perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MAKNA PESAN PADA VIDEO IKLAN POLITIK Versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia”
TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Seni Rupa
Oleh : Gravinda Putra Perdana S011302006
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MAKNA PESAIY PAI}A YIDEO IKLAN POLITIK Yersi '6Pes&n Rem*dhan Jokowi-IK Untuk Kelu*rga Indoncsia,
TESIS
Oleh:
Gravind* Putr* Perdana s0u302006 Komisi
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing
Pembimbing
I
Dr. Nooryan Bahari, M.Sn.
NrP. 19650220 199003 I 001
Pembimbing
II
3 Feb 2015
Drs Ahmad Adib, M.Hum., Ph.D.
NIP t962W98199203
1 001
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada taaggalO3 Februari 2015
'
',Kgqua Proglam Studi Magister Seni Rupa
:., 'B,4ggfam P*seasmiana UNS
Dr. NanangRizali, MSD. 19509709 198003 1 003
commit to user
Feb 2015
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MAKNA PESAI\I PADA YIDEO IKLAI\I POLITIK Versi 66Pe**p R*m*dh*n Jolc€wiJK Untuk Kelu*rg* Indonesi*tt
TESIS
Olch: Gravinda Putra Perdana
sol139t006
TIM PENGUJI Jabatan
Na*ra
Ketua
Prof. Dr. NanangRizali, MSD.
Tanda Tengan
NIP, 1950S709 198003
Sekretaris
:
Tanggal
1 0+3
Dr. Titis Srimuda Pitanq S.T., M.Tro)
MP. 19680609199402 1 001
fcb
2015
Anggota
Penguii
Dr. Noorya*rB*#L M.Sn-
MP. 19650220
1,99A06
\
t 00t
Feb 2015
Drs. Airmad Adib, M.Hum., Ph.D.
NrP 19620708 199203
1 001
Feb 2015
Telah dipertahankan di depan Penguji. Telah dinyatakan memenuhi syarat pada
tanggal ....... Februari 2015.
Ketua Program Studi Magister Seni Rupa
t
{fu-% o/Rexru$of.
t/tfuwn .IrAhmad Yunus, MS
19610717 198601
I
f
Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD.
NIP. 1950S709 198003 1 0S3
001
commit to user lH
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERI\TYATAAI\ KEASLIAN DAI{ PERSYARATAI\ PI}BLIKASI
Saya menyatakan dengan sebenamya bahwa
:
1. Tesis yeng berjudul : MAKNA PESAN PADA VIDEO IKTAN POLITIK Versi o'Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia''
id
adalah kary* penelitian saya se,ndiri dan beb*s plagia!
serta tidak adakarya ilmiah yang pemah diajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat k*rya at*u pendapat yang pernah ditulis atau di terbitkan orang lain kecuali secara tertulis digunakan se,bagai ac;uerl dal*nr nask*r fu* darr disebu&an dal*m sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila
di kemudian hari
terdap*t pl*gi*t dalam karya ilmiah ini, maka
sya
terdapat terbukti
bersedia mcncrima
sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan (Permendiknas no17, tahun ?(}10'}
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ikniah 'lain hanrs seijin dan menyertakan tim pemlrimbing sebagai
author dan PPs-UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekmang-km*ngnya satu se{rcster (enam bula* sej*k pengesalrsn Te.si+ saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini,
maka Prodi Seni Rup* UNS berhak mempublikasikamya pada jurn+l
ilmiah yang diterbitkan oleh prodi Seni Rupa. Apabila saya melakukan
dari kertnan publikmi ffi1, maka s&ya basedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 17 Februari 2015
- ^,5rv-
Gravinda Putra Perdana
ssl1302006
commit to user tv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Perdana, Gravinda P. S011302006. 2015: MAKNA PESAN PADA VIDEO IKLAN POLITIK Versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia”. Tesis Program Studi Magister Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing I Dr. Nooryan Bahari, M.Sn. dan Pembimbing II Drs. Ahmad Adib, M.Hum, Ph.D. Tujuan pokok video iklan politik adalah mempersuasi khalayak untuk memperhatikan pesan yang sampaikan. Pesan dalam iklan memiliki dua tingkatan makna yang berbeda yaitu makna yang dikemukakan secara denotasi di permukaan dan makna yang dikemukakan secara konotasi dibalik tampilan iklan. Video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia” senantiasa melibatkan tanda dan kode. Tanda pada setiap bagian iklan secara mendasar berarti sesuatu yang memproduksi makna. Teknik analisis data dilakukan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Roland Barthes yaitu “The Second Order Signification”. Mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kajian dapat dilakukan melalui sistem tanda dalam video iklan. Video iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas teks verbal maupun visual pendekatan semiotika digunakan sebagai sebuah metodologi untuk mengupas dan mengurai unsur pemaknaan tanda yang terkandung dalam iklan dan menafsirkannya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada sebuah usaha penciptaan citra Jokowi-JK, penonton dapat menyaksikan bagaimana Jokowi mencoba mendekatkan diri pada rakyat. Dalam pesannya Jokowi berpesan bahwa keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah kehidupan. Masyarakat juga akan melihat kehidupan Jokowi sebagai kepala keluarga, suami, bapak, manusia biasa dan kemesraan hubungan mereka sekeluarga yang disuguhkan dalam suasana ramadhan.
Kata kunci: iklan, video, politik, verbal, nonverbal, semiotika, pesan, makna.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Perdana Gravinda P. S011302006. 2015: THE MEANING OF POLITICAL ADVERTISING MESSAGE ON VIDEO Version "Ramadhan Message Jokowi-JK For Indonesian Family". Thesis : Advisor Dr. Nooryan Bahari, M.Sn. and Co-Advisor Drs. Ahmad Adib, M. Hum., Ph.D. The Graduate Program in Fine Art, Sebelas Maret University, Surakarta. The main purpose of political advertising video is to persuade the audience to convey the message. Messages in advertising has two different levels of meaning is the meaning set forth in denotation on the surface and the meaning set forth in the connotation behind the display advertising. Political advertising video version of "Message of Ramadhan Jokowi-JK For Indonesian Family" always involves signs and codes. Sign on every part ad basically means something that produce meaning. The data analysis technique based on the theory proposed by Roland Barthes called "The Second Order signification". Assessing ads in semiotic perspective, the study can be done through a system of signs in the video ad. Video ads using the sign system consisting of verbal and visual text semiotics approach is used as a methodology to peel and break down the elements of meaning contained in the advertisement signs and interpret them. The results of this study indicate that there is an image of business creation Jokowi-JK, the audience can see how Jokowi trying to get closer to the people. In his message Jokowi advised that the family has a very important role in a life. Communities will also see Jokowi life as head of the family, husband, father, ordinary people and affection of their family relationships are presented in an atmosphere of Ramadan.
Keywords: advertising, video, politics, verbal, nonverbal, semiotics, message, meaning.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan segala kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan Tesis ini. Penghargaan dan terimakasih penulis kepada Dr. Nooryan Bahari, M.Sn., Selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan kemudahan dan dorongan untuk menyelesaikan tanggung jawab akademis di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Rasa terimakasih juga penulis sampaikan kepada juga kepada Drs. Ahmad Adib, M.Hum. Ph.D, yang telah memberikan koreksi serta saran-saran untuk penelitian ini. Penghargaan dan rasa terimakasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir Ahmad Yunus, MS. selaku Direktur Pascasarjana UNS yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengenyam, dan meneruskan jenjang pendidikan pada program pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Penghargaan dan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD., selaku Ketua Program Studi Seni Rupa Pascasarjana UNS Rasa terimakasih yang dalam juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen Program Studi Seni Rupa Pascasarjana UNS Indonesia Surakarta yang telah memberikan ilmu, wawasan, dan referensi yang bermanfaat. Kepada teman-teman Program Studi Seni Rupa Pascasarjana
UNS dari berbagai daerah dan latarbelakang, terimakasih telah dan selalu bersedia menjadi teman yang saling mendukung, berbagi ilmu, berbagi wawasan, pengalaman, serta berimajinasi bersama. Rasa terimakasih tidak lupa diberikan kepada sahabat, para praktisi dan pengajar audio visual Program Studi Televisi dan Film ISI Surakarta yang telah bersedia berdiskusi, berbagi perasaan dan pemikiran kritisnya. Kebahagiaan dan rasa syukur mendalam yang tak terbatas, penulis sampaikan kepada keluarga; Mama dan Papa yang telah memberikan segalanya sebagai bekal untuk menyelesaikan tanggung jawab yang menjadi commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
awal untuk menjalani jenjang berikutnya. kepada istri tercinta terimakasih telah setia menemani di kala senang dan duka.
Akhir kata, retaknya sebuah keramik Dinasti Ming bukan menjadi cacat suatu peradaban, melainkan membuka celah pengetahuan tersembunyi dan bermanfaat bagi generasi berikutnya. kekurangan Tesis ini bukan untuk dibiarkan tetapi di harapkan menggugah kritik usulan dan saran yang semakin membuka pengetahuan bagi penulis dan pembaca sekalian. Terima Kasih.
Surakarta, Februari 2015
Gravinda Putra Perdana
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
PERNYATAAN
iv
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1
B. Pembatasan Masalah
8
C. Perumusan Masalah
9
D. Tujuan Penelitian
9
E. Manfaat penelitian
9
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka
11
1. Semiotika
11
a. Ferdinand de Saussure
15
b. Charles Sander Pierce
19
c. Roland Barthes
23
1) Sistem Pemaknaan Tingkat Pertama (Denotatif)
24
2) Sistem Pemaknaan Tingkat Pertama (Denotatif)
26
2. Semiotika Film
34
a. Film
37
b. Genre Film commit to user c. Struktur Film
40
ix
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Unsur-unsur pembentuk Film
46
1). Unsur Naratif
46
2). Unsur Sinematik
46
3. Semiotika Komunikasi Visual
55
4. Unsur Semiotika Komunikasi Visual
58
a. Tanda
58
b. Kode
59
c. Makna
59
5. Iklan
63
a. Elemen-Elemen Iklan Televisi
66
b. Iklan Politik
67
6. Komunikasi
69
a. Pesan
70
b. Verbal
71
c. Nonverbal
71
B. Penelitian yang Relevan
74
C. Kerangka Berpikir
81
BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian
82
B. Teknik Pengumpulan Data
82
C. Teknik Keabsahan Data
90
D. Teknik Analisis Data
90
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
92
1.
Profil Joko Widodo
92
2.
Jokowi Dalam Video Iklan Politik
93
3.
Identifikasi Tanda
94
a. Tanda Verbal
96
b. Tanda Visual
97
B. Pembahasan Analisis Semiotika Roland Barthes 1.
Adegan satu
(scene 1)
2.
Adegan duacommit (scene to user2)
x
98 98 104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.
Adegan tiga
(scene 3)
108
4.
Adegan empat
(scene 4)
113
5.
Adegan lima
(scene 5)
118
6.
Adegan enam
(scene 6)
130
7.
Adegan tujuh
(scene 7)
136
8.
Adegan delapan
(scene 8)
143
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
154
B. Saran
156
DAFTAR PUSTAKA
157
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta tanda Saussure
16
Gambar 2. Tipologi Pierce
20
Gambar 3. Peta Tanda Roland Barthes
24
Gambar 4. Konsep Konotasi dan Denotasi
27
Gambar 5. Teknik Pengambilan Jarak Gambar
49
Gambar 6. Skema Kerangka Berpikir
81
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tipologi Pierce
20
Tabel 2. Sudut pandang (angle) Pengambilan Gambar
51
Tabel 3. Ukuran Gambar (type of shot)
51
Tabel 4. Fokus Pengambilan Gambar (focussing)
52
Tabel 5. Pergerakan Kamera (camera moving)
52
Tabel 6. Pencahayaan (lighting) Pengambilan Gambar
53
Tabel 7. Tipe Lensa (focal lenght) Pengambilan Gambar
53
Tabel 8. Pewarnaan (color temp) Pengambilan Gambar
53
Tabel 9. Penelitian Terdahulu (Rizky Rachdian S, 2012)
74
Tabel 10. Penelitian Terdahulu (Elara Karla N, 2014)
75
Tabel 11. Penelitian Terdahulu (Fajar Aji, 2014)
76
Tabel 12. Penelitian Terdahulu (Nidya Fitri, 2011)
77
Tabel 13. Penelitian Terdahulu (I Wayan Mulyawan, 2008)
78
Tabel 14. Penelitian Terdahulu (Deddi Duto Hartanto, 1999)
79
Tabel 15. Penelitian Terdahulu (Muslikh Madiyant, 2003)
80
Tabel 16. Tema Video Iklan Politik “ Jokowi For President ”
83
Tabel 17. Video Iklan Politik “ Jokowi Adalah Kita ”
84
Tabel 18. Unit Identifikasi Unsur Naratif
96
Tabel 19. Unit Identifikasi Unsur Visual
97
Tabel 20. Unit Analisis Scene 1, Shot 1 : Unsur Sinematik (sinematografi)
98
Tabel 21. Unit Analisis Scene 1, Shot 2 : Unsur Sinematik (sinematografi)
99
Tabel 22. Unit Analisis Scene 1, Shot 3 : Unsur Sinematik (sinematografi)
99
Tabel 23. Unit Analisis Scene 1, Shot 4 : Unsur Sinematik (sinematografi)
100
Tabel 24. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 1 (Pantai)
100 commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 25. Unit Analisis Scene 2, Shot 1 : Unsur Sinematik (sinematografi)
104
Tabel 26. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 2 (Pasar tradisional)
104
Tabel 27. Unit Analisis Scene 3, Shot 1 : Unsur Sinematik (sinematografi)
108
Tabel 28. Unit Analisis Scene 3, Shot 2 : Unsur Sinematik (sinematografi)
109
Tabel 29. Unit Analisis Scene 3, Shot 3 : Unsur Sinematik (sinematografi)
109
Tabel 30. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 3 (Masjid)
110
Tabel 31. Unit Analisis Scene 4, Shot 1 Unsur Sinematik (sinematografi)
113
Tabel 32. Unit Analisis Scene 4, Shot 2 : Unsur Sinematik (sinematografi)
113
Tabel 33. Unit Analisis Scene 4, Shot 3 : Unsur Sinematik (sinematografi)
114
Tabel 34. Unit Analisis Scene 4, Shot 4 : Unsur Sinematik (sinematografi)
114
Tabel 35. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 3 (Sahur bersama keluarga)
115
Tabel 36. Unit Analisis Scene 5, Shot 1 : Unsur Sinematik (sinematografi)
118
Tabel 37. Unit Analisis Scene 5, Shot 2 : Unsur Sinematik (sinematografi)
118
Tabel 38 Unit Analisis Scene 5, Shot 3 : Unsur Sinematik (sinematografi)
119
Tabel 39. Unit Analisis Scene 5, Shot 4 : Unsur Sinematik (sinematografi)
119
Tabel 40. Unit Analisis Scene 5, Shot 5 : Unsur Sinematik (sinematografi) commit to user
xiv
120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 41. Unit Analisis Scene 5, Shot 6 : Unsur Sinematik (sinematografi)
120
Tabel 42. Unit Analisis Scene 5, Shot 7 : Unsur Sinematik (sinematografi)
121
Tabel 43. Unit Analisis Scene 5, Shot 8 : Unsur Sinematik (sinematografi)
121
Tabel 44. Unit Analisis Scene 5, Shot 9 : Unsur Sinematik (sinematografi)
122
Tabel 45. Unit Analisis Scene 5, Shot 10 : Unsur Sinematik (sinematografi)
122
Tabel 46. Unit Analisis Scene 5, Shot 11 : Unsur Sinematik (sinematografi)
123
Tabel 47. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 5 (Rutinitas pagi di sebuah pedesaan)
123
Tabel 48. Unit Analisis Scene 6, Shot 1 : Unsur Sinematik (sinematografi)
130
Tabel 49. Unit Analisis Scene 6, Shot 2 : Unsur Sinematik (sinematografi)
130
Tabel 50. Unit Analisis Scene 6, Shot 3 : Unsur Sinematik (sinematografi)
131
Tabel 51. Unit Analisis Scene 6, Shot 4 : Unsur Sinematik (sinematografi)
131
Tabel 52. Unit Analisis Scene 6, Shot 5 : Unsur Sinematik (sinematografi)
132
Tabel 53. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 6 (Kota)
132
Tabel 54. Unit Analisis Scene 7, Shot 1 : Unsur Sinematik (sinematografi)
136
Tabel 55. Unit Analisis Scene 7, Shot 2 : Unsur Sinematik (sinematografi)
136
Tabel 56. Unit Analisis Scene 7, Shot 3 : Unsur Sinematik (sinematografi) commit to user
xv
137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 57. Unit Analisis Scene 7, Shot 4 : Unsur Sinematik (sinematografi)
137
Tabel 58. Unit Analisis Scene 7, Shot 5 : Unsur Sinematik (sinematografi)
138
Tabel 59. Unit Analisis Scene 7, Shot 6 : Unsur Sinematik (sinematografi)
138
Tabel 60. Unit Analisis Scene 7, Shot 7 : Unsur Sinematik (sinematografi)
139
Tabel 61. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 7 (Aktifitas sore hari)
139
Tabel 62. Unit Analisis Scene 8, Shot 1: Unsur Sinematik (sinematografi)
143
Tabel 63. Unit Analisis Scene 8, Shot 2 : Unsur Sinematik (sinematografi)
143
Tabel 64. Unit Analisis Scene 8, Shot 3 : Unsur Sinematik (sinematografi)
144
Tabel 65. Unit Analisis Scene 8, Shot 4 : Unsur Sinematik (sinematografi)
144
Tabel 66. Unit Analisis Scene 8, Shot 5 : Unsur Sinematik (sinematografi)
145
Tabel 67. Unit Analisis Scene 8, Shot 6 : Unsur Sinematik (sinematografi)
145
Tabel 68. Unit Analisis Scene 8, Shot 7 : Unsur Sinematik (sinematografi)
146
Tabel 69. Unit Analisis Scene 8, Shot 8 : Unsur Sinematik (sinematografi)
146
Tabel 70. Unit Analisis Scene 8, Shot 9 : Unsur Sinematik (sinematografi)
147
Tabel 71. Unit Analisis Scene 8, Shot 10 : Unsur Sinematik (sinematografi)
147
Tabel 61. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 8 (Berbukacommit bersama tokeluarga) user
xvi
148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia kini memiliki Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden baru. Tepat tanggal 20 Oktober 2014 Joko Widodo dan Jusuf Kalla dilantik sebagai presiden dan wakil presiden periode 2014-2019. Meskipun masih menyisakan problem politik yang terkait dengan penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2014. Namun secara faktual, rangkaian
pelaksanaan
pemilihan
presiden
tahun
2014
telah
menghasilkan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang didukung oleh kabinet kerja sebagai pemegang tampuk kekuasaan sampai dengan tahun 2019. Figur Joko Widodo dinilai menjadi daya tarik tersendiri dalam realitas politik Indonesia dewasa ini, Jokowi bertingkah laku dengan sederhana sebagaimana yang ada di pikiran rakyat kebanyakan. Dalam sejarah akhir-akhir ini, jarang ditemui tokoh sederhana semacam itu. kemudian dengan kemunculan Jokowi mengenakan pakaian rakyat kebanyakan, bukan memakai safari seperti kebiasaan pejabat ketika menyambangi rakyatnya (detiknews, 2014). Gaya kepemimpinannya yang
melawan mainstream menjadi daya magnet luar biasa yang
kemudian melambungkan nama Jokowi yang memperkenalkan cara blusukan sebagai konsep pemimpin yang dekat dengan rakyat. Semua adegan dalam kehidupannya telah menjadi konsumsi khalayak, bahkan ketika dirinya sedang tidak bertugas sebagai pejabat negara sekalipun. Isu-isu semacam ini yang pada akhirnya diangkat menjadi tema iklaniklan video politik Jokowi pada masa kampanye pilpres 2014 yang lalu. Masa kampanye pilpres 2014 telah membawa fenomena baru dalam media massa Indonesia. Sebelum masa kampanye, media massa umumnya menayangkan iklan produk dan jasa, saat masa kampanye to user berlangsung media massacommit khususnya televisi diramaikan dengan berbagai
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
video iklan politik. Video Iklan-iklan politik dengan biaya milyaran rupiah ini dikemas dalam berbagai format (www.iklancapres.org/iklan). Pada umumnya iklan para para calon presiden cenderung lebih bersifat “malu-malu dan tidak langsung”. Publik disajikan iklan berupa film berdurasi beberapa puluh detik yang menampilkan cuplikan “kehidupan keseharian” sang kandidat, dan secara konsisten menayangkan sisi positif para calon presiden (Loisa, 2009;62-72). Tujuan pokok seorang kandidat dengan adanya video iklan politik adalah mempersuasi khalayak untuk memperhatikan pesan yang mereka sampaikan tentang identitas pribadi kandidat. Khalayak dituntut untuk bisa memahami persuasi tersebut, membedakan dengan identitas kandidat yang lain, dan memutuskan bahwa mereka memang memiliki identitas pribadi yang layak dipercaya masyarakat. Para kandidat tersebut memperkenalkan identitas pribadinya dengan menggunakan slogan untuk membuat pembedaan karakteristik serta melalui pemberian pesan dan tampilan iklan yang menarik perhatian masyarakat. Para kandidat mengikat masyarakat pada janji-janji yang disertakan dengan membujuk partisipasi masyarakat dalam penciptaan makna iklan dan menjamin bahwa masyarakat mempertimbangkan kredibilitas sang kandidat. Berdasar uraian diatas mengiklankan produk politik juga menuntut keterampilan seperti layaknya mengiklankan produk komersial. Kreativitas adalah faktor penting dalam trend iklan sekarang ini. Tentu bukan hal mudah untuk memunculkan ide kreatif dalam sebuah iklan, dibutuhkan olah pikir yang serba ekstra untuk mendapatkan saripati ide yang bisa dituangkan ke dalam iklan sehingga menghasilkan iklan yang tidak hanya kreatif tetapi juga bermanfaat secara kualitatif untuk kepentingan para kandidat. Sangat penting untuk mengemas pesan-pesan yang akan ditampilkan menjadi sederhana dan mudah diingat, bahkan bisa terlontar begitu saja dalam percakapan sehari-hari. Kesederhanaan pesan inilah yang menjadi kunci dalam iklan politik. Pengelolaan pesan yang baik akan menentukan berbagai makna yang terkandung di dalamnya, terlebih tema isi topesannya menyangkut isu-isu yang commit user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyangkut suasana kebersamaan dalam kelompok ras, agama, dan suku bangsa. Masa kampanye pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun ini bertepatan dengan bulan ramadhan 1435 hijriah, bagi para kandidat kehadiran bulan suci ramadhan menjadi momentum politik yang penting dan
sayang
jika
dilewatkan
untuk
berkompetisi
dalam
upaya
menyakinkan sebagai poros paling religius melalui bentuk iklan politik. Bentuk video iklan dengan pendekatan seperti ini memang sudah lumrah dilakukan oleh para kandidat, tidak mengherankan bila pendekatan kampanye seperti ini menuai banyak opini-opini negatif dari masyarakat, salah satu opini negatif tersebut datang dari artikel berjudul “politikus memolitisasi ramadhan” yang menuliskan, bahwa ramadhan seperti panggung fashion show yang menampilkan model-model para politikus dengan jargon-jargon politik yang diimbuhi kata-kata berbau ramadhan (Solopos, 2013). Suara senada datang dari Baharuddin, bulan yang dimanfaatkan untuk kampanye politik dimana ucapan selamat berpuasa dibungkus dengan nuansa kepentingan politik yang sangat pragmatis (kompasiana.com, 2013). Model pendekatan garap video iklan politik yang lebih halus ditunjukkan dari kubu Jokowi-JK dalam video iklan politiknya versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Dalam jangka pendek model iklan dengan pendekatan seperti ini memang tidak dapat langsung mempengaruhi khalayak, tidak pula menjamin bisa menghilangkan atau mengurangi komentar-komentar bernada miring yang datang dari masyarakat, namun setidaknya video iklan politik versi “pesan
Ramadhan
Jokowi-JK
untuk
keluarga
Indonesia”
yang
menyisipkan ucapan “selamat menunaikan ibadah puasa” didalam isi iklannya. Hadir dengan format yang berbeda dan konsep yang lebih tertata. Mengapa dikatakan demikian,
alasannya adalah satu, format
tayangan video iklan ini tergolong panjang untuk ukuran sebuah iklan televisi yaitu berdurasi satu menit tiga puluh detik. Ke-dua, tampilan gambarnya tergolong sangat prima dan berkesan filmis. Ke-tiga, ada commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebuah alur cerita dan bentuk dramatisasi layaknya sebuah konsep dalam film fiksi, dan yang terakhir ada peran yang memainkan karakter protagonis layaknya sebuah film cerita, karakter tersebut tentunya Jokowi. Model-model video iklan semacam ini tentunya diharapkan dapat menanamkan citra atau image yang baik ke dalam benak masyarakat. Melihat dari aspek visual yang dihasilkan video iklan politik
televisi ini mengingatkan khalayak pada iklan-iklan komersial milik perusahaan-perusahaan rokok yang memang sejak dulu iklan-iklannya dibuat sangat menarik. Melalui tata pengambilan gambar yang bagus, objek-objek gambar yang indah serta warna yang prima, objek gambar yang diambil menggambarkan keindahan alam Indonesia dengan alur cerita yang dibuat sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan. Begitu pula dengan model iklannya, dipilih karakter yang sesuai dengan target audiensnya. Iklan tersebut dianggap bagus karena dikemas dengan gaya yang membumi. Unsur-unsur ini sesuai dengan karakter pasarnya, yaitu: laki-laki, usia muda, orang-orang sederhana, menghargai kebersamaan, tingkat sosial yang tinggi, berjiwa petualang (djarumbeasiswaplus.org). Kesan yang sama muncul ketika khalayak menyaksikan video iklan politik versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”, secara visual video iklan ini tidak kalah prima dengan video iklan-iklan komersial perusahaan rokok tersebut. Video Iklan politik versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” ini mengangkat realitas sosial dalam masyarakat sebagai ide utamanya, disuguhkan dalam suasana ramadhan dengan Jokowi sebagai tokoh sentralnya. Dalam video iklan politik versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”, ada sebuah usaha penciptaan citra bahwa Jokowi-JK digambarkan sebagai representasi masyarakat Indonesia sesungguhnya dengan slogannya “Jokowi-JK adalah kita”. dibubuhi narasi yang terdengar seperti bait puisi, “saya adalah kamu. kami adalah kita, dan kita adalah bangsa Indonesia.” Selain itu, Jokowi dalam iklan ini berusaha memposisikan commitdirinya to user sebagai pelayan dan pengabdi
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat yang baik. Sebagaimana Jokowi berpesan: “Hikmah Ramadan adalah mensyukuri kehidupan yang telah dianugrahkan kepada kita. Keluarga adalah tempat pertama untuk mempelajari semua itu, agar kita menjadi manusia, keluarga, dan bangsa yang lebih baik”. Mengedepankan unsur kreatif dan mengoptimalkan aspek visualnya, secara sepintas memang tampilan video ini tidak dikenali sebagai iklan, namun lebih dikenali seperti cuplikan film bedurasi pendek atau dikenal sebagai trailer. Tampilan video iklan senantiasa melibatkan tanda dan kode. Setiap bagian iklan pun menjadi “tanda” atau (signs), yang secara mendasar berarti video iklan adalah sesuatu yang memproduksi makna. Tanda berfungsi mengartikan atau merepresentasikan (menggambarkan) serangkaian konsep, gagasan atau perasaan sedemikian rupa yang memungkinkan seorang penonton untuk men-decode atau menginterpretasikan maknanya. Jika tanda adalah material atau tindakan yang menunjuk
sesuatu,
diorganisasikan dan
kode
adalah
sistem
di
menentukan bagaimana
mana tanda
tanda-tanda lain.
Bahari
(2008;110) “....dalam film, antara gambar dan kata-kata, pada dasarnya berasal dari sistem tanda yang berbeda, tetapi bekerjasama. Dalam iklan kode-kode yang secara jelas dapat dibaca adalah bahasa berupa narasi atau unsur tekstual, audio, dan audio visual. Pada konteks “pembacaan” video iklan, mempertalikan video iklan dan semiotika nampaknya dapat menjadi satu bahan penelitian yang menarik. Iklan televisi sebagai sebuah teks adalah satu sistem tanda terorganisir yang merefleksikan sikap, keyakinan dan nilai-nilai tertentu. Hal ini didasari oleh pemikiran Guy Cook (1994) dalam bukunya berjudul The Discourse of Advertising, London and New York, Routledge, yang mendefinisikan teks sebagai semua bentuk bahasa, bukan hanya yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Bentuk video iklan telah menjadi satu bagian kebudayaan populer yang memproduksi dan to merepresentasikan nilai, keyakinan, dan commit user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahkan ideologi. Menariknya, video iklan-iklan politik televisi kemudian tidak luput dari perannya sebagai arena komodifikasi, dimana pesan video iklan bukan lagi sekadar mengenalkan seorang kandidat dan mempersuasi masyarakat, melainkan juga menjadi semacam alat untuk menanamkan makna simbolik. Guna memahami pesan yang ada pada sebuah video iklan. Diperlukan sebuah pendekatan semiotika yang meliputi analisis tanda, simbol, dan makna yang memungkinkan untuk menggali lebih dalam makna pesan yang terkandung dalam video iklan politik versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Setiap pesan dalam iklan memiliki dua tingkatan makna, yaitu makna yang dikemukakan secara ekplisit di permukaan dan makna yang dikemukakan secara implisit di balik tampilan iklan (Noviani dalam Kusrianti, 2004;1). Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Semiotika, atau dalam istilah Roland Barthes adalah semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things) (Sobur, 2009). Guna mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kajian dapat dilakukan melalui sistem tanda dalam video iklan. Video iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas teks verbal maupun nonverbal (visual). Iklan juga menggunakan tiruan indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film (Sobur, 2003;116). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1989;1260) bahwa bahasa verbal adalah unsur-unsur lingual yang diucapkan secara lisan melalui artikulasi setiap manusia, baik berupa bunyi maupun tulisan yang dapat dimengerti oleh setiap lawan tutur. Selain itu, tanda nonverbal merupakan visualisasi berupa gambar, lambang, dan logo. Pada bab-bab selanjutnya istilah tanda “nonverbal” di ganti dengan istilah “visual”. Iklan kampanye menarik untuk dicermati dan dikaji secara mendalam dengan pendekatan semiotika karena sebagaimana layaknya pariwara, kampanye memerlukan strategi dan metode beriklan yang tepat untuk memasarkan diri. Penggunaan bahasa oleh para kandidat bukan hanya persoalan linguistik, tetapi ekspresi ideologi untuk membentuk commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendapat umum dengan membenarkan pendapat satu pihak dan menyalahkan pihak lain (Jufri, 2005;1). Dengan ini, pendekatan semiotika digunakan sebagai sebuah metodologi untuk mengupas dan mengurai unsur pemaknaan tanda yang terkandung dalam iklan dan menafsirkannya. Video iklan memiliki konsep yang beragam, salah satunya adalah video iklan yang memiliki jalan cerita layaknya drama. Video iklan tersebut merupakan karya seni multidimensional, karena di dalamnya terdapat dua unsur sekaligus yaitu film dan musik. Dyer (2009;75) menyebutkan unsur visual adalah sesuatu yang dapat dilihat oleh mata sedangkan narasi dalam video merupakan unsur verbal. Kedua hal tersebut merupakan tanda yang dapat dikaji menggunakan semiotika. Penelitian ini bertujuan untuk mencari makna pesan yang terkandung dalam video iklan dengan menganalisa unsur naratif dan unsur sinematik melalui cuplikan narasi dan video yang telah dipilah menjadi potongan-potongan kalimat serta gambar. Video iklan politik versi
“pesan
Ramadhan
Jokowi-JK
untuk
keluarga
Indonesia”
menghasilkan satu rangkaian kalimat narasi, beberapa adegan pada setiap gambar dan narasi akan mewakili durasi video satu detiknya, dengan penggunaan unsur naratif dan unsur sinematik sebagai aspek utama pembentukan makna pesan pada video iklan politik versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” menjadi fokus dalam penelitian ini.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Pembatasan Masalah Pertama, untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam penelitian ini, Dibuat beberapa batasan masalah agar penelitian memiliki arah dan fokus yang jelas. Penelitian ini diarahkan pada pembacaan pesan yang terdapat pada tanda verbal dan visual melalui analisa unsur naratif dan unsur sinematik yang terdapat pada iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Kedua, pemaknaan pesan yang terkandung dalam tanda verbal dan visual menggunakan analisa denotasi-konotasi
Roland Barthes
dengan menggunakan cuplikan potongan gambar / shot. Ketiga, tahap intrepretasi makna pesan yang terkandung dalam tanda verbal dan visual pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Pendekatan yang digunakan memakai pendekatan Semiotika. Pertama, berpijak pada teori Ferdinand de Saussure (sign-signifiersignifield. Tanda adalah sesuatu selalu memiliki penanda (signifier) dan petanda (signified) (Piliang, 2003;43–44). Bentuk fisik gambar dan Bunyi-bunyi pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” disebut Signifier, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. disebut Signified. Bergulir menuju aksi selanjutnya yang memuat pembacaan makna dengan melakukan tafsir denotatif pada tiap tanda yang disajikan dan kemudian melakukan interpretasi makna pada tataran konotatif. Untuk mempermudah segala macam tanda yang tampak dan disajikan baik itu verbal maupun visual, dilakukan pembagian scene (potongan adegan) agar dapat memahami pola, fokus, “nyawa”, dan kejelasan, yang dapat membantu khalayak memahami cerita (Seger, 1987:4).
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah tersebut di atas, maka perumusan masalah pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Apakah pesan yang terdapat pada tanda verbal dan visual pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” ? 2. Bagaimana tanda verbal dan visual direpresentasikan secara denotasi dan konotasi pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan JokowiJK untuk keluarga Indonesia” ? 3. Bagaimana makna yang hendak disampaikan pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” ?
D. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan pesan yang terdapat pada tanda verbal dan visual pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. 2. Mendeskripsikan lebih mendalam tanda verbal dan visual
yang
direpresentasikan secara denotasi dan konotasi pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. 3. Mendeskripsikan makna yang hendak disampaikan pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”.
E. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut. 1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah penelitian tentang tanda verbal dan tanda visual pada video iklan politik di televisi melalui analisis semiotika, terutama di bidang perfilman dan desain komunikasi visual. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan gambaran tentang makna pesan yang terkandung dalam video iklan commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Kepada semua pihak yang ingin mengetahui atau terkait dengan iklan, baik pengiklan maupun pemirsa iklan. Selain itu hasil
penelitian ju-
ga dapat dipakai sebagai referensi bagi para peneliti yang ingin melanjutkan penelitian tentang semiotika. 3. Secara akademis, penelitian ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memperolah derajat Derajat Magister Program Studi Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Terdapat kecenderungan yang penting dalam kajian-kajian seni rupa dan ilmu-ilmu seni di akhir abad ke-20 di Indonesia, yaitu berpalingnya sejumlah ahli teori kepada semiotika sebagai teori dasar untuk mengupas dunia kesenirupaan. Seni rupa dan desain yang sementara dikelompokkan dalam format budaya, kemudian mengalami pergeseran, yaitu seni rupa dipandang sebagai suatu bahasa yang secara lebih spesifik dikenal sebagai bahasa rupa. Karya seni dapat dipandang sebagat sebuah “prosa” atau “puisi” yang sarat akan pesan dan tanda konotatif maupun denotatif. Cara memandang karya seni rupa sebagai bahasa, kemudian membuka berkembangnya teori-teori semiotika sebagai alat “pembedah” karya-karya tersebut. Meskipun kehadirannya belum semantap dalam wilayah kajian linguistik ataupun sastra, namun kajian-kajian semiotika telah menjadi kecenderungan di berbagai perguruan tinggi khususnya seni di Indonesia sebagai sebuah metodologi baru dalam memaparkan nilai-nilai estetik. Gagasan pemikir semiotika sendiri mengalami proses pengembangan seperti pada Pierce, Levi Strauss, Roland Barthes, Umberto Eco hingga Vihma.
1. Semiotika Secara etimologis, semiotika berasal dari bahasa yunani: semeion yang berarti tanda. Kata semiotik telah digunakan pertama kalinya oleh ahli filsafat Jerman Lambert pada abad XVIII (Zoest, 1992;2). Secara terminologis, Van Zoest (dalam Sobur, 2009;95) mengartikan semiotik sebagai ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain,
pengirimannya
dan
penerimaannya
oleh
mereka
yang
menggunakannya. Sedangkan commitmenurut to user Tinarbuko (2009;12) semiotika 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign), berfungsinya tanda dan memproduksi makna. Semiotika telah digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam menelaah sesuatu yang berhubungan dengan tanda, misalnya karya sastra dan teks video iklan dalam media televisi. Tanda terdapat dimana-mana. Kata adalah tanda, demikian juga gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan dan nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Semiotika menurut Berger (dalam Tinarbuko, 2009;11) memiliki dua tokoh yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Pierce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Pierce di Amerika. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi. Hidayat (dalam Tinarbuko, 2009;12) mengemukakan bahwa di mana ada tanda, disana ada sistem. Pada tahun 1956, Roland Barthes yang membaca karya Saussure: Cours de linguistique générale melihat adanya kemungkinan menerapkan semiotika ke bidang-bidang lain. Barthes mempunyai pandangan
yang bertolak
belakang dengan
Saussure
mengenai
kedudukan linguistik sebagai bagian dari semiotika. Menurutnya, semiotika merupakan bagian dari linguistik karena tanda-tanda dalam bidang
lain
tersebut
dapat
dipandang
sebagai
bahasa,
yang
mengungkapkan gagasan (artinya, bermakna), merupakan unsur yang terbentuk dari penanda - petanda, dan terdapat di dalam sebuah struktur. Berdasar uraian di atas, tanda menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif, tanda mampu menggantikan sesuatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan. Untuk menganalisis teks dan kode visual, metode semiotik bersifat kualitatif-interpretatif, Kusumarini (2006) Metode semiotika secara prinsip bersifat kualitatifinterpretatif dan dapat diperluas sehingga bersifat kualitatif-empiris. Metode kualitatif-interpretatif lebih berfokus kepada teks dan kode yang nampak secara visual sedang metode commit to userkualitatif-empiris membahas pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
subyek pengguna teks. Video iklan sebagai sebuah teks adalah sistem tanda terorganisir menurut kode-kode yang merefleksikan nilai-nilai tertentu, sikap dan juga keyakinan tertentu. Noviani (dalam Kusrianti, 2004;1) Setiap pesan dalam iklan memiliki dua tingkatan makna yang dinyatakan secara eksplisit di permukaan dan makna yang dikemukakan secara implisit di balik permukaan iklan. Dengan demikian, semiotika menjadi metode yang sesuai untuk mengetahui kontruksi makna yang terjadi dalam video iklan dengan menekankan peran sistem tanda dengan konstruksi realitas, maka melalui semiotika ideologi-ideologi di balik iklan bisa dibongkar. Semiotika adalah suatu bentuk strukturalisme, karena ia berpandangan bahwa manusia tidak bisa mengetahui dunia melalui istilah-istilahnya sendiri, melainkan hanya melalui struktur-struktur konseptual dan linguistik dalam kebudayaan. Semiotika adalah usaha untuk menganalisis signifikasi tandatanda. Salah satu refleksi signifikasi tanda adalah iklan. Signifikasi tanda digunakan untuk menyampaikan pesan kepada pembaca atau penonton. Menurut Pierce, sebuah tanda itu mengacu pada suatu acuan, dan representasi adalah fungsi utamanya. Hal ini sesuai dengan definisi dari tanda itu sendiri, yaitu sebagai sesuatu yang memiliki bentuk fisik, dan harus merujuk pada sesuatu yang lain dari tanda tersebut. Dalam pengertian semiotik, termasuk tanda adalah kata-kata, citra, suara, bahasa tubuh atau gesture dan juga obyek. (Noviani, 2002;77). Karya audio visual (film, video iklan, video musik, animasi) merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotik. Seperti dikemukakan oleh Van Zoest (1992) film dibangun dengan tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karena itu menurut Van Zoest, bersamaan dengan tanda-tanda pada film terutama digunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu.commit Memang, ciri gambar-gambar film dan karya to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
audio visual adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjukan. Gambar yang dinamis dalam film ikonis bagi realitas sosial (Noviani 2002;128). Menurut
Tinarbuko
(2010)
dalam
bukunya
Semiotika
Komunikasi Visual, unsur semiotika dalam desain komunikasi visual adalah tanda, kode, dan makna. Tanda menurut Saussure merupakan kesatuan dari penanda dan petanda. Walaupun penanda dan petanda tampak sebagai entitas yang terpisah namun keduanya hanya ada sebagai komponen dari tanda. Tandalah yang merupakan fakta dasar dari bahasa. Artinya kedua hal dari tanda itu tidak dapat dipisahkan, jika pemisahan berlaku maka hanyalah akan menghancurkan “kata” tersebut. Selanjutnya tanda kebahasaan menurut Saussure bersifat arbitrair, atau semenamena. Artinya tidak ada hubungan alami dari petanda dan penanda. Sebagai contoh tentang ini bahwa orang tidak dapat mengerti mengapa istilah blusukkan dipahami sebagai bahasa Indonesia sedangkan kata blusukkan adalah sebuah kata dalam bahasa Jawa. Tanda kebahasaan tersebut tidak dapat dipikirkan sebabnya, tetapi semua orang dapat mengerti bahwa “blusukkan” adalah istilah untuk keluar masuk pada tempat yang jarang dilewati atau didatangi orang tanpa harus memperdebatkannya. Menurut Roland Barthes, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah seperangkat yang dipakai dalam rangka upaya berusaha mencapai jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Ia pun membedakan dua pengertian (signification) dari semiotika yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah level deskriptif dan harfiah makna yang disepakati seluruh anggota budaya. Pada level konotasi, makna dihasilkan oleh hubungan antara signifier dan budaya secara luas yang mencakup kepercayaan-kepercayaan, tingkah laku, kerangka kerja dan ideologi dari sebuah formasi sosial. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) commit memakai to hal-hal user (things), memaknai (to signify)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. (Sobur, 2003;15). Sedangkan menurut Pierce, tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu. Jika sesuatu misalnya A adalah baju kotak-kotak, maka ia dapat mewakili B, yaitu misalnya pendukung Jokowi (pengalaman). Tanda semacam itu dapat disebut sebagai indeks, yakni antara A dan B ada keterkaitan (contiguity). Sebuah foto atau gambar adalah tanda yang disebut ikon. Tanda juga bisa merupakan lambang, jika hubungan antara tanda itu dengan yang diwakilinya didasarkan pada perjanjian (convention), misalnya lampu merah yang mewakili larangan (gagasan) berdasarkan perjanjian yang ada dalam masyarakat. Ketika semua bentuk komunikasi adalah tanda, maka dunia ini penuh dengan tanda. Ketika berkomunikasi, pada saat itu juga menciptakan tanda sekaligus makna. Dalam perspektif semiologi atau semiotika, pada akhirnya komunikasi akan menjadi suatu ilmu untuk mengungkapkan pemaknaan dari tanda yang diciptakan oleh proses komunikasi itu sendiri.
a.
Ferdinand de Saussure Sebagai seorang ahli linguistik, Saussure tertarik pada bahasa.
Dia lebih memperhatikan cara tanda-tanda terkait dengan tanda lain dan bukannya cara tanda terkait dengan objeknya seperti yang dikemukakan Pierce. Saussure hanya benar-benar menaruh perhatian pada simbol karena kata-kata merupakan simbol. Saussure sangat tertarik pada relasi penanda dengan petanda dan satu tanda dengan tanda-tanda yang lain. Istilah “petanda” dari Saussure mirip dengan interpretant dari Pierce, tapi Saussure tak pernah menggunakan kata “efek‟ untuk mengaitkan penanda dengan petanda. Ada lima pandangan dari Saussure yang kemudian menjadi peletak dasar dari strukturalisme Levi Strauss, diantaranya: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16 1). Signified dan Signifier Bagi Saussure tanda merupakan objek fisik dengan sebuah
makna atau untuk menggunakan istilahnya sebuah tanda terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda (Signifier) adalah citra tanda seperti yang dipersepsikan. Signifier adalah bunyi bermakna atau coretan yang bermakna yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan signified adalah gambaran mental yakni pikiran atau konsep mental dari bahasa (Sobur, 2009;125). Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda. Suara-suara baik suara manusia, binatang, atau bunyi-bunyian hanya bisa dikatakan sebagai bahasa atau berfungsi sebagai bahasa apabila suara atau bunyi tersebut mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan ide-ide, pengertian-pengertian tertentu. Meskipun antara penanda dan petanda tampak sebagai entitas yang terpisah namun keduanya hanya ada sebagai komponen tanda. Saussure menggambarkan tanda yang terdiri dari signifier dan signified itu sebagai berikut.
Gambar 1. Peta Tanda Saussure Sumber: Sobur, Analisis Teks Media. (2009;125)
Hubungan antara keberadaan fisik tanda konsep mental dinamakan signification. Dengan kata lain, Fiske (dalam Sobur, 2009;125) menyatakan bahwa signification adalah upaya dalam memberi makna terhadap dunia. Hubungan diantara signifier dan signified bersifat to user arbitrer (manasuka) dancommit hanya berdasarkan konvensi, kesepakatan, dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
peraturan dari kultur pemakai bahasa tersebut. Bagi Saussure, sifat arbitrer tanda merupakan inti bahasa manusia. Artinya tidak ada relasi pasti antara penanda dan petanda. Relasinya ditentukan berdasarkan konvensi aturan atau kesepakatan diantara penggunanya. 2). Form and Content Saussure membandingkan form and content dengan permainan catur. Dalam permainan catur, papan dan biji catur tidak terlalu penting. Yang penting adalah fungsinya yang dibatasi dan aturan-aturan permainannya. Jadi bahasa berisi sistem nilai, bukan koleksi unsur yang ditentukan oleh materi, tetapi ditentukan oleh perbedaannya (Sobur, 2009;48). Contoh lainnya adalah kata “padi” dalam bahasa Indonesia umpamanya tidak sama persis dengan kata “rice” dalam bahasa inggris karena kata Indonesia tersebut terpisah dari kata atau dibedakan dengan kata rice. Artinya kata “padi” tidak masuk dalam differensiasi sistem arti dalam bahasa inggris. 3). Langue and Parole Saussure membedakan tiga istilah dalam bahasa Prancis: langage, langue (sistem bahasa), dan parole (kegiatan ujaran). Langage mengacu kepada bahasa pada umumnya yang terdiri dari langue dan parole. Sobur (2009;49) mengungkapkan langage adalah kemampuan berbahasa yang ada pada setiap manusia yang sifatnya pembawaan, namun pembawaan ini mesti dikembangkan dengan lingkungan dan stimulus yang menunjang. Pengertian umum langue adalah abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat sosial budaya, sedangkan parole adalah ekspresi bahasa pada tingkat individu (Sobur, 2009;50). Dalam konsep Saussure, langue dimaksudkan bahasa sejauh merupakan milik bersama dari suatu golongan bahasa tertentu. Kleden dan Probonegoro (dalam Sobur, 2009;50) mengungkapkan langue sebagai cabang linguistik yang menaruh perhatian pada tanda-tanda bahasa atau pada kode bahasa. Kode bahasa ini terdiri atas fonem dan morfem. Jika langue mempunyai objek studi sistem atau tanda atau kodetomaka commit user parole adalah living speech yaitu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
bahasa
yang
hidup
atau
bahasa
sebagaimana
terlihat
dalam
penggunaannya (Sobur, 2009;51). Parole lebih memperhatikan faktor pribadi pengguna bahasa. 4). Synchronic and Diachronic Kedua istilah ini berasal dari kata Yunani “khronos” yang berarti waktu dan dua awalan “syn” dan “dia”, masing-masing berarti “bersama” atau “melalui”, yang dimaksud dengan studi sinkronis sebuah bahasa menurut Lyons (dalam Sobur, 2009:53) adalah deskripsi tentang keadaan tertentu bahasa tersebut pada suatu masa. Sinkronis mempelajari bahasa tanpa mempersoalkan urutan waktu. Sedangkan yang dimaksud dengan diakronis menurut Barthes (dalam Sobur, 2009;53) adalah menelusuri waktu. Jadi studi diakronis atas bahasa tertentu adalah deskripsi tentang perkembangan sejarah melalui waktu. Misalnya studi diakronis bahasa Inggris mungkin mengalami perkembangan dimasa catatan-catatan kita yang paling awal sampai sekarang ini. 5). Syntagmatic dan Associative Satu lagi struktur bahasa yang dibahas dalam konsepsi dasar Saussure tentang sistem pembedaan diantara tanda-tanda adalah mengenai syntagmatic dan associative atau antara sintagmatik dan associative. Hubungan-hubungan ini terdapat pada kata-kata sebagai rangkaian bunyi-bunyi maupun kata-kata sebagai konsep. Cobley dan Jansz (dalam Sobur 2009;55) memberi contoh sederhana. Jika kita mengambil sekumpulan tanda “seekor kucing berbaring diatas karpet”. Maka satu elemen tertentu, kata “kucing” misalnya, menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan “seekor”, “berbaring” atau “karpet”. Sekarang kita lihat bagaimana kemudian kata “kucing” dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya. Kini digabungkan dengan “seekor”, “berbaring”, “di”, “atas”, “karpet”. Kata “kucing” menghasilkan rangkaian yang membentuk sebuah sintagma (kumpulan tanda yang berurut secara logis). Melalui cara ini, “kucing” bisa memiliki hubungan paradigmatik (hubungan yang saling menggantikan) dengan “singa” dan “anjing”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
b. Charles Sander Pierce Filsuf Amerika ini terkenal dengan pemikiran pragmatisnya yang menyatakan bahwa tidak ada objek atau konsep yang memiliki secara inheren keabsahannya. Kebermaknaannya hanya ada apabila objek atau konsep tersebut diterapkan dalam praktik. Peirce dikenal dengan konsep triadik dan trikotominya. Prinsip dasar dari tanda triadik tersebut bersifat representatif. Berdasarkan prinsip ini, tanda menjadi wakil yang menjelaskan sesuatu. Peirce called the perceivable part of the sign a representamen (literally “something that does the representing”) and the concept that it encodes the object (literally”something cast outside for observation”). He termed the meaning that someone gets from the sign the interpretant (Danesi dan Perron, Analizyng Culture. 1999;73) Rumusan ini mengimplikasikan bahwa makna sebuah tanda dapat berlaku secara pribadi, sosial atau bergantung pada konteks khusus tertentu.
Representamen
berfungsi
sebagai
tanda
(Saussure
menamakannya signifier). Perlu dicatat bahwa secara teoritis, Peirce menggunakan istilah representamen dengan merujuk pada triadik secara keseluruhan.
Namun
secara
terminologis,
ia
kadang-kadang
menggunakan istilah sign alih-alih representamen. Object adalah sesuatu yang di-wakili oleh representamen yang berkaitan dengan acuan. Object dapat berupa representasi mental (ada dalam pikiran), dapat juga berupa sesuatu yang nyata di luar tanda. Interpretant merupakan makna dari tanda. Pada beberapa kesempatan, ia menggunakan istilah significance, signification, atau interpretation. Tanda sendiri tidak dapat mengungkapkan sesuatu. Tanda hanya menunjukkan. Tugas penafsir memberi makna berdasarkan pengalamannya (Nöth, Hanbook of Semiotics. 1995;42,43). Tipologi dasar dari Peirce dapat dilihat pada gambar berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Gambar 2. Tipologi Pierce Sumber : Danesi dan Perron, Analizyng Culture. (1999;74-75)
Ketiga unsur tersebut diperinci menjadi tiga trikotomi seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 1. Tipologi Pierce Sumber : Danesi dan Perron, Analizyng Culture. (1999;74-75)
Mode Of Representation. Hal tersebut berkenaan dengan tingkat keberlakuan tanda yang berkaitan dengan upaya manusia memahami dunianya. 1. Dikatakan
firstness
karena
ikon
adalah
bentuk
representamen yang paling lekat dengan objek yang diwakilinya sehingga tanda dikenali pada tahap awal. Selain commit to user contoh yang telah tertera pada tabel, urutan sekuen yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21 normal dalam narasi juga merupakan ikon dari sekuen suatu peristiwa, contoh: kalimat Julius Caesar: veni, vidi, vici. Ada ikon yang terbentuk dalam konteks kultural. Oleh karena itu, manifestasinya dalam setiap budaya dapat berbeda. 2. Dikatakan secondness karena index merupakan sebab akibat atau
ada
kontiguitas
antara
tanda
sekunder
yang
memperingatkan adanya tanda lain yang utama. Tingkat keberlakuan tanda dan pemahaman berhadapan dengan kenyataan, ada pertemuan dengan dunia luar. Pada tingkat ini, tanda masih ditandai secara individual. 3. Dikatakan thirdness karena representamen yang tidak dapat terlepas dari konteks sejarah/sosial suatu masyarakat adalah simbol yang terbentuk berdasarkan kesepakatan; antara simbol dan interpretant tidak ada kaitan apa pun. Tingkat keberlakuan tanda dan pemahaman penafsir bersifat sebagai aturan, hukum, atau yang sudah berlaku umum. 4. Dari sudut pandang interpretant, sebuah teks adalah rheme apabila teks tersebut tidak lengkap, teks didominasi dengan fungsi ekspresif, atau struktur teks memungkinkan berbagai interpretasi. Contoh: teks sastra, puisi. 5. Teks deskriptif, baik fiksi maupun nonfiksi memiliki ciri dicisign karena bersifat informatif. 6. Teks ilmiah dan hukum sarat dengan argument.
Sudut pandang pragmatik teks dapat memiliki berbagai interpretant, bergantung pada pengaruhnya terhadap penafsir. Hoed (Bahasa dan Sastra dalam Tinjauan Semiotik dan Hermeneutik. 2004;55) mengemukakan bahwa, berbeda dengan Saussure, Peirce melihat tanda tidak sebagai suatu struktur, tetapi sebagai suatu proses pemaknaan tanda yang disebutnya semiosis. Semiosis merupakan proses tiga tahap dan dapat terus berlanjut. Artinya, interpretant pada gilirannya dapat menjadi representamen, dan seterusnya. Peirce menyatakan bahwa proses commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
semiosis tidak terbatas, bergantung pada pengalaman. Berikut ini uraian proses semiosis. a.
Pencerapan representamen (R) yang dilihat oleh manusia (ini yang disebut dengan “tanda”).
b.
Perujukan representamen pada objek (O) yang merupakan konsep yang dikenal oleh pemakai tanda.
c.
Penafsiran makna interpretant (I) oleh pemakai tanda, setelah representamen dikaitkan dengan objek.
• Contoh semiosis pada gambar : O : Diponegoro
R : (Gambar) seorang laki-laki
I/O : Komandan pasukan
R : Pejuang melawan Belanda
I/O : Pahlawan
R : Orang yang membela kebenaran I/O : Pemberani, dst • Contoh semiosis pada bahasa : O : Makanan pokok di Maluku
R : (Kata) Sagu
I : Makanan tradisional
• Contoh semiosis pada emoticon : O : Wajah tersenyum
R:
☺
I : Gembira
Sumber : Irzanti Susanto “Metode Semiotika” ( perkuliahan Prof. Dr.B.H.Hoed “Teori dan Metode Penelitian” ) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
c. Roland Barthes Salah seorang pengikut Saussure, Roland Barthes membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).
Memaknai
(to
signify)
dalam
hal
ini
tidak
dapat
dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Bertolak dari prinsip-prinsip Saussure, Barthes menggunakan konsep sintagmatik dan paradigmatik untuk menjelaskan gejala budaya, seperti sistem busana, menu makan, arsitektur, lukisan, film, iklan, dan karya sastra. Ia memandang semua itu sebagai suatu bahasa yang memiliki sistem relasi dan oposisi. Beberapa kreasi Barthes yang merupakan warisannya untuk dunia intelektual adalah (1) konsep konotasi yang merupakan kunci semiotik dalam menganalisis budaya, dan (2) konsep mitos yang merupakan hasil penerapan konotasi dalam berbagai bidang dalam kehidupan sehari-hari. Barthes (dalam Sobur, 2009;15) mengungkapkan memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Menurut Barthes (dalam Sobur, 2009:63) bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada. Sistem pemaknaan kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, sedangkan pemaknaan tataran pertama ia sebut denotatif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24 Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang
signifikasi dua tahap (two order of signification) seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 3. Peta Tanda Roland Barthes
Sumber: Sobur, Semiotika Komunikasi, 2009
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat yang bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Hanya jika kita mengenal tanda “singa” barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan dan keberanian menjadi mungkin.
1). Sistem Pemaknaan Tingkat Pertama (Denotatif) Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
melandasi keberadaannya. Dalam hal ini, denotasi justru diasosiasikan dengan ketertutupan makna (Sobur, 2009;70). Menurut Lyons (dalam Sobur, 2009;263) denotasi adalah hubungan yang digunakan dalam tingkat pertama pada yang secara bebas memegang peranan penting didalam ujaran. Kridalaksana (dalam Sobur, 2009;263) mendefinisikan denotasi sebagai makna kata atau kelompok
kata yang didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada
sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan sifatnya objektif. Denotasi dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang sesungguhnya bahkan kadang juga dirancurkan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut denotasi ini biasanya mengacu pada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Makna denotasi bersifat langsung yaitu makna khusus yang terdapat pada sebuah tanda pada dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata yang disebut sebagai makna referensial, makna yang biasa ditemukan dalam kamus. Keraf (dalam Sobur, 2009;265) mengungkapkan bahwa makna denotasi (denotative meaning) disebut juga dengan beberapa istilah seperti makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual atau ideasional, makna referensial atau makna
proposisional.
Disebut
makna
denotasional,
referensial,
konseptual atau ideasional karena makna itu menunjuk pada (denote) kepada suatu referen, konsep, atau ide tertentu dari sebuah referen. Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan, dan makna ini disebut juga makna proposisional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataanpernyataan yang bersifat faktual. Ketika mengucapkan sebuah kata yang mendenotasikan suatu hal tertentu, maka itu berarti kata tersebut menunjukkan, mengemukakan dan
menunjuk
pada
hal
itu
sendiri.
Misalnya
kata
“ayam”
mendenotasikan atau merupakan sejenis unggas tertentu yang memiliki ukuran tertentu, berbulu, commit berkotektodan usermenghasilkan telur.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
2). Sistem Pemaknaan Tingkat Kedua (Konotatif) Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, Fiske (dalam Sobur, 2009;128) mengatakan bahwa denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Konotasi menempatkan denotasi sebagai penanda terhadap petanda atau Signified baru sehingga melahirkan makna konotasi (second order signification). Penanda dalam pemaknaan konotasi terbentuk melalui tanda denotasi yang digabungkan dengan petanda baru atau tambahan sehingga tanda denotasi akan sangat menentukan signifikasi selanjutnya. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi
yang
disebutnya
sebagai
mitos
dan
berfungsi
untuk
mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Konotasi mengacu pada makna yang menempel pada suatu kata karena sejarah pemakainnya. Jika denotasi sebuah kata adalah objketif kata tersebut, maka konotasi sebuah kata adalah makna subjektif atau emosionalnya. Barthes merumuskan tanda sebagai sistem yang terdiri dari expression (E) yang berkaitan relation (R) dengan content (C). Ia berpendapat bahwa E-R-C adalah sistem tanda dasar dan umum. Teori tanda tersebut dikembangkannya dan ia menghasilkan teori denotasi dan konotasi. Menurutnya, content dapat dikembangkan. Akibatnya, tanda pertama (E1 R1 C1) dapat menjadi E2 sehingga terbentuk tanda kedua: E2 (=E1 R1 C1) R2 C2. Tanda pertama disebutnya sebagai denotasi; yang kedua disebutnya semiotik konotatif. Barthes menggambarkan hubungan kedua makna tersebut sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27 Gambar 4. Konsep Konotasi dan Denotasi
Denotasi merupakan makna yang objektif dan tetap; sedangkan konotasi sebagai makna yang subjektif dan bervariasi. Meskipun berbeda, kedua makna tersebut ditentukan oleh konteks. Makna yang pertama, makna denotatif, berkaitan dengan sosok acuan, misalnya kata merah bermakna “warna seperti warna darah” (secara lebih objektif, makna dapat digambarkan menurut tata sinar). Konteks dalam hal ini untuk memecahkan masalah polisemi; sedangkan pada makna konotatif, konteks mendukung munculnya makna yang subjektif. Konotasi membuka kemungkinan interpretasi yang luas. Dalam bahasa, konotasi dimunculkan melalui: majas (metafora, metonimi, hiperbola, eufemisme, ironi, dsb), presuposisi, implikatur. Secara umum (bukan bahasa), konotasi berkaitan dengan pengalaman pribadi atau masyarakat penuturnya yang bereaksi dan memberi makna konotasi emotif misalnya halus, kasar/tidak sopan, peyoratif, akrab, kanak-kanak, menyenangkan, menakutkan, bahaya, tenang, dsb. Jenis ini tidak terbatas. Pada contoh di atas: MERAH bermakna konotatif emotif. Konotasi ini bertujuan membongkar makna yang terselubung. Salah satu karya besarnya yang merupakan hasil dari penerapan metode analisis struktural, konsep sintagmatik, dan paradigmatik adalah sistem berbusana. Ia menganalogikan dikotomi dari Saussure: langue - parole dengan tata busana (unsur-unsur mode dan aturannya) aktualisasi individual. Tata busana menentukan mode pada masa tertentu. Di negara yang memiliki empat musim, ada tata busanacommit untuktosetiap user musim. Sistem ini disebutnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
sebagai denotasi, misalnya, warna gelap (hitam, abu-abu, biru, hijau tua) dan model tertutup untuk musim dingin, warna cerah dan untuk musim semi; model terbuka untuk musim panas. Di samping hal tersebut, majalah mode, pada umumnya, menambahkan keterangan tentang waktu, tempat pakaian dengan model tertentu bisa dikenakan, tentang gaya perorangan, tentang efek sosial yang ditimbulkan. Ini semua termasuk ke dalam sistem konotasi mode. Arthur Asa Berger (dalam Sobur, 2009;263) mengemukakan bahwa konotasi melibatkan simbol-simbol, historis dan hal-hal yang berhubungan dengan emosional. Makna konotatif bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai tertentu. Kalau makna denotatif hampir bisa dimengerti banyak orang, maka makna konotatif hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya lebih kecil. Keraf (dalam Sobur, 2009;266) mengungkapkan bahwa konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif atau makna evaluatif. Makna konotatif adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju tidak setuju, senang-tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar. Konotasi sebagai makna kedua dari tanda dapat juga ditampilkan melalui teknik-teknik visual. Dalam video maupun gambar terkandung level produksi yang berbeda (Framing, layout, technical treatment, choice). Untuk memunculkan sebuah makna konotasi, Barthes (2010;6) menyusun tahap-tahap konotasi. Agar dipahami dengan jelas, tiga tahap pertama (trick effect, pose dan object) harus dibedakan dengan tiga tahap terakhir (photogenia, aesthetisicm, dan sintax). Tahap-tahap ini sudah sering didengar dan tidak dijelaskan dengan detail, tetapi hanya diposisikan secara struktural.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29 a). Trick effect (efek tiruan) Trick effect memanfaatkan kredibilitas yang dimiliki oleh foto.
Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknikteknik visual yang terdapat dalam shot. Seperti dapat dilihat merupakan kekuatan luar biasa denotasi untuk mengelupas pesan yang seolah-olah hanya bersifat denotatif belaka, tetapi sarat dengan dengan muatan konotatif. Metode ini memanipulasi kontek komunikasi, salah satunya dengan menambah atau meniadakan beberapa hal atau mengubah latar warna. Trick effects bisa mengubah hal penting dalam suatu scene atau mungkin hanya berperan minor seperti mengganti pencahayaan atau kontras warna. b). Pose (sikap) Ketika berbicara tentang pose, otomatis langsung teringat kepada objek tubuh. Pose merupakan komunikasi nonverbal yang dilihat melalui bahasa tubuhnya. Metodenya misalnya dilakukan dengan cara menampilkan
gambar
setengah tubuh, tatapan mata ke atas, kedua
tangan menyatu. Gerakan-gerakan diatas jika ditampilkan akan terlihat sosok seseorang yang seolah-olah sedang berdoa. c). Object (objek) Pengaturan
sikap atau posisi objek mesti sungguh-sungguh
diperhatikan karena makna akan diserap dari objek yang diambil. Daya tarik akan semakin besar apabila objek yang
digunakan bisa
merujuk
merujuk
pada
intelektualitas)
jejaring atau
ide
tertentu
kalau mau
(rak
lebih
buku
pada
rumit lagi, simbol-simbol
berkesan dalam masyarakat (pintu kamar gas yang menjadi tempat eksekusi
mati seorang
tahanan
merujuk
pada pintu gerbang
pemakaman dalam mitologi kuno). Objek-objek ini bisa menjadi elemen luar biasa bagi proses pertandaan. Contoh lainnya adalah “komposisi” objek-objek yang terdiri dari jendela yang terbuka kearah kebun anggur dan atap terbuat dari genteng; di depan jendela tersebut terdapat kaca mata tua, album foto, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
dan pot bunga yang diletakkan di atas meja. Komposisi ini merujuk pada lokasi sekitar kira-kira sebelah selatan Loire ( yang khas dengan kebun anggur dan atap genteng), di rumah seorang kalangan borjuis (bunga-bunga diatas meja) dan berusia lanjut (kacamata tua) yang sedang mengenang tahun-tahun hidupnya (album foto). Konotasi “menyeruak” keluar dari semua unit pertandaan, namun seolah scene dalam gambar tersebut direkam secara langsung dan spontan atau tanpa proses pertandaan. d). Photogenia (fotogenia) Teori tentang
photogenia
merupakan
aspek-aspek teknis
dalam produksi foto dan video seperti pada pencahayaan dan pencetakan hasil (Barthes, 2010;10). Dalam photogenia, pesan konotatif
adalah
gambar itu sendiri yang “diperhalus” dengan teknik-teknik pencahyaan dan pengurangan bias cahaya. Melalui “permainan” pencahayaan sebuah adegan bisa ditampilkan secara lebih dramatis atau romantis. e). Aesthetisicm (estetis) Aestheticism erat kaitannya dengan “seni”. Aestheticism berhubungan dengan keindahan. Dalam suatu adegan (scene) bisa ditemukan gambaran
yang
sudah
diatur
sedemikian rupa hingga
tampak seperti lukisan. Ide-ide yang terkandung dalam aestheticism mirip dengan seni lukis. Aestheticism melihat pada makna keseluruhan makna gambar layaknya lukisan. Jika gambar biasa hanya menampilkan sosok, benda, dan menawarkan fakta saja tetapi aestheticism melihat secara keseluruhan. Gambar pedesaan di sore hari ketika matahari terbenam misalnya bisa diartikan sebagai ketenangan atau kedamaian. f). Sintax (sintaksis) Sintax
adalah
gabungan
yang
membentuk
makna. Jika
kelima syarat di atas hanya melihat adegan per-adegan maka sintax melibatkan beberapa scene untuk melihat makna konotasi yang terkandung di dalamnya. Makna konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Kata “mitos” berasal dari bahasa Yunani myhtos yang berarti “kata”, “ujaran”, “kisah tentang dewa-dewa”. Sebuah mitos adalah narasi yang karakter-karakter utamanya adalah para dewa, para pahlawan dan makhluk mistis, plotnya berputar disekitar asal muasal benda-benda atau di sekitar makna benda-benda, dan settingnya adalah dunia metafisika yang dilawankan dengan dunia nyata. Pada tahap awal kebudayaan manusia, mitos berfungsi sebagai teori asli mengenal dunia. Seluruh kebudayaan telah menciptakan
kisah-kisah untuk menjelaskan asal-
usul mereka (Danesi, 2010;207). Menurut Urban (dalam Sobur, 2009;222), mitos adalah cara utama yang unik untuk memahami realitas. Menurut Molinowski
(dalam Sobur, 2009;222)
mitos
adalah
pernyataan purba tentang realitas yang lebih relevan. Mitos dari Barthes mempunyai makna yang berbeda dengan konsep mitos dalam arti umum. Sebaliknya dari konsep mitos tradisional, mitos dari Barthes memaparkan fakta. Mitos adalah murni sistem ideografis. Hoed (ibid.59) menguraikan perjalanan konotasi menjadi mitos dari Barthes. Bagi Barthes, mitos adalah bahasa: le mythe est une parole. Konsep parole yang diperluas oleh Barthes dapat berbentuk verbal (lisan dan tulis) atau nonverbal: n’importe quelle matière peut être dotée arbitrairement de signification” materi apa pun dapat dimaknai secara arbitrer. Seperti kita ketahui, parole adalah realisasi dari langue. Oleh karena itu, mitos pun dapat sangat bervariasi dan lahir di dalam lingkup kebudayaan massa. Mitos merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang menetap pada suatu komunitas berakhir menjadi mitos. Pemaknaan tersebut terbentuk oleh kekuatan mayoritas yang memberi konotasi tertentu kepada suatu hal secara tetap sehingga lama kelamaan menjadi mitos: makna yang membudaya. Barthes membuktikannya dengan melakukan pembongkaran (dé montage sémiologique). Ciri-ciri mitos (Barthes, 1957;122-130) : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32 a). Deformatif. Barthes menerapkan unsur-unsur Saussure
menjadi
form
signification
(signifier),
yang
concept
merupakan
(signified).
Ia
hasil dari hubungan
menambahkan kedua unsur
tadi. Signification inilah yang menjadi mitos yang mendistorsi makna sehingga tidak lagi mengacu pada realita yang sebenarnya: The relation which unites the concept of the myth to its meaning is essentially a relation of deformation (Tallack, 1995;36). Pada mitos, form dan concept harus dinyatakan. Mitos tidak disembunyikan; mitos berfungsi mendistorsi, bukan untuk menghilangkan. Dengan demikian, form dikembangkan melalui konteks linear (pada bahasa) atau multidimensi (pada gambar). Distorsi hanya mungkin terjadi apabila makna mitos sudah terkandung di dalam form. b). Intensional. Mitos merupakan salah satu jenis wacana yang dinyatakan secara intensional. Mitos berakar dari konsep historis. Pembacalah yang arus menemukan mitos tersebut. Contoh: Ketika ia berjalan-jalan di Spanyol, ia melihat kesamaan arsitektur rumah-rumah di sana dan ia mengenali arsitektur itu sebagai produk etnik: gaya basque. Secara pribadi, ia tidak merasa terdorong untuk menyebutnya dengan sebuah istilah. Namun, ketika ia berjalan-jalan di Paris dan ia melihat sebuah rumah yang, berbeda dengan sekitarnya, berbentuk villa kecil, rapi, bergenting merah, berdinding setengah kayu berwarna cokelat tua, beratap asimetris, secara spontan, ia menyebutnya sebagai villa bergaya basque. c). Motivasi. Bahasa bersifat arbitrer, tetapi, kearbitreran itu mempunyai batas, misalnya melalui afiksasi, terbentuklah kata-kata turunan : baca-membaca-dibaca-terbaca-pembacaan. Sebaliknya, makna mitos tidak arbitrer, selalu ada motivasi dan analogi. Penafsir dapat menyeleksi motivasi dari beberapa kemungkinan motivasi. Mitos bermain
atas
analogi antara makna dan bentuk. Analogi ini bukan
sesuatu yang alami, tetapi bersifat historis. Berikut ini beberapa contoh mitosnya. Hal minuman anggur di Prancis: denotasi dari anggur adalah minuman beralkohol yang bisato memabukkan. Barthes mengamatinya commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
lebih dalam. Orang sangat menikmati anggur yang diminumnya bukan sekadar untuk bermabuk-mabukan. Hal tersebut ditunjukkan pula oleh adanya pelabelan tahun bagi minuman tersebut. Anggur dengan merek tertentu dengan usiayang semakin tua semakin mahal harganya. Dalam menu makan, anggur mengambil bagian sintagmatik, yaitu anggur putih menyertai makanan dengan ikan, anggur merah dengan daging, dsb. Dengan demikian,
konotasi
anggur, yaitu kenikmatan, tertanam di
dalam praktik kehidupan sehari-hari, memegang peranan dalam menu dan pada
akhirnya
menjadi
mitos. Pada bukunya yang berjudul
Mythologies, Barthes mengupas 28 teks dari berbagai bidang dalam konteks
kehidupan sehari-hari: pertunjukan, novel, buku petunjuk,
iklan, keadaan, makanan, boneka, foto, mobil, bahan baku plastik, film, dan otak manusia (Einstein). Setelah melalui beberapa proses pencerapan guna membahas secara keseluruhan video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” ini, bahwa teori Barthes lebih sesuai karena dapat menyatukan makna unsur-unsurnya. walaupun teori Peirce juga dapat diterapkan pada tanda yang berupa gambar. Analisis video iklan diawali dengan pemahaman tanda verbal yang berupa kalimat-kalimat yang menyertai gambar (visual) Bagi Saussure, Peirce dan Barthes, tanda dapat dimaknai secara terbuka, tetapi dibatasi oleh konteks, baik teks itu sendiri maupun konteks sosial budaya, serta pengetahuan/pengalaman pembaca. Tanda tidak memiliki makna yang stabil. Teori Saussure, Peirce dan Barthes memperlihatkan persamaan dan perbedaan dalam hal perincian pemaknaan. Saussure memaknai tanda terdiri dari signifier dan signified, Barthes dengan jelas membelah makna menjadi denotasi dan konotasi. Tidak demikian halnya dengan Peirce. Ia mengatasnamakan keduanya sebagai konsep interpretant. Baginya, yang penting adalah proses semiosis. Oleh karena itu, dalam analisis, objek amatan memegang peranan dalam menentukan alat yang lebih sesuai: objek berstruktur dan ada perubahan makna signifier signified, denotasi ke konotasi atau commit dan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
merupakan ikon, indeks, simbol. Konsep ketiga tokoh bertemu pada titik interpretasi. signified saussure adalah Interpretant dari Peirce, sedangkan Interpretant sama dengan konsep konotasi dari Barthes. Ketiga teori dapat bergabung dalam suatu analisis dan saling melengkapi, terutama dalam analisis yang terdiri atas gambar/nonverbal (ikon dan simbol) dan unsur verbal. Persamaan lain, yaitu makna bersifat dinamis, berubah sesuai waktu, tempat, dan penafsir.
2. Semiotika Film Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk memperngaruhi khalayaknya. Gramer Turner (dalam Sobur, 2009;127) menolak perspektif yang melihat film sebagai refleksi masyarakat. Makna film sebagai representasi dari realitas masyarakat, bagi Turner berbeda dengan film sekedar sebagai refleksi dari realitas. Sebagai refleksi dari realitas, film sekedar memindahkan realitas ke layar tanpa mengubah realitas itu. Sementara, sebagai representasi dari realitas, film membentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi kebudayaannya. Seperti dikemukakan oleh Van Zoest (dalam Sobur 2009;128) film dibangun dengan tanda-tanda semata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karena itu menurut Van Zoest (dalam Sobur, 2009;128) bersamaan dengan tanda-tanda arsitektur, terutama indeksikal, pada film terutama digunakan tanda-tanda ikonis yang menggambarkan sesuatu. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara, kata yang diucapkan ditambah dengan suarasuara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis yakni tanda yang menggambarkan sesuatu (Sobur, 2009;128). Musik yang semakin keras dengan cara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
tertentu mirip ancaman yang mendekati kita. Ada banyak jalan dalam memaknai teks-teks yang terdapat dalam film, misalnya, memaknai unsur gramatikalnya, unsur penokohannya, teknik visualisasinya. Namun, jika hanya memaknai teks foto hanya berangkat dari satu frame/shot saja tak akan ada bedanya saat memaknai teks yang terdapat dalam fotografi. Menurut Sardar & Loon (1997) Film dan televisi memiliki bahasanya sendiri dengan sintaksis dan tata bahasa yang berbeda. Film pada dasarnya bisa melibatkan bentuk-bentuk simbol visual dan linguistik untuk mengkodekan pesan yang sedang disampaikan. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting dalam adalah gambar dan suara: kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar) dan musik film (Sobur, 2009;128). Figur utama dalam pemikiran semiotika sinematografi hingga sekarang adalah Christian Metz dari Ecole des Hautes Etudes et Sciences Sociales (EHESS) Paris. Christian Metz menjabarkan paradigmanya dengan menyebutkan bahwa penanda dan petanda memiliki relasi “motivasi” dan “beralasan”. Dalam arti, penanda dalam film selalu memiliki hubungan “motivasi” dengan petanda, dan petanda dalam film selalu memiliki “alasan” yang berkaitan dengan penanda (Metz, 1974;108-109). Petanda dalam film tidak pernah semena. Penanda sinematografis selalu kurang lebih beralasan dan tidak pernah semena. Semiotika film bukan merupakan teori film yang baru sama sekali, sebelum Metz, teori film dipelopori secara serius oleh Ricciotto Canudo (1907), kemudian disusul para teoritikus seperti Louis Delluc, Jean Epstein, Germain Dulac, Eisenstein, Kulechov, dan Pudovkin. Namun hanya Metz yang mengembangkan teori ini dengan membawa semiologi klasik, teori psikoanalisis freudian-lacanian menjadi generasi kedua semiologi sinema di tahun 1970-an (Masak, 2002;281). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Metz memandang film sebagai bahasa atau setidaknya medium menyerupai bahasa yang memungkinkan manusia untuk menggali partikel-partikel di dalamnya. Metz juga menjelaskan bahwa sebuah shot bukan lebih dekat dengan kata, melainkan dengan kalimat yang di dalamnya memiliki banyak partikel lain yang setara dengan kata-kata (Masak, 2002;282) semiotika Metz membaca tanda-tanda dalam film bukan sebagai teks yang utuh, melainkan melakukan pembacaan tandatanda pada partikel filmis yang disajikan. Selain Metz, Tynianov menyebutkan bahwa sinema memiliki andil menunjukkan sebuah dunia yang kasat mata dalam bentuk tanda-tanda semantik melalui montase dan pencahayaan, sedangkan Eikhenbaum melihat sinema merupakan sebuah sistem tertentu seperti yang ada pada bahasa kiasan, sinema memiliki hubungan dengan frase dan kalimat (Stam dkk, 1992;29). Berbeda dengan “tanda” dalam bahasa yang arbitrer, penanda dalam sinematografis memiliki hubungan “motivasi” atau “beralasan” dengan petanda yang tampak jelas melalui hubungan penanda dengan alam yang dirujuk (Masak, 2002;283) atau yang dapat disebutkan bahwa “motivasi” dalam hal ini adalah segala macam partikel yang tampak dan disajikan baik itu audio maupun visual, yang dalam rangkaiannya berfungsi untuk menggulirkan aksi-aksi lain menuju sequence-sequence yang muncul karena keterkaitan kronologis dengan sequence-sequence “motivasi” tersebut. Hubungan penanda dan petanda tersebut selaras dengan pernyataan Metz yang ditulis oleh Leo Braudy dan Marshall Cohen (1999;71) menurutnya konsep diegesis pada film sama pentingnya dengan ide pada seni. Di dalam film, diegesis mengacu pada denotasi dimana narasi itu sendiri tidak hanya cerita, melainkan juga dimensi ruang dan waktu, karakter, lanskap, kejadian/peristiwa, dan elemen lain dalam penceritaan. Seperti yang sudah disebutkan oleh Souriau bahwa “narration” merujuk pada proses menceritakan, bukan sebatas cerita (Bunia, 2010;681). Tataran denotatif film fiksi merupakan basis material-material sinematik yangto tidak commit user perlu diinterpretasi seperti pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
tataran konotatif, didukung dengan sudut pandang Metz (dalam Robert Stam dkk, 2005;39) denotatif berada pada ranah universal yang elemenelemen di dalamnya memiliki level yang sama dengan realitas. Christian Metz juga menuliskan bahwa film dipahami melalui representasi gambar yang dapat diuraikan, dan analogi dalam teks film ada banyak aspek yang bisa dijadikan sebagai unit analisis. Seperti pada tataran visual, kita dapat memaknai teks-teks yang berupa ekspresi dan aksi langsung (acting) para aktornya, setting dimana adegan dibuat, lighting dan angle pengambilannya dimana adegan dibuat, lighting dan angle pengambilannya, serta artefak lain yang muncul dalam penggambaran ceritanya. Baik semiotika Saussure, Pierce maupun Barthes dapat digunakan dalam pemaknaan teks-teks film.
a.
Film Film merupakan media komunikasi sosial yang terbentuk dari
penggabungan dua indra, penglihatan dan pendengaran, yang mempunyai inti atau tema sebuah cerita yang banyak mengungapkan realita sosial yang terjadi di sekitar lingkungan tempat dimana film itu sendiri tumbuh. Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie. Pengertian secara harfiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho : phytos (cahaya) + graphie : graph (tulisan) gambar : (citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan objek yang diambil (Pratista, 2008;2). Bluestone
(dalam
Eneste,
1991:18)
menyatakan,
film
merupakan gabungan dari berbagai ragam kesenian, yaitu musik, seni rupa, drama, sastra ditambah dengan unsur fotografi. Eneste (1991;60) menyatakan bahwa film merupakan hasil kerja kolektif atau gotong royong. Baik dan tidaknya sebuah film akan sangat bergantung pada keharmonisan kerja unit-unit yang ada di dalamnya (produser, penulis skenario, sutradara, juru kamera, penata artistik, perekam suara, para commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
pemain, dan lain-lain). Oleh karena itu, film merupakan medium audio visual, suarapun ikut mengambil peranan di dalamnya. Seiring perkembangan zaman, semakin berkembang pulalah pengertian mengenai film. Perkembangan teknologi media telah mengubah pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan ke istilah yang mengacu pada bentuk karya seni audio-visual. Pada intinya, film kini diartikan sebagai suatu genre (cabang) seni yang menggunakan audio (suara) dan visual (gambar) sebagai medianya. Dalam sebuah film, pesan-pesan komunikasi terwujud lewat rangkuman cerita berdasarkan jenis film tersebut. Sehingga seorang sutradara mampu mengemasnya sesuai dengan tendensi (fungsi) masing-masing film tersebut, seperti fungsi hiburan, fungsi informatif, fungsi edukasi, maupun fungsi persuasif pada penontonnya. Sehubungan dengan hal itu, terdapatlah berbagai jenis film yang dibedakan menurut sifatnya yang terdiri dari film cerita (story film), film berita (newsreel), film dokumenter (documentary film), dan film kartun (Cartoon film) (Ardianto & Komala, 2004;138). Menilik pada perkembangan perfilman Indonesia sendiri, film dibuat pertama kalinya pada tahun 1926, yang merupakan film bisu yang berjudul “Loetoeng Kasaroeng”, dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp. Saat film ini dibuat dan dirilis, negara Indonesia belum ada dan masih merupakan Hindia Belanda, wilayah jajahan Kerajaan Belanda. Film ini didukung oleh aktor lokal dari Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember 1926, di teater Elite and Majestic, Bandung. Sedangkan film asli buatan Indonesia mulai diproduksi sebelum awal kemerdekaan. Pada awalnya, pelopor perfilman di Indonesia yakni orang Tionghoa. Sebagai kaum Timur Asing, film yang dihasilkan oleh orang Tionghoa
tidak
memiliki
keterlibatan
sosial,
politik
terhadap
perkembangan kehidupan di Indonesia, melainkan semata-mata atas dasar komersialisasi. Konten yang dimuat dalam film pada era tersebut, yakni seputar dunia perdagangan 2011;12). commit to(Imanjaya, user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39 Setelah Indonesia merdeka, dunia perfilman mengalami
perubahan yang dipelopori oleh Usmar Ismail. Konten yang terdapat di dalamnya tidak lagi sekedar komersialisasi, melainkan lebih mengarah pada ekspresi para pelaku dalam film tersebut, serta tujuan dari pembuatan film yakni penyampaian sesuatu (pesan) kepada khalayak. Dari hal ini, dapat kita tarik kesimpulan bahwa sejak era kemerdekaan film sudah digunakan sebagai media penyampai pesan kepada khalayak umum (Said,1989). Pada era 1970-an, perdebatan seputar film nasional mengambil bentuk dan energi baru di bawah orde baru. Film berada di bawah kendali negara yang terus menerus meningkat karena potensinya untuk mempengaruhi massa. Seluruh sektor film dilekati dengan karakter birokrasi. Pada tahun 1980-an, dunia perfilman Indonesia mulai kehilangan tempat di mata masyarakat karena keberadaan film-film Hollywood dan Hongkong. Pada dekade berikutnya, sekitar tahun 90-an perfilman Indonesia mengalami pemerosotan yang membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang dikhususkan bagi orang dewasa. Film Indonesia sudah tidak lagi menjadi tuan rumah di negara sendiri. Film-film Hollywood dan Hongkong telah merebut posisi tersebut (Imanjaya, 2011;16). Memasuki abad ke-20, perfilman nasional telah bangun dari tidurnya, kondisi ini ditandai dengan munculnya rasa optimistis insan muda film dalam berkarya (Prisgunanto, 2004;229). Para pembuat film tidak lagi memperhatikan berbagai ketentuan negara sehingga para sutradara muda pun mencoba-coba metode mereka sendiri dalam menghasilkan serta menyebarkan film-film mereka. Generasi baru pembuat film ini merupakan perpaduan dari segolongan kaum muda yang memang menjalani pendidikan di bidang film dan mereka yang tergolong kaum penggila film, yang dalam bahasa asing disebut dengan movie buff (Sasono, 2007;77). Para generasi baru pembuat film berupaya memanfaatkan teknologi yang tersedia secara commitoptimal, to user guna mengatasi keterbatasan film
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
sebagai alat ekspresi. Seakan- akan hal tersebut sangat mendesak mereka berupaya untuk mendefinisikan kembali apa itu “film” sambil mencoba meraih kembali perhatian khalayak (yang memiliki daya beli tinggi). Pada dasarnya mereka memaknai ulang apa itu film, atau lebih tepat, memaknai ulang fungsi film yang sebelumnya digunakan untuk melayani kepentingan negara menjadi sebuah hasil ekspresi (Sasono, 2007;81). Dunia perfilman Indonesia tampak bergairah pasca tayangnya film Ada Apa dengan Cinta, disusul dengan film bergenre anak-anak dengan tema petualangan, yakni Kisah Petualangan Sherina pada tahun 2000 silam. Film merupakan salah satu media atau saluran dari komunikasi massa dalam penyampaian pesan, baik itu pesan verbal atau nonverbal. Hal ini dikarenakan film dibuat dengan tujuan tertentu, kemudian hasilnya diproyeksikan ke layar lebar atau ditayangkan melalui televisi dan dapat ditonton oleh sejumlah khalayak (Ardianto & Komala, 2004; 128- 130). Bagaimanapun sejak kemunculannya, film sebagai media yang kini mampu masuk ke setiap daerah, memiliki andil untuk membentuk budaya dan cara pandang masyarakat, seperti yang disebutkan oleh Kracauer dalam Keith (2006;397) bahwa budaya dalam masyarakat, kini seringkali dibentuk oleh film yang mencerminkan nilai-nilai dan ideologi.
b. Genre Film Menurut Vincent Lo Brutto (2002;111) dalam bukunya The Filmmaker’s Guide to Prodution Deisgn, film dapat diklasifikasikan menjadi sembilan genre, diantaranya The Western , The Gangster Film, The Prison Film, Film Noir, Film Neo-Noir, Horror, Science Fiction, The War Film dan Musical. 1). The Western Jenis film western ini biasanya diproduksi oleh orang-orang dari barat, Amerika misalnya. Western ini menggunakan setting geografis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
western seperti Colorado, Texas, Montana dan Oklahoma yang secara tertulis terkait dengan sejarah pada masa itu. Lingkungan western secara fisik terdiri atas lanskap, medan yang sama dengan daerah barat, arsitektur dari kota-kota western dan bentuk transportasi seperti gerobak, kuda dan kereta uap. Aspek lain dari lingkungan fisik western adalah pakaian dan properti yang digunakan penduduk seperti pistol, pasukan penembak, ikat pinggang kulit dan bar dimana terdapat laki-laki yang sedang minum berjudi satu dengan yang lainnya. Contoh film ini adalah Bad Day at Black Rock, High Noon, The Wild Bunch, dan lain sebagainya. 2). The Gangster Film Film gangster adalah drama kejahatan perkotaan. Mereka fokus pada daerah rendah dari kotanya, di gang-gang dan jalan-jalan terpencil di mana kejahatan bersarang. Genre ini menggambarkan masyarakat penjahat bawah tanah. Drama berlangsung di pinggiran kota, klub swasta, bar, rumah-rumah yang bereputasi buruk, dan pabrik yang berubah menjadi bisnis kejahatan. Tantangan dalam desain produksi diantaranya untuk mengungkapkan kepada publik apa yang ada dalam sebagian kehidupan besar yang terbatas, subkultur dari gangster yang menjalani kehidupan yang terpisah dari pria pekerja yang jujur. Penjahat ini tinggal dan bekerja di antara dan di sekitar kita. Lokasi dalam film gangster menimbulkan kecemasan. Mereka berada dipinggiran, di mana penjahat dapat beroperasi keluar pada jalan utama, gang-gang belakang yang tidak ditempuh oleh warga negara yang jujur dan sebagian besar tidak diinginkan oleh penegak hukum. Area kerja dari adegan film gangster ini adalah sebuah subkultur kekerasan. Penjara adalah realitas yang tak terelakkan dalam kehidupan gangster, tempat untuk bertahan hidup, mendapatkan pendidikan dalam cara hidup. 3). The Prison Film Film penjara adalah genre sendiri, tidak seperti yang lain. Penjara blok berwarna, seragam dan membatasi semesta kepada diri mereka sendiri yang terputus daritodunia commit user luar.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42 Perbedaan utama antara film penjara asli dan film penjara yang
baru seperti film The Shawshank Redemption dan The Green Mile adalah film penjara paling tua yang difoto hitam dan putih untuk realisme berpasir dan penemuan terbaru mengambil shot berwarna untuk menciptakan suasana hati dan rasa kemanusiaan. Sebagian besar film hitam dan putih penjara mengambil shot di set studio. 4). Film Noir Film Noir merupakan film dari periode sesudah perang dunia film klasik. Noir difoto dalam warna hitam dan putih. Adegan berlangsung hampir secara eksklusif di malam hari. Nuansa yang turun di kantor gangster dan lampu yang mati. Gaya visual berhubungan dengan ekspresionisme jerman. Interior diisi dengan bentuk lampu yang berjajar, trapesium, segitiga dan celah vertikal. Bayangan, jalanan kosong, hujan, dermaga-dermaga merupakan area yang sering digunakan dalam scene film ini. Contoh film genre ini adalah The Big Combo, Boomerang!, dan lain sebagainya. 5). Neo Noir Neo noir adalah film noir yang berwarna. Film ini dibuat dengan setting waktu yang memperlihatkan tahun 40-an atau 50-an dan setelah tahun tersebut. Contoh film ini diantaranya Against All Ods, at Close Range, Basic Instinct. 6). Horror Film horor klasik yang diproduksi Universal Film Studio menampilkan Frankenstein, Dracula, The Wolf Man dan Mummy yang diperankan dalam lingkungan yang dipengaruhi oleh tanah rusak abad kedua puluh yang dilanda perang eropa dan menampilkan kehancuran struktur gothic, istana, rawa, dan laboratorium ilmuwan, rumah yang dihantui dan arsitektur ekspresionis yang dipengaruhi masyarakat Jerman. Sebuah lingkungan yang "normal" merupakan tempat yang sempurna untuk narasi horor kontemporer. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
7). Musical Semua film yang memiliki beberapa jumlah musik didalamnya atau menggunakan musik dan lirik sebagai alat narasi diklasifikasikan sebagai genre film musikal (Brutto, 2002;122). Konsep dari karakter dipecah menjadi lagu dan tarian membuat desainer bebas dari realitas dan menginspirasi
ekspresionistis,
sudut
pandang
artistik
yang
menyenangkan dan menghibur. Latar belakang dan setting tersirat, impresionis dan cat dengan sikat, kali luas, mewah dan yang menakjubkan. Desain dari musikal menciptakan sebuah lingkungan yang secara visual mengekspresikan dan mendukung cerita sekaligus berfungsi sebagai tempat untuk mengelaborasikan pertunjukkan. Imajinatif, dekoratif dan penuh dengan kegembiraan. Gaya yang memiliki musik menjadi bagian dari cerita terjadi di semua musikal. Perancang yang telah bekerja di tahap panggung musikal telah memiliki pemahaman yang baik tentang musik. Musikal realistis mirip dalam pendekatan untuk film non musikal tetapi sering kali mereka secara visual bergaya untuk mendukung narasi dan konsep musiknya. Contoh dari genre ini adalah Coyote Ugly, Moulin Rouge, High School Musical dan lain-lain. 8). Science Fiction Dunia futuristik, eksplorasi planet, tata surya lain dan kendaraan ruang angkasa adalah beberapa konvensi yang diharapkan dalam genre ini. Ilmu pengetahuan memenuhi fantasi seperti manusia menemukan makhluk luar angkasa, semut raksasa yang menghuni suatu planet tertentu. Film-film fiksi ilmu pengetahuan teknologi tinggi atau rendah menentang realitas: bayangkan masa depan, dan desainer bebas berimajinasi, efek visual dan make up artis untuk dibawa ke sebuah planet kera, galaksi yang sangat jauh, atau pada kedalaman lautan. Contoh genre ini adalah pada film The Matrix, Jurrasic Park, Star Wars dan lain sebagainya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
9). The War Film Area perang, hutan, pantai-pantai, udara, laut, mobil tank, helikopter, pesawat dan senjata adalah setting dari film perang. Juga pangkalan militer, barak, parit, puing-puing, reruntuhan dan perusakan harta benda dan kehidupan manusia gambaran perang pada layar. Konflik dapat berubah dari perang sipil menuju perang dunia I dan II kemudian Korea atau Vietnam, tetapi kenyataan suram film antiperang atau patriotik dari Jhon Wayne Brigade mengandalkan riset historial dan pembuatan kembali waktu dan tempat di mana kebebasan yang menang dan kalah serta pertumpahan darah. Film perang adalah genre yang memerlukan bantuan militer untuk senjata dan peralatan. Perbedaan utama dalam desain produksi dari film perang anti perang dan patriotik adalah penciptaan dari medan pertempuran. Film anti perang cenderung menekankan perang membawa kehancuran besar ke kota-kota dan lanskap. Medan perang yang berserakan dengan puingpuing dan kerugian besar kehidupan. Film perang patriotik cenderung membuat medan pertempuran yang lebih umum, kurang spesifik. Beberapa detail dan historis akurat tetapi tidak menekankan kerugian, penderitaan dan hasrat perang. Contoh dari film ini adalah Sound of Iwo Jima dan Pearl Harbour. Sedangkan
menurut
Elvinaro
(2009;148)
film
dapat
dikelompokkan menjadi. 1). Film Cerita (Story Film) Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan (Elvinaro, 2009;148). Cerita yang diangkat menjadi topik film bisa berupa cerita fiksi atau berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi sehingga ada unsur menarik baik dari jalan ceritanya maupun dari segi gambarnya. 2). Film Berita (Newsreel) Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadicommit (Elvinaro, 2009;148). Karena sifatnya berita to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita (news value). 3). Film Dokumenter (Documentary Film) Film documenter didefiniskan oleh Robert Flaherty (dalam Elvinaro, 2009;148) sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan”, creative treatment of actuality. Berbeda dengan film berita yang merupakan rekaman kenyataan, maka film documenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut. Film documenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan seperti penyebaran informasi, pendidikan, propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. 4). Film Kartun (Cartoon Film) Film kartun diproduksi untuk konsumsi dengan target pasar anak-anak. Sekalipun tujuan utamanya adalah menghibur, film kartun bisa juga mengandung unsur pendidikan.
c.
Struktur Film Secara fisik, sebuah film dapat dipecah menjadi unsur-unsur
yakni shot, adegan dan sekuen. Pemahaman tentang shot, adegan dan sekuen
nantinya
akan
berguna
untuk
membagi
urutan-urutan
(segmentasi) plot sebuah film secara sistematis (Pratista, 2008;29). 1). Shot Shot memiliki arti proses perekaman gambar sejak kamera diaktifkan (on) hingga kamera dimatikan atau juga sering diistilahkan satu kali take (pengambilan gambar) (Pratista, 2008;29). Satu adegan bisa berjumlah belasan hingga puluhan shot. Satu shot dapat berdurasi kurang dari satu detik, beberapa menit bahkan jam. 2). Adegan (Scene) Adegan adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi berkesinambuangan yang diikat oleh ruang, waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif (Pratista, 2008;29). Satu adegan umumnya terdiri commit dari beberapa to usershot yang saling berhubungan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
3). Sekuen (Sequence) Sekuen adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian peristiwa yang utuh (Pratista, 2008;30). Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling berhubungan. Satu sekuen biasanya dikelompokkan berdasarkan satu periode (waktu), lokasi, atau satu aksi panjang. d. Unsur-unsur pembentuk Film 1). Unsur Naratif Pratista (2008;1) membagi film atas dua unsur pembentuk yakni unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif adalah bahan yang akan diolah, sedangkan unsur sinematik adalah cara mengolahnya. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Unsur-unsur seperti tokoh, konflik, lokasi, waktu serta lainnya. Seluruh elemen tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan. 2). Unsur Sinematik Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film (Pratista, 2008;2). Unsur sinematik terbagi menjadi empat elemen pokok yakni: a). Mise-en-scene Elemen ini merupakan segala hal yang berada di depan kamera dan memiliki empat elemen pokok, diantaranya: 1). Setting Setting adalah seluruh latar bersama segala propertinya. Setting yang digunakan dalam sebuah film biasanya dibuat senyata mungkin dengan
konteks
ceritanya.
Setting
harus
mampu
meyakinkan
penontonnya jika film tersebut tampak sungguh-sungguh terjadi pada lokasi dan waktu sesuai konteks cerita filmnya. Pratista (2008;63) mengemukakan setting terdiri atas tiga jenis setting. Pertama, Set studio yang terdiri atas indoor dan outdoor. Pengambilan gambar di studio memudahkan kontrol produksinya terutama dari aspek tata cahaya. Kedua shot on location yang merupakan produksi film dengan menggunakan commit to userlokasi aktual yang sesungguhnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
(Pratista, 2008;64). Jenis setting ini biaya produksi yang dikeluarkan lebih murah karena tidak perlu membangun set studio. Yang terakhir adalah set virtual yang membutuhkan adanya teknologi komputerisasi. Teknologi digital memungkinkan para sineas membangun latar apapun sesuai dengan tuntutan cerita filmnya. Fungsi utama setting adalah sebagai penunjuk ruang dan waktu untuk memberikan informasi yang kuat dalam mendukung cerita film (Pratista, 2008;73). Selain berfungsi sebagai latar cerita, setting juga membangun mood sesuai dengan tuntutan cerita dan penunjuk status sosial melalui dekorasi setting. 2). Tata cahaya (lighting) Cahaya membentuk sebuah benda serta dimensi ruang. Tata cahaya dalam film secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat unsur, yakni kualitas, arah, sumber serta warna cahaya. Keempat unsur ini sangat mempengaruhi tata cahaya dalam membentuk suasana serta mood sebuah film. Kualitas cahaya merujuk pada besar kecilnya intensitas pencahayaan (Pratista, 2008;76). Cahaya terang (hard light) cenderung menghasilkan bentuk objek serta bayangan yang jelas. Sementara cahaya lembut
cenderung
menyebarkan
cahaya
sehingga
menghasilkan
bayangan tipis (soft light). Arah cahaya merujuk pada posisi sumber cahaya terhadap objek yang dituju (Pratista, 2008;76). Arah cahaya dapat dibagi menjadi lima jenis yakni, arah depan (frontal lighting), arah samping (side lighting), arah belakang (back lighting), arah bawah (under lighting), dan arah atas (top lighting). Sedangkan untuk sumber cahaya merujuk pada karakter sumber cahaya, yakni pencahayaan buatan dan pencahayaan natural sepertia apa adanya lokasi setting. Selama produksi film, sineas umumnya memakai dua sumber cahaya yakni sumber cahaya utama (key light) dan sumber cahaya pengisi (fill light) (Pratista, 2008;78). Key light merupakan sumber cahaya yang paling kuat menghasilkan bayangan. Sementara fill light digunakan commituntuk to usermelembutkan atau menghilangkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
bayangan. Pengaturan kombinasi sumber cahaya utama dan pengisi mampu menghasilkan tata cahaya yang diinginkan. 3). Kostum Kostum adalah segala hal yang dikenakan pemain bersama seluruh asesorisnya. Dalam sebuah film, busana tidak hanya sekedar sebagai penutup tubuh namun juga memiliki beberapa fungsi sesuai dengan konteks naratifnya. Pertama, sebagai penunjuk ruang dan waktu. Setiap periode dan wilayah pasti memiliki kostum yang khas. Kedua, kostum juga dapat menentukan kelas atau status sosial para pelaku cerita. Pelaku utama biasanya menggunakan busayan yang lebih detail daripada karakter figuran. Kostum juga tergantung pada periode latar ceritanya. Secara umum, kostum dapat pula menunjukkan profesi pelaku cerita seperti dokterm tentara, pengacara, polisi dan lain sebagainya. Busana dan asesoris juga mampu memberikan gambaran umum tentang karakter atau kepribadian dari pelaku cerita. Penggunaan warna kostum sering kali memiliki motif atau simbol tertentu. Kostum dapat menjadi image pelaku cerita atau seorang bintang. Kostum yang menjadi image tampak jelas dalam film-film superhero seperti batman, superman, spiderman, masing-masing memiliki kostum serta atribut khas yang telah dikenal luas. 4). Pemain dan Pergerakannya Banyak hal yang memperngaruhi akting seorang pemain dalam sebuah film seperti genre, gaya sinematik sineas, bentuk fisik, ras dan lain-lain.
b). Sinematografi Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan objek yang diambil (Pratista, 2008;2). Daniel Chandler (2000) menjelaskan bahwa televisi dan film menggunakan konvensi umum tertentu yang sering disebut sebagai 'tata bahasa' dari media audio visual. Daftar ini mencakup beberapa konvensi yang paling penting untuk makna melalui teknik commitmenyampaikan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
pengambilan gambar dan teknik editing serta beberapa dari kosakata khusus produksi film. Teknik pengambilan jarak kamera mempengaruhi kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya sehingga film menjadi lebih menarik.
Gambar 5. Teknik Pengambilan Jarak Gambar
1). Exstreme Long Shot (XLS) Menunjukkan semua atau sebagian besar subjek yang cukup besar (misalnya, orang-orang) 2). Establishing / Long Shot (LS) menunjukkan gambar diambil pada jarak terjauh dari subjek. Menekankan latar belakang dan kondisi dari subjek. 3). Medium Long Shot (MLS) Seorang aktor berdiri, garis bingkai bawah memotong kaki dan pergelangan kaki. Beberapa film dokumenter dengan tema-tema sosial dalam shot ini, mereka menjaga situasi sosial, bukan individu sebagai fokus perhatian. 4). Medium Shot (MS) Pada shot ini, subjek atau aktor dan setting menempati area kurang lebih sama dalam frame. Dalam kasus ini, aktor berdiri, frame bawah melewati pinggang. Ada ruang untuk gerakan tangan untuk dilihat. Garis bingkai yang lebih rendah melewati dada aktor. Shot ini yang sering digunakan untuk menggambarkan dua aktor (two shot) atau commit to user dengan three shot.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
5). Close-up (CU) Sebuah gambar yang menunjukkan bagian yang cukup kecil dari adegan, seperti wajah karakter dengan sangat rinci sehingga memenuhi layar. 6). Medium Close Up (MCU) Sebuah gambar yang memperlihatkan komposisi bahu sampai kepala. 7). Big Close Up (BCU) Dahi ke dagu, memfokuskan perhatian pada perasaan seseorang atau reaksi, dan terkadang digunakan dalam wawancara untuk menunjukkan orang dalam keadaan kegembiraan, kesedihan atau sukacita. Dalam wawancara, penggunaan BCU mungkin menekankan ketegangan diwawancarai dan menyarankan berbohong atau bersalah. BCU jarang digunakan untuk tokoh publik yang penting; MCU disukai, kamera memberikan rasa jarak. Perhatikan bahwa dalam budaya barat ruang dalam jarak sekitar 24 inci (60 cm) umumnya dirasakan sebagai ruang pribadi. Berbeda dengan teknik pengambilan jarak, sudut pengambilan gambar pun memberikan makna yang berbeda pada tiap penonton. Sudut kamera adalah sudut pandang kamera terhadap obyek yang berada dalam frame (Pratista, 2008;106). Secara umum, sudut kamera dapat dibagi menjadi tiga sudut, yakni high angle, straight angle, dan low angle. Sudut kamera high angle mampu membuat sebuah obyek seolah tampak lebih kecil, lemah serta terintimidasi. High angle juga biasanya digunakan untuk memperlihatkan panorama luas serta lanskap sebuah kota atau pegunungan. Sementara low angle membuat sebuah obyek seolah tampak lebih besar, dominan, percaya diri, serta kuat. Dengan demikian gambar merupakan bagian yang terpenting untuk membentuk suatu tayangan berdurasi. Ada banyak elemen dalam membuat suatu gambar yang baik, teknik pengambilan suatu gambar akan sangat menentukan hasil suatu gambar yang baik. Teknik pengambilan suatu gambar dapat memiliki commit kode-kode yang mempunyai makna tersendiri. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Kode-kode tersebut menginformasikan hampir seluruh aspek tentang keberadaan kita dan menyediakan konsep yang bermanfaat bagi analisis media audio visual. Berbagai elemen terdapat dalam kode, terutama yang berhubungan dengan bahasa gambar yang biasa dilihat secara lebih detail. Lebih jelas dapat diperlihatkan melalui tabel berikut.
Tabel 2. Sudut pandang (angle) pengambilan gambar Penanda (Signifier)
Menandakan (Signified)
High angle (bird eye)
Dominasi, kekuasaan dan otoritas
Eye-Level angle
Kesejajaran, kesamaan dan sederajat
Low angel (frog eye)
Didominasi, dikuasi dan kurang otoritas
Tabel 3. Ukuran gambar (type of shot) Penanda (Signifier)
Menandakan (Signified)
Ekstreme Long Shot
Kesan luas dan keluarbiasaan
Full Shot
Hubungan Sosial
Big Close Up
Emosi, dramatik, moment penting
Close Up
Intim atau dekat
Medium Shot
Hubungan personal dengan subjek
Long Shot
Konteks perbedaan dengan publik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52 Tabel 4 Fokus pengambilan gambar (focusing)
Penanda (Signifier) Selective focus
Menandakan (Signified) Meminta perhatian (tertuju pada satu objek)
Soft Focus
Romantis serta nostalgia
Deep Focus
Semua unsur adalah penting (melihat secara keseluruhan objek)
Tabel 5. Pergerakan kamera (camera moving) Penanda (Signifier)
Definisi
Menandakan (Signified)
Tilt down
Kamera mengarah ke bawah
Kekuasaan dan kewenangan
Tilt up
Kamera mengarah ke atas
Kelemahan, pengecilan
Track in
Kamera bergerak ke dalam
Observasi dan fokus
Fade in
Gambar kelihatan pada layar kosong
Permulaan gambar
Fade out
Gambar di layar menjadi hilang
Penutupan
Cut
Pindah dari gambar satu ke gambar lain
Kebersambungan, menarik
Wipe
Gambar terhapus dari layar
“penentuan” dan kesimpulan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53 Tabel 6. Pencahayaan (lighting) pengambilan gambar
Penanda (Signifier)
Menandakan (Signified)
High Key
Riang dan cerah objek)
Low Key
Suram dan muram
High Contrast
Dramatikal dan teatrikal
Low Contrast
Realistik serta terkesan seperti dokumenter
Tabel 7. Tipe lensa (focal lenght) pengambilan gambar Penanda (Signifier)
Menandakan (Signified)
Wide Angle
Dramatis
Normal
Normalitas dan keseharian
Telephoto
Tidak personal, voyeuristik
Tabel 8 : Pewarnaan (color temperatur) Pengambilan Gambar Penanda (Signifier)
Menandakan (Signified)
Warm (kuning, orange, merah dan Optimisme, harapan, hasrat dan agitasi abu-abu) Cool (biru dan hijau)
Pesimisme, tidak ada harapan
Black and White (hitam dan putih)
Realisme, aktualisme dan faktual
Sumber: Selby, Keith dan Coedery, Ron. How to Study Television ,(1995).
Secara
visual
warna
memiliki
kekuatan
yang
mampu
mempengaruhi citra orang yang melihatnya. Masing-masing warna dapat memberikan respon secara psikologis. Molly E. Holzschlag, seorang pakar tentang warna, dalam tulisannya Creating Colour Scheme (dalam commit to user Kusrianto, 2007;47) membuat daftar mengenai kemampuan masing-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
masing warna ketika memberikan respon secara psikologis; 1) Merah bermakna kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, cinta, agresifitas dan bahaya. 2) Biru bermakna kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan dan perintah. Universitas Sumatera Utara 3) Hijau bermakna alami, kesehatan, pandangan yang enak, kecemburuan dan pembaruan.
4)
Kuning
bermakna
optimis,
harapan,
filosofi,
ketidakjujuran / kecurangan, pengecut dan penghianatan. 5) Ungu bermakna spiritual, misteri, keagungan, perubahan bentuk, galak dan arogan. 6) Orange bermakna energi, keseimbangan dan kehangatan. 7) Coklat bermakna bumi, dapat dipercaya, nyaman dan bertahan. 8) Abuabu bermakna intelek, futuristik, modis, kesenduan dan merusak. 9) Putih bermakna kemurnian/ suci, bersih, kecermatan, innocent (tanpa dosa), steril dan kematian. 10) Hitam bermakna kekuatan, seksualitas, kemewahan, kematian,
misteri,
ketakutan, ketidakbahagiaan dan
keanggunan
c). Editing Secara sederhana editing adalah transisi gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya. Definisi editing pada tahap produksi adalah proses pemilihan serta penyambungan gambar-gambar yan telah diambil. Sementara definisi editing setelah filmnya jadi adalah teknik-teknik yang digunakan untuk menghubungkan tiap shotnya (Pratista, 2008;123). Sineas dapat memilih bentuk transisi sesuai tuntutan naratif dan estetik yang ia inginkan. Transisi shot dalam film umumnya dilakukan dalam empat bentuk. Pertama dilakukan dengan bentuk cut. Cut merupakan transisi shot ke shot secara langsung. Kedua adalah wipe. Wipe merupakan tranmsisi shot dimana frame sebuah shot bergeser ke arah kiri, kanan, atas, bawah atau lainnnya hingga berganti menjadi sebuah shot baru (Pratista, 2008;125). Teknik ini biasanya digunakan untuk perpindahan shot yang terputus waktu .Bentuk transisi selanjutnya biasanya dilakukan dengan bentuk tidak berselisih jauh (selang beberapa menit). Dissolves merupakan committransisi to user shot dimana gambar pada shot
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
sebelumnya selama sesaat bertumpuk dengan shot setelahnya. Dissolves umumnya digunakan untuk perpindahan shot yang terputus waktu secara signifikan. Bentuk transisi yang terakhir adalah fade. Fade merupakan transisi
shot
secara
bertahap
dimana
gambar
secara
perlahan
intensitasnya bertambah gelap hingga seluruh frame berwarna hitam dan ketika gambar muncul kembali, shot telah berganti. Seperti halnya dissolves, fade digunakan untuk perpindahan shot yang terputus waktu secara signifikan seperti hari, bulan bahkan tahun.
d). Suara Suara adalah segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengaran. Suara dalam film secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis (Pratista, 2008;149) yakni dialog, musik dan efek suara. Dialog adalah bahasa komunikasi verbal yang digunakan semua karakter di dalam maupun di luar cerita. Sementara musik adalah seluruh iringan musik serta lagu dan efek suara adalah semua suara yang dihasilkan oleh semua obyek yang ada di dalam maupun di luar cerita. Ada beberapa aspek dasar yang membentuk kualitas suara yakni loudness, pitch dan timbre. Loudness menunjukkan kuat-lemahnya suara. Sineas dapat mengontrol volume suara sesuai dengan kebutuhan serta tuntutan cerita. Pitch ditentukan oleh frekuensi suara. Semakin rendah frekuensi mampu menghasilkan getaran yang semakin kuat seperti saat sebuah tank mendekat, atau suara lengkingan biola yang memiliki frekuensi sangat tinggi. Timbre dapat pula disebut sebagai warna suara. Dalam volume serta frekuensi yang sama setiap sumber suara memiliki warna suara yang berbeda. Dalam seni musik, timbre digunakan untuk menentukan perbedaan kualitas suara antara tiap jenis instrumen musik.
3. Semiotika Komunikasi Visual Semiotika visual (visual semiotics) pada dasarnya merupakan salah sebuah bidang studi semiotika yang secara khusus menaruh minat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
pada penyelidikan terhadap segala jenis makna yang disampaikan melalui sarana indera lihatan (visual senses). Dalam semiotika komunikasi visual khususnya pada karya film dan iklan, teks memang tidak hanya berupa gambar visual, namun juga terbangun atas hadirnya teks yang berupa bahasa verbal maupun nonverbal yang terangkai dalam kata-kata/ lisan maupun tulis. Terlebih film dan iklan televisi yang merupakan karya audio visual yang kaya akan tanda. Sebagai bahasa, pesan-pesan visual yang disampaikan dalam komunikasi visual adalah ungkapan ide, dan pesan dari komunikator kepada komunikan yang dituju melalui simbol berwujud gambar, warna, tulisan, dan lainnya. Apabila konsisten mengikuti pengertian ini, maka semiotika visual tidak lagi terbatas pada pengkajian seni rupa (seni lukis, patung, dst), melainkan juga segala macam tanda visual yang kerap kali atau biasanya dianggap bukan karya seni. Adapun isu-isu pokok di dalam seniotika visual, berdasarkan atas pembedaan tiga cabang penyelidikan semiotika menurut Charles Morris (dalam Budiman 2004:13) dapat diklasifikasikan setidak-tidaknya ke dalam tiga dimensi,
yakni dimensi sintaktik,
semantik dan pragmatik. a). Dimensi Sintaktik Persoalan di dalam dimensi sintaktik berkisar pada homologi di antara bahasa dan gambar/ lukisan Noth (dalam Budiman, 2004;14). Sebagian
pakar
semiotika
berpendapat
bahwa
struktur
sebuah
representasi visual dapat dipilah ke dalam satuan satuan pembentuknya yang sedikit-banyak analog dengan sistem kebahasaan, kendati hal ini tidak sekaligus menunjukkan adanya artikulasi ganda doublé articulation) yaitu satuan terkecil yang
bermakna dan satuan terkecil yang
membedakan makna. b). Dimensi Semantik dan Pragmatik Masalah-masalah yang menyangkut dimensi semantik juga merupakan salah satu isu sentral dalam pendekatan semiotika visual. Halhal yang menjadi pokok perdebatan, antara lain adalah pertanyaan apakah tanda-tanda visual commitdicirikan to user oleh ikonisitas atau justru
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
indeksikalitas dan simbolisitas? Para pakar semiotika mengajukan klaim bahwa relasi tanda visual dan objeknya bukan bersifat ikonik sematamata, melainkan juga simbolik atau bersifat konvensional. Hal ini dipahami seperti pernyataan Pierce bahwa tanda-tanda yang sempurna adalah justru tanda-tanda yang mengandung keseimbangan sifat ikonik, indeksikal, dan simbolik sekaligus. Pada dasarnya studi desain komunikasi visual mencakup pencarian pesan dan makna dalam materinya, karena sesungguhnya semiotika komunikasi visual, seperti halnya studi komunikasi, adalah proses komunikasi, dan intinya adalah makna. Dengan kata lain, mempelajari semiotika komunikasi visual adalah mempelajari makna, darimana asalnya, seperti apa, seberapa besar tujuannya, bagaimanakah ia memasuki materi media, dan bagaimana ia berkaitan dengan pemikiran kita sendiri (Sobur 2004;110). Maka dari itu, metode penelitian semiotika visual
semestinya mampu mengungkapkan makna yang terkandung
dalam cabang keilmuan yang memiliki materi pesan komunikasi. Dari sudut pandang
Piliang, penjelajahan semiotika sebagai
metode kajian ke dalam pelbagai cabang keilmuan ini memungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang pelbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa dijadikan model dalam pelbagai wacana sosial. Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. (Tinarbuko, 2008;11) Desain komunikasi visual sangat akrab dengan kehidupan manusia. Ia merupakan representasi sosial budaya masyarakat dan salah satu manifestasi kebudayaan yang berwujud produk dari nilai-nilai yang berlaku pada waktu tertentu. Ia merupakan kebudayaan yang benar-benar dihayati, bukan kebudayaan dalam arti sekumpulan sisa bentuk, warna, dan gerak masa lalu yang kini dikagumi sebagai benda asing terlepas dari diri manusia yang mengamatinya. Menurut Widagdo (1993;31) desain komunikasi visual dalam pengertian modern adalah desain yang dihasilkan dari rasionalitas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Dilandasi pengetahuan, bersifat rasional, dan pragmatis. Jagad desain komunikasi visual senantiasa dinamis, penuh gerak, dan perubahan. Hal itu Karena peradaban dan ilmu pengetahuan modern memungkinkan lahirnya industrialisasi. Sebagai produk kebudayaan yang terkait dengan sistem sosial dan ekonomi, desain komunikasi visual juga berhadapan pada konsekuensi sebagai produk missal dan konsumsi massa. Terkait dengan itu, Sutanto (2005;15-16) menyatakan desain komunikasi visual senantiasa berhubungan dengan penampilan rupa yang dapat dicerap orang banyak dengan pikiran maupun perasaannya. Rupa yang mengandung pikiran atau makna, karakter serta suasana yang mampu diciptakan (diraba dan dirasakan) oleh khalayak umum atau terbatas. Dari sudut pandang Sanyoto (2006;8) desain komunikasi visual memiliki pengertian secara menyeluruh, yaitu rancangan sarana komunikasi yang bersifat kasat mata.
4. Unsur Semiotika Komunikasi Visual Menurut
Sumbo
Tinarbuko
dalam
bukunya
“Semiotika
Komunikasi Visual”, unsur semiotika dalam desain komunikasi visual adalah tanda, kode, dan makna. a. Tanda Tanda menurut Saussure merupakan kesatuan dari penanda dan petanda. Walaupun penanda dan petanda tampak sebagai entitas yang terpisah namun keduanya hanya ada sebagai komponen dari tanda. Little John (1996;24) mengatakan bahwa tanda adalah basis dari seluruh komunikasi.
Manusia
dengan
perantara
tanda
bisa
melakukan
komunikasi dengan sesamanya. Tandalah yang merupakan fakta dasar dari bahasa. Artinya kedua hal dari tanda itu tidak dapat dipisahkan, jika pemisahan berlaku maka hanyalah akan menghancurkan „kata‟ tersebut. komunikasi akan menjadi suatu ilmu untuk mengungkapkan pemaknaan dari tanda yang diciptakan oleh proses komunikasi itu sendiri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
b. Kode Pada proses praktik bahasa, sebuah pesan yang dikirim kepada penerima pesan diatur melalui seperangkat konvensi atau kode, yang didefinisikan Umberto Eco dalam A Theory of Semiotic sebagai “…. Aturan yang menjadikan tanda sebagai tampilan yang konkret dalam sistem komunikasi”. Fungsi teks-teks yan menunjukkan pada sesuatu (mengacu pada sesuatu) dilaksanakan berkat sejumlah kaidah, janji, dan kaidah-kaidah alami yang merupakan dasar dan alasan mengapa tandatanda itu menunjukkan pada isinya. Tanda -tanda ini menurut Jakobson merupakan sistem yang dinamakan kode. Kode pertama yang berlaku pada teks-teks ialah kode bahasa yang digunakan untuk mengutarakan teks yang bersangkutan. Kode bahasa itu dicantumkan dalam kamus dan tata bahasa. Selain itu, teksteks tersusun menurut kode-kode lain yang disebut kode sekunder, karena bahannya ialah sebuah sistem lambang primer, yaitu bahasa sedangkan struktur cerita, prinsip-prinsip drama, bentuk argumentasi, sistem metrik, itu semua merupakan kode-kode sekunder yang digunakan dalam teks-teks untuk mengalihkan arti. c. Makna Saussure menyebut bahwa makna tidak dapat ditemukan pada unsur itu sendiri, melainkan pada keterkaitan dengan unsur lain. Makna menurut Shimp (1997;108) adalah tanggapan internal yang dimiliki atau diacu seseorang terhadap rangsangan dari luar. Makna hadir akibat adanya suatu rangsang dari luar diri manusia dan pesan dalam komunikasi merupakan suatu rangsang dari luar. Pesan-pesan tersebut terdiri dari seperangkat tanda-tanda yang kemudian ditanggapi di dalam diri manusia dan menghasilkan suatu pemaknaan. Semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol mengacu pendapat Spradley (dalam Tinarbuko 2008;85) adalah objek atau peristiwa apapun yang menunjuk pada sesuatu. Semua symbol melibatkan tiga unsur: pertama, simbol itu sendiri. Kedua, satu rujukan atau lebih. Ketiga, hubungan antar commit to simbol user dengan rujukan. Semuanya itu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
merupakan dasar bagi keseluruhan makna simbolik. Sementara itu, simbol sendiri meliputi apapun yang kita rasakan atau alami. Upaya mendayagunakan lambang-lambang visual berangkat dari premis bahwa bahasa visual memiliki karakteristik yang bersifat khas bahkan sangat istimewa untuk menimbulkan efek tertentu pada pengamatnya. Hal demikian ada kalanya sulit dicapai bila diungkapkan dengan bahasa verbal. Dalam hal bentuk atau visualisainya, desain komunikasi visual berhadapan dengan sejumlah teknik, alat bahan dan keterampilan. Ungkapan yang baik, akan lebih bernilai apabila didukung dengan teknik yang memadai dan ditunjang kepiawaian dalam mewujudkannya. Untuk mengembangkan pendekatan semiotik atas budaya modern dibutuhkan teori konotasi. Dalam teori konotasi terdapat konsep tentang mitos, metafora, dan retorika. Tetapi sistem konotasi menggunakan denotasi untuk berbicara tentang sesuatu hal lain (Tinarbuko, 2008;88). Makna denotatif meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata, atau hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam penandaan tahap denotatif. Misalnya ada gambar manusia, binatang, pohon, rumah dengan warna merah, kuning, biru, dan putih. Pada tahap denotatif hanya informasi data yang disampaikan (Piliang dalam Tinarbuko, 2008;53). Sedangkan makna konotatif meliputi aspek warna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan sudut pandang suatu kelompok masyarakat, contoh: gambar wajah tersenyum
dapat
diartikan
suatu
kebahagiaan
ataupun
ekspresi
penghinaan, untuk memahami makna konotatif, maka unsur-unsur yang lain harus dipahami pula (Tinarbuko, 2008;63) Visual dapat lebih permanen dari pada bahasa suara yang bergerak dalam waktu serta lebih mudah dipisahkan dari keadaan komplesitasnya. Ketiga, bahasa visual mempunyai kesempatan amat kuat nilai simbolisnya. Banyak orang enggan mengubah namanya kedalam ejaan baru karena tulisan lebih dianggap sebagai simbol visual pribadinya, bukan sebagai sistemtovisualisasi bunyi. Dan kini ada sebuah commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
sistem
yang
dapat
mewakili
keinginan
banyak
orang
untuk
memvisualisasikan dirinya yaitu dengan menggabungkan unsur visual dan suara (visualisasi bunyi) yang kita kenal saat ini dengan video berdurasi (iklan televisi). Selain kata-kata, unsur rupa sangat berperan dalam kegiatan berkomunikasi saat ini. Komunikasi visual yang dalam bentuk kehadirannya seringkali perlu ditunjang dengan suara, pada hakikatnya adalah suatu bahasa. Tugas utamanya membawa pesan dari seseorang, lembaga maupun dari kelompok masyarakat tertentu kepada kelompokkelompok yang lain. Sebagai bahasa, efektivitas penyampaian pesan tersebut menjadi pemikiran utama seorang yang ingin menyampaikan suatu pesan melalui bentuk visualisasi. Komunikasi visual sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan manusia di bidang informasi visual melalui lambang-lambang kasat mata mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hampir di segala sektor kegiatan, lambang-lambang atau simbolsimbol visual hadir dalam bentuk gambar, sistem tanda, display produk bahkan dalam membuat iklan yang berdurasi (iklan televisi). Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual yang didalamnya terkandung struktur rupa seperti: garis, warna, gerak gambar dan komposisi. Keberadaanya di kelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi visual adalah komunikasi menggunakan bahasa visual, di mana unsur dasar bahasa visual (yang menjadi kekuatan utama dalam penyampaian pesan) adalah
segala
sesuatu
yang
dapat
dilihat
dan
dipakai
untuk
menyampaikan arti, makna atau pesan. Metodologi dalam desain komunikasi merupakan sebuah proses kreatif (Kusrianto, 2007;10). Jadi komunikasi visual merupakan ilmu yang mempelajari pemaknaan tanda pada unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi visual. Teori proses makna dikemukakan oleh Wendell Johnson (dalam Sobur, 2004;258) yang menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi antar manusia, antara lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
1).
Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. penggunaakan kata-kata tidak secara sempurna, dan lengkap menggambarkan makna yang dimaksudkan. Demikian pula, makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan akan sangat berbeda dengan makna yang ingin dikomunikasikan. Komunikasi adalah proses yang digunakan untuk mereproduksi, di benak pendengar, apa yang ada dalam benak seseorang Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu saja bisa salah.
2).
Makna berubah. Kata-kata relatif statis. Banyak dari kata-kata yang digunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari katakata ini terus berubah, dan ini khususnya terjadi pada dimensi emosional dari makna. Bandingkanlah, misalnya, makna dari katakata berikut bertahun-tahun yang lalu dan sekarang, hubungan di luar nikah, obat, agama, hiburan, dan perkawinan (di Amerika Serikat, kata-kata ini diterima secara berbeda pada saat-saat ini dan dimasa-masa yang lalu).
3).
Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. Obsesi seorang paranoid yang selalu merasa diawasi dan teraniaya merupakan contoh makna yang tidak mempunyai acuan yang memadai.
4).
Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah masalah komunikasi yang timbul akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkannya dengan acuan yang konkret dan dapat diamati. Bila berbicara tentang cinta, persahabatan, kebahagiaan, kebaikan, kejahatan, dan konsep-konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara. Mengatakan kepada seorang anak
untuk
“manis”
dapat
mempunyai
banyak
makna.
Penyingkatan perlucommit dikaitkan dengan objek, kejadian, dan perilaku to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
dalam dunia nyata: “berlaku manislah dan bermain sendirilah sementara ayah memasak”. Bila telah membuat hubungan seperti ini, akan bisa membagi apa yang dimaksudkan dan tidak membiarkan keseluruhan tindak komunikasi berubah. 5).
Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas. Karena itu kebanyakan kata mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila sebuah kata diartikan berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi. Bila ada keraguan, sebaiknya bertanya dan bukan membuat asumsi. Ketidaksepakatan akan hilang bila makna yang diberikan masing-masing pihak diketahui.
6).
Makna dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang diperoleh dari suatu kejadian (event) bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam benak seseorang. Karenanya, pemahaman yang sebenarnya
pertukaran
makna
secara
sempurna
barangkali
merupakan tujuan ideal yang ingin dicapai tetapi tidak pernah tercapai. Kaitan teori proses makna ini dengan fokus penelitian adalah membantu memberikan pemahaman dalam proses pengungkapan makna pesan tanda verbal dan tanda visual pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” sehingga makna pesan dalam tanyangan video iklan politik tersebut dapat dimaknai secara benar dan tentunya dapat diterima dengan benar pula oleh audiens (pemirsa).
5. Iklan Secara normatif, periklanan merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi fungsi pemasaran. Iklan adalah bentuk penyajian pesan yang dilakukan oleh komunikator secara nonpersonal melalui media untuk ditujukan komunikan dengan cara membayar commitpada to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
(Widyatama, 2005;13). Iklan memberikan informasi dan membujuk khalayak ramai agar membeli produk-produk yang ditawarkan. Iklan harus dapat mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli (Jefkins, 1997;15). Berkaitan dengan bisnis industrial, iklan menjadi komponen sangat penting, seperti yang diungkapkan dalam bukunya Kotler Marketing Insight from A to Z, oleh seorang tokoh yang percaya akan pentingnya iklan yaitu Steuart Henderson Britt dalam Kotler (2003;3-4), mengungkapkan, “Berbisnis tanpa memasang iklan sama dengan mengedipkan mata kepada cewek cantik di dalam gelap gulita. Hanya kamu seorang yang tahu apa yang kamu lakukan, tanpa orang lain menyadarinya”. Stephen Leacock menuturkan tentang kekuatan iklan bahwa, “Bidang periklanan dapat didefinisikan sebagai ilmu untuk memenjarakan kecerdasan manusia cukup lama untuk mendapat uang darinya”. Menurut Suyanto (2003;3) periklanan merupakan penggunaan media bayaran oleh seorang penjual untuk mengomunikasikan informasi persuasif tentang produk (ide, barang, jasa) ataupun organisasi sebagai alat promosi yang kuat. Dari segi isi, menurut Kotler (2003;1) iklan-iklan hebat tidak hanya kreatif, tapi mampu menjual. Kreativitas semata tidak cukup. Periklanan harus dapat lebih berperan daripada hanya sekedar karya seni. Namun bagaimanapun juga seni akan membantu. Menurut Tinarbuko (2009;Awalan 3), sebagai salah satu perwujudan kebudayaan massa, iklan tidak hanya bertujuan menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen untuk membeli barang atau jasa. Iklan juga turut mendedahkan nilai tertentu yang secara terpendam terdapat di dalamnya. Lebih lanjut Tinarbuko dalam buku “Semiotika Komunikasi Visual” menjelaskan, iklan hanyalah sekedar “alat pembius” bagi produsen untuk berburu konsumen. Apakah perburuan itu tepat pada sasaran bidik, dan apakah sasarannya dapat terbius, barangkali kedua aspek itulah yang selalu menjadi bahan pertimbangan para produsen dalam mengolah sebuahcommit iklan. to Disisi user lain, iklan dalam kajian budaya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
populer, sebagaimana yang disampaikan dalam buku Popular Culture oleh Srinati (2003;266) Argumen yang disampaikan disini adalah bahwa dahulu iklan biasanya menyampaikan kepada kita betapa bernilai dan bermanfaatnya sebuah produk. Namun demikian, kini iklan lebih sedikit menyampaikan soal produk secara langsung, dan lebih banyak berkutat dengan menyampaikan atau memparodikan iklan itu sendiri dengan mengutip iklan-iklan yang lain, dengan mengambil rujukan-rujukan dari budaya populer maupun dengan secara sadar memperjelas statusnya sebagai iklan. Keberadaan tanda di dalam iklan digunakan secara aktif dan dinamis, sehingga orang tidak lagi membeli produk untuk pemenuhan kebutuhan (need), melainkan membeli makna-makna simbolik (symbolic meaning), yang menempatkan konsumer di dalam struktur komunikasi yang dikonstruksi secara sosial oleh sistem produksi/konsumsi (produser, marketing, iklan) (Piliang, 2003;287). Dalam implikasinya, iklan membantu menciptakan sebuah dunia dimana individu menjadi tidak berdaya secara emosional. Keseluruhan konteks sosial dan signifikasi sosial iklan mengalami perubahan secara radikal. Kebutuhan akan iklan menjadi semakin nyata dalam masyarakat konsumen, dimana iklan menjadi istimewa bagi sirkulasi pesan dan petunjuk sosial tentang individu dan obyek yang saling mempengaruhi. Salah satu cara yang digunakan iklan untuk menjual ideologi konsumerisme adalah melalui fokusnya pada bidang konsumsi dan pada bidang produksi. Iklan kemudian menciptakan makna-makna, citra-citra dan fantasi atas produk atau komoditi dan menggunakan pendekatan-pendekatan psikologis untuk menciptakan kebutuhan-kebutuhan artifisial (Noviani, 2002;16). Iklan harus dapat menggugah atau menggelitik serta mudah diingat. Konsep dari iklan harus selalu berkaitan dengan produknya. Konsep yang dibuat harus dapat disesuaikan dengan berbagai macam pertimbangan, seperti segmen dan target sasaran yang akan diraih. Meskipun pada dasarnya tidak dilarang jika iklan yang dibuat tidak sesuai dengan produk, commit namun to akan usermuncul suatu kebingungan pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
masyarakat, ambil contoh saja iklan rokok yang kadang melenceng jauh dari produknya (Madjadikara, 2003;66).
a.
Elemen-Elemen Iklan Televisi (Video Iklan) Beragam elemen biasanya terpadu untuk menciptakan dampak
visual dari iklan televisi (video iklan). Namun elemen seperti audio visual tidak bisa berdiri sendiri, elemen audio visual harus didampingi elemen-elemen lain agar dapat menciptakan iklan televisi yang spektakuler dan efektif. Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus ada dalam iklan televisi (Wells, 1992) : 1) Video, yakni yang menyangkut segala visualisasi yang muncul pada iklan televisi 2) Audio, merupakan keseluruhan unsur audio yang ditampilkan pada iklan televisi yang biasanya berupa musik, suara, efek suara, ataupun yang berupa voice over dari talent yang tampil di iklan ataupun narator yang tidak kelihatan. 3) Talent, merupakan pemeran ataupun tokoh-tokok yang muncul pada sebuah iklan di televisi. 4) Promps, merupakan produk yang diiklankan pada iklan televisi. 5) Setting, merupakan lokasi pembuatan iklan televisi 6) Lighting, merupakan efek pencahayaan yang ditampilkan di video iklan yang digunakan sebagai pelengkap iklan atau mempertegas suatu adegan yang muncul dalam iklan televisi. 7) Graphics, merupakan keseluruhan efek grafis yang ada pada sebuah iklan televisi yang dapat berupa tulisan (seperti ilustrasi, desain ataupun ilustrasi foto. 8) Pacing, merupakan kecepatan dari setiap frame ataupun adegan yang ditampilkan dalam sebuah iklan ditelevisi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
b. Iklan Politik Salah satu karakter modernisasi kampanye adalah digunakannya televisi sebagai medium utama kampanye. Menurut Holtz-Bacha dan Kaid (2006), televisi digunakan oleh partai politik dan kandidat setidaknya ada dua cara. Pertama, lewat “cara-cara gratis” melalui peliputan reguler media terhadap kegiatan partai atau kandidat politik. Dalam peliputan bebas itu, berlaku prinsip-prinsip seleksi jurnalistik dan kriteria produksi yang biasa digunakan oleh jurnalis dan pengelola televisi (Darial, 2009;93). Parpol maupun kandidat dalam posisi ini tidak dapat mempengaruhi apa yang akan ditampilkan dalam televisi. Kedua, membayar ke media tersebut karena memasang ”iklan politik” (political Advertising). Dalam iklan politik, kandidat atau parpol yang memutuskan bagaimana mereka ditampilkan dihadapan pemilih. Karena itu, dua bentuk penggunaan media televisi itu (free and paid media) kerap diistilahkan dengan controlled media dan uncontrolled media. (Darial, 2009;93). Untuk itulah politisi atau parpol dapat mengkontrol isi pesan media, namun disisi lain tidak dapat mengontrol bagaimana media mengemas berita-berita mengenai mereka di televisi. Iklan dapat diartikan (Kasali, 1992;9) sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. dapat dipastikan iklan politik diibaratkan seperti menjual produk, yaitu politik. Meski demikian iklan politik lewat televisi harus rasional, tidak jauh dari kenyataan, tidak membangkitkan naluri-naluri bawah sadar pemirsa, dan tidak menawarkan solusi-solusi instan, seperti lazimnya iklan produk. ( Mulyana, 1999;85). Pesan yang terdapat dalam iklan terbentuk dari perpaduan antara pesan verbal dan nonverbal. Pesan verbal, merupakan kata-kata yang tersusun dari huruf vokal dan konsonan yang membentuk makna tertentu. Sedangkan semua pesan yang bukan pesan verbal adalah pesan nonverbal. Sepanjang bentuk non verbal tersebut mengandung arti, maka dapat disebut pesan komunikasi (widyatama, 2007;17). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68 Sementara itu iklan politik berfungsi menyampaikan pesan
verbal dan visual yang bermuatan politik disusun secara persuasif dan komunikatif kepada khalayak. Dalam iklan, pesan verbal dan visual agak riskan untuk dipisahkan. Bila memposisikan sebagai audience, iklan harus punya pesan verbal dan non verbal yang kredibel. Janjinya masuk akal, visinya jelas, gambarnya menyentuh dan membuat nyaman calon pemilih (Tinarbuko, 2009;81) Iklan politik adalah proses dimana kandidat, partai politik, individu, dan grup-grup mempromosikan diri dan pandangan mereka melalui suatu saluran komunikasi massa. Iklan politik biasanya merupakan suatu bentuk media berbayar dimana promotor atau sponsor dari kandidat dll tersebut membeli jam tayang untuk mendistribusikan pesan iklan (Kaid, 2008). Citra diri merupakan impresi yang menyeluruh dari apa yang dipikirkan dan diketahui seseorang/sekelompok orang tentang suatu objek (Kasali, 1992;158). Lebih jelas Kaid dan Holtz-Bacha (dalam Danial, 2009;93-94) mendefinisikan iklan politik televisi sebagai moving imege programming that is designed to promote the interest of a given party or individual. Untuk menekankan soal kontrol politik tadi, mereka memperluas definisi itu dengan menyodorkan definisi: Any programming format under the control of the party or candidate end for wich time is given or purchased. Dengan perkembangan baru di bidang teknologi komunikasi, mereka kemudian membuat definisi iklan politik yang lebih luas, yaitu: any controlled message communicated throught any channel designed to promote the political interest of individuals, parties, groups, government, or other organization. Definisi terakhir ini tidak saja menitikberatkan pada aspek kontrol dan promosional dari iklan politik saja, tetapi juga membuka peluang memasukkan perbedaan iklan politik dari sisi format dan saluran penyampaian pesan politik. Iklan kampanye politik di televisi dapat menggunakan berbagai teknik. Brian McNair (1999;97) menyebutkan delapan kategori, meskipun tidak saling maniadakan. Teknik tersebut antara lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
1) Iklan primitif : biasanya artifisial, kaku, dan tampak dibuat-buat. 2) Talking heads : dirancang untuk menyoroti isu dan menyampaikan citra bahwa kandidat
mampu
menangani
isi
tersebut
dan
melakukannya nanti. 3) Iklan negatif : menyerang kebijakan kandidat atau partai lawan. 4). Iklan konsep : yang dirancang untuk menggambarkan ide-ide besar dan penting mengenai kandidat. 5). Cinema verite : teknik yang menggunakan situasi informal dan alami, misalnya dengan menayangkan kandidat yang sedang berbicara akrab dan spontan dengan rakyat kecil, atau satu sisi kehidupan pribadi atau keluarganya, atau dunia pekerjaannya. 6). Iklan kesaksian : biasa disebut testimonial, baik dari orang biasa maupun dari tokoh terkemuka yang dikagumi, baik tokoh politik, ilmuwan, olahragawan, ataupun artis. 7.
Reporter Netral : rangkaian laporan mengenai kandidat atau lawannya dan memberikan kesempatan kepada pemirsa untuk memberikan penilaian. Tayangan itu tentu saja tidak netral, Namun mengandung kesan demikian karena disampaikan naratif. Perbedaan peran yang dimainkan iklan politik televisi di banyak
negara, menurut Kaid dan Holtz-Bacha (2006), ditentukan oleh sejumlah variabel sistemik, antara lain sistem politik negara bersangkutan, sistem sistem pemilunya, dan juga sistem pertelevisiannya. Oleh karena itu perlunya studi menegenai sistem politik dan pertelevisian, apalagi sistem pertelevisian nasional dan lokal yang memiliki perbedaan khalayak penerima pesan.
6. Komunikasi Komunikasi adalah proses memaknai. Pemaknaan dilakukan seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan sehingga seseorang membuat reaksi terhadap informasi, sikap, dan perilaku commit toyang user pernah dia alami berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
pengalaman yang dia alami. Komunikasi ini menjadi dasar aktivitas manusia. Dengan berkomunikasi manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari-hari, dirumah tangga, tempat pekerjaan dann dimanapun manusia berada. Dalam penelitian ini yang ditekankan bukanlah komunikasi sebagai proses melainkan komunikasi sebagai pembangkit makna (the generation of meaning). Tatkala kedua orang sedang berkomunikasi, syarat yang harus dipenuhi adalah kedua pihak memahami apa maksud pesan yang diterima oleh masing-masing pihak, lebih kurang secara akurat. Menurut Lasswell (dalam Mulyana, 2007;69) cara yang terbaik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan berikut, “who? says what? in which channel? to whom? with what effect?”. Model komunikasi Lasswell yang berupa ungkapan verbal tadi sering
diterapkan
dalam
komunikasi
massa.
Model
tersebut
mengisyaratkan lebih dari satu saluran dapat membawa pesan. Unsur sumber (source) merangsang pertanyaan untuk pengendali/ pengirim pesan, sedangkan unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk analisis isi. Saluran komunikasi (in which channel) dikaji dengan analisis media. Unsur penerima (to whom) dikaitkan dnegan analisis khalayak. Unsur pengaruh (with what effect) jelas berhubungan dengan studi mengenai akibat yang ditimbulkan pesan komunikasi massa pada khalayak pemirsa, pembaca atau pendengar (Nimmo, 2005;148). Dalam penelitian ini difokuskan untuk meneliti pesan sebuah iklan, dengan fokus amatan bahasa pesan dalam iklan.
a.
Pesan Pesan (massage) merupakan suatu kumpulan simbol yang terdiri
dari lambang verbal maupun nonverbal. Tanda itu pada umumnya berbentuk bahasa, tetapi dalam hal-hal tertentu, Lambang-lambang tersebut dapat diwakilkan dengan cara non bahasa seperti gerak anggota tubuh, gambar, warna, dan lain sebagainya. Dalam komunikasi, bahasa disebut sebagai lambangcommit verbal,to sedangkan lambang-lambang lainnya user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
selain bahasa dinamakan lambang non verbal. Melalui unsur verbal dan visual (nonverbal), diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna denotatif yang didapat pada semiosis tingkat pertama dan makna konotatif yang didapat dari semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan semiotik terletak pada tingkat kedua atau pada tingkat signified, makna pesan dapat dipahami secara utuh (Barthes, 1998;172-173). Pesan di dalam video iklan politik versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” disampaikan melalui lambang verbal maupun tanda non verbal.
b. Verbal Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Mulyana, 2005). Lambang verbal atau biasa disebut dengan komunikasi dengan bahasa (linguist) merupakan cara komunikasi yang mendasar pada setiap manusia. Ketika seseorang berbicara secara lisan, maka ia menggunakan bahasa sebagai lambang verbal atau pada saat seseorang sedang menggunakan tulisan, ia juga menggunakan bahasa sebagai lambang verbal. Lambang verbal adalah cara komunikasi yang secara sederhana bisa diucapkan (dilafalkan) atau ditulis. Dalam tayangan video iklan politik versi “pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” lambang verbal terdapat dalam narasi (voice over)
c.
Nonverbal Komunikasi
nonverbal
dilangsungkan
melalui
kode-kode
presentasional seperti gestur, gerak mata, atau sifat suara. Menurut Fiske (2011;94), Komunikasi nonverbal memiliki dua fungsi diantaranya yang pertama untuk menyampaikan informasi indeksikal. Ini merupakan informasi tentang pembicara dan situasinya sehingga pendengar mengetahui identitas, emosi, sikap posisi sosial dan seterusnya dari pembicara. Fungsi kedua, manajemen commit to user interaksi. Kode-kode digunakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
untuk mengelola relasi yang dibentuk encoder dengan pihak lain. Secara sederhana pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A.Samovar dan Richard E. Porter (dalam Mulyana, 2007;343), komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi yang dihasilkan individu dan pengguna lingkungan oleh individu yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Pesan-pesan nonverbal sangat
berpengaruh
dalam
komunikasi.
Sebagaimana
kata-kata,
kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak universal, melainkan terikat oleh budaya, jadi dipelajari bukan bawaan. Tubuh
manusia
merupakan
transmitter
utama
kode-kode
presentasional. Argyle (dalam Fiske, 2011;95) menyusun daftar 10 kode yang menunjukkan makna-makna yang dibawanya. 1) Kontak tubuh. Orang yang kita sentuh dan tempat dan waktu menyentuhnya bisa menyampaikan pesan-pesan penting tentang relasi. Hal yang menarik, kode dan jarak (kedekatan) adalah salah satu yang beragam pada berbagai kebudayaan. Orang inggris saling menyentuh satu sama lain lebih sering dibandingkan dengan kebanyakan orang dari kebudayaan lain. 2) Proximity. Seberapa dekat kita mendekati seseorang dapat memberikan pesan tentang relasi kita. Jarak dalam lingkaran 3 kaki adalah intim, lebih dari itu sampai 8 kaki personal; lebih dari 8 kaki semi publik dan seterusnya. Jarak yang sebenarnya akan berbeda dari satu budaya ke budaya lain. 3) Orientasi. Bagaimana posisi kita terhadap orang lain adalah cara lain untuk mengirimkan pesan tentang relasi. Menghadap langsung pada wajah seseorang dapat menunjukkan baik keakraban maupun agresi, posisi 900 pada orang lain menunjukkan sikap kooperatif dan seterusnya. 4) Penampilan. Penampilan digunakan untuk mengirimkan pesan tentang kepribadian dan status sosial. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
5) Anggukan kepala. Satu anggukan berarti mengizinkan orang lain untuk berbicara, anggukan cepat mungkin menunjukkan keinginan untuk berbicara. 6) Ekspresi wajah. Ini bisa dibagi ke dalam sub-sub kode posisi alis, bentuk mata, bentuk mulut, bentuk hidung. Hal yang menarik ekspresi wajah menunjukkan kurang bervariasi secara lintas kultural dibandingkan dengan kode-kode presentasional lainnya. 7) Gesture atau kinesik. Lengan dan tangan adalah transmitter utama gesture, meski gesture kaki dan kepala juga penting. 8) Postur. Cara kita duduk, berdiri atau berselonjor bisa mengkomunikasikan secara terbatas, tetapi menarik tentang pemaknaan. Hal yang menarik, dan mungkin mengejutkan postur kurang terkontrol dengan baik dibandingkan dengan ekspresi wajah. Kecemasan yang tak terlihat dengan baik lewat wajah mungkin memberi jalan untuk ditunjukkan dengan postur. 9) Gerak mata/kontak mata. Kapan, seberapa sering dan berapa lama kita bertatap dengan orang lain merupakan cara yang amat penting menyampaikan pesan tentang relasi khususnya seberapa dominan atau bersahabat kita menginginkan relasi yang terbangun itu. 10) Aspek nonverbal percakapan. Hal ini terbagi ke dalam dua kategori: a. Kode-kode prosodic yang mempengaruhi pemaknaan kata-kata yang digunakan. Nada suara dan penekanan menjadi kode utama disini. b. Kode-kode paralinguistik yang mengkomunikasikan informasi tentang pembicara. Irama, volume, aksen, salah ucap dan kecepatan bicara menunjukkan kondisi emosi, kepribadian, kelas, status sosial, cara memandang pendengar dan seterusnya dari pembicara.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
B. Penelitian yang Relevan Data di dalam penelitian ini, akan dilengkapi dengan berbagai macam penelitian terdahulu yang dianggap mampu digunakan sebagai bentuk laporan berkaitan dengan originalitas ide penelitian. Kelengkapan data diharapkan didapatkan melalui buku-buku, tesis, makalah ilmiah pada berbagai jurnal, dan literatur lain sebagainya.
Tabel 9. Penelitian Terdahulu (Rizky Rachdian S, 2012) Uraian
Literature
Peneliti Rizky Rachdian S Tesis (2012) Manajemen Komunikasi Pemasaran, Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Sumber / Universitas Judul Penelitian
Universita Indonesia Indonesia, Nasionalisme, dan Iklan (Analisis resepsi tiga iklan televisi dengan tema keIndonesian).
Metode Penelitian
Kualitatif
Hasil Penelitian
Menghasilkan posisi pemaknaan terhadap fenomena iklan dengan tema ke-Indonesiaan, terutama iklan Djarum Super edisi “Great Adventure”, iklan Kopi Kapal Api edisi “Secangkir Semangat Indonesia”, dan iklan Nutrisari edisi “Heritage”,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Perbedaan
-Perbedaannya terletak pada obyek kajian dan teori. Obyek : TVC (tv comercial) Teori : Teori resepsi (manajemen komunikasi) -Sedangkan pada penelitian berjudul: Makna pesan pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. objek kajiannya adalah iklan video politik dengan menggunakan teori semiotika untuk mengungkap makna melalui unsur naratif dan senematik.
Tabel 10. Penelitian Terdahulu (Elara Karla N, 2014) Uraian Literature Sumber / Universitas Judul Penelitian
Peneliti Elara Karla N Tesis (2014) Program Pascasarjana Pengkajian Seni Institut Seni Indonesia Surakarta Mitos tembang “ Tembang durma kuntilanak dalam film horor kuntilanak”
Metode Penelitian
Kualitatif
Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berpijak pada paradigma semiotika film Christian Metz, untuk menganalisis tanda dan mendapatkan makna audio visual yang merepresentasikan tembang “Durma Kuntilanak pada film Kuntilanak”. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami proses penciptaan dan pengolahan gagasan yang menjadikan tradisi sebagai realitas film.
Perbedaan
-Perbedaannya terletak pada obyek kajian dan teori. Obyek : fim horor Teori : semiotika film Metz Tujuanto: mengungkap mitos dibalik tembang commit user “Durma Kuntilanak” pada film “Kuntilanak”.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
-Sedangkan pada penelitian berjudul: Makna pesan pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Obyek : Video Iklan Politik Teori : semiotika Saussure & R. Barthes Tujuan : mengungkap makna pesan dalam tanda verbal dan visual.
Tabel 11. Penelitian Terdahulu (Fajar Aji, 2014) Uraian Literature Sumber / Universitas Judul Penelitian Metode Penelitian
Peneliti Fajar Aji Tesis (2014) Program Pascasarjana Pengkajian Seni Institut Seni Indonesia Surakarta Struktur dramatik film “Nagabonar Jadi2” Kualitatif
Hasil Penelitian
Penelitian ini Menjelaskan keberadaan film Nagabonar Jadi 2 di Indonesia pada tahun 2007 dan Menguraikan struktur dramatik film Nagabonar Jadi 2.
Perbedaan
Sama dengan penelitian milik Karla (2014), penelitian ini juga masih mengunakan film fiksi sebagai objek kajiannya, yang membedakan teori dan tujuannya. Tujuan : struktur dramatik film dan kedudukan estetika dalam film tersebut. Sedangkan pada penelitian berjudul: Makna pesan pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Obyek Teori dan Tujuan : fokus pada makna pesan yang terdapat dalam tanda verbal dan visual.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Tabel 12. Penelitian Terdahulu (Nidya Fitri, 2011) Peneliti Uraian Literature Sumber / Universitas Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
NIDYA FITRI BP. 07217001 Tesis (2011). Program Pascasarjana Studi Lingustik. Universitas Andalas Padang Eksplorasi dan Signifikasi tanda dalam iklan rokok “A mild” Kualitatif Iklan rokok “A Mild” ini ditemukan beberapa makna, yaitu; pertama, makna kedustaan berasal dari tanda dusta. Kedua, makna kepalsuan berasal dari tanda palsu yang mengalami pereduksian realitas penanda, petanda, dan tidak memiliki makna sebenarnya namun palsu. Ketiga, makna ekstrim berasal dari tanda ekstrim yang menimbulkan efek melampui batas dalam pikiran pembaca atau penonton, kemudian berubah menjadi mitos
dan makna ideologi. Keempat, hiperrealitas merupakan makna yang kehilangan kontak dengan tanda yang direpresentasikannya. Selain itu, ditemukan dua penanda kunci dalam iklan rokok “A Mild”, yaitu (tulisan “Bukan Basa-Basi” dan “Go Ahead”) dan delapan belas petanda yang berbeda diwujudkan melalui bahasa verbal dan bahasa nonverbal.
Perbedaan
Kajian penelitian Fitri berada pada ranah linguistik, Fokus penelitian ini hanya mengkaji pada teks bahasa dengan obyek penelitiannya berupa iklan cetak (print ad). yang terbatas pada penanda dan petanda saja. Sedangkan pada penelitian berjudul: Makna pesan pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga commit to user Indonesia”. Obyek penelitiannya menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78 iklan video, penelitian ini lebih jauh pembahasanya tidak hanya terbatas pada mengungkapkan bentuk penanda dan petanda. namun sampai tahap pemaknaan tanda (signifikasi). dengan mengidentifikasi tanda verbal,visual yang terdapa pada isi video iklan Tabel 13. Penelitian Terdahulu (I Wayan Mulyawan, 2008)
Uraian
Literature Sumber / Universitas Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan
Peneliti I Wayan Mulyawan Jurnal Linguistika. Vol. 15, No. 28, Maret 2008. Akreditasi Nomor: 007/BAN PT/AkV/S2/VIII/2006 Universitas Udayana Makna dan pesan iklan media cetak. Kajian Hipersemiotika Kualitatif Hasil penelitian ini bahwa makna dan pesan sebuah iklan menunjukkan niat terselubung dari iklan tersebut, yaitu dengan munculnya berbagai bentuk persuasif agar produk tersebut mau dibeli oleh konsumen. Kebanyakan makna dan pesan tersebut disampaikan melalui unsur nonverbal, sebab unsur nonverbal lebih mampu bersifat persuasif dan lebih mudah diingat oleh konsumen daripada unsur verbal (terutama dalam hal mengingat/menghafal tulisan/teks). Dalam hal ini unsur verbal hanya bersifat sebagai pendukung dan penegas dari apa yang terlihat pada unsur nonverbal.
Temuan penelitian Mulyawan mengarah pada unsur nonverbal sangat berpengaruh pada kesuksesan iklan dalam menyampaikan pesan. Sedangkan pada penelitian berjudul: Makna pesan pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”, menunjukkan bahwa unsur verbal dan non verbal merupakan satu kesatuan tanda yang satu sama lain saling menguatkan, memperjelas, menegaskan dalam penyampaian pesan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79 Tabel 14. Penelitian Terdahulu (Deddi Duto Hartanto, 1999)
Uraian Literature Sumber / Universitas Judul Penelitian
Peneliti Deddi Duto Hartanto Jurnal Nirmana Vol. 1, No. 2, Juli 1999 : 79 94 Universitas Kristen Petra Peranan Keyword (kata kunci) dalam iklan
Metode Penelitian
Kualitatif
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini mengungkap bahwa keyword dalam iklan membantu konsumen mengingat produk atau merek yang dipasarkan Tampilan iklan menggunakan keyword sebagai salah satu pesan yang disampaikan mempunyai tujuan agar iklan tersebut mulai diperhatikan (attention), diingat (awareness), dipahami (comprehention), tertarik (interest), keyakinan (desire), dan akhirnya diharapkan ada tindakan (action).
Perbedaan
Penelitian Hartanto lebih fokus pada mengalisa keyword dalam iklan, sebagaimana di ketahui bahwa keyword adalah unsur verbal dalam sebuah iklan. dari sekian banyak iklan yang di analisa, iklan seperti; permen Kino versi “Permen Kino gantinya permen kopi”, iklan honda versi “Bagaimanapun Honda lebih unggul”, iklan sanaflu versi "Belum tahu dia…", merupakan sebagian iklan yang berhasil dengan keyword-nya pada masa itu.
Jika hartanto dalam penelitiannya fokus pada unsur verbal yang berupa kata kunci (keyword) dalam iklan video / TVC (television commercial) penelitian berjudul: Makna pesan pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. berfokus pada unsur-unsur verbal dan visual dalam menyampaikan pesan iklan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80 Tabel 15. Penelitian Terdahulu (Muslikh Madiyant, 2003)
Uraian Literature Sumber / Universitas Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Peneliti Muslikh Madiyant Jurnal Humaniora Vol 15 No. 2 Juni 2003 Halaman 163 - 171 Universitas Gadjah Mada Sinemasastra: Mencari bahasa didalam teks visual Kualitatif Secara ringkas Madiyant dalam penelitian ini mengatakan bahwa teks-teks normatif tersebut menciptakan dinamika di ranah sinematografi sebagai kelaziman soal jika diingat teks merupakan bagian tak terpisahkan darinya. Semiolinguistik sinema dalam kasus ini tidak menjadi substitusi teks-teks normatif tersebut. Semiolinguistik adalah hal lain, yakni menempatkan dirinya di ruang lain, yakni di luar ranah sinematografi karena ruang disiplinnya memang berbeda. Di sisi lain, relasi antara pendekatan linguistik dengan studi bahasa sinematografi terbilang amat terlambat jika ditilik dari perkembangan linguistik yang sudah merangsek ke seluruh bidang. Satu hal lain yang harus dicatat, semua pendekatan sinema yang berbasis linguistik secara de facto bukanlah semiolinguistik.
Perbedaan
Penelitian Madiyant lebih pada kajian lingustik. lazim jika pada penelitiannya menyebutkan bahwa Semiolinguistik berada di ruang lain, yakni di luar ranah sinematografi karena ruang disiplinnya memang berbeda kesamaan yang di temukan yaitu penelitian ini mencoba membongkar teks-teks normatif film.sedangkan penelitian berjudul: Makna pesan pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. konsisten pada pengungkapan makna yang tersimpan pada tanda verbal dan visual dengan pen-dekatan semiotika dengan melibatkan unsur-unsur pembentukan film commit to user yaitu unsur naratif dan unsur sinematografis.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
C. Kerangka Berpikir Penelitian ini merupakan sebuah upaya pengamatan dan pembacaan karya seni audio visual (video iklan). Pendekatan penelitian kualitatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis semiotika (semiotic analysis) Rolands Barthes untuk membantu mengkaji dan
menjawab permasalahan tentang pembacaan tanda verbal dan visual yang terkandung dalam iklan politik, seperti yang sudah dipaparkan pada perumusan masalah.
Gambar 6. Skema Kerangka Berpikir commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif, penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya (Strauss dan Corbin, 2007;4), meskipun dijelaskan juga bahwa model penelitian kuantitatif dapat digabungkan dengan penelitian kualitatif. Dalam melakukan sebuah penelitian, data sangat diperlukan untuk memperkuat deskripsi subjek yang diteliti, dan teknik-teknik pengumpulan data untuk mendukung penelitian yang dilakukan. Senn dalam Nyoman Kutha Ratna (2010;41) mendefinisikan metode merupakan cara-cara untuk mengetahui sesuatu, sedangkan metodologi adalah analisis untuk memahami berbagai aturan, prosedur dalam metode tersebut. Dalam analisisnya Rohidi (2011;48) sebagaimana juga dalam penelitian kualitatif pada umumnya penelitian seni memang berfokus pada cipta seni tetapi penguraiannya menggunakan kata-kata tentang kandungan intraestetik dan ekstraestetik. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode analisis semiotik dengan pendekatan teori semiotika Roland Barthes. Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda (Fiske, 2011;61) untuk menjelaskan masalah yang dikaji dibutuhkan metode untuk
mengumpulkan
data,
yang
kemudian
dianalisis
secara
komprehensif, dan berikut adalah langkah-langkah yang akan ditempuh. B. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Lofland (dalam Moleong, 2007;157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Proses penelitian dengan metode kualitatif tersebut tentu commit to user membutuhkan teknik pengumpulan data untuk mendukung penelitian 82
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang dilakukan. Rohidi (2011;180) dalam bukunya Metodologi Penelitian Seni. Dalam memperoleh data seni dan pendidikan seni ada tiga aspek yang mendasar dari pengalaman-pengalaman manusia yang harus diperhatikan, yaitu: (1) karya seni yang dicipta atau diapresiasi, (2) apa yang diketahui oleh orang atau mereka yang terlibat dalam kegiatan seni, dan (3) apa yang dilakukan mereka dalam peristiwa dan lingkungan pada satu masa dan tempat tertentu.
1. Sumber data Tabel 16. Tema Video Iklan Politik “ Jokowi For President ” No
Video Iklan Politik “ Jokowi For President ”
1.
Judul : “Coblos No 4, Jangan Golput !”
2.
Judul : “Indonesia Hebat !” versi: Mandat Megawati, JKW for President.
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Judul : “Indonesia Hebat !” versi: Coblos No 4 PDI Perjuangan.
Tabel 17. Tema Video Iklan Politik “ Jokowi Adalah Kita ” No
Video Iklan Politik “ Jokowi Adalah Kita ”
1.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi : Jokowi dan Si Kabayan.
2.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi : Wujudkan mimpi bersama.
commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Permintaan rakyat.
4.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Suara rakyat Indonesia.
5.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Siapkah kita dipimpin menjadi bersih?.
6.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Testimoni Alwi Shihab dan Anis Baswedan.
commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia .
8.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi Testimoni artis Ibukota.
9.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi Slank dan artis Ibukota.
10.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Ibunda Jokowi.
commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
11
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Nonton World Cup.
12.
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Panduan Mencoblos.
13
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Pemimpin yang lahir dari Rakyat.
14
Judul : “Jokowi adalah kita” versi: Parodi.
commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Data Primer
Genre
TVC (Televisi commercial)
Durasi
01.30
Audio
a. narasi (voice over)
b. efek suara (ambience) c. suara latar (back sound) Presentasi visual Warna
2D Berwarna (monocromatic)
Format tayang
Full HD layar lebar 9:16
Bahasa
Indonesia (non subtitle)
Segment Tujuan
Domestik
Iklan kampanye
3. Data Sekunder Sumber pustaka yang digunakan pada penelitian ini berupa buku, tesis, jurnal, artikel, serta sumber elektronik berupa berbagai informasi dari internet, antara lain buku-buku yang memuat teori semiotika, dan buku-buku yang memberikan penjelasan mengenai makna, tanda, pesan dan paradigma film, periklanan dan media. Tidak hanya itu, sumber pustaka juga berupa penelitian dan/atau karya tulis ilmiah yang pernah ada terkait dengan kajian film, dan semiotika, selain jurnal-jurnal ilmiah. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini ada tiga, yaitu: pengamatan dan transkripsi, studi pustaka, serta wawancara. Penggunaan ketiga teknik pengumpulan data tersebut untuk mendukung commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan saling melengkapi, guna menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. a). Pengamatan dan Transkripsi Proses pengumpulan data menggunakan teknik ini dilakukan dengan mengamati video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”, kemudian pembacaan tanda dan tafsir makna difokuskan pada scene yang memuat shot-shot. Adapun cara-cara yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Mencermati video iklan politik versi “Pesan Ramadhan JokowiJK untuk keluarga Indonesia” dan mengklasifikasikan shot-shot dari pemecahan scene yang memuat peristiwa. Kemudian menonton adegan yang sudah dipilih secara berulang-ulang, untuk membaca tanda-tanda melalui setiap partikel gambar dan suara. 2) Menuliskan transkrip tanda-tanda, dan melakukan tafsir makna pesan yang diciptakan dan disajikan kepada khayalak. b). Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dari buku-buku film, jurnal ilmiah, penelitian film dan budaya sebagai referensi, untuk mendapatkan data tentang segala macam informasi mengenai semiotika, film, desain komunikasi visual baik jurnal internasional maupun jurnal nasional. hingga data atau informasi lain seputar penelitian ini. c). Wawancara Pentingnya wawancara dalam penelitian kualitatif sangat dibutuhkan, untuk mendapatkan data yang bersifat empiris. Jenis wawancara yang digunakan untuk memperoleh data adalah menggunakan dua metode, yaitu personal interviews dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung face-to-face (Kothari, 2004;97), berikutnya adalah email interview yang hampir sama dengan telephone interviews, metode wawancara ini dilakukan melalui surat elektronik langsung tertuju ke alamat e-mail interview. commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Teknik Keabsahan Data Validitas merupakan keabsahan data dimana setiap keadaan harus memenuhi (Moleong, 2007;320): 1. Mendemonstrasikan nilai yang benar 2. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterangkan 3. Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan keputusannya Teknik pemeriksaan keabsahan data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah : 1). Triangulasi Kegiatan triangulasi akan dilakukan melalui triangulasi sumber yang
berarti
membandingkan
dan
memeriksa
kembali
derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton dalam Moleong, 2007;330). Peneliti akan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. penelitian-penelitian yang menjadi pembanding adalah penelitian yang berhubungan dengan iklan dan kajian semiotika sehingga mendapatkan informasi dari pakar periklanan dan budayawan serta aktifis film. 2). Pemeriksaan sejawat melalui diskusi Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat (Moleong, 2007;332).
D. Teknik Analisis Data Inti analisis data kualitatif terletak pada tiga proses yang berkaitan, yaitu: mendeskripsikan fenomena, mengklasifikasikannya, dan melihat bagaimana konsep-konsep yang muncul itu satu dengan yang lainnya berkaitan (Moleong, 2007;289). commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Reduksi Data Penyeleksian data difokuskan pada korpus data dalam proses penciptaan realitas film yang memuat tradisi dan penyajiannya. Pemfokusan dan abstraksi kemudian mengarah pada konsep video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Reduksi data kemudian dilakukan dengan cara menyesuaikan data yang diperoleh dari wawancara dan transkripsi dengan konteks video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”, dan merelevansinya dengan beberapa literatur atau sumber tertulis lainnya. 2) Sajian Data Sebagai komponen analisis kedua, sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi lengkap yang kemudian dapat ditarik kesimpulan. Sajian data penelitian kemudian diolah bersama gambar dan suara untuk menjadikan video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” utuh sebagai media untuk menyajikan sebuah makna pesan. Data-data tersebut kemudian disusun dan disajikan menggunakan kalimat serta bahasa secara logis dan sistematis. Selain dalam bentuk narasi kalimat, disajikan juga berbagai jenis gambar, skema, dan atau tabel; antara lain skema penelitian, data teknis video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”, gambar rangkaian cerita.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Profil Joko Widodo
Suhu pencapresan Jokowi sudah tak terbendung lagi dan mulai memanas. Semua lembaga survei menjagokan Jokowi. Elektabilitas Jokowi semakin melejit tak terbendung. Dukungan dari seluruh pelosok daerah terus mengalir. Megawati Soekarno Putri pun sudah merasakan getaran ini. Ketenaran Jokowi bukan tanpa sebab. Pencitraan Jokowi bukan hanya karena pemberitaan media yang setiap saat menyorotinya. Tapi memang prestasi Jokowi yang kian hari kian menjulang. Saat masih menjadi Walikota Solo sampai menjadi Gubernur DKI, banyak prestasi keberhasilan yang ditorehkan oleh Jokowi. Tak salah rakyat tertarik mempunyai presiden seorang Jokowi. Ir. H. Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 21 Juni 1961, umur 53 tahun adalah Presiden Indonesia ke-7 yang menjabat sejak 20 Oktober 2014. Ia terpilih bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dalam pemilu presiden 2014. Jokowi pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sejak 15 Oktober 2012 hingga 16 Oktober 2014 didampingi Basuki Tjahaja Purnama sebagai wakil gubernur dan Walikota Surakarta (Solo) sejak 28 Juli 2005 sampai 1 Oktober 2012 didampingi F.X. Hadi Rudyatmo sebagai wakil walikota. Dua tahun sementara menjalani periode keduanya di Solo, Jokowi ditunjuk oleh partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk memasuki pemilihan Gubernur DKI Jakarta bersama dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Walaupun rumahnya pernah digusur sebanyak tiga kali saat masa kecil, ia mampu diterima di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada dan setelah lulus berhasil menjadi pengusaha mebel. Setelah itu, karier politiknya dimulai dengan menjadi Walikota Surakarta pada tahun 2005. Namanya mulai dikenal setelah dianggap berhasil mengubah wajah commit to user kota Surakarta menjadi kota pariwisata, budaya, dan batik. Pada tanggal 92
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
20 September 2012, Jokowi berhasil memenangkan pilkada Jakarta 2012, dan kemenangannya dianggap mencerminkan dukungan populer untuk seorang pemimpin yang "baru" dan "bersih", meskipun umurnya sudah lebih dari lima puluh tahun. Semenjak terpilih sebagai gubernur, popularitasnya terus melambung tinggi dan ia terus menjadi sorotan media. Akibatnya, muncul wacana untuk menjadikannya calon presiden untuk pemilihan umum
presiden
Indonesia
2014.
Ditambah
lagi,
hasil
survei
menunjukkan bahwa nama Jokowi terus diunggulkan. Pada awalnya, Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri menyatakan bahwa ia tidak akan mengumumkan calon presiden PDI-P sampai setelah pemilihan umum legislatif 9 April 2014. Namun, pada tanggal 14 Maret 2014, Jokowi telah menerima mandat dari Megawati untuk maju sebagai calon presiden dari PDI-P, tiga minggu sebelum pemilihan umum legislatif dan dua hari sebelum kampanye.
2. Jokowi Dalam Video Iklan Politik Jokowi sendiri memang memiliki kisah hidup yang menarik. Sejak menjadi Walikota Surakarta pada 2005 lalu, pria 53 tahun itu terus menunjukkan prestasi sebagai pemimpin. Meski tidak banyak bicara, secara perlahan Jokowi mampu membuktikan dirinya memang pantas untuk mendapatkan kepercayaan dari rakyat. Kehidupan Jokowi inilah yang menjadi tema utama dalam video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Para penonton bisa menyaksikan bagaimana Jokowi mencoba mendekatkan diri pada rakyat dalam video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia” ini, akan terlihat bagaimana keluarganya memiliki peran yang sangat penting di belakang kesuksesan Jokowi, seperti Iriana dalam mengurus Jokowi usai melaksanakan tugas dan kemesraan hubungan mereka sekeluarga. Kita akan melihat kehidupan Jokowi sebagai kepala keluarga, suami, bapak dan manusia biasa. sebuah kehidupan keluarga yang sangat sempurna. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
94 digilib.uns.ac.id
Iklan Jokowi adalah kita sudah sering muncul di televisi. Pada saat ini menyaksikan iklan Jokowi lebih mengedepankan proses alam pikir bawah sadar dari pemirsa. Pemirsa tidak secara langsung di tonjolkan figur Jokowinya tapi lebih pada sebuah kebersamaan yang tersamar sehingga nampak antara Jokowi dan kita adalah sama. tentunya ini akan menjadikan kita menjadi sepaham dengan Jokowi secara tidak sadar. coba bandingkan dengan iklan yang lebih menonjolkon sosok atau figur pasti akan terjadi antara kita dan calon presiden atau antara saya dan bukan saya atau antara kita dan bukan kita. Nampaknya konsultan Jokowi mengenai iklan menjadi presiden sudah menggunakan teknologi alam bawah sadar atau yang sekarang kita sebut dengan NLP neuro lingusitic programming. dalam terminologi iklan jokowi ini istilah NLPnya adalah pacing dimana masyarakat dibuat sehati dengan Jokowi. kalau sudah terjadi proses sehati maka selanjutnya pasti iklannya “leading” artinya program program disampaikan dan akan mendapatkan persetujuan dari masyarakat luas.
3. Identifikasi Tanda Identifikasi dan klasifikasi tanda pada penelitian ini dilakukan dengan mengadaptasi jenis-jenis tanda berdasarkan tahap-tahap analisis data yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure dalam menganalisis video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Analisis Ferdinand de Saussure banyak digunakan sebagai alat analisis karena lebih aplikatif dan secara lebih mendalam karena pada akhirnya akan masuk sampai pada tahap pemaknaan. Analisis yang diterapkan pada adegan-adegan pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. yang memuat unsur naratif dan unsur sinematik yang memuat tanda verbal dan visual yang menurut Saussure tanda merupakan objek fisik dengan sebuah makna atau untuk menggunakan istilahnya sebuah tanda terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda (Signifier) adalah citra tanda seperti yang dipersepsikan. Signifier adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
95 digilib.uns.ac.id
bunyi bermakna atau coretan yang bermakna yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan signified adalah gambaran mental yakni pikiran atau konsep mental dari bahasa (Sobur, 2009:125). Hubungan antara keberadaan fisik tanda konsep mental dinamakan signification. Dengan kata lain, Fiske (dalam Sobur, 2009:125) menyatakan bahwa signification adalah upaya dalam memberi makna terhadap dunia. Hubungan diantara signifier dan signified bersifat arbitrer (manasuka) dan hanya berdasarkan konvensi, kesepakatan, dan peraturan dari kultur pemakai bahasa tersebut. Bagi Saussure, sifat arbitrer tanda merupakan inti bahasa manusia. Artinya tidak ada relasi pasti antara penanda dan petanda. Relasinya ditentukan berdasarkan konvensi aturan atau kesepakatan diantara penggunanya. Rangkaian pemahaman akan berkembang terus seiring dengan rangkaian semiosis yang tidak kunjung berakhir. Selanjutnya terjadi tingkatan rangkaian semiosis. Interpretan pada rangkaian semiosis lapisan pertama, akan menjadi dasar untuk mengacu pada objek baru dan dari sini terjadi rangkaian semiosis lapisan kedua. Jadi, apa yang berstatus sebagai tanda pada lapisan pertama berfungsi sebagai penanda pada lapisan kedua, dan demikian seterusnya. Terkait dengan itu, Barthes mengemukakan teorinya tentang makna konotatif. Ia berpendapat bahwa konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Ini terjadi tatkala makna bergerak menuju subjektif atau setidaknya intersubjektif. Semuanya itu berlangsung ketika interpretant dipengaruhi sama banyaknya oleh penafsir dan objek atau tanda. Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama. penanda tatanan pertama merupakan tanda konotasi. Jika teori itu dikaitkan dengan bekerjanya sebuah iklan politik, maka setiap pesan merupakan antara signifier (lapisan commit to pertemuan user
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
ungkapan) dan signified (lapisan makna). Lewat unsur verbal dan visual (nonverbal), diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna denotatif yang didapat pada semiosis tingkat pertama dan makna konotatif yang didapat dari semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan semiotik terletak pada tingkat kedua atau pada tingkat signified, makna pesan dapat dipahami secara utuh (Barthes, 1998;172-173). Mengingat bahwa iklan politik mempunyai tanda berbentuk bahasa verbal dan visual, serta merujuk bahwa teks iklan politik dan penyajian visualnya juga mengandung ikon terutama berfungsi dalam sistem-sistem nonkebahasaan untuk mendukung peran kebahasaannya, maka pendekatan semiotik terhadap iklan politik layak diterapkan.
a. Tanda Verbal Tabel 18. Unit Identifikasi Unsur Naratif. Sekuen/ shot 1/67
Unsur Naratif Ramadhan mengajarkan kita untuk menjalani kehidupan penuh syukur. dan keluarga merupakan tempat untuk belajar menghadapi kehidupan itu. Belajar untuk mencintai alam semesta ini Belajar menghargai sesama, Belajar untuk berbudaya, Belajar untuk melawan diri kita sendiri, kita akan selalu belajar untuk menjadi lebih baik, hingga kebaikan yang kita lakukan membawa hikmah dan manfaat. Demi menjadi manusia yang lebih baik, keluarga yang lebih baik.
1/67
Saya adalah kamu, Kamu adalah kita, dan kita adalah bangsa Indonesia “Selamat menunaikan ibadah puasa” -
Jokowi-Jk adalah kita -
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
97 digilib.uns.ac.id
b. Tanda Visual Tabel 19. Unit Identifikasi Unsur visual.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
98 digilib.uns.ac.id
B. PEMBAHASAN ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi) Tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Lyons (dalam Sobur, 2009:263) mengemukakan bahwa denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting dalam ujaran. Makna denotatif pada dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk kata-kata. Melalui hal-hal diatas, penelitian ini akan mengungkapkan makna denotasi yang terkandung dalam video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK untuk keluarga Indonesia”. Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi) Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi
yang
disebutnya
sebagai
mitos
dan
berfungsi
untuk
mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Berger (dalam Sobur, 2009:263) mengemukakan bahwa konotasi melibatkan simbol-simbol, historis dan hal-hal yang berhubungan dengan emosional. Penelitian ini menggunakan tahap konotasi Barthes untuk menganalisis yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism dan sintax.
1. Adegan satu (scene 1) : Pantai Tabel 20. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 1, Shot 1
Unsur Sinematik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Ukuran gambar Ekstreme Long shot
99 digilib.uns.ac.id
Sudut lensa pandang Eyewide Level angle
Pencaha- warna yaan Low key Cool (biru)
Pergerakan kamera still
fokus Soft
Tabel 21. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 1, Shot 2
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Big close Up
low angle
Pencaha- warna yaan
Normal Low lens contrast
Cool (biru)
Pergerakan kamera
fokus
subyektif shot
Soft fokus
Tabel 22. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 1, Shot 3
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Long shot
high angle
Pencaha- warna yaan
wide Low key commit to user
Cool (biru)
Pergerakan kamera
fokus
Track in
Soft fokus
perpustakaan.uns.ac.id
100 digilib.uns.ac.id
Tabel 23. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 1, Shot 4
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Full shot
high angle
Pencaha- warna yaan
normal Low key
Cool (biru)
Pergerakan kamera
fokus
handheld
Soft fokus
Tabel 24. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 1 (Pantai) Scene Shot
1.
visual
verbal narasi
Suara latar
Suara Ramadhan mengajarkan kita ombak untuk menjalani kehidupan penuh syukur.
1.
2.
3.
4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi) Pada scene pantai, shot pertama menampilkan suasana pagi di suatu pantai, lalu muncul seseorang nelayan berjalan menuju tepi pantai dengan membawa jala, sesampainya di tepi pantai nelayan tersebut menebarkan jalanya berulang kali. Pada shot 3, terdengar suara voice over Jokowi; “Ramadhan mengajarkan kita untuk menjalani kehidupan penuh syukur”, Makna denotasi dari adegan tersebut adalah sebuah adegan dimana seorang nelayan sedang berada dipantai untuk mencari ikan. Pesan denotasi di atas disebut pesan tanpa kode yaitu pesan yang sampai pada penonton tanpa harus melakukan penafsiran. Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi) Analisis pada tataran kedua, pesan yang di-interpretasikan tidak sesederhana seperti pada tataran pertama. Pada analisis tataran kedua ini ada makna konotasi yang tercipta. Peneliti menggunakan enam prosedur konotasi Barthes untuk menganalisis, yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa gambar tersebut. Menurut Barthes (2010:7) dalam Image, Music, Text dengan menggunakan minimal tiga pendekatan sudah bisa memunculkan konotasi. 1. Trick Effect
Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pada shot awal, scene ini menampilkan gambar secara Ekstreme long shot untuk menampilkan suasana pantai dimana pemeran nelayan berada dan apa yang sedang dia kerjakan. Selanjutnya shot kedua memperlihatkan nelayan berjalan menuju tepian pantai dengan komposisi medium shot (MS). Motivasi pengambilan gambar secara full shot (FS) supaya dapat menampilkan nelayan terlihat utuh seluruh badan saat menebarkan jala yang di bawanya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
102 digilib.uns.ac.id
2. Pose Pose merupakan komunikasi nonverbal yang dilihat melalui bahasa tubuh. Pada awal shot, gambar nelayan diambil dari belakang. Gambar ini memberikan kesan dramatis dimana sosok nelayan ditampilkan sebagai sosok yang misterius dan kuat karena dalam adegan tersebut diperlihatkan lengan dan jala yang dibawanya. Pada shot selanjutnya, nelayan memperlihatkan pose seperti menebar jaring di tepian pantai. Tangannya mengayun jala dengan sekuat tenaga supaya seluruh jalanya menyebar. Hal ini memberi makna bahwa dalam memulai hari seseorang harus optimis, kegigihan dalam usaha, dan tetap semangat dalam memulai hari. 3. Object Object mencakup apa seseorang atau benda tersebut, bagaimana letak benda, besar kecilnya benda. Seorang nelayan adalah sebuah object dari adegan ini yang sangat terlihat jelas. Nelayan tersebut dapat melambangkan seorang pekerja yang gigih. Seorang yang berangkat kerja sebelum matahari terbit. Disaat kebanyakan orang masih terlelap tidur, para nelayan sudah memulai harinya. 4. Photogenia Dalam photogenia, sebuah scene dapat ditampilkan secara lebih dramatis atau romantis.Dalam adegan ini, teknik pencahayaan yang digunakan adalah dengan mengurangi tingkat keterangan cahaya (brightness) dari scene. Adegan ini menggunakan cahaya yang tidak terlalu terang dan hanya bermain dengan warna biru. Semua terlihat natural dengan apa adanya keadaan disana.
Adegan pantai dengan
pencahayaan yang redup membuat suasana dalam scene terlihat alami dan menggambarkan sebuah suasana pagi hari. 5. Aestheticism Aestheticism
erat
kaitannya
dengan
seni.
Aestheticism
berhubungan dengan keindahan. Aestheticism melihat pada makna keseluruhan makna gambar layaknya lukisan. Jika gambar biasa hanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
103 digilib.uns.ac.id
menampilkan sosok, benda, dan menawarkan fakta saja tetapi aestheticism melihat secara keseluruhan. Potongan-potongan gambar pada scene ini jika disatukan ingin menggambarkan bahwa nelayan memiliki semangat dan kemauan yang keras
dalam
hidup
mereka.
Mereka
memiliki
andil
untuk
mengembangkan sebuah kehidupan. Mereka adalah simbol kekuatan dan semangat dari sebuah kehidupan. 6. Sintax Pada beberapa shot diatas terlihat selaras saling melengkapi untuk menyampaikan pesan kepada penonton. gambaran pantai dan adegan nelayan menuju pantai
kemudian dilanjutkan dengan shot
nelayan ber-pose sedang menebar jala memberikan makna bahwa kedua shot tersebut masih dalam situasi yang sama. tergambar sebuah ekspresi kegigihan seseorang ketika sedang melakukan pekerjaan. Nelayan adalah figur manusia yang pantang menyerah. Mereka jujur dalam hal mencari nafkah. Scene ini secara lengkap menampilkan adegan nelayan menebar jala di waktu pagi, nelayan melemparkan jalanya di kali pertama namun tidak berhasil menangkap ikan, kemudian dia melemparkan jalanya kembali dilokasi yang berbeda, maka akan ada kemungkinan bahwa dirinya akan mendapatkan hasil tangkapan berupa ikan. Kemungkinan itu akan bertambah besar jika nelayan tersebut melemparkan jalanya berulang kali dan di lokasi yang berbeda-beda. Ditengah adegan nelayan menjala ikan dalam narasinya Jokowi berpesan; “Ramadhan mengajarkan kita untuk menjalani kehidupan penuh syukur. Pesan Jokowi ini dapat diartikan sebagai pengambaran adegan ini, dimana dalam menjalani hidup di perlukan keiklasan dan rasa syukur. Dalam adegan ini terlihat kejanggalan yaitu pada adegan nelayan menjala ikan di tepi pantai. lazimnya menjala ikan dilakukan di air dalam bukan di air dangkal seperti di tepi pantai, karena di air yang dangkal dan arus ombak yang deras tentu tidak akan mendapatkan tangkapan ikan yang memuaskan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
104 digilib.uns.ac.id
Dari keenam syarat konotasi diatas, dapat disimpulkan bahwa makna konotasi yang muncul adalah nelayan ditampilkan sebagai sosok yang gigih, pekerja keras dan seorang yang kuat. Makna lain yang ingin disampaikan bahwa untuk meraih kesuksesan dalam kehidupan, umumnya perlu usaha berkali-kali, dibutuhkan pikiran dan tenaga yang tak sedikit, serta kerja keras dan ketekunan, juga semangat yang pantang menyerah, dan tetap bersyukur apapun hasilnya. 2. Adegan dua (scene 2) : Pasar tradisional Tabel 25 Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 2, Shot 1
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
long shot
EyeLevel angle
Pencaha- warna yaan
normal Low key
Pergerakan kamera
warm Cut to (kuning , biru)
fokus Deep fokus
Tabel 26. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 2 (Pasar tradisional) Scene Shot
visual
verbal narasi
commit to user
Suara latar
perpustakaan.uns.ac.id
2.
105 digilib.uns.ac.id
1.
Ramadhan mengajarkan kita untuk menjalani kehidupan penuh syukur.
Transisi suara ombak ke suara azan subuh
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi) Suasana pasar tradisional di bulan ramadhan di waktu subuh. lalu lalang pembeli dan penjual yang menjajakan dagangannya. sumber penerangannya berasal dari lampu minyak yang terletak di sudut-sudut pasar. Makna denotasi dari adegan diatas adalah menggambarkan suasana pasar pada pagi hari saat bulan ramadhan, aktifitas pasar dimulai lebih awal dari hari-hari biasanya. Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi) Analisis pada tataran kedua, makna konotasi dimunculkan melalui enam prosedur konotasi Barthes yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa gambar tersebut. 1. Trick Effect Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pengambaran pasar ini hanya sekilas dan berlangsung sangat singkat, Scene pasar hanya terdiri satu shot dengan ukuran Long shot (LS). Sehingga suasana pasar yang sebenarnya tidak terekam dengan jelas. penempatan scene pasar ini hanya bersifat insert / tambahan. dimana shot pasar hanya berfungsi sebagai continuity / lanjutan scene pantai. 2. Pose Pose merupakan komunikasi nonverbal yang dilihat melalui bahasa tubuh. dalam scene tidak terdapat pose. karena jarak commitini to user
perpustakaan.uns.ac.id
106 digilib.uns.ac.id
pengambilan gambarnya direkam dari kejauhan. gesture yang diterekam hanya menampilkan orang lalu-lalang di sebuah pasar, yang menandakan bahwa pasar tradisonal ramai pengunjung. 3. Object Object mencakup apa seseorang atau benda tersebut, bagaimana letak benda, besar kecilnya benda. dalam scene ini banyak sekali object yang terekam namun keseluruhan object tidak mewakili sesuatu, keseluruhan object yang ada dalam scene ini adalah kesatuan yang mendiskripsikan sebuah pasar tradisional. 4. Photogenia Dalam photogenia kita menemukan kasus dimana suatu scene diberi dengan berbagai teknik pencahayaan dan warna. Dengan menggunakan metode photogenia, sebuah scene bisa ditampilkan dengan lebih dramatis sehingga lebih “mengena” pada penonton. penggunaan props lampu-lampu minyak dapat menguatkan kesan pasar tradisioanal. warna yang di tampilkan juga memberikan citra bahwa sumber cahayanya berasal dari nyala lampu-lampu minyak. Dalam scene ini, warna dominan yang ditunjukkan dalam setting pasar adalah warna kekuningan. Secara indeksikal, warna kuning ini ditunjukkan oleh lampu–lampu berbahan bakar minyak. Interpretant yang terbentuk adalah mengacu pada sebuah situasi yang hangat, penuh keakraban dan membumi. Interpretasi ini merujuk pada situasi hiruk pikuk pasar tradisional di waktu pagi hari bahkan dapat dikatakan waktu malam. 5. Aestheticism Dalam suatu scene bisa ditemukan gambaran yang sudah diatur begitu rupa hingga tampak seperti lukisan. Ide-ide yang terkandung dalam aestheticism mirip dengan seni lukis. Aestheticism melihat pada makna keseluruhan makna gambar layaknya lukisan. Makna yang muncul dari keseluruhan gambar pada adegan ini adalah pasar tradisional adalah ciri khas / aset Indonesia, banyak di temukan keunikan disana. Bentuk bangunan yang commit unik, interaksi to user masyarakatnya, hingga barang
perpustakaan.uns.ac.id
107 digilib.uns.ac.id
yang di perjual-belikan, semua memiliki daya tarik masing-masing bagi wisatawan. selain itu pasar tradisional di indonesia memiliki fungsi selain aktifitas ekonomi, Di Indonesia pasar tradisional dapat menjadi tempat bersosialisasi membangun keakraban antar masyarakat. 6. Sintax Pengertian secara umum pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawarmenawar, pasar tradisional kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian, jasa dan lain-lain. Dari keenam syarat konotasi diatas, dapat disimpulkan bahwa makna konotasi yang muncul pada scene ini adalah menyampaikan informasi suasana pasar tradisional pada waktu sahur pada bulan ramadhan. namun visualisasinya dirasa kurang tepat, karena sebagaimana diketahui waktu sahur pada umumnya suasananya masih sangat gelap. shot ini terasa sangat janggal salah satu indikasi kejanggalannya terdapat pada bagian awan yang terlihat sangat terang. Penggunaan props lampulampu minyak tidak membantu banyak dalam menciptakan suasana sahur pada bulan ramadhan karena pada kenyataannya suasananya terlalu terang. Terlepas dari segi teknis, sebenarnya scene ini ingin mengambarkan figur jokowi yang akrab dengan pasar tradisional. Jokowi diketahui memiliki prestasi dalam hal merenovasi pasar tradisional, prestasinya di hitung saat menjabat walikota Solo hingga merelokasi Pasar Tanah Abang ketika menjadi Gubernur Jakarta. Dalam pemilihan presiden 2014 pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla juga menjanjikan pembangunan 5.000 pasar tradisional di seluruh Indonesia jika terpilih dalam Pemilu 2014. “Kami akan membangun sebanyak 5.000 pasar tradisional di seluruh Indonesia dan memodernisasi pasar tradisional yang telah ada,” demikian tertulis dalam visi, misi, commit to dan userprogram aksi yang bertajuk Jalan
perpustakaan.uns.ac.id
108 digilib.uns.ac.id
Perubahan
untuk
Indonesia
yang
Berdaulat,
Mandiri
dan
Q2W=Umum (KPU), pasangan capres dan cawapres itu berambisi mencapai ekonomi yang berdikari. Pasangan capres dan cawapres besutan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu juga ingin meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional agar bisa maju dan bangkit bersama bangsa Asia lain.
3. Adegan tiga (scene 3) : Masjid Tabel 27. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 3, Shot 1
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
long Eyeshot Level (framing) angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low key photo
commit to user
warm (kuni g,abuabu)
Pergerakan kamera
fokus
still
selektif fokus
perpustakaan.uns.ac.id
109 digilib.uns.ac.id
Tabel 28. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 3, Shot 2
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
long shot
EyeLevel angle
Pencaha- warna yaan
normal Low key
warm (kuni g,abuabu)
Pergerakan kamera
fokus
Steady shot
deep fokus
Tabel 29. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 3, Shot 3
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
medium shot
EyeLevel angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low key photo
commit to user
warm (kuni g,abuabu)
Pergerakan kamera
fokus
handheld
selektif fokus
perpustakaan.uns.ac.id
110 digilib.uns.ac.id
Tabel 30. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 3 (Masjid) Scene Shot
3.
verbal
visual
narasi Ramadhan mengajarkan kita untuk menjalani kehidupan penuh syukur.
1.
2.
Suara latar Sayubsayub suara musik suara azan subuh
3.
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi) Adegan di masjid diawali dengan establish shot gambar masjid yang diambil secara long shot (LS) dengan memanfaatkan lubang pada tembok sebagai framing. Kemudian dilanjutkan dengan shot sekumpulan anak-anak dan remaja berkumpul di halaman masjid. Makna denotasi yang muncul adalah bagi anak-anak dan kalangan remaja, bulan Ramadhan adalah momen yang sangat mereka tunggu Sebab, tidak seperti bulan-bulan biasanya, di bulan Ramadhan, waktu malam hingga subuh mereka gunakan dengan berbagai rutinitas di Masjid. Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi) Analisis pada tataran kedua, makna konotasi dimunculkan melalui enam prosedur konotasi Barthes yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa gambar tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
111 digilib.uns.ac.id
1. Trick Effect Trick effects bisa mengubah hal penting dalam suatu scene atau mungkin hanya berperan minor. Misalnya Shot ketika gambar diambil dengan point of view pada shot establish masjid. Shot ini sebenarnya tidak terlalu penting untuk ditampilkan karena hanya bersifat penegasan dari apa yang sedang dinarasikan Jokowi “Ramadhan mengajarkan kita untuk menjalani kehidupan penuh syukur”. ketika Jokowi menyebut ramadhan tentu tidak selalu identik dengan menampilkan gambar masjid. Gambar masjid yang ditampilkan lebih kepada menjelaskan bahwa saat itu adalah bulan puasa, pada gambar masjid awan terlihat sangat terang berwarna kuning. Shot selanjutnya menunjukkan sekumpulan remaja, suasana yang terekam menunjukkan masih sangat gelap, lampu-lampu jalanan masih terlihat menyala dan awan masih terlihat pekat berwarna hitam. Scene ini terbalik dengan gambar masjid yang berada pada shot 1 diawal scene.
pengambilan gambar yang tidak berurutan seperti ini
dalam istilah sinematografi sebut jumping shot. 2. Pose Pose
berhubungan
dengan
komunikasi
nonverbal
yang
diperlihatkan oleh sekumpulan remaja yang nampak bergembira menyambut bulan ramadhan. karena hanya di bulan ramadhan mereka memiliki waktu bermain yang panjang untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat saat tengah malam, seperti mengaji atau membangunkan sahur keliling kampung/ kompleks perumahan. 3. Object Object pertama yang menarik perhatian adalah bangunan masjid. Masjid dalam iklan ini adalah masjib besar keraton Jogjakarta yang berada di kampung Kauman. Object kedua adalah sejumlah remaja yang berkumpul di sebuah halaman. Pada shot satu ditampilkan kerumunan anak remaja, shot berikutnya close up ekspresi wajah remaja, shot ini bermakna keintiman atau dekat dapat pula diartikan sebagai moment penting, moment penting yang dimaksud adalah moment dimana para remaja tersebut tersenyum bahagia. commit to user Detil ekspresi ini dalam istilah
perpustakaan.uns.ac.id
112 digilib.uns.ac.id
sinematografi bisa disebut motivasi. Pada sebuah pengambilan gambar. shot-shot yang diambil memiliki hubungan motivasi yang berarti setiap shot memiliki tujuan dalam menyampaikan informasi. sebagai contoh kasus: shot pertama mengambar gambaran umum yang diwakili oleh gambar masjid, shot selanjutnya lebih menerangkan detil-detil gambar yang terjadi di sekitar masjid. 4. Photogenia Dengan menggunakan metode photogenia, sebuah scene bisa ditampilkan dengan lebih dramatis atau romantis. Scene ditampilkan secara dramatis melalui adegan yang yang menampilkan framing masjid. teknik framing ini memberi kesan gambar yang terekam memiliki bingkai di bagian tepinya. efek bingkai ini dihasilkan saat pengambilan gambar, teknik pengambilan gambarnya dengan cara meletakkan kamera di belakang sebuah object yang memiliki lubang, misalnya jendela, pintu dll. Object ini biasa di sebut foreground / latar depan. Komposisi gambar framing tersebut memberikan kesan lebih detail tentang apa yang terdapat pada objek. 5. Aestheticism Aestheticism melihat pada keseluruhan makna shot, maka dari itu untuk menentukan makna shot sesuai syarat aestheticism harus diteliti dari segala aspek. Cahaya yang ditampilkan pada shot pertama memberikan interpretasi bahwa scene ini terjadi pada pagi. Gambar lain menggambarkan lebih pagi, hal ini dapat dilihat dari warna awan yang masih gelap dan lampu kota yang masih menyala. secara keseluruhan susunan shot pada scene ini tidak beraturan. sehingga mengurangi nilai estetis pada gambar. 6. Sintax Dari keenam syarat konotasi diatas, dapat disimpulkan bahwa makna konotasi yang muncul adalah bulan ramadhan adalah momen yang sangat mereka tunggu. Sebab, tidak seperti bulan-bulan biasanya, di bulan ramadhan, waktu malam terasa panjang untuk digunakan dengan berbagai rutinitas di masjid dan to rumah. commit user Apalagi banyak orang tua yang
perpustakaan.uns.ac.id
113 digilib.uns.ac.id
memberi kelonggaran pada anaknya untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat saat tengah malam, sholat tarawih, tadarusan di masjid, membangunkan sahur keliling kampung/kompleks perumahan, merupakan kegiatan yang rutin dilakukan setiap tahunnya.
4. Adegan empat (scene 4) : sahur bersama keluarga Tabel 31. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 4, Shot 1
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Big close shot
high angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low key photo
Pergerakan kamera
warm Cut to (kuni g,abuabu)
fokus selektif fokus
Tabel 32. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 4, Shot 2
Unsur Sinematik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
114 digilib.uns.ac.id
Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Close up
high angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low key photo
Pergerakan kamera
warm Cut to (kuni g,abuabu)
fokus selektif fokus
Tabel 33. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 4, Shot 3
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
medium shot (three shot)
Level angle
Pencaha- warna yaan
wide Low key photo
Pergerakan kamera
fokus
warm Steady shot (kuni g,abuabu)
deep fokus
Tabel 34. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 4, Shot 4
Unsur Sinematik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
115 digilib.uns.ac.id
Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Big close high up angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low key photo
Pergerakan kamera
warm Cut to (kuni g,abuabu)
fokus selektif fokus
Tabel 35. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 4 (sahur bersama keluarga) Scene Shot
4.
verbal
visual
narasi dan keluarga merupakan tempat untuk belajar menghadapi kehidupan itu
1.
2.
Suara latar Suara azan subuh.
3
4.
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi) Scene ini memperlihatkan sebuah keharmonisan keluarga di saat moment makan sahur. di gambarkan keluarga kecil bahagia yang terdiri dari ayah ibu dan satu anak perempuan. Makna denotasi yang muncul adalah “keluarga merupakan tempat untuk belajar menghadapi kehidupan”, ditampilkan secara visual commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
116 digilib.uns.ac.id
orang tua yang mengajarkan anak untuk berpuasa, membiasakan mereka bangun tengah malam untuk makan sahur bersama. Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi) 1. Trick Effect Scene ini terdiri dari 4 shot. Shot pertama menampilkan wajah tokoh ibu direkam dengan ukuran big close up dengan pengambilan sudut kamera dari atas high angle, shot berikutnya adalah kejadian yang sama dalam waktu yang berdekatan. yaitu adegan tokoh ayah yang selesai berdoa ditandai dengan mengusapkan tangan ke wajah direkam dengan ukuran big close up dan sudut pengambilan high angle. shot 3 berfungsi menginformasikan apa yang mereka sedang kerjakan, dari shot 3 ini pemirsa mulai mengetahui apa yang sebenarnya mereka kerjakan adalah makan sahur. shot 4 lebih menjelaskan detil kegiatan apa yang di kerjakan, dengan menampilkan adegan tokoh pemeran anak memasukkan sesuap nasi kedalam mulutnya. 2. Pose
Kode-kode komunikasi nonverbal jarang mendapatkan perhatian dari penonton. Hal ini dikarenakan mereka melihat gambar tersebut secara keseluruhan, menyatu dengan segala unsur sinematografi yang ada di dalamnya. Gesture tangan yang ditunjukkan oleh tokoh ibu pada video menandakan bahwa ia telah selesai berdoa. hal serupa terlihat pada shot berikutnya. Pemeran ayah melakukan pose yang sama. kalimat “menjalani kehidupan penuh syukur” pada narasi
ditunjukkan pada
video melalui posisi tangan pemeran ibu dan ayah yang mengusapkan tangan mereka di wajah dari tempat mereka duduk. Mereka duduk disebuah ruang makan bersama putrinya. Scene ini menampilkan suasana keluarga yang harmonis disaat moment sahur. Shot keharmonisan ini tersaji pada shot 3 saat ketiga pemeran tersebut duduk bersama pada satu ruangan. Pemeran ibu saat itu duduk didepan pemeran ayah, dan pemeran anak duduk di samping ayah. Adegan selanjutnya ibu melayani anak perempuannya dengan cara mengambilkan makanan kedalam piring sang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
117 digilib.uns.ac.id
anak. Sikap ini menimbulkan makna sebuah bentuk sentuhan kasih sayang ibu kepada anak. 3. Object
Objects mencakup apa yang seseorang atau benda tersebut, bagaimana letak benda, besar kecilnya benda. Contohnya penempatan rak buku di satu scene diartikan sebagai makna intelektual sedangkan mobil merah diartikan sebagai kemewahan. Pada scene tersebut, penempatan meja makan tempat mereka berada bisa diartikan sebagai makna kesederhanaan. Kehidupan keluarga berada dalam sebuah kesederhanaan namun memiliki kemewahan dalam kehidupan cinta mereka. Sederhana bukan hanya diukur dari materi, namun dari keseharian mereka. Dari sikap mereka, dari cara mereka berinteraksi dengan orang lain dan dari cara mereka mengekspresikan cinta diantara mereka. 4. Photogenia Pencahayaan yang digunakan dalam scene ini tidak terlalu terlihat. Scene ini hanya menghapus efek terang yang seakan-akan sumber penerangannya berasal dari cahaya lampu pijar yang berada di belakang setting sehingga menimbulkan kesan lebih redup. Hal ini bisa memberikan makna bahwa suasana pada saat itu adalah suasana makan sahur. 5. Aethetisicm Ide-ide yang terkandung dalam aestheticism mirip dengan seni lukis. Aestheticism melihat pada makna keseluruhan makna gambar layaknya lukisan. Penempatan ketiga tokoh keluarga pada setting tempat mereka berada mendukung deskripsi adegan tentang kesederhanaan dan kesahajaan hidup. Kesabaran yang tercermin dari raut wajah ibu dan ayah mencerminkan bagaimana kesederhanaan mereka bersikap. Mereka menerima apa yang terjadi dalam hidup mereka. 6. Sintax Gabungan keempat shot diatas adalah bentuk penjelasan dari narasi yang disampaikan commit Jokowi to “dan userkeluarga merupakan tempat untuk
perpustakaan.uns.ac.id
118 digilib.uns.ac.id
belajar menghadapi kehidupan” sikap yang harus ditunjukkan oleh sebuah keluarga. Mereka harus saling mendukung dan saling menemani satu sama lain bagaimana pun kehidupan berawal dari keluarga. Dari keenam syarat konotasi diatas, makna konotasi yang muncul adalah dalam kehidupan rumah tangga, keharmonisan keluarga harus tetap terjaga. Ayah dan ibu
harus senantiasa menemani dan dan selalu
mengajarkan anaknya sebuah kesederhanaan hidup.
5. Adegan lima (scene 5) : Rutinitas pagi di pedesaan Tabel 36. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 5, Shot 1
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Pencaha- warna yaan
Ekstreme long shot
high angle
Low contrast
Wide lens
Pergerakan kamera
Unggu, Cut to biru
fokus deep fokus
Tabel 37. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 5, Shot 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
119 digilib.uns.ac.id
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
full shot
Eye Level angle
Pencaha- warna yaan
Normal High lens contrast
netral
Pergerakan kamera
fokus
Track in
Point of view
Tabel 38. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 5, Shot 3
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Ekstreme Close up
Low angle
Pencaha- warna yaan
Tele high photo contrast
netral
Pergerakan kamera
fokus
handheld
selektif fokus
Tabel 39. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 5, Shot 4
Unsur Sinematik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
120 digilib.uns.ac.id
Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
long shot
Low angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low photo key
Pergerakan kamera
unggu, Panning biru
fokus selektif fokus
Tabel 40. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 5, Shot 5
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Close up Eye Level angle
Pencaha- warna yaan
Tele High photo key
netral
Pergerakan kamera
fokus
handheld
selektif fokus
Tabel 41. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 5, Shot 6
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa Pencaha- warna pandang yaan commit to user
Pergerakan kamera
fokus
perpustakaan.uns.ac.id
Ekstreme Close up shot
121 digilib.uns.ac.id
high angle
Tele high photo contrast
netral
still
selektif fokus
Tabel 42. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 5 Shot 7
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
long shot
high angle
Pencaha- warna yaan
Tele high photo contrast
Pergerakan kamera
warm still (kuni g,abuabu)
fokus selektif fokus
Tabel 43. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 5, Shot 8
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Pencaha- warna yaan
commit to user
Pergerakan kamera
fokus
perpustakaan.uns.ac.id
full shot
122 digilib.uns.ac.id
Low angle
Normal high lens contrast
netral
still
deep fokus
Tabel 44. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 5, Shot 9
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Big close up
high angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low photo contrast
netral
Pergerakan kamera
fokus
Handheld, foreground
selektif fokus
Tabel 45. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 5, Shot 10
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
full shot
Eye level angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low photo contrast commit to user
netral
Pergerakan kamera
fokus
handheld
deep fokus
perpustakaan.uns.ac.id
123 digilib.uns.ac.id
Tabel 46. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 5, Shot 11
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Close up
Low angle
Pencaha- warna yaan
Tele High photo key
netral
Pergerakan kamera
fokus
Steady shot
selektif fokus
Tabel 47 Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 5 (Rutinitas pagi di pedesaan) Scene
Sh ot
5.
1.
visual
verbal narasi
Suara latar
Belajar untuk Latar mencintai musik alam semesta ini
2.
3
4. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
124 digilib.uns.ac.id
5.
6.
Belajar menghargai sesama,
7.
Suara mesin tenun Tradisioanal
8.
9. Belajar untuk berbudaya 10.
11.
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi) Scene 5 diawali dengan gambar shot lanskap pedesaan yang direkam secara long shot untuk memperlihatkan gambar sungai dan persawahan yang menjadi ciri geografis suatu pedesaan. shot berikutnya menampilkan ciri-ciri yang lebih spesifik mengenai pedesaan yaitu. Shot hewan ternak kerbau dan bebek yang menandai sebuah cirin khas hewan ternak yang umumnya dipelihara di pedesaan, selanjutnya menampilkan shot petani membawa hasil panen se-ikat padi dengan ekspresi wajah penuh harap. Rutinitas lain yang ditampilkan dalam scene 5 adalah. gambar ibu-ibu di pedesaan melakukan aktifitas menenun benang, dilanjutkan shot 8-9
menampilkan commit to useribu-ibu dipedesaan mengantarkan
perpustakaan.uns.ac.id
125 digilib.uns.ac.id
anak-anak mereka ke sekolah mengenakan pakain adat daerah, shot 1011 merupakan shot penutup pada scene ini menampilkan adegan seorang istri mencium tangan suami yang hendak berangkat kerja. di sepanjang shot 8-11 terdapat sebuah narasi Jokowi ; “Belajar menghargai sesama , Belajar untuk berbudaya” Makna denotasi yang muncul adalah Jokowi dalam iklannya ingin menunjukkan suasana alam pedesaan lengkap dengan aktifitas masyarakatnya, memunculkan ikon-ikon seperti kerbau, bebek dan petani dalam scene ini mempertegas kesan pedesaan di Indonesia. Jokowi dalam scene ini pula mengajak masyarakat untuk mencintai alam Indonesia, menghargai sesama dan menghagai melestraikan kebudayaan. pesan ini tertuang dalam narasi yang di ucapkan sepanjang scene 5.” Belajar untuk mencintai alam semesta ini, Belajar menghargai sesama, Belajar untuk berbudaya” Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi) Analisis pada tataran kedua, pesan yang di-interpretasikan tidak sesederhana seperti pada tataran pertama. Pada analisis tataran kedua ini ada makna konotasi yang tercipta. 1. Trick Effect Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknik-teknik visual yang terdapat dalamn shot. Scene ini secara keseluruhan menampilkan suatu suasana pedesaan pada umumnya. Ditata dengan menggunakan teknik editing cut to. istilah cut to berarti mengubah gambar dalam film secara cepat dari adegan masa kini ke adegan lainnya tanpa adanya transisi. Pewarnaan dalam scene ini di biarkan natural tanpa adanya tambahan efek warna lain seperti pada scene-scene sebelumnya. Jarak pengambilan gambar juga lebih variatif, di beberapa shot di temukan perekaman gambar memaksimalkan depth of field dengan memanfaatkan foreground yang ada.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
126 digilib.uns.ac.id
2. Pose Seperti yang dijelaskan pada poin sebelumnya bahwa pesan dalam adegan ini dan adegan lainnya lebih banyak disampaikan melalui bentuk komunikasi non verbal. Pose yang menarik dianalisis adalah pada adegan terakhir yaitu adegan cium tangan (shot 10). Dalam akhir narasinya Jokowi mengatakan “Belajar untuk berbudaya” saat narasi itu di ucapkan gambar yang muncul dalam scene ini adalah adegan anak mengenakan pakaian adat dan adegan cium tangan. Berangkat dari shot cium tangan tampaknya Jokowi ingin berbicara soal tradisi, meskipun suku-suku di Indonesia memiliki perbedaan adat istiadat dan budaya tapi ada satu tradisi yang hampir semua suku menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu tradisi mencium tangan orang yang lebih tua. Di negeri barat juga ada tradisi cium tangan tapi cium tangan seorang laki-laki kepada seorang wanita sebagai bentuk penghormatan kepada kaum hawa. Tradisi mencium tangan orang yang lebih tua memang sudah mengakar dalam keseharian masyarakat Indonesia. Sebuah bentuk penghormatan dan gambaran budi pekerti luhur yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Tradisi dan Budaya Indonesia harus selalu kita lestarikan karena itu adalah identitas sebagai orang Indonesia. Jangan biarkan arus globalisasi dan penetrasi budaya asing membuat nilai-nilai kesantunan dan kesopanan luntur. Siapa lagi yang bisa menjaga dan melestarikan tradisi dan budaya Indonesia selain orang Indonesia sendiri. 3. Object Hewan ternak seperti kerbau dan bebek merupakan object pada scene ini, selain object manuasia. Object selanjutnya adalah padi, sepeda, mesin tenun, pakaian adat, dan sepeda motor. Hewan ternak dapat melambangkan suasana pedesaan yang sebenarnya. Hewan-hewan ini memiliki kekhususan, kekhususannya terletak pada, Kerbau dan bebek hanya dapat ditemukan di daerah pedesaan. yang mana daerah tersebut masih memiliki lahan commit yang luas seperti sawah ladang dan sungai. to user
perpustakaan.uns.ac.id
127 digilib.uns.ac.id
Kebanyakan profesi orang pedesaan adalah bertani, bercocok tanam, berwirausaha dan buruh pabrik. 4. Photogenia Pada adegan ini, efek pencahayaan terjadi seperti pada pagi hari. Cahaya yang masuk hanya dari satu arah dan memberikan kesan hangat. Hal ini bisa memberikan makna sebuah kehidupan bermasyarakat akan senantiasa seperti cahaya matahari pada pagi hari penuh dengan harapan seperti pada gambar-gambar yang memuat ekspresi mereka. Selain itu adegan pada scene ini, gambar banyak diambil secara long shot seakan ingin menegaskan situasi lokasi. 5. Aestheticism Sebuah kebahagiaan dan harapan dari masyarakat pedesaan dalam menyambut hari yang baru
menjadi salah satu gambar yang
sangat indah jika dilihat . Ekspresi-ekspresi yang di tampilkan senyum ceria, canda dan tawa, gambar itulah yang ingin ditampilkan dalam adegan ini. kebahagiaan diwajah orang-orang menggambarkan betapa mereka memiliki ketenangan batin tersendiri ketika mereka sedang melakukan aktifitasnya. Aestheticism ini dapat di capai dengan bantuan tata artistik yang baik, penggunaan setting lokasi yang tepat sehingga gambaran
asli
sebuah
pedesaan
dapat
dicapai
melalui
teknik
sinematografi. Tahap Aestheticism tidak hanya dilihat dari setting lokasi namun penggunaan props. penokohan, dan wardrobe yang digunakan. semuanya memiliki hubungan yang saling mendukung. ketika narasi disampaikan, visual menjelaskan maksud dari narasi, begitu sebaliknya. visual menguatkan maksud narasi. sehingga informasi yang disampaikan mudah diterima. 6. Sintax Masyarakat pedesaan yang menjadi mayoritas populasi di Indonesia terlalu besar untuk diabaikan politik. Pada masa Orde Baru, reformasi, hingga Pemilu 2014, partai politik dan calon presiden berlomba menarik simpati orang to desa agar memilih mereka. commit user
perpustakaan.uns.ac.id
128 digilib.uns.ac.id
Michael Lipton dalam Why Poor People Stay Poor (1985) melihat fenomena masyarakat pedesaan yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan masyarakat perkotaan, juga lebih miskin, tidak jelas, dan tidak teratur. Secara nasional, mereka berusaha untuk bergabung dengan politik dan kekuasaan, tetapi kolaborasi itu tidak dimaksudkan oleh orang desa untuk kekuasaan dan pendapatan bagi kemajuan sektor pedesaan. Dengan kata lain, para politisi yang notabene banyak berasal dari kalangan perkotaan sebenarnya tidak banyak melakukan kontribusi bagi pembangunan di pedesaan. Namun, sekali lagi, suara orang desa amatlah besar untuk diabaikan. Maka, politisi menciptakan panggung teater untuk meraih suara itu. Dengan berbagai macam persoalan yang melingkupinya, seperti kemiskinan,
buruknya
infrastruktur,
kompleksitas
permasalahan
pertanian, maupun rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan, semua bisa menjadi ”komoditas yang bisa dijual” oleh politisi untuk mendapatkan suara orang desa. Karena itu, tidak heran bila sejumlah politisi dan parpol telah menggelar ”panggung teater” di mana alam pedesaan dan orang-orangnya terlibat dalam tutur dan gambar. Di era komunikasi, media adalah sarana efektif bagi politisi untuk membuat manajemen kesan dalam rangka menunjukkan panggung depan mereka. Ini bisa dilihat dari gambar yang tersaji di iklan politik yang menyajikan eksotisme desa yang berbalut wajah-wajah tidak berdaya karena tersingkir dari pembangunan. Dengan nilai resmi di masyarakat bahwa politisi ideal adalah mereka yang dekat dan peduli dengan rakyat, politisi menciptakan panggung depannya untuk menunjukkan kepedulian bahwa mereka siap mengentaskan segala problem itu. Panggung yang diciptakan adalah suksesnya pembangunan dengan wajah para petani desa yang riang serta anak-anak yang menikmati pendidikan murah. Maka, panggung yang diciptakan adalah bagaimana kepuasan orang-orang desa agar bisa dilanjutkan dan ditingkatkan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
129 digilib.uns.ac.id
Orang-orang desa memang sudah terbukti dari sejak dahulu, selalu meyimpan lumbung bagi kebutuhan orang-orang kota. Mulai dari hasil pertanian; padi, jagung, palawija sebagai 9 bahan pokok, serta hasil sayur-sayuran untuk dijual ke kota, juga tenaga kerja murah. lumbungnya oleh orang-orang kota, tidak lain adalah lumbung suara nya. Maka dinamika hukum ekonomi antara permintaan dan penawaran kemudian sering muncul dan terpaksa dilakukan oleh orang-orang yang berkepentingan langsung. Ada yang merasa punya lumbung suara banyak, sehingga berani menjualnya sebagai bandar, di lain pihak ada pula yang merasa punya modal, sehingga jika perlu harus membelinya. Ada yang lebih halus, sopan dan praktis, dengan tukar guling, misalnya dengan mengaspal 1-2 km jalan masuk desa, pasang listrik penerangan desa, dengan membuat MCK, pengobatan gratis, membagi sembako, atau menukar dengan memperbaiki atau membuat bangunan tempat ibadah, dsb. Semua itu disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingannya. Itulah iklan politik dan dinamika politik menjelang pemilu yang sering terjadi di pedesaan, apapun partainya semua bersimpati untuk memajukan masyarakat di pedesaan yang sementara menjadi panggung dari sebuah dramaturgi politik lima tahun sekali ini. Dari keenam syarat konotasi diatas, dapat disimpulkan bahwa makna konotasi yang muncul adalah Jokowi mengajak rakyat indonesia untuk selalu menjaga alam, menghargai sesama dan tetap berbudaya. Pesan kampanyenya ini disampaikan dalam suasana ramadhan sehingga sebenarnya apa yang di sampaikan di narasi adalah bentuk orasi Jokowi dalam berkampanye. Hal ini diartikan Jokowi mengajak semua lapisan masyarakat khususnya rakyat di pedesaan agar mendukung dirinya dalam pemilihan presiden 2014, agar suasana harmonis yang di gambarkan dalam iklan ini dapat terus dipelihara dan dilestarikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
130 digilib.uns.ac.id
6. Adegan enam (scene 6) : Kota Tabel 48. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 6, Shot 1
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Ekstreme Close up
Frog eye angle
Pencaha- warna yaan
Tele High photo contrast
netral
Pergerakan kamera
fokus
handheld
selektif fokus
Tabel 49. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 6, Shot 2
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Close up
Eye level angle
Pencaha- warna yaan
Tele High key netral photo
commit to user
Pergerakan kamera
fokus
still
selektif fokus
perpustakaan.uns.ac.id
131 digilib.uns.ac.id
Tabel 50. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 6, Shot 3
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Ekstreme Close up
high angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low photo contrast
netral
Pergerakan kamera
fokus
handheld
selektif fokus
Tabel 51. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 6, Shot 4
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Pencaha- warna yaan
Pergerakan kamera
fokus
Full shot
Low angl
high key
panning
Deep fokus
wide lens
commit to user
netral
perpustakaan.uns.ac.id
132 digilib.uns.ac.id
Tabel 52. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 6, Shot 5
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Big close Up
low angle
Pencaha- warna yaan
Tele High photo key
biru
Pergerakan kamera
fokus
still
selektif fokus
Tabel 53. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 6 (Kota) Scene Shot
6.
visual
verbal narasi Belajar untuk melawan diri kita sendiri
1.
Suara latar Riuh pasar
Latar musik
2.
3.
4
5. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
133 digilib.uns.ac.id
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi) Scene ini memvisualkan keramaian kota yang terdapat banyak pedagang berjualan di pinggir jalan, salah satunya nampak pada adegan pedagang balon udara yang sedang menunggu pembeli, di sisi yang lain ada pula penjual yang menjual berbagai macam kembang gula beraneka warna. Pada waktu yang sama muncul dua pemeran ibu dan anak berjalan berdua menyusuri padatnya jalanan kota, pandangan sang anak langsung tertuju pada deretan kembang gula beraneka warna. namun ibunya tidak mengabulkan keinginan sang anak, raut muka anak kecil terlihat kecewa. Sepanjang visual ditanyangkan terdapat narasi Jokowi “Belajar untuk melawan diri kita sendiri”. Makna denotasi yang muncul dalam adegan ini sebenarnya Jokowi ingin menyampaikan pemahamannya mengenai pengertian puasa secara umum, puasa adalah menahan untuk tidak makan, minum mulai terbitnya fajar sampai terbenam matahari. hanya saja di kemas dan di visualkan dengan contoh kasus yang lebih sederhana. Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi) Analisis pada tataran kedua, pesan yang diinterpretasikan tidak sesederhana seperti pada tataran pertama. Pada analisis tataran kedua ini ada makna konotasi yang tercipta. Peneliti menggunakan enam prosedur konotasi Barthes untuk menganalisis, yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat dipandang sebagai pertimbangna utama ketika orang membaca bahasa gambar tersebut. 1. Trick Effect Shot pada scene ini kebanyakan diambil dengan lensa tele photo. dapat dilihat pada bagian latar belakang pada objek utama nampak blur. lensa jenis ini memang mempunyai keistimewaan tersendiri, selain dapat membuat latar belakang kabur, lensa jenis ini dapat menghasilkan gambar yang seakan-akan seperti memiliki efek dimensi. beberapa teknik focusing juga diperagakan dalam scene ini. salah satunya dikenal dengan istilah split focus. teknik commit ini dilakukan to userpada dua objek dengan posisi yang
perpustakaan.uns.ac.id
134 digilib.uns.ac.id
berbeda. tekniknya adalah dengan mengubah titik fokus dari objek satu ke objek lainnya. 2. Pose Kode-kode komunikasi nonverbal jarang mendapatkan perhatian dari penonton. Hal ini dikarenakan mereka melihat gambar tersebut secara keseluruhan, menyatu dengan segala unsur sinematografi yang ada di dalamnya. Gesture yang ditunjukkan anak kecil memperlihatkan adanya kekecewaan yang begitu mendalam karna keinginanya tidak dikabulkan ibunya. namun dilain sisi ada sebuah pembelajaran yang berarti jika mendengarakan cuplikan narasi yang di sampaikan Jokowi. pemirsa di ingatkan bahwa kita harus dapat mengendalikan hawa nafsu kita. 3. Object Penempatan balon dan kembang gula menjadi salah satu petunjuk bahwa adegan tersebut terjadi pada pusat keramain. Pengambilan sedikit gambar balon dan permen-permen dengan latar belakang tokoh anak dan ibu memberi makna sebab akibat. sang anak tertarik dengan kembang gula tersebut namun ibunya tidak mengabulkan permintaan sang anak. sedangkan kembang gula-kemabang gula tersebut berada disana untuk diperjual belikan. 4. Photogenia Pencahayaan yang diberikan cenderung lebih terang. banyaknya orang yang berlalu lalang pada scene ini menambah kesan padat dan ramai. Namun sisi emosi terasa lebih tersampaikan pada penonton. Walaupun ekspresi kekecewaan tercermin pada wajah anak kecil, pencahayaan dalam scene tidak lantas diredupkan. banyak di temukan di beberapa film, untuk menggambarkan suasana hati yang buruk atau rasa kecewa dalam sebuah film biasanya diikuti dengan pencahayaan yang redup. 5. Aestheticism Pada point aethetisicm ini, komposisi warna menjadi hal yang menarik untuk diamati, commit selain terlihat to user warna warni, unsur warna yang
perpustakaan.uns.ac.id
135 digilib.uns.ac.id
beraneka ragam menimbulkan rasa yang berbeda dengan scene-scene sebelumnya. 6. Sintax Puasa adalah tindakan sukarela dengan berpantang dari makanan, minuman, atau keduanya, perbuatan buruk dan dari segala hal yang membatalkan puasa untuk periode waktu tertentu. Puasa mutlak biasanya didefinisikan sebagai berpantang dari semua makanan dan cairan untuk periode tertentu, biasanya selama satu hari (24 jam), atau beberapa hari. Puasa lain mungkin hanya membatasi sebagian, membatasi makanan tertentu atau zat. Praktik puasa dapat menghalangi aktivitas seksual dan lainnya serta makanan. Puasa, sering dilakukan dalam rangka menunaikan ibadah, juga dilakukan di luar kewajiban ibadah untuk meningkatkan kualitas hidup spiritual seseorang yang melakukannya. Hal semacam ini sering ditemukan dalam diri pertapa. Dalam Islam, puasa (disebut juga Shaum) yang bersifat wajib dilakukan pada bulan Ramadan selama satu bulan penuh dan ditutup dengan Hari Raya Lebaran, menahan diri dari makan dan minum dan dari segala perbuatan yang boleh membatalkan puasa seperti perbuatanperbuatan yang tidak baik termasuk dalam perkataan, tidak bertengkar, menjaga pola pikir, hawa nafsu, dan juga untuk melatih kesabaran, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat. Sesuai perintah dalam kitab suci umat islam Al Quran puasa juga menolong menanam sikap yang baik. Dan kesemuanya itu diharapkan berlanjut ke bulanbulan berikutnya, dan tidak hanya pada bulan puasa. Dari keenam syarat konotasi di atas dapat disimpulkan makna konotasi
dari
adegan
ini
adalah
Jokowi
ingin
menyampaikan
pemahamannya tentang pengertian puasa secara umum, puasa adalah menahan untuk tidak makan, minum mulai terbitnya fajar sampai terbenam matahari. Penyampaian pesan tersebut di ilustrasikan secara ringan dalam bentuk adegan diatas. agar pesan “Belajar untuk melawan diri kita sendiri” dapat di cerna pemirsa tanpa melalui proses berfikir yang panjang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
136 digilib.uns.ac.id
7. Adegan tujuh (scene 7) : Aktifitas sore hari Tabel 54. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 7 Shot 1
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Full shot
Eye level angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low photo contrast
biru
Pergerakan kamera
fokus
handheld
deep fokus
Tabel 55. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 7, Shot 2
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
long shot
Low angle
Pencaha- warna yaan
Normal Low lens contrast
commit to user
biru
Pergerakan kamera
fokus
Steady shot
deep fokus
perpustakaan.uns.ac.id
137 digilib.uns.ac.id
Tabel 56. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 7, Shot 3
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Pencaha- warna yaan
Pergerakan kamera
fokus
long shot
low angle
high contrast
Steady shot
depp fokus
Wide lens
netral
Tabel 57. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 7, Shot 4
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
full shot
Low angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low photo contrast
commit to user
netral
Pergerakan kamera
fokus
Steady shot
depp fokus
perpustakaan.uns.ac.id
138 digilib.uns.ac.id
Tabel 58. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 7, Shot 5
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Ekstreme high Cloce up angle
Pencaha- warna Pergerakan fokus yaan kamera
Normal Low lens contrast
netral Steady shot
selektif fokus
Tabel 59. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 7, Shot 6
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
medium shot
Eye level angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low photo contrast
commit to user
netral
Pergerakan kamera
fokus
Steady shot
selektif fokus
perpustakaan.uns.ac.id
139 digilib.uns.ac.id
Tabel 60. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 7, Shot 7
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
medium shot
Low angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low photo contrast
biru
Pergerakan kamera
fokus
Steady shot
selektif fokus
Tabel 61. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 7 (Aktifitas sore hari) Scene Shot
7.
visual
verbal narasi kita akan selalu belajar untuk menjadi lebih baik,
1.
2. hingga kebaikan yang kita lakukan membawa hikmah dan manfaat.
3.
4
commit to user
Suara latar
Latar musik
perpustakaan.uns.ac.id
140 digilib.uns.ac.id
5.
6.
7.
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi) Scene ini menunjukan beberapa aktifitas yang biasa dilakukan pada sore hari pada bulan ramadhan, mencari kayu bakar di sebuah ladang yang luas, anak-anak bermain layang-layang di sebuah atap rumah, atau sekedar bermain bola di sudut gang perkampungan dan yang terakhir menampilkan sekumpulan orang mendatangi masjid Makna denotasi yang muncul adalah pada bulan ramadhan berkembang kebiasaan melakukan aktifitas disaat menunggu waktu berbuka salah satunya adalah bermain, berolah raga dan mengikuti kegiatan keagamaan di sebuah masjid. Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi) 1. Trick Effect Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pada shot pertama, gambar diambil dengan jarak kamera full shot, merekam adegan menendang di sebuah ladang yang lebih mirip seperti gurun pasir. shot 2 merekam adegan dua orang berjalan meninggalkan setting lokasi dengan jarak kamera long shot. Shot berlanjut dengan cara cut, yakni transisi shot ke shot lainnya secara langsung. Shot kali ini merekam kegiatan seorang anak bermain layang-layang di sebuah atap rumah diambil dengan jarak long shot dan medium shot untuk memperlihatkan detil adegan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
141 digilib.uns.ac.id
Pengambilan gambar dari angle berbeda juga memberikan makna berbeda. Contohnya pada shot lima, angle pengambilan gambar sengaja memanfaatkan pantulan refleksi dari sebuah kubangan air. yang menunjukkan sekumpulan orang bermain bola. Shot berlanjut dengan transisi cut. Shot selanjutnya ini langsung menangkap detil adegan. detil adegan yang dimaksud adalah ekspresi seseorang setelah mencetak gol. 2. Pose Terdapat Pose penting pada shot ketika adegan ini berlangsung, yakni ketika adegan seseorang berhasil mencetak sebuah gol, dikatakan penting karena adegan ini memiliki sebuah makna yang sama dengan narasi Jokowi “hingga kebaikan yang kita lakukan membawa hikmah dan manfaat” ikon dari ekspresi gol menjadi sebuah simbol pencapaian tertinggi dalam kehidupan politiknya. bagian dari tujuan pencapresannya yang diharapkan memiliki manfaat bagi orang banyak. Informasi inilah yang menjadi dasar dari adegan mencetak gol. Pose selanjutnya adalah adegan teatrikal yang diletakkan pada awal scene. Secara sekilas adegan tersebut tampak seperti shot yang tanpa tujuan namun sebenarnya adegan tersebut melambangkan bagaimana Jokowi akan bersikap bila dia berhasil menjadi presiden, adegan menendang pada shot 1 menjadi simbol bahwa dirinya ingin mendobrak politik di indonesia yang sangat kompleks. 3. Object Object yang ingin ditampilkan menonjol pada scene ini adalah seikat kayu bakar, layang-layang, bola, dan masjid. object tersebut memberikan gambaran makna mengenai apa yang dilakukan. sebagai contoh seikat kayu bakar memberikan gambaran bahwa orang yang membawa kayu bakar bertempat tinggal di pedesaan, menggantungkan hidupnya dari kekayaan alam. object layang-layang menggambarkan sebuah permainan yang biasanya di lakukan di sore hari dimana cuaca di luar tidak lagi panas. Object lain yang luput dari pemahaman penonton adalah pakaian yang dikenakan oleh para pemeran dalam scene ini. mereka kebanyakan mengenakan commit tokaos. userKeadaan pakaian yang dikenakan
perpustakaan.uns.ac.id
142 digilib.uns.ac.id
bisa saja memberikan informasi bahwa apa yang mereka kerjakan adalah di luar waktu kerja. 4. Photogenia Teknik photogenia menurut Barthes dalam bukunya Imaji, Teks, Musik berhubungan dengan teknis fotografis seperti lighting, exposure, dan printing. Ketika dihubungkan dengan shot dalam suatu film, hal tersebut berhubungan dengan teknik pencahayaan dan juga latar belakang dalam suatu shot. Dengan setting luar ruangan, maka pencahayaan yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan cahaya matahari. dibeberapa shot menambahkan unsur biru yang begitu pekat ini dimaksudkan sebagai petanda bahwa hari sudah memasuki waktu petang. 5. Aestheticism Keindahan gambar yang dimunculkan dalam scene ini terletak pada keindahan pemandangan ladang yang lebih menyerupai padang pasir, dengan tamahan efek pewarnaan biru mengesankan bahwa suasananya sanagt tenang, nyaman untuk melakukan segala macam aktifitas di luar ruangan sambil menunggu waktu berbuka. Pada bulan ramadhan
di Indonesia, berkembang kebiasaan
melakukan aktifitas sembari menunggu waktu berbuka, di Bandung kebiasaan ini dikenal dengan nama Ngabuburit, di Indramayu dikenal dengan nama Luru Sore (Cari Sore), di (Cilegon) dikenal dengan istilah (Nyenyore) (Menunggu Sore). Biasanya saat itu juga dimanfaatkan untuk berolah raga, bermain layangan, atau sekedar jalan-jalan sambil menungu berbuka. 6. Sintax Terdapat banyak pesan dalam setiap adegan dalam scene ini, selain kesan yang muncul “persahabatan dan keramahan”, adegan dalam scene ini juga menampilkan bagaimana kegiatan seperti bermain bola, layang-layang dapat dilakukan semua orang dari berbagai latar belakang ras, agama, dan budaya. Permainan-permainan dalam adegan diatas menanamkan arti “Unity in diversity”, hal ini selaras pesan Jokowi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
143 digilib.uns.ac.id
dalam narasinya “kita akan selalu belajar untuk menjadi lebih baik, hingga kebaikan yang kita lakukan membawa hikmah dan manfaat”.
8. Adegan delapan (scene 8) : Berbuka bersama keluarga Tabel 62 Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 8, Shot 1
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Pencaha- warna yaan
Full shot
Eye level angle
Low key
Wide lens
Pergerakan kamera
fokus
warm Steady shot (kuni g,abuabu)
deep fokus
Tabel 63. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 8, Shot 2
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Pencaha- warna yaan
commit to user
Pergerakan kamera
fokus
perpustakaan.uns.ac.id
medium shot
144 digilib.uns.ac.id
Low angle
Tele Low photo contrast
warm Steady shot (kuni g,abuabu)
selektif fokus
Tabel 64. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 8 , Shot 3
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Ekstreme Close up
high angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low photo contrast
netral
Pergerakan kamera
fokus
Steady shot
selektif fokus
Tabel 65. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 8, Shot 4
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Full shot shot
Eye Level angle
Pencaha- warna yaan
Wide Low lens contrast commit to user
netral
Pergerakan kamera
fokus
Steady shot
Deep fokus
perpustakaan.uns.ac.id
145 digilib.uns.ac.id
Tabel 66. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 8, Shot 5
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut pandang
lensa
Pencaha- warna yaan
Medium shot
lowangle Tele Low photo contrast
netral
Pergerakan kamera
fokus
handheld
selektif fokus
Tabel 67. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 8, Shot 6
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Close up
high angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low key photo
commit to user
Pergerakan kamera
Unggu handheld biru
fokus selektif fokus
perpustakaan.uns.ac.id
146 digilib.uns.ac.id
Tabel 68. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 8, Shot 7
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Ekstreme Close up shot
high angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low photo contrast
Pergerakan kamera
Unggu handheld biru
fokus selektif fokus
Tabel 69. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 8, Shot 8
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Two shot framing
Eye Level angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low key photo
commit to user
Pergerakan kamera
Unggu Steady shot biru
fokus selektif fokus
perpustakaan.uns.ac.id
147 digilib.uns.ac.id
Tabel 70. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 8, Shot 9
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
Close up high angle
Pencaha- warna yaan
Normal Low key lens
Pergerakan kamera
fokus
Unggu handheld biru
Deep fokus
Tabel 71. Unit Analisis Unsur Sinematik (Sinematografi) Scene 8, Shot 10
Unsur Sinematik Ukuran gambar
Sudut lensa pandang
two shot
Low angle
Pencaha- warna yaan
Tele Low key photo
commit to user
unggu Biru
Pergerakan kamera
fokus
still
selektif fokus
perpustakaan.uns.ac.id
148 digilib.uns.ac.id
Tabel 72. Unit Analisis Semiotika Roland Barthes Scene 8 (Berbuka bersama keluarga) Scene Shot
8.
verbal
visual
narasi Demi menjadi
1.
manusia yang lebih baik,
2.
keluarga yang lebih baik. 3. Saya adalah kamu, Kamu
4
adalah kita, dan kita adalah bangsa Indonesia
“Selamat menunaikan ibadah puasa”
commit to user
Suara latar Latar musik
perpustakaan.uns.ac.id
149 digilib.uns.ac.id
Sistem Penandaan Tingkat Pertama (Denotasi) Menceritakan keluarga kecil yang sedang berbuka
puasa.
tempat yang berbeda terlihat suasana keakraban antara keluarga Jokowi dan Jusuf Kalla pada sebuah rumah. Jokowi di temani istrinya Iriana Joko Widodo dan Jusuf Kalla ditemani ibu Mufidah Kalla. Suasana kekeluargaan dan canda tawa antara ke dua keluarga tersebut terekam dengan baik pada scene ini. Makna denotasi dari adegan tersebut adalah sebuah adegan dimana kedua keluarga capres dan cawapres bertemu berbuka puasa bersama dalam suasana kekeluargaan. Pesan denotasi di atas disebut pesan tanpa kode yaitu pesan yang sampai pada penonton tanpa harus melakukan penafsiran. Sistem Penandaan Tingkat Kedua (Konotasi) Analisis pada tataran kedua, makna konotasi dimunculkan melalui enam prosedur konotasi Barthes yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism, dan sintax. Enam langkah tersebut dapat dipandang sebagai pertimbangan utama ketika orang membaca bahasa gambar tersebut. Menurut Barthes (2010:7) dalam Image, Music, Text dengan menggunakan minimal tiga pendekatan sudah bisa memunculkan konotasi. 1. Trick Effect Trick effect merupakan syarat konotasi yang melihat melalui teknik-teknik visual yang terdapat dalam shot. Pada shot pertama, menampilkan sebuah keluarga kecil yang sedang menikmati hidangan berbuka. shot ini adalah sebuah kelanjutan dari scene sebelumnya dimana dalam scene sebelumnya menampilkan keluarga yang sama saat bersantap sahur. Shot berlanjut dengan transisi cut. Shot kedua ini langsung memperlihatkan suasana keluarga Jokowi di temani istri Iriana disebuah ruang keluarga, hadir juga sosok Jusuf Kalla dan ibu Mufidah Kalla. mereka nampak dalam suasana santai. scene ini juga menghadirkan figur Sujiatmi Notomihardjo,commit beliautoadalah user ibu kandung Jokowi. teknik
perpustakaan.uns.ac.id
150 digilib.uns.ac.id
pengambilan gambar pada scene ini banyak menggunakan Point of view (POV) ini bertujuan memberitahukan kepada pemirsa apa yang sedang dikerjakan oleh tokoh dalam video ini. 2. .Pose Nuansa baru terasa saat Jokowi tampil dalam video-video iklan politiknya tak terkecuali pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia”, Jokowi menunjukkan kesahajaan dalam dirinya saat bersikap, pose yang di tunjukkan dalam video adalah pribadi yang polos, lugu, namun tetap bersahaja dalam bekerja. Pribadi yang humoris, anak yang berbakti pada orang tuanya, dan seorang sosok kepala keluarga yang bertanggung jawab. Selain representasi pejabat yang bersahaja. Jokowi memperkenalkan etos kerja, kerja, dan kerja. 3. Object Object mencakup apa seseorang atau benda tersebut, bagaimana letak benda, besar kecilnya benda. Ada beberapa object dalam adegan ini yang akan dianalisis, diantaranya yang paling menonjol adalah sepatu Jokowi yang terdapat pada shot 9. Apa sebenarnya arti sepasang sepatu Jokowi hingga membuat media Malaysia, The Star, terkesan. Dalam opini berjudul Setting the Right Example, wartawan The Star, Wong Chun Wai, menuliskan kesederhanaan pemimpin Indonesia ini. Hal ini adalah sesuatu yang langka. Kesederhanaan para pemimpin amat dibutuhkan di tengah situasi ekonomi yang kian sulit. "And we certainly will not appreciate the pompous display of extravagance, especially in tough economic times when the people struggle to pay the bills. We also need to cut down on unnecessary practices each time the political elite are in attendance," tulis Wai. Saat ini, kata Wai, banyak politikus yang tak lagi berhubungan dengan masyarakat setelah mereka terpilih. "The trouble with most politicians is that they lose the connection with the people after a while. They forget the people who put them in their positions in the first place," tulis Wai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
151 digilib.uns.ac.id
Wai juga menuliskan bahwa pemimpin yang tak merakyat akan semakin ditinggalkan. "The world has changed. The old ways don’t work anymore because every word and action is being scrutinised in real time, and flashed to the world instantly. (Dunia sudah berubah, cara yang lama tak lagi berlaku sebab setiap kata dan tindakan akan disorot dan tersebar ke seluruh dunia dengan cepat)," tulis Wai.ill only be remembered for putting their country in the news, for all the wrong reasons," tulis Wai. (tempo.com 01 Des 2014, 06:48 wib) Orang membeli sepatu tujuan pokoknya pastilah untuk alas kaki. Dan begitu pula fungsi awal sepatu pada awal sejarahnya. Tapi sejarah sepatu terus berkembang. Bukan sekedar alas kaki. Setiap tempat membutuhkan jenis sepatu yang berbeda. bukan hanya tujuan pemakaian, masih banyak variasi dari sepasang sepatu. Apa warnanya, hitam elegan, merah atau kuning? Sepatu buatan mana, dalam negeri atau impor? Impor beli di Indonesia atau langsung ke Paris? Berapa harga sepatunya? Sepasang sepatu yang kita gunakan menggambarkan pilihanpilihan kita. Pilihan berdasarkan selera, kemampuan, relasi, profesi dan bahkan nilai-nilai kehidupan. Banyak pemberitaan yang menceritakan sepasang sepatu Jokowi. Ternyata harga sepatu yang sering dipakai Jokowi lebih murah daripada sepasang sepatu yang dipakai para pejabat kebanyakan. Sepatu kulit ini yang sering digunakan, penelitian ini menduga sepasang sepatu Jokowi sering digunakan memang karena alasannya paling nyaman untuk dipakai blusukan, selain memang kubu Jokowi sadar bahwa sepatu ini menjadi simbol kesederhanaan Jokowi sehingga secara khusus di masukkan ke dalam sebuah iklan. Hidup sederhana memang tidak bisa diajarkan dengan ceramah. Hidup sederhana hanya bisa ditunjukkan. Percuma saja mengajak untuk hidup sederhana bila yang memberi ceramah bergaya hidup mewah. Dengan diperagakan, tanpa ceramah pun, orang jadi sungkan dan pada akhirnya menjadikannya teladan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
152 digilib.uns.ac.id
Gaya hidup sederhana adalah sebuah solusi atas persoalan mendasar bangsa ini, lomba pamer kekayaan, yang membuat marak korupsi di negeri ini. Bagi penelitian ini Jokowi adalah sebuah jawaban atas kerinduan rakyat terhadap sosok yang mempunyai gaya hidup sederhana. Object ke dua adalah pakaian, Pakaian Joko Widodo ingin apa yang dilakukannya dimaknai publik. Aksi "blusukannya", kebijakankebijakannya, termasuk gaya berpakaian yang dia kenakan sehari-hari. Kemeja kotak-kotak lengan panjang dengan dua kantong di dada, celana panjang hitam, dan sepatu kasual adalah busananya setiap kali melakukan blusukan. "Kostum blusukan", begitu media menyebutnya, memiliki makna sederhana. Jokowi tidak ingin ada pembeda dengan rakyat. 4. Photogenia Dalam photogenia, sebuah scene bisa ditampilkan secara lebih
dramatis atau romantis. Dominasi pencahayaan dalam scene ini yang ditampilkan menandakan bahwa cahaya matahari datang dari satu arah. Interpretasi yang muncul adalah cahaya ini adalah cahaya matahari sore dan bukan cahaya pagi karena cahaya tersebut terlalu terang untuk cahaya matahari sore. Warna yang di tampilkan juga mencampur unsur jingga pada beberapa shot yang di rekam di luar ruangan. Sehingga dapat menarik kesimpulan informasi yang ingin diberitahukan bahwa adegan tersebut dilakukan pada sore hari dan memberitahukan kegiatan berbuka pada waktu petang. 5. Aestheticism Aestheticism melihat pada keseluruhan makna shot, maka dari itu untuk menentukan makna shot sesuai syarat aestheticism harus diteliti dari segala aspek. video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia” merupakan video iklan yang sebagian ceritanya
mengadopsi
kehidupan
Jokowi.
Gambar
yang
ingin
ditunjukkan dalam adegan ini adalah gambaran tentang betapa keluarga mempunyai peran penting dalam kehidupan, Sehingga shot-shot yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
153 digilib.uns.ac.id
ditampilkan lebih menampilkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan aktifitas keluarga, seperti makan sahur bersama, berbelanja di pasar dengan anak, mengantar sekolah, dan bercengkrama di waktu senja. semua terssaji dengan bantuan tata cahaya, tata artistik untuk mewujudkan kesan yang di inginkan. 6. Sintax Dari keenam syarat konotasi di atas dapat disimpulkan makna konotasi dari adegan ini adalah buka bersama selalu mengandung arti kebahagiaan. Salah satu kebahagiaan yang dirasakan adalah saat berbuka puasa dapat bersama keluarga tercintanya. Semua anggota keluarga berkumpul mengelilingi hidangan berbuka bersama, dan ketika azan maghrib berkumandang, suasana keceriaan dan kebahagiaan pun akan terkuak. Begitu pun dengan berbuka bersama dengan kawan-kawan sepermainan, kawan sekolah, kawan kantor, ataupun kawan komunitas lainnya di sebuah tempat yang juga istimewa. Suasana berbuka selalu mencerminkan kebahagiaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Penggunaan iklan politik disadari kini semakin marak, banyak partai berlomba-lomba mendulang perolehan suara dengan mengkonstruksi wacana publik. Berbagai visi dan misi setiap kandidat sangat beragam, tergantung pada ideologi yang menjadi landasan pergerakan sseorang kandidat. Iklan politik dianggap berperan signifikan dalam menentukan arah politik para pemilih. Hal demikian tentu patut untuk menjadi kajian secara mendalam, salah satunya melalui analisis semiotika iklan politik yang kini memperoleh perhatian cukup besar dari masyarakat karena wujud dan cara pendekatannya amat beragam. Berdasarkan pada analisis penelitian ini menggunakan pendekatan teori semiotika Roland Barthes, disimpulkan bahwa makna pesan pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia” berdasarkan analisis semiotika Roland Barthes, didasarkan two order signification. Tahap berikutnya menemukan
makna yang
dikemukakan secara ekplisit di permukaan dan makna yang dikemukakan secara implisit di balik tampilan iklan yang terdapat pada beberapa adegan (scene) baik secara tanda verbal maupun visual, lalu di analisis menggunakan tahap konotasi Barthes untuk menganalisis yaitu trick effect, pose, object, photogenia, aestheticism dan sintax. Pertama, hasil analisis dengan pendekatan semiotika terhadap tanda verbal dan tanda visual video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia”, adalah tanda-tanda yang terdapat pada keseluruhan video iklan politik ini merupakan sejumlah tanda-tanda yang mengandung unsur bahasa verbal dan visual didalamnya yang dimana konsep tersebut mempresentasikan makna-makna tersendiri. Video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia”, telah mampu menyampaikan pesan melalui bahasa visual yang dapat dimengerti secara umum sehingga mudah untuk to user dipahami oleh masyarakat.commit Hal ini diwakili melalui tanda-tanda disampaikan melalui teknik-teknik visual. Dalam video maupun gambar 154
perpustakaan.uns.ac.id
155 digilib.uns.ac.id
terkandung level produksi yang berbeda (Framing, layout, technical treatment, choice). Untuk memunculkan sebuah makna konotasi mewakili beberapa ekspresi wajah. Kedua, melalui konsep tanda verbal dan visual yang ditampilkan oleh video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia” dapat disimpulkan bahwa makna konotasi yang muncul adalah Talking about Family; keluarga memiliki peranan yang penting bagi kehidupan, keluarga adalah tempat untuk belajar, “dan keluarga merupakan tempat untuk belajar menghadapi kehidupan itu”. Keluarga adalah awal bermula untuk meraih kesuksesan dalam hidup, perlu usaha berkali-kali, dibutuhkan pikiran dan tenaga yang tidak sedikit, serta kerja keras dan ketekunan, juga semangat yang pantang menyerah, adalah sebagian pesan moral yang disampaikan dalam video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia” Ketiga, Pada video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia” pemirsa juga akan disuguhi potret kehidupan keluarga yang sangat sempurna serta kemesraan hubungan keluarga, kedudukan Jokowi sebagai kepala keluarga, suami, bapak dan manusia biasa. Makna lain yang ditemukan dalam video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia”
ada
sebuah usaha penciptaan citra yang tersamar dalam slogan “Jokowi-JK adalah kita” Jokowi menempatkan dirinya sebagai representasi masyarakat Indonesia, sehingga dalam slogannya tersebut nampak antara jokowi dan kita adalah sama. Kompetisi Politik saat ini sudah menjadi sebuah bentuk kompetisi yang bersifat integratif, tidak saja memerlukan keahlian dan di bidang politik namun juga hal lain yang bersinggungan dengan politik. Terlebih dengan kondisi masyarakat yang mudah mencari informasi pembanding (second opinion) maka kemampuan tim sukses mengelola dan memanfaatkan momen untuk menancapkan kesan di benak calon pemilih menjadi sangat penting dan strategis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
156 digilib.uns.ac.id
B. Saran Penelitian Makna Pesan Pada Video Iklan Politik Versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia” baru menjelaskan tiga bagian secara umum. Analisis video iklan politik versi “Pesan Ramadhan Jokowi-JK Untuk Keluarga Indonesia” masih banyak kajian-kajian dari ilmu lain yang dapat digabungkan untuk mengungkap permainan tanda yang dihadirkan, baik secara teoritis maupun dalam objek kajiannya. Tujuan pokok seorang kandidat dengan adanya video iklan politik adalah mempersuasi khalayak untuk memperhatikan pesan yang mereka sampaikan tentang identitas pribadi kandidat kepada penonton atau pemirsa. Selain itu, iklan video juga memiliki dampak negatif, seperti munculnya perubahan pola pikir (mitos) dan membentuk suatu prilaku dan tindakan (ideologi). Oleh sebab itu, ada beberapa saran untuk mengurangi dampak negatifnya. Pertama, penonton atau pemirsa agar berhati-hati dan cermat dalam menyaksikan setiap iklan yang ditayangkan di media massa. Tanda-tanda yang dimunculkan seakan-akan berbanding terbalik dengan realitas sebenarnya, namun ide kreatif pengiklan dan proses simulasi membuatnya menyamarkan keadaan berbanding terbalik tersebut Kedua, Film merupakan media yang tidak mudah habis untuk terus dikaji, dan disesuaikan dengan disiplin ilmu lain tidak hanya melalui kacamata semiotika. Diharapkan melalui penelitian ini, akan muncul lebih banyak lagi penelitian film dengan materi yang lebih kritis menggunakan sudut pandang dan paradigma yang lebih tajam, seiring dengan perkembang film yang kini semakin beragam. Ketiga Dalam mencitrakan diri melalui video iklan politik para Kandidat perlu memperhatikan simbol-simbol yang ingin disampaikan, agar proses konstruksi pesan dapat tersampaikan dengan baik. Tujuan utamanya adalah untuk mencitrakan bahwa mereka adalah sosok pemimpin bangsa yang ideal, yang terbaik untuk rakyat, dan oleh karenanya layak untuk dipilih pada pemilu Presiden 2014. Simbolisasi ini berada pada pemaknaan denotatif dan konotatif, sehingga pencitraan ini commitpersuasi to user iklan, dan bukan sebagai dapat dilihat sebagai strategi propaganda pesan politik.
157 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA
Ardianto & Erdinaya, Lukiati Komala. 2007. Komunikasi massa: suatu pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Bahari, Nooryan. 2008 . Kritik Seni Wacana, Apresiasi dan kreasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barthes, Roland. 1957. Mythologies. Paris: Seuil. Barthes, Roland. 2010. Imaji, Musik, Teks. Yogyakarta: Jalasutra. Barthes, Roland. 2011. Mitologi. Terj. Inyak Ridwan. Bantul: Kreasi Wacana. Berger, Arthur. 2010. Pengantar Semiotika: Tanda-tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana. Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Renada Media Group. Budiman, Kris. 1999. Kosa Semiotika. Yogyakarta: LkiS. Brutto, Vincent. 2002. The Filmmaker’s Guide to Production Design. New York: Allworth Press. Classe, Oliver (Ed.). 2000. Encyclopedia of Literary Translation into English. (Vol.2). London: Fitzroy Dearborn Publishers. Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra. Danesi & Perron. 1999. Analyzing Cultures: An Introduction and Handbook (Advances in Semiotics). Bloomington dan Indianapolis: Indiana University Press. Darwanto, S. 2007. Televisi Sebagai Media Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dyer, G. 2009. Advertising as Communication. London: Metheun & Co. Ltd. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar BahasaIndonesia. Jakarta : Balai Pustaka. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
158 digilib.uns.ac.id
Eco, Umberto. 2009. Teori Semiotika:Signifikasi Komunikasi, Teori kode, Serta Teori Produksi-Tanda. Terjemahan oleh Inyiak Ridwan Muzir. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Fiske, John. 2010. Cultural And Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Terj. Yosal Iriantara dan Idi Subandy Ibrahim. Yogyakarta: Jalasutra. Hoed, B.H. 2004. Bahasa dan Sastra dalam Tinjauan Semiotik dan Hermeneutik. di dalam Semiotika Budaya. Ed. T. Christomy dan Untung Yuwono. Depok: Pusat Pe-nelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Indonesia. Hoed, B.H. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Unversitas Indonesia Jefkins, Frank. 1997. Periklanan. Jakarta: Erlangga. John, Little. 2009. Teori Komunikasi. Terjemahan oleh Moh. Yusuf Hamdan. Jakarta : Salemba Humanika. John, Little., Stephen W. 1996. Theories of Human Communication. Fifth Edition. Belmont, California: Wasdsworth Publishing Company. Kaid, L. L. & Bacha, C. H. 2006. The SAGE Handbook of Political Advertising. California: SAGE Publications. Kasali, Rhenald. 1992. Manajemen Periklanan. Jakarta : Sinar Grafika. Kusrianti, Anik. 2004. Wacana Iklan Pigeon Two Way Cake Kajian Kohesi Tekstual dan Kontekstual. Analisis Wacana. Bandung: Pakar Raya. Kothari, C.R. 2004. Research Metodology, Methods And Technique. New Delhi: New Age International Publisher. Kotler, Philip. 1991. Marketing. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kotler, Philip. 2003. Marketing Insight A to Z, 80 Concepts Manager Need to Know. John Willey & Sons inc. Madjadikara, Agus S. 2005. Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan. Gramedia: PT Gramedia Pustaka Utama. Masak, Tanete Pong. 2002. Semiotik dalam Sinematografi: Teori Film Christian Metz. dalam E.K.M Masinambow & Rahayu S. to user Hidayat, Semiotik commit Kumpulan Makalah Seminar. Depok : Pusat
perpustakaan.uns.ac.id
159 digilib.uns.ac.id
Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. Metz, Christian. 1974. Film Language a Semiotics of The Cinema. Transl. Michael Taylor. Chicago: The University of Chicago Press. Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1994. An Expanded Sourcebook Qualitative Data Analysis. California: SAGE Publication Inc. Mulyana, Dedy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Cetakan ke11. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Noviani, Ratna. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nöth, Winfried. 1995. Handbook of Semiotics. Bloomington dan Indianapolis: Indiana University Press. Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2012. Metodologi Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara. Saussure, Ferdinand de. 1916. Course in General Linguistics . Ed Charles Bally dan Albert Sechehaye. Trans Wade Baskin. New York: Philosophical Library. Seger, Linda. 1987. Making a Good Script Great. Hollywood: Samuel French. Selby, Keith dan Coedery, Ron. 1995. How to Study Television. London : Mc Millisan. Shimp, Terence A. 1997. Advertising, promotion, and supplemental aspect of IMC. Orlando : Dreyden press. Sobur, Alex. 2001. Etika Pers Profesionalisme dengan Nurani. Bandung: Humaniora Utama Pers. commit to user
160 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media:Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Cetakan ke5. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suyanto, M. 2003. Multimedia: untuk meningkatkan keunggulan bersaing. Yogyakarta: Penerbit Andi. Tinarbuko, Sumbo. 2009. Iklan Politik Dalam Realitas Media. Yogjakarta: Jala Sutra. Tinarbuko, Sumbo. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Cetakan ke-3. Yogyakarta: Jalasutra. Picken, Jonathan D. 2007 Literature, Metaphor, and the Foreign Language Learner. Hampshire: Palgrave Macmillan. Piliang, Yasraf Amir. 1998. Sebuah Dunia yang Dilipat, Realitas Kebudayaan Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya Modernisme. Bandung : Penerbit Mizan. Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Cetakan ke-2. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Van Zoest, Aart. 1996. Semiotika. Jakarta: Yayasan Sumber Agung. Wibowo, Indiwan. 2011. Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta : Mitra Wacana Media. Wibowo, Wahyu. 2003. Sihir Iklan Format Komunilkasi Mondial dalam Kehidupan Urban Kosmopolit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Widyatama, Rendra. 2007. Pengantar Periklanan, Yogyakarta Pustaka Book Publisher.
commit to user
161 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id Sumber Tesis dan Jurnal
Aji, Fajar, 2014. Struktur dramatik film Nagabonar Jadi2. Tesis Program Pascasarjana Pengkajian Seni. Fitri, Nidya. 2011. Eksplorasi dan Signifikasi tanda dalam iklan rokok A Mild. Tesis Program Pascasarjana Studi Lingustik. Hartanto D Duto, 1999. Peranan Keyword (kata kunci) dalam iklan, Jurnal Nirmana Vol. 1, No. 2, Juli 1999 : hal 79 – 94. Jufri. 2005. Penggunaan Kosa Kata dalam Wacana Berita tentang SBY Sekitar Pemilu 2004”. Jurnal Wacana Kritis, Vol. 10, Januari 2005, hal. 1-11. Karla N, Elara. 2014. Mitos tembang durma Kuntilanak dalam film horor Kuntilanak. Tesis Program Pascasarjana Pengkajian Seni. Loisa, Riris. 2009. Alat-alat Propaganda di Dalam Iklan Para Calon Presiden, Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun I/01/2009 hal 62-72. Madiyant, Muslikh. 2003. Sinemasastra: Mencari bahasa didalam teks visual. Jurnal Humaniora Vol 15 No. 2 Juni 2003 Halaman 163 – 171. Mulyawan, I Wayan, 2008. Makna dan Pesan iklan media cetak; Kajian Hipersemiotika, Jurnal Linguistika. Vol. 15, No. 28, Maret 2008. Rachdian S, Rizky. 2012. Indonesia, Nasionalisme, dan Iklan (Analisis resepsi tiga iklan televisi dengan tema ke-Indonesian). Tesis Universita Indonesia.
commit to user
162 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id Sumber Internet
Milkhan. 8 Juli 2013. Politikus memolitisasi ramadhan. solopos.com diakses, 28 Nopember 2014. Baharudin. 24 Juli 2013. Ramadhan bukan bulan politik. Kompasiana.com. diakses, 28 Nopember 2014. Rais, Taufig. Melihat Lebih Dekat Keindahan Alam Indonesia di Iklan Djarum Super. djarumbeasiswaplus.org. diakses, 28 Nopember 2014. Damarjati , Danu. 14 Maret2014. Daya Tarik Joko Widodo. detikNews. diakses, 28 Nopember 2014. www.iklancapres.org/iklan. Belanja iklan Jokowi-JK. diakses, 28 Nopember 2014.
commit to user