Memilih sebagai Tindakan Politik Seminar Dies Natalis ke-45 Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, 1 Maret 2014
B. Herry-Priyono Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta
Caveat Auditor Bedakan…. • Informasi bagi Pemilih (Voter Information): Informasi tentang seluk-beluk teknis bagi pemilih, seperti pendaftaran dan syarat memilih, tanggal, jam dan tempat mencoblos, tata-cara memilih, etc biasanya dilakukan oleh KPU (sering juga oleh partai peserta & organisasi civil society). • Pendidikan Mencoblos (Electoral Education): Menyangkut pembelajaran lebih luas, seperti pentingnya memilih, asas bebas-rahasia pilihan, hak & kewajiban pemilih, kaitan pilihan dan representasi, etc biasanya dilakukan oleh KPU (sering juga oleh organisasi civil society). • Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Menyangkut proses pendidikan lebih fundamental tentang arti memilih sebagai warganegara (citizens), kriteria caleg/eksekutif yang baik dalam konteks persoalan hidup kenegaraankebangsaan, arti pilihan bagi hidup demokrasi, sikap dan pertimbangan yang tepat dalam memilih bagi ‘kebaikan bersama’, etc biasanya “ditanam” dlm kurikulum pendidikan sekolah/perguruan tinggi, atau dilakukan oleh organisasi civil society proses pendidikan terus-menerus & jangka-panjang. Seminar ini lebih menyangkut Pendidikan Kewargaan (Civic Education)
Apa Bedanya? Memilih baju di pasar
Memilih wakil/pemimpin di TPS
Perbedaan Memilih (Ideal Type)
Memilih di Pasar
Memilih di TPS
• Tindakan memilih (setidaknya sebagai tipe ideal) berdasarkan suka-tidak suka pribadi, selera pribadi, kalkulasi kebutuhan privat/keluarga, timbangan untungrugi privat/keluarga, bukan publik. • Berdasar daya beli (prinsip: the highest buyer, the winner) • Biasanya disebut ‘pilihan pasar’ (market choice). • Apa yang dipilih bisa langsung dinikmati, bisa segera ditukar bila tidak cocok penukaran dalam kontrol daya-beli diri.
• Tindakan memilih (setidaknya sebagai tipe ideal) atas dasar kesanggupan pemilih menimbang siapa/mana yang dalam “keterbatasan situasi” lebih membawa kebaikan bersama. • Berdasar kesetaraan hak warga (prinsip: one citizen, one vote). • Biasanya disebut ‘tindakan politik’ (political act). • Apa/siapa yang dipilih tidak bisa langsung dinikmati, tidak bisa ditukar sampai Pemilu berikut pun di luar kontrol diri.
Kesanggupan MelakukanCounter-Preference • Memilih dalam Pemilu sbg tindakan politik pilihan personal lewat kumulasi agregat menentukan kualitas wakil rakyat & eksekutif (presiden, wakil presiden, gubernur, bupati, etc) tentukan kualitas pengelolaan & kepemimpinan negara/pemerintahan tentukan corak kebijakan tentukan kualitas hidup-bersama (kondisi sosial, agama, ekonomi, hukum, lingkungan, pendidikan, kesehatan, etc). • Sebagai tindakan yang berdampak besar/jauh, memilih dalam Pemilu agar optimal mensyaratkan kesanggupan membuat counter-preference: memilih dengan kemungkinan mengatasi rasa suka-tidak suka pribadi, dan lebih dipandu oleh pertimbangan “pilihan mana yang paling optimal membawa perbaikan kualitas hidup-bersama”. • Contoh counter-preference: calon A, B, C (semua punya kelemahan & kelebihan). Saya sangat suka B lantaran ia gagah/cantik. Tapi untuk “kebaikan bersama”, C lebih andal (meskipun ia tidak tampan/cantik). Arti counter-preference: kesanggupan memilih C, dan bukan B.
Memilih siapa/mana/apa?
Dampak Salah Pilih
Jumlah Pemilih dalam Pemilu 2014 Keterangan
Jumlah
Persentase
Total pemilih Pemilu 2014 yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU)
186.569.233
76,46% dari total jumlah penduduk Indonesia 244 juta
Perbandingan jumlah pemilih menurut jenis kelamin
-
P = 49,6 % L = 50,4 %
Perbandingan jumlah pemilih menurut daerah tinggal (rural-urban)
-
Rural = 47,9 % Urban = 52,1 %
Total penduduk usia 17-29 tahun menurut BPS Pemilih muda
54.163.376
29 % dari jumlah pemilih terdaftar
Total pemilih usia 17-21 tahun pertama kali memilih dalam Pemilu 2014
21.792.139
11,7 % dari jumlah pemilih terdaftar
Sumber: Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Pengaruh terhadap counter-preference Pendukung • Tradisi pendidikan kewargaan (civic education) terkait sikap & orientasi memilih. • Tersedianya informasi yang (kurang-lebih) akurat tentang kandidat/masalah • Kematangan wawasan dalam proses menimbang pilihan • “Kewajiban moral” pemilih (moral duty), yang kini banyak dikaji dalam penelitian perilaku pemungutan suara.
Penghalang • Kekuatan uang dan insentif lain, habituasi proses mental lewat iklan politik, kehadiran dominan selebriti/artis • Premanisme, kekerasan, ancaman • Kekuatan partai-partai politik dengan ideologi sektarianagamis-kesukuan-ras, dsb. • Afinitas kedaerahan: karena kurang kenal calon dari luar lokalitas asal memilih calon dari daerah yang sama meskipun tidak bermutu.
Konteks Cuaca Kultural • Dalam tarik-ulur antara faktor ‘pendukung’ dan ‘penghalang’, orientasi memilih dalam Pemilu nanti juga sangat dipengaruhi oleh kondisi kultural yang ditandai 2 gelombang besar berikut: 1. Fundamentalisme Agama “Aku pertama-tama adalah orang beragama, yang hanya kebetulan juga warganegara Indonesia memilih calon yang juga seagama” (maka prinsip citizenship dikalahkan oleh ikatan kesamaan agama). 2. Fundamentalisme Pasar “Aku pertama-tama adalah konsumen pengejar harga murah, laba & apa yang paling memenuhi selera pribadiku (“gue banget”); bahwa aku juga warganegara hanyalah soal kebetulan saja memilih calon yang aku paling suka dan mengungkapkan selera pribadi gue”. Dengan beberapa pengecualian, menjamurnya bisnis konsultan politik (policial consultancy) berpengaruh besar pada terciptanya kekaburan/kekacauan ini.
Persepsi adalah satu hal, Pilihan faktual adalah lain hal • Dalam dunia metode riset, pertanyaan survei ‘persepsi’ biasanya ditanggapi dengan “idealisasi”, yaitu kecenderungan responden memberikan jawaban seharusnya/normatif/ideal (what should be), yang berbeda dengan apa yang de facto (akan) dipilih di TPS (what is). • Namun dari kecenderungan “idealisasi” survei, kita juga dapat mengenali kriteria pilihan yang dipandang sebagai “yang baik” seperti apa wakil rakyat, presiden, wakil presiden, gubernur, dan bupati yang berkualitas & patut dipilih. • Demokrasi punya kaitan dengan perbaikan kualitas hidup-bersama, JIKA dan HANYA JIKA cara memilih & proses elektoral membuat kita de facto memilih wakil rakyat, presiden, wakil presiden, gubernur, dan bupati berkualitas yang diisyaratkan dalam “idealisasi”. Inilah inti “memilih sebagai tindakan politik”. • Namun, inilah juga soal yang paling sulit dalam proses elektoral demokrasi perwakilan di sini pula terletak sentralitas tradisi & pendidikan kewargaan (civic tradition & civic education) dalam urusan pilih-memilih di TPS.
Contoh
Salah pilih Perwakilan buruk Penjarahan anggaran Anggaran Pengentasan Kemiskinan VS Angka Kemiskinan
100
94 90
Anggaran Pengentasan Kemiskinan (dalam triliun rupiah)
80 70
63
60
66
51
50
42
40 30 20 10
23
Angka Kemiskinan (% penduduk)
18 16,7
16
2004
2005
17,8
16,6
15,4
14,2
13,3
2007
2008
2009
2010
0
Sumber: Menkokesra, BPS
2006
Contoh “persepsi tentang yang ideal” – 1 Pertanyaan Survei: “Pemimpin seperti apa yang Anda harapkan dari hasil Pemilihan
Presiden 2014?”
Sumber: Survei Forum Akademisi Informasi Teknologi, Februari 2014 Survei 1-20 Agustus 2013 – 2000 responden – 34 provinsi, 200 kabupaten
Contoh “persepsi tentang yang ideal” – 2
Contoh “persepsi tentang masalah terpenting Indonesia”
Sumber: Survei Nasional 2013 Universitas Gadjah Mada & Univesity of Oslo, 592 informan di 30 kabupaten di Indonesia, melalui in-depth interview; diumumkan 25 Februari 2014.
Catatan Kewaspadaan tentang Survei Persepsi
• Justru karena secara metodologis survei persepsi mengandung kecenderungan “idealisasi”, para kandidat lalu berlomba mencocokkan-diri dengan gambaran “yang ideal” itu strategi mencocokkan-diri ini juga sering ditempuh dengan “survei” yang tidak jarang dilakukan melalui aneka “survei-pesanan”. • Ketika survei persepsi (entah pesanan atau independen) dibuat publik, hasil survei dapat mempengaruhi massa pemilih (terutama undecided voters) untuk bergabung dengan calon paling unggul (namanya: bandwagon effect). Psikologi pemilih: kebanyakan pemilih tidak ingin menjadi bagian dari “yang kalah” (the losers).
“Yang Baik” – membaca kebalikan
“Yang Baik” – membaca kebalikan
“Yang Baik” – membaca kebalikan
“Yang Baik” – membaca kebalikan
“Yang Baik” – membaca kebalikan
“Yang Baik” – membaca kebalikan
“Yang Baik” – membaca kebalikan
“Yang Baik” – membaca kebalikan
“Yang Baik” – membaca kebalikan Anda mau percayakan Indonesia kepada para penghibur & pelawak???
“Yang Baik” – membaca kebalikan
“Yang Baik” – membaca kebalikan
“Yang Baik” – membaca kebalikan
“Yang Baik” – membaca kebalikan
Masalahnya…….
Apabila diringkas secara skematis…… Kualitas Pres/wapres, gubernur, bupati
Kualitas kebijakan The Common Good di Indonesia
Memilih di TPS
Kualitas Perwakilan (DPR, DPD, DPRD)
Memilih sebagai tindakan politik
Manajemen bernegara/berbangsa
• Mutu pilihan kita di TPS • Kapasitas counter-preference • Dalam sistem agregasi suara
• Mutu orang hasil agregasi pilihan kita • Institusionalisasi perilaku kepemimpinan • Tekanan & pantauan dari warganegara
Memilih sebagai Tindakan Politik Jadi Apa Problematiknya? Memilih di TPS Kualitas Pres/wapres, gubernur, bupati
memilih
Kualitas Perwakilan (DPR, DPD, DPRD)
PROBLEMATIK = Dengan keragaman preferensi & kepentingan, bagaimana memilih terbaik yang secara agregat bisa optimal bagi mutu perwakilan dlm demokrasi?
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Catatan: Dalam dunia ilmu sosial, inilah bagian teka-teki yang telah lama menjadi kajian Teori Pilihan Sosial (Social Choice Theory), dengan para pemikir seperti Kenneth Arrow & Amartya Sen. Di situ terlibat perdebatan soal-soal seperti ‘teorema ketidakmungkinan’ (impossibility theorem), rasionalitas, kepentingan-diri, komitmen, paradoks semangat kepublikan, etc.
Arah Imperatif • Kunci persoalan: daya-kesanggupan para pemilih menjatuhkan pilihan dengan kemungkinan counter-preference yang mengandaikan kapasitas melampaui pertimbagan selera/suka-tidaksuka pribadi, informasi akurat, wawasan luas & matang Inilah soal paling sulit dalam proses elektoral demokrasi Mengisyaratkan belum terbentuknya tradisi civic education. • Imperatif: Meskipun (mungkin) juga seorang beragama, dari suku tertentu, ras tertentu, daerah tertentu, gaya-hidup tertentu, etc, memilihlah pertama-tama sebagai warganegara (citizen) yang menghendaki wakil rakyat/pemimpin yang memperjuangkan Indonesia sebagai tata ‘kehidupan-bersama’ yang ditandai ‘kebaikan bersama’. • Semua faktor lain itu baik, tapi prinsip terpenting dalam memilih adalah konsern seorang citizen untuk menjelmakan kehendak, hasrat & perjuangan ke dalam pilihan wakil rakyat/eksekutif yang bermutu perwakilan/kepemimpinan bermutu kinerja pemerintahan bermutu yang merealisasikan cita-cita the common good.
Dalam kebingungan…. 3 Tips memilih DPR/DPD/DPRD 1.
2.
3.
Pahami tugas DPR/DPD/DPRD: mewakili aspirasi kita bagi terbentuknya Indonesia sebagai the common good maka pilih caleg yang kompeten untuk tugas itu. Caveat: Sekitar 90% legislator maju lagi sbg caleg dlm Pemilu 2014. Pilih dulu Partai: dalam sistem perwakilan kita, partai lebih berperan daripada orang – seorang wakil rakyat bisa hebat, tapi akan dicopot kalau kontra partai. * Pilih partai berciri non-sektarian, sekular, kebangsaan * Pilih partai yang berpeluang lolos parliamentary threshold (PT) 3,5%. * Pilih partai dgn dukungan kuat di DaPil, karena PT tak berlaku utk DPRD I & II. Pilih Caleg yang sudah “terbukti” dalam komitmen publik Cara berjudi: * Caleg muka baru biasanya berada di nomor urut 3 – 7 * Caleg no urut 1 biasanya incumbent/politisi lama atau pengusaha yang kuat bayar ke partai, sudah terampil korupsi dan lika-liku menipu lewat sistem. * Caleg no urut 2 biasanya masih muka lama, yang juga sudah pintar korupsi. * Caleg no urut 3 biasanya perempuan atau caleg muka baru * Caleg no urut 3 – 7 biasanya muka baru, keuangan tidak kuat; probabilitas tinggi mereka masih punya idealisme politik, belum trampil korupsi.
Pengertian ‘kebaikan bersama’ (the common good) • Gagasan mashyur dalam filsafat politik, secara eksplisit bertebaran dalam karya Aristoteles – e.g., the common good adalah “kemaslatan seluruh polis” (Ethica Nicomachea # 1094b). • Cicero (106-43 SM): “Persemakmuran (res publica) adalah urusan rakyat. Namun rakyat bukan sembarang kerumunan manusia yang terkumpul secara sembarangan, melainkan kumpulan orangorang yang diikat oleh pengejaran bersama bagi keadilan dan kerjasama/perkawanan bagi kebaikan bersama (utilitatis communione)” (De Re Publica, I, xxv). • “Keseluruhan kondisi sosial yang memberdayakan dan memungkinan warga, entah sebagai kelompok ataupun pribadi, mencapai kepenuhan hidup yang optimal dan secara optimal” (Vatican II, Gaudium et Spes # 26).