Khutbah Iedul Adha,Kamis(20 Desember 2007) CipinangElok - Jakarta Timur
Meraih Berkah Dengan Tadhiyah ﻻ إﻟﻪ إﻻ اﷲ واﷲ أآﺒﺮ اﷲ أآﺒﺮ. و ﺳﺒﺤﺎن اﷲ ﺏﻜﺮة وأﺻﻴﻼ. اﷲ أآﺒﺮ آﺒﻴﺮا واﻟﺤﻤﺪ ﷲ آﺜﻴﺮا. ﻣﺮات9 اﷲ أآﺒﺮ أﺷﻬﺪ أﻻ إﻟﻪ اﻻ اﷲ ﺻﺪ وﻋﺪﻩ وﻧﺼﺮ. اﻟﺤﻤﺪ ﷲ وﺡﺪﻩ ﻻ ﺷﺮیﻚ ﻟﻪ ﺡﻤﺪا یﻮاﻓﻰ ﻧﻌﻤﻪ ویﻜﺎﻓﻰء ﻣﺰیﺪﻩ.وﷲ اﻟﺤﻤﺪ . وأﺷﻬﺪ أن ﻣﺤﻤﺪا ﻋﺒﺪﻩ ورﺳﻮﻟﻪ اﻟﺮﺡﻤﺔ اﻟﻤﻬﺪاة واﻟﻨﻌﻤﺔ اﻟﻤﺴﺪاﻩ.ﻋﺒﺪﻩ وأﻋﺰ ﺟﻨﺪﻩ وهﺰم اﻷﺡﺰاب وﺡﺪﻩ ﻓﺼﻠﻮات اﷲ وﺗﺴﻠﻴﻤﺎﺗﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺒﻌﻮث ﻟﻠﻌﺎﻟﻤﻴﻦ ﺏﺎﻟﺤﻨﻴﻔﻴﺔ وﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ و أﺗﺒﺎﻋﻪ اﻟﺬیﻦ ﻧﻬﺠﻮا ﻣﻨﻬﺠﻪ ﻓﻴﺎ أیﻬﺎ اﻟﺬیﻦ ﺁﻣﻨﻮا اﺗﻘﻮا اﷲ وﻟﺘﻨﻈﺮ ﻧﻔﺲ ﻣﺎ ﻗﺪﻣﺖ ﻟﻐﺪ واﺗﻘﻮااﷲ إن اﷲ, أﻣﺎ ﺏﻌﺪ.واﺗﺒﻌﻮا ﺳﻨﺒﻪ ودﻋﻮا ﺏﺪﻋﻮﺗﻪ .ﺧﺒﻴﺮ ﺏﻤﺎ ﺗﻌﻤﻠﻮن Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar…Walillahil Hamd. Hadirin kaum muslimin dan muslimat rahima kumullah Alhamdulillah pada pagi ini kita dapat bersama-sama kaum muslimin lainnya merayakan ‘Idhul Adha. Kembali kaum muslimin menikmati suasana malam dan hari-hari kumandang takbir, mengagungkan Allah pada posisi kita sebagai makhluk serta hambaNya yang dha’if dan senantiasa berhajat akan pertolonganNya. Lantunan kalimat pengagungan, kepasrahan serta ikrar kesetiaan kepada Rabbul alamin. Katakata yang menyertai puncak kesetiaan nabi Ibrahim dan Ismail terhadap perintah Allah untuk berkurban dengan nyawa demi ridhaNya, malaikat Jibril pun hadir menyertai dengan bertakbir ALLAHU AKBAR 3 x, disambung oleh nabi Ibrahim dengan kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAHU WALLAAHU AKBAR, dan disambut oleh Ismail dengan mantap ALLAAHU AKBAR WALILLAHILHAMD Sebuah potret pengorbanan sangat tinggi dan monumental itu disuratkan dalam al Quran: “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” (Al Shaffat: 106-107) Berkurban memang diperlambangkan dengan menyembelih seekor kambing atau domba yang memenuhi syarat. Tetapi esensinya adalah “al badzlu” yakni menyediakan atau menyerahkan apa saja sebagian kecil saja dari demikian banyak yang Allah karuniakan kepada kita. Al Quran surat Al Kautsar menegaskan hakekat ini: (3) ﻚ ُه َﻮ ا ْﻟ َﺄ ْﺏ َﺘ ُﺮ َ ن ﺷَﺎ ِﻧ َﺌ ( ِإ ﱠ2) ﺤ ْﺮ َ ﻚ وَا ْﻧ َ ﺼ ﱢﻞ ِﻟ َﺮ ﱢﺏ َ ( َﻓ1) ك ا ْﻟ َﻜ ْﻮ َﺙ َﺮ َ ﻄ ْﻴﻨَﺎ َﻋ ْ ِإﻧﱠﺎ َأ “Sesungguhnya Kami telah memberimu kebaikan yang banyak dan tidak terputus. Maka shalatlah kepada Rabbmu dan sembelihlah kurban. Sesungguhnya orang yang tidak menyukaimu adalah orang yang terputus kebaikannya”. Perintah Allah kepada Rasulullah saw adalah juga perintah kepada kita selaku ummatnya, meskipun dengan tingkat konotasi yang berbeda. Namun alasannya sama, yaitu bahwa Allah telah memberi kebaikan/anugerah yang banyak dan sambungmenyambung.
“Meraih Barakah Dengan Tadhiyah” Oleh: DR KH Surahman Hidayat, MA Ketua Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera
Khutbah Iedul Adha,Kamis(20 Desember 2007) CipinangElok - Jakarta Timur
Alkautsar yang berarti “al khairul katsir” (kebaikan yang banyak) mempunyai 16 ma’na yang meliputi segala kebaikan dan karunia, yaitu: al Quran, kenabian, al Islam, kemudahan membaca/mempelajari al Quran, ummat yang besar, sebutan yang tinggi, empati dan solidaritas, cahaya dalam kalbu, mu’jizat yang kekal, kalimah tauhid, shalat lima waktu, kefahaman tetang agama, syafa’at yang agung, sungai di syurga dan telaga kautsar. Ke 16 kautsar ini hanya dikaruniakan kepada Nabi akhir zaman beserta ummatnya. Ditambah lagi dengan nikmat dan karunia ilahi lainnya yang tak seorangpun mampu menghitungnya. “.... Dan jika kamu sekalian mau menghitung nikmat Allah, niscaya kamu sekalian tidak mampu menghitungnya (QS Ibrahim: 34). Betapa mahalnya nikmat kesehatan, betapa besarnya nikmat punya keluarga yang tenteram-harmonis; betapa besar nikmat mempunyai ladang penghasilan yang cukup bahkan lebih dari cukup, sementara jutaan saudara kita kehilangan lapangan pekerjaannya. Bahkan begitu banyak anak bangsa yang menderita kekurangan gizi. Tapi yang lebih dari itu semua adalah betapa agungnya nikmat iman dan Islam, dan betapa berharganya nikmat “taufiq” sehingga hati kita condong dan mau untuk berbuat baik untuk memajukan agama dan kehidupan kita, membagi kebaikan kepada sesama sebagi wujud pengorbanan. Dikaitkannya perintah shalat dengan perintah kurban pasti membawa pesan tertentu. Di antaranya bahwa kualitas shalat seseorang berpengaruh dan berbanding lurus dengan kualitas pengorbanannya. Shalat yang utama adalah shalat karena syukur. Dan orang yang bersyukur dengan berbagai nikmat Allah merasa senang untuk berkurban. Apalagi jika dilandasi keyakinan bahwa pengorbanan adalah cara untuk melestarikan nikmat Allah SWT dan mengundang keberkahan di dalamnya. Sedang orang yang tidak senang dengan ajaran pengorbanan justru merekalah yang terputus kebaikannya. “INNA SYANIAKA HUWAL ABTAR” Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar…Walillahil Hamd. Hadirin kaum muslimin dan muslimat rahima kumullah Ruhul badzli wal tadlhiyah (semangat berkorban) yang ditanamkan dengan kokoh dalam dada manusia muslim akan mengikis kecenderungan “ananiyah” keakuan yang egoistik, selfish dan egosentris. Keakuan yang kurang memberi tempat bagi “kekitaan” dan cenderung mengeleminasi posisi dan “arti” orang lain. Keakuan yang tidak bersedia untuk melakukan kompromi dalam “kekitaan” dan dengan “orang lain”, kecuali jika ada jaminan “aku yang lebih dahulu” baru kemudian orang lain, dan kecuali jika “kita’ itu artinya orang lain mengikuti apa maunya “aku”. Artinya orang lain harus untuk aku, bukan aku untuk orang lain. Keakuan yang diberi makna serta ditumbuhkembangkan dalam kesempitan makna seperti itu akan menanamkan keinginan untuk meredusir dan mengeksploitasi apa saja dan siapa saja untuk hawa nafsu dan keserakahan dirinya. Nafsu berkuasa, nafsu berpengaruh, nafsu menumpuk harta benda, serta nafsu-nafsu lain yang pragmatis dan hedonis. Dalam teks-teks suci ajaran islam, Al Quran dan Assunnah, memang ada kata-kata yang menunjukkan person (diri). Seperti “ana” (aku) dan “nafsi” (diriku).
“Meraih Barakah Dengan Tadhiyah” Oleh: DR KH Surahman Hidayat, MA Ketua Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera
Khutbah Iedul Adha,Kamis(20 Desember 2007) CipinangElok - Jakarta Timur
Tetapi kata-kata “aku” tersebut selalu ditempatkan dalam konteks dan perspektif untuk “kekitaan”. Contohnya ungkapan ikrar setiap muslim dalam shalat “Wa ana minal Muslimin” (dan aku adalah bagian dari orang-orang yag berserah diri), sebagi prajurit dari ikrar Rasulullah saw “Wa ana awwalul Muslimin” (dan aku adalah orang pertama dari kalangan orang-orang yang berserah diri). Makna inilah yang tersurat dengan kuat dalam ungkapan keprihatinan Rasulullah saw yang menjadikan ummat sebagai obsesi dalam fikirannya siang malam. “ummati-ummati” (ummatkuummatku) bukan “nafsi-nafsi” (diriku-diriku). Demikianlah hendaknya setiap muslim berfikir “ummati-ummati”. Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar…Walillahil Hamd. Tidak ada suatu prestasi dan kemajuan yang dicapai tanpa didahului dengan “al badzlu” berkontribusi dengan sesuatu sebagai bentuk pengorbanan. Keengganan berkorban akibat keakuan/egosime telah mengakibatkan kehancuran sejumlah bangsa di punggung sejarah. Keserakahan telah mengakibatkan eksploitasi orang yang kuat terhadap orang yang lemah, yang kaya terhadap yang miskin, kemudian eksploitasi suatu bangsa terhadap bangsa lain. Akibat egoisme maka harta benda tidak berfungsi mensejahterakan masayarakan tetapi dijadikan ajang perebutan dan konflik., kemudian dominasi dan eksploitasi sebagian orang terhadap sebagian yang lainnya. Demikian halnya dengan kedudukan di masyarakat. Bukan menjadi alat pelayanan tetapi diperebutkan untuk bisa mengumpulkan apa saja dan melakukan apa saja selama berkuasa atau menduduki jabatan. Rasulullah saw memperingatkan ummatnya terhadap bahaya “ananiyah” akuisme dan hanya mementingkan diri sendiri atau kelompok sendiri. Sabda beliau: ﺠﺮُوا َ ﻄﻌُﻮا َوَأ َﻣ َﺮ ُه ْﻢ ﺏِﺎ ْﻟ ُﻔﺠُﻮ ِر َﻓ َﻔ َ ﺢ َأ َﻣ َﺮ ُه ْﻢ ﺏِﺎ ْﻟ َﻘﻄِﻴ َﻌ ِﺔ َﻓ َﻘ ﺸﱢ ن َﻗ ْﺒ َﻠ ُﻜ ْﻢ ﺏِﺎﻟ ﱡ َ ﻦ آَﺎ ْ ﻚ َﻣ َ ﺢ َﻓ ِﺈ ﱠﻧﻤَﺎ َه َﻠ ﺸﱠ ِإیﱠﺎ ُآ ْﻢ وَاﻟ ﱡ “Hati-hati dan jauhi kebakhilan yang telah menghancurkan umat sebelum kamu. Kekikiran telah mendorong mereka untuk memutuskan silaturahim dan mendorong mereka untuk berbuat jahat” (Riwayat Abu Dawud dan Al Hakim) Dalam Al Quran tidak kurang dari tiga ayat yang mengaitkan keakuan dan kebakhilan dengan bencana, sedang kebahagiaan dicapai dengan cara menghindarinya Muallif Fi Zhilalil Quran memberikan komentar sebagai berikut: Kebakhilan ini berpangkal pada kebakhilan jiwa. Ia adalah penghalang dari segala kebaikan. Sebab kebaikan tiada lain adalah pemberian dalam segala bentuknya. Memberikan harta, memberikan empati, memberikan bentuk tenaga, bahkan menyerahkan jiwa bilamana diperlukan. Tidaklah mungkin seorang yang kikir berbuat kebaikan, sementara ia ingin selalu mengambil/menerima tanpa pernah tergerak hatinya untuk memberi. Siapa saja yang dilindungi dari kebakhilan jiwanya berarti telah menghindarkan faktor penghalang untuk berbuat hal-hal yang baik. Dan inilah kunci kebahagiaan sesungguhnya. Dengan demikian kebakhilan itu tidak hanya terbatas pada kebakhilan harta, tetapi kebakhilan keengganan untuk menyisihkan apa saja yang bisa diberikan, padahal sebenarnya tidak memberatkan apalagi merugikan. Ketika aliran kebaikan itu macet total maka tidak ada lagi nuansa kebaikan atau sharing kebaikan sesama warga masyarakat. Saat itulah malapetaka terjadi yang hanya bisa direcoveri dengan sehatnya kembali urat-urat nadi kebaikan dalam masyarakat. “Meraih Barakah Dengan Tadhiyah” Oleh: DR KH Surahman Hidayat, MA Ketua Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera
Khutbah Iedul Adha,Kamis(20 Desember 2007) CipinangElok - Jakarta Timur
Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar…Walillahil Hamd. Hadirin kaum muslimin dan muslimat rahima kumullah Penggalan dari hadits nabi di atas penting kita ulang kembali. Bahwasanya egoisme yang membawa kebkhilan itu “telah mendorong mereka untuk memutuskan silaturrahim dan berbuat jahat”. Masyarakat dan bangsa kita tengah menglami krisis yang lebih besar dari krisis ekonomi, yaitu krisis komunikasi sosial atau dalam bahasa agamanya krisis hablun minannas yang cukup parah. Itu akibat wabah egoisme dan kebakhilan yang telah memangsa banyak kalangan. Sosok egoistik serta angkuh terlihat pada tingkah laku koruptor yang tak peduli dengan kerugian orang banyak asalkan dirinya mengeruk uang banyak. Karena egoisme para sindikat narkoba dalam meraup uang, beitu banyak para pemuda harapan umat dan bangsa yang dihancurkan masa depannya. Begitu pula dengan para penimbun yang membebani serta membuat susah sejumlah besar para konsumen karena hanya memikirkan dirinya dan penghasilannya. Karena egoisme lalu fatatisme jahiliyah dengan mudah dua kelompok remaja, pelajar bahkan mahasiswa dan penduduk kampung saling menyerang, melukai, membakar bahkan membunuh, karena soal yang remeh temeh. Dan manakala keakuan serta keangkuhan menjelma dalam sosok rezim yang berkuasa di suatu negara maka petaka yang diakibatkannya tak terperikan. Abad dimana kita hidup dan menjadi saksi sejarah mempertontonkan potret destruksi perdaban suatu bangsa oleh rezim dari bangsa lain. Dunia tak mungkin menutup mata terhadap kebiadaban yang masih berlangsung bagaimana Amerika punya prestasi menghancurkan sisa-sisa peradaban Baghdad dengan dua kota ilmunya Kufah dan Bashrah. Egoisme AS telah memaksakan defenisinya sendiri mengenai apa itu terorisme, padahal merekalah yang “the real terroris and agresor”. Sebagaimana telah memaksakan kesimpulan penelitian atau inspeksi mengenai senjata pemusnah, yang belakangan diakuinya sendiri bahwa hal itu tidak pernah ada. Demikian juga tentang isyu nuklir Iran yang lagi-lagi dibantah oleh sumber mereka sendiri. Dan terakhir bagaimana sang adikuasa (juga adigung adiguna) ini hendak memaksakan keinginannya dalam KTT tentang perubahan iklim di Bali yang baru berakhir. Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar…Walillahil Hamd. Hadirin kaum muslimin dan muslimat rahima kumullah Kalau demikian, apa sebenarnya yang kita perlukan untuk perbaikan sebagai ummat dan bangsa. Perbaikan tak dapat serta merta diwujudkan dengan banyaknya orang, berjubelnya SDM di perbagai sektor kehidupan. Jika mereka hanya menjadi benalu penghisap, hanya memikirkan diri bahkan perutnya saja. Perbaikan hanya dapat diwujudkan melalui SDM pejuang yang cinta pengorbanan. Umat dan bangsa ini memerlukan para pejuang. Para pemimpin pejuang, birokrat pejuang, legislator pejuang, lawyer pejuang, insan pers pejuang dan aparatur pejuang, para politisi dan polisi atau tentara pejuang para entrepeuneur dan teknisi serta tukang yang pejuang. Akhirnya tentu warga masyarakat yang pejuang juga bukan pecundang. Sejak dahulu banyak orang yang mengaku telah dan sedang berjuang. Tetapi pejuang yang sejati adalah orang yang mau berkorban. Sebab seperti kata Syekh Hasan Al Banna rahimahullah: Tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan. Pejuang sejati kata “Meraih Barakah Dengan Tadhiyah” Oleh: DR KH Surahman Hidayat, MA Ketua Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera
Khutbah Iedul Adha,Kamis(20 Desember 2007) CipinangElok - Jakarta Timur
beliau, adalah yang menyediakan apa saja untuk pengorbanan. Baik harta, tenaga, fikiran, waktu, kedudukan maupun jiwa raga. Tadlhiyah ini adalah cara alokasi yang benar serta aman, dan cara investasi yang tinggi profitabilitasnya. Bagi seorang pejuang, kontribusi adalah investasi diri di dunia dan akhirat. Tadlhiyah atau pengorbanan adalah “maghnam” yakni perolehan bukan “maghram” loss/kerugian. Para pejuang belum merasa tenang ketika memperoleh sesuatu sebab masih harus berusaha menggunakannya di jalan Allah. Tapi pejuang merasa tenang setelah menyerahkan dan mengerahkan sesuatu sebagai pengorbanan di jalanNya. Hatiya senang serta lega karena telah memilih jalan investasi yang hasilnya pasti. Para malaikat mendo’akan setiap pengorbanan di jalan Allah akan diganti. Allahumma a’thi munfiqan khalafa-Allahumma a’thi mumsikan talafa” ya Allah berilah orang yang berkorban dengan menginfakan sesuatu pengganti yang lebih baik, dan berikan kepada orang yang tidak mau berinfak kerusakan hartanya. Pengorbanan itu laksana biji yang ditanam di atas lahan subur menghadirkan pohon keberkahan untuk dirinya dan makhluk lain. Keberkahannya sesuai kadar kesungguhan dan keikhlasan, mampu mengundang kebaikan yang berlipat-lipat dari satu hingga tujuh ratus atau lebih. Allah melipatgandakan kebaikan/keberkahan bagi siapa yang dikehendakiNya karena Dia maha luas rahmatNya. Pribadi pengorban/pejuang tak peduli apakah orang lain berkontribusi atau tidak, meski dari waktu ke waktu iapun mengajak sesamanya untuk turut bertadhiyah. Justeru di saat egoisme dan kebakhilan meluas, setiap tadhiyah betapapun kecilnya menjadi besar makna serta manfaat dan pahalanya. Kalaulah ada yang dilihat, adalah sosok pengorban yang lebih kuat dan istiqamah. Yang dilihat oleh Umar dan Utsman adalah Abu Bakar yang berkorban dengan seluruh hartanya, bukan Abu Hurairah seorang miskin yang kontribusinya bukan dengan harta, apalagi Tsa’labah yang bakhil sampai zakatnya ditolak karena memilih harta paling jelak. Fakta berbicara Sederet fakta dicatat dalam Al Quran dan lembaran sejarah bahwa kemenangan serta keberkahan hidup adalah buah dari pengorbanan. Pengorbanan ibunda Nabiyullah Musa a.s ketika harus melepaskan putra kesayangannya ke arus sungai nil, demi memilih janji Allah daripada memperturutkan keinginan perasaannya untuk mendekap erat-erat sang bayi yang ia sayangi. Dengan pengorbanannya yang tulus itu maka endingnya adalah: ﻦ َ ﺳﻠِﻴ َ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﺮ َ ﻋﻠُﻮ ُﻩ ِﻣ ِ ﻚ َوﺟَﺎ ِ ِإﻧﱠﺎ رَادﱡو ُﻩ ِإ َﻟ ْﻴ “Kami kembalikan Musa kepadamu dan kami mengangkatnya menjadi salah seorang Rasul”. Kekuatan iman serta keikhlasan Nabiyullah Ibrahim a.s saat mengorbankan putra kesayangannya Ismail a.s untuk disembelih dengan tangannya sendiri telah mengantarkan beliau untuk menerima surat pengangkatan dari Allah sebagai imam bagi para shalihin. س ِإﻣَﺎﻣًﺎ ِ ﻚ ﻟِﻠﻨﱠﺎ َ ﻋُﻠ ِ ِإﻧﱢﻲ ﺟَﺎ “Meraih Barakah Dengan Tadhiyah” Oleh: DR KH Surahman Hidayat, MA Ketua Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera
Khutbah Iedul Adha,Kamis(20 Desember 2007) CipinangElok - Jakarta Timur
“Aku menetapkanmu sebagai pemimpin bagi manusia.” Dan kemudian hari pengorbanannya itu dikekalkan dalam hari raya ‘Idul Adha dan penyembelihan binatang kurban selam empat hari, tgl 10 s/d 13 Dzulhijjah. Ibadah yang membawa keberkahan secara ekonomi terutama bagi fakir miskin. Kemenangan Luth bersama tentaranya yang tinggal sedikit akibat terjadi desersi yang dashyat, dicatat Al Quran sebagai buah pengorbanan ‘fiah qalilah’ unit kecil dari tentara Luth. Mereka berhasil melakukan tadlhiyan ma’nawiyah, suatu pengorbanan moril yang besar, mengalahkan nafsu minuman dalam keadaan sangat haus dan kehabisan air. Demi ketaatan terhadap pemimpin dan memelihara disiplin tentara mereka tidak tidak minum atau hanya minum setangkup tangan ketika menemukan sungai yang kebeningan dan kesejukan airnya sangat menggoda. Maka mereka mampu mengalahkan tentara Jalut yang jauh lebih banyak, tangguh serta perkasa dengan izin Allah. Dawud pun berhasil membunuh Jalut lalu dikaruniai Allah kekuasaan yang membawa kesejahteraan bagi kaumnya. Tadlhiyah generasi pertama ummat Islam dari kaum Muhajirin dan Anshar yang menjadi prolog perang badar telah mengantarkan tentara Islam yang jauh lebih kecil kekuatannya pada kemenangan yang gemilang (nashran ‘aziza). Tapi pengorbanan ummat ternodai dalam perang uhud, sehingga harus menerima pelajaran pahit tapi berharga berupa kekalahan sementara. Rakyat Indonesia dengan bersenjatakaan bambu runcing mampu mengusir penjajah, berkat semangat dan nilai pengorbanan mereka yang agung. Rentenan fakta-fakta ini sekali lagi hanyalah membuktikan kebenaran jaminan Allah SWT. ن َ ﻚ ُه ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ ْﻔ ِﻠﺤُﻮ َ ﺴ ِﻪ َﻓﺄُو َﻟ ِﺌ ِ ﺷﺢﱠ َﻧ ْﻔ ُ ق َ ﻦ یُﻮ ْ َو َﻣ “Barangsiapa dilindungi dari kebakhilan dirinya merekalah orang yang menang serta berbahagia”(Al Hasyr: 9, Attaghabun: 16) Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar…Walillahil Hamd. Bagi insan pejuang, adalah pantang untuk merugikan orang lain, perorangan, apalagi masyarakat luas. Jika dirinya belum mampu memberi (berkontribusi), minimal tidak merusak yang telah ada atau mengganggu. Pribadi pejuang memiliki sense of accuntability yang kuat. Di dunia ia berusaha agar tidak dihisab oleh sejarah. Hari kematiannya terus dipersiapkan agar tidak seorangpun kelak menggugatnya karena hak-haknya dirampas. Baik hak yang menyangkut jiwa, harta, kehormatan, dan nama baik. Bagi pejuang, kematian hanyalah peristiwa yang memisahkan seseorang dengan syurga atau neraka. Tapi yang paling berat adalah menyelesaikan akuntabilitas di hadapan Allah SWT, disaat para pihak yang dizhalimi menuntut keadilan terhadap para pelaku kezhaliman. Setiap kita harus menjaga tangan dan seluruh anggota tubuhnya supaya menjadi alat kebajikan bukan alat kejahatan. Tangan hanya boleh digerakkan/diulurkan untuk meminta maaf, untuk memberi kepada sesama dan untuk memohon kepada ilahi. ... اﻟﻠﻬﻢ أﺻﻠﺢ ﻟﻨﺎ دیﻨﻨﺎ اﻟﺬى هﻮ ﻋﺼﻤﺔ أﻣﺮﻧﺎ ... اﻟﻠﻬﻢ اﻗﺴﻢ ﻟﻨﺎ ﻣﻦ ﺧﺸﻴﺘﻚ ﻣﺎ ﺗﺤﻮل ﺏﻴﻨﻨﺎ و ﺏﻴﻦ ﻣﻌﺎﺻﻴﻚ “Meraih Barakah Dengan Tadhiyah” Oleh: DR KH Surahman Hidayat, MA Ketua Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera
)Khutbah Iedul Adha,Kamis(20 Desember 2007 CipinangElok - Jakarta Timur
اﻟﻠﻬﻢ ارﺡﻤﻨﺎ ﻓﺈﻧﻚ ﺏﻨﺎ راﺡﻢ وﻻ ﺗﻌﺬﺏﻨﺎ وأﻧﺖ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻗﺎدر واﻟﻄﻒ ﺏﻨﺎ یﺎ ﻣﻮﻻﻧﺎ ﻓﻴﻤﺎ ﺟﺮت ﺏﻨﺎ اﻟﻤﻘﺎدیﺮ اﻟﻠﻬﻢ إﻧﺎ ﻧﻌﻮذ ﺏﻚ ﻣﻦ ﺟﻬﺪ اﻟﺒﻼءودرك اﻟﺸﻘﺎء وﺳﻮء اﻟﻘﻀﺎء وﺷﻤﺎﺗﺔ اﻷﻋﺪاء اﻟﻠﻬﻢ ﻻ ﺗﻘﺘﻠﻨﺎ ﺏﻐﻀﺒﻚ وﻻ ﺗﻬﻠﻜﻨﺎ ﺏﻌﺬاﺏﻚ وﻋﺎﻓﻨﺎ ﻗﺒﻞ ذﻟﻚ اﻟﻠﻬﻢ ﻧﻔﺲ ﻋﻦ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ آﺮوﺏﻬﻢ وﻓﺮج ﻋﻨﻬﻢ هﻤﻮﻣﻬﻢ وﺡﺴﻦ أﺡﻮاﻟﻬﻢ وهﻲء ﻟﻬﻢ ﻣﻦ أﻣﻮرهﻢ رﺷﺪا رﺏﻨﺎ ﻻ ﺗﺆاﺧﺬﻧﺎ إن ﻧﺴﻴﻨﺎ أو أﺧﻄﺄﻧﺎ ... رﺏﻨﺎ ﺁﺗﻨﺎ ﻓﻲ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﺡﺴﻨﺔ وﻓﻲ اﻵﺧﺮة ﺡﺴﻨﺔ وﻗﻨﺎ ﻋﺬاب اﻟﻨﺎر
”“Meraih Barakah Dengan Tadhiyah Oleh: DR KH Surahman Hidayat, MA Ketua Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera