Volume XIII
APRIL 2016
Volume XIII APRIL 2016
daftaR isi
WaWanCARA
12
Airin: Kita Harus Memiliki Optimisme 5
Strategi Kota Menghadapi MEA Kota-kota di Indonesia telah siap menghadapi pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang dimulai sejak awal 2016 ini. Strateginya adalah memperkuat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Bagaimana peluangnya?
9
Yang Menembus Pasar Asean
40
JEJAK
Sabang, Kejayaan Kota Pelabuhan Tempo Dulu
Banyak daerah yang telah menembus pasar bebas Asean. Saatnya me nyerbu, bukan menunggu.
Sabang memiliki sejarah yang panjang sebagai kota pelabuhan.
Laporan KHUSUS 14
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada Desember 2015 lalu memunculkan beberapa perempuan sebagai pemenang. Salah satunya adalah Airin Rachmi Diany.
Menggali Potensi Kota-kota Pesisir Samudera Hindia
38
PROFIL
Negara-negara bergaris pantai Samudera Hindia kian mempererat kerja sama. Pengembangan potensi ekonomi kawasan pesisir menjadi prioritas.
19
Monumen Sejarah Negara Maritim Dengan bangga, Kota Padang, Sumatera Barat, mengabadikan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTM) Negara-negara pesisir Samudera Hindia atau Indian Ocean Rim Association (IORA) 2015 lalu.
w
Menyoal Implementasi Urusan Pendidikan
22
w
APEKSI pun Mendukung Gugatan ke MK
25
w
Munas V APEKSI Siap Digelar
27
w
Rapat Awal Tahun 2016
30 Diterbitkan oleh: Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi)
Majalah Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia
Alamat: Rasuna Office Park III WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum Jl. Taman Rasuna Selatan, Kuningan, DKI Jakarta, 12960, Indonesia Telpon: +62-21 8370 4703 Fax: +62-21 8370 4733 http://www.apeksi.or.id
Termuda, Independen Pula Dilantik sebagai Wali Kota termuda dari Tanjungbalai. Itulah Muhammad Syahrial, yang memilliki karier politik unik.
Penanggung Jawab: Ketua Dewan Pengurus Apeksi Pemimpin Redaksi: Dr. Sarimun Hadisaputra, MSi Wakil Pemimpin Redaksi: H. Soeyanto, Sri Indah Wibi Nastiti Dewan Redaksi: Drs. H. T. Dzulmi Eldin, MSi (Komwil - I, Kota Medan), Drs. Herman, H.N., MM. (Komwil - II, Kota Bandar Lampung), Hj. Airin Rachmi Diany, SH.,MH. (Komwil - III, Kota Tangerang Selatan, dr. H. Samsul Ashar, Sp.Pd. (Komwil - IV, Kota Kediri), H.M. Riban Satia, S.Sos. (Komwil - V, Kota Palangkaraya), Drs. H. Burhan Abdurahman, MM (Komwil - VI, Kota Ternate), M. Abdurahman, Tri Utari dan Sukarno, Suharto, Mukhlisin Iklan: Imam Yulianto Administrasi & Distribusi: Teguh Ardhiwiratno
Volume XIII
APRIL 2016
dari REDAKsi
Setelah MEA, Menjelang Munas
Volume XIII APRIL 2016
S
ejak Januari 2016, pasar bebas di negara-negara Asia Tenggara dimulai. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economic Community (AEC) adalah nama yang membingkai kesepakatan pasar bebas itu. Dengan MEA, setiap negara anggota harus membuka diri untuk lalu lintas barang, jasa, dan pekerja dari negara-negara lain. Maka, era kompetisi bebas pun dimulai. Dan kuncinya adalah daya saing. Bagaimana dengan kesiapan dan daya saing kota-kota di Indonesia meng hadapi era MEA ini? Inilah pertanyaan yang ingin dijawab melalui Laporan Utama Majalah Kota Kita. Beberapa wali kota mengakui, sejauh ini pemberlakuan MEA belum memiliki dampak signifikan pada perekonomian lokal. Namun, mereka yakin dalam beberapa bulan ke depan, atau tahun-tahun berikutnya, MEA pasti akan mengubah banyak hal. Ketika barang-barang atau pekerja-pekerja dari negeri jiran mulai merangsek ke kota-kota di seluruh Indonesia, pasar bebas akan memperlihatkan wajahnya. Karena itu, sedini mungkin, para wali kota sudah melakukan antisipasi, sudah menyusun berbagai strategi, agar kota-kota di Indonesia memiliki daya saing tinggi, dan mampu meraih keuntungan serta manfaat dari setiap peluang yang ada. Bagaimana caranya, itulah yang diulas dalam Laporan Utama edisi ini. Masih berkaitan dengan pengembangan potensi ekonomi perkotaan, dalam Laporan Khusus kami mengangkat topi tentang Konferensi Tingkat Menteri Negara-negara yang Berbatasan dengan Pantai Samudera Hindia atau Indian Ocean Rim Association (IORA). Konferensi dilaksanakan di Kota Padang, Sumatera Barat, pada Oktober 2015. Dalam Konferensi tersebut juga dibentuk Forum Pemerintah Daerah di Pesisir Samudera Hindia (Indian Ocean Local Government Forum/IOLGF)-Indonesia atau Indonesia-IOLGF. Ini merupakan forum bagi kota-kota di Indonesia yang berpesisir Samudera Hindia. Keberadaan Indonesia-IOLGF dimaksudkan untuk membangun sinergi antar-pemerintah kota di Indonesia yang wilayahnya berbatasan atau memiliki pantai di Samudera Hindia. Dengan sinergi, maka potensi ekonominya bisa digali dan dikembangkan untuk memajukan kota dan warganya. Melalui laporan ini, diharapkan kota-kota anggota Indonesia-IOLGF semakin intens membangun sinergi. Di rubrik-rubrik lain, Majalah Kota Kita menurunkan berbagai berita penting dan menarik yang berkaitan dengan dinamika perkotaan di Indonesia dan agenda-agenda kerja Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). Ada laporan dari seminar tentang implementasi dan strategi pengelolaan urusan bidang pendidikan pasca diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dari seminar ini diperoleh rekomendasi seperti apa pengelolaan pendidikan di daerah diselenggarakan. Kami juga menurunkan berita tentang kesiapan penyelenggaraan Musyawarah Nasional (Munas) V APEKSI 2016 yang akan dilaksanakan di Kota Jambi pada 27-31 Juli 2016. Ini akan menjadi salah satu Munas terpenting APEKSI setidaknya karena dua hal. Pertama, berada dalam situasi MEA. Kedua, ini Munas pertama pasca pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang berlangsung Desember 2015. Dari pilkada serentak itu telah muncul banyak wali kota baru. Mengingat pentingnya Munas kali ini, diharapkan seluruh wali kota se-Indonesia beserta perangkatnya bisa hadir dan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan Munas hingga usai. Sebab, Munas yang akan dibuka Presiden Joko Widodo ini juga akan melahirkan keputusan-keputusan penting untuk memajukan perkotaan di Indonesia. Semoga semua sajian Kota Kita edisi ini memberikan banyak manfaat dan dapat menjadi referensi bagi seluruh stakeholder perkotaan. Selamat membaca.
Laporan Utama
Strategi Kota
Menghadapi MEA Kota-kota di Indonesia telah siap menghadapi pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang dimulai sejak awal 2016 ini. Strateginya adalah memperkuat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Bagaimana peluangnya?
Volume XIII
APRIL 2016
Laporan Utama
S
udah mulai bergulir sejak Januari 2016, pemberlakuan pasar bebas di kawasan Asia Tenggara, yang dikenal de ngan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economic Community (AEC) dampaknya belum begitu terasa di banyak kota di Indonesia. Tidak seheboh yang dicemaskan. “Dampaknya terhadap persaingan usaha di tingkat lokal belum terasa signifikan. Namun, semua pihak tetap harus mempersiapkan diri. Sebab, ke depan pasti akan berpengaruh pada persaingan usaha,” demikian komentar Wali Kota Tangerang Selatan, Banten, Airin Rachmi Diany. Kondisi serupa juga dirasakan Wali Kota Gorontalo Marten Taha. “Sejauh ini masih berjalan normal. Kondisinya masih sama dengan sebelum diberlakukannya MEA. Yang menggerakkan ekonomi masih masyarakat lokal,” ujar Marten Taha. “Mungkin karena Gorontalo tergolong kota kecil yang belum begitu terkoneksi dengan ekonomi global. Tapi, persiapan harus tetap dilakukan,” imbuhnya. Hal tersebut juga dirasakan Wali Kota Pekanbaru Firdaus. “Di awal tahun ini, program MEA memang belum terasa. Tapi, lihat dua atau tiga bulan lagi, itu sudah mulai terlihat bagaimana MEA bekerja,”
Volume XIII APRIL 2016
Umar Z Hasibuan, Wali Kota Tebingtinggi
Maten Taha, Wali Kota Gorontalo
katanya. Karena itu, ia menegaskan, persiapan harus terus dilakukan. “Kita harus siap bersaing,” tandasnya.
pemkot menempuh strategi dengan memperkuat dan mengembangkan sektor UMKM. Disusul kemudian dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan pemanfaatan teknologi informasi. Pemkot Denpasar di Provinsi Bali, misalnya, benar-benar fokus dalam pengembangan UMKM. Dimulai de ngan mempermudah proses perizinan pendirian UMKM namun dilengkapi dengan sertifikasi. Artinya, semua UMKM yang terbentuk kemudian disertifikasi agar memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu sehingga memiliki daya saing tinggi. Untuk itu, ada tiga jenis sertifikasi yang disiapkan Pemkot Denpasar. Yaitu, sertifikasi badan usaha UMKM, sertifikasi pelaku usaha UMKM, dan sertifikasi produk UMKM. Untuk itu, Pemkot Denpasar bekerja sama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang ada di Surabaya, Jawa Timur. “Dengan sertifikasi tersebut, UMKM Kota Denpasar akan berstandar internasional, dan diharapkan mampu bersaing di pasar global,” ujar Wali Kota Denpasar Ida Bagus Ray Dharmawijaya. Saat ini, di Kota Denpasar terdapat lebih dari 4.000 UMKM yang melibatkan 27.900 tenaga kerja. Hingga kini, sudah 400 UMKM yang telah disertifikasi. Memperkuat sektor UMKM menghadapi MEA melalui program sertifikasi juga
Fokus UMKM Tapi, jauh-jauh hari, hampir semua pemerintah kota (pemkot) di seluruh Indonesia sudah mempersiapkan ber bagai strategi dan langkah-langkah untuk menghadapi pasar bersama 10 negara Asean yang meliputi tenaga kerja, arus perdagangan dan jasa, dan penjualan produk. Secara umum, kebanyakan
Laporan Utama
dilakukan Pemkot Malang, Jawa Timur. Ditargetkan, pada 2016 ini, sedikitnya 400 UMKM akan memperoleh bantuan sertifikasi. Anggarannya telah disiapkan melalui APBD. Untuk itu, Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang bekerja sama dengan lembaga sertifikasi yang dinaungi Universitas Merdeka Malang. Saat ini terdapat 1.030 UMKM di Kota Malang. Sebagian besar memang belum disertifikasi. Diharapkan, melalui sertifikasi, sektor UMKM Kota Malang memiliki daya saing lebih kuat. Sertifikasi yang dilakukan meliputi kemampuan dan peningkatan manajemen pelaku UMKM. Bantuan sertifikasi ini diberikan bersamaan dengan program pelatihan kete rampilan bagi pelaku sekor UMKM. “Selain itu, kami juga berupaya agar pelaku usaha mikro kecil ini bisa mendapatkan pinjaman kredit lunak dari perbankan sebagai modal,” ujar Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang Anita Sukmawati. Hal yang sama juga dilakukan Pemkot Surabaya. Ibu Kota Provinsi Jawa Timur
mempermudah perizinan usaha di sektor UMKM. Tidak hanya itu. Pemkot Surabaya juga akan memberikan berbagai kemudahan pengembangan usaha, bahkan perbantuan untuk mematenkan produkproduk UMKM lokal. Berbagai pendidikan dan pelatihan terhadap pelaku UMKM juga terus digalakkan. “Tujuannya agar warga Surabaya tetap menjadi tuan rumah di kotanya sendiri,” ujar Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Industri (Disperindagin) Kota Surabaya, Widodo Suryantoro. Di Provinsi Riau, Pemkot Pekanbaru memperkuat sektor UMKM untuk mampu bersaing di pasar bebas Asean. Dimulai dari mempermudah proses perizinan, fasilitasi permodalan, pematenan produk, hingga ke jaringan pemasarannya. Bahkan, perizinan di Kota Pekanbaru telah didele gasikan hingga ke tingkat kecamatan. Semua pengurusan perizinan sektor UMKM serba cepat, dekat, dan gratis. Saat ini, Pemkot Pekanbaru telah menerbitkan 1.600 izin.
Masalah SDM Salah satu masalah krusial yang dihadapi kota-kota di Indonesia dalam menghadapi MEA, menurut Wali Kota Tebingtinggi Umar Zunaidi Hasibuan, adalah persoalan kompetensi dan kualitas SDM. “MEA ini, kan, tidak bisa ditolak. Jadi ya harus kita hadapi, caranya melalui peningkatan kompetensi SDM. Karena, itulah masalah kita selama ini,” ujarnya. Menurutnya, pemerintah daerah bisa saja mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memberikan perlindungan terhadap pelaku usaha lokal. Namun, tanpa dibarengi dengan penguatan dan pengembangan SDM, daerah akan tetap memiliki daya saing yang memadai. “Kuncinya ada di SDM,” tandas Umar Zunaidi Hasibuan. Karena itu, menurutnya, sudah jauhjauh hari Pemkot Tebingtinggi menggalak kan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi pelaku usaha sektor UMKM. Dengan begitu, UMKM akan mampu menghasilkan produk-produk unggulan yang berkualitas dan memenuhi standar Volume XIII
APRIL 2016
Laporan Utama pasar global. Meskipun belum maksimal karena masih dalam proses, hasilnya sudah mulai terasa. “Sekarang produkproduk UMKM di Tebingtinggi sudah jauh lebih baik dan layak ekspor,” ujar Umar Hasibuan. Wali Kota Gorontalo Marten Taha juga mengakui, di banyak daerah kesiapan SDM menjadi persoalan tersendiri. Diakuinya, warga kota belum banyak yang memiliki etos, spirit, atau attitute kewirausahaan (entrepreneurship). Karena itu, Marten mengaku tugas terberatnya justru mengubah mindset tersebut. “Kami akan membangun lingkungan agar anakanak muda memiliki jiwa entrepreneurship, menekuni ekonomi kreatif,” kata Marten. Salah satu yang dilakukannya adalah de ngan mendorong dan memberikan fasilitas pemanfaatan teknologi informasi. Menyadari hal yang sama, Pemkot Balikpapan, bertekad menggenjot kualitas tenaga kerja yang ada di Kota Balikpapan. Hal ini dilakukan agar tenaga kerja meningkat dan mampu bersaing dengan yang lain, terutama dengan tenaga kerja asing. Untuk Kota Balikpapan yang jauh dari Jakarta, bagi Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, perbaikan masalah SDM bisa lebih berat. Misalnya, untuk proses sertifikasi harus dilakukan di luar Balikpapan, seperti di Jakarta. “Memang harus disertifikasi. Tapi, saat ini kalau mau membuat sertifikasi ada di Jakarta. Untuk itulah kami
Volume XIII APRIL 2016
minta ada lembaga sertifikasi di daerah juga,” ujar Rizal. Guna mengatasi masalah tersebut, Pemkot melalui dinas terkait seperti Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial (Disnakersos) menjalin kerja sama de ngan sekolah dan balai latihan untuk terus memaksimalkan pelatihan sesuai kebutuhan yang ada. Selain itu, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Balikpapan juga menggalakkan pelatihan dan pembekalan
dilakukan secara bertahap bagi pelaku UMKM. Pelatihan dan pembekalan sudah dilakukan sejak 2015. Pelatihan, misalnya, meliputi pengemasan, peraturan mengenai UMKM, dan tentang produksi mereka sendiri, serta tentang pelaporan keuangan usaha. Dengan segala keterbatasan, para wali kota menganggap pemberlakuan MEA sebagai peluang dengan tantangan yang cukup besar. Menurut Umar Hasibuan, dampak dan perubahan-perubahan signifikan memang belum bisa dirasakan saat ini, karena pemberlakuan MEA baru berjalan tiga bulan. Namun, ia yakin, dalam beberapa bulan, atau setahun sejak diberlakukan, MEA akan menghadirkan perubahan-perubahan signifikan. “Ini bukan soal menguntungkan atau tidak. Ini merupakan peluang bagi kita untuk memajukan perekonomian Indonesia secara merata,” ujarnya. Hal yang sama juga dibaca oleh Marten Taha. Dengan pasar bebas, menurutnya, semua akan berproses menjadi lebih kompetitif. Konsumen akan lebih diuntungkan karena memiliki lebih banyak pilihan akan produk-produk dan jasa yang lebih berkualitas. “Saya yakin, nantinya akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional, termasuk di Kota Gorontalo,” ujar Marten Taha.
Laporan Utama
Yang Menembus Pasar Asean Banyak daerah yang telah menembus pasar bebas Asean. Saatnya menyerbu, bukan menunggu.
K
ota Bandung, Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, disebutsebut sebagai salah satu daerah yang paling siap menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Benarkah? Memang banyak strategi yang telah ditempuh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung agar dunia usaha di kota tersebut mampu menembus pasar global, setidaknya di tingkat Asean. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil pernah bertemu dengan Alvin Sheng Hui Tan, Head of Public Policy Southeast Asia Facebook, untuk menjalin kerja sama. Hasilnya, pihak Facebook akan menyediakan konten khusus untuk memasarkan berbagai produk lokal dari Kota Bandung dengan nama “Bandung Juara Store”. Di dalam konten ini, para pelaku industri kreatif Kota Bandung dapat memasarkan produknya ke seluruh dunia. “Kerja sama ini dilakukan, selain se-
bagai sarana promosi berbagai produk asal Kota Bandung, juga dalam rangka menghadapi MEA 2016,” kata Ridwan Kamil. Dengan kerja sama ini, Bandung merupakan kota pertama di Asean yang paling siap menggunakan platform Facebook untuk memajukan perekonomian lokal. Selain itu, Pemkot Bandung juga meluncurkan Little Bandung, ajang promosi produk-produk ekonomi Kota Bandung di negara-negara tetangga. Tidak hanya itu, Little Bandung juga didesain sebagai outlet di luar negeri dengan menjual beragam produk lokal baik makanan, parawisata, maupun kerajinan yang berasal dari Bandung. Sebagai contoh, Pemkot Bandung sudah membuat Little Bandung Mobile. Little Bandung Mobile itu keliling negara-negara sahabat guna memfasilitasi pembukaan gerai bisnis. Sudah dimulai di Kuala Lumpur, Malaysia, dan kemudian di Bangkok, Thailand. Volume XIII
APRIL 2016
Laporan Utama
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil (kanan) saat bertemu dengan Alvin Sheng Hui Tan, Head of Public Policy Southeast Asia Facebook. Dengan demikian, pintu di kedua negara tersebut sudah terbuka bagi Bandung. Little Bandung disiapkan sebagai strategi “menyerbu” pasar negara te tangga. Artinya, Pemkot Bandung telah menyediakan fasilitas agar masyarakat Kota Bandung bisa proaktif dan tidak menunggu datangnya warga asing. Dari situ, pelaku usaha Bandung di bidang kuliner, parawisata, dan event organizer sudah menembus pasar negara tetangga. Tapi, hal yang sebaliknya justru terjadi Kota Pandangpanjang, Sumatera Barat. Tanpa harus “menyerbu”, kota ini mampu “menaklukkan” pasar negaranegara tetangga. Setidaknya untuk bidang pendidikan, wisata, dan beberapa produk ekonomi kreatif. Misalnya, di kota ini ada boarding school atau semacam pesantren yang siswanya banyak berasal dari Malaysia, Singapura, dan negara-ne gara Asean lainnya. “Jangan heran, kalau di Padangpanjang ini banyak beredar uang Malaysia,” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Padangpanjang Edwar Juliartha. Hal yang menarik lainnya, banyak produk-produk ekonomi kreatif dari Padangpanjang yang sudah dipasarkan Malaysia bukan melalui misi perdagang 10
Volume XIII APRIL 2016
an, melainkan dibawa oleh para guru atau dosen dari Padangpanjang yang mengajar di Malaysia. Ini sekaligus bermakna ganda: profesi guru dari Indonesia sudah menembus pasar Malaysia beserta produk-produk ekonomi kreatifnya. Menurut Edwar Juliar tha, Kota Padangpanjang berhasil menembus pasar negara-negara tidak dengan cara bersaing secara head to head, melainkan dengan
sinergi. Sinergi dilakukan dengan cara pertukaran budaya pariwisata, pendidikan, dan juga kuliner. Untuk mendukung pengembangan sinergi tersebut, sekolahsekolah di Padangpanjang juga mengajarkan bahasa Inggris, China, Vietnam, Arab, dan lainnya. “Dengan begitu, sumber daya manusia kita akan mampu bersaing dan menembus pasar global,” ujar Edwar Juliartha.
Edwar Juliartha, Sekretaris Daerah Kota Padangpanjang
Laporan Utama
Cimahi Technopark, Malang Komite Ekonomi Kreatif
Mochamad Anton, Wali Kota Malang
Di Kota Cimahi, Jawa Barat, ada Technopark. Di Kota Malang, Jawa Timur, dibentuk Komite Ekonomi Kreatif. Itulah di antara strategi pemerintah kota di Indonesia menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
P
embangunan Technopark di Kota Cimahi menjadi salah satu strategi Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi dalam menghadapi pasar bebas Asean yang dimulai sejak awal Januari 2016. Langkah ini ditempuh untuk memberikan perlindungan terhadap produk-produk lokal Cimahi agar bisa bersaing dengan produk asing. Di Technopark, Pemkot Cimahi akan memberikan bimbingan kepada masyarakat bahwa produk yang dibuat dapat dilihat kekurangannya. Misalnya, bila ada suatu produk yang memanfaatkan susu untuk diolah menjadi beberapa jenis produk. Selama ini, untuk konsultasi saja, pengolah susu rela harus melakukan konsultasi hingga keluar daerah hanya untuk mengetahui bagaimana meningkatkan kualitas produknya. Untuk itu, biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit. Dengan adanya Technopark, pelaku usaha di Cimahi tidak perlu lagi melakukan konsultasi jauh-jauh yang bisa menghamburkan biaya. Di Technopark ini, Pemkot Cimahi akan menyiapkan konsul-
tan-konsultan yang sudah terpercaya dari berbagai universitas untuk memajukan produk lokal Cimahi. Dengan demikian, Technopark ini akan menjadi instrumen untuk memajukan perekonomian warga Cimahi dalam menghadapi MEA. Sementara itu, di Kota Malang, Jawa Timur, Pemkot Malang membentuk Komite Ekonomi Kreatif. Pada medio Februari 2016, Wali Kota Malang Moch Anton resmi mengukuhkan Komite Ekonomi Kreatif ini. Diharapkan, Komite ini akan memperkuat dan menopang keberadaan Malang Creative Fusion (MCF) yang dideklarasikan dua pekan sebelumnya. MCF merupakan wadah dari kalangan kreator yang mempunyai kreativitas tinggi. “Di era sekarang ini, ekonomi kreatif menjadi pertaruhan dalam kompetisi pasar yang semakin ketat. Kota Malang yang mempunyai potensi besar di bidang ini mendapat dukungan sepenuhnya dari pihak Pemkot Malang,” ujar Moch Anton. Keberadaan Komite Ekonomi Kreatif dan MCF, menurut Anton, akan mendorong pengembangan potensi ekonomi kreatif Kota Malang yang sangat besar. Misalnya, di bidang dunia perfilman, animasi, fotografi, dan lain-lain. Volume XIII
APRIL 2016
11
WaWANCAra
Airin: Kita Harus Memiliki Optimisme
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada Desember 2015 lalu memunculkan beberapa perempuan sebagai pemenang. Salah satunya adalah Airin Rachmi Diany. Kemenangan tersebut mengantarkan Airin menduduki jabatan Wali Kota Tangerang Selatan untuk kali ke dua.
12
Volume XIII APRIL 2016
M
eskipun ini merupakan jabatannya yang kedua, perempuan yang lahir di Kabupaten Banjar, 28 Agustus 1976, memiliki beban tugas dan tanggung jawab yang lebih berat dibandingkan dengan kepemimpinan periode sebelumnya. Sebab, pelantikannya yang kedua kali ini bersamaan dengan pemberlakuan pasar bebas Asean, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economic Community (AEC). Dengan demikian, peraih gelar Magister Hukum (MH) dari Program Studi Ilmu Hukum Bisnis pada Universitas Padjadjaran Bandung tahun 2005 ini harus membawa kota yang dipimpinnya mampu bersaing dalam pasar bebas Asean. “Tapi kita harus tetap memiliki optimisme,” demikian jawaban Airin ditanya kesiapannya menghadapi MEA. Apa saja langkah-langkah dan strategi yang diambil Airin dalam mempersiapkan Kota Tangerang Selatan menghadapi MEA,
berikut petikan wawancaranya: Setelah MEA diberlakukan sejak Januari 2016, bagaimana perkembang an dunia usaha di kota Tangerang Selatan? MEA baru berlaku mulai Januari 2016. Ini baru tahapan awal. Dampaknya terhadap persaingan usaha di tingkat lokal masih belum terlihat secara signifikan. Namun, tentunya, semua pihak harus sudah mempersiapkan diri dengan baik. Karena, dalam beberapa waktu ke depan, dampak dari diberlakukannya MEA pasti akan mulai dirasakan. Seperti apa kira-kira dampaknya bagi perekonomian lokal di perkotaan? Jika kita cermati, diberlakukannya MEA akan memberikan perubahan yang besar bagi seluruh negara anggota ASEAN, bukan saja dalam hal arus perdagangan dan jasa, namun juga dalam hal persaingan tenaga kerja profesional dan investasi.
WaWANCAra Jika dipetakan, dalam konteks MEA yang sudah mulai berjalan ini, di bidang dan dalam hal apa saja ditemukan kelemahan-kelemahan yang masih ada? Baik sebelum dan maupun sesudah ditetapkannya MEA, kelemahan-kelemah an mendasar yang ada di kita adalah dalam hal kompetensi sumber daya manusia, permodalan, sistem manajemen, aktivitas promosi, dan standar kualitas produksi. Lalu bagaimana mengatasi kelemah an-kelemahan? Apa saja kebijakan dan langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut? Ada beberapa langkah dan kebijakan strategis yang dapat dilakukan menyikapi kelemahan-kelemahan yang masih kita miliki. Pertama, kita harus mengembangkan kapasitas sumber daya manusia. Ini dapat dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan. Kemudian juga peningkatan sikap profesionalisme dan pembangunan mental untuk menjadi individu yang mandiri, tangguh, dan berdaya saing. Kedua, melakukan penguatan sisi permodalan, khususnya bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Caranya, memberikan insentif dalam hal bunga pinjaman, memberikan kemudahan dalam proses perizinan usaha, dan membangun program kemitraan. Ketiga, meningkatkan kualitas manajemen perusahaan. Ini bisa dilakukan melalui pelatihan, pembinaan, asistensi, dan kerja sama dengan dunia akademik. Keempat, melakukan fasilitasi promosi produk baik di dalam maupun di luar negeri. Dan, kelima, meningkatkan kualitas produksi barang dan jasa melalui penetapan standar produksi. Dalam konteks MEA yang sudah mulai berjalan ini, sudah bisakah dipetakan, di bidang dan dalam hal apa saja kota yang Anda pimpin memiliki keunggulan dan daya saing yang cukup tinggi? Keunggulan yang dimiliki oleh Kota Tangerang Selatan adalah posisi geografis yang strategis, dukungan infrastruktur yang memadai, akses yang baik, keterse-
diaan tenaga kerja, taraf hidup masyarakat yang baik, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, iklim investasi yang kondusif, dan ketersediaan faktor pendukung lainnya, seperti lembaga penelitian dan pengembangan teknologi. Selama ini, kebijakan, program, dan langkah-langkah apa saja yang sudah diambil Pemkot Tangerang Selatan guna mempersiapkan diri menghadapi MEA? Langkah, program, dan kebijakan yang diambil dalam mempersiapkan diri menghadapi MEA di antaranya, pertama, melalui program pendidikan dan pelatih an. Ini diperlukan sebagai upaya untuk terus mengembangkan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia agar menjadi tenaga kerja dan wirausahawan yang komunikatif, terampil, terlatih, mandiri, tangguh, profesional, dan berdaya saing. Kedua, meningkatkan kemampuan permodalan dunia usaha, khususnya UMKM melalui sertifikasi badan usaha, penerbitan sertifikat tanah gratis, pemberian bantuan peralatan, pemberian kredit usaha dengan bunga rendah, dan pemberian kemudahan dalam proses perizinan. Ketiga, melakukan kegiatan pelatihan dan pembinaan sisi manajemen perusahaan, melakukan kegiatan promosi produk baik di dalam maupun di luar negeri, dan pemberian sertifikat merk dagang.
Setelah MEA mulai berjalan beberapa bulan ini, kebijakan, program, dan langkah-langkah apa saja yang hasilnya sesuai harapan dan, sebaliknya, yang ternyata tidak sesuai dengan harapan dan harus dilakukan penyesuaian-penyesuaian? Sejauh ini, seluruh program dan kegiatan masih berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan dan tujuannya. Tentu saja hal ini bukan berarti semuanya sudah sempurna. Ke depan, akan terus dilakukan peningkatan terhadap seluruh program dan kebijakan yang telah dikeluarkan agar senantiasa data mengikuti perkembangan yang ada. Secara umum, setelah mulai berjalan, apakah MEA ini lebih cenderung merugikan atau justru menguntungkan bagi kemajuan bagi perekonomian lokal di perkotaan? Yang harus dipahami dan ditanamkan pada semua pihak adalah bahwa MEA harus dilihat lebih sebagai peluang daripada tantangan. Kita harus memandang MEA sebagai sebuah kesempatan bagi tenaga kerja dan dunia usaha kita untuk dapat lebih berkembang dan lebih bersaing. Dengan adanya MEA, artinya lapangan kerja akan semakin besar dan pasar bagi produk kita akan semakin luas. Saya meyakini, diberlakukannya MEA akan menguntungkan bagi negara, dunia usaha, tenaga kerja, dan masyarakat kita. Kita harus memiliki optimisme terhadap hal ini. Volume XIII
APRIL 2016
13
Laporan khUsus
Delegasi Peserta Konferensi IORA di Kota Padang.
Menggali Potensi Kota-kota Pesisir Samudera Hindia Negara-negara bergaris pantai Samudera Hindia kian mempererat kerja sama. Pengembangan potensi ekonomi kawasan pesisir menjadi prioritas. Kota-kota pesisir di Indonesia akan memperoleh banyak manfaat. 14
Volume XIII APRIL 2016
P
ada Oktober 2015 lalu, Indonesia memperoleh kehormatan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Menteri (KTM) MenteriMenteri negara-negara anggota Indian Ocean Rim Association (IORA) atau Asosiasi Negara-negara Tepi Samudera Hindia. KTM tersebut dilaksanakan di Kota Padang, Sumatera Barat, 20-23 Oktober 2015. Semua anggota, yang terdiri dari delegasi 20 negara, hadir. Ada 14 Menteri Luar Negeri dan 6 pejabat setingkat Direktur Jenderal dari negaranegara anggota. Banyak kesepakatan penting dan
strategis yang ditelurkan KTM ini, yang di antaranya meliputi bidang kerja sama perdagangan, promosi dan investasi, serta pembangunan sosial antarnegara anggota. Selain itu, KTM juga membicarakan beberapa kesepakatan kerja sama di bidang keamanan dan keselamatan maritim (maritime safety and security), pengelolaan perikanan (pisheries manage ment), manajemen risiko bencana (disaster risk management), ilmu pengetahuan dan teknologi (academic, science, and techno logy), pertukaran budaya dan pariwisata (tourism and cultural exchange), dan pemberdayaan jender (gender empowerment). Sebagai tuan rumah, Indonesia mem-
Laporan khUsus peroleh banyak manfaat dari penyelenggaraan KTM IORA ini, khususnya bagi Kota Padang sendiri. Berawal dari Mauritus Pada mulanya, Indian Ocean Rim Association (IORA) ini dikenal sebagai Indian Ocean Rim Initiative and Indian Ocean Rim Association for Regional Cooperation (IOR-ARC). Ia merupakan organisasi internasional yang terdiri dari negara-negara yang berbatasan dengan Samudera Hindia. Organisasi ini pertama kali didirikan sebagai Indian Ocean Rim Initiative di Mauritius pada 1995, namun secara resmi baru di-launching pada 6–7 Maret 1997. Deklarasi tersebut menghasilkan traktat multilateral (multilateral treaty) yang dikenal sebagai Charter of the Indian Ocean Rim Association for Regional Cooperation. Hingga kini, Sekretariat IORA berkedudukan di Mauritius. Seperti namanya, organisasi ini lebih banyak dilatarbelakangi oleh kesamaan geografis, yaitu negara-negara yang sama-sama berada di pesisir Samudera Hindia. Dengan kesamaan geografis tersebut, negara-negara anggota memiliki potensi sumber daya alam dan potensi terhadap ancaman bencana yang juga
Peserta Konferensi IORA di Kota Padang. relatif sama, seperti gempa bumi dan tsunami. Di samping itu, tingkat kemajuan negara-negara yang berbatasan dengan Samudera Hindia ini kebanyakan juga merupakan negara berkembang. Ke-20 negara anggota IORA adalah Australia, Bangladesh, Comoro, India, I ndonesia, I ran, Kenya, M alaysia, Madagascar, Mauritius, Mozambik, Oman, Seychelles, Singapore, Afrika Selatan, Srilanka, Tanzania, Thailand, Uni Emirat
Arab dan Yaman. Di samping itu, juga tercatat ada 6 negara mitra dialog, yaitu China, Mesir, Perancis, Jepang, Ingris, dan Amerika Serikat. Sebagai forum regional, keanggotaan negara di dalam IORA terdiri atas tiga pilar, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan akademisi. Dengan demikian, dalam implementasi, kerja sama antarnegaranegara IORA selalu melibatkan unsur pemerintah, dunia usaha, dan akademisi.
Rumusan Rapat Kerja Komisi I Bidang Kebencanaan: Target
Program/Kegiatan Kerja
1. Terwujudnya Disaster Risk Reduction (DRR) atau Pengurangan Resiko Bencana (PRB) sesuai standar SFDRR (Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030).
1. Studi/Kajian/Mapping tentang potensi bencana (Hazard Mapping) serta kapasitas PRB di masing2 anggota IIOLGF;
2. Meningkatnya kesadaran anggota IIOLGF akan pentingnya PRB. 3. Tergalangnya dukungan dari negara anggota IORA (finance and management) untuk peningkatan infrastruktur dalam rangka PRB dan penanggulangan bencana.
2. Kerjasama dalam bentuk tukar menukar informasi, pengetahuan dan teknologi tentang Mitigasi Bencana, Tanggap Darurat, serta Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana dengan sesame anggota IIOLGF dan Negara anggota IORA; 3. Latihan bersama tentang kebencanaan antara anggota IIOLGF dengan Anggota IORA; 4. Membangun komunikasi antar anggota melalui media Email, WA, dan penyiapan data base bersama untuk menampung dokumen-dokumen dan pengalaman kebencanaan dari masing-masing anggota untuk di share secara bersama; 5. Kota Padang diminta untuk mengkoordinir program kegiatan yang lebih spesifik melalui komunikasi yang ada ke seluruh anggota IIOLGF. Volume XIII
APRIL 2016
15
Laporan khUsus
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menyaksikan penandatanganan dokumen Konferensi Tingkat Menteri IORA. Sebagai Ketua IORA periode 2015-2017, Indonesia ditunjuk sebagai Ketua. Karena itu, Indonesia pun menjadi tuan rumah KTT IORA 2015. Kota Padang dipilih sebagai tempat pelaksanaan KTM IORA sebagai salah satu pintu gerbang yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dinilai dapat menguatkan pesan simbolik keketuaan Indonesia dalam bidang kemaritiman. Sementara itu, isu-isu utama yang
diusung Indonesia sebagai tuan rumah meliputi penguatan kerja sama maritim dalam keamanan dan kestabilan Samudera Hindia. Selain itu, Indonesia mengajukan inisiatif IORA Concorde yang dipakai pada saat IORA Summit Maret 2017 dalam rangka memperdalam kerja sama intra-regional di Samudera Hindia bersamaan dengan peringatan 20 tahun IORA. Selain seminar, KTM juga diisi dengan rapat-rapat komisi yang diikuti
seluruh negara anggota. Seperti terlihat dalam boks, KTM menghasilkan banyak rumusan yang direkomendasikan dalam rapat komisi-komisi. KTM IORA di Padang ini tergolong pa ling sukses. Salah satu indikatornya, seluruh peserta menyetujui deklarasi “Padang Communique” bertajuk “Strengthening Maritime Cooperation in a Peaceful Stable Indian Ocean”. Selain itu, dengan dihadiri 14 menteri dan 6 pejabat setingkat dirjen dari
Rumusan Rapat Kerja Komisi II Bidang Kelautan dan Perikanan: Target
Program/Kegiatan Kerja
1. Meningkatnya aktivitas ekspor-impor hasil perikanan anggota IIOLGF dari pelabuhan masing-masing ke berbagai Negara.
1. Mendorong peningkatan mutu pelayanan (kecepatan, ketepatan, biaya yang bersaing, keamanan dan kenyamanan) di Pelabuhan yang ada di masing-masing anggota IIOLGF;
2. Majunya sektor kelautan dan perikanan melalui peningkatan infrastruktur, informasi dan teknologi penangkapan ikan dan hubungan kerjasama dengan negara anggota IORA.
2. Mendorong peningkatan manajemen perikanan (fisheries management) melalui kerjasama dengan berbagai pihak terkait; 3. Mempercepat pembangunan pengembangan pelabuhan perikanan yang ada di masing2 anggota IIOLGF; 4. M empermudah regulasi proses ekspor hasil perikanan.
16
Volume XIII APRIL 2016
Laporan khUsus negara-negara anggota, ini merupakan KTM IORA yang paling banyak dihadiri langsung oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) negara-negara anggota, Menlu Australia Julie Bishop yang menyerahkan jabatan Ketua IORA kepada Menlu Indonesia Retno Marsudi. Salah satu hasil keputusan pen ting lainnya adalah diterimanya Somalia sebagai anggota IORA ke 21 dan Jerman sebagai mitra dialog ke-7. Melibatkan Pemda Sebagai tuan rumah penyelenggaraan KTM IORA, Pemkot Padang menginisiasi
pembentukan Indonesia-IOLGF (Indian Ocean Local Government Forum/Forum Pemerintah Daerah di Pesisir Samudera Hindia). Indonesia-IOLGF akhirnya terbentuk pada September 2015 dalam seminar dan rapat kerja Indonesia-IOLGF yang berlangsung pada 8-9 September 2015 di Kota Padang, dan beranggotakan 70 kabupaten/ kota se-Indonesia. Pada saat itu juga telah berhasil disepakati AD/ART serta kepengurusan Indonesia-IOLGF periode 2015-2017. Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah, terpilih sebagai Ketua Indonesia IOLGF Periode 2015-2017.
Menurut Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah, pembentukan IndonesiaIOLGF dimaksudkan untuk mengusulkan penambahan satu pilar lagi bagi pendukung IORA, yaitu pemerintah daerah (pemda). Alasannya, meskipun merupakan forum kerja sama antarnegara, implementasi semua kesepakatan dan programnya lokasi dan atau penerima manfaatnya adalah pemda atau masyarakat di daerah. Namun demikian, pemda ternyata belum pernah dilibatkan secara aktif dalam setiap kegiatan IORA. Dengan demikian, pilar keanggotaan menjadi 4,
Rumusan Rapat Kerja Komisi III Bidang Perdagangan dan Investasi: Target
Program/Kegiatan Kerja
1. Meningkatnya volume ekspor produk dan komoditi dari Kota Padang dan anggota IIOLGF ke Negara IORA dan Negara Timur Tengah, Eropa dan Afrika (seperti Halal Food, komoditi pertanian dan perkebunan).
1. Perlu pembentukkan Forum KADIN bersama antar anggota IIOLGF;
2. Meningkatnya investasi dari negara asing ke daerah anggota IIOLGF
3. Perlu diusulkan ke pemerintah pusat agar dapat menyetujui Free Trade Agreement dilingkungan Anggota IIOLGF;
2. Kerjasama (Security perdagangan) dengan Angkatan Laut untuk menjamin keamanan lalu lintas perdagangan;
4. Memilih Project bersama yang memiliki “Multiplier Effects” cukup besar terhadap negara-negara anggota. Untuk itu perlu dibentuk konsorsium usaha ; 5. Ada Buku Kerjasama peserta IIOLGF yang menggambarkan peluang, hambatan dan kemungkinan proyek-proyek investasi yang mungkin untuk dikerjasamakan; 6. Perlu ada pusat study bersama IORA tentang “perdagangan dan investasi” Pusat ini bisa ditetapkan di Padang karena SDM cukup tersedia. Rumusan Rapat Kerja Komisi IV Bidang Pariwisata dan Budaya: Target 1. Majunya sektor Pariwisata dan Kebudayaan anggota IIOLGF melalui kegiatan promosi dan kerjasama dengan negara anggota IORA. 2. Terjalinnya kerjasama antar sesama anggota IIOLGF untuk meningkatkan pariwisata dan kebudayaan di masing-masing daerah.
Program/Kegiatan Kerja 1. Pembentukan task force (Padang sebagai task force); 2. Perlunya ada komunikasi pemasaran terpadu antar anggota IIOLGF dalam upaya untuk peningkatan promosi; 3. Perlunya festival atau event bersama antar anggota IIOLGF; 4. Kerjasama dalam hal regulasi pariwisata; 5. Pemetaan dalam wisata unggulan/besar : wisata alam dan wisata bahari dan pengembangan bersama; 6. Adanya komitmen pusat dan propinsi. Volume XIII
APRIL 2016
17
Laporan khUsus yaitu pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan pemda. Daerah-daerah di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, baik kabupaten maupun kota, memberikan respons positif atas inisia tif pembentukan Indonesia-IOLGF ini. Misalnya, dalam rapat kerja pembentukan Indonesia-IOLGF tersebut, dari 70 kabupaten/kota yang diundang, sebanyak 52 delegasi kabupaten/kota hadir. Dari 52 delegasi yang hadir, 30 kabupaten/kota langsung dipimpin bupati/wakil bupati atau wali kota/wakil wali kota. “Umumnya, para delegasi menyampaikan harapan agar forum ini tidak hanya berhenti pada kegiatan sesaat saja, tetapi bisa menjadi program/kegiatan yang berkelanjutan,” ujar Ketua IndonesiaIOLGF Mahyeldi Ansharullah. Pembentukan Indonesia-IOLGF ini diharapkan akan semakin memperkukuh sinergi pemerintah kabupaten/kota di Indonesia yang berlokasi di tepi Samudera Hindia dalam mewujudkan kebijakan pemerintah mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar. Ini sejalan dengan paradigma pembangunan poros maritim. Dalam seminar tersebut, anggota Indonesia-IOLGF juga telah menyusun
Mahyeldi Ansharullah, Wali Kota Padang program kerja. Program kerja yang telah disusun meliputi berbagai kegiatan seperti seminar, rapat kerja, FGD, dan workshop dan tetap akan mengundang para anggota Indonesia-IOLGF, kalangan akademisi, pelaku usaha dan narasumber dari pusat/kementerian terkait. Kegiatan seminar, rapat kerja, FGD, dan workshop dimaksudkan untuk lebih menyempurnakan, mendetailkan, serta menyusun langkah-langkah konkret bagi terwu-
judnya berbagai agenda program dan kegiatan yang telah disusun. “Dengan garis pantai terpanjang di dunia, yaitu 54.716 km, ini adalah aset yang perlu dikelola secara maksimal untuk kemakmuran rakyat. Dengan semangat kerja sama dalam Indonesia-IOLGF, maka pemda akan saling bersinergi untuk mengoptimalkan sumber daya alam dan potensi Samudera Hindia yang sangat strategis ini,” Mahyeldi menjelaskan.
Rumusan Rapat Kerja Komisi V Bidang Pendidikan: Target
Program/Kegiatan Kerja
1. Meningkatnya kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) anggota IIOLGF.
1. Mendorong terbentuknya kerjasama pendidikan antar lembaga pendidikan terutama pendidikan Vocasional; 2. Mendorong terbentuknya kerjasama pemerintah daerah dengan dunia usaha dibidang pendidikan; 3. M e n g u p aya k a n b e a s i s wa u nt u k p e n d i d i k a n vocasional; 4. Mengupayakan pemusataan perhatian pemerintah pusat dibidang pendidikan; 5. Mendorong terbentuknya TIM pelaksana kerjasama bidang pendidikan di masing-masing pemerintah daerah.
2. Meningkatnya kecerdasan penggunaan sarana dan prasarana IT untuk pengembangan pendidikan dan dunia usaha.
1. Mendorong fasilitasi pengadaan sarana dan prasarana IT untuk pengembangan dunia usaha, khususnya bagi masyarakat daerah pesisir; 2. Mengadakan pertukaran informasi untuk meningkatkan kreatifitas dan inovasi pelaku usaha.
18
Volume XIII APRIL 2016
Laporan khUsus
Monumen Sejarah Negara Maritim
Dengan bangga, Kota Padang, Sumatera Barat, mengabadikan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Negara-negara pesisir Samudera Hindia atau Indian Ocean Rim Association (IORA) 2015 lalu. Di Kota Padang, terekam bagian sejarah perjalanan IORA, agar masyarakat lebih mencintai kemaritiman.
N
amanya City Sign IORA. Itulah monumen baru yang kini terpancang di Pantai Kota Padang. Dengan City Sign IORA, seakan ingin menunjukkan bahwa dukungan penuh Pemerintah Kota (Pemkot) Padang kepada Pemerintah Indonesia agar sukses mengemban amanah sebagai Ketua IORA 2015-2017. Monumen ini juga diharapkan dapat menjadi sarana untuk lebih memperkenalkan eksistensi IORA kepada masyarakat luas, khususnya masyarakat Sumatera Barat, serta setiap tamu yang berkunjung ke Pantai Padang. Kini, City Sign IORA memang sudah menjadi tempat yang sangat diminati oleh para pengunjung untuk berfoto dan mengabadikan momen mereka selama berada di Kota Padang. Pemkot Padang memang sangat serius dalam bersiap diri ketika ditunjuk
menjadi tuan rumah pelaksanaan KTM IORA. Dalam acara seremonialnya, misal nya, ditampilkan kesenian Talempong Pacik (sejenis alat musik yang terbuat dari Kuningan dan menghasilkan nada setelah dipukul dan dipegang dengan tangan). Tampilan kesenian ini berhasil memecahkan rekor MURI Kesenian Tradisional 1.000 Talempong Pacik. Piagamnya diserahkan pada saat acara puncak tampilan kesenian di Pantai Padang yang dihadiri oleh seluruh delegasi IORA yang terdiri dari 20 negara. Tapi, kerja keras memang terus terbayar lunas. Sebagai tuan rumah, tentu Kota Padang memperoleh banyak keuntungan. Yang sudah pasti, misalnya, Kota Padang semakin dikenal oleh dunia internasional. Selain itu, Kota Padang semakin dilirik untuk penyelenggaraan even-even berskala internasional. Kebetulan, pada 2016 ini, Kota Padang memiliki agenVolume XIII
APRIL 2016
19
Laporan khUsus
Wali Kota Padang yang juga Ketua Indonesia-IOLGF Mahyeldi menyaksikan penabuhan gong saat pembentukan Indonesia-IOLGF di Kota Padang, September 2015. da berskala internasional, seperti 2nd Multilateral Naval Exercise Komodo, 15th Western Pacific Naval Symposium, dan 3rd Indian Ocean Dialogue. Lebih dari itu, Kota Padang juga memperoleh banyak keuntungan dari perjanjian-perjanjian kerja sama dengan negara-negara IORA. Salah satunya adalah disepakatinya perjanjian kerja sama ekspor produk semen dari PT Semen Padang ke Mauritius. Juga ada kerja sama antara Kota Padang dengan Pemerintah Perth, Australia, dalam berbagai bidang, seperti sister city serta gagasan pembentukan poros Perth-Padang-Dubai dalam bentuk kerja sama ekonomi dan perdagangan. Penyelenggaraan KTM IORA ini oleh Pemkot Padang juga dijadikan momentum untuk memajukan dan mengembangkan potensi Padang sebagai kota maritim. Menurut Wali Kota Padang Mahyeldi, ada beberapa langkah yang akan diambilnya untuk mengembangkan dan memajukan potensi ekonomi kemaritiman di kotanya. Pertama, mendorong peningkatan daya saing Kota Padang sebagai kota pelabuhan dengan memfasilitasi/menginisiasi 20
Volume XIII APRIL 2016
penurunan tarif dwelling di Pelabuhan Teluk Bayur. Upaya ini sudah berhasil, terbukti dengan telah diturunkannya biaya handling di Pelabuhan Teluk Bayur menjadi lebih kompetitif, khususnya untuk CPO tujuan ekspor. Kedua, melakukan penertiban dan penataan Pantai Padang dari penggunaan lahan/kawasan pantai yang tidak mendukung kegiatan wisata bahari. Upaya ini
cukup berhasil dilakukan oleh Pemkot Padang, sehingga pada saat ini tidak ditemukan lagi warung, kedai, dan bangunan liar di Pantai Padang. Ketiga, menawarkan dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan berbagai ODTW (Objek dan Daya Tarik Wisata), khususnya wisata bahari, seperti di KWT Gunung Padang dan pulau-pulau kecil di Kota
Peserta Konferensi Indonesia-IOLGF dari berbagai daerah di Indonesia.
Laporan khUsus Padang. Pada saat ini, beberapa investor sudah menyatakan minatnya dan sudah ada yang mengantungi izin prinsip dan segera melangkah kepada kegiatan konkrit untuk mewujudkan kerjasama dimaksud.
Keempat, menyusun berbagai dokumen perencanaan, seperti Master Plan untuk kawasan-kawasan strategis wisata bahari seperti KWT Gunung Padang, Kawasan Pantai Air Manis, dan PulauPulau Kecil. “Tujuannya adalah untuk
menarik minat investor dalam mengembangkan wisata bahari di Kota Padang,” ujar Mahyeldi. Yang pasti, melalui KTM IORA, Padang akan terus memperkuat diri sebagai kota maritim di Pesisir Samudera Hindia.
Daftar 70 Kota/Kabupaten Anggota Indonesia-IOLGF I.
II.
III.
IV.
Provinsi Aceh 1. Kota Banda Aceh 2. Kota Sabang 3. Kabupaten Aceh Besar 4. Kabupaten Aceh Jaya 5. Kabupaten Aceh Barat 6. Kabupaten Nagan Raya 7. Kabupaten Aceh Barat Daya 8. Kabupaten Aceh Selatan 9. Kabupaten Aceh Singkil 10. Kabupaten Simeulue Provinsi Sumatera Utara 1. Kota Sibolga 2. Kabupaten Tapanuli Tengah 3. Kabupaten Tapanuli Selatan 4. Kabupaten Mandailing Natal 5. Kota Gunung sitoli 6. Kabupaten Nias 7. Kabupaten Nias Selatan 8. Kabupaten Nias Utara 9. Kabupaten Nias Barat Provinsi Sumatera Barat 1. Kota Padang 2. Kota Pariaman 3. Kabupaten Pasaman Barat 4. Kabupaten Agam 5. Kabupaten Padangpariaman 6. Kabupaten Pesisir Selatan 7. Kabupaten Kepulauan Mentawai Provinsi Bengkulu 1. Kota Bengkulu 2. Kabupaten Mukomuko 3. Kabupaten Bengkulu Utara 4. Kabupaten Seluma 5. Kabupaten Bengkulu Selatan 6. Kabupaten Kaur
V.
Provinsi Lampung 1. Kabupaten Lampung Barat
VI.
Provinsi Banten 1. Kabupaten Pandeglang 2. Kabupaten Lebak
VII. Provinsi Jawa Barat 1. Kabupaten Sukabumi 2. Kabupaten Garut 3. Kabupaten Tasikmalaya 4. Kabupaten Ciamis VIII. Provinsi Jawa Tengah 1. Kabupaten Cilacap 2. Kabupaten Kebumen 3. Kabupaten Purwerejo 4. Kabupaten Wonogiri IX.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kabupaten Kulonprogo 2. Kabupaten Bantul 3. Kabupaten Gunungkidul
X.
Provinsi Jawa Timur 1. Kabupaten Trenggalek 2. Kabupaten Pacitan 3. Kabupaten Tulungagung 4. Kabupaten Blitar 5. Kabupaten Malang 6. Kabupaten Lumajang 7. Kabupaten Jember 8. Kabupaten Banyuwangi
XI.
Provinsi Bali 1. Kota Denpasar 2. Kabupaten Jembrana 3. Kabupaten Tabanan 4. Kabupaten Badung 5. Kabupaten Klungkung
XII. Provinsi NTB 1. Kota Mataram 2. Kabupaten Lombok Barat 3. Kabupaten Lombok Tengah 4. Kabupaten Lombok Timur 5. Kabupaten Sumbawa 6. Kabupaten Dompu 7. Kabupaten Bima XIII. Provinsi NTT 1. Kota Kupang 2. Kabupaten Sumba Barat 3. Kabupaten Sumba Timur 4. Kabupaten Rote Ndao
Volume XIII
APRIL 2016
21
INFO APEKSI
Menyoal Implementasi Urusan Pendidikan Pengalihan kewenang an urusan pendidikan dari kabupaten/kota ke provinsi masih terus dimasalahkan. Sejumlah bupati/wali kota mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Diperlukan solusi yang bisa diterima para pihak.
22
Volume XIII APRIL 2016
A
sosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menginisiasi penyelenggaraan seminar bertema “Implementasi Urusan Bidang Pendidikan Pasca Diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah”. Seminar yang dilaksanakan pada 24 Maret 2016 di Jakarta atas kerja sama dengan Putera Sampoerna Foundation ini dilatarbelakangi masih banyaknya pemerintah kabupaten/kota yang menolak pengalihan urusan bidang pendidikan menengah ke provinsi. Di samping itu, pemberlakuan UU tersebut belum juga dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang jadi landasan operasional pelaksanaan UU dimaksud. Sehingga masih terjadi ketidakjelasan
perihal teknis pengalihannya. Seminar ini diikuti beberapa wali kota, para kepala dinas pendidikan dari berba gai kota di Indonesia, dan beberapa pejabat pemerintahan kota terkait dari seluruh Indonesia. Seminar menghadikan sejumlah nara sumber, yaitu Managing Director Putera Sampoerna Foundation Nenny Soemawinata, Staf Ahli Menteri Bidang Pemerintahan Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro, dan Sekretaris Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Thamrin Kasman. Sedianya seminar juga menghadirkan Kepala Bidang Menengah dan Tinggi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dodin Nuryadin. Namun, yang bersangkutan berhalangan hadir karena sakit.
INFO APEKSI
Nenny Soemawinata
Suhajar Diantoro
Thamrin Kasman
Mewakili Putera Sampoerna Foundation, Nenny yang mendapat giliran tampil pertama membawakan makalah berjudul “Membangun Pendidikan Berkualitas di Indonesia”. Selanjutnya, Suhajar Diantoro membawakan makalah berjudul “Implementasi Pembagian Urusan Bidang Pendidikan Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014”. Adapun, Thamrin Kasman menyampaikan makalah berjudul “Strategi Pengelolaan Pendidikan Dasar dan Menengah Pasca Dikeluarkannya UU Nomor 23 Tahun 2014”. Seminar dibuka oleh Direktur Eksekutif APEKSI Sarimun Hadisaputra. Dalam sambutannya saat membuka seminar, Sarimun menjelaskan bahwa, memang terjadi perubahan fundamental dalam pengelolaan pendidikan di daerah setelah diberlakukannya UU Pemda yang baru. Sayangnya, hingga dua tahun sejak disahkan, PP yang menjadi landasan operasionalnya belum juga diterbitkan. “Seminar ini kami harapkan bisa menemukan solusi bagaimana strategi pengelolaan pendidikan di daerah bisa lebih baik lagi,” ujarnya. Sebagai pembicara pertama, berdasarkan pengalamannya sebagai praktisi pendidikan, Nenny banyak menyoroti kondisi pendidikan di Indonesia diban dingkan dengan di sejumlah negara maju. “Pendidikan kita memang masih kalah jauh,” ujarnya.
Penjelasan Nenny ini makin menemukan titik pentingnya ketika digambarkan juga kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di tingkat manajer dan top manajemen (CEO) di era pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Ketika MEA mulai diberlakukan, menurut Nenny, dibutuhkan setidaknya lebih dari 100 juta SDM di level manajer dan top manajer. Bila tak ada perubahan dalam strategi pengelolaan pendidikan, menurut Nenny, Indonesia akan kekurangan SDM sesuai dengan kebutuhan pasar. Warga negara lain yang akan mengisi posisi-posisi strategis tersebut, sedangkan warga negara Indonesia sendiri hanya akan kebagian posisi karya wan rendahan. “Itu menjadi tantangan kita semua dalam mengembangkan pendidikan,” tandas Nenny. Menurut Nenny, ada tiga masalah mendasar yang dihadapi pendidikan di Indonesia. Pertama, masalah akses. Dalam konteks ini, Nenny menilai akses terhadap pendidikan di Indonesia belum memenuhi prinsip kemerataan dan kesetaraan. Di kota-kota besar sudah banyak pendidikan yang berkualitas, namun di daerah-daerah pendidikan dasar masih sulit diakses. “Mayoritas masyarakat kita masih sulit memperoleh pendidikan yang berkualitas,” katanya. Kedua, masalah kualitas. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, kualitas pendidikan Indonesia terbilang masih rendah. Nenny memberikan gambaran,
saat ini kita berada di abad ke-21. Namun, infrastruktur dan metode pembelajaran di Indonesia masih berbau abad ke-19. “Kita masih disuruh hapalan, belum diajari memecahkan masalah,” tandas Nenny. Ketiga, daya saing. Karena sistem pendidikan yang digunakan ketinggalan, lanjut Nenny, maka pendidikan di Indonesia memiliki daya saing yang rendah. Karena itu, Nenny menegaskan bahwa sudah saatnya Indonesia memperbaiki sistem pendidikannya. Nenny mengusulkan agar sistem pendidikan di Indonesia dikembangkan ke arah “STEAM”, yaitu science (sains), technology (teknologi), engineering (teknik), dan art (seni). “Di dunia sekarang ini, 80 persen gaji tertinggi dimiliki profesiprofesi yang berkaitan dengan STEAM tersebut,” ujar Nenny. Selaku Staf Ahli Menteri Dalam Negeri, Suhajar Diantoro mengawali presentasi dengan memberikan penjelasan latar belakang pengalihan urusan bidang pendidikan dari kabupaten/kota ke provinsi tersebut. Suhajar menegaskan, pascareformasi, Indonesia telah me nempuh strategi otonomi dengan sangat masif dan fundamental. “Terbilang sangat revolusioner. Hampir semua urusan di otonomikan ke daerah,” ujarnya. Sayangnya, dalam perjalanannya, demikian Suhajar, tak sepenuhnya tujuan otonomi tercapai karena berbagai sebab. Di antaranya, kapasitas dan kemampuan Volume XIII
APRIL 2016
23
INFO APEKSI
Staf Ahli Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro (ke-5 dari kiri) berfoto bersama dalam Seminar “Implementasi Urusan Bidang Pendidikan Pasca-UU Nomor 23 Tahun 2014 yang diselenggarakan APEKSI di Jakarta. pemerintah daerah yang berbeda-beda sehingga hasil pembangunan tidak me rata. Termasuk, di dalamnya adalah soal penyelenggaraan pendidikan menengah di daerah. Saat ini, ada daerah-daerah tertentu yang mampu menyelenggarakan pendidikan dengan baik. Namun, banyak juga daerah yang belum mampu sehingga akses masyarakat terhadap pendidikan terbatas. “Itulah alasan kenapa urusan bidang pendidikan ini ditarik ke provinsi,” ujar Suhajar. Tujuannya, menurutnya, untuk menciptakan mutu pelayanan yang sama di semua kabupaten/kota dalam satu provinsi. Selain itu, untuk membangun ekosistem pendidikan yang baik yang memenuhi prinsip-prinsip akuntabilitas, efektif, dan efisien. Di samping itu, kebijakan ini juga untuk menghindarkan pendidikan dari kepentingan-kepenting an politik yang bersifat lokal. “Dan, agar visi dan misi bidang pendidikan yang ada dalam Nawacita pemerintah tercapai,” tandas Suhajar. Hal senada juga diungk apk an Thamrin Kasman. Menurutnya, pengalih 24
Volume XIII APRIL 2016
an kewenangan urusan pendidikan ini memang untuk meningkatkan tingkat kemerataan akses pendidikan ke seluruh penjuru pelosok Indonesia, termasuk peningkatan standar mutu penyelenggaraan pendidikan. “Dengan kebijakan baru ini, diharapkan terjadi peningkatan pemerataan akses pendidikan sesuai dengan target pemerintahan saat ini,” ujarnya. Pada sesi dialog, suasana seminar beberapa kali memanas. Banyak pejabat dari daerah, yaitu kepala dinas pendidikan dan bahkan wali kota, secara langsung memprotes dan mengungkapkan ketidaksetujuan mereka terhadap isi UU Pemda yang baru ini. Bahkan, Kepala Dinas Pendidikan dari Kota Surabaya dan Kota Blitar memastikan bahwa wali kota masing-masing telah secara resmi mengajukan judicial review ke MK agar pasal yang mengatur pengalihan urusan pendidikan ini dibatalkan. Meskipun sempat memanas, seluruh peserta seminar sepakat bahwa sepanjang belum ada perubahan, semua harus tunduk dan wajib menjalankan amanah
UU Nomor 23 Tahun 2014 ini, termasuk ketentuan di bidang urusan pendidikan. “Kita tidak tahu sampai kapan UU ini bertahan. Tapi, hasil dan rekomendasi seminar ini akan kami jadikan masukan untuk menyusun PP atau bahkan revisi UU jika waktunya sudah tepat. Sambil menunggu keputusan MK dan penerbitan PP, kita jalankan dulu apa yang diperintah UU ini,” ujar Suhajar. Jika ada pemerintah kabupaten/kota yang tetap ingin ikut mengelola pendidikan menengah di daerah masing-masing, mungkin karena memiliki kapasitas dan kemampuan yang memadai dan selama ini pendidikannya sudah berjalan bagus, menurut Suhajar, bisa berkoordinasi dengan pemerintah provinsi. Nantinya, pemerintah provinsi bisa menggunakan kebijakan pembantuan agar kabupaten/ kota tetap bisa ikut mengelola pendidikan di daerah masing-masing. “Jadi, itu solusinya, melalui pembantuan. Namun, karena sifatnya pembantuan, kontrol dan anggarannya tetap di bawah pemerintah provinsi,” Suhajar menjelaskan.
INFO APEKSI
Menata Air Limbah di Daerah
D
Belum lama ini, sejumlah lembaga melakukan riset tentang pengelolaan air limbah dan sanitasi di be berapa daerah di Indonesia. Ini merupakan riset ko laborasi yang dipimpin oleh Institute for Sustainable Futures, Universitas Teknologi Sydney, bersama dengan Kemitraan bagi Pembaharuan Tata Kelola Pemerintahan, SNV Netherlands, dan Pemerintah Indonesia yang diwakilkan oleh Bappenas. Riset ini juga didukung oleh program Hibah Riset Infrastruktur Australia yang diberikan oleh Program Dana Hibah Australia melalui Inisiatif Infrastruktur Indonesia (IndII). Tim riset terdiri atas Lenny Hidayat (Kemitraan), Hery Sulistyo (Kemitraan), Joanne Chong (ISF-UTS), Kumi Abesuriya (ISF-UTS), dan Juliet Willets (ISF-UTS). Berikut catatannya:
i Indonesia, investasi pemerintah daerah pada sanitasi air limbah masih rendah, dan implementasinya masih lemah (World Bank, 2013). Kajian-kajian baru tentang cara-cara terbaik untuk menumbuhkan tata kelola yang baik tentang perencanaan sanitasi dan pengelolaannya oleh pemerintah daerah merupakan hal penting bagi pemerintahan secara nasional dan donor untuk mengembangkan mekanisme dukungan yang efektif dan efisien. Fokus riset ini tertuju pada sub-sektor air limbah dalam konteks Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK) sebagai instrumen perencanaan bagi implementasi program nasional Pemerintah Indonesia untuk Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP). Penelitian ini juga bertujuan menunjukkan realita tentang tata kelola sanitasi kota kecil (dengan jumlah penduduk kurang dari 150.000 orang). Proyek riset telah dilaksanakan antara Agustus 2014 sampai dengan Mei 2015 sebagai bentuk kerja sama Institute for Sustainable Futures at the University of Technology Sydney, Kemitraan Partnership for Governance Reform, dan SNV Development Organization Indonesia dengan Bappenas dari pihak Pemerintah Indonesia. Tim riset ini melakukan penelitian kualitatif partisipatoris dengan para pemangku kepentingan di enam studi kasus pemerintah daerah di dua provinsi; Sumatera Barat (Payakumbuh, Sawahlunto, dan Pariaman) dan Sumatera Selatan (Lampung Selatan, Metro, dan Pringsewu). Tujuan penelitian adalah untuk menginformasikan tentang penguatan tata kelola pemerintah daerah untuk memperbaiki sanitasi air limbah di kotakota kecil dan pedesaan di Sumatera. Mengenai pertanyaan dalam riset ini, kami mengadopsi definisi “tata kelola yang baik” (good governance) sebagai “competent management of a country’s resources and affairs in a manner that is Volume XIII
APRIL 2016
25
INFO APEKSI open, transparent, accountable, equitable and responsive to people’s needs” (IndII 2013). Selain konsep “tata kelola yang baik”, penelitian ini juga menggunakan secara selektif berbagai kerangka teori kelembagaan yang mungkin dapat digunakan untuk menganalisa pengaturan tata kelola sanitasi (Harris et al 2011). Di samping perbedaan-perbedaan dalam termino logi, terdapat sejumlah aspek-aspek umum yang dapat ditarik dari berbagai kerangka tersebut – sebagian besar berdasarkan analisa konteks, lembaga (“rules of the game”), para aktor dan insentif dan hubungan di antara mereka. Pendekatan yang kami adopsi mencerminkan fokus inti riset kami tentang pemerintah daerah pada umumnya dan pada khususnya, pokja sanitasi. Metode pengumpulan bukti-bukti dan analisis dalam studi kasus menggunakan konsep Institutional Analysis and Development tentang “action arena,” di mana para aktor berinteraksi untuk mencapai hasil dampak (Ostrom 2005). Fokus utama penelitian ini adalah para aktor pokja sanitasi dan staf pemerintah daerah lainnya dan rencana aksi, anggaran dan kegiatan mereka tentang implementasi air limbah. Pendekatan studi kasus mengadopsi pendekatan konsultatif, partisipatoris dalam mengumpulkan data kualitatif. Secara total 6 studi kasus diseleksi de ngan menggunakan beberapa kriteria; yaitu jumlah penduduk, kepadatan penduduk, ketersediaan informasi tentang anggaran sanitasi dan tingkat investasi, sumber dana sanitasi/program (termasuk Australia-Indonesia Infrastructure Grants from Municipal Sanitation Program (SAIIG)), mutu pengelolaan sanitasi dan akses untuk kemudahan mendapatkan logistik. Hubungan kemitraan yang ada dan yang akan datang antara pemerintah daerah dan SNV juga menjadi kriteria kuat untuk memastikan potensi keberlanjutan dampak melebihi durasi proyek penelitian kami. Riset ini didesain dengan melibatkan para pemangku kepentingan secara mendalam melalui tiga metode penyelidikan: (i) kelompok diskusi terfokus, (ii) wawancara semi terstruktur, dan (iii) lokakarya terstruktur yang partisipatoris (dengan 26
Volume XIII APRIL 2016
membawa peserta dari pemerintah daerah yang berbeda-beda untuk melakukan refleksi atas penemuan-penemuan awal). Secara menyeluruh terdapat 135 responden yang dilibatkan sebagai peserta dalam riset ini, terutama dari pemerintah daerah, juga dari masyarakat sipil, media, serta pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Dari hasil riset kualitatif ini ditemukan beberapa tema yang memerlukan perhatian dari para pengambil keputusan di daerah dan pusat. SSK dan Proses Perencanaan Dalam semua studi kasus, pemerintah daerah telah berhasil mengembangkan SSK. Tetapi, dalam sebagian besar kasus, SSK yang dikembangkan tidak digunakan secara strategis sebagai panduan investasi air limbah atau penyediaan layanan. Misalnya, ditemukan bahwa sebagian besar SSK dikembangkan hanya untuk sekadar sebuah “formalitas” dan bukan sebagai dokumen panduan strategis. Bahkan, di beberapa kasus, rasa kepemilikan terhadap SSK dirasakan rendah. Di sisi lain, ditemukan juga contoh kasus positif di mana visi pembangunan daerah yang kuat mampu mempersatukan berbagai elemen untuk membangun sanitasi kota dan membangkitkan kese riusan pemerintah untuk melaksanakan SSK bersama-sama masyarakat guna membangun kembali kota mereka.
Dari sisi pokja, kompleksitas proses pembuatan SSK, menghambat anggota pokja menjiwai perencanaan sanitasi, dan dalam beberapa kasus mempengaruhi kualitas SSK. Kurangnya ketersediaan lahan secara umum dianggap sebagai penyebab umum tidak sinkronnya perencanaan dengan kenyataan lapangan. Pemerintah daerah secara umum tidak melibatkan masyarakat dalam perencanaan sanitasi. Terdapat beberapa pokja yang melibatkan elemen masyarakat secara langsung namun terdapat beberapa kasus di mana masyarakat hanya diperlakukan sebagai penerima program, bukan menjadi salah satu aktor pemba ngunan yang aktif karena dianggap tidak paham dan tidak memiliki kapasitas untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Namun, jika kita melihat sisi lainnya, masyarakat terutama tokoh-tokoh dan perwakilan kelompok-kelompok marginal haruslah dilibatkan agar memiliki wawasan yang lebih luas dan dapat memberikan kontribusi terhadap program-program pemerintah. Dengan ini, pemerintah tidak perlu melakukan semua sendiri, melainkan sistem yang tercipta dapat berjalan karena partisipasi masyarakat. Koordinasi, Fungsi, dan Efektivitas Pokja Pokja memiliki kapasitas yang beragam dalam mengkoordinasikan kegiatan-
INFO APEKSI kegiatan sanitasi di berbagai pemerintah daerah. Beberapa di antaranya terhambat karena tidak adanya dukungan pemerintah daerah untuk program sanitasi. Dalam tataran praktik, beberapa Pokja hanya beranggotakan staf dari eselon rendah dan tidak ada perwakilan dari SKPD kunci. Akibatnya, pokja kurang memiliki pengaruh di pemerintah daerah untuk mengarahkan atau mengoordinasi implementasi air limbah. Rotasi staf dan keterbatasan sumber daya juga membatasi kemampuan pokja mengkoordinasikan perencanaan dan implementasi yang kolaboratif dan lintas SKPD. Komitmen kepala daerah (misalnya sekda, wali kota, dan atau anggota DPRD) lebih memiliki pengaruh terhadap kinerja pokja sanitasi ketimbang dengan jumlah dana operasional. Sesuai dengan temuan riset ini, bahkan dengan jumlah dana minimum, sebuah pokja dapat menjadi lebih efektif daripada pokja dengan dana yang memadai. Pembiayaan, Penganggaran, dan Investasi di Tingkat Lokal Secara umum, hubungan antara perencanaan dengan investasi masih lemah dikarenakan adanya kekurangankekurangan dalam perencanaan juga karena hambatan untuk melakukan penganggaran yang efektif (effective budgeting). Di antara semua studi kasus, proporsi terbesar untuk dana air limbah adalah dari program-program DAK. Dari sebagian besar studi kasus, pemerintah daerah tidak secara aktif mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas air limbah yang dibiayai oleh berbagai program nasional, provinsi, dan donor. Secara keseluruhan, investasi yang ada tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Sistem penganggaran dan persetujuan yang baku dan tidak dapat diganggu gugat, menjadi penghambat besar bagi pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk sanitasi yang memerlukan kolaborasi antar SKPD. Proses penganggaran APBD yang dilakukan berdasarkan pada sistem nasional yang baku, mempersulit pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk aktivitas-aktivitas air limbah.
Terdapat begitu banyak sumber potensi pendanaan (level nasional, provinsi, lokal dan donor) yang dapat membiayai aktivitas-aktivitas air limbah dan infrastruktur; meskipun begitu, banyak di antaranya tidak sesuai dengan prioritas yang diidentifikasi di dalam SSK/MPS. Pada sebagian besar kasus, sulit melacak anggaran dan pengeluaran yang akurat di sektor air limbah dengan bergantung pada data pemerintahan daerah. Namun demikian, dapat dipastikan bahwa jumlah dana yang dialokasikan oleh sebagian besar pemerintah daerah di dalam APBD untuk air limbah lebih rendah dibandingkan dengan alokasi dana untuk drainase dan komponen-komponen manajemen sampah untuk sanitasi. Pada dua kasus dan berdasarkan data yang tersedia, jelas bahwa jumlah dana yang sebenarnya dikeluarkan untuk air limbah tidak sesuai dengan jumlah anggaran yang disediakan di dalam MPS. Ada banyak potensi alokasi anggaran pemerintah daerah untuk sanitasi di APBD dengan mudah dihapus bila tidak ada dukungan dari pemerintah provinsi atau pusat. Tanggung Jawab Penyediaan Layanan Sanitasi Terdapat faktor-faktor kelembagaan
dan sistemik yang menjadi penghambat pemerintah daerah untuk mengambil tanggung jawab atas penyediaan layanan sanitasi yang sedang berlangsung, termasuk dalam kaitannya dengan operasi dan perawatan (Operation & Maintenance/ O&M). Pada beberapa kasus, pemerintah daerah lebih memfokuskan diri pada pencapaian status BABS dan menganggap bahwa masyarakatlah yang memiliki tanggung jawab penuh untuk mengelola infrastruktur air limbah dan mendapatkan keluaran air limbah. Dalam tataran praktik, akuntabilitas atas kualitas atau implementasi SSK masih lemah, atau dalam hal pencapaian hasil kesehatan publik dan lingkungan dari investasi air limbah. Pemerintah daerah melaporkan bahwa hambatan utama bagi O&M adalah bahwa mereka tidak memiliki aset-aset air limbah di wilayah geografis mereka – hal ini terjadi di kasus-kasus di mana asetaset tersebut dimiliki oleh masyarakat, pemerintah provinsi atau bila pemiliknya tidak jelas. Alokasi pertanggungjawaban untuk O&M dibatasi pula oleh proses penganggaran yang sangat banyak batasannya. Akan tetapi, dalam dua studi kasus terdapat bukti adanya kontaminasi tinja di sungai yang menjadi pendorong bagi Volume XIII
APRIL 2016
27
INFO APEKSI
pemerintah daerah untuk berusaha lebih keras dalam penyedian layanan sanitasi. Riset kami berhasil mengungkap ba nyak contoh rintangan dan tantangan bagi penyediaan layanan sanitasi yang efektif oleh pemerintah daerah. Walaupun riset difokuskan pada tata pemerintahan daerah, tantangan-tantangan yang terungkap merupakan produk dari faktor-faktor keterkaitan kelembagaan, peraturan dan tata pemerintahan di tingkat lokal, provinsi, maupun nasional. Prinsip kehati-hatian telah dilakukan dalam menguraikan dampak dengan mendasarkannya pada buktibukti dari enam studi kasus mendalam, yang mencerminkan juga konteks kelembagaan yang lebih luas di Indonesia. Empat hal yang merupakan kunci perubahan yang sangat penting untuk meningkatkan tata pemerintahan daerah dijabarkan secara lebih detail di bawah. Dampak-dampak ini relevan bagi para pemangku kepentingan yang mempe ngaruhi atau terlibat dalam penyediaan layanan sanitasi di Indonesia, termasuk pemerintah lokal, provinsi, pemerintah pusat, lembaga donor, dan organisasi masyarakat sipil. Mendorong partisipasi aktif dan rasa kepemilikan pemerintah daerah dalam proses perencanaan merupakan syarat dasar bagi penyediaan layanan sanitasi 28
Volume XIII APRIL 2016
yang efektif. Selama proses perencanaan air limbah, strategi yang sinergis diperlukan untuk mendorong ketertarikan pemerintah daerah pada sanitasi dan dukungan teknis yang lebih intensif. Persyaratan penganggaran nomenklatur yang sangat ketat merupakan penghalang utama bagi pemerintah daerah dalam mengalokasikan dana untuk air limbah – tetapi setidaknya ada potensi untuk mengatasi persoalan ini. Ada kebutuhan peningkatan kapasitas dan mendukung pemerintah daerah untuk mengatasi sistem nomenklatur agar dapat melakukan penganggaran lintas sektor untuk sanitasi. Tugas pe nganggaran sanitasi pemerintah daerah menjadi semakin rumit karena nomenklatur penganggaran APBD belum diperbarui sejak dikeluarkan melalui Peraturan Mendagri mengenai Panduan Pengelolaan PSPP (SE660); tim riset telah mendiskusikan ide untuk memodifikasi nomenklatur anggaran dengan Mendagri dalam pertemuan dengan pemangku kepentingan pemerintah pusat di masa akhir penyelesaian riset. Adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan di tingkat lokal bahwa STOP BABS (Bebas Buang Air Besar
Sembarangan) saja tidak cukup untuk membawa hasil kesehatan masyarakat – dan bahwa pengelolaan air limbah adalah infrastruktur dan layanan dasar yang diperlukan untuk menurunkan risiko kesehatan dan lingkungan dari limbah manusia. Fokus yang kuat, meskipun efektif di beberapa kasus, pada status STOP BABS (Bebas Buang Air Besar Sembarangan) mengalihkan perhatian dari tujuan utama penyediaan sanitasi yang sebenarnya – yaitu untuk memisahkan antara pathogen (sumber penyakit) dengan manusia dan lingkungan selama-lamanya. Terdapat penghalang kelembagaan dan koordinasi yang menghambat pemerintah daerah untuk mengadopsi pandangan “layanan sanitasi” daripada penyediaan sanitasi, mengubah ranah sanitasi dari sekadar menyediakan toilet di rumah-rumah menjadi penanganan infrastruktur publik, pelayanan, dan isuisu kesehatan. Untuk mengubah dan meningkatkan tata kelola pemerintahan mengenai sanitasi, dukungan dan insentif sangat diperlukan dari pihak luar, termasuk mi salnya meningkatkan strategi kampanye pemerintah pusat agar target sektor sanitasi melampaui hanya sekadar mencapai 100 persen akses terhadap toilet. Koordinasi yang lebih baik di semua level pemerintahan dan antar instansi untuk melibatkan berbagai donatur dan aktor dalam penyediaan layanan air limbah dan sanitasi yang efektif. Dalam praktiknya, kegiatan terkait air limbah didanai oleh berbagai sumber donatur nasional dan asing; dikelola pula oleh berbagai lembaga dan implementasinya diawasi oleh berbagai aktor juga. Terbukti bahwa pokja dan pemerintah daerah dalam studi kasus ini tidak semuanya secara aktif mengkoordinasikan infrastruktur yang didanai dan dikerjakan oleh berbagai aktor. Mereka juga nampaknya tidak dalam posisi untuk melakukannya. Alokasi pertanggungjawaban untuk koordinasi lintas tingkatan pemerintah terkait air limbah masih belum jelas dan memerlukan perhatian yang mendesak bila ingin meningkatkan efektivitas perencanaan dan pelayanan penyediaan sanitasi.
INFO APEKSI
Studi Kasus: Kondisi Program Sanitasi di Kota Kecil
Payakumbuh SSK Kota Payakumbuh dikembangkan sebagai percontohan di bawah program Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) untuk periode 20082012, dengan fokus untuk menurunkan problem BAB di sembarang tempat dengan didukung oleh sanitasi onsite dan berbasis komunitas. Informan-informan kunci mengutarakan pengalaman sangat positif dari proyek percontohan ini, tetapi mereka juga mengungkapkan beberapa hambatan ketika menggunakan paket software atau perangkat halus yang digunakan untuk memutakhirkan SSK di bawah program PPSP-2. Walaupun beberapa tokoh kunci yang memiliki komitmen pada sanitasi telah pindah dari posisinya di pemerintahan, anggota pokja sanitasi saat ini masih antusias dan aktif dengan terus berhubungan dengan perwakilan komunitas, masyarakat sipil dan media.
Anggaran sanitasi dibuat dengan menyesuaikan peraturan pemerintah daerah dan nomenklatur pemerintah pusat. Pendanaan sebagian besar digunakan untuk subsektor sampah padat dan drainase dengan mengabaikan investasi air limbah. Komitmen pengambilan keputusan strategis di pemerintahan saat ini minim karena kurangnya komitmen pada sanitasi. Fokus pada status STOP BABS (Bebas Buang Air Besar Sembarangan) dan keberhasilan penurunan BABS di dalam periode perencanaan SSK sebelumnya menyebabkan kekeliruan fokus pada pemenuhan toilet ketimbang mencapai tujuan pengelolaan air limbah yang sebenarnya.
Lampung Selatan Perencanaan sanitasi SSK Lampung Selatan untuk periode 2013-2017 disiap-
kan oleh konsultan eksternal dengan sedikit keterlibatan oleh staf pemerintah daerah. SSK tidak digunakan sebagai panduan bagi pemerintah daerah dalam implementasi program air limbah. Kapasitas pokja untuk mengkoordinasikan implementasi program sanitasi sangat terbatas terutama karena adanya rotasi empat kali dalam setahun di pemerintah daerah. Sebagian besar anggota pokja tidak tahu menahu tentang isi SSK. Rotasi staf yang sering terjadi tidak memungkinkan pokja mengembangkan pengetahuan, keahlian dan kapasitas untuk mengkoordinasikan layanan sanitasi. Investasi pada sanitasi air limbah sanitation nampaknya hanya ditentukan oleh sumber dana, terutama dari DAKSLBM (Dana Alokasi Khusus – Sanitasi dan Lingkungan Berbasis Masyarakat). Walaupun pemerintah daerah menge tahui bahwa sanitasi yang dikelola masyarakat tidak berhasil, pemerintah daerah tidak memiliki kapasitas untuk memikirkan opsi alternatif.
Sawahlunto SSK Sawahlunto pada awalnya dikembangkan pada tahun 2011 dengan tujuan untuk mengakses dana sanitasi. Dengan inisiatif sendiri, pemerintah daerah telah mengalokasikan angaran dan merencanakan untuk melakukan revisi pada tahun 2015 untuk meningkatkan kegunaan SSK sebagai dokumen perencanaan. Para pengambil keputusan secara umum menyetujui anggaran sanitasi karena adanya kesamaan visi untuk mewujudkan kota wisata dan menyakini bahwa sanitasi yang baik akan mendukung hal tersebut. Pokja cukup kuat karena dukungan pengambil keputusan yang memiliki kesaVolume XIII
APRIL 2016
29
INFO APEKSI daerah menganggap persyaratan untuk mendapatkan lahan sebelum mengajukan permintaan dana sangatlah sulit dipenuhi terutama bila tidak ada jaminan bahwa dana akan disediakan.
Metro
maan visi untuk mentransformasikan kota untuk tujuan wisata. Walaupun putusan sanitasi berada di bawah mandat SKPD masing-masing, pertemuan-pertemuan Pokja dan “FGD kecil” memberikan kesempatan bagi SKPD-SKPD untuk berkoordinasi secara lebih intensif.
Pariaman SSK Pariaman periode 2011-2015 disiapkan semata-mata untuk mendapatkan dana sanitasi. Pokja sanitasi terhambat untuk menjalankan perannya karena kurangnya wewenang para anggotanya dalam birokrasi pemerintah daerah. Dana sanitasi terancam dihapus dalam proses persetujuan anggaran pemerintah daerah karena rendahnya pamahaman dan komitmen para pengambil keputusan dan karena kepatuhan yang terlalu kaku pada nomenklatur penganggaran peme rintah pusat. Bila diadvokasi dan didukung oleh pemerintah pusat, program-program (misalnya SAIIG) besar kemungkinannya mendapatkan persetujuan pendanaan. Meskipun peran dan tanggung jawab ditentukan oleh pemerintah pusat untuk SKPD termasuk nomenklatur anggaran, pokja menunjukkan keinginannya untuk berinovasi sehingga para pengambil keputusan didorong untuk menyetujui investasi sanitasi yang lebih besar. 30
Volume XIII APRIL 2016
Pringsewu SSK Pringsewu periode 2013-2017 telah disiapkan dengan tujuan untuk mendapatkan dana investasi sanitasi. Kecilnya otoritas staf pokja membatasi kemampuannya untuk mempengaruhi atau mengkoordinasi sanitasi. Keputusan mengenai sanitasi diserahkan sesuai dengan mandat masing-masing SKPD, khususnya dari Dinas Pekerjaan Umum. Dokumen SSK tidak memiliki dampak dalam menciptakan kondisi guna mempermudah koordinasi antara divisi. Investasi hanya bersumber pada pendanaan DAK-SLBM, pemerintah
Metro telah menyiapkan SSK dan perencanaan sanitasi periode 2013-2017 untuk memenuhi “perintah” pemerintah pusat, dan bukan untuk menjadikannya sebagai dokumen perencanaan. Pilihan MCK++ sebagai untuk investasi air limbah nampaknya diambil karena petunjuk teknis dana DAK-SLBM. Pembangunan dilakukan di mana lahannya telah tersedia dan bukan di mana resiko kesehatan lebih tinggi dan sanitasi sangat dibutuhkan. Fokus pemerintah daerah pada pencitraan “Daerah Hijau & Bersih” (Clean Green) nampaknya digunakan untuk mengalihkan perhatian dari air limbah. Fokus pada tindakan pengobatan (menye lesaikan masalah) dan bukannya pencegahan (mencegah masalah) menjadikan pemerintah daerah mengabaikan persoal an sanitasi. Pemerintah daerah percaya bahwa masyarakat harus diberdayakan untuk bertanggung jawab atas sanitasi mereka sendiri. DPRD tidak memprioritaskan layanan air limbah dan pembatalan dana operasional pokja membatasi berfungsinya peran pokja.
Agenda
Munas V APEKSI Siap Digelar Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) sudah siap menggelar Musyawarah Nasional (Munas) V yang direncanakan berlangsung 26-31 Juli 2016. Pemerintah Kota Jambi pun telah meneguhkan kesiapannya, bahkan menjanjikan pelaksanaan Munas yang lebih baik.
H
al tersebut terungkap dalam acara launching Munas V APEKSI dan Indonesia City Expo 2016, di Hotel Aston, Jambi, 8 Maret 2016. Peluncuran dilakukan pengurus APEKSI dan panitia Munas yang diketuai Wali Kota Jambi Syarif Fasha. Munas V APEKSI ini mengusung tema “Potensi Otonomi Daerah dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)”. Peluncuran acara itu dihadiri Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan, Wali Kota Pekalongan Achmad Alf Arslan Djunaid, Volume XIII
APRIL 2016
31
Agenda
Syarif Fasha, Wali Kota Jambi Wali Kota Tangerang Arief R Wimansyah, Wakil Wali Kota Jambi Abdullah Sani, Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno, Wakil Wali Kota Payakumbuh Suwandel Mukhtar, Wakil Wali Kota Tanjungpinang Syahrul, Wakil Wali Kota Bandung Oded Muhamad Danial, jajaran Pemerintah Kota Jambi, dan perwakilan pemerintah kota lainnya. Munas rencananya akan dibuka Presiden RI Joko Widodo dan dihadiri beberapa Menteri Kabinet Kerja. Selain Munas, Pemkot Jambi juga akan menggelar pameran berkelas nasional, yaitu City Expo yang akan diikuti ratusan stan dari berbagai daerah, baik instansi pemerintah maupun swasta, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pada area City Expo tersebut juga disediakan panggung hiburan dan kesenian. Selain diisi berbagai hiburan, panggung tersebut juga akan menyajikan tampilan ragam budaya dan seni dari utusan pemkot se-Indonesia. Hingga, persiapan dan pematangan acara terus dilakukan, mulai dari persiapan tempat acara puncak hingga hotel untuk para wali kota serta delegasi dari setiap pemerintah kota. Rangkaian acara Munas meliputi kegiatan Munas APEKSI, Indonesia City Expo, Pawai Budaya Nusantara, Penanaman Pohon, Ladies Program, Seni Budaya Nusantara, dan City Tour serta acara menarik lainnya. Sebelumnya panitia Munas, baik dari jajaran Pemerintah Kota Jambi maupun APEKSI Pusat, telah menggelar pemanta32
Volume XIII APRIL 2016
pan acara Munas ke V APEKSI yang dilakukan 24 Februari 2016 di Jambi. Berdasarkan perencanaan acara, sebelum City Expo dibuka, terlebih dahulu akan diselenggarakan Pawai Budaya Nusantara. Para wali kota se-Indonesia dengan dele gasi dan duta budayanya akan turun ke jalan mengikuti parade budaya, dengan berbagai kreasi pernak-pernik khas daerah masing-masing. Pawai budaya dimulai dari kantor wali kota menuju GOR Kota Baru. Adapun, city tour menuju ke Candi Muaro Jambi dan Gentala ar-Rsy. Sementara itu, pertunjukan pagelaran seni budaya meliputi 14 pertunjukan dalam satu hari. Untuk Indonesia City Expo 2016, pemilih an stan terbaik kriterianya ditentukan oleh panitia dan dipublikasikan ke peserta. Pemenang stan terbaik mendapatkan hadiah tiket perjalanan Jakarta-ThailandJakarta untuk satu orang selama tiga hari dua malam. Penilaian stan pameran terbaik meliputi dekorasi, kebersihan, dan stan tidak menutupi sirkulasi udara. Perhelatan akbar APEKSI ini dapat menjadi promosi daerah sekaligus ajang pameran bagi UMKM dan seni budaya baik dari Kota Jambi maupun dari kotakota lain dari seluruh Indonesia. Kegiatan ini juga akan meningkatkan ekonomi masyarakat Kota Jambi. Jajaran Pemerintah Kota Jambi mengharapkan masyarakat bekerja sama menyukseskan perhelatan ini. Sebab, dengan ditunjuknya Kota Jambi sebagai tuan rumah kegiatan nasional ini, juga akan
berdampak pada perekonomian lokal. Para peserta, selain mengikuti Munas, juga akan berbelanja oleh-oleh di Kota Jambi. Wali Kota Jambi Syarif Fasha juga mengimbau para pengusaha hotel untuk ikut berpartisipasi menyukseskan kegiatan tersebut. Di antaranya, dengan memberikan diskon khusus kepada para undangan yang hadir dari berbagai kota di seluruh Indonesia. Fasha juga minta kepada pengusaha hotel dan restauran untuk memutar lagu-lagu daerah serta memakai baju khas melayu daerah Jambi kepada para pegawainya khusus pada kegiatan APEKSI tersebut. “Tujuannya, dapat menampilkan keagungan budaya Melayu daerah Jambi,” ujarnya. Jambi Tawarkan Investasi Sementara itu, Wakil Wali Kota Jambi Abdullah Sani, mengatakan, dalam kegiatan ini Pemerintah Kota Jambi menawarkan berbagai pesona pariwisata di Kota Jambi, mulai dari kuliner hingga oleh-oleh. Selain itu, juga akan menawarkan suasana investasi yang aman dan nyaman bagi investor. Direktur Eksekutif Apeksi Sarimun Hadisaputra, mengatakan, seluruh kotakota di Indonesia harus berkolaborasi untuk maju bersama di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini. “Kalau dulu kota-kota di Indonesia saling berkompetisi satu sama lain, tapi sekarang eranya sudah beda, makanya kita tekankan untuk berkolaborasi,” kata Sarimun Hadisaputra, usai peluncuran rencana Munas V APEKSI 2016 di Jambi. Dia mengatakan, jika kota-kota di dalam negeri masih berkompetisi satu sama lain dan tidak saling berkolaborasi untuk maju bersama, tentunya ke depan akan kalah bersaing dengan kota-kota di luar negeri. Munas ini diikuti 98 kota di Indonesia, dan bisa menjadi ajang bagi seluruh pemkot untuk memperkenalkan kota masing-masing. “Yang jelas, Munas APEKSI itu nantinya untuk memperkenalkan kotakota di Indonesia supaya saling kenal dan belajar satu sama lain, sehingga dapat bersaing dengan kota di luar negeri,” katanya.
Agenda
Kepengurusan APEKSI Dilanjutkan Pelaksana Tugas
Vakum sejak Desember 2015 akibat banyak wali kota yang kembali mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak, kepengurus an Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) akhirnya dilanjutkan oleh pengurus lama yang ditetapkan sebagai pelaksana tugas hingga Musyawarah Nasional yang akan dilaksanakan akhir Juli 2016.
P
enetapan pelaksana tugas Pengurus APEKSI periode 2012-2016 diambil dalam rapat pengurus yang digelar di Jakarta, 8 April 2016. Rapat dihadiri Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Wali Kota Gorontalo Marten Taha, Wali Kota Sukabumi Mohamad Muraz, Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi. Rapat yang dibuka oleh Direktur Eksekutif APEKSI Sarimun Hadisaputra ini juga diikuti seluruh Komisariat Wilayah (Komwil) APEKSI. Isu kekosongan pengurus ini sebenar nya sudah pernah menjadi perbincangan menjelang hingga pelaksanaan pilkada serentak digelar akhir Desember 2015. Sebab, seluruh pengurus APEKSI, termasuk ketua umumnya, kembali mencalonkan diri. Berdasarkan ketentuan, kepala daerah yang kembali mencalonkan diri harus melepas jabatannya. Otomatis, mereka yang sebelumnya tercatat sebagai pengurus APEKSI, karena telah mengundurkan diri
dari jabatannya sebagai wali kota, status mereka sebagai pengurus APEKSI pun ber akhir. Praktis, sejak itu terjadi kekosongan kepengurusan. Roda organisasi dijalankan oleh sekretaris yang dipimpin Direktur Eksekutif Sarimun Hadisaputra. Dalam rapat yang dipimpin Airin tersebut, isu kekosongan kepengurusan ini dibahas. Rapat menilai isu kekosongan ini penting dibicarakan karena beberapa hal. Pertama, mengingat dinamika perkotaan saat ini sangat tinggi yang membutuhkan keputusan-keputusan strategis. Kedua, APEKSI akan menggelar Munas V pada akhir Juli 2016 di Jambi. Hal-hal tersebut membutuhkan kelengkapan kepengurusan karena asosiasi harus membuat keputusan-keputusan strategis. Sebagai pimpinan rapat, Airin menawarkan solusi yang harus diambil. Ada beberapa opsi yang disampaikan kepada peserta rapat. Misalnya, memilih pengurus baru, menunjuk pengurus lama sebagai pelaksana tugas, atau menunjuk para ketua Komwil untuk melanjutkan kepengurusan. Opsi-opsi tersebut kemudian dise rahkan kepada peserta rapat untuk dibahas. Wali Kota Gorontalo Marten Taha sependapat bahwa prinsipnya tidak boleh terjadi kekosongan kepengurusan APEKSI. “Sebab organisasi ini harus terus bergerak, apalagi saat ini banyak isu yang menye rempet anggota APEKSI, seperti pemberlakukan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” ujar Marten. Kekosongan ini, imbuh Marten, akan berlanjut definitif lantaran per 2 Juni 2016 periode kepengurusan APEKSI 2012-2016 harus berakhir. Padahal, Munas baru akan dilaksanakan pada akhir Juli. “Sebagai organsiasi pemerintah kota, kepengurusan APEKSI tidak boleh kosong, sebab masih banyak yang harus diselesaikan,” terang Marten Taha. Volume XIII
APRIL 2016
33
Agenda
Rapat Awal Tahun 2016 Mengawali awal tahun 2016, pada 14 Januari lalu Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menggelar rapat. Dalam rapat, disampaikan laporan pertanggungjawaban pengurus dan program kerja pengurus untuk tahun 2016.
34
Volume XIII APRIL 2016
R
apat yang berlangsung di The Brige Fungtion Room, Hotel Aston Rasuna Office Park, ini dihadiri seluruh perwakilan enam Komisariat Wilayah (Komwil), yaitu Komwil I sampai Komwil VI. Karena pelaksanaan rapat masih dalam suasana pemilihan kepada daerah (pilkada) serentak yang hasilnya belum diumumkan secara resmi, nyaris tak ada pengurus yang hadir kecuali Airin Rachmi Diany, yang statusnya masih calon incumbent Pilkada Kota Tangerang Selatan. Wali kota yang hadir selaku Ketua Komwil adalah Wali Kota Padang Mahyeldi selaku Ketua Komwil III dan Wali Kota Gorontalo Marten Taha Ketua Komwil VI. Namun demikian, seluruh perwakilan Komwil hadir lengkap. Rapat berjalan lancar dan berhasil melahirkan beberapa keputusan penting. Rapat dibuka oleh Direktur Eksekutif APEKSI Sarimun Hadisaputra. Sarimun
melaporkan berbagai kegiatan dan pencapaian program APEKSI sepanjang tahun 2015 lengkap dengan berbagai permasalahan yang dihadapi pemerintah kota. Selain itu, Sarimun juga memaparkan berbagai isu strategis perkotaan yang masih akan jadi perhatian pada 2016. “Masalah perkotaan semakin kompleks,” ujarnya. Dalam rapat tersebut, setiap perwakilan Komwil APEKSI diminta untuk memaparkan program kerja masingmasing yang nantinya akan disahkan dalam Munas APEKSI di Jambi dan akan disetujui menjadi program kerja APEKSI tahun 2016. Airin Rachmi Diany, yang mewakili Dewan Pengurus APEKSI, dalam rapat lebih banyak menyoroti masalah implementasi pembagian urusan bidang pendidikan berdasarkan Undang-Undang (UU) Pemerintah Daerah yang baru, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2014. Menurut Airin, banyak pemerintah
Agenda kota menghadapi masalah dalam implementasi pembagian urusan tersebut. Sebab, masih banyak turunan aturan yang harus dibuat oleh pemerintah pusat agar implementasinya di daerah lebih cepat. Dengan belum adanya aturan turunan yang jelas, daerah masih merabaraba untuk menjalankan perintah UU tersebut. “Masalah ini harus disosialisasikan ke semua kota, mungkin dibuat seminar atau workshop agar mereka cepat memahami dalam implementasinya,” terang Airin mengingatkan. Sementara itu, Wali Kota Padang yang juga Ketua Komwil III, Mahyeldi, dalam kesempatan melaporkan berba gai kegiatan Komwil yang dipimpinnya. Salah satunya adalah sukses Kota Padang menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Menteri Negara-nega ra Berbatasan dengan Pesisir Samudera Hindia (IORA). Mahyeldi menegaskan, melalui organsiasi ini, pemerintah kota dapat mengambil peran dan peluang untuk mengoptimalkan wilayah pesisir Samudera Hindia. “Saat ini, IORA membuka peluang bagaimana setiap daerah bisa ambil peluang dari keberadaan IORA. Di mana, IORA membuka peluang akan kebutuhan SDM untuk kapal pesiar di pesisir pantai selatan Samudera Hindia. Ini bisa untuk membuka
Sarimun Hadisaputra, Direktur Eksekutif APEKSI peluang bagi putra-putri di setiap kota untuk terlibat,” ujar Mahyeldi. Setelah semua perwakilan Komwil menyampaikan paparannya, rapat menyepakati disusunnya program-program asosiasi untuk tahun 2016. Setidaknya ada tujuh bidang program yang disepakati. Di antaranya adalah bidang kerja sama antardaerah, peningkatan kapasitas pemerintah kota, advokasi dan regulasi, komunikasi dan informasi, perkotaan dan pembangunan, kemitraan, dan bidang
konsolidasi organisasi. Dari situ kemudian diturunkan menjadi beberapa program kerja yang dilaksanakan. Seperti, bidang kerja sama antardaerah akan lebih memperkuat bagaimana mensinkronkan RTRWD, SPP, dan SPM antardaerah. Untuk bidang kapasitas pemerintah kota, program yang akan dijalankan mulai dari pelatihan, best prac tice, dan program kota. Untuk advokasi, programnya seperti penguatan pemda dalam otonomi daerah, penguatan ASN, dan reformasi birokrasi. Untuk bidang komunikasi program kerjanya mencakup seminar serta media informasi elektronik dan cetak. Sementara itu, untuk bidang perkotaan dan pembangunan, program kerjanya mencakup penguatan kota berketahanan iklim. Sementara bidang humas dan kerja sama meliputi peningkatan kapasitas perkotaan, jalin jejaring, informasi APEKSI, dan promosi potensi daerah. Untuk bidang hubungan antarlembaga memiliki banyak program yang ditangani, termasuk kegiatan besar APEKSI seperti Munas APEKSI sampai agenda bertemu dengan menteri. Tak ketinggalan pula bidang administrasi dan umum yang akan lebih banyak bidang kerjanya karena harus mendukung operasional kegiatan sekretariat APEKSI, termasuk mengatur perjalanan pengurus baik ke dalam negeri maupun uar negeri. Volume XIII
APRIL 2016
35
BERITA KOTA
Rakor Forum Kemitraan dan Komunikasi BPJS Kesehatan Kota Palopo Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kota Palopo menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Forum Kemitraan dan Komunikasi Kota Palopo. Pertemuan digelar dalam rangka mengevaluasi dan membahas permasalahan-permasalahan terutama yang terkait dengan kepesertaan dan pelayanan program BPJS Kesehatan. Rakor yang dihadiri Wali Kota Palopo HM Judas Amir ini dilaksanakan di ruang pertemuan Hotel Mulia Indah Palopo, akhir Februari 2016. Dalam kesempatan tersebut, Wali Kota Judas Amir mengungkapkan pentingnya rakor tersebut bagi semua pihak yang berkaitan dengan penyelenggaraan BPJS. Harapannya, agar berbagai pertanyaan dan permasalahan yang berkaitan dengan BPJS bisa diselesaikan. “Saya memberikan kepercayaan kepada semua pihak yang menangani BPJS,” katanya. Dia mencatat, saat ini di Kota Palopo terdapat 51 ribu peserta BPJS. Sayangnya, perjanjian yang diterima dirinya untuk ditandatangani baru terdata 46 ribu orang dengan penjelasan beberapa peserta dinyatakan dinonaktifkan dengan alasan yang berbeda.
“Salah satu masalah yang saya dengar adalah masih adanya warga yang seharusnya menjadi tanggungan namun sudah tidak dibayarkan,” kata Judas. Penonaktifan kepesertaan BPJS, menurutnya, didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Sosial yang mengatur ketentuan tentang penonaktifan penerimaan dana bantuan sosial yang telah dinyatakan ganda atau telah dianggap kehidupannya lebih baik atau mampu dan dinyatakan meninggal dunia. “Persoalannya, sampai saat ini saya belum pernah melihat data masyarakat yang dinonaktfikan,” imbuhnya. Lebih lanjut, Judas meminta pihak penyelenggara BPJS dapat bekerja maksimal untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Jangan sampai hanya karena persoalan data, menurut Judas, justru maksud baik untuk memberikan pelayanan kesehatan kontraproduktif. Karena itu, ia berharap agar laporan terkait data kepesertaan BPJS harus sedetail mungkin yang bisa menjabarkan status masyarakat. “Saya ingin data yang jelas, kalau perlu data satu per satu masyarakat yang terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan yang ditanggung oleh pemerintah, dan kebenaran itu harus mutlak, saya tidak ingin ada masyarakat tidak bisa berobat hanya karena tidak masuk dalam daftar,” tegas Judas. Ia juga meminta kepada Dinas Kesehatan agar mempublikasikan nama-nama masyarakat yang menjadi peserta BPJS dan sebagai tanggungan daerah. Humas Kota Palopo
Lhokseumawe Bangun Laboratorium dan Bengkel Motor Guna membekali siswa dengan keahlian, Pemerintah Lhokseumawe, Aceh, membangun laboratorium dan bengkel sepeda motor. Peresmiannya dilakukan Wali Kota Lhokseumawe Suaidi Yahya, berbarengan peluncuran program Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), di SMK N 7 Lhokseumawe, akhir Februari 2016. Dalam sambutannya, Wali Kota Lhokseumawe mengata kan, peresmian laboratorium dan bengkel sepeda motor ini merupakan upaya untuk membekali para siswa dengan keahli an. Dengan begitu, siswa akan dapat lebih mudah diterima bekerja setelah menyelesaikan pendidikan. “Laboratorium dan bengkel yang kita resmikan merupakan salah satu upaya agar para siswa nantinya lebih mudah mendapat pekerjaan setelah tamat dari sekolah karena telah memiliki keahli an terkait dengan sepeda motor,” ujar Wali Kota Suaidi. Sementara itu, program UNBK yang diluncurkan Pemkot Lhokseumawe dimaksudkan untuk mencetak lulusan yang terjamin kemampuan akademiknya. Melalui program UNBK ini, tingkat kejujuran siswa akan lebih baik. “Mengenai UNBK yang juga kita luncurkan di beberapa sekolah di Lhokseumawe, tujuannya agar dapat menghasilkan lulusan sekolah yang memiliki kemampuan akademik yang baik. Karena kita ketahui bersama bahwa tingkat kejujuran pada UNBK lebih dapat dijamin,” sambungnya. Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Lhokseumawe, Bukhari, menjelaskan, untuk Kota Lhokseumawe, UNBK
36
Volume XIII APRIL 2016
diluncurkan di enam Sekolah Menengah Kejuruan, yaitu SMK Negeri 1, 2, 3, 4, dan 7 serta SMK Swasta Ulumuddin dan SMA N 1 Lhokseumawe serta SMA Swasta Modal Bangsa Lhokseumawe. Peresmian laboratorium dan bengkel di Lhokseumawe merupakan hasil dari penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan PT Capella Dinamik Nusantara Lhokseumawe. Tujuan kerja sama ini memang untuk memberikan fasilitas praktek life skill yang telah diperoleh siswa dari sekolah. Humas Pemkot Lhokseumawe
BERITA KOTA
Payakumbuh Gelar Forum Anak Kota Pemerintah Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMP-KB), menggelar kegiatan Forum Anak Kota Payakumbuh 2016. Bertempat di aula SKB Payakumbuh di Kelurahan Balai Jaring Air Tabit, 25-26 Februari 2016, kegiatan itu dibuka Wali Kota Payakumbuh diwakili Asisten II Amriul Dt Karayiang. Forum Anak Kota ini melibatkan 100 peserta utusan SD/ SLTP/SLTA, anak berkebutuhan khusus, dan Pengurus Forum Anak Payakumbuh. Kegiatan bertema “Melalui Kegiatan Forum Anak, Kita Tingkatkan Perlindungan dan Partisipasi Anak Kota Payakumbuh” ini juga diikuti sejumlah pimpinan SKPD dan camat. Nara sumbernya adalah TP-PKK Payakumbuh Henny Riza Falepi yang juga Ketua P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Payakumbuh dan Ketua Ruandu Fondation Sumbar Muharman. Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan PA, Erma Yunita, selaku ketua panitia pelaksana, memaparkan, tujuan dilaksanakannya Forum Anak Payakumbuh ini, di antaranya, untuk meningkatkan kualitas kehidupan, kesejahteraan, dan per-
lindungan anak sekaligus meningkatkan kreativitas anak di kota ini. Forum Anak Kota merupakan salah satu komitmen Pemkot bersama P2TP2A dalam rangka menciptakan pembangunan yang peduli terhadap hak, kebutuhan, dan kepentingan anak. Asisten II Amriul Dt Karayiang, ketika membuka acara ini, menyebutkan, sumber daya manusia berkualitas tidak dapat lahir secara alamiah bila anak dibiarkan tumbuh dan berkembang tanpa perlindungan. Anak akan menjadi beban pembangunan karena akan menjadi generasi yang lemah, tidak produktif, dan tidak kreatif. Sedangkan, jumlah mereka lebih dari sepertiga penduduk Indonesia. Akan tetapi, menurutnya, tidak dapat dipungkiri, hingga kini masih didengar berbagai pelanggaran terhadap hak anak, baik dilakukan oleh individu, keluarga, masyarakat, maupun organisasi sekalipun. Bentuk-bentuk kekerasan secara fisik, seksual, psikologis, pengucilan, diskriminasi, dan lainnya masih saja menghiasi media televisi nasional. “Menyadari akan hal itu, Pemkot Payakumbuh semakin menguatkan langkah, memberikan jaminan bagi penghormatan, pemenuhan dan perlindungan anak beserta haknya. Karena, anak adalah potensi yang sangat penting sebagai penerus masa depan bangsa,” ujarnya. Selama dua hari itu, seluruh peserta akan dibekali dengan berbagai pengetahuan tentang perlindungan hak anak dan perlindungan terhadap perempuan. Humas Pemkot Payakumbuh
Camat dan Lurah se-Kota Palu Studi Banding ke Bandung Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan kebersihan kota, sebanyak 48 kepala kelurahan dan 8 camat se-Kota Palu melakukan studi banding ke Kota Bandung. Studi banding juga diikuti para asisten dan staf ahli wali kota. Di Kota Bandung, selain tentang pengelolaan kebersihan, mereka juga belajar masalah pelayanan administrasi terpadu tingkat kecamatan (PATEN). Kegiatan studi banding tersebut sebagai upaya pemerintah Kota Palu untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan dalam program save green and clean. Sasarannya, Kota Palu bisa meraih Adipura pada 2016. Adapun, Kota Bandung dipilih untuk studi banding karena dinilai sukses dalam pengelolaan kebersihan. Dalam dua tahun terakhir, Kota Bandung meraih Adipura berturut-turut. Secara spesifik, program-program yang dipelajari para pejabat Kota Palu di Kota Bandung adalah, di antaranya, Gerakan Penghijauan, Hemat dan Menabung Air, Gerakan Cikapundung Bersih, Gerakan Sejuta Bunga untuk Bandung, Gerakan Udara Bersih, Program P4LH (Penanaman, Pembibitan, Pemeliharaan, dan Pengawasan Lingkungan Hidup), Program K3 (Ketertiban,Kebersihan, Keindahan), dan serta Muatan Lokal Lingkungan Hidup Bagi Anak Sekolah. Salah satu hal yang paling menarik bagi delegasi Kota Palu dalam kunjungan di PD Kebersihan Kota Bandung adalah penggunaan kendaraan kebersihan kota yang tidak banyak
menggunakan tenaga kerja. Yakni, penggunaan kendaraan kuadro dan tenan yang khusus digunakan sebagai kendaraan kebersihan jalanan. Selain studi banding ke PD Kebersihan Kota Bandung, para lurah dan camat juga belajar tentang pelayanan admini strasi terpadu kecamatan (PATEN) di Kecamatan Lengkong. Penyelenggaraan PATEN di Kecamatan Lengkong dinilai sukses sehingga menjadi rujukan para camat dan lurah dalam melaksanakan studi banding. Dari studi banding ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat di bawah koordinasi dan binaan camat selaku penanggung jawab penyelenggaraan PATEN di wilayah Kota Palu. Humas Pemkot Palu
Volume XIII
APRIL 2016
37
PROFIL
Termuda, Independen Pula Terpilih sebagai anggota DPRD Tanjung Balai pada tahun 2014, menjabat Ketua DPRD Tanjung Balai, dan ak hirnya dilantik sebagai Wali Kota termuda dari Tanjungbalai. Itulah Muhammad Syahrial, yang memiliki karier politik unik.
38
Volume XIII APRIL 2016
S
aat ini, usia pria kelahiran Tanjungbalai, 17 Agustus 1988, ini belum genap 28 tahun. Saat Desember 2015 memenangi pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, otomatis Muhammad Syahrial tercatat sebagai wali kota termuda di Indonesia. Menariknya, meskipun tercatat sebagai kader partai, Syahrial justru mencalonkan diri melalui jalur perseorangan. Itulah yang membuat catatan karier politik Syahrial unik. Sebelumnya, Syahrial yang merupakan kader Partai Golkar ini pada pemilu 2014 terpilih sebagai anggota DPRD Tanjungbalai. Bahkan, ia kemudian dipercaya menduduki jabatan Ketua DPRD Kota Tanjungbalai periode 2014-2019. Dan, belum genap setahun menduduki jabatannya, musim pilkada
serentak keburu tiba. Saat itu, sebagai k ader par tai, Syahrial menyampaikan niatnya untuk mengikuti pilkada. Sayang, Partai Golkar yang sedang berkonflik tak memberikan restu. Partai Golkar mendukung calon lain. Kecewa, Syahrial akhirnya memutuskan maju untuk mencalonkan diri melalui jalur perseorangan. Ia berpa sangan dengan Ismail Marpaung seba gai wakilnya. Konsekuensinya, Syahrial harus mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPRD dan menerima sanksi dari partainya. Perjuangannya membuahkan hasil. Ia keluar sebagai peraih suara terbanyak, mengalahkan tiga pasangan calon lainnya, termasuk pasangan calon yang diusung Partai Golkar, yaitu Ketua DPD II Partai Golkar dan Wakil Wali Kota Tanjungbalai (petahana) Roler Harahap.
PROFIL Pada 17 Februari 2015, Muhammad Syahrial resmi dilantik sebagai Wali Kota termuda di Indonesia bersama 15 kepala daerah pemenang pilkada serentak 2015. Bukan karena ambisi pribadi jika Syahrial ngotot berusaha menjadi wali kota. “Saat itu, saya maju atas desakan masyarakat. Saya mengikuti aspirasi tersebut. Kemudian, mereka berjuang keras dan akhirnya dapat memenangkan pemilihan kepala daerah,” kata Syahrial. Dengan rendah hati, Syahrial pun tak menampik ada faktor peran orangtua dalam kemenangannya meraih suara terbanyak. Zulkifli Ansar Batubara, ayah Syahrial, memang dikenal sebagai pengusaha dan tokoh masyarakat di Tanjungbalai. Namun, di luar itu, usianya yang masih muda memberikan warna baru bagi warga Tanjungbalai yang meng inginkan perubahan. Tanjungbalai “Bersih” Sebagai sosok muda, Syahrial terbilang sigap. Usai dilantik, ia mengaku sudah mempersiapkan cara untuk mewujudkan visi dan misinya sebagaimana yang sudah mereka sampaikan pada saat kampanye. Program prioritas yang dirumuskan dalam rangka mewujudkan visi-misi Pemerintah Kota Tanjungbalai periode 2016-2021 adalah “Mewujudkan
Kota Tanjungbalai yang Berprestasi, Religius, Sejahtera, Indah, dan Harmonis” yang disingkat “Bersih”. Dalam 100 hari kepemimpinannya, Syahrial pun sudah menjanjikan mulai terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. “Dalam 100 hari kerja pertama, harus ada perubahan di semua lini pembangunan dan ada percepatan pembangunan di Kota Tanjungbalai,” kata Syahrial kepada wartawan seusai pelantikan. Ia sadar masih ada kelompok tertentu yang meragukan kemampuan memimpin Kota Tanjungbalai karena dinilai masih terlalu muda. “Itu justru akan menjadi tantangan. Dalam hal pembangunan, saya akan
lebih mengutamakan pelayanan publik. Sebab, pelayanan publik masih selalu saja menjadi keluhan masyarakat terutama di Tanjungbalai,” ujarnya. Selain pelayanan publik, yang akan menjadi prioritas Syahrial adalah pemba ngunan infrastruktur jalan. Menurutnya, infrastruktur ini penting karena berimbas kepada kemajuan ekonomi. “Kami siap memajukan perekonomian nelayan karena masyarakat Tanjungbalai juga banyak berprofesi sebagai nelayan,” tuturnya. Semoga wali kota termuda ini menghadirkan angin segar perubahan ke arah yang lebih baik.
Volume XIII
APRIL 2016
39
JEJAK
Sabang, Kejayaan Kota Pelabuhan Tempo Dulu Sabang memiliki sejarah yang panjang sebagai kota pelabuhan. Setelah puluhan tahun terabaikan, Sabang mulai direvitalisasi seiring dengan keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Bagaimana prospek ke depannya?
40
Volume XIII APRIL 2016
S
amar-samar, nama Kota Sabang, Provinsi Aceh, hanya dikenal melalui lagu kebangsaan. Samar-samar pula, kejayaan masa lalu sebagai kota pelabuhan internasional sesekali mampir dalam ingatan. Dan baru belakangan, ketika pada 2014 Joko Widodo yang terpilih sebagai Presi den Indonesia menggaungkan pemba ngunan poros maritim dunia, nama Sabang mulai banyak diperbincangkan. Bahkan, Joko Widodo bertekad merevitalisasi Kota Sabang untuk kembali berjaya, berkembang menjadi pelabuhan internasional. Terletak di Pulau Weh, yang berada di ujung paling barat Kepulauan Indonesia, Kota Sabang memiliki posisi yang sa
ngat strategis. Ia menghadap langsung ke Samudera Hindia dan berseberangan dengan Semenanjung Malaka. Di masa lampau, posisi itu merupakan jalur lalu lintas perdagangan dunia yang paling sibuk. Pada mulanya Sabang merupakan sebuah desa nelayan. Dengan posisinya yang sangat strategis itu, dan berada di teluk dalam dengan sumber air bersih yang berlimpah, Sabang menjadi tempat favorit persinggahan kapal. Dari situlah, Sabang kemudian berkembang menjadi pelabuhan internasional. Pada abad ke-18, bahkan jauh sebelum itu, negara-negara Eropa mulai ekspansi ke wilayah terbelakang. Sebutlah, misalnya, Inggris, Belanda, Jerman, Portugis, dan beberapa negara lainnya.
JEJAK Belanda kemudian membangun Sabang sebagai pelabuhan transit kapal uap berbahan bakar batu bara. Berdasarkan cacatan otentik, Belanda membangun Kolen Station pada 1881 untuk mengope rasikan pelabuhan di Sabang. Di situ, Belanda membangun depot batu bara yang mampu menampung 25 ribu ton, yang diambil dari Ombilin Sumatera Barat, untuk memasok kebutuhan bahan bakar Angkatan Laut Belanda. Melalui Pelabuhan Sabang ini pula, Belanda mengangkut rempah-rempah dari Bumi Nusantara untuk dijual ke Eropa. Pada 1896, Pelabuhan Sabang dibuka sebagai pelabuhan bebas untuk perdagangan umum, sebagai pelabuhan transit barang-barang hasil pertanian, tambang, tembakau, lada, pinang, pala, kopi, kopra, dan lainnya. Sabang pun akhirnya dikenal sebagai pelabuhan perdagangan dan pelayaran dunia. Pada 1899, Pelabuhan Sabang diting katkan statusnya menjadi pelabuhan internasional dan berbagai infrastruktur pelabuhan dilakukan rehabilitasi untuk memenuhi standar pelabuhan bertaraf dunia waktu itu. Hasilnya, tahun 1903, pelabuhan ini sudah bisa mengirim barang dari sabang ke Belanda hanya butuh waktu dua minggu. Untuk menjadikan Sabang sebagai pelabuhan internasional, Pemerintah Kolonial ba nyak menanamkan investasi. Berbagai fasilitas layaknya sebuah kota besar dibangun, seperti fasilitas umum, balai kota, gudang pelabuhan, pasar, hingga ke hotel. Bahkan, Belanda memandang masa depan Sabang begitu jauh, hingga mereka membangun rumah sakit terbesar di pulau ini. Sabang juga dirancang sebagai pelabuhan transit terbesar bagi kapal layar yang masuk ke Selat Malaka. Belanda juga melengkapi instalasi air minum yang pertama kali yang disalurkan hingga seluruh penjuru pulau. Ini bisa dilihat dalam lanskap pembangunan infrastruktur melibatkan dua pulau di sekitarnya. Fasilitas yang dibangun meliputi lampu suar, kawasan pelabuhan, tempat tinggal, hingga kawasan pelesir untuk awak kapal. Belanda juga menjadikan Sabang sebagai titik pemberangkatan jamaah haji kala itu. Sarana yang dibangun mampu menampung 2 ribu jamaah haji
Zulkifli Adam, Wali Kota Sabang dan sebagai tempat karantina haji sebelum berangkat. Masa kejayaan Sabang sebagai kota pelabuhan mulai meredup menjelang berakhirnya Perang Dunia II, ketika Jepang mulai menyerbu kawasan ini pada 1941. Di bawah Jepang, Kota Sabang beralih fungsi menjadi benteng pertahan an. Tak cukup hanya membuat bunker pertahanan, Jepang juga membangun terowongan-terowongan pertahanan yang menghubungkan setiap sudut di Pulau Weh. Pelabuhan bebas yang terkenal itu pun ditutup. Tahun 1945 Sabang mendapat serangan dari pasukan sekutu dan menghancurkan sebagian infrastruktur. Kemudian Indonesia Merdeka, tetapi Sabang masih menjadi wilayah koloni Belanda. Setelah KMB, tahun 1950, Belanda mengembalikan Sabang kepada Indonesia dengan cara semua aset Pelabuhan Sabang Maatschappij dibeli Pemerintah Indonesia. Revitalisasi Sabang Sesungguhnya, sebelum ini sudah pernah Pemerintah Indonesia mengembalikan kejayaan Sabang. Pada 1963, misalnya, Sabang ditetapkan sebagai Pelabuhan Bebas (Free Port) oleh Pemerintah Indonesia. Kemudian, pada 1970 Sabang dijadikan daerah perdagangan bebas. Kegiatan imporekspor barang konsumsi dan produksi,
re-ekspor maupun industri, banyak dilakukan di pelabuhan ini. Namun, pada 1985 status Sabang sebagai daerah perdagangan bebas dan pelabuhan bebas ditutup, seiring rencana pembukaan Pulau Batam sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas. Alasan lain, di Sabang disebut-sebut marak penyelundupan. Presiden Joko Widodo, yang menggaungkan pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia, bertekad mengembalikan kejayaan Sabang seba gai kota pelabuhan internasional. Hal itu diungkapkannya ketika berkunjung ke Sabang pada Maret 2015. Presiden optimistis jika dikembangkan Sabang bisa menjadi pelabuhan dengan fasilitas berstandar internasional, sehingga menjadi pelabuhan penghubung (trans shipment) yang terintegrasi dengan jalur pelayaran regional dan internasional. Kota Sabang yang menempati lahan 12.177,18 hektare ini memang memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Kota Sabang terdiri dari lima pulau, yakni Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako, dan Pulau Rondo, ditambah gugusan pulau-pulau batu di Pantee Utara. Pulau Weh merupakan pulau terluas serta merupakan satu-satunya pulau yang dijadikan permukiman, sedangkan Pulau Rondo merupakan salah satu pulau terluar yang berjarak + 15,6 km dari Volume XIII
APRIL 2016
41
JEJAK
Pulau Weh. Secara administratif, Kota Sabang terbagi menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Sukakarya. Kota Sabang dihuni sekitar 30.653 jiwa. (hasil sensus penduduk tahun 2010), yang terdiri atas 15.600 jiwa lakilaki dan 15.053 jiwa perempuan. Dengan kepadatan penduduk sekitar 200 jiwa/ km². Dan pada tahun 2011 penduduknya berjumlah 31.355 jiwa. Saat ini Sabang menjelma menjadi destinasi wisata bahari Indonesia yang menawarkan surga bagi para penyelam. Di sini Anda dapat menikmati alam bawah lautnya dengan menyelam untuk menemukan ratusan spesies ikan dan kekayaan terumbu karang alami yang bukan ditanam atau budidaya. Perairan di Sabang merupakan tempat bertemunya Samudera Hindia dan Selat Malaka. Saat ini pun Sabang memperlengkapi atraksi wisatanya de ngan penyelenggaraan Sabang International Regatta. Wali Kota Sabang Zulkifli Adam sadar betul untuk mengembalikan kejayaan 42
Volume XIII APRIL 2016
Sabang sebagai kota pelabuhan internasional perlu kerja beras. Juga, sebagai penguasa kota yang dikelilingi laut sangat indah, Zulkifli sadar kekayaan alam itu harus dikembangkan. Kota dengan tagline Sebongkah Tanah yang Turun dari Surga itu kini melejit dengan pesona wisatanya. Hampir semua penduduk Kota Sabang hidup dari pariwisata. Mulai penyediaan hotel, kuliner, kerajinan, sebagai guide, hingga pengelola wisata. ”Kami terus mengiming-imingi investor agar membangun hotel dan fasilitas wisata di sini. Semua perizinan kami permudah asal sesuai prosedur,” tuturnya. Zulkifli menyatakan, meski di tanah Sabang sudah terdeteksi sumber mi nyak yang tidak habis dalam 375 tahun, pemerintahannya tidak akan serius mengeksplorasi minyak. “Kami lebih menitikberatkan pengembangan wisata,” tuturnya. Perkembangan wisata Kota Sabang memang sangat signifikan. Pada 2011, ada 50 ribu wisatawan yang datang ke sana. Pada 2012, jumlah tersebut naik
menjadi 80 ribu orang. Pada 2013, ada 450 ribu dan 2014 mencapai 1 juta lebih per tahun. “Pendapatan per kapita penduduk banyak bergantung pada wisatawan,” katanya. Untuk itu, Pemkot Sabang kini lebih concern pada pembangunan dan perbaikan infrastruktur pendukung industri pariwisata. Bukan hanya itu, Pemkot Sabang, segaris dengan paradigma pembangunan poros maritim, juga membangun pelabuhan internasional di Sabang. Pelabuhan baru itu berhadapan dengan pelabuhan lama yang biasanya untuk berlabuh kapal kargo dan kapal pesiar. Saat ini, pelabuhan tersebut sedang dibangun. “Kedalaman pelabuhan baru itu lebih dari kedalaman laut milik Singapura yang hanya 14 meter. Kedalaman laut di Sabang 25–35 meter sehingga aman untuk kapal sandar,” ujarnya. Berbeda dengan di masa lampau, Sabang kini telah mulai berkembang tidak sebagai menjadi kota pelabuhan internasional, melainkan juga kota wisata dunia.
Volume XIII
APRIL 2016
43
44
Volume XIII APRIL 2016