PERBANDINGAN STRATEGI PETA KONSEP DENGAN METODE CERAMAH TERHADAP HASIL BELAJAR SISTEM KOLOID DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 4 JAKARTA
Oleh: AUFAL MAROM 101016220868
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2007 M/1428 H
LEMBAR PERSETUJUAN PERBANDINGAN STRATEGI PETA KONSEP DENGAN METODE CERAMAH TERHADAP HASIL BELAJAR SISTEM KOLOID DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 4 JAKARTA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: AUFAL MAROM 101016220868
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Zurinal F. NIP : 150170330
Dedi Irwandi, M.Si. NIP. 150 299 937
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2007 M/1428 H
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul PERBANDINGAN STRTEGI PETA KONSEP DENGAN METODE CERAMAH TERHADAP HASIL BELAJAR SISTEM KOLOID DI MAN 4 JAKARTA, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Maret 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengerahuan Alam.
Jakarta, ...... 2007 Sidang Munaqasyah
Dekan/
Pembantu Dekan Bid. Akademik/
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap anggota
Prof. Dr. Rosyada, MA
Prof. Dr. H. Aziz Fahrurrozi, MA
NIP. 150 231 356
NIP. 150 202 343
Anggota Penguji I
Dedi Irwandi, M.Si NIP. 150 299 937
Penguji II
Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd NIP. 150 231 502
Abstrak Aofa Maron : Perbandingan metode peta konsep dengan metode ceramah terhadap hasil belajar sistem koloid di Madrasah Aliyah Negeri 4 Jakarta, Program studi Pendidikan Kimia jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Agustus 2009. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi empiris mengenai pengaruh strategi peta konsep terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan sistem koloid dengan membandingkan metode peta konsep dan metode ceramah. Dengan harapan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan dalam pengembangan strategi pembelajaran yang efektif dan sekaligus untuk mencari solusi permasalahan yang dihadapi guru maupun siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar khususnya mata pelajaran kimia. Penelitian dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Jakarta. dengan sampel siswa kelas XI. Dari 6 kelas yang ada, terpilih kelas XI-1 dan XI-2 sebagai sampel, yang masing-masing kelas terdiri dari 30 siswa. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima dan Hipotesis nihil (Ho) ditolak yang berarti bahwa kelompok eksperimen yaitu kelompok siswa yang diberi strategi peta konsep dengan kelompok kontrol yakni kelompok yang diberi metode ceramah terdapat perbedaan yang sangat signifikan dalam hasil belajar.
Kata Kunci: peta konsep, metode peta konsep, metode ceramah, sistem koloid.
i
Abstract Aufa Maron: A comparison betwen method of map concept and speech, with the result of learning coloid system in Madrasa Aliyah Negeri 4 Jakarta, study program of Chemistry Education, the major of Science Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, State Islamic Univerity of Syarif Hidayatullah Jakarta, Agustus 2009. The purpose of this research is to obtain empiric information on concept map method strategy influences toward students learning result regarding subject: coloid system by comparising map concept with speech method. This research output is hoped can contribute ideas and input in developing effective learning strategy, yet to seek problem solving that is faced by teachers and students in learning pocess, especially on Chemistry subject. The research is conducted in Madrasa Aliyah Negeri (MAN) 4 Model Jakarta, with sample student of XI grade. Out of 6 classses, had choosen grade XI-1 and XI-2 as samples, which each consists 30 students. This research concludes that alternative hyphothesis (Ha) is accepted and zero hyphothesis (Ho) is rejected, which means experiment groups, that is a group of students whom are given concept map strategy and controlled group, that is group whom are given speech method, found significant diffeences of learning results.
Keyword: map concept, map concept method, speech method, coloid system.
ii
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah yang menciptakan langit dan bumi dengan kekuasaannya, yang menciptakan makhluk tanpa seorang pembantu, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang setara dalam keesaan-Nya. Dialah yang mengusir malam gelap dengan kodrat-Nya, yang menghadirkan siang yang terang dengan rahmat-Nya. Duhai Yang Agung, dengan perlindungan Islam saya bertawasul kepada-Mu, dengan kemuliaan Al Qur’an saya bersandar kepada-Mu, dengan Muhammad al Musthofa aku mohon pertolongan-Mu. Amma ba’du. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan dan penyususnan skripsi ini, tidak mungkin terselesaikan dengan baik tanpa motivasi, dorongan, serta bantuan berbagai pihak. Untuk itu, melalui momentum yang istimewa ini, penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Ir. H. Mahmud M. Siregar, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan IPA, yang tiada henti untuk selalu berupaya meningkatkan mutu pendidikan di Jurusan IPA. 3. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Sekretaris Jurusan IPA, sekaligus pembimbing akademik yang mengorbankan waktunya mendampingi penulis dengan arahan bermakna. 4. Ibu Hj. Dr. Zurinal Z. Selaku Dosen Pembimbing I, yang selalu memberikan bimbingan dan dorongan moril dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab.
iii
5. Bapak Dedi Irwandi, M.Si, Dosen Pembimbing II, terima kasih atas motivasi dan kritik konstruktifnya. 6. Kepala Sekolah MAN 4 Jakarta, beserta wali kelas dan para guru yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian. 7. Untuk kedua orang tua penulis yang luar biasa, tidak pernah sekalipun dalam hidup ini, penulis alpa dari kehangatan cinta dan kasih sayangnya, kakakku serta adikku yang merupakan sumber inspirasi. 8. H.M Rozy Munir, M.Sc. yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, dan Lily Sholihah, Nurhabibah, Beny Syaaf, Ifan Widarto serta seluruh Volentir International Conference of Islamic Scholars yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas kehangatanmu dalam berkarya. 9. Sahabat, saudara dan rekan mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya tim network Dewan Perwakilan Mahasiswa Jurusan IPA Periode 2002-2003, BEMJ IPA Periode 2003-2004, BEM FITK Periode 2004-2005, atas dukungan dan motivasi kalian, penulis tetap eksis untuk berkarya di belantika aktifitas civitas akdemika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Akhirnya, dengan segala keterbatasan yang ada penulis ucapkan terima kasih teruntuk sahabat, saudara, rekan seperjuangan dan siapapun yang terlibat langsung dalam mengisi kehidupan penulis yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, semoga kehangatan cinta dalam kebersamaan tetap terjaga dan abadi sepanjang masa. Amin. Demikian yang dapat penulis sampaikan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berdaya guna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, 9 April 2007
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR....................................................................................
i
DAFTAR ISI .................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL .........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................
7
C. Pembatasan Masalah ......................................................................
7
D. Perumusan Masalah ………………………………………………..
8
E. Tujuan Penelitian …………………………………………………..
8
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori ..............................................................................
9
1. Pembelajaran ...........................................................................
9
a. Makna Pembelajaran ...........................................................
9
b. Prinsip - prinsip Pembelajaran .............................................
11
c. Hasil Belajar ............................................................................
12
d. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar..
13
2. Metode Ceramah dalam Proses Belajar Mengajar .....................
15
a. Langkah - langkah dalam menggunakan Metode Ceramah ....
16
b. Keuntungan Metode Ceramah ..............................................
16
3. Peta Konsep .............................................................................
17
v
a. Hubungan Peta Konsep Terhadap Kerja Otak .......................
19
b. Kelebihan Strategi Peta Konsep ...........................................
23
c. Teknik Pembuatan Peta Konsep ............................................
25
4. Sistem Koloid ..........................................................................
29
a. Sistem Dispersi .....................................................................
29
b. Jenis - jenis Koloid................................................................
31
c. Koloid dalam Industri ...........................................................
33
d. Sifat - sifat Koloid ................................................................
33
e. Pembuatan Sistem Koloid ....................................................
36
B. Kajian Penelitian Relevan ……………………………………..........
38
C. Kerangka Berpikir ..........................................................................
40
D. Pengajuan Hipotesis ......................................................................
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ...........................................................................
44
B. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................
44
C. Metode Penelitian ..........................................................................
44
D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel .....................................
44
E. Variabel Penelitian . .......................................................................
45
F. Rancangan Penelitian .....................................................................
46
G. Intrumen Penelitian ........................................................................
46
H. Kaliberasi Instrumen Penelitian .....................................................
49
I. Teknik Analisis Data .....................................................................
52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data dan Penelitian .........................................................
57
1. Hasil Belajar Kimia Kelompok Eksperimen................................
57
vi
2. Hasil Belajar Kimia Kelompok Kontrol ......................................
59
3. Analisis Data Penelitian .................................................................
60
B. Pembahasan ...................................................................................
62
1. Implementasi Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran di MAN 4 Jakarta ........................................................................................
62
2. Hasil Belajar Siswa ....................................................................
64
3. Perbandingan Metode peta konsep dengan metode ceramah Terhadap Hasil Belajar ...............................................................
69
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................
73
B. Saran - saran .................................................................................
73
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
1.
Desain penelitian . ................................................................................ 46
2.
Kisi - kisi Instrumen Tes Berdasarkan Dimensi ................................... 47
3.
Kisi - kisi Instrumen Tes Berdasarkan Indikator .................................. 47
4.
Distribusi Frekuensi Nilai Tes Siswa Kelas Eksperimen ....................... 57
5.
Distribusi Frekuensi Nilai Tes Siswa Kelas Kontrol ............................. 59
6.
Penguasaan Konsep kelas Eksperimen.................................................. 64
7.
Penguasaan Konsep kelas Kontrol ....................................................... 67
8.
Data Analisis Butir Soal Instrumen Uji Coba ....................................... 87
9.
Penghitungan Validitas Intrumen Uji Coba........................................... 88
10.
Data Hasil Uji Coba Kelompok Atas (Upper Group)............................ 90
11.
Data Hasil Uji Coba Kelompok Bawah (Lower Group) ........................ 90
12.
Analisis Taraf Kesukaran dan Daya Beda Instrumen ........................... 91
13.
Nilai Hasil Belajar Kelompok Eksperimen .......................................... 100
14.
Nilai Hasil Belajar Kelompok Kontrol ................................................. 101
15.
Distribusi Frekuensi untuk Mencari Mean, Median, Modus dan SDt Kelompok Eksperimen ........................................................................ 103
16.
Distribusi Frekuensi untuk Mencari Mean, Median, Modus dan SDt Kelompok Kontrol ............................................................................... 106
17.
Distribusi Data dari Mean Kelompok Eksperimen ............................... 110
18.
Pengujian Normalitas Data dengan Rumus Chi-Kuadrat Kelompok Eksperimen ......................................................................................... 111
19.
Distribusi Data dari Mean Kelompok Kontrol ...................................... 113
20.
Pengujian Normalitas Data dengan Rumus Chi-Kuadrat Kelompok Kontrol ................................................................................................ 114
21.
Uji Homogenitas Sampel Kelompok Eksperimen .................................. 116
22.
Uji Homogenitas Sampel Kelompok Kontrol ....................................... 118
23.
Rumus Analisis Varian Tunggal .......................................................... 120
viii
24.
Harga M, nk, ...................................................................................... 121
25.
Harga JK,db, MK dan Fo ..................................................................... 121
26.
Penguasaan konsep kelompok Eksperimen .......................................... 125
27.
Penguasaan konsep kelompok Kontrol ................................................ 126
ix
DAFTAR GAMBAR
1. Ilustrasi dan Karakteristik Peta Konsep .....................................................
19
2. Sel Otak/Neuron.........................................................................................
21
3. Cara Kerja Otak Menerima Informasi ........................................................
23
4. Skema Teknik Pembuatan Peta Konsep .....................................................
28
5. Peta Konsep Sistem Koloid ........................................................................
37
6. Diagram Alur Kerangka Berfikir ................................................................
42
7. Pie Data Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen.........
58
8. Histogram Data Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol....
60
9. Peta Konsep Sistem dispersi ..........................................................................
127
10. Peta Konsep Jenis-jenis Koloid .....................................................................
128
11. Peta Konsep Sifat-sifat Koloid ......................................................................
129
12. Peta Konsep Pembuatan Koloid ....................................................................
130
x
DAFTAR LAMPIRAN
1. Instrumen Tes Uji Coba Sistem Koloid ...................................................... 79 2. Analisis Butir Soal Intrumen Uji Coba ....................................................... 87 3. Data Validitas Skor Uji Coba Tes Sistem Koloid ....................................... 88 4. Perhitungan Koefesien Reliabilitas Uji Coba Tes Sistem Koloid ................ 89 5. Data Hasil Kelompok Uji Coba Kelompok Atas dan Kelompok Bawah ............................................................................... 90 6. Perhitungan Analisis Taraf Keseukaran dan Daya Beda Instrumen ............ 91 7. Instrumen Tes Hasil Belajar ...................................................................... 93 8. Data Hasil Belajar Kelompok Ekspeimen ................................................. 100 9. Data Hasil Belajar Kelompok Kontrol........................................................ 101 10. Perhitungan Mean, Median, Modus, serta Simpangan Baku Kelas Ekperimen ................................................... 102 11. Perhitungan Mean, Median, Modus, Serta Simpangan Baku Kelas Kontrol......................................................... 105 12. Proses Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ....................... 108 13. Proses Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol............................... 113 14. Uji Homogenitas Sampel Kelompok Eksperimen ...................................... 116 15. Uji Homogenitas Sampel Kelompok Kontrol ............................................. 118 16. Proses Perhitungan Homogenitas ............................................................... 120 17. Pengujian Hipotesis ................................................................................... 123 18. Rencana Pembelajaran .............................................................................. 124 19. Persentse Penguasaan Konsep Kelompok Eksperimen ............................... 125 20. Persentse Penguasaan Konsep Kelompok Kontrol ...................................... 126 21. Peta Konsep Sistem Dispersi ..................................................................... 127 22. Peta Konsep Jenis-Jenis Koloid ................................................................. 128 23. Peta Konsep Sifat-Sifat Koloid .................................................................. 129 24. Peta Konsep Pembuatan Koloid ................................................................ 130
xi
25. Rencana Pembelajaran ................................................................................... 131 26. Tabel Nilai Koefisien Korelasi ”r” Product Moment .................................. 152 27. Tabel Harga Kritik dari r Product-Moment ................................................ 154 28. Nilai ”t” berbagai df .................................................................................. 155 29. Tabel Ordinaly untuk Lengkungan Normal Standar Titik z ........................ 156 30. Tabel Harga Kritik Chi Kuadrat ................................................................ 157 31. Tabel Nilai Persentil untuk distribusi t (NU=db) ........................................ 159 32. Tabel Luas di baawah Lengkungan normal Standar dari O ke z. ................ 161 33. Tabel db dari MK Pembilang dan MK Pembagi ........................................ 163 34. Surat Permohonan Skripsi ......................................................................... 165 35. Surat Permohonan Perpanjangan Skripsi ................................................... 166 36. Surat Keterangan Riset/Penelitian ............................................................. 167
xii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sains merupakan bidang ilmu yang dihasilkan dari kajian empiris dalam mengungkap fenomena kejadian alam yang didapatkan melalui serangkaian kerja ilmiah. Sebagai disiplin ilmu yang bersifat dinamis, maka ilmu sains senantiasa mengalami metamorfosis dan perkembangan secara pesat. Bahkan secara historis pertautan antara sains dan agama sering menjadi wacana menarik karena eksistensinya yang mampu mengubah paradigma dunia. Oleh karenanya, tidak bisa tidak penguasaan terhadap bidang ilmu sains menjadi kebutuhan bagi umat manusia. Dalam hal ini, Al Qur’an sebagai kitab suci umat Islam, tidak pernah menghalangi manusia mencapai kemajuan ilmu sains dan tidak pula mencegah seseorang mengadakan penelitian ilmiah. Setiap penelitian ilmiah yang dilakukan dengan prosedur yang benar tidak akan bertentangan dengan Al Qur’an. Bahkan di dalam Al Qur’an tersimpul ayat-ayat yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran dalam mencapai prestasi tersebut.1 Al Qur’an mendorong manusia untuk mengadakan investigasi ilmiah agar dapat menyingkap rahasia ciptaan Allah. Dalam kaitan ini, pengembangan sains justru dianjurkan oleh Allah SWT supaya manusia dapat memahami ayat-ayat Al Qur’an secara paripurna, sehingga tampak kekuasaan dan keagungan-Nya, sekaligus dapat menguasai ilmu pengetahuan tentang sifat dan pola laku alam yang menjadi tempat tinggal dan sumber kehidupannya. Menurut Baiquni, ”Mengabaikan sains dan membiarkannya terlantar merupakan perbuatan dosa, karena mengabaikan perintah dan petunjuk Ilahi. Kalau seluruh masyarakat, apalagi seluruh umat mengabaikannya, maka hukuman
1
M. Quraisy Syihab, Membumikan Al Qur’an, (Bandung; Mizan 1997) hal.41
1
2
dapat menimpa sebagainya”.
dalam
bentuk
kebodohan,
kelemahan,
penjajahan dan
2
Islam mendorong penyelidikan ilmiah dan mengumumkan bahwa penyelidikan alam semesta merupakan metode untuk mengamati ciptaan Allah.3 Ayat Al Qur’an berikut ini menyinggung persoalan tersebut,
”Maka, apakah mereka tidak memperhatikan langit yang diatas mereka, bagaimana kami meninggikannya dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun? Dan, kami hamparkan bumi itu dan kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata”. (Q.S. Qaaf: 6 - 7) Kata ”memperhatikan” (nazhara; unzhuru) ialah perintah untuk meneliti dengan sungguh-sungguh dan prosedur yang benar, tidak sekedar melihat dengan pikiran kosong.4 Hal ini dipertegas kembali dalam firman-Nya:
”Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak 2
Achmad Baiquni, Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, (Jogjakarta: PT. Dhana Bahakti Prima Yasa, 1997), hal.7 3 Harun Yahya, Mengenal Allah Lewat Akal, (Jakarta: Robbani Press, 2001), hal. 61 4 T.H. Thalhas, Hasan Basri, Spektrum Saintifika Al Qur’an, (Jakarta: Bale Kajian Tafsir Al Qur’an Pase, 2001), hal.
3
seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” (Q.S. Al Mulk: 3 - 4)
Jadi, memeriksa atau meneliti alam semesta berarti ”membaca ayat-ayat Allah”,5 di dalam ayat-ayat ini Yang Maha Kuasa menganjurkan kepada hambahamba-Nya untuk melihat dan memikirkan fenomena alam dan dengan melihat keteraturan serta koordinasi di dalam sistem penciptaan dan keajaibankeajaibannya akan lebih mendekat kepada-Nya. Maka, barang tentu untuk mendapatkan konsep terhadap masalah-masalah yang merujuk kepada ayat-ayat ini dan untuk menemukan jawaban-jawaban di dalamnya, seseorang harus akrab dengan ilmu-ilmu kealaman, yakni sains.6 Langkah awal dalam memahami dan mengerti sains sebagai embrio yang membidani teknologi tentu dengan mempelajarinya. Karena alasan inilah, setelah menggambarkan sejumlah fenomena alam, Allah SWT berfirman:
Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang 5 6
Ibid, hal.7 Mehdi Gholsani, Filsafat Sains Menurut Al Quran, (Bandung: Penerbit Mizan, 2003), hal. 37
4
beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang
berilmu.
Sesungguhnya
Allah
Maha
Perkasa
lagi
Maha
Pengampun.(Q.S. Faathir: 27 – 28)
Dalam pembelajaran sains, pemahaman terhadap konsep merupakan satu aspek yang paling penting. Tanpa mengetahui konsep, pembelajaran akan menjadi hafalan saja dan bukan lagi pemahaman ataupun pembelajaran bermakna. Banyak siswa didapati tidak memahami konsep sains yang disebabkan seringnya menghafal sesuatu konsep dengan tidak memahami apa yang mereka katakan. Siswa menghafal makna konsep atau pengertian dari buku teks secara langsung dan tidak dapat menggunakan perkataan sendiri untuk menjelaskan konsep tersebut. Salah satu cabang ilmu sains yang penting adalah kimia. Kebanyakan produk yang akrab dalam kehidupan sehari-hari seperti kosmetik, obat-obatan, plastik, pupuk, bioteknologi dan sebagainya, menggunakan ilmu kimia sebagai sumbernya. Oleh karenanya mempelajari kimia harus menjadi perhatian bersama, bukan hanya karena produk yang dihasilkannya namun juga bahaya yang menyertainya. Namun di sisi lain, untuk mempelajari ilmu kimia bukanlah persoalan yang ringan. Dari pengamatan penulis mendapati bahwa banyak siswa dengan mudah memahami suatu ilmu seperti geografi, sosial dan sebagainya namun mengalami kesulitan ketika memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu kimia. Hal ini disebabkan karakteristik konsep ilmu kimia memang berbeda dengan konsep ilmu lainnya, sehingga cara mempelajarinya juga harus berbeda. Apalagi secara formal, konsep ilmu kimia baru diperoleh ketika siswa masuk MA/SMA, dan baru belakangan ini ilmu kimia sudah diajarkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).
5
Banyaknya konsep kimia yang bersifat abstrak yang harus diserap siswa dalam waktu relatif terbatas, menjadikan ilmu kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi momok bagi siswa. Dalam mata pelajaran kimia yang sarat dengan konsep dari konsep yang sederhana sampai konsep yang lebih kompleks dan abstrak, sangatlah diperlukan pemahaman yang benar terhadap konsep dasar yang membangun konsep tersebut. Pada tingkat SMA/MA, siswa akan diperkenalkan mengenai beberapa konsep asas seperti pengenalan materi dan sifat-sifatnya, struktur atom, sistem periodik, ikatan kimia, tata nama senyawa dan persamaan reaksi, hukum dasar kimia, stiokhiometri, larutan elektrolit dan non elektrolit, reaksi oksidasi dan reduksi, kimia karbon serta sistem koloid.7 Sistem koloid merupakan salah satu konsep dari ilmu kimia yang memerlukan pemahaman menyeluruh, karena di samping keterkaitannya dengan pokok bahasan lain, siswa juga harus mengingat jenis-jenis koloid, mengetahui sifat-sifatnya dan bisa melakukan pembuatan sistem koloid itu sendiri. Pokok bahasan sistem koloid pada SMA/MA diajarkan di kelas XI (kelas dua) pada semester 2. Dalam mempelajari sistem koloid di MA/SMA, pada umumnya melalui pendekatan hafalan dengan metode ceramah dan bahkan terkadang siswa hanya diberi tugas merangkum sendiri materi tersebut. Dengan demikian, materi yang cukup luas ini menjadi beban bagi siswa. Dampak yang lebih fatal adalah pokok bahasan sistem koloid menjadi materi pelajaran yang menjemukan dan tidak menarik untuk dipelajari. Padahal sistem koloid, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari baik karena manfaat maupun bahayanya Dari hasil diskusi dengan beberapa guru kimia di MAN 4 Jakarta Selatan, terungkap bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mengarahkan siswanya untuk memahami konsep sistem koloid. ketidakmampuan 7
siswa
dalam
Alasan mereka antara lain karena
mengembangkan
nalarnya
dalam
upaya
Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menegah Atas dan Madrasah Aliyah, (Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas, 2003)
6
mengidentifikaasi sifat-sifat koloid serta reaksinya, ketidakmampuan siswa dalam menguasai konsep dasar untuk dapat membuat sistem koloid, dan juga bagaimana pengetahuan itu diterapkan untuk menyelesaikan masalah dalam situasi yang berbeda, baik untuk mengerjakan soal-soal, ataupun menerapkan konsep dalam kehidupan sehari-hari. Agaknya persoalan di atas merupakan akibat pendekatan pembelajaran yang hanya murni berorientasi pada target penyelesaian sejumlah materi dan bersifat hafalan konsep-konsep semata, seperti dalam metode ceramah. Seharusnya, kalaupun siswa belajar melalui tahapan menghafal, tahapan ini hanyalah sasaran ”antara” dan bukan sasaran final. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu pembelajaran konsep sistem koloid, perlu dikembangkan pendekatan pembelajaran ataupun metode yang menekankan pada pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, sehingga tercipta kondisi belajar yang bermakna sesuai pemahaman siswa. Salah satu metode untuk mengembangkan strategi belajar mengajar bermakna kepada siswa adalah penggunaan strategi peta konsep (concept mapping). Peta konsep yang diperkenalkan oleh Josep David Novak, merupakan suatu alat yang efektif untuk menghadirkan secara visual hirarki generalisasigeneralisasi dan untuk mengekspresikan keterkaitan proposisi dalam sistem konsep yang saling berhubungan. Novak mengklaim bahwa pemetaan konsep akan membantu para siswa membangun kebermaknaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang baru dan lebih mudah dipahami pada suatu bidang studi. Di samping itu, dengan maraknya penelitian teori otak (neuroscince) yaitu teori bagaimana otak bekerja dan cara otak menerima dan menyimpan suatu informasi, menegaskan bahwa penulisan dengan peta konsep merupakan cara yang tepat karena secara prinsipil sesuai dengan cara kerja sel otak (neuron).Yakni bahwa otak kita menyimpan informasi dan kaitan-kaitannya dengan membentuk asosiasi-asosiasi. Otak memaksimalkan kemampuan untuk menyimpan lebih banyak informasi ketika kelima panca indera digunakan. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa bagian otak yang digunakan untuk berpikir tingkat tinggi, seperti
7
mengingat dan menganalisis dibagi menjadi dua bagian, belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Belahan otak kiri terutama sekali terkait dengan kemampuan dalam bidang bahasa, logika, angka dan analisis linier sedangkan belahan otak kanan terkait dengan irama, imajinasi, warna dan dimensi. Karena otak berhubungan dengan kedua aspek realitas ini melalui kelima panca indera, maka dengan menggunakan semua indera akan memudahkan merangsang baik belahan otak kiri maupun belahan otak kanan. Akibatnya, kita akan
lebih
bisa
penyimpanannya.
memaksimalkan
kemampuan
otak
dan
kemampuan
8
Oleh sebab itu, apabila informasi disimpan seperti cara kerja otak, maka dipastikan informasi tersebut akan tersimpan dalam memori otak dengan baik, sehingga pembelajaran yang memerlukan konsentrasi tinggi dan bersifat hafalan akan semakin mudah dilakukan dengan hasil maksimal. Pendekatan pembelajaran melalui peta konsep disinyalir mampu meminimalisir beban hafalan yang terlalu banyak dan lebih memudahkan siswa dalam memahami sebuah konsep. Hal ini yang kemudian menjadikan penulis tertarik untuk melakukan penelitian strategi peta konsep dalam proses belajar mengajar. Dengan harapan mampu memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi siswa maupun guru dalam pembelajaran ilmu kimia.
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Apakah metode pembelajaran akan mempengaruhi hasil belajar siswa? 2. Apakah ada hubungan persepsi pemahaman siswa terhadap hasil belajar? 3. Apakah motivasi belajar mempengaruhi hasil belajar siswa? 4. Seberapa besar pengaruh strategi peta konsep terhadap tingkat pemahaman siswa dalam proses belajar mengajar?
8
Edmund Bachman, Metode Belajar Berpikir Kritis dan Inovatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005), hal. 61
8
5. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara menggunakan strategi peta konsep dengan menggunakan metode ceramah?
C. Pembatasan Masalah Mengingat akan keterbatasan peneliti dalam hal waktu, tenaga dan biaya serta untuk menjaga agar penelitian lebih terarah dan fokus, maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Dengan pertimbangan tersebut, maka masalah tersebut dibatasi pada upaya mengungkap informasi tentang perbedaan hasil belajar antara siswa yang diberi strategi peta konsep dengan siswa yang diberi metode ceramah selama proses pembelajaran.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Apakah ada perbedaan yang signifikan penggunaan strategi peta konsep
dengan
metode ceramah
terhadap hasil belajar siswa pada materi sistem koloid ?”
E. Tujuan Penelitian Merujuk pada perumusan masalah tersebut maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh peta konsep terhadap hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar 2. Mendapatkan informasi tentang perbedaan hasil belajar pada siswa yang diberi strategi peta konsep dengan siswa yang diberi metode ceramah dalam pembelajaran.
F. Manfaat Penelitian Penelitian tentang perbandingan penggunaan strategi peta konsep dengan metode ceramah dalam pembelajaran kimia terhadap hasil belajar siswa, diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna, antara lain:
9
1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan kependidikan, khususnya mengenai penerapan strategi peta konsep dalam pembelajaran kimia, serta dapat menjadi bahan masukan bagi mereka yang berminat untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan mengambil kancah penelitian yang berbeda dan dengan variasi sampel penelitian yang lebih besar. 2. Secara praksis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi guru, khususnya guru bidang studi kimia dalam upaya memperbaiki metode atau strategi pembelajaran yang mampu menumbuhkan serta memelihara keaktifan belajar siswa terhadap pelajaran kimia, sehingga tercapai hasil belajar yang diharapkan.
10
BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teoritis 1. Pembelajaran Belajar mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan apa yang harus dilakukan siswa sebagai subjek yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Dua konsep tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi interaksi antara guru dan siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung, inilah yang disebut dengan pembelajaran sebagai proses. a. Makna Belajar Kebanyakan orang mengidentifikasikan belajar sebagai kegiatan seperti membaca, menulis, menerangkan,
mengamati, mendengarkan,
menghafal, meneliti, praktek, refleksi, dan sebagainya. Namun, pada dasarnya kegiatan tersebut adalah pemahaman belajar dalam batas wilayah metodis, artinya bahwa kegiatan itu adalah bentuk-bentuk metode pembelajaran. Jadi, belum sampai pada makna pembelajaran itu sendiri. Sebagai landasan dalam menguraikan apa yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi belajar menurut beberapa pakar pendidikan sebagai berikut: 1) Ernest R. Hilgard 1948, learning is the process by which an activity orginate or is a change trought training procedures (wheteher in tne laboratory or in the natural enviorment) as distinguished from change by 12 factors not attributabel to training. Belajar adalah proses perubahan melalui prosedur pelatihan (baik dilaboratorium ataupun di lingkungan). 2) Cronbach, 1954, learning is shown by a change in behavior as a result of experience. Yaitu belajar ditunjukan dengan adanya perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.
10
11
3) Harold Spear, 1955, learning is to observe, to read, to initiate, to listen, and to follow instruction. Belajar adalah untuk mengobservasi, membaca, berinisiatif, mendengarkan, dan mengikuti aturan. 4) B.F. Skinner, 1958, learning is a change in performance as a result of practice. Yaitu belajar adalah perubahan performa sebagai hasil dari latihan. 5) Higard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975), Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang. 6) Gagne, dalam buku The Conditions of Learning (1977). Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbutannya (performance) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. 7) Morgan, dalam buku Introduction to Psychologi (1978). Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, makna belajar selalu dikaitkan dengan proses perubahan. Adapun maksud dari perubahan dalam konteks ini dapat dirumuskan sebagai berikut:1 a) Perubahan pada aspek pengetahuan manusia, yakni dari kurang atau tidak tahu menjadi tahu atau lebih berpengetahuan. Sebagian besar pengertian tentang belajar dikaitkan dengan proses perolehan, penafsiran, pengelolaan dan penerapan pengetahuan.
1
Andrias Harefa, Mengasah Paradigma Pembelajar, (Yogyakarta: Penerbit Gradien, 2003), Cet. Ke-1, hal 35.
12
b) Perubahan pada aspek sikap dan atau kemauan. Misalnya dari tidak mau menjadi mau, dari kurang serius menjadi serius, dari tidak percaya menjadi percaya diri, dan sebagainya. c) Perubahan pada aspek perilaku, praktek dan keterampilan manusia, dari perilaku yang satu keperilaku yang lain, dari tidak bisa menjadi bisa dalam melakukan sesuatu. d) Perubahan pada aspek kinerja, unjuk kerja atau performence. Pengertian ini lebih terfokus pada hasil atau dampak poses belajar. Jika orang lebih berpengetahuan, lebih berkemauan, dan lebih terampil mengerjakan sesuatu, maka tentulah ia menunjukan performa (unjuk kerja) yang lebih baik. Belajar juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.2 Dengan demikian, makna belajar dapat disimpulkan sebagai suatu proses perubahan dan atau pertumbuhan yang didasari atas kesadaran seseorang dengan menyatakan diri secara utuh sebagai makhluk sosio-moralspiritual agar lebih tahu (knowledge), lebih mau (attitude), lebih bisa (skill) dan berhasil (performance) berdasarkan praktek dan pengalaman, hasil dari interaksi dengan lingkungannya yang bersifat menetap. b. Prinsip - Prinsip Pembelajaran Prinsip pembelajaran adalah konsep-konsep yang harus diterapkan di dalam proses belajar mengajar. Pentingnya guru memahami prinsip dari teori pembelajaran mempunyai alasan sebagai berikut: 1) Teori pembelajaran membantu guru untuk memahami proses belajar yang terjadi di dalam diri siswa.
2
Mohammad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), cet. Ke-1, hal.7
13
2) Dengan teori pembelajaran, guru dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar 3) Teori pembelajaran memungkinkan guru melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil yang diharapkan dalam kegiatan belajar mengajar. 4) Prinsip dari teori pembelajaran merupakan sumber hipotesis atau dugaandugaan tentang proses belajar mengajar yang telah diuji kebenarannya melalui eksperimen dan penelitian. Beberapa
prinsip
yang
menjadi
landasan
teori
pembelajaran
diantaranya adalah sebagai berikut: a) Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu adalah adanya perubahan perilaku dalam diri individu. Artinya seseorang yang telah mengalami pembelajaran akan berubah perilakunya. b) Hasil
pembelajaran
ditandai
dengan
perubahan
perilaku
secara
keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi semua aspek perilaku, yaitu aspek perilaku kognitif, konatif, efektif atau motorik. c) Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ketiga ini mengandung makna
bahwa
pembelajaran
merupakan
suatu
aktifitas
yang
berkesinambungan. Di dalam aktifitas itu terjadi adanya tahapan-tahapan aktifitas yang sistematis dan terarah. d) Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada sesuatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa aktifitas pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan dan adanya tujuan yang ingin dicapai. e) Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan tujuan tertentu.3
3
Ibid, hal.8
14
c. Strategi Pembelajaran Dalam konteks pengajaran, strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses mengajar, agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai dan berhasil guna. Menurut Nana Sudjana, strategi mengajar merupakan tindakan guru dalam melaksanakan rencana pembelajaran dengan menggunakan beberapa variabel pengajaran seperti tujuan, bahan, metode, dan alat serta evaluasi untuk mempengaruhi siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi mengajar pada dasarnya adalah tindakan nyata dari guru atau merupakan praktek guru melaksanakan pengajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan efisien. Dengan kata lain, strategi mengajar adalah taktik yang digunakan guru dalam proses pembelajaran di kelas. Menurut Newman dan Logan sebagaimana dikutip Abu Ahmadi, Strategi pembelajaran meliputi empat masalah yaitu: 1) Mengidentifikasikan
serta
menetapkan
spesifikasi
dan
kualifikasi
perubahan tingkah laku dan kepribadian peserta didik sesuai tujuan yang diharapkan. 2) Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat. 3) Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan dalam kegiatan pembelajaran. 4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan, sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan pembelajaran. d. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan sebuah cermin sejauh mana perkembangan siswa dalam memahami materi pelajaran yang diajarkan dalam proses kegiatan belajar mengajar yang ditunjukkan dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif dan motorik.
15
Beberapa pakar menyebutkan adanya beberapa jenis perilaku sebagai hasil pembelajaran. 1) Lindgren (1968) menyebutkan bahwa isi pembelajaran terdiri atas; kecakapan, informasi, pengertian dan sikap. 2) Benyamin Bloom (1956) menyebutkan ada tiga kawasan perilaku sebagai hasil pembelajaran yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. 3) R.M. Gagne (1957) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kecakapan manusiawi (human capabilities) yang meliputi, informasi verbal, kecakapan intelektual, strategi kognitif, sikap dan kecakapan motorik. Dari definisi tersebut maka hasil belajar dapat dirumuskan sebagai perubahan perilaku yang menyeluruh
dari setiap aspek penilian yaitu
pengetahuan, sikap dan keterampilan. e. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar Berdasarkan makna pembelajaran yang dikemukakan sebelumnya, bahwa pembelajaran merupakan suatu proses seseorang menuju perubahan yang lebih baik sebagai hasil dari pengalamannya. Sebagai sutu proses sudah barang tentu harus ada yang diproses (input) dan hasil dari pemrosesan (output). Jadi pembelajaran merupakan sebuah sistem yang terdiri atas beberapa komponen antara lain: input yang merupakan bahan baku yang perlu diolah, proses pembelajaran yaitu proses kegiatan belajar mengajar itu sendiri, lingkungan yaitu keadaan dimana situasi proses pembelajaran itu berlangsung, guru sebagai pengajar yaitu orang yang memfasilitasi kegiatan belajar mengajar dan output adalah hasil dari proses pembelajaran itu sendiri. Dengan menganalisis komponen-komponen pembelajaran tersebut, maka dapat ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran. 1. Input (siswa) Input dalam hal ini adalah siswa yang diberikan pengalaman tertentu. Setiap siswa memiliki karakteristik tersendiri, baik fisiologis maupun psikologis. Mengenai fisiologis ialah bagaimana kondisi fisiknya seperti panca inderanya, pendengarannya dan sebagainya. Sedangkan yang menyangkut
16
psikologis adalah minatnya, tingkat kecerdasannya, motivasinya, dan sebagainya. 2. Proses pembelajaran Dalam proses kegiatan belajar mengajar atau yang disebut dengan proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana kegiatan belajar itu berlangsung (sekolah ataupun kelas) termasuk hubungan antara siswa dan guru serta hubungan sesama siswa. Diantara yang mempengaruhi dalam proses pembelajaran adalah: a. Sarana dan Prasarana Prasarana yang mapan seperti ruangan, tempat duduk dan sangat mempengaruhi dalam proses kegiatan belajar mengajar. Demikian juga dengan sarana, semakin sarana dalam pembelajaran lengkap seperti adanya perpustakaan, alat bantu belajar mengajar, laboratorium sangat menunjang dalam proses belajar mengajar. b. Metode belajar Metode belajar merupakan suatu cara yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan metode belajar yang tepat akan sangat membantu dalam proses kegiatan belajar mengajar. Untuk itu dalam memilih metode pembelajaran guru dituntut untuk memahami situasi dan kondisi siswa. c. Kurikulum/bahan pelajaran Dalam proses pembelajaran tidak akan terjadi jika tidak ada bahan pelajaran. Oleh karena itu guru juga harus mampu mengorganisasikan bahan pelajaran secara sistematis sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. d. Penilaian/evaluasi Penilaian digunakan sebagai alat evaluasi dalam pembelajaran, hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa, guna menjadi rujukan dalam mengolah kegiatan belajar mengajar berikutnya. 3. Guru/Pengajar Dalam proses belajar mengajar peranan guru sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran. Disamping guru harus berkepribadian yang
17
cakap serta terampil. Guru juga harus mampu memotivasi, membimbing serta memfasilitasi siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.
2. Metode Ceramah dalam Proses Belajar Mengajar Metode ceramah adalah suatu cara yang dilakukan guru dalam menyampaikan bahan pelajaran di dalam kelas secara lisan. Selama berlangsungnya ceramah, guru bisa menggunakan alat bantu seperti gambar/bagan agar uraiannya menjadi jelas. Tetapi interaksi guru dan siswa menggunakan bahasa lisan sehingga metode ceramah ini yang mempunyai peran utama adalah guru. Sedangkan
peranan
siswa
dalam
metode
ceramah
adalah
mendengarkan dengan teliti serta mencatat pokok-pokok materi yang dikemukakan oleh guru. Berkenaan
dengan
sifatnya
maka
biasanya
metode
ceramah
dilaksanakan dalam beberapa hal, diantaranya yaitu:4 a. Guru akan menyampaikan fakta-fakta/kenyataan atau pendapat-pendapat dimana tidak ada bahan bacaan yang menerangkan fakta-fakta tersebut. b. Guru harus menyampaikan fakta kepada siswa yang besar jumlahnya, sehingga metode lain tidak memungkinkan untuk dipakai. c. Guru mengehdaki berbicara yang bersemangat untuk merangsang siswa mengerjakan sesuatu. d. Guru akan menyimpulkn pokok penting yang telah dipelajari untuk memperjelas murid dalam melihat hubungan antara hal-hal penting lainnya. e. Guru akan memperkenalkan hal-hal baru dalam rangka pelajaran yang lalu. 1) Langkah - Langkah dalam Menggunakan Metode Ceramah Pada umumnya ada tiga langkah pokok dalam proses pembelajaran yang harus diperhatikan, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan Kesimpulan. 4
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2002), hal. 165
18
Adapun langkah-langkah metode ceramah yang diharapkam adalah sebagai berikut: a) Terlebih dahulu harus diketahui dengan jelas dan dirumuskan sekhususkhususnya mengenai tujuan pembicaraan atau hal yang hendak dipelajari siswa. b) Bahan ceramah kemudia disusun sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti dengan jelas, menarik perhatian siswa, memperlihatkan kepada siswa bahwa bahan pelajaran yang mereka peroleh berguna bagi kehidupannya. c) Menanam pengertian yang jelas dimulai dengan suatu ikhtisar ringkas tentang pokok bahasan yang akan diuraikan. Kemudian menyusul bagian utama penguraian dan penjelasan pokok bahasan tersebut. Pada khirnya disimpulkan kembali pokok bahsan yang penting yang telah dibicarakan itu. Mungkin pula ditambah cerita singkat mengenai kejadian yang bersifat ilustratif, yakini menggambarkan dengan jelas apa yang dimaskud, atau dapat juga dilakukan setelah penggunaan metode ceramah. Siswa diminta mengemukakan pendapat sesuai dengan materi pelajaran yang diceramahkan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa. 2) Keuntungan Metode Ceramah Metode Ceramah dalam kegiatan pembelajaran, mempunyai keuntungan sebagai berikut: a) Guru dapat menguasai seluruh arah kelas Sebab guru semata-mata berbicara langsung sehingga ia dapat menentukan arah itu dengan jalan menetapkan sendiri apa yang akan dibicarakan. b) Organisasi Kelas sederhana Dengan berceramah, persiapan satu-satunya yang diperlukan guru ialah buku catatan/bahan pelajaran. Pembicaraan ada kemungkinan sambil duduk atau berdiri. Murid-murid diharapkan mendengarkan secara diam.
19
Maka mudah dimengerti jalan ini adalah yang paling sederhana untuk mengatur kelas dari pada penggunaan metode lain.
3. Peta Konsep (Map Concept) Peta konsep adalah istilah yang digunakan oleh J. D. Novak dan Gowin dalam bukunya Learning How to Learn (1984) tentang strategi yang digunakan dalam pembelajaran untuk membantu dalam mengorganisasikan konsep pelajaran berdasarkan arti dan hubungan antara komponennya. Hubungan antara satu konsep (informasi) dengan konsep yang lain dikenal sebagai proposisi. Peta konsep hasil riset J.D. Novak ini dilakukan dengan mengikuti perubahan pemahaman siswa dalam pengetahuan sains. Program riset didasarkan pada teori David Ausubel yang menyatakan bahwa perkembangan suatu pemahaman terbangun karena relevansi konsep dan proposisi, karena susunan kognitif terbentuk secara hirarkis, yaitu dari konsep umum ke konsep yang lebih khusus. Kemudian
pembelajaran dilakukan dalam keadaan
bermakna, yakni materi yang dipelajari diasimilasikan secara non-arbitrari dan berhubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya. 5 Peta konsep adalah penulisan secara grafik yang memudahkan untuk mengorganisir dan mempresentasikan suatu pengetahuan.
Konsep
dinyatakan dalam bentuk istilah atau label yang berupa sebuah kata atau lebih, terkadang juga berupa simbol seperti tanda plus (+) atau %. Konsep-konsep dijalin secara bermakna (simantical unit) dengan katakata penghubung sehingga dapat membentuk proposisi. Satu proposisi mengandung dua konsep atau lebih yang dihubungkan dengan kata penghubung (linking words).6
5
Josept D. Novak, “A Science Education Resarch program that Led to the Development of the Concept Mapping Tool and a New Model for Education”, Prosiding Hasil Konferensi Internasional Pertama Peta Konsep (Pamplona, Spain, 2004) 6 Joseph.D.Novak, “The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them”. Journal of Research in science Teaching, (USA: Cornell University, 2000)
20
Pada peta konsep, konsep yang lebih umum (inklusif) diletakkan di atas konsep yang kurang umum, kemudian dihubungkan dengan kata penghubung (linking words). Kemudian konsep yang lebih khusus ditempatkan dibawahnya dan dihubungkan lagi dengan kata penghubung. Konsep yang umum dapat juga dihubungkan dengan beberapa konsep yang kurang umum. Konsep yang paling umum diletakkan pada puncak pohon konsep yang disebut dengan kunci konsep. Dan konsep pada jalur yang satu dapat dihubungkan dengan konsep pada jalur yang lain dengan kata penghubung. Hubungan ini disebut dengan ikatan silang. Ikatan silang menunjukkan keterpaduan antara jalur pengembangan konsep dalam satu bahasan yang disebut dengan penyesuaian integratif. Untuk memudahkan penjelasan peta konsep perhatikan skema pada gambar 1, yang menunjukan sebuah contoh peta konsep yang menggambarkan struktur dan ilustrasi peta konsep seperti yang dijelaskan di atas.
Peta Konsep membantu dalam menjawab
pertanyaan
menunjukan dibutuhkan untuk menjawab
dampak atau rasa yang terhubung
pengetahuan/ materi
termasuk
isi
kontekstual
terdiri dari menambah dibutuhkan untuk
konsep
dihubungkan
kata penghubung
membentuk
proposisi
belajar secara efektif mengajar secara efektif
berupa harus
bisa jadi
merupakan
label
bermakna isi
simbol
pengertian/ istilah kata
susunan hirarki
terbentuk dalam
hubungan silang
dalam
Gambar 1. Ilustrasi dan Karakteristik Peta Konsep susunan membantu
menunjukan
kognitif daya kreatifitas peristiwa/ events
objek/ benda
dibutuhkan dalam
interkorelasi
antara
segmen peta yang berbeda
21
Dalam tulisan yang berjudul The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them, Joseph D. Novak menegaskan bahwa ada dua hal yang menjadikan peta konsep mampu menumbuhkan kreatifitas dalam berfikir yaitu susunan hubungan konsep yang digambarkan dengan baik dapat menumbuhkan kemampuan untuk mencari ikatan silang yang membentuk proposisi
dan
peta
konsep
juga
dapat
mengetahui
kemungkinan
kesalahpahaman dari suatu konsep dengan melihat hubungan antara proposisi dalam konsep tersebut. Dengan menggunakan peta konsep dalam pembelajaran memberikan kesempatan siswa untuk menggabungkan strategi pembelajaran lainnya pada kebiasaan belajarnya. Karakteristik peta konsep yang mampu untuk mengulas kembali dari apa yang diketahui serta kemampuan dalam menambahkan informasi mengenai pemahaman siswa sebelumnya sangat penting dalam proses pembelajaran, baik untuk guru ataupun siswa itu sendiri.7 a. Hubungan Peta Konsep Terhadap Kerja Otak Karakteristik penyajian peta konsep yang sangat memungkinkan dalam menambahkan suatu informasi baru, menjadikan peta konsep mampu membangkitkan daya kreatifitas kerja otak. Karena pada dasarnya, peta konsep merupakan peta pikiran (mental/ingatan) yang cara pembuatannya seperti
pemrosesan kerja otak dalam menerima dan menyimpan suatu
informasi. Dalam hal ini, Tony Buzan telah mengembangkan peta konsep dalam penelitiannya yang
didasarkan pada cara kerja otak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa otak tidak menyimpan informasi dalam kotak-kotak sel saraf yang terjejer rapi melainkan dikumpulkan pada sel-sel saraf yang bercabang-cabang, dan apabila dilihat sekilas akan tampak seperti cabangcabang sebuah pohon. Dari fakta tersebut, disimpulkan bahwa jika informasi disimpan seperti cara kerja otak, maka dipastikan informasi akan tersimpan dalam memori otak dengan baik. 7
Joseph S. Francisco dkk, “Assessing Student Understanding of General Chemestry with Concept Mapping”, Journal of Chemical Education, Vol. 79 No.2 (February 2002) hal.249
22
Sir Charles Sherinton, yang oleh banyak orang dianggap sebagai bapak Neurofisiologi, menyatakan bahwa ”Otak manusia adalah alat tenun mengagumkan yang didalamnya jutaan gelondong benang berkedip-kedip menganyam pola yang sudah mulai pudar, tiap pola selalu mempunyai arti, walaupun pola tersebut tidak pernah diam, namun pergeseran dari subpola begitu harmonis. Keadaannya terlihat jelas seperti bima sakti yang ikut dalam tarian kosmik”.8 Setiap sel otak (neuron) terdiri dari kompleks elektrokimia yang sangat banyak dan setiap data mikro yang datang diproses dalam sistem penyebaran (transmition). Setiap sel otak ini terlihat seperti seekor gurita super yang mempunyai satu badan sentral dengan puluhan, ratusan, atau ribuan tentakel. Jika ditingkatkan pembesaran untuk mengamatinya, maka terlihat bahwa setiap tentakel seperti cabang sebuah pohon, menyebar dari inti sel atau nukleus. Cabang-cabang dari sel otak disebut dendrit yang berfungsi mengumpulkan informasi. Adapun cabang yang besar dan panjang disebut akson yang berfungsi sebagai pemancar dalam menyampaikan informasi kepada sel otak lain. Setiap dendrit dan akson panjangnya bervariasi dari satu milimeter sampai 1,5 meter dan disepanjang serta sekelilingnya terdapat tonjolan seperti jamur kecil yang disebut spina dendritis/ tombol sinaptis yang merupakan tempat sel otak saling berhubungan. Di dalam spina dendritis/ tombol sinaptis berisi sekumpulan zat kimia yaitu neurotransmiter (NT) yang merupakan pembawa pesan utama dalam proses berpikir manusia. Spina dendritis dari satu sel otak akan berhubungan dengan tombol sinaptis dari sel otak yang lain dan ketika ada rangsangan listrik (impuls) yang bergerak melewati sel otak, maka konduksi tidak lagi bersifat listrik melainkan berubah menjadi kimiawi, di sinilah NT berada. Kemudian, NT akan
8
Tony dan Bary Buzan, Memahami Peta Pikiran (The Mind Map Book), (Batam: Interaksara, 2004), Edisi Milenium, hal.35
23
dipindahkan melintasi ruang sempit, berisi cairan antara dua sel otak, ruang ini disebut celah sinaptis,9 yang lebarnya diperkirakan 10-50 nm.10 NT kemudian menempel dipermukaan sel otak yang menerima (reseptor site), sehingga timbul rangsangan yang bergerak menuju sel otak lain yang bergandengan. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 2 berikut ini:
Gambar 2. Sel Otak/Neuron Sebuah sel otak mungkin menerima rangsangan yang datang dari ratusan ribu titik yang berhubungan setiap detik. Berfungsi seperti penyambungan telepon yang amat besar, sel ini akan seketika itu menghitung, mikrodetik demi mikrodetik jumlah data dari semua informasi yang masuk dan akan mengubah arahnya ke jalur yang sesuai. Ketika suatu pesan (mental/ingatan) tertentu yang dihidupkan kembali disalurkan dari sel otak ke sel otak yang lain, maka timbul jalur biokimia elektromagnetik yang
terbentuk di sana. Setiap jalur saraf ini
dikenal sebagai “jejak memori”. Oleh karenanya, apabila kita mempunyai suatu gagasan (ingatan), hambatan biokimia/elektromagnetik sepanjang jalur yang membawa pikiran tadi akan berkurang. Keadaannya seperti mencoba membukakan jalur ketika menerobos hutan. Pertama kali usaha ini dilakuakan merupakan perjuangan 9
Sinaptis berasal dari bahasa yunani Synapto yang berarti berhubngan dengan erat. Yul Iskandar, Neurotransmitter; Si Pembawa Pesan dalam Buku Memahami Otak (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003) editor Jadmiya Taugada, hal.31 – 32. 10
24
keras, karena harus menerobos semak-semak dan sebagainya. Setelah kedua kalinya melewati jalur tersebut, maka semakin kecil hambatan yang ada, kemudian setelah diulang beberapa kali, akan memiliki jalur yang lebar dan mulus yang hanya memerlukan sedikit atau bahkan tidak memerlukan lagi usaha membuka jalur tersebut. Fungsi yang serupa terjadi dalam otak; semakin sering melakukan pengulangan pola atau peta mental (ingatan suatu objek atau peristiwa), hambatan di jalur itu akan semakin berkurang.11 Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh Robert Ornstein dan lain-lain telah menunjukan bahwa proses berpikir adalah kombinasi kompleks kata, gambar, skenario, warna dan bahkan suara dan musik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan peta konsep mendekati operasi alamiah dalam berfikir.12 Oleh sebab itu, penggunaan peta konsep sebagai strategi dalam pembelajaran, diperkirakan mampu mengembangkan kedalaman dan keluasan konsep pemahaman siswa. Sesuai dengan teori asosiatif, bahwa kaitan konsep yang satu dengan konsep yang lain bagi siswa merupakan hal yang penting dalam pembelajaran, sehingga apa yang dipelajari oleh siswa akan lebih bermakna, lebih mudah diingat dan lebih mudah dipahami, diolah serta dikeluarkan kembali bila diperlukan. Untuk memudahkan dalam memahami cara kerja dan elemen penting otak berikut ilustrasinya, yang ditunjukkan pada gambar 3 berikut ini.
11
Tony dan Barry Buzan, Loc. Cit., hal.37 Colin Rose & Malcolm J. Nicholl, Accelerated Learning for the 21st Century, (Bandung: Nuansa, 2002), cet. Ke-2, hal.136 12
25
Gambar 3. Cara Kerja Otak dalam Menerima Informasi b. Kelebihan Strategi Peta Konsep Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa karakteristik peta konsep mampu menumbuhkan kreatifitas dalam berfikir, yaitu dengan mencari ikatan silang yang membentuk proposisi dalam konsep tersebut. Disamping itu, peta konsep juga memudahkan dalam menemukan kesalahpahaman konsep dari pemahaman sebelumnya. Dewasa ini peta konsep sering digunakan untuk riset pendidikan sains dan juga digunakan guru sebagai alat metakognitif yang membantu siswa dalam memahami pelajaran sains. 13
Adapun peta konsep dapat
didayagunakan antara lain untuk:14
13
Richard J. Luli, Using Concept Maps As A Research Tool In Science Education Research, (USA: University of Rochester, 2004) 14 A.J.Canas, J.D.Novak, F.M. Gonzalez, Eds. “Concept Maps: Theory, Methodology, Technologi”, Procedding Hasil Konferensi Internasional Pertama Peta Konsep, (Pamplonia Spain 2004)
26
1) Meringkas suatu pengetahuan (informasi) 2) Mengidentifikasi kesalahpahaman konsep 3) Mengkomunikasikan ide-ide kompleks 4) Membantu belajar dalam mengintegrasikan pengetahuan baru dan yang lampau. 5) Menggerakan dalam berpikir reflektif 6) Desain kurikulum dan instruksional materi 7) Penilaian pembelajaran siswa 8) Evaluasi program yang efektif 9) Fasilitas komunikasi dalam berbagi pemahaman diantara anggota suatu kelompok 10) Mendukung dalam membaca secara komperhensif 11) Membangkitkan dalam menemukan konsep diri. Secara lebih khusus penggunaan peta konsep dalam kegiatan belajar mengajar dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya yaitu: a) Manfaat bagi guru (1) Membantu untuk mengerjakan apa yang telah diketahui dalam bentuk yang lebih sederhana seperti merencanakan dan memulai suatu topik pembelajaran, serta mengolah kata kunci yang akan digunakan dalam pembelajaran. (2) Membantu
untuk
mengingat
kembali
dan
merevisi
konsep
pembelajaran, membuat pola catatan kerja dan belajar yang sangat baik untuk keperluan presentasi. (3) Membantu untuk mendiagnosis perkembangan pemahaman siswa. (4) Membantu untuk merencanakan satuan pembelajaran dan evaluasinya ataupun untuk mengukur keberhasilan tujuan pembelajaran. b) Manfaat bagi siswa (1) Membantu
untuk
memperkirakan
mengidentifikasi
hubungan
pembelajaran lebih lanjut.
kunci
pemahaman
dan
konsep,
menaksir/
membantu
dalam
27
(2) Membantu membuat susunan konsep pelajaran menjadi lebih baik sehingga mudah untuk keperluan ujian. (3) Membantu
dalam
mengorganisir
pengetahuan
siswa
antara
pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan yang baru secara visual dan sistematis. (4) Mengemukakan pemahaman yang telah diperoleh dengan kata-kata sendiri. c. Teknik Pembuatan Peta Konsep Langkah-langkah dalam pembuatan peta konsep yaitu dengan mengidentifikasi semua konsep yang akan dipetakan, setelah itu menyusun konsep-konsep tersebut dari yang paling umum ke khusus. Kemudian menetapkan hubungan antara konsep satu dengan konsep lainnya dengan menggariskan kata penghubung. Untuk mempermudah bagaimana pembuatan peta konsep berikut teknik pembuatan peta konsep: 1. Topik ditulis di tengah Topik merupakan tema/gagasan pokok yang sedang dipelajari, dalam pembuatan peta konsep topik tersebut ditulis di tengah-tengah halaman agar ketika ada informasi baru yang berkaitan dapat dengan mudah untuk ditambahkan di sekitarnya. Semakin lebar ukuran kertas tersebut, maka semakin mudah (bebas) dalam menuliskan hubungan antara kata kunci dan atau proposisi. 2. Gunakan kata kunci Kata kunci merupakan kata penting yang menunjukan pengertian dalam subjek materi (fakta-fakta penting, peristiwa atau benda/objek), biasanya kata tersebut lebih mudah diingat karena terkait dengan materi pelajaran yang dipahami. 3. Buat Cabang dengan kata penghubung (linking words) Dalam membuat cabang berpusat pada tema pokok, tarik garis (linear ataupun yang lainnya) ke semua arah, batasi cabang tersebut antara lima sampai tujuh agar tidak terlalu rumit sehingga memudahkan dalam melakukan
28
'latihan mental' (mengingat). Kemudian hubungkan proposisi-proposisi yang terkait. 4. Gunakan Citra Sesuatu yang menarik akan mudah diingat dalam memori, oleh karenanya pembuatan peta konsep, baik dari segi kata, warna, simbol, gambar dan pencitraan lainnya digabungkan dengan gaya yang bervariasi, sehingga tampak menarik dan merangsang ingatan otak. Gunakanlah simbol-simbol yang sudah lazim seperti tanda cek, tanda seru, tanda kali sesuai dengan konteksnya, agar mudah dimengerti. 5. Buat seperti bilbor Peta konsep disajikan dengan label yang berupa perpaduan kata, gambar, simbol dan sebagainya, sehingga agar tampak jelas gunakan kertas kosong (bersih), jika menggunakan kertas yang bergaris-garis (seperti kertas tulis pada lazimya) sebaiknya penulisannya dibalik (landscape) agar tidak mengganggu performa peta konsep yang di buat. 6. Buatlah berwarna-warni Untuk menekankan suatu kata/ tema utama gunakan warna-warna yang padu, sehingga akan membantu dalam mengidentifikasi dalam membedakan satu kelompok kata dengan kelompok lainnya, dan beri ilustrasi gambar agar merangsang otak. 7. Peta konsep adalah peta memori Peta
konsep
merupakan
gambaran
(mental)
yang
ada
di
pikiran/memori. Ingat bahwa kerja sel otak dalam menangkap suatu informasi akan mengakibatkan terjadinya 'jejak memori' yang sering disebut sebagai ingatan (mental), semakin banyak ingatan yang ada maka semakin banyak pula informasi yang akan didapat. 8. Alat tulis berwarna terang Hal ini dimaksudkan ketika membuat peta konsep dari informasi yang kita baca dari sebuah buku maka tandailah kata-kata pokok (kata kunci) dengan stabilo (alat tulis berwarna terang), sehingga ketika kita hendak
29
meninjau kembali tentang bacaan itu akan dengan cepat untuk kita pahami, dan tentu saja memudahkan dalam pembuatan peta konsep itu sendiri. 9. Mudah dimengerti Disamping informasi yang ada pada peta konsep merupakan sesuatu yang menggambarkan pengetahuan yang tampak menyeluruh, penyajiannya juga cukup simpel karena kata yang dipilih adalah kata kunci, jadi buatlah sejelas mungkin sehingga mudah dimengerti 10. Lakukan sendiri Membuat peta konsep bukan berarti harus ahli menggambar yang terpenting adalah mengaktualisasikan apa yang ada dalam pikiran (ingatan). Maka dari itu, lakukanlah sendiri sehingga dapat mengukur dengan mudah taraf pemahaman dalam menerima suatu informasi (pengetahuan). Namun bukan berarti tidak memerlukan peta konsep buatan orang lain, justru setelah kita membuat peta konsep sendiri maka bandingkanlah dengan peta konsep buatan yang lainnya untuk menambahkan kekurangan yang ada, dan juga sebagai bahan pertimbangan dalam melihat kesalahpahaman konsep. 11. Duduk dengan tenang Karena karakteristik peta konsep yang dibuat didasarkan pada apa yang ada di ingatan (mental) maka untuk mendapatkan ingatan yang jelas dari jejak memori tersebut dibutuhkan keadaan tenang dalam melihat 'film mental' yang ada pada otak, membayangkan kembali apa yang telah terjadi ataupun informasi apa yang menempel dalam otak. Pada umumnya, kita perlu duduk, merenung dan berpikir dengan tenang dari apa saja yang kita baca, lihat, atau dengar. 12. Terus berlatih Bagi pemula barangkali akan sedikit mendapatkan kesulitan, oleh karenanya pembuatan peta konsep tidak cukup sekali atau dua kali melainkan perlu adanya latihan terus menerus. Namun jika sudah menjadi terbiasa, pembuatan peta konsep akan sangat mudah dan menyenangkan untuk dilakukan. Untuk lebih jelasnya dalam pembuatan peta konsep perhatikan ilusterasi yang ditunjukan pada gambar 4. berikut ini.
30
.
Gambar 4. Skema Teknik Pembuatan Peta Konsep
31
3. Sistem Koloid Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi. Sistem koloid ini mempunyai sifat-sifat khas yang berbeda dari sifat larutan ataupun suspensi. Keadaaan koloid bukan ciri dari zat tertentu karena semua zat baik padat, cair maupun gas, dapat dibuat dalam keadaan koloid. Sistem koloid perlu kita pelajari karena berkaitan erat dengan hidup dan kehidupan kita sehari-hari. Cairan tubuh, seperti darah adalah sistem koloid; bahan makanan, seperti susu, keju, roti adalah sistem koloid; cat, berbagai jenis obat, bahan kosmetik, tanah pertanian juga merupakan sistem koloid. a. Sistem Dispersi Bila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat ke dalam zat lain yang disebut dengan sistem dispersi. Tepung kanji bila dimasukan ke dalam air panas maka akan membentuk sistem dispersi, dengan air sebagai medium pendispersi dan tepung kanji disebut zat pendispersi. Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu larutan, koloid, dan suspensi. Secara sepintas perbedaan antara suspensi dengan larutan akan tampak jelas dari homogenitasnya, tetapi akan sulit dibedakan antara larutan dengan koloid atau antara koloid dengan suspensi. 1) Suspensi Suspensi merupakan sistem dispersi dengan partikel yang berukuran relatif besar tersebar merata di dalam medium pendispersinya. Pada umumnya sistem dispersi merupakan campuran yang heterogen. Sebagai contoh adalah endapan hasil reaksi atau pasir yang dicampur dengan air. Dalam sistem dispersi tersebut partikel-partikel terdispersi dapat diamati dengan mikroskop dan bahkan dengan mata telanjang. Suspensi merupakan sistem dispersi yang tidak stabil, sehingga bila tidak diaduk terus menerus akan mengendap akibat gaya gravitasi bumi. Cepat
32
lambatnya suspensi mengandap tergantung besar kecilnya ukuran partikel zat terdispersi. Semakin besar ukuran partikel tersuspensi semakin cepat proses pengendapan terjadi. Untuk
memisahkan
suspensi dapat dilakukan
dengan proses
penyaringan (filtrasi), karena ukuran partikelnya besar maka zat-zat yang terdispersi akan tertinggal di kertas saring. Endapan hasil reaksi yang merupakan suspensi karena ukurannya sangat kecil sukar terpisah karena gaya gravitasi,
untuk
mempercepat
pemisahan
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan alat sentrifuge (pemusing). 2) Larutan Larutan merupakan sistem dispersi yang ukuran partikel-partikelnya sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan antara partikel pendispersi dengan partikel terdispersi walaupun menggunakan mikroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi (mikroskop ultra). Tingkatan ukuran partikel larutan adalah molekul atau ion-ion sehingga larutan merupakan campuran yang homogen dan sukar dipisahkan dengan penyaringan dan sentrifuge. Oleh karena ukuran partikel zat terdispersi dengan medium pendispersinya hampir sama maka sifat zat pendispersi dalam larutan akan terpengaruh (berubah) dengan adanya zat terdispersi. Bila ke dalam air ditambahkan garam dapur maka air akan membeku di bawah 00C, semakin banyak garam yang ditambahkan semakin besar penurunan titik bekunya. 3) Koloid Koloid berasal dari kata “kolia” yang dalam bahasa Yunani berarti “lem” istilah koloid pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Graham (1861) berdasarkan pengamatannya terhadap gelatin yang merupakan kristal tetapi sukar mengalami difusi. Padahal umumnya kristal mudah mengalami difusi. Oleh karena itu, zat semacam gelatin ini kemudian disebut dengan koloid. Koloid atau disebut juga dispersi koloid atau sistem koloid sebenarnya merupakan sistem dispersi dengan ukuran partikel yang lebih besar dari larutan tetapi lebih kecil daripada suspensi.
33
Pada umumnya koloid mempunyai ukuran partikel antara 1 nm sampai dengan 100 nm. Beberapa koloid tampak jelas secara fisis, misalnya santan, air susu, dan lem tetapi beberapa koloid sepintas tampak seperti larutan, misalnya larutan kanji yang encer, agar-agar yang masih cair, dan air teh. Oleh karena ukuran partikelnya relatif kecil, sistem koloid tidak dapat diamati dengan mikroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi. Beberapa koloid dapat terpisah bila didiamkan dalam waktu yang relatif lama meskipun tidak semuanya, misalnya koloid belerang dalam air, dan santan. Beberapa koloid yang lain sukar terpisah misalnya lem, cat, dan tinta. b. Jenis-jenis Koloid Sistem koloid dapat terjadi dari dispersi zat padat, cair atau gas ke dalam zat pendispersi dalam fase padat, cair atau gas. Gas yang terdispersi dalam gas tidak akan menghasilkan koloid. Sistem koloid diberi nama berdasarkan fase terdispersi dan fase pendispersinya. Koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol. Jadi ada tiga jenis sol, yaitu sol padat (padat dalam padat), sol cair (padat dalam cair), dan sol gas (padat dalam gas) disebut juga aerosol. Koloid yang mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi. Emulsi juga ada tiga jenis, yaitu emulsi padat (cair dalam padat), emulsi cair (cair dalam cair), dan emulsi gas (cair dalam gas) disebut juga aerosol. 1) Aerosol Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat; jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair. Contoh aerosol padat: asap dan debu dalam udara Contoh aerosol cair: kabut dan awan Dewasa ini banyak produk dibuat dalam bentuk aerosol, seperti semprot rambut, semprot obat nyamuk, parfum, cat semprot, dan lain-lain. Untuk menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong. Contoh
34
bahan pendorong yang banyak digunakan adalah senyawa klorofluorokarbon (CFC) dan karbon dioksida (CO2). 2) Sol Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Koloid jenis sol banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam industri. Contoh sol seperti sol sabun, sol detergen, sol kanji, tinta tulis dan cat. 3) Emulsi Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah kedua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air atau emulsi air dalam minyak. Dalam hal ini minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak bercampur dengan air. Contoh emulsi minyak dalam air: santan, susu dan lateks. Contoh emulsi air dalam minyak: mayonase, minyak bumi, dan minyak ikan. Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi. Contohnya adalah sabun yang dapat mengemulsikan minyak ke dalam air. Jika campuran minyak dengan air dikocok, maka akan diperoleh suatu campuran yang segera memisah jika didiamkan. Akan tetapi, jika sebelum dikocok ditambahkan sabun atau detergen, maka diperoleh campuran yang stabil yang kita sebut emulsi. Contoh lainnya adalah kasein dalam susu dan kuning telur dalam mayonase. 4) Buih Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam cair disebut buih. Seperti halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun, detergen, dan protein. Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya buih sabun pada pengolahan biji logam, pada alat pemadam kebakaran, dan lain-lain. Adakalanya buih tidak dikehendaki. Zat-zat yang dapat memecah/mencegah buih antara lain, eter, isoamil alkohol dan lain-lain. 5) Gel
35
Koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair) disebut gel. Contoh: agar-agar, lem kanji, selai, gelatin, gel sabun, dan gel silica. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium dispersinya sehingga terjadi koloid yang agak padat. c. Koloid dalam industri Dari contoh-contoh yang disebutkan di atas, kita dapat melihat kecenderungan industri membuat produk yang berupa koloid. Misalnya, industri kosmetik, industri makanan, industri farmasi, dan lain-lain. Mengapa harus koloid? Oleh karena koloid merupakan satu satunya cara untuk menyajikan suatu campuran dari zat-zat yang tidak saling melarutkan secara “homogen” dan stabil (pada tingkatan makroskopis). Cat sebagai contoh, adalah zat-zat berwarna yang tidak larut dalam air atau medium cat, tetapi dengan sistem koloid dapat dibuat suatu campuran yang “homogen” (merata) dan stabil. d. Sifat-Sifat Koloid Sistem koloid mempunyai sifat yang khas, yang berbeda dengan sifat sistem dispersi lainnya. Beberapa sifat koloid yang khas, misalnya Efek Tyndall, Gerak Brown, Adsorbsi dan Koagulasi. 1) Efek Tyndall Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mengamati efek Tyndall ini, antara lain: Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut, sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap/berdebu, berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut. 2) Gerak Brown Telah disebutkan bahwa partikel koloid dapat menghamburkan cahaya. Jika diamati dengan mikroskop ultra, dimana arah cahaya tegak lurus dengan sumbu mikroskop, akan terlihat partikel koloid senantiasa bergerak terus menerus dengan gerak zig zag. Gerak zig zag partikel koloid ini disebut
36
dengan gerak Brown, sesuai dengan nama penemunya seorang ahli biologi Robert Brown berkebangsaan Inggris. Gerak brown menunjukkan kebenaran teori kinetik molekul yang mengatakan bahwa molekul-molekul dalam zat cair senantiasa bergerak. Gerak brown terjadi sebagai akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel koloid. Gerak brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid. Oleh karena bergerak terusmenerus maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga tidak mengalami sedimentasi. 3) Elektroforesis Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan bahwa partikel koloid tersebut bermuatan. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik disebut elektroforesis. 4) Adsorpsi Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan). Contoh : Koloid Fe (OH) 3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+. Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion S2. 5) Koagulasi Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan. e. Koloid Liofil dan Koloid Liofob Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium pendispersinya cairan. Koloid liofil adalah Sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya besar terhadap medium pendispersinya. Contoh:
37
sol kanji, agar-agar, lem, cat. Sedangkan koloid liofob adalah sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya kecil terhadap medium pendispersinya. Contoh: sol belerang, sol emas. f. Kestabilan Koloid Koloid merupakan sistem dispersi yang relatif kurang stabil dibandingkan larutan. Suatu produk industri dalam bentuk koloid umumnya diinginkan dalam kondisi yang stabil, misalnya krem minyak rambut, susu, pembersih muka, bedak cair, obat-obat yang berupa emulsi dan lain-lain. Untuk menjaga kestabilan koloid dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut. a) Menghilangkan muatan koloid Koagulasi dapat dicegah dengan cara menghilangkan muatan dari koloid tersebut. Proses penghilangan muatan koloid dilakukan dengan cara proses dialisis. Pada dasarnya proses dialisis adalah menghilangkan muatan koloid dengan cara memasukan koloid ke dalam memberan semipermeabel. Memberan ini mempunyai pori-pori yang mampu ditembus oleh ion, tetapi tidak mampu ditembus partikel koloid. Bila kantong semipermeabel tersebut dimasukan ke dalam aliran air, maka ion-ion yang keluar dari memberan semipermeabel akan terbawa aliran air, sedangkan koloidnya masih tetap di dalam kantung semipermeabel. b) Penambahan stabilisator koloid Penambahan
suatu
zat
kedalam
suatu
sistem
koloid
dapat
meningkatkan kestabilan koloid, misalnya emulgator dan koloid pelindung. Emulgator adalah zat yang ditambahklan kedalam suatu emulsi (koloid cair dalam cair atau cair dalam padat) dengan tujuan untuk menjaga agar tidak mudah terpisah. Misalnya penambahan sabun ke dalam campuran minyak dan air, penambahan ammonia dalam pembuatan emulsi pada kertas film. Koloid pelindung merupakan koloid yang ditambahkan ke dalam sistem koloid agar menjadi stabil. Misalnya penambahan gelatin pada
38
pembuatan es krim tidak cepat memisah sehingga tetap terus kenyal, serta penambahan gum Arab dalam pembuatan semir dan lain-lain. g. Pembuatan Koloid Sistem koloid dapat dibuat secara langsung dengan mendispersikan suatu zat ke dalam medium pendispersi. Selain itu dapat dilakukan dengan mengubah suspensi menjadi koloid atau dengan mengubah larutan menjadi koloid. Bila ditinjau dari pengubahan ukuran partikel zat terdispersi, maka cara pembuatan koloid dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu dengan cara dispersi dan cara kondensasi. Cara dispersi dilakukan dengan memperkecil partikel. Cara ini melibatkan pengubahan ukuran partikel besar (misalnya suspensi atau padatan) menjadi ukuran partikel koloid. Cara kondensasi dilakukan dengan memperbesar ukuran partikel, umumnya dari larutan diubah menjadi koloid. 1) Cara dispersi Dengan cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan cara loncatan bunga listrik (cara busur Bredig). 2) Cara kondensasi Dengan cara kondensasi partikel larutan bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan dengan reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis, dan dekomposisi rangkap atau dengan pergantian pelarut. Dari materi sistem koloid ini dapat diringkas dengan peta konsep yang ditunjukan pada gambar 5 berikut ini.
12
Gambar 5. Peta Konsep Sistem Koloid
52
B. Kerangka Berpikir Dalam keseluruan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktifitas yang paling mendasar. Keberhasilan pembelajaran erat kaitannya dengan kemampuan guru dalam memfasilitasi kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efisien. yakni dengan mengembangkan segala kebutuhan pembelajaran seperti merumuskan tujuan, menyusun acara pembelajaran, mengembangkan media pembelajaran, menetapkan teknik dan strategi pembelajaran serta cara bagaimana mengevaluasi kemajuan pembelajaran. Untuk memudahkan seorang guru dalam mencapai keberhasilan belajar mengajar maka dibutuhkan teori pembelajaran, sebagai prinsip dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga guru mampu membawa siswa untuk belajar aktif, motivasi tinggi, kreatif dan inovatif. Sejalan dengan itu, peta konsep sebagai strategi dalam pembelajaran kimia merupakan sebuah upaya dalam mempercepat pemahaman siswa mengenai suatu konsep, prinsip dan teori-teori sains, secara efektif dan simpel dalam pembuatnya. Karakteristik penyajian peta konsep yang berupa gambar ataupun grafik dengan menggunakan kata kunci suatu konsep yang dihubungkan secara hirarkis (alur logis) mampu meningkatkan daya kreatifitas dalam berfikir. Hal ini didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa seorang siswa akan lebih mudah mencerna ilmu pengetahuan apabila di dalam dirinya sudah ada struktur dan strata intelektual, sehingga ketika ia berhadapan dengan bahan atau materi pelajaran, ia mudah menempatkan, merangkai, dan menyusun konsep secara logis dan benar. Struktur dan strata intelektual terbentuk ketika intelek siswa beradaptasi dengan hal-hal yang diserap pancaindera. Menurut ahli psikologi, Jean Piaget, sebagaimana tubuh kita mempunyai struktur tertentu agar dapat berfungsi, pikiran kita juga mempunyai struktur yang disebut skema atau skemamata. Skema adalah struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya.
53
Skema juga disebut sebagai konsep, gambaran atau kategori dalam diri manusia yang terjadi ketika manusia menggunakan panca inderanya. Gambaran itu akan semakin berkembang dan lengkap sesuai dengan tingkat pemahaman manusia. Dan apabila manusia mengintegrasikan gambaran baru ke dalama skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya, maka ia melakukan proses asimilasi. Proses ini terjadi bila ada kesamaan konsep yang sudah ada atau melengkapi konsep itu. Dikala manusia tidak menemukan kecocokan dengan konsep yang sudah ada maka manusia melakukan akomodasi. Dalam proses ini manusia membentuk skema baru Oleh karenanya, pemahaman terhadap konsep merupakan satu aspek yang penting dalam pembelajaran. Tanpa mengetahui konsep, hasil dari pembelajaran akan bersifat hafalan dan bukan lagi pembelajaran bermakna. Banyak siswa didapati tidak memahami konsep sains yang disebabkan seringnya mereka menghafal sesuatu konsep dengan tidak memahami apa yang mereka katakan. Siswa menghafal makna konsep atau pengertian dari buku teks secara langsung dan tidak dapat menggunakan perkataan sendiri untuk menjelaskan konsep tersebut, dan biasanya pengajaran ini disebabkan karena pendekatan pembelajaran yang hanya murni berorientasi pada target penyelesaian sejumlah materi dan bersifat hafalan konsep-konsep semata, tanpa mengetahui jalinan yang membangun konsep tersebut. Seharusnya, kalaupun siswa belajar melalui tahapan menghafal, tahapan ini hanyalah sasaran antara, dan bukan sasaran final. Dalam kegiatan pembelajaran sebaiknya guru berperan sebagai fasilitator, mediator sekaligus motivator, disamping itu guru juga harus memberikan peluang yang luas kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya. Adapun dalam penilaian kemajuan belajar siswa dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode tetapi dilakukan secara terintegrasi dari kegiatan pembelajaran, dalam arti pembelajaran di nilai dari proses, bukan hanya hasil akhir semata. Oleh karena itu, penggunaan strategi peta konsep dalam pembelajaran harus menempatkan siswa sebagai subjek dengan melibatkannya secara aktif dalam
54
mengorganisir, menyusun, dan membuat peta konsep sesuai dengan pemahamannya. Sehingga siswa dalam keterampilan proses, sikap ilmiah, kreatifitas dan kemampuan dalam mengaplikasikan suatu konsep semakin meningkat dan berkembang. Disamping itu, peta konsep juga berguna bagi guru sebagai alat untuk mendiagnosa perkembangan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, dengan melihat hasil pembuatan peta konsep siswa. Semakin baik peta konsep itu dibuat (dalam arti memuat informasi yang banyak) maka dapat dipastikan bahwa pemahaman siswa juga baik. Lebih lanjut, dengan maraknya penelitian tentang bagaimana otak bekerja dan cara otak menyimpan informasi menegaskan bahwa penulisan dengan peta konsep merupakan cara yang tepat karena secara prinsipil sesuai dengan cara sel otak (neuron) bekerja Apabila kita menyimpan informasi seperti cara kerja otak, maka dipastikan akan semakin baik pula informasi yang tersimpan dalam memori otak dan hasil akhirnya tentu saja proses belajar akan semakin mudah dilakukan dengan efektif dan efisien. Sehingga, materi yang dipelajari akan lebih mudah diingat, dipahami dan diolah serta dikeluarkan kembali bila diperlukan.
KSA = Knowledge, Skills and Attitude
GURU
Information Feedback (Pengukuran Outputs & Outcomes)
KSA
RAW SISWA
Inputs
PROSES BELAJAR MENGAJAR (PEMBELAJARAN)
Outputs
Skills & Educated
Graduates
Internal Information Feedback (Processes Measurement) Gambar 6. Diagram Kualitas Pendidikan
Outcomes
SISWA’
External
55
Gambar 7. Diagram Alur Kerangka Berfikir
56
C. Pengajuan Hipotesis Hipotesis merupakan kesimpulan yang ditarik berdasarkan fakta dan menjadi jawaban sementara yang akan dibuktikan kebenarannya. Hipotesis juga berarti pendapat/dugaan yang masih perlu diuji kebenarannya. Berdasarkan landasan teoritis dan kerangka berpikir di atas dapat dirumuskan hipotesis bahwa terdapat perbedaaan hasil belajar siswa antara yang diberi strategi peta konsep dengan metode ceramah dalam pembelajaran sistem koloid. Dalam penelitian ini, terdapat dua hipotesis yakni hipotesis nihil (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha): 1. Ho : tidak ada perbedaan hasil belajar siswa antara yang diberi strategi peta konsep dengan yang diberi strategi ceramah. 2. Ha : terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa antara yang diberi strategi peta konsep dengan yang diberi strategi ceramah.
44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sebagaimana yang dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi empiris mengenai pengaruh strategi peta konsep terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan sistem koloid dengan membandingkan strategi peta konsep dan metode ceramah. Dengan harapan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan dalam pengembangan strategi pembelajaran yang efektif, sekaligus untuk mencari solusi permasalahan yang dihadapi guru maupun siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar khususnya mata pelajaran kimia.
B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lebih dari dua bulan yaitu dari tanggal 20 Februari sampai dengan 11 April 2006, sedangkan tempat penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Model Jakarta.
C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu dengan membagi sampel menjadi dua kelompok, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Tiap-tiap kelompok diberi perlakuan yang berbeda. Kelompok eksperimen diberi pendekatan strategi peta konsep dan kelompok kontrol diberi pendekatan ceramah.
D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah siswa MAN 4 Jakarta Selatan, sedangakan sampelnya adalah siswa kelas XI. Dari 6 kelas yang ada, terpilih kelas XI-1 dan XI-2 sebagai sampel, yang masing-masing kelas terdiri dari 30 siswa. 44
45
Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive sample, yakni teknik pengambilan sampel berdasarkan tujuan tertentu.
E. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini ada dua variabel yang digunakan yaitu varibel terikat dan variabel bebas. Variabel bebas yaitu Strategi Pembelajaran terdiri atas dua kelompok strategi peta konsep (X1), metode ceramah (X2) dan variabel terikat yaitu hasil belajar siswa (Y). 1. Variabel X a. Definisi Konseptual Strategi Peta konsep adalah bentuk penulisan/catatan yang penuh warna dan bersifat visual, dengan mengorganisasikan pemahaman sebagai hasil dari pembelajaran berdasarkan proposisi antar konsep secara hirarkis dan sistematis yang biasa dikerjakan oleh satu orang atau kelompok dalam kegiatan belajar mengajar. Metode ceramah adalah suatu bentuk pembelajaran yang berpusat pada guru, dengan sistem guru terlebih dahulu menyajikan bahan pelajaran secara rapi, sistematik yang kemudian disampaikan secara lisan kepada siswa. b. Definisi Operasional Strategi peta konsep adalah usaha yang dilakukan dalam memetakan materi pelajaran secara visual, dengan menyusun hubungan konsep-konsep yang dipelajari berdasarkan pengetahuan siswa. Dalam hal ini siswa diberi kebebasan untuk menuliskan konsep materi pelajaran sesuai dengan pemahamannya. Metode ceramah adalah strategi pembelajaran dengan menyampaikan materi pelajaran secara lisan, sedangkan siswa hanya menyimak dan mencatat apa yang diterangkan guru.
46
2. Variabel Y a. Definisi Konseptual Hasil belajar merupakan sebuah cermin sejauh mana perkembangan siswa dalam memahami materi pelajaran yang diajarkan dalam proses kegiatan belajar mengajar yang ditunjukkan dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif, konatif dan motorik. b. Definisi Operasional Hasil belajar merupakan suatu bentuk penilaian dalam proses kegiatan belajar mengajar yang mencakup aspek pemahaman, sikap dan keterampilan.
F. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan eksprimen dengan desain penelitian sebagai berikut: Tabel 1. Desain Penelitian Kelompok
Variabel Bebas
Variabel Terikat
E
X1
Y1
K
X2
Y1
Keterangan: E
= Kelompok Eksperimen
K
= Kelompok Kontrol
X1
= Perlakuan yang dilakukan pada kelompok eksperimen
X2
= Perlakuan yang dilakukan pada kelompok kontrol
Y1
= Tes akhir yang sama pada kedua kelompok
G. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Tes merupakan salah satu cara untuk mengetahui aspek kognitif hasil belajar. Instrumen yang
47
digunakan sebanyak 25 soal objektif dengan 5 pilihan jawaban A, B, C, D, dan E, yang dibuat berdasarkan kisi-kisi sesuai ruang lingkup pokok bahasan sistem koloid. Adapun kisi-kisi soal instrumen penelitian dapat dilihat pada tabel 2 yang disajikan sebagai berikut: Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Tes Sistem Koloid Berdasarkan Dimensi Sistem koloid. No.
Dimensi
Nomor Soal
Jumlah
1
Sistem dispersi
1, 2, 3, 17
4
2
Jenis-jenis koloid
7, 8, 9
3
3
Sifat-sifat koloid
4, 5, 6 ,10, 11,13, 23, 24
8
4
Koloid liofil dan koloid liofob
14, 15, 16, 18
4
5
Pembuatan sistem koloid
12, 19, 20, 21, 22, 25
6
Jumlah total
25
Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Tes Sistem Koloid Berdasarkan Indikator Sistem koloid. Mengelompokkan koloid yang ada Pokok Bahasan
Sistem koloid
di lingkunganIndikator ke dalam beberapa macam sistem koloid Mengelompokan campuran yang Menjelaskan penggunaan sistem ada di lingkungannya ke dalam koloid di industri kosmetik, suspensi kasar, sistem koloid, dan makanan, farmasi, dsb. larutan sejati serta menyimpulkan Mengamati dan menjelaskan hasil perbedaannya. pengamatannya tentang efek Menjelaskan adanya 8 macam tyndall. dan gerak Brown. sistem koloid berdasarkan fase Menjelaskan peristiwa terjadinya terdispersi dan medium pendispersi muatan listrik pada partikel koloid.
C1
Aspek Kognitif 6 C2 C3 C4 C5
20 2
3
9
10 7,
C6
21 1
4
8, 17
11
48
Menjelaskan kestabilan koloid dan peristiwa elektroforesis.
5
23
Mengamati koakulasi koloid dalam kehidupan sehari-hari dan
13
menjelaskan penyebabnya. Memperagakan proses penjernihan air dengan cara penambahan
24
koagulan. Menjelaskan koloid liofil dan kolid liofob, serta perbedaan sifat
16
14
15
18
keduanya dengan contoh yanga ada di lingkungan. Memperagakan pembuatan koloid dengan cara kondensasi .
12
22
Memperagakan pembuatan kolioid
19,
dengan cara dispersi
25
Keterangan : C1 kemampuan berpikir pengetahuan ; C2 kemampuan berpikir pemahaman; C3 kemampuan berpikir aplikasi; C4 kemapuan berpikir analisis; C5 kemampuan berpikir sintesis; C6 kemampuan berpikir evaluasi. Sebelum instrumen digunakan dalam penelitian telah dilakukan uji tes yang berupa soal objektif terdiri dari 25 butir soal1 kepada siswa MAN 4 (di luar kelompok eksperimen dan kontrol), untuk mengetahui validitas, 2 reliabilitas3 dan analisis taraf kesukaran dan daya beda instrumen4.
1
Lihat lampiran 1 Lihat lampiran 2 dan 3 3 Lihat lampiran 4 4 Lihat lampiran 6 2
49
H. Kaliberasi Instrumen Penelitian 1. Pengujian Validitas Karakteristik instrumen yang baik sebagai alat evaluasi hendaklah memenuhi persyaratan tes, yakni memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur. 5 Dalam penelitian ini menggunakan validitas isi, yaitu derajat dimana sebuah tes mengukur cakupan substansi yang ingin diukur.6 Pengujian validitas instrumen tersebut ditentukan dengan menggunakan korelasi point biserial dengan rumus sebagai berikut:7
r pbi
Mp Mt SD
Keterangan:
t
p q
Mt
= Mean secara keseluruhan.
SDt
= Standar deviasi total.
rpbi
= Angka Indeks Korelasi point Biseral.
p
= Proporsi respoden yang menjawab benar.
q
= Proporsi respoden yang menjawab salah.
Mp
= Mean responden yang menjawab benar. Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir tes, maka harga rpbi yang
diperoleh dibandingkan dengan rtabel, jika hasil perhitungan rpbi lebih besar
5
Lih lampiran 4 hal. 89 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), Cet. Ke4, hal. 65 6 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), Cet. Ke-3. hal. 123 7 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2003), cet. Ke-12, hal.245 5
50
dari rtabel, maka tes tersebut valid dan sebaliknya, jika hasil perhitungan r pbi lebih kecil dari rtabel , maka tes tersebut tidak valid. 2. Pengujian Reliabilitas Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan, suatu tes dapat dikatakan mempunyai nilai reliabilitas tinggi, apa bila tes tersebut mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur, ini berarti semakin reliabel suatu tes memiliki persyaratan maka semakin yakin kita menyatakan dalam hasil suatu tes mempunyai hasil yang sama ketika dilakukan tes kembali. Formula statistika yang dapat digunakan untuk menguji reliabilitas adalah KR-20 (Kuder dan Richardson), dengan rumus sebagai berikut:8 2 n St pq r11 St 2 n 1
Keterangan: r11
= Reliabilitas tes secara keseluruhan
p
= Proporsi responden yang menjawab benar
q
= Proporsi reponden yang menjawab salah
∑pq
= Jumlah perkalian antara p dan q
St
= Varians dari item
n
= Banyaknya item
3. Perhitungan Analisis Butir Instrumen Perhitungan analisis butir instrumen dilakukan dengan cara menghitung tingkat kesukaran (Difficulty Level) tiap butir dan daya beda tes. a) Tingkat Kesukaran Tes
8
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitin Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:PT. Rineka Cipta,2002), cet ke-12, hal.163
51
Tingkat kesukaran suatu tes digunakan untuk mengetahui apakah tiap butir soal tes termasuk dalam kategori mudah, sedang, atau sukar. Tingkat kesukaran dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:9
P
B Js
Keterangan: P
= Tingkat Kesukaran
B
= Jumlah siswa yang menjawab benar
Js
= Jumlah siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksud
Adapun kriteria tingkat kesukaran adalah sebagai berikut: 0,00 – 0,30 termasuk kategori sukar 0,30 – 0,70 termasuk kategori sedang 0,70 – 1,00 termasuk kategori mudah b) Daya Pembeda Tes Daya pembeda tes berguna untuk mengetahui kemampuan suatu soal tes dalam membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Daya Pembeda dihitung dengan mengunakan rumus:10
D
BA BB PA PB JA JB
Keterangan:
9
D
= Daya Beda
BA
= Jumlah siswa yang menjawab benar untuk kelompok atas
BB
= Jumlah siswa yang menjawab benar untuk kelompok bawah
JA
= Jumlah siswa kelompok atas
JB
= Jumlah siswa kelompok bawah
PA
= Proporsi kelas atas
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2001), h. 131 10 Ibid., h. 120
52
PB
= Proporsi kelas bawah
Besarnya daya beda memiliki kriteria sebagai berikut: 0,00 – 0,20 termasuk kategori jelek 0,20 – 0,40 termasuk kategori cukup 0,40 – 0,70 termasuk kategori baik 0,70 – 1,00 termasuk kategori baik sekali
I. Teknik Analisis Data Proses dalam menganalisis data dilakukan melalui tahapan pengidentifikasian, pengolahan, dan penafsiran. 11 Langkah pertama dalam menganalisis data yang telah dikumpulkan adalah melihat kembali hipotesis penelitian guna memeriksa rencana penyajian data dan pelaksanaan analisis-statistik yang telah ditetapkan semula. Sesudah hal ini dilakukan, peneliti kemudian mengembangkan strategi penyusunan data-mentah dan melaksanakan penghitungan yang diperlukan. 12 1. Hipotesis Statistik Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ho : X1 = X2 Artinya tidak ada perbedaan rata-rata nilai hasil siswa pada mata pelajaran kimia yang diberi Strategi Peta Konsep dengan nilai hasil siswa yang diberi metode ceramah. Ha : X1 > X2 Artinya Ada perbedaan rata-rata nilai hasil siswa pada mata pelajaran kimia yang diberi Strategi Peta Konsep dengan rata-rata nilai hasil siswa yang diberi metode ceramah. Keterangan: 11
M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2001), Cet. Ke-1, hal.145. 12 H. Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), cet. Ke-1, hal. 513
53
Ho = Hipotesis nihil;
Ha = Hipotesis alternatif
Untuk penganalisaan data dalam penelitian ini digunakan uji statistik dengan menggunakan t-tes (uji-t). Sebelum dilakukan uji statistik, terlebih dahulu diuji normalitas dan homogenitasnya sebagai syarat dalam melaksanakan analisis data. a) Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan dilakukan dengan menggunakan rumus Chi-Kuadrat.13
χ2 Σ
fo fh fh
Keterangan:
2 = chi-kuadrat fo = frekuensi observasi fh = frekuensi hitung Untuk mengetahui normal tidaknya frekuensi, maka harga
yang 2 diperoleh dibandingkan dengan harga kritik 2 yang ada pada tabel , jika hasil perhitungan chi-kuadrat lebih besar dari harga kritik chi-kuadrat, maka data yang diperoleh tidak beretribusi normal dan sebaliknya, jika hasil perhitungan chi-kuadrat lebih kecil dari chi-kuadrat tabel, maka data tersebut tersebar dalam distribusi normal.
b) Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diujikan homogen atau tidak. Dalam uji homegenitas digunakan rumus tes Bartleth, pengetesan didasarkan atas asumsi bahwa apabila varians yang
13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta:PT. Rineka Cipta,2002), cet ke-12, hal.286
54
dimiliki oleh sampel-sampel yang bersangkutan tidak jauh berbeda, maka sampel-sampel tersebut cukup homogen. Langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam penghitungan dengan membuat tabel rumus Analisis Varians (ANAVA), untuk menentukan harga F.14
untuk menentukan kesimpulan dengan cara membandingkan nilai F
observasi (Fo) dengan F tabel (Ft) yang dikonsultasikan dengan tabel F pada taraf signifikansi 5%, jika harga Fo lebih besar dari Ft maka sampel tersebut homogen. Dan sebaliknya jika Fo lebih kecil dari Ft berarti sampel tersebut tidak homogen. Rumus F-tes yang diajukan oleh Fisher adalah sebagai berikut: Mean Kuadrat kelompok Fo = Mean Kuadrat dalam Dengan dbF = dbk lawan dbd Cara melihat tabel F berbeda dengan cara melihat tabel-tabel lain dalam menguji harga F-nya. Harga-harga Ft, yaitu F teoritik tertera dalam tabel F dalam 2 angka ialah pada taraf signifikansi 1% dan 5%. angka kolom (dari kiri ke kanan) menunjukan db dari MK pembilang sedangkan angka baris (dari atas ke bawah) menunjukkan db dari MK penyebut.15
2. Uji Hipotesis Penelitian Setelah dilakukan uji syarat analisis, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t dengan rumus:
to
M1 M 2 1 1 MK d n1 n 2
Dengan derajat kebebasan uji t ini adalah (n1 + n2 - 2) 14 15
Lihat lampiran 16 Ibid., hal.293
55
Keterangan: to
= Harga uji statistik
M1
= Rata-rata hasil belajar kimia siswa yang diberi pendekatan strategi peta konsep pada tes hasil belajar
M2
= Rata-rata hasil belajar kimia siswa yang diberi metode ceramah pada tes hasil belajar
n1
= Jumlah sampel kelompok eksperimen
n2
= Jumlah sampel kelompok kontrol
MKd = Mean kuadrat dalam
73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data perhitungan hasil belajar kelompok eksperimen yaitu kelompok siswa yang diberikan strategi peta konsep dan kelompok kontrol yaitu kelompok siswa yang diberikan metode ceramah selama pembelajaran berlangsung, dengan instrumen tes objektif pokok bahasan sistem koloid yang terdiri dari 25 butir soal yang telah diuji validitas serta reliabilitasnya, maka secara deskriptif dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Hasil Belajar Kimia Kelompok Eksperimen. Data hasil belajar kelompok siswa yang menggunakan strategi peta konsep diperoleh nilai tertinggi sebesar 100 dan nilai terendah sebesar 72 dengan nilai mean sebesar 87, nilai median sebesar 81,5, nilai modus sebesar 90,43, dan nilai simpangan baku sebesar 7,59.1 Bentuk distribusi frekuensi data hasil belajar siswa kelompok eksperimen dibuat dalam 6 kelompok interval nilai dengan tiap-tiap kelompok interval nilai terdiri atas 5 nilai, yang disajikan pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 4. Distribusi Data Frekuensi Nilai Tes Siswa Kelas Eksperimen
1
Lihat lampiran 10
73
74
No
Nilai Interval
Frekuensi Nilai Tengah
Nilai Nyata Absolut
Relatif (%)
1
72 – 76
74
71,5 – 76,5
4
13
2
77 – 81
79
76,5 – 81,5
5
17
3
82 – 86
84
81,5 – 86,5
3
10
4
87 – 91
89
86,5 – 91,5
6
20
5
92 – 96
94
91,5 – 96,5
11
37
6
97 - 101
99
96,5 – 101,5
1
3
30
100
Jumlah
Untuk memudahkan tabel 3 di atas, berikut ini disajikan gambar histogram dan gambar pie distribusi data hasil belajar kimia kelompok eksperimen. Distribusi Data Kelompok Eksperimen
Frekuensi
12 10
71,5 – 76,5
8
76,5 – 81,5 81,5 – 86,5
6
86,5 – 91,5
4
91,5 – 96,5
2
96,5 – 101,5
0 Nilai Nyata
Gambar 8. Histogram Data Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen
75
3%
13%
71,5 – 76,5
37%
17%
76,5 – 81,5 81,5 – 86,5 86,5 – 91,5 91,5 – 96,5
10% 20%
96,5 – 101,5
Gambar 9.
Pie Data Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen Dari data kelompok eksperimen menunjukkan bahwa terdapat 4 siswa
dari 30 siswa mendapat nilai terendah, yaitu pada interval nilai 71,5 – 75,5, dan nilai yang paling tinggi diraih satu siswa/ atau sebesar 3% pada interval nilai 95,5 – 100,5, sedangkan yang mendapat skor terbanyak pada interval 90,5 – 95,5 atau sebesar 37% oleh 11 siswa. Berdasarkan nilai mean yang diperoleh siswa adalah 87 dengan demikian nilai di atas rata-rata terdapat pada interval nilai 92 – 96 dan pada interval 97 – 101. a. Hasil Belajar Kimia Siswa Kelompok Kontrol Data hasil belajar siswa kelompok yang diberikan metode ceramah diperoleh nilai tertinggi sebesar 88 dan nilai terendah 40 dengan mean sebesar 62, nilai median 65,54, nilai modus 63,04 dan nilai simpangan baku sebesar 11,62.2 Adapun bentuk distribusi frekuensi data hasil belajar siswa kelompok kontrol disajikan pada tabel 4. Distribusi data dibuat dalam 6 kelompok interval nilai dengan tiap-tiap kelompok terdiri atas 9 nilai, sebenarnya hasil perhitungan interval kelas sebesar 8 namun untuk memudahkan dalam perhitungan maka digunakan angka gasal yaitu 9. 2
Lihat lampiran 11
76
Tabel 5. Distribusi Data Frekuensi Nilai Tes Siswa Kelas Kontrol Frekuensi No
Interval Nilai
Nilai Tengah
Nilai Nyata Absolut
Relatif (%)
1
40 – 48
44
39,5 – 48,5
5
17
2
49 – 57
53
47,5 – 57,5
5
17
3
58 – 66
62
57,5 – 66,5
9
29
4
67 – 75
71
66,5 – 75,5
8
27
5
76 – 84
80
75,5 – 84,5
2
7
6
85 – 93
89
84,5 – 93,5
1
3
30
100
Jumlah
Untuk memperjelas tabel 4, di bawah ini disajikan gambar histogram dan gambar pie data hasil belajar kimia kelas kontrol.
Distribusi Data Kelompok Kontrol 10
Frekuensi
8
39,5 – 48,5 47,5 – 57,5
6
57,5 – 66,5 66,5 – 75,5
4
75,5 – 84,5 2
84,5 – 93,5
0 Nilai Nyata
Gambar 10. Histogram Data Distribusi Frekuensi Nilai Tes Siswa Kelas Kontrol
77
7%
3%
17%
39,5 – 48,5 47,5 – 57,5
27%
57,5 – 66,5 17%
66,5 – 75,5 75,5 – 84,5
29%
84,5 – 93,5
Gambar 11. Pie Data Distribusi Frekuensi Nilai Tes Siswa Kelas Kontrol Berdasarkan distribusi frekuensi data kelompok kontrol menunjukan bahwa sebesar 17% siswa mendapatkan nilai terendah dalam interval 39,5 – 47,5 yang terdiri dari 5 siswa, dan nilai tertinggi yaitu satu siswa sebesar 3% pada interval nilai antara 83,5 – 92,5. Sedangkan yang mendapat nilai terbanyak terdapat pada interval 57,5 – 65,5 oleh 9 siswa atau 29%. Dari nilai mean yang diperoleh siswa adalah 62, maka dapat disimpulkan bahwa yang berada di atas interval 58 - 66 termasuk nilai di atas rata-rata.
2. Analisis Data Penelitian a. Pengujian Persyaratan Analisis Data 1) Uji Normalitas Pengujian normalitas data dilakukan dengan rumus chi-kuadrat. Data yang terkumpul dibuat berdasarkan interval nilai yang disusun dalam satu distribusi frekuensi dengan sebuah tabel untuk mencari harga mean dan standar deviasi dari mean masing-masing kelompok. (a) Uji Normalitas kelompok eksperimen Dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat diperoleh harga 2 hitung sebesar 0,005. dengan d.b adalah 1, kemudian dikonsultasikan pada tabel
78
diperoleh harga chi-kuadrat sebesar 6,63 pada taraf signifikansi 99%. Jadi
2 hitung < 2 tabel (0,055 < 6,63).3 Sehingga disimpulkan bahwa data kelompok eksperimen tersebar dalam distribusi normal (b) Uji Normalitas kelompok kontrol Tidak berbeda dengan kelompok eksperimen, distribusi sampel kelompok kontrol juga bersifat normal. Dari perhitungan dengan rumus Chi-kuadrat diperoleh harga 2 hitung sebesar 0,03 dengan d.b adalah 3 maka setelah dikonsultasikan pada tabel harga chi-kuadrat pada taraf signifikansi 99% diperoleh harga 11,3. Jadi 2 hitung < 2 tabel (0,03 < 11,3).4 2) Uji Homogenitas Setelah diketahui normalitas distribusi data pada sampel, maka perlu dilakukan juga pengujian terhadap homogenitas beberapa bagaian sampel, yakni seragam tidaknya varians sampel-sampel yang diambil dari populasi yang sama. Uji Varians sampel dilakukan pada dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dengan menggunakan F-tes. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh harga Fo sebesar 93,7 dengan dbF yaitu 1 banding 58, diperoleh harga Ft sebesar 7,08 pada taraf signifikansi 1% dan 4,00 pada taraf signifikansi 5%, jadi F observasi lebih besar dari pada F tabel (Fo > Ft), baik berdasarkan taraf signifikansi 5% maupun 1%. Maka Fo sangat signifikan yang berarti bahwa data hasil belajar siswa bersifat homogen..5 b. Pengujian Hipotesis Penelitian Setelah dilakukan analisis varians, langkah selanjutnya adalah pengujian tes (uji-t) untuk menjawab hipotesis penelitian. Dari hasil perhitungan diperoleh harga to sebesar 9,77. sedangkan tt dari db sebesar 58 diperoleh harga 2,39 pada taraf signifikansi 95% dan pada taraf signifikansi 3
Lihat lampiran 12
4
Lihat lampiran 13
5
Lihat lampiran 14-16
79
5% diperoleh harga tt sebesar 1,67. Dengan demikian jumlah t observasi lebih besar dari jumlah t tabel baik pada taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 95% {(9,77 > 2,39)/(9,77 > 1,67)}6 Dari data tersebut maka hipotesis alternatif (Ha) diterima dan Hipotesis nihil (Ho) ditolak. Berarti antara kelompok eksperimen yaitu kelompok siswa yang diberi strategi peta konsep dengan kelompok kontrol yakni kelompok yang diberi metode ceramah terdapat perbedaan yang sangat signifikan.
B. Pembahasan 1. Implementasi Strategi Peta Konsep dalam pembelajaran di MAN 4 Jakarta Selatan Peta konsep merupakan salah satu strategi yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar yang berupa catatan grapik bersifat visual, untuk menyusun materi pelajaran berdasarkan arti dan hubungan proposisi konsep. Karakteristik penyajian peta konsep yang simpel berupa gambar/grafik dengan kata kunci suatu konsep yang dihubungkan secara hirarkis (alur logis) ternyata mampu meningkatkan daya kreatifitas dalam berfikir. Hal ini didasarkan pada teori pembelajaran yang menyatakan bahwa proses pembelajaran berkaitan erat dengan pembentukkan dan penggunaan kemampuan berfikir. Bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan peta konsep, dilihat dari bentuknya yang tidak beraturan, barangkali peta konsep akan tampak rumit dan susah untuk dipahami, namun jika ditelusuri dengan seksama bagaimana keterkaitan antara suatu konsep itu terbangun, menunjukan bahwa peta konsep bekerja secara alamiah sesuai dengan bagamana kerja otak dalam menerima dan menyimpan suatu informasi. Pada mulanya peneliti juga mendapati kesulitan ketika peta konsep ini diimplementasikan di MAN 4 Jakarta Selatan, karena kebanyakan siswa belum akrab dengan cara penulisan model peta konsep tersebut. Oleh
6
Lihat lampiran 17
80
karenannya sebelum penelitian itu dilakukan, di kelas eksperimen terlebih dahulu diberikan semacam pembekalan (Short Course) selama satu pertemuan yang membahas tentang apa itu peta konsep, bagaimana untuk membuatnya serta apa yang didapat dari cara penulisan tersebut. Penggunaan strategi peta konsep dalam pembelajaran berorientasi pada pemahaman siswa, artinya bahwa peran aktif siswa dalam mengeksplorasi dan mengkonstruksi pengetahuannya sangat diutamakan sedangkan guru berperan memfasilitasi siswa guna mengikuti pola-pola kognitif dan memperlihatkan pengetahuannya itu dapat berlaku benar untuk setiap keadaan/ sudah baku menurut referensi ilmu dan kebenaran epistemologi. Peta konsep merupakan gambaran intelek (mental/memori). Oleh karena itu, sebelum kegiatan belajar mengajar dilakukan maka sebaiknya siswa dianjurkan untuk membaca materi yang dipelajari terlebih dahulu agar proses pembelajaran berlangsung dengan efektif. Langkah yang ditempuh dalam proses pembelajaran yaitu diawali oleh aktifitas siswa untuk membuat peta konsep sistem koloid secara individu sesuai dengan pengetahuannya. Selanjutnya, siswa dikumpulkan dalam kelompok kecil (small group) untuk berdiskusi dari hasil pembuatan peta konsep tersebut dengan melakukan sharing ide dan tukar pendapat. Dalam hal ini, siswa dibiarkan secara “bebas” untuk menunjukan kesamaan dan perbedaan
peta
konsep
yang
dibuatnya,
sehingga
mereka
saling
mengembangkan peta konsep tersebut menjadi lebih sempurna. Setelah siswa berdiskusi bersama kelompoknya, kemudian kegiatan dilanjutkan dengan diskusi terbuka yakni tiap kelompok berkewajiban mempresentasikan hasil diskusinya di muka kelas. Untuk mengetahui perkembangan siswa dalam memahami sistem koloid, di akhir pertemuan guru melakukan review (mengulas kembali) pokok bahasan yang dipelajari dengan cara mengaktifkan siswa untuk bersama-sama mengeksplorasi pemahamannya dengan membuat peta konsep.7
7
Lihat lampiran 18
81
Ketika proses belajar mengajar berlangsung siswa tampak aktif dan adanya kegairahan siswa untuk bekerja sama dengan kelompok serta motivasi yang tinggi untuk bertanya dan menyelasaikan tugas-tugasnya. Dari indikasi tersebut maka dapat disimpulkan penggunaan strategi peta konsep dalam proses pembelajaran mampu menjadikan suasana kegiatan belajar mengajar kondusif dan tentu saja penerapan strategi ini tidak akan sempurna tanpa dukungan komunikasi yang baik antara guru dengan siswa serta siswa dengan siswa itu sendiri. 2. Hasil Belajar Siswa a. Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen Skor total hasil belajar kelompok eksperimen menunjukkan bahwa 86,93%8 telah menguasai materi pelajaran sistem koloid. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap sistem koloid pada kelompok eksperimen tergolong tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi peta konsep yang digunakan dalam proses pembelajaran sistem koloid di kelas XI siswa MAN 4 Jakarta sangat baik dalam pencapaian hasil belajar . Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa dalam menguasai materi sistem koloid berdasarkan konsep yang telah ditentukan dalam tiap indikator soal instrumen, maka dapat dirumuskan dalam tabel hasil belajar kelas eksperimen berikut ini. Tabel 6. Hasil Belajar Kelas Ekperimen Resp
8
Indikator dalam Konsep
Skor
kriteria
3
18
Sedang
4
6
24
Tinggi
7
4
6
23
Tinggi
3
7
4
6
24
Tinggi
4
3
7
4
5
23
Tinggi
4
3
7
4
6
24
Tinggi
I
II
III
IV
V
1
3
1
7
4
2
3
3
8
3
3
3
4
4
5 6
Lihat lampiran 19
82
7
4
2
7
3
6
22
Tinggi
8
3
3
6
4
2
18
Sedang
9
4
2
6
4
4
20
Tinggi
10
4
2
8
4
5
23
Tinggi
11
4
3
8
4
6
25
Tinggi
12
4
3
5
3
5
20
Tinggi
13
4
2
7
3
5
21
Tinggi
14
4
2
7
4
4
21
Tinggi
15
4
3
7
3
5
22
Tinggi
16
4
3
8
3
6
24
Tinggi
17
4
3
7
4
6
24
Tinggi
18
4
2
6
4
6
22
Tinggi
19
4
3
8
3
5
23
Tinggi
20
4
3
6
2
4
19
Sedang
21
4
2
7
3
5
21
Tinggi
22
4
3
7
3
6
23
Tinggi
23
4
3
4
4
5
20
Tinggi
24
4
2
8
3
5
22
Tinggi
25
3
3
6
4
6
22
Tinggi
26
4
2
5
4
5
20
Tinggi
27
3
3
6
2
5
19
Sedang
28
4
3
5
3
5
20
Tinggi
29
4
3
6
4
5
22
Tinggi
30
4
2
7
4
6
23
Tinggi
ah
114
78
200
106
154
652
S.R
120
90
240
120
180
750
0.95
0.867
0.833
0.883
0.856
0.869
95
86.7
83.3
88.3
85.6
86.9
Juml
100%
Kriteria:
83
0–9
= Rendah
10 – 19
= Sedang
20 – 30
= Tinggi
Keterangan Indikator: I
= Sistem dispersi
II
= Jenis-jenis koloid
III
= Sifat-sifat koloid
IV
= Koloid liofil dan koloid liofob
V
= Pembuatan sistem koloid
Berdasarkan analisis data dari hasil belajar kelompok eksperimen menunjukkan bahwa penguasaan materi sistem koloid yang terdiri atas 5 subkonsep dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Pada konsep pertama yaitu sistem dispersi diperoleh skor 114 dari 120, hal ini menunjukan bahwa 95% siswa telah menguasai subkonsep sistem dispersi. b. Pada konsep jenis-jenis koloid diperoleh 86,7%, artinya bahwa jenisjenis koloid telah dikuasai siswa. c. Pada konsep sifat-sifat koloid sebesar 83,3%, artinya siswa telah menguasai konsep tersebut d. Koloid liofil dan koloid liofob juga telah dikuasai siswa dengan persentase sebesar 83%. e. Pada konsep pembuatan sistem koloid, penguasaan siswa sebesar 85,6%, artinya bahwa subkonsep ini telah dikuasai siswa. Berdasarkan persentase konsep tersebut menunjukkan bahwa penguasaan siswa dalam tiap konsep materi pelajaran sistem koloid tergolong tinggi. Ditinjau dari penguasaan konsep pada kelompok eksperimen, baik secara keseluruhan ataupun pada tiap konsep yang ada menunjukkan bahwa pemahaman pada kelompok siswa yang diberi strategi peta konsep hampir mencapai indeks yang diharapkan. Artinya bahwa penerapan
84
strategi peta konsep dalam pembelajaran sistem koloid sangat signifikan dalam mempengaruhi hasil belajar siswa. b. Hasil Belajar Siswa Kelompok Kontrol Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan konsep kelompok kontrol pada materi sistem koloid secara keseluruhan diperoleh sebesar 62,3%.9 Maka, dapat disimpulkan bahwa penguasaan siswa yang diberi metode ceramah pada proses pembelajaran sistem koloid tergolong sedang. Adapun penguasan konsep pada kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 7. Hasil Belajar Kelas Kontrol Indikator dalam konsep
Resp.
9
Skor
kriteria
3
11
Sedang
0
2
11
Sedang
3
1
4
12
Mudah
3
1
2
2
10
Mudah
4
1
4
2
2
13
Mudah
6
3
2
5
1
3
14
Mudah
7
3
2
4
2
2
13
Sedang
8
2
2
5
3
2
14
Mudah
9
3
2
6
1
2
14
Sedang
10
0
0
4
2
4
10
Sedang
11
2
2
5
2
4
15
Sedang
12
2
2
5
2
5
16
Sedamg
13
2
2
6
2
4
16
Sedang
14
3
2
6
2
3
16
Sedang
15
2
2
7
3
2
16
Sedang
16
2
2
6
2
4
16
Sedang
I
II
III
IV
V
1
2
1
3
2
2
2
3
4
3
3
1
4
2
5
Lihat lampiran 20
85
17
3
1
6
3
3
16
Sedang
18
3
1
8
2
4
18
Sedang
19
3
1
8
2
4
18
Sedang
20
2
2
6
3
5
18
Sedang
21
3
2
5
3
3
16
Sedang
22
3
3
6
3
2
17
Sedang
23
2
1
7
2
4
16
Sedang
24
3
2
5
3
4
17
Sedang
25
3
2
4
3
5
17
Sedang
26
2
2
6
2
6
18
Sedang
27
2
2
6
3
5
18
Sedang
28
3
2
7
2
5
19
Sedang
29
3
3
6
4
4
20
Tinggi
30
3
3
8
3
5
22
Tinggi
Jumlah
75
56
162
67
107
467
R.S
120
90
240
120
180
750
%
0.63
0.63
0.68
0.56
0.59
0.623
62.5
62.2
67.5
55.8
59.4
62.3
Kriteria: 0–9
= Rendah
10 – 19
= Sedang
20 – 30
= Tinggi
Keterangan Indikator: I
= Sistem dispersi
II
= Jenis-jenis koloid
III
= Sifat-sifat koloid
IV
= Koloid liofil dan koloid liofob
V
= Pembuatan sistem koloid
86
Berdasarkan analisis data dari hasil belajar kelompok kontrol tentang penguasaan materi sistem koloid yang terdiri atas 5 konsep dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Pada konsep pertama yaitu sistem dispersi diperoleh skor 75 dari 120, hal ini menunjukan 62,5% siswa telah menguasai subkonsep sistem disperse dalam kategori sedang. b. Pada konsep jenis-jenis koloid diperoleh 62,2%, artinya bahwa jenisjenis koloid telah cukup dikuasai siswa . c. Pada konsep sifat-sifat koloid sebesar 67,5%, artinya siswa telah cukup dalam menguasai konsep tersebut d. Koloid liofil dan koloid liofob, dikuasai siswa dengan persentase sebesar 55,8%.artinya penguasaan dalm konsep tersebut tergolong rendah. e. Pada konsep pembuatan sistem koloid, penguasaan siswa sebesar 59,4%, artinya bahwa subkonsep ini siswa kurang menguasai. Berdasarkan persentase tiap konsep tersebut menunjukkan bahwa penguasaan siswa dalam tiap konsep materi pelajaran sistem koloid masih kurang dari harapan namun tergolong sedang. Maka dapat disimpulkan, bahwa penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran di kelas ini kurang signifikan, karena tidak mampu membawa siswa pada pemahaman yang diharapkan.
3. Perbandingan antara Strategi Peta Konsep dengan Metode Ceramah Terhadap Hasil Belajar Peneliti
mendapati
bahwa
penggunaan
strategi
peta
konsep
dibandingkan dengan metode ceramah pada pembelajaran kimia di MAN 4 Jakarta, memiliki perbedaan yang sangat signifikan terhadap hasil belajar. Didukung dari hasil perhitungan hipotesis statistik melalui uji-t diperoleh harga to sebesar 9,77. sedangkan tt diperoleh harga 2,39 pada taraf signifikansi 95% dan pada taraf signifikansi 5% diperoleh harga tt sebesar 1,67. Dengan
87
demikian jumlah t observasi lebih besar dari jumlah t tabel baik pada taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 95%. Dalam proses pembelajaran pada kelas yang diberi strategi peta konsep selama proses pembelajaran motivasi siswa cukup tinggi, disamping itu mereka juga cenderung aktif dan kreatif dalam mengolah tiap gagasannya secara bebas dengan tetap bertanggung jawab. Penggunaan
strategi
peta
konsep
dalam
pembelajaran
juga
memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk berinteraksi dengan teman atau kelompoknya, walaupun demikian hasil akhir hasil peta konsep yang dibuat mereka tidak sama antara satu dengan yang lainnya baik dalam bentuk, tata letak konsep maupun kata-kata penghubung yang digunakannya. Dan yang menarik adalah disamping terjadi keaktifan siswa ketika proses pembelajaran berlangsung, mereka juga merasa lebih percaya diri untuk mengemukakkan gagasannya serta menyimpulkan dari tiap konsep yang dipahaminya tanpa terpaku pada teks bacaan. Kemudian, rasa ingin tahu (curiousity) dalam diri siswa bertambah, siswa tidak mudah menyerah dalam menemukan jawaban dari setiap pertanyaan yang muncul, bahkan tidak jarang siswa saling berkompetisi untuk membuat peta konsep sebaik mungkin dengan melengkapi informasi-informasi yang terkait yang kemudian ditunjukkan pada temannya. Berbeda dengan kelompok kontrol yang menggunakan pendekatan ceramah sebagai metode pembelajaran, dalam beberapa pertemuan peneliti mendapati bahwa siswa terlihat kreatif dan aktif, seperti untuk bertanya atas respon pertanyaan guru, hanya saja masih didominasi oleh sebagain kecil kelompok siswa, karena sebagian yang lain lebih memilih diam. Agaknya penggunaan metode ceramah pada pembelajaran sudah menjadi hal yang biasa dirasakan oleh siswa, sehingga mereka cenderung pasif dan kurang termotivasi ketika proses pembelajaran berlangsung. Satu sisi, siswa tidak merasa tertantang dalam mengeolah gagasannya sehingga memilih untuk diam. Dan di sisi yang lain, guru tampak lebih dominan ketika proses belajar mengajar berlangsung.
88
Pada kelas kontrol, pemahaman siswa hanya sebatas hafalan dan relatif mudah dilupakan dalam beberapa waktu kemudian, akibat dari keterpakuan siswa terhadap penjelasan guru dan buku teks yang digunakan tanpa mengindahkan susunan kognitifnya. Dari data yang diperoleh peneliti, menunjukkan bahwa hasil belajar antara kedua kelompok tersebut terlampau jauh berbeda. Perhatikan tabel nilai belajar kelompok ekperimen dan kelompok kontrol pada tabel 7 berikut ini. Tabel 8. Hasil belajar Kimia kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol No.
Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen
Skor
Nilai
Skor
Nilai
1
11
44
18
72
2
11
44
24
96
3
12
48
23
92
4
10
40
24
96
5
13
52
23
92
6
14
56
24
96
7
13
52
22
88
8
14
56
18
72
9
14
56
20
80
10
10
40
23
92
11
15
60
25
100
12
16
64
20
80
13
16
64
21
84
14
16
64
21
84
15
16
64
22
88
16
16
64
24
96
17
16
64
24
96
18
18
72
22
88
19
18
72
23
92
20
18
72
19
76
21
16
64
21
84
22
17
68
23
92
23
16
64
20
80
89
24
17
68
22
88
25
17
68
22
88
26
18
72
20
80
27
18
72
19
76
28
19
76
20
80
29
20
80
22
88
30
22
88
23
92
Perbandingan hasil belajar kelompok siswa yang diberi strategi peta konsep dengan kelompok siswa yang diberi metode ceramah pada materi pelajaran sistem koloid tersebut, menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya juga menunjukkan, nilai rata-rata hasil belajar sistem koloid pada kelas eksperimen diperoleh nilai sebesar 87. Sedangkan untuk kelas kontrol berdasarkan hasil perhitungan 25 point dibawah kelas eksperimen, skor rata-rata yang diperoleh sebesar 62. Kemudian, ditinjau dari hasil penguasaan konsep secara keseluruhan maupun pada
tiap
subkonsep
seperti
yang dijelaskan
sebelumnya,
menunjukkan bahwa hasil belajar pengusaan setiap konsep sistem koloid, kelompok siswa yang diberikan strategi peta konsep lebih tinggi dibandingkan hasil belajar siswa yang diberikan metode ceramah dalam pembelajaran Perbedaan itu terjadi karena siswa yang diberikan strategi peta konsep selama proses pembelajaran melakukan interaksi komunikatif yang baik, akibat terjadinya interaksi antar siswa tersebut menimbulkan elaborasi kognitif yang mampu meningkatkan hasil belajarnya. Sedangkan yang terjadi pada kelas kontrol adalah siswa tidak mendapat kesempatan yang luas dalam berinteraksi dengan temannya ketika proses pembelajaran berlangsung, kebanyakan dari mereka memahami materi pelajaran bukan dari kata-katanya sendiri melainkan hafalan dari teks ataupun kata yang digunakan guru. Dari perbedaan yang tampak antara hasil belajar kedua kelompok tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan strategi peta
90
konsep dalam proses belajar mengajar mampu mempengaruhi kualitas pemahaman siswa dengan waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan, karakteristik pembuatan peta konsep yang didasarkan atas susunan struktur kognitif sehingga siswa mampu menuliskan kembali apa yang dipelajarinya dengan menggunakan kalimatnya sendiri tanpa terpaku pada teks bacaan. Maka sejalan dengan teori kerja otak yang menyatakan bahwa apabila informasi disimpan dengan cara yang sama dengan proses kerja otak dalam menerima dan menyimpan informasi, maka hasil akhirnya informasi tersebut akan lebih mudah diolah, baik untuk disimpan maupun dikeluarkan pada saat dibutuhkan kembali. Namun tentu saja, bimbingan guru dalam mengarahkan siswa pada pemahaman yang sempurna dibutuhkan secara mutlak. Sedangkan penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran bukanlah sesuatu yang harus dihindari karena terkadang siswa masih memerlukan penjelasan secara umum dalam memahami suatu konsep pelajaran, hanya saja guru harus terampil dalam mengolah bahasa penjelasan serta harus tetap merangsang siswa dengan pertanyaan-pertanyaan umpan balik, jadi bukan untuk ”menggurui”. Kemudian,
metode/strategi
apapun
yang
digunakan
dalam
pembelajaran akan selalu bergantung dari objek yang akan dipelajari, subjek yang akan mempelajari serta kondisi dan lingkungan dimana proses belajar mengajar berlangsung, terutama tujuan pembelajaran itu sendiri. Maka dari itu, guru yang baik adalah guru yang mampu mengetahui kebutuhan dan terampil dalam memilih strategi dan atau metode dalam proses belajar mengajar.
94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah melakukan pengumpulan, pengolahan dan analisis data penelitian tentang perbandingan strategi peta konsep dengan metode ceramah terhadap hasil belajar siswa pada materi pelajaran sistem koloid di MAN 4 Jakarta, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dari hasil perhitungan diperoleh harga t o sebesar 9,77. sedangkan t t dari db sebesar 58 diperoleh harga 2,39 pada taraf signifikansi 95% dan pada taraf signifikansi 5% diperoleh harga t t sebesar 1,67. Dengan demikian jumlah t observasi lebih besar dari jumlah t tabel baik pada taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 95% {(9,77 > 2,39)/(9,77 > 1,67)}. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima dan Hipotesis nihil (Ho) ditolak. Berarti antara kelompok eksperimen yaitu kelompok siswa yang diberi strategi peta konsep dengan kelompok kontrol yakni kelompok yang diberi metode ceramah terdapat perbedaan yang sangat signifikan dalam hasil belajar. 2. Dilihat dari mean hasil belajar kimia siswa pada kelas eksperimen diperoleh sebesar 87. Sedangkan untuk kelas kontrol berdasarkan hasil perhitungan, mean yang diperoleh sebesar 62. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mean hasil belajar siswa yang diberikan strategi peta konsep lebih tinggi dari pada hasil belajar kimia siswa yang diberikan metode ceramah. 3. Ditinjau dari hasil penguasaan konsep sistem koloid secara keseluruhan maupun tiap konsep, menunjukkan bahwa kelompok siswa yang diberikan strategi peta konsep lebih menguasai dibandingkan hasil belajar siswa yang diberikan metode ceramah dalam proses pembelajaran. Perbedaan itu terjadi karena siswa yang diberikan strategi peta konsep diberikan kesempatan yang luas dalam mengemukakan pendapat sesuai dengan pemahamannya. Dalam proses pembelajaran pada kelas eksperimen motivasi siswa 94
95
cukup tinggi, disamping itu mereka juga cenderung aktif dan kreatif dalam mengolah tiap gagasannya secara bebas dengan tetap bertanggung jawab. Sedangkan pada kelas kontrol yang terjadi adalah pemahaman siswa terhadap sistem koloid bersifat hafalan yang relatif mudah lupa dalam beberapa waktu kemudian. Hal ini akibat dari proses belajar mengajar yang bersifat penyelesaian materi saja tanpa mengetahui tingkat pemahaman siswa. Kemudian dalam proses pembelajaran guru bukan sebagai fasilitator melainkan pribadi yang mengajar atau menggurui siswa. Walaupun ketika proses pembelajaran berlangsung siswa masih tampak kreatif dan aktif, seperti untuk bertanya dan memberi umpan balik dari apa yang dijelaskan guru, namun di sisi lain, masih didominasi oleh sebagain kelompok siswa saja, dan sebagian yang lain lebih memilih diam (pasif) .
B. Saran - Saran Berdasarkan hasil penelitian perbandingan kedua kelompok belajar tersebut, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Kegagalan guru dalam mengkonstruksi dan mengelola proses belajar mengajar akan mengakibatkan ketidakberhasilan bagi peserta didik. Selain, peserta didik kehilangan minat dan perhatian dalam pembelajaran, mereka juga kehilangan motivasi untuk mempelajari materi tersebut. 2. Dalam menentukan strategi pembelajaran guru seyogyanya melihat kondisi siswa, bahan ajar, lingkungan, serta tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 3. Guru perlu meningkatkan profesionalitasnya dalam mengemas bahan pelajaran, menyampaikannya, mengelola dan mengevaluasi proses belajar mengajar, serta melengkapi keahlian penerapan peta konsep sebagai strategi pembelajaran yang efektif dan efisien.
96
4. Keberhasilan pendidikan dilihat dari out putnya, yakni siswa. Maka, siswa sendiri perlu mempertanyaan eksistensinya dalam belajar. Dengan peta konsep siswa dapat merefleksikan tentang dirinya, aktivitasnya, masalahnya, harapannya, dan terutama mempertanyakan dirinya tentang apa arti hidup sesungguhnya. 5. Bagi pihak sekolah, sebaiknya memiliki kebijakan untuk melaksanakan pembiasaan bagi setiap guru untuk menggunakan strategi peta konsep sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif pada materi pelajaran tertentu yang dianggap relevan.
97
DAFTAR PUSTAKA
_______, Map Concept, www.inspiration.com _______, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2002, cetakan ke-2. _______, Pendidikan kritis, www.sekolahindonesia.com _______, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menegah Atas dan Madrasah Aliyah, Departemen Pendidikan Nasional, 2003 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineke Cipta, 2002 Bachman, Edmund, Metode Belajar Berpikir Kritis dan Inovatif, Jakarta: Prestasi Pustaka Karya, 2005 Baiquni, Achmad, Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Jogjakarta: PT. Dhana Bahakti Prima Yasa, 1997 Budiningsih, Asri, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka cipta, 2005 Buzan, Bary dan Tony, Memahami Peta Pikiran (The Mind Map Book), Batam: Interaksara, 2004 Buzan, Tony, Mind Map untuk Meningkatkan Kreativitas, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006 ______ Mind Maps at Work, Jakarta: Gramedia, 2005 Coffey, John W., et al., A Concept Map Based Knowledge Modeling Approach to Expert Knowledge Sharing, USA: Florida Institute for Human and Machine Cognition Pensacola, 2005. De Porter, B.,et al., Quantum Teaching, Bandung: Kaifa-Mizan Pustaka, 2000 Deporter, Bobi, Hernacki, Mike, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenagkan, Bandung: Kaifa, 2004, Cetakan XX
97
98
Djohar, Pendidikan Strategik: Alternative untuk Pendidikan Masa Depan, Jakarta: LESFI, 2003 Ferry Brian, et al., How Do Preservice Teacher Use Concept Maps to Organize their Curriculum Content Knowledge, University of Wollongong, 1995 Fielding, Betty, The Memory Manual, Jakarta: Buana Ilmu Populer, 2005 Francisco, Joseph S., et al., Assessing Student Understanding of General Chemistry with Concept Mapping, Journal of Chemical Education. Vol.79 No.2 February 2002. Furchan, Arief, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 Gaines, Brian R., dan Shaw G, Mildred, Collaboration Through Concept Maps, Canada: Knowledge Science Institute, University of Calgary, Canada T2N 1N4, 1995 George, Concept Mapping Learning Theories and Instructional Strategies Matrix, Mason University, 1998 Golsani, Mehdi, Filsafat-Sains Menurut Al Qur’an, Bandung: Mizan, 2003 Gunawan, Adi W., Born to be a Genius, Jakarta: Gramedia, 2004 Hadjar, Ibnu, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996 Harefa, Andreas, Mengasah Paradigma Pembelajar, Jakarta: Gradien 2004 Hernowo, Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan, Bandung: MLC, 2005 J. Canas, Alberto, et al, Concept Maps: Integrating Knowledge and Information Visualization, USA: Institute for Human and Machine Cognition Pensacola, 2005 Lipton, Laura dan Hubble, Deborah, Menumbuhkembangkan Kemandirian Belajar, Bandung: Nuansa, 2005 Luli, Richard J., Using Concept Maps as a Research tool in Science Education Research, University of Rochester, USA, 2004
99
McClure, John R, et al, Concept a Map Assessment of Classroom Learning: Reliability, Validity, and Logistical Practicality, Journal of Research in Science Teaching vol.2. No.2, PP.166-184, 1999 Mua’arif, Wacana Pendidikan Kritis, Jogjakarta: Ircisod, 2005 Novak, J.D., A Science Education Research Program That Led to The Development of The Concept Mapping Tool and A New Model for Education, Concept Map: Theory, Methodology, Technology Proceeding of the First International Conference on Concept Mapping, Pamplona, Spain, 2004 ______The Origins of the Concept Mapping Tool and the Continuing Evolution of the Tool, Cornell University, 2006 _______The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them, Cornell University, 2000 Nurdin, Muhammad, Kiat Menjadi Guru Profesional, Jogjakarta: Prismashopie, 2004 Plotnick, Eric, Concept Mapping: Graphical System for Understanding the Relationship between Concept, ERIC Clearing House on Information and Tecnology Syracuse NY., 1997 Purba, Michael, Kimia SMU Kelas 2 Semester 2, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003 Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002 Quinn, Heather J., et al., Successive Concept Mapping Assessing Understanding In College Science Classes, Journal of College Science Teaching: December 2003/Januari 2004 Rose, Colin, Nicholl, Malcolm, Accelerated Learning for the 21st Century, Bandung: Nuansa, 2002 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada 2004 Shavelson, Richard J., et al, On Concept Maps as Potential “Authentic” Assessments In Science, Los Angeles, National Centre for Research on Evaluation, Standards and Student Testing, University of California, 1994 Sudarmo, Unggul, Kimia untuk SMA kelas XI, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004
100
Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003 Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2001 Sudrajat, Subana, M., Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001 Surya, Muhammad, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004 Suryosubroto, B., Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2002 Svantesson, Ingemar, Learning Maps and Memory Skill, Jakarta: Gramedia, 2004 Syihab, M. Quraisy, Membumikan Al Qur’an, Bandung: Mizan, 1997 Taugada, Jadmiya (editor), Memahami Otak, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003 Temple, Brade, Marshall, Helen, Using Concept Maps to Evaluate Teaching and Learning, Royal Melbourne Institute of Technology University, 2000 Thalhas, Basri, Hasan, Spektrum Saintifika Al Qur’an, Jakarta: Bale Kajian Tafsir Al Qur’an, 2001 Trautwein, Steven N., Using Concept Maps as Cooperative Learning Activities to Explore Hemodynamic Principles, Southeast Missouri State University, 2000
Vanides, Jim, et al, Using Concept Maps in the Science Classroom, USA: The H.W Wilson Company, 2005 Yahya, Harun, Mengenal Allah Lewat Akal, Jakarta: Robbani Press, 2001 Yin, Yue, et al., Comparison of Two Concept-Mapping Techniques: Implication for Scoring, Interpretation, and Use, Journal of Research in Science teaching vol.2.No.2, PP.166-184, 2005