MENGENANG SEPULUH TAHUN BENCANA INDUSTRI LUMPUR LAPINDO DAN TINDAKAN KOLEKTIF PARA KORBAN Sukamto1 Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengenang peristiwa luar biasa yang bernama Bencana Industri. Bencana ini berlansung cukup lama, di mana sumber semburan belum dapat dihentikan sampai kini. Menelan korban yang cukup banyak, bahkan ada desa yang terhapus dari peta, karena seluruh permukaan luluh lantak diterjang lumpur. Penyelesaian masalah sosialnya baru saja diakhiri setelah Pemerintah memberikan talangan Uang sebagai pelunasan “ganti rugi”. Ganti rugi menjadi istilah yang kontroversial sebab pada dasarnya yang terjadi adalah jual beli. Tentu kedua istilah itu membawa konsekuensi masing-masing, yang tentu ada pihak yang diuntungkan sebaliknya ada pula pihak yang dirugikan. Pihak korporasi yang diuntungkan sedangkan para korban yang dirugikan. Katakunci: Bencana Industri, Lumpur Lapindo, Porong-Sidoardjo.
Abstract This article aims to commemorate an extraordinary event called Industrial Disaster. This disaster occurred a long time, where the source bursts can not be stopped until now. Casualties are quite a lot, there is even a village wiped off the map, because the entire surface of the devastated hit by the mud. Settlement of sosial problems has just ended after the Government granted bail money as payment of "compensation". Compensation become a controversial term because basically what happens is buying and selling. Sure to two terms the consequences of each, which of course there are those who benefit the contrary there are also losers. Corporate parties are benefited while the victims were harmed. Keywords: Industrial Disaster, Lumpur Lapindo, Porong - Sidoarjo.
1
Prodi Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Sosial - Universitas Negeri Malang,
[email protected]
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 80
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 ketidakadilan, (2) elemen identitas dan (3)
1. PENDAHULUAN Berbagai kesempatan dalam Seminar
faktor agensi.
atau konferensi baik untuk sejarah dan ilmu
Rasa ketidakadilan muncul dari kegusa-
sosial dan terlebih lagi Ilmu Pengetahuan
ran
sosial tidak bosan-bosan mengungkapka
kekecewaan, dalam korban lumpur lapindo
nmasalah bencana Industri ini tidak hanya
mereka merasa bahwa hak-hak telah hilang
dibiarkan begitu saja, melainkan dipetik
dan
pelajaran dan sekaligus dijadikan bahan ajar
mendapatkan ganti rugi, dalam dalam
untuk sejarah maupun IPS baik di jenjang
realitas ia berurusan dengan jual beli 2 .
SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi.
Perasaan
Perjuangan para korban sendiri merupakan
menjadi raison d’etre dari beberapa gera-
suatu tindakan kolektif di satu pihak atau
kan sosial utama yaitu gerakan korban
gerakan sosial di pihak lain. Tindakan
lumpur lapindo. Dari suatu penelitian
kolekttif dan gerakan sosial menjadi sisi
tentang emosi (Klandersmans. 2005: 8)
perspektif
menyatakan
tersendiri
Menggurat,
(Sukamto.
Menggugat
dan
2015.
moral
yang
terlalu
berhubungan
sering
dikhianati
ketidakadilan
bahwa
dengan
untuk
semacam
kemarahan
itu
adalah
Merajut
emosi yang diekspresikan oleh orang-orang
Sejarah Sosial. Malang: UM Press 151-
yang menganggap pihak luar sebagai pihak
284).
yang bertanggungjawab atas situasi yang
Dalam perspektif ini kata Gamson (1992 dalam
sebuah
motivasi tindakan kolektif, kemarahan itu
kerangka tindakan kolektif adalah “sepe-
harus dirasakan bersama. Ini membawanya
rangkat keyakinan dan pemaknaan yang
pada komponen kerangka tindakan kolektif
berorientasi pada tindakan, yang memberi
yang kedua yaitu identitas.
inspirasi
Klandersmans.
dan
2005)
tidak dikehendaki. Tetapi untuk dapat me-
melegitimasi
berbagai
Salah satu sumbangan Lenin adalah
kegiatan dan kampanye gerakan sosial”.
menciptakan gagasan pentingnya organi
Dengan kata lain, kerangka aksi kolektif
sasi gerakan,
(tindakan
seperangkat
dengan mobilisasi kebutuhan membangun
keyakinan kolektif yang memungkinkan
kesepakatan di antara kelompok-kelompok,
suatu pemikiran tercipta bahwa partisipasi
yang kemudian dikenal dengan bingkai dan
kolektif)
adalah
yang kemudian dikenal
di dalam tindakan kolektif tampak berarti. 2
Gamson
membedakan
tiga
komponen
kerangka tindakan kolektif yaitu (1) rasa
Perubahan status dari ganti-rugi menjadi jual beli berarti perubahan status dari korban menjadi penjual biasa. Perubahan ini dipandang sebagai tindakan yang sewenang-wenang, karenanya sebagai tindakan yang tidak adil.
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 81
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 pembentukan identitas kolektif (Tarrow,
dijadikan alat sementara untuk kepentingan
1998 dalam Situmorang. 2007). Perspektif
sesaat para elit dalam pilkada contohnya.
teori semacam ini dapat digunakan untuk
Kalau Sydney Tarrow (1998), mene-
membaca gerakan perlawanan para korban
kankan bahwa bentuk-bentuk ketega-ngan
lumpur lapindo sekaligus menjelas kan
politik mengalami peningkatan ketika para
aktivitasnya. Betapa kelompok-kelompok
pelaku perubahan mendapatkan dukungan
korban lumpur lapindo cukup beragam,
sumber-daya eksternal untuk keluar dari
mulai nama desa yang mencakup tiga belas
masalah atau mencapai tujuan yang mereka
desa dari tiga kecamatan, sekaligus desa
inginkan,
menjadi
Kelompok-
Namun dalam gerakan korban lumpur
kelompok yang lain adalah berdasarkan
lapindo para korban tidak mendapatkan
pilihan-pilihan tawaran dari pihak korporasi
bentuk-bentuk ketegangan politik tersebut
atau Lapindo. Misalnya cash and carry,
yang signifikan, ini tidak berarti tanpa
Cash and Resettlement, maupun di luar
dukungan
keduanya.
politik misalnya.
identitas
mereka.
Bahkan
juga
kelompok-
kelompok mereka yang mau menerima
yaitu
tujuan-tujuan
sumberdaya
Berhasil
tidaknya
gerakan.
eksternal
partai
gerakan
sosial
Perpres 14 tahun 2007 dan dengan mereka
seringkali dilihat dari segi sejauh mana
yang
skema
mereka memenangkan pertempuran atas arti.
sebagaimana diatur di dalam Perpres 14
Hal ini berkaitan dengan upaya pelaku
2007.
perubahan mempengaruhi makna dalam
tidak
Gerakan
mau
sosial
menerima
mengikuti
kebijakan publik. Oleh karena itu, pelaku
satunya
perubahan memiliki tugas penting dalam
adalah yang dikenal dengan POS (Political
mencapai perjuangan melalui membuat
Opportunity
bingkai dari masalah-masalah sosial dan
strategi-strategi
banyak
tertentu
Structur)
salah
atau
struktur
kesempatan politik. Strategi atau meka-
ketidakadilan.
nisme POS berusaha menjelaskan bahwa
Situmorang, 2007) mengidentifikasi topik
gerakan sosial terjadi karena disebabkan
penting yang tidak hanya berhubungan
oleh perubahan dalam struktur politik, yang
dengan proses pembingkaian tetapi juga
dilihat
kesempatan
memainkan peranan penting dalam mem-
(Situmorang, 2007). Gerakan sosial korban
bentuk bingkai aksi. Kata Zald lebih jauh
lumpur lapindo tidak banyak mendapat
kesempatan politik dan mobilisasi, sering-
peluang
kali tercipta melalui ketegangan budaya dan
sebagai
semacam
suatu
itu,
paling-paling
Sedangkan
Zald
(dalam
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 82
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 kontradiksi yang berlangsung lama, kemu-
demikian aktivitas perlawanan atau gerakan
dian muncul dalam menjadi bahan proses
sosial para korban lumpur lapindo dapat
bingkai
Misalnya
dimasukkan ke dalam kategori yang mana.
keluhan-keluhan dan ketidak-adilan, yang
Tampaknya ketiga-tiganya dapat melabeli
diderita bersama kemudian melahirkan aksi
bentuk-bentuk
kolektif menjadi suatu keharusan. Padahal
korban lumpur lapindo. Mengapa hal ini
untuk gerakan sosial korban lumpur lapindo
terjadi sekurang-kurang sepanjang empat
sebagai suatu penyebab berlangsung sangat
tahun dan lima tahun berjalan di antara
cepat.
kelompok-kelompok
tindakan
kolektif.
tindakan
kolektif
korban
para
lumpur
Adanya aktor-aktor yang berbeda dari
lapindo menduduki ketiga-tiganya. Pertama,
berbagai kelompok gerakan baik yang
korban lumpur lapindo melawan secara
berasal dari dalam maupun luar kelompok
kompetitif dalam arti diantara kelompok-
gerakan, dalam konstelasi beragamnya ke-
kelompok perlawanan terjadi kompetisi,
lompok
yang
dan bahkan kompetisi itu melahirkan peran
mempengaruhi melebarnya pembingkaian.
dan identitas kolektif yang beraneka ragam.
Oleh karena itu Zald menyatakan bahwa
Sebab seseorang korban atau sekelompok
topik kedua proses pembingkaian sebagai
korban dapat saja mengandal kepada tidak
sebuah aktivitas strategi. Keretakan dan
hanya satu kelompok perlawanan melain-
kontradiksi budaya menyediakan konteks
kan dapat lebih.
sasaran,
adalah
faktor
dan sekaligus kesempatan bagi kader-kader
Perlawanan
dalam
bentuknya
yang
gerakan, yaitu pemimpin, partisipan inti
reaktif dapat dibuktikan oleh sebagian
aktivis dan simpatisannya. Akan tetapi juga
sejarah kelahiran kelompok-kelompok itu
ada sebuah proses aktif framing dan
sendiri
pendefinisian ideologi, simbol, peristiwa-
didasarkan pada reaksi atas berbagai taktik
peristiwa yang bias menjadi ikon para
dan strategi korporatokrasi menghadapi
pengusaha moral.
tuntutan para korban. Lahirnya Pagar
yang
pada
dasarnya
sebagian
Dengan merujuk pada pemikiran Tilly
Rekontrak sebagai reaksi atas terbitnya
(1978) berbagai tindakan kolektif yang
Perpres 14 tahun 2007, lahirnya Geppres
terjadi pada abad ke 19 meliputi tiga bentuk,
sebagai reaksi dari Nota kesepahaman yang
yaitu pertama tindakan kolektif
dilakukan oleh kelompok warga korban
yang
kompetitif, yang kedua reaktif dan yang ketiga proaktif. Melihat ketegori yang
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 83
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 GKLL yang melakukan MoU dengan
motivasi,
orientasi
pada
norma
korporasi Minarak Lapindo Jaya 3.
orientasi pada nilai dalam gerakan.
dan
Sedangkan tindakan kolektif sebagai
Berbeda dengan Tilly dam Smelser, Ted
bentuk proaktif dapat ditunjukkan oleh
Robert Gurr (1972) menunjukkan bahwa
tuntutan-tuntutan para korban sehingga
“perilaku kolektif bisa disebabkan oleh rasa
melahirkan kebijakan-kebijakan baru, baik
ketidaksenangan. Sedangkan rasa ketidak-
itu untuk mengantisipasi atas serangan
senangan
luberan lumpur lapindo, maupun strategi
ketidaksesuaian antara kondisi obyektif dan
dan taktik korporasi yang diakui atau tidak
ide-ide atau harapan-harapan tentang kon-
sebagai penerapan prinsip-prinsip bisnis
disi tersebut. Pendek kata ketidak-senangan
yang akan selalu mengutamakan keun-
adalah suatu produk kesenjangan antara
tungan. Sebagai suatu pemikiran bisnis,
kenyataan di satu pihak dan harapan pada
maka keuntungan harus ada di pihak
pihak yang lain. Bahkan hal ini ditam-
pengusaha atau korporasi dan biaya sedapat
bahkan oleh Oberschall, yang menegaskan
mungkin
dibebankan
bahwa ketidaksenangan juga disebabkan
kepihak lain, terlepas mereka itu lawan
oleh adanya rancangan struktur sosial yang
bisnis atau pihak konsumen.
menguntungkan kelompok-kelompok ter-
diserahkan
dan
merupakan
produk
dari
Menurut Smelser (1962) manusia dalam
tentu, dan merugikan kelompok yang lain.
memasuki episode perilaku kolektif dise-
Sedang dalam konteks korban lumpur
babkan dalam lingkungan sosialnya ada
lapindo, maka ketidak-senangan sebagai-
sesuatu yang salah. Umumnya formulasi
mana dipikirkan oleh Gurr sebagai sesuatu
ketegangan struktur yang dialami itu tidak
yang bertubi-tubi dirasakan, dialami dan
bersifat sistemik. Namun tatkala berbagai
bahkan sampai kapan berakhir merupakan
ketegangan itu muncul, maka akan semakin
suatu yang tidak pernah jelas. Bahkan
cenderung muncul pula episode perilaku
hilangnya harta benda, lapangan pekerjaan,
kolektif. Secara khusus kata Smelser “any
pendidikan berantakan, kesehatan terus-
kind of strain may be a determinant of any
menerus menurun akibat lingkungan makin
kind of collective behavior”. Masih dalam
memburuk, masyarakat tercerai berai dan
pemikiran Smelser ketegangan struktural
masa depan merupakan sesuatu yang kasat
itu berkaitan dengan persoalan-persoalan
mata dan menyelimuti para korban lumpur
misalnya fasilitas situasional, mobilisasi
lapindo.
3
Nota Kesepahaman atau Mou pada dasarnya tidak lebih sebagai siasat Lapindo atas Perpres 14/2007.
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 84
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 Perbedaan pendapat yang terjadi di
keluarga petani. Sedangkan Popkin unit
antara Scott dan Popkin pada dasarnya
analisisnya lebih kepada struktur kelas.
disebabkan
perspektif.
Dalam gerakan sosial korban lumpur
Pertama, Scott lebih menekankan pada
lapindo unit analisisnya terletak pada
moral ekonomi, yang berpendapat bahwa
organisasi yang disebut Pagar rekontrak dan
jalan
GKLL.
oleh
perbedaan
satu-satunya
untuk
keluar
dari
dominasi, yaitu dengan jalan mengaman kan
batas
subsistennya,
prinsip
ya. Scott tidak melakukan analisis pada
dahulukan selamat (savety first), dengan
revolusi petani, tetapi lebih pada konteks
tujuan untuk meminimkan resiko, dan tetap
rebellion, pemberontakan petani di dalam
berada dalam konteks dan sistem yang ada.
konteks
Sedangkan
mengarahkan
keamanan subsistensi, termasuk perlawanan
kepada ekonomi politik. Menurut Popkin,
terhadap kolaborasi interklas, di mana
semua bentuk perlawanan petani bukan
perlawanan yang demikian itu terjadi
untuk menentang perubahan, melainkan
terutama pada saat kegagalan panen atau
untuk menentang kekuasaan para elit desa,
perang. Dalam keadaan demikian itu, reaksi
petani
mengatasnamakan
petani mengingat situasinya, sering terbatas
demi
memperta-
pada perlawanan keras kepala tetapi pasif,
hankan institusi yang lebih menguntungkan
membuat petisi, melarikan diri atau menjadi
mereka (petani kaya), dan justru lebih
penyamun. Berbeda dengan Scott, Paine
cenderung menghimpit kehidupan petani
melihat struktur desa sebagai variabel dari
miskin. Dengan demikian, Popkin menolak
perlawanan petani, sebab pusat perhatian-
anggapan
nya pada bentuk konflik kelas terutama
Popkin
kaya,
lebih
yang
komunitas tradisional
penganut
atau
Ketiga, terletak pada setting penelitiann-
pendekatan
moral
logika
struktur
gerakan petani sebagai reaksi defensif
pendapatan petani kelas bawah dan buruh
untuk mempertahankan institusi tradisional
tani dengan petani kelas atas yang tidak ikut
mereka,
mengolah tanah.
norma-norma
resiprositas
mereka dari ancaman kapitalisme dan kolonialisme.
yang
bersumber
batas
ekonomi yang lebih menganggap protes dan
dan
kelas
mempertahankan
dari
Jika pada masa Orde Baru UU Pokok Agraria hanya dipandang sebagai masalah
Kedua, terletak pada unit analisisnya.
teknis, maka pada masa Reformasi Susilo
Scott unit analisisnya lebih pada komunitas
Bambang Yudhoyono, UU Pokok Agraria
desa, sementara Popkin lebih kepada
justru
dikesampingkan
dengan
bukti
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 85
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 dipaksakannya Perpres Nomor 14 tahun
ataupun apakah pencarian identitas itu
2007 yang bukan semata-mata menabrak,
merupakan sesuatu yang spesifik untuk
melainkan mengesampingkan. Pada hal di
gerakan ini, dapat dijelaskan bahwa literatur
era Reformasi semasa pemerintahan Gus
gerakan sosial baru telah menarik perhatian
Dur
Land
para pengkaji gerakan sosial ke arah aspek
Reform sebagaimana UU Pokok Agraria
lain dari gerakan sosial, yaitu gerakan sosial
dengan serius, bahkan Gus Dur dalam
sebagai sponsor pemaknaan dan pembawa
kaitannya dengan korban lumpur Lapindo
identias. Konstruksi sosial tentang makna
menyarankan
menyerukan
menjadi bagian sentral teori gerakan sosial,
untuk tidak menjual tanahnya, lebih-lebih
seperti ditunjukkan oleh publikasi Eyerman
kepada pihak korporasi.
dan Jamison (1991, Morris dan Mueller
Ia berupaya
dan
melaksanakan
bahkan
Sebagai faktor pemicu (precipitation
(1992), Larana dkk (1994), Johnson dan
factors) yang banyak terjadi pada masa
Klandermans (1995). Keempat publikasi
pasca reformasi termasuk di dalamnya
tersebut menempat kan tahap konstruksi
berkaitan
makna,
lapindo,
dengan
penanganan
lumpur
pembentukan
identitas
dan
yaitu tindakan aparatur desa
pembentukan pusat kultur di dalamnya.
sampai dengan kecamatan dan kabupaten
Konstruksi sosial tentang makna pem-
yang korup, otoriter atau tidak demokratis
bentukan identitas, dan wacana publik
sehingga terjadi ketidakadilan.
semuanya adalah konsep yang masih
Gerakan
Sosial
di
Eropa
telah
mengambil arah yang berbeda, dengan label
berhubungan dengan pendapat lain tentang gerakan sosial.
teori gerakan sosial yang baru, dengan
Merujuk pada pemikiran GSB (Gerakan
sudut pandang yang baru pula (Pichardo
Sosial Baru) yang ditandai oleh upayanya
dalam Klandersman, 2005). Gerakan sosial
untuk meninggalkan dan menanggalkan
tidak dipandang sebagai kegiatan politik
orientasi ideologis sebagaimana berkem
dengan cara lain, tetapi sebagai orang-orang
bang pada gerakan sosial dahulu, namun
yang mencari sebuah identitas kolektif baru.
lebih menekankan pada isu-isu spesifik non
Bahkan
dan
materialistik, GSB tampil sebagai per-
menggunakan istilah “gerakan identitas”
juangan lintas kelas maka tindakan kolektif
(identity movements, Cohen. 1995). Dengan
yang terjadi di Lumpur Lapindo dapat
mengesampingkan
ditkategorikan pada GSB.
sebagian
mengatakan
pertanyaan
tentang
apakah gerakan ini “baru” dalam segala hal
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 86
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 Lebih jauh Singh (2001) menambahkan
Penelitian
tindakan
kolektif
warga
bahwa GSB pada dasarnya merupakan ben-
korban lumpur lapindo ini, juga membukti
tuk respon terhadap hadir dan menguatnya
kan bahwa peranan pemimpin adalah sangat
dua institusi yang menerobos masuk ke
penting sekali, bukan hanya pada tahap
hampir semua relung kehidupan warga,
mobilisasi motivasi tetapi juga dalam setiap
yakni negara (the state) dan pasar (the
fase tindakan kolektif, khususnya dalam
market). Karena itu GSB membangkitkan
fungsi memotivasi dan melakukan aksi.
isu
dan
Agak berbeda dengan teori Smelser yang
masyarakat untuk melawan ekspansi aparat
menempatkan peranan pemimpin lebih
negara dan pasar yang makin meningkat
banyak pada fase mobilisasi motivasi, maka
(Suharko. 2006). Itu semua membutuhkan
studi tindakan kolektif korban lumpur
suatu pengorganisasi dan kepemimpinan,
Lapindo justru melihat peran pemimpin
agar terjadi korodinasi dan komunikasi
gerakan itu berada dalam setiap fase
yang signifikan, di samping berbagai tujuan
tindakan kolektif. Dengan demikian, kepe-
dapat dicapai. Selanjutnya akan dikemu-
mimpinan itu diperlukan sejak perancangan
kakan bagaimana peranan kepemimpinan di
suatu aksi, sosialisasi, motivasi, tahap
dalam studi tindakan kolektif dan juga
ketegangan struktural, aktivitas pertum-
gerakan sosial.
buhan dan persebaran kepercayaan umum,
pertahanan
diri
komunitas
aktivitas
dan
pemeliharaan
konsistensi komitmen dari jejaring gerakan.
2. PEMBAHASAN Perspektif Peranan Pemimpin dalam Tindakan Kolektif Masalah kepemimpinan dan organisasi merupakan masalah yang krusial dalam sepak terjang tindakan kolektif maupun gerakan sosial. Memang perlu disadari bahwa
mobilisasi,
bukanlah
pemimpin
yang
melahirkan tindakan kolektif atau gerakan sosial, tetapi justru sebaliknya melalui gerakan sosial dan tindakan kolektif akan melahirkan
seorang
Rekontrak
dan
pemimpin.
GKLL
Pagar
representasi
Pemimpin dalam Tindakan kolektif bagi korban lumpur lapindo sangat penting dan menentukan, bagaikan roh di dalam suatu organisme. Selama ada pemimpin, maka selama itu pula gerakan akan dapat hidup, begitu pula sebaliknya. Namun tatkala seorang pemimpin ditahan, maka muncul pula di antara mereka untuk mengambil alih kepemimpinan. Dalam tindakan kolektif warga
korban
lumpur
memang
tidak
tunggal. Kelompok atau kolektivitas-kolektivitas warga korban dapat dicontohkan Pa-
gambaran tersebut. Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 87
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 gar Rekontrak oleh Haji Sunarto SE,
Penelitian ini juga menemukan konflik
Gerakan Korban Lumpur Lapindo (GKLL)
internal di antara para pemimpin gerakan
oleh Djoko Suprastowo, Gerakan Pendu-
baik yang terjadi di Pagar Rekontrak
kung Peraturan Presiden oleh Mahmudah
maupun di GKLL, contohnya Geppres
Fatkiyah, Besuki Korban Lumpur oleh
sebagai konflik atas pilihan teknis jual beli
Abdul Rokhim, Pagar Betis oleh Cak Irsyad
yang Cash and Carry (C n C) dan yang
dan berbagai kelompok-kelompok kecil
Cash and Resettlement (C n R). Namun
lainnya misalnya Tim, 5, Tim 6, Tim 9, tim
demikian
16, dan sebagainya.
kelompok itu memecahkan diri ke dalam
Apabila Pagar Rekontrak, mereka berada
suatu
konflik
itu
kolektivitas
berarti
tersendiri.
setiap
Berbeda
di dalam satu kelompok pengungsian,
dengan GKLL, Pagar Rekontrak konflik
dengan demikian struktur pengorganisasian
internal terjadi mengeras tatkala pembagian
ditingkat bawahmisalnya RT diganti kan
insentif yang di antara mereka memandang
dengan
mereka
Ketua
Blok,
mereka
sebagai
masing-masing
merasa
berhak
pengkoordinir semua warga pada tingkat
untuk menerima lebih dari yang ditentukan
RT, kemudian langsung kepada pengurus
di dalam musyawarah.
Paguyuban. Tetapi untuk GKLL setiap desa
Perbedaan mencolok di antara Pagar
diwakili oleh seorang koordinator lapangan
Rekontrak
(korlap)
rekontrak hanya beranggotakan sebagian
kepada
yang
langsung
pengurus
berhubungan
gerakan.
Di
dan
GKLL,
yaitu
Pagar
dalam
besar dari satu desa yaitu desa Reno
gerakan GKLL struktur organisasi ada
kenongo, sedangkan GKLL yang semula
Ketua, Sekretaris, Bendahara dan di bawah
lebih didominasi oleh mereka yang tinggal
pendampingan Cak Nun.
di
Perum
Tanggul
Angin
Sejahtera
Sedangkan bentuk kepemimpinan pada
(Perumtas), namun kemudian ditambah
Pagar Rekontrak dilakukan musyawarah
dengan desa-desa yang lain dengan diwakili
setiap kumpul-kumpul di malam hari,
atau representasi dari desa masing-masing
sedangkan pada GKLL mereka mempunyai
yang berjumlah 11 desa/kelurahan seperti
pangkalan di balai kantor Kecamatan
tampak
Tanggulangin.
Kesepahaman
Namun
pernah
juga
yang
menanda antara
tangani GKLL
Nota dengan
berkantor di tempat lain. Strategi dan taktik
Lapindo atau Minarak Lapindo Jaya, untuk
para pemimpin warga korban lumpur
Minarak
lapindo memiliki corak sendiri-sendiri.
Darussalam.
di
bawah
komando
Andi
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 88
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 Penelitian
tindakan
kolektif
korban
desa dan kelurahan dan bahkan setiap RW
lumpur di Porong ini juga membuktikan,
pun yang menjadi korban. Begitu pula
bahwa peranan pemimpin adalah sangat
kelompok Siring Barat oleh Bambang
penting sekali, bukan hanya pada tahap
Kuswanto, Besuki Timur oleh Cak Irsyad,
mobilisasi motivasi tetapi juga setiap fase,
Geppres oleh Mahmudatul Watkiyah.
khususnya dalam fungsi aksi-aksi kolektif
Oleh karena itu kelompok-kelompok
dilaksanakan. Bagi warga korban lumpur
korban lumpur Lapindo secara organisatoris
Porong, pemimpin itu ibarat roh suatu
cukup kuat 4 . Sebagaimana para teoretisi
organisme. Selama ada pemimpin, maka
Mobilisasi Sumber Daya (MSD) berpen-
selama itu pula gerakan akan dapat hidup,
dapat bahwa semua masyarakat dapat
begitu pula sebaliknya. Gerakan sosial
sewaktu-waktu merasa tidak puas sebagai
korban lumpur Porong itu memiliki satu
akibat penindasan atau perlakuan tidak adil.
pemimpin
di
Oleh karena itu berhasil tidaknya gerakan
kemudian
diperkuat
tingkat
pusat pada
gerakan, pemimpin-
sosial
atau
tindakan oleh
kolektif
tersedianya
juga
pemimpin di level ke dua atau level
dipengaruhi
seorang
berikutnya.
pemimpin dan tersusunnya suatu organisasi,
Perjuangan untuk melawan korporasi
sehingga setiap urusan dapat dan ada yang
dan negara dilakukan secara terbuka, maka
menangani dengan baik (Mc. Carthy and
gerakan atau aksi kolektif tersebut harus
Zald. 1972; Oberschall, 1973, 1993).
memiliki
Seorang
pemimpin,
atau
diperlukan
pemimpin
bersama
perangkat
kepemimpinan, baik pemimpin dari dalam
organisasinya menjadi penentu keberhasilan
maupun dari luar komunitas tersebut. Kasus
dalam tindakan kolektif.
korban lumpur di Porong, menunjukkan cukup banuyak mempunyai pemimpin.
Organisasi di dalam Tindakan Kolektif
Setiap kelompok atau kolektivitas tentu
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa
memiliki seorang pemimpin, bahkan lebih
kedua organisasi yang bernama Pagar
daripadanya. Pagar Rekontrak oleh Haji
rekontrak dan GKLL termasuk organisasi
Sunarto SE, Pitanto, Bambang Wuryanto,
yang
Yudo Wintoko, Yuliati dan Kaminah,
organisasi-organisasi yang lain Geppres,
paling
stabil
dibanding
dengan
GKLL oleh Djoko Suprastowo, Choirul Huda, Kisdianto dan sejumlah Koordinator Lapangan yang berasal dari hampir seluruh
4
Terutama untuk dua kelompok kolektivitas Pagar Rekontrak danGKLL, sedangkan beberapa kelompok yang lain rentan atas perebutan kepemimpinan.
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 89
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 Tim 9, Tim 16, Kelompok Bambang Siring
sebagai sebuah terobosan besar, di mana
dan Pagar Betisnya Cak Irsyad. Smelser
teori ini telah menyingkirkan ambiguitas
telah menyinggung peran organisasi ketika
yang muncul di dalam “model ketegangan
ia menjelaskan tentang proses mobilisasi.
struktural” sepanjang itu. Bagi teori mobili
Dalam proses mobilisasi dikatakan bahwa
sasi sumber daya tidak jadi soal entah
para pemimpin akan berusaha memobilisasi
ketegangan struktural eksis atau secara
partisipasi
yang
obyektif atau hanya angan-angan para
terorganisir. Namun tentu makna dari
pengikut sebuah gerakan, entah persepsi
pernyataan ini, bukan berarti suatu tindakan
tentang ketegangan dan tujuan sebuah
kolektif memerlukan organisasi yang jelas
gerakan rasional atau tidak, atau bentuk
dan formal. Pandangan Smelser di atas
simbolis
berbeda dengan pandangan Charles Tilly,
pengikut
yang
justru
ketegangan yang ada (Robert Mirsel. 2004).
sebagai persyaratan penting bagi terjadinya
Yang menjadi fokus perhatian mobilisasi
ke
dalam
menempatkan
tindakan
kolektif.
tindakan
organisasi
Organisassi
dalam
mana
sebuah
yang
defined groups”, organisasi inilah yang
dilakukan
kemudian
gerakan
untuk
mengelola
diberikan gerakan
oleh kepada
sumber daya adalah tindakan–tindakan
pengertian Tilly adalah berupa “well-
berperan
yang
pada
umumnya
oleh
para
untuk
rasional, pengikut
membuat
yang sebuah
gerakan
itu
interest ke dalam proses mobilisasi tinda-
berhasil. Agar menjadi efektif tindakan-
kan kolektif, demikian Tilly.
tindakan ini hampir selalu harus dilakukan
Bagaimana
dalam
kaitan
dengan
oleh organisasi-organisasi gerakan. Model
tindakan kolektif warga korban lumpur
mobili
Lapindo? Sebagaimana data lapangan yang
menggantikan studi gerakan (yang dilihat
ditemukan,
sangat
dari segi aliran pemikiran, ideologi, wacana,
menentukan dalam memperjuangkan hak-
motivasi dan tindakan yang dilakukan oleh
hak para korban lumpur. Hal ini terlebih
individu) dengan studi tentang organisasi-
nampak dalam berbagai
organisasi gerakan kemasyarakat. Max
melakukan bentuk
peran
organisasi
negosiasi
geakan
sosial
upaya untuk
sasi
sumber
daya
berusaha
maupun
bentuk-
Weber (dalam Mirsel. 2004) istilah atau
atau
tindakan
teori mobilisasi sumber daya menempatkan
kolektifnya.
rasionalitas
Menjelang pertengahan tahun 1960-an teori “mobilisasi sumber daya” muncul
(means-rationality)
sebagai
nilai tambah, yakni dengan menempat kan analisis
tentang
penggabungan
aneka
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 90
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 bentuk, strategi, dan taktik organisasi secara
yang semua 3000 kepala keluarga (berkas)
sengaja dan sadar dengan tujuan-tujuan
setelah menanda tangani “Nota Kesepa-
yang mau dicapai.
haman” keanggotaan terpecah menjadi dua
Robert Mirsel (2004) menempatkan
yaitu GKLL dan Geppres, sedang Pagar
elemen-elemen kunci dari setiap gerakan
Rekontrak perubahan nama dari Pagar
adalah organisasi-organisasi gerakan; bukan
Rekontrak menuju Pagar Rekorlap, bukan
individu-indidvidu.
Organisasi-organisasi
semata-mata dikarenakan penerimaannya
ini merupakan unit penggerak dari sebuah
terhadap Perpres 14 tahun 2007, melainkan
gerakan sosial atau tindakan kolektif dan
juga terjadi perebutan insentif. Begitu di
menjadi obyek utama dan paling penting
antara BKL (Besuki Korban Lumpur)
dalam sebuah penelitian, demikian dikutif
dengan Pagar Betis (Paguyuban Arek
dari Zald dan Ash (1966). Penelitian yang
Besuki Timur Siaga), yang seolah-olah
dilakukan dalam kerangka teori mobilisasi
dahulu jalan Tol sebagai pemisah, tetapi
sumber daya sering terdiri dari studi
kini tanggul dan statusnya yang berbeda
organisasi-organisasi
akibat Perpres 48 tahun 2008. Begitu pula
gerakan
tertentu.
Metode yang digunakan adalah studi kasus
pendapat
mengenai organisasi, atau studi perban-
mengatakan bahwa petani kecil itu sulit
dingan mengenai beberapa organisasi, dan
melakukan gerakan bersama dan dapat
bukannya
dengan mudah dipecah belah dan diadu
survei
mengenai
perilaku-
perilaku individu.
korban
M.
Paige
yang
domba tampaknya berlaku pula untuk
Tetapi, penulis juga menemukan bahwa warga
Jeffrtey
lumpur
Lapindo
yang
menjelaskan
kasus
perjuangan
warga
korban lumpur lapindo di Sidoarjo.
sebagian juga lemah, meski dalam berbagai
Melalui teori kekerasan politik dari Ted
hal perjuangan awal begitu kompak dan
Gurr, fenomena perjuangan atau gerakan
kohesif, karena merasa senasip sepenang-
sosial atau tindakan kolektif warga korban
gungan, namun dalam prosesnya juga
lumpur Lapindo dapat pula dielaborasi.
terindikasi rentan perpecahan, gampang
Kekerasan politik sebagaimana dimengerti/
dipecah belah dan mudah diadu domba oleh
konsepsikan oleh Ted Guur begitu luas,
pihak luar maupun pihak lawan yang
namun substansinya sebetulnya sebatas
memanfaatkan pihak luar (pihak Lapindo).
tindakan yang dialakukan oleh seorang
Hal ini tampak seringnya terjadi perpecahan,
aktor dan atau kelompok aktor yang
ketidakharmonisan, contoh untuk GKLL
melawan
kebijakan
Negara
maupun
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 91
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 Korporasi. Penjelasan yang dapat diperoleh
Besuki. Ketiga kelompok ini mem punyai
melalui “teori kekerasan politik” Ted Gurr,
karakteristik yang berbeda, yang pertama
dapat dimulai melalui asumsinya bahwa
daerah pertanian yang diselingi beberapa
semua fenomena politik termasuk tindak
pabrik atau perusahaan dan yang kedua
kekerasan politik berawal dari pikiran
adalah daerah kerajian dan beberapa pabrik
manusia,
penyebab
disekitarnya. Untuk yang ketiga yang
kerusuhan berasal dari faktor psikologis,
daerah pertanian dengan petani tambak
yaitu
yang paling dominan.
oleh
perasaan
sebab
dan
itu
kekerasan
orang
mengenai kekecewaan atau ketidakpuasan (Bert Klandermans. 2005).
Kelompok sebagai Satuan Kolektif
Ted Gurr (1972) memahami bahwa
Kelompok
pertama
yang
menjadi
kekerasan politik terjadi ketika banyak
pengungsi paling lama di daerah pengung
anggota
marah,
sian Pasar Baru Porong yang dikenal
khususnya jika: (1) kondisi praktis dan
dengan kelompok Paguyuban Renokenongo
kondisi
menolak
masyarakat
budaya
menjadi
yang ada mendorong
Kontrak
(Pagar
Rekontrak),
terjadinya agresi terhadap sasaran-sasaran
sedang yang kedua sebagian besar domisili
politik yang dituju; (2) terdapatnya jurang
di
pemisah antara harapan dan kenyataan atau
Sejahtera I. Kelompok ini memiliki warga
kemampuan memenuhi kebutuhan yang
yang campuran cukup bervariasi mulai dari
diinginkan. Jurang pemisah itulah yang
PNS, PebABRI, pensiunan, para pengrajin,
melahirkan
buruh pabrik.
suatu
kekecewaan
relatif.
daerah
perumahan
Tanggulangin
Dengan kata lain, jika semakin kecil
Dari ketiga kelompok ini mempunyai
kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
perjalanan sejarah pengorganisasian yang
memenuhi harapan, semakin besar pula
relatif tidak sama kelompok pertama sejak
kekecewaan relatif yang dideritanya.
terjadi luberan lumpur Lapindo proses
Pengorganisasian
kelompok-kelompok
penanganan melalui mekanisme perangkat
korban dapat dikelompokkan menjadi tiga,
pemerintah mulai dari bawah RT, RW
yang pertama kelompok desa Renokenongo
sampai dengan Kelurahan atau Kepala desa,
dan sekitarnya yaitu Jatirejo, Siring dan
hal ini masih terus berlangsung sampai
Mindi dan yang kedua adalah kelompok
mereka berada dalam pengungsian. Bahkan
Tanggulangin Kedungbendo dan sekitarnya
mereka yang berasal dari RT yang sama
serta yang ketiga kelompok Siring dan
juga berada dalam lokasi pengungsian yang
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 92
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 sama yaitu Blok atau Los Pasar Baru
perubahan sosial, gerakan gerakan sosial
Porong. Namun ketika menanggapi Perpres
dan aksi-aksi kolektif memiliki sebuah
14 Tahun 2007, kelompok ini berbeda
individualitas historis yang spesifik dalam
pandang dengan pimpinan Kelurahan, oleh
masyarakat. Oleh karena itu tidaklah aneh
karena itu dengan tetap memfungsikan
jika
kepengurusan ke RT-an dilanjutkan dengan
kolektifmemiliki
Paguyuban yaitu Pagar Rekontrak, hanya
rentang waktu kehidupan. Dengan demikian
perbedaannya tidak menggunakan struktur
tindakan
ke RW-an.
memiliki awal historis dan juga mengalami
Sebenarnya kelompok-kelompok berdasarkan ke-RT-an akan dilanjutkan di tempat
gerakan
sosial
atau
sebuah
kolektif
atau
tindakan
karir
dalam
gerakan
sosial
kemajuan, perkembangan puncak hingga mengalami kematian sendiri.
tinggal yang baru yang bernama Reno Joyo,
Dalam alur pemikiran ini, gerakan sosial
tetapi karena tempat tinggal di lotere, maka
korban lumpur lapindo mengekspresikan
mereka akhirnya tidak tinggal di dalam RT
usaha-usaha kolektif masyarakat untuk
yang sama. Apa yang dilakukan oleh GKLL
menuntut kesetaraan dan keadilan sosial
berbeda dengan apa yang dilakukan oleh
dan mencerminkan perjuangan-perjuangan
Pagar Rekontrak.
masyarakat
Kelompok yang tergabung di dalam
untuk
membela
identitas-
identitas dan warisan kultural mereka.
GKLL terdiri anggota-anggota masyarakat
Aksi-aksi
kolektif
yang lebih heterogeen, di mana lingkungan
merupakan kenyataan yang esensial dan
masyarakatnya tidak se homogen sebagai
terus
mana kelompok Pagar Rekontrak, melain-
masyarakat itu ada. Dalam konteks ini
kan lebih bervariasi mulai dari para buruh
dibutuhkanimajinasi
pabrik, pedagang, pegawai pemerintah dan
menyadari bahwa, sebagaimana juga yang
pensiunan.
berlakuuntuk kasus lumpur lapindo terus
ada
dari
korban
masyarakat,
lumpur
sejauh
sosiologis
untuk
Tindakan kolektif memiliki sejarahnya
abadinya problem tatanan dan kekacauan
sendiri, mulai dari kelahirannya, kemata-
sosial, problem konformitas dan penyim-
ngan,
kedewasaan,
kegagalan
atau
rutinisasi,
bahkan
pangan,
kematiannya
sendiri,
kejahatan dan hukuman yang bersifat
tindakan kolektif
universal dan ada di mana-mana di semua
sehingga seolah-olah
kebebasan
di
dan
setiap
kontrol,
dan
dapat digambarkan mempunyai biografi
masyarakat,
perkembangan
kehidupannya sendiri. Tidak seperti konsep
mereka, gerakan sosial dan aksi kolektif
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 93
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 tengah dan telah menjadi sebuah kekuatan
Tampaknya demonstrasi juga dipandang
universal dari lembaga, khas historis dalam
bagian dari alat komunikasi dan sekaligus
masyarakat (Ibid).
alat untuk mendesakkan kemauan dan
Berbagai
pertemuan
baik
tuntutan atas hak-haknya. Namun penga-
antara para korban untuk mendapatkan
laman demonstrasi juga menjadi darasi bagi
kesepakatan-kesepakatan
tuntutan,
kolektivitas-kolektivitas ietu sendiri. Oleh
begitu pula pertemuan antara kelompok-
karena itu selama 5 tahun lebih beratur-
kelompok korban dengan pihak Minarak
ratus demonstrasi telah pula dilakukan.
lapindo Jaya, kepada BPLS maupun kepada
Mengapa
pihak-pihak pemerintahan sendiri mulai
memang kelompok-kelompok korban yang
dari Kepala Desa, kepada Camat, Bupati,
jumlahnya cukup banyak mendesakkan
dan
kepada
keinginan dan kemaunnya serta tuntutannya
presiden pun diperjuangkan untuk dapat
untuk segera mendapatkan hak-haknya,
bertemu dan berunding, walaupun tidak
Mulai dari kelompok korban desa Siring,
terlalu mudah untuk dapat bertemu dengan
desa Jatirejo, desa Renokenongo, desa
presiden.
Mindi, desa Besuki baik barat dan Timur
Gubernur.
Tidak
dilakukan
atas
jarang
Manakala pada tingkat perundingan tidak
mendapatkan
kali
sebab
jalan Tol. Berbagai lokasi dijadikan tempat untuk mlakukan demonstrasi, mulai yang
memuaskan semua pihak tidak jarang lalu
berada di tingkat lapangan dan atau lokal
meningkat pertemuan atau perundingan
sampai dengan tingkat nasional. Pada
berubah
perdebatan.
tingkat lapangan dan atau lokal bisa
Perdebatan demi perdebatan telah terjadi di
dilakkan di tanggul-tanggul dan tanah-tanah
antara pihak yang pihak yang kepentingan
yang dahulu menjadi milik dari para
untuk mendapatkan haknya masing-masing.
demontran. Bahkan sampai dengan di
Memang semua entitas atau para pihak
depan dan di
yang
untuk
misalnya jalan depan perkantoran sampai di
mendapat kan perlindungan dan pemenuhan
gedung DPR, Bupati, Gubernur dan lain
hak-haknya. Terlepas apakah itu entitas
sebagainya.
terlibat
yang
ratusan
dapat
rupa
hasil
sampai
menjadi
merasa
berhak
yang berupa individu maupun lembagalembaga,
apakah
lembaga
masyarakat,
tempat-tempat
strategis
Di samping para pihak utamanya para korban yang dengan semangat menyala-
lembaga ekonomi dan lembaga binis dan
nyala
untuk
melakukan
pertemuan,
lembaga pemerintahan itu sendiri.
perundingan dan tidak jarang meningkat
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 94
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 menjadi perdebatan. Perdebatan inipun
terjadi sampai-sampai pihak MLJ tidak
tidak jarang malah membuat jalan buntu
percaya dan bahkan sampai mendapatkan
suatu perundingan atau bahkan karena
bantuan misalnya dari MH Ainun Najib
masing-masing pihak bertahan pada pilihan
untuk para pihak disumpah atas pernyataan
pendapat nya sendiri-sendiri. Ada pula yang
dan atau berkaitan dengan surat-surat yang
mendiamkan segala sesuatu urusan, apakah
menerangkan tentang tanah dan bangunan.
untuk
melengkapi
syarat-syarat
yang
Berkaitan dengan semburan lumpur,
dituntut oleh pihak sertifikasi dan verifikasi
kemudian dilakukan penanggulan dengan
sebagai syarat syahnya jual beli.
harapan dapat memperkecil daerah atau
Antara kelompok korban yang satu
areal yang terdampak. Namun penanggulan
dengan kelompok korban yang lain tidaklah
tidak selalu ditanggapi positip oleh berbagai
sama penyikapannya terhadap pnanggulan
pihak ada pula yang dalam pengakuan nya
yang dilakukan oleh pihak Lapindo. Suatu
menjebol tanggul agar daerah atau tanah
mial
yang
terkena dampak, dengan harapan lalu
menghendaki tanggul atau penanggulan ha-
mendapat ganti rugi. Hal demikian tidak
rus dilakukan namun pada pihak kelompok
jarang malah memberi peluang untuk
korban
mengehndaki
benturan dan bentrokan antar warga di satu
penanggulan, karena ini dipandang meru-
pihak mempertahankan tanggul dan di lain
gikan kelompok korban yang lain. Oleh
pihak ingin menjebol tanggul.
ada
yang
kelompok
lain
tidak
korban
karena itu tidak jarang terjadi mulai adu
Yang
menarik
salah
satu
bentuk
mulut, pertengkaran dan penjebolan tanggul
perlawanan dari pihak korban adalah suatu
tanggul tertentu. Penjebolan tanggul ini
sikap dan atau perilaku yang mengambil
kadang kala juga dilakukan oleh calon-
kesempatan di setiap kesempitan dan
calon korban lumpur.
kesempatan. Memperluas luas tanah, luas
Penyelesaian masalah yang berlarut-larut
bangunan atau mengubah status tanah
memungkinkan para pihak untuk mela-
sawah yang dijadikan ladang dan ladang
kukan rekayasa-rekayasa tertentu. Salah
yang diberi dan dijadikan bangunan dan
satu di antaranya adalah merekayasa surat
lain sebagainya. Bahkan yang menarik
berkaitan dengan luas tanah, luas bangunan
adalah pembangunan dilakukan tatkala
atau bahkan status tanah yang semula
sudah terjadi peluberan lumpur dan tanah
sawah lalu dikatakan pekarangan, ladang
ini dilarang atau tidak diijinkan oleh BPLS
atau tanah kering. Hal ini memang banyak
untuk dibangun, bahkan diancam kalaupun
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 95
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 ada bangunan tanah bangunan akan tetap
semburi lumpur seperti itu setiap penghuni
dihargai sebagai tanah sawah saja.
pasti marah dan menuntut hak. Hal ini
Kesadaran dan keyakinan kolektif adalah
menjadi lain manakala semburan lumpur itu
kesadaran dan keyakinan yang dimiliki
terjadi di tengah-tengah hutan belantara,
bersama, sedangkan tindakan/aksi kolektif
paling-paling binatang-binatang penghuni
adalah kegiatan yang dilaksanakan secara
hutan itu yang bermigrasi.
bersama-sama (Klandermans 2005) Baik masyarakat
maupun
gerakan
Studi mengenai gerakan sosial dan aksi
sosial
kolektif bisa berbuah jika dijalankan dalam
merupakan konstruksi dan masing-masing
parameter sebuah perspektif tertentu yang
memvalidasi otentisitas eksistensi yang lain.
luas mengenai masyarakat dan geakan
Jika masyarakat merupakan sebuah entitas
sosial.
sosial yang bersifat kolektif, hal itu bisa
menangani dan menjelaskan data gerakan
demikian karena masyarakat senantiasa
sosial harus mengkaitkan, dan ini harus
dibentuk oleh aksi-aksi sosial kolektif
tekankan, tentang konsepsi masyarakat
(Singh. Rajendra. 2010).
dengan konsepsi gerakan sosial. Gerakan
Perspektif
yang
tepat
untuk
Ditinjau dari perspektif ini harus diakui
sosial dan masyarakat merupakan dua
bahwa sifat imanensi dari gerakan sosial
wajah dari koin yang sama yaitu ”dunia
dan kondisi-kondisi sosial dasar yang
sosial” (Singh. Rajendra. 2010).
menumbuhkan
gerakan-gerakan
sosial
Dalam suatu pertanyaan apakah semua
cenderung terletak begitu dalam dan tak
aktor yang terlibat di dalam tindakan
terpisahkan dengan kontradiksi-kontradiksi
kolektif atau aksi-aksi kolektif di Porong itu
dan konflik-konflik struktural sosial yang
semua berorientasi pada norma? Jawaban-
relatif permanen, dan yang secara umum
nya tidak semua aktor mendasarkan pada
tak terelakkan dan terus ada dalam proses
orientasi norma. Bahkan dapat dikatakan
pembentukan masyarakat (Singh. Rajendra.
bahwa orientasi para aktor dalam tindakan
2010).
kolektif tersebut banyak yang mendasarkan
Tindakan kolektif warga korban lumpur
pada resources atau materi tertentu. Jika
lapindo bukanlah tindakan yang istimewa,
diajukan kategori tipe aktor menjadi tiga
bukan pula gerakan sosial yang khusus dan
yaitu tipe idealis, tipe pragmatis dan tipe
istimewa, sebab di mana saja di wilayah
oportunis. Tipe pertama cocok dengan teori
Indonesia, sejauh wilayah itu sebagai
Smelser sedang dua tipe berikutnya cocok
wilayah pemukiman yang padat, lalu di
dengan teori Tilly.
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 96
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
sosial. Proses-proses sosial yang terlibat
diketahui bahwa ketiga tipe tersebut saling
dalam membentuk dan mempertahankan
kerja sama dalam mengejar kepentingannya
identitas ditentukan oleh struktur sosial
masing-masing. Dengan demikian dapat
(Ibid).
dikatakan bahwa tindakan kolektif para
Identitas lokal termasuk dalam kebuda-
korban lumpur itu bagi aktor tertentu dapat
yaan lokal, begitu pula membunuh kebuda-
menjadi sumber yang bisa diambilnya.
yaan lokal sama artinya dengan membunuh
Tindakan kolektif atau gerakan sosial
identitas lokal. Demikian pula sebaliknya
korban lumpur lapindo dapat dimasukkan
menghidupkan kembali budaya lokal sama
ke dalam kategori gerakan sosial lama dan
artinya dengan menghidupkan kembali
sekaligus baru. Berada dalam kategori lama,
identitas
karena tindakan kolektif itu berkaitan
merupakan
unsur
dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan
dipisahkan
dari
aspek
Sedangkan
demikian bagaimana dengan tenggelamnya
dianggap gerakan sosial baru, karena ia
desa-desa oleh lumpur lapindo, ini juga
juga mengusung isu isu yang berkaitan
dapat dimengerti sebagai menenggelamkan
dengan humanitas, budaya dan keadilan,
identitas lokal itu sendiri. Oleh karena itu
dan
para korban lumpur lapindo yang mencoba
materiil
hal-hal
yang
lain
lain.
yang
bersifat
non
lokal,
sebab
identitas
yang
tidak
kebudayaan.
Dengan
bertahan,
salistik,
mempertahankan
dengan rekan-rekannya dan bermaksud
esensi manusia dan memproteksi diri dan
membangun kehidupan kembali dalam
kondisinya untuk mencapai kehidupan yang
suatu tempat baru, ini juga berarti para
lebih baik (Singh, Rajendra. 2010).
korban lumpur lapindo mencoba menghi-
untuk
Identitas, dengan sendirinya, merupakan
dan
dapat
materialistik. Tujuan gerakannya univeryakni
berkumpul,
lokal
bergabung
dupkan dan atau membangun kembali
suatu unsur kunci dari kenyataan subyektif
identitasnya
dan,
kenyataan
Identitas, kata Stuart Hall, tidak pernah
subyektif, berhubungan secara dialektis
stabil, tidak pernah sempurna, ia selalu
dengan masyarakat (Berger dan Luckmann.
dalam proses menjadi, ia selalu dibangun
1990). Identitas dibentuk oleh proses-proses
dari dalam (Piliang,
sosial. Begitu memper oleh wujudnya, ia
identitas yang demikian ini pulalah yang
dipelihara,
terjadi pada gerakan sosial korban lumpur
sebagaimana
semua
dimodifikasi,
atau
malahan
dibentuk ulang oleh hubungan-hubungan
yang
selama
ini
2011).
hilang.
Identitas-
lapindo.
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 97
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 Identitas itu ada bila terdapat kesamaan,
Para
pemimpin
gerakan
(Pagar
konsistensi, dan kontinuitas antara sebuah
Rekontrak dan GKLL) menyadari bahwa
entitas dengan genusnya; sebaliknya adalah
pembentukan identitas gerakan merupakan
ketidaksamaan, keunikan dan otensisitas
sebuah komponen penting dari setiap
dengan entitas-entitas lainnya. Sebagai
gerakan sosial. Proses ini bukanlah sama
sebuah
identitas
sekali merupakan sesuatu yang terberi dari
menjelaskan tentang mata rantai masa lalu
sebuah struktur sosial. Basis dukungan bagi
dengan masa kini, baik secara sosial, politik,
mobilisasi sebuah gerakan tidak tersedia
ekonomi maupun kultural (Ibid). Identitas
secara alamiah dan otomatis, melainkan
merupakan ikhtisar masa lalu, yang dimiliki
sebaliknya basis itu dari dirinya sendiri
bersama oleh individu atau sekelompok
merupakan
individu, yang menjadi pembeda antara
(Mirsel, Robert 2004). Sebagai sebuah
individu atau kelompok dengan individu
konstruksi sosial, basis dukungan bisa saja
atau kelompok yang lainnya. Fakta di
mengarahkan sebuah gerakan menjadi agen
lapangan tentang gerakan sosial korban
bagi kelompok-kelompok yang merasakan
lumpur lapindo juga menunjukkan identitas
adanya tegangan struktural, namun gerakan
yang demikian. Pada tingkat individual,
juga menciptakan basis dukungan bagi
identitas
seseorang lokasi
dirinya sendiri. Gerakan sosial korban
personal sebagai titik pusat individual yang
lumpur lapindo dalam faktanya meng-
stabil dan mantap. Pada tingkat sosial,
gunakan Mobilisasi Sumber Daya di satu
identitas sosial memberikan lokasi sosial
pihak dan produksi Identitas di pihak lain.
pada sebuah kelompok sosial (Ibid).
Secara keseluruhan disampaikan simpulan
konsep
kebudayaan,
memberikan
Identitas, dalam hal ini, dibentuk melalui satu proses sosial. Sekali suatu identitas
sebuah
“konstruksi
sosial”
dari Bencana industri tersebut di atas sebagai berikut:
mengkristal, ia akan dipelihara, dimodifikasi atau bahkan diubah sama sekali
3. PENUTUP
melalui hubungan-hubungan sosial. Hal
Pertama, tindakan kolektif warga korban
yang demikian juga berlaku bagi identitas
lumpur Lapindo bukan hanya sebuah protes,
gerakan
lumpur,
melainkan suatu bentuk perlawanan atau
misalnya apakah nama kelompok, perasaan
gerakan sosial dalam melawan korporasi
senasif sebagai korban dan berbagai narasi
maupun negara yang keduanya menyatu
yang dibangun dalam perjalanan pergerakan.
dalam bentuk korporatokrasi. Tindakan
sosial
para
korban
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 98
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 kolektif ini sebagai gerakan sosial hanya berusia 5 tahun.
Kelima, tindakan kolektif dan teori mobilisasi
sosial,
perlawanan
melalui
Kedua, tindakan kolektif warga korban
tindakan kolektif juga membutuhkan suatu
lumpur lapindo adalah suatu gerakan untuk
mobilisasi, mobilisasi motivasi, mobilisasi
menuntut kembali atas hak-haknya yang
sosial, mobilisasi sumber daya baik yang
selama ini telah hancur (dihancurkan) yang
internal
berupa tanah, sawah bangunan rumah dan
kolektivitas.
lapangan pekerjaan, kebebasan, kemer-
dengan produksi dan teori identitas. Sintesis
dekaan, kesehatan dan pendidikan, kenya-
atau paduan antara mobilisasi dan identitas
man yangdirampas oleh bencana industri.
ini dapat diintegrasikan ke dalam sebuah
kolektivitas
maupun
Mobilisasi
ini
eksternal dipadukan
Ketiga, tindakan kolektif warga korban
paradigma gerakan sosial dan aksi kolektif
lumpur lapindo dan kepentingan (interest)
yang relatif koheren dan sinkretik, sejajar
merupakan aktualisasi dari hak-haknya
dengan garis perumusan yang disiratkan
yang paling dasar, hak atas pekerjaan,
Habermas (Singh. 2010).
tempat tinggal, rasa aman dan nyaman.
Keenam, tindakan kolektif dan proses
Pendek kata identitasnya yang lama hilang
perencanaan atau pembingkaian aksi kolek-
musnah, namun setelah itu identitas yang
tif, pembingkaian sebenarnya meru-pakan
baru pun juga terbentuk dan mengkristal,
suatu aktivitas yang kompleks dan mem-
walaupun masih terbuka akan perubahan-
pengaruhi
perubahan.
kolektif atau gerakan sosial. Pembingkai an
keberhasilan
suatu
tindakan
Keempat, tindakan kolektif dalam kaitan
sekaligus berkaitan erat dengan pemben-
dengan MSD adalah suatu tindakan rasional,
tukan narasi-narasi yang tidak mustahil ini
karena bersifat materiil. Setiap konstituen
menjadi suatu bentuk identitias kolektif
atau pengikut akan selalu berhitung akan
tersendiri. Narasi ini pula yang dibangun
untung rugi. Perspektif teori rasional ini,
dan disosialisasikan kepada semua kons-
berlaku dalam diri individu, namun jelas
tituen dan simpatisannya.
tidak
berlaku
di
dalam
rasionalitas
Ketujuh, identitas kolektif dan Kepe-
kelompok atau kolektivitas. Oleh karena itu
mimpinan Gerakan Sosial atau Perlawanan.
secara individual tindakan kolektif adalah
Peran dan peranan pemimpin di dalam
rasional, namun tidak berlaku rasionalis
suatu gerakan sosial atau tindakan kolektif
dalam kolektivitas.
baik dalam bentuk perlawanan atau protes membutuhkan pemimpin sebagai aktor
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 99
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 yang memberikan roh kehidupan suatu
kolektif menurut pemikiran gerakan sosial
organisasi, maupun motor penggerak suatu
lama bermakna negatif sebagai anak nakal
organisasi gerakan. Sebagaimana Melucci
atau penyimpangan dari keteraturan masya-
(1989: Dalam Klandersmans. 2005) mengi-
rakat, namun menurut pemikiran gerakan
ngatkan bahwa penciptaan identitas kolektif
sosial baru tindakan kolektif adalah suatu
adalah salah satu tantangan fundamental
yang inheren dengan keteraturan masya-
yang akan dihadapi oleh para partisipan
rakat. Masyarakat yang pada dasarnya ber-
gerakan. Tetapi identitas kolektif tidaklah
isi tentang konflik yang bertsifat laten. Hal
dihasilkan secara mekanis. Ketidakpuasan
ini juga terjadi di dalam perbanditan yang
yang
ditetapkan
menunjuk
secara
kepada
bertanggung
jawab
kolektif
dan
menurut suatu kelompok sebagai tindakan
para
pihak
yang
kriminal dan berdampak negatif dan dari
atas
ketidakpuasan
kelompok yang lain perbandigan dipandang
kolektif itu, menjadi suatu yang penting. Kedelapan,
identitas
kolektif
sebagai tindakan yang heroik dan terpuji dan
Gerakan Sosial Baru, tindakan kolektif
(Suhartono. 1995). Kesepuluh,
tindakan
Organisasi
kolektif mampu memberikan sumbangan
pendapat Rajendra Singh, Prasetyo (2006)
yang
suatu
menyatakan salah satu karakteristik GSB
perjuangan. Karena itu David A Hollinger
adalah asumsinya bahwa masyarakat sipil
dalam Jurnal Daedalus menulis: ”From
tengah meluruh, ruang sosialnya meng
Idendity to Solidarity” dari identitas menuju
alami penciutan dan aspek masyarakat sipil
ke solidaritas (David A Hollinger. 2006).
tengah digerogoti oleh kemampuan kontrol
Identitas kolektif bukan semata-mata berisi
negara. Oleh karena itu GSB mem-
segala sesuatu kebersamaan, melainkan
bangkitkan isu pertahanan diri yang juga
juga suatu keberbedaan sekaligus menjadi
berarti perlawanan dan atau tindakan
identitas kolektif. Identitas kolektif dapat
kolektif (Fadilah Putra dkk. 2006). Asumsi-
memberikan tambahan penjelasan baru atas
asumsi itu semua faktanya dapat ditemukan
gerakan sosial yang dilakukan secara
dalam
kolektif.
lapindo.
bagi
suksesnya
gerakan
sosial
Sosial.
dan
dengan perangkatnya yang disebut identitas
berarti
Gerakan
kolektif
korban
Mengutip
lumpur
Kesembilan, apabila tindakan kolektif
Kesebelas, tindakan kolektif yang terjadi
dibanding dengan gerakan-gerakan sosial
atas korban lumpur lapindo memiliki
yang lain dapat dijelaskan bahwa tindakan
persamaan dengan proses penggusuran
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 100
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201 yang terjadi di Kebon Kacang sebagaimana hasil penelitian Jellinek. Perbedaannya jika
[8]
di Kebon Kacang penggusuran dilakukan tanpa melibatkan alam, sedangkan di Porong Sidoarjo melibatkan kekuatan alam
[9]
yang dipicu oleh gagalnya teknologi. [10] 4. DAFTAR PUSTAKA [1] Aditjondro, George Julius. 2003. Korban-korban Pembangunan. Tilikan beberapa kasus Perusakan Lingkungan di tanah Air. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bagaimana peran militer semasa Orde Baru dan sesudahnya diuarikan panjang lebar dalam ”Negeri Tentara, Membongkar Politik Ekonomi Militer”Dalam Wacana. Jurnal Ilmu Sosial Transformatif. Edisi 17, Tahun III 2004. Yogyakarta: Insist. [2] Akbar, Ali Ashar. 2012. Konspirasi SBY–Bakrie. Jakarta: Indo. Cf. Akbar. AA. 2012. Konspirasi SBYBakrie. Jakarta: Indopetro Publishing [3] Berger dan Luckmann. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang sosilogi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES hal : 248 [4] Bert Klandermans. 2005. Protes Dalam Kajian Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar [5] David A Hollinger dalam Jurnal Daedalus menulis : ”From Idendity to Solidarity” (Fall. 2006) 135, 4, Academic Reasearch Library, pg. 23 [6] Fadilah Putra dkk. 2006. Gerakan sosial. Malang: Averoes hal 65. Cf. Julian B. H. 2016. ”Gerakan Sosial” Dalam Basis. Nomer 1-2, Tahun ke65, 2016: h. 17-18 [7] Hotman Siahaan. 1996. Pembangkangan Terselubung petani dalam Program Tebu Rakyat Intensifikasi sebagai upaya Mempertahaankan Subsistensi.
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19]
Surabaya: Program Pasca Sarjana h. 203 James R. Rush. 2000. Opium to Jawa. Jawa dalam Cengkeraman Bandarbandar Opium Cina, Indonesia Kolonial 1860-1910 Kanal Edisi 1 Agustus 2008, diterbitkan oleh Kanal Korban Lapindo. Mirdasy, Muhammad. 2007. Bernafas Dalam Lumpur Lapindo. Surabaya: MIIP/Surya. Mirsel, Robert 2004. Teori Pergerakan Sosial. Kilasan Sejarah dan Catatan Bibliografis. Yogyakarta: Resist Book Nota Kesepahaman atau Mou pada dasarnya tidak lebih sebagai siasat Lapindo atas Perpres 14/2007;Cf. Sukamto. 2015. Menggurat, Menggugat, dan merajut Sejarah Sosial. Malang: UM Press. Noer Fauzi. 2005. Memahami Gerakan-gerakan Rakyat Dunia Ketiga. Yogyakarta: Insist h. 22. Cf. Prasetia. 2012. Bencana Industri. Depok: Desantara. Pichardo dalam Klandersman, 2005. Protes Dalam Kajian Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar hal : 373). Piliang, 2011. Dunia Yang Dilipat: Tamasya melampaui batas-batas kebudayaan. Bandung: Matahari : 212 Singh, Rajendra. 2010. Gerakan Sosial Baru. Yogyakarta: Resist Book. h. 437. Situmorang, Abdul Wahib. 2007. Gerakan Sosial. Studi Beberapa Perlawanan. Yogya karta: Pustaka Pelajar. Suhartono. 1995. Bandit-bandit Pedesaan di Jawa. Studi historis 1850 -1942. Yogyakarta: Aditya Media. Tarrow, 1998 dalam Situmorang. 2007. Studi Kasus Beberapa Perlawanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar hal : 35
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 101
Vol. 1 No. 1 April 2016, ISSN 2503 - 1201
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS | 1