Reformasi Birokrasi untuk Mendukung Pelayanan Publik Kebutuhan Dasar
Prof. Dr. Bustanul Arifin e-mail:
[email protected] Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Jl. Batu Merah No.45, Pasar Minggu, Jakarta 12510 Phone: (021) 790-1001, Fax: (021) 7919-4018, http://www.indef.or.id
Konsep Reformasi Pelayanan Publik • Reformasi sektor publik: proses down-sizing penyelenggaraan negara agar lebih efisien dalam hal penggunaan anggaran dan dalam hal pemanfaatan pegawai pemerintah (Jeon and Laffont 1999; Rama 1999). • Pemerintahan yang kuat bukanlah pemerintahan yang memerintah dan memproduksi instruksi instruksi, tetapi pemerintahan yang memberdayakan dengan memerankan diri sebagai fasilitator dan regulator yang responsif terhadap kebutuhan publik (Hadley and Young 1990). • Pemerintahan di negara berkembang lemah sehingga terbatas kemampuan memproduksi pelayanan publik berkualitas tinggi (Fukuyama 2004).
1
Reformasi Pelayanan Publik (lanjutan) • Pelayanan publik dengan kualitas tinggi membutuhkan pemerintahan yang kuat, untuk mampu menjalankan fungsi pemerintahan dengan efektif (Ohmae 2005). • Pemerintahan yang kuat berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan, mengelola pemerintahan yang memampukan/memberdayakan stakeholder dengan semangat kewirausahaan (Osborne Gaebler 1993). • Kualitas pelayanan publik yang rendah membuka peluang penyelewengan kekuasaan publik yang menyebabkan biaya transaksi bisnis menjadi tinggi sehingga daya saing rendah.
Paradigma Baru Pelayanan Publik (disarikan dari Denhart & Denhart, 2004) Old Public Administration
New Public Management
New Public Service
Siapa yang dilayani
Klien & konstituen
Pelanggan (customers)
Warga neagra (citizens)
Peran Pemerintah
Mendesain dan melaksanakan kebijakan sentralistik (dengan tujuan politik yang ditentulkan di pusat)
Mengarahkan: menjadi katalis untuk mengembangkan kekuatan pasar
Melayani: melakukan negosiasi dan menjadi beragam kepentingan masyarakat, kelompok masyarkat, menyapaki common values
Mekanisme untuk mencapai tujuan
Menjalankan program melalui lembaga dan kantor pemerintahan
Menciptakan mekanisme & struktur insentif untuk mencapai tujuan kebijakan melalui lembaga swasta & masyarakat madani
Membangun koalisis dan kerjasama lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat madani, untuk memenuhi kebutuhan yang telah disepakati bersama
2
Paradigma Baru Pelayanan Publik (lanjutan) Old Public Administration
New Public Management
New Public Service
Pendekatan akuntabilitas
Hierarkis, administrator bertanggung jawab kepada pejabat politik
Diarahkan oleh pasar, kepetusan pribadi menghasilkan produki yang diinginkan pelanggan/masyarakat
Multi-aspek, pelayan publik harus memenuhi ketentuan hukum, nilai masyarakat, norma politik, profesional dan kepentingan warga
Diskresi administrasi
Terbatas pada hal yang diinginkan pejabat administrasi
Lebih luas, untuk memenuhi tujuan kewirausahaan
Diskresi dibutuhkan, namun dibatasi oleh prinsip akuntabilitas
Struktur Organisasi
Birokratis, otoritas dari atas ke bawah dalam lembaga publik, kontrol & regulasi terhadap klien
Terdesentralisasi dengan kendali utama tetap di tangan lembaga publik
Kolaboratif, dengan kepemimpinan bersama baik secara internal maupun eksternal
Dasar motivasi pelayan publik
Gaji dan tunjangan, Semangat wirausaha, disertai perlindungan bagi keinginan ideologis pegawai negari untuk mengurangi ukuran pemerintahan
Pelayanan kepada masyarakat, keinginan memberikan kontribusi bagi masyarakat
Persentase Kecamatan Tidak Memiliki Pasar
3
Persentase Kecamatan Tidak Memiliki Bank
Kemiskinan Indonesia Era Reformasi (%) (Desember 1998 - Maret 2008) 30.0
25.0
25.7 24.2
26.0 25.0 23.4 22.4
21.9 19.4
20.0
22.3 21.1
20.2 19.1
18.2 15.1
18.4
14.6
20.2
18.2 14.5
15.0
20.1
21.9 20.4
19.5
18.9
18.3
17.4
16.7
16.6
16.0
13.6 12.1
17.8 15.4
13.0
13.4
12.5
11.4
11.7
9.8 10.0
5.0
0.0 Dec-98
1999
Ags-99
2000
Kota
2001
2002
Desa
2003
2004
Feb-05
Jul-05
Mar-06
Mar-07
Mar-08
Kota+Desa
Sumber: BPS (berbagai tahun)
4
Hal yang perlu Diperhatikan • Jumlah penduduk yang hampir miskin (atau mereka yang hidup di sekitar garis kemiskinan); • Mereka yang tidak miskin, dapat segera menjadi miskin ketika akses terhadap infrastruktur ekonomi dan pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan, dsb) rendah; • Konsep garis kemiskinan menjadi sangat sensitif terhadap perubahan pendapatan atau harga kebutuhan pangan, sandang dan infrastruktur pokok lainnya; • Dimensi kemiskinan non-pendapatan sebenarnya lebih kompleks dari sekadar dimensi garis kemiskinan itu.
Karikatur Sindiran di Harian KOMPAS
5
Determinan Kemiskinan Sektor Pertanian (Analisis PPSE terhadap: 56 kab, 110 kec, 251 desa) • Sumberdaya Alam: lahan tidak subur, kritis, marjinal, sering banjir, gurem, tadah hujan. • Infrastruktur: akses transportasi, fas. irigasi, air bersih, listrik, dan fasilitas produksi. • SDM: pendidikan, penduduk padat, sanitasi. • Teknologi: terbatas, hama-penyakit, modal, pemasaran. • Institusi: primitif, tidak berkembang, sistem penyuluhan lemah, penyebaran informasi lambat, ijon merajalela.
Peta Kerawanan Pangan Indonesia NAD Kalimantan Timur
Sumatra Utara
Sulawesi Sulawesi Utara Tengah Gorontalo
Kalimantan Barat
Riau
Maluku Utara
Papua Jambi Sumatra Barat
Bangka Belitung
Sumatra Selatan Bengkulu
DKI Jakarta
Jawa Tengah
Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan
Sulawesi Selatan
Jawa Timur
Lampung Banten
Maluku Sulawesi Tenggara
Bali Jawa Barat DI Yogyakarta Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Legenda/Legend
0
400
800
kilometers Sumber : FIA kerjasama BKP dgn WFP, 2005
Prioritas/Priority 1 Kabupaten/District Prioritas/Priority 2 Kabupaten/District Prioritas/Priority 3 Kabupaten/District Prioritas/Priority 4 Kabupaten/District Prioritas/Priority 5 Kabupaten/District Prioritas/Priority 6 Kabupaten/District Daerah Perkotaan/Tidak ada Data Urban Area/No Data Batas Provinsi / Province Boundary Batas Kabupaten / District Boundary
6
Pengeluaran Rokok Pengeluaran Buah2an 20
10
8
15
%
%
6
10
4
5 2
0
0
Urban
Rural
Urban
Rural
Q1
12.11
11.81
Q1
2.96
3.02
Q2
13.73
14.72
Q2
3.64
3.63
Q3
15.26
16.46
Q3
3.97
4.13
Q4
15.12
16.23
Q4
4.65
4.47
Q5
13.50
16.24
Q5
5.66
5.60
Prevalensi Underweight menurut Tingkat Pendidikan Ibu (A tidak sekolah, B tamat SD-SMP dan C tamat SMA) 35 30
%
25 20 15 10 5 0
A
B
C
A
B
URBAN
C RURAL
Q1
28.94
32.23
30.71
32.76
29.89
26.34
Q2
32.02
27.93
24.57
30.41
28.33
25.53
Q3
30.63
24.31
19.50
29.80
26.82
24.59
Q4
25.46
24.31
22.00
28.13
26.17
22.10
Q5
28.65
22.80
18.68
28.77
24.83
21.62
7
Perkembangan Rumah Tangga Petani Uraian Struktur
1993
2003
Jumlah (ha) Pangsa Jumlah (ha) Pangsa
Perkembangan (% per tahun)
Rumah tangga petani padi dan palawija
17.548.000
84,24
18.258.858
73,42
0,40
Rumah tangga petani gurem (< 0,5 ha)
10.696.111
51,34
13.253.310
53,29
2,17
Total rumah tangga petani Indonesia
20.832.000
100,00
24.868.675
100,00
1,79
Luas tanah dikuasai rumah tangga petani
0,80
0,72
-1,05
Sumber: Hasil Sensus Pertanian 1993 dan 2003
Gizi Buruk: Memburuk Pasca Otonomi?
8
Program Pemerintah: Bantuan Langsung • • • • • • • • •
Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) umum & khusus Penyempurnaan Inpres Desa Tertinggal (Inpres 5/1993) Proyek Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil Program Beras untuk Keluarga Miskin (raskin) Program makanan tambahan balita kurang gizi (MPASI) Program makanan tambahan anak sekolah (MTAS) Bantuan Langsung Tunai, Kompensasi Kenaikan BBM Penyantunan dan Pengentasan Fakir Miskin (PPFM) Beberapa insiatif program yang dilaksanakan di daerah
Program Bantuan Tidak Langsung Tiga komponen: dana bergulir, tenaga pendamping, prasarana pendukung • P3DT: Program Peningkatan Prasarana Daerah Tertinggal • P3KT: Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu • KIP: Program Perbaikan Kampung (Kampung Improvement Program) • PPK: Program Pembangunan Kecamatan (Kecamanta Dev. Program) • PDMDKE:Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi • P2KP: Program Pengembangan Kelurahan Perkotaan • PEMD: Pengembangan Ekonomi Masyarakat di Daerah • PEMP: Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir • KPEL: Kemitraan untuk Pengenmbangan Ekonomi Lokal • UPPKS-KB: Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera-KB • PELAJU: Petik, Olah, Jual dan Untung • Dan sebagainya, terlalu banyak untuk disebutkan satu-per-satu.
9
Re-Klasfikasi Kaum Miskin Kategori Pertama: Extreme poverty -- 8 juta • Bantuan langsung secara cuma-cuma • Tidak harus berpikir dana bergulir, berputar, dsb. Kategori Kedua: Economically active poor -- 18 juta • Perlu lebih berhati-hati, karena sangat vulnerable; • Salah penangan, dapat terjerumus ke kategori pertama, tapi jika benar, dapat naik kelas ke kategori ketiga. Kategori Ketiga: Entrepreneur, less access -- 9 juta • Hanya perlu diberikan akses yang lebih memadai, ditambah pendampingan dan monitoring secara ketat.
Kategori Ketiga: Karakter Usaha Mikro • Pemahaman teknologi produksi & quality control; • Penguasaan sisi marketing, informasi pasar, produk, standarisasi, produk yang dikehendaki pasar, dll; • Kualitas SDM, termasuk in-house training, lembaga yang mampu menyediakan training berkualitas, atau dana khusus untuk pengembangan SDM tersebut; • Kemampuan manajerial, peraturan perpajakan, prosedur ekspor, informasi industri pendukung, dsb.
10
Integrasi Pembangunan Pedesaan • Pengentasan kemiskinan wajib dikaitkan dengan strategi pembangunan pedesaan. • Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan pedesaan. – Pelayanan fungsi dasar administrasi pemerintahan – Pelayanan langsung masyarakat pos pelayanan terpadu (posyandu) usaha peningkatan gizi keluarga (UPGK), sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG). – Pemberdayaan perempuan desa (PKK, NKKBS, dsb)
Percepatan Pemulihan Sektor Riil • Inpres 5/2008 (penyermpurnaan dari Inpres 6/2007) tentang Percepatan Pengembangan Sektor Riil meliputi: perbaikan iklim investasi, reformasi Sektor Keuangan, percepatan pembangunan Infrastruktur, pemberdayaan UMKM, dan dimensi lingkungan hidup (berkelanjutan) . • Intervensi langsung dan pemihakan pengentasan kemiskinan, pengembangan industri pedesaan, pasca panen dan pengolahan, jasa dan perdagangan menjadi insentif berharga untuk konservasi SDA dan lingkungan • Pembenahan tata kelembagaan, perbaikan sistem property rights, rasa aman dan kepastian hukum.
11
Pemerintah perlu berperan sebagai pelayan, fasilitator, negosiator & membangun nilai bersama yg disepakati. Multi-aspek, dengan visi partisipatif dari komponen: 1. Pemerintah 2. Swasta 3. Civil Society Jaringan kerja (networking) harus dibangun lebih baik, dari level desa, kecamatan, kabupaten/kota, propinsi, tingkat nasional dan global. Mulai dengan pilot project, struktur tidak terlalu kaku.
Penutup: Pokok-Pokok Reformasi Pelayanan • Paradigma baru reformasi pelayanan publik yang partisipatoris & kesetaraan mulai dapat diterapkan; • Reformasi pelayanan dasar: pangan, kesehatan, pendidikan (dan rasa aman) dapat dimulai dari akurasi data warga negara & stakeholders yang (akan) terlibat • Dalam RPJM, prinsip partisipatif ini harus dikawal dengan common values dan skema akuntabilitas • Peningkatan kualitas aparatur negara untuk menjadi pelayan publik dan kaum elit terpelajar baru yang membuktikan komitmen melawan korupsi baik kondisi visible maupun dalam kondisi invisible.
12