Memandang Palembang dari khazanah naskahnya Titik Pudjiastuti 1
I. Pengantar Palembang adalah ibu kota Sumatra Selatan. Kota ini menjadi penting, karena dikelilingi oleh daerah Lampung di sebelah selatan, Jambi di sebealh utara dan bukit barisan di sebelah barat. Populasi pendudukanya di tahun 2000 mencapai 1,6 juta jiwa (Taal, 2003: 1-2). Palembang terkenal sebagai kota tertua di Indonesia karena hubungannya dengan kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Kedukan Bukit (683 M) yang ditemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat kota Palembang, Palembang didirikan oleh Dapunta Hyang pada tahun Çaka 604, 11 Çuklapakça atau tanggal 16 Juni tahun 683 AD. pada prasasti itu tertulis informasi yang menyebutkan tentang pembentukan sebuah wanua (kota) di Sriwijaya yang diperkirakan sebagai Palembang (Sedyawati dkk, 2004). Sejak itu, pemukiman yang terletak di tepi sungai Musi tersebut menjadi pusat kerajaan dan berperanan penting dalam perdagangan internasional. Melalui informasi yang terdapat dalam prasasti-prasasti Melayu Kuno dari abad ke-7—9 terungkap pula kedudukan politik Palembang dalam latar internasional (Collins 1998: 7 dan Casparis 1956: 1—36). Pada zaman itu, Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan maritim terbesar (Casparis, 1956) dengan wilayah kekuasaan membentang mulai dari barat Pulau Jawa, sepanjang Pulau Sumatera, Semenanjung Malaka, bagian barat Kalimantan sampai ke Indochina. Pada akhir abad ke-8 Sriwijaya dikenal karena perkembangan ilmu agama Budhanya (Hunter, 1966: 7). Meskipun kegiatan intelektual dan spiritual diperkirakan telah berlangsung sebelum abad itu, karena menurut catatan musafir Cina I Ching, ia telah singgah di Sriwijaya untuk mempelajari bahasa Sansekerta dan menekuni agama Budha pada abad ke-7. Namun, kegiatan intelektual dan kesusatraan yang berkembang pada zaman itu telah lenyap seiring dengan jatuhnya Sriwijaya oleh
1
Titik Pudjiastuti, pengajar Departemen Ilmu Susastra FIB-UI, email:
[email protected] 1
balatentara Majapahit pada abad ke-14. Runtuhnya kejayaan Palembang ke dalam kekuasaan Majapahit pada tahun 1375 terdapat dalam Negarakertagama (Pigeaud, 1962). Ming Shih mencatat pada tahun yang sama Maharaja Palembang juga mengirimkan upeti kepada Kaisar Cina (Groeneveldt, 1960). Dalam teks-teks sejarah Nusantara, seperti Babad Tanah Jawi, Sejarah Melayu dan Carita Parahiyangan2 nama Palembang disebut berkali-kali (Brown, 1953). Ketika agama Islam dengan aksara Arab yang merupakan gelombang budaya kedua memperkaya khasanah sastra Nusantara. Sebagian masyarakat Nusantara mengeskpresikan pikirannya dalam suatu system tulisan, mengadopsi system aksara baru (Arab) -- di samping tetap menggunakan yang lama -- dengan menyesuaikannya dengan system bunyi dan keperluan masing-masing daerah. Adopsi tulisan Arab dengan bunyi bahasa daerah di Nusantara ini disebut Pegon (Jawa dan Sunda), Jawi (Melayu), Hurupa (Bugis-Makasar) dan sebagainya. Setelah kedatangan Islam di Palembang, kesusastraan di kawasan itu mengalami kelahiran kembali dengan menggunakan tulisan Jawi. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika Iskandar (1995: 440) mengatakan kesusastraan Palembang hidup kembali dan mengalami masa keemasannya setelah Islam datang. Apabila pada abad ke-7—9 Sriwijaya pernah menjadi pusat pengajaran agama Budha, maka sejak abad ke-18 Palembang menjadi pusat ilmu dan syiar Islam (Faille, 1997 dan Gajahnata, 1986). Dalam perkembangannya Palembang kemudian menjadi salah satu pusat tumbuh suburnya berbagai pengetahuan keislaman di dunia MelayuIndonesia, baik sastra maupun agama. Hal ini dibuktikan dari banyaknya naskah keagamaan yang asal usulnya merujuk ke Palembang baik penulis maupun scriptoriumnya. Karya-karya tersebut umumnya ditulis pada abad ke18-19.
Tidak dapat dipungkiri pendorong timbulnya generasi baru ulama dan produktivitas keilmuan di Palembang adalah Kesultanan Palembang dan ulama– ulama Arab yang diundang untuk mengajar berbagai cabang studi Islam. Sejak awal abad ke 17 para Sultan Palembang telah menunjukkan minat khususnya pada bidang 2
Sebuah naskah Sunda kuna yang berasal dari abad ke- 16, berisi kisah pengembaraan seorang tokoh bernama Bujangga Manik yang pergi mengelilingi Nusantara, dalam perjalanannya ia mencatat data geografis tempat-tempat yang dikunjunginya (Ekadjati, 2005)
2
keagaman Islam. Para sultan Palembang berusaha menarik perhatian ulama Arab agar berkunjung
dan tinggal di Palembang. Menjelang pertengahan abad ke 18 di
kesultanan Palembang telah hadir beberapa ulama Arab yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan tradisi Islam di Palembang (Azra, 1994: 244). Lebih dari pada itu, mereka memberi kontribusi terhadap munculnya istana Palembang sebagai pusat pengetahuan keislaman dan tempat koleksi besar karya-karya keagamaan para ulama setempat. Beberapa ulama Palembang yang muncul pada abad 18—19 dan cukup produktif adalah: Syihabudin bin Abdullah Muhammad yang menulis kitab hakikat al abayan dan putranya Muhammad Muhyiddin bin Syihabuddin yang mengarang Hikayat Syeikh Muhamad Syaman, Kemas Fakhruddin yang menulis Fath al Rahman, dan Muhammad Ma‘ruf bin Abdullah khatib Palembang yang menulis Tariqah yang Dibangsakan kepada Qadariyah dan Nakshabandiyah. Dan yang paling utama dan terkenal pada zaman itu adalah Syaikh Abdussamad al Palimbani yang menulis Ratib Samman, Zuhrat al Murid fi Bayan Kalimat al Tauhid, dll.
Dalam kedudukannya sebagai pelindung, Sultan Palembang memerintahkan penerjemahan dan penafsiran teks-teks keagamaan kepada para ‗ulama Jawi.‘ Di antara mereka itu yang paling terkenal adalah Kemas Fakhruddin. Pada masa itu, selain tulisan-tulisan tentang agama, karya-karya sejarah dan hukum adat juga disalin, dikarang dan dipelajari. Sebagian besar dari teks-teks, seperti Undang-Undang Palembang, Undang-Undang Simbur Cahaya, Asal Raja-Raja Palembang, dan Sejarah Pasemah, kini tersimpan sebagai koleksi naskah di berbagai lembaga pendidikan di luar Palembang (Ikram, 2004: 8). Selain yang telah disebut di atas, genre sastra yang juga dihasilkan adalah hikayat, syair, primbon, cerita wayang, dan pantun. Iskandar menambahkan dengan karya yang disebutnya belles letters, termasuk dalam golongan ini adalah teks-teks Hikayat Dewa Raja Agus Melila, Hikayat Raja Babi, dan Hikayat Raja Budak. Menurut Iskandar (1986: 507 –516) teks-teks sastra seperti ini ditulis oleh para sastrawan yang beberapa diantaranya juga pejabat istana, seperti Ahmad bin Abdudullah, Sultan Mahmud Badaruddin dan Pangeran Panembahan Bupati. Beberapa karya sastra yang telah diidentifikasi adalah Hikayat Palembang karya Kiai Rangga Sayanandita Ahmad bin Kiai Ngabehi Mastung, Silsilah Raja-Raja di dalam Negeri Palembang karya Demang Muhyiddin, Cerita Negeri Palembang karya Pangeran Tumenggung Kartamenggala, dan Syair Sinyor Kosta dan Syair Nuri karangan Sultan Mahmud Badaruddin. 3
Informasi mengenai khazanah naskah Palembang baik yang bersifat keagamaan maupun sastra dapat dibaca dalam tulisan Iskandar (1986 and 1996), Woelders (1975: 28-66) dan Wieringa (1998). Drewes (1977: 198—241) memberi catatan tentang puluhan naskah Palembang yang pernah dimiliki oleh orang Palembang atau mengandung karangan orang Palembang. Selain itu, ia juga membicarakan 12 pengarang asal Palembang serta karya-karya mereka.
2. Katalog Naskah Palembang Warisan kebesaran masa lampau Palembang sebagian telah dilestarikan dalam bentuk naskah yang kini tersimpan di dalam perpustakaan di Indonesia dan Belanda. Di perpustakaan Universitas Leiden umpamanya terdapat 65 naskah koleksi Sultan Badaruddin yang ditempatkan di sana setelah Palembang dikalahkan Belanda pada tahun 1825 (Mulyadi 1994, Iskandar 1999, dan Wieringa 1998). Adapun di Perpustakaan Nasional, Jakarta tersimpan 45 naskah Palembang (Sutaarga dkk, 1973 dan Behrend, 1998). Menurut Sutyani (2000) Perpustakaan Nasional menyimpan cukup banyak naskah Palembang berupa hukum adat, diantaranya Undang-Undang Palembang, Undang-Undang Bolang Tengah, UndangUndang dan Aturan Palembang, dan Undang-Undang Pasemah. Naskah-naskah karya Sultan Mahmud Badaruddin juga ada, diantaranya Hikayat Martalaya dan Pantun Sultan Badaruddin. Demikian juga naskah-naskah saduran Mahabarata, seperti Hikayat Pandawa Lebur dan Hikayat Pandawa Lima. Sebagian besar naskah di Palembang saat ini tersimpan sebagai koleksi pribadi di masyarakat. Naskah-naskah itu kebanyakan dikoleksi sebagai harta warisan yang diterima secara turun temurun dari generasi-generasi sebelumnya. Dalam katalog naskah Palembang yang disusun oleh Ikram dkk (2004), diketahui bahwa naskah Palembang koleksi pribadi yang terdapat dimasyarakat jumlahnya cukup banyak, tercatat 215 naskah dan jenis teksnya pun bermacammacam. Berikut adalah ragam teks naskah Palembang yang tercatat dalam katalog: 1. ASTRONOMI adalah naskah–naskah yang teksnya mengenai ilmu Falak, isinya menguraikan ilmu pengetahuan tentang bulan dan tahun, contohnya Risalat Wasilatu al- Mubtadi’ina. 2. BAHASA adalah naskah-naskah yang teksnya tentang pelajaran bahasa Arab dan Melayu atau tentang tata bahasa Arab, misalnya Mutammimah al-jurumiyah. 4
3. DOA yaitu naskah-naskah yang teksnya menguraikan bacaan-bacaan dalam agama Islam, contohnya Kitab Doa dan Salawat 4. FIKIH adalah naskah-naskah yang teksnya berkaitan dengan tata aturan hukum Islam, khususnya yang berkenaan dengan masalah ibadah, misalkan Irsyadu alAnami 5. HADIS yaitu naskah -naskah yang teksnya menguraikan tentang hadis Nabi Muhammad, umpamanya Mukhtaru al-Hadisi An-Nabawiyyati 6. HIKAYAT adalah teks-teks sastra yang berisi cerita, misalkan Indra Bangsawan, Hikayat Kerabat Aulia’Allah, dan Hikayat Zulfikar, dll 7. ILMU KALAM adalah naskah-naskah yang teksnya tentang akidah, tauhid, dan sifat-sifat Tuhan, misalkan Jauhar Tauhid 8. OBAT-OBATAN adalah naskah yang teksnya berisi masalah pengobatan tradisional, misalkan Kitab Mujarobat 9. PRIMBON, adalah naskah-naskah yang teksnya berisi tentang
mantra, tabir
mimpi, ilmu perbintangan, masalah kemujuran dan kemalangan berdasarkan perhitungan tradisional, contohnya: Kitab Rajah 10. QURAN adalah semua naskah yang berisi ayat-ayat al Quran, baik yang ditulis tangan maupun cetak batu (litograf), contohnya Al Qur’anu al-Karim 11. SEJARAH adalah naskah-naskah yang teksnya berisi cerita legendaris dan mitis, misalkan Ini Turunan Raja Palembang Satu-satunya, Qisas al Anbiya, Sejarah Asal Negeri Palembang, dan Stambom Raja-Raja Palembang. 12. SILSILAH yaitu naskah- naskah yang isinya memuat silsilah baik sultan Palembang maupun silsilah tarekat di Palembang. Contohnya Al-Urwatu alWusqa (silsilah tarekat Samaniyah), Silsilah Kesultanan Palembang, dan Silsilah Sulatn Badaruddin. 13. SURAT, yang dimaksud adalah berbagai surat, baik surat pribadi (murid dan guru atau anak dan orang tua) maupun surat resmi dari Sultan Palembang untuk Gubernur Jendral Hindia Belanda, contohnya Kumpulan surat, Surat Sultan abdaruddin II, dan lain-lainnya 14. SYAIR, adalah naskah-naskah yang isinya tentang cerita dan diungkapkan dalam bentuk syair, misalkan Syair Abdul Muluk, Syair Johar Manikam, Syair Inu Kertapati, Syair Perang Menteng dan Syair Jaya Sampurna. 15. TASAWUF, adalah naskah-naskah yang teksnya tentang tasawuf, misalkan Bidayah al-Hidayah 5
16. WAYANG, adalah naskah-naskah yang teksnya tentang cerita wayang, contohnya Parta Krama dan Hikayat Pandawa Lima. 17. LAIN-LAIN, adalah berbagai hal yang tidak dapat dimasukkan dalam kelompok di atas, seperti kalender, cap, dan catatan harian, contohnya: Buku Catatan nikah.
Tercatat juga nama-nama pemilik naskah, diantaranya Kemas Andi Syarifuddin, Idrus al Munawar, Sayid Alwi Assegaf, Haji Ahmad Fauzi, Mualim Nang/Ali Ahmad (Yayasan Darul Aitam), Kiai Haji Abdullah Azhari, Muhammad Djufri, Syafei Prabu Diraja, Ustaz Ending, Sayyid Abdullah Alkaf, Muhammad Zen Syukri, Salman Ali, Abdul Azim Amin, Muhammad Akib, Reza Pahlevi, Umi Kalsum, Nyimas Laily Yunita, dan Baba Haji Mahmoed Abbas, Haji Muhammad Zainuddin Syawaluddin, dan Surip Suwandi. Selain koleksi pribadi, tercatat tiga lembaga resmi di Palembang yang menyimpan naskah, yaitu Museum Balaputradewa, Perpustakaan Sultan Badaruddin, dan Perpustakaan Keraton Palembang. Melalui kolofon yang tertulis dalam naskah-naskahnya kita dapat mengetahui scriptorium, nama penyalin, penulis naskah, pemilik naskah, dan riwayat naskah. Contohnya naskah yang menyebut scriptorium terdapat dalam naskah koleksi Andi Syarifuddin (20/AS) berjudul Matnu’ad-Daurrah: ditulis pada 14 Jumadilakhir haris Isnain, jam 2, tahun 1293 dan katabaha al faqiru ila Allah Ki Agus Haji Abdul as-Samad bin Ki Agus H. Sadar yang ditulis di Kampung 19 ilir, dekat masjid (dalam). Kolofon yang menyebut nama penyalin terdapat dalam naskah Kitab Maulid Syaraf al-Anam (23/AS), tertulis: Kitab disalin oleh Lanang bin Abdul Madjid 37 Ilir Palembang pada 1296 H/1852 M. Adapun kolofon yang menyebut nama pemilik naskah terdapat dalam naskah Kitab ‘Atiyat ar Rahman (10/AS):… alamat kitab ‘atityat ar-Rahman yang mempunya Nyimas anak binti Kemas Haji Abang al-Jawi Palembang, di dalam kampong Sepuluh Sembilan Ilir dekat masjid. Barang siapa yang meminjam … Dan, kolofon yang menyebutkan sejarah naskah terdapat dalam Kitab Syair Inu Kertapati: ini syair yang empunya Nyimas Rahmah binti Kemas Haji amak, istri Kiagus, Haji Ung yang (tinggal) di kampungh 19 ilir yang empunya ini syair Najamuddin. Selain itu, diketahui bahwa perpustakaan persewaan naskah juga dikenal di Palembang tidak hanya di Betawi dan Riau seperti yang tertulis dalam naskah Hikayat Pandawa Lebur, sebuah naskah koleksi Perpustkaaan Nasional yang berasal dari Palembang (Ikram, 2004: 17). Kolofon yang terbaca pada naskah itu ― Adalah saya 6
nama Tahar suda sewa Hikayat Pandawa Lebur ada dua malam, tariff tahu adanya di palembang kepada 20 Syawal 1328...‖ Penelitian tentang perpustakaan peminjaman di Palembang telah dilakukan oleh Kratz (1977). Dari beberapa catatan yang tertulis dalam naskah-naskahnya diketahui bahwa Palembang juga mempunyai hubungan dengan Singapura dan Malaka. Dalam naskah Al Quran koleksi Abdul Azim Amin terdapat catatan yang menyebutkan bahwa Haji Muhammad Azhari ibn Kemas Haji Abdullah Palembang mengenal tradisi percetakan cetak batu (litografi) 3 dari gurunya yang ada di kedua tempat itu: … maka adalah yang mengajar cap ini Ibrahim bin Husin, sahib negara nama negerinya, di Singapura tempat kediamannya daripada murid tuan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, Malaka. Telah selesailah mengecap dia pada hari Isnen 21 hari bulan Ramadhan atas negeri Palembang, 1264 bertepatan dengan 21 agustus 1848. Maka yang dicap itu 105 quran. Maka perhimpunan hari mengerjakan dia 50 hari jadi di dalam satu hari dua quran tiga juz dan tempat mengerjakan cap ini di dalam daerah negeri Palembang, di kampong 3 ulu pihak hulu kampong Demang Jayalaksana Muhammad Najib ibn almarhum Demang Wiralaksana Abdullah Alhalik… Hal lain yang tercatat dari katalog ini adalah informasi mengenai bahasa, aksara dan bahan naskahnya. Bahasa dalam naskah-naskah Palembang ditulis dengan bahasa Arab, Melayu, Palembang, dan Jawa 4. Demikian juga aksaranya, berbagai aksara yang digunakan adalah Arab, Jawi, Latin, Ka ga nga (Ulu) dan Jawa. Tidak sedikit juga naskah yang teksnya ditulis dengan dua bahasa dan dua aksara, Kitab Rajah (03/MJ) umpamanya, teksnya ditulis dengan bahasa dan aksara Arab dan Jawi. Bahan naskah yang digunakan juga bermacam-macam, seperti: kertas Eropa, kertas bergaris, kertas polos, kertas buku kas, dluwang, kulit kayu 5, gelumpai (bilah bambu), dan gelondong bambu. Kekayaan Palembang di masa lalu juga terlihat pada beberapa naskahnya yang ditulis dan dihiasi dengan tinta emas, salah satunya adalah al-Quran koleksi Syafei Prabu Diraja. 3
pembicaraan lebih jauh mengenai Quran cetakan pertama di Indonesia telah dibicarakan oleh Peeters (lihat Jeroen Peeters, 1995: 181—190) 4 Berbagai peristiwa mulai dari penyerbuan pasukan maritim barbar, isolasi Majapahit, penetrasi Islam sampai dengan kekalahnnya dari Belanda menyebabkan Palembang terpengaruh pada budaya lain. Pengaruh budaya Jawa umpamanya terlihat pada bahasa dan gelar kebangsawanan yang bernuansa Jawa (Hanafiah, 1995). 5 naskah kulit kayu berupa buku lipat, teksnya ditulis dengan huruf Ulu atau Ka ga nga, di Palembang disebut Naskah Ulu atau Kakhas.
7
3. Penutup Dari bahasan di atas kita melihat masa keemasan Palembang. Pertama, pada zaman kejayaan Sriwijaya ketika menjadi tempat belajar ilmu agama Budha dan kedua pada masa Kesultanan Palembang sewaktu menjadi pusat ilmu dan syiar Islam. Pada masa yang kedua ini Palembang bahkan menjadi salah satu pusat tumbuh suburnya berbagai pengetahuan keislaman di dunia Melayu-Indonesia, baik agama maupun sastra. Hal ini dibuktikan dari banyaknya naskah agama dan sastra yang umumnya ditulis pada abad ke-18-19. Berdasarkan katalog naskahnya kita melihat kekayaan budaya Palembang baik secara intelektual maupun spritual.
Kepustakaan Azra, Azyumardi, 1994 Jaringan Ulama Timur Tengah dan kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII: Melacak akar-akar pembaruan pemikiran Islam di Indonesia. Bandung: Mizan. Behrend, T.E (ed) 1998 Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara: Naskah Perpustakaan Nasional RI. Jakarta: Yayasan Obor. Brown, C.C. 1953 Sejarah Melayu. Kuala Lumpur. Casparis, J.G. de, 1956 Selected Inscriptions from the 7th to the 9th Century AD. Bandung: Masa Baru. _____ 1975 Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesian from the Beginnings to AD 1500. Leiden: E.J. Brill Collins, William A. 1998 Guritan of Radin Suane: A Study of the Basemah, Oral Epic from South Sumatra. Leiden: KITLV Press. Drewes, G.W.J. 1977. Directions for travellers on the mystic path: Zakaryya al-Ansaris Kitab Fath al-Rahman and its Indonesian adaptations: with an appendix on Palembang manuscripts and authors. Leiden: Nijhoff. Ekadjati, Edi, S. 2005. ‗Pengetahuan Geografi Masyarakat Sunda: Tinjauan Berdasarkan Naskah Sunda Kuna dan Catatan Perjalanan Orang Portugis.‘ makalah disajikan dalam Simposium Internasional IX Pernaskahan Nusantara, Buton. Faille, Roo de La. 1997. Dari Zaman Kesultanan Palembang, Jakarta: Bhratara.
8
Gajahnata, Kho. 1986. Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan. Jakarta: UI Pres Groeneveldt, W.P. 1960. Historical notes on Indonesia and Malaya: Compiled from Chinese Sources. Djakarta: Bhratara Hanafiah, Djohan. 1995, Melayu-Jawa, Citra Budaya dan Sejarah Palembang, Jakarta: Raja Grafindo Persada Hunter, Guy. 1966. South-East Asia: Race, Culture and Nation. London. Ikram, Achadiati dkk. 2004. Katalog Naskah Palembang. Jakarta/Tokyo: Yayasan Naskah Nusantara dan Tokyo University of Foreign Studies. Iskandar, Teuku. 1986. ―Palembang Kraton manuscripts‖ in A Man of Indonesian Letters in Honour of Prof. Teeuw. Dordrecht: Foris Publication Series. _____ 1996. Kesusastraan Klasik Melayu Sepanjang Abad. Jakarta: Libra _____ 1999. Catalogue of Malay, Minangkabau and South Sumatran Manuscripts in the Netherlands. Leiden Krats, E.U. 1977.‖Running a Lending Library in Palembang in 1886 AD‖ in Indonesian Circle, November. Mulyadi, SWR. 1994. Kodikologi Melayu di Indonesia. edisi Khusus Lembaran Sastra No. 24. Jakarta: FSUI Pigeaud, Th.G.Th, 1962. Java in the 14th Century: A Study in Cultural History. Vol.IV. The Hague: Martinus Nijhoff. Sedyawati, Edi dkk, 2004. Sastra Melayu Lintas Daerah, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Sutaarga, Amir dkk, 1973. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Nasional. Sutyani, Titut. 2000. ―Naskah Palembang Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia: Sebuah Tinjauan Kodikologis‖. Skripsi. Depok: FSUI Taal, Sandra, 2003. Between Ideal and Reality Images of Palembang. Disertation, Leiden. Wieringa, E.P. 1998. Catalogue of Malay and Minangkabau MSS in The Library of Leiden University and Other Collections in The Netherlands. Leiden. Woelders, M.O. 1975. Het Sultanate Palembang 1811-1825, VKI 72, ‗S- Gravenhage: Martinus Njihoff.
9