Konsep Arsitektur Hijau pada Pusat Kebudayaan Gorontalo Samsiati Tahir Ishak1, Moh. Sutrisno2 1
Mahasiswa Universitas Ichsan Gorontalo Dosen, Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Ichsan Gorontalo
2
Abstrak Negara indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan lokal. Berbagai macam suku, bahasa adat istiadat sebagai hasil karya dan pemikiran manusia pada suatu daerah. Bentuk dari keanekaragaman budaya lokal salah satunya secara fisik tampak pada wujud arsitektural sebagai identitas daerah. Seiring dengan perkembangan dan akulturasi kebudayaan, bentuk karya arsitektural cenderung mengalami perubahan dan bahkan mengalami kemunduran. Perubahan pada semakin menghilangnya identitas budaya lokal tampak pada daerah Gorontalo. Penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif berdasarkan kondisi dilapangan. Hasil penelitian berupa rumusan perancangan terkait kearifan lokal Gorontalo dan arsitektur hijau yang diperoleh dari proses identifikasi, verifikasi, komparasi dan interpretasi data. Desain Pusat Kebudayaan Gorontalo merepresentasikan budaya lokal khas dengan menerapkan corak kain karawang sebagai analogi bentuk. Sedangkan penerapan arsitektur hijau diterjemahkan secara harfiah dengan mewujudkan atap hijau pada bangunan dan penghematan energi. Bangunan pusat kebudayaan gorontalo direncanakan berdasarkan semakin merosotnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya untuk mempertahankan budaya daerah.Di kota Gorontalo tepatnya di kota Selatan, limba U II yaitu Rumah adat Dulohupa dan sekitarnya sebagai lokasi perencanaan. Lokasi yang strategis dan sesuai dengan peruntukannya.Analogi tata massa dan bentuk bangunan pada pola kain karawang agar representasi pada kebudayaan khas daerah dapat tercapai. Dengan konsep arsitektur hijau juga dapat merepresentasikan lingkungan secara kontekstual. Kata kunci: Desain, pusat kebudayaan, arsitektur hijau, Gorontalo
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita sebut kebudayaan.Kebudayaan merupakan hasil karya, budi, dan pemikiran manusia pada suatu daerah atau bangsa tertentu.Hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan kebudayaan antar daerah bahkan dalam satu bangsa atau negara. Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia merupakan bukti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya serta menjadi ciri khusus Indonesia dari negara lain. Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Kontak: 1.Samsiati Tahir Ishak, ST, Mahasiswa Teknik Arsitektur Universitas Ichsan Gorontalo, Jl. Kalimantan 005/002 , Gorontalo 2. Moh. Sutrisno, ST.,M.Sc, Dosen Teknik Arsitektur Universitas Ichsan Gorontalo, email:
[email protected] Tlp: 087838424929
Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “Puncak-puncak dari kebudayaan daerah”.Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan.Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Seiring perjalanan waktu, perkembangan peradaban, pemikiran, dan perkembangan arus informasi yang semakin cepat, mengakibatkan akulturasi kebudayaan antar bangsa yang semakin sering dan mudah diterima.Hal tersebut terkadang membuat kita sering melupakan kebudayaan yang ada pada daerah sendiri sebagai identitas daerah.Tradisi dan kebudayaan daerah yang pada awalnya dipegang teguh, dipelihara dan dijaga keberadaannya oleh setiap suku, kini sudah hampir punah.Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan malu apabila masih mempertahankan dan menggunakan budaya lokal atau budaya daerah.Kebanyakan masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan kesenian dan budaya modern daripada budaya yang berasal dari daerah sendiri yang sesungguhnya justru budaya daerah atau budaya lokallah yang sangat sesuai dengan kepribadian
Jurnal Arsitektur dan Desain Vol.1 No.1 Des 2014 16
bangsa. Tidak bisa dipungkiri bahwa ada beberapa daerah di Indonesia yang mulai melupakan kebudayaan daerahnya, termasuk kota-kota besar, maupun beberapa daerah berkembang, salah satunya Provinsi Gorontalo. Dalam kaitannya dengan era globalisasi sejalan dengan masuknya budaya barat, perkembangan kebudayaan daerah cenderung mengalami kemunduran karena tidak begitu digemari lagi oleh masyarakatnya khususnya di kalangan generasi muda.Banyak kalangan muda di Provinsi Gorontalo yang mulai meninggalkan kebudayaannya, termasuk didalamnya adat istiadat, bahasa, makanan tradisional. Bahkan permainan tradisional yang sudah banyak ditinggalkan anak-anak masa kini yang lebih suka memainkan game online dan sejenisnya yang tentunya sangat berpengaruh pada pola pikir, dan cara bergaul anak. Jika hal ini dibiarkan berjalan terus tanpa adanya upaya pembinaan yang serius dari pihak yang berkompeten, maka ke depannya dikhawatirkan keberadaan kebudayaan Gorontalo akan terancam punah diterpa oleh derasnya gelombang arus perkembangan zaman. Oleh karana itu, fasilitas pusat kebudayaan Gorontalo ini diperlukan untuk melestarikan, membina dan mengembangkan kebudayaan Gorontalo.
Secara arsitektural dapat mewujudkan daerah dengan fasilitas yang memadai yang dapat menunjang aktivitas pelestarian budaya. Secara non arsitektural dapat tersedianya suatu rancangan fasilitas pengembangan budaya yang mampu menarik perhatian masyarakat untuk melestarikan budaya sendiri dan mampu menjadikan Gorontalo sebagai Provinsi yang dikenal luas melalui kebudayaannya.
1.2. Rumusan masalah Berdasarkan penjelasan di atas maka ada beberapa masalah yang harus dipecahkan dalam pelestarian kembali Kebudayaan Provinsi Gorontalo. Adapun permasalahannya sebagai berikut: a. Bagaimana menentukan lokasi dan tapak yang sesuai untuk Pusat Kebudayaan Gorontalo ? b. Bagaimana penataan massa, sirkulasi dan penampilan bangunan Pusat Kebudayaan Gorontalo dengan pendekatangreen architecture ?
2.1. Kebudayaan Gorontalo Menurut Haviland (1995;332) dalam Muchamad (2013) bahwa sudut pandang yang paling tepat untuk memahami manusia adalah melalui kebudayaannya. Cikal bakal daerah Gorontalo bermula dari penggabungan 17 kerajaan kecil (linula) menjadi kerajaan Hulontalo (sekarang : Gorontalo) pada tahun 1385 M. Peristiwa yang sama sebelumnya terjadi pada pembentukan kerajaan Limutu (baca:Limboto, tahun 1330 M) sebagai gabungan dari lima kerajaan. Karena pada awalnya daratan Gorontalo terdiri dari perbukitan (huntu) yang digenangi air (langi-langi), maka dilakukanlah rekayasa sosial untuk menjinakkan tantangan alam dengan membentuk perikatan perserikatan kerajaan melalui penggabungan beberapa linula menjadi lipu (Bastian, 1996) Dalam Daulima (2004) bahwa Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, dan Bone.Dalam konsep Masyarakat suku Gorontalo, adat dipandang sebagai suatu kehormatan (adab), norma, bahkan pedoman dalam pelaksanaan pemerintahan. Hal ini dinisbatkan dalam suatu ungkapan ‘adati hula hula Sareati, Sareati hula hula to Kitabullah’ yang artinya Adat Bersendi Sara, Sara Bersendi Kitabullah. Arti dari ungkapan ini adalah bahwa adat dilaksanakan berdasarkan sara (aturan), sedangkan aturan ini harus berdasarkan Al-Quran. Gorontalo sebagai salah satu suku yang ada di
1.3. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah : a. Untuk mendapatkan lokasi yang strategis untuk perancangan Pusat Kebudayaan Gorontalo. b. Untuk mendapatkan konsep perancangan ataupun penampilan bangunan yang sesuai kebudayaan Gorontalo serta pendekatan green architecture. 1.4. Manfaat penelitian Untuk manfaat praktisi nantinya dapat menjadi suatu bahan pertimbangan untuk melestarikan kembali kebudayaan Provinsi Gorontalo, selain itu manfaat lainnya untuk pemerintah dapat menjadi tolak ukur apakah program pelestarian budaya yang ada saat ini diminati oleh masyarakat Gorontalo sendiri yang diharapkan mampu menjadikan Gorontalo dikenal. Manfaat teoritis berupa suatu wawasan tentang kebudayaan serta pelestarian budaya sebagai aset suatu daerah.
Jurnal Arsitektur Vol.1 No.1 Des.2014
2. Tinjauan Pustaka Pusat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tempat yg letaknya di bagian tengahberarti pokok pangkal atau yang menjadi pumpunan.Titik yang di tengah-tengah benar (di bulatan bola, lingkaran), dan sebagainya. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan.Dalam definisi ini, kebudayaan dilihat sebagai "mekanisme kontrol" bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia (Geertz, 1973). Pusat Kebudayaan Gorontalo dapat diartikan sebagai suatu tempat/fasilitas yang dapat digunakan untuk melestarikan, membina, dan mengembangkan kebudayaan Gorontalo itu sendiri.
Samsiati Tahir Ishak 17
pulau sulawesi memiliki aneka ragam kebudayaan baik dari rumah adat, pakaian adat, kesenian tradisional, kerajinan tradisional, permainan tradisional, makanan tradisional dan aneka ragam budaya lainnya. Beberapa rumah adat yang menjadi budaya Gorontalo antara lain: wombohe, beleya, Bele huta-huta, bele yilantonga, bele dupi, bele puluwa, bele pitu lo palata, bantayo po boide, dulo hupa. diantara jenis rumah memiliki fungsi dan karakter tersendiri. Misalnya rumah Bantayo Po Boide. Bantayo Po Boidebersasal dari kata Bantayo (Bangsal, Balai), Pobo’ide (Berbicara). Jadi Bantayo Po Boide adalah bangsal/balai untuk membicarakan suatu permasalahan tentang negeri yang terorganisir.Rumah adat ini dijadikan tempat perkumpulan masyarakat Kabupaten Gorontalo, untuk melaksanakan upacara adat, penerimaan tamu kenegaraan, pesta perkawinan adat, hingga kegiatan sosial dan keagamaan dilangsungkan ditempat ini.
Gambar 1. Rumah adat Bandayo Po Boide (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013) Contoh lain adalahRumah adat Dulohupa yang memiliki bentuk fisik panggung serta memiliki pilar kayu sebagai bagian dari hiasan merupakan rumah adat yang memiliki fungsi sebagai balai musyawarah.
Nama Dulohupa memiliki arti mufakat untuk merencanakan sebuah kegiatan pembangunan serta menyelesaikan persoalan masyarakat setempat maka rumah Dulohupa adalah tempat untuk bermusyawarah. 2.2. Pakaian adat Gorontalo Gorontalo memiliki pakaian khas daerah sendiri baik untuk upacara adat, perkawinan, khitanan, baiat (pembeatan wanita), penyambutan tamu, maupun yang lainnya.Pakaian daerah khas Gorontalo disebut bili’u untuk wanita. Bili’u berasal dari kata bilowato artinya ‘diangkat dengan kemuliaan’, yakni sang gadis diangkat dengan memperlihatkan ayuwa (sikap) dan popoli (tingkah laku), termasuk sifat dan pembawaanya di lingkungan keluarga. Baya lo Bu’ute yaitu ikat kepala yang memiliki dua pengertian. Pertama, bermakna sang ratu terikat dengan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga. Kedua, makna sebagai ratu kerajaan, ibu dari rakyat negeri, membantu raja dengan pemikiran, dorongan semangat, serta memperingati suaminya sebagai raja apabila ada hal-hal yang dilakukan raja yang menyimpang dari adat dan syara. 2.3. Kesenian adat Tarian daerah Gorontalo antara lain adalah tari saronde. Tari Saronde adalah tari pergaulan keakraban dalam acara resmi.Tarian ini diangkat dari tari adat malam pertunangan pada upacara adat perkawinan daerah Gorontalo.Dalam bahasa Gorontalo, tarian ini adalah sarana molihe huali yang berarti menengok atau mengintip calon istri.Jenis tari lainnya adalah Tari dana-dana yaitu tarian pergaulan remaja gorontalo yang berkembang dari masa kemasa, tarian ini melambangkan cinta kasih dan kekeluargaan. Alat musik tradisional antara lain Alababu, Ngowa-ngowa, Gambusi, Kacapi, Tiba-tibahuhu, Ele’e, Olungu, Olinggi, Peleku, Tolimelo, Diyo-diyo, Tulali, Elongi, Dulanga, Patihunggu, Popopalo, anthu-anthunga, Tabobo dll.
Gambar 3. Alat musik Alababu (Sumber: Galeri budaya LSM Mbu’i Bungale, 2014) Gambar 2. Rumah adat Dulohupa (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)
18
Jurnal Arsitektur dan Desain Vol.1 No.1 Des. 2014
Sedangkan untuk kerajinan tradisional yaitu kerawang (sulaman dengan tangan) dan kopiah
Samsiati Tahir Ishak
keranjang. Permainan tradisional bernama Cur-pal, palapudu, tengge-tengge, ponti, bunggo, awuta (congklak), bilu-bilulu, tapula, tumbawa, batata, tulawota, mumotahu, ti bagogo, tumbu-tumbu balanga. Gorontalo memiliki berbagai makanan khas yakni : Sabongi, Bindhe Biluhuta, Lalampa, Kuah Ilahe dan Ikan Bilendhango, Ilabulo, Ikan garo. Berbagai olahan dari jagung selalu disajikan, ada yang berupa kokole, balo binde, binde biluhuta dan lain sebagainya. Tradisi masyarakat ada malam pasang lampu (tumbilohute),menyajikan makanan (walima), Dikili (zikir). 2.4. Arsitektur Hijau (Green architecture) Arsitektur hijau merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mewujudkan arsitektur yang ekologis atau ramah lingkungan demi mencapai keseimbangan didalam system interaksi manusia dengan lingkungan (Asikin dkk, 2013) berusaha untuk meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Untuk pemahaman dasar arsitektur hijau yang berkelanjutan, meliputi di antaranya lansekap, interior, dan segi arsitekturnya menjadi satu kesatuan.Dalam contoh kecil, arsitektur hijau bisa juga diterapkan di sekitar lingkungan kita. Tingkat hijau suatu bangunan atau proyek diukur berdasarkan beberapa kriteria atau parameter, yakni efisiensi penggunaan energi (energy efficiency), efisiensi penggunaan air (water efficiency), perlindungan terhadap lingkungan (environmentla protection), kualitas fisik ruang dalam (indoor environmental quality), aspek hijau lainnya dan inovasi desain (other green features and innovation).(Karyono, 2010) 3. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dimana dalam hal ini penelitian mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks pengumpulan data latar alami yang bersifat deskriptif dan menggunakan analisa pendekatan induktif sehingga dikatakan analisis data deskriptif yang tujuannya membuat deskripsi atau gambar yang sistematif, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, situasi-situasi dan kejadian-kejadian yang berlangsung dilapangan. Adapun langkah-langkah analisa data pada penelitian ini adalah: - Mencari dan mengumpulkan data dari segala informasi yang faktual dan mendetail yang menerangkan gejala-gejala yang ada dilapangan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan obyek penelitian. - Mengidentifikasikan permasalahan yang ada untuk mendapatkan solusi pada keadaan yang sedang berlangsung di lapangan. - Memverifikasi dan menginterprestasi data dan
Jurnal Arsitektur Vol.1 No.1 Des.2014
-
mensistensikan data atau sumber informasi yang didapatkan dari hasil pengumpulan data. Membuat evaluasi dan komparasi data untuk kemudian diajukan sebagai acuan perancangan.
4. Hasil, Pembahasan dan Rekomendasi Kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya.Dalam definisi ini, kebudayaan dilhat sebagai "mekanisme kontrol" bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia. Pusat Kebudayaan Goronalo sebagai suatu tempat/fasilitas yang dapat digunakan untuk melestarikan, membina, dan mengembangkan kebudayaan Gorontalo. Bangunan pusat kebudayaan dengan menerapkan konsep arsitektur hijau diarahkan agar berkelanjutan (sustainable) dan tetap bertahan seiring dengan perkembangan zaman. Prinsip-prinsip desain yang akan diterapkan dalam dalam bangunan pusat kebudayaan gorontalo terkait dengan pendekatan pada konsep arsitektur hijau adalah sebagai berikut: 1)hemat energi yaitu pengoperasian bangunan harus meminimalkan penggunaan bahan bakar atau energi listrik (sebisa mungkin memaksimalkan energi alam sekitar lokasi bangunan).2)Memperhatikan kondisi iklim, mendisain dengan mengoptimalkan kebutuhan sumberdaya alam yang baru, agar sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat digunakan di masa mendatang. 3)Penggunaan material bangunan yang tidak berbahaya bagi ekosistem dan sumber daya alam.Tidak berdampak negatif bagi kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan tersebut.4)Bangunan yang akan dibangun, nantinya jangan sampai merusak kondisi tapak aslinya, sehingga jika nanti bangunan itu sudah tidak terpakai, tapak aslinya masih ada dan tidak berubah (tidak merusak lingkungan yang ada), Merespon keadaan tapak dari bangunan. Tabel 1.Klasifikasi bangunan. Unit bangunan Ruang pameran Gedung belajar Aula Perpustakaan Restoran Tradisional Toko Souvenir
Penampilan bangunan Karakter ekpresif Skin buildingberupa vivofiber dari non-tonic Kesan tradisional dan dinamis
(Sumber: Analisis penulis,2014)
4.1. Konsep dasar penentuan lokasi Dalam penentuan lokasi Pusat Kebudayaan Gorontalo ini dilakukan pengamatan terhadap lokasi yag memiliki potensi dan prospek yang baik saat ini dan di waktu yang akan datang. Lokasi bangunan dipertimbangkan lewat pendekatan tentang hal yang menunjang sebagai fasilitas edukasi seni dan budaya :
Samsiati Tahir Ishak 19
a. Perencanaan Kota dan Tata Guna Lahan Lokasi yang direncanakan berada di kawasan Kota Gorontalo bagian selatan yang sesuai dengan program pemerintah yaitu pada pusat perdagangan regional/grosir perbelanjaan dan niaga, pemerinahan, kawasan olahraga dan rekreasi, fasilitas kesehatan, peribadatan, dan pendidikan. Tapak yang dipilih berada pada lokasi yang direncanakan sebagai kawasan pariwisata, kawasan perdagangan dan jasa serta rencana kawasan strategis pertumbuhan ekonomi sesuai dengan pola tata guna lahan, dengan site yang masih berupa tanah kosong dan alami.
e. Fasilitas Utilitas Berada pada kawasan yang terjangkau sarana dan prasarana utilitas kota (Jaringan air bersih, saluran pembuangan air kotor, jaringan listrik, telekomunikasi, sarana pembuangan sampah, dan sebagainya). f. Kondisi Lingkungan Lokasi yang direncanakan berada di pusat kota sehingga kawasan bisa dijadikan sebagai ruang publik untuk masyarakat Gorontalo khususnya dan luar Gorontalo pada umumnya. Selain itu lokasi juga memiliki potensi untuk dapat diolah lingkungannya sebagai ruang kota yang hijau..
Gambar 4.Analisis tapak (Sumber: Konsep Penulis, 2014).
b. Potensi kawasan Lokasi yang direncanakan berada pada pariwisata, kawasan perdagangan dan jasa, pendidikan dan rencana kawasan pertumbuhan ekonomi serta kemungkinan yang cerah untuk pengembangan.
kawasan kawasan strategis prospek
c. Aksesibilitas Lokasi tepat berada pada kawasan yang strategis dalam pencapaian yang terjangkau oleh sarana dan prasaran transportasi kota. d. Fasilitas penunjang Direncanakan berada pada kawasan yang dilengkapi fasilitas penunjang kegiatan di dalam Pusat Kebudayaan Gorontalo
20
Jurnal Arsitektur dan Desain Vol.1 No.1 Des. 2014
Berdasarkan pertimbangan di atas, lokasi untuk pembangunan Pusat Kebudayaan Gorontalo berada di kota Gorontalo, tepatnya di kota Selatan, limba U II yaitu Rumah adat Dulohupa dan sekitarnya. Mengingat kondisi kawasan tersebut masih memiliki lahan yang luas serta penataannya belum terlalu maksimal, masih ada lahan kosong yang tidak terpakai. g. Potensi rumah Adat “Doluhupa” dan sekitarnya. Lokasi rumah adat Dulohupa dan sekitarnya memiliki banyak potensi yang baik untuk dikembangkan, diantaranya sebagai berikut: - Memiliki lahan terbuka yang cukup luas. - Memiliki lokasi yang sangat strategisberdekatan dengan kawasan pendidikan, pemukiman,
Samsiati Tahir Ishak
perkantoran, area bisnis komersil, pemandian kolam renang lahilote, dan terletak diantara ruas jalan raya yang memiliki aksebilitas yang baik serta tepatnya berada di tengah kota Gorontalo. - Merupakan kawasan yang sesuai dengan peruntukannya, sehinga telah dikenal oleh masyarakat kota dari segi fungsi lokasi tersebut. Hal ini memudahkan pengguna atau pengunjung untuk mendatangi lokasi. 4.2. Mempertimbangkan peraturan kota yang berlaku untuk lokasi tapak Dalam menentukan lokasi untuk tapak bangunan, maka ditinjau regulasi yang terkait dengan proses pembangunan, antara lain: a. Garis Sempadan Bangunan (GSB) Sempadan bangunan merupakan daerah batas bangunan baik dari depan, samping maupun belakang bangunan dengan persil/lahan diatasnya. Sempadan bangunan dimaksud sebagai daerah bebas atau ruang antar bangunan dengan bangunan lainnya. b. GSB Jalan Lebar daerah milik jalan (Damija) pada site adalah 22 meter.Menurut ketentuan daerah khususnya Kota Gorontalo untuk bangunan adalah setengah dari lebar damija.Jadi GSB pada site adalah 11 meter. 4.3. Pola Tata letak Massa Bangunan Penempatan massa bangunan direncanakan dengan mempertimbangkan: a. Sirkulasi dalam tapak dan sirkulasi jalan raya b. Kebisingan suara c. Arah pandang terbaik keluar dan kearah bangunan. d. Orientasi matahari e. Arah, kecepatan dan tekanan angin 4.4. Sirkulasi dan pencapaian Sirkulasi dan pencapaian dari luar dan ke dalam bangunan begitu pun sebaliknya perlu adanya kejelasan yang tegas bagi kegiatan umum dan servis serta kemudahan dan keamanan dari masing-masing kegiatan serta pemisahan sirkulasi kendaraan dan manusia dengan memanfaatkan pedestrian. Sistem sirkulasi yang ada pada Pusat Kebudayaan Gorontalo ini direncanakan dibagi dalam: a. Sirkulasi di luar bangunan Sistem sirkulasi di luar bangunan adalah sirkulasi di luar tapak, yaitu kondisi keadaan diluar tapak yang dapat mempengaruhi pencapaian ke dalam tapak bangunan dan perencanaan sistem sirkulasi di dalam bangunan. Penentuan sirkulasi di dalam tapak di dalam tapak harus dipertimbangkan terhadap pelaku sirkulasi yaitu kendaraan, barang dan manusia.
Jurnal Arsitektur Vol.1 No.1 Des.2014
b. Sirkulasi kendaraan Sirkulasi kendaraan menuju bangunan dibagi menjadi dua bagian, yakni sirkulasi untuk pengunjung.Dimana untuk sirkulasi pengelola telah disediakan parkir khusus untuk pengelola, dan untuk sirkulasi pengunjung disediakan khusus pengunjung.Selain parkir mobil juga disediakan parkir kendaraan roda dua serta parkir khusus untuk bus. c. Sirkulasi manusia Sirkulasi manusia merupakan salah satu sistem sirkulasi yang menentukan pencapaian manusia menuju tapak. Sirkulasi manusia ini dapat dibagi atas: - Pengunjung dan pengguna jasa Pusat Kebudayaan Gorontalo. - Pengelola serta karyawan yang melakukan kegiatan administrasi pengelola dan pelayanan. d. Sirkulasi barang Sirkulasi barang erat kaitannya dengan gudang. Sirkulasi barang di dalam tapak harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: - Sebaiknya terpisah dari sirkulasi manusia - Mudah di capai - Tidak mengganggu sirkulasi di luar tapak - Tersedia pool kendaraan bongkar muat 4.5. Sirkulasi di dalam bangunan Sirkulasi dalam bangunan dipertimbangkan terhadap kemudahan, kecepatan, kelancaran, dan kejelasan. Sirkulasi di dalam bangunan dapat dibedakan atas: a. Sirkulasi pengunjung Arus sirkulasi pengunjung lainnya merupakan arus sirkulasi utama di dalam bangunan.Karena pengunjung merupakan pemakai bangunan yang terbesar. Dalam menentukan sirkulasi perlu diperhatikan hal-hal yang mempengaruhi penentuan sistem sirkulasi yaitu: - Kelancaran dan kejelasan sirkulasi - Kenyamanan dan keamanan, terutama dalam keadaan darurat perlu diperhatikan emergency exit. - Besaran jalur sirkulasi di dalam bangunan. Untuk kelancaran dan kejelasan sirkulasi, maka pola yang dipakai harus jelas sehingga tidak membingungkan peneliti maupun pengunjung yaitu sebagai pusat orientasi terhadap sirkulasi dan kegiatan yang diantaranya adalah: - Sistem sirkulasi vertical Menhubungkan antara lantai dalam bangunan dengan tangga dan lainnya. - Sistem sirkulasi horizontal Menghubungkan antara unit-unit kegiatan dalam satu lantai bangunan.Sarana penghubung ini berupa selasar dan koridor. b. Sirkulasi pengelola dan karyawan Sirkulasi ini terjadi pada waktu dan kondisi
Samsiati Tahir Ishak 21
tertentu dan relatif tidak besar.Yang perlu diperhatikan adalah kemudahan dan kelancaran dalam kegiatan pengelolaan bangunan dan fasilitas-fasilitas bangunan dan jalur yang tidak saling mengganggu dengan yang lainnya. Dalam rangka memberikan pelayanan bagi pengguna dan pengunjung, haruslah di dukung oleh personil/tenaga yang bekerja dalam pengelolaan Pusat Kebudayaan Gorontalo, serta penataan ruang publik hijau yang nyaman untuk aktivitas rekreasi masyarakat Gorontalo. Hal ini di pertegas dengan pembagian aktivitas ruang luar yang memungkinkan kawasan Pusat Kebudayaan Gorontalo ini terjadi keseimbangan aktivitas yang tersinkronisasi dengan baikantara civitas pelajar dan lingkungan publik di sekitar. 4.6. Filosofi Bentuk bangunan
Gambar 6.Penerapan Arsitektur Hijau (sumber: Perencanaan Penulis, 2014).
Gambar 5.Analogi Desain pada bentuk denah kawasan (sumber: Perencanaan Penulis, 2014).
Analogi merujuk pada suatu bentuk yang menjadi ciri khas Gorontalo.Hal itu dilakukan agar bentuk bangunan dapat merepresentasikan budaya daerah setempat.Seperti yang dikemukakan oleh Attoe dalam buku pengantar arsitektur bahwa dalam menganjurkan cara-cara khusus untuk memandang arsitektur, para ahli teori seringkali mendasarkan diri pada analogi. Melalui cara identifikasi hubungan harfiay yang mungkin diantara benda-benda. Pola dari kain Karawang merupakan hasil seni dan budaya khas daerah Gorontalo. Untuk medapatkan makna yang dapat mewakili kebudayaan, maka sifat khas dari pola kain dijadikan model untuk pola tata massa serta bentuk bangunan. Dengan demikian, kesan ikonis pada bangunan bisa terwujud.
22
Jurnal Arsitektur dan Desain Vol.1 No.1 Des. 2014
4.7. Tata lansekap Konsep penataan ruang luar digunakan dengan maksud untuk membuat penataan kawasan agar dapat menciptakan kesan ruang luar yang sesuai dengan suasana lingkungan yang alami agar terkesan nyaman. Fungsi ruang luar/lansekap adalah sebagai berikut: a. Sebagai ruang transisi antara lingkungan luar dengan lingkungan dalam tapak. b. Dapat mengarahkan arus sirkulasi kendaraan dan manusia dengan baik. c. Mampu berfungsi sebagai filter terhadap berbagai polusi yang berasal dari lingkungan sekitarnya, diantaranya sinar matahari, polusi udara, debu, dan sebagainya. d. Mampu menabah kualitas view dalam tapak e. Penataan ruang luar/lansekap difungsikan juga untuk memberi kesempurnaan dan keharmonisan terhadap bangunan. Unsur penting dalam penataan ruang luar adalah soft material(bahan penutup tanah, semak, pohon) dan
Samsiati Tahir Ishak
hard material(pengerasan untuk pembatas dan elemen pengarah, lampu taman dan parker.
Gambar 9.Learning Building Pusat Kebudayaan Gorontalo (sumber: Desain Penulis, 2014).
6. Kesimpulan Bangunan pusat kebudayaan gorontalo direncanakan berdasarkan kekhawatiran peneliti akan punahnya budaya lokal karena perkembangan budaya modern. Dengan adalanya wadah untuk kebudayaan daerah khsusnya gorontalo dapat menjadi salah satu laternatif untuk tetap mempertahankan kearifan lokaldi Gorontalo. Tepatnya di kota Selatan, limba U II yaitu Rumah adat Dulohupa dan sekitarnya untuk perencanaan pusat kebudayaan Gorontalo. Lokasi di sekitar rumah adat Dulohupa yang strategis dan sesuai dengan peruntukannya. Analogi tata massa dan bentuk bangunan pada pola kain karawang agar representasi pada kebudayaan khas daerah dapat tercapai. Dengan konsep arsitektur hijau juga dapat merepresentasikan lingkungan secara kontekstual. Gambar 7.Rekomendasi vegetasi lansekap (sumber: Desain Penulis, 2014).
Referensi 1) Apriyanto, Joni (2006),Historiografi Gorontalo, “Konflik Gorontalo-Hindia Belanda Periode 1856-1942. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo Press. 2) Bastian, J. (1996),Persekutuan Limboto dan Gorontalo dalam Taufik Abdullah (editor), 1996. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 3) Daulima, Farhah, (2004),Terbentuknya Kerajaan Limboto-Gorontalo. Limboto: Galeri Budaya Daerah LSM “Mbui Bungale” 4) Geertz, Clifford. (1973) The Interpretation of Cultures. Basic Books. New York 5) Karyono, Tri Harso (2010), Green Architecture: Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia. Rajawali. Jakarta 6) Muchamad, Bani Noor,Dkk (2013),Transformasi Pemukiman Dayak Bukit (Dari Pondok menjadi Kampung),Jurnal Arsitektur dan Perencanaan,Vol. 6 No.1, Arsitektur UGM. 18-25 7) Asikin, Damayanti,Dkk (2013),Identifikasi Konsep Arsitektur Hijau di Permukiman DAS Brantas Kelurahan Penanggungan Malang, Jurnal RUAS,Vol. 11 No.1, Arsitektur Brawijaya. 67-75
5. Desain
Website: ____KBBI.com
Gambar 8.Perspektif Auditorium (sumber: Desain Penulis, 2014).
Jurnal Arsitektur Vol.1 No.1 Des.2014
Samsiati Tahir Ishak 23