LAPORAN PENELITIAN MERGER VERTICAL PERUSAHAAN
OLEH:
ROIDA NABABAN
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKBP NOMENSEN 2003
ABSTRAK MERGER VERTICAL PERUSAHAAN
Merger vertical merupakan merger antara Perusahaan yang mempunyai hubungan pembeli dan penjual yaitu satu perusahan yang menghasilkan prodak, dan kemudian dijual ke perusahaan lain atau dapat pula dikatakan merger antara produsen dan supliyer yang ushanya ditinjau dari Hulu dan Hilir. Merger vertical dilakukan dengan tujuan agar pengadaan barang untuk kegiatan roduks terjamin atau untuk menjamin jalur pemasaran barang yang diproduksi dan untuk menekan biaya produksi dan biaya pemasaran. Namun disatu sisi mergen vertical bisa berdampak kepada monopoli sehingga menciptakan persaingan secar usaha tidak sehat. Dan bagaiman sengketa merger vertical terhadap persaingan usaha tidak sehat tersebut. Metode penilitian dalam tulisan ini adalah metode penrlitian normatif pendekatan penelitian ini menggunakan konsep/sistimatika hukum, dengan memakai analisis data dekriptif. Hasil dari penelitian ini terangkum dalam suatu kesimpulan yaitu merger vertical bisa berdapak kepada monopoli apabila adanya integrasi vertical dan penetapan harga vertical yang dapat mengakibatkan terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi pada proses produksi. Cara penyelesaian sengketa tersebut tidak dapat langsung diajukan kepangadilan Negeri melainkan harus melalui komosi, namun apabila pelaksanaan putusan komosi tersebut tidak dilaksanakan oleh pelaku usaha maka, komisis akan menyerahkan putusan tersebut kepada Pengadilan Negri. Jika pelaku usaha tidak menerima atau menolak putusan Pengadilan Negeri maka pihaknya dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Selain itu cara penyelesaian sengketa persaingan usaha tersebut bisa diselesaikan melaui perdamaian.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkatnya yang melimpah melindungi penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan judul penelitian ini adalah Merger Vertical Perusahaan. Tujuan dari Penelitian ini untuk memberikan sumbangsih kepada setiap orang agar dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengatahuan. Dalam penelitian ini tentu banyak hal-hal yang menjadi kekurangan disana-sini untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk lebih sempurnanya penelitian ini. Tidak lupa peneliti ucapkan terimaksih atas masukan dan saran untuk lebih baiknya penelitian ini.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK
i
KATA PENGATAR
ii
DAFTAR ISI
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1
B. Perumusan Masalah
7
C. Tujuan Penelitian
7
D. Manfaat Penelitian
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Merger dan Merger Vertikal
9
A.1. Pengertian Merger
9
A.2. Pengertian Merger Vertikal
11
B. Dasar Hukum Pengaturan Merger Vertikal
12
C. Syarat-syarat Merger Vertikal
15
D. Alasan-alasan dilakukannya Merger Vertikal
26
E. Persaingan dan Monopoli
35
E.1. Pengertian Persaingan
35
E.2. Pengertian Monopoli
36
E.3. Jenis-jenis Monopoli
39
iii
BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian
41
B. Pendekatan Penelitian
41
C. Metode Pengumpulan Data
42
1. Jenis Data
42
2. Sumber Data
42
3. Alat Pengumpulan Data
43
D. Analisis Data
43
BAB IV .PEMBAHASAN A. Merger Vertikal Dapat Menyebabkan Menopoli
44
B. Cara Penyelesaian Sengketa Merger Vertikal Terhadap Persaingan Usaha Tidak Sehat
50
B.1. Melalui KOmisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
51
B.2. Melalui Pengadilan
56
B.3. Melalui Perdamaian
60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
61
B. Saran
62
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Globalisasi ekonomi telah mengakibatkan semakin terbukanya berbagai sector ekonomi Indonesia bagi pihak asing, sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa kehidupan dunia usaha Indonesia kini telah memasuki era persaingan yang cukup ketat yang mau tidak mau perusahaan nasional harus pula menghadapi kondisi tersebut. Untuk itu diperlukan tindakan yang tepat agar perusahaan-perusahaan nasional Indonesia dapat menjadi pelaku ekonomii asing yang ada di Indonesia. Oleh karena itu perlu ada persaingan dalam berbagai aspek seperti sumber daya manusia (SDM), aser permodalan dan pemantapan teknologi yang dapat mendukung strategi kompetitif. Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah merger. Merger merupakan salah satu bentuk penyatuan perusahaan disamping akuisisi dan konsolidasi. Menurut Kartini Muliadi mengartikan merger sebagai transaksi dua atau lebih perseroan yang menggabungkan usha mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga hanya satu perseroan saja yang tinggal (Joni Emirzon, 2002 : 113). Menurut Christianto Wibisono mengartikan merger sebagai penggabungan dua badan usaha yang relative berimbang kekuatannya sehingga menjadi kombinasi baru yang saling membantu (Joni Emirzon, 2002 : 114). 1
Sedangkan dalam Ketentuan Pasal 1 Anka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Pelaburan dan Pengambilalihan Perseroan terbatas yang menyatakan bahwa penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selajutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Jelas bahwa merger merupakan suatu bentk penggabungan dua badan usaha yang satu bubar secara hukum dan yang lainnnya tetap ada denan nama yang baru. Walaupun dikatakan bubat seluruh asset, hak dan kewajiban, badan usaha yang bubar tidaklah menjadi hilang sama sekali melainkan diabsorpasi atau dengan kata lain diambilalih oleh perusahaan yang masih tetap ada tersebut atau bisa juga dengan mempertahankan salah satu perushaan yang kuat dan yang dilikuidasi atau yang dibubarkan adalah perushaan yang lemah. Pada umumnya dasar perushaan melakukan merger, termasuk juga merger vertikal adalah didasarkan atas beberapa faktor seperti perluasan pangsa pasar, dimana keuntungan yang dapat diperoleh perushaan adalah bahwa nantinya perusahaan bisa menjadi lebih besar sehingga mampu untuk bersaing dengan para pesaing lainnya dan dapat juga memperluasan pangsa pasar bagi produk yang mereka hasilkan, peningkatan efisien perushaan dimana dengan adanya efisiensi maka harga produk bisa diturunkan dan kualitaas pelayanan ataupun kualitas produksi dapat di tingkatkan. Efisiensi produksi dibuktikan dengan adanya penurunan biaya produksi sehingga perusahaan dapat memproduksi barang dengan biaya serendah mungkin 2
atau dengan biaya yang sama akan dapat dihasilkan (diproduksi) barang sebanyak mungkin. Tindakan merger perusahaan nasional khusunya perusahaan-perushaan kecil merupakantindakan strategis untuk menyusun kekuatan mengahadapi situasi kompetitif tersebut karena bisa memperkuat modal, asset, pangsa pasar serta seumber saya yang lebih optimal dan efisiensi biaya produksi. Pasa umumnya yang paling sering dilakukan dan dikenal dalam dunia bisnis ada tiga bentuk merger disamping bentuk-benntuk merger yang lainnya, yaitu: (Muchyar Yara, 1995: 30) 1.
Merger Horizontal yaitu penggabungan dua perushaan yang menjalankan usaha yang sama.
2.
Merger Vertikal yaitu penggabungan dua perushaan yang usahanya berkaitan ditinjau dari hilir dan hulu (berada dalam dua tahap produksi).
3.
Merger Konglomerat yaitu penggabungan dua perusahaan yang usahnya berbeda (tidak sama) atau tidak mempunyai hubungan baik dalam arti horizontal maupun vertical. Pada umunya merger vertikal dilakukan dengan tujuan pengadaan barang
untuk kegiatan produksi terjamin atau untuk menjamin jalur pemasaran barang yang diproduksi juga untuk menekan biaya produksi dan biaya pemasaran. Apabila merher vertikal yang dilakukan itu berdasarkan tujuan diatas diterapkan pada perusahaan yang berkemampuan kecil dan terbatas, khususnya dalam kapasitas modal, maka tindakan tersebut merupakan langkah yang tepat karena 3
dengan merger vertikal diharapkan perusahaan-perushaan kecil tersebut dapat berkembang atau maju pada akhirnya dapat bersaing dengan perushaan lainnya yang marupakan persaingannya. Akan tetapi jika merger vertikal ini dilakukan oleh perusahaan-perushaan yang memang sudah besar dan kuat, khususnya dalam kapasitas modal dan pemasaran
akan menimbulkan masalah, seperti akan mendominasinya proses
industry mulai dari hilir sampau hulu, menyingkirkan pesaing ataupun menghambat atau menghalangi pelaku usaha lainnya yang berpotensi sebagai pesaing untuk memasuki pasar yang bersangkutan (entry barrier). Hal ini akan sangat dikhawatirkan karena tindakan tersebut nantinya akan membentk kelompokkelompok perusahaan besar yang dapat membatasu kebebasan bersaing bahkan bisa menimbulkan monopoli dalam masyarakat dan merugikan masyarakat oleh karena terputusnya proses produksi. Di satu sisi masyarakat selaku konsumen sangan di untungkan dengan adanya persaingan, karena masyarakat akan mempunyai pilihan dalam kembali produk yang mereka inginkan dengan harga yang murah dan kualitas yang baik pula. Dengan kata lain masyarakat akan mendapatkan harga yang pantas (cenderung murah) yang sepadan dengan kenikmatan yang diperoleh dari produk yang dinelinya. Sedangkan bagi Negara dengan adanya persaingan akan menyelaraskan laju pertumbuhan ekonomi nasional yan ditandai dengan peningkatan kualitas kerja pelaku usaha. Dengan adanya keselarasan tersebut iklim usaha nasional akan tetap kondusif bagi para pelaku usaha nasional maupun manca Negara (internasinal). Kondisi dan situasi 4
ini pada akhirnya akanmemotivasi para pelaku untuk senantiasa berusaha meningkatkan daya saing baik dipasar dalam negeri maupun dipasar luar negeri. Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan Pasal 2 Angka 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan Praktel Monopoli adalah pemutusan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atas jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Persaingan dalam kegiatan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana beberapa atau kelompok pelaku usaha yang sama jenisnya saling berusaha untuk memperoleh kedudukan yang kuat danmeyoritas dalam mekanisme pasar atas suatu produk tertentu, sehingga dengan kedudukan itu akan didapat keuntungan semaksimal mungkin. Sedangkanmenurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 1 Angka 6 Persaingan Usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi da atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Persaingan memberikan keuntungan baik bagi pelaku usha, masyarakat selaku konsumen dan Negara. Dengan adanya persaingan pelaku usaha akan berlomba - lomba untuk terus memperbaiki produk yang mereka hasilkan, terus 5
Menerus melakukan inovasi serta berupaya keras memberikan produk yang terbaik bagi consume. Persaingan juga akan berdampak pada semakinn efisiennya pelaku usaha dalam menghasilkan produknya. Disamping itu juga tiap-tiap pelaku usaha akan memberi peluang dan kesempatan yang sama serta tidak adanya hambatan untuk masuk dan keluar pada suatu pasar, sehingga tiap-tiap pelaku usaha akan memperoleh keuntungan dalam batas-batas yang wajar sepadan dengan jeri payah serta usaha. Disatu sisi implementasi merger vertikal antara perusahaan merupakan langkah strategis dalam upaya penyehatan perusahaan khususnya bagi perusahaan yang memang membutuhkan. Akan tetapi disisi lain merger vertikal bisa berampak pada monopoli dalam berusaha itu sendiri tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat luas. Sisi negative dari merger vertikal ini antara lain tercipta atau bertambahnya konsentrasi pasar yang dapat menyebabkan harga produk semakin tinggi, terciptanya atau timbunya kekuatan pasar (market power) menjadi semakin besar yang dapat mengancam pesaing lainnya, menghalangi atau menghambat pelaku usaha baru yang berpotensi sebagai pesaing untuk memasuki pasar mematikan pesaing lainnya. Ada suatu pedoman atau paling tidak suatu garis besar yang dapat dipakai untuk menilai apakah nantinya suatu tindakan merger yang akan dilakukan berdampak kepada monopoli sehingga dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan bagaimana cara penyelasaian sengketa vertikal terhadap persaingan usaha tidak sehat.
6
Perlunya aturan hukum ini didasarkan pada pertimbangan bahwa untuk mencegah monopoli perlu diatur secara hokum khususnya untuk melindungi masyarakat selaku konsumen dengan adanya harga yang bersaing dan adanya produk alternative sebagai pilihan konsumen. Di Indonesia sendiri hal ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. B.
Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah adala sebagai berikut : 1. Apakah merger vertikal dapat menyebabkan monopoli? 2. Bagaimanakah cara penyelesaian sengketa merger vertikal terhadap persaingan usaha tidak sehat?
C.
Tujuan Peneltian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apakah merger vertikal dapat menyebabkan suatu monopoli. 2. Agar kita mengetahui begaimana cara penyelesaian sengketa merger vertikal terhadap persaingan usaha tidak sehat.
7
D.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penulisan sebagai berikut 1.
Secara teoritis Secara teoritis pembatasan terhadap masalah yang dikemukakan dalam sikripsi ini adalah memberikan pemahaman dan pandangan baru dalam upaya peningkatan efisiensi perusahaan melalui merger vertikal. Sebab dengan demikian pelaku usaha yang mempunyai udaha berskala kecil dan menengah mampu bersaing dengan pelaku usaha lain yang skalanya lebih besar dan lebih kuat struktur perushaanya.
2. Secara Praktis Pembahasan sikripsi ini diharaapkan dapat menjadi masukan yang berarti bagi pembaca terutama para pelaku bisnis dan praktisi hukuman sehingga pelaksanaan merger vertikal yang dilakukan perushaan memberikan manfaat dan keuntungan bagi semua pihak baik bagi para pelaku usaha, persaingan usaha yang sehat dan terutama bagi para konsumen.
8
BAB II TIJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Merger dan Merger Vertikal A.1.
Pengertian Merger
Istilah merger berasal dari kata “merger” yang dalam bahasa Indonesia berarti menggabungkan atau memfusikan. Merger menurut encyclopedia of Banking and Finance
adalah “ A
Combinatin of two or more corporation, where the former continuing operation usually under the some bame”. Yang bila diartikan merupakan gabungan dua perusahaan dimana
salah satu perusahaan menggabungkan diri atas perushaan
lainnya dan usaha tetap dilajutkan dibawah satu nama perushaan. (Gunawam Wijaya, 2002 : 47). Christianto Wibisono mengartikan merger sebagai penggabungan dua badan usaha yang relative berimbang kekuatannta sehingga menjadi kombinasi baru yang saling membantu. (Joni Emirzon, 2002 : 114). Sedangkan menurut Munir Fuady (1999 : 2) istilah merger ini dimaksudkan adalah sebagai suatu fusi atau absorpasi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam hal ini fusi atau obsorpasi tersebut dilakukan oleh suatu subjek yang kurang penting dengan subjek lain yang labih penting. Subjek yang kurang penting tersebut kemudian me,bubarkan diri.
9
Dengan demikian merger perushaan berarti dua perushaan melakukan fusi diman salah stu diantaranya akan lenyap atau dibubarkan. Undang-undan Nomor 1 tahun 1995 tentan Perseroan Terbatas dalam pasal 102 ayat (1) merumuskan pengertian merger secara singkat yaitu satu atau lebih perseroan dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan perseroan yang ada. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Than 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa penggabungan adalah perbuatan hokum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Selanjutnya Peraturan di Bidang Pasar Modal mengenai merger dan konsolidasi yang tertuang didalam Keputusan Kepada Badan Pengawas Modal (Bapepma) Nomor IX.G.I
memberi arti merger perusahaan dengan istilah
“penggabungan usaha” sebagai suatu “perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang ttelah ada selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.” Dari beberapa uraian diatas pada dasarnya ada kesamaan dalam unsur-unsur pengertian merger, yaitu : (Joni Emirzon, 2002 : 114).
10
1.
Merger atau penggabungan perusahaan adalah salah satu cara penyatuan perusahaan di samping peleburan perusahaan (konsolidasi), dan pengambilalih perusahaan (akuisisi).
2.
Merger melibatkan dua pihak yaitu perushaan yang menerima penggabungan dan salah satu lebih perusahaan yang menggabungkan diri.
3.
Perusahaan yang menerima penggabungan akan menerima pengambilalih seluruh saham, harta kekayaan, hak, kewajiban dan utang perushaan yang menggabungkan diri.
A.2.
Pengertian Merger Vertikal
Merger vertikal adalah penggabungan yang dilakukan terhadap perusahaan yang jenis usahanya berbeda dan tidak berada dalam pasar yang sama namun mempunyai keterkaitan. (Rachmadi Usman, 2004 : 93). Menurut Munir Faudy (1999 : 88) pengertian merger vertikal adalah gabungan diantara dua perusahaan atau lebih dengan mana yang satu bertindak sebagai supplier
bagi yang lainny. Jadi hubungan bisnis mereka merupakan
hubungan produsen supplier atau hubungan dari hulu ke hilir. Merger vertikal dalam hal ini dapat dibedakan menjadi merger vertikal maju (forward vertical merger) dikatakan apabila suatu perusahaan membeli dan menggabungkan perusahaan lain yang merupakan distributornya. Merger kebelakang (backward vertical merger) terjadi dalam hal suatu perusahaan membeli dan menggabungkan perushaan lain yang merupakan suppliernya. Perusahaan otomotif 11
yang membeli perusahaan ban yang menjadi supplier-nya merupakan contoh backward vertical merger, merger vertikal ini bisa membawa akibat merugikan bagi persaingan dalam hal merger ini membuat pelaku usaha kesulitan untuk mendapatkan komponen bagi produknya, karena perusuhaan distributor komponen itu telahh di gabungkan dengan perusahaan pesaingnya. Jika merger bersifat maju (forward vertical merger) akibat buruk yang dikhawatirkan adalah bahwa suatu perusahaan lantas tidak mendapat akses kepada perusahaan distributor yang secara vertikal telah di gabungkan dengan perushaan pesaingnya. (Arie Siswanto, 2002 : 38).
B.
Dasar Hukum Pengaturan Merger Vertikal Pengaturan hukum tentang Merger baik itu merger vertikal, horizontal, ataupun
konglomerat terdapat dalam :
1.
Undang-undang N,omor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas
Ditinjau dari aspek hukum pelaksanaan merger harus sesuai dengan prosedur hukum yang ditetapkan yaitu seperti yang tercantum dalam Pasal 102, Pasal 104 sampai dengan Pasal 109 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. 2.
Undang-undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Yaitu apabila merger dilakukan oleh perusahaan yang sudah go public (tbk), maka Peraturan Perundang-undangan di Pasar Modal harus juga diperhatikan
12
yaitu Undang-undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan peraturan terkait lainnya terutama mengenai keterbukaan informasi di bidang Pasar Modal. Pasal 84 menyebutkan Emiten atau perusahaan public yang melakukanpenggabungan, peleburan atau pengambilalihan perusahaan lain wajib mengikuti kententuan mengenai keterbukaan, kewajaran, dan pelaporan yang ditetapkan oleh BAPEPAM dan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berlaku.
3.
Undang-undang No. 5 Than 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pengaturan hukum tentang merger dalam Undang-undang anti monopoli diatur dalam pasal 28 dan 29. Tindakan merger perusahaan dilarang oleh Undang-undang Anti Monopoli manakala tindakan tersebut dapat mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan curang. Dengan semua bentuk merger dapat terkena larangan baik itu merger horizontal, vertikal, konglomerat.
4.
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
5.
Keputusan
Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal No. Kep-52/PM/1997
Tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahan Publik atau Emiten. Pasal 1nya menyebutkan ketentuan mengenai penggabungan usaha atau peleburan usaha perusahaan publik atau emiten diatur dalam peraturan No. IX.G.I 13
Secara khusus Indonesia tidak ada mengatur mengenai merger vertikal akan tetapi
merger
vertikal
diatur dalam undang-undang Amerika Serikat. Dalam
Antiturs Amerika Serikat ketentuan yang mengatur mengenai merger vertikal telah mengalami perkembangan. Ketentuan mengenai merger diatur dalam Pasal 1 Sherman Act dan Pasal 7 Clayton Act. Ketentuan-ketentuan tersebut tmidak secara jelas mengetur mengenai merger vertikal. Baru pada tahun 1950 Pasal 7 Clayton Act diamandemenkan oleh Celler Kefauver Act yang menegaskan bahwa Pasal 7 Clayton Act mencakup juga merger vertikal, seperti merger-merger lainnya yaitu jika efeknya akan dapat mengurangi persaingan secara substansial atau mengarah pada praktek menopoli. Pada tahun 1984 United States Departemen of Justice mengeluarkan The 1984 Justice Departemen Guidelines yang merupakan pedoman yang mengatur kebijaksanaan mengenai merger yang merupakan pedoman yang mengatur kebijaksanaan mengenai merger pedoman tersebut mengatur tiga hal yang dapat membahayakan persaingan yang mungkin merupakan akibat dari merger vertikal yaitu jika terjadi : a.
Peningkatan halangan untuk masuk ketentuan dalam pasar
b.
Terjadinya kolusi
c.
Penghindaran terhadap peraturan perpajakan.
14
C.
Syarat-syarat Merger Vertikal
Syarat Yuridis Pelakasanaa Merger Vertikal Pelaksanaan merger baik merger vertikal, merger horizontal atau pun merger konglomerat sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas bersifat mengikat artinya merger yang dilaksanakan oleh perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas harus Perseroan Terbatas dimana penyimpangan dari ketentuan tersebut dapat mengakibatkan merger menjadi batal karena hukum.
Selain sifat yang mengikat ketentuan tentang pelaksanaan merger yang tercantum dalam Undang-undang Perseroan Terbatas hanya bersifat ketentuanketentuan pokok saja dan untuk lebih rincinya dapak dilaksanakan menurut ketentuan perundang-undangan lainnya.
Sebagai contoh bagi Perseroan Terabatas terbuka, PT. Penanaman Modal/Dalam Negeri atau Bank terdapat aturan-aturan khusus mengatur tentang merger. Aturan-aturan khusus tersebut yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Moal dan peraturan pelaksananya seperti keputudan Kepala BAPEPAM No. Kep-52/PM/1997 yang dikenal dengan peraturan No. IX.G.1 Tentang Pengabungan dan Peleburan Usaha Perusahaan Publik (emiten) dan Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-12/PM/1997 Tentang Peraturan No. IX. E.1 15
tentang benturan Kepentingan Transaksi tertentu, Keputusan mentri Negara Penggerak Dana Investasi atau Ketua BAPEPAM No. 15/SK/1993 Tentang Cara Permohonan PMDN dan PMA, Peraturan 15/SK/1993 Tentang Tata Cara Permohonan PMDN dan PMA, Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 1998 Tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisis Bank dapat dimasukkan menjadi bagian dari pelaksanaan merger menurut Undang-undang Perseroan Terbatas ini sepanjang aturan-aturan khusus tidak bertentangan dengan pokok-pokok pelaksanaan merger yang telah dietapkan oleh Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT).
Disamping hal-hal yang bersifat procedural, Undang-undang Perseroan Terbatas juga mengatur hal-hal yang bersifat projektif yaitu tujuan Undang-undang Perseroan Terbatas yakni untuk melindungi kepentingan pihak-pihak tertentu yaitu perlingungan kepentingan Perseroan, pemegang sahan minoritas, karyawan perushaan, masyarakat dan persaingan yang sehat dalam masyarakat.
Berkaitan dengan kerentuan procedural dan ketentuan perotektif yang diatur dalam Undang-undang Perseroan Terbatas, maka syarat-syarat yuridis yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan merger termasuk juga merger vertikal adalah : Tahap Persiapan Merger 1.
Pembuatan Rancangan Merger Pada tahap ini masing-masing direksi baik dari perusahaan yang melakukan
penggabungan maupun direksi dari perushaan yang digabungkan membuat rencana 16
merger yang terlebih dahulu melakukan penjajakan terhadap segala kemungkinan dilakukannya merger. Kemungkinan penggabungan terhadap Perseroan Terbatas ini diatur dalam Pasal 102 Undang-undang Perseroan Terbatas. Rencana merger tersebut harus terlebih dahulu mendapat persetujuan komisaris perusahaan.
Rancangan penggabungan perseroan terbatas tersebut minimal memual halhal dibawah ini : (Rachmadi Usman, 2004 : 217).
a. Nama perseroan yang akan melakukan penggabungan dan nama dari perseroan yang akan menerima penggabungan.
b. Alasan serta penjelasan masing-masing direksi perseroan yang akan melakukan penggabungan
maupun
perseroan
hasil
penggabungan
dan
persyaratan
penggabungannya.
c. Tata cara konversi saham dari masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan terhadap saham perseroan hasil penggabungan. Di dalamnya selain memuat perbandingan penukaran saham termasuk juga penentuan jumlah pembayaran uang kepada pemegang saham termasuk juga penetuan jumlah pembayaran uang kepada para pemegang saham dari perseroan yang menggabungkan diri. Pembayaran uang kepada para pemegang dari perseroan yang akan menggabungkan merupakan ganti rugi kepada para pemegang saham yang tidak menghendaki penggabungan tersebut. Dalam hal ini diakukan pembayaran kepada para pemegang saham tersebut dengan uang, agar diperhitungkan harga sahamnnya menurut nilai yang wajar.
17
d. Rancangan perubahan anggaran dasar Perseron dasil penggabungan apabila ada e. Neraca perhitungan laba rugi yang meliputi tiga tahun buku terakhir dari semua perseroan yang akan melakukan pergabungan, dan
f. Hal-hal lain
yang perlu diketahui oleh pemegang saham masing-masing
perseroan.
Selain memuat hal-hal yang tercantum dalam usulan rencana penggabungan dalam Rancangan Penggabungan Perseroan Terbatas harus memuat penegasan dari Perseroan Terbatas yang akan menerima penggabungan dari Perseroan Terbatas. Disamping itu sebelum merger dilaksanakan tentu saja diketahui terlebih dahulu tentang situasi dan kondisi dari perusahaan pasangan tersebut. Untuk itu terlebih dahulu dilakukan semacam penelitian terhadap perushaan yang digabungkan tersebut. Penelitian itu dalam bahasa yang lebih teknis disebut dengan due diligence (penelitian secara mendalam).
Maka dalam bidang hokum perlu dilakukan due diligence yang hasilnya akan keluar dalam bentuk lapiran berupa legal audit. Legal audit yaitu pemeriksaan terhadap keabsahan atas semua dokumen perusahaan yang diauditnya.
18
Legal audit pemeriksaan dari segi hukum ini dilakukan baik terhadap perusahaan penerimaan penggabungan maupun perusahaan yang digabungkan. Legal audit tersebut dilakukan dokumen-dokumen sebagai berikut:
A. Anggaran dasar perusahaan berikut dokumen-dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini, yang menimal harus diperiksa dan dilaporkan antara lain: 1.
Pengesahan akta penderian dan persetujuan atas perubahannya.
2.
Pengumuman dalam berita Negara/tambahan berita Negara a.
Terhadap akta pendirian
b.
Terhadap seluruh perubahan anggaran dasar.
B. Permodalan dan saham 1. Besarnya modal dasar, modal ditempatkan dan modal setor pada saat terakhir sebelum emisi dan perubahannya dalam rangka emisi. 2. Jenis-jenis saham yang dikeluarkan perusahaan 3. Buku daftar saham 4. Susunan pemilikian saham 5. Riwayat permodalan 6. Bukti tentang penyetoran modal 7. Pengendalian terhadap perusahaan
19
C. Direksi dan Komisaris
1. Keabsahan direksi dan dewan komisaris yang sedang menjabat. 2. Status kewarganegaraan 3. Ketersangkutannya dalam perkara perdata,pidana, perburuhan, arbitrase atau lainnya.
D. Izin dan Persetujuan 1.
Kelengkapan izin dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan
2.
Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengusaha Kena Pajak (NPKP)
3.
Izin-izin seperti, izin usaha, lokasi dan lainnya
E. Aset 1.
Tanah
2.
Bangunan-bangunan
3.
Kepemilikan saham di perusahaan lain
4.
Hak milik intelektual
5.
Mesin-mesin dan peralatan serta kendaraan
F. Asuransi 1.
Jenis asuransi
20
2.
Pihak tertanggung
3.
Objek yang asuransikan
4.
Jumlah pertanggungan
5.
Jangka waktu asuransi dan tanggal berlakunya
G. Dokumen-dokumen yang berkaitab dengan karyawan dari masing-masing perusahaan yang terlibat merger yaitu : 1.
Bukti pendaftaran tenaga kerja perusahan
2.
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau peraturan perusahaan
3.
Penggunaan tenaga kerja asing
4.
Jaminan sosial karyawan (amsostek )
5.
Unit serikat pekerja seluruh Indonesia di Emiten
6.
Koperasi karyawan
7.
Program dana pension untuk karyawan
8.
Upah minimum reginal (propinsi)
9.
Izin-izin khusus di bidang ketenaga kerjaan
H. Perjanjian-perjanjian 1.
Perjanjian pinjam uang
2.
Perjanjian kerja sama
3.
Perjanjian usaha patungan
4.
Perjanjian penggunaa merek 21
I.
2.
5.
Perjanjian lisensi
6.
Perjanjian distribusi
7.
Perjanjian bantuan teknik
8.
Perjanjian pamasukan bahan baku
Persetujuan instansi-instansi yang berwenang untuk melakukan merger
Penguman Rencana Merger Pada tahap ini syarat yuridis (dari segi hukum) yang harus dipatuhi oleh
masing-masing perusahaan yang terlibat marger adalah melakukan pengumunan btentang rencana merger melalui dua surat kabr harian nasional. Pengumuman ringkasan atas Rancangan Penggabungan Perseroan Terbatas dilakukan oleh kedua direksi secara bersama-sama selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum tanggal pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dari masing-masing perusahaan yang terlibat marger serta pengumuman secara tertulis kepada para karyawan dari kedua perusahaan perseroan terbatas yang akan melakukan penggabungan.
Penguman ini dimaksudkan agar para pihak yang berkepentingan sejak dini sudah mengetahui adanya rencana merger dari kesua perusahaan yang terlibat da bilaman mereka mersa kepentingannya dapat merugikan apabila rencana merger tersebut dilaksankan maka mereka mempunyai cukup waktu untuk mengambil 22
langkah-langkah tertentu guna membela kepentingannya itu sebelum terlaksananya merger.
3.
Pemanggilan dan penyelenggaraan rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pemanggilan dan penyelenggaran rapat umum pemegang saham ini gunanya
untukmenyetuji rencana merger yang telah disusun oleh masing-masing direksi dari perusahaan yang terlibat merger yang mana rencana merger tersbut tertuang dalam bentuk rancangan merger.
Tahap Pelaksanaan Merger Menurut pasal 09 Undang-undang Perseroan Terbatas, maka mengenai pelaksanaan merger yang merupakan pelaksanaan selajutnya dari ketentuan yang ada dalam Undang-undang Perseroan Terbatas tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan pemerintah tentang merger yakni Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 yang mana dalam ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas akan tetapi Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1998 tersebut hanya khusus mengatur tentang merger, akuisis, konsolidasi bagi perusahaan dimana merger dan konsulidasi tersebut dilakukan tindakan likuidasi terlebih dahulu. Sebab Undang-undang tentang perseroan terbatas, merger dan konsolidasi dapat dilakukan dengan atau tanpa terlebih dahulu dilakukannya tindakan likuidasi.
23
Jadi, tahap pelaksanaan merger ini baru dapat diakukan apabila telah terpenuhinya syarat-syarat merger secara umum yang tertuang dalam Bab II dari Peaturan Pemeritah Nomor 27 Tahun 1998 serta syarat-syarat tertentu lainnya, khususnya untuk perusahaan yang bestatus Perseroan terbatas terbuka, perseroan terbatas penanaman modal asing dan peruhaan yang berstatus bank.
Untuk Perseroan Terbatas Terbuka (Tbk) merger baru dapat dilaksanakan apabila sudah ada izin dari badan pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan untuk Perseroan Terbatas PMA/PMDN, merger dapat melaksanakan jika merger dari Kepala Bdan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sudah diperoleh serta untuk Bank, merger baru dapat dilaksanakan bila izin merger dari Bank Indonesia sudah diperoleh.
Adapun tahap pelaksanaan merger beserta syarat-syarat yuridis yang harrus diperhatikan dalam pelaksanaan merger adalah:
1.
Penyelenggara RUPS gabungan Pada tahap ini diselenggaran RUPS gabungan yang dihadiri para pemegang saham baik dari perusahaan penerima penggabungan maupun peruhaan yang akan digabungkan.
24
2.
Pengumuman tentang pelaksanaan merger Pada tahap ini direksi dari perusahaan penerima penggabungan selambatlambatnya dalam waktu 30 hari terhitung sejak di laksanakannya merger wajib melakukan pengumuman tentang hasil merger dalam 2 (dua) surat kabar harian.
3.
Penyelenggaran RUPS oleh perusahaan penerima penggabungan Pada taha ini RUPS perusahaan penggabungan akan dihadiri selain oleh para pemegang saham dari perusahaan penerima penggabungan juga diadili oleh para mantan pemegang saham dari perusahaan yang menjadi target penggabungan yang sekarang kedudukannya sebagai pemegang saham perusahaan penerima penggabungan. Tujuan penyelenggaraan RUPS ini adalah untuk mengesahkan rancangan (Draf) akta perubahan anggran dasar (AD) perushaan penerima penggabungan yang telah disetuji.
Langkah selanjutnya direksi perusahaan penerima penggabungan akan mengajukan permohonan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia untuk menyetujui perubahan anggran dasar perusahaan hasil merger.
Setelah Menteri Kehakiman memberikan persetujuan terhadap perubahan anggaran dasar perusahaan hasil merger maka merger tersebut mulai berlaku efekti sejak tanggal persetujuan menteri kehakiman yang merupakan pejabat yang berwenang untuk hal itu.
25
D.
Alasan-alasan Dlakukan Merger Vertikal Pada
umumnya dasar pertimbanan perusahaan melakukan merger baik
merger vertikal didasarkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1.
Perluasan Pangsa Pasar Banyak cara yang dapat dilakukan perusahan untuk bisa memperluas
pangsa pasar bagi produk yang dihasilkannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam hal ini adalah dengan cara marger.keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan adalahbahwa nantunya perusahaan bisa menjadi lebih besar sehingga mampu bersaing dengan para pesaing lainnya dan dapat juga memperluas pansa pasar bagi produk yang mereka hasilkan. Namun perlu juga diwaspadai jika pelaksanaan merger yang didasari atas pertimbangan supaya dapat mem/perluas pangsa pasar justru dilakukan oleh perusahaan yang memang sudah besar khusunya dalam kapasitas modal dan pemasaran karena nantinya penguasaan pasar bisa terkonsentrasi pasa satu perusahaan saja. Bagi pertumbuhan ekonomi secara makro, merger pada gilirannya bisa berpenagruh pula pada peningkatan dan efisien nasional, dan menaikkan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dengan terbentuknya perusahaan-perusahaan besar yang merupakan hasil merger yang memiliki kemampuan untuk melakukan investasi dan ekspansi usaha. Disamping itu dapat meningkatkan cadangan devisa nasional melalui terbentuknya perusahaann-perusahaan benar yang merupakan hasil merger yang mampu menghasilkan produk-produk yangdapat bersaing di pasar domestik 26
maupun dipasar internasional. Pada akhirnya kesemuaan itu akan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi juga memperkuat struktur perekonomian nasional. Memang tidak sepenuhnya benar bahwa merger dipastikan bisa memberikan sumbangan positif bagi pertumbuhan ekonomi secara makro karena sering kali merger dimanfaatkan untuk mendorong terciptanya situasi pasar yang monopolistis melalui penguasaan pasar secara dominan oleh satu perusahaan saja. Agar merger dapat diarahkan sebagai faktor yang postif bagi perekonomian makro, perlu adanya batasan-batasan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan melalui peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan dalam hal ini adalah Undangundang Nomor 5 Than 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha idak Sehat beserta Peraturan Pemerintah yang merupakan perwujudan (pengejewantahan) ketentuan pelaksanaan merger dalam UU No. 5 Tahun 1999.
2.
Peningkatan Efisien Perusahaan Pada umunya perusahaan yang melakukan merger akan selalu mengatakan
kepada masyarakat bahwa alaan utama yang menjadi pertimbangan merger tersebut adalah untuk meningkatkan efisien. Dengan adanya efisien maka harga produk bisa diturunkan dan kualitas pelayanan ataupun kualitas produksi dapat ditingkatkan. Efisien perusahaan khususnya efisien produk dapat ditemppuh melalui merger. Efisien produksi dibuktikan dengan adanya penurunan biaya produksi barang dengan biaya serendah mungkin atau dengan biaya yang sama akan dapat dihasilkan (diproduksi) barang sebanyak mungkin. 27
Merger dalam hal ini merupakan salah satu supaya untuk menciptakan sinergi baru bagi perusahaan untuk mencapai skala ekonomi secara efisien. Skala ekonomi adalah duatu keadan dimana hasil produksi bertambah dua kali lipat namun total biaya bertambah tidak sampai dua kali lipat. Pada akhirnya dengan semakin efisien proses produksi secara keseluruhan maka biaya produksi semakin murah sehingga jumlah barang produksi dapat ditingkatkan dan harga dapat diturunkan.
3.
Peningkatan Daya Saing Perusahaan Telah disebutkan bahwa dengan merger suatu perusahaan dapat meningkatkan
efisiennya. Hal ini sudah pasti dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saing. Contohnya Perusahaan A dengan modal sebesar Rp. 100.000.000 (seratus juta) dan Perusahaann B dengan modal yang sama, sama-sama bergerak dibidang produksi minyak goring dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 30%. Dengan Perusahaan B Merger Perusahaan A bisa dipastikan kemampuan Perusahaan A menjadi bertambah baik dari segi modal
maupun pangsa pasar. Bertambahnya
kemampuan perusahaan A (setelah merger) khusunya dari segi modal memberikan keuntungan bagi perusahaan A untuk dapat meningkatkan daya saing terutama dipasar Internasional karena Perusahaan A akan mampu menembus kepasar Internasional untuk barang yang diprosuksinya melalui pengingkatan mutu barang yang dihasilkan dengan modal yang dimilikinya setelah terjasi merger. 28
4.
Memaksimalkan Sumber Daya Perusahaan Kemampuan sumber daya yang ada di masing-masing perusahaan bisa
ditingkatkan manfaatnya secara lebih maksimal dengan cara kedua perusahaan melakukan merger. Contohnya Perusahaan A memiliki kemampuan yang bagus dibidang tenaga kerja yang cukup terampil dan cetakan tetapi lemah dibidang pemasaran, sedangkan diPerusahaan B memiliki pemasaran yang bagus namun lemah dibidang tenaga kerja. Melalui merger kemampuan sumber saya perusahaan A (sebagai perusahaan yang menerima
penggabungan)
bisa
lebih
memaksimalkan
(meningkatkan)
kemampuannyadengan pemanfaatan sumber daya yang dimilikinya secara lebih maksimal.
5.
Diversifikasi Usaha Tidak mudah bagi perusahaan untuk melakukan perluasan usaha melalui
divertifikasi usaha karena diperlukan modal yang cukup besar. Salah satu upaya yang dapat ditempuh perusahaan melalui hal ini adalah dengan cara merger. Merger bisa merupakan langkah strategis bagi perusahaan yang iging melakukan divertifikasi usaha. Contoh Perusahaan A adalah perusahaan yang bergerak dibidang industry pakaian jadi. Perusahaan B adalah Perusahaan yang bergerak dibidang industry prosuk barang-barang kebutuhan rumah tangga. Dengan perusahaan B Merger ke perusahaan A maka bidang usaha perusahaan ( sebagai perusahaan penerima 29
Penggabungan ) menjadi ke bidang industry produk barang-barang kebutuhan rumah tangga. Dengan demikian keuntungan atau benetif yang bisa diperoleh perusahaan menjadi bertambah dua kali lipat yaitu keuntungan dari sektor indusri produk pakaian jadi dan keuntungan dari sector industry peralatan rumah tangga. Hal itu pun memungkinkan perusahaan A untuk tetap dapat menjaga stabilitas pendapatannya.
6.
Sarana Alih Teknologi Merger bisa merupakan salah satu langkah strategi bagi perusahaan dalam
menimbulkan pengalaman serta mempelajari teknologi canggih dari perusahaan lain. Merger dapat menjadi sarana pengalihan teknologi dari perusahaan canggih kepada perusahaan lainnya khususnya perusahaan kecil yang tidak mempunyai kemampuan dalam penggunaan maupun pengembangan teknologi canggih tersebut.
7.
Pengembangan Inovasi Baru Dengan dilakukannya merger perusahaan menjadi besar sehingga riset dan
pengambangan dapat dilakukan secara canggih. Hal tersebut dapat mendorong timbulny inovasi baru dalam mengahasilkan produk-paroduk dari perusahaan yang bersangkutan. Akan tetapi apabila perusahaan sudah terlalu besar dan tidak terlalu besar atau kurang persaingannya dipasar, bisa juga menyebabkan perusahaan tersebut akan tetap mempertahankan prosuk yang sudah ada dengan apa adanya sehingga mengurangi semangat untuk mendapatkan inovasi baru. 30
8.
Alat Investasi Terutama bagi merger yang memerlukan pembayaran sejumlah dana dari
pihak yang menggabungkan diri serta merger seperti itu dapat merupakan alat untuk investasi bagi perusahaan yang menggabungkan diri tersebut. Apabila perusahaan yang menggabungksn diri tersebut merupakan perusahaan asing atau perusahaan campuran asing maka investasi itu dapat dipandang sebagai suatu investasu asing dan jika nanti investasi tersebut ditarik kembali (divestasi) maka diharapkan akan didapa banyak capital gain dari merger tersebut.
9.
Menjamin Pasokan Bahan Baku Khusunya terhadap merger vertikal yakni merger antara perusahaan hulu
dengan hilir maka merger seperti ini dapat menjamin tersedianya bahan baku karena mempunyai perusahaan pemasok bahan bakunya sendiri.
Disamping adanya alasan dilakukannya merger, merger vertikal ini juga bertujuan antara lain: 1.
Tujuan yang bersifat anti parsaingan Merger kemungkinan dilakukan untuk tujuan mencapai monopoli, maupun
memperkuat oligopoli. Oligopoly adalah keadaan pasar dengan prosedur pembekal barang hanya berjumlah sedikit sehingga mereka dapat mempengaruhi harga pasar atau sedikit penjual dan banyak pembeli.
31
2.
Untuk perluasan atau memasuki pasar dengan lebih mudah Membeli perusahaan sering kali lebih praktis dan lebih ekonomis
dibandingkan dengan menderikannya. Efisiensi perusahaan dapat diperoleh melalui penghematan biaya-biaya pelatihan, peningkatan kualitas dan akses-akses bisnis lainnya. 3.
Pengoperasian efisien dan skala ekonomis Tujuan para pihak melakukan merger mungkin adalah untuk mengurangi
sumber-sumber produksi. Beberapa hal yang perlu diungkapkan adalah: 1. Tingkat besaran pabrik yang ekonomi sering kali dapat dicapai melalui merger dalam jangka pendek, tetapi perusahaan yang lebih besar pada masa yang akan datang, dari hari dari pada jika perusahaan tetap berdiri secara independent. 2. Menyatukan dua perusahaan yang berbeda dapat menghasilkan efisiensi pada pabruk tersebut maupun manajemen tingkat atas. 3. Perusahaan yang besar dengan beragam cara dapat mengumpulkan laba ditahan yang lebih besar yang dapat ditarik dengan demikian devisi-devisi dari perusahaan tersebut dapat memperoleh modal yang lebih murah dibandingkan apabila perusahaan tersebut harus menjual sahamnya. 4. Pemasaran yang ekonomis juga dapat terjadi meskipun seringkali sulit di identifikasi atau lacak secara meyakinkan. 5. Barang dan jasa yang diperlukan dalam jumlah yang relative besar dapat dibeli dengan unit biaya yang lebih rendah di pasar. 32
4.
Keuntungan keuangan tanpa manfaat efisien baru Merger dapat bermanfaat bagi para pihak tanpa mengurangi penggunaan
sumber-sumber produksi. Keuntangan atau efisiensi tersebut dapat diperoleh melalui pertumbuhan perusahaan, pemanfaatan pemotongan pajak, pemanfaatan modal yang belum digunakan dan penyebaran ressiko. 5.
Pencapaian tujuan manajemen Sering kali manajemen penjualan kehendak untuk menjadi bagian dari
perusahaan yang lebih besar, dengan produk yang lebih bervariasi dan mungkin lebih kuat. 6.
Mengantikan dengan manajemen yang lebih baik Merger mungkin bertujuan untuk memindahkan bisnis ketangan yang lebih
handal. Perusanhaan yang mengambillalih mungkin mencari keuntungan bedar dari pengambilalihan perusahan yang mempunyai manajemen yang tidak efisien sehingga gagal untuk meraih laba. 7.
Merger dengan maksud untuk bertahan Salah satu tujuan mengapa perusahaan melakukan merger adalah untuk
mempertahankan diri. Pertama, perusahaan tersebut mempunyai kekurangan atau khawatir akan adanya kekurangcukupan skala produksi untuk menjadi efisiensi, kekurang kebalan terhadap praktek curang yang dilakukan pesaing, atau kurangnya
keungulan - keunggulan tertentu. Kedua, perusahaan mungkin
melakukan merger dengan pihak yang berhubungan baik dengan maksud untuk menghindari pengambilalihan oleh pihak yang kurang disukasi. Ketiga, dan ini 33
yang merupakan yang paling umum yaitu kekhawatiran terlampar dari bisnis yang digelutinya. 8.
Perhitungan bersih (terhadap kemamfaatan masyarakat) Merger mempunyai motivasi. Ada yang untuk memenuhi pihak-pihak yang
berkepentingan saja, ada juga untuk memenuhi kepentingan masyarakat.
Pelaksanakan merger terutama merger vertikal juga membawa manfaat yang cukup berarti bagi perusahaan yakni:
1.
Manfaat ekonomis karena karate teknologi Melalui merger vertikal perusahaan dapat menghemat biaya produksi karena pengeluaran untuk jalur produksi dapat ditekan. Misalnya dalam industri baja lebih menguntungkan untuk menempah baja selagi masih panas. Jadi lebih menguntungkan untuk memiliki pabrik lembar baja dan pabrik penempahan baja di bawah satu atap dari memproduksi lembar baja disatu pabrik kemudian menempah lembar baja yang telah diingin dipabrik lain.
2.
Manfaat karena adanya kepastian kontrak Sering terjadi perusahaan pemasokan bahan tidak menaati ketentuan dalam kontrak yang telah disepakati antara perusahaan pemasok dengan perusahaan yang menerima pesokan bahan baku/bahan mentah. Sehingga dengar merger vertikal hal ini dapat ditanggulangi dengan lebih efiktif.
34
3.
Manfaat ekonomi karena pengurangan biaya transaksi Terdapat banyak kemungkinan yang tejadi dipasar. Namun tidak mungkin memperkirakan semua kemungkinan yang akan terjadi dan mencantumkannya dalam kontrak. Untuk mengurangi biaya transaksi yang mungkin timbul dalam situasi tidak pasti seringkali transaksi-transaksi tersebut perlu dilakukan dibawah satu atap.
E. E.1.
Persiapan dan Monopoli Pengertian Persaingan Persaingan atau competition dalam bahasa inggris oleh Webster didefinisikan
sebagai “…a struggle or contest between teo or persons for the some objects…” (Arie Siswanto, 2002 : 13). Dengan memperhatikan terminology persaingan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsure-unsur sebagai berikut: 1. Adanya dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli. 2. Ada kehendak diantara mereka untuk mencapai tujuan yang sama. Kondisi persaingan sebenarnya merupakan satu karakteristik yang lekat dengan kehidupan manusia yang cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Anderson berpendapat bahwa persaingan dibidang ekonomi merupakan salah satu bentuk persaingan yang paling utama diantara sekian banyak persaingan antar manusia, kelompok masyarakat atau bahkan bangsa. (arie Siswanto, 2002, 13). 35
Sedangkan menurut Undang-undang Monopoli Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat Pasal 1 Angka 6 Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalakan kegiatan produksi da atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hokum atau menghambat persaingan usaha. Aspek Negatif Persaingan 1.
Sistem persaingan memerlukanbiaya dan kesulitan-kesulitan tertentu yang tidak didapati dalam system monopoli. Dalam keadaan persainga, pihak penjualan dan pembeli secara relative akan memiliki kebebasan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi.
2.
Persaingan bisa mencegah koordinasi yang diperlukan dalam industry tertentu. Salah satu sisi negatif da persaingan adalah bahwa persaingan bisa mencegah kordinasi fasilitas teknis dalam bidang usaha tertentu dan dalam lingkup luas sebenarnya diperlukan demi efisien.
3.
Persaingan apabila dilakukan oleh pelaku ekonomi yang tidak jujur bisa bertentangan dengan kepentingan publik.
E.2.
Pengertian Monopoli Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun Monopoli
adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggabungan jasa tertentu oleh 1 (satu) pelaku usaha atau 1 (satu) kelompok pelaku usaha. 36
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 1 Angka 2 adalah “Praktek Monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh 1 (satu) atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan umum”. Umunya
monopoli merupakan
istilah
yang dipertentangkan
dengan
persaingan. Meskipun demikian, ternyata belum ada kepakatan luas mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah ini. Dalam perkembangan nya meskipun dimaksudkan untuk menggambarkan fakta yang kurang lebih sama, istilah monopoli sering dipakai orang untuk menunjukkan tiga titik berat yang berlaku. Pertama istilah monopoli dipakai untuk menggabarkan suatu struktur pasar (keadaan korelatif permintaan dan penawaran). Meiners, memberikan definisi monopoli sebagai berikut “A marker structure in which the output of an industry is controlled by a single or group of sellers making joing decisions regading productin anf price.” (Arie Siswanto, 2002 : 19). Dari pendapat Meiners dapat dilihat bahwa ia sedikit ‘keluar’ dari difinisi etimologis yang mensyaraktkan keberadaan satu saja penjual didalam monopoli. Menurut monopoli pun bisa dilakukan oleh lebih dari satu penjual (a group of sellers) yang membuat keputusan bersama tentang produksi atau harga.
37
Kedua istilah monopoli juga sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu kondisi. Yang dimaksud disini adalah posisi penjual yang memiliki penguasaan dan kontrol eksklusif atas barang jasa tertentu. Ketiga istilah monopoli juga digunakan untuk menggambarkan kekuatan (power) yang dipegang oleh penjual untuk menguasai penawaran, menetukan harga, seta memanipulasi harga. Meskipun ada titik berat yang berbeda-beda dalam penggunaan istilah monopoli, secara umum menggambarkan fakta yang sama yakni pemusatan kekuatan penawaran ekslusif para pihak penjual dalam satu pasar. Dengan
bertitik
tolak
pada
pengertian
diatas
orang
lantas
memperhadapkan monopoli dengan persaingan. Berbeda dengan persaingan yang bersifat mendesentralisasikan kekuatan ekonomi, didalam
monopoli justru
terkandung pengertian adanya pemusatan kekuatan. Aspek positif dan negative dari Monopoli 1.
Aspek positf a. Monopoli bisa memaksimalkan efisiensi pengelolahan sumber daya ekonomi tertentu. b. Monopoli juga bisa menjadi sarana untuk meningkatkan pelayanan terhadap konsumen dalam industri tertentu. c. Monopoli bisa mengahindarkan duplikasi (penggandaan) fasilitas umum d. Dari sisi produsen monopoli bisa menghindarkan biaya pariwara serta biaya diferensiasi. 38
e. Monopoli bisa digunakan sebagai saran untuk melindungi sumber daya tertentu yang penting bagi masyarakat luas dari eksploitasi yang semata-mata bersifat profit. 2.
Aspek Negatif Monopoli a. Monopoli membuat konsumen tidak mempunyai kebebasan memilih produk sesuai dengan kehendak dan keinginan mereka. b. Menopoli membuat posisi konsumen menjadi rentan dihadapan produsen. c. Monopoli juga berpotensi menghambat inovasi teknologi dan proses produksi
E.3.
Jenis-jenis Monopoli
1. Monopoli dibedakan menjadi Private Monopoli (Monopoli swasta) dan publik monopoli (monopoli public). Pembedaan ini didasarkan pada criteria siapa yang memegang atau memiliki kekuasaan monopoli. Dikatakan adan monopoli publik jika monopoli itu dipunyai oleh badan publik (public Body) seperti Negara, Negara bagian, pemerintah daerah dan sebagainya. Sebaliknya monopoli swasta adalah monopoli yang dipegang oleh pihak non publik, seperti perusahaan swasta, koperasi dan perorangan. 2. Dari sisi keadaan yang menyebabkan monopoli bisa dibagi menjadi natural monopoli dan sosial monopoli. Natural monopoli adalah monopoli yang disebabkan oleh faktor-faktor
alami yang ekslusif. Jika disatu daerah
terdapat bahan tembang langka yang tidak dijumpai didaerah lain, pengelolaan sumber daya di wilayah itu akan memiliki natural monopoli. 39
Sebaliknya, sosial monopoli merupakan monopoli yang tercinta dari tindakan manusia atau kelompok sosial. Monopoli terhadap hak cipta yang diberikan oleh Negara kepada seseorang pencipta misalnya merupakan contoh dari monopoli sosial. 3. Dalam kaitannya dengan tulisan ini perlu juga dibedakan antara monopoli legal dengan monopoli illegal. Secara sederhana monopoli legal adalah monopoli yang tidak dilarang oleh hukum disuatu Negara. Sebaliknya Monopoli dikatan ilegal kalau dilarang oleh hokum. Menginat banyaknya sistem hukum yang memiliki pengaturan yang berbeda-beda tentu saja kriteria legal dan ilegal antara negara yang satu dengan negara yang lain juga berlainan. Apa yang dikatakan sebagai manopoli leal disatu negara belum tentu merupakan monopoli legal dinegara lain. Demikian pula sebaliknya di Amerika
serikat suatu perusahaan yang memegang posisi menopoli atau
mencoba meraih posisi monopoli tidak dengan sendirinya
dianggap
melakukan tindakan ilegal. Menurut Sherman Act posisi monopoli dan upaya mencapai posisi itu menjadi ilegal jika dilakukan melalui cara-cara yang tidak wajar.
40
BAB III METOD PENELITIAN
A.
Ruang Lingkup Penelitian Sesuai dengan judul sikripsi diatas maka penelitian dimulai dengan
mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan Merger Vertikal Perusahaan. Metode penelitian dalam tulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif. Menurut Soejono Soekonto danSri Mamuji penelitian hukum normatif ialah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menelitih bahan pustaka atau data sekunder bekala. Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistimatika hukum, penelitian terhadap sinkronisasi vertical dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum (Soejono, Mamuji, 2003 : 13).
B.
Pendekatan Penelitian Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian sripsi ini
adalah pendekatan konsep atau sistematika hukum yaitu unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas fenomena dalam suatu bidang studi yang kadang kala menunjuk pada hal universal yang diabstraksikan dari hal-hal particular. Salah satu fungdi logis dari konsep ialah memunculkan objek yang manarik perhatian dari sudut pandang praktis da sudut pengetahuan dalam pikiran dan atribut-atribut tertentu.
41
C.
Metode Pengumpulan Data 1. Jenis data Daya yang digunakan adalah da ta sekunder yakni daya yang diperoleh dari
daftar pustaka. 2. Sumber Data Dalam studi kepustakaan ini sumber data diperoleh dari : a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat seperti : - Perundang-undangan seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang –undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Undangundang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. - Peraturan-peraturan seperti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998
Tentang
penggabungan,
peleburan
dan
pengambilalihan
Perseroan terbatas. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer seperti buku-buku, hasil seminar, artikel, majalah dan Koran maupun yang diperoleh dari internet serta jurnal hukum.
42
3. Alat Pengumpulan data Adapun alat pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data yang didasarkan pada buku-buku dan literature yang berkaitan untuk mendapatkan bahan- bahan perbandingan
D.
Analisi Data Dalam penulisan ini dipakai analisis data
yaitu analisis deskriptif
(descriptive analisys) metode ini adalah suatu metode yang hanya melakukan penjabaran atau merugiakan data yang telah diperoleh dan selajutnya data tersebut dianalisa dengan menggunakan peraturan perundang-undangan.
43
BAB IV PEMBAHASAN A.
MERGER VERTIKAL DAPAT MENYEBABKAN MONOPOLI Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab-bab di atas bahwa pada umumnya
merger vertikal dilakukan dengan tujuan pegadaan barang untuk kegiatan produksi terjamin atau untuk menjamin jalur pemasaran barang yang diproduksi juga untuk menekan biaya produksi dan biaya pemasaran. Tindakan tersebut merupakan langkah yang tepat diharapkan perusahaan-perusahaan kecil dapat berkembang dan maju dan pada akhirnya dapat bersaing dengan perusahaan lainnya secara sehat. Masyarakat selaku konsumen sangat diuntungkan dengan adanya persaingan usaha sehat tersebut karena masyarakay akan mempunyai pilihan dalam membeli produk yang mereka inginkan dengan harga yang murah dan kualitas yang baik pula. Undang-undang No. 5 Tahun 1999 telah melaranng dilakukannya penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 28). Memang tidak mudah diketahui apakah suatu perusahaan telah melakukan monopoli atau tidak. Untuk dapat menentukan apaka tindakan merger vertikal yang dilakukan pelaku usaha telah mengarah kepada terjadinya praktek monopoli maka ada empat parameter dasar huku persaingan yang dapat dijadkan acuan, yaitu : (Gunawan Widjaya, 2002 : 22).
44
1. Adanya pemutusan kekuatan ekonomi Pemutusan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa. 2. Pemutusan kekuatan tersebut berada pada suatu atau lebih pelaku usaha ekonomi. Secara umum dapat dikatakan bahwa pelaku usaha dianggp telah menguasai pasar secara monopoli jika: a. Satu pelaku usah atau satu kelompook pelaku usaha mengenai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jenis tertentu. b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa. Undang-undang dalam rumusan pasal 4 ayat (2) undang-undang Nomor 5 tahun 1999 juga tegas mengatakan bahwa pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaaan produksi dan atau jasa, jika 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa. 3. Pemusatan kegiatan ekonomi tersebut menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, dan. Dengan adanya penguasaan atas proses produksi lanjutan maupun pada proses distribusi dan pemasaran produk akan menyebabkan adanya penetapan harga secara vertikal yang dapat terjadi antara supplier dan distributordistributornya. 45
Dalam perjanjian ini supplier menetapkan suatu harga terendah dari suatu barang, dan atau jasa dari supplier yang arus ditatati oleh distributor-distributor tersebut. Dengan kata lain distributor-distributor tersebut tidak boleh menjual atau memasok kembali barang atau jasa tersebut dengan harga yang lebih rendah dengan harga yang telah diperjanjikan tersebut. Berbagai tindakan maupun perjanjian yang dilakukan pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang berdampak kearah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha merupakan tindakan atau perjanjian yang dilarang oleh Undang-undang (Pasal 4 Undang-undang No. 5 Tahun 1999). Demikian juga dalam pelaksanaan merger vertikal dapet mengakibatkan terciptanya situai monopoli karena adanya halangan atau hambatan bagi pesaing untuk bisa memasuki pasar yang bersangkutan merupakan tindakan yang dilarang. Hambatan perdagangan vertikal yaitu persetujuan diantara dau pihak atau lebih pada tingkat distribusi yang berlainan. Hal ini biasanya terjadi antara distributor dengan pengecer atau antara pemberi dengan pemegang franchise. Merger vertikal dapat meningkatkan hambatan memasuki pasar dan hambatan perusahaan-perusahaan lainnya untuk mengadakan perluasan. Intregasi vertikal dapat memaksa perusahaan lainnya untuk melakukan persaingan. Hal ini dapat menunda entry borrier dan menaikan resiko pembayaran yang lebih tinggi dari biasanya untuk pengadaan modal yang diperlukan
guna memasuki pasar.
Perusahaan dengan kekuatan pasar sering melakukan investasi pada intregasi 46
vertikal untuk menghambat jalan masuk pasar
yang dapat mengurangi
keuntungan-keuntungan dari persaingan. Dalam hal ini hokum persaingan layak ikut campur tangan untuk menghambat merger vertikal jika intregasi tersebut merugikan keberadaan kekuatan pasar dengan cara menghambat pintu masuk pasar bagi pendatang bisnis baru. 4.
Pemusatan kegiatan ekonomi tersebut merugikan kepentingan umum. Dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkab terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat. Jelas dikatakan dalam Pasal 14 intregasi vertikal ini dilarang. Sebagaimana peraturan-peraturan Merger di Indonesia larangan merger
bersifat Rule of Reason. Merger diperbolehkan sepanjang tidak mengurangi persaingan secara Substansi. Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjasinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pengambilan saham perusahaan lain juga dilarang apabila dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 28 Undang-undang No. 5 Tahun 1999). Hal ini juga berlaku pada tindakan merger vertikal yang berdampak pada terkonsentrasinya sektor industri dari hulu sampai ke hilir oleh satu pelaku usaha. 47
Pelaku usaha atau kelompoknya tersebut dapat mengontrol dan mempengaruhi harga produk yang tidak saja bisa mematikan para pesaingnnya melainkan juga akan menciptakan kesejangan dalam dunia usaha yang pada akhirnya akanmenciptakan monopoli merupakan tindakan yang tidakdiperbolehkan oleh Undang-undang Anti Monopoli. Berdasarkan ketentuan yang dijasikan acuan untuk menentukan apakah merger vertikal tersebut menyebabkan suatu monopoli dapatlah diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan merger vertikal tersebut bisa berdampak terhadap monopoli apabila adanya integritas vertikal dan penetapan harga vertikal yang mana integritas vertikal tersebut terjasi melalui penggabungan usaha yang memproduksi bahan baku dengan perusahaan yang memproduksi barang jasi atau antara prodesen dengan perusahaan distribusi pemasoknya. Contoh yang ekstrim dapat terjadi pada industry kertas. Dalam industri kertas dari bahan dasar sampai konsumen dapat berdiri beberapa insdustri. Mulai dari (1) perusahaan yang memiliki HPH sebagai penghasil kayu, (2) perusahaan penghasil bubur kertas (pulp), (3) perusahaan penghasil kertas, (4) perusahaan distribusi kertas,(5) perusahaan pemasaran kertas ditingkat konsumen, dan lain-lain. Hubungan antara suatu perusahaan tergantung pada perusahaan lain untuk memasok bahan baku. Dilain pihak perusahaan tersebut juga tergantung pada perusahaan distribusi yang menjual produk-produknya dipasar. Seringkali kaitan antara perusahaan melalui pasar ini bukanlah cara yang paling efisien dalam melakukan kegiatan usaha. Dengan demikian terdapat beberapa manfaat tambahan
48
yang dapat diperoleh suatu perusahaan tersebut melakukan intregasi vertikal. (Ayudha D. Prayoga, 2001 : 40). Penetapan harga vertikal ini akan merugikan pihak distributor karena pihak distributor harus menjual dengan harga yang telah diperjanjikan dengan supplier. Untuk bersaing dengan pihak supplier lainnya dalam produksi yang sama. Pihak supplier melakukan penetapan harga secara vertikal untuk menekan biaya produksi sehingga produk yang dijual di pasar dapat bersaing dengan supplier-supplier lainnya. Pasal 8 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 penetapan harga secara vertikal dilarang apabila ia dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Monopoli merupakan penguasaan lebih dari 59% pangsa pasar atas komoditi tertentu oleh satu atau gabungan beberapa perusahaan. Oleh karena banyak kalangan, monopoli dinilai sangat tidak sehat dan menganggu jalannya mekanisme pasar yang kompetitif.
Sebab
monopoli
pasar
atas
komoditi
tertentu
tersebut
dapat
membahayakan kepentingan masyarakat luas, terutama konsumen produk yang dimonopoli. Kepentingan konsumen terhadap produk dengan harga yang wajar (reasonable price) dan berkualitas baik dapat terancam karena ulah salah satu atau beberapa pengusaha yang memonopoli pasar komiditi tertentu itu dengan seenaknya mensuplai produk yang bermutu rendah tapi dengan harga tinggi, yang mana di dalam pasal 17, pasal 18 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 hal tersebut dilarang. Dampak negative yang timbul dari adanya tindakan merger vertikal tersebut belum bisa ditentukan pada saat merger tersebut belum terjadi tapi baru bisa ditentukan pada saat setelah merger vertikal tersebut terjasi atau baru bisa dilihat dan 49
Ditentukan setelah merger tersebut berjalan apakah tindakan merger vertikal tersebut membawa akibat negatif terhadap monopoli di;pasar yang bersangkutan atau tidak. Jika ternyata terbukti maka, komisi membatalkan tindakan merger tersebut (Pasal 47 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999) dan sebaliknya apabila tidak maka tindakan merger tersebut tidak dilarang. Bergabung untukmenjadi lebih besar, kuat dan efisien pada dasarnya adalah hak perusahaan. Akan tetapi tidak dapat disangkal bahwa perusahaan yang “terlalu” besar dan kuat sangat mudah memanfaatkan kelebihannya itu dengan cara-cara yang merugikan persaingan. Agar pengawasan terhadap merger vertikal lebih musa dan tepat sasaran maka diperlukan pengawadan yang ketat.
B.
CARA
PENYELESAIAN
SENGKETA
MERGER
VERTIKAL
TERHADAP PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Pengadilan merupakan tempat penyelesaian perkara yang resm dibentuk oleh Negara. Namun untuk hokum .persaingan, pada tingkat pertama penyelesaian sengketa antar pelaku usaha tidak dilakukan oleh Pengadilan. Alasan yang dapat dikemukakan adalah karena hukum persaingan usaha membutuhkan orang-orang yang spesialis yang memiliki latar belakang dan mengerti betul tentang seluk beluk dalam rangka menjaga mekanisme pasar. Institusi yang melakukan penegakan hukum, tetapi juga ekonomi dan bisnis. Hal ini mengingatkan masalah persaingan usaha sangat terkait erat dengan ekonomi dan bisnis. Institusi yang memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum persaingan adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). 50
Lembaga yang akan mengawasi pelaksanaan persaingan usaha tidak sehat adalah KPPU. Selain itu ada lembaga lain yanh dapat menjadi penegak pelaksana Undang-undang tersebut diatas penyidik dan pengadilan. Adapun cara penyelesaian sengketa merger vertikal terhadap persaingan usaha tidak sehat adalah sebagai berikut:
B.1.
Melalui KOmisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Tata caraa penanganan perkara diatur dalam pasal 38 sampai 46 Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1999. 1.
Komisi dapat bekerja apabila adanya laporan dari masayarakat atau orang yang merasa dirugikan - Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang ini dapat melapor secara tertulis kepada komisi dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggran dengan menyertakan indentitas pelapor. - Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggran terhadap Undangundang ini dapat melapor secara tertulis kepada komisi dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang timbulkan dengan menyertakan identitas pelapor. Identitas pelapor wajib dirahasiakan oleh komisi.
51
2.
Berdasarkan laporan tersebut komisi wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari setelah menerima laporan, komisi wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutnya. -
Dalam pemeriksaan lanjutan, komisi wajib melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang dilaporkan.
-
Komisi wajib menjaga rahasia informasi yang diperoleh dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan.
-
Apabila dipandang perlu komisi dapat mendengarkan keterangan-keterangan saksi, saksi ahli dan atau pihak lain.
-
Dalam melakukan kegiatan diatas, anggota komisis delengkapi dengan surat tugas.
3.
Komisi dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan terjadi pelanggaran Undang-undanh ini walaupun tanpa adanya laporan. (Pasal 40) dalam hal ini anggota komisi harus lebih aktif dan mencari (bukan mencari kesalahan) apakah benar dugaan tersebut.
4.
Pelaku usaha dan atau pihak lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan (Pasal 41 ayat 1). Alat-alat bukti tersebut adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan atau dokumen, petunjuk, dam keterangan pelaku usaha. (Pasal 42)
5.
Setelah proses pemeriksaan pendahuluan selesai, komisi melajutkan “Proses pemeriksaan lanjutan”, proses ini harus diselesaikan komisi selambat-lambatnya 60 hari sejak dilakukan pemeriksaan lanjutan tersebut (pasal 43) bila diperlukan 52
jangka waktu pemeriksaan lanjutan, maka dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Setelah itu komisi wajib memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang selambat-lambatya 30 hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan tersebut. Putusam komisi harus dibatalkan dalam satu bidang dan dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku. Adapun proses pemeriksaan lanjutan dan putusan komisi adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan lanjutan Jika menurut pertimbangan KPPU perlu adanya pemeriksaan lanjutan maka KPPU wajib melakukan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap pelaku usaha yang dilaporkan (pasal 34 ayat 2). Selain pemeriksaan terhadap pelaku usaha komisi juga dapat meminta keterangan dari saksi, saksi ahli, dan atau pihak lain, yang mana dalam kelancara acara pemeriksaaanya anggota komisi dilengkapi dengan surat tugas. Dalam penyelidikan atau cara pemeriksaan yang dilakukan oleh komisi pihak pelaku usaha dan pihak lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan (pasal 41 ayat 1) dan dilarang menolak untuk diperiksa ataupun dilarang menolak memberikan informasi, oleh pihak kemisis akan diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidik sesuai dengan ketentuan yang berlaku (pasal 41 ayat 3).
53
Penyidik yang melakukan penyidikan dalam perkara ini adalah sesuai ketentuan KUHAP (Kitab Undang-undang Acara Pidana). Kalau kasusnya sudah sampai pada penyidik yang menangani tidak lagi hanya pihak komisi melainkan pihak kepolisisan juga turut berperan. Komisi menyerahkan kasus tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan, yang tidak hanya perbuatan atau tindakan pidana tetapi juga termasuk pokok perkara yang sedang diselidiki atau di periksa oleh komisi.
Putusan komisi Demi kepastian hukum, putusan mengenai hasil pemeriksaanya harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha, yaitu dengan menyampaikan petikan putusan komisi. Proses pengambilan keputusan komisi kurang tegas diatur dalam Undangundang No. 5 Tahun 1999. Dalam penjelasan pasal 43 ayat 3 hanya dikatakan bahwa pengambilan keputusan dalam sidang majelis yang beranggotakan sekurangkurangnya 3 orang anggota komisi. Hal ini diatur lebih lanjut dalam rancangan Kepres daraf III dalam Pasal 5 yang mengatur bahwa pengambilan keputusan komisi dilakukan dalam sidanh majelis yang beranggotakan sekurang-kurangnya 3 orang anggota komisi, dimana keputusan komisi di tanda tangani oleh seluruh anggota majelis. Pengambilan putusan melalui sidang majelis adalah hal biasa dan juga dilakukan oleh komisi-komisi Negara lan. Tetapi bagaiman proses pengambilan 54
keputusan itu tidak dijelaskan, baik dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 maupun rencana Kepres hal yang dijelaskan hanyalah bahwa putusan ditanda tangani oleh seluruh anggota majelis (Ayudha.D.Prayoga, 2001 : 151). Pengaturan pengambilan keputusan sidang majelis pada peralian umum, dimana suatu putusan dikatakan sebagai putusan majelis hakim. Walapun mungkin ada anggota majelis yang tidak setuju terhadap putusan tersebut. Berkas putusan tersebut harus memuat seluruh pendapat anggota majelis hakim, yang mana setuju dan yang tidak setuju serta alasannya, sehingga masyarakat dapat menilai kredebilitas dari hakim yang memeriksa perkara tersebut. Proses pengambilan putusan dari komisi sebaiknya dilakukan dengan suara terbanyak sehingga diketahui anggota komisi yang setuju dan yang tidak setuju, dan apa alasan masing-masing pendapat dari anggota komisi yang tidak setuju tersebut harus juga dimasukkan dalam dokumen putusan komisi. Berkaitan dengan putusan komisi sesuai dengan Pasal 47 komisi berwenang menjatuhkan sanksi tindakan administrative berupa: - Penetapan pembatalan perjanjian sebagai mana dimaksud pasal 4 (oligopoli) sampai dengan pasal 13 (ologopsoni), pasal 15 (perjanjian tertutup), pasal 16 (perjanjian dengan pihak-pihak luar negeri). - Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagai mana dimaksud pasal 14. - Perintah menghentikan kegiatan yang menimbulkan praktek monopoli, persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat. - Perintah penghentian penyalah gunaan posisi dominan.
55
- Penetapan pembatalan penggabungan/peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pasal 8. - Penetapan pembayaran gan ti rugi - Pengenaan denda minimal Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan maksimal Rp. 25.000.000.000 (dua puluh milyar rupiah). B.2.
Melalui Pengadilan Negeri Selain penyidik lembaga penegak hukum terkait dalam penegakan hukum
persaingan usaha adalah Pengadilan Negeri. Berbeda dengan perkara biasa yang diajukan ke Pengadilan Negeri, proses penanganan perkara persaingan usaha tidak dapat langsung diajukan ke Pengadilan Negeri, melainkan harus melalui komisi. Jasi dalam hal ini Pengadilan Negeri hanya dapa memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara apabila ada keberatan dari pelaku usaha terhadap putusan komisi. Bila mana tidak ada keberatan dari pelaku usaha terhadap putusan komisi maka dianggap penerima putusan komisi sehingga putusan tersebut telah mempunyai kekuatan eksekutorial harus dimintakan penetapan eksekusi dari Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri selain memeriksa dan memutuskan keberatan yang diajukan oleh pelaku usaha terhadap putusan komisi juga memeriksa dan memutus perkara-perkara yang dilimpahkan oleh penyidik melalui penuntut umum. Perkara tersebut adalah perkara pelanggaran terhadap Undang-undang persaingan usaha yang sanksinya berupa pidana pokok sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 48 dan pidana tambahan sebagaimana tersebut dalam pasal 49 Undang-undang Nomo 5 Tahun 1999, yaitu :
56
a. Pidana pokok diatur dalam Pasal 48 yang menentukan bahwa : Pelanggaran terhadap pasal 4, pasal 9 sampai dengan pasal 14, pasal 16 sampai dengan pasal 19, pasal 25, pasal 27, dan pasl 28 diancam pidanan denda serandah-rendahnya Rp. 25.000.000.000
(dua puluh lima milyar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp. 100.000.000 (sertarus millyar rupiah) atau pidana kurunngan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 5 sampai dengan pasal 8, pasal 15, pasal 20 sampai dengan pasal 24, dan pasal 26 diancam dengan pidana denda serendah-rendahnya Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah) dan setinggitingginya
Rp. 25.000.000.000
(dua puluh lima milyar rupiah) atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 41 undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan
setingi-tingginya Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah) atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Dari ketentuan pasal diatas dapat diketahui bahwa yang tergolong pidanan pokok adalah (1) pidana denda atau (2) pidana kurungan pengganti denda, dengan perincian sebagi berikut: 1. Ancaman pidana denda serendah-rendahnya 25 milyar rupiah dengan setinggitingginya 100 milyar rupiah atau pidana kurungan pengganti denda selamalamanya 6 bulan yaitu yang diancam terhadap tindakan-tindakan sebaai berikut:
57
a.
Membuat perjanjian oligopoly (pasal 4)
b.
Membuat perjanjian pembagian wilayah (pasal 9)
c.
Membuat perjanjian pemboikotan (pasal 10)
d.
Membuat perjanjian katerl (pasal 11)
e.
Membuat perjanjian trust (pasal 12)
f.
Membuat perjanjian oligopsoni (pasal 13)
g.
Membuat perjanjian integrasi vertikal (pasal 14)
h.
Membuat perjanjian yang dilarang dengan pihak luar negeri (pasal 16)
i.
Melakukan kegiatan mopoli (pasal 17)
j.
melakukan kegiatan monopsoni (pasal 18)
k.
Melakukan penguasaan pasar yang dilarang (pasal 19)
l.
Melakukan posisi dominant (pasal 25)
m. Kepemilikan saham yang dilarang (pasal 27) n.
Melakukan merger, akuisisi, dan konsolidasi yang dilarang (pasal 28)
2. Ancaman pidana serendah-rendahnya 5 milyar rupiah dan setingi-tingginya 25 milyar rupiah atau pidana kurungan pengganti selama-lamanya 5 bulan yakni yang diancam terhadap tindakan-tindakan yang melanggar hukum anti monopoli sebagai berikut: 1. Penetapan harga yang dilarang (pasal 5-8) 2. Perjanjian tertutup yang dilarang (pasal 15) 3. Melakukan jual rugi yang dilarang (pasal 20)
58
4. Melakukan kecenderungan dalam menetapkan komponen harga (pasl 21) 5. Persengkongkolan yang dilarang (pasal 22-24) 6. Menyalahgunakan posisi dominant (pasal 25)
3. Ancaman pidana denda serendah-rendah 1 milyar rupiah dan setinggitinginya 5 milyar rupiah atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 bulang yakni yang diancam terhadap tindakan sebagai berikut: 1. Tidak mau menyerahkan alat bukti dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan 2. Menolak untuk suatu proses penyelesaian dan atau pemeriksaan 3. Menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam pemeriksaan dan atau penyelidikan 4. Menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan
b. Pasl 49 menenukan bahwa pidana pokok dapat disertai pidana tambahan yang dapat berupa : - Pencabutan izin usaha - Larangan menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 tahun dan selambat-lambatnya 5 tahun bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran undang-undang. - Penghentian kegiatan/tindakan tertentu yang merugikan orang lain.
59
Walaupun komisi dapat mengadakan sidang sendiri dan memutuskan perkaraperkara yang diajukan kepadanya namun untuk menguatkan putusannya agar mempunyai kekuatan eksekutorial juga dalam kasus-kasus pelanggaran yang ancamannya merupakan berupa pidana pokok, komisi harus meminta bantuan pengadilan. Upaya terakhir yang dapat diajukan oleh pelaku usaha dalam perkara persaingan usaha tidak sehat adalah Mahkamah Agung. Juga akhirnya Mahkamah Agung harus sudah memberikan putusan dalam waktu 30 hari sejak permohonan kasasi diterima (pasal 45 ayat 4). Sehingga dapat disimpulkan bahwa didalam penegakan hukum persaingan usaha tidak sehat meskipun Komisi sebagai salah satu penyelesaian hukum persaingan yang mempunyai tugas dan kewenangan yang sangat luas namun masih tetap memerlukan bantuan dari penegak hukum lainnya agar putusan-putusannya efektif. Oleh karena sanksi yang dapat dijatuhkan oleh komisi adala h berupa tindakan administrative sedangkan sanksi pidana terhadap penggaran Undang-undang persaingan usaha adalah tetap wewenang dari pengadilan.
B.3.
Melalui Perdamaian Selain putusan KPPU, Penyidik, Pengadilan Negeri, Mahkamah Agng tidak
dapat dipungkuri bahwa penyelesaian sengketa persaingan usaha tidak sehat adalah melalui jalur perdamaian diantara kedua keputusan tertinggi. Yang mana proses penyelesaian sengketa perdamaian ini bisa terjadi pada saat proses persidangan belum selesai dimana salah satu pihak yang bersengketa mengajukan perdamaian dan
60
disetujui oleh pihak lawannya, ataupun perdamaian ditawarkan oleh Hakim. Sehingga putusan atas penyelesaian sengketa persaingan usaha tidak sehat ini adalah melalui putusan atas penyelesaian sengketa persaingan usaha tidak sehat ini adalah melalui putusan atas penyelesaian sengketa persaingan usaha tidak sehat ini adalah melalui perdamaian. Perdamaian yang dilakukan pihak yang bersengketa tidak boleh dibawah tangan tetapi harus otentik. Oleh sebab itu putusan perdamaian yang dilakukan bukan perdamaian di bawah tangan tapi putusan perdamaian itu harus dilaksanakan. Apabila salah satu pihak ingkar maka pihak yang dirugikan boleh meminta atau memohon kepada hakim supaya boleh melaksanakan eksekusi. Putusan perdamaian tidak boleh dibanding. Undang-undang No. 5 Tahun 1999 ini secara tegas memang telah mengatur tengang waktu dalam tiap-tiap fase pemeriksaan maupun pengambilan putusan. Baik pada tingkat komisi, penyidik, pengadilan negeri, mahkamah Agung. Namun pelaksanaan ketentuan tersebut sekali lagi juga ditentukan sarana dan prasarana, Sumber Daya Manusis (SDM), baik dilingkungan pemerintah maupun dunia usaha dan lembaga terkait lainnya.
61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpula 1.
Meskipun secara umum merger vertikal ditunjukkan untuk pengembangan usaha yang didasarkan pada peningkatan efisiensi namun tidak dapat dipungkiri bahwa merger vertikal juga dapat membawa akibat yang dapat mempengaruhi persaingan usaha. Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 untuk dapat dikatan telah terjadi praktek monopoli dalam pelaksanaan merger vertikal harus dapat dibuktikan adanya unsur-unsur. a. Adanya suatu pemusatan kekuatan ekonomi di tangan satu atau lebih pelaku usaha. b. Akibat pemusatan kekuatan ekonomi tersebut dapat menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat atau merugikan kepentingan umum. c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2.
Proses penyelesaian sengketa merger vertikal perusahaan terhadap persaingan tidak sehat pertama sekali diselesaikan oleh KPPU, apabila keputusan yang telah ditetapkan KPPU tidak diterima oleh pelaku usaha, pelaku usaha dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri, pelaku usaha yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Peyelesaian sengketa bisa juga jalur perdamaian. 62
B. Saran 1. a. Diharapkan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah mengenai pelaksanaan merger vertikal, sehingga banyak pelaku usaha yang melanggar Undang-undang Anti Monopoli menginat belu adanya peratuan khusus mengenai merger vertikal yang mengawasi aspek monopoli otomatis merger vertikal tidak dapat diawasi apalagi dapat dibatalkan. Peraturan yang ada sekaran ini lebih banyak mengatur prosedur administrasinya saja. b. Diharapkan lembaga yang diberi fungsi dan wewenang untuk mengawasi pelaksanaan merger vertikal yang berakibat persaingan usaha tidak sehat ini tidak akan segan-segan menolok pelaksanaan merger vertikal yang berimplikasi pasa persaingann usaha dan menindak tegas pelaku usaha yang melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2. Diharapkan pemerintah dapat membuat peraturan khusu mengenai merger vertikal sehingga pengaturan mengenai merger vertikal ini lebih spesifik.
63
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim. G. Nusantara & Benny K. Heman, Analisa dan Perbandingan Undang-Undang Anti Monopoli, Jakarta, PT. Elex Komputindo, 1999. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bhakti, 1999. Ahamad yani & Gunawan Widjaja, Anti Monopoli, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1999. Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Jakarta, Penerbit Ghalia, 2002. Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat (Tinjauan Terhadap Undangan-undangan Nomor 5 Tahun 1999), Bandung, PT. Citra Aditya Bhakti, 1999.
Ayudha D Prayoga, dkk, Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya Di Indonesia, Jakarta, Ellips bekerjasama dengan Partnership for Business Competition, 2001. Cornelius Simanjuntak, Hukum Merger Perseroan Terbatas (Teori dan Praktek), Bandung, PT. Citra Aditya Bhakti, 2004. Gunawan Widjaja, Merger Dalam Perspektif Monopoli, Jakarta, Raja Grafind Persada, 2002. Habibi Adjie, Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Dalam Perseroan Terbatas, Bandung, CV. Mandar Maju, 2003. I.G.Rai Widjaja, Pedoman Dasar Perseroan Terbatas, Jakarta, Pradtya Paramita, 1994. , Hukum Perusahaan Bisnis Indonesia, Jakarta, Kesaint Blanc, 2000. Joni Emirzon, Hukum Bisnis Indonesia, Jakarta, PT. Prenhalindo, 2002. Muchyar Yara, Merger Menurut Undang-undang Persoalan Terbatas Nompo 1 Tahun 1995, Jakarta, PT. Nadhillah Ceria Indonesia, 1995 64
Munir Fuady, Hukum Tentang Merger, Bandung, PT. Cita Aditya Bhakti, 1999. , Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Bandung, PT. Citra Aditya Bhakti, 1999. , Pasar Modal (Tinjauan Hukum), Bandng, PT. Citra Aditya Bhakti, 1996. Ninggrum Natasya Sirait, Asosiasi & Persaingan Usaha Tidak Sehat, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2004. Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia Pusataka UTama, 2004. , Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung, PT. Alumni, 2004. Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Press), 1986. Soejono Soekant 2003.
Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Rajawali,
Peraturan-peraturan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tetang Perseroan Terbatas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pengabungan, Peleburan dan Persaingan Usaha. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas Media Masa Jurnal Hukum Bisnis Volume 24 Nomor 1 Tahun 2005. Jurnal Hukum Bisnis Volume 24 Nomor 3 Tahun 2005. Jurnal Hukum & Usahawan Volume 3 Nomor 12 April 2005. 65
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Christia Novianty Purba
Ampat/Tanggal Lahir
: Pontianak / 11 November 1982
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Kristen Protestan
Alamat
: Jalan Rakyat Ga ng Beli No. 1 Medan 20237
PENDIDIKAN 1. Tahun 1989 lulus dan TK Swasta Angkasa Pura Pontianak 2. Tahun 1995 lulus dari SD Negeri 9 Pontianak 3. Tahun 1998 lulus dari SLTP Negeri 3 Pontianak. 4. Tahun 2001 lulus dari SMU Swasta Methodist-2 Medan. 5. Tahun 2001tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas HKBP Nomensen Medan. Demikianlah Daftar Riwayat Hidup Penulis Perbuat dengan sebenarnya.
Medan, 26 Maret 2006 Penulis
CHRISTIA NOVIANTY PURBA
66