I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten dari beberapa kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengalami kerusakan akibat tsunami. Dari 204 desa yang ada, lebih dari 85 desa mengalami kerusakan (Tabel 1). Wilayah Aceh Besar juga termasuk wilayah dengan tingkat kerusakan desa yang paling banyak dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di NAD. Table 1. Jumlah Desa yang Rusak Akibat Tsunami dalam Setiap Kabupaten/Kota di Nanggroe Aceh Darussalam. No
Jumlah Desa
Kabupaten/Kota
Rusak Tidak 15 66 Simeulue 1 14 20 Aceh Singkil 2 187 60 Aceh Selatan 3 Aceh Tenggara 4 373 57 Aceh Timur 5 Aceh Tengah 6 103 59 Aceh Barat 7 116 88 Aceh Besar 8 361 71 Pidie 9 325 63 Bireuen 10 191 23 Aceh Utara 11 87 16 Aceh Barat Daya 12 Gayo Lues 13 92 7 Aceh Tamiang 14 93 13 Nagan Raya 15 101 57 Aceh Jaya 16 16 26 Banda Aceh 17 3 15 Sabang 18 35 2 Langsa 19 61 7 Lhokseumawe 20 Total 650 2.173 Sumber: Buku Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias (2005) Keterangan: DNA = Daerah yang tidak Terkena Bencana Tsunami
Total 81 34 247 DNA 430 DNA 162 204 432 388 214 103 DNA 99 106 158 42 18 37 68 2.823
Kehidupan masyarakat di desa-desa yang mengalami kerusakan pasca tsunami penuh ketidakpastian, masyarakat yang selamat hampir tidak mampu lagi untuk membangun kembali kehidupannya. Namun, rasa empati yang datang dari berbagai pihak, secara pribadi maupun kelompok, yang berada di Indonesia maupun di negara lain dapat membantu masyarakat untuk bangkit kembali. Rasa empati tersebut ditunjukkan melalui berbagai bentuk bantuan untuk membantu memenuhi
kebutuhan
hidup
masyarakat
sehari-hari.
Kebutuhan
utama
masyarakat, yaitu: (1) kebutuhan akan ketersediaan pangan, sandang dan papan,
(2) kebutuhan terhadap sarana pendidikan, dan (3) kebutuhan terhadap sarana kesehatan. Sesuai dengan prioritas program rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana yang tertuang dalam Buku Induk Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias (Anonim 2005), rencana pembangunan di prioritaskan pada pembangunan kembali berbagai sektor kehidupan masyarakat yang telah hancur akibat tsunami. Kebijakan dan strategi dalam proses rehabilitasi pasca bencana didasarkan pada upaya mengentaskan permasalahan yang ditimbulkan oleh tsunami. Dalam bidang fisik, tsunami telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan perumahan dalam skala besar. Hancurnya perumahan serta prasarana dan sarana pemukiman mengakibatkan ratusan ribu penduduk kehilangan tempat tinggal, menurunnya kualitas kesehatan masyarakat, serta rusaknya sistem lingkungan yang berpotensi menimbulkan bencana lingkungan (environment disaster). Dalam bidang ekonomi, tsunami menyebabkan lumpuhnya kegiatan ekonomi. Hampir semua sarana kegiatan ekonomi masyarakat seperti sarana pelayanan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan nelayan dan pertanian yaitu pelabuhan ikan, pusat-pusat penjualan perikanan dan pertanian, serta saluran irigasi rusak. Rusaknya sarana produksi masyarakat antara lain perahu nelayan dan lahan pertanian. Tidak berfungsinya sistem keuangan termasuk perbankan yang disebabkan oleh rusaknya berbagai sarana perbankan serta hilangnya kegiatan ekonomi yang didukung oleh perbankan. Tidak berjalannya kegiatan usaha yang menyebabkan tingkat pengangguran meningkat. Dalam bidang sosial, kehilangan tokoh-tokoh masyarakat adat dan pemuka agama serta aparatur pemerintah menyebabkan rusaknya tatanan kehidupan sosial masyarakat yang telah terbentuk sebelum tsunami. Berdasarkan
pada
permasalahan
pokok
bidang
infrastruktur
dan
perumahan tersebut, kebijakan yang ditempuh dan strategi yang dijalankan dalam melaksanakan kebijakan pembangunan kembali wilayah-wilayah yang mengalami kerusakan adalah memprioritaskan penyediaan prasarana dan sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar, dengan menetapkan prioritas utama pada
pembangunan kembali perumahan, air minum, sanitasi, dan drainase. Selain itu juga membantu dan melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan beserta prasarana dan sarana dasar pendukungnya bagi para korban bencana, dengan membantu korban yang ingin kembali ke tempat tinggal semula dalam bentuk incash atau in-kind dan membantu penyediaan perumahan dan prasarana dan sarana dasar pendukungnya bagi korban bencana yang berkeinginan pindah ke tempat baru (resettlement). Kebijakan dan strategi dalam menjawab permasalahan di bidang ekonomi salah satunya adalah memulihkan pendapatan masyarakat melalui penyediaan lapangan kerja dan memberikan pelatihanpelatihan bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Untuk memperlancar proses rehabilitasi dan menjalankan kebijakan serta strategi yang telah ditetapkan, maka pemerintah membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD dan Nias. BRR bertugas untuk membantu percepatan pembangunan kembali wilayah Nanggroe Aceh Darussalam yang rusak akibat tsunami. Dengan dibentuknya BRR, pemerintah berharap proses pembangunan dapat dilakukan secara lebih cepat dan efisien. Tugas BRR yaitu memberikan bantuan kepada masyarakat, mulai dari membantu membangun kembali rumah-rumah masyarakat yang telah hancur dan merehabilitasi rumahrumah yang rusak baik rusak parah maupun rusak ringan, kemudian membantu menyediakan modal-modal usaha bagi masyarakat untuk pemulihan kondisi ekonomi disuatu wilayah serta membantu terhadap bidang-bidang lainnya yang rusak akibat tsunami. Selain itu, BRR juga berfungsi memfasilitasi lembagalembaga non pemerintah baik dari dalam maupun dari luar negeri yang ingin membantu masyarakat di wilayah NAD. Pembangunan kembali wilayah NAD pada umumnya dan wilayah Aceh Besar pada khususnya pasca tsunami hingga bulan juni 2006 belum menunjukkan hasil yang signifikan. Dalam bidang infrastruktur dan perumahan, sebahagian besar masyarakat belum memiliki rumah, mereka masih tinggal dibarak-barak pengungsian. Begitu juga dalam bidang ekonomi, seluruh sarana kegiatan ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan nelayan, petani, pedagang dan pengusaha seperti pusat-pusat penjualan perikanan dan pertanian, saluran irigasi serta perahu-perahu nelayan yang mengalami kerusakan belum
dibangun kembali. Para nelayan yang sebelum tsunami bekerja sebagai pencari ikan dilaut, sekarang bekerja sebagai buruh-buruh bangunan yang tidak sesuai dengan profesinya. Belum tersedianya modal-modal usaha yang memadai untuk masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi menyebabkan masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sehari-hari. Pembangunan kembali pasca tsunami bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata untuk setiap wilayah yang mengalami kerusakan melalui pemenuhan kebutuhan hidupnya yang paling mendasar. Bawaan sumberdaya (resource endowment) yaitu sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources), sumberdaya buatan (man-made resources) atau infrastruktur dan sumberdaya sosial (social resources) menjadi sangat penting bagi tercapai tujuan pembangunan tersebut. Akan tetapi, pasca tsunami masyarakat hampir tidak lagi memiliki bawaan sumberdaya yang dimaksud. Namun demikian, stok modal sosial yang masih dimiliki dapat digunakan sebagai modal dalam proses percepatan pembangunan kembali desanya. Percepatan pembangunan pasca tsunami sesungguhnya tidak hanya tergantung dari modal fisik saja namun juga dipengaruhi oleh modal non-fisik yang bersifat tangible maupun intangible. Kalau kapital manusia dan kapital fisik kurang tersedia, maka kapital sosial (modal sosial) menjadi andalan utama untuk pembangunan (Lawang 2004). Sementara itu, Bourdieu (1985) menyatakan bahwa modal sosial (social capital) dan modal budaya (cultural capital) juga merupakan modal pembangunan yang memiliki peran yang sama pentingnya dengan modal ekonomi (economic capital). Modal sosial yang dimiliki masyarakat dapat mendorong percepatan Pembangunan pasca tsunami. Masyarakat yang mampu membangun dan memelihara modal sosial akan memiliki kemudahan membangun dan menjaga kapital-kapital lainnya. Bersama dengan sumberdaya lain, modal sosial dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Tanpa modal sosial aktivitas atau pembangunan ekonomi dan juga Pembangunan fisik seperti Pembangunan rumah bagi korban tsunami akan sulit diwujudkan. Modal sosial selama ini relatif terabaikan untuk tujuan pembangunan, padahal hasil-hasil penelitian yang
dilakukan Putnam (1993), Grootaert (1999), Sabatini (2005) menunjukkan bahwa modal sosial memberi kontribusi yang nyata terhadap peningkatan pendapatan rumah
tangga,
menekan
kemiskinan,
meningkatkan
pertumbuhan
dan
pembangunan ekonomi suatu wilayah. Penelitian tentang modal sosial di daerah pasca bencana belum banyak dilakukan. Penelitian mengenai peran modal sosial dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah yang mengalami bencana alam khususnya bencana tsunami yang dasyat seperti NAD akan membantu dalam memahami pentingnya faktor-faktor sosial dalam pembangunan kembali masyarakat. Karena itu, sangat diperlukan informasi mengenai keberadaan dan peranan modal sosial dalam Pembangunan perdesaan di Wilayah Naggroe Aceh Darussalam pasca tsunami melalui sebuah penelitian. 1.2. Perumusan Masalah Pemerintah baik pusat maupun daerah bersama-sama masyarakat telah melakukan berbagai upaya untuk membangun kembali wilayah-wilayah yang rusak. Upaya yang dilakukan mulai dari tahap tanggap darurat yaitu menyediakan tempat-tempat untuk pengungsian, makanan, pakaian, membersihkan puing-puing bangunan yang berserakan dan lain sebagainya. Kemudian dalam tahap rehabilitasi pemerintah juga telah
menetapkan kebijakan dan prioritas
pembangunan pada pembangunan kembali infrastruktur dan perumahan dengan membantu membangun kembali seluruh rumah masyarakat disetiap desa yang hancur maupun yang hanya rusak. Selain itu pemerintah juga membantu menyediakan modal-modal usaha untuk menghidupkan kembali perekonomian masyarakat, sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, Pemerintah juga telah membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD dan Nias. Pembentukan BRR diharapkan dapat mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi agar program yang dijalankan bisa lebih efektif, efisien dan merata. Kemudian kehadiran lembaga-lembaga donor non pemerintah (NGO/LSM) dari dalam dan luar negeri juga akan membantu proses rehabilitasi dan rekonstruksi melalui berbagai bentuk bantuan, seperti bantuan modal usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pembangunan wilayah permukiman dengan membangun kembali rumah-rumah
yang telah hancur dan membangun infrastruktur sebagai sarana pendukung wilayah permukiman tersebut. Banyaknya bantuan dan lembaga/pihak yang membantu baik untuk perumahan maupun membantu menyediakan modal usaha yang digunakan dalam suatu kegiatan ekonomi di masyarakat tidak menjamin percepatan pembangunan desa-desa tersebut dapat terlaksana secara merata. Kesenjangan pembangunan antar desa tetap terjadi. Ada desa yang pembangunannya lebih cepat, ada juga desa-desa yang pembangunannya relatif lambat terutama dalam pembangunan kembali perumahannya. Desa Beurandeh Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar, merupakan salah satu desa yang pembangunan rumahnya relatif lebih cepat dibandingkan dengan desa lain. Hingga bulan juni 2006 semua rumah di desa tersebut sudah selesai dibangun kembali dan masyarakat sudah bisa menempatinya kembali. Sementara itu di desa lain masyarakat masih tinggal di barak-barak pengungsian karena rumah mereka belum selesai dibangun. Desa Beurandeh termasuk dalam katagori rusak sedang (BRR, BPS dan ADB 2006), tetapi kalau dilihat dari kerusakan fisiknya, desa ini juga termasuk rusak parah. Sebahagian besar rumah penduduk hancur, hanya beberapa rumah yang selamat karena letaknya di perbukitan. Selain rumah infrastrukturinfrastruktur lain seperti fasilitas kesehatan yang ada juga ikut hancur. Tidak adanya korban jiwa di desa ini, menyebabkan struktur sosial masyarakat desa tidak mengalami banyak perubahan, karena tokoh-tokoh masyarakat adat, tokoh agama dan pemerintahan masih tetap seperti sebelum terjadi tsunami. Hal tersebut sangat berbeda dengan desa-desa lain yang tergolong dalam katagori rusak berat, dimana banyak terdapat korban jiwa termasuk kehilangan tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi pemuka adat dan agama, sehingga struktur sosial masyarakat yang tinggal pasca tsunami mengalami perubahan. Perubahan struktur sosial berdampak pada perbedaan stok modal sosial masyarakat. Perbedaan stok modal sosial masyarakat dimasing-masing desa berpengaruh terhadap percepatan pembangunan desa baik pembangunan infrastruktur dan perumahan maupun pembangunan ekonominya. Aksi kolektif yang dilakukan masyarakat Desa Beurandeh seperti melakukan proses perencanaan pembangunan desa secara partisipatif pasca tsunami yang hasilnya
yaitu salah satunya adalah membentuk kelompok-kelompok usaha yang sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing masyarakat. Dengan telah terbentuknya kelompok-kelompok tersebut menyebabkan banyak pihak yang menawarkan bantuannya untuk percepatan pembangunan desa mereka. Kerjasama tersebut terjadi karena antar sesama masyarakat saling percaya mempercayai. Modal kepercayaan yang ada menjadi modal untuk menarik minat pihak-pihak yang mau memberi bantuan untuk membantu membangun rumah yang merupakan kebutuhan hidup yang paling mendasar bagi masyarakat di desa tersebut. Kepercayaan dan kerjasama tentunya berimplikasi pada adanya modal sosial, karena kepercayaan adalah produk yang sangat penting dari norma-norma sosial kooperatif yang memunculkan modal sosial. Jika masyarakat bisa diandalkan untuk tetap menjaga komitmen, norma-norma saling menolong yang terhormat dan menghindari perilaku oportunistik, maka berbagai kelompok akan terbentuk secara lebih cepat, dan kelompok yang terbentuk itu akan mampu mencapai tujuan-tujuan bersama secara lebih efisien (Fukuyama 1995). Penelitian
Grootaert
(1999)
yang
dilakukan
di
Indonesia
juga
menunjukkan bahwa modal sosial dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga dan akses masyarakat terhadap lembaga keuangan. Modal sosial terutama komponen rasa saling percaya dan partisispasi masyarakat, juga berperan untuk mencapai tingkat keberhasilan pelaksanaan program-program pembangunan yang lebih baik (Kirwen dan Pierce 2002). Dengan demikian modal sosial dapat berperan untuk mendorong percepatan pembangunan desa pasca tsunami. Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yang menyangkut dengan keberadaan modal sosial dan percepatan pembangunan desa pasca tsunami yaitu sebagai berikut: 1. Mengapa terjadi kesenjangan pembangunan terutama pada pembangunan rumah pasca tsunami antara satu desa dengan desa lain. Apakah hal tersebut ada kaitannya dengan perbedaan stok modal sosial masyarakatnya. 2. Sejauhmana modal sosial mempengaruhi percepatan pembangunan rumah pasca tsunami.