ISSN 2085 - 2215 MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) MENURUT UU NO. 32 TAHUN 2004 Oleh : SURADI Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UNSA ABSTRAK Pemerintah menetapkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 1999. perubahan terhadap Uu tersebut berimplikasi terhadap manajemen PNS di Indonesia khususnya dalam hal kepegawaian Daerah.Implikasi perubahan UU tersebut pada manajemen PNS dapat diutarakan secara singkat sebagai berikut : Secara umum pembicaraan manajemen Pegawai Sipil Daerah meliputi Penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian dalam jumlah pegawai dilakukan oleh pemerintah pusat. Kata kunci : Manajemen PNS menurut UU No. 32 Tahun 2004
A. Rekrutmen Penetapan Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi atau kabupaten / kota setiap tahun anggaran dilaksanakan oleh menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) atas usul Gubernur. Proses rekrutmen ini telah dilakukan secara nasional serempak disemua privinsi. Rekrutmen tersebut telah menunjukkan proses rekrutmen pegawai ini sama sekali berbeda dengan apa yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 ( Miftah, 2005 : 82).
B. Promosi dan Mutasi Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan exelan II pada pemerintah daerah provinsi di tetapkan oleh gubernur. Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah kabupaten/ kota ditetapkan oleh bupati / walikota setelah berkonsultasi kepada gubernur. Dibandingkan pada pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999. UU No.32 Tahun 2004
1
ISSN 2085 - 2215 ini telah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada gubernur dalam promosi pejabat eselon II di kabupaten / kota yang sebelumnya diputuskan oleh kabupaten / kota sendiri. Pengembangan karier PNS Daerah mempertimbangkan intergritas dan moralitas, pendidikan dan pelatihan, pangkat, mutasi jabatan, mutasi antar daerah dan kompetensi. Dalam hal mutasi, yaitu perpindahan PNS antar kabupaten / kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh gubernur setelah memperoleh pertimbangan kepada Badan Kepegawaian Negara. Perpindahan pNS antar kabupaten / kota antar provinsi, dan antar provinsi, ditetapkan oleh Mendagri setelah memperoleh pertimbangan kepala BKN, demikian pula untuk perpindahan PNS. Provinsi / kabupaten/ kota ke departemen / lembaga pemerintah luar departemen atau sebaliknya. ( Miftah, 2005 : 83).
C. Renumerasi Seperti yang diatur pada undang – undang sebelumnya, gaji, dan tunjangan pegawai negeri sipil daerah dibebankan pada APBN yang bersumber dari alokasi dasar dalam dana alokasi umum. Perhitungan dan pentesuaian besaran alokasi dasar tersebut sebagai akibat pengangkatan, pemberhentian dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah dilaksanakan setiap tahun. Perhitungan alokasi dasar tersebut diatur dalam Undang – undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Selain itu, pemerintah mempunyai kewenangan melakukan komutakhiran data pengangkatan, pemberhentian dan pemindahan PNS Daerah untuk penghitungan dan penyesuaian alokasi dasar dalam alokasi umum ( Miftah Toha, 2005 : 83)
D. Pembinaan dan Pengawasan Manajemen PNS
2
ISSN 2085 - 2215 Pembinaan dan pengawasan Manajen Pegawai Negeri Sipil Daerah dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Mentri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh gubernur. Standar, normal, dan prosedur pembinaan dan pengawasan Manajemen PNS Daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan Pemerintah (PP). Dengan diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 khususnya tentang Kepegawaian Daerah tersebut. Dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kelemahan – kelemahan pelaksanaan Manajemen PNS yang diatur pada UU No. 22 Tahun 1999 dijadikan landasan pemerintah untuk melakukan perubahan manajemen PNS melalui revisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004.kewenagan sebelumnya didaerah lebih besar ditarik kembali kepemerintah pusat dan cenderung mengarah pada manajemen PNS yang tersentralisasi seperti halnya pada pemberlakuan UU No. 8 Tahun 1974. 2. Peraturan gubernur yang sebelumnya berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 dirasakan kurang efektif membina dan mengawasi kepegawaian daerah khususnya yang berada dikabupaten dan kota, berdasarkan UU No. 32 ini mempunyai kewenangan yang jelas. Atas persetujuan gubernur pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari pejabat eselon Ii di kabupaten dan kota. 3. Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 ini dimungkinkan perpindahan PNS antara kabupaten / kota dalam satu provinsi dan anatar provinsi serta perpindahan kedepartemen dikabupaten pusat dan sebaliknya. 4. Dahulu menurut UU No. 32 tahun 1999 perpindahan atau mobilitas kepegawaian sulit dilaksanakan karena hambatan dana anggaran melalui DAU ( dana alokasi umum). Sekarang melalui UU No. 32 / 2004 ini penyesuaian besaran alokasi dasar akibat pengangkatan dan pemindahan dilaksanakan setiap yang diatur dalam undang-undang tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian dana dalam mobilisasi dan promosi kepegawain antar daerah.
3
ISSN 2085 - 2215 5. Dalam pelaksanaan manajen PNS seperti diatur dalam UU No. 32 / 2004 ini tepatnya belum sepenuhnya diikuti dengan peraturan – peraturan pemerintah ataupun pedoman pelaksanaannya sehingga pelaksanaan Manajemen PNS di daerah sesuai UU ini belum sepenuhnya optimal berjalan dengan baik.
E. Masalah – masalah Kepegawaian Dalam Rangka Otonomi Daerah Menurut hasil penelitian Miftah Toha (2005) tentang Manajemen PNS di Indonesia adea 5 provinsi yang dijadikan sampel, banyak temuan-temuan permasalahan berkaitan dengan pelaksanaan Manajemen PNS di Indonesia. Untuk itu ada 8 aspek yang di teliti, yaitu mulai dari rekrutmen, sampai dengan pensiun pada daerah yang diteliti sebagai berikut : 1. Rekrutmen a. Sejak pelaksanaan otonomi daerah belum pernah melakukan rekrutmen (hal ini terjadi di Provinsi Sumut, Provinsi Jawa timur) disaat laporan penelitian ini dibuat, selama 2 bulan pemerintah SBY dilakukan proses penerimaan CPNS secara terpusat yang dilaksanakan didaerah-daerah. Ada kurang lebih 209.00 lebih CPNS yang dibutuhkan untuk menjadi lowongan formasi yang ditetapkan pemerintah. b. Untuk kasus di Provinsi Jatim karena ada penggabungan antara kanwil dan dinas sebagai konsekuensi UU No. 22 / 1999, maka pemda Jatim merasa kelebihan ? over pegawai sehingga sejak tahun 2000 belum pernah melakukan rekrutmen. Untuk mengatasi masalah kepegawaian rekrutmen dilakukan dengan cara tambal dalam dengan mengambil pegawai pada instansi – instansi yang kelebihan untuk dipindah ke instansi yang kekurangan. Sistem tambal dalam ternyata pegawai yang direkrut tidak sesuai dengan keahlian yang diperlukan sehingga harus dilakukan training dulu dan akhirnya pegawai tersebut juga tidak menjadi maksimal. Namun Jatim tetap merekrut pegawai honorer.
4
ISSN 2085 - 2215 c. Rekrutmen sebagai pintu dalam manajemen SDM ternyata tidak selamanya digunakan sebagai pangkat penempatan dan pengembangan SDM. d. Merebaknya isu ”putra daerah” atau primordialisme dalam releksi pegawai ( hal ini terjadi provinsi Sulsel, Makasar, Kab. Maros, kota Tebing Tinggi, kab. Sima bangun). e. Adanya isu suap dalam proses rekrutmen pegawai (Simalagung, Tebing Tinggi, Kota Sidoarjo, DKI Jakarta). f. Banyaknya tekanan yang dilakukan oleh pihak luar seperti dari salah satu parpol pimpinan dewan / fraksi di DPRD untuk mendapatkan PNS yang kualitas.
2. Promosi dan Mobilitas a. Ada faktor politik yang mempengaruhi promosi sehingga terjadi jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensi. b. DP3 sulit diterapkan secara obyektif karena adanya unsur subyektifitas dalam penilaian. (hal ini hampir terjadi disemua daerah). c. Masih kuatnya pertimbangan seniorites (golongan & pangkat) dalam promosi ketimbang kompetensi dan prestasi. d. Mobilitas pegawai antar daerah yang terbatas karena penggajian melekat didalam DAU. e. Promosi banyak ditandai oleh praktik koneksi dan perkoncoan.
3. Eselonisasi a. Pengangkatan pajabat eselon tidak selalu didasarkan pada konpetensi melainkan faktor diluar ketentuan yang ada. b. Penerapan PP No. 8 Tahun 2003 dapat menghilangkan beberapa ratusan jabatan. c. Sistem eseloniasi didisain secara seragam dan tidak mempertimbangkan beban pekerjaan.
5
ISSN 2085 - 2215 d. Faktor kedekatan dan otoritas wali kota / bupati, menjadi penentu PNS untuk duduk dalam eselon. e. Peran pembina PNS, dalam hal ini gubernur, masih sangat dominan dalam menentukan pejabat yang akan menduduki jabatan eselon.
4. Disiplin a. Setelah diberlakukannya otonomi daerah terjadi kelebihan pegawai yang disertai dengan berkurangnya beban kerja dilingkungan Pemerintah Provinsi. b. Ada pegawai yang punya usaha diluar pekerjaan PNS untuk mengimbangi gaji PNS yang tidak tinggi. Sehingga banyak pegawai disela – sela jam kerja pulang lebih awal bahkan tidak masuk kerja. c. Masih adanya tindakan indisipliner dikalangan pegawai mulai yang teringan sampai yang terberat. d. Belum ada sistem yang baik untuk menjaga disiplin termasuk Reward
6. Renumerasi a. Sistem penggajian yang ada sekarang ini lebih menitik beratkan pada pertimbangan golongan / ruang kepangkatan dann jabatan yang dimiliki oleh seseorang pegawai, akan tetapi tidak didasarkan pada standar penilaian prestasi kerja pegawai, sehingg pegawai yang berpangkat / golongan yang sama memperoleh gaji sama. b. Pembagian intensif pegawai yang tidak merata. c. Jumlah gaji yang diterima pegawai masih kurang memadai. d. Masih suburnya praktik KKN. 7. Pendidikan dan Pelatihan
6
ISSN 2085 - 2215 a. Ada kurikulum diklat yang belum sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan kinerja pegawai dan organisasi. b. Kualitas pengajar diklat juga ada yang pernah dipertanyakan, terutama penggajian yang dalam memberikan materi dikertas semata – mata berorientasi pada pemenahan kuota jam. c. Selama ini belum pernah dilakukan evaluasi terhadap pegawai mengikuti diklat (alumni peserta diklat) dan dalam hal ini hanya berupa sertifikat. d. Pegawai yang sudah selesai tugas belajar S2 tidak segera dapat ditempatkan. e. Diklat fungsional dan Teknis klir dibutuhklan, tetapi jarang diadakan. f. Sama untuk mengikuti pendidikan bagi para pegawai masih sangat terbatas. 8. Kesejahteraan Pegawai a. Gaji PNS tergolong rendah dibandingkan dengan skema gaji disektor swasta. Apalagi dibandingkan dengan kalkulasi biaya hidup minimal bulanan. b. Tidak ada program inovatif untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai. c. Masih sedikit yang punya rumah swendiri, serta alat transportasi, tidak dimiliki semua pegawai. d. Bantuan seperti pelayanan kesehatan masih belum menyentuh substansi permasalahn yang dihadapi oleh pegawai seperti pembiayaan keluarga masuk rumas sakit, biaya sekolah untuk anak dan lain – lain. 9. Pensiun a. Pernah terjadi keterlambatan dalam penerbitan SK pensiun dan pencairadana pensiunan pegawai. b. Banyak pegawai pensiunan yang sesungguhnya merasa masih mampu bekerja, tetapi harus pensiun karena peraturan menetapkan demikian.
7
ISSN 2085 - 2215 c. Selama ini keluhan pegawai pensiunan lebih banyak berkaitan dengan keterlambatan turunnya SK yang bisa mencapai 2 – 3 bulan. d. Tidak ada persiapan khusus yang diberikan kepada pegawai yang mau pensiun. e. Frekuensi komunikasi dengan pegawai yang sudah pensiun sangat rendah. f. Tidak ada perhatian setelah pensiun dan belum menjdi standar pertimbangan untuk rekrutmen. g. Adanya pengakuan terhadap kecilnya uang pensiuan. h. Perpanjangan pensiunan hanya untuk pegawai yang mempunyai jabatan eselon. i. Aturan pensiun sana secara nasional. j. Masalah – masalah yang muncul disekitar proses dan pasca pensiun adalah : k. Pengurusan pensiun Gol IV / C ke atas yang harus melalui segneg Jakarta memunculkan peluang adanya pungli dan waktunya lama. l. pegawai yang sudah pensiun mengeluh mengenai tingkat kesejahteraan yang semakin buruk dan merata minder serta bingung apa yang harus dilakukan dalam sehari – harinya.
F. SIMPULAN Manageman PNS yang dilaksanakan didaerah – daerah setidaknya bisa berjalan lancar dan sesuai dengan keinginan memberikan kewenangan yang lebih besar kedaerah. Sebagai bukti daerah masih banyak menggantungkan peran pemerintah pusat terutama mengenahi dana yang digunakan untuk mengganji karyawan. Banyak daerah yang kurang mampu menggaji dan menyejahterakan pegawainya, mengingat sumber pendapatan asli daerah (PAD) tidak mencukupi untuk keperluan meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan pegawai.
8
ISSN 2085 - 2215 Hal ini mulai menyebabkan daerah enggan menerima pegawai baru dari luar daerahnya, dan enggan pula menerima pelimpahan pegawai dari luar daerahnya, karena bisa mengganggu anggaran belanja dan pendapatan (APBD) tersebut. Selain itu, manajemen kepegawaian seharusnya bisa mendukung terlaksananya kesatuanbangsa dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun karena ketidak siapan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah (OTDA), maka Managemen Kepegawaian (PNS) mengalami banyak persoalan didaerah yang tidak sesuai dengan keinginan atau kebijakan yang dituangkan dalam undang-undang yang baru. Aktivitas Rekrutmen pegawai hampir selama pelaksanaan otonomi daerah tidak berjalan. Hal ini disebabkan pemerintah daerah (PEMDA) baru saja menerima pelimpahan jumlah pegawai yang besar dari pegawai-pegawai pemerintah pusat yang bekerja di daerahdaerah. Jika ada pemerintah daerah yang melakukan rekrutmen pegawai baru, kegiatan ini masih dipandu dan diintervensi oleh kebijakan pemerintah pusat. Misalnya formasi pegawai untuk daerah ditentukan oleh pemerintah pusat. Transparansi proses rekrutmen tidak mencerminkan sistem terbuka, sehingga membuka peluang adanya tindakan KKN. Demikian pula proses promosi jabatan, mobilisasi, dan eselonisasi kepegawaian sangat tidak efektif, karena banyak ditentukan oleh kedekatan dengan pejabat pembina kepegawaian di daerah. Masalah disiplin dan kesejahteraan pegawai (PNS) yang ditemukan di daerah menunjukkan tingkatan yang rendah. Gaji yang tidak cukup diterima oleh pegawai, menyebabkan pegawai tidak disiplin melaksanakan tugasnya, karena harus memikirkan memperoleh kesempatan mencari tambahan pendapatan. Masalah Diklat yang menonjol adalah banyaknya peserta diklat yang tidak disesuaikan dengan rencana pengembangan karier. Sehingga akibatnya banyak peserta diklat setelah kembali tidak memperoleh penempatan promosi maupun pengembangan potensinya. Kejadian semacam ini membuat banyak pegawai kecewa dan frustasi. Pelaksanaan diklat
9
ISSN 2085 - 2215 semacam ini menunjukkan bahwa perencanaan diklat tidak mendukung terhadap perencanaan pengembangan karier pegawai. Masalah pensiun banyak dirasakan oleh pegawai negeri sebagai hukuman, karena mereka belum atau tidak siap dipensiun tiba-tiba harus melakukan pensiun. Selain pensiunan berarti pengurangan terhadap pendapatan dan kesejahteraan pegawai dan keluarganya. Oleh karena itu, banyak dijumpai upaya untuk meminta perpanjangan masa pensiun dengan cara menjadi Widyaswara, peneliti, dan jabatan fungsional yang lain.
10
ISSN 2085 - 2215 DAFTAR PUSTAKA
Thoha Miftah. 1984. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Rajawali : Jakarta.
___________. 1989. Pembinaan Organisasi, Proses Diagnosa dan Intervensi. Rajawali : Jakarta.
___________. 1999. Birokrasi Indonesia Dalam Era Globalisasi. Batang Gadis, Pusdiklat Depdikbud : Jakarta.
___________. 1999. “Membangun Kembali Birokrasi Pemerintah” Dalam Harian Umum Republika, 8 November.
___________. 2005. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Kencana : Jakarta.
Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.
11