MERTUA PEREMPUAN DAN KEHARMONISAN KELUARGA Sarwendah Septin Andriyani, Neni Widyayanti Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta Email:
[email protected] Abstrak Tujuan utama penelitian ini yaitu untuk mendapatkan gambaran antara persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan yang tinggal dalam satu rumah.Penelitian kuantitatif ini melibatkan 30 orang menantu perempuan yang bertempat tinggal di desa Sinduadi, kecamatan Mlati, kabupaten Sleman dan rentang usia 20-50 tahun. Penelitian menggunakan sistem data purposive random sampling. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan persepi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan keharmonisan keluarga yang cukup signifikan, dengan nilai koefisien korelasi Product Moment Pearson sebesar 0.733 dengan nilai siginifikan sebesar 0.000 < 0.05 sehingga antar variabel memiliki hubungan korelasi yang kuat bersifat positif. Semakin positif persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan mereka maka semakin tinggi tingkat keharmonisan keluarganya dan sebaliknya semakin negatif persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan mereka, maka semakin rendah pula tingkat keharmonisan keluarganya sehingga banyak menimbulkan permasalahan keluarga. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan keharmonisan keluarga dapat diterima. Kata kunci : persepsi, menantu, mertua, keharmonisan keluarga PENDAHULUAN Stanton (dalam The Journal, 2012), berpendapat bahwa orang yang menikah dan bertahan lama dalam pernikahan memiliki kesinambungan keluarga yang lima kali lebih hebat dibandingkan orang yang memilih untuk melajang. Dikarenakan pengalaman menyelesaikan masalah dalam keluarga sepanjang hidupnya.Bahkan, mempengaruhi keadaan perekonomian dalam
keluarga, sehingga memiliki kestabilan dalam keharmonisan keluarga. Membina keluarga yang harmonis merupakan dambaan setiap orang.Namun, untuk meraihnya diperlukan pemahaman, pengertian, bahkan pengorbanan dari setiap anggota keluarga. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka dapat dipastikan akan menimbulkan permasalahan dalam perjalanannya. Secara umum, fokus masalah dalam berkeluarga ditimbulkan oleh
komunikasi yang kurang dan terbatas antar anggota keluarga.Menurut data yang dihimpun oleh Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI bahwa di tahun 2010, dominasi bentuk pengaduan yang memperkuat kasus perceraian adalah sekitar 285.184 kasus. Angka ini tertinggi sejak 5 tahun terakhir. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan, serta puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi atau aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial seluruh anggota keluarga. (Gunarsa, Nancy 2013). Permasalahan dalam keluarga tidak hanya terjadi pada hal yang ditimbulkan dari dalam keluarga inti.Akan tetapi, masalah keluarga juga dipengaruhi oleh pihak ketiga yang berperan dalam kehidupan rumah tangga.Salah satu faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga, yaitu menghindari adanya pihak ketiga, dimana kehidupan perkawinan merupakan otonomi tersendiri.Kehadiran pihak ketiga yang ikut campur tangan atau mempengaruhi dan masuk wilayah otoritas keluarga bisa menimbulkan bencana bagi rumah tangga tersebut.Pihak ketiga sebenarnya terkadang berasal dari orang yang sangat dekat dengan pasangan hidup, yaitu orang tua dari masing-masing pasangan hidup, dalam hal ini biasa disebut mertua. (Fatchiah, 2009) Keluarga merupakan salah satu unit sosial yang hubungan antar anggotanya terdapat saling ketergantungan yang tinggi.Oleh
karena itu, konflik dalam keluarga merupakan suatu keniscayaan.Konflik di dalam keluarga dapat terjadi karena adanya perilaku oposisi atau ketidaksetujuan antara anggota keluarga.Prevalensi konflik dalam keluarga berturut-turut adalah konflik sibling, konflik orang tua-anak, dan konflik pasangan. Walaupun demikian, jenis konflik yang lain juga dapat muncul, seperti fenomena menantu dan mertua ini.(Silars dkk, dalam Lestari 2014). Setelah menikah pasangan pengantin baru bebas untuk menentukan dimana mereka akan tinggal, namun pasangan tersebut sering kali masih hidup dan tinggal bersama orang tua pengantin wanita atau pria. Menurut Purnomo (dalam Wahyuni 2008) ada beberapa alasan untuk tetap tinggal di rumah mertua. Pertama, mungkin mereka memang belum berani untuk mandiri dengan mengandalkan penghasilan, karena biaya hidup berumah tangga tidaklah sedikit. Kedua, secara psikologis, mungkin mereka belum siap, karena menikah merupakan suatu pengalaman baru bagi mereka. Berada dekat dengan orang tua dapat membantu untuk mendapatkan kekuatan, panutan, atau pun teladan. Ketiga, sang menantu memang diminta untuk tinggal bersama oleh mertuanya, karena sang mertua yang mungkin telah hidup sendiri, membutuhkan seseorang untuk menemaninya. Tinggal di rumah mertua dikenal dengan sebutan Pondok Mertua Indah, bagi sebagian pasangan yang mungkin menganggap hal itu sebagai kondisi yang menguntungkan. Namun di sisi lain, tidak sedikit pula pasangan yang
justru menganggap hal itu akan menimbulkan permasalahan dalam rumah tangga. Aryani dan Setiawan (2007) menyebutkan ada beberapa hubungan yang terjadi antara menantu dengan mertua, yaitu hubungan penuh konflik, hubungan acuh tak acuh, ataupun hubungan harmonis.Beberapa bentuk hubungan menantu dengan mertua yang sering terdengar dan menjadi bahan pembicaraan menarik di media konsultasi adalah hubungan penuh dengan konflik.Konflik itu sendiri banyak dialami oleh menantu perempuan dengan ibu mertua. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian dari Utah State University menyatakan bahwa 60% pasangan suami istri mengalami ketegangan hubungan dengan mertua, yang biasanya terjadi antara menantu perempuan dengan ibu mertua (Sweat, dalam Fitroh 2011). Terdapat penelitian yang menguatkan tentang persepsi menantu perempuan terhadap keharmonisan keluarga (Dinistanti, 2007) di mana terdapat persepsi istri yang positif pada usia yang lebih matang dibandingkan istri yang berusia lebih muda. Sehingga penelitian ini akan lebih mengarah pada subyek berusia produktif dan lebih spesifik pada subyek wanita yang berkerja, untuk menguji sejauh mana persepsi tersebut mempengaruhi keharmonisan keluarga. Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, bisa disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi menantu perempuan terhadapmertua perempuan, dengan keharmonisan keluarga.
Persepsi Menantu Perempuan Terhadap Mertua Perempuan Adapun Irwanto dkk (2004) persepsi merupakan suatu proses aktif yang lebih dari sekedar penginderaan, tetapi sudah merupakan penafsiran pengalaman yaitu dengan proses diterimanya rangsang tersebut disadari atau dimengerti. Menantu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu istri atau suami dari anak kita. Masuk dalam struktur keluarga batih (extended family) yaitu keluarga yang didalamnya menyertakan posisi lain selain posisi keluarga inti (nuclear family) menurut Lee (dalam Lestari, 2014). Sedangkan, mertua dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu orangtua dari istri atau suami kita.Masuk dalam struktur keluarga inti (nuclear family). Persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan adalah proses dimana menantu memiliki pengetahuan akan mertuanya dan membentuk keyakinan didalamnya, lalu mengevaluasi baik dan buruknya mertua tersebut dengan pengetahuan dan keyakinan yang telah melekat pada diri individu menantu, sehingga memunculkan kesiapan menantu untuk bertingkah laku terkait dengan mertuanya tersebut. Aspek-aspek Persepsi Dalam penelitian ini untuk mengungkap persepsi peneliti menggunakan aspek yang diungkapkan oleh Irwanto dkk (dalam Dinistanti 2007) yaitu: 1. Aspek kognisi Dimana merupakan proses yang menyangkut semua bentuk pengenalan, termasuk
didalamnya adalah mengamati, melihat, memperhatikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, berfikir, mempertimbangkan, menduga serta menilai 2. Aspek Afeksi Proses yang menyangkut perasaan, proses mental, perasan emosi, suasana hati dan temperamen.
Keharmonisan Keluarga Keluarga harmonis merupakan kualitas relasi di dalam keluarga yang memberikan sumbangan bagi kesehatan emosi dan kesejahteraan (well-being) keluarga (Defrain & Stinnet, dalam Lestari 2009) sedangkan menurut Gunarsa (dalam Afiah 2012) keluarga harmonis adalah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan menerima seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi, aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental dan sosial. Keharmonisan keluarga adalah suatu situasi atau kondisi keluarga dimana terjalinnya kasih sayang, saling pengertian, dukungan, mempunyai waktu bersama keluarga, adanya kerjasama dalam keluarga, komunikasi dan setiap anggota keluarga dapat mengaktualisasikan diri dengan baik serta minimnya konflik, ketegangan dan kekecewaan. Aspek-aspek Keharmonisan Keluarga Menurut DeFrain dan Stinnet (dalam Lestari, 2014) mengemukakan enam aspek
mengenai keharmonisan keluarga yang disebut juga karakteristik kekukuhan keluarga (strength model family), dan merupakan aspek yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya yaitu : 1. Memiliki komitmen 2. Terdapat kesediaan untuk mengungkapkan apresiasi 3. Terdapat waktu untuk berkumpul bersama 4. Mengembangkan spiritualitas 5. Menyelesaikan konflik serta menghadapi tekanan dan krisis dengan efektif. 6. Memiliki ritme Penjabaran definisi dan faktorfaktor yang telah dijabarkan oleh penulis didapatkan adanya hubungan antar variabel.Persepsi merupakan suatu tanggapan, dan penilaian individu secara psikologis yang melibatkan unsur-unsur pengindraan, pengorganisasian dan pengenterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti (Walgito, dalam Dinistanti 2007).Persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuannya meliputi aspek kognitif dan afektif. Setiap aspek saling berintegrasi dan mempengaruhi satu sama lain (Irwanto dkk dalam Dinistanti 2007). Aspek-aspek persepsi tersebut bersinggungan dengan aspek-aspek keharmonisan keluarga. Sehingga keharmonisan keluarga akan tercipta apabila terdapat persepsi yang baik dari tiap anggota keluarga, sebagai dasar dari berperilaku dalam berkeluarga. Perasaan saling pengertian dan menghargai antar anggota keluarga, dalam hal ini antara menantu perempuan dan
mertua perempuan.Agar hubungan menantu perempuan dengan ibu mertua dapat terjalin relasi yang baik, maka dalam hal ini menantu perempuan yang tinggal di rumah ibu mertua harus mampu menyesuaikan diri dengan baik.Haber dan Runyon (dalam Wahyuni, 2008) menyatakan bahwa ada beberapa karakteristik individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik salah satunya memiliki persepsi yang akurat.Maka peneliti meyakini adanya hubungan persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan terhadap tinggi rendahnya keharmonisan keluarga. Peneliti berkesimpulan bahwa ada hubungan antara persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan keharmonisan keluarga.
harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki populasinya.Sampel yang baik adalah sampel yang objektif dan representative atau dapat mewakili keadaan yang sebenarnya. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang.Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purpossive Sampling dengan memberikan angket kepada sampel, dengan karakteristik atau ciri-ciri tertentu. Karakteristik dari sampel penelitian ini antara lain: ibu rumah tangga dengan usia pernikahan 5-10 tahun ke atas, pernah tinggal bersama mertua atau saat ini masih tinggal bersama mertua, sekaligus menantu perempuan dengan rentang usia antara 20-50 tahun, di Perumahan Mranggen Lama dan Perkampungan Popongan, Sinduadi.
METODE PENELITIAN
Teknik Pengumpulan Data Prosedur Pembuatan Alat Ukur Skala persepsi dan keharmonisan keluarga ini menggunakan skala dengan bentuk skala likert, yaitu dengan memilih skor pada bentuk pernyataan skala persepsi dan keharmonisan keluarga dengan penilaian bergerak dari angka 1 (satu) sampai 4 (empat) untuk pernyataan favorable dan sebaliknya untuk pernyataan unfavorable. Respon yang diberikan oleh subjek adalah taraf interval dalam variasi Tidak Pernah-Kadang-kadangSering-Selalu
Subyek Penelitian Populasi Populasi adalah kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian, kelompok subjek ini harus mempunyai ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain (Azwar, 2005). Target populasi dalam penelitian ini adalah menantu perempuan yang tinggal di dusun Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Provinsi D.I. Yogyakarta. Sampel Azwar (2005) menyatakan sampel adalah sebagian dari populasi, karena sampel merupakan bagian dari populasi tentulah sampel
Hasil Penelitian Uji Validitas Alat Ukur Skala Persepsi Menantu Perempuan terhadap Mertua Perempuan Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 40 aitem skala persepsi
yang diuji cobakan terhadap 30 subjek uji coba, terdapat 10 aitem yang gugur sehingga didapatkan sebanyak 30 aitem valid. Suatu aitem dianggap valid jika r-hitung > rtabel dimana pada skala persepsi ini r-tabel = 0,361. Korelasi aitem yang gugur bergerak dari 0.006 - 0.348, sedangkan korelasi aitem valid bergerak dari 0.392 - 0.873 Skala Keharmonisan Keluarga Pada skala keharmonisan keluarga analisis menunjukkan bahwa dari 36 aitem skala yang diuji cobakan terhadap 30 subjek uji coba, terdapat 12 aitem yang gugur sehingga didapatkan sebanyak 24 aitem valid. Suatu aitem dianggap valid jika r-hitung > r-tabel, dimana pada skala ini r-tabel = 0,361. Korelasi aitem yang gugur bergerak dari 0.006 - 0.348 sedangkan korelasi aitem valid bergerak dari 0.365 – 0,753. Blueprint skala persepsi dan skala keharmonisan keluarga setelah try out dapat dilihat pada tabel di bawah ini.Setelah diperoleh aitemitem yang valid kemudian dilakukan pengaturan kembali nomor item yang valid sehingga diperoleh nomor item baru untuk digunakan sebagai instrumen penelitian. Tabel 1 Hasil Uji Validitas Aitem Uji Reliabilitas Alat Ukur Untuk menguji reliabilitas instrumen dilakukan dengan teknik alpha dari Cronbach dan diperoleh hasil bahwa skala persepsi memilikikoeafisien reliabilitas sebesar 0,921 dan skala keharmonisan keluarga memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,907.Pada umumnya, reliabilitas
telah dianggap memuaskan bila koefisiennya minimal r = 0,900. (Azwar, 2005) Analisa Data Uji Asumsi Setelah diperoleh data penelitian yang dibutuhkan, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan uji asumsi. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas.Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah variabel yang dianalisis berdistribusi normal. Uji Normalitas Hasil uji normalitas dengan One Sample Kolmogorov Smirnov sbb : VARIABEL
Persepsi Menantu Perempuan terhadap Mertua Perempuan
Total
Keharmonisan Keluarga
Total
JUMLAH AITEM VALID GUGUR 1, 2, 3, 6, 7, 8, 11, 12, 13, 15, 16, 18, 19, 20, 4, 5, 10, 21, 22, 24, 11, 14, 17, 25, 26, 27, 23, 31, 32, 28, 29, 30, 34 33, 35, 36, 37, 38, 39, 40 30 10 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 3, 4, 12, 14, 16, 18, 13, 15, 17, 19, 20, 22, 21, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 31, 34 28, 30, 32, 33, 35, 36 24 12
Tabel 2 Hasil Uji Normalitas VARIABE L Persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan Keharmonis an Keluarga
tstatisti k
Sig.
1,084
0,19 0
Normal
0,44 8
Normal
0,861
Keteranga n
perempuan keluarga”.
dengan
keharmonisan
Tabel 4 Hasil Korelasi Product Moment Pearson
Berdasarkan hasil uji normalitas dengan One Sample Kolmogorov Smirnov diatas terlihat bahwa nilai probabilitas lebih besar dari Level of Significant = 0,05, maka data memenuhi asumsi normalitas. Uji Linearitas Uji linearitas digunakan untuk melihat spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak. Hasil uji linearitas adalah sebagai berikut : Tabel 3 Hasil Uji Linearitas VARIABEL
Fhitung
Sig.
Keterangan
Persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan – Keharmonisan Keluarga
51, 115
0,000
Linear
Berdasarkan hasil uji linearitas diperoleh nilai p = 0,000
Variabel
Koefisi en Korelas i
Pro b.
Keterang an
Persepsi Menantu Perempuan terhadap Mertua Perempuan dengan Keharmonis an Keluarga
0,773
0,00 0
Signifikan
PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan keharmonisan keluarga. Secara empiris berdasarkan analisis statistik terbukti bahwa ada hubungan positif antara persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan keharmonisan keluarga yang ditunjukkan dengan nilai korelasi r = 0,773 dan p = 0.000 (p< 0,05 ). Hal ini berarti variabel persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan keharmonisan keluarga memberikan nilai sumbangan efektif 59,8%, sedangkan sisanya sebesar 41,2% dipengaruhi oleh variabel lain, misalnya penyesuaian diri dan lain-lain. Hubungan positifyang signifikan antara persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan keharmonisan keluarga memiliki arti bahwa artinya semakin positif persepsi menantu perempuan terhadap mertua
perempuan maka semakin tinggi keharmonisan keluarga. Begitu juga sebaliknya, semakin negatif persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan maka semakin rendah keharmonisan keluarganya. Berdasarkan hasil tersebut, hipotesis yang menyatakan ada hubungan positifantara persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan keharmonisan keluarga dapat diterima. Subjek dalam penelitian ini adalah dewasa dini hingga dewasa tengah dengan rentang usia 20-50 tahun. Pada usia dewasa, terdapat penyesuaian perkawinan agar perkawinan tersebut bahagia, salah satunya adalah penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dengan pihak keluarga pasangan yaitu adanya stereotipe yang tidak menyenangkan mengenai dewasa lanjut, mereka itu adalah bossy dan campur tangan, dapat menambah masalah bagi keluarga (Hurlock, 1998) Agar hubungan menantu perempuan dengan ibu mertua dapat terjalin relasi yang baik, maka dalam hal ini menantu perempuan yang tinggal di rumah ibu mertua harus mampu menyesuaikan diri dengan baik. Haber dan Runyon (dalam Wahyuni, 2008) menyatakan bahwa ada beberapa karakteristik individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik salah satunya memiliki persepsi yang akurat, dalam hal ini bagaimana menantu perempuan dapat mempersepsi mertua perempuannya dengan apa adanya. Banyak cara yang dilakukan oleh istri (dalam hal ini menantu perempuan) agar keluarganya selalu
tampak harmonis. Harapan menantu ini merupakan perwujudan dari proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan tentang keharmonisan keluarga. Setiap orang tentu memiliki persepsi yang berbeda sebagai proses dimana istri mengorganisasikan pandangannya, menafsirkan dan memahami keadaan suasana keluarga yang selaras, serasi, adanya kecocokan, kesesuaian dan kerukunan antar keluarga. Hal ini sesuai dengan teori persepsi yang dikemukakan oleh Irwanto dkk (dalam Dinistanti, 2007)yaitu mengungkap persepsi peneliti menggunakan aspek-aspek sebagai berikut : aspek kognisi dimana merupakan proses yang menyangkut semua bentuk pengenalan, termasuk didalamnya adalah mengamati, melihat, memperhatikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, berfikir, mempertimbangkan, menduga serta menilai dan aspek afeksi yaitu proses yang menyangkut perasaan, proses mental, perasan emosi, suasana hati dan temperamen. Aspek-aspek keharmonisan keluarga yang dikemukakan oleh Defrain dan Stinnet (dalam Lestari, 2014) dapat dikategorikan kedalam aspek-aspek persepsi (Irwanto dkk, 2004) yang melibatkan kognisi dan afeksi menantu perempuan terhadap mertua perempuannya, dengan implikasi aspek-aspek keharmonisan keluarganya.Seperti aspek kognisi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan aspek memiliki komitmen, meluangkan waktu bersama dan menyelesaikan konflik dengan efektif. Berlaku juga pada aspek afeksi seperti, memberikan
apresiasi, mengembangkan spiritualisme atau keagamaan, dan memiliki ritme, dalam hal ini meyangkut rutinitas dan disiplin yang juga diterapkan oleh mertua perempuan, sehingga mempengaruhi persepsi menantu perempuan yang bersinggungan dengan keharmonisan keluarganya. Kategori subjek terbanyak pada skala persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan berada pada kategori positif 13,3%, kategori netral sebanyak 73,3%, dan negatif sebanyak 13,3%. Dari subjek penelitian sebanyak 30 orang, 4 orang memiliki persepsi dalam kategori positif, 22 subjek memiliki persepsi dalam kategori netral, dan 4 orang memiliki persepsi dalam kategori negatif. Pada tabel Kategori Keharmonisan Keluarga di atas, proporsi subjek terbanyak berada pada kategori tinggi 16,7%, kategori sedang sebanyak 63,3%, dan rendah sebanyak 20%. Dari subjek penelitian sebanyak 30 orang, 5 orang memiliki tingkat keharmonisan dalam kategori tinggi, 19 subjek dalam kategori sedang, dan 6 orang dalam kategori rendah. Prosentase terbanyak terletak pada kategori persepsi netral dan kategori tingkat keharmonisan keluarga yang sedang.Peneliti mendapatkan bahwa, terjadi social desireability dimana subyek cenderung mengisi skala sesuai dengan harapan pernyataan dalam skala yang dibuat oleh peneliti dan keinginan agar hasil pernyataan sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya. Hal ini terjadi karena peneliti kurang mengadakan rapport yang baik, pada saat pengambilan data istri berada dekat
dengan orang lain sehingga memungkinkan subyek untuk mengisi skala dengan hal-hal yang baik-baik saja dan tidak jujur dengan keadaan. Secara umum penelitian ini menyimpulkan bahwa peran persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan keharmonisan keluarga sangat berpengaruh. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan persepi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan keharmonisan keluarga yang cukup signifikan, dengan nilai koefisien korelasi Product Moment Pearson sebesar 0.733 dengan nilai siginifikan sebesar 0.000 < 0.05 sehingga antar variabel memiliki hubungan korelasi yang kuat bersifat positif. Semakin positif persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan mereka maka semakin tinggi tingkat keharmonisan keluarganya dan sebaliknya semakin negatif persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan mereka, maka semakin rendah pula tingkat keharmonisan keluarganya sehingga banyak menimbulkan permasalahan keluarga. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan keharmonisan keluarga dapat diterima. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat
diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut: Bagi Para Menantu Perempuan Sebagaimana disimpulkan melalui hasil penelitian, bahwa ada hubungan persepsi menantu perempuan terhadap mertua perempuan dengan keharmonisan keluarga yang cukup signifikan, maka disarankan untuk para menantu perempuan agar dapat mempersepsikan mertua perempuannya lebih positif lagi sehingga dapat menciptakan keharmonisan keluarga mereka. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Untuk penelitian Persepsi Menantu Perempuan terhadap Mertua Perempuan dengan Keharmonisan Keluarga, dapat menggunakan variabel bebas lainnya seperti penyesuaian diri menantu perempuan dalam keluarga. b. Peneliti lain hendaknya memperhatikan kelemahankelemahan dalam penelitian ini, yaitu dengan mengambil subyek yang lebih spesifik, misalnya menantu perempuan dengan rentang usia dewasa madya saja, atau yang tinggal serumah dengan mertua perempuan serta yang memiliki usia perkawinan minimum 10 tahun dengan jumlah subyek yang lebih banyak. DAFTAR PUSTAKA Afiah, F. N., Esterlita, S., 2012, Hubungan Antara Keharmonisan Keluarga dengan Sikap terhadap Seks Pranikah pada Remaja, Fakultas Psikologi,
Universitas Wangsa Manggala, Yogyakarta. Azwar, S., 2005,Penyusunan Skala Psikologi, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta. _____,
2009,Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
_____,
2009,Reliabilitas dan Validitas, Liberti, Yogyakarta.
Aryani, D.R & Setiawan, J.L, 2007, Pola Relasi dan Konflik Interpersonal antara Menantu Perempuan dengan Ibu Mertua. Arke, Vol. 12,pp. Blog Komisi Nasional Perlindungan Anak, 2011, Catatan Akhir Tahun 2011 Komisi Nasional Perlindungan Anak, http://komnaspa.wordpress.co m/2011/12/21/catatan-akhirta hun-2011-komisi-nasionalperlindu ngan-anak/, diakses 10 Maret 2015. Dinistanti, C. A. D. W., 2007, Perbedaan Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga Ditinjau dari Usia pada Waktu Menikah, Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang Fitroh, Siti, 2011, “Hubungan Antara Kematangan Emosi dan Hardiness Dengan Penyesuaian Diri Menantu Perempuan Yang Tinggal Di Rumah Ibu Mertua”, PSIKOISLAMIKA, Jurnal Psikologi Islam (JPI), Vol. 8
No. 1 Tahun 2011 .http://psikologi.uinmalang.ac.id/wpcontent/uploads/2014/03/Hub ungan-Antara-KematanganEmosi-Dan-HardinessDengan-Penyesuaian-DiriMenantu-Perempuan-YangTinggal-Di-Rumah-IbuMertua.pdf, diakses 10 Maret 2015. Ghozali, Imam, 2001, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS (Edisi Kedua), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Glenn T. Stanton, The Ring Makes All the Difference, (Chicago: Moody Publishers, 2011), 101. Gunarsa & Gunarsa,2000, Psikologi Praktis : Anak Remaja dan Keluarga,BPK Gunung Mulia, Jakarta. Kertamuda, Fatchiah e,. 2009. Konseling pernikahan untuk keluarga Indonesia. Jakarta : Salemba Humanika Lestari, S., 2012,Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai Dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Nancy,
Maria, 2013,“Hubungan Nilai Dalam Perkawinan Dan Pemaafan Dengan Keharmonisan Keluarga”, Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil),
Vol. 5 Oktober 2013, Bandung, 8-9 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559. Stinnett, N., Walters & Kaye, 1994.Relationships in Marriage and The Family. New York: Macmillan Publishing & Co. Walgito, Bimo, 2003,Pengantar Psikologi Umum, Andi Offset, Yogyakarta. ______, 2003.Psikologi Sosial, Andi Offset, Yogyakarta.