MENUJU TERCIPTANYA SISTEM TRANSPORTASI KOTA HEMAT ENERGI DAN RAMAH LINGKUNGAN Ofyar Z TAMIN1 Dimas B.E. DHARMOWIJOYO2 1
Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung 40132 Email:
[email protected] 2
Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10, Bandung40132 Email:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Dampak transportasi ternyata sudah mempengaruhi berbagai aspek. Apabila selama ini dampak transportasi selalu dikuantifikasi dari aspek atau dampak ekonomi dan energi, ternyata sudah merambah ke aspek lingkungan. Transportasi adalah konsumen energi ke 3 terbesar di Indonesia dan BBM terbesar. Pertumbuhannya sulit untuk ditahan karena pertumbuhan transportasi yang mencapai dua digit di wilayah perkotaan di Indonesia. Ternyata isu energi ini juga berhubungan erat dengan isu lingkungan. Isu lingkungan ini sebenarnya sudah lama, dan sangat berhubungan dengan isu kesehatan. Inefisiensi pembakaran BBM dari kendaraan berdampak adanya emisi yang mengganggu kesehatan manusia. Terdapat empat emisi hasil inefisiensi pembakaran tersebut yaitu: CO, NOx, Sox, dan Partikel PM. Tetapi ternyata isu lingkungan tidak berhenti disitu saja. Pada tahun 1995, IPCC (2006) telah mendengungkan isu perubahan iklim dengan memperhatikan peningkatan emisi CO2 sebesar 70,73% selama 34 tahun terakhir ini. Ternyata emisi CO2 telah mengakibatkan Efek Rumah Kaca (ERK) dimana dampaknya adalah perubahan iklim baik dalam skala lokal maupun global. Transportasi ternyata termasuk dalam sektor yang berkontribusi terhadap peningkatan emisi CO2 ini. Berdasarkan Sustainable Society Kyoto (2009) terlihat bahwa transportasi menyumbang dampak emisi CO2 kedua terbesar setelah industri di wilayah perkotaan. Pertumbuhan transportasi juga cukup tinggi. Dari data di ruas-ruas jalan arteri di DKI Jakarta pada tahun 2009 disampaikan bahwa pertumbuhan lalu lintas dapat mencapai rata-rata 11,28%/tahun. Diperlukan suatu strategi yang komprehensif dalam menanggulangi isu perubahan iklim ini terutama di sektor transportasi. Beberapa best practices sudah membuktikan dampak pengurangan emisi ini. Untuk di Indonesia terutama di kota-kota besar sangat perlu untuk segera mengimplementasikan strategi Environmental Sustainable Transportation tersebut agar dampak pengurangan CO2 dapat segera diatasi. Dampak pengurangan CO2 dapat berdampak ganda baik lokal maupun global. Di tingkat lokal, pengurangan CO2 dapat mengurangi pengaruh polusi udara. Sedangkan di tingkat global, pengurangan CO2 di wilayah perkotaan akan mempengaruhi agregat nasional penurunan CO2 yang telah menjadi kesepakatan dan dibebankan kepada setiap negara pada Copenhagen Conference (2009). Kata kunci: Transportasi, Environmental Sustainable Transportation, Emisi, Polusi, CO2
1
1.
PENDAHULUAN
1.1 Hubungan Transportasi dengan Energi Berdasarkan data Konsumsi Energi, 2009 dari Direktorat Jenderal Energi Terbarukan, transportasi mengkonsumsi 34% atau konsumen terbesar kedia dari energi sedangkan pengguna tertinggi adalah industri sebesar 49,4%. Data ini agak berbeda apabila energi yang diperhitungkan hanyalah BBM. Apabila hanya BBM maka transportasi menjadi pengguna terbesar. Dalam asumsi perhitungan emisi GHG yang mencemari udara maka seluruh jenis bahan bakar atau energi menghasilkan emisi-emisi GHG meskipun dengan tingkat yang berbeda-beda. Pertumbuhan energi juga berkisar rata-rata sebesar 6.06%. Saat ini kebutuhan Bahan Bakar Minyak atau BBM masih mendominasi konsumsi dan produksi energi di Indonesia. BBM masih menyumbang 43,9% total produksi dan konsumsi energi pada 2010. Batubara diproduksi dan dikonsumsi hingga 30,7% untuk pasokan industri maupun pembangkit listrik. Gas masih menempati posisi ketiga atau diproduksi hanya 21% dari kebutuhan energi nasional. Kebutuhan BBM untuk Transportasi dan Rumah Tangga mencapai 70% pada tahun 2007 dimana untuk konsumsi transportasi saja membutuhkan 56% dari keseluruhan konsumsi energi. Elastisitas kebutuhan BBM untuk kedua sektor ini sangat tinggi dan selalu melampaui target. Oleh karena itu perlu adanya penekanan penggunaan BBM untuk transportasi dan rumah tangga. Beberapa program penekanan elastisitas kebutuhan BBM ini dilakukan dengan cara (Blue Print Hemat Energi):
Energy Mix Menekan penggunaan kendaraan yang baik dan benar Pengalihan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum Pengalihan BBM ke Biofuel dan BBG (Angmum diharapkan menggunakan BBG, Premiun Bioetanol, Solar ke Biosolar dan BBG)
Gambar 1 Konsumsi Energi per Sektor
2
Gambar 2 Konsumsi Energi per Jenis Energi Komersial 3%
Lainnya 9%
Rumah Tangga 14%
Industri 18%
Transportasi 56%
Gambar 3 Konsumsi BBM dari Masing-masing Sektor
1.2 Hubungan Transportasi dan Lingkungan Kemacetan transportasi ternyata mengakibatkan berbagai macam permasalahan. Selain pemborosan Nilai Waktu dan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) juga terdapat pencemaran udara. Soedomo (1992) menyatakan bahwa sekitar 87% pencemaran udara disebabkan oleh sektor transportasi dimana kontribusi utamanya adalah emisi-emisi pencemar udara yaitu CO, NOx, SOx, Hidrokarbon, dan PM. Holmen dan Niemer (2003) menyatakan bahwa emisi pencemar udara ini terjadi akibat inefisiensi dari pembakaran energi oleh mesin. Permasalahan pencemaran udara ini juga menyebabkan penurunan tingkat kesehatan. Pada tahun 2003 tercatat kematian bayi prematur meningkat hingga di atas 4000 jiwa di wilayah perkotaan. Penyakit asma meningkat hingga 1,5 juta penderita per tahun. Indonesia menjadi negara penderita penyakit Inspeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) tertinggi di dunia. Pada tahun 2004 dinyatakan bahwa sekitar 42% dari populasi di wilayah perkotaan menderita penyakit ISPA. Sekitar 90% dari balita yang tinggal di pinggir jalan mempunyai kadar Pb>1
3
ug/m3. Pada siswa-siswa SD di Kota Bandung ditemukan bahwa sekitar 66% siswa mempunyai kadar Pb>1 ug/m3. Lead Info Centre dan UI (2005) menyatakan bahwa penurunan kadar Pb ini mengakibatkan penurunan IQ. Biaya untuk mengatasi penurunan IQ ini juga meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1996 diperhitungkan biaya untuk mengatasi penurunan IQ ini mencapai Rp 176 milyar sedangkan pada tahun 2005 diperhitungkan mencapai Rp 254,4 milyar. Litman dan Burwell (2006) menyatakan bahwa dalam konteks perencanaan pembangunan maka pengembangan jaringan transportasi harus dipandang dalam kerangka holistik. Konsekuensi dari pilihan sistem berdasarkan perspektif tersebut harus dipertimbangkan secara komprehensif dengan menyertakan semua aspek terkait, sehingga rencana yang disusun mampu mengikuti dan mendorong dinamika ekonomi masyarakat yang pada gilirannya memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan yang berkelanjutan di wilayah yang bersangkutan. Untuk menghadapi beberapa tantangan global yang terus bertambah dimana faktor produksi akan selalu berhadapan dengan kepentingan sosial dan lingkungan. Oleh karena itu untuk mempertahankan keberlanjutan sistem produksi itu agar lebih tahan lama dengam memperhatikan lingkungan strategis yang lain seperti masalah keuangan dan sebagainya maka digunakan sebuah konsep yang dinamakan Sustainable Transportation. Transportasi yang berkelanjutan (sustainable transportation) merupakan salah satu aspek dari keberlanjutan menyeluruh (global sustainability) yang memiliki tiga komponen yang saling berhubungan, yakni: lingkungan, masyarakat, dan ekonomi. Dalam interaksi tersebut, transportasi memegang peran penting di mana perencanaan dan penyediaan sistem transportasi harus memperhatikan segi ekonomi, lingkungan, dan masyarakat. 1.3 Hubungan Transportasi dan Perubahan Iklim Holmen dan Niemer (2003) sebelumnya menyatakan bahwa emisi pencemar udara yang selama ini diperhitungkan berkontribusi dalam pencemaran udara dihasilkan dari inefisiensi pembakaran energi atau mesin kendaraan. Oleh karena itu, selama ini untuk mengurangi emisi ini produsen kendaraan berlomba-lomba meningkatkan efisiensi pembakaran mesin kendaraan. Selain itu terdapat beberapa alat yang berusaha mengalihkan emisi pencemar udara ini ke emisi yang ada di atmosfer. Alat tersebut bernama katalitik konverter yang berfungsi mengalihkan emisi pencemar udara ini menjadi CO2. Apabila 100% efisiensi tercapai maka hasil buangan kendaraan bermotor ini adalah CO2. Perubahan iklim ini diakibatkan oleh peningkatan emisi CO2 di atmosfer. IPCC (2006) menyatakan bahwa terjadi peningkatan emisi GRK sebesar 70% dari tahun 1970-2004. CO2 merupakan gas terpenting dari elemen GRK tersebut. Terjadi peningkatan emisi gas atau emisi CO2 sebesar 80% dari 1970-2004 sebesar 21 hingga 38 Gigaton (Gt). Kandungan emisi CO2 tersebut adalah sekitar 77% dari total GRK. Peningkatan GRK antara 1995-2004 juga ternyata meningkat dibandingkan rentang 1970-1994. Pada rentang 1995-2004 pertumbuhan GRK mencapai 0.92 Gt per tahun sedangkan 1970-1994 hanya 0.43 Gt per tahun. IPCC (2006) juga menyatakan bahwa peningkatan GRK ini disebabkan oleh tiga sektor utama yaitu energi, transportasi, dan industri. Terdapat 3 sektor lain yang mempengaruhi tetapi dengan tingkat pertumbuhan rendah yaitu: bangunan permukiman dan komersial, kehutanan termasuk pembakaran hutan, serta pertanian. IPCC (2006) menyatakan bahwa sektor energi berpengaruh 25,9%, industri (19,4%), transportasi (13,1%), kehutanan (17,4%), 4
pertanian (13,5%), bangunan permukiman dan komersial (7,9%), serta sampah-air buangan sebesar 2.8%. Dari fakta-fakta yang disebutkan di atas, disampaikan bahwa terdapat peran transportasi terhadap perubahan iklim. Khare dan Sharma (2003) menyatakan bahwa 77%-98% dari gas buangan kendaraan bermotor menghasilkan CO2. Apabila efisiensi pembakaran terjadi maka 100% gas buangan tersebut akan menghasilkan CO2. Potter (2003) menyatakan bahwa proporsi sektor transportasi dari penggunaan atau pembakaran energi pada 40 tahun yang lalu baru mencapai 15-20%. Saat ini proporsi peran transportasi mencapai 35% dari total pembakaran energi. Data dari UK of Trade and Industry (1999) menyatakan bahwa 76% pengguna energi dari sektor transportasi berasal dari kendaraan pribadi moda jalan, 18% dari moda udara, 4% dari bus dan kereta api, sedangkan 2% dari moda air. Sebagian besar dari 76% konsumsi energi oleh pengguna kendaraan pribadi ini terjadi di wilayah perkotaan.
2.
KONDISI ALAMIAH
2.1 KONDISI ALAMIAH” HUBUNGAN TRANSPORTASI, KONSUMSI ENERGI EMISI PENCEMAR UDARA DAN CO2
Emisi pencemar udara/lokal dan CO2 berasal dari gas buang kendaraan. Gas buang kendaraan dihasilkan dari pembakaran mesin atau energi atau bahan bakar baik itu minyak, gas dan sebagainya. Pengurangan gas buang kendaraan akan berdampak pada pengurangan emisi pencemar udara/lokal, CO2 dan sekaligus energi.
Gambar 4 Kondisi Alamiah Hubungan Transportasi, Emisi Pencemar Udara/Lokal, CO2, Konsumsi Energi
5
2.2
“KONDISI
ALAMIAH”
PERTUMBUHAN
EKONOMI
DENGAN
KONSEKUENSI PERTUMBUHAN ENERGI Tasrif dan Siagian, 2010 menyatakan bahwa pengurangan emisi Carbon, baik itu diakibatkan oleh CO2 maupun emisi pencemar udara sangat bergantung dari beberapa faktor. Faktor pertama adalah Populasi atau Jumlah Penduduk, selanjutnya Pertumbuhan Ekonomi/Kapita atau GDP/Populasi, Konsumsi Energi per GDP dan Produksi Carbon per Konsumsi Energi. Pernyataan ini diilustrasikan pada persamaan 1.
(1)
Dari persamaan tersebut dinyatakan bahwa ada beberapa hal yang bertolak belakang dalam proses pengurangan emisi Carbon ini. Di satu sisi emisi Carbon dapat diturunkan melalui penggunaan energy yang efisiensi dan teknologi yang ramah lingkungan. Tetapi penggunaan energi akan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi per populasi (GDP/Populasi). Tren di negara-negara berkembang, pertumbuhan ekonomi diarahkan untuk tumbuh sangat tinggi dalam upaya mengejar ketertinggalan dan mensejahterakan masyarakatnya. Di negaranegara berkembang, termasuk Indonesia, juga terdapat tren pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal inilah yang mengakibatkan, di negara-negara berkembang, tren pengurangan emisi Carbon sulit atau hampir tidak mungkin dilakukan. 2.3
“KONDISI ALAMIAH” STRATEGI PENGURANGAN KONSUMSI ENERGI, EMISI PENCEMAR UDARA DAN CO2
IEA ETP, 2008 menyatakan negara berkembang masih sangat membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akibat korelasi yang kuat antara pertumbuhan ekonomi dan penggunaan energi maka sangat mustahil untuk menurunkan konsumsi energi dan menurunkan dampak emisinya. Sehingga pengurangan emisi Carbon baik itu pencemar udara maupun CO2 sulit atau mustahil untuk diturunkan melalui produksi energi atau industri. IEA ETP, 2008 juga menyatakan bahwa pengurangan emisi Carbon di Negara berkembang dapat dilakukan satu-satunya dari sektor transportasi. Transportasi dirasakan mempunyai teknologi yang dapat mengurangi emisi melalui pengurangan kendaraan pribadi (Chong, 2008: penyumbang 75% emisi dari transportasi adalah transportasi jalan). Tentunya disertai dengan penggunaan bahan bakar alternatif dan teknologi ramah lingkungan untuk produksi energi, industri dan bangunan.
6
Sumber: IEA ETP, 2008
Gambar 5 Strategi Pengurangan Emisi
3.
TRANSPORTASI BERKELANJUTAN BERWAWASAN (ENVIRONMENTAL SUSTAINABLE TRANSPORTATION)
LINGKUNGAN
3.1 Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan) Litman dan Burwell (2006) menyatakan bahwa transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport) merupakan salah satu aspek dari keberlanjutan menyeluruh (global sustainability) yang memiliki tiga komponen yang saling berhubungan, yakni: lingkungan, masyarakat, dan ekonomi. Dalam interaksi tersebut, transportasi memegang peran penting di mana perencanaan dan penyediaan sistem transportasi harus memperhatikan segi ekonomi, lingkungan, dan masyarakat. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1. Sustainable Transportation adalah satu usaha untuk meningkatkan keberlanjutan dari suatu sistem produksi. Sustainable Transportation merupakan bagian dari sustainable development yang mengintegrasikan berbagai aktivitas manusia. Aktivitas ekonomi manusia mempunyai dampak baik langsung maupun tidak langsung serta baik dan buruk terhadap lingkungan dan sosial. Sustainable development berusaha untuk mengkoordinasikan perencanaan antar sektor, yurisdiksi dan kelompok sosial sehingga tercapai suatu pembangunan atau pengembangan yang diterima oleh seluruh sektor, yurisdiksi, dan kelompok masyarakat. Berdasarkan definisi tidak ada suatu pemahaman yang universal tentang terminologi ini. Setiap peneliti mempunyai pemahaman tersendiri meskipun merujuk pada suatu maksud yaitu penggunaan sumber daya yang bijak agar ramah terhadap ekonomi, lingkungan dan kondisi sosial. Beberapa definisi yang diacu dalam sustainable development adalah:
7
“Sustainable development “meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs.” (Brundtland Commission,1987)
“Sustainable development is the achievement of continued economic development without detriment to the environmental and natural resources.” (Themes Sustainable Development, 2004)
“The goal of sustainable transportation is to ensure that environment, social and economic considerations are factored into decisions affecting transportation activity.” (MOST, 1999)
“… sustainability is not about threat analysis; sustainability is about systems analysis. Specifically, it is about how environmental, economic, and social systems interact to their Sustainability is “the capacity for continuance mutual advantage or disadvantage at various into the long term future”. Anything that can go space-based scales of operation.” on being done on an indefinite basis is (Transportation Research Board, 1997) sustainable. Anything that cannot go on being done indefinitely is unsustainable (Center for Sustainability, 2004)
Sumber: Litman and Burwell, 2006
Gambar 6 Interaksi antar Elemen dalam Sistem yang Berkelanjutan Terdapat beberapa isu yang melatarbelakangi sustainable development ini. Pada Gambar 6 disampaikan interaksi antar elemen. Beberapa elemen akan saling berkaitan, seperti polusi merupakan isu lingkungan tetapi juga mempengaruhi kesehatan manusia. Oleh karena itu, polusi juga merupakan isu di sektor sosial. Untuk mengukur keberlanjutan sistem sustainable transportation maka diperlukan indikator kinerja baru yang tidak hanya memperhatikan sektor transportasi saja tetapi juga sektor
8
lingkungan, dan sosial. Indikator kinerja transportasi konvensional seperti: tingkat pelayanan, kecepatan operasi, kenyamanan parkir dan tarifnya, jumlah kecelakaan rata-rata dalam satuan panjang jalan dan sebagainya sudah tidak bisa lagi dipakai sebagai indikator transportasi yang berkelanjutan. Beberapa indikator baru harus dikembangkan untuk menjawab bahwa aktivitas manusia seperti transportasi ini harus mempunyai dampak yang baik terhadap ekonomi, lingkungan, dan sosial. Dampak buruk dari perkembangan transportasi harus ditekan sedemikian rupa sehingga pembangunan atau pengembangan yang berkelanjutan dapat tercapai.
3.2 Environmental Sustainable Transportation (EST) EST diperkenalkan pada awalnya pada Regional EST Forum di Nagoya pada bulan Agustus 2005. Pada forum ini dihasilkan Aichi Statement. Forum kedua diadakan di Yogyakarta pada Desember 2006 dan ketiga di Singapura pada Maret 2008. Forum ini bertujuan untuk menyamakan langkah ke depan dalam mempromosikan EST di kota-kota besar di Asia. Hal ini ditandai dengan kebutuhan untuk mengembangkan dan mengadopsi kebijakan terkait dengan strategi dan program yang merupakan elemen kunci dari EST. EST ini dikedepankan sebagai usaha untuk memperbaiki kualitas udara di kota-kota besar di dunia. Tujuannya untuk menurunkan tingkat pencemaran di perkotaan sebagai penyumbang utama pencemaran udara dan Gas Rumah Kaca (GRK). Salah satu aplikasi dari EST ini adalah lahirnya Deklarasi Kyoto pada tanggal 23-24 April di Kyoto, Jepang dan ditandatangani oleh para Walikota dari 22 kota di Asia dimana Indonesia diwakili oleh Walikota Yogyakarta, Surabaya, dan Semarang. Hal penting dari deklarasi ini adalah: a. Resolusi bersama mempromosikan transportasi berwawasan lingkungan (Environmental Sustainable Transport/EST) dan menyamakan visi di antara kota-kota di Asia. b. Komitmen untuk melaksanakan elemen kunci EST tersebut baik secara kebijakan, strategi, dan program secara terpadu. c. Dedikasi untuk secara spesifik mengurangi dampak bertambahnya populasi kendaraan di kota-kota Asia. Sebelumnya, isu lingkungan hanya difokuskan pada emisi pencemar udara karena mengakibatkan penurunan kualitas udara dan mengganggu kesehatan manusia. Holmen dan Niemer (2003) menyatakan bahwa emisi pencemar udara ini timbul karena inefisiensi dari pembakaran energi. Apabila terjadi efisiensi 100% pembakaran energi maka hasil pembuangan energi tersebut akan beralih ke CO2 dan ini berdampak negatif.
4.
USULAN STRATEGI ENVIRONMENTAL SUSTAINABLE TRANSPORT
Pada Tabel 3 disampaikan rangkuman dari berbagai best practice yang dirangkum dari berbagai studi. Terlihat bahwa sebagian besar studi menggunakan metode kualitatif dan pendapat para ahli. Hanya terdapat 3 studi yang mengkuantifikasi pengurangan CO 2 dari berbagai strategi.
9
Dari beberapa penelitian tersebut, yang menyertakan simulasi atau metode kuantifikasi adalah Asian Institute of Technology (2004) untuk kasus di Bangkok, Thailand, Beijing dan Taiuyuan di RRC, Prayudantyo (2009) untuk kasus di DKI Jakarta, Indonesia. Penelitian Asian Institute of Technology (2004) telah mengkuantifikasi dampak dari CO2 di dalam pencemaran udara. Terlihat bahwa pencemaran udara di wilayah perkotaan memang didominasi oleh emisi ini. Emisi CO2, pada IPCC (2006) merupakan faktor utama penyebab Efek Rumah Kaca. Berdasarkan studi-studi yang dikaji pada Tabel 3 disimpulkan bahwa terdapat strategi optimum dalam mengurangi dampak CO2 di sektor transportasi . Strategi-strategi tersebut yang diusulkan pada studi-studi sebelumnya (Tabel 3) merupakan bagian dari 12 elemen strategi Environmental Sustainable Transport (EST). Kedua belas elemen EST tersebut sebenarnya dapat dibagi-bagi menjadi 5 elemen mitigasi atau pengurangan dampak perubahan iklim (Climate Change) dan pencemaran udara. Kelima elemen tersebut adalah: 1. Pengaturan tata ruang untuk mengakomodasi pengurangan pergerakan, pengurangan pergerakan kendaraan bermotor dan mengakomodasi Non Motorised Transport (NMT) 2. Pengembangan Transportasi Massal dan strategi pendukungnya 3. Bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil 4. Pengembangan Teknologi kendaraan yang lebih ramah lingkungan 5. Pemeriksaan dan Perawatan Kendaraan sebagai tahap pengendalian emisi kendaraan bermotor Kelima elemen tersebut merupakan elemen yang bertujuan untuk mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK) dan emisi pencemar udara. Pengurangan keduanya akan mengurangi dampak perubahan iklim terutama di wilayah perkotaan dan mempengaruhi agregat penurunan CO2 nasional serta bperbaikan kualitas udara perkotaan. Seperti telah disampaikan bahwa buruknya kualitas udara akan mempengaruhi kesehatan sedangkan GRK akan mempengaruhi perubahan iklim baik lokal di perkotaan maupun global. Kelima elemen penting yang dirangkum dari 12 elemen EST adalah mitigasi utama dari pengurangan dampak GHG dan emisi pencemar udara. Tiap elemen tersebut secara bersamasama dapat dibagi-bagi menjadi rencana jangka pendek (taktis), menengah (taktis) dan panjang (strategis). Tetapi dalam tiap elemen tersebut terdapat rencana jangka pendek, menengah dan panjang. Berdasarkan studi-studi yang dikumpulkan tersebut dapat disimpulkan suatu tingkat usulan. Pengembangan teknologi kendaraan dari usulan Asian Institute of Technology, The Energy Research Institute of China and The UNEP Collaborating Centre on Energy and Environment (UCCEE), 2004 dan Isnaeni, 2001 menunjukan pengurangan emisi CO2 yang paling signifikan. Isnaeni, 2001 juga memperlihatkan bahwa strategi transportasi dengan menerapkan angkutan umum massal akan mempengaruhi pengurangan emisi CO2 dibandingkan dengan pembangunan jalan tol dan manajemen lalu lintas. Prayundatyo, 2009 meskipun tidak mengukur dampak pengurangan emisi GRK atau CO2 tetapi telah memberikan kesimpulan bahwa penerapan strategi kombinasi TDM berupa angkutan umum dan manajemen lalu lintas berdampak lebih baik dibandingkan dengan strategi tunggal dalam implementasi TDM. Hasil dari Tabel 3 ini kemudian dicoba untuk diskoring. Skoring ini berdasarkan jumlah studi yang mengusulkan suatu strategi tersebut. Terlihat bahwa TDM mempunyai skor yang tertinggi karena diusulkan oleh seluruh studi dalam mengurangi emisi pencemar udara dan 10
CO2. Berbarengan dengan TDM adalah mengakomosi Non Motorized Transportation (NMT). TDM dan NMT merupakan suatu kesatuan dalam implementasi karena pra dan pasca moda diharapkan dapat difasilitas menggunakan NMT. Selanjutnya terdapat 13 dari 16 studi yang mengusulkan alternatif bahan bakar. Biomassa dan gas menjadi solusi yang paling banyak diusulkan pada strategi bahan bakar alternatif. AIT et al dan Isnanei, 2001 mengusulkan penggunaan teknologi alternatif dalam mengurangi emisi pencemar udara dan CO2. Terlihat terdapat 11 studi yang mengusulkan strategi ini. Hanya 3 alternatif atau scenario yang memilih pengaturan tata ruang dan hanya 1 yang mengusulkan inspeksi dan pemeliharaan kendaraan. Dari Tabel 5 disampaikan skoring dari masing-masing strategi. Skoring ini dilakukan berdasarkan kemungkinan implementasinya di Indonesia dan kemudahannya. Terlihat bahwa TDM merupakan usulan yang memberikan dampak paling besar. Dari berbagai studi disampaikan bahwa TDM memberikan dampak pengurangan energi dan pada akhirnya mempengaruhi pengurangan emisi. Implementasi NMT merupakan alternatif solusi yang berkaitan dengan TDM, pra dan pasca moda diharapkan dapat difasilitasi oleh NMT. Sebagian besar pra dan pasca moda menggunakan moda jalan kaki. Oleh karena itu fasilitas jalan kaki perlu disiapkan lebih baik dan nyaman. Untuk jarak yang lebih tinggi maka diperlukan moda yang lain seperti sepeda dan angkutan lingkungan. Penggunaan teknologi kendaraan merupakan strategi yang paling diusulkan kedua pada studistudi di atas. Tetapi kesulitan implementasi dan investasi yang besar tentunya berpengaruh terhadap solusi ini. Indonesia harus mengimport teknologi kendaraan sehingga membutuhkan biaya yang cukup mahal. Oleh karena itu solusi ini dinilai mempunyai skor yang tidak terlalu tinggi dan berada di bawah skenario implementasi TDM dan NMT. Penggunaan bahan bakar alternatif juga menjadi strategi yang paling banyak diusulkan. Tetapi kesulitan penerapan dan terbatasnya jenis bahan bakar mengakibatkan strategi ini perlu disesuaikan untuk kondisi Indonesia. Oleh karena itu skor untuk alternatif ini tidak terlalu tinggi dan berada di bawah implementasi TDM dan NMT. Table 6 mencoba untuk me-rangking keenam alternatif berasal dari pembobotan tiap alternatif atau skenario dan pembobotan masing-masing alternatif atau skenario. Dari kedua skor dan bobot yang disampaikan pada Tabel 4 dan 5, maka dihasilkan ranking dari 1-5. Terlihat TDM+NMT menjadi alternatif utama disusul dengan penggunaan alternatif bahan bakar, penggunaan teknologi kendaraan. Pengaturan tata ruang dan inspeksi/pemeliharaan kendaraan menjadi alternatif terakhir.
11
Tabel 3: Best practice yang telah disampaikan oleh berbagai studi Pengaturan tata ruang Wang, B (1(994) Way Y, K. He (1999) UNEP (2001) Cities on The Move, (2002) Tanatvit, S, Limmeechokchai, B, Chungpaibulpatana, (2003) Kumar, S and R. Shrestha (2004)
-
-
-
Asian Institute of Technology (2004)
Sustainable America (2007) Evaluasi Kualitas Udara-Program Langit Biru, Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)
Koordinasi antara Kebijakan Tata Ruang dan Transportasi -
Jalur sepeda dan peningkatan jalur pedestrian Jalur sepeda dan peningkatan jalur pedestrian Jalur sepeda dan peningkatan jalur pedestrian Jalur sepeda dan peningkatan jalur pedestrian Jalur sepeda dan peningkatan jalur pedestrian
Buslane Oriented Policy, Car Free Day
Penggunaan Bahan Bakar Alternatif pengganti BBM Electricity Car, Methane, Fuel Cell
Buslane Oriented Policy, Car Free Day
Electricity Car, Methane, Fuel Cell
Buslane Oriented Policy, Car Free Day
Electricity Car, Methane, Fuel Cell
Buslane Oriented Policy, Car Free Day
Electricity Car, Methane, Fuel Cell
Buslane Oriented Policy, Car Free Day
Electricity Car, Methane, Fuel Cell
Jalur sepeda dan peningkatan jalur pedestrian Jalur sepeda dan peningkatan jalur pedestrian
Buslane Oriented Policy, Car Free Day
Electricity Car, Methane, Fuel Cell
Buslane Oriented Policy, Car Free Day
Electricity Car, Methane, Fuel Cell
Jalur sepeda dan peningkatan jalur pedestrian
Carpool, Double Ridership of Transit,
-
-
Restrukturisasi Angmum, Pembatasan kendaraan pribadi dengan Car Free Day dan ERP, Perbaikan Efektifitas Kinerja
-
Implementasi NMT
Implementasi TDM
12
Pengembangan Teknologi Kendaraan
Pemeriksaan dan Perawatan Kendaraan
Teknologi Hybrid, Teknologi Fuel Cell dan Mobil Listrik Teknologi Hybrid, Teknologi Fuel Cell dan Mobil Listrik Teknologi Hybrid, Teknologi Fuel Cell dan Mobil Listrik Teknologi Hybrid, Teknologi Fuel Cell dan Mobil Listrik Teknologi Hybrid, Teknologi Fuel Cell dan Mobil Listrik
-
Teknologi Hybrid, Teknologi Fuel Cell dan Mobil Listrik Teknologi Hybrid, Teknologi Fuel Cell dan Mobil Listrik
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengaturan tata ruang
Implementasi NMT
Implementasi TDM
Penggunaan Bahan Bakar Alternatif pengganti BBM
Pengembangan Teknologi Kendaraan
Pemeriksaan dan Perawatan Kendaraan
Jaringan Jalan, Peningkatan Kapasitas Jalan setelah efektifitas dilaksanakan, Pengembangan Jalur KA sebagai backbone Penerapan BBG Angkutan Umum
Kajian Implementasi BB Angkutan Umum di DKI Jakarta (2007)
Penggunaan alternatif Bahan Bakar seperti gas alam, biofuel
Pricewaterhouse Coopers AG (2007)
Penerapan Compact City dan Smarth Growth
-
-
Penerapan NMT seperti Becak, Bendi/Dokar, Sepeda
TRS, 2008
Indonesia’s Techonology Needs Assessment on Climate
Implementasi 4 strategi utama TDM seperti pergantian pergerakan menggunakan moda angmum, perpindahan lokasi, pemilihan rute dan perubahan waktu pergerakan dan didukung oleh skema manajemen transportasi seperti ERP, Parking Charges, Parking Regulations, Low Emission Zones dsb Penerapan ITS untuk optimalisasi rute Perbaikan Angmum, Penerapan ITS,
13
Perbaikan teknologi pembakaran bahan bakar
Penggunaan Cellulosic Ethanol, Biodiesel, Ethanol
Pengembangan teknologi kendaraan melalui downsizing, charging, direct injection, hibridisasi dan pengembangan sel bahan bakar (fuel cell) Teknologi kendaraan elektrik, fuel cell dan teknologi hidrogen, pengurangan massa kendaraan, penggunaan elektrifikasi untuk KA
Perbaikan teknologi pembakaran kendaraan,
-
-
Pengaturan tata ruang
Implementasi NMT
Implementasi TDM
Change Mitigation (2009)
Penerapan TOD untuk mengurangi pergerakan Masterplan Transportasi Ramah Lingkungan, Dephub, Direktorat BSTP (2009)
Prayudantyo (2009)
NMT untuk mendukung TOD dan TDM
Penerapan sistem angmum yang terintegrasi dan dukung dari Road Pricing serta Parking Policy
Penggunaan Bahan Bakar Alternatif pengganti BBM dari Tanaman penghasil gula, CNG, LPG
Penggunaan Biomass dan CNG/LPG pada jangka pendek – menengah dan teknologi ultimate (solar, ocean dan thermal energy) untuk jangka panjang
Kombinasi Angmum, ERP dan Parking Policy Penggunaan Biofuel
Reksowerdoyo dan Soerawidjaja (2009)
14
Pengembangan Teknologi Kendaraan pengurangan massa, perbaikan aerodynamics, Elektrifikasi, Kendaraan Hybrid Penggunaan teknologi kendaraan yang sesuai dengan bahan bakar Biomass dan CNG/LPG pada jangka pendekmenengah dan pengembangan kendaraan listrik, hybrid dan fuelcell untuk jangka panjang
Pemeriksaan dan Perawatan Kendaraan
Implementasi Pemeriksaan dan Perawatan Kendaraan sebagai tahap pengendalian emisi kendaraan bermotor
Tabel 4 Pembobotan tiap Strategi No
Strategi-strategi
Deskripsi
Pembobotan Masingmasing Strategi
1.
TDM (Angkutan Umum+Manajemen Lalu Lintas)
Dipilih oleh 13 dari 16 Best Practice
9
2.
Pengembangan Teknologi Kendaraan
Dipilih oleh 11 dari 16 Best Practice
7
3.
Bahan Bakar Alternatif untuk Mengganti Minyak Bumi atau Bahan Bakar Fosil
Dipilih oleh 13 dari 16 Best Practice
9
4.
Perencanaan Tata Ruang
Hanya dipilih 3 dari 16 Best Practice
3
5.
Mengakomodasi NMT
Dipilih oleh 10 dari 16 Best Practice
5
Hanya dipilih oleh 1 dari 16 Best Practice dan hanya diaplikasikan untuk monitoring emisi pencemar udara
1
6. Inspeksi dan Pemeliharaan Kendaraan
Tabel 5 Skoring tiap Strategi Berdasarkan Kemudahan dan Kemungkinan Implementasi Strategi-strategi
1.
TDM (Angkutan Umum+Manajemen Lalu Lintas)
Is the main strategy the reduction of private vehicles reduction in vehicle emissions, Prayundantyo states TDM strategy has improved in terms of transport, emissions, fuel and financial best
9
2.
Pengembangan Teknologi Kendaraan
AIT et al, 2004 and Isnaeni, 2001 states that this strategy is the best strategy in the reduction of CO2 emissions. But it is difficult to be implemented in Indonesia because Indonesia must import the technology.
5
Bahan Bakar Alternatif untuk Mengganti Minyak Bumi atau Bahan Bakar Fosil
Some fuels have a lower CO2 impact. Biomass and gas became the main alternative in reducing the impact of CO2. Shifting to alternatives fuel is still becoming big problem in Indonesia. The infrastructure and vehicle technology must be solved first.
5
4.
Perencanaan Tata Ruang
Restructuring difficult spatial implemented in Indonesia which has a system of Property Rights in land and property
3
5.
Mengakomodasi NMT
This is a strategy that must be implemented together with TDM. Pre and post operation modes must be served by the NMT
7
3.
Deskripsi
Skoring dari Masingmasing Strategi
No
15
No
6.
Deskripsi
Skoring dari Masingmasing Strategi
This scenario is applied to control emissions of air pollutants and the application of the tax burden is higher for vehicles with high emissions
3
Strategi-strategi Inspeksi dan Pemeliharaan Kendaraan
Tabel 6 Perangkingan dari Masing-masing Strategi No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Strategi-strategi TDM (Angkutan Umum+Manajemen Lalu Lintas) Pengembangan Teknologi Kendaraan Bahan Bakar Alternatif untuk Mengganti Minyak Bumi atau Bahan Bakar Fosil Perencanaan Tata Ruang Mengakomodasi NMT Inspeksi dan Pemeliharaan Kendaraan
Matriks Kinerja 81 35
Ranking 1 3
45
2
9 35 3
4 3 5
Sumber: Tamin dan Dharmowijoyo, 2010
5.
KESIMPULAN
Makalah telah menjelaskan pemilihan strategi untuk mewujudkan ‘Sistem Transportasi Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan’ yang cocok untuk kota-kota besar di Indonesia, Terdapat 5 strategi utama yang bisa dilakukan yang dirangkum dari 12 elemen EST adalah mitigasi utama dari pengurangan dampak GRK dan emisi pencemar udara. Kelima strategi tersebut meliputi: 1. Pengembangan transportasi massal dan strategi pendukungnya. 2. Bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil. 3. Pengembangan teknologi kendaraan yang lebih ramah lingkungan. 4. Mengakomodasi Non-Motorised-Transport (NMT). 5. Pengaturan tata ruang untuk mengakomodasi pengurangan pergerakan, pengurangan pergerakan kendaraan bermotor Setiap strategi tersebut secara bersama-sama dapat dibagi menjadi rencana jangka pendek (taktis), menengah (taktis), dan panjang (strategis). Tetapi dalam tiap elemen tersebut terdapat rencana jangka pendek, menengah, dan panjang sebagai berikut: No 1. 2. 3. 4. 5.
Strategi TDM (angkutan umum + manajemen lalulintas) Bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil Pengembangan teknologi kendaraan Mengakomodasi Non-Motorised Transport (NMT) Perencanaan tata ruang
Ranking 1 2 3 3 4
DAFTAR PUSTAKA Asian Institute of Technology (2004) Strategic Options Policy Implementation for Bangkok, Beijing and Taiyuan
16
Gadesman, K., Kuhnert, F. (2007) The Automotive Industry and Climate Change Framework and Dynamics of The CO2 Revolution , Pricewaterhouse Coopers AG IPCC (2006) Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Volume 2 Energy, IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme, IGES ITB, IGES, Kyoto University, Mizuho Information and Research Institute, NIES (2010) Low Carbon Society Scenario Toward 2050 Indonesia for Energy Sector Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta (2007) Kajian Implementasi BBG Angkutan Umum di Provinsi DKI Jakarta, Laporan Akhir Kumar, S., and R. Shresta (2004) Scenario Analysis for Bangkok, APEIS RISPO Report Litman, T. (2002) Mobility Management Sustainable Transportation A Sourcebook for Policymakers in Developing Countries, GTZ Prayudyantyo M.N. (2009) Analisis Optimasi Strategi Manajemen Kebutuhan Transportasi (MKT) dalam Mengatasi Persoalan Transportasi Perkotaan (Kasus Kota Jakarta), Disertasi Reksowerdoyo, I.K., Soerawidjaja, T.H. (2009) Key Energy Technologies for A Sustainable Future, Keynote Speech, The 1st International Workshop on Renewable Energy and Energy Conservation (REEC) Reksowerdoyo, I.K. (2009) Masalah dan Kesempatan dalam Pemanasan Global pada Bidang Otomotif di Indonesia, Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional IX, Lembaga Ilmu Pengetahuan Stan L. (2000) Transportation and Climate Change: Options for Action, Environmental Canada State Environmental Protection Agency. (1999) Technology Policy of Pollution, Control Motor Vehicle Environment Protection Sustainable Transportation for America (2007) Sustainable Transportation for America, Sustainable Transportation Panel Tanatvanit, S, Limmeeechockchai, B, Chungpaibulpatana (2003) Sustainable Energy Demand Management and Renewable Energy in Thailand, Sirindorn International Institute of Technology and Thamasat University, Thailand TRS (2008), Environmental Aspects of Sustainable Mobility Thematic Research Summary, Transport Research Knowledge Centre UNEP (2001) Bangkok State of The Environment, UNEP Regional Resources Centre for Asia and The Pacific, Bangkok World Bank (2002) Cities on The Move, Urban Transport Strategy Review, World Bank, Washington 17
Wang, B. (1994) Environment and Urban Transportation Strategy in Beijing,Energy Research Institute Wang, Y. and K. He (1999) Suggestion on Adopting Alternative Fuel Vehicles in Beijing, Environmental Protection Yang, H. (1998) Urban Transportation and Environment, in Proceeding Workshop on Beijing Energy and Environment
18