DAFTAR ISI Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
MEMAHAMI PROSES FISIKA DALAM PRODUKSI RADIONUKLIDA DAN KARAKTERISTIK FISIOLOGIS RADIOTERAPI PADA MANUSIA M. Arifin Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No.229 Bandung, Jawa Barat, Indonesia 40154
ABSTRAK MEMAHAMI PROSES FISIKA DALAM PRODUKSI RADIONUKLIDA DAN KARAKTERISTIK FISIOLOGIS RADIOTERAPI PADA MANUSIA. Makalah ini meringkas kajian mengenai proses-proses fundamental dalam inti yang melatarbelakangi produksi radionuklida dan pemanfaatannya dalam radioterapi pada manusia. Transformasi materi-energi dan konservasi bilangan kuantum (simetri) merupakan poses-proses dominan di alam semesta yang memfasilitasi pembentukan interaksi fundamental; gravitasi, elektromagnetik, nuklir kuat dan nuklir lemah. Interaksi antar nukleon dan sistem nukleon diyakini berasal dari interaksi nuklir kuat dalam hadron yang merupakan manifestasi dari proses-proses fundamental dalam bentuk potensial yang menentukan totalitas karakteristik struktur dan reaksi inti. Dalam makalah ini dibahas metode merekonstruksi potensial nuklir realistik berdasarkan analisis phase-shift reaksi nuklir dan uji potensial dengan berbagai metode untuk mereproduksi energi ikat dan fungsi gelombang sistem nuklir dua-benda. Selanjutnya produksi radionuklida dalam reaktor nuklir dipelajari dengan cara mengidentifikasi reaksi fisi dalam deret radioaktif dan menentukan besar penampang lintang hamburan (cross-section) untuk setiap reaksi. Pemanfaatan radionuklida untuk terapi, diagnosis dan pencitraan mengacu kepada standar prosedur yang ditetapkan oleh organisasi energi nuklir internasional (IAEA). Berdasarkan tingkat energi radiasi, jenis radionuklida dan dosis radiasi, radioterapi pada manusia dapat dilakukan dengan efek samping toleran dan tingkat keberhasilan tinggi melalui pemanfaatan perangkat radioterapi dan atau radiologi secara tepat dan akurat. Kata kunci: potensial realistik, analisis phase-shift, energi ikat, penampang lintang hamburan, karakteristik fisiologis.
ABSTRACT UNDERSTANDING THE PHYSICAL PROCESS IN THE RADIONUCLIDE PRODUCTION AND PHYSIOLOGICAL CHARACTERISTICS OF RADIOTHERAPY ON HUMAN BEING. This paper summarizes the study of fundamental processes within the nucleus which play critical roles in the production of radionuclides and their advantageous in radiotherapy for the human being. The energyparticle transformation and conservation of the quantum numbers (symmetry) are dominant processes in universe which facilitate the formation of fundamental interactions; gravitation, electromagnetic, strong and weak. The interactions among nucleons and nucleonic systems are generally believed to be originated from strong interaction inside hadron as a manifestation of the fundamental processes in the form of potential which determine the whole characteristics of structures and reactions of the nucleus. In this paper, the method of reconstructing realistic potential is presented based on the phase-shift analyses of nuclear reaction and evaluation of the potential using several methods to reproduce the binding energy and wave-function of two-body system. Furthermore, the radionuclides production in nuclear reactor is studied by identifying the fission reaction in radioactive decay series and determining the cross-section for each reaction. Utilization of radionuclides for the purposes of theraphy, diagnoses and imaging should fullfil the standard procedures issued by the IAEA. Based on the level of energy
282
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
radiation, radionuclide properties and radiation dosage, radiotheraphy on human being can be administered with tolerant risk through the proper use of radiotheraphy devices accurately. Key words: realistic potensial, phase-shift analyses, binding energy, cross-section, physiological characteristics.
1.
optik, yang keduanya, secara keseluruhan bertanggung-jawab atas pembentukan materi (struktur energi diskrit) dan mengendalikan proses reaksi, yaitu mengakibatkan pemutusan dan pembentukan ikatan baru antar nukleon atau sistem nukleon. Potensial reaksi adalah pemeran tunggal dalam reaksi fisi, dimana terdapat di dalamnya produksi radionuklida, serta bertanggung-jawab mengendalikan karakteristik interaksi materi-energi radiasi dengan materi penyusun sel-sel pada mahluk hidup dalam radioterapi. Apakah potensial nuklir itu? Secara umum potensial nuklir dapat diartikan sebagai representasi dari proses-proses fundamental yang terjadi di dalam nukleon atau sistem nukleon yang dikuantisasikan berdasarkan gejala-gejala fisika yang teramati atau terukur. Proses fundamental adalah proses yang dibangkitkan langsung oleh aktivitas interaksi dan atau partikel fundamental yang dapat meliputi; mekanisme konservasi materienergi, bilangan kuantum dan simetri serta antisimetri ruang-waktu, yang mencakup prosesproses kreasi dan anihilasi partikel, transmutasi inti, produksi pasangan partikel-anti partikel serta absorpsi, penyerapan atau pemerangkapan, dan radiasi materi-energi. Menurut model standar, potensial nuklir terbentuk dari mekanisme tukar-menukar kelompok partikel meson dan boson yang dapat dikonstruksi dari ekspresi potensial Yukawa [7]. Potensial nuklir diyakini berasal dari interaksi nuklir kuat antar quarks di dalam hadron. Dalam model standar, alam semesta dibangun oleh 4 (empat) interaksi fundamental; gravitasi, elektromagnetik, nuklir kuat dan nuklir lemah. Partikel fundamental yang berkaitan langsung dengan interaksi fundamental tersebut adalah; hadron yang terdiri atas baryon (3 quarks; proton, anti proton, neutron, lambda, omega, dll.) dan meson (2 quarks; pion, kaon, rho, B-zero, etha-c, dll.), lepton (partikel non hadronik; elektron, neutrino, muon, tau, dll.), fermion (partikel dengan spin ½ dan kelipatan ½ yang mencakup lepton dan hadron) dan boson (partikel dengan spin nol atau kelipatan bilangan bulat; foton, gluon, W , Z 0 ,
PENDAHULUAN
Radionuklida adalah nuklida atau inti tidak stabil yang memiliki karakteristik radiasi yang menguntungkan ditinjau dari jenis reaksi dan tingkat energi radiasi sehingga dapat diaplikasikan secara luas di berbagai bidang kehidupan seperti; kedokteran, pertanian, peternakan, pertambangan, industri, pertahanan, penelitian dan sebagainya. Selain untuk pencitraan (imaging) dan sebagai media pelacak (tracers), materi-energi yang dipancarkan radionuklida, dalam ukuran yang tepat, dapat digunakan untuk mengendalikan karakteristik unggul tertentu yang diinginkan pada materi atau sel-sel hidup sehingga bermanfaat dalam radioterapi. Keputusan menggunakan radionuklida harus diambil secara hati-hati dan harus memperhatikan standar baku yang ditetapkan IAEA [1-3], maupun organisasi terkait lainnya [4-6], baik dalam proses produksi, pengemasan, penanganan dan pengangkutan (handling), penggunaan, penyimpanan dan pengamanan pasca pakai (disposal), karena ekspos radionuklida yang tidak perlu dapat meningkatkan risiko terjangkit atau komplikasi berbagai jenis penyakit yang tidak diinginkan (kanker, hereditas, somatik dan sebagainya) [3,5], sebagai akibat dari aktivitas partikel pengion (seperti; , dan nuklida tidak stabil) dan partikel berenergi tinggi ( ) pada sel-sel hidup baik pada manusia maupun makhluk hidup lainnya. Berbagai jenis radionuklida dapat ditemukan secara alamiah, namun sebagian besar diproduksi di dalam reaktor nuklir penelitian, akselerator dan melalui pembangkit radionuklida (dalam reaksi kimia), untuk menghasilkan jenis nuklida dan tingkat energi radiasi yang diinginkan. Seperti telah diketahui, struktur energi dan reaksi fisi dan fusi nuklir ditentukan oleh karakteristik potensial antar nukleon di dalam inti. Potensial nuklir terdiri atas potensial sentral atau lokal dan potensial reaksi atau potensial
dll.). Kuantisasi besaran fisika yang melibatkan
283
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
interaksi nuklir kuat dibahas tersendiri di dalam kuantum kromodinamika. [8] Potensial nuklir dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) kategori, realistik dan efektif. Potensial nuklir realistik dihasilkan dari analisis data phase-shift eksperimen hamburan nukleon oleh nukleon, nukleon oleh sistem nukleon dan sistem nukleon oleh sistem nukleon, sedangkan potensial nuklir efektif diperoleh melalui simulasi numerik penyelesaian persamaan reaksi nuklir G-matrik [7,22] untuk keadaan kuantum yang diberikan. Potensial nuklir tidak hanya bergantung kepada posisi, namun juga bergantung kepada kecepatan, momentum linier, momentum sudut, muatan listrik, spin, isospin, tensor, dan seterusnya, yang dapat mencapai tidak berhingga suku, karena dideduksi langsung dari interaksi fundamental. Namun demikian, karena data proses-proses fundamental yang dapat teramati sangat terbatas, potensial nuklir realistik maupun efektif yang dihasilkan belum dapat menjelaskan karakteristik inti secara keseluruhan. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, potensial nuklir (dalam literatur) hanya mencakup suku-suku esensial yang berperan dominan dalam pembentukan struktur energi dan dapat mensimulasikan reaksi inti pada keadaan atau peristiwa tertentu. Dengan demikian, pada peristiwa yang lain, potensial nuklir terkait dapat mengalami koreksi. Pada inti-inti ringan dengan nomor massa A 20 , potensial nuklir 2-benda dapat diaplikasikan sesuai dengan keperluan dalam skema model shell, klaster, paduan shell-klaster atau model kolektif dengan akurasi yang cukup tinggi. Potensial 3-benda atau lebih dapat diterapkan sebagai koreksi jika tersedia di dalam literatur. Untuk inti-inti berat dengan A 20 , aplikasi potensial nuklir 2-benda menjadi tidak efisien karena beban komputasi yang tidak dapat tertangani (oleh super komputer sekali pun!). Meskipun demikian, potensial sentral maupun potensial reaksi semi klasik dapat digunakan pada inti-inti berat di sekitar pita kestabilan dalam kerangka kerja SCF (Self-Consistent Field) dengan metode Multikonfigurasi HartreeFock (MCHF) [3] atau pun Hartree-FockBogoliubov [7]. Karena interaksi Coulomb sangat mendominasi inti-inti berat tidak stabil, maka struktur energi dan reaksi pada inti tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan model semi empiris klasik seperti model tetes cairan dan gas Thomas-Fermi, maupun modifikasi dari Hartree-Fock-Bogoliubov [7]. Keberadaan Coulomb barrier (potensial perintang Coulomb) pada inti berat mengakibatkan inti berprilaku seperti osilator
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
yang terus-menerus memancarkan (dan sekaligus menyerap) materi-energi, kemudian mengalami transmutasi (eksitasi, transisi, resonansi dan breakup) dan meluruh menjadi inti baru sambil memancarkan partikel , dan . Keadaan ini dapat dijelaskan karena pada jarak cukup jauh interaksi nuklir cenderung tarik-menarik sedangkan interaksi Coulomb tolak-menolak, resultan dari kedua jenis interaksi tersebut menghasilkan potensial perintang. Proses-proses fundamental apakah yang dominan mengendalikan reaksi fisi dan produksi radionuklida? Selanjutnya, apakah interaksi materi-energi radiasi dengan sel-sel hidup pada pasien dalam radioterapi berdampak signifikan bagi penyembuhan tanpa resiko efek sampingan dalam jangka waktu tertentu? Kedua pertanyaan tersebut menjadi permasalahan penelitian yang akan dijawab dalam makalah ini. Tujuan utamanya adalah mengungkap proses fundamental fisika dalam produksi radionuklida melalui analisis potensial nuklir realistik dan berkontribusi memperluas wawasan keilmuwan dan pedagogi dalam pemanfaatan radionuklida untuk terapi kesehatan. Proses-proses fundamental yang berperan dalam suatu reaksi dapat diidentifikasi melalui besaran fisika esensial yang terukur seperti; penampang lintang hamburan (cross-section), energi ikat (binding energy), energi perolehan reaksi (Q), waktu paruh ( T1/ 2 ) dan dosis serap. Besaran fisika lainnya, seperti; dimensi inti, massa, karakteristik elektromagnetisme, dan seluruh sifat-sifat fisika lainnya, pada dasarnya, dapat ditentukan jika interaksi atau potensial nuklir diketahui. Seperti telah dimaklumi, potensial tersebut (realistik) dapat dideduksi dari data hamburan partikel (apa saja) oleh nukleon atau nuklida yang diinginkan. Model potensial realistik yang dihasilkan kemudian disempurnakan dengan cara menggunakannya untuk mereproduksi data: phase-shift (pergeseran fase), energi ikat, fungsi gelombang, dan seluruh besaran fisika yang secara langsung maupun tidak langsung dapat dikonfirmasikan dengan data eksperimental. Potensial reaksi untuk 3 (tiga) benda atau lebih dapat dikonstruksi berdasarkan data eksperimental, namun demikian, karena aplikasinya yang sangat terbatas yaitu sebagai koreksi terhadap potensial 2-benda, dalam sistem banyak-benda pada umumnya digunakan potensial jenis lokal atau sentral. Beberapa contoh potensial realistik nukleon-nukleon (NN) generasi pertama yang dikenal dalam literatur sebagai potensial
284
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
fenomenologis adalah potensial HamadaJohnston [9] yang terdiri atas 4 komponen (sentral, tensor, angular dan spin-orbit) dan potensial Reid [10] serta GPT [11] yang hanya memiliki 3 komponen (sentral, tensor dan spinorbit). NN potensial realistik generasi berikutnya memiliki jumlah komponen lebih banyak, seperti potensial Argonne V28 [12] dan V18 [13] yang masing-masing terdiri atas 28 dan 18 komponen. Namun demikian, potensial realistik CD-Bonn [14] yang memperhitungkan lebih banyak derajat kebebasan interaksi hanya memiliki 5 komponen. Potensial realistik untuk sistem 3-nukleon [15] dengan 4 komponen juga telah dilaporkan belum lama ini oleh tim peneliti laboratorium Argonne, USA. Sedangkan sebagai contoh potensial reaksi 2-benda adalah potensial N [16, 17] yang dikonstruksi berdasarkan data phase-shift hamburan nukleon oleh partikel alpha. Inti yang bertransmutasi karena bereaksi dengan partikel atau inti lain memiliki sifat-sifat fisika dan kimia (dalam skala atom dan molekul) yang sama sekali berbeda dengan inti induknya, isotop, isobar, isoton, maupun isomer yang dibentuk dalam reaksi, oleh karena itu, pengetahuan akan potensial reaksi menjadi krusial sebagai teras dan kunci pengetahuan dalam fisika inti secara keseluruhan. Dalam makalah ini dibahas rekonstruksi potensial nuklir (lokal dan non lokal) berdasarkan metode renormalisasi Numerov [18, 19], sedangkan proses reaksi nuklir diberikan oleh persamaan Lippmann-Schwinger (T-matrix) dan BrüecknerBethe-Goldstone (G-matrix). [21, 22] Interaksi materi-energi radiasi dengan sel manusia baik dalam intensitas atau dosis rendah maupun tinggi berpengaruh terhadap kondisi fisiologis, yaitu mengubah kondisi fisik dan kinerja alat-alat tubuh. Tanpa kehadiran radionuklida manusia menerima radiasi latar (background radiation) dari benda-benda di sekitarnya (udara, makanan, minuman dan benda lainnya) dan radiasi sinar kosmik angkasa luar berjumlah sekitar 1-5 mili Gy per tahun (1 Gray = 1 Sievert = 1 Joule/kg.). Dalam dosis tinggi ( 5 mili Gy ), materi-energi radiasi dapat menghancurkan sel hidup, sedangkan dalam dosis rendah dapat mengakibatkan resiko kerusakan sel baik secara genetik (mutasi pada molekul DNA), somatik (carcinogenic effects; kerusakan fisik sel tubuh), maupun in-utero (kelainan dan atau gagal kandungan). Secara langsung maupun tidak langsung, materi-energi radiasi, dari mana pun sumbernya (termasuk sinar X dan ultraviolet, UV), dapat mengionisasi dan memutuskan ikatan pada atom dan molekul
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
dalam sel, oleh karena itu ekspos radiasi tersebut (atau radioterapi) harus diupayakan sedemikian rupa sehingga berada pada tingkat energi aman (beberapa eV) dan dosis normal (< 5 mGy per tahun). Pada bagian II dibahas formalisasi rekonstruksi potensial nuklir realistik, bagian III menguraikan proses reaksi pada sistem atomik, molekular dan nuklir, bagian IV membahas produksi radionuklida, bagian V menjelaskan karakteristik fisiologis radioterapi dan kesimpulan penelitian diberikan dalam bagian VI.
2.
REKONSTRUKSI NUKLIR REALISTIK
POTENSIAL
Potensial nuklir realistik dikonstruksi berdasarkan analisis data phase-shift eksperimental hamburan nukleon-nukleon (yaitu; p-p, p-n dan n-n), nukleon-sistem nukleon (misalnya; n ) dan sistem nukleonsistem nukleon (seperti; ) untuk seluruh keadaan kuantum dan derajat kebebasan. Sedangkan potensial nuklir efektif dihasilkan atau dideduksi dari penyelesaian persamaan reaksi nuklir (G-matrix) untuk seluruh channel dan keadaan kuantum yang diberikan (dibahas dalam bagian III makalah ini). Untuk menyempurnakan akurasi dan validitasnya, potensial nuklir yang dihasilkan digunakan untuk mereproduksi data eksperimental kuantitas fisis atau besaran fisika yang sensitif terhadap karakteristik interaksi nuklir, seperti: energi ikat, fungsi gelombang, phase-shift, penampang lintang hamburan dan sebagainya. Karena interaksi dalam sistem nuklir banyakbenda dapat direduksi menjadi interaksi 2benda, nukleon-nukleon (NN), maka pembahasan rekonstruksi potensial nuklir realistik dalam makalah ini difokuskan pada NN potensial. Namun demikian, potensial reaksi atau potensial optik non lokal pada umumnya dikonstruksi secara khusus untuk mensimulasikan data reaksi nuklir yang diperoleh dalam eksperimen. Pembahasan lanjutan tentang rekonstruksi potensial nuklir realistik dan aplikasinya dalam sistem nuklir majemuk dapat ditemukan dalam Ref. [18, 29] 2.1. Keadaan Diskrit Sistem Nuklir 2-Benda 2.1.1. Komponen Potensial Realistik Misalkan potensial nuklir realistik duabenda yang akan direkonstruksi memiliki 4 (empat) komponen; sentral (C), tensor (S12),
285
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
d2 ME J J 1 MVc x 2 2 2 x2 x 2 2 dx 2 J 1 MVT x J 1 MVLS x 2 2 2 J 1 2 2
spin-orbit (LS) dan kuadrat anguler (L12) berbentuk [10]:
VAB ( x) VC ( x) VT ( x) S12 VLS ( x)(L S) VLL ( x) L12 ,
(2.1)
dimana x r , mc , m massa pion dan c laju cahaya serta
S12
3(σ1 r)(σ 2 r) (σ1 σ 2 ) , r2
dimana ux dan w x menyatakan fungsi gelombang-partikel terkopel, dan untuk (L=J-1) dapat dituliskan sebagai
(2.3)
d2 ME J 1 J 2 MVC x 2 2 2 x2 x 2 2 dx 2 J 2 MVT x J 2 MVLS x 2 2 2 J 1 2 2
J 2 MVLL x w 2
6 J J 1 2J 1
1/ 2
(2.4)
2
MVT x
2
2
(2.7)
x
u x .
Koefisien anguler momentum sudut di setiap komponen potensial pada Persamaan (2.4)-(2.7) dapat ditentukan dengan cara mengevaluasi harga elemen matrik reduksi LSJ || L S || LSJ , LSJ || S12 || LSJ dan
sedangkan untuk channel tunggal triplet L=J diberikan oleh
2
(2.6)
(2.2)
2 J ( J 1) MVLL ( x) u x 0, 2 2
d2 ME J J 1 MVC ( x) 2 2 2 dx x2 x 2 2 2MVT ( x) MVLS ( x) 2 2 2 2
2
x
1
maka persamaan Schrödinger yang dipecahkan memiliki dua keadaan eigen; spin dan isospin, yaitu untuk channel tunggal (singlet dan triplet) dan channel terkopel (triplet). Untuk channel singlet tunggal dapat dituliskan d2 ME J J 1 MVC ( x) 2 2 2 x2 x 2 2 dx
J 1 MVLL x u
6 J J 1 2 MVT x w x, 2J 1 2 2
adalah operator tensor dan L12 merupakan operator yang didefinisikan sebagai
L12 LJ (σ1 σ2 ) L2 (L S)2 ,
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
LSJ || L12 || LSJ yang dapat ditemukan dalam literatur [31, 32]. Demikian seterusnya proses penghitungan dapat dilakukan untuk potensial realistik dengan jumlah komponen lebih dari empat. Namun demikian, semakin banyak jumlah komponen potensial semakin banyak pula parameter yang harus disesuaikan dengan data eksperimental (melalui fitting data) seperti energi ikat untuk keadaan diskrit dan phase-shift untuk keadaan kontinuum. Sebagai contoh potensial RSC [10] untuk T = 0 (isospin singlet) keadaan terkopel
(2.5)
[2 J ( J 1) 1]MVLL ( x) u x 0, 2 2
dimana M massa nukleon, E energi total nukleon, L dan J momentum sudut orbital dan total, 0.049602 jika terdapat interaksi Coulomb dan 0 jika tidak ada, dan u x fungsi gelombang-partikel sistem nukleon duabenda. Untuk keadaan terkopel triplet L=J±1 diberikan masing-masing oleh; untuk (L=J+1)
V 3S1 3D1 VC VT S12 VLS L S ,
(2.8)
dimana untuk keadaan ini berlaku,
VC he x / x 105.468e2 x / x 3187.8e4 x / x 9924.3e6 x / x,
286
(2.9)
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
VT h 1 3 / x 3 / x 2 e x / x h 12 / x 3 / x 2 e 4 x / x
(2.10)
351.77e 4 x / x 1673.5e 6 x / x, VLS 708.91e4 x / x 2713.1e6 x / x ,
(2.11)
dimana h 10.463 MeV yang ditentukan dari one-pion exchange potential (OPEP) [10]. Untuk potensial GPT [11] berlaku
V r VC r VT r S12 VLS r L S VLL r L12 ,
(2.12) Gambar 2. Plot kurva kebergantungan potensial GPT terhadap jarak pisah antar nukleon untuk keadaan terkopel 3S1 3 D1 dalam 3 (tiga) komponen; sentral, spin-orbit dan tensor. Potensial GPT memiliki jangkauan realatif panjang dengan teras yang tingginya berhingga.
dimana operator L12 σ1 σ 2 L2 1 σ1 L σ 2 L σ 2 L σ1 L , 2
(2.13)
dengan fungsi kebergantungan terhadap jarak antara nukleon yang diberikan oleh
Vi r V exp r 2 / 2 ,
2.1.2. Energi Ikat dan Fungsi GelombangPartikel Deuteron Dengan menggunakan metode coupledchannel [18, 30], Persamaan (2.4)-(2.7) dapat dituliskan dalam bentuk matrik
(2.14)
dalam kaitan ini i = C, T, LS dan LL, sedangkan dan V adalah parameter yang digunakan untuk memfit data yang tersedia dalam literatur [11]. Plot potensial RSC dan GPT untuk keadaan terkopel isospin singlet dan spin triplet diberikan masing-masing pada Gambar 1. dan 2.
d2 P11x V12 x u x 2 dx 0, w x d2 P22 x V21x dx 2
(2.15)
yang dapat diselesaikan dengan menggunakan metoda numerik renormalisasi Numerov [18, 19, 33] dengan akurasi 1 (satu) berbanding 106 satuan, berbentuk d 2 2m I 2 2 EI - V x x 0 , dx
(2.16)
dimana I matrik identitas, m massa nukleon, E energi total nukleon, V ( x) potensial
nukleon baris ke- kolom ke- dan x fungsi gelombang-partikel nukleon. Prosedur numerik penyelesaian Persamaan (2.16) untuk menghasilkan karakteristik fisis deuteron pada keadaan diskrit dan kontinuum telah dibahas dalam Ref.[18, 30, 33]. Berdasarkan aplikasi metode renormalisasi Numerov, energi ikat deuteron diperoleh sebesar E=-2.22460 MeV yang tepat mereproduksi data eksperimental energi ikat deuteron. Dengan metode yang sama didapatkan plot fungsi
Gambar 1. Plot kurva kebergantungan potensial Reid teras lunak (Reid’s soft-core, RSC) terhadap jarak pisah antar nukleon untuk keadaan terkopel 3 S1 3D1 dalam 3 (tiga) komponen; sentral, spinorbit dan tensor. Tampak bahwa jangkauan potensial RSC sangat pendek dan memiliki teras tingginya mendekati tidak berhingga.
287
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
gelombang-partikel untuk deuteron dengan besar probabilitas keadaan l=2 atau PD = 6.471 %. Plot energi ikat dan fungsi gelombangpartikel deuteron masing-masing diberikan dalam Gambar 3. dan 4.
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
ini ditampilkan hasil analisis phase-shift untuk potensial RSC dan GPT dengan menggunakan kedua metode tersebut. Prosedur numerik yang diperlukan telah diberikan dalam Ref.[18, 33]. Phase-shift adalah sudut pergeseran fase dari potensial atau interaksi yang menunjukkan bagaimana bentuk dan gradasi (perubahan perlahan) potensial jika energi kinetik 2 (dua) buah partikel yang berinteraksi berubah secara linier. Sebagai contoh kurva phase-shift untuk berbagai keadaan kuantum sistem nuklir 2benda diberikan dalam Gambar 5. dan 6.
Gambar 3. Kurva fungsi densitas energi sebagai fungsi energi eigen untuk deuteron keadaan ground state (3S1-3D1) dihitung dengan menggunakan metode renormalisasi Numerov. Harga energi ikat ditunjukkan oleh titik potong kurva fungsi densitas energi pada absis atau sumbu energi eigen.
Gambar 5. Sampel data phase-shift yang dihitung berdasarkan aplikasi metode renormalisasi Numerov dan Runge-Kutta-Gill [18] untuk potensial GPT pada gelombang keadaan singlet 1 S0 dan triplet 3P0 tanpa dan dengan komponen L2.
Gambar 4. Fungsi gelombang ternormalisasi deuteron keadaan ground state (3S1-3D1) dihitung berdasarkan aplikasi metode renormalisasi Numerov. Gambar 6. Sampel data phase-shift yang dihitung berdasarkan aplikasi metode renormalisasi Numerov dan Runge-Kutta-Gill [18] untuk potensial GPT pada gelombang keadaan 3D2, 3P2 dan 3F2 tanpa dan dengan komponen L2.
2.2. Keadaan Kontinuum Sistem Nuklir 2Benda Penyelesaian keadaan kontinuum sistem nuklir 2-benda dapat dilakukan baik dengan menggunakan metode renormalisasi Numerov maupun Runge-Kutta-Gill [18]. Dalam makalah
288
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
3.
dimana faktor normalisasi Nnn’=1/2 untuk n n ' dan 1/ 2 untuk n n ' . Total spin So=0,1 untuk masing-masing keadaan singlet 1S dan triplet 3S. Koefisien konfigurasi interaksi dinormalisasikan sehingga berharga satuan: nl ,n 'l Anl2 ,n 'l 1 , dan kopling anguler momentum
REAKSI PADA SISTEM ATOMIK, MOLEKULAR DAN NUKLIR
Jika potensial reaksi dan atau potensial individual proyektil-target diketahui maka keadaan reaksi setiap channel dapat ditentukan. Sistem atomik dapat terbentuk akibat elektron yang dihasilkan dari peluruhan beta terperangkap dalam potensial Coulomb inti. Demikian pula, perpindahan elektron valensi dari satu atom ke atom lainnya atau polarisasi potensial Coulomb dapat membentuk ikatan antar sistem atomik atau molekul, sehingga transmutasi di dalam inti dapat menginduksi proses-proses reaksi di tingkat atom dan molekul. Polarisasi potensial Coulomb pada molekul protein (DNA) dalam inti sel dapat menyebabkan pemisahan sebagian (rantai) molekul untuk berdiri sendiri atau pembelahan sel (mitosis). 3.1. Reaksi Pada Molekular
Sistem
Atomik
dinyatakan dalam koefisien Clebsch-Gordan Clm00,l m . Orbital individual elektron dapat diperoleh dari persamaan
1 P r m rˆ r n m n , r iQn r m rˆ
A
nl , n ' l
nl , n ' l
N nn ' Clm00,l m m
(3.2)
Pn r dan Qn r masing-masing
dengan
komponen besar dan kecil fungsi gelombang radial yang bersesuaian dengan fungsi harmonik sferis spinor m rˆ , j 1/ 2 , dimana n dan m masing-masing menyatakan kuantisasi energi dan arah momentum sudut elektron. Sebagai konvensi umum, digunakan sistem satuan cgs (cm, gram, second) dengan e me (4 0 )1 1 . Hamiltonian DiracCoulomb dari sistem atomik N-elektron diberikan oleh
dan
Reaksi yang melibatkan sistem diskrit banyak-benda dapat digambarkan secara akurat jika keadaan target sebelum reaksi dan keadaan interaksi proyektil-target sebelum, pada saat dan setelah reaksi digambarkan secara akurat pula. Pada sistem atomik dan molekular, elektronelektron mengorbit inti atau sistem inti membentuk kabut elektron yang dibatasi oleh orbital-orbital. Potensial Coulomb resultan yang dihasilkan bersama inti atau sistem inti dan awan elektron dalam sistem atomik dan molekular memiliki karakteristik khas sebagai potensial sentral atau lokal yang konsisten secara mandiri (self-consistent field) yaitu merupakan kombinasi antisimetri linier dari orbital individual elektron [20,23], prosedur selengkapnya dapat ditemukan dalam referensi tersebut dan seluruh rujukan yang disebutkan di dalamnya. Orbital individual elek-tron sistem atom dan molekul dapat diperoleh dengan memecahkan persamaan multikonfigurasi Hartree-Fock atau Dirac-Fock [20], yaitu persamaan Schrödinger dengan konstrain potensial Hartree-Fock dan relativitas. Sebagai contoh fungsi keadaan multikonfigurasi DiracFock [24] untuk metastabil helium sebagai atom target adalah r1r2 | (1s 2s)1,3 S
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
N 1
N
H DC H i i 1
N
rˆi rˆ j
i 1 j i 1
1
,
(3.3)
dimana Hamiltonian elektron individual tanpa efek korelasi (suku pertama ruas kanan) berbentuk 3
H c k pˆ k 1 c 2 Vnuc rˆ ,
(3.4)
k 1
dan adalah matrik Dirac, c laju cahaya, pˆ operator momentum dan Vnuc rˆ
potensial
sentral (lokal) atom terkait yang dapat dimodifikasi untuk sistem molekular. Keadaan interaksi proyektil-target pada saat reaksi dan tepat sebelum dan sesudah reaksi digambarkan melalui persamaan LippmannSchwinger (T-matrix) dalam metode CCC [20, 23, 25] sebagai berikut
k f f TUN i k i
nlm (r1 )n 'l m (r2 ) (1) So nlm (r2 )n 'l m (r1 ) ,
n 1 k
k f f VU i k i
k f f VU n k
N
(3.1)
k
k n TUN i k i
E k n
(3.5)
289
,
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
dimana (i = initial, f = final)
k 1! l 1 kl r l l r 2l 1 k ! exp l r / 2 L2kl12 l r , 1/ 2
k f f TUN i k i k f f VU N , (3.6) dan fungsi gelombang proyektil-target diberikan oleh
dengan L2kl12 l r polinom terkait Laguerre (associated Laguerre polynomial), yang dituliskan dalam konfigurasi interaksi
N i k i nk
N
n 1 k
E
k
k n VU N
k n
(3.7)
N
nlN (r ) Cnkl kl (r ) .
,
Untuk menghitung penampang lintang hamburan dibutuhkan ekspresi elemen T-matrix tereduksi
VU V0 U0 V01 V02 E H P01 P02 , (3.8)
L f k f , f f l f s f TJNS Li ki , i i li si L f k f , f f l f s f VJS Li ki , i i li si
ruang proyektil dinotasikan dengan indeks 0, dan target dengan 1 dan 2. P01 dan P02 adalah operator pertukaran (exchange) ruang dan spin. V0 dan U0 masing-masing menyatakan potensial proyektil-inti target keadaan asimtotik dan keadaan pada jarak sangat dekat ( r 0 ), V01 dan V02 adalah potensial akibat interaksi dengan elektron 1 dan 2, sedangkan E dan H menyatakan energi dan Hamiltonian total. Setiap channel dalam reaksi dinyatakan oleh indeks n dan k, n untuk keadaan diskrit target dan k untuk sistem proyektil-target. Keadaan sistem pada saat reaksi disimulasikan dengan menggunakan fungsi gelombang terdistorsi Coulomb dan keadaan semu (pseudostate) untuk mendiskritisasi kontinuum. Fungsi terdistorsi Coulomb (diskrit dan kontinuum) diperoleh dari pemecahan keadaan asimtotik
k
0
U0 k 0 ,
n 1 L
2
k
E k n
k
Lk , n ls TJNS Li ki , i i li si , dimana
untuk
1
L
orbital
' 1
L'
selain orbital s, 1
s
(3.13)
(l=0)
berlaku
1 , dan untuk J
J 1
, elemen V-matrix
tereduksi dalam Persamaan (3.13) terdiri atas komponen langsung (direct) dan pertukaran (exchange) untuk mengakses antisimetrisasi (eksklusi Pauli) dan non lokalitas yang keduanya dapat ditemukan dalam Ref.[25]. Selanjutnya, penampang lintang hamburan reaksi diperoleh dari amplitudo gelombang
(3.9)
f mSf mi ,
L f k f , f f l f s f VJS Lk , n ls
N
dimana k harga eigen energi dan K0 operator energi kinetik proyektil, yang menghasilkan r k
(3.12)
k 1
dengan potensial reaksi
K
(3.11)
1 4 2li 1 m m m f mi
2 Li 1CL fi l f J f
ki kf
CL0imli Ji mi TliJSl f Li L f Ymi f m f , , L
L f , Li , J
(kr )1 i L e L uL (k , r )YLM (r)YLM (k ) , LM
(3.10)
(3.14)
dengan uL k , r fungsi Coulomb radial dan L
dengan demikian dihasilkan penampang lintang hamburan parsiil
sudut phase-shift. Untuk menghitung penampang lintang hambu-ran (cross-section) dan mensimulasikan proses reaksi yang terjadi (elastik maupun inelastik), digunakan fungsi basis gelombang radial dalam bentuk polinom Laguerre
2 d f mSf mi , , d
290
(3.15)
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
dan penampang lintang hamburan total
S
f
S mm '
2
,
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
dan (3.16)
ic2 12,1'2'; t c2 12,1'2'; t
m, m '
t 1 t 2 U 1; t U 2; t Q12v 12
yang bersesuaian dengan channel reaksi spin S.
c2 12,1'2';t
3.2. Reaksi Pada Sistem Nuklir Majemuk
t 1' t 2' U 1'; t U 2'; t Q1'2'v 1'2'
Selain memiliki karakteristik interaksi yang lebih kompleks (tidak konservatif dan memiliki derajat kebebasan tidak berhingga) dibandingkan dengan sistem atomik atau molekular (hanya interaksi Coulomb), sistem nuklir secara alamiah tidak stabil dan meluruh baik dengan waktu paruh pendek ( T1/ 2 1 detik) maupun sangat panjang ( T1/ 2 1000 tahun). Dengan demikian, sistem nuklir senantiasa dalam keadaan bereaksi baik akibat radiasi latar sinar kosmik maupun radiasi dari nukleon, sistem nukleon dan partikel fundamental lain di sekitarnya. Dalam makalah ini for-malisme pembahasan reaksi nuklir tidak mengikut-sertakan elemen matrik dari interaksi nuklir, pembaca yang berkepentingan dipersilahkan merujuk pada referensi yang diberikan. Terdapat beberapa metode utama yang dapat digunakan membahas reaksi nuklir, diantaranya adalah Brüeckner-Bethe-Goldstone (G-matrix), R-matrix, T-matrix (LippmannSchwinger), K-matrix, eikonal (Glauber), dan metode semiklasik lainnya, bergantung pada karakteristik reaksi nuklir yang dipelajari. Pada kesempatan ini diberikan formalisme G-matrix sebagai suatu metode analisis mikroskopis reaksi nuklir yang umum ditemukan dalam literatur dan dapat digeneralisasikan untuk reaksi-reaksi tertentu dalam aplikasi. Deskripsi dinamika reaksi sistem bendabanyak (sistem nuklir majemuk) dalam batas non relativistik bermula dari persamaan gerak terkopel untuk matrik densitas benda tunggal bergantung waktu 11';t dan fungsi korelasi
Q12v 12 20 12,1'2'; t 20 12,1'2'; t v 1'2' Q1'2'
Tr v 13 A13 A1'2' v 1'3' A1'3'A12 3=3'
11'; t c2 23,2'3';t Tr v 23 A23 A1'2' v 2'3' A2'3'A12 3=3'
22'; t c2 13,1'3';t Tr v 13 v 23 c3 123,1'2'3';t 33' c3 123,1'2'3'; t v 1'3' v 2'3' ,
(3.18)
dimana t i , v ij dan c3 masing-masing menyatakan operator energi kinetik 1-benda, interaksi nuklir murni 2-benda dan fungsi korelasi 3-benda. Operator antisimetrisasi ( Aij ) dan Pauli blocking ( Qij ) dalam Persamaan (3.18) didefinisikan sebagai
Aij 1 Pij ,
(3.19)
dan untuk Pauli blocking,
Qij 1 Tr Pi 3 Pj 3 33'; t , 33'
sedangkan
potensial
mean-field
(3.20)
U i; t
dituliskan sebagai
U i; t Tr v i3 Ai 3 33'; t . 33'
2-benda bergantung waktu c2 12,1'2'; t seperti
(3.21)
Jika didefinisikan operator 12 [22] untuk
diberikan dalam Ref.[22]
propagator Gˆ12 ,
i 11'; t t 1 U 1 11';t 11'; t t 1' U 1'
Gˆ12 12 g12 v12 ,
Tr v 12 c2 12,1'2'; t c2 12,1'2'; t v 1'2' , 2=2' (3.17)
291
(3.22)
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
dengan mean-field propagator
g12 t 1 t 2 U 1 U 2 i
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
(3.25) dan Persamaan (3.26)], besar penampang lintang hamburan nukleon yang bereaksi dengan total massa m di dalam potensial Hartree-FockBogoliubov di atas energi Fermi diberikan oleh [22] :
1
, (3.23)
d q m2 /16 2 G q Ga† q , d
maka berdasarkan hubungan [22]
12 12 E 1/ 1 g12 E Qv , dihasilkan persamaan Goldstone (G-matrix)
(3.24)
dimana q transfer momentum dan a antisimetrisasi untuk elemen matrik G. Untuk menunjukkan bahwa di dalam inti majemuk (inti berat) berlangsung proses difusi dan transport akibat proses transformasi materi-energi maka didefinisi-kan penampang lintang hamburan absorbsi (absorption cross-section) yang dapat berbentuk [27] :
Brüeckner-Bethe-
G E v vg12 E QG E .
(3.25)
Dalam bentuk yang lebih umum, persamaan reaksi G-matrix diberikan oleh [21]
G V V
R E RE2 1 2
Q G, H0
V 1 B , E
(3.26)
dimana G elemen G-matrik reaksi, V potensial nukleon-nukleon, energi non perturbatif nukleon yang bereaksi, H 0 Hamiltonian non perturbatif dan Q operator proyeksi Pauli, selanjutnya didefinisikan elemen matrik kotak Qˆ untuk renormalisasi elemen matrik Q sebagai [21] :
dimana RE R 1/ k jejari absorbsi, rerata lintasan bebas (mean free path), VB tinggi potensial barrier dan E energi sistem dalam kerangka pusat massa. Sedangkan persamaan transport atau persamaan Vlasov-UehlingUhlenbeck dapat dituliskan [22] :
p1 U BHF r; t f r, p1; t t m r r p1 4 d f d 3 p2 d 3 p3 d v12 3 d t coll 2
Q Q Q P G GG G G P, H H H 0 0 0 (3.27)
p2 p4 p1 p2 p3 p4
dimana P operator momentum, yang terbentuk dari diagram Feynman (diagram tangga reaksi G-matrix) tidak terlipat (nonfolded), bersifat irreducible (tidak dapat disederhanakan) dan terkait valensi (valence linked). Berdasarkan Persamaan (3.27), diperoleh potensial efektif dalam Hamiltonian H eff H 0 Veff yang ˆ dinyatakan dalam kotak Q
,
1 1 2 RE / e2 RE / 2 2 RE /
(3.30)
ˆ PGP PQP
1 d k Qˆ n-1 Veff n Qˆ Veff k k 1 k ! d
(3.29)
f r, p3 ; t f r, p4 ; t 1 f r, p1; t
1 f r, p2 ; t f r, p1; t f r, p2 ; t 1 f r, p3 ; t 1 f r, p4 ; t ,
(3.31)
dimana f r, p; t fungsi distribusi ruang fase, indeks coll (collective) menyatakan laju perubahan fase bersama dan potensial Bogoliubov-Hartree-Fock memiliki bentuk
k
(3.28)
U BHF r, t d 3r 'Re Ga r r ' r '; t , (3.32)
dimana (n) dan (n-1) merujuk pada interaksi efektif setelah iterasi n dan n-1 kali. Jika dinyatakan dalam elemen matrik G [Persamaan
292
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
dengan Re Ga r r ' elemen antisimetrik Gmatrix dan r ';t fungsi densitas bergantung
fisi berlangsung dan menghasilkan radionuklida yang diharapkan. Faktor-faktor esensial yang menentukan keberlangsungan reaksi dan laju pembentukan radioisotop adalah:
waktu. Penyelesaian persamaan G-matrix ekuivalen dengan persamaan T-matrix, sedangkan penyelesaian persamaan transport membutuhkan aproksimasi teknis yang sebagian besar dapat ditemukan dalam Ref. [22]
4.
1) Energi dan fluks neutron proyektil, 2) Karakteristik dan jumlah material target, dan 3) Penampang lintang hamburan aktivasi untuk jenis reaksi yang diharapkan.
PRODUKSI RADIONUKLIDA Fluks neutron adalah hasil kali densitas dan kecepatan rata-rata neutron yang dinyatakan dalam satuan n/cm2/sec. Informasi tentang interaksi antara neutron proyektil dengan material target dapat diekstrak berdasarkan data penampang lintang hamburan yang diperoleh. Data tersebut merupakan ukuran probabilitas bagi suatu reaksi tertentu dapat berlangsung sesuai dengan setting eksperimen yang diberikan. Penampang lintang hamburan merupakan luasan yang dibentuk sebuah inti dan daerah disekitarnya dimana jika ditembus secara tegak lurus oleh berkas neutron reaksi fisi nuklir dapat terjadi. Besar penampang lintang hamburan (secara empiris) ditentukan oleh energi kinetik berkas neutron proyektil dan bervariasi untuk setiap inti. Harga maksimum penampang lintang hamburan diperoleh untuk neutron termal sebagai proyektil. Semakin besar penampang lintang hamburan semakin besar pula peluang menghasilkan radioisotop yang diharapkan. Material target yang dapat digunakan dalam produksi radionuklida memiliki karakteristik antara lain. [2,26]
Terdapat lebih kurang 1600 radioisotop yang telah dikarakterisasi di berbagai fasilitas laboratorium, reaktor nuklir dan akselerator partikel di seluruh dunia [5]. Secara alamiah nuklida tidak stabil atau radionuklida meluruh spontan dengan memancarkan partikel , , , dan partikel fundamental lainnya menjadi radionuklida baru yang lebih stabil. Radionuklida yang mengalami peluruhan (dan partikel lainnya) telah diidentifikasi membentuk 4 (empat) deret radioaktif; Thorium 232 208 (4n, Neptunium (4n+1, 90Th 82 Pb ), 237 93
Np 209 83 Bi ),
238 92
U
206 82
Pb ),
Uranium dan
Aktinium
(4n+2, (4n+3,
U Pb ), dimana n bilangan bulat yang menunjukkan kelipatan massa inti sebelum dan setelah memancarkan . Untuk mendapatkan karakteristik radionuklida sesuai dengan kebutuhan dalam aplikasi maka radionuklida diproduksi dari material alamiah (raw materials) melalui proses pengayaan (enrichment) dan reaksi fisi nuklir baik di dalam reaktor nuklir penelitian, akselerator partikel, maupun laboratorium kimia nuklir. Dengan menggunakan prosedur standar [1-6], radionuklida dapat dimanfaatkan secara luas sebagai media pencitraan dan diagnosis (imaging), pelacakan (tracing), pemuliaan (genetic engineering) dan radioterapi. Meskipun kelimpahan (abundance) radionuklida bervariasi namun dapat dipastikan bahwa setiap 1 gram materi di bumi mengandung radionuklida tertentu sehingga dapat digunakan untuk melacak asal-usul materi tersebut. 235 92
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
207 82
1) Tidak bersifat eksplosif, volatil (mudah menguap), piroporis (mudah memercikkan api jika digosok), mudah terbakar, dan sebagainya, 2) Harus stabil pada saat ditembak berkas neutron proyektil, 3) Material murni (tanpa pengotor atau campuran) memberikan aktivitas radioisotop spesifik yang tinggi, 4) Bentuk fisik dari material target adalah sedemikian sehingga depresi fluks (disorientasi arah oleh tekanan, aberasi, absorbsi, dan sebagainya) neutron proyektil minimum, 5) Material target secara kimia harus stabil pasca proses iradiasi neutron, dan 6) Jika material target bersifat higroskopis (banyak menyerap air dari udara), disarankan untuk memanaskannya sebelum pengemasan dalam bentuk pellet, kapsul dan sebagainya.
4.1. Produksi Radionuklida Dalam Reaktor Penelitian Radionuklida sebagian besar diproduksi di dalam reaktor nuklir penelitian dengan cara menembakkan neutron proyektil kepada material tertentu sebagai target sehingga reaksi
293
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
Berbagai jenis reaksi nuklir yang umum ditemukan dalam produksi radioisotop adalah: 1) Reaksi ( n, ); Radiative (penangkapan radiatif)
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
5) Reaksi multistep Dalam reaksi ini, radioisotop dihasilkan melalui beberapa tingkatan reaksi, seperti
capture
(i) Reaksi ini sebagian besar menggunakan neutron termal dan banyak dilakukan. Sebagai contoh adalah:
(ii)
238 92
U n, 239 239 92 U 93 Np ,
239 93
-
-
Np
239 94
Pu ,
(4.7) (4.8)
dan seterusnya.
n 2759Co 2760Co ( = 36.0 barn) ,
1 0
1 0
98 99 n+ 42 Mo 42 Mo+
( = 0.12 barn) ,
(4.1) 6) Reaksi fisi nuklir
(4.2)
Target yang digunakan dalam reaksi fisi nuklir pada umumnya telah diperkaya berupa fissile (seperti: berupa pellet siap pakai) atau telah difertilisasi sehingga mencapai konsentrasi tertentu [misalnya: (15-20)% ], tingkatan sub kritis, dari radioisotop tertentu seperti 238 92 U .
dimana 1 barn = 10-28 m2. Produk dari reaksi ini adalah isotop dari material target itu sendiri yang secara kimiawi tidak dapat diuraikan lagi. 2) Reaksi ( n, ) diikuti peluruhan
Reaksi fisi dengan neutron termal dari 235 92 U misalnya, akan menghasilkan sejumlah radioisotop. Setiap reaksi memberikan 2 (dua) inti pecahan, yang ringan dengan nomor massa berkisar 95 dan yang berat sekitar 140, dengan membebaskan sekitar 2.4 neutron/pembelahan. Sebagai contoh reaksi fisi pada uranium adalah [4]; a) Secara alamiah:
Dalam beberapa kasus, reaksi ( n, ) menghasilkan radioisotop berumur pendek (tereksitasi kemudian meluruh) yang meluruh dengan memancarkan sebelum menjadi radioisotop yang diharapkan. 1 0
n+ 13052Te 131 52Te
Te
131 52
131 53
( 67 mbarn ),
I+ , -
(4.3)
238
UT
9 1/2 4.510
230
Namun demikian, pemisahan langsung 131 53 I dari target tellurium dapat dilakukan melalui reaksi kimia.
214
yr
234 U 234 Pa 234 U
Th 226 Ra 222 Rn 218 Po 214 Pb Bi 214 Po 214 Pb 210 Pb 210 Bi 210 Po 206 Pb (stable) , (4.9)
3) Reaksi ( n, p ) dan, b) Dalam reaksi fisi: Beberapa contoh jenis reaksi ini adalah:
n+ S P+ H
1 0
58 58 n+ 28 Ni 27 Co+ 11 H ( 4.8 barn ).
32 16
32 15
1 1
n+ 235 U 236 U 92 Kr+ 141 Ba+3n .
( 165 mbarn ), (4.4)
1 0
4.2. Laju Produksi Radionuklida
(4.5)
Laju pembentukan radioisotop di dalam reaktor penelitian dapat ditentukan jika aktivitas radioisotop yang bersangkutan dan penampang lintang hamburan aktivasi diketahui. Penampang lintang hamburan aktivasi adalah luasan efektif inti dimana reaksi neutron proyektil dan inti target terjadi dengan peluang maksimum. Besar cross-section aktivasi tersebut dapat ditentukan berdasarkan data eksperimental hamburan neutron dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan reaksi G-matrix [Persamaan (3.26), Persamaan (3.27)] dengan menggunakan potensial nuklir yang tersedia
Jika energi proton yang terpancar dalam reaksi ini cukup tinggi, maka dapat digunakan sebagai sumber radiasi sekunder yang bermanfaat baik untuk penelitian maupun aplikasi di berbagai bidang. 4) Reaksi ( n, ) Reaksi ini dapat menghasilkan radiasi sekunder sinar , sebagai contoh adalah: 1 0
n+ 63 Li 31 H+ 42 He
( 980 barn ).
(4.10)
(4.6)
294
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
dalam literatur. Jika fluks neutron proyektil (n neutron/cm2/sec.), NT jumlah atom dalam di dalam material target, act cross-section aktivasi dan NI jumlah atom teraktivasi di dalam target (telah bereaksi dengan neutron proyektil), maka berlaku
dN I act NT , dt
terhadap suatu penyakit), klinis (teknis perawatan), resiko dampak negatif (genetik, somatik, in-utero, dll.) dan resiko negatif lainnya yang belum ditemukan (belum terbukti) pada saat ini. Beberapa contoh radioisotop yang telah digunakan dalam radioterapi adalah: 1) Iodine-131
(4.11) Radioisotop ini digunakan untuk diagnosis dan terapi atau pengobatan terhadap gangguan pada kelenjar tiroid, diproduksi dari tellurium alamiah di dalam reaktor melalui reaksi
segera setelah radioisotop terbentuk (diproduksi) maka selanjutnya meluruh secara alamiah sesuai dengan waktu paruh yang dimilikinya. Laju netto pertambahan inti radioaktif tersebut (dengan konstanta peluruhan ) adalah selisih antara laju produksi dan laju peluruhan, atau
dN I act NT N I , dt
1 0
act NT 1 et ,
n+ 13052Te 131 131 52Te 53 I+ . -
(4.15)
Penyiapan radioisotop ini menggunakan proses oksidasi campuran H2 CrO4 H2SO4 pada target yang berakibat pada pengurangan jumlah asam oksalat dalam campuran tersebut. 131 I yang dibebaskan dari target kemudian ditangkap larutan Na 2SO3 yang membentuk Na 131 I dalam larutan alkalin solfat.
(4.12)
yang memberikan
NI t
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
(4.13)
dengan aktivitas radioisotop pada sampel
R samp N I act NT 1 et .
(4.14)
Harga aktivitas yang terukur pada umumnya lebih kecil dari yang diberikan Persamaan (4.14) karena berbagai faktor seperti: efek silding (penutupan) sendiri pada target akibat perubahan fluks neutron secara tiba-tiba, variasi tegangan catu daya reaktor, depresi fluks neutron, kerusakan target karena terbakar (terlalu panas), kerusakan pada produk radioisotop akibat penangkapan (penyerapan) neutron terusmenerus, dan sebagainya. Pembahasan selengkapkan diberikan oleh manual produksi radioisotop yang diterbitkan IAEA. [2]
Gambar 7. Hasil pencitraan menggunakan I-131 untuk kelenjar tiroid normal. Gambar diadopsi dari Ref.[4].
4.3. Produksi Radionuklida Untuk Kesehatan Terdapat informasi yang cukup rinci tentang proses produksi radioisotop untuk keperluan medis [2,3,4,5,6]. Seluruh karakteristik radiasi materi-energi harus dikaji secara teliti, mendalam dan komprehensif (menyeluruh) sebelum digunakan dalam radioterapi, tidak hanya terbatas pada tingkat energi dan jenis partikel radiasi, tetapi juga meliputi aspek-aspek; therapeutic (seperti: pencegahan, penyembuhan dan rehabilitasi
Gambar 8. Hasil pencitraan menggunakan Tc99m-sestamibi [4] yang menunjukkan keberadaan tumor pada payudara. Gambar diadopsi dari Ref.[4].
295
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
2) Fosfor-32
maupun dari radioterapi, maka terdapat peluang reaksi berlangsung di dalam sel-sel tersebut. Dalam dosis dan energi yang tinggi, materienergi radiasi dapat langsung memasuki sistem transport inti-inti atom dan molekul pada sel-sel tubuh dalam jumlah yang besar sehingga dapat menghancurkan (membakar) sel-sel tersebut secara permanen. Sedangkan dalam dosis rendah (dose 0.1 Gy) dan energi yang rendah (E 100 keV), materi-energi radiasi tersebut berpeluang untuk: a). Mengeksitasikan inti atom dalam molekul, b). Mengionisasikan atom dan molekul, dan c). Memutuskan ikatan antar atom dan antar molekul dalam sel. Jika dosis dan energi radiasi dalam jumlah efektif tertentu dapat dikendalikan dan digunakan secara hatihati, selektif, tepat dan akurat, sesuai prosedur dalam Ref.[1-6], maka resiko bahaya radiasi menjadi minimal (tetap ada). Karena radionuklida senantiasa memancarkan energi radiasi yang mudah terdeteksi oleh detektor (seperti: menghitamkan plat film, mengionisasi gas, menghasilkan arus listrik, dll.), maka jika nuklida tersebut berada diantara atom-atom dan molekul-molekul di dalam sel-sel manusia, seluruh bagian tubuh (anatomi tubuh) manusia dapat dipetakan secara detail dalam 3 (tiga) dimensi; misalnya pada CT (computed tomography), MRI (magnetic resonance imaging), PET (positron emission tomography), SPECT (single photon emission computed tomography), dan sebagainya. Karena karakteristik tersebut, radionuklida banyak digunakan untuk mendiagnosis, melacak dan sekaligus mengobati suatu penyakit, dengan cara memvariasikan dosis dan energi radiasi. Namun demikian, terdapat beberapa kendala yang perlu mendapat perhatian serius:
Isotop ini digunakan dalam tulang metastatis untuk mengontrol rasa sakit akibat berbagai jenis penyakit tulang (defisiensi gizi, kanker, dll.). Disamping itu, juga digunakan dalam pertanian dan pada sintesis nucleotides (senyawa esensial pembentuk DNA). Radioisotop ini dihasilkan dari iradiasi neutron pada sulfur alamiah. Setelah diiradiasi, sulfur dimurnikan dalam vacuum kemudian disimpan di dalam bejana. Selanjutnya, dicampurkan dalam HCl konsentrasi rendah (lemah) untuk menghilangkan ketakmurnian kation (ion negatif). Produk 32 P terbentuk dalam larutan H3 32 PO4 (asam ortofosfor). Kurang lebih dihasilkan intensitas radiasi sebesar 2-3 Curie selama 2 minggu dari sekitar 200 gram sulfur alamiah.
Gambar 9. Hasil pencitraan menggunakan 32P untuk diagnosis keberadaan penyakit tulang. Gambar diadopsi dari Ref.[4].
1) Ekspos radiasi yang tidak diperlukan
Informasi selengkapnya dari sekitar 300 radioisotop yang telah diproduksi dan digunakan secara luas di berbagai bidang dapat diperoleh dari literatur Ref.[2,3]. Beberapa contoh aplikasi radioisotop untuk pencitraan dan diagnosis diberikan oleh Gambar 4.1-4.3.
5.
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
Dalam proses radiodiagnosis, radiotracing dan radioterapi, pada kenyataannya, limitasi ekspos radiasi hanya untuk sel-sel yang bermasalah tidak dapat dilakukan. Sehingga menambah resiko terserang penyakit atau gangguan fungsi kerja alat-alat tubuh akibat efek hereditas terganggu (perubahan kode genetik), efek somatik (terjangkit kanker dan tumor), efek inutero (kelainan dan kegagalan kandungan), dan kerusakan fisik lainnya baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang.
KARAKTERISTIK FISIS RADIOTERAPI
Jika materi-energi radiasi, berapa pun energi dan intensitasnya, berinteraksi dengan inti atom, atom, molekul, dan sel-sel pembentuk jaringan tubuh manusia baik melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi, udara yang dihirup, benda-benda di lingkungan sekitar,
2) Dekomposisi radiolitik air di dalam sel Karena sebagian tubuh manusia berupa air, ekspos terhadap materi-energi radiasi, berapa
296
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
pun dosis dan energinya, dapat mengakibatkan pemutusan ikatan molekul air dan ikatan molekul lainnya di dalam sel yang mengganggu fungsi kerja sel dan dapat membentuk senyawa yang bersifat merusak (racun) di dalam tubuh. Dalam jangka waktu panjang dekomposisi radiolitik tersebut dapat menghasilkan efek somatik (kerusakan fisik) yang dapat menjalar ke seluruh tubuh.
kehidupan seperti: kedokteran, pertanian, pertambangan, industri, penelitian, dan sebagainya. Transformasi materi-energi, konservasi bilangan-bilangan dan simetri merupakan contoh proses-proses fundamental yang bertanggungjawab atas ketidakstabilan radionuklida tersebut. Berdasarkan data observasi dan analisis terhadap struktur energi dan reaksi yang terjadi, interaksi nuklir dikuantisasikan dalam bentuk potensial nuklir yang meliputi potensial realistik dan efektif. Potensial realistik diturunkan langsung berdasarkan data eksperimental, sedangkan potensial efektif diperoleh berdasarkan analisis optimalisasi reaksi nuklir untuk keadaan kuantum tertentu. Potensial efektif dapat dihasilkan melalui penyelesaian persamaan G-matrix dan persamaan serupa lainnya yang berlaku dalam reaksi sistem nuklir. Selanjutnya, seluruh karakteristik inti atau nuklida dapat dijelaskan berdasarkan hasil pemecahan persamaan keadaan dengan konstrain potensial nuklir tersebut. Proses fisika yang terjadi dalam produksi radionuklida baik melalui reaktor penelitian, akselerator, maupun reaksi kimiawi seluruhnya didasarkan atas mekanisme interaksi nuklir. Setiap radionuklida diproduksi dengan menggunakan standar tertentu dan dipersiapkan untuk keperluan tertentu pula. Meskipun tidak terdapat batas ambang radiasi materi-energi yang aman bagi kesehatan (zero risk), radioterapi dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur standar internasional dengan ekspos radiasi seminimal mungkin. Ekspos radiasi dalam dosis dan energi tinggi dapat menghancurkan sel dan dapat menyebabkan kematian, sedangkan ekspos radiasi dalam dosis dan energi rendah dapat menyebabkan dan menambah resiko terjangkit atau menderita gangguan penyakit genetik, somatik dan in-utero sebagai hasil dari prosesproses: ionisasi, eksitasi, disorientasi dan pemutusan ikatan-ikatan antar atom dan antar molekul di dalam sel-sel pada manusia.
3) Sensitifitas sel dan alat tubuh Di dalam tubuh terdapat sel-sel yang sangat sensitif, misalnya; sel-sel darah yang selalu membelah (mitosis), dan sel-sel yang kurang sensitif, seperti sel-sel pada rambut dan kuku. Sel-sel sensitif lebih rentan terhadap radiasi dibandingkan sel-sel kurang sensitif. Akibatnya, sel-sel sensitif lebih mudah mengalami mutasi, dan berisiko paling tinggi terhadap penyakit kanker dan tumor. 4) Ketiadaan batas ambang radiasi yang aman untuk kesehatan Tidak terdapat batas minimal jumlah materienergi radiasi (dosis dan energi) yang aman tanpa berisiko gangguan kesehatan. Berapa pun jumlah radiasi yang terserap tubuh, selalu menghasilkan efek samping yang cenderung berakibat negatif bagi kesehatan, baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Radioterapi yang benar-benar aman bagi kesehatan belum dapat diwujudkan sampai ditemukan teknologi dan materi-energi baru yang dapat menghilangkan seluruhnya potensi bahaya dari radiasi secara umum. Untuk seluruh aplikasi radionuklida diatas, ekspos radiasi harus dipertahankan pada level terendah (toleran) yang mungkin dapat dicapai.
6.
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
KESIMPULAN
Totalitas karakteristik sistem nuklir ditentukan oleh proses-proses fundamental yang dimanifesta-sikan oleh interaksi nuklir. Radionuklida merupakan sistem nuklir tidak stabil yang memiliki karakteristik khas, yaitu secara alamiah senantiasa meluruh dengan memancarkan materi-energi dalam intensitas dan tingkat energi tertentu. Berdasarkan karakteristik materi-energi yang dipancarkan tersebut, radionuklida dapat digunakan sebagai media pencitraan, diagnosis, pelacakan, pemuliaan dan pengobatan. Oleh karenanya, secara luas dimanfaatkan di berbagai bidang
7.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis berterima kasih kepada Keluarga Besar Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA, UPI, atas ketersediaan sarana yang mendukung kelancaran penulisan makalah ini.
297
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
8. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9. 10. 11.
12.
13.
14. 15.
16.
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
17. SACK, S., BIEDENHARN, L.C., BREIT, G., Phys. Rev., 93 (1954) 321. 18. ARIFIN, M., Pemberdayaan sistem basis data nuklir teruji ENDF untuk pengembangan model realistik proses fisika dalam reaktor PLTN (Prosiding Seminar Nasional ke-14 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, Bandung, 5 Nopember 2008, ISSN: 0854-2910), BATAN-UNPAD, Bandung (2008) 1-15. 19. JOHNSON, B. R., J. Chem. Phys., 67 (1977) 4086. 20. KHEIFETS, A. S., IPATOV, A., ARIFIN, M., and BRAY, I., Physical Review A, 62 (052724) (2000) 1-10. 21. DEAN, D.J., RESSEL, M.T., HJORTHJENSEN, M., KOONIN, S.E., LANGANKE, K., and ZUKER, A. P., Physical Review C 59 (5) (1999). 22. CASSING, W., METAG, V., MOSEL, U., and NIITA, K., Physics Reports 188 (6) (1990) 363-449. 23. ARIFIN, M., Calculation of Two-Electron Photoionization of Metastable Helium Using the CCC Method, Master Thesis, Institute of Advanced Studies, Atomic and Molecular Physics Laboratories, RSPHYSSE, The Australian National University, Canberra, Australia (2000). 24. DYALL, K.G., GRANT, I.P., JOHNSON, C.T., PARPIA, F.A., and PLUMMER, E.P., Computer Physics Communications 55 (1989) 425-456. 25. FURSA, D.V., Calculation of electron scattering on helium, Ph.D. Thesis, School of Physical Sciences, The Flinders University of South Australia, (1995). 26. SAHOO, S. and SAHOO, S., “Productions and Applications of Radioiso-topes”, Physics Education, India, (2006). 27. HUSSEIN, M.S., REGO, R.A. and BERTULANI, C.A., Physics Reports, 201 (5) (1991) 279-334. 28. ANONYMOUS, Biological Effects of Radiation, Reactor Concepts Manual, USNRC Technical Training Center. 29. ARIFIN, M., A Hybrid-VTY Model for the T=0,1 States of A=6 Nuclei, Ph.D. Thesis, Hokkaido University, Sapporo, Japan (2006). 30. TAKAYUKI, M., Note for Solving TwoNucleon System, Nuclear Theory Group, Division of Physics, Graduate School of Science, Hokkaido University, Sapporo, Japan (2004) 1-11. 31. EDMONDS, A.R., “Angular Momentum in Quantum Mechanics”, Princeton
IAEA, “Comprehensive Audits of Radiotherapy Practices: A Tool for Quality Improvement, Quality Assurance Team for Radiation Oncology (QUATRO)”, International Atomic Energy Agency, Vienna, (2007). IAEA, “Manual for Reactor Produced Radioisotopes”, International Atomic Energy Agency, Vienna (2003). IAEA, “Practical Radiation Technical Manual, Health Effects and Medical Surveillance”, International Atomic Energy Agency, Vienna (2004). FISHER, D.R., Medical Isotope Production and Use, Office of National Isotope Programs, March 20, 2009, Washington State University (2009). VAN DER KEUR, H., Medical Radioisotopes Production Without A Nuclear Reactor, Laka Foundation, May 22, 2010. Available: www.laka.org PHILLIPS, D.R., Radioisotope Production at Los Alamos National Laboratory, Radioisotope Applications and Production, Isotope and Nuclear Chemistry Group, March 21, 2002, Los Alamos Neutron Science Center (LANSC), USA (2002). RING, P., and SCHUCK, P., “The Nuclear Many-Body Problem”, Springer Verlag, Berlin (2004). GREINER, W., SCHRAMM, S. and STEIN, E., “Quantum Chromodynamics”, Second Ed., Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg, Germany (2002). HAMADA, T. and JOHNSTON, I.D., Nuclear Physics 34 (1962) 382. REID, R.V. JR., Annals of Physics 50 (1968) 411. GOGNY, D., PIRES P. and De TOURREIL, R., Physics Letters 32B (1970) 591. WIRINGA, R. B., SMITH, R. A. and AINSWORTH, T. L., Physical Review C 29 (1207) (1984). WIRINGA, R. B., STOKS, V. G. J. and SCHIAVILLA, R., Physical Review C 51, (38) (1995). MACHLEIDT, R., Physical Review C 63, (024001-1) (2001). PIEPER, S.C., PANDHARIPANDE, V. R., WIRINGA, R. B. and CARLSON, J., Physical Review C 64 (014001-1) (2001). KANADA, H., KANEKO, T., NAGATA, S. and NOMOTO, M., Prog. Theor. Phys., 5 (61) (1979) 1327.
298
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011
Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional
6
Landmarks in Physics, Princeton University Press, Third Printing, New Jersey, USA (1974). 32. VARSHALOVICH, D.A., MOSKALEV, A.N. and KHERSONSKII, V.K., “Quantum Theory of Angular Momentum”, World Scientific, Singapore (1988). 33. ARIFIN, M., Struktur energi dan reaksi breakup coulomb inti majemuk (6He, 6Li,
Be) dengan menggunakan nukleon-nukleon potensial pealistik (Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, Surakarta, 17 Oktober 2009, ISSN: 0854-2910), BATANUNS, Surakarta (2009) 113-128.
299
DAFTAR ISI