Menggali Kearifan Lokal Bumi Kediri UNAIR NEWS – Alam dan cerita sejarah membentuk nilai-nilai budaya. Masyarakat, sebagai subjek budaya, bertugas untuk mewarisi nilai-nilai serta melestarikannya hingga anak cucu. Kearifan lokal itu terjaga agar keharmonisan manusia, budaya, dan alam tetap seimbang. Begitulah yang terjadi di masyarakat Kediri, tepatnya di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar. Desa yang terletak di kaki Gunung Kelud tersebut menyimpan salah satu mitos yang diyakini oleh masyarakat hingga sekarang. Mitos mengenai asal muasal Gunung Kelud yang tak lepas dari cinta Lembu Sura. Cintanya bertepuk sebelah tangan oleh Dewi Kilisuci. Amarah Sura yang berkecamuk akibat ulah Kilisuci, oleh masyarakat diyakini sebagai penyebab letusan Kelud. Untuk meredam amarah Sura dan Kelud, setiap tahunnya masyarakat menggelar ritual sesaji. Ketika masih terdapat kawah, masyarakat menyumbangkan hasil bumi dengan cara melarung. Ketika area kawah telah ditumbuhi Anak Gunung Kelud, ritual pun berubah. Namun, ritual itu masih berlangsung setiap tahunnya. Kediri tak hanya menyimpan satu kearifan lokal. Seni jaranan ialah salah satu kesenian yang masih eksis dan digemari masyarakat Kediri hingga saat ini. Seni jaranan dimainkan mulai dari anak-anak kecil hingga dewasa. Pada saat pementasan seni jaranan berlangsung, warga sekitar berbondong-bondong menyaksikan pertunjukan. Mereka menonton dan larut dalam dua pertunjukan jaranan yang berlangsung pada Sabtu malam (14/5). Pementasan dan cerita film mengenai Kelud dan Kediri ini merupakan bagian dari kegiatan study excursie (SE) tim Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) Direktorat Pendidikan Universitas
Airlangga (UNAIR). Kegiatan SE merupakan agenda tahunan yang diperuntukkan bagi mahasiswa jenjang sarjana yang sedang mengambil MKWU, seperti Pendidikan Kewarganegaraan, dan Agama. Kegiatan SE bertujuan untuk memperkenalkan keberagaman dan kearifan lokal yang terdapat di suatu daerah. Dialog dan studium general bertema “Menggali Kearifan Lokal dalam Tradisi Masyarakat Indonesia” menjelaskan kepada peserta SE mengenai Kelud, tradisi, dan seni jaranan. Dialog tersebut dihadiri oleh Camat Ngancar, Kepala Desa Sugihwaras, serta tokoh masyarakat, di halaman Gedung Teater dan Museum Gunung Kelud. Keberadaan Kelud bukanlah bencana bagi warga sekitar. Alam di dataran tinggi memberikan anugerah kehidupan bagi mereka. Beragam profesi pekerjaan yang bisa diterapkan di sana, seperti petani, pelayan penginapan, hingga pemandu wisata. Meski Kelud tercatat pernah menumpahkan magmanya berulang kali sehingga meruntuhkan sendi perekonomian masyarakat sekitar, mereka tak menganggap itu sebagai ujian walau ada sedih yang tersisa.
1. Pelakon Seni Jaranan Senterewe Memainkan Aksinya Dihadapan Ratusan Mahasiswa UNAIR, Penduduk Sugihwaras, Turis di Gedung Teater Dan Museum Gunung Kelud. (Foto: UNAIR NEWS) “Letusan bukanlah bencana bagi kami karena Kelud telah memberikan berkah juga. Setiap pemerintah memberikan catatan kepada kami, masyarakat sudah siap lahir batin. Kelud sudah mengayomi masyarakat sekitarnya. Meski letusan tapi juga rezeki karena tanaman-tanaman kami subur,” tutur Sukemi, Kades Sugihwaras. “Apabila PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, -red) sudah menetapkan statusnya naik, masyarakat sudah tata-tata barang. Surat-surat berharga disimpan. Jadi, ketika Kelud meletus, masyarakat sudah siap,” imbuh Sukemi. Terkait dengan seni jaranan, Sukemi mengatakan, tradisi untuk melestarikan salah satu kesenian khas Kediri itu juga sudah diturunkan hingga anak cucu. “Meski kembang kempis, seni ini harus tetap dilestarikan. Bahkan, anak TK (taman kanak-kanak) juga ada yang menjadi anggota jaranan,” tutur Sukemi.
Sukemi benar. Ketika dialog berakhir, acara malam hari itu ditutup dengan pementasan seni jaranan senterewe. Sebagian besar pelakonnya adalah anak-anak usia sekolah menengah pertama, dan sekolah dasar. Mereka memainkan tarian jaranan dengan lincah dan energik. Aksi-aksi mereka mendapatkan kemeriahan tepuk tangan dari penonton. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Sambil menahan dinginnya udara Kelud, penonton masih setia memberikan atensinya kepada pelakon seni jaranan Kediri. Memang, kearifan lokal seharusnya tak lekang oleh derasnya arus zaman. (*) Penulis : Defrina Sukma S Editor : Nuri Hermawan
Kediri Sambut Baik Peserta Study Excursie UNAIR UNAIR NEWS – Sebanyak 262 mahasiswa dan perwakilan dosen Universitas Airlangga mengikuti study excursie (SE) periode tahun 2016. Rombongan secara langsung diterima oleh Bupati Kabupaten Kediri yang diwakili oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Kediri, Sabtu (14/5), di Pendopo Kabupaten Kediri. Dalam sambutannya, Kepala Bakesbangpol Kabupaten Kediri Drs. Mujahid, MM, merasa terhormat dengan terpilihnya Kediri sebagai lokasi kajian lapangan Mata Kuliah Wajib Universitas (MKWU). Dengan adanya kegiatan SE yang mempelajari tentang kemajemukan, Mujahid berharap mahasiswa dapat mengimplementasikan nilai-nilai keberagaman dalam kehidupan
sehari-hari. “Seandainya dari kalian ada yang menjadi pemimpin, tetaplah untuk memegang teguh ideologi Pancasila,” tutur Mujahid. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kabupaten Kediri Drs. D. Sampurno, MM, dalam sambutannya mengatakan bahwa ada banyak potensi wisata di Kota Tahu yang bisa dikembangkan. Saat ini, pihaknya tengah mengembangkan berbagai program pariwisata, baik wisata sejarah maupun wisata pendidikan. Dengan terlaksananya program SE, Direktur Pendidikan UNAIR Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si, mengatakan bahwa mahasiswa bisa menerima banyak pelajaran mengenai kemajemukan di Kediri. Prof . Nyoman juga memperkenalkan 24 mahasiswa asing program AMERTA. Mahasiswa asing tersebut berasal dari berbagai negara diantaranya Malaysia, Filipina, dan Kamboja. “Dengan adanya mahasiswa asing yang mengikuti program ini, ketika mereka kembali, mereka bisa memperkenalkan Indonesia di negara asalnya,” tutur Prof. Nyoman. Prof Nyoman juga menjelaskan, dengan adanya arus globalisasi, mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa mempertahankan jati diri kebangsaan.
harus
bisa
Setelah diterima oleh Pemkab Kediri, peserta diajak mengunjungi beberapa situs wisata budaya kuno dan modern. Diantaranya Gedung Teater dan Museum Kelud, pertunjukan seni jaranan, Candi Tegowangi, Sendang Kamandanu, dan Simpang Lima Gumul. (*) Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh
Tim MKWU Pilih Kediri sebagai Tempat Study Excursie UNAIR NEWS – Sebagai upaya pengembangan karakter kebangsaan bagi para mahasiswa, tim Mata Kuliah Wajib Universitas (MKWU) UNAIR mengadakan Study Excursie atau yang lebih dikenal dengan sebutan SE. Kali ini, SE yang diselenggarakan rutin tiap tahun ini mengangkat tema “Kejayaan Sejarah Bangsa dalam Membangun Kehidupan Kebhinekaan dan Wawasan Kebangsaan”. Kabupaten dan Kota Kediri dipilih sebagai tempat dilangsungkan Study Excursie tahun ini, hal ini dikarenakan kediri memiliki potensi yang kuat dibidang sejarah, budaya, pariwisata, serta kerukunan umat beragama. “Kediri merupakan salah satu kota tua yang meninggalkan jejak historis pahlawan masa kerajaan. Ada jejak-jejak pahlawan yang bisa kita pelajari di sana,” ujar Listiyono Santoso, S.S., M.Hum., saat memberikan sambutan dalam pengarahan dan technical meeting SE 2016, Rabu (11/5). Menurut dosen pengampu MKWU tersebut, SE diadakan dalam rangka internalisasi nilai-nilai karakter kebangsaan. Internalisasi nilai karakter kebangsaan tersebut bukan hanya berlangsung di ruang kelas, namun melalui pengalaman langsung di lapangan. SE diupayakan dalam rangka membangun harmonisasi sosial. Prof. Djoko Santoso, dr., Sp.PD-KGH., Ph.D., FINASIM., selaku Wakil Rektor I UNAIR dalam pengarahannya mengatakan bahwa SE ini merupakan the real experience, karena mahasiswa akan berinteraksi langsung dengan kehidupan lokal masyarakat Kediri. “Ini adalah studi kehidupan. Tidak berhenti sampai di sini, pondasi berbangsa harus kuat karakter kebangsaannya,” ujar Prof. Djoko. Di lokasi SE nanti, mahasiswa akan melakukan observasi di
berbagai tempat, seperti Museum Gunung Kelud, Komplek Petilasan Joyoboyo, Sendang Kamandanu, dan Candi Tegowangi. Peserta juga akan diajak ke Simpang Lima Gumul, dan Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang. Ada 262 mahasiswa dari beragam fakultas di UNAIR yang akan mengikuti SE kali ini. 25 mahasiswa diantaranya merupakan mahasiswa program AMERTA UNAIR, yang sebagian besar berasal dari Negara Malaysia. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Nuri Hermawan