Meningkatkan Kemampuan Bahasa Awal Anak Usia Dini Melalui Media Cerita Bergambar Di RA Tarbiyatul Athfal Heni Fitria Dewi (10262055) Mahasiswa PG-PAUD IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia pada umumnya dan dalam kegiatan berkomunikasi pada khususnya. Demikian pula peran bahasa bagi anak. Membaca memberi sumbangan yang pesat dalam perkembangan anak menjadi dewasa. Perkembangan bahasa anak TK/RA masih jauh dari sempurna. Namun demikian, potensinya bisa dirangsang melalui membaca yang aktif dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Kemampuan bahasa anak dapat ditumbuhkan dengan berbagai macam cara, seperti, membacakan cerita atau berita, bermain tebaktebakan kata, mendongeng dengan alat peraga, atau membuat pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab anak. Keterampilan membaca dan bercerita anak harus dikembangkan sejak dini, dimasa peka belajar, karena inti dari hubungan antara manusia adalah komunikasi. Kunci pokok pembelajaran dalam kelas terletak pada seorang guru. Namun, bukan berarti dalam proses pembelajaran hanya guru yang aktif. Proses pembelajaran menuntut keaktifan dari kedua subjek pembelajaran, yaitu guru dan peserta didik. Di dalam kelas guru memiliki peran yang penting dalam mengasah bahasa anak. Oleh karena itu, guru harus dapat menentukan metode yang tepat untuk meningkatkan minat baca anak. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode bercerita. Metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak. Di TK/RA bercerita adalah salah satu metode untuk meningkatkan bahasa yang dapat mengembangkan beberapa aspek fisik maupun psikis anak TK/RA sesuai dengan tahap perkembangannya. Bercerita berfungsi membantu perkembangan bahasa dan berpikir anak serta dapat memotivasi anak untuk cinta membaca. Dengan menggunakan metode bercerita dapat melatih daya serap, daya tangkap, daya pikir anak, daya konsentrasi anak, daya imajinasi anak, dan membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi. Bercerita dapat menggunakan alat peraga baik langsung maupun tidak langsung. Penggunaan alat peraga tak langsung seperti gambar, dapat membantu fantasi dan imajinasi anak karena ada media pendukung yang dapat dilihat secara langsung. Rumusan Masalah : (1) Untuk mengetahui Apakah penerapan metode bercerita dengan alat peraga gambar dapat meningkatkan kemampuan berbahasa awal pada anak kelas B di RA Tarbiyatu Athfal Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2012/2013?. (2) Untuk mengetahui Apakah kemampuan berbahasa awal anak usia dini di RA Tarbiyatul Athfal Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus perlu di tingkatkan. Kesimpulan : (1) Penerapan metode cerita bergambar dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis yang didapatkan bahwa rata-rata kemampuan bahasa anak kelas B RA Tarbiyatul Athfal Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus pada pra siklus adalah 2,73, siklus I adalah 2,94, dan siklus II adalah 3,38. (2) Penggunaan alat peraga gambar juga dapat mengasah kecerdasan bahasa anak. (3) Penggunanan metode cerita bergambar pada anak kelas B RA Tarbiyatul Athfal Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus dapat menambah wawasan guru dalam memilih strategi dan metode yang tepat untuk diterapkan di kelas dan disesuaikan dengan tujuan dari setiap pembelajaran yang diadakan dan melatih keterampilan guru dalam mengelola kelas. Kata Kunci : Meningkatkan, Kemampuan, Bahasa, Media, Cerita, Bergambar PENDAHULUAN Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia pada umumnya dan dalam kegiatan berkomunikasi pada khususnya. Demikian pula peran bahasa bagi anak. Membaca memberi sumbangan yang pesat dalam perkembangan anak menjadi dewasa. 56
| Jurnal Ilmiah PG-PAUD IKIP Veteran Semarang
Anak-anak memiliki perbedaan dalam perkembangan membacanya. Ada yang cepat, ada yang lambat, ada yang suka membaca, dan ada yang tidak suka. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan tahap perkembangan atau pengaruh lingkungan anak. Meningkatkan kemampuan membaca bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui membaca yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif, dan membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia. Perkembangan bahasa anak RA masih jauh dari sempurna. Namun demikian, potensinya bisa dirangsang melalui membaca yang aktif dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Kemampuan bahasa anak dapat ditumbuhkan dengan berbagai macam cara, seperti, membacakan cerita atau berita, bermain tebak-tebakan kata, mendongeng dengan alat peraga, atau membuat pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab anak. Keterampilan membaca dan bercerita anak harus dikembangkan sejak dini, dimasa peka belajar, karena inti dari hubungan antara manusia adalah komunikasi. Kunci pokok pembelajaran dalam kelas terletak pada seorang guru. Namun, bukan berarti dalam proses pembelajaran hanya guru yang aktif. Proses pembelajaran menuntut keaktifan dari kedua subjek pembelajaran, yaitu guru dan peserta didik. Di dalam kelas guru memiliki peran yang penting dalam mengasah bahasa anak. Oleh karena itu, guru harus dapat menentukan metode yang tepat untuk meningkatkan minat baca anak. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode bercerita. Metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak. Di Taman Kanak-Kanak/RA bercerita adalah salah satu metode untuk meningkatkan kemampuan bahasa awal yang dapat mengembangkan beberapa aspek fisik maupun psikis anak TK/RA sesuai dengan tahap perkembangannya. Bercerita berfungsi membantu meningkatkan kemampuan bahasa awal anak dan berpikir anak serta dapat memotivasi anak untuk cinta membaca. Dengan menggunakan metode bercerita dapat melatih daya serap, daya tangkap, daya pikir anak, daya konsentrasi anak, daya imajinasi anak, dan membantu perkembangan kemampuan bahasa awal anak dalam berkomunikasi. Bercerita dapat menggunakan alat peraga baik langsung maupun tidak langsung. Penggunaan alat peraga tak langsung seperti gambar, dapat membantu fantasi dan imajinasi anak karena ada media pendukung yang dapat dilihat secara langsung. Mengacu pada paparan diatas, mendorong penulis untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Bahasa Awal Anak Usia Dini Melalui Media Cerita Bergambar di RA Tarbiyatul Athfal Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2012/2013”
TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Bahasa
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Tiada kemanusiaan tanpa bahasa dan tidak ada peradaban tanpa bahasa lisan. Manusia tidak berpikir hanya 57
| Jurnal Ilmiah PG-PAUD IKIP Veteran Semarang
dengan otaknya, tetapi juga memerlukan bahasa sebagai mediumnya. Orang lain tidak akan dapat memahami hasil pemikiran kita kalau tidak diungkapkan dengan menggunakan bahasa baik secara lisan maupun tulisan. Seringkali orang beranggapan bahwa anak dapat dengan sendirinya berbicara dan berbahasa sehingga tidak perlu repot-repot mengajar mereka untuk berbicara. Anggapan ini sebagian benar karena semua anak pasti akan melewati tahapan. Namun hal ini tidak sepenuhnya benar. Jika tidak diasah terus menerus maka keterampilan tersebut tidak akan mengalami perkembangan. Ada beberapa kegiatan yang dapat mengasah keterampilan berbahasa anak, yaitu: a. Mengajak Anak Berbicara b. Membacakan Cerita c. Bermain Peran d. Bernyanyi atau Mendengarkan Lagu Anak -Anak e. Merangkai cerita f. Berdiskusi Metode bercerita Ada tiga metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak, yaitu metode bercerita, metode bercakap-cakap, metode tanya jawab, metode bermain peran, metode sosiodrama, dan metode karya wisata. Akan tetapi dalam kesempatan ini penulis hanya akan menjelaskan tentang metode bercerita. Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng. Menikmati sebuah cerita mulai tumbuh pada seorang anak semenjak ia mengerti akan peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan setelah memorinya mampu merekam beberapa kabar berita. Masa tersebut terjadi pada usia 4-6 tahun, yang ditandai oleh berbagai kemampuan sebagai berikut: 1. Mampu menggunakan kata ganti saya dalam berkomunikasi. 2. Memiliki berbagai perbendaharaan kata kerja, kata sifat, kata keadaan, kata tanya, dan kata sambung. 3. Menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu. 4. Mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, dan tindakan dengan menggunakan kalimat sederhana. 5. Mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu melalui gambar.
58
| Jurnal Ilmiah PG-PAUD IKIP Veteran Semarang
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian yang mengangkat judul “Peningkatan Kemampuan Bahasa Melalui Metode Cerita Bergambar pada Anak Kelas B RA Tarbiyatu Athfal Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2012/2013” ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang biasa disingkat PTK, dalam rangka memecahkan masalah. Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu penelitian praktis, bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktik pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktik pembelajaran, dan melihat pengaruh nyata dari upaya tersebut. Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar aktivitas anak dalam pembelajaran. Proses pelaksanaan ini bersifat kolaboratif dan partisipatif antara guru, anak dan individu lain yang terkait dalam proses pembelajaran. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah RA Tarbiyatul Athfal Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus. Sedangkan waktu penelitian adalah satu bulan, pada awal Juli sampai dengan akhir Juli 2012. Adapun jadwal rencana kegiatan terlampir. Langkah-langkah Penelitian Penelitian tindakan kelas ini mengambil desain yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan pengembangan dari konsep Kurt Lewin. Model Kurt Lewin yang terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi, kemudian dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Kemmis dan Mc Taggart menyatukan komponen tindakan dan pengamatan sebagai satu kesatuan. Hasil dari pengamatan ini dijadikan dasar langkah berikutnya yaitu refleksi. Dari refleksi disusun sebuah modifikasi yang diaktualisasikan dalam bentuk rangkaian tindakan pengamatan lagi, begitu seterusnya. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis berusaha semaksimal mungkin menghimpun data yang lengkap, tetap, dan valid. Untuk itu, penulis menggunakan teknik sebagai berikut: 1. Teknik Observasi Observasi berarti pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. (Prof. Drs. Sutrisno Hadi, MA.2002:136). Penulis menggunakan teknik ini untuk memperoleh data tentang situasi pembelajaran yang terjadi selama dilakukan tindakan. Pengamatan difokuskan pada kegiatan atau aktifitas guru dan anak, serta segala sesuatu yang terjadi. Dalam menggunakan teknik observasi cara yang efektif adalah meelengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen.
59
| Jurnal Ilmiah PG-PAUD IKIP Veteran Semarang
2. Teknik Dokumentasi Teknik ini dugunakan untuk mendapatkan data mengenai kegiatan yang terjadi selama tindakan diberikan. Teknik ini lebih menjelaskan suasana yang terjadi dalam proses pembelajaran. Instrumen Penelitian Instrumen yang dugunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini adalah : 1. Peneliti sebagai instrumen Peneliti sebagai alat sekaligus pengumpul data. Penelitian tindakan kelas sebagai penelitian bertradisi kualitatif dengan latar atau setting yang wajar dan alami dari yang diteliti, memberikan peran yang penting pada penelitinya yakni sebagai salah satu instrumen karena manusia lah yang dapat menghadapi situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu. 2. Dokumentasi Dokumentasi yang digunakan berupa foto, gambar, dan audio visual (rekaman video) yang diharapkan dapat menggambarkan secara visual kondisi yang terjadi saat proses belajar mengajar berlangsung.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Siklus I a. Perencanaan Kegiatan perencanaan pada siklus I ini merupakan tindak lanjut dan perbaikan dari hasil refleksi pra siklus. Adapun perencanaan yang dilakukan pada siklus I adalah sebagai berikut : 1) Identifikasi masalah yang timbul pada siklus pertama dan melakukan penetapan alternatif pemecahan masalah. 2) Menyusun RKH untuk satu pertemuan yang sesuai dengan tujuan kompetensi serta merancang pembelajaran dengan media gambar. 3) Menyusun dan menyiapkan lembar observasi mengenai aktivitas guru dan anak dalam pelaksanaan pembelajaran. 4) Menyusun dan menyiapkan pedoman wawancara untuk mengetahui respon anak terhadap kegiatan pembelajaran. b. Pelaksanaan Siklus I ini terdiri dari satu kali pertemuan. Penerapan pembelajaran dilakukan sama seperti dalam pra siklus yaitu penerapan metode bercerita dengan alat peraga gambar. Kegiatan ini dapat diuraikan seperti di bawah ini : 1) Pembukaan Guru memulai pelajaran dengan mengucapkan salam kepada anak, sambil menanyakan keadaaan anak saat itu. Guru kemudian menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan.
60
| Jurnal Ilmiah PG-PAUD IKIP Veteran Semarang
2) Penerapan metode bercerita dengan alat peraga gambar 1.
Kolaborator melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RKH yang telah disusun bersama antara peneliti dan kolaborator.
2.
Kolaborator menyiapkan gambar seri yang diperlukan.
3.
Kolaborator menempelkan gambar seri di papan tulis dan menunjukkan gambar kepada anak.
4.
Selanjutnya, kolaborator bercerita sambil menunjuk pada gambar seri.
5.
Guru membagikan gambar seri pada setiap anak.
6.
Kolaborator memberi kesempatan kepada anak untuk menemukan gagasan cerita berdasarkan gambar.
7.
Guru memotivasi anak yang mengalami kesulitan.
8.
Anak dan guru tanya jawab seputar isi cerita pada gambar seri yang telah didiskusikan, sebagai motivasi keberanian anak untuk bercerita ke depan kelas.
9.
Selanjutnya, kolaborator memberi kesempatan kepada anak yang sudah siap untuk bercerita di depan kelas dan pada akhirnya setiap anak mendapat giliran untuk bercerita dengan bahasanya sendiri secara urut dengan bantuan gambar.
10. Pada akhir pembelajaran, kolaborator bersama anak menyimpulkan isi cerita. c. Pengamatan Sama dengan pengamatan yang dilakukan pada pra siklus, pada siklus I dalam tahapan pengamatan juga dilaksanakan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung hingga pembelajaran berakhir. Observer mengamati dan mencatat kegiatan anak dan guru untuk dilihat kemajuan dari tiap aspek yang diamati sesuai dengan lembar observasi yang ada. Hasil pengamatan pada siklus I dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini: Tabel 1. Distribusi pencapaian prestasi pada siklus I Hasil pengamatan No
Aspek Penilaian
BS
B
1 2
C
K
Bicara Lancar 5 17 4 Kekayaan Kosakata 5 15 6 Mengungkapakan 3 4 14 8 gagasan 4 Kemampuan bercerita dng 5 14 7 Urut dan jelas Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pada
79 77
Nilai Ratarata 3,04 2,96
74
2,85
76
2,92
Jml
% 85 77 69 73
siklus kedua ini ada 4 aspek
penilaian, yaitu bicara lancar, kekayaan kosakata, mengungkapkan gagasan, dan kemampuan bercerita secara utuh dan jelas belum memenuhi target yang ditetapkan yaitu minimal rata-rata 90% anak yang hadir menguasai tiap aspek penilaian tersebut. Dengan kata lain, aspek berbicara lancar, kekayaan kosakata, mengungkapkan gagasan, dan kemampuan bercerita secara urut dan 61
| Jurnal Ilmiah PG-PAUD IKIP Veteran Semarang
jelas memiliki rata-rata di bawah 3 dan ketuntasan belajar anak baru sebesar 76,0% seperti yang terlihat pada tabel 6. Tabel 2. Rekapitulasi Ketuntasan Anak pada Siklus I No
Uraian
Hasil Siklus I
1
Nilai rata-rata kemampuan berbahasa anak
2,94 %
2
Persentase ketuntasan belajar
76,0 %
Rendahnya persentase ketuntasan dari ketetapan yang dikehendaki disebabkan karena sebagian anak masih sulit menggunakan kosakata dalam kegiatan berbicara dan bercerita serta mengungkapkan ide-ide yang terdapat dalam gambar peraga. Guru juga masih kesulitan dalam memberikan motivasi kepada anak. Namun, jika dibandingkan dengan siklus pertama, pada siklus kedua ini telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dimungkinkan bahwa guru dan anak perlu waktu dalam mengikuti pembelajaran ini. d. Refleksi Berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan pada siklus I didapatkan bahwa dari 27 anak yang terdaftar, sebanyak 26 anak yang mengikuti pembelajaran dengan hasil sebagai berikut : 1) Aspek berbicara lancar. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diperoleh data sekitar 85% dari anak yang mengikuti pembelajaran atau 22 anak dari 26 anak, telah mampu berbicara lancar dalam menceritakan gambar peraga atau menyebutkan orang-orang yang ada di gambar. 2) Aspek kekayaan kosakata Data yang diperoleh pada siklus I mencapai 77% dari anak yang hadir, yaitu 20 dari 26 anak, yang telah menggunakan kosakata secara bervariasi. 3) Aspek kemampuan mengungkapkan gagasan Data yang diperoleh pada siklus I mencapai 69% dari anak yang hadir, yaitu 18 dari 26 anak, yang dapat mengungkapkan gagasan cerita. 4) Aspek menceritakan gambar secara urut Data yang diperoleh pada siklus I mencapai 73% dari anak yang hadir, yaitu 19 dari 26 anak, yang telah mampu bercerita mengenai gambar yang ada secara berurutan. Berdasarkan uraian singkat data di atas dapat disimpulkan bahwa pencapaian target yang ditentukan masih belum tercapai. Target ditetapkan adalah masing-masing aspek memiliki skor 90%. Adapun kendala-kendala yang dihadapi diantaranya : a. Faktor anak Sebagian anak masih sulit menggunakan kosakata dalam kegiatan berbicara dan bercerita serta mengungkapkan ide-ide yang terdapat dalam gambar peraga.
62
| Jurnal Ilmiah PG-PAUD IKIP Veteran Semarang
b. Faktor guru atau kolaborator Kolaborator dalam memotivasi anak untuk berani berbicara dan bercerita di depan kelas terlalu tergesa-gesa untuk memvonis. Misalnya “Dimas tidak mau bercerita karena takut”. Seharusnya guru tidak boleh melakukan hal demikian karena bisa membunuh kreativitas dan imajinasi anak. Berdasarkan uraian pencapaian skor yang diperoleh pada siklus ke II dan kendala di atas, peneliti dan kolaborator merencanakan untuk melakukan perbaikan tindakan yang dilakukan pada siklus II. Siklus II a. Perencanaan Kegiatan perencanaan pada siklus II ini merupakan tindak lanjut dan perbaikan dari hasil refleksi siklus I. Adapun perencanaan yang dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut : 1) Identifikasi masalah yang timbul pada siklus pertama dan melakukan penetapan alternative pemecahan masalah. 2) Menyusun RKH untuk satu pertemuan yang sesui dengan tujuan kompetensi serta merancang pembelajaran dengan media gambar. 3) Menyusun dan menyiapkan lembar observasi mengenai aktivitas guru dan anak dalam pelaksanaan pembelajaran. 4) Menyusun dan menyiapkan pedoman wawancara untuk mengetahui respon anak terhadap kegiatan pembelajaran. b. Pelaksanaan Siklus II ini terdiri dari satu kali pertemuan. Penerapan pembelajaran dilakukan sama seperti dalam siklus I yaitu penerapan metode bercerita dengan alat peraga gambar. Kegiatan ini dapat diuraikan seperti di bawah ini : 1) Pembukaan Guru memulai pelajaran dengan mengucapkan salam kepada anak, sambil menanyakan keadaan anak saat itu. Guru kemudian menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan. 2) Penerapan metode bercerita dengan alat peraga gambar a. Kolaborator melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RKH (Rencana Kegiatan Harian) yang telah disusun bersama antara peneliti dan kolaborator. b. Kolaborator menyiapkan buku cerita bergambar sederhana yang diperlukan dan meminta persetujuan anak untuk menceritakan buku yang akan dibacakan. Hal ini dilakukan agar anak berminat untuk mendengarkan dan memperhatikan. c. Hasil kesepakatan memutuskan bahwa gambar pada halaman sampul dengan tema “gajah yang sombong” sebagai apersepsi. d. Kolaborator dan anak melakukan kegiatan tanya jawab mengenai gambar. e. Kolaborator bercerita dan anak semua mengikuti kegiatan bercerita dengan melihat gambar yang diperlihatkan oleh kolaborator dari halaman 1 sampai halaman 4. 63
| Jurnal Ilmiah PG-PAUD IKIP Veteran Semarang
f. Kolaborator membagikan gambar peraga kepada semua anak. Gambar yang diberikan untuk semua anak adalah sama. g. Anak melakukan kegiatan diskusi untuk menentukan gagasan/ide yang ada pada tiap-tiap halaman. h. Kolaborator berkeliling untuk memotivasi anak yang mengalami kesulitan. i. Kegiatan diarahkan pada kegiatan individu, bagi anak yang berani bercerita di depan kelas dipersilakan dan diberi hadiah sebagai penghargaan. j. Pada akhir pembelajaran, kolaborator bersama anak menyimpulkan isi cerita. 3) Penutup Pembelajaran diakhiri dengan pembahasan kembali tentang materi yang telah dipelajari dan memberikan penguatan terhadap materi tersebut. c. Pengamatan Sama dengan pengamatan yang dilakukan pada siklus I, siklus II pada tahapan pengamatan juga dilaksanakan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung hingga pembelajaran berakhir. Observer mengamati dan mencatat kegiatan anak dan guru untuk dilihat kemajuan dari tiap aspek yang diamati sesuai dengan lembar observasi yang ada. Tabel 3. Distribusi Pencapaian Prestasi pada Siklus II Hasil pengamatan No
Aspek Penilaian
BS
B
C
1 2 3
K
Nilai RataJml rata 93 3,44 92 3,41 93 3,44
%
Bicara Lancar 13 13 1 96 Kekayaan Kosakata 13 12 2 93 Mengungkapakan gagasan 13 13 1 96 Kemampuan bercerita 4 8 17 2 87 3,22 dengan 93 Urut dan jelas Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa pada siklus ketiga ini keempat aspek yang diamati telah memenuhi target yang telah ditetapkan, yaitu minimal 90% anak yang hadir menguasai tiap aspek penilaian tersebut. Dengan kata lain, aspek-aspek yang dinilai memiliki nilai minimal 3. Ketuntasan belajar anak secara keseluruhan telah mencapai 94,5% dengan rata-rata kemampuan berbahasa anak 3,38 seperti yang yerlihat pada table. Tabel 4. Rekapitulasi Ketuntasan Anak pada Siklus II No
Uraian
Hasil Siklus II
1
Nilai rata-rata kemampuan berbahasa anak
3,38
2
Persentase ketuntasan belajar
94,5
Kesuksesan dalam siklus ketiga ini karena guru dan murid mulai terbiasa dengan metode bercerita dengan media gambar. Pendekatan yang dilakukan guru pun tepat kepada anak sehingga anak berani unjuk kemampuan untuk mengungkapkan ide dan bercerita di depan kelas. 64
| Jurnal Ilmiah PG-PAUD IKIP Veteran Semarang
d. Refleksi Berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II didapatkan bahwa dari 27 anak yang terdaftar, sebanyak 27 anak yang mengikuti pembelajaran dengan hasil sebagai berikut : 1) Aspek berbicara lancar. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diperoleh data sekitar 96% dari anak yang mengikuti pembelajaran atau 26 anak dari 27 anak, telah mampu berbicara lancar dalam menceritakan gambar peraga atau menyebutkan orang-orang yang ada di gambar. 2) Aspek kekayaan kosakata Data yang diperoleh pada siklus II mencapai 93% dari anak yang hadir, yaitu 25 dari 27 anak, yang telah menggunakan kosakata secara bervariasi. 3) Aspek kemampuan mengungkapkan gagasan Data yang diperoleh pada siklus II mencapai 96% dari anak yang hadir, yaitu 26 dari 27 anak, yang dapat mengungkapkan gagasan cerita. 4) Aspek menceritakan gambar secara urut Data yang diperoleh pada siklus II mencapai 93% dari anak yang hadir, yaitu 25 dari 28 anak, yang telah mampu bercerita mengenai gambar yang ada secara berurutan. PEMBAHASAN 1. Bicara Lancar Kemampuan berbicara secara lancar yang dimiliki anak kelas B pada RA Tarbiyatu Athfal Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus sebelum dilaksanakan tindakan relatif rendah. Namun, setelah diterapkan metode bercerita dengan media gambar tampak adanya peningkatan, terlihat dari skor yang meningkat dari pra siklus, siklus I, dan siklus II. Siklus pertama mencapai hasil 75% atau 18 dari 24 anak yang mengikuti pembelajaran telah mampu berbicara dengan bahasa yang jelas. Setelah diadakan perbaikan tindakan, pada siklus II kemampuan anak untuk berbicara lancar dengan bahasa yang jelas mengalami peningkatan yaitu menjadi 85% atau 22 anak dari 26 anak, dapat dikatakan telah mampu berbicara lancar. Hal ini semakin diperkuat dengan keberhasilan pada siklus ketiga dimana pada siklus II ini jumlah anak yang memenuhi kriteria untuk dimasukkkan dalam kategori baik adalah sebanyak 26 anak dari 27 anak, dengan nilai rata-rata 3,44. Keberhasilan ini dapat dilihat pada grafik 1.
Grafik 1. Aspek Berbicara Lancar 65
| Jurnal Ilmiah PG-PAUD IKIP Veteran Semarang
2. Kekayaan Kosakata Salah satu aspek kemampuan bahasa tinggi adalah kekayaan kosakata. Kekayaaan kosakata terlihat dari variasi kosakata yang digunakan dalam bercerita. Kecerdasan berbahasa tidak hanya sekedar bisa menulis dan membaca, tetapi berkaitan juga dengan kemampuan menceritakan apa yang dibaca dan mengungkapkan apa yang dipikirkan. Kekayaan kosakata anak kelas B RA Tarbiyatu Athfal Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus pada kondisi awal rendah. Setelah diterapkan metode bercerita dengan media gambar, kemampuan anak untuk aspek kekayaan kosakata semakin meningkat. Pada pra siklus terdapat 15 anak dari 24 anak atau 63% telah mampu menggunakan kosakata secara variasi dan siklus I mencapai skor 77. Hal ini berarti 20 anak, dari 26 anak yang mengikuti pembelajaran telah mampu memvariasikan kata-katanya pada siklus II diperoleh bahwa 93% dari anak yang hadir yaitu 25 anak dari 27 anak telah mampu menggunakan kosakata dengan bervariasi. Hal tersebut terlihat pada grafik 2.
Grafik 2. Aspek Kekayaan Kosakata
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan melalui beberapa tindakan dari pra siklus, I, dan II dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Penerapan metode cerita bergambar dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis yang didapatkan bahwa rata-rata kemampuan bahasa anak kelas B RA Tarbiyatul Athfal Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus pada pra siklus adalah 2,73, siklus I adalah 2,94, dan siklus II adalah 3,38. 2. Penggunaan alat peraga gambar juga dapat mengasah kecerdasan bahasa anak. 3. Penggunanan metode cerita bergambar pada anak kelas B RA Tarbiyatul Athfal Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus dapat menambah wawasan guru dalam memilih strategi dan metode yang tepat untuk diterapkan di kelas dan disesuaikan dengan tujuan dari setiap pembelajaran yang diadakan dan melatih keterampilan guru dalam mengelola kelas.
66
| Jurnal Ilmiah PG-PAUD IKIP Veteran Semarang
DAFTAR PUSTAKA Aisyah, Siti .2007. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Ali, Mohamad. 1984. Penelitian Kependidikan. Bandung : Angkasa. Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Yrama Widya. Dhieni, Nurbian, dkk. 2005. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Hildayani, Rini, dkk. 2005. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Satori, Djama’an, dkk. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Tim FKIP. (2009). Pemantapan Kemamuan Profesional. Jakarta: Universitas Terbuka. Tim TAP FKIP UT. (2009). Panduan Tugas Akhir Program Sarjana FKIP. Jakarta: Universitas Terbuka. Wardani IGAK; Wihardit Kusmaya. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. Winatoputra; Udin S. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Anggoro, M. Thoha, dkk, Metode Penelitian, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008. Anwar, Desy, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Penerbit Amelia, 2003. Asrori, H Mohammad, Psikologi Pembelajaran, Bandung: CV. Wacana Prima, 2008. Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya: Balai Pustaka, 1998. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research Jilid 2, Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta, 2000. Heryanto,Nar, H.M. Akib Hamid, Statistika Dasar, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008 . Hidayat, Hand Out Penelitian Tindakan Kelas, Jombang: Universitas Darul Ulum Jombang, 2005 Musfiroh, Takdiroatun, Pengembangan Kecerdasan Majemuk, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008.
67
| Jurnal Ilmiah PG-PAUD IKIP Veteran Semarang