BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
Vol. V/No. 2/2016
Edisi KHUSUS
“Herbarium Wanariset” Membangun Sejarah Flora Kalimantan
01 Salam Redaksi
02
Profil
Prof. Dr. Charlie D. Heatubun 08
“Herbarium Wanariset” Membangun Sejarah Flora Kalimantan [Tri Atmoko]
15
Koleksi Type di Herbarium Wanariset [Tri Atmoko dan Dwi Wahyu Mentari]
Klik 20
Botanical Drawing Karya Priyono
22
Botanical Drawing Seni yang Dibalut Keakuratan Sains [Mukhlisi]
26
Pengenalan Jenis Tumbuhan, Ujung Tombak Pengelolaan Herbarium [Antun Puspanti]
30
Mempertahankan Eksistensi Herbarium Wanariset Samboja [Ulfah Karmila Sari, Ike Mediawati, Suryanto & Bina Swasta Sitepu]
Menjelajah Karst Demi Mengoleksi Herbarium
36
[Mira Kumala Ningsih, Nanda Farhazakia dan Iman Suharja]
Salam Redaksi
Salam Konservasi, Majalah Swara Samboja Vol V/No. 2/Th 2016 ini merupakan edisi khusus yang diterbitkan Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA). Majalah edisi ini mengupas tuntas tentang “Herbarium Wanariset” yang merupakan salah satu “harta karun” yang dimiliki Balitek KSDA. Keberadaan Herbarium Wanariset memiliki posisi yang sangat strategis sebagai informasi dan koleksi flora khususnya di wilayah Kalimantan. Hal ini disampaikan oleh Tri Atmoko, S.Hut, M.Si mengawali edisi kali ini dengan judul tulisan “Herbarium Wanariset - Membangun Sejarah Flora Kalimantan”. Tri atmoko akan mengupas sejarah Herbarium Wanariset, proses inisiasi, awal pembangunan, tim pioneer kegiatan awal th 1991, koleksi serta sebaran spesimen, dan pengelolaannya. “Koleksi Type di Herbarium Wanariset” yang ditulis Tri Atmoko, S.Hut, M.Si dan Dwi Wahyu Mentari menjadi sajian selanjutnya. Herbarium Wanariset menyimpan satu holotype dan 5 koleksi isotype. Koleksi apa sajakah yang ada didalamnya? Pembaca dapat mengetahuinya dalam tulisan ini. Mukhlisi, S.Si, M.Si selanjutnya akan membahas tentang "Botanical Drawing, Seni yang Dibalut Keakuratan Sains”. Tulisan ini membahas peran juru gambar. Keberadaan botanical drawing di Herbarium Wanariset berperan penting sebagai supporting otentik spesimen flora yang dikoleksi dan juga sebagai alat bantu dalam proses deskripsi karakter morfologi dan identifikasi takson tumbuhan melalui gambar. Herbarium Wanariset sangatlah beruntung memiliki sosok maestro botanical drawing yaitu Priyono. Karya-karyanya dapat disimak juga di “klik” majalah edisi ini.
Pengenalan jenis tumbuhan memiliki peranan yang sangat penting dalam pengelolaan Herbarium. Profesi pengenal jenis ini semakin langka dan regenerasinya juga sangat terbatas. Bagaimanakah regenerasi profesi ini di Herbarium Wanariset? Pembaca dapat menyimaknya dalam tulisan “Pengenalan Jenis Tumbuhan, Ujung Tombak Pengelolaan Herbarium” yang ditulis Antun Puspanti, S.Hut., M.Si. Pembaca selanjutnya dapat menyimak tulisan Ulfah Karmila Sari dkk. bagaimanakah strategi pengelolaan Herbarium Wanariset untuk tetap eksis dengan judul “Mempertahankan Eksistensi Herbarium Wanariset Samboja”. Mira Kumala Ningsih dkk. akan menceriterakan keseruan kegiatan eksplorasi herbarium di daerah karst Tana Toraja dan Maros, Sulawesi Selatan dalam tulisan “Menjelajah Karst demi Mengoleksi Herbarium”. Profil inspiratif kali ini adalah ahli taksonomi tumbuhan Prof. Dr. Charlie D. Heatubun seorang profesor muda dari Papua. Beliau merupakan ahli palem-paleman (Arecaceae) dan telah mendeskripsikan lebih dari 30 jenis tumbuhan baru. Prestasi yang sangat mengispirasi bagi kita semua. “Meskipun hanya dengan seranting daun, penemunya akan dikenang sepanjang masa”. Pembaca kami yang budiman, akhir kata, selamat membaca dan salam hangat. Ahmad Gadang Pamungkas Kepala Balai
alamat redaksi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Jl. Soekarno - Hatta Km. 38 PO BOX 578 Balikpapan 76112 Samboja - Kalimantan Timur Phone. (0542) 7217663, Fax. (0542) 7217665 E-mail :
[email protected]
PENANGGUNG JAWAB : Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut, M.Si
Join us
Majalah Swara Samboja Group Majalah Swara Samboja
DIPA BPTKSDA 2016
redaksi
DEWAN REDAKSI : Dr. Chandradewana Boer Dr. Hendra Gunawan Tri Atmoko, S.Hut, M.Si REDAKSI PELAKSANA : Drinus Arruan, S.Hut Eka Purnamawati, S.Hut Deny Adiputra, S. Hut DESAIN GRAFIS DAN LAYOUT : Agustina Dwi Setyowati, S.Sn
Majalah Swara Samboja merupakan majalah ilmiah populer mengenai konservasi yang diterbitkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi S umber Daya Alam setiap caturwulan (4 bulan) sekali. Redaksi menerima artikel untuk Majalah Swara Samboja dengan ketentuan sebagai berikut : - Naskah diketik diatas kertas kuarto (A4) dengan huruf Times New Roman 12 point dengan 1,5 spasi dan maksimal 3000 karakter. - Naskah dilengkapi dengan gambar atau foto pendukung dengan resolusi >300 dpi lengkap dengan keterangannya. - Naskah yang masuk akan dikoreksi oleh dewan redaksi dan akan dikembalikan ke penulis sampai naskah dinyatakan siap terbit.
Foto kegiatan penelitian di Pulau Gag
Dokumen Pribadi
Profil
Prof. Dr. Charlie D. Heatubun Nama Lengkap
Pendidikan
Prof. Dr. Charlie Danny Heatubun, S.Hut, M.Si, FLS
S1
: Jurusan Kehutanan Fak. Pertanian Universitas Cenderawasih (sekarang Fakultas Kehutanan Universitas Papua) Manokwari (1995).
Istri
S2
: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (2006)
Anak
S3
: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Royal Botanic Gardens Kew (2009).
Tempat/Tanggal Lahir Manokwari, 06 Desember 1973 Oktarina Simanjuntak, S.Pd Edward Glorious Excelsa Heatubun Narcissa Elegantia Heatubun
Postdoctoral : The Royal Botanic Gardens, Kew, UK: “Old World Palms Projects” (2011)
Jabatan Guru Besar Botani Hutan Fakultas Kehutanan, dan Kepala Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati, Universitas Papua.
Moto hidup
“Jadilah Garam dan Terang Dunia”. 02
Publikasi terpilih William J Baker, Ary Prihardhyanto Keim & Charlie D. Heatubun.2000. Orania regalisRediscovered. Palms 44: 166–169. John Dransfield, Gregori G. Hambali, Rudi A. Maturbongs & Charlie D. Heatubun. 2000. Caryotazebrina. Palms 44: 170–174. Charlie D. Heatubun. 2000. In Search of Caryota zebrina – A Palm Expedition to the CyclopsMountains. Palms 44: 187–193. Charlie D. Heatubun. 2002. A Monograph of Sommeria (Arecaceae). Kew Bulletin 57: 559–611. Charlie D. Heatubun. 2005. Rediscovered of Beccari's Nengella flabelata. Folia Malaysiana 6:27–34. William J. Baker, Scott Zona, Charlie D. Heatubun & Rudi A. Maturbongs. 2006. Dransfieldia (Arecaceae) – A new palm genus from Western New Guinea. Systematic Botany 36: 60–68.
Setelah mengoleksi Borassus di Sarmi
Charlie D. Heatubun. 2008. New species of Areca (Arecaceae) from Western New Guinea. Palms 52: 198–202. Charlie D. Heatubun & Anders Barfod. 2008. Two new species of Licuala (Arecaceae; Coryphoideae) from Western New Guinea. Blumea 53: 429–434.
Riwayat Pekerjaan Kepala Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati Universitas Papua (2016 – sekarang).
Charlie D. Heatubun, William J. Baker, Madeline M. Harley, Johanis P. Mogea, Sri S. Tjitroesoedirdjo & John Dransfield. 2009. A monograph of Cyrtostachys (Arecaceae). Kew Bulletin 64: 67–94.
Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Papua (2013 –2016).
Anders Barfod & Charlie D. Heatubun. 2009. Two new species of Licuala (Arecaceae; Coryphoideae) from North Mollucas and Western New Guinea. Kew Bulletin 64: 553–557.
Honorary Research Associate Royal Botanic Gardens, Kew (2013 – sekarang).
Charlie D. Heatubun. 2011. Seven new species of Areca (Arecaceae). Phytotaxa 28: 6–26.
Guru Besar Botani Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Papua (2012 – sekarang).
Charlie D. Heatubun. 2011. A new species of Ptychosperma from Halmahera, North Moluccas.Palms 55: 183–189.
Kepala Laboratorium Biologi Hutan dan Perlindungan Hutan (2012 –2013).
Charlie D. Heatubun, John Dransfield, Thomas Flynn, Johanis P. Mogea, Sri S. Tjitroesoedirdjo &William J. Baker. 2012. A monograph of Betel Nut Palms (Areca: Arecaceae) of East Malesia.Botanical Journal of Linnean Society 168: 147–173.
Sekretaris Program Studi Ilmu Kehutanan Program Pascasarjana Universitas Mulawarman-Universitas Papua (2010 –2012).
Charlie D. Heatubun, Lauren M. Gardiner & William J. Baker. 2012. Heterospathe elata, the newrecord for the New Guinea Islands. Palms 56: 61–64. Charlie D. Heatubun. 2012. Seven Recently Described Species of Areca (Arecaceae). FoliaMalaysiana 13: 59–84.
Staf Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Papua (2000 – sekarang).
William J. Baker & Charlie D. Heatubun.2012. New Palms from Biak and Supiori, Western NewGuinea. Palms 56: 131–150.
Staf Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Cenderawasih (1998 –2000).
Charlie D. Heatubun, Marthinus P. Iwanggin & Victor I. Simbiak. 2013. A new species of betel nutpalm (Areca: Arecaceae) from Western New Guinea. Phytotaxa 154: 59–64.
Staf Peneliti Honorer Herbarium Manokwariense, Pusat Studi Keanekaragaman Hayati Universitas Cenderawasih (1997 – 1998).
Charlie D. Heatubun, John Dransfield, Rafael Govaerts & William J. Baker. 2014. (2279) Proposalto reject the name Areca glandiformis (Arecaceae).Taxon 63: 434–435.
Training Course 1998
: Biological Concepts and Methods in Teaching Practice. Directorate of High Education Indonesia Ministry of Education and Cultural. ITB Bandung.
1999
: Palm Taxonomy Training Course. GEF World Bank & LIPI. Bogor.
Charlie D. Heatubun, Krisma Lekitoo & Onasius P. Matani. 2014. Palms on the Nickel Island: Anexpedition to Gag Island, Western New Guinea. Palms 58: 115–134. Charlie D. Heatubun, Scott Zona & William J. Baker. 2014. Three new genera of arecoid palm(Arecaceae) from eastern Malesia. Kew Bulletin 69: 9525. Charlie D. Heatubun, Scott Zona & William J. Baker. 2014. Three new palm genera fromIndonesia. Palms 58: 197–202.
2000
: Plant Systematics, Herbarium and Botanic Gardens Management – The Royal Botanic Gardens, Kew, UK.
2007
: Field Biology and Ecological Training Course. CTFS, Arnold Arboretum, Harvard University & China Academy of Sciences. Xsitsuangbana Tropical Botanic Garden, China.
2013
: IUCN Red List Category and Criteria Assessor Training Course. IUCN & Bogor Botanic Gardens – LIPI. Bogor.
Charlie D. Heatubun. (Accepted). Areca jokowi: A new species of Betel Nut Palm (Arecaceae) fromWestern New Guinea. Phytotaxa.
2016
: Professional Certification Competency Assessor Training Course. National Council for Professional Certification of Indonesia (BNSP).
Charlie D. Heatubun, Piter Matani and Victor Simbiak. Inpress. Tumbuhan di Pulau Gam, Kepulauan Raja Ampat (Indonesian for the Plants of Gam Island, Raja Ampat Islands). Dinas Kehutanan Kabupaten Raja Ampat dan Universitas Negeri Papua.
Mark Hughes, Sadie Barber, Charlie D. Heatubun & Janet Gagul. 2015. Begonia yapenensis (sect.Symbegonia, Begoniaceae), a new species from Papua, Indonesia.European Journal ofTaxonomy Martin W. Callmander, Ary P. Keim, Charlie D. Heatubun, Peter Homot & Sven Buerki. 2016.Lifting the curtain on our knowledge of New Guinean Benstonea (Pandanaceae). Phytotaxa 275:168–174.
03
eberadaan ahli taksonomi tumbuhan termasuk langka di Indonesia. Hal itu dikarenakan untuk menjadi seorang ahli taksonomi memerlukan dedikasi dan totalitas dalam menekuni bidang tersebut. Pada edisi ini, Swara Samboja berkesempatan untuk menampilkan profil salah seorang taksonom tumbuhan terbaik Indonesia. Dikenal sebagai ahli palem-paleman (Arecaceae) dan mendeskripsikan lebih dari 30 jenis tumbuhan baru merupakan suatu prestasi yang sulit untuk ditandingi. Melalui surat elektronik, Charlie D. Heatubun berbagi ceritera tentang masa kecil sampai dengan pencapaiannya saat ini. Selain itu, Profesor muda tersebut dengan lugas menunjukkan kayanya flora di tanah Papua dan betapa banyaknya misteri yang belum terungkap di belantara hutan Papua.
K
Bapak lahir dan di besarkan di tanah Papua, bisa sedikit diceriterakan mengenai kehidupan Bapak yang paling mengesankan di masa kecil sampai remaja? Saya bersyukur pada Tuhan karena saya beruntung dilahirkan dan dibesarkan di Tanah Papua yang saat ini dikatakan sebagai “Sepotong Surga yang Jatuh ke Bumi” karena begitu indah panorama dan kaya akan sumberdaya alamnya, terutama keanekaragaman hayatinya. Keadaan kota Manokwari pada masa itu, masih belum banyak mengalami perubahan sehingga kondisi lingkungan alamnya begitu asri dan bersih. Masa kecil saya dipenuhi dengan kesempatan bermain sambil mengeksplorasi dan mengenal alam lingkungan langsung di tempatnya, lewat aktivitas sehari-hari, dimana hutan, gunung dan laut begitu dekat dengan rumah tempat tinggal saya. Masih teringat dengan jelas bagaimana aktivitas setelah pulang sekolah, selalu saya dan teman-teman bermain di pantai dan laut, yang bibir pantainya hanya berjarak 25 meter dari rumah saya, atau menghabiskan waktu bersama teman-teman mengamati burung-burung dan pohon-pohon di hutan Gunung Meja yang sekarang adalah Taman Wisata Alam di tengah kota Manokwari. Atau sehabis olahraga di sekolah (SMP dan SMA) langsung mandi di sungai yang berdekatan dengan sekolah. Demikian juga dengan membantu bapak, menanam tanaman hias dan tanaman buah di pekarangan rumah. Pengalaman ini terus membentuk dan meningkatkan ketertarikan saya kelak untuk mempelajari keanekaragaman hayatilebih dalam, terutama tumbuhan. Ditambah lagi dengan guru biologi sewaktu di SMP dan SMA yang sangat tepat mengajarkan, memotivasi dan memberi tantangan untuk mendalamibiologi terutama klasifikasi ilmiah, untuk bisa mensejajarkan diri dengan Carolus Linneaus sang bapak Taksonomi (klasifikasi ilmiah)kelak.
Bagaimana Bapak menggambarkan hutan di papua, dalam perspektif sebagai seorang ahli botani/taksonomi tumbuhan? Sebagai seorang Ahli Botani atau Taksonomi Tumbuhan atau Sistematika (Taksonomi dan Evolusi) Tumbuhan, saya melihat
hutan di Tanah Papua ibarat sebuah perpustakaan besar yang koleksi (buku-buku atau jurnal-jurnal) di dalamnya yang merupakan sumber pengetahuan belum habis ditemukan dan dibaca untuk menjadi ilmu dan pengetahuan bagi kita umat manusia saat ini. Sampai saat ini,hutan Tanah Papua belum dipahami secara menyeluruh dan mendalam, masih banyak misteri yang perlu diungkapkan. Sebagai contoh berapa jumlah spesies tumbuhan berpembuluh (vascular plants) yang ada di hutan Tanah Papua? Jumlahnya masih merupakan perkiraan yang kisarannya 20.000 s.d. 25.000 spesies. Ini menunjukkan betapa kurangnya pengetahuan dan pemahaman kita akan sumberdaya hayati tumbuhan tersebut. Dan peran saya sebagai seorang ahli botani/taksonomi tumbuhan adalah “membuat katalog koleksi perpustakaan tersebut” sehingga orang akan mudah menemukan buku-buku atau jurnal-jurnal tersebut pada tempat penyimpanannya (di lemari mana dan pada rak yang mana), yang kemudian dibaca dan menambah pengetahuan, memberikan informasi dasar bagi penelitian dan pengembangan lebih lanjut, menciptakan teknologi baru, bahkan sebagai sumber inspirasi bagi para seniman menghasilkan karya-karya adi luhung (masterpieces). Tugas saya untuk mendokumentasikan keanekaragaman tumbuhan di hutan Tanah Papua (dan juga daerah lainnya di Indonesia) semakin berat karena harus berlomba dengan waktu. Aktivitas pembangunan yang kurang bijaksana terhadap alam dan lingkungan telah menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan sehingga banyak spesies tumbuhan terancam kepunahan akibat kerusakan dan kehilangan habitatnya, disamping akibat perubahan iklim dan pemanasan global. Kerugian terbesar kita selain hilangnya suatu bentuk kehidupan yang pernah ada di muka bumi ini, adalah bila kita kehilangan spesies tumbuhan tersebut tanpa sempat kita ketahui, terekam dan didokumentasikan dalam sistem pengetahuan kita – sangat menyedihkan!
Bapak juga menjadi pengelola Herbarium Manokwariense, menurut Bapak bagaimana perkembangan herbarium yang ada di Indonesia saat ini? Apa kendala yang dihadapi dan bagaimana strategi pengembangannya ke depan? Perkembangan herbarium di Indonesia berjalan sangat lamban dan penuh tantangan, karena belum sepenuhnya kita, terutama pengambil keputusan (penentu kebijakan) memahami pentingnya memiliki koleksi acuan (reference collection) yang tertata baik dan ditingkatkan kapasitasnya. Memang kalau dilihat secara sepintas akan susah menemukan kaitan secara langsung antara menyimpan dan merawat kumpulan dedaunan kering yang tidak lebih dari “sampah” dengan kepentingan kebijakan pembangunan daerah yang notabene beriorientasi pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan langsung. Namun herbarium (dan juga kebun raya atau museum) akan menjadi sangat vital dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di daerah, terutama dengan database koleksi yang baik, data geo-referensi yang ada pada setiap spesimen bila dipindahkan secara spasial ke dalam peta
Dokumen Pribadi
Bersama keluarga setelah pengukuhan Guru Besar
akan membantu perencanaan pembangunan yang tepat dalam menentukan pola ruang di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), terutama menentukan kawasan lindung, karena secara signifikan akan mempresentasikan daerahdaerah yang memiliki keanekaragaman tumbuhan (dan juga hayati lainnya) tertinggi, sebaran spesies terancam, endemik dan monotipik – yang disebut dengan istilah Daerah Penting Tumbuhan. Dan kami di Manokwari sedang melakukan hal ini untuk mendukung Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi Pertama di Indonesia (juga mungkin di dunia) dan juga sebagai bagian dari jaringan global Tropical Important Plant Areas (TIPAs) satu-satu di Indonesia yang mewakili kawasan Asia dan Pasifik. Disamping itu, herbarium memiliki fungsi penting kaitannya dengan implementasi Protokol Nagoya yang diratifikasi dengan UU Nomor 11 Tahun 2013 tentang pembagian manfaat yang seimbang dari pemanfaatan atas konvensi keanekaragaman hayati yang akan bertindak atau mendukung fungsi Balai Kliring Keanekaragaman Hayati serta dalam hal pencapaian Aichi target 2020 dan implementasi Rencana Strategis dan Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (IBSAP) 2015–2020. Strategi pengembangan herbarium di masa depan, harus terintegrasi dengan koleksi keanekaragaman hayati yang lain seperti kebun raya, museum perikehidupan alam, taman keanekaragaman hayati, taman hutan raya atau koleksi
keanekaragaman tumbuhan lainnya termasuk “plot permanen” yang dapat menjalankan fungsi penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pengajaran, rekreasi atau wisata, ekonomi dan pelestarian. Idealnya negara kita Indonesia yang sangat besar dan luas ini, harus memiliki masing-masing sebuah herbarium yang aktif dan fungsional di setiap pulau besar dan akan lebih baik lagi bila masing-masing provinsi memilikinya dan tergabung dalam sebuah jaringan herbarium nasional kuat dan mandiri, sehingga “kita akan menjadi tuan di rumah sendiri” dalam hal pemahaman dan pengembangan bidang keanekaragaman tumbuhan. Memang dalam mengembangkan herbarium saat ini, peningkatan kapasitas adalah yang utama, baik secara manajemen organisasi, fasilitas atau sarana-prasarana maupun sumberdaya manusia. Kepemimpinan (leaderships) dan kemampuan manajerial serta kaderisasi merupakan hal mutlak dalam memastikan keberlangsungan dan perkembangan herbarium di masa depan. Kita harus ingat bahwa mengelola herbarium yang oleh orang awam disebut “gudang penyimpanan dedaunan kering” memang benar-benar kering bukan tempat “basah” seperti yang diidam-idamkan oleh kebanyakan orang termasuk para eksekutif muda, sehingga membutuhkan orang yang mau bekerja dengan “hati” untuk mengelola institusi ini.
05
Board of Flora Malesiana Foundation di FM 10 simposium RBGE 2016
Bapak menyandang gelar guru besar pada usia yang relatif muda, bagaimana kiat-kiat Bapak dalam mencapai jenjang tertinggi tersebut dalam waktu yang relatif singkat. Pencapaian (achievement) yang saya capai termasuk menyandang jabatan akademik tertinggi Guru Besar (Professor) di usia muda, itu adalah anugerah dari Tuhan yang diterima dan saya sangat bersyukur untuk semuanya itu. Kalau dikatakan kiatkiat untuk mencapai prestasi ini, sebenarnya tidak ada kiat khusus untuk itu, yang jelas bahwa setiap keputusan yang diambil akan membawa konsekwensi, dimana begitusaya mengambil keputusan untukmeniti karir sebagai seorang akademisi di kampus, maka Tridharma perguruan tinggi (pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada harus saya jalankan dengan penuh totalitas dan ketulusan. Hasil dari totalitas dan ketulusan tersebut, yang kemudian dari hari ke hari menumpuk menjadi suatu pencapaian. Jadi sebenarnya, kalau kita mengatakan bahwa “berbuatlah yang terbaik” itu adalah menyangkut totalitas dan ketulusan dalam bekerja, berkarya dan melayani. Memang ada syarat untuk memperoleh jabatan tertinggi akademik di Indonesia dengan sistem angka kredit jabatan tenaga dosen, dan dari bagian Tridharma tersebut, bagian Penelitian adalah yang menjadi bagian terpentingdalam perjalanan karir saya, terutama lewat publikasi ilmiah. Dan berdasarkan pengalaman bahwa publikasi ilmiah sangat dihargai dan mendapat nilai kredit yang sangat tinggi, apalagi kalau publikasinya adalah publikasi ilmiah internasional. Sehingga kalau mau cepat untuk memperoleh gelar Guru Besar, silahkan publikasi ilmiah (internasional) sebanyak-banyaknya.
Bapak dikenal sebagai salah seorang ahli palm di dunia, Bisa diceritakan apa yang membuat Bapak tertarik dengan jenis tersebut? Palem adalah tumbuhan yang benar-benar anggun, indah dan memesona sehingga tidak salah disebut sebagai pangeran dari dunia tumbuhan (atau mungkin tepatnya Putri) – sehingga tingkatan Ordopada klasifikasi ilmiah Melchior System atau Updated Engler System disebut Ordo Principes. Bahkan di dalam kitab suci (Alkitab) daun palem digunakan sebagai simbol untuk memuliakan Tuhan. Palem-paleman (palms) atau Pinang-pinangan yang di dalam
Wakil delegasi di Belanda klasifkasi ilmiah dikenal sebagai suku (family) Arecaceae (atau sebelumnya Palmae) yang faktanya adalah kelompok tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh umat manusia di dunia baik dalam kehidupan tradisional maupun modern, nomor dua setelah Suku Rumput-rumputan. Dan khususnya di Tanah Papua,ini sebagai suku tumbuhan terpenting dan terbanyak digunakan oleh penduduk lokal, mulai dari makanan pokok sampai dengan sebagai candu (narkotik). Kemudian yang juga penting adalah secara morfologi, kelompok tumbuhan ini sangat jelas berbeda dari tumbuhan lainnya, sehingga sangat mudah membedakan/mengenal anggota kelompok tumbuhan ini. Bahkan kita akan dengan mudah mengenal dan mengidentifikasikan palem dari jarak puluhan kilometer. Penampakan yang demikian khas memang didukung dengan kenyataan bahwa kelompok tumbuhan ini termasuk yang paling conserve, tidak banyak berubah secara sejak zaman Cretaceous.
Bapak telah banyak menemukan/mendeskripsikan jenis tumbuhan baru. Bisa diceritakan terkait penemuan-penemuan tersebut? Sampai saat ini, saya telah berkontribusi, menemukan dan mendeskripsi 4 marga (genera) baru dan lebih dari 30 jenis (species) baru, yang sebagian besar pada kelompok palempaleman (Arecaceae). Dan berdasarkan pengalaman, setiap saya ke lapangan, minimal satu jenis baru tumbuhan saya temukan. Hal ini membuktikan sebenarnya bahwa masih saja ada bagian di hutan kita yang belum diketahui dengan baik dan membutuhkan upaya kita untuk mengenal mereka sebelum mereka punah, hilang dan lenyap. Penemuan jenis baru pertama saya adalah palem zebra (Caryota zebrina) dari Pegunungan Cyclops yang dipublikasi tahun 2000 dimana palem ini memiliki keunikan dengan tangkai atau pelepah daunnya memiliki motif belang-belang seperti zebra. Dan yang terakhir dipublikasi pada tahun 2016 ini adalah Pinang Jokowi (Areca jokowi) yang ditemukan di sekitar Danau Yamor, pinang ini memang dinamakan secara khusus untuk menghargai Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo atau Jokowi yang dalam waktu singkat telah berbuat banyak dalam masa kepemimpinan beliau terhadap rakyat, terutama bagi kami rakyat di Tanah Papua. Namun pencapaian yang menurut saya sebagai sesuatu yang luar biasa dalam karir saya
adalah dengan penemuan 3 marga (genera) palem baru, yaitu Jailoloa, Manjekia dan Wallaceodoxa yang dijumpai masingmasing di Pulau Halmahera, Pulau Biak dan Kepulauan Raja Ampat (Pulau Gag dan Waigeo). Penemuan tumbuhan baru untuk ilmu pengetahuan pada tingkatan marga, terutama palem-paleman di abad 21 ini adalah sesuatu yang luar biasa karena palem mudah dikenali dan sudah lama dikoleksi sejak awal abad ke-19 serta sistem klasifikasinya relatif stabil sehingga sangatlah mustahil menemukan marga yang benar-benar baru dan langsung dikoleksi di lapangan. Apalagi ke-3 marga baru tersebut masing-masing adalah marga monotipik (monotypic genus) yaitu satu marga hanya memiliki satu jenis saja, sehingga sangat strategis dari sisi pelestarian karena mereka masingmasing mewakili suatu bentuk kehidupan yang unik yang pernah ada di muka bumi ini. Pernah dalam sebuah publikasi, saya mempublikasikan sekaligus 7 jenis pinang (Areca) baru yang berasal dari Sumatera, Sarawak dan Kamboja, termasuk didalamnya pinang gurita (Areca gurita) yang memiliki percabangan perbungaan menyerupai tentakel-tentakel gurita. Jenis ini sangat menarik dan termasuk langka sehingga kemudian mendapat peliputan dan ulasan dalam kolom New to Nature dari salah satu koran terkenal di Inggris – the Observer.
Bisa diceritakan mimpi dan cita-cita Bapak yang sudah dan belum terwujud selama meniti karier di bidang taksonomi tumbuhan? Pada prinsipnya saya tipe orang yang hanya menjalani hidup dan profesi saya dengan totalitas dan ketulusan, sehingga saya tidak pernah bermimpi atau bercita-cita akan sesuatu yang terlalu besar. Apa yang saya capai sekarang ini, tidak pernah saya mimpikan, bayangkan atau bercita-cita sebelumnya. Apalagi kalau melihat perjalanan hidup saya yang berat dimasa awal sebagai seorang anak tunggal di keluarga pas-pasan dan menjadi yatim piatu di awal masa kuliah S1 dulu.Namun kalau saya boleh berharap, saya mengharapkan bahwa kita di Indonesia akan bisa menjadi “Tuan di Rumah Sendiri” dalam bidang keanekaragaman tumbuhan.
Bapak termasuk peneliti yang sangat produktif. Bagaimana kiat-kiatnya untuk dapat menghasilkan suatu karya yang berkualitas? Saya pikir untuk menghasilkan “karya-karya yang monumental” kita harus melakukannya dengan hati, yaitu kembali lagi pada totalitas dan ketulusan serta membuka diri untuk melibatkan orang lain dalam memberikan masukan dan saran perbaikan terhadap hasil karya kita. Memang seperti diungkapkan sebelumnya bahwa publikasi bagi seorang peneliti atau dosen adalah hal yang utama, sehingga menulis juga harus dijadikansebagai budaya dalam kehidupan profesional kita. Memangsecara umum, menulis dirasakan sangat berat apalagi menulis untuk publikasi internasional, namun kondisi ini karena belum menjadi sebuah kebiasaan saja. Bila ini telah menjadi kebiasaan kita, malah kita akan merasa ada sesuatu yang kurang
dalam kehidupan keseharian kita bila sehari saja tidak menulis. Biasakan untuk selalu berpikir bahwa publikasi adalah hasil akhir dari sebuah penelitian, jangan terjebak dengan aktivitas penelitian yang dijadikan rutinitas dan menjadikan laporan dan pertanggungjawaban administrasi sebagai hasil atau luaran dari penelitian yang dilakukan. Dan kalau boleh, sebelum melaksanakan penelitian kita sudah harus merencanakan di jurnal mana kita akan menerbitkan hasil penelitian kita, sehingga lebih fokus dalam mengungkapkan fakta-fakta dan formulasi data-data beserta dokumentasi lainnya sesuai dengan gaya selingkung dari jurnal tersebut.
Di luar rutinitas kerja sehari-hari, kegiatan lain apa yang Bapak tekuni saat ini? Selain rutinitas di Universitas Papua, aktivitas ilmiah saya lakukan, saat ini saya sebagai staff peneliti kehormatan dan dosen tamu di Royal Botanic Gardens Kew, Inggris dan bertanggung jawab terhadap implementasi program pengembangan kapasitas penelitian dan pengembangan bidang Botani di Tanah Papua, sekaligus sebagai anggota aktif Species Survival Commission IUCN untuk dua kelompok, yaitu Palm Specialist Group dan Fresh Water Plants Specialist Group yang tugasnya mereview usulan perubahan status konservasi dari jenis-jenis dalam kelompok tumbuhan tersebut. Juga sebagai board member dari Flora Malesiana Foundation salah satu perwakilan dari Indonesia. Dan jugasebagai mitra bestari (reviewer) beberapa jurnal ilmiah internasional dan nasional. Saya sering menyampaikan bahwa profesi saya sebenarnya adalah sebagai “Kunci Inggris”, karena di mana-mana saya dilibatkan dan hanya untuk memastikan bahwa segala sesuatu dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki atau diminta untuk membenahi sesuatu. Seperti tertulis di dalam CV saya, kecuali aktivitas di Partai Politik, berbagai aktivitas mulai dari tugas pembantuan di Pemerintah Provinsi Papua Barat sebagai “staf ahli” Gubernur dan Bappeda, di organisasi kepemudaan, saya baru saja selesai menjabat sebagai Wakil Ketua KNPI Provinsi Papua Barat dan sekarang sebagai salah satu Wakil Ketua Majelis Pemuda Indonesia (MPI) Papua Barat, organisasi olahraga sebagai Ketua Komunitas Olah Raga Tradisional Indonesia (KOTI) Papua Barat dan Wakil Ketua Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) Papua Barat. Organisasi profesi lainnya seperti Ketua Ikatan Pengkaji Lingkungan Hidup Indonesia (INKALINDO) DPW Papua Barat, juga Wakil Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana Provinsi Papua Barat. Sebagai Ketua Sekretariat dan Tim Teknis Komisi Daerah Sumberdaya Genetik Provinsi Papua Barat.Demikian juga anggota Kelompok Kerja (Pokja) Provinsi Konservasi dan anggota Satuan Tugas (Satgas) Pembangunan Rendah Karbon Provinsi Papua Barat. Namun waktu untuk keluarga harus tetap ada, bersama keluarga, saya sering menjalankan hobi saya dengan menghabiskan waktu bersama mereka memancing ikan, berenang atau mencoba berbagai kuliner tradisional.
Gambar 1. Kondisi stasiun Wanariset Samboja era 90-an, tanda panah putih menunjukkan gedung Herbarium Wanariset
Sumber: Newsletter Tropenbos No 11 (1996)
“Herbarium Wanariset”
Membangun Sejarah Flora Kalimantan Tri Atmoko
[ Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam ] e-mail:
[email protected]
keanekaragaman jenis flora Kalimantan. Lebih lanjut, kegiatan pertambangan batubara dan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang semakin luas banyak menghilangkan areal berhutan. Kondisi tersebut mengakibatkan banyak jenis flora yang hilang dan mungkin punah.
Pendahuluan Pulau Borneo dikenal sebagai pusat kekayaan dan keanekaragaman jenis flora di kepulauan Sunda. Sebagian besar wilayah pulau Borneo merupakanteritori Indonesia yang termasuk ke dalam provinsi-provinsi Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. McKinnon et al., (2000) memperkirakan lebih dari 10.000 jenis tumbuhan berbunga dapat dijumpai di pulau ini. Dari jumlah tersebut lebih dari 3.000 jenis adalah pohon dan 267 jenis diantaranya adalah suku Dipterocarpaceae. Selain itu, lebih dari 2.000 jenis anggrek, 1.000 jenis pakis ditemukan di Pulau Borneo dengan tingkat endemisitas yang tinggi.
Hadirnya Herbarium Wanariset sejak 16 tahun yang lalu, adalah salah satu sarana untuk merekam jejak kekayaan jenis flora khususnya di hutan Kalimantan. Sampai saat ini Herbarium Wanariset adalah satu-satunya herbarium terbaik di Kalimantan, atau mungkin bahkan di Indonesia Timur. Dalam tulisan ini ingin menyajikan sejarah Herbarium Wanariset secara rinci, namun sayangnya informasi terkait hal tersebut sangat terbatas. Melalui beberapa dokumen lama penulis berusaha untuk merangkainya. Beberapa foto lama pun dipelajari dan digunakan untuk melengkapi tulisan ini.
Seiring berjalannya waktu, kegiatan eksploitasi hutan secara berlebihan menyebabkan menurunnya
08
Gambar 2. Gedung Herbarium Wanariset pada tahun 1991
Foto: WTM. Smits
Jarak Wanariset Samboja dari kota Balikpapan hanya sekitar 38 kilometer dan 77 km lagi menuju kota Samarinda. Kilometer 38 menjadi suatu identitas tersendiri bagi Wanariset Samboja kala itu, bahkan sampai saat ini. Selain kemudahan aksesibilitas, lokasi Wanariset Samboja juga sangat dekat dengan kawasan hutan penelitiannya.
Wanariset Samboja Sejarah pembangunan Herbarium Wanariset tidak lepas dari keberadaan salah satu stasiun penelitian Departemen Kehutanan kala itu, Stasiun Penelitian Wanariset Samboja. Wanariset Samboja awalnya adalah salah satu stasiun penelitian dari Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Samarinda. Wanariset Samboja mulai dikenal terutama saat adanya kerjasama dengan Tropenbos Internasional, sekitar tahun 80an.
Proses Inisiasi Dalam proyek kerjasama Tropenbos terdapat beberapa bidang kegiatan kerjasama, salah satunya adalah bidang Botany. Pada saat itu ahli pengenalan jenis tumbuhan masih sangat jarang, dan belum ada satupun herbarium yang ada di Kalimantan. Oleh karena itu dipandang penting untuk segera membangun herbarium lokal di Kalimantan Timur.
Meskipun lokasinya berada di pinggiran, namun lokasi Wanariset Samboja cukup strategis, yaitu diantara kota Balikpapan dan Kota Samarinda, ibukota provinsi Kalimantan Timur. Sebelum ada bandar udara lain di Provinsi KalimantanTimur, semua penerbangan terpusat di bandara Sepinggan Balikpapan. Itulah yang menyebabkan Balikpapan menjadi pintu gerbang provinsi Kalimantan Timur. Bahkan sampai saat ini bandara Sepinggan yang sekarang berganti nama menjadi Bandara Sultan Aji Muhammad SulaimanSepinggan tetap menjadi bandara internasional paling padat di Kalimantan Timur.
Pada tahun 1988, Ir. Oldenkamp melalui proyek Tropenbos-Kalimantan melakukan diskusi dengan Badan Litbang Kehutanan, terkait dengan training dan kegiatan botani. Hasil diskusi tersebut ditindaklanjuti dengan pertemuan beberapa staf Tropenbos dengan Direktur Rijksherbarium Leiden, Prof. C. Kalkman, untuk menyiapkan usulan detail kegiatan.
09
Pada November 1988, Dr. M.M.J. van Balgooy berkunjung ke Indonesia dan bertemu dengan Sekretaris Badan Litbang Kehutanan. Kunjungan tersebut bertujuan untuk: 1) Melakukan identifikasi pelatihan taksonomi tumbuhan yang diperlukan, termasuk pelatihan identifikasi jenis pohon berdasarkan karakteristik vegetasinya, 2) Melakukan identifikasi kebutuhan asisten teknis dalam identifikasi dan deskripsi jenis tumbuhan, dan 3) Identifikasi kebutuhan terkait pembangunan herbarium lokal dan arboretum. Awal Pembangunan Gedung Herbarium Wanariset mulai dibangun tahun 1989 dan selesai pada tahun 1990. Pembangunan Herbarium Wanariset didanai oleh Tropenbos, IBN-DLO dan dari masyarakat kota Rotterdam. Gedung dibangun di areal stasiun Wanariset Samboja seluas 12 m x 7 m. Ruangan untuk menyimpan specimen herbarium berada di lantai dua. Lantai satu selain digunakan sebagai ruang penyimpanan spesimen juga digunakan untuk berbagai kegiatan, sedangkan lantai tiga terdiri dari lima ruangan untuk para peneliti dan staff pendukung lainnya. Beberapa fasilitas gedung berasal dari sumbangan Apkindo (Asosiasi Pengusaha Kehutanan Indonesia) dan Perum Perhutani. Sumbangan dari Apkindo berupa satu unit AC (Air Conditioner) sedangkan sumbangan dari Perum Perhutani berupa pelapis lantai (parquet floor) dari kayu jati. Meskipun gedung Herbarium Wanariset telah selesai dibangun pada tahun 1990, namun peresmian baru dilakukan dua tahun kemudian, tapatnya tanggal 9 November 1992. Peresmian dilakukan oleh Bapak Hasjrul Harahap, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kehutanan. Pada tahun 1994, Herbarium Wanariset secara resmi terdaftar dalam Index Herbariorum dengan akronim WAN. Selain itu Herbarium Wanariset juga terdaftar dalam index Herbariorum Indonesianum.
Tim Pioneer dan Pengembangan SDM Tim awal yang terlibat dalam kegiatan Herbarium Wanariset pada project Tropenbos tahun 1991 meliputi tim ahli, counterpart dan teknisi. Tim ahli terdiri atas ahli dari Rijksherbarium Leiden, yaitu Dr. P. Kessler dan Ir. J. Valkenberg. Counterpart adalah Ir. Kade Sidiyasa, dan dibantu dua teknisi, yaitu Ambriansyah dan Zainal Arifin. Dalam project kerjasama Tropenbos, beberapa staff diberangkatkan ke Belanda untuk meningkatkan kapasitas dalam pengelolaan herbarium. Pada Desember1989, tiga orang staf, yaitu Ir. Kade Sidiyasa, Uhaedi Sutisna dan Amiril Saridan (dibawah koordinator Dr. Max van Balgooy) mengikuti training selama dua bulan di Rijksherbarium, Leiden terkait pengelolaan herbarium. Pada tahun 1991, Ir. Kade Sidiyasa berangkat ke Belanda lagi dalam rangka mendukung pengembangan kegiatan herbarium. Pada bulan April 1991, Priyono diberangkatkan ke Belanda untuk mengikuti pelatihan botanical drawing di Rijksherbarium Leiden selama 2,5 bulan.
Gambar 3. Kegiatan koleksi herbarium di PT. ITCI sekitar tahun 90-an
10
jenis tumbuhan. Koleksi semakin bertambah dari tahun ke tahun dengan adanya kegiatan eksplorasi flora di berbagai daerah dan kiriman spesimen koleksi dari luar.
Koleksi Spesimen Pawa masa awal, kegiatan eksplorasi dilakukan untuk mendukung kegiatan proyek kerjasama antara Proyek Internasional Departemen Kehutanan Republik Indonesia dengan Tropenbos-Kalimantan, sehingga koleksi awal banyak dilakukan di areal kerjasama. Lokasi koleksi meliputi: 1) hutan Wanariset Samboja, 2) arealkonsesi PT. ITCI, terutama di 12 petak pengamatan “growth & yield” dan “soil & site” proyek TropenbosKalimantan, 3) Taman Hutan Raya Bukit Suharto, 4) Hutan Lindung Sungai Wain, 5) Samarinda dan Sekitarnya, Samboja Kuala, Handil II dan sekitarnya. Hasil kegiatan tersebut selanjutnya didokumentasikan dalam bentuk buku berjudul Trees of the Balikpapan-Samarinda Area, East Kalimantan, Indonesia, A manual to 280 selected species.Buku tersebut disusun oleh Dr. Paul J.A. Kessler dan Dr. Kade Sidiyasa. Selanjutnya buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Pohon-pohon Hutan Kalimantan Timur, pedoman mengenal 280 jenis pohon pilihan di daerah Balikpapan-Samarinda. Berdasarkan data dari checklist Herbarium Wanariset, pada awal berdirinya, yaitu 1989/1990, Herbarium Wanariset telah memiliki koleksi sebanyak 1.735 koleksi yang terdiri atas 649
Pada tahun 1999, Herbarium Wanariset mendapatkan kiriman koleksi dari Rijksherbarium, Leiden (L) yang merupakan koleksi yang berasal dari Brunei, Sabah, Sarawak (540 koleksi) dan Barito Ulu (603 koleksi). Selain itu koleksi yang dilakukan oleh peneliti T.G. Laman yang berasal dari kegiatan penelitiannya di TN. Gunung Palung. Grafik penambahan koleksi spesimen herbarium sejak didirikan sampai tahun 2014 disajikan pada Gambar 4. Pengelolaan data base koleksi dilakukan menggunakan program BRAHM (Botanical Research and Herbarium Management System). Sampai dengan bulan Desember 2014 koleksi spesimen Herbarium Wanariset mencapai 19.403 nomor koleksi dan jumlah jenis terdeterminasi sebanyak 3.675 jenis. Sayang sekali akhir-akhir ini terdapat masalah dengan program database herbarium, sehingga update checklist koleksi terhambat beberapa tahun terakhir. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dua orang teknisi dari Herbarium Wanariset telah dijadwalkan akan mengikuti pelatihan database herbarium di FRIM Malaysia. Sebaran Koleksi
Gambar 4. Penambahan koleksi spesimen di HerbariumWanariset
11
Sebagian besar koleksi herbarium berasal dari Kalimantan, sedangkan koleksi dari luar Kalimantan diantaranya dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, Irian Jaya, Maluku Utara, dan juga dari Selangor dan Serawak Malaysia. Informasi daerah sebaran asal koleksi tumbuhan yang tersimpan di Herbarium Wanariset disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sebaran asal koleksi tumbuhan di Herbarium Wanariset Pulau
Provinsi
Daerah
Kalimantan
Kalimantan Barat
Baga Baning Bukit Baka Buduai Sanggau Betung Kerihun Bagetan Bukit Kelam Gunung Palung Nang Pari Napon Putussibau Sungai Belujung
Gunung Setutup Gunung Sunujuh Harongan Jepala Ketapang Muara Ilay Mentibang Sambas PT. Halisa Sungai Landak Sungai Sebangan Sungai Rongun
Sanggau Serawai Serimbu Menjulung Mentibat Gunung Berui Sintang Tegua Tibun Sungai Harongan Sungai Habang Sungai Mentibat Sungai Mendalam
Kalimantan Selatan
PT. Alam Unda Gunung Galuk Asam-asam Banjarbaru Banjarmasin Batu Babi Batu Kumpai Batu Licin Batu Pagat Batu Tanggal Bengkokan Binuang Sungai Sinango Sungai Pegum Birayang Gunung Meratus Gunung Sarempake Misim
Jorong Gunung Salak Kandangan Kerang Loksado Lumpangi Madiangin Magalau Muara Uja Pagatan Paringan Sungai Nyahan Sungai Tutui Pengaron Pulau Laut Pulai Suwangi Kintap
Rantau PT. AYI Salinau Sembamban Semblimbingan Sengayam Sengkoh Stagen Sungai Betung Sungai Labuhan Suangai Mangkupum Sungai Sembega Suangai Papon Spas Tanjung Ujang Baru Gunung Arming Pulau Sebuku Aya Yayang
Kalimantan Tengah
Arboretum Mahub Arboretum Nyaru Menteng Barito Ulu BTC Bukit Belawan Bukit Tengkiling Danau Limut Danau Begantung Karanen Baru Lungkuh Layang Mentangai Sungai Gohong Batampang
PT. Meranti Mustika Palangkaraya PT. Pamenang Pangkalan Bun Pattimura Rantau Ruang Sabilit Samba TN. Sebangau lawang Kamah Muara Teweh PT. Kayu Mas Pulau Kaja
Sampit Sangai Sungai Busang Sungai Joloi Sungai Mahub Sungai Matangai Tumbang Batu Tumbang Tanggo Tuanan Timpah Mangkutup Sungai Mentaya Sungai Rungun
12
Pulau
Provinsi
Kalimantan
Kalimantan Timur
Semenanjung Malaysia Malaysia (Borneo)
Selangor Sarawak
Brunei (Borneo)
Sumatera Jawa
Sumatera Utara Jawa Barat
Daerah Arboretum Fahutan Arboretum PT. ITCI Arboretum Tangap Balikpapan Baloi Banjar Bulan PT. Barito Pasific Barong Tongkok Batu Ampar Batu Bulan Batu Kajang Batuah Bengalon Benung Berau Bingun Baru Camp Birawa Bontang Bukit Bangkirai Bukit Suharto Damai Danau Jempang Dilang Putih Eheng Camp Kelian Gunung Batu Merah Gunung Hatari Gunung Kedamuk Gunung Kubur Gunung Lamin Gunung Lampu Gunung Lumut Gunung Malang Gunung Mencah Gunung Masarang Gunung Nakan Gunung Namuk Gunung Pagang Gunung Pasir Gunung Rambutan Gunung Runcing Gunung Sekerat Handil PT. ITCI Jambuk Gunung Beratus Melak
Jemang Damai Jemang Danau Camp Kabo karaitan Karang Asam Kayan Mentarang Kelai PT. KEM Kenangan Kuala Samboja Kuari Kutai Labanan lawi-lawi Lempake Linggau Loa Janan Long Ampung Long Bawan Long Nah Lonbg Pujungan Long Sungai Barang Longiram Lubuk Tutung Makajang Margomulyo Muruwai Melawan Mencimai Mentiwir Mentoko Muara kaman Muara Lemba Muara Wahau Padang Penajam Pengaron Rantau palung Rempaya Samarinda Samboja Samboja Koala Sangatta Sangkulirang Gunung Tumpa Paser Malinau
Sebongkok Sebongkok Utara Segiri Semoi Senduru Sepaku Sepasu Sotek Sidodadi Sungai Bahau Sungai Beruang Sungai Hitam Sungai Kayan Sungai Kelai Sungai Kelian Sungai Ketawan Sungai Kuaro Sungai Kunjang Sungai Lulutuai Sungai Lutong Sungai Mahakam Sungai Merdeka Sungai Merwali Sungai Musang Lali Sungai Nakan Sungai Nurai sungai Pedang Sungai Pesing Sungai Pua Sungai Sakakanan Sungai Segah Sungai Seluang Sungai Wain Tanah Merah Tanjung Bara Tanjung Harapan Tanjung Redeb Tenggarong Tepian Buah Tepian Langsat Ulu Mahakam Waduk Samboja Wonotirto Gunung Lunjut Camp Sidatim Nunukan
Arboretum Kepong Sarawak Gunung Kinabalu Kuching Bukit Subis Bukit Pesu
Andalu Seria Kuala Belait Bukit Lambir Bukit Peso
Sungai Tinjar Long palau Lobok Pasar Marudi Sungai Mesilau
Pulau Gayoh Merimbun Bukit Subis
Melunchur Kuala Belait Pulau Labi-labi
Sungai Tinjar Sungai Mesilau Bukit Tangan
Gunung Leuser Jasinga
Batang Toru
13
Pulau Sulawesi
Provinsi Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara
Maluku Irian
Sulawesi Barat Maluku Utara Irian Jaya Manokwari
Daerah Toraja Malili Gunung Roroka Timbu Palu Paringi Sampara Tangkeno
Mangkutana Taripa Pendolo Poso Sungai Poboya
Soroako Wotu
Buton Maros
Kendari SM. Tanjung Peropa
Gunung Empung Sungai Ilanga Sungai Papayato Gunung Masarang Mamuju Halmahera Biaru Gunung Meja
Manado Tangkoko Tasikoki
Danowudu Gunung Tumpa Gunung Mahawu
Sewan
Wamena
Tambarana Tentena Toboli
Gambar 5. Koleksi spesimen tumbuhan di Herbarium Wanariset
Pengelolaan Setelah diresmikan pada tahun 1992, Herbarium Wanariset selanjutnya diserahkan kepada Badan Litbang Kehutanan dan Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Samarinda yang ditunjuk sebagai pengelolanya.Pada tahun 2002, stasiun Wanariset Samboja ditingkatkan statusnya menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Litbang Kementerian Kehutanan setingkat eselon IV menjadi Loka Litbang Satwa Primata (LP2SP). Sehingga tanggung jawab pengelolaan Herbarium Wanariset dilimpahkan ke LP2SP. Dalam perkembangannya LP2SP mengalami reorganisasi menjadi Balai Penelitian Teknologi Perbenihan (BPTP) Samboja dan yang terakhir menjadi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA).
Penutup Keberadaan Herbarium Wanariset memiliki posisi yang cukup strategis sebagai sumber informasi dan koleksi flora khususnya di wilayah Kalimantan. Pembenahan dan perbaikan pengelolaan terus dilakukan secara bertahap. Permasalahan utama yang saat ini dihadapi adalah ketiadaan ahli taksonomi tumbuhan di Herbarium Wanariset. Oleh karena itu upaya pengkaderan peneliti dan teknisi untuk menekuni bidang
pengenalan jenis tumbuhan terus didorong dan ditingkatkan. Baik melalui pendidikan formal, pelatihan, maupun kegiatan pengenalan jenis tumbuhan langsung di lapangan. Merintis dan membangunan Herbarium Wanariset adalah pekerjaan yang cukup berat, namun mempertahankan dan menjadikannya tetap eksis adalah pekerjaan yang tak kalah beratnya.
Sumber Informasi: Kalkman, C. 1989. Program for the contribution of the Rijksherbarium Leiden to the Tropenbos-Kalimantan Project. Annual Report No 4, 1994 Project Activities and Report Tropenbos-Kalimantan Project. Van Balgooy, MMJ. and WTM. Smits. 1988. Report on a Tropenbos-mission concerning botanical aspect of the Tropenbos-programme, 30 November s/d 21 December 1988. McKinnon, K., G. Hatta, H. Halim, & Mangalik. 2000. Ekologi Kalimantan. Seri Ekologi Indonesia.Prenhallindo, Jakarta. Newsletter Tropenbos no 11, March 1996. Sidiyasa, K., Arbainsyah, & P. Kessler. 1999. List of collections stored at the Wanariset Herbarium East Kalimantan, Indonesia. The International MOFECTropenbos Kalimantan Project. Samboja, Indonesia
14
Koleksi Type di Herbarium Wanariset Deny Adiputra
“Meskipun hanya dengan seranting daun, penemunya akan dikenang sepanjang masa”
Tri Atmoko* dan Dwi Wahyu Mentari**
[ *Peneliti dan **Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam ]
Pendahuluan
Spesimen type
Bagi seorang peneliti tumbuhan atau botanis, menemukan jenis tumbuhan baru merupakan suatu prestasi dan kebanggaan tersendiri, untuk menetapkan bahwa jenis tumbuhan tersebut adalah benar-benar jenis yang baru dan belum pernah dideskripsikan sebelumnya memerlukan proses yang panjang.
Istilah koleksi type merujuk pada koleksi holotype dan isotype. Holotype adalah suatu spesimen atau unsur lain yang dipakai oleh seorang pengarang atau ditunjuk olehnya sebagai dasar waktu pertama kali mengusulkan nama jenis baru. Holotype dapat berupa daun, bunga, buah atau bagian tumbuhan lainnya. Holotype berada dimana penemu melakukan kajian studi banding dan kajian pustaka spesimen baru tersebut. Saat kolektor melakukan pengumpulan spesimen holotype di lapangan, maka pada saat yang sama juga dilakukan pengumpulan duplikatnya yang disebut dengan isotype. Kegunaan isotype sama dengan holotype, yaitu sebagai acuan dan pembanding saat mengidentifikasi tumbuhan yang baru ditemukan, terutama jika spesimen holotype-nya mengalami kerusakan, seperti terkena jamur, serangga atau terjadi kebakaran.
Jika seorang peneliti melakukan eksplorasi di dalam hutan dan menemukan suatu jenis tumbuhan yang diyakini baru, maka peneliti tersebut harus melakukan kajian pustaka dan studi komparasi dengan spesimen yang tersimpan di berbagai herbarium di dunia untuk memastikan bahwa jenis tersebut benar-benar jenis baru. Pembandingan perlu dilakukan dengan jenis yang berkerabat dekat terutama dalam tingkat marga (genus). Tahapan pembuktian ilmiah dilengkapi dengan ciri-ciri pembeda dengan jenis berkerabat dekat yang telah dideskripsikan sebelumnya. Biasanya akan dibuat kunci identifikasi jenis pada tingkat marga dari jenis baru tersebut. Langkah selanjutnya adalah mempublikasikan temuan tersebut dalam jurnal atau publikasi ilmiah yang bereputasi baik. Selama proses publikasi tersebut dilakukanlah proses review oleh para ahli di bidangnya. Setelah disetujui dan dipublikasikan maka resmilah jenis tersebut sebagai jenis baru (species nova). Nama penemu disematkan di belakang nama jenis sebagai penghargaan atas jerih payah dan didedikasikan dalam menemukan jenis baru tersebut.
15
Keberadaan holotype dan isotype atau sering disebut dengan type di suatu herbarium memiliki peranan penting dalam institusi herbarium. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah type yang tersimpan di sebuah herbarium menanjukkan seberapa besar herbarium tersebut berperan dalam ilmu taksonomi tumbuhan. Spesimen holotype biasanya disimpan di herbarium dimana peneliti melakukan kajian atau revisi terhadap jenis baru tersebut. Keberadaannya type perlu dijaga dengan baik dan diperlakukan penanganan secara khusus. Beberapa herbarium
terkenal memisahkan spesimen penting tersebut dengan spesimen lainnya, yang ditempatkan di lokasi khusus. Perlakuan dan penanganannya juga dengan hati-hati dan pengamanan yang ekstra, terutama dari serangga atau kebakaran.
Koleksi Penting Herbarium Wanariset Sebagai herbarium yang terbaik dan terlengkap di Indonesia Timur, khususnya di Kalimantan, Herbarium Wanariset menyimpan satu holotype, yaitu Coestalgia montana Sidiyasa (Bombacaceae), dan 5 koleksi isotype. Koleksi isotype tersebut yaitu Monocarpia kalimantanensis Kessler (Annonaceae), Cryptocoryne noritoi Wongso (Araceae), Daemonorops pumilus Valkenburg (Palmae), Calamus fimbriatus Valkenburg (Palmae) dan Calamus nigricans Valkenburg (Palmae). Koleksi type yang tersimpan di Herbarium Wanariset berasal dari eksplorasi yang dilakukan di Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur melalui beberapa kegiatan kerjasama dengan pihak lain, yaitu dengan Tropenbos dan WWF.
Gambar 1. Publikasi penemuan jenis tumbuhan baru yang holotype dan isotypenya tersimpan di Herbarium Wanariset
Koleksi Holotype Coelostegia montana Sidiyasa (Bombacaceae) Coelostegia adalah salah satu genus dari family Bombacaceae. Pada tahun 1960, Soegeng Reksodihardjo, seorang botanist dari LIPI, telah merevisi genus ini meliputi lima jenis dengan tiga diantaranya adalah jenis baru. Hasil revisi diterbitkan pada jurnal ilmiah Reinwardtiana volume 5 bagian 3 pada tahun 1960. Selanjutnya dalam kurun waktu empat dasa warsa tidak ada revisi ataupun penemuan jenis baru dalam genus Coelostegia.
Baru pada tahun 2001, mendiang Dr. Kade Sidiyasa berhasil mendeskripsikan jenis baru, yang selanjutnya diberi nama Coelostegia montana. Nama montana diambil karena jenis ini adalah satu-satunya jenis yang hanya ditemukan di dataran tinggi. Jenis ini dijumpai di hutan primer sub-montana dengan ketinggian 970-1450 m dpl. Deskripsi jenis baru ini dipublikasikan pertama kali pada publikasi ilmiah Blumea volume 46 pada tahun 2001. Jika dibandingkan dengan jenis lainnya, C. montana memiliki kemiripan paling dekat dengan C. kostermansii. Coelostegia montana memiliki kuncup bunga yang lebih besar dan buahnya berwarna biru gelap sedangkan buah C. kostermansii berwarna hijau kekuningan.
16
Holotype yang tersimpan di Herbarium Wanariset ini dikoleksi sendiri oleh mendiang Dr. Kade Sidiyasa bersama dengan teknisi Zainal Arifin. Koleksi dilakukan di Taman Nasional Kayan Mentarang yang didanai oleh WWF pada bulan Maret 1999. Koleksi dengan nomor Sidiyasa & Arifin 529, diambil pada koordinat 2o36' N dan 115o35' E di Gunung Lunjut, Taman Nasional Kayan Mentarang, Kalimantan Utara. Koleksi lainnya tersimpan juga di Herbarium Bogoriense (BO) dan Nationaal Herbarium Nederland, Leiden (L).
Koleksi isotype Isotype yang tersimpan di Herbarium Wanariset berasal dari eksplorasi yang dilakukan di Kalimantan, Khususnya Kalimantan Timur. 1. Monocarpia kalimantanennsis Kessler (Annonaceae) Pada tahun 1990an, Paul J. A. Kessler terlibat dalam salah satu project Tropenbos, yaitu: Tree flora of the BalikpapanSamarinda area, East Kalimantan, Indonesia. Saat itu Paul Kessler
berkesempatan mengoleksi spesimen marga Annonaceae sebanyak 24 genus atau separoh dari genus yang ada di Malesia. Berdasarkan material hasil eksplorasi tersebutlah, jenis Monocarpia kalimantanensis dideskripsikan pertama kali oleh P.J.A. Kessler bersama E.C.H. van Heusdan. Makalahnya terbit pada jurnal Rheedea volume 3 (1) tahun 1993 dengan penjelasan tentang marga Annonaceae yang ada di areal Balikpapan-Samarinda. Spesimen dikoleksi pada tanggal 13 Februari 1991 oleh Ambriansyah dan Zainal Arifin di areal hutan penelitian Wanariset, tepatnya di km 5 jalan Samboja ke arah Semoi, Kalimantan Timur. Koleksi diambil pada koordinat 1170 E dan 10 S, yaitu pada kondisi habitat hutan dipterokarpa campuran dengan lahan agak bergelombang. Koleksi holotype-nya tersimpan di Leiden (L), Belanda. Isotype juga tersimpan di Herbarium Royal Botanical Garden (K) di Sydney, Australia dan Herbarium Wanariset (WAN) dengan Prefix W dan nomor koleksi 670.
Sumber: Keßler & Heusdan (1993)
Sumber: Wongso & Bastmeijer (2005)
(a)
(b)
Gambar 2. Jenis Monocarpia kalimantanennsis (a) dan Cryptocoryne noritoi (b) 2. Cryptocoryne noritoi Wongso (Araceae) Tumbuhan air jenis baru Cryptocoryne noritoi Wongso dideskripsikan oleh orang Indonesia, Suwidji Wongso dan Jan D. Bastmeijer dari Belanda yang terbit pada Aqua Planta volume 30 pada tahun 2005. Dengan penambahan jenis baru tersebut terdapat 20 jenis Cryptocorynedi Borneo, dan 13 diantaranya adalah di Kalimantan. Sampel yang digunakan untuk mendeskripsikan jenis baru tersebut dikoleksi pada tanggal 19 Mei 2004 oleh Norito Takahashi, seorang peneliti ikan dan tumbuhan airdari Jepang. Koleksi diambil pada koordinat 1180 11' 11” E dan 010 35' 21” N, di Talisayan, Tanjung Redeb.Sejauh ini, jenis ini dikenal sebagai tumbuhan endemik dengan sebaran yang sempit. Habitatnya pada air bersih yang berasal dari daerah karst. Kondisi habitatnya diperkirakan akan tetap terjaga karena merupakan daerah sumber air minum bagi masyarakat di sekitarnya. Penggunaan nama jenis noritoi diambil dari nama kolektor spesimen tumbuhan tersebut sebagai penghargaan terhadap Norito Takahashi. Saat ini holotype tersimpan di Herbarium Bogoriense, sedangkan koleksiisotype-nya selain tersimpan di Herbarium Wanariset (WAN), juga tersimpan di Leiden (L), Herbarium Universitas Copenhagen di Denmark (C), Botanische Staatssammlung München (M) di Jerman, Herbarium Royal Botanical Garden (K), dan Singapore Botanic Gardens (SING).
17
Holotype tersimpan di Leiden (L), sedangkan isotype selain tersimpan di WAN juga tersimpan di BO dan K.
3. Jenis Palmae Deskripsi tiga jenis Palmae didasarkan pada hasil eksplorasi pada saat kerjasama Ministry of Forestry (MOF)Tropenbos Kalimantan, dalam project penelitian potensi ekonomi dan ekologi hasil hutan bukan kayu (HHBK). Peneliti yang melaksanakan kegiatan tersebut adalah Johan L.C.H. van Valkenburg, dari Rijksherbarium atau Hortus botanicus Leiden.
b.
Dikoleksi oleh Ambriansyah dan Zainal Arifin. Prefix AA dengan nomor koleksi 475 tanggal 12 Maret 1992. Pengambilan spesimen pada hutan primer di Rintis Wartono Kadri, Jalan Semoi km. 4, area Wanariset Samboja, Kalimantan Timur.
Selama tiga tahun eksplorasi, lebih dari 60 jenis Palmae telah dikoleksi sampel herbariumnya. Dari jumlah tersebut terdapat tiga jenis baru. Mengingat terbatasnya jumlah lokasi dan cakupan wilayah eksplorasi tersebut, van Valkenburg meyakini masih banyak jenis rotan yang belum teridentifikasi.
Holotype tersimpan di Leiden (L), sedangkan isotype selain tersimpan di WAN juga tersimpan di BO dan K.
c.
Deskripsi ketiga jenis baru tersebut dilakukan oleh Johan L.C.H. van Valkenburg dan dipublikasikan dalam Blumea volume 40 tahun 1995. Terdapat dua jenis baru dari marga Calamus yaitu Calamus fimbriatus dan Calamus nigricans, sedangkan jenis lainnya adalah Daemonorops pumilus.
Daemonorops pumilus Valkenburg Dikoleksi dan diidentifikasi oleh Van Valkenburg. Prefix J.V.V. nomor koleksi 1396 tanggal 11 Maret 1994. Koleksi diambil pada koordinat 10 40' N dan 115 E. lokasi pengambilan dari tenggara Long Sungai Barang, daerah Apo Kayan, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Habitatnya di bagian atas lereng yang k o n d i s i nya k e r i n g d i h u t a n p e g u n u n g a n Dipterocarpaceae dengan ketinggian 800 m dpl. Jenis ini dikenal oleh masyarakat lokal Lepo Tukung Kenyah dengan nama uei metenda'an.
a. Calamus fimbriatus Valkenburg Dikoleksi oleh Ambriansyah dan Zainal Arifin dan diidentifikasi oleh Valkenburg dengan. Prefix AA nomor koleksi 409 dikoleksi 17 Februari 1992. Pengambilan koleksi di km 5 PT. Inhutani, area hutan primer di Wanariset Samboja, Kalimantan Timur.
(a)
Calamus nigricans Valkenburg
Holotype tersimpan di Leiden (L), sedangkan isotype selain tersimpan di WAN juga tersimpan di BO dan K.
Sumber: Valkenburg (1995)
(b)
Gambar 3. Jenis rotan Calamus fimbriatus (a), Calamus nigricans (b), Daemonorops pumilus (c)
Para penemu 1. Paul J. A. Kessler Paul Kessler adalah seorang ahli botani Jerman. Ia belajar di Technical University of Kaiserslautern pada tahun 1982-1986 mendalami sistematika botani khususnya family Annonaceae dan Menispermaceae, kemudian di University of Hamburg dan menjadi peneliti senior disana selama empat tahun (1977-1982). Pernah menjadi kurator Botanic Garden Universitas Bielefeld selama satu tahun kemudian pada tahun 1988 bekerja di Herbarium Leiden sebagai peneliti senior sampai tahun 2012. Paul Kessler ke Indonesia untuk mempelajari keanekaragaman hayati serta melakukan penelitian khususnya family Annonaceae. Pada saat era pembangunan Herbarium Wanariset bersama mendiang Dr. Kade Sidiyasa menulis beberapa buku diantaranya Pohon-Pohon Hutan Kalimantan Timur tentang Pedoman Mengenal 280 Jenis Pohon Pilihan di Daerah Balikpapan-Samarinda
18
(1999) dan Semai-Semai Pohon hutan Sekunder di Kalimantan Timur Indonesia. Paul Kessler juga sangat berperan dalam pembangunan dan pengembangan Herbarium Celebense Universitas Tadulako di Palu, Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2006, Paul Kessler diangkat sebagai Direktur (prefek) dari Hortus Botanicus Leiden hingga sekarang.
2. Suwidji Wongso Suwidji Wongso saat ini adalah direktur PT. Angler BioChemLab, yaitu laboratorium swasta untuk pengujian kimia dan biologi. Pernah mengenyam pendidikan di National Taiwan Ocean University di bidang Aquaculture dan Tokyo University di Food Biochemistry. Meskipun pendidikan formalnya tidak terkait dengan taksonomi tumbuhan, namun Suwidji Wongso juga tergabung dalam Komunitas Cryptocoryne Indonesia. Bahkan baru-baru ini menemukan jenis baru Cryptocoryne aura yang berasal dari Kalimantan Barat, melalui publikasinya di jurnal Willdenowia yang terbit tahun 2016. Sebelumnya bersama dengan para koleganya mendeskripsikan sub spesies baru Cryptocoryne versteegii var. jayaensis pada jurnal ilmiah yang sama pada tahun 2014 serta menulis tentang The Araceae of Borneo The Genera pada tahun 2010.
3. Kade Sidiyasa
Dr. Paul J. A. Kessler
Dr. Suwidji Wongso
Dr. Kade Sidiyasa
Dr. Johan L.C.H. van Valkenburg
Penutup
Kade Sidiyasa adalah lulusan dari Universitas Hasanuddin Makassar dan mencapai gelar Doktor di bidang Plant Taxonomy dari Leiden University Belanda. Memiliki peran besar dalam pengembangan Herbarium Wanariset.
Keberadaan jenis type herbarium adalah salah satu indikator seberapa besar peranan herbarium tersebut dalam dunia taksonomi tumbuhan. Dibandingkan dengan herbarium terkemuka lainnya di dunia, keberadaan koleksi type di Herbarium Wanariset masih tergolong sedikit. Oleh karena itu para peneliti lokal perlu didorong untuk berkarya dan lebih giat dan berlomba lomba melakukan penelitian taksonomi tmbuhan, mendeskripsikan jenis baru, merevisi tatanama yang perlu diperbaiki, dan terus berinovasi dalam pengembangan ilmu taksonomi tumbuhan. “Meskipun hanya dengan seranting daun, nama penemunya akan dikenang sepanjang masa”.
Tulisannya sangat dikenal di dunia taksonomi adalah buku berjudul Taxonomy, phylogeny, and wood anatomy of Alstonia (Apocynaceae) (1998) yang terbit dalam Blumea Supplement 11. Sehingga dia dikenal sebagai ahli family Apocynaceae khususnya genus Alstonia. Enam jenis tumbuhan yang ditemukan yaitu Alstonia beatriscis Sidiyasa, Alstonia penangensis Sidiyasa, Alstonia rubiginosa Sidiyasa, Alstonia breviloba Sidiyasa, Alstonia yunannensis Sidiyasa, dan Coelostegia Montana Sidiyasa.
Daftar pustaka Keßler, P.J.A. & E.C.H. van Heusdan. 1993. The Annonaceae of the BalikpapanSamarinda area, East Kalimantan, Indonesia. Rheedea. 3(1):50-89.
Penghargaan Kalpataru pernah diterima dari Presiden RI pada 2001 dan penghargaan bergengsi medali Engler Silver dari The International Association for Plant Taxonomy diterimanya pada tahun 1999.
Keßler, P.J.A. & K. Sidiyasa. 1999. Pohon-Pohon Hutan Kalimantan Timur (Pedoman Mengenal Jenis Pohon Pilihan di Daerah Balikpapan-Samarinda). MOFEC-Tropenbos-Kalimantan Project. Tropenbos-Kalimantan Series 2. Balikpapan.
4. Johan L.C.H. van Valkenburg Valkenburg adalah seorang etnobotani dari Hortus botanicus Leiden, Tergabung dalam kegiatan Plant Resources of South-East Asia tahun 1991. Tergabung dalam kegiatan Tropenbos Ministry of Forestry (MOF)-Tropenbos Kalimantan, yaitu dalam project tentang penelitian potensi ekonomi dan ekologi hasil hutan bukan kayu (HHBK) di Indonesia serta menulis tentang hubungan lingkungan terhadap keanekaragaman pohon pada hutan tropis di Kalimantan.
Puspasari, D. 2014. In Memoriam Dr. Kade Sidiyasa – Botanist Indonesia yang Mendunia. Majalah Swara Samboja Vol. III/no.1/2014. Hal. 15-17. Samboja. Sidiyasa, K. 1998. Taxonomy, phylogeny, and wood anatomy of Alstonia (Apocynaceae). Blumea Supplement 11. Sidiyasa, K. 2001. Coelostegia Montana, a new species of Bombacaceae from Borneo. Blumea, 46:165-168. Valkenburg, J.L.C.H. 1995. New species of rattan (Palmae: Lepidocaryoideae) from East Kalimantan. Blumea 40:461-467. Wongso S. & Jan D. Bastmeijer. 2005. Cryptocoryne noritoi (Araceae), a new species from East Kalimantan, Indonesia. Aqua Planta, 30: 92-100.
19
Priyono
Maestro Botanical Drawing Herbarium Wanariset
Botanical Drawing,
Seni yang Dibalut Keakuratan Sains Mukhlisi [ Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam ] e-mail:
[email protected]
Pendahuluan “A Picture Can Tell Thousand Words”, idiom ini sangat populer dalam dunia seni lukis dan sejenisnya. Betapa tidak, dengan sebuah karya seni grafis yang menawan maka setiap orang dapat bercerita tentang maksud sebuah gambar tanpa harus mendapat penjelasan banyak kata, atau bahkan dapat menginterpretasikan sesuai selera sehingga multi tafsir. Bertolak dari hal tersebut, agaknya idiom di atas tidak selalu linear dengan pekerjaan dalam dunia botanical drawing. Ada batasan sains sehingga sebuah gambar tidak akan bercerita terlalu lebar kemudian menimbulkan bias makna bagi setiap orang yang memandangnya. Botanical drawing telah berkembang sangat lama bahkan sejak ratusan tahun silam. Dulu, setiap catatan ilmiah naturalis dan para ilmuwan penjelajah tentang keberadaan suatu flora selalu dilengkapi botanical illustration untuk memperkuat dokumen ilmiah yang telah dibuat. Presisi informasi tentang karakter anatomi tumbuhan selanjutnya sangat membantu perkembangan ilmu taksnomi dalam mempertelakan sebuah spesimen.
Priyono saat eksplorasi herbarium di Kabupaten Paser
tokoh yang memiliki sense terhadap botanical art (Anonim, 2009).
Herbarium adalah tempat di mana para juru gambar botani bersemayam, dan dari sekian banyak salah satunya ada di Herbarium Wanariset. Peran botanical drawing dalam mengilustrasikan spesimen yang dimiliki herbarium mungkin belum banyak dikupas dan diketahui banyak pihak dibandingkan peran para botanis itu sendiri. Untuk itu, pada kesempatan ini akan dibahas tentang fungsi dan peran botanical drawing pada sebuah institusi herbarium, khususnya di Herbarium Wanariset - Balitek KSDA Samboja.
Meskipun berbeda, ilmu teknik menggambar botanical drawing untuk tujuan seni dan sains sering diajarkan pada satu kurikulum/program diploma yang sama: “Botanical Art and Botanical Illustration”. Tidak banyak institusi di dunia yang menawarkan pelatihan tentang pendidikan botanical drawing. Bahkan, tidak berlebihan jika dikatakan belum ada lembaga di Indonesia yang secara khusus menawarkan jasa pendidikan tentang botanical drawing. Beberapa lembaga terkenal yang menawarkan pendidikan tersebut di antaranya Nationaal Herbarium Nederland, Royal Botanic Garden Kew - Inggris, dan Harvard Museum of Natural History.
Antara Seni dan Sains Botanical drawing adalah saat di mana seni bertemu dengan sains. Pada posisi ini sains berdiri lebih tinggi dari pada seni sebab tujuan utama dari botanical drawing bukanlah karya seni, tapi keakuratan informasi sains (BGCI, 2013). Pakem utama penciri botanical drawing yaitu gambar memiliki skala dan gambar dibuat detail semirip mungkin dengan morfologi tumbuhan yang digambar. Kendati pun demikian tidak dapat dipungkiri jika sentuhan karya botanical drawing juga memiliki nilai estetika yang sangat mengesankan dan luar biasa karena mendekati sosok aslinya.
Peran Botanical Drawing di Herbarium Wanariset Sebetulnya bukan hanya institusi herbarium yang membutuhkan peran juru gambar, namun berbagai lembaga juga membutuhkan perannya seperti museum sejarah alam, kebun raya, dan juga berbagai lembaga riset terkait penelitian botani. Keberadaannya melekat dan saling bersinergi dengan pekerjaan lain pada institusi di mana mereka bekerja. Keberadaan botanical drawing di Herbarium Wanariset berperan penting sebagai supporting otentik spesimen flora yang dikoleksi sekaligus alat bantu dalam proses deskripsi karakter morfologi dan identifikasi takson tumbuhan melalui gambar. Lebih dari itu, gambar botani memiliki tempat tersendiri yang mendukung dalam sebuah artikel publikasi terkait taksonomi/botani. Berbagai karya publikasi ilmiah baik yang diterbitkan di dalam dan luar negeri telah dihiasi oleh karya juru gambar yang dimiliki Herbarium Wanariset sejak pertama kali berdiri tahun 1989.
Untuk membedakannya, botanical drawing selanjutnya berkembang menjadi dua hal yang berbeda walaupun saling bermiripan, yaitu botanical illustration dan botanical art. Pada botanical art lah aspek seni sesungguhnya, karena tidak mendapat batasan sains dan ruh dari seni sejati muncul, yaitu bebas tanpa batas berimajinasi. Sosok pelukis aliran impresionisme dan romantikisme abad 19 seperti Claude Monet dan Van Gogh terkenal sebagai seniman yang banyak melukis tentang flora, sehingga dapat digolongkan sebagai
23
Priyono saat eksplorasi herbarium di Danau Aco Kutai Barat
Berbicara botanical drawing di Herbarium Wanariset tentu tidak bisa dilepaskan dari sosok juru gambar yang dimilikinya. Sejak pertama kali berdiri, Herbarium Wanariset memiliki satu orang staf botanical drawing, bernama Priyono. Beberapa karya gambar monumental telah menjadi bagian dari terbitan buku internasional seperti “Key to the Macaranga and Mallotus species (Euphorbiaceae) of East Kalimantan, Indonesia” diterbitkan di Singapura tahun 2000 dan “Trees of the Balikpapan-Samarinda, East Kalimantan Indonesia: A Manual to 280 Selected Species” diterbitkan di Belanda tahun 1999. Ini belum termasuk berbagai tesis dan disertasi yang turut mendapat sentuhannya.
yang terkenal banyak digunakan dalam menggambar botani yaitu: stippling (dot/ titik), serta hatching (line/garis) (Anonim, 2009). Pada teknik stippling dan hatching gambar cenderung bersifat hitam putih dengan media utama tinta dan pensil. Kemudian ada juga yang telah memanfaatkan sentuhan tinta warna disebut water colour. Juru gambar botani yang dimiliki oleh Herbarium Wanariset, Priyono menggunakan teknik dot/titik dalam setiap gambarnya. Setiap karya yang berasal darinya atau publikasi gambar spesimen Herbarium Wanariset bisa dipastikan selalu menggunakan teknik dot. Keunikan teknik dot adalah gambar tercipta dari penggunaan titik-titik tinta rapido yang banyak sekali, kemudian pada akhirnya titik-titik tersebut akan terangkai menjadi ilustrasi botani yang menawan. Teknik ini hanya menggunakan warna hitam dan putih saja, manakala permainan titik-titik juga bertujuan untuk menimbulkan kesan bayangan atau memperjelas bagian anatomi supaya terlihat tiga dimensi serta lebih hidup.
Peran botanical drawing di Herbarium Wanariset dan berbagai lembaga ilmiah lainnya saat ini tetap dibutuhkan dan bahkan eksistensinya tidak dapat dilepaskan. Begitu pentingnya peran botanical drawing, sehingga hasil bidikan kamera pun belum bisa menggantikan sepenuhnya peran dari botanical drawing sebagai alat bantu mempertelakan karakter morfologi suatu tumbuhan. Selain penggunaan skala secara akurat, gambar botani lebih mampu merefleksikan secara detail dan signifikan bagian anatomi yang ingin ditonjolkan. Tapi kini seiring kemajuan teknologi, beberapa teknik fotografi dan perangkat lunak mulai dikembangkan untuk ilustrasi gambar botani melalui teknik “digital image manipulation” (Simpson dan Warner, 2008).
Teknik dot yang digunakan Priyono terinspirasi dari guru pertama yang mengajarinya tentang botanical drawing, yaitu J.H van Os juga seorang ahli gambar botani di Rijksherbarium Leiden University (sekarang Nationaal Herbarium Netherland). Walaupun tidak berwarna, gambar botani dengan teknik dot justru terlihat sangat elegan dan memiliki tingkat kesulitan tersendiri karena harus detail dan teliti dalam proses pembuatannya.
Titik-Titik Rapido Priyono Ada beberapa teknik dasar dalam menggambar botani yang berkembang. Setiap orang yang mendalaminya memliki style dan pilihan tersendiri dalam berkerja. Beberapa teknik
Sebagai perbandingan beberapa juru gambar botani di Indonesia juga ada yang menggunakan pendekatan berbeda
24
yaitu watercolour, seperti Amir Hamzah dan Moehammad Toha. Illustrator botani tersebut menerapkan water colour untuk 456 gambar ilustrasi pada buku “The Mountain of Flora Java” (van Steenis, 2006). Keduanya dapat dikatakan sebagai juru gambar botani generasi awal yang dimiliki oleh Indonesia. Untuk melengkapi gambar buku tersebut, mereka mulai menggambar sejak akhir tahun 1930 an sebagai staf Herbarium Bogoriense, meskipun buku tersebut akhirnya pertama kali terbit tahun 1972.
lapangan, ia juga ditempatkan dalam posisi sebagai pengenal jenis pohon. Karya yang paling sulit dan membanggakan bagi Priyono adalah ketika membantu membuatkan gambar ilustrasi deskripsi Alstonia spp. pada disertasi Kade Sidiyasa. Tidak seperti biasanya, Priyono sampai harus banyak bekerja menggunakan mikroskop untuk membantu mendapatkan visual terbaik gambar anatomi kayu, pollen bunga, dan bagian lainnya. Dibutuhkan waktu hingga 3 bulan untuk menyelesaikan gambar-gambarnya. Perlu diketahui, disertasi Kade Sidiyasa yang berjudul “Taxonomy, Phylogeni, and Wood Anatomy of Alstonia (Apocynaceae)” berhasil merevisi dan memberikan nama baru untuk 5 spesies Alstonia (Sidiyasa, 1998), sehingga atas jasanya mendapatkan penghargaan medali Engler dari International Association for Plant Taxonomist.
Lebih Dekat dengan Priyono, Maestro Botanical Drawing Beruntung sekali Herbarium Wanariset-Balitek KSDA memiliki sosok Priyono. Hal ini tidak berlebihan sebab orang yang menekuni profesi sebagai botanical drawing di Indonesia bisa dihitung dengan jari dan termasuk kategori langka. Pria kelahiran Blora, 25 Mei 1965 ini boleh dikatakan adalah satusatunya staf botanical drawing yang dimiliki oleh Badan Litbang dan Inovasi, bahkan Kementerian LHK.
Sejak tahun 2002, Priyono telah berpindah status kepegawaian dari pegawai tetap Tropenbos menjadi PNS Departemen Kehutanan. Sosok pria berperawakan tinggi dan memiliki ciri khas selalu berkumis tebal ini menempati salah satu sudut ruang di lantai 3 Herbarium Wanariset. Kini ia memangku jabatan fungsional Teknisi Litkayasa Penyelia di Balitek KSDA. Hal pertama untuk setiap orang yang ingin belajar botanical drawing menurut kakek dengan satu cucu ini adalah senang menggambar dulu, selebihnya dapat belajar secara perlahan dengan supervisi dari ahlinya. Selain itu, dedikasi dan disiplin yang tentunya wajib dijaga ujarnya menggaris bawahi.
Darah seninya telah muncul sejak masa SMA di kampung halamannya Blora ketika ia jatuh hati untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seni gambar. Tahun 1989 adalah titik balik yang menjadikannya betul-betul seorang juru gambar botani, saat itu ia masih bekerja sebagai tenaga harian Tropenbos bertempat di Wanariset Samboja. Kala itu banyak aktivitas penelitian dan peneliti asing yang melakukan penelitian di Samboja sebagai stasiun riset kerjasama antara Dephut dan Tropenbos International.
Penutup Botanical drawing, herbarium, dan publikasi merupakan satu rantai yang tak dapat dipisahkan. Ketiganya saling terkait dan mendukung eksistensi masing-masing. Herbarium Wanariset dengan segala aset yang dimiliki baik berupa SDM, infrastuktur, dan material yang ada merupakan warisan tak ternilai yang sangat berharga. Untuk itu, upaya revitalisasi dan regenerasi mutlak diperlukan untuk mempertahankan eksistensi khususnya SDM di bidang botanical drawing.
Adalah Paul Kessler, seorang botanis dari Rijksherbarium Leiden University yang menangkap bakat gambarnya. Sambil mengenang, Priyono bercerita jika ia pertama kali dites oleh Paul Kessler untuk menggambar Sterculia sp. Gambar itu diselesaikannya selama tiga hari dan tepat pada hari ketiga ketika menyerahkan gambarnya, Paul Kessler terkesan lalu berkomentar “It's Good”, berulang-ulang. Masa itu bertepatan dengan masa awal pembangunan Herbarium Wanariset, dan berkat gambarnya itulah terhitung tanggal 15 Agustus 1989, Priyono resmi diangkat menjadi pegawai tetap Tropenbos.
Daftar Pustaka Anonim. 2009. Wonderland the Mistery of the Orchid. An Educator's Guide to Botanical Illustration. Auckland Museum. New Zealand.
Untuk memperdalam ilmunya, Priyono tiga kali dikirimkan ke Rijksherbarium Leiden University, tahun 1991, 1997, dan 2003 masing-masing selama tiga bulan. “Sebetulnya belajar sambil bekerja, lantaran di sana juga terlibat pekerjaan gambar untuk berbagai publikasi”, ujar Cak Pri, panggilan akrab Priyono. Pada kesempatan itu ia banyak berinteraksi dan belajar dengan juru gambar botani handal J.H. van Os dan juga botanis/taksonom asing seperti M.M.J van Balgoy, Paul Kessler, J.W.F Slik, dan juga botanis Herbarium Wanariset, Kade Sidiyasa yang tengah menyelesaikan disertasi di Belanda. Hasilnya, Priyono kini selain ahli menggambar juga banyak tahu tentang nama-nama latin jenis tumbuhan. Pada berbagai kesempatan penelitian
Botanic Garden Conservation International (BGCI). 2013. Botanical Illustration. http://www.bgci.org/resources/ botanical_illustration/. Diakses: 31 Agustus 2016. Sidiyasa, K. 1998. Taxonomy, Phylogeny, and Wood Anatomy of Alstonia (Apocynaceae).Dissertation. Leiden University. Netherland Simpson, N. and P.G. Bearnes. 2008. Photography and Contemporary Botanical llustration. Curtis's Botanical Magazine 5(3): 258-280. Van Steenis, C.G.G.J. 2006. The Mountain Flora of Java.Second Edition. Leiden. Netherland.
25
Deny AP
Pengenalan Jenis Tumbuhan, Ujung Tombak Pengelolaan Herbarium Antun Puspanti
[ Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam ] e-mail:
[email protected]
merupakan sebuah ilmu yang sering juga dikaitkan dengan taksonomi dan juga dendrologi. Taksonomi adalah sebuah ilmu yang merupakan cabang disiplin ilmu biologi yang mempelajari aspek biologi dari sebuah spesies yang mendeskripsikan dan mengklasifikasikan spesies, membandingkan ciri-cirinya dengan tujuan untuk menamai dan mengkategorikan spesiesspesies menurut kesamaan filogenetiknya. Sedangkan dendrologi lebih fokus untuk mendalami tentang pohon maupun tumbuhan berkayu lainnya, seperti liana dan semak dengan mempelajari morfologi dan anatomi untuk memperoleh dasar-dasar pengenalan pohon, yang merupakan ilmu dasar dalam bidang kehutanan.
Pendahuluan Herbarium adalah koleksi dari awetan bagian-bagian tumbuhan dan data pendukung dari tumbuhan tersebut, yang disimpan dan disusun secara sistematis untuk kepentingan studi ataupun penelitian ilmiah. Herbarium juga didefinisikan sebagai sebuah institusi yang mempunyai gedung atau ruangan khusus untuk menyimpan spesimen atau contoh tumbuhan yang digunakan untuk kepentingan illmu pengetahuan. Selain berfungsi untuk menyimpan koleksi tumbuhan, herbarium juga berperan sebagai institusi rujukan untuk mengidentifikasi jenis yang belum diketahui dengan mencocokkannya dengan contoh tumbuhan yang telah diidentifikasi di herbarium.
Pengenalan Jenis Tumbuhan
Salah satu kegiatan yang penting pada sebuah institusi herbarium adalah pengenalan jenis. Di dalam dunia botani, identifikasi atau pengenalan jenis tumbuhan merupakan elemen terpenting menurut para ahli. Pengenalan jenis
Pengenalan jenis tumbuhan pada dasarnya dilakukan dengan mengidentifikasi karakter-karakter yang ada pada tiap jenis tumbuhan. Setiap tumbuhan memiliki karakter yang berbeda dengan jenis yang lainnya. Menurut Wyatt-Smith
26
(1999), karakter dapat dibagi menjadi dua yaitu forest characters (karakter-karakter yang ada pada habitatnya) dan leaf or herbarium characters (karakter-karakter yang ada pada herbarium). Forest characters meliputi ciri-ciri dari habitat, batang, kulit, penampakan tajuk dan ciri khusus lain yang didapatkan dari pengamatn langsung tumbuhan di habitatnya. Leaf or herbarium characters dilakukan di herbarium dengan mengamati lebih detil pada ciri-ciri khusus yang ada pada daun dan bunga/buah. Oleh karena itu, pengenalan jenis tumbuhan dapat dilakukan secara langsung saat di lapangan / hutan, dengan mengamati secara langsung karakternya di tempat tumbuhnya dan juga dapat dilakukan di herbarium, dengan mengambil contoh tumbuhan kemudian dicocokkan dengan contoh tumbuhan yang telah teridentifikasi di herbarium untuk mengetahui nama jenisnya.
langsung di lapangan maupun dalam bentuk koleksi herbarium di laboratorium. Kebanyakan, orang yang mampu mengidentifikasi jenis tumbuhan sudah berusia lanjut dan sulit mendapatkan generasi muda yang tertarik dengan ilmu taksonomi. Kurangnya minat generasi muda terhadap ilmu taksonomi lantaran adanya pemikiran bahwa ilmu taksonomi terkadang dianggap tidak bisa memberikan benefit yang menjanjikan.
Profesi yang makin langka Herbarium Wanariset yang dikelola oleh Balai Litbang Teknologi KSDA (Balitek KSDA) merupakan salah satu herbarium yang dimiliki oleh Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah terakreditasi secara internasional dan terdaftar dalam Index Herbarium dengan akronim WAN. Herbarium Wanariset pernah memiliki ahli pengenal jenis yang handal dan dikenal luas, tidak hanya di lingkup Kalimantan Timur, tapi juga di Indonesia. Mendiang Dr. Kade Sidiyasa adalah salah satu ahli taksonomi yang mumpuni yang pernah bekerja di Herbarium Wanariset selama lebih kurang selama 24 tahun. Berpulangnya Dr. Kade Sidiyasa adalah sebuah kehilangan yang sangat besar tidak hanya bagi Balitek KSDA, tetapi juga bagi dunia taksonomi di Indonesia. Sepeninggal Dr. Kade, belum ada lagi pengganti beliau di Herbarium Wanariset. Minimnya regenerasi membuat profesi ahli pengenal jenis tumbuhan menjadi semakin langka, tidak hanya di Herbarium Wanariset saja. Menurut Rahayu dan Hendrawan (2015) saat ini sangat sedikit orang yang mampu melakukan identifikasi jenis-jenis tumbuhan, baik secara
Zainal Arifin
Zainal Arifin, Pengenal Jenis Andalan Herbarium Wanariset Semasa bekerja di Herbarium Wanariset, Dr. Kade mempunyai beberapa staf yang telah dibimbing untuk mengenal jenis tumbuhan. Salah satunya adalah Zainal Arifin. Zainal Arifin yang biasa dipanggil Arifin adalah seorang pengenal jenis yang bekerja sebagai teknisi litkayasa di Balitek KSDA Samboja. Pengenalan jenis mulai dilakoninya sejak tahun 1989. Pada awal dirinya meniti karir, dia memulainya sebagai pemanjat pohon untuk mengambil sampel herbarium para peneliti. Bersamaan dengan itu, dia mulai belajar pengenalan nama-nama jenis tumbuhan. Bukan hal yang mudah memang menurutnya. Karena untuk belajar ilmu pengenalan jenis ini, harus dimulai dari hati, dengan niat kuat untuk mengenal satu demi satu dari ribuan jenis tumbuhan dari berbagai famili, harus fokus dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Untuk mencapai keahlian yang dimilikinya sekarang, dibutuhkan waktu yang sangat panjang dan penuh kegigihan. Ilmu pengenalan jenis banyak diperolehnya dari pengalaman langsung terjun ke lapangan, dengan belajar langsung dari ahlinya antara lain Dr. Kade Sidiyasa, Dr. Max van Balgooy dan Dr. Paul Kessler. Banyaknya jam terbang membuatnya semakin mahir dalam mengidentifikasi nama jenis tumbuhan dengan akurasi yang tinggi, berdasarkan karakter-karakter yang dimiliki oleh tumbuhan tersebut. Banyak suka dan duka yang dialami Zainal Arifin dalam menekuni profesi sebagai pengenal jenis ini. Hal yang
Alm. Dr. Kade Sidiyasa
27
menyenangkan dan membanggakan dari profesinya sebagai pengenal jenis tumbuhan adalah ketika dia banyak bekerja dan berinteraksi dengan para peneliti senior di seluruh Indonesia untuk membantu proses pengambilan ata di lapangan. Arifin banyak terlibat pada beberapa proyek kegiatan penelitian, baik itu dari dalam Litbang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun dari luar KemenLHK, atau bahkan dari swasta/perusahaan. “Alhamdulillah, dari profesi pengenal jenis tumbuhan ini, rejeki saya juga lancar. Saya jadi punya banyak kesempatan untuk mengunjungi seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya sembari tersenyum. Namun, ada juga tantangan dan hambatan yang dia hadapi sebagai pengenal jenis tumbuhan. Tak jarang dia harus memanjat pohon yang tingginya puluhan meter untuk mengambil contoh tumbuhan berupa daun, buah ataupun bunga. Aktifitas ini tentunya didukung dengan penggunaan alat panjat yang mempunyai tingkat keamanan yang tinggi. “Saya mahir sekali memanjat pohon. Sekarang dengan bertambahnya umur, saya sedikit mengurangi kegiatan memanjat saat ke lapangan karena tenaga saya sudah jauh berbeda jika dibandingkan saat saya masih muda dulu,” demikian kata Arifin sambil tertawa. Pohon tertinggi yang pernah dia panjat adalah dari family Dipterocarpaceae yang tingginya lebih dari 40 meter. Kadang-kadang binatang liar seperti lebah dan ular pun menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi ketika sedang memanjat untuk mengambil contoh tumbuhan. Berdasarkan pengetahuan yang dia miliki, menurutnya dia mampu mengidentifikasi hampir semua jenis pohon berdasarkan karakter-karakter yang dimiliki oleh tiap pohon. “Kalau menentukan famili dari suatu jenis, itu adalah hal yang mudah. Yang sulit dalam pengenalan jenis adalah menentukan nama species dari suatu jenis, karena untuk menentukan jenis diperlukan ketelitian yang lebih tinggi. Kalau saya ragu, saya harus mengambil specimen lengkap dari jenis itu kemudian mengidentifikasinya dengan mencocokkan dengan contoh yang ada di herbarium”, demikian kata Arifin.
Sebagai seorang pengenal jenis, Arifin berharap agar di masa mendatang, lebih banyak lagi praktisi kehutanan yang tertarik untuk mempelajari pengenalan dan identifikasi jenis ini, karena saat ini tidak banyak orang yang berkecimpung untuk mempelajari dan menekuni dunia ini. “Saya takut, kalau suatu saat nanti, pengenal jenis ini sudah tidak ada lagi yang meminati. Mudah-mudahan nanti lebih banyak orang yang tertarik untuk mempelajari ilmu ini, terutama bagi orang yang berkewarganegaraan Indonesia, agar kita tidak kalah dari negara-negara lain dalam hal taksonomi,”ujarnya.
Tantangan pengenalan jenis untuk kemajuan riset di Indonesia Pengenalan jenis mempunyai banyak tantangan dalam pengembangan ilmunya. Salah satunya adalah untuk perlakuan jenis-jenis Malesiana. Jenis-jenis Malesiana adalah sebutan untuk jenis-jenis tumbuhan yang secara geografis tersebar di wilayah Asia Tenggara yang meliputi 6 negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina dan Papua Nugini. Jenis-jenis Malesiana menurut Roos (2003) adalah termasuk jenis-jenis yang memerlukan tingkat kehatihatian tinggi saat dalam proses pengidentifikasian. Hal ini karena jenis-jenis Malesiana tidak mengalami revisi dalam jangka waktu yang lama, dan juga dalam satu genus terdiri dari banyak sekali jenis. Sebagai contoh, Syzygium terdiri dari 1045 species, dan terakhir kali direvisi adalah pada tahun 1949. Sehingga selama hampir 67 tahun tidak mengalami perbaikan atau revisi apapun. Tabel1menggambarkan informasi mengenai beberapa genus Malesiana dan revisi terakhirnya. Tantangan yang lain bagi pengenalan jenis yang lain adalah kesulitan dalam mengkoleksi contoh bagian tumbuhan. Banyak jenis tumbuhan atau pohon yang mempunyai batang sangat besar dan sangat tinggi dan juga dengan banir yang besar. Hal ini sangat menyulitkan untuk mengambil contoh daun, ranting dan bunga/buah. Beberapa jenis tumbuhan yang jarang berbunga juga menjadi salah satu tantangan dalam pengumpulan contoh herbarium. Bunga dan buah adalah salah
Tabel 1. Perkembangan informasi untuk genus yang termasuk dalam jenis Malesiana Genus Syzygium Ficus Shorea Aglaia Diospyros Garcinia Litsea Artocarpus Canarium Baccaurea
Total jenis 1.045 800 360 120 500+ 240 400? 61 120 42
Terakhir direvisi 1949 (Henderson) 2006 (Berg and Corner) 1982 (Ashton) 1992 (Pannell) 1873 (Hiern) 1925 (Engler) 1891 (Pax) 1959 (Jarrett) 1959 (Leenhouts) 2000 (Haegens)
Sumber : Roos (2003)
28
Bermasalah / perlu revisi X
X X X X
satu komponen penting dalam herbarium dan pengidentifikasian jenis. Sehingga jika bunga dan buah tidak tersedia, maka informasi yang dikumpulkan tidak bisa lengkap.
khusus yang mempunyai fokus pada ilmu taksonomi saat ini juga telah tersedia untuk membantu kegiatan pengenalan dan identifikasi jenis tumbuhan. Website semacam ini juga biasanya dilengkapi dengan foto berkualitas tinggi, beserta data pendukung yang ada pada jenis tersebut dan tersedia juga sarana untuk berdiskusi antara sesama peneliti tentang jenisjenis tumbuhan maupun hewan, sehingga merupakan sebuah wadah untuk validasi data. Salah satu contoh website tersebut adalah http://www.inaturalist.org/ dan identify.plantnetproject.org/.
Permasalahan yang tak kalah penting yang menjadi tantangan pengenalan jenis adalah terbatasnya jumlah pengenal jenis. Profesi pengenal jenis atau taksonomis ini sekarang ini menjadi profesi yang sangat langka. Hal ini mungkin disebabkan karena untuk memperdalam ilmu taksonomi, selain membutuhkan konsistensi dan fokus, waktu yang dibutuhkan juga sangat lama untuk mempelajari dan mendalami taksonomi. Menurut Rahayu dan Hendrawan (2015), tantangan lain perkembangan ilmu taksonomi untuk melahirkan ahli yang baru antara lain juga disebabkan karena: (1) berkembangnya ilmu genetika yang memanfaatkan DNA sebagai pembeda ciri suatu jenis tumbuhan, meskipun kenyataannya, suatu tumbuhan yang memiliki kemiripan DNA terkadang memiliki ciri fisik yang berbeda; (2) berkurangnya mata ajar atau mata kuliah taksonomi di sekolah dan universitas karena jumlah pengajar sangat sedikit; (3) berkurangnya minat generasi muda terhadap ilmu taksonomi karena dianggap tidak menjanjikan.
Para ahli taksonomi saat ini juga melengkapi koleksinya, selain dengan specimen juga dengan foto berkualitas tinggi. Specimen masing-masing bagian tumbuhan setelah diberi alkohol kemudian difoto dengan resolusi tinggi, kemudian disusun dalam folder elektronik untuk memudahkan dalam pengelolaan gambar. Dengan manajemen foto yang mempunyai resolusi tinggi seperti ini, tentunya akan semakin mempermudah dalam mendukung kegiatan pengenalan jenis, baik di lapangan maupun di herbarium.
Penutup Pengenalan jenis tumbuhan merupakan sebuah kegiatan yang sangat penting bagi pengelolaan herbarium. Kegiatan pengenalan jenis sangat didukung oleh ketersediaan dan keahlian para pengenal jenis tumbuhan yang bisa bekerja di lapangan maupun di herbarium. Saat ini, ahli pengenal jenis tumbuhan semakin menurun jumlahnya karena minimnya regenerasi yang disebabkan juga oleh minimnya minat generasi muda untuk mempelajari ilmu ini. Herbarium Wanariset yang merupakan institusi rujukan bagi identifikasi jenis tumbuhan, masih mampu melaksanakan tugasnya meskipun saat ini ahli pengenal jenis yang dimiliki semakin sedikit.
Pengembangan Teknologi Pengenalan Jenis Tumbuhan Pengenalan jenis saat ini berpeluang untuk lebih mudah dilakukan, dengan semakin majunya teknologi. Para ahli botani saat ini sedang mengembangkan sebuah teknologi yang disebut DNA barcoding untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan. Teknologi ini membutuhkan biaya yang sangat mahal, namun bisa menjadi salah satu alternatif dalam membantu pengenalan jenis tumbuhan. Saat ini juga telah tersedia beberapa macam aplikasi berbasis ponsel yang bisa dipasang di smartphone untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan, yang bisa dilakukan oleh siapa saja dan di mana saja. Contohnya adalah aplikasi Leafsnap, Pl@ntNet Plant Identification, Garden Answer, What's that flower?, MedLeaf dan beberapa aplikasi lainnya. Cara kerja beberapa aplikasi ini adalah dengan mencocokkan foto dari tumbuhan yang akan diidentifikasi, yang kemudian akan diolah oleh aplikasi tersebut untuk menghasilkan nama species yang paling memungkinkan dari hasil analisa foto tumbuhan tersebut. Ada pula aplikasi yang mengharuskan kita untuk mengetik ciri-ciri khusus dari tumbuhan tertentu, misalnya bentuk dan ukuran daun, pertulangan daun, bentuk dan warna buah, dan beberapa informasi khusus yang lainnya. Aplikasi ini telah banyak dikembangkan oleh beberapa lembaga bahkan beberapa universitas ternama dari berbagai negara, seperti Columbia University dan University of Maryland yang telah berhasil mengembangkan aplikasi Leafsnap. Meskipun memiliki beberapa kelemahan, aplikasi-aplikasi berbasis ponsel ini oleh beberapa kalangan dianggap cukup membantu dalam proses pengidentifikasian tumbuhan di lapangan. Website
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pengenalan jenis nantinya tidak hanya akan bertumpu pada profesi pengenal jenis saja. Beberapa teknologi seperti DNA barcoding, aplikasi berbasis ponsel dan website khusus untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan akan semakin mempermudah kegiatan pengenalan jenis tumbuhan, baik itu di lapangan maupun di herbarium.
Referensi Rahayu, S. dan Hendrawan, D.C.P. 2015. Ahli Identifikasi Tumbuhan: Profesi yang semakin langka seiring dengan hilangnya keanekaragaman hayati tumbuhan. Majalah Kiprah Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF). http://kiprahagroforestri.blogspot.co.id/2015/10/ahli-identifikasi-tumbuhahprofesi-yang.html. Diakses tanggal 30 Oktober 2016 Roos, M. 2003. Flora Malesiana 1991-2001: What has been achieved: revitalisation, momentum? What next? Telopea 10:1–10. Wyatt-Smith, J. 1999. Pocket Check List of Timber Trees. Third Revision by K.M. Kochummen.Forest Research Instiute Malaysia.
29
Mempertahankan Eksistensi Herbarium Wanariset Samboja Ulfah Karmila Sari, Ike Mediawati, Suryanto & Bina Swasta Sitepu [ Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam ]
2006), salah satunya yaitu Herbarium Wanariset Samboja. Herbarium Wanariset Samboja berada di Jalan Soekarno-Hatta Km 38 Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kertanegara, Propinsi Kalimantan Timur.
Pendahuluan Herbarium adalah tempat koleksi berbagai spesimen tumbuhan dalam keadaan mati untuk kepentingan pendidikan dan penelitian (Kementerian Kehutanan, 2012). Spesimen yang dikoleksi dilengkapi dengan informasi mengenai tumbuhan yang dimaksud. Informasi tersebut meliputi juga semua informasi yang tidak dapat diikutsertakan pada spesimen herbarium, misalnya tempat diambil spesimen. Sehingga Herbarium menjadi bukti bahwa tumbuhan tersebut pernah ada di daerah asal spesimen itu di koleksi (Sidiyasa, 1997). Saat sekarang, kata herbarium juga dipakai untuk menamai lembaga atau unit yang mengelola koleksi spesimen tumbuhan, termasuk mempelajari keanekaragaman spesies tumbuhan dan taksonominya, serta membuat sumber data dasar mengenai tumbuhan tersebut secara digital atau terkomputerisasi.
Tulisan ini bertujuan untuk menyampaikan informasi dan ulasan tentang Herbarium Wanariset Samboja dimulai eksistensinya sampai sekarang hingga langkah-langkah kedepan untuk pengelolaan yang lebih baik.
“Harta Tersembunyi” di Herbarium Wanariset Keberadaan herbarium sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Herbarium tidak saja menjadi tempat menyimpan tumbuhan yang diawetkan tetapi menjadi sumber informasi tumbuhan tersebut. Spesimen herbarium dapat menjadi bukti keberadaan atau keragaman tumbuhan di suatu habitat, pola distribusi spesies, dan perubahan habitat. Sebuah herbarium mendokumentasikan spesies tumbuhan langka, penemuan spesies baru, juga sejarah
Saat ini ada sekitar 30 Herbarium yang ada di Indonesia yang terdaftar dalam index Herbarium Indonesianum (LIPI,
30
evolusi tumbuhan, Selain itu, specimen herbarium juga menyediakan material untuk penelitian filogenetik molecular tumbuhan, penelitian di bidang obat-obatan dan makanan, juga di bidang etnobotani.
kering herbarium dan 66 kotak untuk menyimpan xylarium (contoh kayu). Selain rak koleksi herbarium, di lantai 1 terdapat 2 buah deep freezer dan di lantai 2 terdapat 1 freezer, masing-masing deep freezer mampu menyimpan 22 kotak specimen untuk sekali periode perawatan. Rak dan kotak penyimpanan ini terbuat dari kayu, kecuali untuk specimen basah yang ditempatkan dalam wadah kaca. Inilah yang menjadikan ciri khas dari Herbarium Wanariset. Tidak seperti herbarium lainnya, kotak penyimpanan specimennya terbuat dari besi ataupun rak alumunium. Tentu saja rak dan kotak penyimpanan ini membutukan perawatan yang lebih. Ini berhubungan dengan rayap dan jamur, yang dapat merusak rak dan kotak penyimpanan tersebut.
Herbarium Wanariset tidak sekedar berfungsi sebagai tempat koleksi berbagai jenis tumbuhan, Herbarium juga telah difungsikan sebagai tempat pendidikan bagi siswa dan mahasiswa yang ingin mengenal lebih jauh tentang dunia tumbuhan. Teknisi herbarium yang ada pun memberikan pelatihan pengenalan tumbuhan dan memberikan pelayanan identifikasi tumbuhan bagi pihak yang memerlukannya. Sebagai penyimpan koleksi materi ilmu pengetahuan bernilai tinggi, sebuah herbarium layaknya sebuah bank yang menyimpan harta tak ternilai. Koleksi specimen herbarium tentu sangat berharga untuk perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang botani. Herbarium Wanariset mengkoleksi berbagai jenis pohon, perdu, liana, terna, epifit,pakis-pakisan dan tumbuhan parasit. Berdasarkan database tahun 2014, jumlah koleksi hingga saat sekarang telah mencapai jumlah 19.491 spesimen herbarium dan 66 xylarium (contoh kayu). Koleksinya yang paling berharga berupa spesimen lima isotype yaitu Monocarpia kalimantanensis Kessler, Cryptocaryne noritoi Wongso, Coestalgia montana Sidiyasa, Daemonorops pumilus Valkenburg, Calamus fimbriatus Valkenburg, dan Calamus nigricans Valkenburg. Koleksi unik lainnya yaitu tumbuhan parasit Rafflesia pricei Meijer, Rhizanthes lowii (Becc) Harms (Rafflesiaceae), dan Balanophora papuana Schltr (suku Balanophoraceae). Spesimen tersebut didapat dari hasil eksplorasi yang dilakukan tim Herbarium Wanariset ke sejumlah daerah diantaranya ke Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Koleksi herbarium terbanyak berasal dari family Dipterocarpaceae.
nanda Farha Nadia
Kotak tempat penyimpanan
Kotak tempat penyimpanan Xylarium
Infrastruktur Herbarium Wanariset Samboja Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, herbarium tidak sekedar tempat penyimpanan, herbarium juga berfungsi sebagai pusat data yang memberikan pelayanan informasi serta memberikan pendidikan baik dalam pembuatan herbarium maupun pengenalan jenis tumbuhan kepada masyarakat. Sumber daya manusia dan infrastruktur herbarium dituntut untuk dapat menunjang keseluruhan fungsi tersebut.
Deny AP
Saat ini, Herbarium Wanariset memiliki infrastruktur berupa gedung dan perangkat pendukung. Gedung Herbarium Wanariset terdiri dari tiga lantai. Terdapat ruang-ruang yang difungsikan sebagai berikut : 1. Ruang penyimpanan koleksi Kotak tempat penyimpanan spesimen kering
Ruang ini terletak di lantai 1 dan 2 dimana terdapat rak koleksi specimen yang terdiri dari 1176 kotak specimen
31
Kotak penyimpanan specimen yang dimiliki herbarium wanariset terbuat dari kayu. Material tersebut kurang baik digunakan untuk menyimpan specimen herbarium karena kayu dari kotak penyimpanan mungkin mengandung mikroba yang dapat mengkontaminasi specimen sehingga sepesimen dapat membusuk atau rusak. Kotak kayu juga sering menjadi tempat serangga bertelur misalnya kecoak dan rayap. Kotak penyimpanan specimen lebih baik terbuat dari bahan stainless steel seperti yang dimiliki herbarium Berlin Dahlem Botanical Garden and Museum. Selain tahan rayap, lemari stainless steel mudah untuk dibersihkan dan disterilisasi dari mikroorganisme.
3. Ruang Mounting. Ruangan ini digunakan untuk kegiatan mounting atau penempelan sampel tumbuhan yang sudah dikeringkan ke kertas untuk dijadikan specimen herbarium. Kegiatan tersebut di lakukan di lantai 3 gedung utama Proses mounting tersebut memerlukan pengerjaan yang hati-hati dan dengan mempertimbangkan nilai estetika agar specimen herbarium yang dibuat tidak hanya mengandung informasi ilmiah, tetapi juga enak untuk dipandang. Di ruang mounting ini pula, drawer atau ahli gambar Herbarium Wanariset membuat lukisan specimen sebagai data pelengkap.
Manajemen Pengelolaan Herbarium Sumber daya manusia dan manajemen merupakan pendukung yang penting dalam pengelolaan herbarium. Dalam struktur organisasi Balitek KSDA, pengelolaan Herbarium Wanariset berada di bawah Seksi Data Informasi dan Sarana Penelitian. Secara garis besar, pengelolaan herbarium Wanariset terdiri atas : 1.
Satu penanggungjawab herbarium
2.
Satu peneliti
3.
Satu pengenal jenis
4.
Satu juru gambar
5.
Tiga orang teknisi pengelola herbarium
6.
Satu orang pengelola sarana dan prasarana herbarium
Dengan jumlah personel yang minim tersebut, tidak mudah bagi herbarium Wanariset untuk mengembangkan institusinya menjadi herbarium sekaliber Herbarium Bogoriense. Berkaca pada sistem manajemen herbarium di New York Botanical Garden, selain membutuhkan pengenal jenis yang terampil, sebuah herbarium memerlukan tim manajemen yang terdiri atas:
Gambar: Lemari Penyimpanan Spesimen Herbarium di Berlin Dahlem Botanical Garden and Museum (http://www.britannica.com/place/Berlin-DahlemBotanical-Garden-and-Botanical-Museum.)
·
Direktur herbarium, yang bertanggung jawab dalam operasional harian, manajemen keuangan dan mengawasi serta mengkordinasikan staf herbarium Sekretaris herbarium; bertanggung jawab dalam mengkordinasikan penggunaan fasilitas herbarium bagi pengunjung, korespondensi, pemesanan kebutuhan herbarium, dan menyiapkan salinan laporan atau proposal hibah.
·
Bagian administrasi,yang bertugas mengelola program kunjungan ke herbarium, mengurus proses administrasi tukar menukar specimen untuk
2. Ruang Sortasi dan ruang pengeringan. Ruangan ini terpisah dengan gedung utama herbarium. Di ruangan ini kegiatan penyortiran sampel herbarium dilakukan sebelum dikeringkan dengan oven. Sampel herbarium yang dalam keadaan baik dan lengkap saja yang dipilih untuk selanjutnya masuk ke proses pengeringan dan mounting.
32
keperluan publikasi,berkontribusi dalam website sains, dan ikut serta dalam proses pengelolaan specimen herbarium. ·
Jerman. Koleksi yang disimpan di herbarium ini mencapai lebih 3,6 milyar spesimen. Semua specimen jenis tumbuhan termasuk tumbuhan berbunga, paku-pakuan, lumut, alga, fungi dan lichen dikumpulkan dari seluruh dunia. Herbarium ini juga mengkoleksi sampel kayu, buah dan biji kering serta sampel lain yang diawetkan di dalam alkohol.
Manajer informasi, yang ber tugas dalam mengkordinasikan semua aktivitas virtual herbarium mulai dari memperbarui isi website herbarium hingga memutakhirkan database herbarium yang bisa diakses dari website.
·
Manajer koleksi, yang bertanggung jawab dalam melakukan supervise proses pembuatan dan perawatan koleksi herbarium, melatih kurator, mengawasi juga berpartisipasi dalam proses pembuatan koleksi herbarium dan katalog specimen.
·
Kurator yang memproses specimen tanaman yang akan dijadikan herbarium, merawat specimen herbarium, memasukkan data specimen ke dalam database, membuat katalog data specimen, dan melayani permintaan data specimen dari pengguna herbarium
2.
Institusi yang telah berdiri sejak 1834 ini merupakan saksi sejarah perjalanan para ahli taksonomi dunia yang melanglang dunia termasuk ke Indonesia demi mempelajari tumbuhan. Sederetan ahli taksonomi dunia yang menjelajah Indonesia, membawa contoh tumbuhan yang kemudian dikoleksi dan disimpan di Herbarium Bogoriense. Herbarium Bogoriense merupakan salah satu pusat referensi ilmiah untuk tumbuhan di Indonesia. Lebih dari 2 juta koleksi specimen tumbuhan yang tersimpan dengan standard Internasional. Specimen tersebut terdiri atas koleksi kering dan basah (yang disimpan dalam alkohol), karpologi dan fosil. Delapan puluh persen dari 14.000 koleksi specimen yang dimiliki kini sudah terdigitalisasi, sedangkan sisanya masih dalam proses pengerjaan.
Secara pribadi, penulis berharap Herbarium Wanariset dapat memiliki peneliti botani atau ahli taksonomi yang khusus melakukan penelitian sistematika tumbuhan seperti yang ada di Singapore Herbarium (SING), SING setidaknya memiliki 6 staf yang fokus meneliti taksonomi tumbuhan per family. Misalnya Dr.Hubert Kurzweil yang melakukan penelitian famili Orchidaceae atau Dr Ho Boon Chuan dengan Leguminosae (keluarga kacang-kacangan). Dengan koleksi specimen Dipterokarpa yang cukup lengkap, bukanlah hal yang tidak mungkin bagi Herbarium Wanariset untuk melakukan penelitian seperti hal tersebut.
3.
The Missouri Botanical Garden Herbarium Herbarium yang terletak di Amerika ini merupakan sumber specimen penelitian dan informasi tumbuhan dari kelompok Bryophyta (tumbuhan lumut dan paku) dan tumbuhan berpembuluh. Koleksinya terbatas hanya pada dua jenis tumbuhan tersebut. Berdasarkan data tahun 2013, koleksinya mencapai 6,37 juta spesimen yang terdiri atas 5,8 juta tumbuhan berpembuluh dan 538.000 bryophyta. Sekitar 4000 koleksi specimen disimpan dalam bentuk awetan basah. Koleksi khusus dari herbarium ini adalah bank DNA tumbuhan. Tujuan didirikannya bank DNA adalah untuk membantu penelitian di bidang filogenetik molekular. Hingga saat ini kurang lebih 11.000 sampel DNA sudah masuk dalam katalog dan dapat diakses secara online.Meskipun, data herbarium dapat diakses oleh umum secara online, herbarium ini tidak menerima kunjungan masyarakat umum dan terbuka hanya bagi yang berkepentingan membutuhkan specimen untuk penelitian.
Menengok Herbarium di Tempat Lain Bila dibandingkan dengan herbarium lain, jumlah specimen yang ada di WAN masih terbilang sedikit. Wanariset Herbarium masih perlu memperbanyak jumlah koleksinya dan meningkatkan keragaman spesies yang dikoleksinya. Hal tersebut dapat dilakukan baik dengan melakukan eksplorasieksplorasi maupun dengan melakukan pertukaran specimen herbarium dengan herbarium lain. Berikut beberapa herbarium dan koleksinya yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan koleksi herbarium 1.
Herbarium Bogoriense
4.
The Herbarium of the Botanic Garden dan Botanical Museum Berlin-Dahlem
The Singapore Herbarium (SING) The Singapore Herbarium merupakan rumah bagi sekitar 750.000 spesimen. Koleksi herbarium ini termasuk sampel tumbuhan yang didapat dari daerah semenanjung
Herbarium yang terletak di kota Berlin ini dibangun pada tahun 1819 dan merupakan herbarium terbesar di
33
Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei, Indonesia, Filipina, Papua Nugini, Asia timur,dan Pasifik Tenggara. Sebagian besar koleksinya berasal dari Singapura dan semenanjung Malysia sejak 1880. Penelitian mengenai taksonomi dan sistematika tumbuhan di herbarium ini berfokus pada: famili Apocynaceae-Rauvolfioideae, ApocynaceaeApocynoideae,Gesneriaceae dan paku-pakuan; famili Leguminoceae; famili Orchidaceae, famili Zingiberaceae; famili Rubiaceae; famili Apocynaceae-Asclepiadoideae; famili Begoniaceae; famili Annonaceae; famili Lauraceae; famili Gentianaceae; famili Rubiaceae dan famili PoaceaeBambusoideae.
masyarakat semakin mudah mengakses informasi koleksi tumbuhan tersebut, contohnya Wisconsin State Herbarium. Lembaga ini membangun sendiri sintem pengelolaan database herbariumnya. Dimulai dengan Paradox relational database hingga kini sistem pengelolaan database Wisconsin State Herbarium telah berkembang menjadi WI Botanical Herbarium System. Herbarium yang merupakan pusat dari konsorsium 26 herbarium mengelola 400.000 data specimen dalam WISFlora database. Kini type specimen dan data specimen Wisconsin State Herbarium lainnya dapat diakses melalui JSTOR Global Plants.
Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi, pelayanan herbarium pun mulai berkembang ke arah sistem informasi dalam jaringan. Beberapa herbarium mulai mengunggah data koleksinya ke situs-situs resminya agar
Apa yang telah dilakukan oleh Wisconsin State Herbarium juga sedang diupayakan oleh Herbarium Wanariset. Sebagai langkah awal untuk menyajikan katalog specimen secara online, pengelola Herbarium Wanariset membuat database koleksi herbarium. Hal ini tidak lepas dari penggunaan perangkat lunak yang memudahkan pembuatan katalog specimen dan mengintegrasikannya ke dalam sistem informasi
Mounting/Pengeplakan
Penggambaran spesimen
Pemeliharaan sampel herbarium
Pengelolaan database
Digitalisasi Database Koleksi
34
dalam jaringan. Perangkat lunak yang digunakan di Herbarium Wanariset sama dengan yang digunakan oleh Singapore Herbarium yaitu BRAHMS. Software Botanical Research Herbarium and Management system atau BRAHMS memungkinkan pengelola herbarium untuk mengedit, menganalisa dan mempublikasikan data specimen dalam jaringan. Diharapkan dengan digitalisasi data specimen tersebut, herbarium Wanariset dapat meningkatkan pelayanannya dan memperbesar kontribusi institusi ini kepada ilmu pengetahuan.
kegiatan eksplorasi tiap tahun untuk menambah koleksi specimen. Selain kegiatan eksplorasi, pihak pengelola juga memberikan pelatihan, seperti pelatihan tentang pengenalan jenis yang dilaksanakan di Kebun Raya Balikpapan. Selain itu, Dinas Kehutanan Kabupaten Asmat pernah megirimkan 6 orang suku Asmat untuk melakukan pelatihan pengenalan jenis dan pembuatan herbarium untuk jenis tumbuhan mangrove. Dengan berbagai kegiatan seperti eksplorasi, melakukan pelatihan dan menjalin kerjasama, perlu adanya kegiatan yang meningkatkan kinerja para pengelola Herbarium Wanariset agar keterampilan para pengelola semakin meningkat seperti pelatihan pelatihan pengenalan jenis, dan pelatihan penyusunan data base dengan BRAHMS.
Tantangan Herbarium Wanariset Samboja di Masa Depan Sebagai tempat koleksi berbagai jenis tumbuhan, specimen yang dikoleksi dilengkapi dengan data penunjang. Saat ini data-data tentang spesimen hanya terkomputerisasi melalui program BRAHMS. Apalagi teknologi yang serba canggih sekarang dapat membantu dalam sistem managemen informasi yang berbasis virtual sehingga membantu pengelola herbarium dalam kegiatan mengidentifikasi tumbuhan. Hasil digitalisasi specimen ini, dapat dijadikan acuan untuk memudahkan membantu dalam identifikasi jenis tumbuhan, sehingga herbarium bukan hanya sebagai tempat menyimpan hasil specimen dalam bentuk kering dan basah saja, akan tetapi juga dapat menyimpan dalam bentuk digital.
Penutup Herbarium bukan hanya sekedar sebagai tempat koleksi berbagai spesiemen tumbuhan, juga bertujuan sebagai tempat pendidikan dan pelatihan. Selama 27 tahun berdirinya Herbarium Wanariset Samboja, banyak dari pelajar, mahasiswa dan instansi terkait baik negeri maupun swasta yang berkunjung untuk mempelajari atau mengenal dunia tumbuhan melalui herbarium. Untuk mempertahankan eksistensi tersebut, perlu adanya suatu pelatihan dan kerjasama baik dengan sesama herbarium atau instansi terkait untuk meningkatkan keterampilan pengelola. Selain itu perlu juga memperhatikan fasilitas yang ada, bukan hanya menambah tetapi juga perbaikkan fasilitas yang ada agar dimasa datang Herbarium Wanariset Samboja dapat disejajarkan dengan herbarium lainnya.
Melihat herbarium di tempat lainnya seperti Herbarium Bogoriense, dimana koleksi specimen sudah terdigitalisasi, tentu saja ini menjadi acuan atau semangat bagi pengelola Herbarium Wanariset agar tetap mempertahankan eksistensinya. Bukan hanya tempat mengoleksi spesimen berbagai jenis tumbuhan, akan tetapi juga sebagi tempat penelitian. Contohnya saja penelitian tentang DNA tumbuhan yang diambil dari herbarium, penelitian yang bersifat biologi molukeler ini dapat dijadikan data pendukung untuk morfologi suatu tumbuhan. Dengan begitu selain mengoleksi specimen kering maupun basah, herbarium dapat di jadikan sebagai bank DNA tumbuhan.
Daftar Pustaka Anonim. 2011. Herbarium Wanariset “ Koleksi Ilmiah Flora Indonesia”. Leaflet. Samboja. Peraturan Menteri Kehutanan No P.31/Menhut-II/ 2012 tentang Lembaga Konservasi. Sidiyasa, K. et al. 1997. Teknik Pengenalan Jenis Pohon dan Pembuatan Herbarium. Wanariset Samboja.
Rak dan kotak penyimpanan herbarium di Herbarium Wanariset masih terbuat dari kayu sehingga perlu ada kegiatan perawatan. Kegiatan perawatan tersebut di lakukan 6 bulan sekali. Selain perawatan kotak penyimpanan, gedung juga dilakukan perawatannya. Seperti kegiatan fumigasi untuk bangunan, untuk menghindari jamur-jamur pada dinding bangunan dan lantai bangunan. Karena pada lantai 2, lantainya berbahan dasar kayu, tidak seperti lantai 1 dan lanatai 3 yang terbuat dari keramik.
Girmansyah, D.,Y Santika, Suratman. 2006. Index Herbarium Indonesianum.Puslit Biologi-LIPI. Berlin Dahlem Botanical Garden and Botanical Museum.Website: http://www.britannica.com/ place/Berlin-Dahlem-Botanical-Garden-andBotanical-Museum. Diakses tanggal 27 Mei 2015 Missouri Botanical Garden. Website : http://www.missouribotanicalgarden.org. Diakses tanggal 27 Mei 2015 Herbarium Bogoriensis.Website:http://blog.sivitas.lipi.go.id. Diakses tanggal 27 Mei 2015.
Selama 27 tahun berdirinya Herbarium Wanariset Samboja, banyak kegiatan yang telah dilaksanakan selain
35
MENJELAJAH KARST DEMI MENGOLEKSI HERBARIUM Eksplorasi herbarium di daerah karst Tana Toraja dan Maros, Sulawesi Selatan Mira Kumala Ningsih *, Nanda Farhazakia* dan Iman Suharja** [* Teknisi Litkayasa dan ** Pengelola Herbarium Pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam]
36
Salah satu makam yang menghiasi dinding karst di Toraja Utara ksplorasi adalah salah satu cara mengoleksi sampel herbarium. Sampel yang berupa seranting daun yang dikeringkan bagi kebanyakan orang tidak berarti apaapa. Anggapan mereka dedaunan dapat ditemukan kapan saja dan dimana saja, jadi untuk mencarinya tidak perlu jauh-jauh, dipekarangan rumahpun ada setiap harinya. Sehingga bagi orang awam mungkin mengatakan bahwa eksplorasihanya membuang-buang waktu. Namun bagi seorang botanis, melakukan perjalanan ekplorasi dan menjadi kolektor suatu tumbuhan dari daerah tertentu merupakan hal yang sangat penting. Selain untuk memperkaya koleksi herbarium, hal ini juga merupakan pengembaraan pengetahuan tentang jenis flora terutama kekayaan flora yang dimiliki kepulauan Indonesia yang merupakan aset tak ternilai harganya.
yang didominasi jajapangi sebuah mobil, kamipun berangkat menuju Rantepau yang merupakan daerah Toraja bagian utara.
E
Menyantap hidangan khas Pangkep dan Sidrap Perjalanan Makassar menuju Rantepau ditempuh selama kurang lebih 2 jam perjalanan. Selama perjalanan terlihat jejeran para penjual jagung rebus khas masyarakat Pangkep.Jagung rebus di daerah ini berbeda dengan di tempat lain. Rasanya yang enak, legit seperti ketan dengan warna putih membuat tangan kami tak henti-hentinya memanjakan mulut dan terus mengunyah.Di tambah lagi dengan semburat lembayung senja yang kadang menerpa wajah kami saat berada di dalam mobil menambah rasa nikmat yang tidak terlupakan selama perjalanan.
Kegiatan eksplorasi di Herbarium Wanariset adalah kegiatan rutin yang dilakukan untuk menambah koleksi yang telah ada. Tujuan daerah eksplorasi biasanya ke lokasi yang dianggap memiliki kekhasan jenis flora dan belum atau masih sedikit koleksi yang berasal dari daerah tersebut. Demikian juga dengan kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada minggu ke dua bulan Juni 2012 di Toraja dan Maros, Sulawesi Selatan, daerah
Setelah melewati daerah Pangkep dan Enrekang mobil kami terus melaju hingga kurang lebih pukul 9 malam tiba di Sidrap dan memutuskan untuk beristirahat dan “mengisi kampung tengah” istilah lain yang kami gunakan untuk menyebutkan “perut”. Warung makan yang menyediakan kuliner lalapan burung cawiwi goreng cukup menarik perhatian kami. Burung cawiwi
37
adalah khas sidrap dengan nama latin Dendrocygna autumnalis atau yang biasa disebut Black-bellied whistling duck oleh orang barat. Karena penasaran akan rasanya, kamipun memesan satu porsi per orang. Setelah dihidangkan. Seporsi cawiwi goreng yang disuguhkan bersama sepiring nasi ternyata tidak cukup untuk mengenyangkan perut kami. Akhirnya, karena perut yang masih lapar dan rasanya yang enak membuat kami akhirnya masing-masing menambah seporsi burung cawiwi lagi. Perjalanan selanjutnya menuju Toraja menembus pekat malam meniti jalan sempit perlu ekstra hati-hati melalui jalan mendaki yang berkelok-kelok. Khawatir tiba-tiba truk atau bus dari arah berlawanan melintas. Lalai sedikit mobil akan masuk ke dalam jurang. Setelah sekitar 8 jam perjalanan sampailah di Rantepao Ibukota dari Kabupaten Toraja Utara.
Kopi khas Toraja dan Budaya lokal Salah satu yang dikenal dari Toraja adalah kopi toraja. Suguhan kopi hitam toraja cukup nikmat pada kondisi suhu udara dingin yang menusuk. Meskipun beberapa tim mengalami mual dan muntah-muntah karena lambungnya tidak tahan dengan kopi tersebut. Perjalanan menuju hutan diawali dengan naik pete-pete, sebutan angkot khas Sulawesi Selatan, menuju ke tepi hutan. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki mendaki pegunungan karst Bukit Singki. Beberapa kali kami bertemu atau mendengar gonggongan beberapa ekor anjing peliharaan masyarakat sekitar. Namun lambat laun gonggongan anjing mulai menghilang berganti dengan suara serangga yang saling bersahut-sahutan saat mulai memasuki hutan. Perjalanan melewati makam-makam masyarakat Toraja menghiasi dinding-dinding pegunungan karst. Suasana tampak menjadi menyeramkan, saat melewati rumah kecil nan mewah dengan patung-patung yang menyerupai pemilik makam tersebut, yang disebut dengan Tongkonan. Suku Toraja memang dikenal memegang teguh adat dan istiadat leluhur.salah satunya dalam hal pemakaman jenazah begitu kental hingga saat ini. Proses pemakaman pun memerlukan biaya yang tergolong tinggi, karena harus memotong kerbau yang terkadang jumlahnya tidak sedikit. Pemakaman ini juga dijadikan sarana untuk berkumpulnya keluarga dan kerabat. Selain budaya masyarakatnya, indahnya panorama alam pegunungan karst dengan hawa sejuk dan asrinya suasana desa pegunungan di Rantepao, membuat para wisatawan lokal maupun asing merasa ketagihan untuk kembali menikmatinya. Karst memang mendominasi wilayah Toraja secara keseluruhan, diselingi hamparan sawah dan perkebunan kopi, kakao dan pangi di lereng-lereng bukit.
38
Flora khas Pegunungan Karst Tana Toraja Jenis koleksi daerah karst biasanya didominasi oleh jenisjenis perdu (herb), semak (shrub), tumbuhan merambat (liana) dan pohon kecil (treelet). Sebagian besar jenis berasal dari family Moraceae, Urticaceae, Verbenaceae, Myristicaceae, Euphorbiaceae, Leguminosae, Lauraceae, Magnoliaceae, Sterculiaceae, Rubiaceae, Loranthaceae, Orchidaceae, Myrtaceae, dan Rutaceae. Jarang sekali dijumpai jenis-jenis pohon yang tinggi dan besar seperti jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae di daerah ini, terutama daerah menuju puncak pegunungan. Hal inilah yang menjadi perbedaan antara daerah karst dengan daerah lainnya. Perbedaan tofografi, lokasi dan habitat merupakan salah satu penentu suatu jenis vegetasi yang dapat tumbuh. Sampel herbarium pertama yang kami koleksi kali ini adalah Myristica sp. Empat sampel kami ambil menggunakan pisau pengait yang diikat pada ujung galah. Galah yang biasa kami gunakan adalah hasil modifikasi dari alat pancing yang terbuat dari bahan karbon dan mempunyai panjang 10 m. Jika tinggi pohon melebihi panjang galah maka, pohon harus dipanjat menggunakan alat panjat. Setiap material dipilih yang terbaik yaitu daun tidak terserang hama, memiliki daun muda dan daun tua dan dilengkapi dengan bunga atau buah. Etiket gantung diikatkan pada ranting herbarium dengan menuliskan nomor koleksi berdasarkan urutan koleksi yang kami ambil. Selain mendokumentasikan dengan kamera, data lapangan juga dicatat, seperti bentuk pohon, ukuran, warna, bau dan rasa. Karena apabila sampel dikeringkan, maka data tersebut tidak akan terlihat lagi (hilang), sehingga data-data lapangan tersebut sangat berharga bagi suatu koleksi herbarium. Beberapa kelompok jenis tumbuhan tertentu, seperti tumbuhan terna, perdu-perduan, epifit dan parasit dalam pengambilannya disertakan seluruh bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga dan atau buah) dengan menggunakan gunting stek atau dicabut langsung. Sedangkan untuk jenis palem dan rotan, hanya beberapa bagian saja yaitu pelepah dan daunnya dibagi kedalam beberapa potongan. Semakin mendaki, semakin banyak jenis flora yang belum pernah ditemukan. Akan tetapi semakin sedikit pula jenis pohon yang berukuran besar yang kami temui. Hampir semua jenis hasil koleksi belum bisa teridentifikasi sampai ke species. Hal ini lah, yang membuat kami penasaran dan semangat meskipun kepenatan terus menggerogoti tubuh kami. Rasanya sayang sekali apabila melewatkan begitu saja koleksi-koleksi yang terdapat disini.
Penyusuran terus berlanjut di pegunungan karst Toraja, pemandangan hijau nan asri bergelimang dengan bunga dan buah membawa keberuntungan tersendiri yang tak terlupakan bagi kami. Selain Bukit Singki kami juga menjelajah daerah lainnya yaitu Kete Kesu, Lembang Sangbua, Lembang Tadongkon, Kawasan Objek Wisata Tilanga, Tete' Basidan Londa dengan ketinggian jelajah antara 759m sampai dengan 900 m diatas permukaan laut.
Saat packing inilah, kami menjadi tontonan pemilik penginapan dan tamu hotel lainnya, seolah artis tengah hadir ditengah-tengah mereka. Dengan penuh keheranan dan tentu saja tanda tanya besar kini hadir dikepala mereka, menunjukkan ekspresi seakan-akan mengatakan kerjaan kami hanya membuang-buang waktu. Salah satu dari mereka akhirnya tergelitik untuk bertanya, mengapa kami datang jauh-jauh dari kalimantan hanya untuk mengumpulkan dedaunan tersebut. Terkadang juga mereka baru mengetahui dan tidak menyangka bahwa tumbuhan yang kami koleksi di Herbarium Wanariset berasal dari wilayah mereka. Semakin penasaran, merekapun kadang mendekati kami dan berbincang-bincang seputar koleksi yang kami peroleh. Dengan cara santai dan bercampur humor Pak Arifin dan Pak Iman menjawab pertanyaan mereka satu per satu.
Sambil berjalan menyusuri jalan menuju Londa, di dekat pemukiman warga kami akhirnya menemukan sebuah pohon yang berukuran besar. Michelia champaca yang sedang berbunga menjadi incaran kami dengan tinggi mencapai 20 m dan berdiameter kurang lebih 30 cm tumbuh di dekat pemukiman warga. Kamipun meminta ijin kepada warga sekitar untuk mengambil beberapa ranting daun sebagai koleksi. Karena galah tidak mampu menjangkau materi yang akan diambil, maka Pak Arifin beraksi untuk memanjat pohon tersebut. Beberapa warga yang melintas, terperangah melihat kemahiran Pak Arifin dalam memanjat pohon. Tetapi karena kesibukan, mereka hanya melihat sekilas dan basa basi sebentar menanyakan tujuan kami dan kemudian berlalu. Akhirnya, beberapa ranting daun yang dilengkapi bungapun berhasil kami kumpulkan.
Jenis yang berhasil dikoleksi menjelajah hutan pegunungan karst di Kabupaten Toraja Utara adalah jenis dari family Urticaceae dan Moraceae (Ficus spp.). Jenis ini merupakan jenis-jenis pohon yang berukuran kecil, perdu, semak dan ephypite. Jenis inilah yang mendominasi pegunungan karst di Tana Toraja.
Menyapa maros di pagi hari Perjalanan eksplorasi selanjutnya adalah daerah pegunungan karst di Kabupaten Maros. Perjalanan dari Toraja melalui jalan menurun berkelok-kelok melewati daerah Enrekang dan Sidrap, dua tempat dimana pertanian dan perkebunan menjadi tumpuan pendapatan warganya. Jalanan mulus serta hijaunya punggung bukit sungguh menyedapkan pandangan mata.Sesekali tampak persawahan yang sedang digarap petani. Tujuan kami kali ini adalah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul). Sebagai lokasi wisata air terjun, di penginapan yang kami tinggali terdapat sebuah kolam renang terbentang sepanjang penginapan, ditambah beberapa tanaman seperti bunga asoka, aglonema dan beberapa jenis lainnya menghiasi sekitarnya menambah rasa asri nan alami daerah itu.
Bak artis di sesi packing Setelah kembali ke penginapan, koleksi yang telah dikumpulkan didokumentasikan lalu dipacking. Setiap material herbarium dibungkus dengan diselipkan diantara lipatan kertas koran. Setelah terkumpul beberapa bungkusan, selanjutnya disusun menjadi tumpukan setebal 30 – 40 cm. Setiap tumpukan material dibungkus lagi dengan koran bekas yang berfungsi sebagai cover, diikat dengan tali rafia seperti mengikat piringan telur agar tidak mudah terlepas. Satu persatu bungkusan tersebut dimasukkan kedalam kantong plastik besar. Selanjutnya spiritus atau alkohol dituangkan secukupnya untuk menjaga agar material-material itu tidak mudah rapuh dan terserang hama. Yang harus diperhatikan, tidak boleh sampai tergenang dan tidak pula terlalu sedikit sebab akan mengakibatkan herbarium menjadi rusak. Cara ini disebut cara basah dan dilakukan untuk perjalanan yang memakan waktu cukup lama dari tempat pengambilan material ke tempat pengeringan.
Rambatan tanaman markisa yang sedang berbunga dan berbuah hampir memenuhi taman di depan kamar tempat kami menginap, sesekali datang beberapa ekor kupu-kupu dan kumbang yang berayun dari tangkai ke tangkai untuk menghisap nekhtar dari bunga yang satu ke bunga yang lainnya mengukir memori tersendiri bagi kami. Rasa lelah selama perjalanan membuat kami segera masuk ke dalam kamar masing-masing untuk kemudian mengumpulkan semangatsemangat baru.
Kantong plastik selanjutnya diikat dengan kuat dengan menggunakan tali rafia untuk menghindari keluar masuknya udara. Proses selanjutnya adalah memasukkan tumpukan material yang telah dibungkus dengan kantong plastik kedalam karung agar tidak mudah rusak atau bocor selama dalam perjalanan.
Setelah melapor ke kantor TN Babul, yang menjadi tujuan pertama kami adalah jalur pendakian Gunung Bulusaraung.
39
Rumah tongkonan khas adat Toraja, Atapnya melengkung menyerupai perahu dan bagian depat terdapat deretan tanduk kerbau
Dipandu oleh Syachrir, salah seorang staf dari TN Babul dan Pak Pado warga kampung yang biasa membantu dalam kegiatan eksplorasi karena kemampuannya menghafal nama-nama tumbuhan hutan daerah sekitar. Pendakian dimulai dengan menyusuri trek sisi kiri air terjun berupa tangga dan jalan setapak. Sesekali kami harus berhenti untuk mencari dan mengambil jenis flora yang sedang berbunga atau berbuah. Bunga Keru-Keru adalah koleksi pertama yang kami dapat, selanjutnya beberapa jenis Ficus kami temukan sedang berbuah. Sebelah kiri puncak air terjun, tampak Gua Mimpi dan Gua Batu membuat suasana alam semakin memberikan nilai eksotika tersendiri dikawasan itu.. Menurut Syachrir disini memang banyak sekali jenis Ficus dan buahnya menjadi makanan beberapa jenis satwa disini. Pegunungan Bulusaraung memang memiliki jenis flora dan fauna yang beragam. Sesekali terlihat beberapa jenis burung terbang dari pohon ke pohon. Sayangnya kami tidak sempat memotret satwa tersebut. Mata kami sibuk mencari pohon atau jenis vegetasi lain yang sedang berbunga atau berbuah sebagai koleksi kami. Hari kian semakin gelap, membuat kami terpaksa
40
memutuskan untuk kembali ke penginapan. Pos 6 menjadi lokasi terakhir eksplorasi kami pada hari pertama.
Perjumpaan dengan Diospyros celebica dan Tarsius Hari selanjutnya, kawasan SPTN Wilayah 2 Pattunuang Resort yang merupakan bagian kawasan dari TN Babul menjadi tujuan kami. Perjumpaan dengan Aju Lotong sebutan khas Sulawesi, untuk pohon Diospyros celebica. Sebuah pohon yang tumbuh di kawasan Karaenta Cagar Alam yang sedang berbuah ini membuat rasa penasaran kami yang sedari tadi mencari vegetasi khas Sulawesi Selatan pun terbayarkan. Sosok yang terkenal dengan nama kayu besi ini merupakan jenis yang dilindungi oleh pemerintah karena keberadaannya di alam yang semakin sedikit. Pohon dengan penampakan luar batang yang berwarna hitam, kulit batang beralurdan terkadang merekah, daun berwarna hijau gelap dengan permukaan atas daun licin mengkilap ini mempunyai kayu yang sangat kuat. Sering kali terdapat beberapa jenis flora yang sedang berbunga atau berbuah yang tumbuh di tebing-tebing karst. Teropong merupakan alat bantu bagi kami dalam melihat jenisjenis yang dapat menjadi koleksi herbarium dari kejauhan. Tidak jarang kaki kami tergelincir dalam menaiki dan menyusuri tebing-tebing karst tersebut. Berpegangan pada pohon-pohon
Pesona bunga Michelia champaca
Jalur wisata dan air terjun di TN Bantimurung Bulusaraung
Tebing curam di daerah Pattunuang, Kabupaten Maros
Tarsius Primata terkecil didunia tampak sedang bermain main di kandang penangkaran
kecil yang kira-kira mampu menahan bobot tubuh dan saling membantu satu sama lain adalah salah satu cara agar kami dapat menaiki tebing-tebing batuan karst dan terkadang juga kami harus sedikit mengesot saat menuruninya. Akan tetapi, hal inilah yang menambah warna dalam melakukan eksplorasi di daerah ini.
Yaa....Tarsius merupakan jenis primata terkecil di dunia ini menjadi pusat perhatian kami.Sesaat mereka bersembunyi tapi tak beberapa lama kemudian mereka acuh dan asyik berlompat-lompatan. Rasanya tidak bosan menyaksikan tingkah laku beberapa ekor primata tersebut. Jenis-jenis yang berhasil kami kumpulkan di hutan pegunungan karst di Marosdidominasi oleh jenis dari family Moraceae, Euphorbiaceae, Lauraceae, Myristicaceae dan sterculiaceae. Terakhir, kami melaporkan hasil yang kami dapat dan mengurus surat ijin untuk membawa spesimen tersebut dan berpamitan pulang kepada parastaf TN Babul. Esok harinya, kamipun pulang dengan membawa Roti Maros buah tangan dari Syachrir.
Setelah itu kami menjelajahi kawasan wilayah Pattunuang. Manurut Syahril, lokasi ini adalah habitat tarsius.Tarsius fuscus merupakan salah satu dari 25 spesies terancam punah selain Macaca maura yang terdapat di TN Babul.Karena rasa penasaran kami, akhirnya kami diajak untuk melihat Tarsius yang berada di dalam sebuah penangkaran. Beberapa ekor tarsius tanpa malumalu berlompatan kesana kemarimencari mangsa berupa serangga jenis belalang yang diberikan oleh petugas. Dua pasang mata bola yang besar, telinga lebar, ekor panjang, tubuh mungil menggemaskandengan bobot tubuh dibawah 1 kg serta kepala yang bisa berputar hingga 180 derajatmemberi kesan yang unik dan langka bagi kami.
Tantangan perjalanan eksplorasi didaerah Karst di Tana Toraja dan Maros adalah medan yang terjal dan curam, cuaca yang tak menentudan anjing milik masyarakat sekitar yang bisa kapan saja menyerang begitu pula fisik yang bisa saja tiba-tiba drop karena belum terbiasa dengan lingkungan sekitar yang berbeda jauh dengan kondisi lingkungan di Kalimantan.
41
.net researchgate
Join us Majalah Swara Samboja Group Majalah Swara Samboja
9 772089 742003
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Jl. Soekarno - Hatta Km. 38 PO BOX 578 Balikpapan 76112 Samboja - Kalimantan Timur Phone. (0542) 7217663, Fax. (0542) 7217665 E-mail :
[email protected]