Huklllll dan Pembangul1GIl
350
LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
R.F. Saragih Penyelesaian sengkela di lllar pengadilan aras dasar perdamaian aiall lVasir telap diperbalehkall. Berdasarkall hal irll apabi/a rimbll/ persoa/an di amara masyarakar maka dapar diselesaikan mela/lli mekanisme yang nonligirasi . Dalam dllnia bisnis sering cerjadi persellgkeraan di amara pihak-pihak dall mereka menginginkan agar sengkera illl dapar diselesaikan di lllar pengadilan dengan a/asan balllVa banyak hal yang lebill mengumllngkan apabila sengkela illl diselesaikan a/ell /embaga yang disebur Alrernatij Penye/esaian Sengketa.
Pendahuluan Perencanaan hukum sebagai bag ian penting dari proses pembangunan hukum , pembentukan hukum , sena penelitian dan pengembangan hukum dilaksanakan melal ui penataan pola pikir yang mendasari sistem hukum nas ional penyusunan kerangka sistem hukum nasianal . serta penginventarisasian dan penyesuaian unsur-unsur tatanan hukulll nasianal yang bersumber pada Pancasila dan Undang-undang . Oasar 1945. Penelitian dan pengembangan hukum sena ilmu hukum dilaksanakan secara terpadu yang meliputi semua aspek kehidupan dan terus ditingkatkan agar hukum nasianal senantiasa dapat menunjang dan meng ikuti dinamika pembangunan , sesuai dengan perkembangan aspirasi masyarakat, sert a kebutuhan masa kini dan mas a depan. Oalam rangka pengembangan dan pemanfaatan hasil penelitian di bidang hukum perlu terus ditingkatkan kerjasama antara lembaga penelitian hukum, perguruan tinggi. · badan penelitian internasia nal di bidang hukum dan lembaga lainnya yang terkait secara terkaardinasi'. Bidang bisnis adalah salah satu dari pembangunan nasianal. Oi dalam bidang bisnis penyelesaian sengketa merupakan salah satu . dari I
Gar i s ~G aris
Besar Haluan Nega ra tahull 1993. Semarang. CV. Aneka I1mu. 1993 .
OklOber - Deselllber 1999
Lembaga Ailernalif Penyeiesaian Sengkela
351
rangkaian kegiatan transaksi. Perlu dikemukakan bahwa transaksi bisnis tidak selamanya berjalan mulus tanpa sengketa. Di dalam hampir setiap komrak bisnis terdapat klausula mengenai penyelesaian sengketa. Hal ini dimaksudkan agar para pihak mendapat kepastian kalau salah satu pihak tidak dapal melaksanakan kewajibannya'. Penjelasan pasal 3 ayal (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 lentang Ketentuan-kelentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa penyelesaian ·perkara di luar pengadilan alas dasar perdamaian atau melalui wasit lelap diperbolehkan. Berdasarkan hal tersebut dan peraluran perundang-undangan lainnya, sengkela alau perselisihan yang limbul di antara anggota masyarakat, di samping dapat diselesaikan melalui mekanisme lain yang bersifat non-ligitasi, yang lebih dikenal dengan Selanjutnya dijelaskan bahwa Alternatif Penyelesaian Sengkela. penyelesaian sengkela alau perselisihan melalui Alternalif Penyelesaian Sengkela dapat dilakukan dengan mengikutsertakan pihak ketiga sebagai penengah mengandung asumsi bahwa pihak ketiga yang netral akan mampu mengubah dinamikan sosial dari hubungan konflik dengan mempengaruhi atau meyakinkan para pihak yang bersengketa dengan memberikan pengetahuan alau informasi dan memfasilitasi proses perundingan agar lebih efeklif dan membantu para pihak yang bersangkutan untuk membicarakan masalah yang disengketakan merupakan faktor yang sangal penting dalam penyelesaian sengketa. . Salah satu dari fungsi hukum adalah menyelesaikan sengkela. Apabila penyelesaian sengketa diterima oleh para pihak yang bersengkela. hal ini mencegah sengketa itu merusak hubungan masyarakal. Mengenai penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam beberapa undang-undaiig selain arbitrase sudah lama dilaksanakan antara lain; I. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Pcrselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Nomor 2 Tahun 1957) pada pasal 2 disebutkan bahwa bilamana terjadi perse lisihan perburuhan , maka serikat buruh dan majikan mencari penyelesaian perselisihan itu secara damai dengan jalan perund ingan. Selanjutnya dalam ayat (2) pasal tersebut dinyatakan bahwa perselujuan yang lercapai karena perundingan ilu dapal disusun menjadi perjanjian perburuhan menurul kelenluan-kelentuan yang lercantum dalam Undang-undang Perjjanjian Perburuhan. 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tenlang Pengelolaan 2
Peler Mahmud Marzuk i, Tanggapan Terhadap RUU Alternatif Penyelesuian Sengketa, hal.
2 makalah p
Nomar 4 Talu/Il XXIX
352
Hukul1l dall Pembanglllzan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara R.l. Tahun 1997 Nomor 68). dalam pasal 31 menyatakan bahwa penyelesaian sengketa lingku ngan hidup di luar pengadilan diselengggarakan untuk mencapa i kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dania tau Illengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya daillpak negatif terhadap lingkungan hidup. Selanjutnya dalam pasal 32 disebutkan bahwa dal alll penyeiesaian seng keta lingkungan hidup di luar pengadilan sebaga imana dilllaksud dalam pasa l 3 1 dapa t digunakan jasa pihak ketiga, baik ya ng tidak memiliki kewenangan mengaillbil keputusan maupun yang memiliki kewenangan Illengamb il keputusan, untuk Illembantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Dari ura ian di atas maka timbul beberapa masalah seperti : I . Bagaimana Illekanisme Alternatif Penyelesa ian Sengketa itu ? 2. Apakah Alternatif Penyelesaian Sengketa iLU diperiukan di Indonesia?
Pembahasan Alternatif Penyelesaian Sengketa (A PS) ya ng lazilll disebut Alternative Dispute Resolution (ADR) menekankan pada sifat penyelesaian informal , sukarela, memandang ke depan. dilakukan ctengan semangat kerjasama dan dengan berdasar kepentingan be rsama . Seorang penengah (mediator ataupun juru damai /konsiliator) pada prinsipnya akan membantu para pihak yang be rsengketa untuk menye paka ti suaru kesepakatan yang berorienrasi ke depan sesuai dengan keb utuhan dan memenuhi rasa keadilan. Baik mediator atau konsiliator tidak memiliki kewenangan campur tangan untuk memutuskan ·dan menentukan has il akhir kesepakatan karena para pihak yang bersengketa itu sendiri ya ng harus melakukannya3 . Berbicara mengenai peran hakim (pengadilan) dan arbiter (dalam arb itrase) di satu pihak dengan mediator dan ko nsiliato r di pihak lain itu sangat berbeda. Hakim dan arbiter berperan melalui proses ajudikasi, instirusi bergerak dalam bentuk yang bersifat fo rlnal. berpijak pad a prosedur-prosedur ajudikasi. Dalam hal ini hakim dan arbiter mempunya i peran menentukan untuk memutuskan substansif penyelesa ian sengketa, Ahmad M. Raml i. "Tangg:'lpan Al
.1
Oktober - Deselllber 1999
Lembaga Allematif Pellyelesaiall Sellgketa
353
bahkan putusan hakim (pengadilan) dan arbiter (arbitrase) dalam putusannya dapat menetapkan kalah-menangnya pihak-pihak yang bersengketa. Perkataan arbitrase berasal dari abitrare (bahasa Latin) yang berarti kekuasaan unruk menyelesaikan sesuatu menu rut kebijaksanaan. Arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh hakim atau para hakim yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan runduk kepada atau mentaati kepurusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau tunjuk'. Kesepakatan Marrekesh mengenai Perjanjian Pembentukan World Trade Organization telah diratifikasi dengan berlakunya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, di samping itu Indonesia termasuk salah satu negara APEC. Dengan mengikuti kedua organisasi itu l11aka Indonesia telah membuat komitmen dalam perdagangan bebas. Untuk menyambut perdagangan bebas tersebut Indonesia harus menyiapkan perangkat-perangkat yang berkaitan dengan perdagangan be bas tersebut. Perdagangan bebas dapat diartikan bahwa intervensi pemerintah sang at terbatas dalam aktivitas bisnis. Proteksi produk-produk dOl11estik dihapuskan. Dalam perkembangan perekonomian sangat diperlukan kecepatan dan biaya murah, walaupun dalam APS hal ini belum tentu tercapai akan tetapi yang paling penting dalalll APS adalah adanya kerahasiaan dari yang bersengketa, dan hal ini sangat perlu dalal11 dunia bisnis. Kerahasiaan ini tidak dapat dipertahankan apabila pihak yang kalah dalam sengketa melawan , tidak dapat menerima putusan itu. Penyelesaian sengketa atau perselisihan di luar pengadilan dapat dilakukan melalui APS, maka untuk mendorong masyarakat l11enyelesaikan sengketa di luar pengadilan perlu pengaturan untuk lebih lllemberikan kepastian dan kekuatan hukum terhadap hasil kesepakatan yang dicapai melalui APS, dalam hal ini Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 telah lllenenrukannya dalam pasal 1 ayat (7) menyatakan bahwa kesepakatan penyelesaian sengketa at au beda pendapat seca ra tenulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan. Dalam dasar pertimbangan dari Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 itu dinyatakan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. penyelesaian sengketa perdata di samp ing diajukan ke pengad ilan umum juga terbuka kemungkinan diajukan mela lui arbitrase dan ..j
Suhckti R, .. Arbitrase Perdagi.lllgan", Badan Peillhinaan Hukulll Nasional Departemen
Kehakilll
Nomor 4 TahulI XXIX
354
Hllkum dan Pembanglllwll
alternatif penyelesaian sengketa. Jadi berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, perselisihan atau sengketa di antara l11asyarakat dapat diselesaikan di dalal11 pengadilan atau di luar pengadilan. Sebenarnya APS itu adalah merupakan budaya hidup sejak dulu di Indonesia yang l11engenal asas keseil11bangan dan keharl110nisan dalal11 l11asyarakat Indonesia yang l11enganut as as l11usyawarah untuk l11encapai kesepakatan untuk l11enyelesaikan suatu perselisihan. Dalal11 penjelasan UI11UI11 dari RUU APS tersebut dikatakan bahwa pengel11bangan APS di Indonesia diharapkan dapatl11encapai tujuan : a. l11engurangi penul11pukan perkara di pengadilan; b. l11eningkatkan keterlibatan masyarakat dalal11 proses penyelesaian sengketa; c. l11el11buka akses keadilan; d. mel11beri kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh sel11ua pihak. Penyelesaian sengketa melalui APS l11el11punyai kelebihan jika dibandingkan dengan penyelesaian .sengketa l11elalui lel11baga pengadilan, kelebihan itu antara lain: I. mel11perpendek proses penyelesaian sengketa; 2, dapat dihindari kelambatan prosedure dan administratif; 3, para pihak dapat mel11ilih pihak ketiga sebagai penengah yang menu rut keyakinannya l11empunyai pengetahuan, pengalal11an, dan latar belakang yang cukup l11engenai masalah yang disengketakan, jujur, dan adil; 4, para pihak dapat memilih l11ekanisl11e yang akan diterapkan untuk menyelesaian masalahnya dan proses penyelesainriya; 5, penyelesaian sengketa ditempuh melalui tata cara yang sederhana . Selanjutnya dalal11 penjelasan RUU tersebut dinyarakan bahwa penyelesaian sengkera dapat ditel11puh melalui beberapa tahapan, seperri : a. konsulrasi, b. negosiasi (perundingan), c. l11ediasi (penengahan), d. konsiliasi (perdamaian), e. penilaian para ahli, f. cara lain yang hidup dan berkembang serta diakui dalal11 l11asyarakar. Konsultasi dan negosiasi dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa l11elalui pertel11uan lang sung dalam hal ini dibantu oleh seorang atau
OklOber - Desember 1999
Lel1lbaga Allemali! Penyelesaian Sengketa
355
beberapa orang yang bersikap netral yang tidak memihak . Untuk mencapai sikap netral dan tidak memihak, penengah : a. tidak memiliki hubungan keluarga sampai derajat ketiga dan atau hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa. b. Tidak memiliki kepentingan terliadap hasil penyelesaian. Kalau dengan cara ini tidak dapat diselesaikan, maka para pihak dapat menempuh cara mediasi (penengah). Oengan cara mediasi pihakpihak dapat menggunakan jasa pihak keriga yang netral tidak memihak dan tidak memiliki wewenang untuk mengambil kepurusan. Pihak ketiga hanya berfungsi memfasilitasi yang bersengketa agar tercapai kesepakaran. Kesepakatan ya ng dihasilkan melalui APS mempunya i kekuatan mengikar para pihak, demikian ditentukan dalam pasal 6 ayat (7) Nomor 30 rahun 1999. RUU membuka kemungkinan lembaga penyelesaian dalam bentuk lain yang hidup dan berkembang serra diakui masyarakar yang lazimnya menggunakan asas musyarawah untuk · mufakat seperti Rembuk Oesa (Jawa), Kerapatan Adat Nagari (Minangkabau). Hasil kesepakatan melalui pihak ketiga diruangkan dalam perjanjian tertulis yang ditanda tangani yang tertulis tadi dapat dimintakan penetapannya kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempar dibuatnya kesepakatan . Selanjutnya dalam RUU APS dikatakan bahwa Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang, dalam jangka waktu selambat-Iambatnya l-l (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan harus mengeluarkan penetapan dengan mencantumkan kata-kata, "Oemi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Oalam hal hasil kesepakatan yang relah memperooleh penetapan sebagaimana dimaksud di atas tidak dapat dilaksanakan, maka kesepakatan tersebut dapat dimintakan eksekusi kepada pengadilan yang berwenang. Dalam hal ini pengadilan negeri berwenang menolak permohonan penetapan tersebut apabila berrentangan dengan kesusilaan , ketertiban umum, dan peraturan perundang-undangall ,·ang berlaku.
Penutup Berdasarkan uraian di atas maka penulis memberikan kesimpulan sebagai bag ian penutup dari tulisan ini sebagai berikut : Perundang-unctangan d i Indonesia memberi peluang untuk mel1\·e-
Nomor 4 TahUiI
XXIX
356
Hukum dan Pembangunan
lesaikan sengketa (perselisihan) di luar pengadilan. Hal ini telah lama dilaksanakan akan tetapi baru dalam hal ketenagakerjaan , bidang lingkungan hidup dan lain-lain. Dalam dunia bisnis sering terjadi sengketa di antara pihak-pihak. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan kurang menguntungkan bagi pihak-pihak yang bersengketa masalah bisnis karena be be rap a faktor seperti waktu yang lama dan kurangnya kerahasiaan. Para pihak dalam dunia bisnis menghendaki apabiJa terjadi persengketaan di antara mereka, persengketaan itu diselesaikan dengan cepat dan penuh kerahasiaan oleh mereka sendiri dibantu oleh seorang atau beberapa orang yang netra!. Berdasarkan hal itu maka perlu dibuat satu lembaga yang disebut Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dapat ditempuh melalui beberapa . tahapan, antara lain konsultasi, negoisasi, mediasi dan lain-lain. Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan dan arbitrase di satu pihak dengan penyelesaian melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa di pihak lain sang at berbeda. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dan arbitrase , hakim dan arbiter mempunyai kewenangan memutus, menentukan pihak mana yang me nang dan kalah. Akan tetapi, melalui mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa pihak-pihak yang bersengketa yang memutuskan sedang pihak ketiga berfungsi sebagai pihak yang memfasilitasi para pihak yang bersengketa , sehingga dapat tercapai kesepakatan. Dalam rangka memasuki perdagangan bebas, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa mutlak diperlukan agar Indonesia sebagai anggota Organisasi Internasional seperti WTO, APEC dan lain-lain tidak ketinggalan.
DAFT AR PUST AKA
Ahmad M.Ramli , "Tanggapan Atas Rancangan Undang-Undang tentang Alternatif Penyelessaian Sengketa" makalah disampaikan pada Seminar Sosialisasi atas RUU tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa, Departemen Kehakiman Rl. Jakarta 18 Agustus 1999. Peter Mahmud Marzuki, "Tanggapan Terhadap RUU Alternatif Penyelesaian Sengketa", Indonesian Alternative Dispute Resolution Center, Jakarta, 1999. Republik Indonesia, "Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang
Okrober - Deselllber 1999
Lembaga Ailernalif Penyeiesaiall Sengketa
357
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan", Himpunan Peraturan Ketenagakerjaan Bidang Hubin Syaker dan PTKA, Jakarta 1998. ---------------------, "Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup", Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta 1997. ---------------------, "Garis-garis Besar Haluan Negara 1993", Bina Pustaka Tama, Surabaya, 1993. Subekti R, "Arbitrase Perdagangan" , Binacipta, Bandung , 1981.
Nonzor 4 Tahull XXIX