisi Rumah Besar, umum menjadi ciri khas ras bangsa Proto Malayan, seperti "Rumah Panjang" di Kalimantan, dan "Tongkonan" di Toraja, dan masyarakat etnis Batak pada umumnya. Rumah Bolon, seperti artinya Rumah Besar, memang berukuran sangat besar apabila dibandingkan dengan rumah-rumah modern masa sekarang. Bentuk yang besar, merupakan sebuah Istana bagi sang pemimpin masyarakat Simalungun di masa lalu, sekaligus menjadi simbol status sosial masyarakat Simalungun (wikipedia) Saat ini keberadaan Rumah Bolon tidak banyak yang bisa ditemui, yang tersisa saat ini kebanyakan menjadi objek wisata di Sumatra Utara. Pada masa lalu, Rumah Bolon ditempati oleh para Raja-Raja Simalungun. Menurut sejarahnya, ada 13 Raja yang pernah menempati Rumah Bolon, yaitu: 1. Tuan Ranjinman 2. Tuan Nagaraja 3. Tuan Batiran 4. Tuan Bakkaraja 5. Tuan Baringin 6. Tuan Bonabatu
7. Tuan Rajaulan 8. Tuan Atian 9. Tuan Hormabulan 10.
Tuan Raondop
11.
Tuan Rahalim
12.
Tuan Karel Tanjung, dan
13.
Tuan Mogang
Foto. II.1 Bentuk dari Rumah “Bolon” Simalungun
II.1.2. Lokasi, Topografi Kabupaten Simalungun , Sumatra Utara Secara gegrafis Kabupaten Simalungun terletak pada 02 0 36’ – 03 0 18’ Lintang Utara 98 0 32’ – 99 0 35’ Bujur Timur. Kabupaten ini memiliki 31 kecamatan dengan luas 438.660 ha atau 6,12 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Hatonduhan dengan luas 33.626 ha, sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi dengan luas 3.897 ha. Keseluruhan kecamatan terdiri dari 345desa/nagori dan 22 kelurahan. Batas wilayah kabupaten Simalungun sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai, sebelah selatan Kabupaten Toba Samosir, sebelah timur Kabupaten Asahan dan sebelah barat dengan Kabupaten Karo.
Gambar. II.1 Peta Letak Geografis dan batas wilayah Kabupaten Simalungun
Sebagian besar kecamatan di wilayah Kabupaten Simalungun berada pada ketinggian 251-1400 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan topografinya daerah ini berada di wilayah perbukitan, dimana sekitar 53,80 % dari keseluruhan wilayah berada pada ketinggian 751-1000 m di atas permukaan
laut.
Menurut
kemiringan/
kelerengan
tanah,
wilayah
kecamatan Raya terletak pada lahan yang terjal, dengan sekitar 57,72 % lahan berada pada kemiringan di atas 15%.
II.1.3. Sistem Kepercayaan, kekerabatan dan Mitologi Batak Simalungun adalah salah sub Suku Bangsa Batak yang berada di provinsi Sumatera
Utara, Indonesia,
yang
menetap
diKabupaten
Simalungun dan sekitarnya. Beberapa sumber menyatakan bahwa leluhur suku ini berasal dari daerah India Selatan. Sepanjang sejarah suku ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik, dan 3 marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian marga marga (nama keluarga) tersebut menjadi 4 marga besar di Simalungun.Orang Batak menyebut suku ini sebagai suku "Si Balungu" dari legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya Timur karena bertempat di sebelah timur mereka. Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia. Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang : 1. Gelombang pertama (Simalungun Proto ), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad selanjutnya
ke-5,
menyusuriMyanmar,
menyeberang ke
ke Siam dan Malaka untuk
Sumatera Timur dan
mendirikan
kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik. 2. Gelombang kedua (Simalungun Deutero), datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun. suku Simalungun memiliki berbagai kepercayaan yang berhubungan dengan
pemakaian
mantera-mantera
dari
"Datu"
(dukun)
disertai
persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada Tiga Dewa yang disebut Naibata, yaitu Naibata di atas (dilambangkan dengan warna Putih), Naibata di tengah (dilambangkan dengan warna Merah), dan Naibata di bawah (dilambangkan dengan warna Hitam). 3 warna yang mewakili Dewa-Dewa tersebut (Putih, Merah dan Hitam) mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun dari pakaian sampai hiasan rumahnya. Orang Simalungun percaya bahwa manusia dikirim ke dunia oleh naibata dan dilengkapi dengan Sinumbah yang dapat juga menetap di dalam berbagai benda, seperti alat-alat dapur dan sebagainya, sehingga
benda-benda tersebut harus disembah. Orang Simalungun menyebut roh orang mati sebagai Simagot. Baik Sinumbah maupun Simagot harus diberikan korban-korban pujaan sehingga mereka akan memperoleh berbagai keuntungan dari kedua sesembahan tersebut. Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena penentu partuturan (perkerabatan) adalah hasusuran (tempat
asal
masyarakat nenek
moyang)
Simalungun dan tibalni
parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat (acara-acara adat). Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal usul anda)?" . Adapun
Perkerabatan
dalam
masyarakat
Simalungun
disebut
sebagai partuturan. Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon),
II.1.4. Arsitektur Rumah Tradisional Simalungun Rumah Tradisional Simalungun yang disebut rumah “Bolon” memiliki bentuk persegi empat. Rumah Bolon mempunyai model seperti rumah panggung. Rumah ini memiliki tinggi dari tanah sekitar 1,75 meter dari tanah. Rumah Bolon sebagai rumah yang berbentuk panggung, memiliki kolong (bagian bawah rumah). Kolong tersebut biasanya dimanfaatkan sebagai menyimpan hewan ternak, seperti babi, ayam, dan kerbau. Pada masa lalu, hewan yang utama dipelihara adalah kerbau. Karena cukup tinggi, maka dibantu dengan tangga dengan jumlah anak tangganya selalu ganjil. Untuk memasuki rumah tersebut harus menunduk karena pintunya agak pendek dan berukuran kecil, kurang dari satu meter. Ini menandakan bahwa seseorang harus menghormati tuan rumah dengan cara menunduk saat memasukinya, sibaba ni aporit, yang artinya menghormati pemilik rumah. Bagian dalam rumah Bolon adalah sebuah ruang kosong yang besar dan terbuka tanpa kamar. Rumah berbentuk persegi empat ini ditopang oleh tiang-tiang penyangga. Tiang-tiang ini menopang tiap sudut rumah termasuk juga lantai dari rumah Bolon. Rumah Bolon
memiliki
atap
yang
melengkung pada
bagian
depan
dan
belakang. Rumah Bolon memilik atap yang berbentuk seperti pelana kuda. ( sumber : wikipedia). Lantai rumah Bolon terbuat dari papan dan atap rumah bolon terbuat dari ijuk atau daun rumbia. Bagian dalam rumah Bolon adalah ruangan besar yang tidak terbagi-bagi atas kamar. Namun, tidak berarti bahwa tidak ada pembagian ruang di dalam rumah Bolon. Ruangan terbagi atas tiga bagian yaitu jabu bong atau ruangan belakang di sudut sebelah kanan, ruangan jabu soding yang berada di sudut sebelah kiri yang berhadapan dengan jabu bong, ruangan jabu suhat yang berada di sudut kiri depan, ruangantampar piring yang berada di sebelah jabu suhat, dan ruangan jabu tonga rona ni jabu rona. Ruangan jabu bong dikhususkan bagi keluarga kepala rumah. Ruangan jabu soding dikhususkan bagi anak perempuan yang telah bersuami tetapi belum mempunyai anak.
Ruangan jabu
suhat dikhususkan
yang
bagi
anak
lelaki
tertua
telah
menikah.Ruangan tampar piring adalah ruangan bagi tamu. ruangan jabu tonga rona ni jabu rona dikhususkan bagi keluarga besar. Sebagian besar dari
rumah
Bolon
terbuat
menggunakan paku. Rumah
Bolon
dari
kayu. Rumah
hanya
Bolon
menggunakan
tali
tidak untuk
menyatukan bahan-bahan rumah. Tali ini diikatkan kepada kayu dengan kuat agar rangka rumah tidak longgar ataupun rubuh suatu saat. Pada badan rumah Bolon terdapat berbagai ukiran maupun gambar yang memiliki makna sesuai dengan kehidupan masyarakat Batak.
Gambar. II.2 Denah dan potongan melintang Rumah Bolon Sumber : Soeroto (2003 : 104-105)
Pada bagian depan Rumah Bolon, tepatnya di atas pintu terdapat gorga, sebuah lukisan berwarna merah, hitam, dan putih. Biasanya terdapat lukisan hewan seperti cecak, ular, kambing ataupun kerbau. Arsitektur Simalungun memiliki ciri khas khusus pada bangunan, yaitu konstruksi bagian bawah atau kaki bangunan berupa susunan kayu glondongan yang masih bulat-bulat, dengan cara silang menyilang dari sudut ke sudut.
Gambar. II.3 Konstruksi bagian bawah Rumah Bolon Sumber : Album Arsitektur Tradisional Sumatra Utara
Gambar. II.4 Motif Hiasan pada Rumah Bolon Sumber : Album Arsitektur Tradisional Sumatra Utara
Ciri khas lainnya adalah bentuk atap di mana pada anjungan diberi limasan berbentuk kepala kerbau lengkap dengan tanduknya. Di samping itu pada bagian-bagian rumah lainnya diberi hiasan berupa lukisan-lukisan yang berwarna-warni yaitu merah, putih dan hitam. Ragam hias Rumah Bolon antara lain hiasan Sulempat pada tepian dinding bagian bawah, hiasan saling berkaitan. Kemudian hiasan hambing marsibak yaitu kambing berkelahi. Hiasan Sulempat dan Hambing Marsibak menggambarkan kehidupan yang saling terkait sehingga melahirkan kekuatan dan kesatuan yang tidak tergoyahkan. Hiasan pada bagian tutup keyong dengan motif segitiga, motif cecak, ipan-ipan serta motif ikal yang menyerupai tumbuhan menjalar. Biasanya pada bagian ini diberi hiasan kepala manusia yang disebut bohi-bohi, sebagai pengusir hantu. Seperti halnya hiasan ipan-ipan yang menggambarkan segi-segi runcing mempunyai maksud untuk menghambat hantu-hantu yang akan masuk rumah.Gambar lambang hewan pada dekorasi Rumah Bolon memiliki makna yang dalam. Pada gorga yang dilukis gambar hewan cicak bermakna, orang batak Simalungun mampu bertahan hidup di manapun meski dia merantau ke tempat yang jauh sekalipun. Hal ini adalah ciri khas masyarakat batak pada umumnya yang memiliki rasa persaudaraan yang sangat kuat dan tidak terputus antar sesama sukunya. Sedangkan gambar kerbau bermakna sebagai ucapan terima kasih atas bantuan kerbau telah membantu manusia dalam pekerjaan ladang masyarakat. Atap yang menjadi pelindung rumah memiliki ciri khas yang unik. Dua ujung lancip di depan dan di belakang. Namun ujung pada bagian belakang lebih panjang agar keturunan dari yang memiliki rumah lebih sukses nantinya. Untuk material penutup atap ini menggunakan ijuk atau daun rumbiah yang dikaitkan menggunakan tali yang kuat.
Gambar. II.5 Axonometri konstruksi atap Rumah Bolon Sumber : Indonesian Heritage (1998 : 10)
Gambar. II.6 Bentuk Atap Rumah Bolon Sumber : Album Arsitektur Tradisional Sumatra Utara
II.2. Sistem Konstruksi Rumah Tradisional Sangatlah berbeda konsep perancangan bangunan modern dan bangunan rumah
tradisional.
Rumah
dan
bangunan
modern
dirancang
dengan
menggunakan analisis desaian dan perhitungan momen serta beban secara detail, bahkan sampai pengujian kondisi daya dukung tanah yang ada. Rumah tradisional di buat berdasarkan kondisi keterbatasan lingkungan yang ada pada daerah tersebut, ketersediaan material penyusun tergantung dari keadaan alam yang ada. Pondasi rumah yang digunakan berupa batu kali atau batu cadas yang difungsikan sebagai umpak tumpuan penyangga kolom utama bangunan. Peran umpak dan kolom/tiang utama ini merupakan salah satu komponen yang
berada di bagian kaki yang sangat penting menjaga kestabilan sebuah rumah itu berdiri. Material yang digunakan baik pada bagian kaki sebagai tiang utama maupun dinding rumah dan juga lantai menggunakan bahan dari kayu yang pada saat sangat banyak tersedia di alam. Sistem ikatan pada masing –masing komonen bangunan tidak menggunakan paku seperti pada masa sekarang, namun menggunakan ikatan dengan sistem pasak, purus, dan takikan. Sistem sambungan dengan teknik tersebut tidak hanya diaplikasikan pada bangunan kayu tradisional namun juga di terapkan pada bangunan Cagar Budaya batu seperti candi Borobudur. Pelaksanan pekerjaan penyambungan tersebut pada masanya dulu juga masih menggunakan peralatan yang sangat sederhana berbeda halnya dengan kondisi dan era sekarang yang sudah menggunakan peralatan yang serba digital. Namun tetap tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan
bangunan tradisional tersebut dari aspek kekuatan strukturnya
sampai saat masih berdiri dengan kokohnya, proses pengerjaan yang melalui trial and error tersebut memang menyimpan berbagai macam teknologi yang mampu mereduksi getaran yang besar yang ditimbulkan oleh peristiwa alam Gempa bumi. Berbagai macam peristiwa gempa baik yang terjadi di Pulau Jawa dan Sumatra seakan mampu menjadi parameter penguji bagi tingkat kestabilan sebuah struktur bangunan, baik bangunan tradisional maupun bangunan modern. Sistem konstruksi Rumah Tradisional terdiri dari 3 komponen pokok yang membuat bangunan tersebut mampu berdiri kokoh. Bagian pondasi (kaki) yang terdiri dari umpak penyangga dan kolom utama penyangga beban. Bagian tengah (dinding) yang terdiri dari dinding-dinding kayu terikat satu sama lain yng berfungsi sebagai pengikat bagian pondasi kaki dengan bagian atap. Bagian Atap, merupakan bagian dari komponen bangunan tradisional yang berfungsi sebagai pelindung bagian tengah dan bagian kaki dari kondisi cuaca alam hujan, panas dsb. Berdasarkan teori Domenig pada arsitektur tradisional Jepang (dalam Waterson, 1990) menghasilkan sebuah hipotesa tentang perkembangan rumah panggung dengan atap pelana. Hipotesa Domenig menyebutkan bahwa perkembangan rumah panggung dengan atap pelana merupakan bentukan dari struktur tenda yang disusun dari beberapa tiang yang didirikan diatas tanah dan bertumpuk pada bagian atas ujung-ujungnya.
Gambar. II.7 Teori Domenig tentang perkembangan rumah panggung dengan atap pelana berdasarkan rumah tinggal jaman prehistoric di Jepang Sumber : Esti Asih Nurdian : 2011
II.3. Kearifan lokal masyarakat tradisional Kearifan lokal (local wisdom) merupakan hal yang sangat erat dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari tradisi masyarakat setempak dalam suatu daerah. Dalam pengertian kamus kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata : kearifan (wisdom) dan lokal (local), dalam kamus Inggris – Indonesia John. M Echols dan Hassa Sadily, lokal mempunyai arti kata setempat, sedangkan wisdom diartikan sebagai kebijakan. Secara utuh dan menyeluruh Kearifan lokal (local wisdom) mempunyai pengertian sebagai gagasan- gagasan, ide, tradisi yang bersifat lokal (setempat) yang mempunyai nilai-nilai kebijakan, kebaikan dan ajaran-ajaran luhur yang tertanam secara turun temurun dalam tradisi masyarakat suatu daerah. Dalam dunia antropologi lebih dikenal sebagai local genius. Menurut Gobyah (2003) disampaikan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya sangat universal.
Dalam pengertian lain menurut Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah sumber pengetahun yang diselenggarakan dinamis, berkebang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya. Dalam aspek pelestarian sebuah Cagar Budaya keberadaan sebuah kearifan lokal merupakan hal yang saling terkait dan tidak bisa terpisahkan dari masyarakat yang ada disekitarnya. Nilai yang ada dalam sebuah kearifan lokal tertanam turun-temurun sejak sebuah peradaban dari Cagar Budaya itu terbentuk. Rumah tradisional merupakan salah satu bentuk tinggalan Cagar Budaya yang existensi dan tingkat kelestariannya sangat dipengaruhi oleh kearifan lokal masyarakatnya. Berbagai macam nilai dan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam kearifan lokal tersebut terus bertahan sampai saat ini, bahkan ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang berasal dari nilai kearifan lokal tersebut mampu mengalahkan kemajuan ilmu pengetahuan di masa sekarang. Beberapa nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan keberadaan Rumah Tradisional pada suatu daerah misalnya saja : 1. Teknologi pembuatan 2. Sistem konstruksi dan sambungan yang digunakan 3. Penentuan letak dan posisi 4. Pemilihan material penyusun 5. Metode pemeliharaan dalam menjaga keawetan bangunan Beberapa hal tersebut hanya beberapa hal yang bisa kita tangkap dari nilai kearifan lokal dalam suatu tradisi masyarakat, banyak hal lain juga yang berkaitan pola kehidupan bermasyarakat, penyelesaian konflik/perselisihan, dsb. Dalam upaya pelestarian Cagar Budaya khususnya Rumah tradisional sangatlah penting bagi para pelestari untuk melakukan observasi dan inventarisasi nilai kearifan lokal yang ada dalam masyarakat setempat, karena upaya konservasi dengan metode dan teknologi terkini juga belum tentu memberikan hasil yang maksimal tanpa didukung oleh keberadaan masyarakat yang ada didalamnya, khususnya penerapan dari nilai kearifan lokal yang ada.
BAB III METODE PENELITIAN
III.1. Metode Penelitian Untuk memperoleh data yang sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup penelitian metode yang digunakan meliputi dua tahapan pengumpulan data : 1. Studi literatur Studi literatur ini dilakukan dengan mencari referensi mengenai Rumah Tradisional “Bolon” masyarakat Simalungun. Referensi yang digunakan terdiri dari beberapa aspek, antara lain : arsitektural bangunan, sejarah dan material/ bahan penyusun bangunan. 2. Survei dan perekaman data langsung dilapangan Langkah pengumpulan data pada tahapan ini dilakukan dengan survei langsung melakukan pengukuran lapangan, perekaman data yang berkaitan dengan tingkat keterawatan material (kelembapan, temperature, dll) 3. Wawancara dan observasi Wawancara dan observasi dilakukan dengan pemangku adat setempat atau yang dituakan termasuk juga orang-orang yang merupakan keturunan dan manjadi pewaris dari Rumah yang masih ditinggali. Dari aspek teknis wawancara juga dilakukan terhadap orang-orang dari masyarakat setempat yang dianggap sebagai ahli bangunan tradisional tersebut dan mempunyai pengalaman terhadap penanganan
kerusakan-kerusakan
yang
selama
ini
terjadi.
Wawancara dan observasi ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kearifan lokal yang ada pada masyakarakat setempat III.2. Survei dan Perekaman data dilapangan Survei dan perekaman data dilapangan dilakukan untuk mendapatkan data teknis yang langsung berkaiitan dengan kondisi Rumah Tradisional Simalungun, beberapa parameter survei yang dilakukan meliputi : 1. Kerusakan struktural dan arsitektural bangunan Perekaman data aspek struktural dan asritektural bangunan ini dilakukan untuk mendapatkan data mengenai kerusakan bagian
struktural bangunan seperti kemelesakan, kemiringan, dislokasi, deformasi , dll. Komponen pokok kerusakan struktural bangunan meliputi : a. Struktur bagian bawah (pondasi, umpak, kondisi tanah ) b. Struktur bagian tengah (dinding, kolom dinding, lantai) c. Struktur bagian atas ( atap, rangka atap ) d. Unsur dekoratif, ragam hias , dll 2. Kerusakan material bangunan Perekaman data aspek material bangunan dilakukan untuk mendapatkan kondisi keterawatan material penyusun bangunan seperti pelapukan kemis, pelapukan biologis, dll. Komponen perekaman data untuk aspek ini meliputi seluruh bangunan dari material penyusun bagian pondasi sampai dengan bagian atap. Survei perekaman data juga dilakukan untuk mendapatkan data, kelembapan material, suhu material, mikro klimatologi, tingkat penguapan,derajad keasaman tanah dan kemungkinan berkembangnya rayap di bangunan tersebut. III.3. Alat dan Bahan Beberapa peralatan dan bahan yang digunakan untuk mendukung survei dan perekaman data dilapangan meliputi : 1. Alat a. Kamera DSLR b. Lensa Wide 10-22 mm c. Lensa Macro 60 mm d. Distometer e. Unting-unting f. Papan tulis g. Meteran kecil h. Protimeter i. Data logger j. Digital temperature k. Termit detector l. Wind tracker
m. Soil tester 2. Bahan a. Sampel kayu
III.4. Bagan Alir Penelitian Untuk memudahkan alur dan langkah penelitian yang dilakukan mulai dari studi literatur, proses perekaman data dilapangan sampai dengan analisis data dibuat bagan alir penelitian sebagai berikut : MULAI
STUDI LITERATUR Rumah Tradisional Simalungun
DATA 1. Arsitektur bangunan 2. Sejarah 3. Fungsi Bangunan
SURVEI DAN PEREKAMAN DATA DILAPANGAN
Kerusakan Struktural dan Arsitektural Bangunan (FOTO & VIDEO) DATA 1. Kemiringan 2. Kemelesakan 3. Dislokasi, deformasi 4. Ukuran, dimensi bangunan 5. Ragam Hias
Observasi dan Wawancara
Kerusakan Material Bangunan (aspek keterawatan) (FOTO & VIDEO)
DATA 1. Metode Konservasi berbasis Kearifan lokal
ANALISIS DATA
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
SELESAI
Gambar III.1 Bagan Alir Pelaksanaan Kajian
DATA 1. Pelapukan material 2. Kelembaban, Suhu 3. Mikroklimatologi 4. Derajad keasaman tanah 5. Rayap, dll
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN
IV.1 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL SIMALUNGUN Rumah tradisional Simalungun yang disebut dengan Rumah Bolon merupakan rumah tradisional masyarakat suku batak Simalungun yang mempunyai desain struktur dan konstruksi yang cukup unik. Keunikan dari Rumah Bolon ini juga terletak pada bentuk material penyusunnya. Dengan denah bangunan persegi panjang dengan luasan ± 9,6 x 31,6 m² bangunan ini berdiri diatas kolom dan balok kayu gelondongan yang oleh masyarakat simalungun disebut dengan galang dengan dimensi kolom utama kisaran 1,5 – 2 m, dan diameter balok utama ± 0,35-0,4 cm. Bangunan dengan luasan yang cukup besar tersebut terdiri dari 2 teras kecil di depan, bangunan induk depan dan bangunan induk dibelakang. Seperti halnya pada bangunan tradisional lain di sumatra, sistem sambungan konstruksi pada bagian-bagian struktur rumah Bolon ini juga tidak menggunakan paku, namun menggunakan sistem sambungan pasak kayu dan juga sistem ikatan dengan tali rotan. struktur bagian atas ( atap, rangka atap ) upper structure
struktur bagian tengah (dinding, kolom dinding, lantai) middle structure
Struktur bawah (pondasi, umpak, daya dukung tanah ) sub - structure
Ketiga bagian yang merupakan bagian struktur tersebut yang meliputi : struktur bagian atas, struktur bagian tengah dan struktur bagian bawah merupakan satu kesatuan konstruksi yang mempunyai keterikatan satu sama lain. Dalam hal pembebanan baik beban material itu sendiri, beban atap dan beban hidup serta faktor gempa akan berdampak pada ketiga komponen struktur tersebut.
IV.1.1 Struktur bawah (sub-structure) Rumah Bolon Struktur bawah atau sub-structure merupakan bagian yang sangat penting dalam menjaga stabilitas sebuah bangunan, baik bangunan pada masa modern sekarang maupun pada bangunan tradisional. Struktur bawah merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan struktur tanah atau disebut sebagai pondasi bangunan. IV.1.1.1 Struktur Pondasi Pondasi pada bangunan rumah Bolon terdiri dari 2 (dua) jenis pondasi : 1. Pondasi pada Rumah Jabulopo (rumah dibagian depan) Pada bagian ini pondasi menggunakan umpak yang terbuat dari batu alam dan umpak dari cor beton. Umpak ini menjadi tumpuan balok gelondongan yang disebut sebagai balok galang. Pondasi dengan menggunakan sistem umpak bertujuan untuk menjaga stabilitas pada bagian bawah dan menghindari keretakan pada saat terjadi gempa. Bentuk lantai dengan sistem panggung memungkinkan sirkulasi udara pada bagian bawah berjalan dengan baik, sehingga tidak terjadi kelembaban pada lantai. Berbeda dengan bagian rumah belakang atau yang disebut sebagai rumah bolon pada bagian depan ini umpak pondasi berdiri diatas tanah yang sudah dilapisi dengan rabat beton. Penambahan rabat beton ini sendiri dilakukan pada saat pemugaran tahun 1985, yang pada saat itu bertujuan untuk mencegah terjadinya genangan air. Pada Rumah Jabulopo ini jenis umpak yang digunakan pada bagian pondasi terdiri dari 2 macam jenis : a. Pondasi menggunakan Umpak dari batu alam Jenis umpak ini digunakan pada bagian teras rumah Jabulopo. Umpak menggunakan batu yang tersedia di alam dengan diamater kisaran 35 – 38 cm, dengan ketinggian ± 0,45 -0,50 m. Bentuk dari umpak dengan batu alam ini cenderung berbentuk lingkaran.
Gambar IV.1 Sistem Pondasi dengan batu alam pada bagian teras Rumah Jabulopo
Balok Galang Teras Rumah Jabulopo
Umpak Batu Alam
Gambar IV.2 Detail sistem pondasi dengan batu alam pada bagian teras Rumah Jabulopo
b. Pondasi menggunakan Umpak Beton Pondasi dengan umpak beton digunakan pada bagian Ruang Utama dari Rumah Jabulopo. Berbeda dengan bagian teras umpak pada ruang utama ini berbentuk persegi empat dengan ukuran panjang sisi kisaran 0,45 - 0,48 m, sedangkan tingginya terdiri dari 2 macam : 0,5 m tinggi umpak pada bagian tepi dan 0,8-0,9 m umpak pada bagian tengah. Dari survei dan wawancara narasumber yang merupakan ahli waris umak dengan beton ini bukan merupakan umpak asli. Struktur umpak asli yang digunakan tetap menggunakan umpak dari batu alam seperti umpak pada bagian teras.
Gambar IV.3 Sistem Pondasi dengan umpak beton pada bagian Rumah Jabulopo Balok galang
Rabat beton
Umpak beton Tanah dasar
Struktur Pondasi
Gambar IV.4. Detail sistem pondasi dengan umpak beton pada bagian Rumah Jabulopo
2. Pondasi pada Rumah Bolon (rumah dibagian belakang) Bagian yang disebut sebagai rumah bolon adalah bagian rumah yang terletak dibagian belakang rumah Jabulopo. Antara bagian rumah bolon dengan rumah jabulopo menjadi satu kesatuan yang dipisahkan oleh dinding saja. Sistem konstruksi bagian bawah atau sub-structure pada rumah bolon ini berbeda dengan sistem pada rumah jabulopo. Pada rumah bolon menggunakan tiang kolom yang berupa kayu gelondongan dengan diameter yang cukup besar antara 1,85-1,98 m. Tiang kolom sebagai penyangga utama beban dari atas ini disebut sebagai tiang Partogu. Menurut sumber ahli yang merupakan keturunan dari raja Simalungun tiang partogu yang asli tinggal 1 buah, tiang tersebut diyakini mempunyai kekuatan dan dianggap sebagai tiang yang paling kuat. Secara visual memang tiang partogu yang asli ini
mempunyai dimensi yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan tiang-tiang lainnya dan lukisan dekoratif yang ada pada tiang ini tidak hanya di lukis dengan cat namun bentuk ornamennya juga dipahat, berbeda dengan tiang-tiang yang lain yang hanya dilukis dengan cat.
(a)
(b)
Gambar IV.5. (a) foto 3D tiang Partogu (b) mesh format
Tiang Partogu
Gambar IV.5 Denah Posisi Tiang Partogu
Keseluruhan tiang pada bagian rumah Bolon ini berjumlah 20 buah. Tiang kolom ini merupakan elemen struktur yang menjadi media penyalur beban sampai pada lapisan tanah dasar. Lain halnya pada bagian rumah Jabulopo tiang pada rumah Bolon ini tidak menumpu pada umpak batu maupun beton, namun langsung menumpu pada tanah dan masuk sedalam ± 30-50 cm. Bagian dasar tiang ini diberi lapisan ijuk dengan harapan mampu merespon getaran akibat gempa dengan baik sehingga memberikan
efek lentur pada bangunan. Disamping itu pemberian ijuk ditujukan untuk menjaga tingkat kelembapan pada bagian dasar tiang yang langsung menyentuh tanah, sehingga kondisi dasar tiang tidak cenderung lembab dan terhindar dari rayap.
Tiang Utama
Pelindung tiang
Posisi Lapisan Ijuk
Gambar IV.6 Potongan Tiang Utama dan Posisi lapisan Ijuk
IV.1.1.2 Sistem sambungan Jenis sambungan pada struktur bagian bawah yang secara struktur menopang beban paling besar yaitu sambungan pada bagian balok Galang yang berfungsi sebagai sloof dan sambungan pada balok atas dengan balok galang kecil untuk menahan papan lantai . 1. Sambungan pada balok galang dan umpak di bagian rumah Jabulopo Sambungan sudut antara balok galang menggunakan sistem takikan, jumlah balok galang yang berfungsi sebagai sloof terdiri dari 4 tingkatan sambungan balok. Masing-masing terkoneksi dengan sambungan takikan, bagian kayu yang menjorok keluar atau yang berfungsi sebagai gimbal cenderung pendek, kondisi tersebut tidak ideal karena luasan bidang geser menjadi kecil. Dari data pengamatan yang dilakukan jenis sambungan takikan ini ditambah dengan perkuatan sambungan purus dan lubang, namun data yang ada hanya pada bagian balok persegi paling atas yang langsung
berhubungan dengan balok galang kecil. Belum diketahui secara pasti apakah purus dan lubang tersebut sampai pada bagian bawah balok galang. Jika sambungan purus dan lubang tersebut sampai pada bagian bawah tentunya kondisi rawan pada gaya geser yang terjadi akan mampu ditahan oleh adanya purus ini. Sambungan antara balok galang paling bawah dengan umpak beton menggunakan sistem takikan yang di buat pada bagian umpak
Gambar IV.6 Detail sambungan takikan, purus dan lubang pada koneksi antar balok galang, dan balok atas penyangga papan lantai
2. Sambungan pada balok dan umpak di bagian teras Dibandingkan luasan area pada rumah Jabulopo pada bagian teras ini cenderung lebih sempit, bagian teras terdiri dari 2 serambi pada sisi kanan dan kiri depan. Sistem sambungan dan ikatan balok galang menggunakan sistem sambungan takik dan dikombinasi dengan purus dan lubang, adanya sambungan purus dan lubang ini sangat membantu stabilitas balok galang terhadap gaya geser yang terjadi dikarenakan luas bidang geser yang sangat kecil/pendek. Hal lain yang cukup rentan terhadap guling adalah pada koneksi antara balok galang dengan umpak batu alam. Pada bagian umpak yang menopang batu alam tidak dibuat takikan sehingga kondisi ini sangat rawan terhadap guling dan geser
a
Gambar IV.7 Detail sambungan takikan, purus dan lubang pada koneksi antar balok galang pada bagian teras. (a) kondisi rawan terhadap geser
IV.1.2 Struktur bagian tengah (middle structure) Rumah Bolon. IV.1.2.1 Struktur Lantai Struktur bagian tengah merupakan struktur yang terletak pada bagian atas balok galang yang terdiri dari konstruksi balok galang kecil, lantai dan dinding bangunan. Baik pada Rumah Jabulopo dan pada bagian Rumah Bolon mempunyai struktur tengah yang hampir sama. Papan lantai terletak diatas balok-balok galang kecil, balok galang kecil merupakan balok yang berbentuk lingkaran sama dengan balok galang sebagai
penopang
struktur
bagian
bawah
namun
dimensinya
cenderung lebih kecil. Balok galang kecil tersebut berada diatas balok kotak memanjang. Papan lantai yang digunakan juga berasal dari kayu alam di daerah tersebut, yang dikenal dengan sebutan kayu sambaho. Papan lantai yang digunakan pada ruang rumah Bolon sebagian besar berupa papan kayu luar sehingga bentuk yang ada tidak simetris, sedangkan papan lantai pada ruang rumah Jabulopo cenderung papan yang berasal dari bagian dalam kayu sehingga bentuknya cenderung simetris dan mempunyai kekuatan yang lebih bagus. Pada lantai bagian teras rumah jabulopo papan lantai dibuat simetris dan menumpu diatas perkuatan 2 balok, masing masing balok terkoneksi dengan sistem sambungan purus dan lubang. karena luasan yang
relatif
kecil
balok
tumpuan
papan
lantai
membutuhkan 3 balok kedua dan 2 balok pertama.
teras
hanya
b c
Keterangan Gambar : a. Balok Galang b. Balok Galang Kecil c. Papan Lantai (Sambaho)
a
Gambar IV.8 Detail Struktur Lantai Ruang Rumah Jabulopo
d
c b
Keterangan Gambar : a. Balok Galang b. Balok Lantai Pertama c. Balok Lantai Kedua d. Papan Lantai Teras
a Gambar IV.8 Detail Struktur Lantai Teras Ruang Rumah Jabulopo
Seperti pada detail gambar diatas, papan antai pada rumah Jabulopo terdiri dari 1 lapisan /tingkatan, sedangkan struktur lantai pada bagain ruamh Bolon terdiri dari 2 lapis/tingkat. Lapis pertama merupakan lantai dengan elevasi sama dengan lantai pada rumah Jabulopo sedangkan pada lapis kedua adalah papan lantai yang digunakan sebagai tempat bagi para permaisuri raja dan masing-masing bagian tersebut juga digunakan sebagai dapur.
f
b
d
Keterangan Gambar : a. Galang kecil b. Papan lantai 1 c. Balok persegi d. Papan Lantai 2 (dapur) e. Dapur f. Detail struktur lantai Bolon
c
e a
Gambar IV.9 Detail Struktur Lantai Rumah Bolon
IV.1.2.2 Struktur Dinding dan Kolom Komponen lain yang merupakan bagian dari struktur bagian tengah (middle structure) adalah dinding dan kolom. Berbeda dengan konsep bangunan tradisonal di jawa, pada struktur dinding rumah tradisional Simalungun atau rumah Bolon ini bagian ujung dari dinding tidak terikat langsung pada kolom namun terikat pada bagian gording atap dan struktur dinding tidak berdiri tegak lurus namun miring. Kolom dinding yang merupakan element struktur sebagai penghantar beban atap kebawah tidak terkoneksi dengan balok galang, namun terkoneksi dengan balok persegi/balok paling atas setelah balok galang dengan sambungan purus dan lubang. Material dinding rumah Bolon tidak berupa papan kayu lembaran, namun dari anyaman bambu seperti pada bangunan trdisional jawa yang dikenal dengan sebutan “gedeg”. Struktur bagian tengah pada bangunan ini secara keseluruhan merupakan struktur bangunan tertutup, semua sisi dilindungi dan tertutup oleh dinding dari anyaan bambu tersebut hal ini sangat dipengaruhi oleh fungsi bangunan yang digunakan sebagai ruang. Berbeda dengan dinding pada rumah Bolon, dinding rumah Jabulopo berupa papan kayu dengan ukuran yang cukup tebal 5-10 cm. Sesuai dengan peruntukannya sebagai ruang, bagian dinding pada rumah Jabulopo juga dipasang pada semua sisi, namun ada bagian yang
diberi kisi-kisi dan jendela. Adanya kisi-kisi dan jendela ini besar manfaatnya sebagai sirkulasi udara sehingga tingkat kelembapan pada ruang rumah Jabulopo cenderung tidak begitu tinggi. d
e
c b Keterangan Gambar : a. Kolom struktur dinding b. Dinding dari papan kayu c. Balok ringbalk d. Kisi kisi sirkulasi angin e. Jendela
a Gambar IV.10 Detail Struktur Dinding Rumah Jabulopo
d b a
c
Keterangan Gambar : a. Kolom pengikat lapisan dinding b. Dinding dari anyaman bambu c. Kolom struktur d. Sisi bagian dalam (lantai dapur)
Gambar IV.11 Detail Struktur Dinding Rumah Bolon
IV.1.2.3 Sistem Sambungan Hampir keseluruhan sistem sambungan pada struktur bagian tengah sama dengan sistem sambungan pada struktur bagian bawah. Sistem sambungan dengan sistem takikan digunakan pada bagian sudut yang menopang beban secara struktur, sistem sambungan takikan pada bagian sudut juga ditambah dengan sistem purus dan lubang untuk menahan gaya geser. Sistem sambungan tersebut masih diperkuat dengan ikatan tali dengan bahan tali rotan yang tersedia di hutan. Disamping pada bagian yang menopang sistem struktur, sambungan
purus dan lubang serta takikan juga di aplikasikan pada bagian dinding sebagai pengunci dan ikatan antara dinding, papan lantai dan juga rangka atap. dinding pada rumah bolon merupakan struktur yang dipasang dengan posisi miring dan tidak tegak lurus serta sejajar dengan kolom, sehingga pada bagian ini ditambahkan sistem sambungan dengan pasak sebagai sistem kunci untuk menahan geser dan guling. Sebagian besar sistem sambungan yang digunakan serta penempatan jenis
sambungannya
sudah
memperhitungkan
terhadap
aspek
stabilitas bangunan terutama dibagian tengah dan atas. Kolom dan balok tengah yang berfungsi sebagai ring balk sudah didesain dengan dimensi
yang
berbeda
dengan
bagian
diatasnya
dengan
memperhatikan kemungkinan terjadinya lendutan dan patahan. dari survei data didapatkan beberapa sistem sambungan yang telah dimodelkan dengan visualisasi sebagai berikut : 1. Sambungan dan perkuatan pada rangka penopang papan lanti (balok galang kecil) Pada bagian rangka lantai yang berfungsi sebagai penahan beban papan lantai yang berupa balok galang kecil yang mempunyai profil bulat seperti Balok galang utama namun dengan dimensi yang kecil. Balok galang kecil ini ditata sejajar dengan sistem ikatan dengan sambunagn purus dan lubang.
Gambar IV.12 Detail Sistem Sambungan Purus dan Lubang sebagai pengikat balok galang kecil
2. Sambungan dan perkuatan pada kayu kolom dan balok yang berfungsi sebagai kolom struktur dan ring balk Bagian kolom kayu dan balok yang berfungsi sebagai ring balk ini merupakan komponen bagian tengah yang berfungsi sebagai sistem struktur yang menerima beban dari atas dan menuruskan ke bagian struktur bawah.
Bagian kolom dan balok terikat dengan sistem
sambungan purus dan lubang serta sistem sambungan takikan yang diperkuat dengan ikatan tali. Secara struktur sistem sambungan seperti ini cukup efektif dalam menerima beban vertikal dan gaya geser, sistem sambungan ini membuat struktur tidak bersifat rigid/kaku sehingga gaya geser dan tarik seperti pengaruh gempa mampu direduksi dengan baik.
Gambar IV.13 Detail Sistem Sambungan Purus dan Lubang dengan pengikat tali pada bagian kolom dan balok
2. Sambungan pada struktur dinding Struktur dinding pada rumah Bolon secara struktur berbeda dengan rumah tradisional di jawa, pada rumah Bolon struktur dinding bukan merupakan bagian yang ikut menahan beban vertikal dari atas karena posisi pemasangan yang berada pada posisi miring dan tidak langsung terikat pada bagian struktur balok kayu yang berfungsi sebagai “ring balk”. Bagian bawah dinding terikat dan terkoneksi ke bagian lantai rumah, sedangkan bagian atas terkoneksi dengan rangka atap pada sisi tepi . sistem ikatan yang digunakan menggukan sistem pasak. Dinding tersambung dengan balok memanjang yang dikunci menggunakan sistem sambungan pasak.
Gambar IV.14 Detail Sistem Sambungan menggunakan pasak pda bagian struktur dinding
IV.1.3 Struktur bagian atas (upper structure) Rumah Bolon. IV.1.3.1 Struktur atap dan rangka atap Struktur bagian atas ini merupakan bagian yang terdiri dari rangka atap, sistem konstruksi kuda-kuda sebagai pendukung rangka atap dan jenis atap yang digunakan. Bangunan rumah Bolon yang terdiri dari rumah jabulopo dan rumah bolon itu sendiri merupakan bangunan dengan dimensi kebelakang cukup panjang, struktur atap merupakan bagian yang menyambung antara rumah bagian depan dan belakang. Derajad kemiringan atap sudah dirancang dengan sudut kemiringan tidak tajam sehingga atap cenderung pada kondisi tegak dan tidak tambun. Hal ini sangat efektif dalam menjaga limpasan air pada kondisi hujan yang deras dan disertai angin. Secara visual bentuk dari atap ini hampir sama dengan sistem atap yang digunakan pada bangunan di sumatra kebanyakan ada sedikit sudut keatas yang menjadikan ciri khas rumah tradisional sumatra.
Gambar IV.15 Desain Struktur atap dan rangka atap yang digunakan
b
c a
Gambar IV.16 Detail komponen Struktur atap dan rangka atap yang digunakan
Keterangan Gambar : a. Atap ijuk dipasang terikat dengan rangka atap b. Posisi usuk c. Stuktur kuda-kuda d. Sisi bagian dalam (lantai dapur)
IV.1.3.2 Sistem sambungan Struktur bagian atas ini merupakan bagian yang terdiri dari rangka atap, sistem konstruksi kuda-kuda dan lapisan ijuk. Sistem sambungan dan konek antara komponen tersebut menggunakan beberapa sistem ikatan, sistem sambungan lubang dan purus digunakan sebagai sistem koneksi pada
bagian
konstruksi
kuda-kuda.
Ikatan
tersebut
diperkuat
dengansistem ikatan tali, hal tersebut juga di gunakan dalam sistem ikatan pada bagian rangka atap antara kuda-kuda dengan balok melintang yang berfungsi sebagai gording . pada bagian usuk yang menopang lapisan ijuk juga menggunakan ikatan dengan tali. Keseluruhan sistem ikatan dan sambungan pada bagian struktur atap ini menggunakan
sistem
sambungan
purus
lubang,
pengunci
menggunakan ikatan tali, tidak ada bagian yang menggunakan paku sebagai pengunci.
Gambar IV.17 Detail Sambungan pada bagian rangka atap
Gambar IV.18 Detail ikatan atap ijuk pada rangka atap
IV.2 KERUSAKAN STRUKTURAL, MATERIAL DAN ARSITEKTURAL RUMAH BOLON Sebagian besar komponen material pada rumah Bolon dalam kondisi baik, terutama pada struktur bagian tengah, namun untuk struktur bagian bawah terutama pada komponen-komponen bangunan yang menahan beban secara struktural ada beberapa bagian yang mengalami kerusakan yang cukup berat. Untuk struktur bagian atas, terutama pada bagian rangka atap masih dalam kondisi cukup baik juga pada lapisan ijuk, hanya ada beberapa bagian yang berada dala kondisi cukup lembab dan ditumbuhi tumbuhan tingkat tinggi. Untuk detail kerusakan material berdasarkan bagian strukturnya adalah sebagai berikut : IV.2.1 Kerusakan pada bagian Struktur Bawah (sub - structure) Sebagian besar kerusakan yang terjadi pada bagian ini adalah kerusakan Struktural dan juga beberapa kerusakan Material pendukung bangunan. Beberapa jenis kerusakan yang terjadi antara lain : 1. Pelapukan Material Beberapa bagian pada konstruksi bawah ini sebagian sudah mengalami pelapukan material bahkan ada beberapa bagian yang sudah mengalami pelapukan dengan tingkat yang sangat parah. Pelapukan tersebut terjadi pada bagian Tiang utama rumah Bolon, sedangka beberapa bagian lain yang juga mengalami pelapukan
material adalah pada bagian balok Galang baik pada rumah Jabulopo maupun balok galang pada rumah Bolon. Pelapukan juga terjadi pada material batu yang berfungsi sebagai umpak pada teras rumah Jabulopo. Beberapa kondisi yang terjadi akibat pelapukan ini adalah kayu menjadi keropos dan hancur, untuk beberapa lokasi di bagian balok Galang kayu mengalami degradasi kekuatan sehingga mudah untuk retak dan pecah.
Gambar IV.19 Pelapukan yang parah pada bagian Tiang kolom dan Balok rumah Bolon
Pelapukan yang terjadi pada gambar IV.19 merupakan pelapukan yang sangat arah yang mengakibatkan material menjadi hancur. Hal lain yang penting juga bahwa bagian tersebut merupakan bagian komponen yang menopang sistem struktur bangunan sehingga kemungkinan yang paling buruk adalah terjadi keruntuhan bangunan ketika bagian tersebut tidak segera diambil tindakan cepat. Seperti terlihat dalam gambar bagian tersebut ditambahkan tiang untuk menyangga. Beberapa bagian lain yang terjadi mengalami pelapukan material yang cukup parah dan berada pada bagian struktur adalah pada bagian balok galang.
Gambar IV.20 Pelapukan yang parah pada bagian Balok Galang
Gambar IV.21 Pelapukan yang parah pada bagian Balok Galang lainnya
Disamping bagian yang sudah mengalami pelapukan dengan tingkat parah ada beberapa bagian juga yang mengalami pelapukan material dalam tingkat yang sedang. Sebagian besar kerusakan tersebut terjadi pada bagian balok Galang dan tiang Kolom rumah Bolon.
Gambar IV.22 Pelapukan material pada balok Galang
Gambar IV.23 Pelapukan lain yang terjadi pada Tiang Kolom
Disamping beberapa bagian pada rumah Bolon, pelapukan juga terjadi pada bagian rumah mengalami
pelapukan
yang
Jabulopo. Pada disebabkan
struktur umpak
oleh
mengakibatkan batu umpak rapuh dan terkelupas.
lumut
yang
Gambar IV.24 Pelapukan pada bagian umpak Rumah Jabulopo
Beberapa bagian pada balok galang baik pada rumah Jabulopo dan rumah Bolon masih terlihat kondisi kayu yang lapuk akibat serangan serangga, ngengat, rayap dan juga jamur.
Gambar IV.25 Serangan hewan ngengat pada balok galang
Gambar IV.26 Serangan jamur pada balok galang yang lain
Gambar IV.27 Serangan jamur pada permukaan kayu
2. Melesak (Deformasi vertikal) Tipe kerusakan yang lain yang berpengaruh terhadap faktor struktural bangunan adalah kemelesakan (deformasi vertikal). Kemelesakan terjadi pada bagian tiang kolom rumah Bolon. Ada beberapa Tiang kolom yang mengalami kemelesakan terutama pada bagian belakang rumah Bolon. Tiang kolom rumah Bolon mempunyai sistem struktur yang berbeda dengan rumah Jabulopo. Tiang kolom rumah Bolon tidak berdiri diatas umpak, namun masuk ke dalam tanah dengan landasan lapisan ijuk dengan tebal ± 30 cm. Dari data survei kemelesakan tiang kolom terjadi pada bagian paling belakang. Secara struktur bagian ujung berfungsi sebagai sendi dalam menerima beban. Kelembapan dan kondisi jenuh air pada tanah dasar akan menyebabkan daya dukung menurun sehingga tidak akan bisa berfungsi sebagai perata dan penerima beban, hal ini yang menyebabkan bagian tiang kolom melesak. Kondisi melesak pada bagian ujung akan berakibat ke bagian struktur yang lain yaaitu pada bagian balok galang, terjadi lendutan sehingga kayu melengkung dan kondisi yang demikian jika terus terjadi akan menyebabkan bagian balok galang tersebut akan menjadi patah.
Gambar IV.28 Kemelesakan pada Tiang Kolom rumah Bolon
Dari
survei
dan
pengukuran
dilapangan
didapatkan
data
kemelesakan bangunan dengan tiang Partogu (tiang asli) sebagai patokannya. E4
E3
E2
E1 PELATARAN 2 /BELAKANG
D4
D3
D2
D1
C4
C3
C2
C1
B4
B3
B2
B1
A4
A3
A2
A1
PELATARAN 1/ DEPAN
Gambar IV.29 Denah Posisi Tiang Kolom rumah Bolon ; B1 sebagai patokan ; C4 kondisi rusak total
Tabel. IV.1 Nilai Kemelesakan tiang kolom rumah Bolon No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kode Tiang A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4 D1 D2 D3 D4 E1 E2 E3 E4
Nilai Kemelesakan (cm) 16 17 24 32 0 14 29 47 19 26 28
Ket
Patokan /reference
Kondisi tiang rusak total
45 45 43 50 64 56 45 38
Dari data diatas terlihat bahwa nilai kemelesakan yang besar tersebar merata pada bagian pelataran 2 yaitu bagian paling belakang. 3. Dislokasi / Deformasi Kerusakan dislokasi / deformasi ini meliputi perubahan posisi komponen bagian baik pergeseran arah x,y ataupun z. Kerusakan ini hampir keseluruhan terjadi pada bagian koneksi antara tiang kolom dengan balok galang, sebagai joint pertemuan dalam menahan beban vertikal ataupun horisontal yang berupa geser.
Gambar IV.30 Kerusakan Dislokasi/Deformasi pada join tiang Kolom dan balok Galang
Gambar IV.31 Kerusakan Dislokasi/Deformasi pada bagian yang lain
4. Pecah Beberapa bagian balok galang yang menahan beban vertikal dalam kondisi tidak ideal ada dislokasi dan deformasi pada bagian pertemuan joint , hal ini berakibat beberapa sudut dan pada bagian ujung kayu mengalami pecah, disamping karena faktor pembebanan tentunya juga kondisi dan karakteristik dari jenis kayu yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap kondisi yang demikian.
Gambar IV.32 Balok Galang yang pecah pada salah satu sudutnya
Gambar IV.33 Tiang Kolom yang pecah
5. Lendutan (Melengkung) Lendutan yang terjadi pada balok galang posisi arah sejajar arah bangunan merupakan akibat proses kemelesakan pada tiang kolom di bagian ujung (pelataran 2) , kondisi yang demikian merupakan proses lendutan yang diakibatkan perubahan ujung yang berfungsi sebagai sendi, balok galang yang melendut akan menyebabkan kayu melengkung dan jika proses ini berlangsung terus menerus akan menyebabkan patahan pada bagian yang di topang oleh tiang kolom di bagian tengah.
Arah Vertikal Pembebanan
Titik Lendutan yang berakibat lengkung dan patah
Gambar IV.34 Ilustrasi Pembebanan yang menyebabkan kemelasakan dan berujung pada lengkung dan patahan
Secara lebih detail berdasarkan tingkat kerusakan yang terjadi, hasil dari pemetaan kerusakan pada bagian struktur bawah (sub structure) tergambar sebagai berikut :
PEMETAAN KERUSAKAN RUMAH BOLON Detail bagian Komponen Parameter kerusakan Keterangan :
: struktur bawah (sub structure) : Umpak teras, umpak Jabulopo, umpak Bolon : kemelesakan
: Melesak : Rusak total
: kondisi baik : berat
: Sedang
: Ringan
: Kondisi Baik
PEMETAAN KERUSAKAN RUMAH BOLON Detail bagian Komponen Parameter kerusakan Keterangan :
: struktur bawah (sub structure) : Umpak teras, umpak Jabulopo, umpak Bolon : Pelapukan
: Pelapukan : Rusak Total
: kondisi baik : Berat
: Sedang
: Ringan
: Kondisi Baik
PEMETAAN KERUSAKAN RUMAH BOLON Detail bagian Komponen Parameter kerusakan Keterangan :
: struktur bawah (sub structure) : Balok Galang rumah jabulopo dan rumah bolon : Pelapukan
: Rusak Total
: Berat
: Sedang
: Ringan
: Kondisi Baik
IV.2.2 Kerusakan pada bagian Struktur Tengah (middle - structure) Struktur bagian tengah terdiri dari beberapa komponen bangunan yang meliputi : balok galang kecil yang merupakan rangka penyangga papan lantai, papan lantai sendiri, kolom dinding, balok menerus, dan bagian dinding ruangan. Dibandingkan pada bagian struktur bawah (sub structure), struktur bagian tengah ini cenderung mempunyai tingkt kerusakan yang lebih kecil. Papan lantai cenderung dalam kondisi baik, terutama papan lantai pada rumah Jabulopo karena terbuat dari material kayu bagian dalam. Tiang kolom struktur dan balok menerus yang berfungsi sebagai sistem struktur sebagain besar masih dalam kondisi baik. Beberapa kerusakan yang terjadi seperti pelapukan yang diakibatkan oleh serangga terjadi pada bagian dinding. Bagian dinding yang cenderung mengalami pelapukan yaitu dinding rumah Bolon karena terbuat dari anyaman bambu, sedangkan dinding rumah Jabulopo yang terbuat dari material kayu dalam kondisi yang lebih baik. Beberapa jenis kerusakan yang terjadi antara lain : 1. Pelapukan
Gambar IV.35 Pelapukan pada balok galang kecil akibat serangan jamur dan serangga
Gambar IV.36 Pelapukan tali pengikat struktur kolom dan balok menerus
Gambar IV.37 Pelapukan yang terjadi pada bagian balok rak dapur
Gambar IV.38 Pelapukan pada bambu yang berfungsi sebagai papan rak dapur
Gambar IV.39 Pelapukan pada anyaman bambu dinding rumah Bolon tampak dalam
Gambar IV.40 Pelapukan pada anyaman bambu dinding rumah Bolon tampak luar
2. Patah
Bagian yang mengalami patah pada bagian yang menahan faktor struktural baik tekan maupun tarik. Pada bagian konstruksi tengah ini bagian yang mengalami patah adalah pada bagian balok galang kecil.
Gambar IV.41 Kerusakan pada bagian balok galang kecil
Secara detail kerusakan yang terjadi pada struktur bagian tengah (middle structure) terpetakan dalam gambar berikut :
PEMETAAN KERUSAKAN RUMAH BOLON Detail bagian Komponen Parameter kerusakan Keterangan :
: struktur tengah (middle structure) : BALOK GALANG KECIL : Pelapukan
: Rusak Total
: Berat
: Sedang
: Ringan
: Kondisi Baik
PEMETAAN KERUSAKAN RUMAH BOLON Detail bagian Komponen Parameter kerusakan Keterangan :
: struktur tengah (middle structure) : LANTAI : Pelapukan
: Rusak Total
: Berat
: Sedang
: Ringan
: Kondisi Baik
PEMETAAN KERUSAKAN RUMAH BOLON Detail bagian Komponen Parameter kerusakan Keterangan :
: struktur tengah (middle structure) : DINDING : Pelapukan
: Rusak Total
: Berat
: Sedang
: Ringan
: Kondisi Baik
Rak Dapur
PEMETAAN KERUSAKAN RUMAH BOLON Detail bagian Komponen Parameter kerusakan Keterangan :
: struktur tengah (middle structure) : KOLOM DAN BALOK MENERUS : Pelapukan
: Rusak Total
: Berat
: Sedang
: Ringan
: Kondisi Baik
IV.2.3 Kerusakan pada bagian Struktur Atas (upper - structure) Struktur bagian atas terdiri dari rangka atap dan lapisan ijuk. Pada struktur bagian atas ini merupakan bagian yang rawan terhadap pelapukan, karena sebagian besar dari komponen ini berhubungan dengan lingkungan luar termasuk panas matahari dan kelembaban. Rangka atap pada rumah Bolon menggunakan rangka kuda-kuda di bagian melintang bangunan dan usuk yang berasal dari kayu cabang. Bagian usuk ini merupakan komponen yang langsung berhubungan dengan lapisan ijuk, pemasangan lapisan ijuk diikat dengan batang bambu kemudian dikaitkan dan dipasanag pada rangka usuk. Jika kondisi hujan dan pada lapisan ijuk terjadi kebocoran hal ini akan mempengaruhi tingkat pelapukan bagian usuk. Sebagian besar kondisi rangka usuk dan kuda-kuda rumah bolon dalam kondisi baik. Ada beberapa rangka usuk yang sudah mengalami pelapukan namun masih bisa menopang lapisan ijuk, sedangkan lapisan ijuk pada beberapa lokasi mengalami kelembaban yang cukup tinggi, ditandai dengan tumbuhnya
beberapa
tumbuhan.
Kondisi
kelembaban
ini
bisa
diakibatkan oleh air yang terjebak dalam lapisan ijuk dan tidak mengalir. Berikut adalah beberapa bagian pada struktur bagian atas yang mengalami kerusakan. 1. Pelapukan
Gambar IV.42 Pelapukan pada bagian usuk, sebagian besar sudah diganti
2. Lumut dan tumbuhan tingkat tinggi Lapisan ijuk merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan lingkungan luar, kondisi hujan dan cuaca panas yang ekstrim akan sangat berpengaruh terhadap kondisi keterawatan bagian atap lapisan ijuk ini. Dari survei dan observasi dilapangan diperoleh data sebagian besar lapisan ijuk pada rumah Bolon dalam kondisi yang lembab dan ditumbuhi lumut dan tumbuhan tingkat tinggi, disamping pada bagian atas terutama juga pada bagian ujung tritisan yang menjadi tempat aliran air sebelum jatuh ke lapisan tanah.
Gambar IV.43 Tumbuhan lumut pada bagian atap
Gambar IV.44 Tumbuhan tingkat tinggi pada sisi atap yang lain.
Detail pemetaan kerusakan yang terjadi pada bagian atap adalah sebagai berikut :
PEMETAAN KERUSAKAN RUMAH BOLON Detail bagian Komponen Parameter kerusakan Keterangan :
: struktur atas (upper structure) : LAPISAN IJUK : Pelapukan
: Rusak Total
: Berat
: Sedang
: Ringan
: Kondisi Baik
Kayu papan : sambaho Galang kecil PEMETAAN KERUSAKAN RUMAH BOLON Tiang Partogu : Detail bagian : struktur atas (upper structure) Rumah jabulopo ( rajja dan istrinya) Komponen : RANGKA ATAP Parameter kerusakan : Pelapukan Belakang : rumah bolon Keterangan : Bantalan dari ijuk Tanah – ijuk – tiang : menjaga kelembapan dan mencegah dari rayap ( 30 cm) Pemugara menggunakan landasan semen sehingga menjadi sarang rayap tahun 1985 : Rusak Total
: Berat
: Sedang
: Ringan
: Kondisi Baik
IV.3 KOMPONEN MATERIAL PENYUSUN RUMAH TRADISIONAL BOLON Rumah tradisional masyarakat Simalungun yang disebut sebagai rumah Bolon merupakan satu tinggalan Cagar Budaya Kayu yang mempunyai nilai penting bagi masyarakat Sumatra Utara. Dalam kompleks lokasi tersebut terdiri dari beberapa bangunan ada bangunan utama yang disebut sebagai Istana/Rumah Bolon itu sendiri, ada bangunan yang berfungsi sebagai pengadilan, ada bangunan yang digunakan sebagai tempat logistik/lumbung padi. Keseluruhan bangunan tersebut mempunyai desain struktur dan bentuk arsitektural yang sama. Material utama sebagai penyusun bangunan adalah kayu . dan didukung beberapa material lain sebagai pendukung bangunan seperti ijuk sebagai komponen atap, umpak batu dan ornamen dekoratip lainnya. Dari hasil survei dan observasi terhadap beberapa bangunan didapatkan data teknis material penyusun bangunan sebagai berikut : 1. Kayu Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ari Swastikawati pada tahun 2013 terhadap beberapa sampel kayu yang meliputi : kayu blandar (balok galang), kayu lantai dan kayu tiang yang merupakan kayu baru sebagai pengganti kayu lama pada saat pekerjaan pemugaran pada tahun 1985. dari hasil analisis sampel tersebut dihasilkan beberapa kesimpulan yaitu : a. Kayu tiang tiang lama dan blandar Hasil analisis dengan membuat sayatan tipis dan pengamatan di bawah mikroskop menunjukan bahwa kayu tiang lama atau asli, atau masyarakat menyebutnya sebagai kayu pokki adalah jenis kayu yang di Indonesia lebih umum disebut sebagai kayu ulin. Ulin dikategorikan sebagai kayu yang kuat dan tahan lama, dan merupakan kayu dengan Klas Kuat I dan Klas Awet I ( karateristik dalam
Tabel
PKKI
1979).
Uji
penimbunan
dengan
dipancang
menunjukan bahwa daya tahan rata-rata dalam kondisi kontak dengan tanah mencapai 17,5 tahun pada wilayah tropis. Benteng dan tonggak lebih dari 100 tahun dan atap sirap tahan lebih dari 30 tahun. Daya tanan hingga 20 tahun dapat diharapkan dalam lingkungan laut. Kayu ulin tahan terhadap serangan rayap, meskipun setelah periode waktu yang lama ada kemungkinan diserang. Kayu ulin jarang diserang oleh
kumbang ambrosia, tetapi mudah diserang oleh kumbang longicorn dan kayu gumbal mudah diserang oleh kumbang bubuk. Secara khemis kayu ulin mengandung 58% selulosa, 29% lignin, 12,5% pentosa, 1,0% abu dan lebih dari 0,5% silika. Kelarutanya dalam 5,2% benzen alkohol, 2,9% dalam air dingin, 6,8% dalam air panas, 18,2% dalam larutan NaOH 1% (Soerianegara and Lemmans, 1993). b. Kayu bagian lantai Rumah Balai Sidang pada Istana Pematang Purba Identifikasi
jenis
kayu
dilakukan
dengan
cara
membandingkan
perwajahan kayu dengan refensi perwajahan kayu yang sudah dimiliki oleh Balai Konservasi Borobudur dan pencarian refensi lewat internet. Hasil analisis jenis kayu berdasarkan morfologi perwajahan kayu pada komponen kayu lantai rumah balai sidang adalah jenis kayu meranti merah. Dengan gambar perwajahan dapat dilhat pada lampiran. Meranti merah tergolong kayu keras berbobot ringan sampai beratsedang. Berat jenisnya berkisar antara 0,55 gr/cm3. Kayu terasnya berwarna merah muda pucat, merah muda kecoklatan, hingga merah tua atau bahkan merah tua kecoklatan. Berdasarkan BJnya, kayu ini dibedakan lebih lanjut atas meranti merah muda yang lebih ringan dan meranti merah tua yang lebih berat. Namun terdapat tumpang tindih di antara kedua kelompok ini, sementara jenis-jenis Shorea tertentu kadang-kadang menghasilkan kedua macam kayu itu. Menurut kekuatannya, jenis-jenis meranti merah dapat digolongkan dalam Kelas Kuat II-IV; sedangkan keawetannya tergolong dalam Kelas Awet III-IV. Kayu ini tidak begitu tahan terhadap pengaruh cuaca, sehingga tidak dianjurkan untuk penggunaan di luar ruangan dan yang bersentuhan dengan tanah. Namun kayu meranti merah cukup mudah diawetkan
dengan
menggunakan
campuran
minyak diesel
dengan kreosot. c. Kayu tiang baru Seperti telah dijelaskan di atas kayu yang diguna dalam perbaikan tiang bagunan istana Pematang Purba adalah kayu salagundi. Hasil analisa menunjukan bahwa perwajahan kayu salagundi pada komponen tiang baru sama dengan perwajahan kayu dalam identifikasi salagundi pada
referensi. Kayu salagundi dalam bahasa ilmiah Rhoudolia teysmanii Hook.f Secara umum, kayu Salagundi oleh masyarakat sering digunakan untuk tiang pancang rumah. Bentuk pohon dan pancang yang lurus dari jenis ini, menjadikan sering dieksploitasi dalam bentuk tiang. Pohon salagundi memiliki tinggi mencapai 13 meter dengan tinggi batang bebas cabang 9 m sedangkan diameter berkisar 36 - 45 cm. Pohon ini tidak memiliki banir apabila ada, ukurannya sangat kecil berupa bagian batang pohon yang menonjol. Tajuk pohon berupa tajung payung dengan percabangan yang jarang. Daun berbentuk ellips
berkelompok pada bagian ranting.
Kulit pohon beralur pendek, berwarna coklat dan terdapat bagian yang putih, tebal kulit berkisar 0,6 – 0,8 cm. Kulit sangat mudah dipisahkan dengan bagian batang pohon dan terdapat kambium yang sangat licin Sifat fisik kayu salagundi antara lain memiliki berat jenis 0.80-0.86 kg/m3, Kelas Kuat Kayu I dan Kelas Awet Kayu I. Secara makroskopis warna kayu salagundi adalah cokelat kemerahan. Memiliki tekstur yang halus, arah serat lurus, kesan raba agak licin dan kilap agak mengkilap. Lingkaran tumbuhnya memiliki batas yang tegas. Sifat kimia kayu salagundi
sebagai
berikut:
kandungan
holoselulosa
75,99%,
hemiselulosa 34,26 %, alpaselulosa 42,73%, lignin 25,35% dan pentose 17,18%. Sedangkan kadar abu kayu salagundi berkisar antara 0,91%2,67 % dan kadar silikat antara 0,29%-1,97%. Dari data penelitian yang dilakukan oleh Ari Swastikawati tersebut diperoleh informasi bahwa sebagian besar kayu yang digunakan sebagai material penyusun merupakan kayu keras dengan Kelas Kuat dan Kelas Awet yang tinggi. Dari aspek struktur kayu sebagai penerima beban kayu akan lebih kuat jika menerima beban sejajar dengan arah serat dari pada menerima beban tegak lurus serat. Ini karena struktur serat kayu yang berlubang. Semakin rapat serat, kayu umumnya memiliki kekuatan yang lebih dari kayu dengan serat tidak rapat. Kerapatan ini umumnya ditandai dengan berat kayu persatuan volume / berat jenis kayu
Data tentang karateristik Kelas Kuat Kayu telah disebutkan secara rinci sesuai dengan Tabel Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI) tahun 1979, dengan rincian sebagai berikut :
Tabel IV.2 Klasifikasi Kelas Kuat Kayu
Berdasarkan pemakaian, kondisinya dan perlakuannya, kayu dibedakan atas kelas awet I (yang paling awet) – V (yang paling tidak awet). Kondisi kayu dimaksud adalah lingkungan/tempat kayu digunakan sebagai batang struktur. Sedangkan perlakuan meliputi pelapisan/tindakan lain agar kayu terhindar/terlindungi dari kadar air dan ancaman serangga.
Menurut
Lembaga Penelitian Hasil Hutan Indonesia, kelas awet kayu digolongkan menjadi 5 yaitu
Tabel IV.3 Kondisi Keawetan Kayu Kelas Awet
I
II
III
IV
V
Selalu berhubungan dengan tanah lembab Hanya terbuka terhadap angin dan iklim tetapi dilindungi terhdp pemasukan air dan kelemasan Dibawah atap tidak berhubungan dengan tanah lembab dan dilindungi terhadap kelengasan Seperti diatas tetapi dipelihara dengan
8 th
5 th
3 th
Sangat pendek
Sangat pendek
20 th
15 th
10 th
Beberapa Tahun
Sangat pendek
Tak Terbatas
Tak Terbatas
Sangat lama
20 th
20 th
Tak Terbatas
Tak Terbatas
Tak Terbatas
20 th
20 th
baik, dicat dan sebagainya Serangan oleh rayap Serangan oleh bubuk kayu kering
tidak
jarang
tidak
tidak
Agak cepat Hampir tidak
Sangat cepat Tak seberapa
Sangat cepat Sangat cepat
Kayu meranti sebagai papan lantai termasuk kategori “Dibawah atap tidak berhubungan dengan tanah lembab dan dilindungi terhadap kelengasan” sehingga secara teori akan bertahan sangat lama dan ini sesuai dengan kondisi pengamatan dilapangan, sedangkan Kayu Tiang lama dan Balok Galang yang merupakan Kelas Awet I dikategorikan sebagai bangunan yang “Hanya terbuka terhadap angin dan iklim tetapi dilindungi terhdp pemasukan air dan kelemasan” secara teori mempunyai umur awet sampai 20 tahun, namun kondisi dilapangan ada beberapa bagian tiang dan balok galang yang sudah lapuk hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang lembab. Hal lain juga adalah serangan rayap yang secara teori tidak menyerang namun kenyataanya ada beberapa titik berkembangnya rayap , hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang lembab. 2. Batu Umpak Dari hasil analisis petrografi dan kimia terhadap sampel batu umpak pada bagian teras didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel IV.4 Hasil Analisis Petrogafi Sampel Batu Umpak Kode A
B
Sampel Jenis Batu Ranggisgis (batu umpak Asli)
Batu Bukan Ranggisgis (batu di Sekitar lokasi)
Parameter Kadar air natural Kadar air jenuh Berat jenis Densitas porositas Kekerasan Kadar air natural Kadar air jenuh Berat jenis Densitas porositas Kekerasan
Hasil 26,3 28,1 1,1 0,8 23,8 ±2 0,9 13,5 2,5 1,8 25 ±3
% % g/cm3 g/cm3 % Skala mohs % % g/cm3 g/cm3 % Skala mohs
Ket
Tabel IV.5 Hasil Analisis Kimia Sampel Batu Umpak No
Parameter
1 2 3 4 5 6 7
Kalsium(Ca) Magnesium(Mg) Besi(Fe) Aluminium(Al) Sulfat(SO4) Karbonat(CO3) Silika(SiO2)
Jenis Sampel Batu Batu Bukan Ranggisgis Ranggisgis 1,80 1,88 1,28 0,95 2,51 2,79 5,67 5,05 0,58 0,30 1,47 1,51 63,93 75,15
Satuan
Metode
% % % % % % %
Titrimetri Titrimetri Titrimetri Titrimetri Titrimetri Gravimetri Gravimetri
Dari hasil analisa Petrografi diketahui kadar air jenuh, natura dan tingkat porositas batu umpak cukup tinggi, dan tingkat kekerasan yang rendah, jenis batuan ini bisa dikategorikan sebagai batu pasiran (sand stone). Dengan tingkat kekerasan yang rendah dan porositas yang cukup tinggi akan mempengaruhi terhadap faktor kekuatan dan kekakuan sebagai tumpuan yang menerima beban besar mulai dari beban balok galang , lantai dan atap. tingkat kekuatan yang rendah akan membuat batu umpak ini mudah rapuh dan tidak kuat dalam menahan beban yang ada. 3. Komponen lainnya Beberapa komponen yang ada dan melekat pada material penyusun rumah bolon yang berpengaruh terhadap kondisi keterawatan material kayu itu sendiri ada beberapa macam seperti Cat sebagai pelindung kayu yang diaplikasikan pada bagian kayu Tiang/kolom dan pada bagian balok Galang. Hal lain yang menarik adalah sisa /bekas yang ditinggalkan dari proses memasak pada bagian dapur yang disebut sebagai “jelaga”. Dibandingkan beberapa bagian lain yang berada dalam ruang rumah Jabulopo dan rumah Bolon bagian kayu yang terkena lapisan “jelaga” ini mempunyai kondisi keterawatan lebih baik.
Gambar IV.45 Lapisan “Jelaga” pada bagian dapur
Dari analisis kimia terhadap sampel “Jelaga” tersebut didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel IV.6 Hasil Analisis Kimia Sampel “Jelaga” No
Parameter
Sampel “Jelaga”
Satuan
Metode
1 2 3 4 5
Kalsium(Ca) Magnesium(Mg) Besi(Fe) Aluminium(Al) Sulfat(SO4)
1,04 1,26 2,76 4,07 0,00
% % % % %
Titrimetri Titrimetri Titrimetri Titrimetri Titrimetri
6
Karbonat(CO3)
1,12
%
Gravimetri
7
Silika(SiO2)
15,04
%
Gravimetri
Sedangkan hasil analisis terhadap sampel cat kayu yang digunakan pada bagian balok galang adalah sebagai berikut : Tabel IV.7 Hasil Analisis Kimia Sampel Cat Kayu Rumah Bolon No
1 2 3 4
Parameter
Kalsium(Ca) Besi(Fe) Aluminium(Al) Silika(SiO2)
Cat pada bangunan lainnya 25,422 8,154 2,879 5,913
Jenis Sampel Cat Cat Tiang Galang A8 20,501 5,447 2,79 6,666
0,312 0,009 1,273 3,264
Satuan
Metode
% % % %
Instrumen X-RF Instrumen X-RF Instrumen X-RF Instrumen X-RF
Cat Kolom 0,565 0,068 0,334 1,484
5 6 7 8 9
Titanium(Ti) Sulfur(S) Seng(Zn) Mangan(Mn) Timbal(Pb)
2,127 0,199 0,086 0,036 -
2,008 0,253 0,046 0,08
5,373 2,014 2,06 0,108 0,073
6,437 4,508 2,648 0,156 0,081
% % % % %
Instrumen X-RF Instrumen X-RF Instrumen X-RF Instrumen X-RF Instrumen X-RF
4. Tanah Dasar Bagian lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak terlepas dari tingkat stabilitas bangunan dan kondisi keterawatan material penyusunnya adalah tanah dasar. Kondisi lapisan tanah dasar sebagai tumpuan umpak dan kolom penyangga struktur utama pada rumah bolon berbeda dengan lapisan pada rumah jabulopo. Pada bagian rumah bolon kondisi lapisan bawah berupa tanah, bagian tiang/kolom langsung berhubungan dengan tanah tanpa adanya umpak sebagai tumpuan strukturnya, sedangkan pada rumah jabulopo dibagian teras balok galang tertumpu pada umpak batu yang berdiri diatas tanah. Pada bagian ruang rumah Jabulopo lapisan bawah sebagai tumpuan umpak pada
saat pemugaran dilapisi dengan
mortar semen. Dari hasil pengukuran kadar pH tanah pada titik sekitar tiang rumah Bolon dan tanah di depan teras rumah Jabulopo diperoleh data sebagai berikut :
A7
A6
A8
D5
P1
A10
C9 D7
P2
A9
D8
D10
D9
D10b
P3
Tabel IV.8 Hasil Pengukuran pH tanah Rumah Bolon No 1 2 3 4 5
Titik Pengukuran Titik P1 Titik P2 Titik P3 Titik D5 Titik D7
Nilai pH 5,8 5,6 4,8 6,4 5
Ket
D10e
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Titik D8 Titik D9 Titik D10 Titik D10e Titik D10b Titik C9 Titik A10 Titik A9 Titik A8 Titik A7 Titik A6
5,4 4,6 5,0 4,2 4,6 6 6 5,4 5,4 5,2 5,8
Derajad pH tanah merupakan nilai yang menunjukan tingkat keasaman pada suatu lapisan tanah. Derajat pH dalam tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Jika tanah masam akan banyak ditemukan unsur alumunium (Al) yang selain meracuni tanaman juga mengikat phosphor sehingga tidak bisa diserap tanaman. Selain itu pada tanah masam juga terlalu banyak unsur mikro yang bisa meracuni tanaman. Sedangkan pada tanah basa banyak ditemukan unsur Na (Natrium) dan Mo (Molibdenum). Kondisi pH tanah juga menentukan perkembangan mikroorganisme dalam tanah. Pada pH 5,5 – 7 jamur dan bakteri pengurai bahan organik akan tumbuh dengan baik. Demikian juga mikroorganisme yang menguntungkan bagi akar tanaman juga akan berkembang dengan baik. Jones & Eggleton (2000) menyatakan bahwa tinggi-rendahnya pH tanah tidak begitu berpengaruh terhadap keberadaan rayap tanah. Hal ini disebabkan karena rayap tanah memiliki kisaran toleransi yang lebar terhadap pH tanah. Pernyataan ini juga didukung oleh Vaessen et al. (2011), yaitu bahwa pH bukanlah faktor penghambat terpenting bagi keberadaan rayap tanah. Jadi hal yang bisa mempengaruhi perkembangbiakan rayap di dalam lapisan tanah dasar bangunan rumah Bolon adalah tingkat kelembapan tanah.
IV.4 KLIMATOLOGI LINGKUNGAN Disamping survei dan observasi data kerusakan material hal lain yang juga berpengaruh terhadap kelestarian rumah Bolon adalah kondisi iklim, cuaca yang merupakan unsur klimatologi. Obervasi dan pencatatan data klimatologi pada bagian dalam dan luar rumah Bolon dilakukan dengan merekam data melalui data logger yang dipasang. Data klimatologi tersebut meliputi
temperatur dan tingkat kelembaban pada bagian dalam rumah dan luar rumah yang direkam dalam siklus waktu selama 6 hari dari tanggal 5 sampai dengan tanggal 10 Juni 2015. Hasil dari pengamatan data klimatologi tersebut adalah sebagai berikut : Grafik IV.1 Grafik Hubungan antara Temperatur dan Kelembaban di bagian luar Rumah Bolon
120 100 80 Temperatur (0 C) kelembaban (%)
60 40 20
6:00 10:30 15:00 19:30 0:00 4:30 9:00 13:30 18:00 22:30 3:00 7:30 12:00 16:30 21:00 1:30 6:00 10:30 15:00 19:30 0:00 4:30 9:00 13:30 18:00 22:30 3:00 7:30 12:00 16:30 21:00
0 Waktu(Jam)
Grafik IV.2 Grafik Hubungan antara Temperatur dan Kelembaban di bagian dalam Rumah Bolon Grafik Hubungan antara Temperatur dan Kelembaban Simalungun di dalam bilik Rumah Bolon IV, 5-10 Juni 2015 120 100 Temperatur (0 C) kelembaban (%)
80 60 40 20 0
6:00 10:30 15:00 19:30 0:00 4:30 9:00 13:30 18:00 22:30 3:00 7:30 12:00 16:30 21:00 1:30 6:00 10:30 15:00 19:30 0:00 4:30 9:00 13:30 18:00 22:30 3:00 7:30 12:00 16:30 21:00
Nilai Temperatur (oC)dan Kelembaban(%)
Nilai Temperatur(oC) dan Kelembaban(%)
Grafik Hubungan antara Temperatur dan Kelembaban Simalungun di luar Rumah Bolon , 5-10 Juni 2015
Waktu(Jam)
Dari Grafik IV.1 berdasarkan hasil pengukuran data logger (V) yang di pasang selama 5 hari mulai dari tanggal 5-10 Juni 2015 memperlihatkan suhu maksimal 34,1 0C untuk
suhu minimum 17,01 0C sedang suhu rata-rata
mencapai 23,4 0C. Data kelembaban memperlihatkan kelembaban maksimal 97,9 % untuk kelembaban minimal mencapai 71,1 % sedang kelembaban ratarata diperoleh hasil 85,9 %. Dari Grafik IV.1 berdasarkan hasil pengukuran data logger
(IV) yang di
pasang selama 5 hari mulai dari tanggal 5-10 Juni 2015 memperlihatkan suhu maksimal 34,1
0C
untuk
suhu minimum 18,8
0C
sedang suhu rata-rata
mencapai 23,6 0C. Data kelembaban memperlihatkan kelembaban maksimal 96,7 % untuk kelembaban minimal mencapai 72,1 % sedang kelembaban ratarata diperoleh hasil 85,5 % Berdasarkan pengamatan data tersebut diperoleh hasil bahwa perbedaan temperatur dan kelembaban pada bagian dalam dan luar rumah Bolon tidak begitu besar, dan tingkat kelembapan pada rumah Bolon cukup tinggi dengan nilai rata – rata 85,5 %. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat ruangan cukup tertutup dan ventilasi sangat minim sekali. Tingkat kelembaban yang cukup tinggi tersebut sangat mempengaruhi kondisi keterawatan material kayu sebagai penyusun rumah Bolon tersebut. kondisi rungan yang lembab akan mempengaruhi tumbuhnya mikroorganisme maupun ancaman pelapukan.
IV.5 FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN DAN MENURUNNYA KONDISI KETERAWATAN RUMAH BOLON Dari uraian dan analisa data dilapangan menunjukan bahwa kondisi keterawatan rumah Bolon kurang terawat, beberapa kerusakan terjadi pada material penyusunnya yang berupa kayu. Beberapa hal yang sangat mempengaruhi dan menjadi faktor terjadinya kerusakan pada rumah Bolon tersebut antara lain : 1. Klimatologi lingkungan (temperature, cuaca dan tingkat kelembaban) Dari data pengamatan klimatologi diketahui bahwa niai kelembaban pada rumah Bolon cukup tinggi, sesuai dengan desain bangunan yang terdiri dari dua ruangan utama dengan ventilasi yang cukup minim. Bila dilihat kembali fungsi masing-masing ruang adalah sebagian besar terdapat dapur, kondisi yang demikian pada masa itu tentunya berbeda dengan kondisi sekarang.
Aktivitas penggunaan dapur pada masa itu mampu menyeimbangkan tingkat kelembaban diluar dan dibagian dalam ruangan. Kondisi lembab pada bagian rumah disebabkan oleh fungsi dari masing-masing ruang yang sudah tidak digunakan, tidak ada aktivitas di dalam ruangan yang mampu mengurangi tingkat kelembaban. 2. Penanganan dan Tindakan Konservasi yang tidak tepat a. Penggantian Material Baru Kondisi kayu asli sebagai penyusun bangunan cukup berpengaruh terhadap kekuatan dan ketahanan akibat proses pelapukan. Kayu asli pada komponen Tiang kolom dan Balok Galang berasal dari kayu yang cukup kuat, sedangkan beberapa bagian lain merupakan penggantian yang dilakukan pada pemugaran pada tahun 1987. Dari data yang ada bagian yang mengalami pelapukan dalam tingkat yang cukup parah merupakan bagian Tiang Kolom yang diganti pada proses pemugaran tersebut. proses penggantian tidak memperhatikan prinsip-prinsip dan kaidah pemugaran, dimensi kayu yang digunakan juga tidak sama dengan dimensi aslinya.
Penambahan Lapisan Kulit Kayu pada bagian luar untuk membuat expose seolah-olah dimensi kayu yang digunakan sebagai tiang pengganti sesuai dengan dimensi aslinya.
Gambar IV.46 Penggantian Tiang yang tidak sesuai dengan dimensi aslinya
b. Penggunaan unsur semen pada struktur Tiang Utama Tindakan pemugaran pada waktu yang sama juga melakukan intervensi yang tidak tepat pada bagian lapisan dasar yang menjadi tumpuan Tiang Utama tersebut. dari data yang ada disebutkan bahwa desain aslinya untuk lapisan tumpuan tiang ini menggunakan lapisan ijuk dengan tebal ± 30 cm, namun pada saat perbaikan dan penggantian umpak ini justru lapisan dasar tersebut diganti dengan semen. Kondisi yang demikian akan
membuat tingkat kelembaban pada dasar tanah tersebut menjadi tinggi dan akan mudah memancing munculnya rayap. Seperti pada gambar diatas semen juga digunakan untuk menambal bagian yang kosong antara kayu yang digunakan sebagai pengganti dan juga lapisan kayu expose. Tindakan yang demikian sangat tidak tepat karena kandungan dan unsur kimia yang ada pada material semen akan merusak material kayu itu sendiri. c. Penggunaan Lapisan Cat yang kurang sesuai pada balok Galang Dari data analisis kimia kandungan cat yang digunakan pada balok Galang diperoleh data bahwa cat yang digunakan adalah cat dengan kandungan Ca cukup tinggi (20,501 %), cat jenis ini merupakan jenis Cat Tembok , cat yang aplikasinya untuk material tembok bukan kayu. Kadar Ca yang cukup tinggi akan mempercepat proses degragasi dan pelapukan pada lapisan permukaan kayu tersebut. dari analisis data juga didapatkan hasil bahwa cat yang digunakan pada tiang mempunyai karakter dan jenis yang berbeda, tipe cat yang digunakan kadar Ca nya rendah dibawah 1 % (0,312 dan 0,56) cat jenis ini mempunyai kecedenrungan jenis Cat kayu/minyak. Penggunaan cat jenis ini lebih tepat untuk aplikasi sebagai lapisan pelindung dan coating. IV.5 KEARIFAN LOKAL (LOCAL GENIUS) KONSEP PEMBANGUNAN RUMAH BOLON SIMALUNGUN. Dari konsep pembangunannya mulai dari struktur bawah sampai dengan struktur bagian atas, rumah Bolon menyimpan berbagai hal pengetahuan yang merupakan kearifan lokal masyarakat simalungun. Berbagai pengetahuan yang ada tersebut mulai dari pemilihan material kayu yang digunakan, teknologi konstruksi dan juga menjaga kondisi keterawatan. Survei dan observasi data dilapangan menunjukan ada beberapa hal yang menjadi nilai kearifan lokal tersebut antara lain : 1. Desain dan konstruksi pondasi Rancangan konstruksi yang dibuat oleh nenek moyang masyarakat Simalungun pada bagian pondasi sudah memperhitungkan terhadap ancaman getaran yang berasal dari alam seperti gaya akibat gempa. Desain pondasi yang menggunakan sistem umpak batu dirancang sebagai
base isolator untuk menahan getaran yang berasal dari lapisan tanah. Posisi umpak yang berfungsi sebagai sendi terbatas memungkinkan tiang kolom mampu menahan tekanan dan geser horisontal. Konstruksi pondasi dengan sistem umpak menjadikan struktur bangunan tersebut menjadi elastis dan tidak rigid. Fungsi base isolator diyakini mampu meredam getaran dan membuat desain bangunan ini sebagai konstruksi tahan gempa 2. Struktur Tiang dan Balok Menerus (Balok Galang) Pada struktur bagian bawah (subbase structure) di rancang menggunakan struktur rangka kolom dan balok menerus yang berfungsi sebagai bracing horisontal. Balok menerus yang disebut sebagai balok galang ini secara struktur mampu meredam getaran dengan cepat. Struktur pondasi umpak, sistem struktur pengaku dan sistem sambungan serta ikatan sudah didesain dengan fungsi semi rigid,
kondisi yang
demikian mampu berfungsi sebagai kontrol seismik yang berlapis. 3. Penggunaan Lapisan Ijuk pada dasar Tiang Kolom Desain masa lalu juga sudah memperhitungkan akan adanya ancaman rayap sebagai hewan yang merusakan struktur kayu. Pada struktur paling bawah Tiang kolom yaitu pada bagian yang langsung berhubugan dengan tanah diberikan lapisan ijuk dengan ketebalan ± 30 cm. Hal ini mampu menjaga bagian bawah tersebut dari tingkat kelembaban yang tinggi sehingga peluang berkembang biaknya rayap akan bisa dicegah. 4. Adanya lapisan “Jelaga” pada ruang di dalam rumah. Aktivitas penggunaan ruang sebagai dapur terutama yang masih terlihat pada rumah Jabulopo, meninggalkan jejak asap/abu yang memadat yang menempel pada lapisan permukaan kayu pada ruangan tersebut. lapisan yangg disebut sebagai “jelaga” tersebut ternyata mampu melindungi kayu dari kelembaban yang terjadi. Kondisi yang demikian mampu memberikan sifat awet pada kayu tersebut karena tidak rentan terhadap serangan serangga, jamur ataupun rayap. 5. Metode penebangan kayu yang digunakan sebagai material rumah Bolon. Metode penebangan pada masa itu sudah memperhitungkan waktu dan musim dimana kondisi kayu dalam keadaan daun tua, hal ini di dimaksudkan bahwa dalam kondisi tersebut kayu sudah benar benar tua.
Setelah proses penebangan kayu dibiarkan selama minimal enam (6) bulan baru dikerjakan sebagai material rumah bolon. Perlakukan selama minimal enam (6) bulan tersebut kayu di “siangkan” adalam bahasa mereka atau dikeringkan secara alami sehingga ketika dipasang kayu tidak akan mengalami penyusutan. Metode dan teknik seperti ini sangat sesuai dengan karakter kayu yang ideal untuk digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan seperti rumah Bolon tersebut. IV.6 METODE KONSERVASI DAN PENANGANAN KERUSAKAN RUMAH BOLON SIMALUNGUN. Dari analisis data kerusakan dan kondisi permasalah yang terjadi serta beberapa faktor yang dimungkinkan sebagai penyebab timbulnya kerusakan tersebut dapat diambil langkah beberapa
tindakan konservasi untuk
menyelamatkan rumah Bolon tersebut. berdasarkan pengalaman yang ada dalam pelaksanaan pemugaran yang pernah dilaksanakan, maka harus benarbenar di perhitungkan dan dirumuskan tindakan konservasi yang tepat dan sesuai dengan prinsip dan kaidah arkeologi. Kerusakan yang terjadi pada rumah Bolon sebagian besar terletak pada struktur bagian bawah (sub-structure), melihat kondisi tersebut maka perlu dilakukan tindakan yang bersifat segara (insidentil) mengingat pada bagian tersebut merupakan bagian yang paling besar menahan struktur dan kondisi kestabilan rumah Bolon. Tindakan konservasi terhadap kondisi keterawatan material juga harus segera dilakukan mengingat ancaman beberapa kerusakan seperti pelapukan juga terus terjadi. Secara teknis beberapa metode konservasi yang harus dilakukan adalah : IV.6.1 KONSERVASI MATERIAL 1. Penggantian total tiang yang sudah rusak Harus diperhatikan bahwa kayu yang digunakan sebagai pengganti harus sesuai karakteristiknya , baik dimensi, jenis kayu serta kondisi fisisnya. 2. Penggantian total balok galang yang sudah rusak 3. Perkuatan (konsolidasi) parsial pada beberapa tiang dan balok galang Metode konsolidasi bisa dilakukan dengan menambal bagian kayu yang rusak dengan tipe kayu sejenis dengan menggunakan perekat resin.
Pada bagian kayu yang rapuh ringan bisa dilakukan tindakan mengisi (filling) dengan larutan resin. Fungsi resin sebagai bahan konsolidasi ini bisa berfungsi sebagai perekat untuk menambal atau menyambung kayu dan juga bisa digunakan sebagai pengisi.
Gambar IV.47 Contoh penggunaan resin utnuk penyambungan komponen penopang struktur (studi kasus Pemugaran Masjid Kotagede)
Pada bagian kayu yang rusak terutama pada bagian balok galang perlu diperhitungkan berapa persen bagian yang rusak terhadap dimensi total. Karena balok ini merupakan komponen yang menopang struktur maka perkuatan dengan penambalan pada komponen yang tingkat kerusakannnya cukup tinggi tidak akan berfungsi secara efektif. Pada bagian yang sudah di tambal atau disambung diberikan kamuflase dengan bubukan kayu yang sejenis juga untuk mendapatkan warna akhir yang sama dengan warna aslinya. Secara teknis penanganan segera (insidentil) untuk penggantian tiang penopang struktur ini bisa dilakukan dengan mendongkrak beberapa bagian yang menopang struktur pada sudut lain secara bersamaan, seperti pekerjaan yang pernah dilakukan pada saat pekerjaan pemugaran Bangsal Kepatihan Yogyakarta. 4. Pembersihan lapisan cat pada bagian kayu yang menggunakan tipe cat dengan kadar Ca tinggi (cat tembok) dari hasil analisa cat diperoleh data bahwa beberapa tipe cat yang digunakan mempunyai kadar Ca yang cukup tinggi hal ini akan sangat mempengaruhi tingkat kelembaban kayu itu sendiri , untk itu perlu dilakukan tindakan konservasi pembersihan lapisan cat tersebut. teknik pembersihkan
ini sebaiknya dilakukan secara manual menggunakan sikat yang tidak merusak struktur permukaan kayu ( dikerok). Jika ada beberapa bagian yang sulit dihilangkan mungkin bisa digunakan bahan paint remover namun penggunaanya harus sesuai dengan kadar yang dibutuhkan. 5. Pembersihan kering bagian struktur bawah tengah dan rangka atap Pembersihkan kering terutama pada struktur bawah dan struktur tengah serta rangka atap ini berguna untuk membersihkan material kayu dari proses pelapukan yang terjadi. Metode pembersihan pada material kayu ini bisa menggunakan rendaman tembakau dan pelepah pisang. Metode ini cukup efektiv untuk membersihkan permukaan kayu dari kotoran yang terjadi. 6. Pengolesan bahan anti rayap pada material kayu Metode ini dilakukan setelah proses pembersihan pada kayu dilakukan. Pengolesan bahan anti rayap ini bisa menggunakan teknik dikuaskan ataupun disemprot, sedangkan untuk bahan termisida yang digunakan bisa menggunakan produk lentrek 400 EC. 7. Pengendalian anti rayap pada lapisan tanah dasar Bagian yang merupakan sarang dari koloni dan tempat berkembangnya rayap adalah tanah. Pada beberapa tiang kolom rumah bolon yang masuk kedalam tanah terlihat beberapa bagian terkena serangan rayap. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan untuk mengendalikan rayap pada bagian tanah. Metode konservasi yang bisa dilakukan bisa menggunakan Metode Termite Full Proofing (TFP). Metode ini dilakukan dengan pengeboran sepanjang sisi luar dan dalam kaki dinding pondasi dengan interval sekitar 40-60 cm. Selanjutnya disuntikkan larutan anti rayap menggunakan power injector dengan dosis 12 liter per meter lari panjang pondasi. 8. Penggantian Rangka Atap yang mengalami pelapukan Rangka atap yang digunakan pada rumah Bolon menggunakan kayu pada bagian cabang/ranting, sehingga ketika akan dilakukan penggantian ketersediaan di alam masih cukup tersedia. Kondisi pelapukan pada bagian ini jika dibiarkan cukup rawan untuk proses ini menyebar ke bagian rangka yang lain termasuk ancaman kelembaban dan pelapukan pada lapisan ijuk. Proses penggantian ijuk perlu dilakukan dengan cermat dan teliti.
9. Penggantian Ijuk pada bagian atap (parsial/total) Dari data observasi terlihat bahwa sebagian besar kondisi ijuk pada bagian atap ini pada kondisi lembab ini ditandai dengan tumbuhnya lumut dan beberapa titik tumbuhan tingkat tinggi. Dengan keadaan yang demikian bisa terlihat juga bahwa sebagian besar lapisan ijuk sudah tidak bisa mempunyai kemampuan untuk meloloskan air hujan, hal ini akan sangat berbahaya ketika musim penghujan datang. Kemungkinan akan terjadi kebocoran dan air akan masuk kedalam struktur bagian tengah. Dari observasi dan wawancara yang dilakukan bahwa ijuk yang disediakan di pasaran sebagian besar tidak bisa digunakan karena tidak memenuhi syarat dan tidak sesuai dengan ijuk asli yang digunakan pada rumah Bolon (panjang dan tingkat kelebatan batangnya). Dari volume yang tersedia untuk penggantian beberapa sisi hanya sekitar 30 % saja yang memenuhi syarat untuk digunakan.
Gambar IV.49 Proses pemilihan Ijuk yang sesuai untuk perawatan atap rumah Bolon
10. Mengembalikan struktur bagian bawah ke struktur semula yaitu dengan lapisan tanah asli Pekerjaan pemugaran yang pernah dilakukan juga melakukan intervensi dengan melapisi tanah dasar menggunakan beton rabat. Hal ini akan berakibat tingkat kelembaban pada bagian bawah tersebut akan meningkat sehingga tingkat kelembaban yang cenderung tinggi akan mengancam keterawatan material kayu pada struktur bagian bawah (tiang, balok galang dan galang kecil)
IV.6.1 KONSERVASI LINGKUNGAN Selain tindakan konservasi langsung terhadap material rumah Bolon tersebut perlu dilakukan upaya konservasi terhadap lingkungan sekitarnya. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan antara lain : 1. Memperbaiki sistem drainase halaman rumah Bolon Ketika dilakukan survei dan observasi sempat terjadi hujan dengan intensitas yang ringan. Dalam kondisi tersebut terlihat beberapa tinggi mengalami genangan air, hal yang demikian jika dibiarkan air akan bisa melimpas kebagian bawah rumah Bolon tersebut. untuk mencegah hal tersebut terjaid maka perlu dilakukan pengaturan saluran drainase dengan sistem yang sesuai, dimensi dibuat dengan memperhitungkan debit air yang terjadi pada siklus hujam maksimum 2. Melakukan penataan vegetasi lingkungan Adanya unsur tumbuhan dengan penataan yang sesuai akan mempengaruhi kondisi klimatologi lingkungan. Penataan vegetasi yang baik, teratur dan sesuai perlu dilakukan agar tingkat kelembaban dan temperatur lingkungan bisa terjaga dengan baik dan seimbang. 3. Mengembalikan fungsi ruang rumah Bolon Sesuai dengan fungsi awal bahwa rumah Bolon baik pada ruang ruang Jabulopo maupun pada ruang rumah Bolon itu sendiri difungsikan sebagai ruang Raja dan permaisurinya. Fungsi ruang tersebut juga digunakan sebagai dapur tempat memasak. Aktivitas penggunaan ruang pada saat ini berpengaruh terhadap kondisi keterawatan terutama tingkat kelembaban ruangan. Oleh karena itu pada masa sekarang perlu dikembalikan kembali fungsi ruangan tersebut. tidak harus disamakan bahwa ruangan kembali difungsikan sebagai dapur, namun ruangan tersebut harus difungsikan kembali sebagai tempat aktivitas seperti pertemuan-pertemuan adat dan upacara adat. Dari seluruh metode konservasi
dan teknik penanganan dan rumah Bolon
Simalungun tersebut perlu dibuat rencana dalam bentuk time frame skala prioritas mengingat kondisi rumah yang semakin lama semakin meningkat kondisi kerusakannya. Rencana penanganan tersebut dalam bentuk tabel bisa di klasifikasikan sebagai berikut :
Tabel IV.9 Rencana Penanganan dan Metode Konservasi Rumah Bolon Simalungun No
Metode Konservasi
KONSERVASI MATERIAL 1 Penggantian total tiang yang sudah rusak 2 Penggantian total balok galang yang sudah rusak 3 Perkuatan (konsolidasi) parsial pada beberapa tiang dan balok galang 4 Pembersihan lapisan cat pada bagian kayu yang menggunakan tipe cat dengan kadar Ca tinggi (cat tembok) 5 Pembersihan kering bagian struktur bawah, tengah dan rangka atap 6 Pengolesan bahan anti rayap pada material kayu 7 Pengendalian anti rayap pada lapisan tanah dasar 8 Penggantian Rangka Atap yang mengalami pelapukan 9 Penggantian Ijuk pada bagian atap (parsial/total) 10 Mengembalikan struktur bagian bawah ke struktur semula yaitu dengan lapisan tanah asli KONSERVASI LINGKUNGAN 1 Perbaikan dan pemeliharaan sistem drainase halaman rumah Bolon 2 Melakukan penataan vegetasi lingkungan 3 Mengembalikan fungsi ruang rumah Bolon
Bawah
Struktur bagian Tengah
Atas
Ket
: Insidentil / Segera : Berkelanjutan
: Pemeliharaan Rutin
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data pada permasalahan kondisi keterawatan rumah tradisional Simalungun rumah Bolon dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Kerusakan yang terjadi pada rumah Bolon sebagian besar terjadi pada struktur bagian bawah (sub structure) yang merupakan komponen bangunan yang mempunyai fungsi struktural menahan beban paling besar. 2. Faktor yang cukup memberikan konstribusi cukup besar terhadap kerusakan pada struktur bawah ini salah satunya adalah penanganan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan kaidah pelestarian dan prinsip pemugaran. 3. Metode konservasi yang bersifat konsolidasi pada beberapa tiang kolom dengan penggantian tiang baru yang sesuai spesifikasinya harus segera dilakukan mengingat pada bagian tersebut merupakan bagian yang menahan beban bagian tengah dan atas. Jika hal tersebut tidak segera dilakukan dikhawatirkan akan terjadi kemelesakan yang berakhir pada keruntuhan bangunan. 4. Beberapa metode konservasi terhadap lingkungan sesuai dengan analisa data yang dihasilkan juga harus dilakukan untuk mendukung kelestarian rumah Bolon tersebut. 5. Beberapa kearifan lokal (local genius) dalam desain rumah Bolon membuktikan bahwa struktur bangunan (pondasi, balok, kolom sistem sambungan) tersebut sudah memperhitungkan fungsi kontrol seismik yang berlapis. Fungsi kontrol seismik ini mampu melindungi bangunan dari ancaman kerusakan dan keruntuhan akibat gempa. V.2 Saran dan Rekomendasi Beberapa hal yang dapat dilakukan ke depan untuk mendukung pelestarian rumah Bolon ini adalah : 1. Setiap pekerjaan penanganan (pemugaran dan konservas) yang akan dilakukan harus dipersiapkan dengan baik. Koordinasi dan perumusan metode penanganannya harus dilakukan dengan tepat, dan ketika proses
pekerjaan berjalan harus disertai dengan pengawasan yang ketat dari para ahli. 2. Perlu dilakukan kajian pengembangan tentang metode non destruktif untuk mengetahui tingkat kekuatan dan kerapuhan material kayu pada bagian yang menahan beban struktur cukup besar seperti : tiang kolom dan balok galang. 3. Metode untuk menentukan kondisi kekokohan bangunan terhadap faktor seismik akibat gempa sudah berkembang dengan beberapa metode
non
destruktif salah satunya adalah dengan pemodelan menggunakan software analisis struktur. Oleh karena itu perlu juga dikembangkan kajian tentang Kearifan lokal bangunan tradisional terhadap ketahanan akibat gempa. Dari hasil tersebut diharapkan informasi yang berkaitan dengan sistem struktur pada konstruksi bangunan tradisional bisa diketahui dengan baik melalui data yang akurat mengingat letak geografis kepulauan Indonesia yang berada dalam ring of fire.