MEMAHAMI PENTAKOSTALISME MELALUI BINGKAI HISTORIOGRAFI LUKAS DALAM KISAH PARA RASUL Evan Siahaan1 Abstraksi Pentakostalisme masih menyisakan diskusi yang hangat, baik pada tatanan konseptualisasi biblikal maupun fenomenologi yang tidak lepas dari dimensi empiris. Kelompok atau denominasi Pentakosta berupaya untuk terus menunjukkan keabsahan praktik teologinya melalui berbagai pendekatan. Rekonstruksi teks yang memunculkan peristiwa tersebut pun (Kis 2:1-13) dilakukan demi memperoleh pijakan yang kuat dan sahih. Bahkan studi secara menyeluruh terhadap kitab Kisah Para Rasul masih aktual dan relevan untuk terus dilakukan, demi sebuah pemahaman yang lebih presisi dan logis tentang Pentakostalisme. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan dan sekaligus membuktikan kesahihan teologi Pentakosta—dengan pijakan fondasional pada kitab Kisah Para Rasul—melalui pemahaman substansial historiografi Lukas dalam Kisah Para Rasul. Penelitian ini menggunakan pendekataan kualitatif dengan metode analisis sastra Yunani (Helenisme) dan pengaruhnya terhadap tulisan Lukas. Kata kunci: Historiografi, Pentakostalisme, Kisah Para Rasul, Helenisme
Understanding Pentecostalism Through Luke’s Historiography of The Acts Abstract Pentecostalism is still having some warm discussions, either in biblical conceptualizing or empirical phenomenon. Denomination of Pentecostal has been striving to show validity of their theological practices through some approaches. Textual reconstruction (Acts 2:1-13), by which the phenomenon was appeared by, is undertaken for acquiring a strong and valid standing point.Even a comprehensive study of Book of Acts would still relevant and actual to gain a more precise and logical understanding of Pentecostalism.This study aims to show and prove at once the validity of the Pentecostal theology—which the foundational standpoint is on the book of Acts—by substantial understanding of Luke’s historiography in Acts. This study uses a
1
STT “Intheos” Surakarta
60
qualitative approach with a Greek’s literary (Hellenic) analysis method and its influence on Luke’s writing. Keywords: historiography, Pentecostalism, Acts, hellenism
tertentu
PENDAHULUAN
dibandingkan
identitas
Identitas Pentakosta tidak dapat
biblikal. Hasilnya, terjadi semacam
dipisahkan dari peristiwa yang terjadi
kesalahpahaman dalam memandang
dalam Kisah Para Rasul 2:1-13. Teks
identitas Pentakostalisme yang hanya
tersebut, yang menarasikan peristiwa
dibatasi pada kelompok Pentakosta
pencurahan
Roh
atau Karismatik saja. Pentakostalisme
Kudus atas 120 murid yang tersisa di
harus diletakkan pada porsi yang
sebuah ruangan (upper room) di
seimbang dan biblikal, karena secara
Yerusalem,
hakiki Pentakostalisme merupakan
dan
kepenuhan
telah
konseptualisasi secara
ideal
melahirkan baik
identitas biblikal, sebuah teologisasi
pragmatis.
atas teks bukan sejarah ataupun
pentakosta maupun
fenomena.
Gerakan yang kemudian muncul di
Ekses yang dimunculkan oleh
abad modern, lewat peristiwa Azusa
orang-orang
tertentu
membawa perkembangan wajah baru
dijadikan
representasi
evangelikalisme di dunia. Artinya,
Pentakostalisme. Sekalipun mereka
konseptualisasi tersebut merupakan
adalah
teologisasi atas teks yang memuat
menjamin apa yang dikemukakan
peristiwa,
adalah sebuah refleksi teologis dari
Street
peristiwa
bukan
serupa
telah
teologisasi
atas
orang
ajaran
Pentakosta;
tidak
bentuk
dapat
Beberapa ekses yang muncul lebih
Pentakostalisme meninggalkan
lebih jejak
bahwa
bertendensi
terkesan
teologi
dapat
peristiwa itu sendiri. Namun tidak dipungkiri,
baku
tidak
pada
Pentakosta.
orientasiteologi
empiris. Karena memang impliksi
teologisasi
teologi Pentakosta adalah sebuah
sejarah (peristiwa). Selain itu, Pentakostalisme lebih
dimensi praktis dari pengejawantahan
banyak dipandang sebagai identitas
firman Tuhan dalam kehidupan orang
teologi yang mewakili denominasi
percaya. Hal ini tidak sepenuhnya
61
salah, karena pada akhirnya teologi
dunia. Kisah itu, dengan segala
harus
ranah
pernak-perniknya telah berhenti pada
psikomotorik, bukan sekadar konsep
saat kisah itu berakhir. Dan, sekali
kognitif.
lagi, itu adalah peristiwa historis
bermuara
pada
Yang harus diperhatikan adalah
bukan teologis, sehingga tidak dapat,
ekses yang muncul bukanlah sebagai
dan tidak cukup kuat untuk dijadikan
produk
pijakan teologi.
teologi
secara
mendasar. harus
Ada banyak pendapat mengenai
memperhatikan teologisasi teks atau
bentuk kitab Kisah Para Rasul ini
kitab
sendiri
Pergumulan
yang
konseptualisasi
digunakan
sebagai
secara
genre
landasan teori dan teologi Pentakosta,
William
yang dalam hal ini sudah pasti adalah
sebagai tulisan sejarah
Kisah Para Rasul. Teori tentang
tidak
disajikan
Pentakostalisme diperhadapkan pada
kronologis.
2
mekanisme teologisasi atas peristiwa.
menyebutnya sebagai narasi. Bob
Sederhananya, teori Pentakostalisme
Utley
dianggap sebuah pemaksaan teologi
“Biblicalhistorical narrative is factual,
yang dibangun atas peristiwa yang
but the focus is not on chronology or
sudah selesai dan usang. Memang
exhaustive recording of event.” 3 R.I.
harus diakui bahwa tidak mungkin
pervo
sejarah
karena
ancient historical novel written with
sifatnya yang subyektif dan tidak
the purpose of entertaining and
terulang.
edifying its readers.” 4 C.H. Talbert
dijadikan
norma,
Ketika Kisah Para Rasul disebut
Barclay
sastranya.
Joel
mengatakannya sekalipun secara B.
Green
menjelaskan:
mengatakan,
“Acts
is
an
memandang Kisah Para Rasul sebagai biografi.5
sebagai kitab sejarah, maka persoalan yang muncul adalah, Kisah Para
2
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Kitab Kisah Para Rasul (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 1 3 Bob Utley, “Luke The Historian: Acts”, Study Guide Commentary Series New Testament, Vol. 3b, Texas: Bible Lessons International, [n.d.]Op.cit., 5 4 Ralph P.Martin and Peter H.Davids, Dictionary of The Later New Testament and Its Developments, (Illinois: IVP, 1997), 7 5 Ibid.
Rasul tidak dapat dijadikan landasan teologi karena sifatnya yang historis. Implikasinya, peristiwa pencurahan Roh Kudus dalam Kisah Para Rasul 2:1-13 harus dipahami sebagai sebuah memorial tentang lahirnya gereja di
62
membutuhkan Sejarah berorientasi pada kejadian
sebuah
identitas
sederhana, yang mana
dan laporan tentang kejadian itu.
HISTORIOGRAFI DAN KISAH PARA RASUL
Tidak jauh berbeda dengan biografi,
Istilah
fokus pada informasi yang disajikan.
“historiografi”
secara
juga
sederhana berarti tulisan sejarah.
dengan narasi sejarah, yang tidak
Namun pengertian sejarah di sini
pada laporan peristiwanya melainkan
tidaklah sesederhana sejarah pada
pada tujuannya, yakni mengajarkan
umumnya, sebuah catatan tentang
(edifying).
peristiwa
Narasi
berbeda,
demikian
masa
lampau.
Sejarah
dalam kerangka berpikir modern telah
Pentakostalisme bukanlah sebuah teologisasi atau konseptualisasi pada
bergeser
pendekatan empiris, melainkan pada
sejarah zaman purba. Pola atau gaya
teks, yaitu Kisah Para Rasul 2:1-13.
penulisan
Pentakosta sendiri pada perikop itu
kemungkinan
tidak muncul secara definitif, sebagai
oleh seorang sejarawan
sebuah konsep yang diperkenalkan
Thukidides
oleh
Lukas.
tersebut
sebatas
dengan
sang
teolog,
Pentakostalisme
yakni
hanya
esensinya
sejarah
dari
purba
besar 7
tidak
konsep
yang
diperkenalkan bernama
(Ing:
Thucydides)
bisa
dibandingkan
bentuk
kesejarahan
kontemporer.
pengidentifikasian sebuah peristiwa yang
Pembahasan sejarah dalam ranah
selanjutnya dikonversi atau disebut
teologi mengakibatkan kemunduran
kepenuhan
Roh
sebagai
Baptisan
Artinya,
peristiwa
Kudus,
Roh
Kudus.
6
teologis
yang
cukup
substansial,
Roh
ditandai dengan hadirnya Teologi
dengan
Historis-Kritis yang diperkenalkan
momentum Yudaisme, Hari Raya
oleh para teolog Liberal. Pemahaman
Pentakosta.
tersebut
telah
pandang
terhadap
Kudus
harus
Baptisan
dipahami
Peristiwa
tersebut
6 Sekalipun secara eksplisit istilah Baptisan Roh Kudus tidak muncul dalam perikop Kisah Para Rasul 2:1-13, namun peristiwa “Kepenuhan” harus dilihat sebagai penggenapan janji Bapa (Kis 1:4-5).
mengaburkan sejarah
cara dalam
7 Thukidides bukanlah satu-satunya sejarawan besar Yunani. Ia mengikuti pola yang pertama diperkenalkan oleh Herodotos, yang lebih dikenal sebagai bapa sejarah Yunani.
63
Alkitab, yang mana mengakibatkan
teologisasi tentang sebuah peristiwa,
kesuaman rohani dalam gereja. Hal
dalam hal ini Pentakosta.
tersebut berimbas kepada persoalan
Pemahaman sejarah pada masa
kesejarahan Pentakosta yang coba
gereja mula-mula atau di mana Lukas
direkonstruksi
formulasi
menulis tidak seperti yang dipahami
teologi yang normatif. Akibatnya,
oleh Von Ranke, dan diterapkan
Pentakostalisme
dianggap
dalam rangka memahami peristiwa
pemaksaan terhadap sejarah, agar itu
sejarah dalam Alkitab. Apa yang
dapat terulang atau bahkan diulang-
dilakukan
ulang
menundukkan dokumentasi sejarah
dalam
dalam
dapat
kehidupan
orang
Kristen.
Von
Ranke
adalah
Alkitab di bawah studi analisis kritis
Goldingay menjelaskan tentang
sejarah modern. Sementara sejarah
adanya pergeseran aksiologis tentang
yang ditulis oleh Lukas bukanlah
konsep sejarah yang berimbas secara
dalam
langsung dalam teologi. Menurut
modern.
Goldingay,
dipengaruhi
rancang
bangun
Kehidupan oleh
Lukas budaya
sejarah yang nenek
moyangnya, secara tidak langsung
This approach to history writing had been developed among secular historians of the eighteenth centuries, especially by Leopold Von Ranke and his followers, and was taken over by biblical scholars out of an understandable concern to make theology respectable as a history science. The biblical documents would be subjected to critical analysis like any other history, as it actually occurred.8
menjadi world view kerangka teologis yang disusun baik dalam Injil Lukas maupun Kisah Para Rasul. Kebudayaan
Helenisme
yang
begitu kuat sudah sangat diakui bahkan oleh para penjajah Romawi, sehingga
mereka
menggantinya
tidak
dapat
dengan kebudayaan
Pemahaman sejarah dalam Alkitab
Romawi sendiri. Tulisan seorang
telah mengalami modernisasi konsep
yang mengerti sastra, baik prosa
yang secara tidak langsung akan
maupun
mempengaruhi konseptualisasi atau
mempertimbangkan konteks yang ada
puisi
tentunya
akan
dan mempengaruhi konsep tersebut. Artinya,
8
John Goldingay, The Authority Of The Old Testament (England: Apollos, [n.d.]), 116
tulisan
sejarah
Lukas
haruslah dipahami dalam kerangka
64
berpikir budaya Helenisme tentang
apologetika. Itu sebabnya, terlihat
sejarah, yaitu historiografi.
sedikit naif jika gaya penulisan
Memahami Historiografi
sejarah yang digunakan oleh Lukas
Historiografi
secara
sederhana
dalam Kisah Para Rasul harus dinilai
berarti tulisan (grafe) sejarah (histori).
atau dipahami dengan kaidah ilmu
Namun pengertian ini tidak lepas dari
sejarah modern. Esensi tulisan sejarah
latar belakang Yunani (Helenisme)
dalam konteks historiografi Yunani
tentang hakikat tulisan sejarah pada
kuno tidak dapat dipaksakan dengan
masa itu. Fee dan Stuart memberikan
konsepsi
gambaran
kontemporer.
tentang
historiografi
Yunani, sebagai:
masa
Para Rasul secara proporsional dan presuposisional pemahaman
dan
Stuart,
dalam
kerangka
Hellenisme.
Hal
tersebut senada seperti apa yang diusulkan oleh Gregory E. Sterling, “...what we mean by the category of history into which we place Luke-
bukan
Acts. The issue of reliability can only be
lampau,
understand
juga,
terhadap
konteks
sekadar mencatat kejadian di masa melainkan
dibutuhkan
berpikir kesejarahan kitab tersebut
Tujuan historiografi Yunani jelas Fee
pada
Untuk dapat memahami Kisah
...a kind of history writing that had its roots in Thucydides (460400 BC) and flourished during the Hellenistic period (300 BC – AD. 200). Such history was not written simply to keep records or to chronicle the past. Rather it was written both to encourage or entertain (i.e., to be good reading) and to inform, moralize, or offer an apologetic.9
menurut
kesejarahan
untuk
fully
addressed the
once
we
historiographical 10
memberi dorongan (encourage) atau
tradition
memberikan
yang
Historiografi Yunani atau Helenisme
menyenangkan sebagai bacaan yang
memang unik, tidak dapat dipaksakan
menarik (entertain) dan memberikan
dalam pola berpikir kontemporer.
informasi
(inform),
mengajar
Jika dipaksakan, maka yang terjadi
(moralize),
hingga
menawarkan
adalah munculnya tendensi yangnaïf
hiburan/hal
9
10
Gordon D. Fee and Douglas Stuart, How to Read The Bible for All its Worth,(Michigan:Academie Books, 1982), 89
of
Luke-Acts...
Gregoy E. Sterling, Historiography and Self-definition: Josephus, Luke-Acts, and Apologetic Historiography (Netherland: E.J.Brill, 1992), 3
65
the Gospels were not written as
turn to reason, because the order of the logos coincides with knowledge...Second, there is the historia peri phuseos that Plato attributes to Anaxagoras...Finally, there is Herodotus. For him, the phenomenal objects of historia are “those things that have come into existence by acts of men” (ta genomena ex anthropon).12
biographies of Jesus. Nor were they
Tiga contoh itu adalah:historia yang
historical
any
pernah digunakan oleh Heraklitos
and
dalam
tentang hakikat sejarah, seperti yang dilakukan oleh Rudolf Bultmann. Bultmann
mencoba
pemahaman dengan
pola
menjembatani sejarah
paradigma
purba
kesejarahan
modern, dengan ungkapan: “Certainly
accounts
theological
free
of
interest 11
dengan
catatan
Phytagoras; historia peri phuseos
sejarah dalam Alkitab (Injil) tidak
yang diatribusikan oleh Plato kepada
bisa
muatan
Anaxagoras; historiata genomena ex
sehingga
anthropon, yang dikembangkan oleh
sejarah yang ada di dalamnya secara
Herodotus. Sejarah atau historia yang
esensial menjadi konsep teologi yang
digunakan oleh Heraklitos sebagai
memiliki
bentuk
perspective.”
Artinya,
percakapannya
dilepaskan
kepentingan
dari
teologis,
signifikansi
ketimbang
fakta.
penilaian
yang
berkaitan
dengan data empiris, yang harus
Dalam memahami historiografi
digunakan untuk menalar, karena
Helenis, Catherine Darbo-Peschanski
logos
memulai dari beberapa pola penulisan
pengetahuan. Namun, pada bentuk
hikayat zaman purba. Ia menjelaskan
yang akhir, Herodutus memandang
pemahaman
historia
Yunani
histori
atau
dalam
Helenis
alam dengan
hadir
bersamaan
tersebut
sebagai
dengan
segala
sesuatu yang hadir dalam eksistensi
mengajukan tiga contoh,
oleh
First, the historia of which Heraclitus speaks in connection with Pythagoras...he thus gives historia the form a judgment related to the data of experience, which must be subjected in its
pekerjaan
historiaHerodotus
manusia.
Pola
yang
pada
akhirnya diikuti oleh Thukidides. Lebih lanjut Darbo-Peschanski menjelaskan:
11
12
Ronald H. Nash, Christian Faith and Historical Understanding (Michigan: Zondervan, 1984), 69
John Marincola, (ed.), A Companion to Greek and Roman Historiography (UK: Balckwell Publishing Ltd., 2011), 35-36
66
One can, therefore, think of the origin of Greek historiography as the confluence of a mode of knowledge proper to the Greeks (historia), a modification of the form of historicity, and a form of its continuation, in which the continuity of the narratives is presumed to reflect, in supposedly objective manner, the course of events.13 Orang
dapat
historiografi
mengatakan
theological concept of the role of Jerusalem salvation.”
the
history
of
Lukas tidak memiliki
motivasi
untuk
menyajikan
dataakurasi sejarah. Namun, ia lebih menitikberatkan
penyajian
sejarah
keselamatan melalui peran Yerusalem dalam konsep teologisnya. Kerangka utama (main frame) berpikir Lukas
bahwa
Yunani berasal
in 14
adalah:sejarah
dari
keselamatan
dalam
mode
tataran geschichte yang disampaikan
pengetahuan yang sesuai dengan
melalui serangkaian sejarah pada
pemahaman orang Yunani (historia).
tataran historiedalam Kisah
Atau dapat juga berupa modifikasi
Rasul. Itu sebabnya, jika ditemui
bentuk historisitas, dengan pola yang
adanya ketidakakuratan atau ketidak-
berkesinambungan, yang melaluinya
sistematisan sejarah, hal tersebut
kontinuitas narasi merefleksikan alur
dikarenakan
peristiwa. Historiografi Yunani tidak
irama filosofi sejarah dalam tataran
berpaut pada akurasi fakta peristiwa,
budaya Helenisme.
pertemuan
melainkan
antara
pada
sebuah
sifatnya
yang
bacaan
yang
ini
bisa
mengajarkan
atau
menghibur.
Bentuk
Gereja-gereja memiliki
Rasul, sebagai karya historiografi
oleh
cenderung
konsep
yang
tidak seragam
tentang kitab Kisah Para Rasul. Hal
Lukas. Norman oleh
mengatakan,
Perrin,
seperti
Ronald “Luke
is
H. no
ini menunjukkan keberagaman titik
yang
pandang (point of view) dari sekadar
Nash
dogmatika. Keberagaman pendapat
way
ini sejatinya tidak menjadi senjata
motivated by a desire to exercise historical accuracy, but entirely by his
13
terbawa
Kisah Para Rasul dalam Pandangan Gereja-gereja
direpresentasikan pada Kisah Para
dikutip
Lukas
Para
untuk
melegitimasi
mereka
yang
14
Ibid., 38
67
Nash, Loc.cit.
paling
presuposisi benar,
dan
menyerang
yang
yang
lainnya.
menyentuh
segala
aspek
Keberagaman sebaiknya dipandang
mendasar kehidupan orang percaya.
sebagai kekayaan dimensi yang bisa
Demikian halnya dengan penggunaan
diterapkan dalam kehidupan gereja
Kisah Para Rasul. Ronald
saat ini. Penekanan terhadap ciri masing-masing
gereja
untuk
mengekspresikan
sesuai
dengan
kerangka
teologi
mereka
The Book of Acts is the only New Testament document devoted exclusively to the story of the early Church. It is the companion volume to the Gospel of Luke (compare the Prologues, Luke 1:1-4 and Acts 1:1-5). The Church uses this book at Mass almost exclusively through the Easter season, from Easter Sunday to Pentecost.15
akan
Rasul dan menerapkan dalam bentuk yang dinamis. Katolik membentuk
warna
teologinya dari perkembangan abad pertengahan yang menyisakan bentuk
Katolik
menganggap
kontra-reformasi.
Rasul
sebagai
Pada
S.S.
menyatakan,
menolong memahami Kisah Para
Katolik
Witherup,
dasarnya,
Kisah
Para
kitab
yang
penggunaan Alkitab dalam konstelasi
menceritakan tentang sejarah gereja
Katolikisme merupakan bentuk dasar
mula-mula.
dari
menggunakan
penggunaan
Alkitab
dalam
Biasanya, kitab
ini
mereka sebagai
tataran iman Kristen. Jauh sebelum
pembacaan dalam ibadah Misa pada
perpecahan
masa Paskah hingga Pentakosta.
terjadi
sebagai
ekses
reformasi oleh Martin Luther dan kawan-kawan, dalam
saat
bentuk
gereja yang
Penggunaan yang sarat nilai-nilai
masih
tradisi masih kuat dalam kalangan
katolik
Katolik. Bahasa simbolik menjadi
(universal), telah terjadi pergumulan
spirit
panjang bapak-bapak gereja terhadap
sehingga pemahaman esensial kitab
teks-teks
ini
yang
berujung
pada
dalam
Kisah
memberikan
Para
Rasul,
signifikansi
dan
kanosisasi Alkitab (proto kanonika).
relevansi teologis pada masa kini.
Lepas dari fenomena kanon tambahan
Signifikansi
tersebut
disampaikan
dalam Katolik (deutro kanonika), penggunaan Alkitab pada masa itu
15
http://www.americancatholic.org/News letters/CU/ac0407.asp
berada pada tataran yang dogmatis, 68
Lukas berupa spirit penginjilan yang
Perspektif
kaum
Protestan
diakutalisasikan oleh gereja Katolik
merupakan kolaborasi dari beragam
masa kini. Lebih lanjut Witherup
pandangan dan pemikiran teologi
menambahkan, “The late Pope John
yang
Paul II regularly called for a “new
pasca-reformasi.
evangelization” in the life of the
teolog
kontemporer
Church. He basically was calling us
telah
merepresentasi
to
Protestan.
recapture
Acts.”
16
Yohanes
the
Seruan
spirit
mendiang
Paulus
II
of Paus
Kisah
muncul
serta
berkembang
Pandangan
sesungguhnya
Sekalipun
Para
Rasul
para
pemikiran memasukkan
dalam
genre
tentang
sejarah, namun penekanannya adalah
“penginjilan baru” dalam kehidupan
pada bentuk geschichte, yang bisa
gereja terus dilakukan. Paus Yohanes
saja mengambil rupa dalam bentuk
Paulus II menyiratkan sebuah spirit
sastra
yang menghidupkan gereja melalui
geschichtemerupakan sejarah non-
pembacaan Kisah Para Rasul.
faktual, di mana peristiwa atau kisah
Genre sejarah kitab Kisah Para
melainkan signifikansinya.
momentum bagi peringatan kelahiran Sekalipun
ada
Sejarah
tidak bergantung pada data faktual,
Rasul bagi Katolik merupakan titik
gereja.
lainnya.
Demikian halnya dengan sejarah
sebuah
yang tercatat dalam Kisah Para Rasul,
rekonstruksi peristiwa yang terjadi
merupakan
dalam Kisah Para Rasul ke dalam
jikaperlu—menemukan bentuk dan
kehidupan gereja masa kini, hal
polanya pada masa kini. Jika sejarah
tersebut
pencapaian
tersebut dipandang sebagai sejarah
momentum atau spirit. Apa yang
lahir atau hadirnya gereja, maka kisah
dilakukan oleh gereja Katolik saat ini
yang
adalah memaknai kehadiran gereja
menampilkan sebuah fakta tentang
dalam sejarah, sehingga gereja bisa
kelahiran gereja. Sejarah kelahiran
memaknai kehidupan gereja dalam
hanya terjadi sekali, demikian yang
spirit Kisah Para Rasul.
dihadirkan
sebatas
signifikansi
disampaikan
dalam
yang—
hanya
momentum
Pentakosta, dan hal itu tidak harus Protestan 16
dipolarisasikan dalam bentuk yang modern, karena sejatinya rumusan
Ibid.
69
teologi tidak perlu (dapat) mengulang
perspektif
dengan
sejarah.17
digunakan oleh kaum Protestan atau kebanyakan
Kaum Injili
presuposisi
Alkitab
yang
historie,
adalah
menjelaskan:
besar
dengan laporan teksnya. Asumsi ini
pada
berasal dari landasan, bahwa Alkitab yang
Alkitab sebagai otoritas tertinggi…”18 yang
tinggi
Lukas
bagi sebagian kelompok Injili untuk teks-teks
sebagaimana
adanya
(literal).
Roh
Kudus
teologis
Allah
diriNya.
Termasuk
Rasul.
diperoleh
secara
I.
Howard
Marshall
early church should be based upon
dalamnya,
reliable history...He used his history in the service of his theology.” 19
yaitu sejarah.
Penekanan
Konsepsi genre Kisah Para Rasul sejarah
yang
that his message about Jesus and the
ruang dan waktu kehidupan manusia,
kitab
prosa
menjelaskan, “Luke was concerned
menyatakan di
menggunakan
inspiratif dalam menyusun Kisah Para
terhadap
berbagai unsur manusia dan alam cara
tersebut
sejarah untuk menyampaikan pesan
penulisan kitab telah menggunakan
sebagai
teks-teks
salah (ineransi).
Alkitab telah memberikan tempat
keberadaan
memuat
merupakan firman Allah yang tanpa
terhadap
memandang
faktual.
Rasul terjadi demikian adanya sesuai
bibliologi…penekanan akan otoritas
Apresiasi
sejarah
semua kejadian dalam Kisah Para
“…kaum
evangelikal memberi perhatian yang sangat
yakni
Sejarah yang memandang bahwa
firman Allah tanpa salah.Chandra
sebagai
kontemporer.
Injili merupakan ekspresi sejarah
dari Protestan adalah pada tataran
Inspirasi
yang
Sejarah yang dipercaya oleh kaum
Perbedaan mendasar kaum Injili
Wim
teolog
pola
Lukas
adalah
pada
peristiwa yang riil. Pesan mengenai
dalam
Yesus dan gereja mula-mula harus
Perjanjian Baru memiliki perbedaan
didasarkan pada fakta sejarah. Fakta
17
Joel B. Green, Memahami Injil-injil dan Kisah Para Rasul (Jakarta: Persekutan Pembaca Alkitab, 2005), 145 18 Chandra Wim, “The Chronicle of Evangelicalism”, Veritas Vol. 12, no. 2 (2011): 193
19
I. Howard Marshall, Luke: Historian and Theologian (Michigan: Paternoster Press, 1970), 18-19
70
sejarah tersebut digunakan untuk
Rasul
yang
merupakan
sejarah
menyajikan teologinya.
faktual. Sejarah faktual itu tidak
Latar belakang Lukas yang adalah
berhenti pada satu titik di masa
seorang ilmuwan tidak meninggalkan
lampau, namun bergerak dinamis
keraguan mendalam tentang apa yang
menciptakan momentum di masa
ditelitinya. Artinya, faktor sejarah
kini. Bagi kaum Pentakosta, sejarah
yang digunakan untuk menjelaskan
yang mati dalam bentuk teks menjadi
pesan
hidup oleh Roh Kudus, sehingga
teologis
dari
penyelidikan
Kisah Para Rasul tidaklah sekadar
mampu
media
data
dogmatis.
faktual. Lukas memahami dengan
Dalam
sungguh
yang
mengabaikan
substansi sejarah dalam
penyampaian
atau
laporan
berbicara
dalam
konstruksi
tataran
teologi
Pentakosta, hal ini harus dipertegas,
hasil
bahwa
penyelidikannya.
Kisah
semata-mata
Para
Rasul
sebuah
tidak
rangkaian
peristiwa historis, namun lebih dari Kaum Pentakosta dan Karismatika
itu, merupakan peristiwa teologis
Pandangan kaum Pentakosta atau
yang
Karismatik pada hakikatnya tidakjauh
mengidentifikasi teologi
yang
kelompok Injili.
Pentakostalisme
sebagai
menginduk 20
merepresentasi
yang
dirinya
bentuk
tentang genre Kisah Para Rasul
teologi
Pentakosta/Karismatik
dalam
narasi historis. Pandangan Pentakosta
berbeda dengan kaum Injili. Hal ini disebabkan
disampaikan
presuposisi atas
kitab
itu.
Sehingga, ini yang akan dilakukan,
pada
Pentakosta akan memberi ruang yang
Perbedaan yang
cukup
mendasar teologi Pentakosta dari
lapang
untuk
melakukan
rekonstruksi presuposisi Kisah Para
Injili adalah pada porsi pneumatologi
Rasul agar dapat menyusun sebuah
yang jauh lebih besar dan intens.
konstruksi teologi yang logis.
Pandangan yang serupa terhadap Alkitab sebagai Firman Allah tanpa salah,
membawa
Bingkai Teologi Kisah Para Rasul
perspektif
Beberapa
Pentakosta pada genre Kisah Para 20
pandangan
yang
beragam tentang Kisah Para Rasul telah
Wim, Op.cit., 188-189
mempengaruhi
penafsiran 71
Kisah Para
perspektif Rasul di
lingkungan
gereja
masa
kini.
tersebut
Pandangan atau perspektif tersebut
harus
dimaknai
dalam
kerangka soteriologis atau kristologis. Pekerjaan
ditentukan oleh bingkai teologi yang
Roh
Kudus
dalam
dikenakan pada kitab Kisah Para
Kisah Para Rasul menunjukkan sisi
Rasul,
semacam
lain dari program keselamatan Allah
“pagar” bagi penafsiran gerejawi.
bagi orang percaya. Roh Kudus
Ada pandangan yang membingkai
memateraikan keselamatan dalam diri
teologi Kisah Para Rasul pada tataran
orang percaya. 22 Artinya, peristiwa
kristologi/soteriologi, selain melihat
Pentakosta
dengan bingkai eklesiologi/misiologi,
sebagai
dan pneumatologi. Masing-masing
soteriologis,
pendapat tersebut memiliki alasan
yang
dan argumentasi yang kuat. Kejelasan
mengajarkan karya Roh Kudus dalam
mengartikulasikan
teologi
kerangka berpikir yang soteriologis,
pada
di mana Kristus menjadi pusatnya.
kitab
yang
menjadi
bingkai
ini akan
berdampak
pun
harus
bagian
dari
bukan
mandiri.
dipandang proyek
pneumatologi
Lukas
sementara
Jadi, pusat Pentakostalisme Lukas
pengaktualisasinya.
adalah Yesus Kristus, atau kristologi. Kristologi dan Soteriologi
William W. Menzies dan Robert
Sebagai sebuah karya dari orang
P. Menzies menjelaskan pemikiran
yang sama, Lukas-Kisah Para Rasul
James Dunn mengenai atribusi fungsi
harus dipahami secara berimbang dan
soteriologi terhadap peran Roh Kudus
dinamis. Green berpendapat, bahwa
dalam Kisah Para Rasul sebagai
untuk memahami Injil Lukas tidak
berikut:
boleh melenceng dari diskusi tentang
Dunn moves to the offensive in “The Soteriological Spirit.” He seeks to demonstrate that Luke does indeed attribute soteriological functions to the Spirit. His argument rests largely on an analysis of two texts: Acts 2:38-39 and 10:43-48 (and the parallel texts, 11:14-18 and 15:79). According to Dunn, 2:38-39
Kisah Para Rasul, karena tema pusat kedua
kitab
“...keselamatan
ini
terletakpada:
dalam
Yesus
Kristus.” 21 Sekalipun sebagian besar isi Kisah Para Rasul menceritakan pekerjaan Roh Kudus yang dahsyat, namun semua karya melaui para rasul
22
21
Stephen Tong, Roh Kudus, Doa dan Kebangunan, (Jakarta: LRII, 1995), 73
Green, Op.cit., 122
72
presents the Spirit as the mediator of “life-giving grace,” and the Cornelius passage indicate that the Spirit is the source of cleansing and forgiveness.23
berasumsi, bahwa Lukas sementara
Pokok pertobatan yang diserukan
hari Pentakosta merupakan bukti,
Petrus dalam Kisah Para Rasul 2:38-
bahwa kitab ini memang sedang
39
berbicara
menjadi
menjelaskan dalam
alasan
Dunn
atribusi
peristiwa
Pemikiran
ini
mengajarkan pembacanya.
untuk
secara
lengkap
antara
eklesiologi dan misiologi. Misiologi
Pentakosta.
memiliki implikasi ekslesiologi, yang
beranjak
dari
artinya kegiatan misi akan berdampak
teks Alkitab harus berbicara dalam
gereja.
satu suara, “each biblical author must
perspective.”
atau
soteriologis
pada
the
Kehadiran
kepada
kelahiran gereja yang bermula pada
presuposisi konservatif, bahwa teks-
share
misiologi
pembentukan
(perintisan)
Kevin Giles menyatakan: “The
same
theological
book of Acts makes a very special
24
Sepertinya,
contribution to the development of a
presuposisi ini akan menangguhkan
theology
keunikan tema Pneumatologi yang
historian, he sets out to tell his
diusung oleh Lukas dalam Kisah Para
readers the story of the first decades
Rasul.
of the Christians mission.” 25 Tidak
of
the
church...As
a
bisa dipungkiri bahwa dua sisi, misi Eklesiologi dan Misiologi
dan gereja, telah mendapat tempat
Membaca kitab Kisah Para Rasul
tersendiri dalam Perjanjian Baru,
berarti sementara membaca sejarah
melalui elaborasi Lukas di Kisah Para
lahirnya gereja mula-mula, serta misi
Rasul.
para rasul dan orang-orang yang
merupakan
bagian
dinamis dalam menjelaskan gereja
yang
sebagai institusi yang hadir dalam
dominan dalam Kisah Para Rasul, sehingga
tidak
berlebihan
surat-suarat
Paulus, maka Kisah Para Rasul lebih
bersama mereka. Perjalanan misi Paulus
Dibandingkan
lingkup ruang dan waktu, yaitu
jika
sejarah. Pembenahan fondasi gereja,
23 William W. Menzies and Robert P. Menzies, Spirit and Power: Foundations of Pentacostal Experience (Michigan: Zondervan Publishing House), 71 24 Ibid., 55
yaitu kelompok dua belas rasul— 25
Kevin Giles, What on Earth is the Church (Illinois: IVP, 1995), 74
73
dengan dipilihnya Matias sebagai
terhadap pendirian gereja Tuhan.
pengganti
Yudas—menjelaskan
Kata kunci yang terdapat dalam Kisah
sebuah kontinuitas Israel dan gereja
1:8; “kuasa” untuk menjadi “saksi”
secara hakiki. Pemilihan Matias lebih
merupakan implikasi dari sebuah
bernuansa
pada
kegiatan misi yang dimulai dengan
belas
peristiwa Pentakosta.
pemenuhanrepresentasi
dua
suku Israel, dari sekadar mencari Pneumatologi
pengganti Yudas yang telah tiada.26
Ada alasan yang sangat kuat
Setelah konsolidasi fondasi pada
untuk mengatakan bingkai teologi
para rasul, maka mereka pun segera
kitab Kisah Para Rasul, sejatinya,
bersiap untuk sebuah momentum
adalah
kelahiran gereja melalui kegiatan misi.
Peristiwa
Pentakosta
berimplikasi
pada
pembukaan
gereja.
diperkuat
dengan
27
yang
dan
Konsep
ini
dampak
tersebut
orang-orang
hari
raya
momentum
bagi
Yahudi,
sehingga
Yahudi yang berserak di sekitar Asia
Yahudi
kecil, bahkan hingga pinggiran Eropa, telah
berkumpul
demi
sebuah
perayaan keagamaan mereka, yang
di Yerusalem, berasal dari berbagai
biasanya
tempat di seputar Asia Kecil saat itu.
panen
Beragam bahasa yang disebut dalam
dicirikan raya.
dengan
Rupanya,
pesta
peristiwa
tersebut telah menjadi momentum
Kisah Para Rasul 2:8-11 dianggap
bagi kelahiran gereja.
sebagai identitas daerah asal mereka, mereka
adalah
yaitu
cukup besar saat itu. Orang-orang
mereka yang berpusat di Bait Allah,
ketika
ini
membuat konsentrasi massa yang
yang
diaspora untuk merayakan hari raya
yang
terkenal,
Sejatinya,
orang-orang
dihadirkan dari peristiwa itu sendiri. Kehadiran
cukup
Pentakosta.
, yang
pendirian
Kitab
diawali dari sebuah peristiwa klasik
yang
spektakuler merupakan starting point bagi penginjilan sedunia
pneumatologi.
Lukas, melalui Kisah Para Rasul
kembali
ingin menjelaskan, betapa keberadaan
disinyalir telah membawa dampak
sebuah
gereja
dipengaruhi
26
Ibid., 75 27 Stephen Tong, Baptisan dan Karunia Roh Kudus, (Jakarta: LRII, 1996), 65
akan oleh
sangat landasan
pneumatologi. Unsur penting dan sangat 74
substansial
dalam
gereja
adalah Roh Kudus, demikian juga
ajaibNya lewat para rasul. Implikasi
dengan kegiatan misi yang tidak akan
Lukas
berdampak
disparitas yang signifikan, bahwa
signifikan
tanpa
Roh
cukup
jelas,
memberikan
Kudus. Sekalipun orientasi kegiatan
Lukas
yang diperlihatkan dalam Kisah Para
konstruksi pneumatologi dalam Kisah
Rasul adalah gereja dan misi, namun
Para Rasul.
prinsip
teologis
merupakan
yang
perkara
P.
Menzies
Memandang Kisah Para Rasul
pneumatologi.
Akhirnya, Kisah Para Rasul tidak dapat dilihat dari satu sisi bingkai
menjelaskan:
teologis saja, melainkan harus tetap
“...evidence from Acts points to the distinctive
character
of
mempertimbangkan tujuan Lukas dari
Luke’s
tulisannya tersebut. Bisa jadi Lukas
pneumatology.” 28 (...bukti dari Kisah
tidak
Para Rasul menunjukkan perbedaan
dilakukannya dalam penulisan Injil
Rasul tidak harus dipandang dalam Injil
bingkai
Para Rasul, karena hal tersebut telah
Karakter Lukas dalam Kisah Para
penulisan
mempertimbangkan
Kristologi-Soteriologi dalam Kisah
karakteristik pneumatologi Lukas).
perspektif
menghadirkan
dibangun
Menzies bersaudara; William W. dan Robert
sementara
Lukas. Tidak dapat dipungkiri bahwa
Lukas,
penumatologi Lukas begitu kental
karena memang Kisah Para Rasul
dalam Kisah Para Rasul, baik dalam
menunjukkan perbedaan yang cukup
kegiatan misi maupun implikasinya
tajam, yakni tentang pneumatologi.
dalam gereja. Artinya, pneumatologi
Perbedaan tokoh sentral dalam
Lukas berimplikasi pada misiologi
injil Lukas dan Kisah Para Rasul
maupun eklesiologi.
merupakan indikasi dari perbedaan konsepsi dasar keduanya. Sentralitas
Non-Historis
karakter Yesus dalam injil Lukas
Bentuk sejarah dalam Kisah Para
merefleksikan konsep kristologi dan
Rasul janganlah dianggap sebagai
soteriologi dalam kitab itu. Sementara
sebuah
Kisah Para Rasul, lebih menokohkan
konsep atau perspektif modern. Atau,
Roh
dengan kata lain, kitab Kisah Para
Kudus
dalam
karya-karya
penyajian
sejarah
dalam
Rasul tidak harus diimplikasikan 28
sebagai sebuah laporan atau tulisan
Menzies, Op.cit., 48
75
yang sedang menceritakan tentang
pun tidak menyebutkan alasan-alasan
sejarah gereja mula-mula. Kuncinya
terjadinya peralihan kepemimpinan
ada pada Lukas sendiri sebagai
gereja
penulis kitab ini, apakah ia ingin
pengangkatan ketujuh orang untuk
menyampaikan
melayani dalam Kisah Para Rasul
sebuah
laporan
di
Yerusalem,
rangkaian sejarah, atau implikasi-
6:1-7;
implikasi teologis melalui beragam
jabatan organisasi gereja bagi mereka.
peristiwa sejarah tersebut. Memang,
Alasan yang tidak kalah kuat adalah,
sepertinya
tentang
perluasan gereja ke luar wilayah
dikotomi sejarah seperti yang pernah
Timur Tengah, bahkan hingga ke
dilakukan oleh para teolog Neo
Mesir juga tidak disinggung dalam
Ortodoksi; historie dan geschichte.
Kisah
Kesan
karena
menunjukkan ketidaktertarikan Lukas
beberapa hal yang mengindikasikan
pada masalah biografi atau sejarah,
sifat non-historis kitab Kisah Para
seperti
Rasul,
dapat
Gordon D. Fee dan Douglas Stuart,
dikategorikan murni sebagai kitab
“...he has no interest in the “lives,”
sejarah.
sungguh-sungguh
that is, biographies, of the apostles.”29
bukanlah seorang sejarawan sejati
(...ia tidak memiliki minat terhadap
jika paramaternya adalah Kisah Para
kehidupan atau biografi para rasul)
ada
itu
tendensi
muncul
sehingga
Lukas
oleh
tidak
Lukas
Para
Lukas
Rasul.
tidak
termasuk
Rasul.
yang
bisa
menyebutkan
Semua
diungkapkan
saja
ini
oleh
menyajikan
terhadap
informasi sejarah lahirnya gereja
kehidupan para rasul hanya terfokus
melalui sebuah peristiwa pentakosta,
pada dua sosok; Petrus dan Paulus,
namun itu tidak akan bersignifikansi
serta hanya sekelumit menyinggung
lebih dari yang bisa gereja lakukan di
tentang Yakobus (Kis 12:2). Jika
zaman sekarang. Perlu sebuah alur
dianggap penulisan Kisah Para Rasul
yang tidak sekadar sejarah, melainkan
sebagai
maka,
pola atau preseden bagi kehidupan
seharusnya Lukas tidak mengabaikan
gereja selanjutnya, hingga zaman
Perhatian
laporan
Lukas
sejarah,
kisah hidup para rasul lainnya, karena keberadaan mereka sangat penting
29
Gordon D. Fee and Douglas Stuart, How to Read the Bible for All Its Worth (Michigan: Grand Rapids, 1982), 92
bagi kehidupan gereja saat itu. Lukas
76
kontemporer. Sepertinya, apa yang
penyelidikan
diungkapkan dalam Kisah Para Rasul
memang
1:8 mengenai pola: “dari Yerusalem,
terjadi, namun inspirasi yang kuat
seluruh Yudea, Samaria, dan sampai
telah
ujung bumi” lebih mengarah pada
rekonstruksi teologis atas laporan
formulasi teologis dari pada sekadar
peristiwa-peristiwa sejarah tersebut.
nubuatan historis yang mencakup
Joel B. Green menyebutnya narasi,
jangkauan
karena
menurutnya,
hanyalah
salah
geografis.
diperlihatkan selanjutnya
Hal
dalam Kisah
ini
pasal-pasal Para
yang
mengetahui
membawanya
satu
mengkomunikasikan
Rasul,
saksama
ia
peristiwa
pada
sebuah
“...narasi cara
untuk
kepentingan-
kepentingan teologis serta historis.”30
bagaimana persebaran gereja secara
Dengan
geografis tidak menyinggung daerah
merefleksikan
yang cukup banyak, seperti: Kreta
Injil,
(Tit 1:5), Ilirikum (Rom 15:19),
mengungkapkan:“The
Pontus, Kapadokia, atau Bitinia (1
narratives are not like fictions telling
Pet 1:1). Detail persebaran geografis
a story in such a way that the
merupakan unsur yang cukup penting
narrative setting in place and time can
dalam sebuah laporan sejarah, namun
be replaced by another place and
Lukas tidak melakukannya.
another
Ada kemungkinan bahwa apa
Samuel
narasi
time...”
31
Byrskog gospel
Narasi
Injil,
demikian juga Kisah Para Rasul,
yang Lukas lakukan adalah menarik
merupakan
cara
sebuah
secara
untuk
benang
lurus
yang
mengekspresikan
merepresentasikan
pola
atau
antara sejarah faktual (historie)dan
formulasi dalam Kisah 1:8 tersebut,
sejarah imani (geschichte). Narasi
sehingga ia tidak terlalu memberi
sangat mungkin menggunakan fakta
banyak perhatian pada tempat-tempat
dari
lain. Ini alasan atau maksud teologis,
implikasi dan orientasi penyampaian
bahwa
tidaklah pada penyajian sejarah itu.
Lukas
mengidentifikasin seorang
memang dirinya
sejarawan
tidak
Para
Rasul.
sejarah,
namun
sebagai 30
yang
Green, Op.cit., 139 Samuel Byrskog, Story as History: The Gospel Tradition in the Contexct of Ancient Oral History (Tubingen: Mohr Siebeck, 2000), 2 31
merefleksikan dirinya melalui karya Kisah
peristiwa
seimbang
Melalui
77
Kesimpulan untuk mengatakan
sejarah dihadirkan sebagai starting
Kisah Para Rasul bukanlah kitab
point keberadaan gereja masa kini,
sejarah
bisa
sementara di sisi lain, gereja yang
sepenuhnya diterima, karena terkesan
telah ada merupakan prototipe dari
terlalu dini. Ketidakhadiran beberapa
gereja yang akan muncul berikutnya.
peristiwa yang seharusnya ada dalam
Peristiwa itu menghadirkan norma
sebuah catatan sejarah gereja awal
teologis, sehingga tetap relevan dan
tidak
aktual bagi perkembangan gereja
memang
seraya
tidak
mengeliminir
kesejarahan
Kisah
Sepertinya,
ia
sifat
Para
secara kontemporer.
Rasul.
terpola
dengan Narasi Historis-Teologis
formulasi teologis di awal kitab ini,
Kisah Para Rasul tidak lagi
yaitu di dalam Kisah Para Rasul 1:8.
dianggap
Pola “dari Yerusalem” hingga “ke
lingkup
sajian
laporan
kelahiran
dan
secara
mengenai
kajian
geografis
tanpa
keseluruhan
Lukas norma
untuk teologis
melalui fakta sejarah. Kisah Para
formulasi
Rasul
teologis tersebut. Catatan sejarah
bersifat
narasi,
namun
berdasarkan pada peristiwa-peristiwa
faktual sengaja dihadirkan sebagai
sejarah, untuk mengajarkan norma
bukti berlangsungnya suatu peristiwa,
teologis
di samping tujuan yang paling utama,
teologis
oleh
menyampaikan
Lukas akan menunjukkan hal-hal
signifikansi
mencakup
digunakan
implikasi
Keberadaan
saat itu, memungkinkan pola narasi
sejarah fakta.
menyajikan
Helenis.
kuno;
peristiwa sejarah yang cukup penting
tidak sedang melaporkan temuan
yaitu
Yunani
penyajian yang kurang sistematis
tidaklah
dipahami, bahwa sejatinya Lukas
merepresentasikan
melainkan
fakta sejarah tidak dipungkiri, namun
gereja
representatif, maka hal itu dapat
yang
sejarah
historiografi
sejarah
persebaran
dengan
pola unik yang direfleksikan dari
dari
penyelidikan Lukas, yang nantinya, jika
sejarah
presuposisi historisnya,
ujung bumi” bisa dipandang sebagai ruang
murni
kepada
gereja
secara
berkesinambungan.
dan
Green menekankan, bahwa baik
terhadap
surat maupun narasi, “...keduanya
kontinuitas sejarah gereja. Di satu sisi
sebenarnya hanyalah dua alternatif 78
untuk
mengomunikasikan
sebuah
Bentuk narasi-historis Kisah Para
pesan.”
32
Kisah Para Rasul tidak
Rasul bukan hasil dari perpaduan atau
tergantung pada bentuk apa yang
jalan tengah demi menengahi isu-isu
sedang digunakan atau dipilih oleh
genre kitab ini.
Lukas untuk menyampaikan pesan
Narasi adalah metode atau pola
yang diinspirasikan oleh Roh Kudus
yang digunakan oleh Lukas untuk
kepadanya.
menyampaikan
Pesan
yang
ingin
pesan,
dengan
disampaikan Lukas, itu yang jauh
mengacu pada sejarah faktual. Narasi,
lebih penting dari sekadar sebuah alur
juga,
yang harus dipertimbangkan secara
merangkai peristiwa-peristiwa sejarah
sistematis.
dengan menekankan pada substansi
Peristiwa-peristiwa
merupakan
ekspresi
untuk
memiliki implikasi teologis, namun
teologisasi
secara simultan terjadi dalam lintasan
tersebut pada segala waktu. Esensi
sejarah,
pesan teologis yang disampaikan
atau
mengandung
fakta
peristiwa-peristiwa
sejarah. Namun, peristiwa sejarah
lewat
yang dipilih, sejatinya, ada pada
mengikat narasi pada atribusi teologis
pemilihan
sekaligus historis, sehingga genre
Roh
Allah
sebagai
inspirator karya Lukas.
peristiwa-peristiwa
tersebut
ideal untuk Kisah Para Rasul bisa dikatakan sebagai narasi historis-
The Wycliffe Bible Commentary
teologis
menegaskan, Sesungguhnya, Lukas bukan menulis sejarah gereja mulamula. Ini tidak berarti bahwa narasi yang dikisahkan Lukas bersifat tidak sejarah atau tidak sesuai dengan kejadian sesungguhnya. Sekalipun demikian, tugas seorang “sejarawan” ialah menyajikan narasi yang komprehensif mengenai semua peristiwa penting.33
(theological
historical-
naration). PENUTUP Kitab Kisah Para Rasul tidak berusaha dalam
memposisikan dua
diperdebatkan
opsi teolog
dirinya
yang
selalu
atau
gereja
dengan segala bingkai teologisnya. Lukas
sebagai
penulis
hanya
menyajikan sebuah temuan yang 32
dianggap perlu—tanpa mengabaikan
Green, Op.cit., 136 Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison, The Wycliffe Bible Commentary, 3 Jilid (Malang: Gandum Mas, 2008), III: 400 33
peran agung Roh Kudus—kepada seseorang atau sekelompok orang 79
yang diindetifikasi dengan sebuatan
DAFTAR PUSTAKA
Theofilus. Kebutuhan itu bisa jadi
Barclay, William.Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Kitab Kisah Para Rasul, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009 Byrskog, Samuel Story as History: The Gospel Tradition in the Contexct of Ancient Oral History, Tubingen: Mohr Siebeck, 2000 Fee, Gordon D. and Stuart, Douglas.How to Read The Bible for All its Worth,Michigan:Academie Books, 1982 Giles, Kevin.What on Earth is the Church,Illinois: IVP, 1995 Goldingay, John.The Authority Of The Old Testament (England: Apollos, [n.d.]) Green, Joel B. Memahami Injil-injil dan Kisah Para Rasul, Jakarta: Persekutan Pembaca Alkitab, 2005 Marincola, John (ed.).A Companion to Greek and Roman Historiography, UK: Balckwell Publishing Ltd., 2011 Marshall, I. Howard.Luke: Historian and Theologian, Michigan: Paternoster Press, 1970. Martin Ralph P. and Davids, Peter H.Dictionary of The Later New Testament and Its Developments, Illinois: IVP, 1997 Menzies, William W. and Menzies, Robert P. Spirit and Power: Foundations of Pentacostal Experience, Michigan: Zondervan Publishing House Nash, Ronald H. Christian Faith and Historical Understanding, Michigan: Zondervan, 1984 Pfeiffer, Charles F. dan Harrison, Everett F. The Wycliffe Bible Commentary, 3 Jilid, Malang: Gandum Mas, 2008.
mendesak. Namun lepas dari semua itu karya yang sangat berpengaruh ini harus
dipertimbangkan
sebagai
sebuah materi ajar dari sekadar laporan sejarah, karena demikianlah hakikat dari tulisan atau karya Lukas tersebut, yakni sebuah historiografi Helenisme. Ini berarti, Pentakostalisme yang berakar pada teks-teks kitab Kisah Para Rasul harus dipertimbangkan juga sebagai sebuah materi ajar, karena dengan demikianlah tujuan tulisan
historiografi
Helenisme.
Pentakosta yang dinarasikan dalam Kisah Para Rasul 2:1-13 adalah teologisasi Lukas untuk mengajarkan pneumatologi (ekelsiologi)
kepada atau
gereja
para
pembaca
karyanya di kemudian hari dalam kaitannya
dengan
multiplikasi
(misiologi). Pentakostalisme Kisah Para
Rasul
bukanlah
denominasi,
seperti
Pentakosta,
melainkan
produk kelompok identitas
biblikal yang harus dipahami dalam bingkai
karya
Lukas,
yakni
historiografi Helenisme.
80
Utley, Bob. “Luke The Historian: Acts”, Study Guide Commentary Series New Testament, Vol. 3b, Texas: Bible Lessons International, [n.d.] Wim, Chandra. “The Chronicle of Evangelicalism”, Veritas Vol. 12, no. 2 (2011)
Sterling, Gregoy E. Historiography and Self-definition: Josephus, Luke-Acts, and Apologetic Historiography, Netherland: E.J.Brill, 1992 Tong, Stephen.Roh Kudus, Doa dan Kebangunan, Jakarta: LRII, 1995 _______.Baptisan dan Karunia Roh Kudus, Jakarta: LRII, 1996
81