LAPORAN PENELITIAN
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENJUMLAHAN MELALUI METODE LATIHAN SOAL CERITA BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB KOTA PADANG
Oleh:
Rahmahtrisilvia, S.Pd, M.Pd Elsa Efrina, S.Pd., M.Pd
Penelitian ini dibiayai oleh anggaran DIPA 2010 Nomor 0664/023-04.201/03/2011 Tgl 20 Desember 2010
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2011
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN 1.
2.
3.
4. 5. 6.
a. Judul Penelitian
:
b. Bidang Ilmu : c. Kategori Penelitian : a. Ketua Peneliti • Nama Lengkap dan Gelar: • Jenis Kelamin : • Pangkat/Gol./NIP : • Jabatan Fungsional : • Jabatan Struktural : • Fakultas / Jurusan : • Pusat Penelitian : b. Alamat Ketua Peneliti • Kantor/telepon/fax : • Rumah/telepon : • E-mail : Jumlah Peneliti : a. Nama Anggota Peneliti Mahasiswa yang terlibat : Lokasi Penelitian Lama Penelitian Biaya Penelitian
Meningkatkan Kemampuan Penjumlahan Melalui Latihan Soal Cerita Bagi Anak Tunagrahita Ringan Di SLB Kota Padang Pendidikan Pendidikan Rahmahtrisilvia, S.Pd., M.Pd Perempuan III d/Penata Tk.I/ 19750324 200012 2 001 Ilmu Pendidikan / Pendidikan Luar Biasa Lembaga Penelitian UNP Kampus PLB Limau Manis Padang Jl. Manggis 16/321 Belimbing Kuranji Padang
[email protected]
Elsa Efrina, S.Pd., M.Pd Sutrina (11626/09) Intan Jumiati (01108/08) : Kota Padang : 6 bulan : Rp. 7.500.000,- (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
Mengetahui: Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang,
Padang, Oktober 2011 Ketua Peneliti,
Prof. Dr. H. Firman, M.S., Kons. NIP. 19610225 198602 1 001
Rahmahtrisilvia, S.Pd., M.Pd NIP. 19750324 200012 2 001
i
ABSTRAK
Rahmahtrisilvia: Meningkatkan Kemampuan Penjumlahan Melalui Metode Soal Cerita Bagi Anak Tunagrahita Ringan Kata Kunci: Penjumlahan, Metode Latihan
Latihan
Penelitian ini dilatar belakangi oleh masalah minimnya kemampuan penjumlahan anak tunagrhita ringan. Hal ini di sebabkan oleh karena kurangnya cara atau metode yang diberikan guru kepada anak pada saat pembelajaran sehingga anak tidak tertarik untuk mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh guru. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan bagi anak tunagrahita ringan melalui metode latihan soal cerita. Pendekatan penelitian menggunakan penetian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian dilakukan dengan berkolaborasi dengan guru kelas, subjek peneliti adalah tiga orang anak tunagrahita ringan kelas D II Hasil penelitian pada siklus I dengan menggunakan latihan soal cerita, menunjukkan hasil yang baik. Anak X bisa menjawab pertanyaan 60%, anak Y bisa menjawab 60% dan anak Z bisa menjawab 80% dari soal yang di ujikan. Pada siklus II dengan menggunakan latihan soal cerita tetapi ceritanya lebih kongkrit. Sehingga terjadi peningkatan yang sangat baik. Anak X bisa menjawab 90%, anak Y bisa menjawab 90% dan anak Z bisa menjawab 90% dari soal yang diujikan. Berdasarkan hasil penelitian sesuai dengan pertanyaan penelitan, maka kemampuan penjumlahan dapat ditingkatkan melalui metode latihan soal cerita bagi anak tunagrahita ringan kelas D II.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya penulis menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “Meningkatkan kemampuan
penjumlahan melalui metode latihan soal cerita bagi anak tunagrahita ringan. Pemaparan penelitian ini dalam bentuk bab. Bab I pendahuluan yang berisikan masalah latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Bab II kajian teori tentang matematika, anak tunagrahita ringan dan soal cerita. Bab III berisikan metode penelitian
yang akan digunakan. Bab IV berisikan hasil
penelitian yang telah dilakukan. Bab V akan membahas kesimpulan dan saran. Dalam penyelesaian penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari semua pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang setulus-tulusnya pada semua pihak yang telah membantu. Semoga segala bantuan yang telah diberikan bernilai ibadah.
Padang,
Penulis
iii
Oktober 2011
DAFTAR ISI Hal HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………….
i
ABSTRAK ………………………………………………………………………………
ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….
iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………
iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang …………………………………………………………………..
1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………………………………..
4
C. Rumusan Masalah ……………………………………………………………….
4
D. Tujuan Penelitian ………………………………………………………………..
5
E. Manfaat Penelitian ………………………………………………………………
5
BAB II KAJIAN TEORI A. Hakekat Matematika ……………………………………………………………..
6
B. Soal Cerita Bagi Anak Tunagrahita ……………………………………………...
11
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ………………………………………………………………...
17
B. Subjek Penelitian ………………………………………………………………...
20
C. Tempat penelitian ………………………………………………………………..
20
D. Alur Penelitian …………………………………………………………………...
20
E. Definisi Operasional ……………………………………………………………..
23
F. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………………………
23
G. Teknik Analisis Data …………………………………………………………….
25
iv
H. Teknik Keabsahan Data ………………………………………………………….
26
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data …………………………………………………………………...
28
B. Analisis Data …………………………………………………………………….
46
C. Pembahasan ……………………………………………………………………...
48
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………………………………………
52
B. Implikasi …………………………………………………………………………
54
C. Saran …………………………………………………………………………….
55
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………
57
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor penunjang untuk keberhasilan lahirnya pendidikan berdasarkan produk budaya masyarakat yang ingin berkembang untuk mencari bentuk yang sesuai dengan dinamika perubahan selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maknanya pendidikan tidak terlepas dari kondisi konkrit dari seseorang, karena pendidikan selalu akan membentuk watak, yang dicerminkan oleh keadaan dan sifat. Oleh karena itu keadaan dan sifat seseoarang tidaklah sama, maka tidak ada pula pendidikan yang diberikan secara bersamaan. Pendidikan matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu. Matematika dapat diajarkan untuk memenuhi kebutuhan industri, ilmu pengetahuan sosial, perdagangan, teknologi dan hampir semua kebutuhan hidup sehari-hari menggunakan matematika. Oleh karena itu hitungan dasar seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian menjadi pondasi yang harus di kuasai dengan sempurna oleh anak didik termasuk halnya dengan anak tunagrahita. Pembelajaran matematika memasukan soal cerita sebagai aplikasi, soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek, cerita yang diungkapkan tentang maslah seharihari atau masalah lainnya. Sementara itu, Haji ( 1954: 13), berpendapat bahwa soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Sedangkan tujuan soal cerita adalah (1)Mendekatkan konsep-konsep
1
matematika yang abstrak menjadi konkret, sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir siswa sederhana. (2) Melatih siswa berpikir secara sistematis, bahwa segala sesuatu melalui prosesnya, ada tahapannya dan ada kesimpulan atau hasilnya. (3) Sejak dini melatih siswa berpikir analitis dalam memecahkan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya. (4) Memberi pemahaman dan kesan kepada siswa bahwa matematika bukan sekedar bilangan dan lambang-lambang yang abstrak tetapi sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, bahkan merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri. (5) Memperdalam pemahaman dan penguasaan materi matematika secara konkret. Berdasarkan kurikulum Sekolah Dasar Luar Biasa Tunagrahita Ringan, yang di terbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SLB, Standar Kompetensi yang dituntut untuk kelas II adalah melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20, sedangkan Kompetensi dasarnya adalah (1) Melakukan penjumlahan benda sampai 20. (2) Melakukan pengurangan sampai 10. (3) Mencongak penjumlahan dan pengurangan sampai 10. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam intelegensi, fisik, sosial, maupun emosi. Karena keterbatasan yang dimilikinya membuat anak agak sulit dalam menerima pelajaran termasuk pelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika metode yang umumnya digunakan oleh guru adalah tanya jawab, ceramah dan latihan, namun hasil kemampuan anak masih rendah, ini dilihat pada buku latihan yang nilainya belum memuaskan. Permasalahan yang ditemui di salah satu SLB di kota Padang dalam pembelajaran matematika: (1) Guru lansung memberikan latihan kepada siswa melalui soal-soal tanpa memberikan tahapan pembelajaran yang konkrit. Pembelajaran matematika harus dimulai dari tahap konkrit, semi konkrit, semi abstarak dan abstrak, (2) Pertimbangan guru hanya
2
anak harus bekerja tanpa memikirkan proses dari pembelajaran itu sendiri. (3) Selain itu anak tidak termotivasi dalam pembelajaran ini terlihat dari sikap anak yang asal mengerjakan dan cepat-cepat selesai, ada yang sambil tidur-tiduran di meja, ada yang mengobrol dengan teman sebangkunya, dan ada yang minta istirahat. (4) Anak sangat senang mendengar gurunya bercerita, (5) kemampuan penjumlahan anak umumnya masih dibantu. Berdasarkan analisis situasi dan permasalahan yang telah diungkap secara detail maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap bagaimana meningkatkan kemampuan penjumlahan anak Tunagrahita Ringan melalui metode latihan soal cerita.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Anak sering berkeinginan minta pulang pada saat masih jam pelajaran. 2. Anak sering tidak mengerjakan tugas yang di berikan oleh guru di dalam kelas. 3. Anak belum paham konsep penjumlahan. 4. Anak lambat dalam mengerjakan soal penjumlahan . 5. Anak selalu dibimbing oleh guru dalam menyelesaikan soal latihan di dalam kelas. 6. Guru lebih mengutamakan hasil dari pada proses pembelajaran
C. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan penjumlahan anak tunagrahita ringan melalui soal cerita. Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat diuraikan pertanyaan-pertanyaan
penelitian sebagai berikut: 3
1.
Bagaimanakah proses pelaksanaan pembelajaran matematika tentang penjumlahan melalui metode latihan soal cerita bagi anak tunagrahita ringan ?
2.
Apakah metode latihan soal cerita dapat meningkatkan kemampuan penjumlahan anak tunagrahita ringa?
D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian meningkatkan kemampuan penjumlahan melalui latihan soal cerita bagi anak tuna grahitaringan adalah: 1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran matematika tentang kemampuan penjumlahan melalui metode latihan soal cerita bagi anak tunagrahita ringan. 2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan penjumlahan anak tuna grahita ringan melalui metode latihan soal cerita E. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan bermanfaat bagi guru, anak tunagrahita dan peneliti diantaranya : 1. Bagi anak tunagrahita ringan Meningkatkan rasa percaya diri anak dalam pembelajaran matematika khususnya pada penjumlahan. 2. Bagi guru Sebagai acuan bahwa metode latihan soal cerita dapat meningkatkan kemampuan penjumlahan anak tuangrahita ringan. 3. Bagi peneliti Mendapatkan pengetahuan meningkatkan kemampuan pembelajaran matematika anak tunagrahita ringan dalam penjumlahan melalui latihan soal cerita
4
BAB II KAJIAN TEORI
A. Hakekat matematika Menurut Johnson dan Myklebust dalam Abdurrahman (1996: 217), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah memudahkan dalam berfikir. Sedangkan menurut Leaner dalam Abdurrahman (1996:218) mengemukaan bahwa matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Selanjutnya Paling dalam abdurrahman (1996:218) mengemukakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan. Aritmatika atau berhitung merupakan cabang dari matematika. Menurut Dali S. Naga dalam Abdurrahman (1996:218) aritmatika atau berhitung adalah cabang matematika yang berkenaan dengan sifat hubungan-hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, secara singkat aritmatika atau berhitung adalah pengetahuan tentang bilangan. Menurut moris kline dalam Yusuf (2005:204) mengemukakan ilmu hitung adalah suatu bahasa yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai proyek, kejadian, dan
5
waktu. Bahasa itu terbentuk oleh lambang/symbol yang mempunyai arti, bersifat konsisten dan dedukatif. Sedangkan menurut Bets & Piaget dalam Tombokan (1996 : 15) mengatakan bahwa matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan antar struktur tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa matematika sangat penting diajarkan pada anak. Karena pada dasarnya matematika dapat meningkatkan kemampuan berfikir dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol sehingga dapat membantu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 1. Alasan belajar matematika disekolah yaitu : 1. Menurut Cornelius dalam Abdurrahman (1996:219) mengemukakan lima
alasan
perlunya belajar matematika yaitu : a. Sarana berfikir yang logis dan jelas b. Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari c. Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman d. Sarana untuk mengembangkan kreativitas e. Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya 2. Menurut Cockroft dalam Abdurrahman (1996 :219) mengemukakan alasan pentingnya matematika diajarkan pada siswa diantaranya : a. Selalu digunakan dalam segala segi kehidupan b. Semua bidang studi memerlukan keterampilam matematika yang sesuai c. Merupakan sarana komunikasi yang kuat, ringkas, dan jelas d. Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara e. Meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan 6
f. Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa alasan belajar matematika disekolah yaitu, merupakan sarana berfikir logis,mengembangkan kreatifitas, memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan dapat digunakan dalam segala segi kehidupan. 2. Tujuan Pembelajaran Matematika Dalam garis-garis besar pembelajaran (GBPP), tujuan umum di berikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan umum adalah : 1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien. 2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Sedangkan tujuan khusus pembelajaran matematika adalah : 1. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kebutuhan sehari-hari. 2. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika. 3. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di sekolah menengah pertama (smp). 4. Membentuk sikap logis, cermat, kritis, kreatif, dan disiplin.
7
Tujuan pembelajaran matematika adalah mengembangkan pengetahuan, nilai sikap serta kemampuan matematika untuk hidup dalam masyarakat dan bekal dalam dunia kerja. Adapun tujuan mata pelajaran matematika adalah sebagai berikut : 1. Melatih cara berfikir dan bernalar untuk menarik kesimpulan 2. Meningkatkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran orsinil, rasa ingin tahu, membuta dugaan dan mencobacoba. 3. Sebagai alat untuk memecahkan masalah 4. Sebagai alat komunikasi, informasi atau ide dalam menjelaskan gagasan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar matematika bagi siswa adalah mengembangkan pengetahuan, nilai sikap serta kemampuan matematika untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan untuk bekal hidup di masyarakat dan dalam memasuki dunia kerja. 3. Peran pembelajaran matematika 1. Mempersiapkan anak didik agar sanggup menghadapi perubahan-perubahan keadaan di dalam dunia yang senantiasa berubah, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis dan rasional, kritis dan cermat, objektif , kreatif, efektif, dan di perhitungkan secara analistik sintetis. 2. Mempersiapkan anak didik agar menggunkan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi ilmu pengetahuan. 3. Peranan tersebut di wujudkan pada kegiatan belajar. Sedangkan pengajaran matematika di perguruan tinggi adalah matematika yang mempelajari konsep-
8
konsep lanjutan dari konsep-konsep matematika sekolah, baik matematika terapan maupun matematika murni (erman suherman 1992:134).
4. Fungsi pembelajaran matematika Fungsi pembelajaran matematika di sekolah menurut Abidia (1989;15) yaitu : 1. Sebagai alat dalam melakukan perhitungan-perhitungan atau pertimbangan pikiran. 2. Sebagai pola pikir, sistem dan struktur merupakan abstraksi idealisasi atau generalisasi dari sistem kehidupan dan sistem alamiah, sehingga segala kegiatan dalam kehidupan akan berkaitan dengan matematika. 3. Sebagai ilmu pengetahuan untuk di kembangkan lebih lanjut.
B. Soal Cerita bagi Anak Tunagrahita 1. Pengertian Soal Cerita Abidia ( 1989: 10) menyatakan bahwa soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek, cerita yang diungkapkan tentang maslah sehari-hari atau masalah lainnya. Sementara itu, Haji ( 1954: 13), berpendapat bahwa soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan dngan knyataan yang ada di lingkungan siswa. Dari dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa soal cerita adalah soal yang berbentuk cerita tentang sesuatu hal yang brkaitan dengan kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya.
9
2. Tujuan Pengajaran Soal Cerita Matematika Pengajaran soal cerita matematika meliputi beberapa tujuan. Tgitjih Rukarsih (1996/1997;2) mengemukakan bahwa tujuan pengajaran matematika dalam bentuk soal cerita antara lain: a. Membuat ke abstrak, maka dengan soal cerita akan mendekatkan konsep-konsep matematika yang abstrak menjadi konkret, sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir siswa sederhana. b. Melatih siswa berpikir secara sistematis, bahwa segala sesuatu melalui prosesnya, ada tahapannya dan ada kesimpulan atau hasilnya. c. Sejak dini melatih siswa berpikir analitis dalam memecahkan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya. d. Memberi pemahaman dan kesan kepada siswa bahwa matematika bukan sekedar bilangan dan lambang-lambang yang abstrak tetapi sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, bahkan merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri. e. Memperdalam pemahaman dan penguasaan materi matematika GBPP secara konkret. 3. Prinsip-prinsip dalam Pembelajaran Soal Cerita Debdikbud (1996/1997;3) dalam mengajarkan soal cerita matematika ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan yaitu: a. Soal cerita diajarkan sesuai dengan materi dalam GBPP. b. Soal cerita harus diajarkan sejak awal bahkan sebelum anak lancar membaca dan menulis yaitu dengan cara dibacakan oleh guru.
10
c. Soal cerita diajarkan dari yang sederhana secara bertahap menuju yang kompleks, untuk itu guru harus pandai menyusun dan memilih soal cerita yang sesuai. d. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat tetapi jelas sesuai dengan tingkat pemahaman anak, kosakata yang digunakan harus dipahami anak. e. Perlu diperhatikan bahwa bagian yang penting dalam soal cerita bukan hanya menyelesaikan, tetapi juga keterampilan memahami pokok pikiran dalam soal cerita tersebut. f. Sejak awal siswa diarahkan terhadap apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan pengerjaan hitungan apa yang diperlukan dalam penyelesaian soal cerita tersebut. 4. Hakekat Anak Tunagrahita Ringan a. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan Anak tunagrahita ringan merupakan anak yang kecerdasan dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka masih mempunyai kemampuan untuk berkembang di dalam bidang akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan kerja (Moh. Amin : 1995). Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil, memiliki IQ 52-68, dan masih dapat belajar membaca, menulis, berhitung sederhana dengan bimbingan dan pendidikan yang baik. Anak keterbelakangan mental pada suatu saat akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Dalam pelajaran tingkat sekolah lanjut, sedangkan dalam bidang penyesuaian sosial, mereka mampu mandiri di dalam masyarakat (Sutjiarti Sumantri : 1996). Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan merupakan anak yang memiliki IQ yang berkisar antara 52-68 namun mereka masih bisa mengikuti pelajaran dibidang akademik dan mempunyai kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri di dalam masyarakat sehingga mereka mampu untuk mandiri.
11
b. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan Karakteristik anak tunagrahita ringan terdiri dari ( PP No.72:1991 ) : 1) Keadaan fisik umumnya masih sama dengan anak normal 2) Sukar berfikir abstrak sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu masalah walaupun masalah tersebut sederhana 3) Perhatian dan ingatannya lemah, mereka tidak dapat memperhatikan sesuatu hal yang serius dan lama 4)
Kurang dapat mengendalikan dirinya sendiri, hal ini disebabkan karena tidak dapat mempertahankan baik dan buruk
5)
Lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata dan kalau bicara kalimatnya selalu singkat dan kurang jelas
6)
Masih mampu mengikuti pelajaran akademik
7)
Masih dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
8)
Masih mampu melakukan pekerjaan semi skill dan pekerjaan social sederhana.
c. Pelaksanaan proses belajar mengajar matematika bagi anak tunagrahita ringan Menurut Herman (2003: 87) pelaksanaan proses belajar mengajar matematika diantaranya : 1. Menyiapkan anak untuk belajar matematika Diperlukan banyak waktu dan tenaga untuk membangun kesiapan belajar anak agar anak tidak mengalami banyak masalah dalam bidang studi matematika. 2. Maju dari konkret ke abstrak Siswa dapat memahami konsep-konsep matematika dengan baik jika pengajaran mulai dari yang konkret ke abstrak. Pada tahapan konkret, siswa memanipulasi
12
berbagai objek nyata dalam belajar keterampilan. Sebagai contoh, pada tahap konkret, siswa harus melihat, meraba dan memindahkan 2 buah jeruk dan 3 buah jeruk untuk belajar bahwa jumlah mereka 5 buah jeruk. Pada tahap representional, suatu gambar yang dapat mewakili objek nyata. Misalnya, 000 + 00 = 5. pada tahap abstrak, angka akhirnya menggantikan gambar atau symbol grafis. Sebagai contoh, 3 + 2 = 5 3. Menyediakan kesempatan untuk berlatih dan mengulang Jika siswa dituntut untuk mamapu mengaplikasikan berbagai konsep secara otomatis, maka mereka memerlukan banyak latihan dan ulangan. 4. Menyadari kekuatan dan kelemahan siswa Sebelum membuat keputusan tentang teknik yang digunakan untuk mengajar siswa, guru harus memahami kemampuan dan ketidakmampuan siswa, termasuk penguasaan matematika dan operasi-operasi yang dapat dilakukan oleh siswa. 5. Menyajikan program matematika yang seimbang mencakup kombinasi antar tiga elemen (a) konsep, (b) keterampilan, dan (c) pemecahan masalah. Ketiga elemen tersebut saling terkait satu sama lain.
13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (clasroom action research), yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki mutu praktek pengajaran di kelas. Sejalan dengan itu Ebbut dalam Rochiati (2005:12) menyebutkan bahwa penelitian tindakan adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikin oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. Tujuan penelitian tindakan yakni, untuk meningkatkan praktik, meningkatkan pemahamn praktek oleh praktisinya, serta peningkatan situasi tempat Pelaksanaan praktek. (Grundy dan Kemmis dalam Suwarsih 2006:25). Bahwa penelitian tindakan bertujuan untuk mengembangkan pendekatan baru pada ruang kelas atau dunia kerja lainnya guna memberikan perbaikan atau pemecahan terhadap masalah yang terjadi di kelas yang mana guru sebagai penelitinya. Jenis penelitian tindakan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yaitu penelitian yang melaksanakan pencermatan terhadap kegiatan belajar di kelas dengan memunculkan sebuah tindakan atau pendekatan baru, guna meningkatkan kualitas dari kegiatan belajar tersebut Menurut Rochiati, (2006:130) penelitian kelas adalah bagaimana sekolompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pembelajaran mereka sendiri. Menurut Rochiati, (2006:130) penelitian kelas adalah bagaimana
14
sekolompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pembelajaran mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan ( Action Research ). Penelitian tindakan merupakan suatu penelitian yang di kembangkan secara bersama-sama antara peneliti dan kolaborator tentang variabel yang memanipulasikan dan dapat segera di gunakan untuk menentukan kebijakkan dan pembangunan. Penelitian tindakan kelas merupakan upaya untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial dengan kerja sama dalam kerangka etika yang disepakati bersama, Rochyati Wiriatmadja (2007:195). Penelitian tindakan bertujuan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan baru atau cara pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung dunia kerja dan dunia faktual lainnya. Penelitian tindakan mempunyai karakteristik, Sukardi ( 2003:124 ) diantaranya : 1. Problem yang dipecahkan merupakan persoalan praktis yang di hadapi peneliti dalam kehidupan profesi sehari-hari. 2. Peneliti memberikan perlakuan atau treatment yang berupa tindakan terencana untuk memecahkan permasalahan dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas implikasinya oleh subyek yang diteliti. 3. Langkah-langkah penelitian yang direncanakan selalu dalam bentuk siklus, tingkatan atau alur yang memungkinkan terjadinya kerja kelompok atau kerja mandiri secara intensif. 4. Adanya langkah berfikir relatif dari peneliti baik sesudah maupun sebelum tindakan, ini penting untuk melakukan retrospeksi ( kaji ulang ) terhadap tindakan yang diberikan dan
15
implikasinya yang muncul pada subyek yang diteliti sebagai akibat adanya penelitian tindakan. Berdasarkan beberapa pengertian tentang penelitian tindakan diatas, maka dapat dimaknai bahwa penelitian (action reseacrh) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru, bekerjasama dengan peneliti dikelas atau ditempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis pembelajaran. Penelitian ini dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan guru kelas, mulai dari perumusan masalah hingga penyusunan laporan penelitian. Diawali dengan melihat adanya kondisi awal yaitu rendahnya hasil belajar anak tunagrahita ringan dalam penjumlahan, ini dilihat pada buku latihan anak tunagrahita setelah dilakukan evaluasi . Disamping itu mereka juga kurang motivasi dalam belajar. Melihat permasalahan tersebut maka dalam penelitian ini, peneliti bersama guru kelas, akan merumuskan masalah dan merencanakan pemberian tindakan.
B. Subjek Penelitian Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah guru kelas anak tunagrahita ringan sebagai kolaborator yang berfungsi sebagai pengamat. Tiga orang anak tunagrahita ringan siswa salah satu SLB di Padang yang mengalami kesulitan dalam penjumlahan. C. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SLB Wacana Asih Padang, yang beralamat di jalan alang lawas V No 40 Kota Padang. Sekolah ini mempunyai ruangan Keterampilan Menjahit dan mempunyai ruang kelas untuk proses belajar mengajar, Ruangan Kepala Sekolah, Ruangan
16
TU, Ruangan Guru, Perpustakaan, Ruangan Kantin, Ruangan Koperasi, serta dilengkapi dengan WC Guru dan Siswa. D. Alur Penelitian Tindakan Penelitian ini menggunakan siklus, Nurul Zuriah (2003: 73) mengemukakan prosedur penelitian tindakan adalah peneliti mulai dari fase awal untuk melakukan studi pendahuluan sebagai dasar untuk merumuskan tema penelitian yang selanjutnya diikuti dengan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Menurut Zainal Aqib(2007:22) bahwa penelitian tindakan dipandang sebagai suatu siklus spiral terdiri atas empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, observasi atau pengamatan dan refleksi. Kemudian diikuti adanya perencanaan ulang yang dilaksanankan dalam bentuk siklus berikutnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam satu siklus terdapat empat tahapan yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada alur penelitian di bawah ini : Permasalahan Kurangnya kemampuan penjumlahan
Perencanaan Siklus II
Perencanaan Siklus I
Refleksi
Pelaksanaan tindakan 1
Observasi 1 Melihat peningkatan kemampuan penjumlahan anak tunagrahita
Bagan Alur Penelitian Tindakan
Keterangan siklus
17
Permasalahan anak adalah kurangnya kemampuan penjumlahan anak tunagrahita ringan. 1. Perencanaaan Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan masalah dan menganalisis penyebab masalah, perencanaan pemecahan masalah, serta pengembangan pemecahan masalah. Pada kegiatan ini guru kelas dan peneliti mengadakan diskusi untuk merumuskan program pembelajaran. Rumusan masalahnya adalah anak tunagrahita ringan kesulitan dalam kemampuan penjumlahan, selanjutnya pemecahan masalah yang akan dilakukan adalah melakukan metode latihan soal cerita untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan anak tungrahita ringan. Melihat permasalahan di atas, maka peneliti memberikan ide kepada guru kelas dengan menggunkanan latihan soal cerita. Peneliti dan guru mengadakan kolaborasi dalam merencanakan persiapan pengajaran, menyusun lembaran observasi, dan membuat format penelitian. 2. Pelaksanaan Tindakan Tahapan selanjutnya adalah peneliti bertindak sebagai pengamat dan guru kelas sebagai pelaksana tindakan, adakalanya guru sebagai pengamat dan peneliti sebagai pelaksana tindakan. bentuk penelitian tindakan seperti diatas selalu dirancang dan dilaksanakan oleh satu tim peneliti. setelah dirumuskan perencanaan maka akan melaksanakan tindakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan pada tahap prencanaan di atas, yaitu pelaksanaan metode latihan soal cerita pada anak tunagrahita ringan untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan. 3. Observasi
18
Observasi dilakukan secara kolaboratif dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran dengan mengamati keseluruhan kegiatan, sehingga diperoleh data yang objektif di dasarkan pada perencanaan yang telah disusun secara bersama sebelumnya. Pada saat pelaksanaan tindakan, peneliti mengamati dan merekam setiap kejadian, serta mencatat hasilnya ke dalam format observasi yang telah disediakan. 4. Refleksi Refleksi merupakan evaluasi yang dilakukan terhadap keseluruhan tindakan yang telah dilakukan dengan melihat hasil monitoring. Refleksi dilakukan secara bersama-sama melalui kegiatan diskusi yang bertujuan untuk memperoleh suatu keputusan bersama. Pada tahap ini peneliti bersama kolaborator atau guru kelas, menganalisis dan mengevalusi guna melihat apakah melalui metode latihan soal cerita dapat meningkatkan kemampuan penjumlahan anak tunagrahita ringan. E. Defenisi Operasional Variabel Variabel merupakan istilah dasar dalam penelitian eksperimen termasuk penelitian classroom action research. Dalam penelitian classroom action research biasa menggunakan variabel yang di pengaruhi oleh variabel terikat dan variabel bebas. 1. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kemampuan penjumlahan yaitu kemampuan anak untuk melakukan operasi penjumlahan melalui metode latihan soal cerita. 2. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode latihan soal cerita. Soal cerita yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah soal yang berbentuk cerita tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan melibatkan anak secara langsung dalam cerita. Soal cerita yang disajikan dalam bentuk cerita pendek dan dilakukan secara berulang danterus menerus sampai anak paham.
19
F. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan, peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara dan diskusi. Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis untuk memperoleh data yang di harapkan. Penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data berdasarkan pada pendapat Nurul Zuriah (2001:122) yakni, ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat dilaksanakan antara lain: 1. Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Dalam penelitian ini peneliti melihat kemampuan penjumlahan. Alat observasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung ke lapangan karena dilihat adalah kemampuan penjumlahan dalam belajar maka peneliti mengadakan penilaian terhadap perilaku siswa dalam belajar dan kesiapan siswa menerima pelajaran. Dalam pelaksanaan observasi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi langsung dalam keseluruhan kegiatan atau peristiwa yang di amati, sehingga memungkinkan peneliti dapat melihat dan mengerti sendiri, selanjutnya mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi pada keadaan sebenarnya. 2. Diskusi Diskusi digunakan untuk mengumpulkan data melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data dengan sumber data. Pedoman diskusi yang digunakan adalah pedoman diskusi terstruktur dimana daftar pertanyaan disusun secara rinci seperti daftar cek. Hal ini bertujuan agar lebih terarah dan hasilnya sesuai dengan yang di inginkan.
20
Diskusi yang akan dilakukan adalah membicarakan tentang perencanaan latihan soal cerita, action atau tindakan yang akan diberikan, observasi dalam kegiatan pembelajaran dan refleksi untuk melanjutkan ke siklus berikutnya. 3. Tes Tes merupakan suatu bentuk pemeriksaan secara perbuatan dalam tindakan. Untuk mengetahui orang yang dites dengan mengukur kemampuan yang dimiliki. Dalam penelitian ini tes dilakukan untuk mendapatkan data hasil anak. Tes yang dilakukan dapat berupa tes perbuatan dan tes lisan. 4. Studi dokumentasi Studi dokumentasi merupakan data-data yang sangat diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas terhadap data yang diperoleh. Dokumentasi dari penelitian ini dapat berupa kisi-kisi penelitian, instrument penelitian, rencana pelaksanaan pembelajaran, catatan lapangan, hasil tes perbuatan anak, foto-foto penelitian dan lain sebagainya. Berkas-berkas ini dapat di jadikan dokumentasi dari penelitian yang dilakukan. G. Teknik Analisis Data Pada dasarnya analisis data penelitian tindakan dilakukan sepanjang tindakan dilaksanakan, yaitu sebelum, pada saat dan sesudah tindakan di lakukan. Analisis data dapat di lakukan melalui tiga tahap Nurul Zuriah (2003: 243) yaitu : 1. Reduksi data Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerdehanaan, pengabstrakan dan trasformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Analisis ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data berulang-ulang lalu dianalisis. Semua data yang telah di simpulkan tersebut tetap menggambarkan proses pelaksanaan
21
latihan soal cerita dan kemampuan penjumlahan anak tunagrahita.Cara mereduksi data yaitu dengan melakukan pemilihan terhadap data-data yang dianggap perlu. 2. Penyajian data Penyajian data lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif yang menggambarkan pendekatan belajar menggunakan teknik yang terdapat dalam pelaksanaan latihan soal cerita. Proses pelaksanaan penyajian data dalam bentuk tahapan-tahapan seperti menanamkan kejujuran, keberanian, kesetiaan, kelemahan, ketulusan dan sikap-sikap positif yang lain dalam lingkungan keluarga, sekolah dan luar sekolah. 3. Penarikan kesimpulan Mengambil intisari sajian data pemilihan pelaksanaan latihan soal cerita yang telah di paparkan sebelumnya dalam bentuk kalimat yang lebih singkat akan tetapi mengandung arti yang luas. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini merupakan hasil dari pembahasan tentang meningkatkan kemampuan penjumlahan penempatan angka satuan dengan satuan dan puluhan dengan puluhan serta penempatan simbol tanda tambah dengan cerita ibu belanja ke pasar. H. Teknik Keabsahan Data Memperoleh keabsahan data, sehubungan dengan kebenaran hasil penelitian. Maka ada beberapa langkah yang ditempuh peneliti. Hal ini di dasarkan menurut Lexy Moleong (2004 : 175) bahwa, ada delapan teknik untuk memeriksa keabsahan data, dalam penelitian ini peneliti menempuh empat langkah kegiatan ini yakni : 1. Perpanjangan Keikutsertaan Perpanjangan keikutsertaan ini dilakukan dengan cara memperpanjang waktu penelitian, berarti peneliti tinggal di lapangan sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.
22
Memperpanjang waktu penelitian ini dapat di lakukan dengan melanjutkan ke siklus II untuk dapat melihat lebih jauh meningkatkan kemampuan penjumlahan anak tunagrahita ringan melalui latihan soal cerita. 2. Mengadakan Triangulasi Suatu upaya untuk memeriksa kembali suatu kebenaran data, dengan cara membandingkan data yang di peroleh melalui berbagai metode pengumpulan data yang di gunakan peneliti. Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sumber, metode, penyidik, dan teori. Namun yang banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain. Triangulasi dengan sumber lain berarti membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat yang berbeda, misalnya membandingkan data dari hasil wawancara dengan data hasil pengamatan. 3. Pengecekan Teman Sejawat Pengecekan ini dilaksanakan dengan orang yang mengetahui permasalahan yang diteliti misalnya guru kelas atau guru-guru yang ada di sekolah tersebut. 4. Audit Dengan Dosen Pembimbing Tujuannya untuk memeriksa kembali kelengkapan dan ketelitian yang dilakukan sehingga timbul keyakinan bahwa suatu yang dilaporkan tepat kebenarannya.
23
BAB IV HASIL PENELITIAN A.
Deskripsi Data Deskripsi kondisi objektif yang diperoleh dari hasil observasi, yaitu dengan mengamati prilaku anak dalam keseharian dan diperoleh dari guru kelas, mengenai kemampuan tiga orang anak tunagrahita dalam pembelajaran matematika tentang materi penjumlahan. Dengan keterbatasan kemampuan tersebut, dilihat dari hasil evaluasi anak terlihat bahwa hasil belajar sangat rendah. Untuk itu dilakukan suatu upaya yaitu dengan menggunakan metode latihan soal cerita. Sesuai dengan disain penelitian yang , peneliti berkolaborasi dengan guru kelas. Peneliti bertindak sebagai pemberi tindakan dan guru kelas sebagai pengamat atau sebaliknya. Peneliti juga melibatkan pihak lain dalam upaya merefleksi, seperti guru yang menangani anak sebelumnya untuk meminta pendapat tentang tindakan yang telah diberikan dan program selanjutnya yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita ringan, serta berkerjasama merumuskan tindakan yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan silus I dan melakukan perbaikan pada pelaksanaan tindakan selanjutkan. Berikut deskripsi pelaksanaan siklus I dan II Penyajian hasil dan pembahasan pada siklus I dan II mengacu kepada pendapat Raka Joni dalam Latihan Proyek PGSM (1999:26). Meliputi, penyajian hasil dan pembahasan dari hasil penelitian bersama kolaborator selama tahap perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang terjadi dalam dua siklus. Pelaksanaan Siklus I
24
Siklus I dilakukan 5 kali pertemuan yang dimulai tanggal 5 september sampai 19 September 2011. Pada siklus ini peneliti menggunakan satu rencana pembelajaran dengan waktu 2 x 35 menit tiap pertemuan. Tujuan yang ingin dicapai adalah anak tunagrahita mampu menuliskan angka dan menempatkan tanda operasi penjumlahan. Peneliti berupaya meningkatkan kemampuan penjumlahan anak tunagrahita dalam menuliskan angka melalui metode latihan soal cerita serta diharapkan dapat meningkatkan gairah belajar anak, meningkatkan keaktifan anak, serta mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh anak tunagrahita dalam.
1. Perencanaan Dalam penelitian ini peneliti bersama kalabolator merencanakan sebuah tindakan untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan, serta meningkatkan minat belajar anak. Tindakan yang peneliti lakukan adalah menggunakan metode latihan soal cerita. Karena pada prinsipnya anak sangat menyenangi cerita apalagi anak masih kelas rendah, karena dengan cerita itu akan tercipta proses belajar mengajar yang aktif, kreatif dan menyenangkan. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah : a)
Menyusun RPP tentang penjumlahan dengan metode latihan soal cerita
b)
Membuat format observasi untuk proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, tingkat kemampuan anak untuk menyerap materi.
c)
Menerapkan
rancangan
pembelajaran,
serta
berupaya
meningkatkan
kemamampuan penjumlahan melalui metode latihan soal cerita
25
d)
Evaluasi, setelah selesai melaksanakan latihan soal cerita maka peneliti memberikan evaluasi harian sesuai dengan materi yang di ajarkan. Kemudian evaluasi dilanjutkan kembali pada akhir pertemuan siklus hal yang akan di ujikan adalah semua materi yang telah di ajarkan. Jenis evaluasi yang akan digunakan adalah tes tertulis dengan menggunakan sepuluh soal yang akan diberikan nilai satu soal satu jadi nilai tertingginya adalah sepuluh.
2. Action I ( Tindakan I ) Tindakan pada siklus ini dilakukan selama delapan kali pertemuan dengan jadwal 2 kali seminggu. Pelaksanaan yang akan dilakukan pada siklus ini sesuai dengan rancangan – rancangan pembelajaran yang telah di rancang sebelumnya. Kegiatan pembelajaran dimulai dari 1) mendengarkan soal cerita, 2) menyebutkan angka, 3) menuliskan angka 3) melakukan hitungan, 5) menyelesaikan hasil soal latihan. Dari beberapa kegiatan yang telah diberikan, maka peneliti dan kalaborator mendapatkan hasil bahwa pelaksanaan, pembelajaran siklus I ini, anak sudah banyak mengalami peningkatan walaupun kadang dengan bantuan Adapun pelaksanaan siklus I ini dapat digambarkan sebagai berikut : a. Kegiatan awal Peneliti masuk kedalam kelas sekitar jam 08.00 WIB. Setiba di dalam kelas peneliti bersama kaloborator membersihkan ruang kelas dan merapikan tempat duduk, setelah ruang kelas bersih dan tersusun rapi barulah peneliti memulai pelajaran dengan membaca do’a dan melakukan appersepsi. Appersepsi peneliti lakukan dengan cara melakukan tanya jawab tentang siapa yang pernah mendengarkan cerita? Kalau pernah cerita tentang apa? Apakah pernah belajar
26
matematika melalui cerita? Dan sebagainya yang berhubungan dengan kegiatan anak sehari-hari. b. Kegiatan inti 1. Mendengarkan soal cerita yang dibacakan Sebagai langkah awal melakukan kegiatan inti peneliti membacakan soal cerita pendek yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan melibatkan anak secara langsung. Misalnya habib mempunyai 12 buah pensil, kemudian desi memberi habib 6 buah pensil. Berapa semua jumlah pensil habib? Peneliti meminta anak untuk mendengarkan cerita yang dibacakan. Semua anak memperhatikan cerita yang dibacakan oleh peneliti, anak sangat tertarik dengan cerita yang dibacakan karena cerita dekat dengan anak dan meliabatkan anak secara langsung. 2. Menyebutkan angka Selanjutnya peneliti melanjutkan materi dengan menyebutkan angka yang dibacakan. Misalnya peneliti membacakan soal cerita habib mempunyai 12 buah pensil, kemudian peneliti meminta anak untuk menyebutkan angka yang disebutkan oleh peneliti. Pada siklus ini anak X masih ragu-ragu menyebutkan angka, sedangkan anak Y dan Z sudah benar. Peneliti meminta anak untuk bergantian menyebutkan angka yang di intruksikan. Setiap kali anak dapat melakukan intruksi peneliti dengan benar, maka peneliti memberikan reward berupa pujian. Peneliti berusaha untuk membimbing anak X untuk dapat ”hebat”,”pintar” dan ”bagus”. Hal ini peneliti berikan pada setiap anak melakukan kegiatan yang baik dan benar.
27
3. Menghitung Sebelum meminta anak untuk melakukan hitungan peneliti terlebih dahulu membacakan soal cerita, dan anak mendengarkan cerita yang dibacakan oleh peneliti. Contohnya habib mempunyai 12 buah pensil, kemudian desi memberi habib 6 buah pensil. Berapa semua jumlah pensil habib? Peneliti meminta anak untuk menghitung sampai 12. Anak mulai menghitung sampai 12 sesuai dengan intruksi yang diberikan oleh peneliti. Peneliti meminta anak untuk bergantian untuk melakukan hitungan angka yang di intruksikan. anak X masih ragu-ragu dalam melakukan hitungan sampai 12. peneliti selalu membimbing anak X agar bisa melakukan hitungan sampai 12 dengan benar. anak Y dan Z sudah benar dalam melakukan hitungan sampai 12. Kemudian peneliti meminta anak untuk menghitung sampai 6. peneliti membimbing anak dalam melakukan hitungan sampai 6 maka anak X dapat melakukan hitungan dengan benar. 4. Menuliskan angka Sebelum peneliti meminta anak untuk menuliskan angka, terlebih dahulu peneliti membacakan kembali soal cerita. Contohnya habib mempunyai 12 buah pensil, kemudian desi memberi habib 6 buah pensil. Berapa semua jumlah pensil habib? Selanjutnya peneliti meminta anak secara bergantian untuk menuliskan angka 12. anak X masih terlihat ragu-ragu dan salah dalam penulisan angka 12. peneliti selalu membimbing anak X dalam menuliskan angka 12 sampai penulisan angka benar. anak Y dan Z sudah benar menuliskan angka 12. kemudian peneliti meminta anak untuk menuliskan angka 6. anak X bisa menuliskan angka 6
28
dengan benar begitu juga dengan anak Y dan Z menuliskan angka sudah benar. Setiap kali anak dapat melakukan intruksi peneliti dengan benar, maka peneliti memberikan reward berupa pujian. Peneliti berusaha untuk membimbing anak X untuk dapat ”hebat”,”pintar” dan ”bagus”. Hal ini peneliti berikan pada setiap anak melakukan kegiatan yang baik dan benar.
5. Menyelesaikan hasil soal latihan Sebelum meminta anak untuk menyelesaikan soal latihan terlebih dahulu peneliti membacakan kembali soal cerita kepada anak. Contohnya habib mempunyai 12 buah pensil, kemudian desi memberi habib 6 buah pensil. Berapa semua jumlah pensil habib? Setelah anak mendengarkan cerita, selanjutnya peneliti meminta anak untuk menyebutkan angka 12 kemudian menghitung sampai 12, setelah itu peneliti meminta anak untuk menuliskan angka 12 pada buku latihan. Selanjutnya peneliti meminta anak untuk menyebutkan angka 6 kemudian menghitung sampai 6, setelah itu peneliti meminta anak untuk menuliskan angka 6 Peneliti meminta anak untuk menyelesaikan soal latihan seperti yang dijelaskan dan dicontohkan. Anak X, Y, dan Z masih ragu-ragu dalam menyelesaikan soal tersebut. c. Kegiatan Akhir Pada kegiatan akhir peneliti menyimpulkan pelajaran dan mengadakan evaluasi terhadap materi yang diajarkan. 3. Observasi
29
Berdasarkan hasil observasi pada siklus I, maka peneliti kembali memperjelas permasalahan yang timbul. Adapun permasalahan yang dihadapi pada awal pelaksanaan siklus II yaitu, lebih meningkatkan kepada menyebutkan angka, melakukan hitungan, menuliskan angka, kemudian menyelesaikan soal latihan . Untuk itu peneliti kembali merancang strategi yang akan dilaksanakan pada siklus II. Gambaran secara umum pada siklus I peneliti dapatkan bahwa anak antusias dan semangat dalam mengikuti pelajaran, anak mengikuti semua perintah guru dan peneliti, karena pelajaran dilakukan dengan cara bercerita. Kemudian pembelajaran dilanjutkan dengan peneliti meminta anak mendengarkan cerita selanjutnya peneliti meminta abak untuk menyebutkan angka, melakukan hitungan, menuliskan angka, menempatkan satuan dengan satuan dan puluhan dengan puluhan serta menyelesaikan soal latihan. Peneliti menjelaskan kembali langkah – langkah dalam menyelesaikan soal latihan. Pertemuan yang ke enam sebelum melakukan evaluasi secara tertulis, latihan soal cerita dilaksanakan kembali. Setelah selesai peneliti bersama anak kembali membahas tentang jawaban yang di buat anak. Peneliti selalu mengikuti satu persatu langkah-langkah yang dilaksanakan oleh anak. 4. Refleksi Refleksi merupakan renungan dari perencanaan yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi dilakukan secara kolaboratif, peneliti dan guru melaksanakan dan menyimpulkan hasil tindakan. Adapun kesimpulan peneliti dan kolaborator secara umum siklus I telah terjadi peningkatan walaupun belum sepenuhnya, karena tidak semua penyelesaian soal cerita dapat dilaksanakan oleh anak dengan baik dan benar, namun dari semua materi yang diberikan dengan lima point indikator yang ingin
30
dicapai oleh anak, anak belum dapat mencapai semua indikator dengan benar. Hal ini terlihat dari anak masih belum bisa menyelesaikan soal latihan tersebut. Hal ini terlihat dari anak masih ragu-ragu dalam menyebutkan angka, melakukan hitungan, menuliskan angka,
menempatkan satuan dengan satuan dan puluhan
dengan puluhan kemudian menyelesaikan soal latihan. Dalam kegiatan refleksi, peneliti melakukan diskusi dengan kalaborator (guru kelas). Dari hasil diskusi tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa belum terlihat perubahan yang berarti dalam meningkatkan kemampuan penjumlahan melalui latihan soal cerita. Kemudian peneliti berdiskusi bersama kalaborator mengenai tindakan yang akan diberikan agar anak bisa menyelesaikan soal latihan dengan baik dan benar. Untuk mengatasi hal di atas perlu dilakukan perbaikan pada siklus II dalam hal: a. Merancang kembali rencana pelaksanaan pembelajaran namun masih tetap dalam tujuan untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan melalui metode latihan soal cerita. b. Mempersiapkan cerita yang lebih bervariasi dan menggunakan media kongkrit dalam melaksanakan kegitan pembelajaran sehingga anak lebih tertarik dalam menyelesaikan soal latihan yang diberikan. c. Memberikan materi dengan menggunakan metoda yang bervariasi
seperti
ceramah, tanya jawab, penugasan, bermain. Serta memperbanyak media gambar dan media nyata. d. Memberikan reward yang bervariasi dalam bentuk verbal dan pemberian hadiah yang disukai anak-anak.
31
Pelaksanaan Siklus II Siklus II dilaksanakan dari tanggal 22 Oktober sampai 13 Oktober 2011 sebanyak tujuh kali pertemuan. Berdasarkan hasil refleksi siklus I maka peneliti kembali memperjelas permasalahan yang timbul. Adapun permasalahan yang dihadapi pada awal pelaksanaan siklus II yaitu lebih ditekankan kepada menuliskan angka, menghitung dan menyelesaikan soal latihan. Hal ini dilakukan karena anak masih kurang dalam melakukan penjumlahan. Peneliti kembali merancang srategi yang dilaksanakan pada siklus II. Media yang digunakan disamping media gambar juga digunakan media nyata atau asli dengan tujuan anak lebih mengerti dan paham apabila melihat dan melasanakan secara langsung. Tidak hanya itu peneliti juga berencana memeberikan reinforcement berupa benda-benda atau makanan yang disukai oleh anak. Latihan soal cerita yang digunakan sebagai upaya meningkatkan kemampuan penjumlahan anak tunagrahita ringan. Siklus II ini dilakukan delapan kali pertemuan. Adapun pelaksanaan siklus II dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Permasalahan Anak masih mengalami keraguan dalam menuliskan angka dengan benar dan menyelesaiakan soal latihan . Hal ini dilihat dari hasil evaluasi pada siklus I. 2. Planing II (perencanaan). Kegiatan yang dilakukan peneliti dan kolaborator pada planing siklus II yaitu peneliti bersama kolaborator merencanakan pembelajaran pada kegiatan action atau pelaksanaan yang belum tercapai pada siklus I yaitu menuliskan angka dengan benar dan menyelesaiakan soal latihan, pada siklus II ini akan dilakukan perubahan cerita
32
yang bervariasi dan menggunakan benda yang nyata asli sehingga anak lebih tertarik karena dalam cerita anak dilibatkan secra langsung. Secara terperinci dijabarkan sebagai berikut: a. Merancang kembali rencana pelaksanaan pembelajaran namun masih tetap dalam tujuan untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan melalui metode latihan soal cerita. b. Melakukan sedikit perubahan pada cerita yang lebih bervariasi dan menggunakan media dengan warna warni yang menarik perhatian anak. c. Mempersiapkan soal cerita yang menarik perhatian anak dan bervariasi sehingga anak dalam lebih memahami intruksi dari peneliti karena keinginan untuk belajar itu timbul melihat cerita yang bervariasi dan media yang menarik. d. Memberikan materi dengan menggunakan metoda yang bervariasi
seperti
ceramah, tanya jawab, penugasan, bermain. Serta memperbanyak media gambar dan media nyata atau asli. Memberikan reward yang bervariasi dalam bentuk verbal dan pemberian hadiah berupa pemberian benda dan makanan yang disukai anak. e. Mengadakan evaluasi pada akhir pertemuan siklus II, evaluasi yang akan digunakan adalah tes tertulis. 3. Action II (tindakan). Pada dasarnya pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sama dengan siklus I, akan tetapi pada siklus II lebih ditingkatkan lagi kemampuan penjumlahan anak tunagrahita ringan melalui metode latihan soal cerita. Materi pelajaran yang akan diberikan pada siklus II ini merupakan lanjutan dari materi siklus I yang sepenuhnya
33
belum berhasil. Tindakan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dengan langkah langkah kegiatan sebagai berikut: a. Kegiatan awal Sama halnya dengan pelaksanaan siklus I peneliti masuk kedalam kelas jam 08.00 WIB. Setiba di dalam kelas peneliti bersama kalaborator merapikan tempat duduk, setelah ruangan kelas kelihatan bersih dan rapi barulah peneliti memulai pelajaran dengan membaca do’a dan melakukan apersepsi. Apersepsi peneliti lakukan dengan cara melakukan tanya jawab mengenai materi yang telah diajarkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengingat kembali tentang materi yang diajarkan sebelumnya dan dapat mengaitkannya dengan materi yang akan diajarkan berikutnya. Pada kegiatan awal ini peneliti juga melakukan tes untuk mengukur pemahaman anak tentang materi yang diajarkan sebelumnya, tes ini dilakukan secara tulisan. Jika anak masih mengalami kesulitan maka peneliti akan menjelaskan kembali sampai anak dapat menjawab dengan benar. b. Kegiatan inti Setelah anak dapat menjawab soal tes tulisan dengan benar, barulah peneliti masuk pada kegiatan inti dan memberikan materi yang meningkat dari pertemuan sebelumnya. Kegiatan inti ini dapat digambarkan berdasarkan langkahlangkah pelaksanan kegiatan berikut:
1. Mendengarkan soal cerita yang dibacakan Sebagai langkah awal melakukan kegiatan inti peneliti membacakan soal cerita pendek yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan melibatkan anak
34
secara langsung. Peneliti meminta anak untuk mendengarkan cerita yang dibacakan. Semua anak memperhatikan cerita yang dibacakan oleh peneliti, anak sangat tertarik dengan cerita yang dibacakan karena cerita dekat dengan anak dan meliabatkan anak secara langsung. 2. Menyebutkan angka Selanjutnya peneliti melanjutkan materi dengan menyebutkan angka yang dibacakan. Misalnya peneliti membacakan soal cerita indra membeli 14 buah buku, kemudian peneliti meminta anak untuk menyebutkan angka yang disebutkan oleh peneliti. Pada siklus ini anak X telah bisa menyebutkan angka dengan benar, begitu juga dengan anak Y dan Z sudah benar. Peneliti meminta anak untuk bergantian menyebutkan angka yang di intruksikan. Setiap kali anak dapat melakukan intruksi peneliti dengan benar, maka peneliti memberikan reward berupa pujian. Peneliti berusaha untuk membimbing anak X untuk dapat ”hebat”,”pintar” dan ”bagus”. Hal ini peneliti berikan pada setiap anak melakukan kegiatan yang baik dan benar. 3. Melakukan hitungan Sebelum meminta anak untuk melakukan hitungan peneliti terlebih dahulu membacakan soal cerita, dan anak mendengarkan cerita yang dibacakan oleh peneliti. Peneliti meminta anak untuk menghitung sampai 14. Anak mulai menghitung sampai 14 sesuai dengan intruksi yang diberikan oleh peneliti. Peneliti meminta anak secara bergantian untuk melakukan hitungan angka yang di intruksikan. anak X masih ragu-ragu dalam melakukan hitungan sampai 14. peneliti selalu membimbing anak X agar bisa melakukan hitungan sampai 14
35
dengan benar. anak Y dan Z sudah benar dalam melakukan hitungan sampai 14. Kemudian peneliti meminta anak untuk menghitung sampai 5. peneliti membimbing anak dalam melakukan hitungan sampai 5 maka anak X dapat melakukan hitungan dengan benar. 4. Menuliskan angka dengan benar Sebagai langkah awal melakukan kegiatan inti peneliti meminta anak untuk menuliskan angka secara berurutan kegitan ini dimbimbing oleh peneliti. Kemudian peneliti mulai membacakan soal cerita yang melibatkan anak secara langsung.
Selanjutnya peneliti meminta anak secara bergantian
untuk
menuliskan angka 14. pada siklus ini anak X telah dapat menuliskan angka dengan benar. anak Y dan Z sudah benar menuliskan angka 14. kemudian peneliti meminta anak untuk menuliskan angka 5. anak X juga sudah bisa menuliskan angka 5 dengan benar begitu juga dengan anak Y dan Z menuliskan angka sudah benar. Setiap kali anak dapat melakukan intruksi peneliti dengan benar, maka peneliti memberikan reward berupa pujian. Peneliti berusaha untuk membimbing anak X untuk dapat ”hebat”,”pintar” dan ”bagus”. Hal ini peneliti berikan pada setiap anak melakukan kegiatan yang baik dan benar. 5.
Menyelesaikan soal latihan Sebelum meminta anak untuk menyelesaikan soal latihan terlebih dahulu peneliti membacakan kembali soal cerita kepada anak. kemudian peneliti meminta anak untuk menjumlahkan angka tersebut. Pertama peneliti menjelaskan kepada anak, dalam menjumlahkan deret kebawah ini terlebih dahulu menjumlahkan satuan kemudian puluhan. 4ditambah 5 kemudian
36
5 tidak ada puluhannya maka 1 puluhan diturunkan sejajar dengan puluhan, misalnya : 1
4 5+
1 9 Peneliti meminta anak untuk menyelesaikan soal latihan seperti yang dijelaskan dan dicontohkan. Anak X, Y, dan Z sudah mulai mengerti dalam menyelesaikan soal tersebut. Pada siklus II ini anak sudah bisa menyelesaikan soal cerita. c. Kegiatan akhir Pada kegiatan peneliti menyimpulkan pelajaran dan mengadakan evaluasi terhadap materi yang diajarkan. 4. Observasi II Pengamatan yang dilakukan peneliti dan kolaborator terhadap kegiatan pembelajaran yang peneliti lakukan maka secara umum tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Kegiatan pembelajaran sudah terlaksana dengan baik, anak kelihatan termotivasi dan bersemangat dalam mengikuti pelajaran dan anak sudah bisa menyebutkan angka dengan benar, melakukan hitungan angka, menuliskan angka dengan benar, menempatkan satuan dengan satuan dan puluhan serta menyelesaikan soal dengan baik dan benar. Anak tertarik dan bersemangat untuk belajar dengan meteri yang diberikan melalui latihan soal ceritadengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan. Pada siklus II merupakan pemantapan siklus I yang sudah dianggap berhasil dengan menggunakan metode latihan soal cerita untuk meningkatkan kemampuan 37
penjumlahan. Hal ini terlihat dari hasil tindakan yang sudah dilaksanakan dengan memberikan tes tulisan, dan perbuatan. Dibuktikan dengan anak sudah menyelesaikan soal dengan baik dan benar sesuai dengan intruksi peneliti. Adapun metoda yang peneliti gunakan dalam meningkatkan kemampuan penjumlahan ini pada anak tunagrahita ringan yaitu metoda ceramah, tanya jawab, bermain dan penugasan. 5. Refleksi II Dimana pada siklus I pada bagian akhir ini peneliti bersama kolaborator melakukan perenungan, diskusi, dan evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan. Melalui siklus I sampai pada siklus II peneliti dan kolaborator menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan dan peningkatan yang sangat berarti dalam diri anak khususnya menyebutkan angka, melakukan hitungan angka, menuliskan angka, dan menyelesaikan soal latihan untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan bagi anak tunagrahita ringan kelas II. Bertitik tolak dari perenungan ini peneliti dan kolaborator sepakat bahwa program tindakan perbaikan untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan pada siklus II ini berakhir.Dapat digambarkan sebagai berikut : a. Pemahaman penjumlahan bagi anak tunagrahita ringan sebelum diberikan tindakan Berdasarkan hasil tes yang peneliti lakukan sebelum diberikan tindakan melalui soal cerita yang dibacakan dijabarkan sebagai berikut : anak telah bisa mendengarkan cerita, menyebutkan angka dengan benar. Namun ada anak belum bisa melakukan hitungan, menuliskan angka, menempatkan satuan dengan satuan dan puluhan dengan puluhan dan menyelesaikan latihan soal cerita dengan baik. b. Kemampuan penjumlahan bagi anak tunagrahita ringan setelah diberikan tindakan I
38
Pada siklus ini, peneliti memberikan tindakan melalui latihan soal cerita dalam meningkatkan kemampuan penjumlahan dengan langkah – langkah sebagai berikut : peneliti membimbing anak dalam mendengarkan cerita yang dibacakan. Peneliti menjelaskan soal cerita satu persatu dan menyebutkan angka dengan jelas. Kemudian peneliti meminta anak menyebutkan angka yang di intruksikan oleh peneliti secara bergantian anak X, Y dan Z menyebutkan dengan benar. Peneliti meminta anak untuk melakukan hitungan berdasarkan angka yang disebutkan misalnya 14. peneliti meminta anak untuk melakukan hitungan sampai 14 secara bergantian anak bisa melakukan hitungan dengan benar, peneliti meminta anak untuk menuliskan angka secara bergantian. Misalnya peneliti mengintruksikan menulis angka 6. anak X, Y dan Z nampaknya sudah mengerti dengan menuliskan angka 6, selanjutnya peneliti meminta anak untuk menempatkan satuan dengan satuan dan puluhan dengan puluhan. Terlebih dahulu peneliti memberikan contoh bagaimana cara menempatkan satuan dengan satuan dan puluhan dengan puluhan. Anak X, Y dan Z masih belum sejajar dalam menempatkan satuan dengan satuan dan puluhan dengan puluhan. Kemudian peneliti meminta anak menyelesaikan soal latihan yang diberikan, setiap kegiatan ini peneliti selalu membimbing dan memberikan contoh terlebih dahulu. Anak X dan Y belum bisa menyelesaikan dengan benar, sedangkan anak Z sudah mulai bagus dalam menyelesaikan soal latihan ini. Berdasarkan hasil tes peneliti laksanakan setelah diberikan tindakan melalui latihan soal cerita dapat dijabarkan sebagai berikut : anak X telah bisa mendengarkan cerita dengan baik, menyebutkan angka, melakukan hitungan,
39
menuliskan angka yang diintruksikan, namun anak X belum tepat dalam menempatkan satuan dengan satuan dan puluhan dengan puluhan masih terlihat belum sejajar, untuk menyelesaikan soal latihan anak X juga belum benar dalam melakukan penjumlahan. Anak Y telah bisa mendengarkan cerita dengan baik, menyebutkan angka, melakukan hitungan masih belum tepat, menuliskan angka sudah mulai bagus, namun menempatkan satuan dengan satuan dan puluhan dengan puluhan masih terlihat belum sejajar, untuk menyelesaikan soal latihan anak Y juga belum benar dalam melakukan penjumlahan. Anak Z telah bisa mendengarkan cerita dengan baik, menyebutkan angka, melakukan hitungan, menuliskan angka, menempatkan satuan dengan satuan telah muali bagus namun menyelesaikan soal latihan masih belum tepat dan selalu dibimbing. c.
Kemampuan penjumlahan bagi anak tunagrahita ringan setelah diberikan tindakan II Pada siklus II ini, peneliti melakukan latihan soal cerita yang sama akan tetapi menggunakan media yang bervariasi baik itu media gambar maupun media nyata dengan warna yang menarik perhatian. Pada siklus ini peneliti lebih sering memberikan reward berupa pujian. Peneliti berusaha untuk membimbing anak X untuk dapat ”hebat”,”pintar” dan ”bagus”. Hal ini peneliti berikan pada setiap anak melakukan kegiatan yang baik dan benar. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan. Berdasarkan hasil tes yang peneliti laksanakan setelah diberikan tindakan melalui latihan soal cerita pada siklus II dapat dijabarkan yaitu Anak X telah bisa mendengarkan cerita dengan baik, menyebutkan angka, melakukan hitungan, menuliskan angka, menempatkan
40
satuan dengan satuan, namun menyelesaikan hasil soal latihan penjumlahan masih belum sempurna. Anak Y telah bisa mendengarkan cerita dengan baik, menyebutkan angka, melakukan hitungan, menuliskan angka, menempatkan satuan dengan satuan, namun menyelesaikan hasil soal latihan penjumlahan masih belum sempurna. Anak Z telah bisa mendengarkan cerita dengan baik, menyebutkan angka, melakukan hitungan, menuliskan angka, menempatkan satuan dengan satuan, namun menyelesaikan hasil soal latihan penjumlahan masih belum sempurna. Berdasarkan dari hasil evaluasi yang telah dilaksanakan pada siklus I dan II yang telah menunjukkan hasil yang sangat meningkat dan sesuai yang direncanakan maka peneliti dan kolaborator sepakat bahwa program tindakan dan perbaikan untuk kemampuan penjumlahan anak tunagrahita melalui latihan soal cerita akan di akhiri pada siklus II .
B.
Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Dimana data yang diperoleh digambarkan melalui kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategorinya untuk memperoleh kesimpulan. Menurut bogdan dan Biklen dalam lexy Moleong (2004:248), analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dapat dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
41
Berdasarkan pelaksanaan penelitian, kegiatan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan penjumlahan melalui latihan soal cerita. Di peroleh hasil bahwa kemampuan penjumlahan bagi anak tunagrahita dapat ditingkatkan dengan mengunakan latihan soal cerita. Karena dengan soal cerita akan tercipta proses belajar mengajar aktif, kreatif dan menyenangkan karena yang namanya cerita itu sangat disukai oleh anak-anak. Dari grafik yang ada pada refleksi diatas dapat terlihat jelas peningkatan kemampuan penjumlahan, sebelum dilaksanakan penelitian anak X hanya bisa menjawab 30 % dari soal yang akan diujikan dengan benar. Setelah diberikan tindakan melalui latihan soal cerita pada siklus I terjadi peningkatan dari anak X yang hanya bisa menjawab 30 % dari soal yang diujikan menjadi 60 % dari soal yang diujikan peneliti bisa dilakukan anak dengan benar. Setelah diberi tindakan melalui latihan soal cerita pada siklus II terjadi peningkatan kemampuan penjumlahan yang signifikan pada anak X hal ini terlihat dari 10 soal yang diujikan anak bisa menjawab 90 % dengan benar dan 10 % tidak benar atau salah atau dengan kata lain dari 10 soal yang diberikan anak mampu menjawab 9 soal dan satu salah. Anak Y hanya bisa menjawab 30 % dari soal yang akan diujikan dengan benar. Setelah diberikan tindakan melalui latihan soal cerita pada siklus I terjadi peningkatan dari anak Y yang hanya bisa menjawab 30 % dari soal yang diujikan menjadi 50 % dari soal yang di ujikan. Setelah diberi tindakan melalui latihan soal cerita pada siklus II dengan menggunakan cerita yang berbeda dan media yang bervariasi dan nyata, terjadi peningkatan kemampuan penjumlahan yang signifikan pada anak Y hal ini terlihat dari 10 soal yang diujikan anak bisa menjawab 90 % dari soal yang di ujikan, dan 10 % anak
42
tidak bisa. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan penjumlahan anak Y dapat ditingkatkan melalui latihan soal cerita. Sedangkan Anak Z sudah bisa menjawab 50 % dari soal yang akan diujikan dengan benar. Setelah diberikan tindakan melalui latihan soal cerita pada siklus I terjadi peningkatan dari anak Z yang hanya bisa menjawab 50 % dari soal yang diujikan menjadi 80 % dari soal yang di ujikan. Setelah diberi tindakan melalui latihan soal cerita pada siklus II dengan menggunakan cerita yang berbeda dan media yang bervariasi dan nyata, terjadi peningkatan kemampuan penjumlahan yang signifikan pada anak Z hal ini terlihat dari 10 soal yang diujikan anak bisa menjawab 95 % dari soal yang di ujikan, dan 5 % anak tidak bisa. Hal ini terjadi karena ada satu jawaban yang belum sempurna dan terbalik maka peneliti memutuskan untuk member nilai setengah. Akan tetapi dalam hasil evaluasi dituliskan 90% hal ini mengarah kepada penilaiannya bisa atau tidak bisa. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan penjumlahan anak Z dapat ditingkatkan melalui latihan soal cerita. C.
Pembahasan Dalam menyampaikan materi tentang penjumlahan terhadap anak tunagrahita bisa dilakukan dengan bercerita. Yaitu latihan soal cerita. Disamping itu cerita merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan paling disukai oleh anak – anak apalagi oleh anak tunagrahita. Anak tunagrahita ringan merupakan anak yang kecerdasan dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka masih mempunyai kemampuan untuk berkembang di dalam bidang akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan kerja (Moh. Amin : 1995). Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil, memiliki IQ 52-68, dan masih dapat
43
belajar membaca, menulis, berhitung sederhana dengan bimbingan dan pendidikan yang baik. Anak keterbelakangan mental pada suatu saat akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Dalam pelajaran tingkat sekolah lanjut, sedangkan dalam bidang penyesuaian sosial, mereka mampu mandiri di dalam masyarakat (Sutjiarti Sumantri : 1996). Karakteristik anak tunagrahita ringan terdiri dari ( PP No.72:1991 ) : a. Keadaan fisik umumnya masih sama dengan anak normal b. Sukar berfikir abstrak sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu masalah walaupun masalah tersebut sederhana c. Perhatian dan ingatannya lemah, mereka tidak dapat memperhatikan sesuatu hal yang serius dan lama d. Kurang dapat mengendalikan dirinya sendiri, hal ini disebabkan karena tidak dapat mempertahankan baik dan buruk e. Lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata dan kalau bicara kalimatnya selalu singkat dan kurang jelas f. Masih mampu mengikuti pelajaran akademik g. Masih dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan h. Masih mampu melakukan pekerjaan semi skill dan pekerjaan social sederhana. Pengajaran soal cerita matematika meliputi beberapa tujuan. Tgitjih Rukarsih (1996/1997;2) mengemukakan bahwa tujuan pengajaran matematika dalam bentuk soal cerita antara lain: f. Soal cerita akan mendekatkan konsep-konsep matematika yang abstrak menjadi konkret, sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir siswa sederhana.
44
g. Melatih siswa berpikir secara sistematis, bahwa segala sesuatu melalui prosesnya, ada tahapannya dan ada kesimpulan atau hasilnya. h. Sejak dini melatih siswa berpikir analitis dalam memecahkan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya. i. Memberi pemahaman dan kesan kepada siswa bahwa matematika bukan sekedar bilangan dan lambang-lambang yang abstrak tetapi sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, bahkan merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri. Mengatasi masalah kemampuan penjumlahan, maka dapat kita lakukan dengan metode latihan soal cerita. Karena anak tunagrahita sangat menyenangi yang namanya cerita. Dengan cerita akan tercipta suasana yang aktif, kreatuf, inovatif dan menyenangkan. Dalam proses meningkatkan kemampuan penjumlahan ini peneliti berupaya agar anak didiknya paham terhadap materi yang diajarkannya. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan bimbingan terhadap anak, memberikan pelajaran melalui latihan soal cerita untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan dan dilakukan secara kontiniu dan berulang-ulang, menyampaikan pelajaran dengan metoda yang bervariasi dan memberikan reinforcement berupa pujian secara verbal “pintar, bagus” dan tindakan seperti tepuk tangan, acungan jempol. Dengan menggunakan soal cerita dalam meningkatkan kemampuan penjumlahan anak tunagrahita yaitu: mendengarkan cerita, menyebutkan angka, melakukan hitungan, menuliskan angka, menempatkan satuan dengan satuan dan puluhan dengan puluhan serta menyelesaikan soal latihan. Melalui latihan soal cerita dapat membantu anak dalam penjumlahan.
45
Berdasarkan data dari penelitian tentang peningkatan kemampuan penjumlahan anak tunagrahita diperoleh melalui tes dan observasi. Setelah pemberian tindakan siklus I dan siklus II tentang peningkatan kemampuan penjumlahan dapat dideskripsikan sebagai berikut: Anak X telah bisa mendengarkan cerita dengan baik, menyebutkan angka, melakukan hitungan, menuliskan angka, menempatkan satuan dengan satuan, namun menyelesaikan hasil soal latihan penjumlahan masih belum sempurna. Anak Y telah bisa mendengarkan cerita dengan baik, menyebutkan angka, melakukan hitungan, menuliskan angka, menempatkan satuan dengan satuan, namun menyelesaikan hasil soal latihan penjumlahan masih belum sempurna. Anak Z telah bisa mendengarkan cerita dengan baik, menyebutkan angka, melakukan hitungan, menuliskan angka, menempatkan satuan dengan satuan, namun menyelesaikan hasil soal latihan penjumlahan masih belum sempurna. Anak dapat menjawab pertanyan yang peneliti berikan. Anak mendengarkan penjelasan dan memperhatikan peneliti dan juga melalui latihan cerita yang dilakukan.
46
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan penjumlahan pada anak tunagrahita ringan kelas II SDLB di SLB Wacana Asih Padang dapat di tingkatkan melalui metode latihan soal cerita. Langkah awal yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika bagi siswa tunagrahita kelas II adalah mengetahui perkembangan individu siswa. Adapun yang perlu diketahui oleh guru adalah perkembangan kemampuan akademik, perkembangan psikologis yang meliputi motivasi belajar, konsentrasi, emosi dan tingkat kepercayaan diri siswa. Proses perbaikan pembelajaran dimulai dari perencanaan program pembelajaran yaitu dengan penerapan metode latihan soal cerita yang didasarkan atas kemampuan dan perkembangan individu siswa. Perencanaan disusun berdasarkan srtategi tematik yang memadukan antara mata pelajaran matematika dengan mata pelajaran bahasa indonesia. Pendahuluan terdiri atas sub komponen : 1) penjelasan singkat tentang isi pelajaran, 2) penjelasan relevansi isi pelajaran baru dengan pengalaman baru dengan pengalaman peserta siswa, 3) penjelasan tentang tujuan pembelajaran. Setelah dibuat perencanaan program pembelajaran tentang penerapan latihan soal cerita, setelah memaknai temuan-temuan dari kegiatan penelitian, selanjutnya peneliti dan guru merumuskan perencanaan tindakan. Pelaksanaan tindakan ini dilaklasanakan sesuai dengan perencanaan program pembelajaran yang dirumuskan. Apakah dalam perencanaan yang dirumuskan dapat terlaksana pada pelaksanaan tindakan. Selanjutnya dilakukan observasi secara kolaboratif dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran dengan melihat dan mengamati
47
seluruh kegiatan yang dilaksanakan dalam pembelajaran matematika tentang materi penjumlahan melalui metode latihan soal cerita pada anak tunagrahita, apakah mengalami peningkatan atau tidak, sehingga diperoleh data objektif didasarkan pada perencanaan yang telah disusun bersama sebelumnya. Setelah melakukan observasi, maka langkah selanjutnya yaitu refleksi. Refleksi merupakan evaluasi yang dilakukan terhadap keseluruhan tindakan yang telah dilakukan terhadap keseluruhan tindakan yang telah dilakukan dengan melihat hasil monitoring. Refleksi dilakukan secara bersama-sama antara guru dan peneliti melalui kegiatan diskusi yang bertujuan untuk memperoleh suatu keputusan bersama. Refleksi ini dilakukan pada saat rencana pembelajaran disusun secara berkolaborasi antara guru dan peneliti, saat kegiatan pembelajaran berlangsung, dan setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hasil refleksi tersebut digunakan untuk merumuskan kembali atau perencanaan kembali program pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya. Melihat dari hasil penelitian, maka dengan metode latihan soal cerita dapat meningkatkan kemampuan penjumlahan anak tunagrahita ringan. Ini dapat dilihat pada peningkatan kemampuan belajar siswa, dimana pada awalnya kemampuan siswa pada mata pelajaran matematika khusunya materi penjumlahan hasilnya rendah, berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru. Dengan menggunakan metode latihan soal cerita ini maka kemampuan penjumlahan siswa dapat meningkat, pada umumnya anak-anak lebih suka dengan cerita apalagi masih kelas rendah. Dengan cerita yang sederhana dan dekat dengan anak yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari maka anak lebih mengerti dan memahami cerita tersebut, sehingga dapat menyelesaikan soal penjumlahan melalui latihan soal cerita. B. Implikasi
48
Pelaksanaan penelitian ini mempunyai dampak positif bagi peningkatkan pengetahuan, baik bagi anak, peneliti, guru kelas, orang tua, serta guru lain yang ada di sekolah. Dengan menggunakan metode latihan soal cerita pada anak tunagrahita ringan, merupakan sauatu usaha untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan anak dalam mengerjakan soal latihan penjumlahan. Dengan metode latihan soal cerita ini, kemampuan anak tunagrahita dalam penjumlahan meningkat dari sebelumnya. Apabila anak melaksanakan sesuai intruksi guru, maka diberikan pujian berupa kata “bagus”, acungan jempol, senyuman manis agar anak bersemangat dalam belajar. C. Saran 1. Untuk sekolah a. Kepala sekolah Menentukan kebijakkan dalam proses pembelajaran agar lebih meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah demi tercapainya tujuan pendidikan dan layanan yang tepat sesuai dengan kebutuhan anak. Salah satunya melalui metode latihan soal cerita dalam pembelajaran matematika pada anak didik. b. Guru Guru hendaknya mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dengan berbagai ide yang kreatif dan berusaha membantu anak didik menemukan cara belajar yang sesuai dengan kebutuhan anak. Dalam rangka mengajarkan mata pelajaran matematika pada anak khususnya anak tunagrahita, guru hendaknya menggunakan metode latihan soal cerita dalam pembelajaran matematika disekolah. 2. Untuk peneliti selanjutnya.
49
Penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti lainnya di sekolah-sekolah lain dan mencari permasalahan lain yang dapat menggunakan latihan soal cerita untuk meningkatkan kemampuan yang baru ditemukan anak dan menambahkan ilmu pengetahuan dan penguasaanya tentang soal cerita, karena hal ini akan sangat berguna bagi penelitian yang berkaitan dengan permasalahan ini.
50
Daftar Pustaka
Dimiyti dkk, (2000) Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud Rineka Cipta Endang Rochyadi, (2005) Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tunagrahita. Jakarta : Depdiknas Dikti Moh. Amin, (1995) Orthopedagogik Anak Tunagrahita . Jakart : Depdikbud Dirjen Dikti. Nasution, (1986) Didaktik Azaz-azas Mengajar. Bandung : Jemmars Lexi. J. Meleong , (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Penelitian IKIP Yogyakarta Nurul Zuriah, (2003) Penelitian Tindakan Dalam Bidang Pendidikan dan Sosail. Malang : Bayumedia Publishing Rochyati Wiriatmadja, (2005) Metode Penelitian Tindakan kelas. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Sujiarti Sumantri, (1996) Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta : Depdikbud dirjen Dikti Suprapto, (2003) Didaktik Metodik di Taman Kanak-Kanak. Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta File://G: Cerita Net.htm Arikunto Suharsimi, (2008) Penelitian Tindakan kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara Sukmadinata Nana Syaodih, (2006) Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya