PELATIHAN NASIONAL LINGKUNGAN HIDUP
“PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA & BERACUN (B3) DAN PENGENDALIAN LIMBAH B3” 6 – 7 AGUSTUS 2009 DI HOTEL INNA SIMPANG, SURABAYA
Limbah B3 dan Pengelolaannya Oleh : Ir. M. Razif, MM. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS 1
PP 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 1. Jenis Limbah B3 menurut sumbernya meliputi: • Limbah B3 dari sumber tidak spesifik; • Limbah B3 dari sumber spesifik; • Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi. 2)
Perincian dari masing-masing jenis seperti tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah ini.
2
3.
Uji karakteristik limbah B3 meliputi : a. Mudah meledak; b. Mudah terbakar; c. Bersifat reaktif d. Beracun e. Menyebabkan infeksi f. Bersifat korosif
4)
Pengujian toksikologi untuk menentukan sifat akut dan atau kronik.
5)
Daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222, dan D223 dapat dinyatakan limbah B3 setelah dilakukan uji karakteristik dan uji toksikologi.
3
1)
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan yang tidak termasuk dalam lampiran I, Tabel 2 PP ini, apabila terbukti memenuhi uji karakteristik dan toksikologi maka limbah tersebut merupakan limbah B3.
2)
Limbah B3 dari kegiatan yang tercantum dalam Lampiran I, Tabel 2 PP ini dapat dikeluarkan dari daftar tersebut oleh instansi yang bertanggung jawab, apabila dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa limbah tersebut bukan limbah B3 berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis, lembaga penelitian terkait dan penghasil limbah.
4
3)
Pembuktian secara ilmiah dilakukan berdasarkan: a. Uji karakteristik limbah B3 b. Uji toksikologi; dan atau c. Hasil studi yang menyimpulkan bahwa limbah yang dihasilkan tidak menimbulkan pencemaran dan gangguan kesehatan terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya.
4)
Ketentuan lebih lanjut akan ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis dan lembaga penelitian terkait.
5
LAMPIRAN I PP 85/1999 (Contoh) TABEL 1. DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER YANG TIDAK SPESIFIK
6
LAMPIRAN I PP 85/1999 (Contoh) TABEL 2. DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER YANG SPESIFIK
7
LAMPIRAN I PP 85/1999 (Contoh) TABLE 3. DAFTAR LIMBAH DARI BAHAN KIMIA KADALUARSA, TUMPAHAN, SISA KEMASAN, ATAU BUANGAN PRODUK YANG TIDAK MEMENUHI SPESIFIKASI.
8
LAMPIRAN II PP 85/1999 (Contoh) BAKU MUTU TCLP ZAT PENCEMAR DALAM LIMBAH UNTUK PENENTUAN KARAKTERISTIK SIFAT RACUN
9
LAMPIRAN III PP 85/1999 (Contoh) DAFTAR ZAT PENCEMAR DALAM LIMBAH YANG BERSIFAT KRONIS
10
KEPUTUSAN KEPALA BAPEDAL NO. KEP-03/BAPEDAL/09/1995 T E N T A N G PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH B3
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah proses untuk mengubah karateristik dan komposisi limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun. Persyaratan pengolahan limbah B3 meliputi persyaratan : a. Lokasi pengolahan limbah B3; b. Fasilitas pengolahan limbah B3; c. Penanganan limbah B3 sebelum diolah; d. Pengolahan limbah B3; e. Hasil pengolahan limbah B3 11
Persyaratan teknis pengolahan limbah B3 Meliputi; a. fisika dan kimia b. stabilitasi/solidifikasi; c. insinerasi. Ketentuan pengolahan dan persyaratan teknis pengolahan limbah B3 sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. Setiap penanggungjawab kegiatan pengolah limbah B3 yang berhubungan langsung dengan pengolahan limbah B3 wajib: a. mempunyai latar belakang pendidikan tentang pengelolaan limbah B3; atau b. pernah mengikuti pelatihan pengelolaan limbah B3;
Setiap karyawan/operator yang langsung berhubungan dengan unit operasi pengolahan limbah B3 wajib mengikuti pelatihan pengolahan limbah B3. 12
Pengolah limbah B3 wajib membuat dan menyampaikan laporan tentang pengolahan limbah B3 secara berkala sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Kepala Bapedal dengan tembusan Bupati/Walikotamadya kepala Daerah Tingkat II dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, tentang; a. Jenis, karakteristik, jumlah timbunan limbah B3 dan waktu diterimanya limbah B3; b. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu limbah B3 yang diolah; c. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu timbunan limbah B3 (cair dan/atau padat) hasil pengolahan. d. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu limbah B3 yang ditimbun (landfill); Setiap pengolah limbah B3 wajib melakukan pemantauan terhadap baku mutu limbah yang dihailkan dari kegiatan yang dilakukan. 13
Hasil pemantauan terhadap baku mutu limbah wajib dilaporkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan tembusan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
Persyaratan teknis pengolahan yang belum diatur dalam keputusan ini akan diatur kemudian.
14
LAMPIRAN KEP-03/BAPEDAL/09/1995 PERSYARATAN PENGOLAHAN LIMBAH B3 1. Persyaratan Lokasi Pengolahan Limbah B3 Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah B3 atau di luar penghasil limbah B3. Untuk pengolahan di dalam lokasi penghasil, lokasi pengolahan disyaratkan : a. Merupakan daerah bebas banjir, dan b. Jarak antara lokasi pengolahan dan lokasi fasilitas umum minimal 50 meter. Persyaratan lokasi pengolahan limbah B3 di luar lokasi penghasil adalah : a. Merupakan daerah bebas banjir; b. Pada jarak paling dekat 150 meter dari jalan utama/jalan tol dan 50 meter untuk jalan lainnya; c. Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan pendidikan; d. Pada jarak paling dekat 300 meter dari garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawan, mata air & sumur penduduk; e. Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah yang dilindungi (cagar alam, hutan lindung dan lain-lainnya). 15
2. Persyaratan Fasilitas Pengolahan Limbah B3 Dalam pengoperasian limbah B3 harus menerapkan system operasi yang meliputi : a. Sistem Keamanan Fasilitas Sistem keamanan yang diterapkan dalam pengoperasian fasilitas pengolahan limbah B3 sekurang-kurangnya harus : 1) Memiliki system penjagaan 24 jam yang memantau, mengawasi dan mencegah orang yang tidak berkepentingan masuk ke lokasi; 2) Mempunyai pagar pengaman atau penghalang lain yang memadai dan suatu system untuk mengawasi keluar masuk orang dan kendaraan melalui pintu gerbang maupun jalan masuk lain; 3) Mempunyai tanda yang mudah terlihat dari jarak 10 meter dengan tulisan “Berbahaya” yang dipasang pada unit/bangunan pengolahan dan penyimpanan, serta tanda “Yang Tidak Berkepentinan Dilarang Masuk” yang ditempatkan di setiap pintu masuk ke dalam fasilitas dan pada setiap jarak 100 meter di sekeliling lokasi; 4) Mempunyai penerangan yang memadai di sekitar lokasi. 16
b. Sistem Pencegahan Terhadap Kebakaran Untuk mencegah terjadi kebakaran atau hal lain yang tak terduga di fasilitas pengolahan, maka sekurang-kurangnya harus : 1) Memasang system arde (Electrikal Spark Grounding) 2) Memasang tanda peringatan, yang jelas terlihat dari jarak 10 meter, dengan tulisan : “Awas Berbahaya”, “Limbah B3 (mudah terbakar, …, dll) Dilarang Keras Menyalakan Api Atau Merokok !” 3) Memasang peralatan pedeteksi bahaya kebakaran yang bekerja secara otomatis selama 24 jam terus menerus, berupa: (a) Alat deteksi peka asam (smoke sensing alarm), dan (b) Alat deteksi peka panas (heat sensing alarm),
17
4) Tersediannya system pemadam kebakaran yang berupa : (a) Sistem permanen dan otomatis, dengan menggunakan bahan pemadam air, busa, gas atau bahan kimia kering, dengan jumlah dan mutu sesuai kebutuhan; (b) Pemadam kebakaran portable dengan kapasitas minimum 10 kg untuk setiap 100 m2 dalam ruangan ; 5) Menata jarak atau lorong antara kontainer – kontainer yang berisi limbah B3 minimum 60 cm sehingga tidak mengganggu gerakan orang, peralatan pemadam kebakaran, peralatan pengendali/pencegah tumpahan limbah, dan peralatan untuk menghilangkan ontaminasi ke semua arah di dalam lokasi; 6) Menata jarak antara bangunan-bangunan yang memadai sehingga mobil pemadam kebakaran mempunyai akses menuju lokasi kebakaran. 18
c. Sistem pencegahan Tumpahan Limbah 1) Fasilitas pengolahan limbah B3 harus mempunyai rencana, dokumen dan petunjuk teknis operasi pencegahan tumpahan limbah B3 yang meliputi; (a) Pemeriksaan Mingguan terhadap fasilitas pengolahan, dan (b) Sistem tanda bahaya peringatan dini yang bekerja selama 24 jam dan yang akan memberi tanda bahaya sebelum terjadi tumpahan/luapan limbah (level control). 2) Pengawas harus dapat mengidentifikasi setiap kelainan yang terjadi, seperti malfungsi, kerusakan, kelalaian operator, kebocoran atau tumpahan yang dapat menyebabkan terlepasnya limbah dari fasilitas pengolahan ke lingkungan. Program ini juga harus menyangkut terlepasnya limbah dari fasilitas pengolahan ke lingkungan. Program ini juga harus menyangkut mekanisme tanggap darurat; 3) Penggunaan bahan penyerap (absorbent) yang sesuai dengan jenis dan karakteristik tumpahan limbah B3. 19
d. Sistem Penangulangan Keadaan Darurat. Fasilitas pengolahan limbah B3 harus mempunyai system untuk mengatasi keadaan darurat yang mungkin terjadi. Persyaratan minimum untuk system tanggap darurat antara lain: 1) Ada koordinator penanggulangan keadaan darurat, yang bertanggungjawab melaksanakan tindakan-tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan prosedur penanganan kondisi darurat yang terjadi; 2) Jaringan komunikasi atau pemberitahuan kepada : (a) Tim penangulangan keadaan darurat, (b) Dinas pemadam kebakaran, (c) Pihak kepolisian, (d) Ambulan dan pelayanan kesehatan, (e) Sekolah, rumah sakit dan penduduk setempat, (f) Aparat pemerintah terkait setempat; 3) Memiliki prosedur evakuasi bagi seluruh pekerja fasilitas pengolahan limbah B3. 20
4) Mempunyai peralatan penanggulangan keadaan darurat; 5) Tersedianya peralatan dan baju pelindung bagi seluruh staf penanggulangan keadaan darurat di lokasi, dan sesuai dengan jenis limbah B3 yang ditangani di lokasi tersebut; 6) Memiliki prosedur tindakan darurat pengangkutan; 7) Menetapkan prosedur untuk penutupan sementara fasilitas pengolahan; 8) Melakukan pelatihan bagi karyawan dalam penanggulangan keadaan darurat yang dilakukan minimal dua kali dalam setahun. e. Sistem Pengujian Peralatan 1) Semua alat pengukur, peralatan operasi pengolahan dan perlengkapan pendukung operasi harus diuji minimum sekali dalam setahun; 2) Hasil pengujian harus dituangkan dalam berita acara yang memuat hasil uji coba penanganan system keadaan darurat. Informasi tersebut harus selalu tersedia di lokasi fasilitas pengolahan limbah 21 B3.
f. Pelatihan Karyawan Perusahaan wajib memberikan pelatihan secara berkala kepada karyawan yang meliputi : 1) Pelatihan dasar, diantaranya; (a) Pengenalan limbah; meliputi jenis limbah, sifat dan karakteristik serta bahayannya terhadap lingkungan dan manusia, serta tindakan pencegahannya; (b) Peralatan pelindung: menyangkut kegunaan dan penggunaannya; (c) Pelatihan untuk keadaan darurat: meliputi kebakaran, ledakan, tumpahan, matinya listrik, evakuasi, dan sebagainnya; (d) Prosedur inspeksi; (e) Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K); (f) Peralatan keselamatan kerja (K3); (g) Peraturan perundangan-undangan tentang pengolahan limbah B3. 22
2) Pelatihan khusus (a) Pemeliharaan peralatan pengolahan dan peralatan penunjangnya; (b) Pengoperasian alat pengolahan dan peralatan penujangnya; (c) Laboratorium; (d) Dokumentasi dan pelaporan; (e) Prosedur penyimpanan dokumentasi dan pelaporan.
3. Persyaratan Penanganan Limbah B3 Sebelum Diolah Sebelum melakukan pengolahan, terhadap limbah B3 harus dilakukan uji analisa kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi guna menetapkan prosedur yang tepat dalam proses pengolahan limbah B3 tersebut. Setelah kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi yang terkandung dalam limbah B3 tersebut di ketahui, maka terhadap selanjutnya adalah menentukan pilihan proses pengolahan limbah B3 yang dapat memenuhi kualitas dan baku mutu pembuangan dan/atau lingkungan yang ditetapkan.
23
Keterangan : 1. Baku mutu limbah cair wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kep-men 04/1991 atau yang ditetapkan oleh Bapedal. 2. Baku mutu emisi udara wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kep-men 13/1995 atau yang ditetapkan oleh Bapedal. 24 3. Penimbunan wajib memenuhi semua persyaratan yang tercantum dalam PP 19/1994 dan ketentuan lain yang ditetapkan.
4. Pengolahan limbah B3 a. Pengolahan limbah B3 secara fisika dan kimia Perlakuan terhadap limbah B3 dapat dilakukan dengan proses pengolahan sbb: 1) Proses pengolahan secara Kimia antara lain; (a) Reduksi – Oksidasi, (b) Elektrolisasi, (c) Netralisasi, (d) Presipitasi/Pengendapan, (e) Solidifikasi/Stabilisasi, (f) Absorpsi, (g) Penukar Ion, (h) Pirolisa 2) Proses pengolahan secara fisika antara lain; a) Pembersihan Gas; 1. Elektrostatik presipitator, 2. Penyaringan partikel, 3. Wet scrubbing, 4. Adsorpsi dengan karbon aktif, 25
b) Pemisahan cairan dan padatan: 1. Sentrifugasi, 2. Klarifikasi 3. Koagulasi, 4. Filtrasi, 5. Flokulasi, 6. Flotasi, 7. Sedimentasi, 8. Thickening. c) Penyisihan komponen-komponen yang spesifik. 1. Adsorpsi, 2. Kristalisasi, 3. Dialisasi, 4. Electrodialisa, 5. Evaporasi, 6. Leaching, 7. Reverse osmosis, 8. Solvent extraction, 9. Stripping, 26
b. Pengolahan Stabilisasi/Solidifikasi Proses stabilisasi/solidifikasi adalah suatu tahapan proses pengolahan limbah B3 untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 melalui upaya memperkecil/membatasi daya larut, pergerakan/penyebaran dan daya racunnya (immobilisasi unsure yang bersifat racun) sebelum limbah B3 tersebut dibuang ke tempat penimbunan akhir (landfill) Prinsip kerja stabilisasi / solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat (landfill) sehingga pergerakan senyawa-senyawa B3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar (massive). Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk proses stabilisasi / solidifikasi (bahan aditif) antara lain: 1) Bahan pencampur : gypsum, pasir, lempung, abu terbang; dan 2) Bahan perekat/pengikat : semen, kapur, tanah liat, dll 27
Tata cara kerja stabilisasi/solidifikasi : 1) Limbah B3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus dianalisas karakteristiknya guna menentukan resep stabillisasi/solidifikasi yang diperlukan terhadap limbah B3 tersebut; 2) Setelah dilakukan stabilisasi/solidifikasi, selanjutnya terhadap hasil olahan tersebut dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter dalam lindi (extract/eluate) sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 1 keputusan ini. Hasil uji TCLP sebagaimana dimaksud, kadarnya tidak boleh melewati nilai ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam table.1; 3) Terhadap hasil olahan tersebut selanjutnya dilakukan uji kuat tekan (Compressive Strenghth) dengan “Soil Penetrometer Test”, dengan harus mempunyai nilai tekanan minimum sebebsar 10 ton/m2 dan lolos uji “Paint Filter test”. 4) Limbah B3 olahan yang memenuhi persaratan kadar TCLP, nilai uji kuat tekan dan lolos tes paint filter test; selanjutnya harus ditimbun ditempat penimbunan (landfill) yang ditetapkan pemerintah atau yang 28 memenuhi persaratan yang ditetapkan.
Tabel 1. Baku Mutu TCLP Hasil Ekstraksi Lindi Parameter Aldrin + Dieldrin Arsen Barium Benzene Boron Cadmium Carbon tetrachloride Chlordane Chlorobenzene Chloroform Chromium Copper o- Cresol m -Cresol p - Cresol Total Cresol Cyaide (free) 2,4 -D 1,4 - Diclorobenzene 1,2 - Dicloroethane 1,1 - Dicloroethylene 2,4 - Dinitrotoluene
Konsentrasi dalam ekstraksi limbah (mg/L) 0,07 5 100 0,5 500 1 0,5 0,03 100.0 6 5 10 200 200 200 200 20 10 7,5 0,5 0,7 0,13
29
Endrin Fluorides Hepachlor + Heptachlor epoxide Hexachlorobenzene Hexachlorobutadiene Hexacholoroethane Lead Lindane Mercury Methoxychlor Methyl ethylketone Methyl Parathion Nitrate + Nitrite Nitrite Nitrobenzene Nitrilotriacetic acid Pentachlorophenol pyridine Parathion PCBs Selenium Silver Tetrachloroethylene (PCE) Toxaphene Trichloroethylenes (TCE) Trialomethanes 2,4,5 - Trichlorophenol 2,4,6 - Trichlorophenol 2,4,5 -TP (Silvex) Vynl chloride Zinc
0,02 150 0,008 0,13 0,5 3 5 0,4 0,2 10 200 0,7 1000 100 2 5 100 5 3,5 0,3 1 5 0,7 0,5 0,5 35 400 2 1 0,2 50
30
c. Pengolahan dengan Insinerasi (Thermal Treatment) 1) Sebelum mulai membangun atau memasang insinerator fasilitas pengolahan limbah B3, pemilik harus memberikan data-data spesifikasi teknis di bawah ini: a) Spesifikasi insinerator, sekurang-kurangnya memuat informasi antara lain: 1. Nama Pabrik pembuat dan nomor model. 2. Jenis insinerator. 3. Dimensi internal dari unit isinerator termasuk luas penampang zona/ruang proses pembakaran.
31
5. Uraian mengenai system bahan bakar (jenis/umpan). 6. Spesifikasi teknis dan desain dari nozzle dan burner. 7. Temperatur dan tekanan operasi di zona/ruang bakar. 8. Waktu tinggal limbah dalam zona/ruang pembakar. 9. Kapasitas blower. 10. Tinggi dan diameter ceroong. 11. Uraian peralatan pencegah pencemaran udara dan peralatan pemantauan emisi cerobong (stack/chimney). 12. Tempat dan deskripsi dari alat pencatat suhu, tekanan, aliran dan alat-alat pengontrol lain. 13. Deskripsi system pemutus umpan limbah yang bekerja otomatis. 14. Efisiensi Penghancuran dan penghilangan (DRE), dan Efisiensi Pembakaran (EP). 32
b) Memperkirakan tingkat maksimal konsentrasi pada permukaan tanah akibat udara dari insinerator dengan memakai pesamaan distribusi GAUSS dan/atau pengembangannya dengan mempertimbangkan kondisi meteorology setempat. c) Memberikan uraian tentang jadwal konstruksi, mulai dari tahap pra konstruksi, pelaksanaan konstruksi, penyelesaian konstruksi, dan tahap persiapan operasi. d) Menyerahkan laporan yang berisi informasi tentang butir (a), (b), dan (c) kepada kepala Bapedal sebagai lampiran pertimbangan dalam permohonan perizinan. 2) Sebelum insinerator di operasikan secara terus menerus atau kontinu, pemilik harus melakukan uji coba pembakaran (trial burn test). Uji coba ini harus mencakup semua peralatan utama dan peralatan penunjang termasuk peralatan pengendalian pencemaran udara yang dipasang. Uji coba dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Bapedal mengenai kelengkapan pada butir (1), dan dalam pelaksanaannya diawasi oleh Bapedal. 33
Uji coba pembakaran ini bertujuan untuk memperoleh: a) Deskripsi kualitatif dan kuantitatif sifat fisika, kimia dan biologi dari : 1. Limbah B3 yang akan dibakar termasuk semua jenis bahan organic bebrbahaya dan beracun utama (POHCs, PCBs, PCDFs, PCDDs), Halogen, Total Hidrokarbon (THC), dan Sulfur serta konsentrasi timah hitam dan merkuri dalam limbah B3; 2. Emisi udara termasuk POHCs, produk pembakaran tidak sempurna (PICs) dan parameter yang tercantum pada Tabel 3; 3. Limbah cair yang dikeluarkan (effluent) dari pengoperasian insinerator dan peralatan pencegahan pencemaran udara, termasuk semua POHCs, PICs dan parameter-parameter sebagaimana tercantum dalam Tabel 4. 34
b) Menentukan kondisi Operasi, 1) Suhu di ruang bakar, sesuai dengan jenis limbah B3; 2) Waktu tinggal (residence time) gas di zona/ruang bakar minimum 2 detik; 3) Konsentrasi dari excess oxygen di exhaust peneluaran. c) Menentukan kondisi meteorology yang spesifik (arah angin, kecepatan angin, curah hujan, dan lain-lain) dan konsentrasi ambient dari POHCs, PICs, dan parameter yang tercantum pada Tabel 3; d) Menentukan efisiensi penghancuran dan penghilangan (DRE) dengan menggunakan persamaan di bawah ini.
35
Rumus Penghitung DRE (Efisiensi Penghancur dan Penghilang): W in – W out DRE = x 100 % W in DRE = Destruction and Removal Efficiency W in = Laju alir masa umpan masuk insinerator W out = Laju alir masa umpan keluar insinerator e) Menentukan efisiensi pembakaran (EP) dengan menggunakan persamaan di bawah ini: CO2 EP = x 100 % CO2 + CO CO2 = Konsentrasi emisi CO2 di exhaust CO = Konsentrasi emisi CO di Exhaust 36
f) Uji coba pembakaran harus dilakukan minimal selama 14 hari secara terus menerus dan tidak atau yang ditetapkan oleh Bapedal. g) Menyerahkan laporan yang berisi informasi tentang butir (a), (b), (c), (d), (e), dan (f) kepada Kepala Bapedal sebagai pertimbangan dalam pemberian perizinan. 3) Pada saat pengoperasian diwajibkan melaksanakan hal-hal sebagai berikut; a) Pengoperasian (1) Memeriksa insinerator dan peralatan pembantu (pompa, Conveyor, pipa, dll) secara berkala; (2) Menjaga tidak terjadi kebocoran, tumpahan atau emisi sesaat; (3) Menggunakan system pemutus otomatis pengumpan limbah B3 jika kondisi pengoperasian tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan; 37
(4) Memastikan bahwa DRE dari insinerator sama dengan atau lebih besar dari yang tercantum pada Tabel 2. (5) Mengendalikan peralatan yang berhubungan dengan pembakaran maksimum selama 15 – 30 menit pada saa start-up sebelum melakukan operasi pengolahan secara terus menerus. (6) Pengecekan peralatan perlengkapan insinerator (conveyer, pompa, dll) harus dilakukan setiap hari. (7) Pengolah hanya boleh membakar limbah sesuai dengan izin yang dipunyai. (8) Residu/abu dari proses pembakaran insinerator harus ditimbun sesuai dengan persyaratan penimbunan (landfill). b) Pemantauan : 1) Secara terus menerus mengukur dan mencatat; a) Suhu di zona/ruang bakar; b) Laju umpan limbah (waste feed rate); c) Laju bahan bakar pembantu; 38
d) Kecepatan gas saat keluar dari daerah pembakaran; e) Konsentrasi karbon monoksida, karbon dioksida, nitrogen oksida, sulfur dioksida, oksigen, HCL, Total Hidrokarbon (THC) dan partikel debu di cerobong (stack/chimney); f) Opositas. 2) Secara berkala mengukur dan mencatat konsentrasi POHCs. PCDs, PCDFs, PICs dan logam berat di cerobong. 3) Memantau kualitas udara sekeliling dan kondisi meteorologi sekurang-kurangnya 2 (dua) kali sebulan, yang meliputi : a) Arah dan kecepatan angin b) Kelembaban c) Temperatur d) Curah hujan 4) Mengukur dan mencatat timbunan limbah cair (effluent) dari pengoperasian insinerator dan peralatan pengendali pencemaran udara yang harus memenuhi criteria limbah cair yang tercantum dalam Tabel 4. 39 5) Menguji system pemutus otomatis setiap minggu.
c. Pelaporan 1) Melaporkan hasil pengukuran emisi cerobong yang telah dilakukan selama 3 bulan terakhir sejak digunakan dan dilakukan pengujian kembali setiap 3 tahun untuk menjaga nilai minimum DRE. 2) Konsentrasi maksimum untuk emisi dan nilai minimum DRE sebagaimana tercantum daam Tabel 2 dan 3. Pelaporan data data di atas dilakukan setiap 3 (tiga) bulan ke Bapedal.
40
Tabel 2. Baku Mutu DRE Insinerator (Efisiensi Penghancuran dan Penghilangan) Parameter POHCs Polychlornated biphenil (PCBs) Polychlorinated dibeneuran Polychlorinated dibenzo-p-dioksin
Bahan Mutu DRE 99,99% 100,00% 100,00% 100,00%
Tabel 3. Baku Mutu Emisi Udara Untuk Insinerator Parameter Partikel Sulfur dioksida (SO2) Nitrogen dioksida (NO2) Hidrogen flourida (HF) Karbon monoksida (CO) Hidrogen klorida (HCl) Total Hidrokarbon (sebagai CH4) Arsen (As) Kadmium (Cd) Kromium (Cr) Timbal (Pb) Merkuri (Hg) Talium (Tl) Opositas
Kadar maksimum (mg/Nm3) 50 250 300 10 100 70 35 1 0,2 1 5 0,2 0,2 10%
Kadar maksimum pada table di atas dikoreksi terhadap 10 % oksigen (O2) dan pada kondisi normal (250 C, 760 mm Hg) dan berat kering (dry basis).
41
Catatan: 1. Kadar pada Table 3. diatas akan dievaluasi kembali berdasarkan pemantauan emisi udara yang terbaru dan pemodelan dispersi. 2. Efisiensi pembakaran insinerator sama atau lebih besar dari 99,99 % 3. Baku mutu emisi udara dapat ditetapkan kembali sesuai dengan jenis limbah yang akan diolah, dampaknya terhadap lingkungan dan perkembangan teknologi. 4. Bagi penggunaan Tanur Semen (Rotary Cement Kiln) sebagai insinerator, baku mutu emisi udaranya sebagaimana yang ditetapkan pada Kep-Men 13/1995 dan bagi parameter yang tidak tercantum dalam Kep-men 13/1995 mengikuti sebagaimana yang tercantum pada table 3, atau sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. 5. Penimbunan abu (bottom ash) dari insinerator di landfill setelah melalui uji Toxicity Characteristic Leaching Prosedure (TCLP) sesuai dengan metode US-EPA SW-846-METHOD 1310. Jika melebihi nilai batas maksimum TCLP Tabel 1 pada keputusan ini maka dilakukan stabilisasi terlebih dahulu. 6. Menjamin bahwa limbah yang sudah distabilisasi tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan (dengan melampirkan hasil analisa TCLP) 42
Keputusan Kepala Bapedal No: KEP-04/BAPEDAL/09/1995 tentang tata cara persyaratan penimbunan hasil pengolahan, persyaratan lokasi bekas pengolahan dan lokasi bekas penimbunan limbah bahan berbahaya dan beracun
Penimbunan hasil pengolahan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah tindakan membuang dengan cara penimbunan, dimana penimbunan tersebut dirancang sebagai tahap akhir dari pengelolaan limbah B3 sesuai dengan karakteristiknya. Tata Cara dan Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3 adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini. 43
LAMPIRAN KEP-04/BAPEDAL/09/1995 TATA CARA DAN PERSYARATAN PENIMBUNAN LIMBAH B3 1. Pemilihan Lokasi Landfill Penimbunan limbah B3 harus dilakukan pada lokasi tepat dan benar yang memenuhi persyaratan lingkungan. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi adalah : a. Lokasi yang akan dipilih harus merupakan daerah yang bebas dari banjir seratus tahunan b. Geologi lingkungan 1) Daerah dengan litologi batuan dasar adalah batuan sedimen berbutir sangat halus (seperti serpih, batu lempung), batuan beku, atau batuan malihan yang bersifat kedap air (k< 10-9m/detik), tidak berongga, tidak bercelah dan tidak berkekar intensif. 2) Tidak merupakan daerah berpotensi bencana alam : longsoran, bahaya gunung api, gempa bumi dan patahan aktif. 44
c. Hidrogeologi 1) Bukan merupakan tanah resapan (recharge) bagi air tanah tidak tertekan yang penting dan air tanah tertekan. 2) Dihindari lokasi yang di bawahnya terdapat lapisan air tanah (aquifer). Jika di bawah lokasi tersebut terdapat lapisan air tanah maka jarak terdekat lapisan tersebut dengan bagian dasar landfill adalah 4 meter. d. Hidrologi permukaan Lokasi penimbunan bukan merupakan daerah genangan air, berjarak minimum 500 m dari : aliran sungai yang mengalir sepanjang tahun, danau, waduk untuk irigasi pertanian dan air bersih. e. Iklim dan Curah Hujan Diutamakan lokasi dengan : 1) Curah Hujan : kecil, daerah kering; 2) Keadaan angin : kecepatan tahunan rendah, berarah dominan ke daerah tidak berpenduduk 45 atau berpenduduk jarang.
f. Lokasi penimbunan harus sesuai dengan rencana tata ruang yang merupakan tanah kosong tidak subur, tanah pertanian yang kurang subur, atau lokasi bekas pertambangan yang telah tidak berpotensi dan sesuai dengan rencana tata ruang baik untuk peruntukan industri atau tempat penimbunan limbah. Selain itu harus memperhatikan flora dan fauna : 1) Flora : merupakan daerah dengan kesuburan rendah, tidak ditanami tanaman yang mempunyai nilai ekonomi dan bukan daerah/kawasan lindung. 2) Fauna : bukan merupakan daerah margasatwa / cagar alam.
46
2. Persyaratan Rancang Bangun / Desain Landfill Limbah B3 a. Karakteristik Limbah B3 dan tempat Penimbunannya Rancang bangun atau desain landfill untuk tempat penimbunan limbah B3 (landfill) dikelola sesuai dengan jenis dan karakteristik limbah yang akan ditimbun. Untuk itu, pemilahan jenis dan karakteristik limbah B3 mempunyai fungsi dalam penentuan tempat penimbunan limbah B3 tersebut, rancang bangun dan kategori landfill yang dibangun. Pemilahan jenis dan karakteristik limbah yang dimaksud adalah : 1. Untuk limbah B3 dari sumber yang spesifik dalam Tabel 2 Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994, yang tercantum pada Tabel 1 keputusan ini tempat penimbunannya harus di landfill kategori I 2. Untuk limbah B3 dari sumber yang spesifik dalam Tabel 2 Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994, yang tidak termasuk dan tercantum pada Tabel 1, tempat penimbunan (landfill) mengacu pada tabel 2 keputusan47 ini.
3. Untuk limbah B3 dalam Tabel 1 dan tabel 3 Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994, tempat penimbunannya (landfill) mengacu pada Tabel 2 keputusan ini. 4. Tempat penimbunan yang dimaksud dalam butir (2) dan (3), yaitu : Untuk limbah B3 belum terolah dan yang total kadar maksimum bahan pencemarnya lebih besar dari atau sama dengan nilai pada kolom A – Tabel 2 keputusan ini, maka limbah B3 tersebut tempat penimbunannya harus di landfill Kategori I. 5. Tempat penimbunan yang dimaksud dalam buti (2) dan (3) yaitu: Untuk limbah B3 belum terolah dan yang total kadar maksimum bahan pencemarnya lebih kecil dari nilai pada kolom A-Tabel 2 keputusan ini, maka limbah B3 tersebut tempat penimbunannya di landfill kategori II. 6. Untuk limbah B3 belum terolah dan yang yang total kadar maksimum bahan pencemarnya lebih kecil dari atau sama dengan nilai pada kolom B-Tabel 2 keputusan ini, maka limbah 48 B3 tersebut tempat penimbunannya harus di landfill kategori III
7. Apabila ada satu atau lebih parameter yang total kadar maksimum bahan pencemarnya melebihi nilai pada kolom A Tabel 2 keputusan ini, maka limbah B3 tersebut tempat penimbunannyaharus di landfill Kategori I. 8. Apabila ada satu atau lebih parameter yang total kadar maksimum bahan pencemarnya melebihi nilai pada kolom B Tabel 2 keputusan ini, maka limbah B3 tersebut tempat penimbunannya harus di landfill kategori II.
49
JENIS INDUSTRI / KEGIATAN LIMBAH B3 DARI SUMBER YANG SPESIFIK YANG TEMPAT PENIMBUNANNYA HARUS DI LANDFILL KATEGORI I Kode limbah D202 Pestisida
Jenis Industri
D203
Proses kloro alkali
D204
Adesif (UF, PF, MF, lain-lain)
D205 D207 D210
Industri polimer (PVC, PVA, lain-lain) Pengawetan Kayu Peleburan timbal bekas
D212
Pabrik Tinta
D214 D215 D216 D217
Perakitan Kendaraan Elektrogalvani dan elektroplating Industri Cat Baterai Kering
D218
Aki
D219 D224
Perakitan dan komponen elektronika Penyamakan dan pengolahan kulit
D225 D228
Zat warna Laboratorium riset dan komersil
Uraian Limbah - Sludge pengolahan limbah cair - Tong dan macam-macam alat yang digunakan untuk formulasi - Sludge pengolahan limbah cair (proses merkuri) - Buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi - Katalis - Monomer yang tidak beraksi - Katalis - Sludge - Sludge - Debu - Slag - Sludge - Sludge yang mengandung logam berat - Sludge - Sludge - Sludge - Sludge - Pasta (mix) - Buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi - Sludge - Debu - Sludge - Sludge - Sludge - Sisa contoh
50
TOTAL KADAR MAKSIMUM LIMBAH B3 YANG BELUM TEROLAH DAN TEMPAT PENIMBUNANNYA Bahan Pencemar
Catatan :
Arsenic Barium Cadmium Chromium Copper Cobalt Lead Mercury Molybdenum Nickel Tin Selenium Silver Zinc Cyanide Fluoride Phenols : Pentachlorophenol (PCP) 2,4,5 - trichlorophenol 2,4,6 - trichlorophenol Monocyclic Aromatic Hydrocarbons : Benzene Nitrobenzene
Total Kadar Maksimum (mg/kg berat kering) KOLOM A Lebih Besar dari atau Sama Dengan - Tempat Penimbunannya di Landfill KATEGORI I Lebih Kecil Dari -Tempat Penimbunannya di Landfill KATEGORI II 300 50 2500 1000 500 3000 20 400 1000 500 100 5000 500 4500 10
70
Total Kadar Maksimum (mg/kg berat kering) KOLOM B Lebih Kecil dari atau Sama Dengan - Tempat Penimbunannya di Landfill KATEGORI III
30 5 250 100 50 300 2 40 100 50 10 500 50 450 1
7
51
Monocyclic Aromatic Hydrocarbons :
200
20
1000
100
-
-
10000
1000
10
1
o-cresol
m-cresol p-cresol total cresol 2,4 dinitrotoluene methyl ethyl ketone pyridine Total Petroleum Hydrocarbons (C6 to C9) TPH (all Cn) Total Petroleum Hydrocarbons (> C9)
Organochlorine Compounds Carbon tetrachloride Chlorobenzene Chloroform Tetrachloretylene (PCE)
Trichloroethylene (TCE) 1,4 - dichlorobenzene 1,2 - dichloroethane 1,1 - dichloroethylene hexachlorobenzene hexachlorobutadiene
52
b. Rancang bangun/ Desain Bagi Masing-masing Kategori Landfill Rancang bangun / desain bagi masing-masing kategori landfill yang digunakan untuk tempat penimbunan limbah B3 Gambar 1 adalah : 1) Pelapisan Dasar a) Kategori I (Secure Landfill Double Liner) Rancangan bangun minimum untuk kategori I adalah sbb: Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah keatas terdiri dari komponen-komponen sbb : 1. Lapisan Dasar (Subbase), ketebalan minimum 1 m, berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang yang memiliki konduktifitas hidrolik jenuh maksimum 1 x 10-9 m/dt diatas lapisan tanah setempat. 2. Lapisan Geomembran Kedua (Secondary Geomembrane), berupa lapisan sintetik yang terbuat dari HDPE (High Density Polyethylene) dengan ketebalan minimum 1,5-2,0 mm (60 - 80 mil) 53
3. Lapisan untuk Sistem Pendeteksi Kebocoran (Leak Detection System), dipasang diatas lapisan geomembran ke-2 terdiri dari geonet HDPE dan “non woven geotextile”. Sistem ini harus dirancang sedemikian rupa dengan kemiringan tertentu menuju bak pengumpul, sehingga timbulan lindi akan mengumpul dan kemudian dialirkan menggunakan pompa submersible menuju ke tangki penampung. 4. Lapisan Tanah Penghalang (Barrier Soil Liner), berupa tanah liat yang dipadatkan hingga ber-permeabilitas 10-9 m/dt dengan ketebalan minimum 30 cm atau “geosynthetic clay liner (GCL)” dengan tebal minimum 6 mm 5. Lapisan Geomembran Pertama (Primary Geomembrane), berupa lapisan sintetik yang terbuat dari HDPE dengan ketebalan minimum 1,5 – 2 mm (60 – 80 mil) 6. Sistem Pengumpulan dan Pemindahan Lindi (SPPL), pada dasar landfill terdiri dari sekurang-kurangnya 30 cm bahan/tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidrolik minimum 1x10-4 m/dt. 7. Lapisan Pelindung (Operation Cover), ketebalan minimum 30 cm, berupa tanah setempat/dari tempat lain yang tidak mengandung 54 material tajam.
b) Kategori II (Secure Landfill Single Liner) Rancangan bangun minimum untuk kategori II adalah sbb: Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah keatas terdiri dari komponen-komponen sbb : 1. Lapisan Dasar (Subbase), ketebalan minimum 1 m, berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang yang memiliki konduktifitas hidrolik jenuh maksimum 1 x 10-9 m/dt diatas lapisan tanah setempat. 2. Lapisan untuk Sistem Pendeteksi Kebocoran (Leak Detection System), dipasang diatas lapisan dasar terdiri dari geonet HDPE dan “non woven geotextile”. Sistem ini harus dirancang sedemikian rupa dengan kemiringan tertentu menuju bak pengumpul, sehingga timbulan lindi akan mengumpul dan kemudian dialirkan menggunakan pompa submersible menuju ke tangki penampung. 3. Lapisan Geomembran (Geomembrane), berupa lapisan sintetik yang terbuat dari HDPE dengan ketebalan minimum 1,5 - 2 mm (60 – 80 mil) 55
4. Lapisan Tanah Penghalang (Barrier Soil Liner), berupa tanah liat yang dipadatkan hingga ber-permeabilitas 10-9 m/dt dengan ketebalan minimum 30 cm atau “geosynthetic clay liner (GCL)” dengan tebal minimum 6 mm 5. Sistem Pengumpulan dan Pemindahan Lindi (SPPL), pada dasar landfill terdiri dari sekurang-kurangnya 30 cm bahan/ tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidrolik minimum 1x10-4 m/dt. 6. Lapisan Pelindung (Operation Cover), ketebalan minimum 30 cm, berupa tanah setempat/dari tempat lain yang tidak mengandung material tajam.
56
b) Kategori III (Landfill Clay Liner) Rancangan bangun minimum untuk kategori III adalah sbb: Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah keatas terdiri dari komponen-komponen sbb : 1. Lapisan Dasar (Subbase), ketebalan minimum 1 m, berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang yang memiliki konduktifitas hidrolik jenuh maksimum 1 x 10-9 m/dt diatas lapisan tanah setempat. 2. Lapisan untuk Sistem Pendeteksi Kebocoran (Leak Detection System), dipasang diatas lapisan dasar terdiri dari geonet HDPE dan “non woven geotextile”. Sistem ini harus dirancang sedemikian rupa dengan kemiringan tertentu menuju bak pengumpul, sehingga timbulan lindi akan mengumpul dan kemudian dialirkan menggunakan pompa submersible menuju ke tangki penampung. 3. Lapisan Tanah Penghalang (Barrier Soil Liner), berupa tanah liat yang dipadatkan hingga ber-permeabilitas 10-9 m/dt dengan ketebalan minimum 30 cm atau “geosynthetic 57 clay liner (GCL)” dengan tebal minimum 6 mm
4. Sistem Pengumpulan dan Pemindahan Lindi (SPPL), pada dasar landfill terdiri dari sekurang-kurangnya 30 cm bahan/ tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidrolik minimum 1x10-4 m/dt. 5. Lapisan Pelindung (Operation Cover), ketebalan minimum 30 cm, berupa tanah setempat/dari tempat lain yang tidak mengandung material tajam.
58
2) Pelapisan Penutup Akhir (Final Cover) bagi Landfill kategori I, II dan III Setelah landfill diisi penuh dengan limbah, landfill harus ditutup dengan pelapis penutup akhir (PPA) yang harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu : 1. meminimumkan perawatan di masa yang akan datang 2. meminimum infiltrasi air permukaan ke dalam landfill 3. mencegah lepasnya unsur-unsur limbah dari landfill Pelapis penutup akhir landfill limbah B3 Gambar 2, mulai dari bawah ke atas, terdiri dari : a) Tanah Penutup Perantara (Intermediate Soil Cover) ditempatkan diatas limbah ketika tahap akhir dai penimbunan limbah di landfill limbah B3 telah dicapai. TPP berupa tanah dengan ketebalan sekurang-kurangnya 15 cm. b) Tanah Tudung Penghalang (Cap Soil Barrier) berupa lapisan lempung yang dipadatkan hingga mempunyai permeabilitas maksimum 1x10-9 m/dt. Ketebalan minimum tanah penghalang penutup adalah 60 cm; 59
c) Tudung Geomembran (Cap Geomembrane) berupa HDPE dengan ketebalan minimum 1 mm (40 mil) dan permeabilitas maksimum 1x10-9 m/dt. Tudung geomembran ini harus dirancang tahan terhadap semua tekanan selama instalasi, konstruksi lapisan atas, dan saat penutupan landfill. d) Pelapisan untuk Tudung Drainase/ PTD (Cap Drainage Layer), harus dirancang mampu mengumpulkan air permukaan yang meresap kedalam lapisan tumbuhan yang ada di atasnya dan kemudian menyalurkan ke tepian landfill. PTD ini berupa bahan butiran atau geonet HDPE dengan konduktivitas hidrolik minimum 1 x 10-4 m/dt. e) Pelapisan Tanah untuk Tumbuhan/ PTT (Vegetative Layer) berupa tanah setempat atau dari tempat lain dengan sifat fisik perbedaan kembang kerut kecil. Ketebalan PTT minimum 60 cm. PTT harus mampu mendukung tumbuhnya tumbuhan di atasnya. f) Tumbuh-tumbuhan (Vegetation), digunakan untuk meminimumkan erosi pada PTT atau sistem penutup. Tanaman yang digunakan adalah tanaman yang membutuhkan perawatan sederhana, cocok dengan daerah setempat dan tidak mempunyai potensi merusak 60 lapisan di bawahnya (tanaman rerumputan)
3. Persyaratan Konstruksi dan Instalasi Komponen Landfill Pemilik fasilitas landfill wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada 2.2. a. Sebelum memulai konstruksi dan instalasi komponen landfill, harus membuat dab menyerahkan Rencana Konstruksi dan Instalasi Landfill serta Rencana Jaminan Kualitas komponen landfill yang dibangun memenuhi standar yang telah dipersyaratkan; b. Pada saat konstruksi dan instalasi komponen landfill, harus melakukan kegiatan inspeksi, uji kualitas komponen, dan melaporkan hasilnya kepada Bapedal; c. Setelah konstruksi dan instalasi landfill selesai dilaksanakan, harus membuat dan menyerahkan laporan hasil kegiatan konstruksi dan instalasi komponen landfill yang dibangun ke Bapedal; d. Mengikutsertakan Bapedal atau pihak ke-3 yang ditunjuk oleh Bapedal sebagai pengawas dalam setiap kegiatan pelaksanaan konstruksi dan instalasi landfill. 61
4. Persyaratan Peralatan dan Perlengkapan Fasilitas Landfill Pengoperasian fasilitas landfill harus didukung peralatan atau perlengkapan-perlengkapan sebagai berikut : a. Kantor administrasi; b. Gudang peralatan; c. Fasilitas pencucian kendaraan dan perlengkapan; d. Tempat parkir; e. Peralatan dan perlengkapan untuk mengatasi keadaan darurat; f. Peralatan “emergency shower” g. Peralatan penimbunan limbah di lokasi landfill (contoh:buldoser); h. Perlengkapan pengaman pribadi pekerja; i. Perlengkapan P3K
62
5. Perlakuan Limbah B3 Sebelum Ditimbun Perlakuan limbah B3 yang memerlukan pengolahan awal sebelum ditimbun dilakukan tahapan sebagai berikut : a. Melakukan uji analisa limbah B3 di laboratorium untuk menentukan cara pengolahan awal sesuai dan tepat, misalnya : dengan cara solidifikasi/stabilisasi; b. Melakukan pengolahan limbah B3 yang sesuai dan tepat berdasarkan hasil analisa butir a di atas hingga memenuhi persyaratan untuk dapat ditimbun di landfill limbah B3; Untuk limbah B3 yang tidak memerlukan pengolahan awal tetapi telah memenuhi baku mutu uji TCLP, lolos uji paint filter test dan uji kuat tekan, dapat ditimbun langsung di landfill.
63
6. Persyaratan Limbah B3 yang Dapat Ditimbun di Landfill Limbah B3 yang dapat ditimbun di landfill wajib memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : a. Memenuhi baku mutu uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) Tabel 3; lolos uji Paint Filter Test dan uji kuat tekan (compressive strength); b. Sudah melalui proses stabilisasi/solidifikasi, insinerasi atau pengolahan secara fisika atau kimia; c. Tidak bersifat 1) Mudah meledak 2) Mudah terbakar 3) Reaktif 4) Menyebabkan infeksi d. Tidak mengandung zat organik > 10 % e. Tidak mengandung PCB f. Tidak mengandung dioxin g. Tidak mengandung radioaktif h. Tidak berbentuk cair atau lumpur 64
Pada saat penimbunan limbah B3 di landfill harus dilakukan pencatatan yang memuat informasi (waste tracking form) mengenai asal penghasil limbah B3, karakteristik awal limbah B3, volume, tanggal dan lokasi (koordinat) penimbunan
65
Tabel 3. CONTOH BAKU MUTU UJI TCLP (HASIL EKSTRAKSI /LINDI)
Parameter
Konsentrasi dalam ekstraksi limbah (mg/L)
Aldrin + Dieldrin
0,07
Arsen
5,0
Barium
100,0
Benzene
0,5
Boron
500
Cadmium
1,0
Carbon tetrachloride
0,5
Chlordane
0,03
Chlorobenzene
100,0
Chloroform
6,0
Chromium
5,0
Copper
10,0
o-Cresol
200,0
m-Cresol
200,0
p-Cresol
200,0
Total Cresol
200,0
66
7. Persyaratan Untuk Sistem Pengelolaan Lindi Lindi yang timbul dari kegiatan penimbunan limbah B3 harus dikelola dengan baik. Sistem pengelolaan lindi harus dirancang dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan dibawah ini : a. Aliran air hujan (run-on dan run-off) di dalam sistem landfill harus dikendalikan; b. Sistem yang digunakan harus dapat memperkecil jumlah air yang masuk ke dalam landfill. Air yang terkumpul di landfill dan berkontak dengan limbah B3 harus dipindahkan ke tempat penampungan/ pengumpulan lindi; c. Air di luar landfill yang kontak dengan limbah B3 harus dikumpulkan dan dipindahkan ke tempat penampungan/ pengumpulan, misalnya air dari pencucian truk pengangkut limbah B3; d. Timbulan lindi dalam lapisan pengumpulan lindi dan lapisan pendeteksi kebocoran landfill harus dipindahkan ke tempat penampung/ pengumpulan lindi; 67
e. Tempat Pengumpul Lindi (Leachate Collection Vessels or Pits); Jika berupa bak atau kolam harus dirancang beratap dan jika berupa tangki harus dipasang tanggul di sekeliling tangki dengan volume 110% volume tangki. Baik tangki maupun kolam tersebut harus dirancang mampu menampung lindi yang timbul selama seminggu. Selain TPL utama harus disediakan TPL cadangan; f. Pengaliran/ pembuangan lindi dari TPL ke perairan bebas dapat dilakukan setelah lindi diuji kualitasnya dan memenuhi baku mutu limbah cair sebagaimana tercantum dalam Tabel Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan PPLI-B3 (Tabel 5 BMLCK-PPLI-B3). Jika tidak memenuhi baku mutu, maka harus diolah terlebih dahulu; g. Uji kualitas lindi dan laju alir lindi yang dibuang ke perairan bebas dicatat dan catatannya disimpan untuk kemudian dilaporkan kepada Bapedal; h. Wajib melakukan uji kualitas lindi yang berasal dari lapisan sistem kebocoran sebelum dipindahkan ke TPL sebagaimana tercantum pada Tabel 4. 68
PARAMETER INDIKATOR LINDI Parameter
Kisaran pada air tanah
TOC (filtered)
*
pH
*
Specific conductance
*
Mangan (Mn)
*
Besi (Fe)
*
Amonium (NH4 sebagai N)
*
Klorida (Cl)
*
Sodium (Na)
*
Keterangan : * = ditetapkan berdasarkan kisaran yang ada di air tanah dangkal dan didalam sesuai pemantauan rona lingkungan awal setempat sebelum adanya landfill 69
i. Untuk mencapai kualitas baku mutu limbah cair tidak diperbolehkan melakukan pengenceran selama Bapedal belum menentukan metode pengambilan dan analisa contoh, maka metode pengambilan contoh mengikuti “Standar Methods for the Examination of Water and Waste Water” yang dipublikasikan oleh American Public Health Association dan American Water Works Association. Kemudian untuk metode analisis parameter-parameter sebagaimana tercantum dalam Tabel 5 BMLTK-PPLI-B3 digunakan Standar Nasional Indonesia (SNI), sedangkan parameter-parameter yang belum ada SNI-nya maka mengikuti “Standard Methods” di atas; j. Volume laju lindi yang dibuang harus dibatasi dan disesuaikan dengan daya dukung lingkungan dan kapasitas pengolahan;
70
8. Persyaratan Untuk Sistem Pemantauan Air Tanah dan Air Permukaan Sarana penimbunan limbah B3 harus dilengkapi dengan sistem pemantauan kualitas air tanah zona jenuh dan tak jenuh serta air permukaan di sekitar lokasi. Sistem pemantauan tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Jumlah, kedalaman, dan lokasi sumur pantau air tanah harus dipasang sesuai dengan kondisi hidrogeologi setempat (jumlah minimum sumur pantau 3 buah, satu sumur pantau up-stream dan 2 sumur pantau downstream) dan harus mendapat persetujuan Bapedal. b. Contoh air tanah harus diambil dari sumur pantau dan contoh air permukaan dari sungai yang berada di sekitar landfill, setiap bulan selama 2 tahun pertama beroperasinya kegiatan penimbunan limbah B3 dan setiap 3 bulan untuk tahun-tahun berikutnya. Contoh air tanah tersebut dianalisis sesuai dengan parameter pada Tabel 3. c. Hasil uji analisa contoh air tanah dan air permukaan harus dicatat dan catatannya disimpan untuk dilaporkan ke Bapedal 71 setiap 3 (tiga) bulan sekali.
Jika satu parameter atau lebih dari parameter indikator lindi Tabel 4, dari contoh air sumur pantau melewati (*) kisaran air tanah alam maksimum yang diizinkan, maka harus dilakukan analisis total parameter sebagaimana dalam Tabel 5 BMLCK-PPLI-B3. Kemudian dicari penyebab dilampauinya baku mutu maksimum tersebut dan harus dilakukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Langkah-langkah perbaikan yang diambil yang diambil harus ditetapkan bersama Bapedal atau oleh Bapedal.
72
Tabel 3. BAKU MUTU LIMBAH CAIR KEGIATAN PENGOLAHAN LIMBAH B3 (BMLCK-PPLI-B3)
Parameter
Konsentrasi Maksimum Nilai
Satuan
Fisika Suhu
Zat padat terlarut
38
C
2000
mg/l
200
mg/l
6-9
mg/l
Besi, terlarut (Fe)
5
mg/l
Mangan, terlarut (Mn)
2
mg/l
Barium, (Ba)
2
mg/l
Tembaga, (Cu)
2
mg/l
Seng, (Zn)
5
mg/l
Krom valensi enam, (Cr6+ )
0,1
mg/l
Krom total, (Cr)
0,5
mg/l
Kadmium, (Cd)
0,05
mg/l
0,002
mg/l
0,1
mg/l
Zat padat tersuspensi Kimia pH
Merkuri, (Hg) Timbal, (Pb)
73
Parameter
Konsentrasi Maksimum Nilai
Arsen, (As)
Satuan 0,1
mg/l
0,05
mg/l
Nikel, (Ni)
0,2
mg/l
Kobal, (Co)
0,4
mg/l
Sianida, (CN)
0,05
mg/l
Sulfida, (S2)
0,05
mg/l
Fluorida, (F)
2
mg/l
Klorin bebas, (Cl2 )
1
mg/l
Amoniak bebas, (NH3-N)
1
mg/l
Nitrat, (NO3-N)
20
mg/l
Nitrit, (NO2 N)
1
mg/l
BOD5
50
mg/l
COD
100
mg/l
5
mg/l
Selenium, (Se)
Senyawa aktif biru metilen (MBAS)
74
Parameter
Konsentrasi Maksimum
Nilai
Satuan
Fenol
0,5
mg/l
Minyak dan lemak
10
mg/l
AOX
0,5
mg/l
PCBs
0,05
mg/l
PCDFs
10
mg/l
PCDDs
10
mg/l
* Parameter Debit limbah maksimum bagi kegiatan ini disesuaikan dengan kapasitas pengolahan dan karakteristik dari kegiatan. ** Selain parameter tersebut diatas Bapedal dapat menetapkan parameter kunci lainnya bila dianggap perlu. 75
Landfill Kategori I penutup
LIMBAH
Lapisan Pelindung Sistem Pengumpulan dan Pemindahan Lindi
Landfill Kategori III
Landfill Kategori II
geomembran pertama
Lapisan tanah penghalang
penutup
penutup
LIMBAH
LIMBAH
Lapisan Pelindung
Lapisan Pelindung
Sistem Pengumpulan dan Pemindahan Lindi
Sistem Pengumpulan dan Pemindahan Lindi
Lapisan tanah penghalang
Lapisan tanah penghalang geomembran
Sistem deteksi kebocoran
Sistem deteksi kebocoran
Sistem deteksi kebocoran
Lapisan Dasar
Lapisan Dasar
Lapisan Dasar
tanah setempat
tanah setempat
tanah setempat
geomembran kedua
Gambar 1 : Rancang Bangun atau Desain Pelapisan Dasar Tempat penimbunan Limbah B3 (Landfill) Kategori I, Kategori II dan Kategori III 76
vegetasi penutup
pelapis tanah untuk tumbuhan
pelapis tudung drainase tudung geomembran tanah tudung penghalang tanah penutup perantara
LIMBAH
pelapis dasar
Gambar 2 : Pelapis Penutup Akhir (Final Cover) Tempat Penimbunan Limbah B3 (Landfill) Kategori I, II dan III 77
3. PERSYARATAN LOKASI BEKAS (PASCA) PENGOLAHAN DAN LOKASI BEKAS (PASCA) PENIMBUNAN LIMBAH B3 3.1. Persyaratan Lokasi Bekas (Pasca) Fasilitas Pengolahan Limbah B3 Fasilitas pengolahan limbah B3 yang sudah tidak dipergunakan / dioperasikan lagi harus : a. Dilakukan penutupan/penguncian terhadap fasilitas yag ada sehingga tidak dapat dioperasi lagi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab; b. dihindari pengalihan peruntukan lahan menjadi peruntukan perumahan; c. dilarang memanfaatkan air tanah setempat; d. jika lokasi akan dipergunakan untuk peruntukan yang lain maka harus dilakukan pengamanan terhadap bekas fasilitas yang ada; e. jika lokasi tidak akan dipergunakan untuk peruntukan lain maka harus diberi tanda “Berbahaya, yang tidak berkepentingan dilarang masuk” serta dipagar 78 sekelilingnya.
3.1. Persyaratan Lokasi Bekas (Pasca) Penimbunan Limbah B3 Pemillik fasilitas penimbunan limbah B3 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a.Sebelum menutup landfill harus mempersiapkan perencanaan pasca penutupan yang meliputi : 1) Pemeliharaan yang terpadu dan efektif untuk penutup akhir landfill; 2) Pemeliharaan dan pemantauan sistem pendeteksi kebocoran dan pelaporan jika ada migrasi lindi langsung ke pelapis(liner) 3) Pemeliharaan dan pengoperasian sistem pengumpul dan pembuangan lindi serta mencatat setiap limbah yang dibuang; 4) Pemeliharaan sistem kontrol drainase; 5) Pemeliharaan dan pengoperasian sistem monitor air tanah; 6) Penjagaan dan pemeliharaan patok tanda acuan koordinat (“benchmarks”) 7) Pencegahan terhadap kerusakan atau terkikisnya lapisan penutup landfill karena adanya limpasan air permukaan. 8) Pemeliharaan sistem pencegahan terhadap orang/hewan 79 yang tidak berkepentingan memasuki daerah bekas
b. Sesudah dilakukan penutupan landfill maka pemilik fasilitas wajib melaksanakan hal-hal yang telah direncanakan di atas (butir a). Selain itu juga harus dilakukan pemompaan secara periodik terhadap lindi yang berasal dari sistem pengumpul lindi dan sistem pendeteksi kebocoran. Selanjutnya lindi dianalisis parameter lindi seperti yang terdapat pada tabel BMLCK-PPLIB3). Tabel 5. Pemeriksaan kualitas lindi tersebut harus dilakukan minimal sekali dalam 1 bulan untuk 1 tahun pertama dan sekali dalam 3 bulan untuk 10 tahun berikutnya dan minimal sekali dalam 6 bulan untuk 20 tahun berikutnya. Hal tersebut juga harus dilakukan terhadap air tanah sekitar c. Hasil dari seluruh pekerjaan pada masa pasca penimbunan limbah B3 dilaporkan kepada Kepala Bapedal 3 bulan sekali atau sesuai permintaan.
80
81