MENGINTEGRASIKAN DAN MEMPERKUAT WILAYAH DI SEPANJANG KORIDOR Prinsip Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia adalah pemanfaatan secara maksimal Sumber Daya Alam (SDA) di suatu wilayah bagi perkembangan ekonomi daerah yang menghasilkannya. Optimalisasi SDA yang ada di suatu daerah, diharapkan akan mendorong terjadinya peningkatan aktifitas ekonomi serta terjadi peningkatan “jam kerja” di daerah tersebut, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. “Sumber daya pendanaan di luar APBN akan lebih efektif dan akan lebih bermakna kalau kita mengembangkan daerah-daerah yang relatif berkembang. Hal ini yang disebut pendekatan koridor, yaitu kita membesarkan pembangunan dulu baru kemudian menyebarkannya”, demikian tutur Eko Luky Wuryanto, Deputi Menko Perekonomian bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah. Ditemui disela kesibukannya memimpin rapat terkait penyelesaian program pengembangan koridor ekonomi, doktor ekonomi dan pengembangan wilayah jebolan Cornell University, Amerika Serikat ini banyak melontarkan gagasan seputar pengembangan wilayah di Indonesia. Tidak sekedar wacana, kepedulian Eko terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan di Indonesia ini diwujudkan dengan terlibat aktif dalam penyelesaian strategi dan program pembangunan yang lebih nyata dan action oriented di sepanjang koridor wilayah Indonesia. Pandangan-pandangan Eko tentang konsep pengembangan koridor ekonomi Indonesia diuraikannya secara lugas dalam wawancara yang berlangsung kurang lebih dua jam, bertempat di kantor beliau. Berikut adalah petikan wawancaranya. Menurut pendapat Bapak, bagaimana kondisi perekonomian di Indonesia pada saat ini ? Banyak kalangan yang melihat kondisi Indonesia saat ini seperti “gadis cantik” karena semua masyarakat ekonomi dunia itu melihat Indonesia punya strategi yang berhasil dalam menghadapi krisis global tahun 2008. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi makro yang intake tetap bertahan, stabil dan tidak berubah. Demikian juga dengan konsumsi masyarakat, dimana kondisinya juga tetap stabil. Memang ada sedikit penurunan, tetapi kita tidak seperti negara-negara yang begitu mengalami krisis global, pertumbuhannya ada yang menjadi negatif. Negara kita tetap positif pertumbuhannya, walaupun berkurang tetapi pertumbuhannya di atas nol.
Bagaimana bila dibandingkan dengan Cina dan India yang penduduknya relatif lebih besar? Dibandingkan dengan Cina dan India yang memang telah menjadi “macan” ekonomi dunia, kita memang belum seperti mereka karena mereka sudah lebih tinggi, tetapi kondisi kita dekat dengan kedua negara tersebut dibandingkan dengan Singapura atau Thailand yang pertumbuhan ekonominya minus, apalagi dibandingkan dengan Negara Eropa. Mungkin memang ekonomi kita kuat, dimana kita tidak terlalu terkena dampak krisis global, tetapi ha ini juga karena kita tidak banyak berhubungan dengan dunia luar.
Lebih konkritnya pak? Artinya peran ekspor kita kecil, jadi ekonomi kita tidak bergantung banyak kepada pasar luar negeri. Kita lebih menggantungkan kepada pasar dalam negeri. Jadi ketika pasar luar negeri melonjak turun, kita tidak terlalu terpengaruh. Kita berada di nomor 17 di dunia, oleh karenanya kita masuk dalam kelompok G-20. Jadi keberhasilan kita mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas nol itu kemudian menempatkan kita berada di G-20. Sejak krisis global 2008 kondisi dunia saat ini sudah berangsur-angsur pulih. Singapura sudah melonjak lagi, karena pertumbuhannya dari minus kemudian jadi plus sehingga seolah-olah pertumbuhannya sangat tinggi. Demikian juga dengan Thailand dan Filipina yang juga mengalami lonjakan . Jadi perekonomian nasional kita mengalami kenaikan? Indonesia memang mengalami kenaikan, tetapi tidak secepat Singapura, Filipina atau Thailand. Ekonomi kita jalannya pelan karena ternyata memang kondisi makro kita kuat, namun kondisi mikro tidak sekuat makro. Artinya balik lagi kepada ekonomi biaya tinggi, dimana di negara kita masih terjadi pola ekonomi biaya tinggi. Menurut pendapat Bapak, faktorpertumbuhan ekonomi kita?
apa saja yang menyebabkan lambatnya
Walaupun kita dipandang sebagai daerah yang sangat menarik untuk investasi, tetapi realisasi investasinya tidak secepat yang kita inginkan, karena banyak kendala di bidang infrastruktur. Sumber daya manusia banyak dan bagus, dan sumber daya alam tidak perlu
diragukan. Tetapi infrastruktur dan regulasi yang ada saat ini masih menyulitkan para investor. Mereka sangat ingin ke Indonesia, tetapi kemudian yang direalisasikan itu hanya portofolio lewat pasar modal, dimana di pasar modal memang cukup maju dan return nya menarik. Tetapi yang diinginkan Indonesia itu adalah di sektor riil, karena begitu investor masuk dan mendirikan pabrik, ada transfer of know how, ada tenaga kerja yang terlibat, sehingga dipastikan pertumbuhan ekonomi kita akan meningkat dengan cepat. Apalagi kalau investasi itu terjadi didaerah-daerah yang sangat potensial. Bagaimana dengan kebijakan pengelolaan sumber daya alam negeri kita? Kondisi saat ini, sumber daya (resources) ada di luar Jawa tapi pengambil keputusan masih di Jawa. Luar Jawa itu hanya dimanfaatkan untuk diambil sumber daya alamnya (dieksploitasi) dan langsungdiekspor (tidak diolah). Jadi daerah yang kaya akan sumber daya alam itu tidak mendapat nilai tambah dan tidak terjadi peningkatan kesejahteraan disana. Kita seharusnya berkomitmen, apakah kita bisa menyiapkan processing? Memang disadari untuk processing membutuhkan prasyarat, Ya, yang utama jelas harus ada energi dan yang kedua harus ada infrastruktur, kalau sumber daya manusia bisa mobile. Lebih jauh, yang tidak kalah penting adalah kita harus memiliki strategi. Strategi tentang pengelolaan energi dan sumber daya mineral demikian penting karena yang lebih banyak memberi pemasukan untuk negara adalah dari energi dan sumber daya mineral seperti, migas dan batubara. Dalam hal ini, sebenarnya peran Kementerian Perindustrian lebih relevan. Terlebih karena hilirnya sumber daya alam ada di kementerian tersebut. Jadi, pola pengelolaan ESDM seharusnya diubah, dari menjual mineral sebagai bahan mentah menjadi mineral setengah jadi.
Beberapa waktu lalu diselenggarakan kick-off meeting mengenai “Penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 20112025”, dimana penyelenggaranya adalah Menko Perekonomian. Apa yang melatarbelakangi dilaksanakannya kegiatan tersebut ? Pertemuan ini intinya adalah untuk melakukan dialog dengan luar Jawa yang memang sudah lama direncanakan. Tetapi sejauh ini kita mencari cara bagaimana strateginya. Bappenas tidak pernah mengeluarkan strategi pengembanganwilayah yang istilahnya „didengarkan orang‟. Memang saat Repelita II pernah ada, tapi setelah itu tidak ada lagi. Kemudian Kementerian Perindustrian juga pernah mengeluarkan WPPI yaitu wilayah pusat pengembangan industri, dimana daerah WPPI I adalah wilayah Sumatera, wilayah
WPPI II dan lain-lain, tetapi kemudian hilang. Beberapa waktu yang lalu kita pernah mempunyai studi yang disebut sebagai koridor ekonomi, dimana dicoba dikembangkan regional development approach yang intinya tidak lain adalah pusat-pusat pertumbuhan. Bagaimana kaitannya Pengembangan Kapet?
dengan
Pengembangan
Kawasan
Andalan
dan
Sebenarnya sudah cukup lama pemerintah pusat ingin membangun pusat pertumbuhan di luar pulau Jawa. Beberapa waktu yang lalu telah disusun Rencana Pengembangan Kawasan Andalan, juga pengembangan KAPET, hanya terkesan kurang berkembang. Hingga akhirnya ada pemikiran pengembangan koridor, karena memang kita melihat pengalaman beberapa Negara lain, seperti, India dan Greater Mekong Delta, yang mengembangkan koridor dan ternyata cukup berhasil. Ketika dicermati lebih jauh, ternyata ada perbedaan Kawasan Andalan dengan koridor dimana di pengembangan koridor ada penetapan prioritas pengembangan di wilayah koridornya. Koridor Sumatera misalnya, yang ditetapkan koridornya adalah wilayah pantai Timur, karena memang pantai Timur relatif lebih berkembang dibandingkan dengan pantai Barat. Konkritnya, bila ingin mengembangkan wilayah Sumatera, lebih baik kita konsentrasi dulu di pantai Timur sebagai daerah pusat-pusat perkembangannya. Nanti diharapkan wilayah tersebut akan menularkan ke kawasan Barat. Jadi pusat-pusat pertumbuhannya pun kemudian ditetapkan di wilayah pantai Timur Sumatera. Memang akan dipertanyakan, apakah kita akan meninggalkan wilayah Barat Sumatera? Di awal kelihatannya memang demikian, karena dana kita terbatas. Jadi kita akan mengembangkan yang lebih maju dulu dengan program pembangunan pelabuhan dan bandara, kemudian untuk yang ke Barat kita batasi hanya pada jalur-jalur utama. Jadi wilayah Barat juga akan tetap dikembangkan misalnya dari Palembang itu jalur ekonomi yang ke Barat ke arah Bengkulu, dan dari Pekanbaru yang dikembangkan ke arah Padang. Lebih jauh kalau memang kita ingin mengembangkan Padang atau Bengkulu, yang diusulkan bukan program pertumbuhan tetapi lebih ke arah program pelayanan dasar seperti pendidikan dan air bersih. Salah satu elemen utama strategi penyusunan Masterplan tersebut adalah dengan mengembangkan koridor ekonomi di Indonesia, mengapa dipilih koridor ekonomi sebagai sarana percepatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia ? Begini, kita lebih memilih mengkonsentrasikan pertumbuhan ekonomi pada koridorkoridor ekonomi terlebih dahulu. Dengan asumsi investasi yang kita lakukan pada koridor ekonomi akan lebih cepat kembali dibandingkan yang kita investasikan di luar koridor. Koridor ekonomi yang dipilih adalah kawasan-kawasan yang lebih berkembang dibandingkan kawasan lainnya. Jadi multiplier ekonominya sudah jelas akan lebih banyak.
Bagaimana dengan pertumbuhan di luar koridor ekonomi? Sebagaimana kita ketahui bahwa penyusunan Masterplan pada koridor ekonomi, memakai 3 pendekatan yaitu pertama koridor ekonomi; yang kedua adalah konektivitas; dan ketiga sumber daya manusia dan IPTEK. Untuk konektivitas, ada dua misi yang ingin dicapai. Pertama, menghubungkan antar pusat-pusat pertumbuhan di koridor ekonomi. Kedua, menghubungkan antara koridor ekonomi dengan yang di luar koridor yang menjadi tugas APBN. Diharapkan pengembangan pada koridor ekonomi bisa dilaksanakan oleh swasta, sedangkan yang menghubungkan antara koridor ekonomi dan yang diluar koridor ekonomi dilaksanakan oleh pemerintah melalui mekanisme RPJM. Dalam rangka melaksanakan program tersebut, dukungan apa saja yang diberikan oleh pemerintah ? Penyusunan Masterplan saat ini agak berbeda dengan penyusunan Masterplan di masa lalu, saat ini kita melibatkan pihak swasta, pemerintah daerah, dan lain lain. Pola yang dikembangkan dalam Masterplan adalah untuk memfasilitasi dunia usaha. Oleh karena itu dalam Masterplan ini juga terdapat daftar dukungan-dukungan apa yang dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha dan hambatanhambatan regulasi atau birokrasi apa yang ditemui oleh dunia usaha baik di pusat maupun di daerah. Selanjutnya, hasil inventarisasi ini kemudian disampaikan kepada pemerintah, dalam hal ini kementerian yang menanganinya. Sebagai contoh ada yang mengusulkan UU Ketenagakerjaan diganti, maka hal ini kita sampaikan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk ditelaah apakah mungkin untuk diganti seluruhnya atau hanya perlu direvisi sebagian. Kalau akan dilakukan penggantian/revisi berapa lama waktu yang diperlukan. Hal ini akan dilakukan melalui proses dialog antara Kementerian terkait dengan pihak swasta. Pada dasarnya apa yang disuarakan oleh pihak swasta akan kita minta tanggapannya kepada para menteri yang terkait. Demikian juga terkait sektor lain, kami akan meminta penjelasan kepada sektor yang bersangkutan sesuai dengan tugas kerjanya. Menurut Bapak, bagaimana pola koridor ekonomi itu sendiri ? Pola itu dapat digambarkan yaitu misalkan ada sekitar 20 proyek besar yang menjadi prioritas pemerintah, maka harus disusun katalisasi pelaksanaan proyek tersebut di dalam Masterplan sampai 2014. Harus diindentifikasikan proyek-proyek yang sudah menjadi kesepakatan antara pemerintah dan swasta pada tiap-tiap koridornya, sehingga bisa disusun jadwal pelaksanaannya. Kemudian disusun lagi prioritas pelaksanaan proyek berdasarkan keterlibatan pemerintah, semakin kecil keterlibatan pemerintah dalam proyek maka semakin tinggi prioritas proyek 2014, dimana pada proyek ini keterlibatan pihak swasta menjadi hal yang utama. Kalau proyek ini jalan, diharapkan akan mentrigger pelaksanaan masterplan lainnya, sehingga lambat laun pihak investor akan memiliki kepercayaan diri bahwa ternyata memang programprogram ini benar jalan. Apabila Masterplan sudah selesai disusun, selanjutnya dibuat action plan yang nantinya akan diturunkan sebagai INPRES untuk hal-hal yang menjadi bagian pemerintah
terutama yang kaitannya dengan infrastruktur dan regulasi, sehingga hal tersebut akan menjadi komitmen pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari Masterplan, nanti juga ada tim kerja yang akan terus memonitor pelaksanaan. Tim kerja ini akan memonitor INPRES dan juga menyiapkan desk untuk wadah bertemunya swasta dan pemerintah dalam rangka menyelesaikan project showcase. Sebenarnya sudah ada satu pola, yaitu contoh proyek di Lombok, dimana kita pernah ingin mendatangkan satu investor luar negeri dari Uni Emirat Arab, namanya EMAAR dari Dubai. Waktu kunjungan delegasi Indonesia ke sana, mereka sangattertarik untuk investasi. Mereka akan membuat resort yang diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi, karena mereka sudah berhasil dimana-mana. Mereka mau datang (tertarik dengan Lombok), tetapi mereka meminta bandara yang representatif, akses jalan yang baik dari bandara ke lokasi serta fasilitas air bersih sebagai salah satu syarat sebelum mereka melakukan investasi. Pemerintah melalui proses yang cukup panjang pada akhirnya bisa menyediakan fasilitas yang diminta. Bandara sudah dibangun, jalan sudah diperlebar, air bersih juga sudah disiapkan, akan tetapi tiba-tiba Dubai krisis, sehingga tidak jadi berinvestasi, padahal permintaan mereka sudah dipenuhi oleh pemerintah. Jadi sebenarnyan pemerintah bisa kalau mau berkonsolidasi untuk hal-hal yang seperti itu. Lebih lanjut, diharapkan hal tersebut dapat diaplikasikan pada 20 proyek besar yang menjadi prioritas. Yang harus sangat dihindari adalah jangan sampai ada proyek prioritas yang banyak bersinggungan dengan UU yang bermasalah, agar kita bisa memperkirakan batas waktunya, pasti dalam prosesnya nanti ada regulasi yang diperbaiki akan tetapi diharapkan perbaikan regulasi tersebut tidak malah menjadi penghambat. Program tersebut tentunya akan melibatkan banyak stakeholder, siapa yang akan menjadi fasilitatornya? Kemenko Perekonomian dan Bappenas akan bertindak selaku fasilitator. Kita mengharapkan adanya dialog yang intensif antara pemerintah dan swasta, kalau pihak swasta misalnya sudah puas dengan jawaban dari pemerintah, diharapkan akan ada komitmen untuk berinvestasi. Sebetulnya dari proses dialog bersama ini, kita sudah bias mengindikasikan besaran investasi yang akan ditanamkan sampai dengan 2014, yang disusun per sektor dan per koridor. Hal yang menjadi catatan utama adalah bahwa pihak swasta akan melakukan investasi, apabila dukungan infrastrukturnya dipenuhi atau permintaan dukungannya dipenuhi.
Bagaimanakah kendala-kendala yang akan dihadapi dalam merealisasikan program tersebut? Begini, adalah sulit untuk menghimpun kemauan semua orang, mengingat ini merupakan proses yang pertama kali dilakukan. Kita belum melaksanakan diskusi yang intensif seperti yang dilakukan oleh Malaysia. Walaupun Malaysia sudah memiliki rencana pembangunan lima tahunan akan tetapi mereka juga membuat semacam Masterplan. Tetapi bedanya di sana 400 orang bekerja secara intensif selama 2 bulan penuh dalam satu gedung, dimana dari 400 orang itu, 200 orang berasal dari pemerintah, dan 200 dari the best brain swasta dan dibantu oleh konsultan internasional. Mereka dibebaskan dari tugas sehari-hari setiap hari bekerja di sana. Pemerintah menyediakan satu gedung milik Petronas yang disewa selama dua bulan untuk bekerja menyusun Masterplan. Setiap 2 minggu Prime Minister datang meninjau untuk menanyakan kemajuannya. PrimeMinister mengirimi surat secara langsung kepada 200 orang the best brain melalui perusahaanperusahaan. Jadi tenaga yang dikirim oleh perusahaan bukan sembarangan orang. Tadinya kita ingin mencontoh hal tersebut tetapi tidak dimungkinkan oleh karena berbagai hal. Dalam kapasitas sebagai Deputi Menteri Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian, sejauh Kemenko Perekonomian tidak menyusun Masterplan ini dari awal, karena Masterplan ini seharusnya telah disusun oleh Bappenas, jadi ini merupakan kombinasi, karena secara kebetulan Kemenko memiliki studi tentang koridor sedangkan Bappenas memiliki studi tentang konektivitas, sehingga kemudian kedua hal tersebut menjadi dua pilar. Ada satu lagi pilar yang namanya IPTEK dan SDM dimana institusi yang menjadi penanggung jawabnya adalah, Kemendiknas, Kemenaker, Kemenristek serta Komite Inovasi Nasional, dimana pilar ini diharapkan menjadi pilar ketiga. Masterplan ini seharusnya masuk ke dalam sistem pembangunan nasional, artinya kalau ada infrastruktur yang direkomendasikan oleh Masterplan ini, harapannya harus masuk ke RKP (Rencana Kerja Pemerintah) sehingga bisa didanai. Kemenko bertugas untuk mengawalpelaksanaannya serta mengkoordinir sektor-sektor yang nantinya menjadi sorotan dan dijadikan prioritas. Jadi kita akan meminta sektor-sektor untuk melaksanakan apa yang sudah dirumuskan dalam Masterplan tersebut. Dalam program tersebut, keluaran seperti apa yang diharapkan serta seberapa besar pengaruh yang akan ditimbulkan terhadap perekonomian di perekonomian yang lebih berimbang antara Pulau Jawa dan pulau lainnya. Sebagai mana kita ketahui bersama bahwa sekarang ini Pulau Jawa masih mendominasi perekonomian Indonesia. Hal ini diindikasikan dari hamper 58% PDB nasional adalah dari Pulau Jawa. Pemerintah memprediksikan pada tahun 2025 PDB nasional akan naik 6 kali lipat menjadi 4300 Milyar USD dari PDB nasional yang saat ini sebesar 700 milyar USD. Diharapkan dari kondisi tersebut, kontribusi PDB dari Pulau Jawa cukup 54% saja. Artinya Pulau Jawa yang tadinya berkontribusi 450 milyar USD akan menjadi 2000-an milyar USD atau berarti hanya naik 3 kali lipat lebih. Sedangkan sisanya 250 milyar USD harus menjadi 2.000-an milyar USD atau berarti naik menjadi 8 kali lipat.
Bagaimana cara kita mencapainya? Untuk mencapainya sudah tentu akan sangat membutuhkan energi yang banyak. Berapa energi yang harus dibangun di luar Jawa untuk membuat hal itu dapat terjadi?Salah satu contoh adalah dalam eksploitasi aluminium , yang berasal dari bahan dasar alumina, dimana alumina berasal dari bauksit. Yang terjadi sekarang kita hanya mengambil bauksitnya danlangsung diekspor tanpa diproses terlebih dahulu. Padahal jika kita bisa membuat alumunium di Kalimantan maka nilai ekonomisnya akan jauh menjadi lebih tinggi. Misalnya, 1 juta ton bauksit per tahun, yang dijual seharga 1 USD/ton jadi total yang kita dapatkan hanya 1 juta USD. Sedangkan kalau dijadikan alumunium bisa menjadi 30 juta USD, yang berarti ada 30 kali peningkatan value added, belum multiplier effect lainnya seperti penyerapan tenaga kerja yang sudah pasti juga akan meningkat. Disamping bauksit di Kalimantan, kita juga memiliki nikel di Sulawesi dan emas di Halmahera. Jadi yang dapat mendorong terjadinya semua itu adalah ketersediaan energi di setiap wilayah tersebut, yang dapat mendukung proses bahan-bahan mentah tersebut agar memiliki nilai tambah yang tinggi. Lebih lanjut, hal lain yang harus kita perhatikan adalah pemilihan pintu gerbang negara. Sebaiknya pintu gerbang negara tidak hanya di wilayah Barat Indonesia saja, tetapi juga di wilayah Timur, supaya terjadi penyebaran pertumbuhan. Sebagai contoh, pintu gerbang laut bias ditetapkan dengan 2 (dua) pilihan tempat, yaitu satu di Sumatera Utara
(karena dilewati selat Malaka yang sangat ramai) dan satu lagi di Bitung (Sulawesi Utara). Jadi yang namanya lintas barang itu transitnya di dua tempat itu, yang ke arah Jepang lewat Bitung, yang ke Eropa lewat Sumatera Utara. Sementara untuk pintu gerbang udara, di samping bandara Soekarno Hatta (Banten) seharusnya ada pembagian beban yaitu bandara Hassanudin (untuk Timur Indonesia) dan Kuala Namu (untuk Barat Indonesia), bahkan mungkin di Bali. Harapannya adalah agar penyebarannya terjadi lebih cepat. Diharapkan dari situ, perekonomian makin berkembang dan dapat lebih mendorong sektor produksi. Jadi, tidak hanya terkonsentrasi di wilayah Barat saja, tetapi juga di wilayah Timur Indonesia