TEMA : Pengembangan Pariwisata (Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap
Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap Oleh Kartika Pemilia Lestari
Ekowisata menjadi salah satu potensi wisata yang dimiliki Kabupaten
Cilacap.
Keberadaan
kawasan
wisata
Hutan
Payau
(Mangrove) seluas 10 hektar yang terletak di Desa Karang Talun Kecamatan Tritih Kulon Cilacap ini tidak bisa dipandang remeh. Jika dikelola dengan lebih serius dan profesional, ekowisata Hutan Mangrove Cilacap mampu membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam. Konsep ekowisata atau ecotourism mulai ramai dibicarakan mulai akhir dekade 1970-an, ketika para peneliti, pencinta lingkungan, ahli-ahli di bidang pariwisata, budayawan, tokoh masyarakat, serta pelaku bisnis pariwisata merasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional. The International Ecotourism Society (TIES) memberikan definisinya sebagai berikut: "Ekowisata adalah kegiatan wisata alam yang bertanggung jawab dengan menjaga keaslian dan kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat”. Di sini kata kuncinya adalah kelestarian lingkungan dan kesejahteraan penduduk setempat. Artinya, kegiatan wisata ini, selain harus bisa menjaga kelestarian lingkungan, juga harus berbasis pada masyarakat. Masyarakat lokal (sekitar) harus mendapatkan keuntungan dari kegiatan wisata ini.
Adapun
beberapa
aspek
kunci
dalam
ekowisata
berbasis
masyarakat adalah:
Masyarakat membentuk panitia atau lembaga untuk pengelolaan kegiatan
ekowisata
pemerintah
dan
di
daerahnya,
organisasi
dengan
masyarakat
dukungan
(nilai
dari
partisipasi
masyarakat dan edukasi).
Prinsip local ownership (=pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat setempat) diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana dan prasarana ekowisata, kawasan ekowisata, dll (nilai partisipasi masyarakat).
Homestay menjadi pilihan utama untuk sarana akomodasi di lokasi wisata (nilai ekonomi dan edukasi).
Pemandu adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat)
Perintisan, pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata menjadi tanggungjawab masyarakat setempat, termasuk penentuan biaya (=fee) untuk wisatawan (nilai ekonomi dan wisata). Jika
Anda
melakukan
perjalanan
dari
pusat
pemerintahan
Kabupaten Cilacap ke arah utara sejauh 8 km, Anda sudah pasti akan disuguhi pemandangan yang menakjubkan dari sebuah kawasan ekowisata. Sebuah hutan Mangrove yang asri akan memanjakan mata Anda dengan jajaran pohon Mangrove yang berderet rapi di kanan kiri jalan. Eksotisme hutan Mangrove ini kian bertambah-tambah ketika Anda menjumpai ragam ikan dan burung di kawasan wisata tersebut. Tumbuhan Mangrove memiliki arti tersendiri bagi keberlangsungan hidup kabupaten terluas di Jawa Tengah ini. Pasalnya, tumbuhan Mangrove berguna untuk melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang besar, termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi dampak ancaman Tsunami adalah dengan memasang Green Belt atau sabuk hijau hutan Mangrove.
Pemanfaatan tumbuhan Mangrove sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan dan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, agar diperoleh manfaat yang optimal dari potensi sumber daya alam tersebut, kebijaksanaan pembangunan bidang kehutanan didasarkan atas asas manfaat dan lestari serta konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Letaknya yang dikelilingi oleh laut, menjadikan Kabupaten Cilacap paling rawan terkena bencana, khususnya Tsunami. Menurut laporan dari BPBD (Badan
Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Cilacap,
kabupaten ini menduduki peringkat pertama daerah yang rawan bencana, baik secara fisiografis, geografis, geologis, hidrologis, dan demografis. Cilacap menempati rangking ke-1 wilayah paling rawan bencana seProvinsi Jawa Tengah dan rangking ke-3 se-Indonesia. Selain memiliki fungsi ekologi, hutan Mangrove juga memiliki fungsi sosial-ekonomi. Dengan mengusung konsep ekowisata, kawasan hutan Mangrove yang dimiliki Kabupaten Cilacap bisa berdaya guna untuk mendongkrak potensi ekonomi daerah lewat pengembangan kawasan wisata hutan Mangrove. Pada dekade 1990-an, kawasan wisata hutan Mangrove di wilayah Tritih Kulon Cilacap pernah menjadi destinasi masyarakat Cilacap dan sekitarnya. Kawasan wisata seluas 10 hektar ini ramai dikunjungi wisatawan. Kawasan wisata yang dikelola oleh Pemda dan Perum Perhutani ini merupakan salah satu obyek wisata di Kabupaten Cilacap yang memiliki potensi yang cukup baik sebagai aset daerah. Hal itu disebabkan karena selain sebagai tempat rekreasi, pembangunan wisata hutan Mangrove Tritih dimaksudkan untuk dapat menjadi sarana
pendidikan dan ilmu pengetahuan sekaligus menumbuhkan rasa cinta alam lingkungan, serta mengangkat taraf ekonomi masyarakat lokal. Sayangnya, tata kelola dan manajemen kawasan wisata penting semacam ini saat ini dirasa kurang optimal, sehingga potensi yang dimiliki tidak tereksplor secara maksimal dan walhasil, kurang berkembang. Bisa Anda bayangkan, jika pada kenyataannya ekosistem kawasan ini menawarkan eksotisme 15000 pohon Mangrove yang terdiri dari Tancang (Bruguiera
gymnorrhiza),
Api-api
(Avicennia
sp),
Bakau
Bandul
(Rhizophora mucronata), dan Bakau Kacangan (Rhizophora apiculata), serta biota hutan Mangrove seperti ikan Gelodok, Uca, Udang Pistol, Tanggal, burung, serta berbagai jenis ikan; tentu akan ada ribuan bahkan jutaan wisatawan dalam dan luar negeri yang akan tertarik mengunjungi kawasan wisata ini, berburu fenomena alam yang tidak ada di daerah mereka. Namun, hal itu dapat terjadi hanya jika kawasan wisata ini didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, ditambah dengan promosi yang gencar. Berdasarkan
penelitian
Dewi
Rahmawati
dari
Universitas
Diponegoro Semarang, kurangnya sarana dan prasarana penunjang yang tersedia
menjadi
permasalahan
yang
menghambat
perkembangan
kawasan ini secara kualitatif. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan kawasan hutan Mangrove Tritih sebagai kawasan wisata adalah atraksi, akomodasi, transportasi, aktivitas pendukung, dan infrastruktur yang memadai. Sangat disayangkan, infrastruktur serta sarana dan prasarana kawasan wisata ini masih perlu pembenahan serius dari Pemerindah Daerah Kabupaten Cilacap. Beberapa sudah tampak rusak di sana-sini. Beberapa contoh kurang terawatnya sarana dan prasarana di kawasan wisata hutan Mangrove Cilacap antara lain pos jaga yang tidak
terurus serta sarana objek wisata yang rusak dan tidak terawat, kotor seperti tidak pernah dibersihkan. Selain soal sarana dan prasarana yang kurang mendukung, kelestarian hutan Mangrove juga harus diperhatikan. Berdasarkan peninjauan di lapangan pada 23 Agustus 2011 yang dilakukan oleh seorang staf Mendiktan, sebagian Mangrove mengalami kerusakan karena ditebangi oleh warga sekitar untuk dijadikan kayu bakar. Sayangnya, penebangan ini tidak dilanjutkan dengan program penanaman apalagi pemeliharaan.Olah karena itu perlu adanya upaya pemulihan terhadap hutan ini. Tak pelak, jika kawasan wisata hutan Mangrove Tritih ini dipelihara keberlangsungannya, pasti bisa lebih berkembang. Dan potensi ekonomi pun akan muncul seiring dengan membludaknya jumlah wisatawan yang melancong kesana. Pemda setempat bisa menambah kas keuangan daerah dengan menjual tiket masuk kawasan wisata, masyarakat sekitar akan dengan senang hati membuka lapak-lapak mereka yang berisi makanan/minuman atau souvenir khas daerah setempat. Pemandu wisata yang berasal daari masyarakat lokal bisa mendapatkan fee dari menyewakan jasanya membawa para wisatawan berkeliling menikmati keindahan panorama hutan Mangrove. Rupiah juga bisa didapatkan dari menyewakan perahu bagi para wisatawan yang ingin menikmati liukan pohon Mangrove dari atas perahu. Para investor pun akan melirik kawasan itu untuk dijadikan area investasi, bisa berupa penyewaan tempat menginap seperti homestay, motel, hotel, atau cottage; tentunya dengan tetap memperhatikan adat setempat (kearifan lokal). Kemudian sarana trasportasi pun mengalami perkembangan yang revolusioner. Jika selama ini alat transportasi umum di
Cilacap
perkembangannya tidak terlalu signifikan, dengan banyaknya wisatawan
dalam negeri maupun mancanegara yang berkunjung ke kawasan ekowisata hutan Mangrove Tritih Kulon, otomatis Dinas Perhubungan Kabupaten Cilacap akan lebih giat dalam meningkatkan kualitas serta kualitas transportasi publik. Tidak lupa pula akan diadakan perbaikan jalan-jalan di Cilacap yang selama ini kondisinya cukup memprihatinkan. Singkat kata, segala perubahan ini akan menjadikan kualitas hidup masyarakat Cilacap lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu, mari kita pulihkan serta kembangkan bersama ekowisata hutan Mangrove Cilacap ini, sehingga bisa digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Cilacap.