Edisi Februari 2011
SEPUTAR SERTIFIKASI
Kiat Lulus Uji Kompetensi Manajemen Risiko KHAZANAH
Membangun Sistem Manajemen Risiko yang Kompeten
Manajemen Risiko Bukan Hanya Untuk Sektor Perbankan
INILAH NEGERI SEJUTA BENCANA
Manajemen Bencana Berbasis Risiko
LENSA
Pendaftaran Perorangan bagi Bankir Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) membuka pendaftaran perorangan bagi bankir calon peserta Uji Kompetensi Manajemen Risiko (UKMR). Tujuannya, memberi kesempatan kepada para bankir untuk memperoleh sertifikat manajemen risiko tanpa menunggu pendaftaran kolektif melalui bank tempatnya bekerja. Pendaftaran ini berlaku untuk semua tingkat UKMR yang akan diikuti. Formulir dan informasi lebih lengkap dapat dilihat di website BSMR, http://www.bsmr.org
JADWAL UJI KOMPETENSI MANAJEMEN RESIKO (UKMR) TAHUN 2011 TINGKA TIN GKA KAT AT Tingka Tin ngka g t Ti gkat Tin gka at Tingka Tin gk t gka Tin in ngka katt T gk Tin gka at Tingkat Ti gk gka k t Tin ing gka gk gka at Tiing Ti Tin ngka katt Tin Ti ingk ngka gk kat kat Tin Ti T ingka gkatt Tin T in ngka ka at Tin Ti T in g gk gka ka kat Tin Ti ingka gka at Tiing gka k t Tin Ti Tin i gka ka kat at Tin in ngk gka g k t Tin in ngk kat ka Tin ng gk ka k kat at Tin ng gk gka ka kat Tingka gka at Tin Tin ngka g at gka Tingka Tin Ti ngka k t Ti g Tin gk ka at Tin T in ng gka ka k at Ting Tingk gk kat Ti gka Ti Tin gkat Tin T ngka ngka gkatt Tiin Tin T ingka gkatt Tingka Tin katt ka Tingka Tin gkat gka kat Tingk Tin gka kat Tingka Tin ka at Ti gka Ti Tin ka at
I-V I - III II III I - II IIII I - II II I-V I - IIII I - II III III I - III II I - III I-V I - II II I-V I - II III I-V I - II II I - III I-V I - II II III I - II II III I-V I - III II II I - III I-V I-V I - II III I-V I - II IIII I - III III I-V I - II III I-V I - IIII I - II IIII II
KOT OTA TA Jak akart arta a Ken Ke K e dar arii Palemb Pal embang ang Suraba Sur abaya ya Jak Jakart a artta Med edan an Semara Sem Se ang g Ba dun Ban dung g Jayapu ayapu apura r ra Jak ka arrta art Sur uraba ur aba abaya ayya a Jak Ja a art ak arrrtta Ma Mak M ak ka ass ss ssar ar Jak ka art rta Sem ema e ara ra ang S aba Sur Su aya y Ja art Jak Ja arr a Mak Ma M akass assar arr Med Med Me dan a Jakart Jak arta art a Sem Sem marang ng g Suraba Sur abayya ya Jak Ja Jak karta artta J kart Jak rta S aba Su Sur ba aya J art Jak Ja a a Makassar ar Me an Med Jakar Ja arta art a Sur Su u aba bayya baya a Jak J Ja akart artta Med Medan eda an n S aba Su Sur abaya aya a
TANG ANGGA GA AL UJ UJIAN
LENSA 1
LENSA 2
22 2 Jan Januar Ja ua a i 2011 1 11
26 6 Feb Fe ebrua ari r 201 011 011 LENSA 3
26 Mar aret et 201 20 0 1 30 3 0 Ap Aprrilil 20 Apr 201 2 01 011 28 2 8 Me ei 2 ei 20 011 1
25 Jun ni 201 011 11 1 LENSA 4
23 2 3J Jul u i 20 01 011 11 21 Agu 21 Ag A gu gu usst stu stu tus 20 tus 01 011 11 24 Sep 24 Sep Se ptem em mbe ber b er 20 e 2011 1 22 Oktobe ber 2011 be 1 1 Nov 19 Novemb mb ber 201 20 0 1
LENSA 5
LENSA 6
LENSA 7
LENSA 8
LENSA 1: Kegiatan Pengajian di Kantor BSMR dan IRPA yang baru di Gandaria Office 8, Jl. Sultan Iskandar Muda, Kebayoran Lama - Jakarta 12240 yg dihadiri oleh karyawan-karyawan BSMR dan beberapa orang ustadz pada tanggal 01 Oktober 2010. LENSA 2-3: Acara syukuran kantor BSMR dan IRPA yang baru. Acara Potong Tumpeng diawali dengan kata sambutan dari Ketua Harian BSMR Gandung Troy S., dilanjutkan sambutan dari Ketua Dewan Sertifikasi BSMR Gayatri R. Angreni, dan diakhiri sambutan dari Ketua Dewan Kode Etik BSMR Rudjito (Lensa 2). (Lensa 3: ki-ka : Bien Subiantoro, Rudjito, Winny Erwindia, H. Rostian Sjamsudin, Gayatri R. Angreni, Hendrawan Tranggana, Alan Yazid dan Gandung Troy S.) pada 21 Oktober 2010. LENSA 4: Kerjasama penyelenggaraan In House Training oleh IRPA dan BPD Papua di Jayapura pada 25-26 Oktober 2010. Nampak dalam photo Enny Dyah Ratnawati (Manajer Proyek IRPA) berfoto bersama Direksi, Pejabat dan para peserta In House Training BPD Papua. LENSA 5-6: Pengurus BSMR menghadiri Seminar “The 7th Annual Asia Pacific Risk Convention” yang diselenggarakan oleh Global Association of Risk Professional (GARP) di Hotel JW Marriott Hongkong pada 27-28 Oktober 2010. (Lensa 5): Rahardjo S Unggul, Chistopher Donohue (Managing Director GARP), Gayatri Rawit Angreni, Richard Apostolic (CEO GARP), dan Gandung Troy S. (Lensa 6): Gandung Troy S, Naif Ali Dahbul, Richard Apostolic (CEO GARP), dan Gayatri Rawit Angreni, Rahardjo S Unggul. LENSA 7-8: BSMR menghadiri undangan Universitas Sebelas maret (UNS) di Surakarta, pada 9 November 2010. (Lensa 7): Tampak peserta program Sosialisasi Manajemen Risiko. (Lensa 8): Nampak dalam photo : Atmadji, MM (Pembantu Dekan II Fakultas Ekonomi UNS), Rudjito, Gayatri Rawit Angreni, dan Drs. Sutomo, MS (Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi UNS). LENSA 9: BSMR bekerjasama dengan majalah Infobank mengadakan seminar nasional “Strategi dan Risiko Penambahan Modal Bank” di Novotel Manado pada tanggal 27 Januari 2011, dengan keynote speech Bpk. Joni Swastanto (Direktur DPIP Bank Indonesia), dan para pembicara Bpk.Gandung Troy S. (Ketua Harian BSMR), Bpk. Agus Ruswendi (Direktur Utama Bank Jabar Banten), Bpk. Jeffry J. Wurangian (Direktur Utama Bank Sulut), Bpk. Ronald T. Andi Kasim, CFA (Presiden Direktur PT. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo)), Bpk. Safei (Direktur PT. Mandiri Sekuritas) dan Bpk. Eko B. Supriyanto (Wakil Pemimpin Redaksi / Penanggungjawab Infobank). Seminar yang turut disponsori oleh Bank Rakyat Indonesia dan Bank Sulut ini sebagian besar dihadiri oleh para direktur dan komisaris dari Bank Pembangunan Daerah.
1 Des 17 esemb ember er 201 01 11
BIAYA KEPESERTAAN UJI KOMPETENSI MANAJEMEN RESIKO (UKMR) TIN T IN NGKA GKAT AT
Tiin T Tin ing gk gka ka kat kat Tin Ti T iin ng gk gka k ka at Ting Tin T gka gk kat Tin Ti T ing gka gk ka k at Tin T Ti in ing gk gka ka kat
I II III III III IV V V
PESER PES ERT ER TA BARU ARU R Rp. R p p. 2. 2 000 00 0 0.00 0 0 Rp Rp. R p 3 3.00 000 00.0 0 ..00 00 Rp Rp p. 4. 4.0 00 00.000 0 Rp R Rp. p 5 5..500.00 000 Rp Rp. p 6 6.500.000
PE ER PES E T TA MENG GULA ANG G Rp Rp. p. 1 1..500 00 00.00 0.00 000 00 00 Rp Rp. p. 2. 20 2.000 00 000 00.00 0.00 000 00 Rp R p. 3. 3.000 3.000 0 0.000 .00 000 Rp. Rp p. 4 4..500 500 0.000 .00 000 00 Rp p.. 5 5..500 00 0.00 00 00
LENSA 9
DARI REDAKSI
SUSUNAN REDAKSI BULETIN BSMR Penasehat: Gayatri Rawit Angreni Pelindung: Gandung Troy Sulistyantoro Penanggung Jawab/ Pemimpin Redaksi: Rahardjo S. Unggul Redaktur Pelaksana: Julianda Dewan Redaksi: Naif Ali Dahbul Sirkulasi: Dian Kusumowardani, Dewi Diah Handayani, Restu Rahayu Dewi, Taufan Iskandar Muda, Mailina, Saeful, Jellysi, Wulan, Agung, Bowo, Hans, Yohanes ALAMAT REDAKSI Gandaria Office 8 Lantai 2 Unit D Jl. Sultan Iskandar Muda Kebayoran Lama Jakarta Selatan 12240 Telepon: (021) 2903 6680 Faksimili: (021) 2903 6681 Email:
[email protected] Website: www.bsmr.org Redaksi menerima kiriman naskah tulisan, saran pendapat dan foto. Redaksi berhak mengedit naskah tulisan tanpa mengubah maknannya.
PEMBACA setia Buletin B BSMR, tahun 2010 telah kita l lewati. Ada banyak cerita manis y yang kita kecap sepanjang tahun k kemarin. Namun, banyak juga k kisah sedih yang mengiringi p perjalanan bangsa ini di tahun 2 2010. Salah satunya adalah b berbagai bencana alam yang s seperti tak henti-henti mendera n negeri ini. Sebut saja beberapa di antaranya. Mulai dari Banjir Bandang Wasior di Papua, Letusan gunung api di Yogyakarta dan Sumatera Utara, dan gelombang tsunami di Sumatera Barat. Akibatnya, ribuan saudara kita harus merasakan duka karena kehilangan sanak saudara berikut harta benda yang telah dikumpulkan bertahun-tahun. Memang bencana alam seperti ‘tamu’ yang secara rutin hadir di Indonesia hampir setiap tahun. Posisi Indonesia yang terletak di lempengan dunia, di tambah banyaknya gunung api, membuat negeri kita ini sangat rentan dengan bencana alam. Namun, sebenarnya jatuhnya korban jiwa dan harta benda akibat bencana tersebut bisa diminimalisir. Caranya adalah dengan menerapkan manajemen risiko dalam praktik penanggulang bencana. Sayangnya praktik ini masih belum optimal dilaksanakan. Inilah yang menggugah redaksi menjadikannya liputan utama edisi kali ini. Dalam liputan utama tersebut, Anda juga dapat menemukan berbagai fakta menarik seperti bencanabencana terhebat yang pernah terjadi di Indonesia. Selain itu, sebagai perbandingan kami sajikan ulasan tentang berbagai bencana besar yang terjadi di manca negara. Pembaca yang terhormat, selain mengupas tentang manajemen risiko bencana alam, pada liputan kali ini kami juga mengulas seluk beluk arung jeram dalam rubrik lifestyle. Di sana, kami bagikan berbagai tips dan trik agar Anda bisa menikmati olah raga berisiko tinggi ini secara nyaman dan aman. Di samping dua liputan tadi, Anda juga bisa membaca rubrik seputar sertifikasi yang mengupas kiat-kiat agar sukses mengikuti Uji Kompetensi Manajemen Risiko. Rubrik ini kami yakini akan sangat bermanfaat bagi Anda yang akan menjalani Uji Kompetensi di semua level. Terakhir, harapan kami, sajian kali ini bisa menjadi informasi yang bermanfaat bagi Anda semua. Selamat membaca.
FEBRUARI 2011
1
DAFTAR ISI KHAZANAH 18 Membangun Sistem Manajemen Risiko yang Kompeten
1
Dari Redaksi
SAJIAN UTAMA 3 Inilah Negeri Sejuta Bencana 6 Bencana Alam di Indonesia Sepanjang 2010 8 Manajemen Bencana Berbasis Risiko 12 Mengantisipasi Bencana dengan Kearifan Lokal
SWARA 20 “Hasil Uji Kompetensi Masih Menimbulkan Tanda Tanya” 21 “Kesulitan Membagi Waktu untuk Persiapan Uji Kompetensi
LIFESTYE 14 Arung Jeram: Berwisata Menantang Bahaya
SEPUTAR SERTIFIKASI 22 The 5th Jakarta Risk Management Convention Membedah Urgensi Stabilitas Sektor Keuangan dan Manajemen Risiko 26 Kiat Lulus Uji Kompetensi Manajemen Risiko
2
FEBRUARI 2011
SAJIAN UTAMA
Inilah Negeri Sejuta Bencana Di satu sisi, letak geografis dan struktur geologis membuat Indonesia menjadi salah satu negara tersubur di muka bumi. Di sisi lain, letak tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara paling rentan terhadap bencana. Kondisi ini makin diperparah oleh kurangnya kesadaran para pemangku kepentingan negeri ini terhadap manajemen risiko bencana. Oleh: Atan Aminanto
K
ita meninggalkan tahun 2010 dengan sejumlah catatan duka. Sejumlah bencana silih berganti meninggalkan duka tak bertepi. Bayangkan, belum kering air mata meratapi saudara kita di Wasior (Papua) yang dihanyutkan oleh banjir bandang, kita kembali harus berduka tsunami di Mentawai menyapu apa saja di wilayah pesisir. Tak berhenti di situ, sekali lagi duka melanda kala gunung Merapi di Yogjakarta yang kembali memuntahkan lahar panas dan menghabisi ratusan nyawa saudarasaudara kita setanah air (Lihat Box: Bencana Alam di Indonesia Sepanjang 2010). Memang jika ditinjau secara histografi, berbagai bencana yang menimpa Indonesia dapat dimaklumi. Ini mengingat berbagai daerah di Indonesia merupakan titik rawan bencana, terutama bencana gempa bumi, tsunami, banjir, dan letusan
gunung berapi. Bahkan menurut lembaga Wahana Lingkungan (Walhi) setidaknya 83 persen wilayah Indonesia merupakan daerah rawan bencana. “Dalam sepuluh tahun terakhir saja, ada lebih dari enam ribu bencana terjadi di Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Walhi Berry Nahdian Forkan mengutip data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Perkiraan Walhi tersebut bukan tanpa dasar. Sebab, Kementerian PPN/Bappenas mencatat setidaknya 2/3 wilayah Indonesia atau sekitar 282 kabupaten di Indonesia masuk dalam daerah rawan bencana.
FEBRUARI 2011
3
SAJIAN UTAMA “Hampir 2/3 daerah di Indonesia rawan bencana. Sebanyak 282 kabupaten yang punya tingkat kerawanan tinggi terhadap bencana,” ujar Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Deputi Kementerian PPN/Bapenas Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Suprayoga Hadi saat berdialog dengan media. Wilayah Indonesia, misalnya, sangat rentan terhadap ancaman gempa. Ini karena Ibu Pertiwi dikepung oleh lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Sewaktu-waktu lempeng ini akan bergeser patah menimbulkan gempa bumi. Selanjutnya jika terjadi tumbukan antarlempeng tektonik dapat menghasilkan tsunami, seperti yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara. Sementara, berdasarkan catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, setidaknya terdapat 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami. Di antaranya NAD, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng dan DIY bagian Selatan, Jatim bagian Selatan, Bali, NTB dan NTT. Kemudian Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapan Kaltim. “Indonesia menempati zona rawan gempat tektonik yang sangat aktif karena tiga lempeng besar dunia yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik, serta sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia,” kata Kepala Seksi Kegempaan BMKG Suharjono. Selain dikepung tiga lempeng tektonik dunia, Indonesia juga merupakan jalur The Pasicif Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yang
4
FEBRUARI 2011
merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia. Hal itu disampaikan aktivis Walhi Chalid Muhammad. “Kondisi geologi Indonesia memang berada di lingkungan cincin api, yang menunjuk pada posisi melingkar rangkaian gunung berapi. Cincin api di Indonesia ditandai dengan adanya rangkaian pegunungan yang membentang dari Sumatera hingga kebagian timur, yakni Nusa Tenggara Timur dan Maluku,” kata Chalid Muhammad. Kenyataan ini membuat Indonesia memiliki gunung berapi terbanyak di dunia, dengan jumlah kurang lebih 240
buah, di mana hampir 70 di antaranya masih aktif. Zone kegempaan dan gunung api aktif Indonesia ini setiap saat bisa memicu gempa hebat atau tsunami dahsyat di kawasan itu, yang hampir dipastikan akan menelan korban jiwa manusia amat banyak. SULIT TERDETEKSI
Persoalannya, meski kita mengetahui kondisi geografis Indonesia rentan bencana alam, tetapi sulit memprediksi kapan bencana itu akan terjadi. Misalnya, bencana gempa, ia dapat terjadi secara
tiba-tiba di manapun asalkan masih berada dalam zona kegempaan bumi. Pencegahan yang paling mungkin pada saat ini adalah menjalankan praktik sistem peringatan dini (early warning sytem) yang berfungsi sebagai “alarm” darurat jika sewaktu-waktu datang gempa secara tak terduga. Implementasi sistem ini bisa diterapkan dengan memasang rangkain seismograph
yang tersambung dengan satelit. National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA) USA misalnya, telah menggunakan sensor bernama DART (Deep Oceaan Assesment and Reporting) yang mampu mengukur perubahan gelombang laut akibat gempa bumi tektonik. Alat-alat pendeteksi gempa langsung harus diletakkan pada daerah-daerah rawan gempa seperti Aceh, Nabire, Alor, Bengukulu, pantai selatan Jawa, dan sejumlah daerah rawan gempa lainnya. Alat-alat pendeteksi dipasang dipantau setiap hari oleh petugas teknis yang berada di daerah bersangkutan, yang lalu mengirimkannya ke pusat untuk diolah dan dianalisis lebih lanjut oleh para pakar yang memang ahli di bidangnya.
ULAH MANUSIA
Jika bencana alam memang sudah suratan takdir, mengingat secara geografis Indonesia berada di wilayah yang kurang bersahabat, tidak demikian dengan bencana yang terjadi oleh ulah manusia. Bencana Wasior dan sejumlah banjir bandang yang melanda berbagai wilayah di Indonesia, misalnya, sebenarnya tidak perlu terjadi jika kita bertindak dengan benar. Ambil contoh jebolnya tanggul Situ Gintung, Cirendeu di Kota Tangerang Selatan (2009) yang menimbulkan korban jiwa tidak sedikit, sejatinya adalah cerminan perilaku masyarakat kita yang ‘rakus’ membangun kota tanpa tekontrol (over development) dengan mengabaikan lingkungan, lemahnya mekanisme pemeliharaan fasilitas publik (dalam hal ini waduk/tanggul), serta pelanggaran terhadap proses dan produk rencana tata ruang (dengan membangun rumah di sekitar tanggul). Masalah ini diperparah dengan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap risiko bencana, kepentingan ekonomi yang mengabaikan lingkungan, lonjakan jumlah penduduk yang pesat, sampai ketersediaan dana terbatas dan buruknya manajemen tata kelola (governance) pemerintah. Alhasil, alih fungsi lahan tanpa sesuai dengan peruntukan di Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sering terjadi karena benturan dengan kepentingan ekonomi maupun pemodal. “Kejadian ini sebenarnya sudah sering terjadi, namun pembelajaran Pemerintah Pusat maupun Daerah, para pengambil kebijakan maupun elemen masyarakat untuk mengantisipasi
FEBRUARI 2011
5
SAJIAN UTAMA hal ini terlihat kurang atau lamban,” Ungkap Bernardus Djonoputro, Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP). Kurangnya dukungan elemen pemerintah untuk mengantisipasi risiko bencana ini diperkuat pernyataan Kepala Konsorsium Pengurangan Risiko Bencana Dadang Sudardja. Menurut dia, dari seluruh provinsi di Indonesia, hanya 16 yang sudah memiliki Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sedangkan dari 500 kabupaten, baru 21 yang ber-BNPB. Menjawab hal itu, Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah, Felix Wanggai mengatakan sebenarnya pemerintah sangat konsen untuk menanggulangi bencana. Untuk itu, pemerintah juga telah mengubah kebijakannya. Menurut dia, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintah telah memasukkan kebijakan rawan bencana. “Kebijakan ini berbeda dengan program lima tahun yang lalu, dan salah satu aspek adalah peta rawan bencana kita masukkan dalam RPJM,” kata dia. Di pihak lain, untuk mengurangi ancaman bencana, Direktur Eksekutif Walhi Berry Nahdian Forkan menyarankan agar karakteristik kondisi wilayah, daya dukung, dan daya tampung di Indonesia, perlu dikaji kembali. Sebab, berbagai kasus membuktikan kota-kota besar Indonesia rentan bencana, khususnya banjir. Ambil contoh Jakarta, yang menurut Walhi, sejak Januari hingga September 2010, terjadi 23 kali bencana banjir. Artinya dalam sebulan ada lebih dari sekali banjir di ibukota.
6
FEBRUARI 2011
Bencana Alam di Indonesia Sepanjang 2010 TANAH LONGSOR TENJOLAYA Terjadi pada 23 Februari 2010 di Tenjolaya, Pasirjambu, Bandung. Lokasi longsor meliputi 3 RT dari 15 RT di RW 18. Longsor ini menimbun 50 rumah bedeng milik buruh, longsor juga menimbun satu pabrik pengolahan teh, satu gedung olahraga, satu koperasi karyawan, satu puskesmas pembantu, dan satu masjid. Jumlah korban jiwa, akibat longsor berjumlah 45 orang, terdiri dari 12 orang laki-laki, 21 orang perempuan, dan 12 orang anak-anak berdasarkan dari data pengaduan dari masyarakat yang kehilangan anggota keluarga kepada posko penanganan bencana longsor.
LETUSAN GUNUNG SINABUNG
Sinabung bersama Sibayak di dekatnya adalah dua gunung berapi aktif di Sumatera Utara. Ketinggian gunung ini adalah 2.460 meter. Gunung ini menjadi puncak tertinggi di Sumatera Utara. Gunung ini belum pernah tercatat meletus sejak tahun 1600. Sejak 27 Agustus 2010, gunung ini mengeluarkan asap dan abu vulkanis. Pada tanggal 3 September, Sinabung meletus sebanyak
dua kali. Letusan pertama menyemburkan debu vuklkanis setinggi 3 kilometer. Letusan kedua terjadi bersamaan dengan gempa bumi vulkanis yang dapat terasa hingga 25 kilometer di sekitar gunung ini. Debu vulkanis Sinabung tersembur hingga 5.000 meter di udara. Dua belas ribu warga disekitarnya dievakuasi dan ditampung di 8 lokasi.
BANJIR WASIOR
diprediksi sehingga banyak jatuh korban saat peristiwa itu terjadi. Data BPBD menunjukkan korban jiwa terbesar berasal dari dusun Muntei sebanyak 114 orang dan dusun Sabeugunggung sebanyak 121 orang Desa Betumonga, Kecamatan Pagai Utara. Penduduk yang mengungsi pun mencapai ribuan orang. BPBD mencatat jumlah pengungsi dari empat kecamatan di Mentawai yang menjadi korban keganasan tsunami mencapai 15.353 jiwa.
LETUSAN GUNUNG MERAPI
Bencana banjir bandang ini yang terjadi pada 4 Oktober 2010 di Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat. Banjir ditengarai karena kerusakan hutan di Wasior. Banjir ini menyebabkan banyak infrastruktur di Wasior seperti lapangan udara, rumah warga, rumah sakit, dan jembatan. Kerusakan yang terjadi disebabkan banjir yang terjadi membawa serta batu-batuan besar, batang-batang pohon, lumpur. Bencana banjir ini juga mengganggu hubungan komunikasi, jaringan listrik terputus dan aktifitas masyarakat lumpuh. Sebanyak 110 orang tewas dan 450 orang masih dinyatakan hilang.
Aktivitas seismik dimulai pada akhir September 2010, dan menyebabkan letusan gunung berapi pada hari Selasa tanggal 26 Oktober 2010, mengakibatkan sedikitnya 28 orang tewas, termasuk juru kunci Merapi, Mbah Maridjan. Menurut data dari Pudalops Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah korban meninggal menjadi 240 jiwa. Secara lebih rinci BNPB memaparkan bahwa dari 240 korban yang meninggal akibat letusan Gunung Merapi, terbanyak berasal dari Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta dengan jumlah 186 orang. Akibat luka bakar 157 orang dan non luka bakar 29 orang. Sedangkan korban yang meninggal lainnya berasal dari Klaten, Boyolali, dan Magelang. Untuk jumlah pengungsi, tercatat total keseluruhan warga Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengungsi berjumlah 396.407 orang yang terbagi dari 637 titik pengungsi. /*Atan
TSUNAMI MENTAWAI Tsunami di kepulauan Mentawai ini terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010. Tsunami ini diawali gempa berkekuatan 7,2 skala richter Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Menurut data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat, korban dari Tsunami mencapai 445 orang. Sementara 502 lainnya dinyatakan hilang. Tsunami yang terjadi di Mentawai adalah sebuah bencana yang tidak terduga dan tidak bisa
FEBRUARI 2011
7
SAJIAN UTAMA
Manajemen Bencana Berbasis Risiko Banyak faktor yang menguatkan fakta betapa Indonesia merupakan negeri dengan risiko bencana tinggi. Misalnya, Negeri ini merupakan negara kepulauan hingga rawan tsunami. Selain itu, daratan Indonesia berada di lempengan patahan dunia hingga berisiko terhadap gempa tektonik. Wilayah ibu pertiwi juga memiliki banyak gunung aktifnya hingga setiap saat terancam letusan vulkanik. Bisa dikatakan, wilayah Indonesia, dari ujung Barat hingga Timur, secara alamiah memang rawan terhadap bencana. Oleh : Atan Aminanto
O
leh karenanya, pengelolaan (manajemen) risiko yang komprehensif terhadap ancaman bencana sangat dibutuhkan untuk mengurangi kerugian akibat bencana. Ini seperti diungkapkan Direktur Kesiapsiagaan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Wisnu Wijaya. “Penanggulangan bencana harus berbasis pada risiko,” kata Wisnu. Sayangnya, banyak yang keliru dengan menyamakan penanganan bencana alam saat ini (seperti mengobati korban, memberi bantuan makanan, dan lain-lain) sebagai adalah manajemen risiko bencana. Padahal, bentuk penanganan tersebut hanyalah respons tanggap darurat. Akibat
8
FEBRUARI 2011
kesalahpahaman atas manajemen risiko bencana ini juga berdampak sangat buruk. Ini terlihat dalam sejumlah kasus bencana alam di tanah air beberapa waktu lalu. Ambil contoh, kasus letusan gunung berapi. Meskipun, menurut para pakar geologi, pola aktivitas Merapi sudah bisa dibaca dan diprediksi akan masuk ke fase erupsi besar setiap 4-9 tahun, tetapi korban yang jatuh tetap saja besar. Ini terjadi
karena semua pihak ‘mengabaikan’ fakta bahwa letusan Merapi sangat berbahaya. Ini terlihat dari masih banyaknya masyarakat yang tinggal di sekitar Merapi maupun sepanjang daerah aliran sungai (DAS) yang berhulu di gunung itu. Akibatnya, ketika Merapi kembali meletus, korban jiwa dan harta benda, tak bisa terelakkan. Namun kejadian ini bukan hanya terjadi pada kasus di Merapi. Kerap kali bukan bencana alam, tetapi ketidakperdulian manusia (kitalah sendiri) yang mengakibatkan korban jatuh secara tidak perlu. Misalnya dengan membangun permukiman pada daerah rawan bencana, membangun bangunan yang belum disesusaikan dengan standar yang diperlukan pada daerah yang rawan bencana, mencetak persawahan baru pada daerah yang rawan longsor, membangun rumah pada dataran banjir, dan lain-lain. Kesalahan lain yang juga kerap mengikuti manajemen bencana adalah menyerahkan urusan pencegahan dan penanggulangan bencana hanya kepada pemerintah, lewat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Padahal, mengingat luasnya wilayah Indonesia dan bervariasinya potensi rawan bencana masing-masing, sangat mustahil menggantungkannya kepada hal ini hanya kepada BNPB. Mengingat fakta ini dari berbagai bencana yang sudah terjadi, maka diperlukan langkah penanganan yang menyeluruh dan efektif, di mana semua elemen masyarakat wajib berperan serta untuk bersama-sama mengaplikasikan manajemen risiko pra (sebelum) dan pasca
(setelah) bencana. Atau, meminjam katakata Ketua Pusat Studi Bencana Alam Universitas Gadjah Mada Junun Sartohadi, manajemen bencana seharusnyalah berbasis risiko dengan mengedepankan pendekatan mitigasi dan bukan berbasis tanggap darurat. Paradigma mitigasi dalam penanggulangan bencana dapat kita artikan sebagai upaya pengenalan daerah rentan bencana dan dan membekali kesiapsiagaan masyarakat. Dalam konteks pengurangan risiko bencana, mitigasi bencana juga bisa dipahami sebagai upaya meningkatkan kapasitas masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana untuk menghilangkan atau mengurangi akibat dari ancaman dan tingkat bencana. Mitigasi terhadap ancaman bencana dapat dilakukan misalnya melalui perubahan perilaku yang rentan, melalui penataan pemukiman, peraturanperaturan bangunan, pengaturan struktur bangunan tahan gempa dan penataan ruang dengan mitigasi bencana sebagai salah satu perspektifnya. Untuk info saja, perdefinisi mitigasi adalah proses mengupayakan berbagai tindakan preventif untuk meminimalisasi dampak negatif bencana yang akan terjadi, seperti mengurangi korban, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan sekecil mungkin (Depdagri, 2003). Sementara dalam UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, mitigasi bencana didefinisikan sebagai sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
FEBRUARI 2011
9
SAJIAN UTAMA Akan tetapi, dalam implementasinya, praktik mitigasi bencana ini di dalam masyarakat kita masih sangat minim. Hal ini disebabkan masyarakat, terutama di wilayah rawan bencana, belum memiliki pengetahuan memadai akan kebencanaan dan tidak mempunyai kemampuan adaptif dengan keadaan dan proses pemulihan pasca bencana. Mitigasi Risiko Secara singkat, manajemen risiko bencana berbasis mitigasi dimulai dari perencanaan komprehensif, dimulai dari pemetaan potensi bencana di wilayah yang rawan bencana. Pemetaan daerah rawan
bencana didasarkan oleh macam dan penyebab bencana, sehingga upaya yang harus dilakukan harus disesuaikan dengan faktor penyebabnya, hingga bisa didapat peta risiko yang akurat. Secara garis besar bencana dapat dikelompokkan sebagai berikut. Pertama, Bencana karena alam: yang meliputi: letusan gunungapi, gempa bumi, tanah longsor, gelombang pasang/tsunami, angin ribut, banjir, kekeringan dan gas
10
FEBRUARI 2011
beracun. Tak banyak yang bisa diperbuat manusia untuk mencegah gejala alam demikian. Mengantisipasi, merespon, dan merehabilitasi pasca terjadinya gejala alam tersebut menjadi satu-satunya upaya; Kedua, Bencana karena ulah manusia (antropogenik): kebakaran, pergolakan sosial, perang, dan pencemaran; Ketiga, Interaksi akibat bencana alam dan ulah manusia: banjir, kekeringan dan kebakaran; Keempat, Wabah hama dan penyakit: antara hama belalang/tikus, demam berdarah, dan malaria (Verstappen, 1983; Verstappen, 2004; Sutikno 2005). Terhadap bencana jenis ini sejatinya dapat dicegah, diminimalisasi, atau direhabilitasi. Juga dapat diprediksi dan dikuantifikasi: jenis, jumlah, frekuensi, lokasi, dan daya merusak. Sementara itu, faktor-faktor penyebab bencana yang terkait dengan manusia dapat kita bagi tiga. Pertama, Kemiskinan. Ini merupakan faktor penyebab bencana yang paling utama. Faktor yang lain dapat diperlemah seandainya penduduknya tidak miskin. Penduduk yang tidak miskin, umumnya dapat lebih gesit untuk menghindari daerah yang rawan bencana. Kemiskinan pulalah yang menyebabkan penduduk menempati daerah yang rawan bencana. Kedua, Pertumbuhan Penduduk. Berdasarkan pengamatan terdapat hubungan yang nyata antara pertambahan kehilangan (nyawa dan harta) akibat suatu bencana dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang cepat akan memaksa penduduk akan bertempat tinggal pada tempat yang tidak aman terhadap bencana. Pertumbuhan penduduk berarti memambah persaingan untuk memperoleh sumberdaya dan
kesempatan kerja sehingga sering mengundang konflik. Konflik biasanya diikuti dengan migrasi dan pengungsian. Ketiga, Urbanisasi yang Cepat. Pertumbuhan penduduk yang cepat dan migrasi terkait dengan fenomena urbanisasi yang cepat. Urbanisasi yang cepat menjadi ciri bagi negara berkembang, penduduk pedesaan yang miskin dan kurang ketrampilan dan pengetahuan untuk mengadu nasib ke metropolitan untuk tujuan ekonomi dan keamanan. Kehidupan di metropolitan yang keras, para urbanit kebanyakan tersisih pada tempat yang tidak aman dan sering menjadi penyebab bencana kemanusiaan. Berikutnya, dari hasil pemetaan tersebut, disusun perencanaan detail mitigasi risiko bencana. Sebagai contoh, seperti diungkapkan Sekretaris Eksekutif PPLH IPB Hefni Effendi, mitigasi daerah rawan gempa membutuhkan perencanaan detail menyangkut konsep penanggulangan bencana (disaster management) gempa dalam satu proses terpadu, dinamik, dan berkelanjutan, yang meliputi: pencegahan, peringatan dini, kesiapsiagaan (preparedness), tanggap darurat (emergency response), evakuasi, mitigasi, rehabilitasi atau pembangunan kembali pasca gempa. “Untuk daerah yang potensi rawan bencananya sangat tinggi, penjabaran mitigasi risiko ke dalam bentuk perencanaan bahkan harus sangat detail. Jika perlu, sampai ke skenario terburuk yang bisa terjadi. Dari skenario itu bisa dikembangkan identifikasi sumber daya
yang tersedia. Sumber daya menyangkut orang, biaya, dan peralatan. Dari pemetaan bisa terlihat kekurangan atau kelemahan yang perlu ditutup, diambil dari mana,” tambah Direktur Kesiapsiagaan Bencana BNPB Wisnu Wijaya. Perencanaan detail itu kemudian diintegrasikan ke rencana pembangunan jangka menengah maupun rencana jangka panjang. “Perencanaan ini penting dimasukkan ke dalam rencana pembangunan supaya ada anggarannya. Kalau tidak diintegrasikan, akan percuma, hanya di awang-awang dan tidak jadi prioritas pembangunan nasional,” jelas Wisnu. Dalam perencanaan detil manajemen risiko bencana hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain: Identifikasi tipologi bahaya (alamiah, antropogenik), kerentanan fisik (kepadatan bangunan, konstruksi dan bahan bangunan), kerentanan sosial (kepadatan penduduk, struktur umur, segregasi sosial), kerentanan ekonomi (tingkat kemiskinan), kelengkapan fasilitas (gawat darurat, kesehatan, tempat evakuasi), dan kelengkapan utilitas (sistem peringatan
FEBRUARI 2011
11
SAJIAN UTAMA
dini, SOP penanganan bencana). Yang tak kalah penting dalam menyusun desain manajemen risiko bencana adalah bahwa setiap jenis bencana mempunyai keunikan hingga dibutuhkan pendekatan mitigasi yang berbeda. Memahami karakteristik jenis bencana perlu diketahui sebagai dasar untuk melakukan tindakan dalam mengurangi jumlah korban dan kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Ini mengingat kerap kali bencana tunggal dapat mengakibatkan bencana ikutan. Ambil contoh, bencana alam gempa bumi maka ikutannya adalah tsunami, longsoran, banjir dan kebakaran. Letusan gunungapi selain mengeluarkan lava dan bahan piroklastika dapat mengakibatkan banjir lahar, awan panas dan gas beracun yang mematikan. Apabila karakteristik suatu jenis bencana diketahui, maka kita dapat mempersiapkan untuk menghidari atau menyikapinya. BUDAYA SADAR BENCANA
Selanjutnya, langkah yang teramat
12
FEBRUARI 2011
penting adalah membangun budaya masyarakat, khususnya yang bertempat tinggal di wilayah rawan bencana, supaya sadar dan menerapkan manajemen risiko bencana berbasis mitigasi ini. Dengan demikina, kelak masyarakat tidak lagi hanya menjadi korban bencana tetapi lebih menjadi sumberdaya penolong bagi dirinya sendiri dan lingkungan dalam keadaan bencana. Kesadaran masyarakat yang terbangun merupakan kesadaran sosial
Mengantisipasi Bencana dengan Kearifan Lokal Bencana alam beserta dampaknya kerap menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang sangat besar. Sayangnya lagi, pemerintah kita belum memiliki sistem peringatan dini yang baik. Namun sebenarnya masing-masing daerah sebenarnya memiliki pengetahuan dan kearifan lokal yang beragam dan berbeda bentuknya. Walaupun istilah yang digunakan berbeda dan cara-cara yang sudah mentradisi tidak sama, semua ini merupakan potensi dalam membangun mitigasi bencana yang berbasis pada potensi kearifan lokal. Jika kita mau cermat, sesungguhnya masyarakat Indonesia diwarisi dengan pengetahuan dari berbagai peristiwa alam yang kerap terjadi. Karena posisi geografis dan geologisnya yang tepat di atas pertemuan tiga lempeng samudra yang
yang meliputi aspek sosial bencana yaitu sistem peringatan dini, antisipasi bencana dan respon saat terjadi bencana, serta kemampuan penanganan pasca bencana. Dalam hal ini, mitigasi dibangun bukan pula hanya sebagai sistem peringatan dini tetapi ia menjadi sebuah budaya dalam perilaku masyarakat. Langkah efektif yang bisa dilakukan antara lain adalah melalui pembekalan di bangku sekolah. Pendidikan di sekolah bagi siswa sangat strategis untuk menanamkan pengetahuan tentang kebencanaan sejak usia dini di daerah tersebut. Sekolah adalah sarana yang efektif, dimana dengan peran guru terhadap murid mampu mendorong terbangunnya budaya mitigasi dalam lingkup sekolah dan keluarga. Selain itu, pendidikan kebencanaan
juga bisa dilakukan melalui pelatihan, penyuluhan dan simulasi. Materi yang disosialisasikan berupa panduan yang sifatnya sederhana sehingga mudah dipahami, mudah dibuat, dan dikemas menarik perhatian sesuai dengan daya tangkap masyarakat. Upaya lainnya adalah penguatan peran pemangku kepentingan lainnya seperti pemda dalam penanggulangan bencana. Ini bisa dilakukan melalui pemberian pelatihan kepada aparatnya yang mencakup pemahaman mengenai kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan saat dan pasca bencana, pelatihan menggunakan perangkat-perangkat sistem peringatan dini, dan berbagai pelatihan usaha preventif kebencanaan lainnya.
terus bergerak dan sering bertumbukan, menyebabkan gempa dan tsunami kerap terjadi. Kondisi wilayah Indonesia dengan banyaknya gunung api baik yang aktif maupun yang sedang tertidur, memberikan banyak pengalaman empiris kejadian letusan yang membawa korban. Dari pengalaman ini masyarakat lokal umumnya memiliki pengetahuan lokal dan kearifan ekologi dalam memprediksi dan melakukan mitigasi bencana alam di daerahnya. Kearifan pengetahuan lokal tersebut diperoleh dari pengalaman yang kaya akibat berinteraksi dengan ekosistemnya. Kearifan lokal berupa teriakan Semong yang telah menyelamatkan penduduk Pulau Simeulue, Aceh, ketika bencana tsunami melanda pada 2004, adalah satu contohnya. Padahal Pulau Simeulue padahal secara geografis letaknya sangat dekat dengan pusat gempa. Semong adalah kearifan lokal ala masyarakat di Pulau Simeulue dalam membaca fenomena alam pantai. Semong
ini disosialisasikan turun temurun melalui dongeng dan legenda oleh tokoh masyarakat sehingga istilah ini jadi melekat dan membudaya di hati masyarakat pulau itu. Secara harfiah, teriakan semong berarti peringatan dini yang diartikan adanya situasi dimana air laut surut dan masyarakat harus lari ke bukit. Ini adalah pengetahuan yang diperoleh dari leluhur belajar dari kejadian bencana yang pernah terjadi puluhan tahun lalu. Dengan pengetahuan ini yang dimiliki orang Simeulue banyak masyarakat pesisir pantai lainnya di Aceh terselamatkan saat tsunami terjadi. Kearifan lokal ini, sayangnya tidak disadari oleh masyarakat di Pantai Pangandaran Jawa Barat yang gagal memahami fenomena alam tersebut. Masyarakat di sekitar Pantai Pangandaran Jawa Barat justru lari ke laut karena air surut untuk memungut ikan dan kerang. Akibatnya banyak korban jiwa ketika gelombang laut yang tinggi datang tiba-tiba. /*atan
FEBRUARI 2011
13
LIFESTYLE
Arung Jeram: Berwisata Menantang Bahaya Arung jeram atau rafting semakin populer, meski sempat dicap sebagai olahraga pencabut nyawa. Pentingnya persiapan matang dan senantiasa memperhatikan ‘ramburambu’ menjadi cara terampuh memitigasi risiko olah raga ini. Oleh: Genius Soda
S
ekelompok orang mengenakan helm dan baju pelampung memandang awas ke Sungai Citarik, Bogor, Jawa Barat. Di pinggir sungai, sebuah perahu karet tampak bergoyang keras dihantam riak air Citarik. Hari itu, arus sungai memang mengalir begitu deras. Gemuruh air ketika beradu dengan bebatuan kali nan besar menimbulkan bunyi keras, seakan-akan menyeru tantangan bagi mereka yang bernyali. Tak berapa lama, rombongan itu menaiki perahu karet. Segera arus sungai mendorong laju perahu mereka mengarungi sungai. Pemandangan buih putih air yang memecah dibebatuan membangkitkan rasa takut, cemas dan gugup. Tetapi suasana tegang bercampur dengan basahnya baju, tibatiba berganti suasana ceria ketika perahu karet yang ditumpangi mulai menyusuri sungai. Kepuasan yang tak terhingga
14
FEBRUA ARI 2011 FEBRUARI
akan tertantang kembali untuk segera menjemput jeram-jeram berikutnya. Begitulah lukisan pengalaman yang kerap meliputi mereka, para pehobi arung jeram. Memang, arung jeram telah menjelma menjadi salah satu olahraga favorit dan digemari banyak kalangan saat ini. Dengan beragam sensasi yang ditawarkan selama kegiatan rafting, menjadikan lokasi-lokasi arung jeram selalu dipenuhi orang. Bermula dari sekedar hobi, arung jeram kemudian berkembang menjadi wisata komersial yang tumbuh pesat sejak era sembilan puluhan. Padahal, kalau menilik ke sisi perkembangan olah raga ini di bumi pertiwi, arung jeram Indonesia disebutsebut terlambat 10 tahun dibandingkan dengan negara lain, seperti Amerika Serikat, negara-negara belahan Eropa,
dan negara maju di kawasan Asia (Jepang, Korea, dll). Di negeri Paman Sam, misalnya, rafting termasuk olah raga populer dan menjadi salah satu ladang tempat memanen dolar. Tidak berlebihan kalau di beberapa negara bagian negerinya Barack Obama itu, olah raga wisata ini masuk dalam salah satu kelompok sektor penyumbang devisa terbesar. Ini terjadi di negara bagian Colorado. Bahkan demikian populernya olah raga ini, sampai-sampai sutradara Curtis Hanson menjadikan olah raga air ini sebagai setting background untuk film River Wild yang dibintangi Meryl Streep. Namun, meski terbilang agak terlambat, perkembangan arung jeram di tanah air cukup menggembirakan. Dan seiring berjalannya waktu, sensasi arung jeram yang mulanya dipopulerkan para ekspatriat dan wisatawan asing tersebut yang sudah mengenal lebih dulu olahraga itu di negeri asalnya, kini begitu deras merambah ke seantero Indonesia. Tak heran jika melihat perkembangan yang lumayan pesat dari olah raga ini, di Indonesia kemudian dibentuk wadah organisasi dengan nama Federasi Arung Jeram Indonesia (FARI). Sementara itu, arung jeram sebagai wisata mulai dikenal di Indonesia pada pertengahan dekade 90-an. Sebelumnya kegiatan ini lebih banyak dilakukan para pencinta alam. Tak ayal, muncul kesan bahwa arung jeram hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah ahli dan berpengalaman. Namun pada dasarnya arung jeram bisa dilakukan siapa saja, tentu saja dengan persyaratan tertentu agar keselamtan penikmat olah raga ini lebih terjamin.
RISIKO TINGGI
Dengan peningkatan minat yang luar biasa, saat ini arung jeram sudah tidak lagi menjadi olah raga air yang asing bagi masyarakat kita. Sejak dikenal pecinta alam pada dekade 70-an, kegiatan arung jeram yang sempat bercitra buruk dan dicap sebagai olah raga alam yang berisiko tinggi (termasuk sampai mencabut nyawa pelakunya) menjadi pilihan rekreasi di akhir pekan. Memang dari sisi risikonya, olah raga arung jeram termasuk kelompok high risk. Olah raga jenis ini dikategorikan berisiko relatif sama dengan olah raga menantang maut lainnya, seperti terjun payung dan panjat tebing. Tetapi dalam pandangan para pencinta olahraga pemacu adrenalin ini, kecelakan yang kerap terjadi pada olah raga berisiko tinggi umumnya karena faktor kesalahan manusia, jadi bukan terletak pada olah raganya. Meski begitu, tak bisa dipungkiri, olah raga yang memacu andrenalin ini tetaplah mengandung risiko. Sebab, itu olah raga ini memang hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki nyali. Sebelum terjun langsung kesungai dan bergulat dengan arus sungai, keberanian harus dikobarkan. Ketakutan, seperti hanyut di arus yang begitu deras, tenggelam, jatuh di jeram dan kepala terbentur batu-batu sungai, membuat sesorang akan berpikir dua kali sebelum melakoninya. Selain nyali, arung jeram juga kegiatan yang membutuhkan kemampuan fisik karena adanya tantangan alam. Namun tingkat risiko tinggi yang mensyaratkan mental kuat plus fisik tangguh ini adalah sarana pelepas stress yang menjanjikan. Di saat melakukan
FEBRUA ARI 2011 FEBRUARI
15
LIFESTYLE arung jeram, ada perasaan campur aduk antara takut, tegang dan penasaran. Akan tetapi di ujung kegiatan suasana hati akan terasa plong dan menimbulkan sensasi yang menyenangkan. Apalagi, di samping berolah raga, arung jeram juga menyusupkan aspek rekreasi, karena biasanya lokasi arung jeram berada di daerah yang sejuk dan asri. Di sekitar sungai yang disusuri akan dinikmati pemandangan dan suasana yang tenang. Tidak jarang kita bisa melihat binatangbinatang seperti biawak, kera dan lainnya, kala sedang menelusuri sungai. Kegiatan yang biasanya dilakukan berkelompok ini akan membebaskan kita dari beban tugas dan hidup yang kita alami dalam rutinitas. Selama berarung jeram, kita bisa berteriak keras, seolaholah terlepas dari semua masalah. Bahkan disebutkan bahwa arung jeram dapat meningkatkan kemampuan atau kapasitas jantung dan paru-paru, kekuatan dan daya tahan otot, serta fleksibilitas sendi bahu dan pinggang. Manfaatnya, tubuh bisa merasa lebih bugar. MEMINIMALISIR RISIKO
Seperti telah disebutkan sebelumnya, arung jeram dari karakteristiknya merupakan salah satu olah raga dengan tingkat risiko tinggi. Ada beberapa risiko yang harus diantisipasi saat melakoni kegiatan ini, seperti jatuh, terbentur batu, tersangkut ranting, jatuh ke dalam jeram, tergulung pusaran air, sampai hanyut. Seiring dengan berita kecelakaan yang bahkan sampai menelan korban jiwa, olah raga ataupun wisata arung jeram ini sempat dicap sebagai olahraga “pembawa maut”. Tetapi bagi mereka yang pernah
16
FEBRUA ARI 2011 FEBRUARI
melakoninya, arung jeram justru sangat excited dan tidak seseram yang diduga banyak orang. Tentu saja dengan mematuhi segala persyaratan tertentu. Sejauh ini, waktu yang direkomendasikan untuk berarung jeram adalah saat musim hujan hampir berakhir (sekitar bulan Februari atau Maret). Jika melakukannya pada awal musim hujan, debit air sungai tidak menentu. Bila ada air besar dari hulu sungai, pengarungan harus ditunda. Sedangkan pada pertengahan musim hujan, debit air rata-rata besar. Di saat itu, arung jeram sama sekali tidak boleh dilakukan. Ada beberapa persiapan yang harus dilakukan saat hendak melakukan kegiatan arung jeram. Pertama, dari sisi pakaian. Meski tidak ada pakaian khusus, tapi disarankan jangan memakai jins karena akan memberatkan jika terkena air. Pilih pakaian yang ringan, tidak menyerap air dan tidak menyulitkan gerakan di air. Hal kedua yang tidak kalah penting adalah sepatu. Sama seperti pakaian, olah raga ini tidak perlu sepatu jenis khusus, tapi sebaiknya gunakan sandal gunung, atau sepatu kets yang tidak licin dan ringan. Yang ketiga, diwajibkan makan dulu minimal dua jam sebelumnya. Makanlah cukup kalori, supaya bertenaga. Namun jangan terlalu banyak karena bisa muntah jika sering mengalami goncangan di perahu. Berikutnya, perlu dilakukan pemanasan sebelum kegiatan dengan melakukan peregangan otot bahu dan lengan untuk menghindari cedera otot atau kram. Lamanya, cukup setengah jam. Dan terakhir, setiap petunjuk harus dipahami dengan benar.
TIPS SAAT BERARUNG JERAM da beberapa panduan atau aturan keselamatan dalam olahraga arung jeram (Rafting Safety Rules). Berikut beberapa diantaranya. Be a competent swimmer: Kenali kemampuan diri anda. Jika kemampuan berenang anda minim, pilihlah lokasi kegiatan arung jeram yang tidak menuntut Anda memiliki kemampuan berenang, terutama bagi Anda yang baru kali pertama mengikuti kegiatan arung jeram. Always wearing a PFD and helmet : gunakanlah selalu pelampung dan helm, baik
A
saat Anda berada di atas air maupun saat Anda beristirahat sejenak di pinggiran sungai. Be aware of river hazards and avoid them: waspadalah terhadap segala bahaya yang ada disungai dan persiapkan diri Anda menghadapi kemungkinan bahaya tersebut. Mintalah pada skipper untuk menghentikan kegiatan jika terjadi hujan deras, atau jika Anda dalam pengarungan, segera tepikan perahu Anda, tunggu sampai hujan berhenti dan debit air kembali normal. Be suitably equipped: beberapa perlengkapan yang dianjurkan, yakni kenakan sepatu olahraga atau sandal gunung selama Anda mengikuti kegiatan Arung Jeram. Kemudian pasanglah pengait jika
Anda memakai kaca mata. Selain itu jangan mengenakan pakaian dari bahan banyak menyerap air sehingga memberatkan Anda dalam wisata arung jeram, kenakanlah pakaian dari bahan lycra, neoprene atau parasut. Jika rambut Anda panjang, ikatlah dengan baik dan jangan biarkan tergerai. Dan pakailah sunblock untuk menghindari sunburn dengan SPF yang sesuai dengan kulit Anda dalamwisata arung jeram, oleskan secara merata dan jangan dioleskan pada dahi dan lipatan lutut. Leave your expensive jewels, watches, mobile phone and keys: tinggalkan segala barang berharga Anda seperti perhiasan, jam tangan, HP dan kunci kendaraan pada tempat yang aman. Bring your necessities stuff into dry bag: bawalah barang-barang yang Anda perlukan selama dalam pengarungan. Pastikan barang-barang tersebut terbungkus kantong plastik sebelum memasukkannya ke dalam dry bag, serta pastikan pula dry bag yang dibawa dalam kondisi yang baik dan terikat pada perahu selama pengarungan. Ensure that you are free of the effects of alcohol/drugs: pastikan diri Anda tidak berada di bawah pengaruh alkohol dan obat-obatan sebelum memulai kegiatan rafting adventure. Jangan memaksakan diri mengikuti kegiatan jika Anda masih dalam masa pengobatan/ perawatan. Tapi jika Anda telah memastikan keikutsertaan dan anda tidak dapat membatalkan rafting adventure, beritahukan pada pihak penyelenggara tentang kondisi Anda agar Anda mendapat pengawasan ekstra selama mengiuti kegiatan. Ensure that you have understood the brief or safety talk: pastikan bahwa Anda telah mengerti sepenuhnya tentang cara, teknik dan instruksi yang diberikan saat safety talk sebelum Anda memulai kegiatan. Baik safety procedure maupun self rescue. Jika Anda merasa ragu dan belum memahami, jangan malu meminta trip leader atau skipper untuk menjelaskan kembali. (dari berbagai sumber)
FEBRUA ARI 2011 FEBRUARI
17
KOLOM MAS ACHMAD DANIRI*
*Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance
Membangun Sistem Manajemen Risiko yang Kompeten
M
enyeimbangkan antara risiko dan manfaat memang tidak mudah. Perusahaan kini dihadapkan pada risiko yang lebih kompleks, Mas Achmad Daniri saling terkait dan memiliki potensi dampak yang lebih besar. Dalam beberapa tahun terakhir, kondisi ekonomi gonjangganjing. Kita dihadapkan pada krisis likuiditas, volatilitas pasar yang tinggi, bailout pemerintah yang kontroversial, penggabungan institusi keuangan, dan belum lagi dampak krisis ekonomi di luar negeri yang berdampak pada ekonomi kita. Dihadapkan pada itu semua, perusahaan mulai menilai ulang strategi mereka dalam merespons tantangan dan tekanan dari lingkungan bisnis saat ini. Peranan direksi dalam melakukan pengawasan terhadap risiko menjadi fokus utama dalam penilaian ulang strategi pengelolaan risiko. Risiko dari sektor keuangan sedikit banyak telah berkontribusi pada kebangkrutan perusahaan, kegagalan dalam pengelolaan bank, dan pengambilan keputusan intervensi oleh pemerintah. Dampak semua itu menyebar secara luas pada ekonomi, karena perusahaan dari hampir semua sektor industri mengalami akibatnya, mulai dari batasan kredit,
18
FEBRUARI 2011
permintaan konsumen yang menurun, volatilitas harga komoditas, nilai tukar uang, dan juga harga saham. Walaupun kita berharap bahwa pengambilan keputusan bisnis yang baik akan mampu mengatasi dampak krisis keuangan, perusahaan, dan direksi harus selalu mawas bahwa kondisi saat ini bisa saja mendorong dikeluarkannya standar atau aturan baru yang meningkatkan tanggung jawab direksi terhadap manajemen risiko. Selain itu, perlu diingat potensi rusaknya reputasi perusahaan dan juga anggota direksi jika ternyata ada kelemahan dalam proses pengelolaan risiko. Apa yang dimaksud dengan manajemen risiko? Definisinya cukup beragam. Namun, intinya adalah bagaimana mengenal dan mengelola ketidakpastian sehingga apapun yang terjadi tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kondisi dan pertumbuhan perusahaan. Bahasa sederhananya: sediakan payung sebelum hujan. PERAN DIREKSI
Apa sebenarnya peranan direksi dalam manajemen risiko? Tentu direksi tidak bisa terlibat langsung dalam pelaksanaan aktual keseharian dari manajemen risiko. Direksi bersama-sama dengan dewan komisaris melalui fungsi pengawasannya, dapat mengirimkan pesan kepada seluruh karyawan bahwa manajemen risiko merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari strategi dan budaya perusahaan, serta merupakan proses yang
dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Sistem manajemen risiko perusahaan harus berfungsi sedemikian rupa agar risiko yang paling material mendapatkan perhatian dari direksi, serta memfasilitasi direksi untuk dapat memahami dan mengevaluasi keterkaitan risiko tersebut, pengaruhnya bagi perusahaan, serta bagaimana manajemen sebaiknya menanggapi risiko tersebut. Melihat kompleksitas dan rintangan yang ada pada lingkungan saat ini, perusahaan sebaiknya mulai memfokuskan diri pada kualifikasi dan pengalaman anggota direksi dalam proses seleksi anggota direksi baru, serta memberikan tutorial untuk membantu mereka memahami dan melakukan penilaian terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan juga harus mempertimbangkan struktur organisasi yang dapat memfasilitasi direksi dalam melakukan pengelolaan risiko dan juga dewan komisaris dalam melakukan pengawasan atas pengelolaan risiko yang dilakukan oleh direksi. Di beberapa perusahaan, ini diakomodasi dengan membuat komite manajemen risiko yang terpisah dari direksi. Memang belum ada formula baku untuk hal ini, tetapi yang perlu diperhatikan adalah manajemen risiko perlu dipandang sebagai prioritas dalam agenda perusahaan, dan sebuah sistem perlu dibangun untuk memastikan bahwa pelaksanaan manajemen risiko benarbenar telah dijalankan. Bagaimana menilai apakah direksi telah menjalankan dengan baik atau lalai dalam mengelola risiko? Memang tidak mudah untuk menilai hal ini. Pengambilan keputusan tidak selalu dapat dijamin tidak mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Namun, agar tidak dinyatakan lalai, tentu
pengambilan keputusan penting, salah satunya tentu harus dengan pertimbangan risiko. MEMBANGUN SISTEM
Yang tidak kalah penting adalah direksi harus membangun sistem manajemen risiko di perusahaan. Misalnya, perlu dilakukan diskusi secara periodik atas laporan yang disampaikan oleh unit yang bertanggung jawab atas manajemen risiko, dan terdapat tolok ukur yang jelas bahwa direksi melakukan pengawasan yang memadai dan memberikan umpan balik terhadap laporan risiko yang diterimanya. Jika kondisi di atas tidak ditemui, dan aktivitas manajemen risiko hanya terlokalisasi dalam unit tertentu serta tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari direksi dan juga dewan komisaris, bisa saja ini dianggap sebagai kelalaian dalam memastikan adanya sistem manajemen risiko yang baik di perusahaan. Kerusakan reputasi perusahaan yang disebabkan oleh tidak layaknya pengawasan risiko yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dianggap serius. Bukan saja dapat memengaruhi nilai perusahaan, melainkan juga bisa saja direksi menghadapi tuntutan hukum dari pemegang saham, bahkan mengancam kelangsungan perusahaan. Oleh karena itu, dalam memastikan dilaksanakannya manajemen risiko, direksi perlu melakukan pengawasan yang memadai. Manajemen risiko perlu dirancang secara spesifik, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perusahaan. Namun, secara umum sistem manajemen risiko yang efektif harus: (1) memfasilitasi identifikasi risiko material secara memadai dan secara tepat waktu; (2) didukung dengan strategi risiko yang responsif terhadap profil risiko dan strategi bisnis; serta (3) mendukung agar manajemen risiko terintegrasi dalam pengambilan keputusan di seluruh lini perusahaan.
FEBRUARI 2011
19
SWARA
APA KATA PESERTA UJI KOMPETENSI? Peserta Uji Kompetensi Manajemen Risiko yang diselenggarakan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) memiliki banyak pendapat terkait uji kompetensi tersebut. Misalnya, ada peserta yang menilai agar hasil jawaban dari Uji Kompetensi sebaiknya dipublikasikan layaknya UMPTN. Ada juga peserta lain yang menilai level kesulitan soal perlu ditingkatkan. Namun pada umumnya peserta mengaku puas dan merasakan manfaat yang pasti dengan mengikuti Uji Kompetensi. Berikut suara dari dua peserta yang berhasil diwawancarai redaksi Buletin BSMR seusai mengikuti Uji Kompetensi Manajemen Risiko BSMR beberapa waktu lalu:
Fenty Simanjuntak Head of IT Governance & Continuous Improvement Commonwealth Bank
Hasil Uji Kompetensi Masih Menimbulkan Tanda Tanya MENGIKUTI Uji kompetensi Manajemen Risiko sering menjadi sesuatu yang menakutkan. Tetapi tidak demikian dengan Fenty Simanjuntak. Menurut wanita berdarah batak yang bekerja di Commonwealth Bank, salah satu bank manca negara yang beroperasi di Indonesia ini Uji Kompentensi Manajemen Risiko bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Hal ini dilatari pengalamannya sendiri setelah mengikuti Uji kompentensi hingga ke level II, materi yang ada dalam pertanyaan sudah sangat aplikatif. “Kalau dari sisi materi sebenarnya sudah sangat aplikatif sehingga kalau mereka yang kesehariannya di bank dan berhubungan dengan Manajemen Risiko sebenarnya tidak akan menemukan masalah berarti,” tandas Fenty yang menjawab sebagai Head of IT Governance & Continuous Improvement. Akan berbeda kalau peserta yang lingkup pekerjaan sehari-hari tidak bersinggungan langsung
20
FEBRUARI 2011
dengan manajemen risiko, tentu akan sedikit mengalami kesulitan. Meski demikian sebagaimana uji kompetensi yang lainnya, ada rasa gugup juga takut kalau ia tidak lulus. Apalagi suasana uji kompetensi yang diciptakan memang sangat ketat pengawasannya. Ia pun berkisah untuk beberapa soal sering muncul keraguan karena ada beberapa jawaban yang mirip. Oleh karenanya butuh waktu dan analisis yang lebih mendalam sebelum menjawab. Ketika ditanya tentang persiapan yang dilakukan, Fenty mengaku sebagai persiapan ia membaca buku dan mengikuti training atau pelatihan yang diselenggarakan salah satu provider. “Selain membaca buku tentang manajemen risiko juga mengikuti training yang difasilitasi kantor untuk mengikuti pelatihan tersebut,” tandas Fenty. Sayangnya, menurut Fenty, selama ini hasil uji kompetensi masih menimbulkan tanda tanya. “Sejujurnya kita belum tahu kenapa kita lulus atau kenapa kita tidak lulus karena jawaban yang benar dari pertanyaan dalam uji kompetensi tersebut tidak kita ketahui,” ujarnya. Ia pun mencontohkan uji UMPTN yang mana setelah pengumuman hasilnya juga disampaikan mana jawaban yang benar. Meski demikian ia memaklumi hal ini sebagai kebijakan dari BSMR sendiri. “Yah mungkin BSMR tidak mau soalnya diketahui atau bocor ke orang lain yang akan mengikuti uji kompetensi,” tandasnya. Meski demikian hal ini mungkin
perlu dicarikan jalan keluar, karena kalau memang gagal diketahui apa penyebab dari kegagalan tersebut, sementara kalau berhasil tetap diketahui seberapa besar kemampuannya hingga sukses lulus Uji Kompetensi. Namun, secara khusus, Fenty memuji Uji Kompetensi BSMR ini sangat penting untuk menambah wawasan, mengasah kemampuan, serta pengetahuan seseorang tentang manajemen risiko. Apalagi ia bekerja di industri perbankan hingga dalam keseharian tugasnya ada banyak hal yang menuntut pengambilan keputusan berdasarkan manajemen risiko. / Egen
Endra Wahyudi M Karyawan Bank Mandiri Syariah
Kesulitan Membagi Waktu untuk Persiapan BAGI pria yang satu ini kegiatan Uji Kompetensi Manajemen Risiko yang diikutinya tidak sekadar memenuhi kewajiban sesuai aturan perbankan. Baginya kegiatan ini bermanfaat bagi pengembangan diri terkait dengan pekerjaan sehari-hari. “Sebagai analis pengetahuan manajemen risiko menjadi suatu yang mutlak dibutuhkan,” tandas Endra yang ditemui usai mengikuti Uji Kompetensi Manajemen Risiko di MGM Kemayoran 18 Desember 2010 silam. Menurutnya soal-soal ada di dalam uji kompetensi ini terkait erat dengan halhal yang dijumpai dalam keseharian di lingkup kerja perbankan. Oleh karenanya ia pun bersyukur mendapat kesempatan mengikuti uji kompetensi manajemen
risiko yang diselenggarakan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko. Lebih lanjut, Endra demikian ia biasa disapa, menyatakan keinginan untuk terus melanjutkan uji kompetensi tersebut hingga level 4. “Saya akan berusaha untuk sampai ke level 4, karena sangat penting bagi pengembangan diri saya khusus terkait manajemen risiko,” tandasnya. Secara umum, Endar menilai pelaksanaan Uji Kompetensi Manajemen Risiko yang diselenggarakan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) sudah berjalan tertib dan bagus. Ini tentu menjadi kredit poin sendiri panitia pelaksana kegiatan tersebut. Adapun ketika ditanya tentang kesulitan yang dihadapi dari Uji kompetensi yang diikuti, menurutnya tidak banyak karena soalnya sangat aplikatif. “Yah, memang ada sedikit kesulitan karena beberapa soal membutuhkan analisis yang lebih mendalam,” tandas Endra. Sementara untuk persiapan yang dilakukan, Endra mengaku hanya membaca buku terkait Manajemen risiko di sektor perbankan. “Saya hanya membaca buku yang terkait dengan manajemen risiko,” ujarnya. Meski sangat penting bagi pengembangan diri, Endra mengaku sedikit mengalami kesulitan dalam persiapan mengikuti uji kompetensi ini. Hal ini terkait dengan kesibukan pekerjaan di kantor sehingga waktu untuk persiapan sangat terbatas. “Pekerjaan di kantor menumpuk hingga waktu untuk persiapan menjadi sangat terbatas. Terpaksa kadang kita harus menyita waktu bersama keluarga untuk persiapan,” kisahnya. Dengan alasan itu pula ia mengaku tidak punya waktu yang cukup mengikuti training atau pelatihan Manajemen Risiko. Akan tetapi, meski harus berkorban dari sisi waktu dan kelelahan dari pekerjaan, ia mengaku akan tetap mengikuti uji kompetensi. / Egen
FEBRUARI 2011
21
SEKITAR SERTIFIKASI
The 5th Jakarta Risk Management Convention
Membedah Urgensi Stabilitas Sektor Keuangan dan Manajemen Risiko
Stabilitas sektor keuangan menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dewasa ini. Terlebih dalam kondisi perekonomian global yang berulang kali mendapat hantaman krisis. Tak heran jika stabilitas sektor keuangan, sebagai salah satu penyangga utama dalam pertumbuhan ekonomi dunia, mendapat perhatian serius berbagai kalangan. Agar upaya menjaga stabilitas sektor keuangan tersebut dapat terlaksana, peran manajemen risiko pun menjadi sentral.
22
FEBRUARI 2011
Oleh: Genius Soda
J
adi, kiranya sangat tepat bila Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) mengangkat sebagai dua topik bidang ekonomi terpanas saat ini (stabilitas sektor keuangan dan manajemen risiko) sebagai tema sentral dalam Jakarta Risk Management Convention (JRMC) kelima yang berlangsung pada 3 – 4 November 2010. “Meneruskan keberhasilan BSMR dalam penyelenggaraan empat kali JRMC sebelumnya dan dalam rangka memperingati hari jadi BSMR yang ke lima, maka kami menyelenggarakan The 5th
JRMC dengan tema “Financial Stability and Risk Management: Do We Really Need Them?”, ungkap Ketua Harian BSMR Gandung Troy S. Lebih jauh, Gandung mengungkapkan acara tersebut ditujukan juga untuk menjadi sarana bertemunya para pakar manajemen risiko dari berbagai negara dengan para direktur bank, komisaris bank, maupun praktisi manajemen risiko lainnya. Selain itu, “Pelaksanaan The 5th JRMC ini juga sekaligus merupakan sarana bagi pemegang sertifikat manajemen risiko BSMR untuk melakukan pemeliharaan atas sertifikatnya, di samping kami tujukan kepada pihak- pihak yang yang
berkepentingan atau bersinggungan dengan risiko dalam pelaksanaan tugasnya sehari-sehari,” kata dia. Sementara itu, Ketua Dewan Sertifikasi BSMR Gayatri Rawit Angreni menambahkan, pemilihan tema “Stabilitas Sektor Keuangan dan Manajemen Risiko”, sebenarnya mengingatkan semua peserta bahwa stabilitas dan kesehatan keuangan sangat penting karena krisis keuangan global masih menjadi ancaman terbesar. “Kita perlu belajar dan mengantisipasi krisis yang terjadi saat ini dan perlu mencegah hal itu terjadi di masa depan baik di Indonesia maupun secara Global,” tandas Gayatri. Tentu masih segar dalam ingatan kita ketika krisis ekonomi melanda Indonesia di 1997/1998. Pada saat itu banyak sendi perekonomian di negeri ini terkena dampaknya dengan skala yang berbeda. Sektor perbankan pun mendapat imbas yang luar biasa. Kondisi itulah yang kemudian menggerakkan para pakar, akademisi, bankir, dan profesional, untuk menilai mengapa krisis di Indonesia yang merupakan bagian dari krisis global, hasilnya lebih parah dibanding negara lain. Singkatnya dari refleksi tersebut kemudian Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia pada 2003, yang mengharuskan setiap Bank mempunyai Satuan Kerja yang terdiri dari satuan
FEBRUARI 2011
23
SEKITAR SERTIFIKASI pekerja (SDM) yang kompeten dalam manajemen risiko. Kompetensi manajemen risiko ini perlu dilakukan standarisasi untuk para bankir. Selanjutnya, disadari manajemen risiko ini memang perlu dilakukan pada bidang atau industri apapun, bahkan juga di bidang pendidikan. Saat ini sebagian besar perusahaan atau korporasi telah memahami pentingnya melaksanakan penerapan manajemen risiko dan ERM (Enterprise Risk Management). ERM (Enterprise Risk Management), merupakan kerangka kerja yang komprehensif dan terintegrasi dalam manajemen risiko guna memaksimalkan nilai perusahaan. Sebagai informasi, manajemen risiko dapat diartikan sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan sebuah organisasi dalam mencapai sasarannya. Tujuannya adalah menjaga agar aktivitas operasional dan penerapan program kerja perusahaan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuannya untuk menyerap kerugian tersebut, atau membahayakan kelangsungan hidup perusahaan. Pembicara Internasional Dalam ajang The 5th JRMC yang bertaraf
24
FEBRUARI 2011
Internasional ini, hadir sebagai pembicara adalah pakar manajemen risiko yang sudah tidak asing lagi untuk dikalangan perbankan nasional dan internasional. Mereka, antara lain, pakar manajemen risiko Mr. Brandon Davies yang saat ini menjabat Senior Independent NonExecutive Director, Gatehousebank, Mr. S. Raihan Zamil dari International Monetary Fund’s (IMF) dan merupakan Senior Advisor untuk Bank Indonesia, dan Mr. Shahin Shayan Arani yang tidak lain adalah President of Barakat Foundation Institute. Pembicara yang lain adalah Mr. Andrew Simmonds, Chief Risk Officer for Wholesale Banking, Standard Chartered Singapore, dan Mr. Juan Limandibrata sebagai Head Office of Risk Management, Asian Development Bank serta Mr. Alastair Graham yang merupakan Managing Director GARP, London. Sementara untuk topik pembahasan yang disampaikan semuanya berkaitan erat dengan stabilitas sektor keuangan dan manajemen risiko. Beberapa topik menarik
tersebut, diantaranya, “Do You Believe that Basel II Create Financial Stability Across the Nation?”, “Can Changing the Rules Alone Foster Financial Stability“, “Does Risk Management Exist for Shariah Banking?”, dan “Do We Believe that Risk Management is the Best Answer to Prevent Financial Crisis?”. Topik lain yang terkait penerapan Basel II, antara lain, “Basel II and Shariah Banking: Does Shariah Banking Gain Benefits from”, dan “Lesson Learned from Basel II and Introduction of Basel III”. Mengomentari acara The 5th JRMC, Mantan Gubernur Bank Indonesia, Adrianus Mooy yang ditemui di sela-sela konferensi mengaku seminar ini sangat berguna karena bisa melihat bagaimana perbankan di negara lain menerapkan managemen risiko dan juga aturan dari Basel II. Ia pun mengakui situasi saat ini sudah sangat berbeda dengan saat ketika ia masih menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. “Setiap Negara tentu punya ciri
tersendiri jadi penerapan aturan termasuk basel juga tentu tidak sama. Situasi saat ini tentu sangat berbeda dan dalam hal penerapan manajemen risiko sudah sangat berkembang,” tandasnya. Hal ini tidak terlepas dari pengalaman krisis finansial yang melanda Indonesia di 1997 sampai 1998. “Kita belajar dari situasi tersebut dan sekarang bank lebih berhatihati ditopang dengan manajemen risiko yang terus berkembang,” ujar pria asal Pulau Rote, NTT ini. Dengan manajemen risiko yang semakin baik diterapkan kalangan perbankan, kondisi perbankan kita semakin kuat terhadap tekanan krisis. “Ketika ada goncangan di 2008, perbankan kita terlihat lebih kuat,” ujarnya sambil memberi catatan bahwa ternyata Basel II menjadi menjadi tanda tanya di beberapa Negara. “Kita tadi mendengar bahwa ternyata beberapa negara masih belum sepenuhnya menerapkan aturan Basel II, Padahal sekarang ini sedang dirancang Basel III,” lanjut dia. Suara positif juga disampaikan oleh seorang wakil peserta dari BPD NTB. Menurutnya konverensi ini memberi pengaruh yang sangat potif bagi pengembangan pemahaman terkait manajemen risiko. “Kita bisa belajar dari beberapa ahli dibidang manajemen risiko tentang bagaimana manajemen risiko diterapkan di sektor perbankan,” tandas pria yang enggan namanya dikutip itu.
FEBRUARI 2011
25
SEKITAR SERTIFIKASI
Kiat Agar Lulus Uji Kompetensi Manajemen Risiko Orang bijak mengatakan, gagal mempersiapkan sama dengan mempersiapkan kegagalan. Begitupun dalam mengikuti Uji Kompetensi Manajemen Risiko yang diselenggaran BSMR. Umumnya, kegagalan para peserta, bukan karena tidak mampu, namuna semata karena kurang persiapan. Nah, kalau Anda ingin lulus saat menjalani Uji Kompetensi tersebut, sejumlah tips berikut bisa membantu Anda.
Oleh: Genius Soda
U
ji Kompetensi Manajemen Risiko yang diselenggarakan oleh BSMR (Badan Sertifikasi Manajemen Resiko) adalah salah satu uji kompetensi yang diperuntukkan untuk menguji kemampuan manajemen, khususnya di perbankan, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas manajemen risiko dan dan penerapan good corporate governance di sektor perbankan Indonesia.
26
FEBRUARI 2011
Sementara itu, agar kualitas Sertifikasi Manajemen Risiko bagi perbankan yang ada di Indonesia memiliki standar kualitas internasional, BSMR pun melakukan kerja sama dengan Global Association of Risk Professional (GARP), yaitu sebuah asosiasi profesi manajemen risiko yang memiliki reputasi international sebagai penyelenggara sertifikasi Financial Risk Manager (FRM) yang khususnya ditujukan bagi para pelaku industri jasa keuangan. Kerja sama ini dilakukan dalam bentuk penyusunan silabus, buku kerja, materi dan soal Uji Kompetensi Manajemen Risiko. Menurut Gayatri Rawit Angreni, Ketua Dewan Sertifikasi BSMR, semua itu dilakukan BSMR karena ke depan, kita akan menghadapi tantangan berat, terutama serbuan bank asing. “Tidak tertutup kemungkinan, bank lokal juga akan berekspansi ke luar negeri. Jadi, kualitas bankir kita harus mengacu pada standar internasional. Jika tidak, bankir lokal akan kalah bersaing. Untuk itu, sertifikasi manajemen risiko ini jangan dianggap
sebagai beban. Tapi, harus dianggap sebagai opportunity untuk mengambil market di negeri sendiri dan di negeri orang,” tegasnya dalam sebuah wawancara dengan media. Untunglah, sejak diselenggarakan pada tahun 2005, Uji Kompetensi Manajemen Risiko oleh BSMR selalu dibanjiri peserta. Besarnya minat para praktisi di industri perbankan mengikuti Uji Kompetensi Manajemen Risiko menjadi bukti bahwa industri perbankan merupakan salah satu sektor terdepan yang paling serius dalam menerapkan manajemen risiko. Bukti tingginya minat praktisi perbankan ini terlihat dari jumlah peserta uji kompetensi yang diadakan BSMR. Untunglah, minat yang tinggi ini masih diikuti dengan jumlah kelulusan peserta yang relatif baik, yaitu mencapai di atas 80 persen per bulan. Nah, umumnya kegagalan peserta dalam mengikuti Uji Kompetensi bukan karena ketidakmampuan, tetapi karena kurangnya mempersiapkan diri secara baik dan benar. Oleh karena itu, sebuah strategi persiapan yang matang dan terencana dengan seksama merupakan jalan terbaik agar peserta bisa mengikuti uji kompetensi dengan lancar, dan tentunya lulus Uji Kompetensi. Berikut ini ada beberapa tips yang bisa Anda terapkan sebelum dan saat mengikuti Uji Kompetensi. SEMBILAN TIPS PRAKTIS
Pertama, atur jadwal belajar dengan baik. Jika belajar sendiri, sisihkan setiap hari 1-2 jam waktu Anda secara khusus untuk belajar soal-soal manajemen risiko. Sementara untuk Anda yang menggunakan training provider, sebaiknya
sadari betul apa peran dari training provider tersebut. Ada training provider yang betulbetul mengajarkan kita konsep mengenai risk management, sementara ada tipe training provider yang lebih memfokuskan pada kelulusan uji kompetensi. Sekadar informasi, uji kompetensi BSMR sendiri terdiri dari 5 (lima) tingkat berdasarkan jenjang jabatan dan struktur organisasi bank, masing-masing tingkatan memiliki bobot penekanan yang berbedabeda, yaitu: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan perilaku/sikap (attitude). Adapun jumlah soalnya 50 buah diselesaikan dalam waktu 1 jam 15 menit. Sementara untuk karakter soalnya, Uji Kompetensi BSMR memberikan 2 tipe uji kompetensi, yaitu konsep dan logika. Untuk konsep kita memang harus benar-benar perlu menguasai konsepnya, sementara untuk soal logika, sebenarnya soal-soal ini bisa diselesaikan dengan memahami maksud soalnya (ini tidak perlu dihapal). Masih ada satu tipe soal lagi yaitu hitung-hitungan, tapi di level 1, soal hitungan belum ada. Namun, kalau menguasai konsep dan logika, sebenarnya soal ini akan gampang dikerjakan Kedua, persiapkan fisik Anda sebaik
FEBRUARI 2011
27
SEKITAR SERTIFIKASI mungkin menjelang uji kompetensi. Mengingat uji kompetensi ini memakan waktu cukup lama (75 menit) dengan soal yang membutuhkan konsentrasi, maka memiliki kondisi yang prima sangat penting. Jadi, selama masa persiapan hingga uji kompetensi, jagalah kondisi fisik Anda dengan rajin berolah raga, menjaga pola makan yang sehat, dan banyak minum air putih. Ketiga, persiapkan semua perlengkapan yang kira-kira dibutuhkan pada saat uji kompetensi. Bawalah alat tulis seperlunya yang akan Anda gunakan, selain itu, kenakanlah pakaian yang nyaman. Perlengkapan dan pakaian yang tepat akan sangat membantu Anda untuk tetap konsentrasi selama mengerjakan uji kompetensi Keempat, datanglah lebih awal. Uji kompetensi dimulai pukul 10.00-11.15, tapi biasanya banyak peserta yang sudah hadir sejak jam 08.00. Dengan datang lebih pagi, Anda bisa mempersiapkan diri untuk lebih rileks sebelum menempuh uji kompetensi sebenarnya. Hal ini berbeda jika Anda datang ketika waktu sudah mepet. Anda akan cenderung panik hingga bisa mengganggu konsentrasi uji kompetensi. Kelima, tetap tenang tapi santai, serta percaya diri tapi tetap konsentrasi. Ingatkan diri Anda bahwa Anda sudah siap sedia dan akan mengerjakan uji kompetensi dengan baik. Pilihlah kursi atau tempat yang nyaman untuk mengerjakan uji kompetensi. Pastikan Anda mendapatkan tempat yang cukup untuk mengerjakannya. Yang penting juga, pertahankan posisi duduk tegak. Posisi duduk seperti ini akan membantu Anda
28
FEBRUARI 2011
tidak mudah lelah. Keenam, amati soal-soal uji kompetensi dengan seksama. Jadi, luangkan 10% dari keseluruhan waktu uji kompetensi untuk membaca soal-soal uji kompetensi secara mendalam, tandai kata-kata kunci dan putuskan berapa waktu yang diperlukan untuk menjawab masing-masing soal. Rencanakan untuk mengerjakan soal yang mudah dulu, baru soal yang tersulit. Ketika Anda membaca soal-soal, catat juga ide-ide yang muncul yang akan digunakan sebagai jawaban. Ketujuh, jawab soal-soal uji kompetensi secara strategis. Mulai dengan menjawab pertanyaan mudah yang Anda ketahui, kemudian dengan soal-soal yang memiliki nilai tertinggi. Pertanyaan terakhir yang seharusnya Anda kerjakan adalah: soal paling sulit, yang membutuhkan waktu lama untuk menulis jawabannya, dan memiliki nilai terkecil Kedelapan, sisihkan 10% waktu Anda untuk memeriksa ulang jawaban. Periksa jawaban Anda; hindari keinginan untuk segera meninggalkan kelas segera setelah Anda menjawab semua soal-soal uji kompetensi. Untuk jawaban matematika, periksa bila ada kecerobohan. Kesembilan, analisa hasil uji kompetensi Anda. Setiap uji kompetensi dapat membantu Anda dalam mempersiapkan diri untuk uji kompetensi selanjutnya. (dari berbagai sumber)