MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI HIMPUNAN DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING AYU MENTARI1, DINNA CILVIA ASRI2, BOBBI RAHMAN, S.Si., M.Pd.3
1,2
Pendidikan Matematika, STKIP Surya, Jl. Scientia Boulevard Blok U/7, Gading Serpong, Tangerang {mentari.am, dinnacasri, bobbi.rahman1}@gmail.com
Abstrak Hasil studi TIMSS dan PISA menunjukkan bahwa siswa Indonesia masih memiliki kemampuan matematis yang rendah. Beberapa soal yang diujikan dalam studi tersebut diantaranya adalah soal kehidupan sehari-hari. Pada kurikulum 2013, siswa dibimbing untuk dapat mengaplikasikan berbagai persoalan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengembangkan kemampuan koneksi matematis dibutuhkan proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Kegiatan pembelajaran saintifik dilakukan melalui proses mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Kelima hal ini sesuai dengan tahapan pada metode pembelajaran penemuan terbimbing. Pembelajaran dengan penemuan terbimbing mengarahkan siswa untuk mencari tahu sendiri penyelesaian dari soal yang diberikan, yang dalam hal ini juga merupakan implementasi dari kurikulum 2013. Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu dengan model instrumen yang diberikan dalam bentuk pre-test dan post-test. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII pada salah satu SMP yang ada di Kabupaten Tangerang dengan teknik pengambilan purposive sampling. Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan uji non-parametrik Mann Whitney test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan penemuan terbimbing dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. Selain itu, siswa juga menunjukkan sikap yang lebih tertarik terhadap matematika dengan metode penemuan terbimbing. Kata kunci:koneksi matematis, penemuan terbimbing, kurikulum 2013, sikap siswa
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kemampuan koneksi matematis merupakan kemampuan strategis yang menjadi tujuan pembelajaran matematika. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh NCTM (2000) di Amerika bahwa terdapat lima standar kemampuan matematika, yakni pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connections), dan representasi (representation). Dalam pembelajaran matematika, kemampuan untuk menghubungkan satu topik dengan topik yang lain, maupun dengan kehidupan sehari-hari sangat diperlukan. Tanpa koneksi matematis siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak konsep dan prosedur matematika yang saling terpisah (NCTM, 2000:275). Hasil penelitian yang dilakukan oleh PISA pada tahun 2009 menyatakan bahwa 69% siswa di Indonesia hanya mampu mengenali tema masalah tetapi tidak mampu menemukan keterkaitan antara tema masalah dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan koneksi siswa dalam menerapkan konsep-konsep matematika ke dalam masalah-masalah yang berkaitan masih rendah. Hasil studi TIMSS dan PISA juga mendapatkan hasil yang kurang memuaskan ketika siswa Indonesia harus mengerjakan soal yang untuk menjawabnya dibutuhkan kemampuan mengaitkan antar konsep. Soal-soal matematika dalam studi TIMSS mengukur tingkat kemampuan matematis siswa. Salah satu soal matematika materi himpunan yang membutuhkan kemampuan koneksi dalam kehidupan sehari-hari yang telah diujikan pada siswa kelas VII SMP di Indonesia pada studi TIMSS adalah sebagai berikut: Anda diminta untuk merancang satu set mata uang logam baru. Semua mata uang akan berbentuk lingkaran dan berwarna perak, namun garis tengahnya berbeda-beda.
Peneliti menemukan bahwa sistem mata uang yang ideal akan memenuhi syaratsyarat berikut: - Garis tengah mata uang tidak kurang dari 15 mm dan tidak lebih dari 45 mm. - Jika diberikan sebuah mata uang, maka mata uang berikutnya paling tidak bergaris tengah 30% lebih besar. - Mesin pencetak uang hanya mampu menghasilkan mata uang dengan garis tengah berukuran bilangan bulat dengan satuan milimeter (contohnya 17 mm diperbolehkan namun17,3 mm tidak). Rancanglah sebuah himpunan mata uang yang memenuhi ketiga persyaratan di atas. Anda harus memulai dengan mata uang dengan ukuran 15 mm dan himpunan tersebut harus memuat semua ukuran mata uang yang mungkin. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (2000: 274) koneksi matematika merupakan bagian penting yang harus mendapat penekanan di setiap jenjang pendidikan. Kemampuan Koneksi Matematis adalah kemampuan untuk mengaitkan konsep matematika secara internal maupun eksternal. Koneksi matematika terbagi atas beberapa aspek, menurut NCTM (2000: 63) koneksi matematika terdiri dari tiga aspek, yaitu koneksi antar topik
matematika, koneksi dengan disiplin ilmu yang lain, dan koneksi dalam kehidupan seharihari. Dengan melakukan koneksi matematis, konsep-konsep yang telah dipelajari tidak ditinggalkan begitu saja sebagai ilmu yang terpisah, tetapi digunakan sebagai konsep dasar untuk memahami konsep yang baru. Pada penelitian ini, kemampuan koneksi matematis siswa diukur melalui materi himpunan. Hal ini dikarenakan himpunan dapat siswa jumpai dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam bidang pelajaran lain. Kemampuan koneksi matematis tidak dapat berkembang dengan sendirinya, siswa perlu dilatih untuk dapat mengembangkan kemampuan ini. Untuk mengembangkan kemampuan koneksi matematis dibutuhkan proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Di mana guru hanya menuntun siswa untuk menemukan sendiri konsep matematika yang ingin diajarkan, dengan begitu siswa akan lebih aktif dan termotivasi dalam pembelajaran matematika. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Yang menjadikan dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Hal ini juga sebagaimana dikemukakan oleh Ruseffendi (2006: 329), bahwa ”model penemuan adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui melalui pemberitahuan sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri”. Metode pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa ini diarahkan pada penemuan terbimbing agar sesuai dengan kurikulum 2013. Pada penerapan Kurikulum 2013, guru salah satunya harus menggunakan pendekatan ilmiah (scientific), karena pendekatan ini lebih efektif hasilnya, menurut Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran. Kegiatan pembelajaran saintifik dilakukan melalui proses mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Kelima hal ini sesuai dengan tahapan pada metode pembelajaran penemuan terbimbing. Pembelajaran penemuan terbimbing akan melibatkan aktivitas siswa dan guru secara maksismal, di mana siswa aktif menemukan dan guru aktif untuk membimbing siswa. Seperti yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses, bahwa “model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 salah satunya adalah penemuan terbimbing. Sebagaimana yang tercantum dalam pedoman umum pembelajaran 2013, bahwa dalam pembelajaran peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman tempat dan waktu ia hidup”. Pembelajaran dengan penemuan bukan merupakan cara belajar yang baru. Cara ini sudah digunakan puluhan abad yang lalu dan Socrates dianggap sebagai pemula dalam penggunaan metode ini. Bruner mengatakan bahwa penemuan adalah suatu proses, suatu cara, atau pendekatan pemecahan masalah, bukan hasil kerja. Hal ini juga tercantum dalam pedoman umum pembelajaran 2013, bahwa kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian Kompetensi Dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pendapat ini juga didukung oleh Gagne dan Brown yang menyatakan bahwa penemuan terbimbing merupakan metode terbaik untuk menghasilkan kaidah-kaidah tertentu dalam belajar.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti kemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Apakah metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa SMP kelas VII? 2) Apakah metode penemuan terbimbing dapat menimbulkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1) Mengetahui bahwa kemampuan koneksi matematis dapat ditingkatkan melalui pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing. 2) Mengetahui bahwa metode penemuan terbimbing dapat menimbulkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain 1) Bagi pendidik, diharapkan penelitian ini dapat memberikan metode pembelajaran baru yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa, khususnya di SMP N 2 Pagedangan. 2) Bagi siswa, dapat memberikan pengalaman baru dalam pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan sikap positifnya terhadap matematika. 3) Bagi peneliti, harapannya dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam dunia pendidikan, khususnya matematika. Sehingga ke depannya dapat dikembangkan lagi untuk menggunakan metode yang lebih baik lagi. 2. Metode Penelitian 2.1 Rancangan penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 2 Pagedangan. Metode yang digunakan adalah metode pra-eksperimen dengan desain soal pre-test dan post-test, atau lebih dikenal dengan “one group pre-test and post-test design”. Melalui desain ini akan dibandingkan kemampuan koneksi matematis siswa pada materi himpunan sebelum diajarkan dan setelah diajarkan dengan metode penemuan terbimbing. Variabel bebas daam penelitian ini adalah penggunaan metode penemuan terbimbing sedangkan variabel terikatnya ialah kemampuan koneksi matematis. Desain penelitian ini menggunakan satu kelompok subjek tanpa kelompok pembanding. Subjek Siswa kelas VII.1
DESAIN PENELITIAN Pre-test Perlakuan T1 X
Post-test T2
Desain penelitian ini peneliti pilih karena beberapa pertimbangan, kelemahan dan kelebihan daridesain ini seperti disebutkan oleh Suryabrata (2007:102) sebagai berikut Kelemahan : tidak ada jaminan bahwa X (experimental treatment) adalah satu-satunya faktor bahkan faktor utama yang menimbulkan perbedaan antara T1 dan T2. Kelebihan : pre-test yang diberikan dapat memberikan landasan untuk membuat komparasi prestasi subjek yang sama sebelum dan sesudah dikenai X (experimental treatment).
2.2 Subjek Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 2 Pagedangan pada satu kelas yang berjumlah 23 orang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling, di mana sampel yang digunakan ditentukan sendiri, atau secara sengaja dipilih oleh peneliti agar sesuai dengan tujuan penelitian. 2.3 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian a) Persiapan : Pengembangan perangkat pembelajaran Uji validitas soal b) Pelaksanaan : Pre-test Pembelajaran Post-test Pengisian angket sikap siswa c) Analisis data : n-gain Uji Mann Whitney Test 2.4 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah a) Tes kemampuan koneksi matematis pada materi himpunan Soal tes kemampuan koneksi matematis ini telah diuji validitasnya kepada siswa kelas VIII dan IX SMP N 2 Pagedangan. Soal pretest dan posttest terdiri dari 20 butir soal uraian yang skornya 5 untuk setiap butir. Soal pretest digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan kesiapan siswa terhadap materi yang akan diajarkan. Sedangkan soal posttest digunakan untuk melihat apakah terjadi peningkatan kemampuan setelah dilakukan pembelajaran dengan penemuan terbimbing. b) Angket penilaian sikap siswa Angket penilaian sikap siswa dibuat untuk mengetahui pendapat siswa mengenai pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing. Instrumen skala sikap siswa terdiri dari 30 pernyataan yang mewakili sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, penemuan terbimbing, dan terhadap soal tes koneksi matematis. Angket ini diberikan pada siswa di akhir pembelajaran. Angket penilaian sikap siswa dibuat menggunakan skala 4, yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. 2.5 Teknik Analisis Data Data yang akan dianalisis pada penelitian ini berasal dari nilai pretest dan posttest yang telah dilakukan sebelum dan setelah pembelajaran penemuan terbimbing. Berdasarkan nilai pretest dan posttest tersebut, kemudian dihitung seberapa besar peningkatan yang terjadi pada siswa dengan menghitung n-gain. Perhitungan n-gain ini dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan faktor tebakan siswa dan efek nilai tertinggi sehingga terhindar dari kesimpulan yang bias (Hake, 1999; Heckler, 2004). Perhitungan data analisis n-gain dengan menggunakan gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Meltzer (2002), sebagai berikut
Tabel Kriteria Skor Gain Ternormalisasi Skor gain Interpretasi 0,7 < g ≤ 1,0 Tinggi 0,3 < g ≤ 0,7 Sedang g ≤ 0,3 Rendah Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan uji Mann Whitney test. Pengujian ini dipilih karena data yang digunakan merupakan data tunggal dan sampel tidak berdistribusi normal. Pengujian hipotesis peneliti menggunakan nilai alpha sebesar 0,05 atau dengan kata lain memiliki tingkat kepercayaan 95%. Dalam melakukan pengolahan data ini, peneliti menggunakan software SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 18, yang dapat mengolah dan memproses data secara cepat dan akurat. Cara menarik kesimpulan dengan uji Mann Whitney test menurut Santoso (2001:148) adalah dengan membandingkan antara nilai Asymp.Sig (p) dan nilai alpha yang sebesar 0,05. Jika p > 0,05 maka hipotesis awal diterima. Jika p < 0,05 maka hipotesis awal ditolak. Hipotesis awal (Ho) dalam penelitian ini adalah terdapat kesamaan hasil antara sebelum dan setelah dilakukan pembelajaran dengan penemuan terbimbing. Adapun hipotesis alternatifnya (Ha) adalah tidak terdapat kesamaan hasil antara sebelum dan setelah dilakukan pembelajaran dengan penemuan terbimbing. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1 Deskripsi peningkatan kemampuan matematis dengan penemuan terbimbing Kemampuan koneksi matematis siswa diukur dengan jenis soal essai yang berjumlah 20 butir dengan memiliki skor minimum 0 dan skor maksimum 100, di mana nilai dari tiap butir soal adalah 5. Peningkatan kemampuan matematis siswa dapat dilihat dengan membandingkan nilai pretest dan posttestnya. Setelah dilakukan perhitungan, didapatlah nilai n-gain yang menunjukkan kenaikan 0,54. Kenaikan yang dialami siswa berada pada kategori sedang, yaitu berada pada kisaran antara 0,3 dan 0,7. Hal ini membuktikan bahwa penemuan terbimbing secara signifikan mampu meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. Hasil perhitungan statistik deskriptive dapat dilihat pada tabel berikut Descriptive Statistics N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Pretest
23
6,96
7,854
0
22
Posttest
23
56,957
26,4326
15,0
85,0
Berdasarkan data hasil perhitungan dapat diketahui bahwa rata-rata nilai pretest siswa sangat rendah, hanya 7,85 dan pretest tertinggi hanya mampu mencapai nilai 22 dari nilai maksimal 100. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum begitu paham untuk mengoneksikan materi himpunan dengan topik lain maupun dalam kehidupan sehari-hari, padahal materi ini sudah mereka terima dari guru kelasnya pada awal tahun ajaran baru karena materi himpunan di SMP N 2 Pagedangan dipelajari pada Bab 1. Rendahnya nilai pretest siswa juga disebabkan oleh konsep-konsep yang siswa kuasai masih menjadi suatu bagian yang terpisah, atau dengan kata lain tidak terkoneksi. Ini terlihat jelas ketika peneliti melakukan pembelajaran penemuan terbimbing, ketika peneliti menanyakan tentang konsep irisan dan gabungan misalnya, siswa paham akan hal itu. Namun, ketika peneliti menerapkan konsep irisan dan himpunan dalam soal cerita sehari-hari mereka bingung. Maka dari itu, peneliti membimbing siswa untuk dapat menemukan kaitan antara konsep yang telah mereka ketahui dengan
masalah sehari-hari. Setelah dilakukan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, terlihat bahwa terjadi peningkatan pada nilai posttest siswa. Nilai posttest tertinggi dapat mencapai angka 85 dari nilai maksimal 100. Secara statistika, pengaruh penemuan terbimbing terhadap peningkatan kemampuan matematis siswa dapat dilihat dari hasil pengujian berikut:
Mann-Whitney Test Ranks Tes Nilai
N
Mean Rank
Sum of Ranks
1
23
12,74
293,00
2
23
34,26
788,00
Total
46 a
Test Statistics
Nilai Mann-Whitney U
17,000
Wilcoxon W
293,000
Z
-5,456
Asymp. Sig. (2-tailed)
,000
a. Grouping Variable: tes
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, dapat dilihat bahwa Asymp.Sig menunjukkan nilai kurang dari 0,05. Ini membuktikan bahwa hipotesis awal peneliti, yaitu terdapat kesamaan hasil antara sebelum dan setelah dilakukan pembelajaran penemuan terbimbing ditolak. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan antara sebelum dan setelah pembelajaran dilakukan. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada grafik berikut
60,00 50,00 40,00
Keterangan: 1 = Pretest 2 = Posttest
30,00 20,00 10,00 0,00 1 2
3.2 Deskripsi sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing Sikap siswa yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah sikap terhadap pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis. Pernyataan yang digunakan untuk mengungkap aspek tersebut dituangkan dalam tiga bagian, yaitu minat, motivasi, dan aktivitas siswa. Untuk menganalisa respon siswa pada skala sikap digunakan dua jenis penilaian yang dibandingkan, yaitu nilai skor sikap siswa dan skor netral. Skor sikap siswa diperoleh dengan menghitung rata-rata skor skala sikap dengan menggunakan bobot. Sedangkan skor netral diperoleh dengan menghitung rata-rata skala sikap tanpa bobot. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa siswa menampakkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan matematis, dengan skor skala sikap 20 di atas skor netral. 4. Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpukan bahwa 1. Terjadi peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa dengan metode penemuan terbimbing. Hal ini berdasarkan rata-rata nilai posttest yang lebih tinggi dibandingkan nilai pretest, yaitu sebesar 50 poin. Kemudian, peningkatan yang terjadi, dihitung dengan n-gain menghasilkan nilai 0,54. Ini menunjukkan bahwa kenaikan kemampuan koneksi matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran penemuan terbimbing ialah sedang karena n-gainnya berada diantara 0,3 dan 0,7. Secara statistik, hasil pengujian menggunakan mann whitney test juga menunjukkan bahwa nilai signifikansi kurang dari 0,05 sehingga hipotesis awal ditolak. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis dapat ditingkatkan melalui metode pemebelajaran penemuan terbimbing. 2. Siswa menampakkan sikap positifnya terhadap pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan angket skala sikap siswa yang presentasenya sebesar 85%. Skor ini berada 22,5% di atas skor netral, yaitu 62,5% 4.2 Saran Berdasarkan hasil dari penelitian ini, peneliti menyarankan sebagai berikut: 1. Pembelajaran dengan penemuan terbimbing perlu dikembangkan pada materi lain sehingga siswa akan terbiasa untuk dapat menemukan konsep sendiri. 2. Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut untuk mengetahui pengaruhnya pada peningkatan kemampuan-kemampuan matematis lainnya. 3. Penelitian selanjutnya tidak dilakukan dengan metode pra eksperimen karena desain penelitian ini termasuk kategori lemah.
5. Daftar Pustaka Heckler, Andrew F. (2004). Measuring Student Learning by Pre and Post testing: absolute Gain vs normalized Gain. American Journal of Physics. Meltzer, D. E. 2002. The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores: Department of Physics and Astronomy, Iowa State University, Ames, Iowa 50011. Mullis, I., Martin, M.O & Foy, P. 2008. TIMSS 2007 International Mathematics Reports. Chesnut Hills: Boston College. National Council of Teachers of Mathematic (NCTM) . 2000. Principle and Standards for School Mathematic. Reston : NCTM Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran Rusefendi, E.T. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito Santoso, Singih. 201. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT. Alex Media Komputindo. Jakarta.