MENGENAL PERBEDAAN UNTUK MENCINTAI KERAGAMAN KHAZANAH BUDAYA NEGERI Oleh : Robi’atul ‘Ainiyah Musyahida Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Perjalanan luar biasa ini dimulai ketika nama saya tercantum di atas kertas pemberitahuan dari Universitas Airlangga bahwa saya terpilih untuk mengikuti Study Excursie ke kabupaten Lamongan. Canggung rasanya menerima kabar itu. Saya yang masih maba(mahasiswa baru) sangat tidak mengerti tentang kagiatan ini. Hingga sampailah pada hari sabtu, 13 Oktober 2012. Pagi-pagi sekali, kami, mahasiswa dari berbagai fakultas dikumpulkan di lapangan rektorat Universitas Airlangga untuk mengikuti upacara pemberangkatan/pelepasan rombongan Study Excursie ini oleh bapak rektor. Selanjutnya, dimulailah perjalanan kami yang luar biasa ini. Tempat tujuan kami adalah kabupaten Lamongan. Kabupaten yang terletak di jalur pantura ini telah banyak meraih penghargaan di tingkat Jawa Timur dan Nasional, seperti penghargaan Pemberdayaan Ekonomi Nasional dan Forum Kabupaten Sehat. Kabupaten Lamongan juga mengalami perkembangan yang sangat pesat di bidang Industri perikanan dan kosmetika. Hal ini tak luput karena kabupaten Lamongan merupakan tempat yang strategis untuk hiburan dan investasi. Di dukung dengan pemerintah yang kreatif dan inovatif, maka jadilah kota kabupaten ini sebagai suatu tempat wisata jujukan utama. Tengok saja keberhasilan WBL(Wisata Bahari Lamongan) yang sukses menjadi tujuan utama wisata bagi para wisatawan lokal maupun luar kota. Hal ini dikarenakan fasilitas dan kualitas pelayanan yang sangat baik berkat penanaman investasi yang tinggi di tempat ini. Dijelaskan juga di sini, kami akan berkunjung ke beberapa tempat yang luar biasa di Kabupaten Lamongan. Diantaranya adalah tempat pertama, yaitu Pendopo Kabupaten yang akan dilanjutkanke Desa Balun dan Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan. Desa Balun merupakan desa di kecamatan Turi kabupaten Lamongan yang menyimpan keunikan tersendiri. Sedangkan Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan adalah http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/
[email protected]
1
pesantren yang terkenal dengan pesantren enterpreneurship karena kemandiriannya untuk mengelola keuangannya dengan memilki lebih dari 20 anak perusahaan. Tentunya kedua tempat ini adalah tempat yang spesial sehingga dipilih menjadi tempat tujuan Study Excursie. Lokasi Studium Generale pertama adalah di Pendopo Kabupaten Lamongan. Merupakan suatu kehormatan yang sangat menyanangkan karena di sini kami di sambut baik oleh Bapak Fadeli, SH. selaku Bupati Lamongan beserta jajarannya. Terlebih lagi saya kebetulan duduk di barisan paling depan, sehingga bisa langsung bersalaman dengan Bapak Bupati. Diungkapkan oleh bapak Drs. H. Muhammad Adib, MA., bahwa tujuan Study Excursie yang sedang kami jalani ini adalah untuk memahami segala sesuatu tentang ke-bhinekaan dengan kegiatan luar kelas. Karena prinsip yang harus kami pegang adalah JurDasTangLi (Jujur, cerDas, Tangguh, dan peduLi) maka kami harus mengetahui kondisi yang sebenarnya. Tak hanya berkutat dengan hukum dan pernyataan yang tertulis dalam buku di kelas. Kami harus cerdas mencari informasi, jujur dalam mengungkapkannya, tangguh untuk tetap mempertahankan serta peduli/peka terhadap keadaan sosial yang ada di sekitar kita. Bapak bupati menambahkan bahwa sangatlah tepat memilih kabupaten Lamongan sebagai tujuan Study Excursie. Di sini ada berbagai keadaan yang mencerminkan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Bisa dibilang mirip dengan miniatur negara kita. Ada perbedaan suku, ras, agama dan etnis yang bisa hidup berdampingan secara rukun dan damai tanpa ada konflik berkepanjangan. Selesai dengan penyambutan di Pendopo Agung Kabupaten Lamongan, kami melanjutkan perjalanan menuju ke Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan.kami melewati daerah persawahan yang tidak ada habisnya. Pantas saja Kabupaten Lamongan disebut dengan lumnung padinya Jawa Timur. Bus yang kami tumpangi cukup susah untuk memasuki desa ini yang lokasinya memang masuk agak dalam dari pusat kota dan akses jalan menuju desa ini masih sangat tradisional. Sejarah nama desa ini cukup unik. Nama Balun diambil dari kata “Mbah Alun“ yang merupakan nama tokoh yang berperan besar dalam terbentuknya Desa Balun. Menurut sejarah, beliau adalah keturunan ningrat yang bergelar Raja Tawang Alun I yang merupakan murid dari Sunan Giri. Beliau sempat memerintah di Blambangan selama enam tahun sebelum akhirnya kedaton Blambangan diserang oleh Belanda. Selama peperangan itu, beliau mencari perlindungan kepada Ki lanang Dhangiran (Sunan Brondong) untuk http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/
[email protected]
2
bersembunyi dari kejaran musuh. Saat itu, desa kuno ini bernama Candipari, tetapi sekarang telah berubah menjadi Desa Balun. Begitu sampai di tempat ini kami kembali disambut hangat oleh para petinggi Desa. Dari lurah, pemuka agama, warga setempat, hingga selanjutnya datang juga Bapak Camat Turi beserta Sekertaris Kecamatan dan Kapolsek Turi. Menurut data statistik, Desa Balun merupakan desa terluas dan terpadat di Kecamatan Turi. Dengan luas wilayah mencapai 621,103ha yang terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu tanah sawah 85%, perumahan penduduk 8,3%, dan tanah pekarangan 5,2% (sisanya untuk lain-lain 1,5%), desa ini dihuni oleh 4.730 jiwa dengan perincian 48% laki-laki dan 52% perempuan. Uniknya, tidak seperti desa-desa lain, Desa Balun ini memiliki tiga jenis tempat ibadah yang berbeda. Berbeda bangunan maupun jenis agamanya. Ketiga tempat ibadah ini adalah Masjid, Gereja dan Pura yang megah dan posisinya cukup berdekatan. Memang awalnya Desa ini merupakan desa Islam, namun seiring berjalannya waktu, dan keterbukaan masyarakat yang tinggi menyebabkan agama kristen dan Hindu masuk dengan mudah. Mereka diberi ruang untuk berkembang dan mencari pengikut. Semuanya berjalan mengalir seperti air. Tidak ada yang memaksa dan dipaksa. Kehidupan yang terjalin juga damai dan penuh kerukunan sesuai dengan misi Desa Balun yang diungkapkan oleh Bapak Drs. Subarjo selaku Kepala Desa, ”Misi Desa Balun adalah mewujudkan kesejahteraan warga dan peningkatan ekonomi dengan semangat kegotongroyongan dan kerukunan. Semangat gotong royong dan kerukuna inilah yang sangat kami pelihara mengingat adanya keberagaman yang sangat mendasar diantara kami. Para warga di sini semuanya saling toleransi, bertenggang rasa tinggi, dan saling membantu di setiap acara atau kesempatan. Karena kami ingin jadi orang sukses, dan orang sukses dalam pandangan kami adalah orang yang bisa mendatangkan manfaat untuk orang lain.” Kata-kata mutiara atau quote pada kalimat yang terakhir dituturkan oleh bapak kepala desa ini terus terngiang di telinga saya. Memanglah kita hidup harus punya manfaat. Dan manfaat itu sendiri bisa dirasakan oleh orang lain yang ada di sekitar kita. Studium Generale kedua ini bertempat di balai Desa “Pancasila” Balun. Kenapa disebut Desa pancasila? Karena di desa ini terdapat keberagaman yang sangat harmonis. Keberagaman ini sangat sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pancasila.
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/
[email protected]
3
Sebagaimana sejarah awal terbentuknya pancasila yang didasari oleh Prinsip Gotong Royong. Desa Balun ini juga dijadikan sebagai desa percontohan karena keunikannya ini. Dialog kami berkjalan dengan tiga narasumber dari tiga tokoh agama yang berbeda. Beliau-beliau ini adalah Bapak Sumitro; tokoh agama Islam, Bapak Drs. Adi Wijono; tokoh agama Hindu, dan Bapak Sutrisno; tokoh agama Kristen. Ketiganya adalah orang yang rendah hati dan sangat menjunjung tinggi toleransi. Sebagai panutan, ketiganya selalu memberi wejangan kepada warganya agar selalu menjaga kegotongroyongan yang selama ini telah mereka pelihara bersama. Dan hasilnya adalah kekompakan warga. Tak perlu diragukan lagi semuanya berjalan alami dan tanpa paksaan. Umat Hindu yang merupakan kaum minoritas juga tetap bisa menjalankan ibadah dengan tenang dan sangat dihormati. “Pernah suatu kali saat hari raya nyepi bertepatan dengan hari jumat, kami umat Hindu merayakan nyepi dengan tidak menyalakan api, lampu, dan listrik. Umat Islam yang mengetahuinya, tetap juga melaksanakan ibadah shalat jumat namun dengan suasana yang sedikit berbeda, yakni speaker masjid saat shalat jumat dimatikan. Bahkan saat malam harinya juga lampu masjid yang dekat dengan Pura juga ikut dimatikan.” Jelas Pak Adi Wijono,” Itu semua adalah wujud dari tingginya toleransi yang melekat pada masyarakat Desa Balun.” Lanjut beliau lagi. Bukan itu saja wujud toleransi mereka, Bapak Sumitro juga bercerita bagaimana suatu hari saat hari raya Idul Adha bertepatan dengan Hari minggu. Umat Kristiani yang hendak beribadah, mereka menunda jadwal ibadahnya untuk menunggu umat Islam selesai melakukan jamaah shalat ied. Hal ini dilakukan agar tidak saling mengganggu mengingat jarak rumah ibadah mereka yang cukup dan hanya dipisahkan oleh lapangan sepak bola. Ini hanyalah sebagian kecil dari kegiatan-kegiatan warga desa yang sangat mencerminkan budaya toleransi itu. Yang lebih unik lagi adalah ketika ada acara kenduri. Entah itu hajatan perkawinan, sunatan atau selamatan orang meninggal, warga desa yang bermacam-macam agama ini berkumpul untuk merayakannya atu berdoa bersama. Di dalam forum ini, mereka semua terlihat sama, semuanya membaur. Bahkan dari cara berpakaian-pun mereka seragam. Bapak-bapak memakai songkok dan ibu-ibu memakai kerudung(bukan jilbab), sehingga kita tidak akan tahu mana yang beragama Islam, Kristen atau Hindu.Di samping itu semua, memang tentulah masih ada perbedaan prinsip antara ketiganya. Namun justru perbedaan ini dianggap sebagai kemajemukan yang perlu dijaga. “Ini merupakam harmoni yang indah dan patut untuk tetap kita pelihara.” Ungkap Bapak Sutrisno. Beliau juaga berpesan
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/
[email protected]
4
agar kami semua mengembangkan budaya toleransi seperti di Desa Balun ini ke seluruh bangsa agar kehidupan di Indonesia menjadi aman, damai dan sejahtera. Selanjutnya adalah Studium Generale ketiga yang bertempat di Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan. Ponpes terbesar di Lamongan ini sekarang memiliki santri kurang lebih sebanyak sepuluh ribu santri. Menurut hasil interview kami terhadap beberapa santri dan pengurus, ternyata asal mereka tidak semuanya dari Kabupaten Lmongan. Ada yang dari Sumatera, Kalimantan, Papua, bahkan ada juga yang berasal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Dengan adanya perbedaan asal daerah ini, sangat dimungkainkan terjadi suatu problem antara santri yang satu dengan yang lain. Entah itu dari masalah komunikasi atau ketersinggungan karena belum terbiasa dengan keadaan yang baru. Masalah-masalah ini umumnya timbul saat awal-awal kepindahan mereka ke pesantren. Rata-rata mereka mengalami cultural shock karena perubahan lingkungan. Seperti contoh ada santri dari Papua. Awal-awal ia datang ke Pesantren, ia hanya diam dan susah sekali untuk diajak berkomunikasi. Setiap mengajaknya atau memintanya melakukan sesuatu, harus disertai dengan bahasa isyarat agar ia paham. Mengetahui hal ini, teman-teman sekamarnya lalu mulai sedikit demi sedikt mengajarinya bahasa Indonesia. Hingga satu tahum kemudian, dia berhasil menjuarai lomba lari tingkat nasional. Baru diketahui setelahnya bahwa kehidupannya di Papua dulu sungguh berat. Ia harus berlari puluhan kilometer untuk mendapatkan air bersih untuk minum. Selain memiliki santri dari berbagai penjuru Indonesia bahkan luar negeri, pondok pesantren yang berada dalam asuhan Bapak KH. Abdul Ghofur ini juga mengakui bahwa termasuk pondok yang nyeleneh (aneh, berbeda dengan yang ada kebanyakan) lewat penuturan Ustadz Ahmad Iwan Zunaih, Lc. MM. Yang dimaksud dengan nyeleneh di sini adalah karenanberbeda dengan ponpes-ponpes pada umumnya. Diantaranya adalah adnya perjanjian persahabatann dengan agama lain. Yaitu banyak dan sering ada tokoh-tokoh agama Hindu dan Kristen berkunjung ke Pondok Pesantren ini. Yang terbaru adalah kedatangan para tantri(tokoh agama Hindu) langsung dari India, pedalaman Gunung Himalaya untuk meletakkan Cakra. Menurut mereka Cakra ini adalah pondasi dunia yang harus ditanam di tempat yang terpilih agar dunia tetap hidup dengan damai, tidak carut marut dan banyak bencana di sana-sini. Kebetulan tempat yang terpilih itu ada di tengah
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/
[email protected]
5
masjid Ponpes Sunan Drajat, sehingga cakra ini akhirnya ditanam di tengah masjid persis segaris dengan kubah utama masjid. Masih ada hal luar biasa lagi dari Pondok Pesantren ini. Pondok Pesantren Sunan Drajat ini terkenal juga dengan Pesantren Enterpreneurship. Karena Ponpes Sunan Drajat ini memiliki nilai lebih dalam pengelolaan finansialnya. Dalam hal ini, Ponpes Sunan Drajat memiliki 21 unit usaha mulai dari percetakan, pertokoan, pertelevisian hingga persewaan alat-alat berat. Semuanya ini tak lepas dari prinsip Ponpes sendiri yang menginginkan lulusannya berkualitas tak hanya dalam kecemerlangan pemikiran dan akhlaknya saja, tetapi juga dalam kemandirian ekonomi dan kecerdasan sosial untuk masuk dalam kehudupan bermasyarakat. Maka beruntung sekali kami mendapat kesempatan untuk bisa berkeliling ke tiga diantara 21 unit usaha di Ponpes Sunan Drajat. Selain itu, kami juga mendapat sedikit wejangan dari ustadzah Biyati Ahwarumi, SE. yang akrab disapa mbak Betty tentang kiat-kiat menumbuhkan jiwa enterpreneur, “ Untuk bisa mandiri dalam bidang ekonomi, dibutuhkan pelatihan jiwa enterpreneurship dengan cara selalu mencoba membuka diri untuk semua informasi, gigih menguatkan cita-cita, seleksi kebutuhan dan kesampingkan keinginan, serta jeli melihat peluang-peluang usaha.” Jelas beliau. Benar-benar weekend yang menakjubkan. Saya bisa mendatangi tempat-tempat yang saya kira biasa saja, namun ternyata kini saya tahu bahwa tempat-tempat ini menyimpan banyak kejutan yang luar biasa. Saya bisa memetik banyak pelajaran dari perjalanan ini. Perbedaan adalah sebuah harmoni kehidupan yang membuat hidup kita semakin berwarna. Tanpa adanya perbedaan, hidup akan terasa hambar dan membosankan. Perbedaan agama dan budaya bukanlah sesuatu yang patut untuk dipertentangkan. Agama dan budya bisa bersatu dengan mudah di saat kita sadar akan nilai agama dan budatya itu sendiri. Budaya merupakan salah satu wadah berkembangnya agama. Daftar Pustaka : 1. Adib, Mohammad.2012. Dialog Perdaban Lintas Agama dan Budaya: Kebhinnekaan, etnisitas, Gaya Hidup, dan Solidaritas Sosial Terbuka. Universitas Airlangga kampus C : Surabaya 2. Sujana, I Nyoman Naya, dkk. 2010. Excellence With Morality: Mutiara Jati Diri Universitas Airlangga & Identitas Kebangsaan. Bayu Media : Malang
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/
[email protected]
6
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/
[email protected]
7