KONDISI TERMAL RUMAH TINGGAL SETEMPAT DI PANTAI JEPARA, PATI DAN PEGUNUNGAN MURIA, JAWA TENGAH Hermawana, M.Sholehb a
Dosen Arsitektur UNSIQ Wonosobo E-mail:
[email protected] b Mahasiswa Arsitektur UNSIQ Wonosobo Abstrak Pantai merupakan daerah yang mempunyai suhu udara cukup tinggi dengan kelembaban yang cukuptinggi dibandingkan dengan daerah lain, sedangkan pegunungan adalah daerah yang mempunyai suhu cukup rendah dibandingkan dengan daerah lain. Suhu udara yang cukup tinggi atau rendah tersebut mempengaruhi penghuni dalam merespon rumah tinggalnya. Rumah tinggal tradisional atau setempat dilihat dari bahan pembuat dindingnya terdiri dari dinding kayu dan batu bata ekspose sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat pantai dan pegunungan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang melihat bagaimana kondisi termal rumah tinggal tradisional pada dua daerah pantai utara Jawa Tengah dan satu daerah pegunungan yaitu pantai Jepara dan Pati serta Muria. Pengukuran dilakukan pada 2 variabel termal yaitu suhu udara dan kelembaban udara. Hasil pengukuran diulas sesuai dengan kondisi rumah tinggal tradisional yang ada. Hasil yang didapat adalah kondisi termal untuk ruang luar lebih tidak nyaman dibanding dengan ruang dalam khususnya untuk rumah tinggal daerah Pantai (selisih suhu udara sebesar 0.1-0.70C), sedangkan daerah Pegunungan Muria mempunyai selisih yang hampir sama juga akan tetapi pegunungan Muria mempunyai suhu yang cukup tinggi dibanding pegunungan lainnya. PENDAHULUAN Rumah tinggal merupakan tempat berteduh bagi manusia terhadap lingkungannya termasuk iklim. Dalam menyikapi iklim, manusia merespon bangunan dengan melakukan perubahanperubahan terhadap bentuk bangunan. Rumah tinggal di dataran rendah cenderung merespon terhadap suhu yang cukup tinggi (panas), sedangkan di dataran tinggi cenderung merespon terhadap suhu yang cukup rendah (dingin). Rumah tinggal di dataran rendah cenderung mencoba memasukkan angin ke dalam rumah dengan adanya bukaan-bukaan di sekeliling bangunan, sedangkan di dataran tinggi cenderung menghindari bukaan pada bangunan bahkan membuat sumber panas, seperti api dalam tungku ditempatkan di ruang keluarga atau membuat ruang untuk tungku tersendiri (pawon). Respon-respon tersebut bermuara pada pencapaian kenyamanan termal penghuni. Saat ini penelitian tentang kenyamanan termal banyak dilakukan baik kenyamanan termal pasif dengan obyeknya adalah bangunan maupun kenyamanan termal aktif dengan obyeknya adalah penghuni bangunan. Penelitian tersebut dapat menjadi dasar bagi perencana dalam merancang sebuah bangunan. Pencapaian kenyamanan termal pasif diantaranya adalah dengan pengolahan fasad rumah tinggal. Hal ini juga dapat menimbulkan penghematan energi (Prianto, 2012). Penelitian tentang penghematan energi banyak dilakukan untuk rumah tinggal ber AC, sedangkan rumah tinggal tradisional atau setempat diyakini dapat menimbulkan kenyamanan termal karena telah ada pada waktu puluhan tahun yang lalu dan telah dilakukan uji coba terus menerus oleh penghuni dalam menyikapi termal yang ada. Berdasarkan hal di atas, rumah tinggal tradisional atau setempat merupakan potensi yang dapat digali sehingga desain bangunan dapat disesuaikan dengan kaidahkaidah dalam rumah tinggal tradisional atau setempat tersebut. Penelitian ini menginvestigasi karakteristik dan kondisi termal yang dihasilkan oleh rumah tinggal tersebut, sehingga METODE PENELITIAN Langkah penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan penggabungan beberapa metode yaitu metode survey, wawancara, kuesioner dan pengukuran dengan menggunakan alat ukur
termal. Metode survey digunakan pada saat pengambilan data-data kondisi lingkungan pantai dan rumah tinggal tradisional yang ada. Metode kuesioner dan wawancara dilakukan berbarengan dengan pengukuran untuk melihat persepsi pengguna terhadap termal. Pantai yang dijadikan obyek penelitian merupakan dua daerah yang berdekatan dengan tujuan perbedaan kebiasaan atau kebudayaan yang tidak jauh berbeda. Rumah tinggal tradisional atau setempat teridentifikasi dari dua jenis dinding yaitu dinding kayu dan dinding batu bata ekspos (batu bata tidak diplaster) (Gambar 1 & 2).
Gambar 1.Rumah Tinggal di pantai jepara Sumber : Peneliti
Gambar 2.Rumah Tinggal di pantai pati Sumber : Peneliti Alat ukur yang digunakan adalah termohygro datalogger. Alat yang bisa menyimpan data secara otomatis (Gambar 3)
Gambar 3. Alat Pengukur Suhu dan Kelembaban Sumber : Peneliti HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi beberapa pantaiyang diteliti mempunyai suhu terendah pada siang hari rata-rata 27º C. Semua pantai yang diteliti terletak di daerah pedesaan. Pada pukul 14.37 WIB suhu udara luar di daerah pantai jepara 32,30C. Rumah pertama yang disurvei adalah rumah Ibu Sarti (48). Rumah tersebut berada di Desa Bandungharjo, Kec. Donorojo, Kab. Jepara, Jawa Tengah. Konstruksi rumah Ibu Sarti terbuat dari dinding berdominan batu bata tanah liat dengan model rumah paris. Dikarenakan didaerah sekitar terdapat pengrajin batu bata sehingga rumah batu bata menjadi opsi yang dipilih. Kira-kira sudah 48 tahun Ibu Sarti tinggal dirumah itu, dan rumah ini adalah hasil dari jerih payahnya sendiri. Lokasi rumah terdapat pada lingkungan yang masih mempunyai lahan yang cukup luas, sehingga tampak kanan kiri masih tersedia lahan. Rumah ini beratapkan genteng dari
tanah liat serta pintu dan kusen yang terbuat dari kayu, rumah tidak menggunakan plafon. Ada lubangan angin diatas setiap kusen pintu maupun jendela. Tidak ada plafond dan dengan penataan ruangan yang sederhana membuat mobilitas orang di dalam ruangan dapat berjalan dengan lancar, didukung dengan property yang sedikit. dengan ukuran rumah panjang 11 meter meter lebar 9 meter yang menjadikan cadangan udara dalam rumah terasa lega dan nyaman.
Gambar 4. Rumah Tinggal Ibu sarti di pesisir pantai jepara Sumber : Peneliti Rumah tinggal yang dijadikan sampel di pantai jepara adalah rumah tinggal Ibu Sriyatun (52) yang berada di Desa bandungharjo, Kec. Donorojo, Kab.Jepara. Rumah ini sudah berdiri sekitar 50 tahun yang lalu dengan menggunakan material kayu jati serta papan kayu waru. Karena pada jaman dahulu bahan kayu masih mudah didapat. Rumah tersebut adalah warisan dari ibunya. Sebagian rumah bagian belakang sudah menggalami renovasi dengan WC yang di dinding bata, dan dapur masih menggunakan tungku dari batu bata. Bagian ruang tengah masih menggunakan tiang saka yang terbuat dari kayu jati. Ruang tamu yang longgar hanya terdapat kursi lengan. Kanan kiri samping rumah masih lahan kosong yang dimanfaatkan halaman. Desa Bandung Harjo adalah kawasan desa pesisir pantai paling utara jawa. Sebagian warga dari desa itu masih memegang erat adat Jawa, dan masih banyak warga yang sering melakukan ritual sedekah bumi. Disana juga terdapat dua agama yang berbeda namun tetap terjaga toleransinya. Warga sekitar bermata pencaharian sebagai nelayan dan pedagang ikan. Sebagian rumah warga sudah model rumah modern yang mayoritas berdinding batu bata plesteran. Atap menggunakan genteng dari tanah liat dengan rangka kayu serta tidak menggunakan plafon, beralaskan tanah. Pintu dan jendela terbuat dari kayu seutuhnya, serta ada lubang angin-angin menandakan bahwa penghuni membutuhkan aliran udara yang banyak agar tidak terlalu panas, dengan ukuran rumah panjang 11 meter lebar 8 meter membuat rumah ini tergolong luas untuk penghuninya. Pembagian ruangan yang sederhana membantu penghuni fleksibel dalam melakukan aktifitas didukung properti ruangan yang sedikit. Berikut gambar denah perletakan ruang dari rumah tersebut
Gambar 5. Rumah Tinggal Ibu Sriyatun di pantai jepara Sumber : Peneliti Pengambilan sampel di pantai Tayu, kabupaten Pati dilakukan pada sorehari pukul 15.56 WIB dengan ijin kepada kepala dusun Tayu. Rumah Tinggal yang dijadikan sampel adalah milik Sulkhan (55) Alamat rumah tinggal tersebut yaitu desa Tayu, kecamatan Tayu ,kabupaten Pati. Pada
saat itu kondisi suhu udara 31.20C. Rumah tersebut adalah peninggalan orang tuanya dan diperkirakan sudah berumur 50 Tahunan lebih. Sebagian besar rumah tersebut menggunakan kayu, dikarenakan bahan batu yang langka dan kayu lebih ekonomis. Papannya menggunakan kayu jati, kusen terbuat dari kayu persis, tiang utama terbuat dari kayu jati dan tumpuan tiang menggunakan batu yang di pahat, teras rumah yang luas, ruang tamu terdapat empat saka yang yang terbuat dari kayu jati, dengan menggunakan kursi kayu dan lemari kayu. Pintu dan jendela terbuat dari kayu seutuhnya, serta ada lubang angin-angin menandakan bahwa penghuni membutuhkan aliran udara yang banyak agar tidak terlalu panas, dengan ukuran rumah panjang 10 meter lebar 9 meter membuat rumah ini tergolong luas untuk penghuninya. Pembagian ruangan yang sederhana membantu penghuni fleksibel dalam melakukan aktifitas didukung properti ruangan yang sedikit.
Gambar 6. Rumah Tinggal bapak Sulkhan di pantai Tayu Sumber : Peneliti Sampel rumah kedua di pantai Tayu adalah milik Bapak Sarijan (63) yang menghadap ke selatan. Tepatnyadi desa Tayu, kecamatan Tayu, kabupaten Pati. Dengan suhu udara 29.60C pada pukul 15.36 WIB diruangan dalam rumah. Kurang lebih rumah tersebut dibangun sekitar 15 tahun yang lalu. Rumah tersebut sebagian besar terbuat dari batu bata. bata untuk dinding dipilih karena ketersediaan batu bata yang ada di daerah tersebut cukup banyak dan relatif murah. Rumah ini menggunakan genteng tanah liat yang bertujuan untuk peredam panas. Rumah tersebut sangat sesak dengan perabotan. Ruang tamu mengunakan dipan dan kursi kayu, ruang tengah mengunakan sekat almari, Sebagian besar rumah di Dusun Tayu adalah rumah bata. Hanya sedikit rumah tinggal yang berdindingkayu. Warga mayoritas beragama islam dan memiliki rumah 2 masjid. Mayoritas warga yang mempunyai pekerjaan nelayan dan pengusaha tambak bandeng. Masih memegang erat adat istiadat dan gotong royong. Cara mendirikan rumah masih mengunakan sahat (waktu yang baik dalam perhitungan jawa).
Gambar 7. Rumah Tinggal Bapak Sarijan di pantai Tayu. Sumber : Peneliti Rumah selanjutnya yang diteliti adalah rumah yang berada di desa kuwahan, kecamatan Dawen,kabupaten KudusJawa tengah. Pada jam 14.46 WIBsuhu udara mencapai 26.90C. Sampel yang diambil adalah rumah tinggal ibu Ngasripah(65) yang menghadap ke arah timur. Rumah tersebut belum pernah direnovasi dan mayoritas berdinding kayu,usuk terbuat dari kayu warudan papan terbuat dari kayu jatiserta kuda-kuda terbuat kayu jati. Bentuk konsol yang unik dan bentuk rumah joglo. Penggunaan bahan kayu karena pada waktu didirikan bahan kayu harganya masih murah, dan juga pemilik rumah berpendapat bahwa kayu mempunyai manfaat lebih mudah dibentuk dan kuat. Rumah ini dibangun sekitar 50 puluh tahun yang lalu. Saka teras mengunakan
kayu sebanyak 4. Terdapat banyak sekat untuk ruangan sehingga rumah keliatan sangat sesak. Ruang tengah dan dapur kurang pencahayaan sehingga terasa sangat lembab dan gelap.
Gambar 8. Rumah Tinggal ibu Ngasripahdi pegunungan Muria. Sumber : Peneliti Sampel kedua di lereng pegunungan Muria adalah rumah Bapak Sutiyono (50) dan Ibu Jumaroh (45). Survey dilaksanakan padajam 15.00WIB.Orientasi rumah menghadap utara. Alamat sampel lebih tepatnya diDesa colo, kec.Dawen kab.Kudus. Rumah yang dibangun sekitar lima belas tahun yang lalu ini belum pernah renovasi total. Semua bangunan terbuat dari dinding batu bata, usuk dari kayu waru dan genteng tanah liat. Sebagian warganya merupakan petani dan pedagang di daerah makam sunan Muria. Dusun Colo masih memegang erat adat dan istiadat serta gotong royong. Seperti selametan sebelum pendirian rumah dengan menggunakan ingkung ayam jawa dan jajanan pasar. Sebagian penduduk Dusun dalangan mempunyai hewan ternak yaitu berupa ayam, kambing dan sapi.
Gambar 9. Rumah Tinggal ibu Ngasripah di pegunungan Muria. Sumber : Peneliti Kondisi Termal Rumah Tinggal di Pegunungan Muria Pengukuran dilakukan bersamaan dengan wawancara, akan tetapi pengukuran hanya dilakukan pada saat wawancara dilakukan. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 1.
No 1 2
Tabel 1. Suhu udara dan kelembaban di pegunungan Muria Waktu Suhu udara (oC) Kelembaban udara (%) Pukul 14.46 wib Pukul 14.56 wib
26.9 ºC 25.7 ºC
70.8 % 76.0 %
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa suhu di pegunungan muria pada pukul 14.46 WIB adalah 26.9 ºC dan pada pukul 14.56 WIB adalah 25.7 ºC. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kondisi temperatur di daerah pegunungan muria masih cenderung tinggi, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari alih fungsi hutan dan polusi. Kelembaban pada pukul 14.46 WIB adalah 70.8 % dan pada pukul 14.56 WIB adalah 76.0 %. Dengan bacaan tersebut kita dapat mengetahui bahwa tingkat kelembaban di wilayah pegunungan
muria masih cukup tinggi. Tentu ini akan berpengaruh pada pola desain rumah-rumah yang ada didaerah tersebut. Tabel 2 memperlihatkan suhu udara dan kelembaban udara untuk rumah berdinding batu bata yang terletak di pegununan muria. Selisih suhu dalam ruangan dan luar ruangan sebesar 1ºC, sedangkan kelembaban dalam dan luar ruangan mempunyai selisih 4.1 %. (Gambar 10) Tabel 2. Suhu udara dan Kelembaban udara rumah tinggal berdinding batu bata di pegunungan muria No Ruang Suhu Kelembaban 1 Dalam 28.9 70.2 2 Luar 29.9 74.3
Gambar 10. Grafik suhu udara dan kelembaban udara rumah tinggal berdinding batu bata ekspose Tabel 3 memperlihatkan kondisi termal rumah berdinding kayu yang terletak di Pegunungan Muria, suhu dalam ruangan dan suhu luar ruangan berbeda 0.8 ºC, dengan kelembaban dalam dan luar ruangan mempunyai selisih 7 % (Gambar 11). Tabel 3. Suhu udara dan Kelembaban udara rumah tinggal berdinding kayu di pegunungan muria No Ruang Suhu Kelembaban 1 Dalam 29.2 67.8 2 Luar 30.0 74.8 Tabel 5 memperlihatkan kondisi termal rumah berdinding kayu yang terletak di Pegunungan Muria, suhu dalam ruangan dan suhu luar ruangan berbeda 0.8 ºC, dengan kelembaban dalam dan luar ruangan mempunyai selisih 7 % (Gambar 12).
grafik suhu dan kelembaban rumah kayu di pegunungan muria 80 70
60 50 40 30 20 10 0
dalam SUHU
luar KELEMBABAN %
Gambar 12 Grafik suhu udara dan kelembaban udara rumah tinggal berdinding kayu Pegunungan Muria Kondisi termal Rumah Tinggal di Pantai Jepara Perumahan yang diamati kondisi umum termalnya berikut ini terletak di desa Bandungharjo kecamatan Donorojo kabupaten Jepara, lingkungan perumahan yang terletak pada pesisir pantai kabupaten Jepara. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.
No 1 2
Tabel 4. Suhu udara dan kelembaban di Pantai Jepara Waktu Suhu Kelembaban udara Pukul 14.37 WIB 32.3 ºC 66.3 % Pukul 14.46 WIB 31.8 ºC 66.4 %
Tabel 4 memperlihatkan suhu di wilayah pantai bandungharjo kabupaten Jepara relatif tinggi, pada pukul 14.37 wib, temperatur diwilayah tersebut masih berada pada 32.3ºC ini merupakan suhu yang masih cukup tinggi untuk waktu menjelang sore seperti itu, kemudian terjadi penurunan 10 menit kemudian sehingga menjadi 31.8 ºC. begitu juga dengan kelembaban di daerah ini,terjadi kelembaban yang relatif sama antara dua waktu tersebut. Cenderung kering dan menyebabkan situasi panas, sehingga berdampak pula pada pola ventilasi pada daerah tersebut. Tabel 5 memperlihatkan kondisi termal dari rumah berdinding batu bata yang terletak di pesisir pantai bandungharjo kabupaten Jepara, suhu dalam ruangan dan suhu luar ruangan berbeda 0.7 ºC, dengan kelembaban dalam dan luar ruangan mempunyai selisih 5.8 % (Gambar 13). Tabel 5. Suhu udara dan kelembaban rumah tinggal berdinding batu bata di Pantai Jepara No Ruang Suhu Kelembaban 1 Dalam 30.1 80.3 2 Luar 30.8 74.5
grafik suhu dan kelembaban rumah bata di pesisir pantai jepara 90 80 70
60 50 40 30 20 10 0 dalam
luar SUHU
KELEMBABAN %
Gambar 13 Grafik suhu udara dan kelembaban udara rumah tinggal berdinding batu bata Pantai Jepara Tabel 5 adalah kondisi termal dari rumah berdinding kayu yang terletak di pesisir pantai bandungharjo Jepara, suhu dalam ruangan dan suhu luar ruangan sama, dengan kelembaban dalam dan luar ruangan yang sama pula (Gambar 14). Tabel 6. Suhu udara dan kelembaban rumah tinggal berdinding kayu di Pantai Jepara No Ruang Suhu Kelembaban 1 Dalam 32.2 68.1 2 Luar 32.2 68.1
grafik suhu dan kelembaban rumah kayu di pesisir pantai jepara 80 70 60 50 40 30 20 10 0 dalam
luar SUHU
KELEMBABAN %
Gambar 14. Grafik Suhu udara dan kelembaban rumah tinggal berdinding kayu di Pantai Jepara
Kondisi termal rumah tinggal di Pantai Pati Rumah tinggal yang diamati terletak di Desa Tayu Kecamatan Tayu Kabupaten Pati. Lingkungan yang terletak di pantai ini mempunyai karakteristik yang sesuai dengan mata pencaharian orang-orang di daerah tersebut, yaitu nelayan dan pekerja tambak ikan. kondisi umum termal pada daerah tersebut dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 7. Suhu udara dan kelembaban di Pantai Pati Waktu Suhu Kelembaban udara Pukul 15.56 wib 31.2 ºC 73.8 % Pukul 16.13 wib 31.4 ºC 73.0 %
No 1 2
Tabel 7 menunjukkan suhu di Pantai Tayu Kabupaten Pati relatif tinggi. Pada pukul 15.56 wib, temperatur sebesar 31.2ºC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu masih cukup tinggi untuk waktu sore. Setelah 6 menit kemudian terjadi kenaikan suhu sebesar 31.4 ºC. Demikian juga dengan kelembabannya, terjadi kelembaban yang relatif tinggi antara dua waktu tersebut. Cenderung kering dan menyebabkan situasi panas, sehingga berdampak pula pada pola ventilasi pada daerah tersebut. Tabel 8 menunjukkan kondisi termal dari rumah berdinding batu bata yang terletak di pesisir pantai tayu kabupaten Pati, suhu dalam ruangan dan suhu luar ruangan berbeda 0.9 ºC, dengan kelembaban dalam dan luar ruangan mempunyai selisih 1.6 %. Berikut bila ditampilkan dalam bentuk grafik : Tabel 8. Suhu udara dan kelembaban rumah tinggal berdinding batu bata di Pantai Pati No Ruang Suhu Kelembaban 1 Dalam 29.7 70.8 2 Luar 30.6 71.4
grafik suhu dan kelembaban rumah bata di pesisir pantai pati 80 70 60 50 40 30 20
10 0 dalam
luar SUHU
KELEMBABAN %
Gambar 15. Grafik Suhu udara dan kelembaban rumah tinggal berdinding batu bata di Pantai Pati Tabel 9 memperlihatkan kondisi termal dari rumah berdinding kayu yang terletak di pesisir pantai tayu Pati, suhu dalam ruangan dan suhu luar ruangan selisih 0.1 ºC, dengan kelembaban dalam dan luar ruangan selisih 3.5 % (Gambar 16).
Tabel 9. Suhu udara dan kelembaban rumah tinggal berdinding kayu di Pantai Pati
No 1 2
Ruang Dalam Luar
Suhu 31.8 31.9
Kelembaban 66.4 68.9
grafik suhu dan kelembaban rumah kayu di pesisir pantai pati 80 70 60 50 40 30 20 10 0
dalam
luar SUHU
KELEMBABAN %
Gambar 16. Grafik Suhu udara dan kelembaban rumah tinggal berdinding kayu di Pantai Pati Terlihat perbedaan yang cukup signifikan untuk suhu udara dan kelembaban udara pada ketiga daerah tersebut (gambar 11). grafik suhu dan kelembaban umum di wilayah pegunungan muria dan pantai Jepara- Pati 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Pukul 14.46 wib
Pukul 14.56 wib
Pukul 14.37 wib
Pukul 14.46 wib
SUHU
KELEMBABAN
Pukul 15.56 wib
Pukul 16.13 wib
Gambar 17. Grafik kondisi termal ketiga daerah Perbedaan tersebut sesuai dengan adanya teori Houblot tentang ketinggian tempat terhadap perubahan suhu (Samodra, 2006). Selain ketinggian tempat, perubahan suhu juga dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan. Rumah tinggal di Pegunungan Muria mempunyai suhu yang cukup tinggi dibandingkan dengan rumah tinggal di Gunung Lawu ataupun Gunung Merbabu. Hal ini dikarenakan Pegunungan Muria telah banyak dijadikan aktivitas oleh masyarakat dengan adanya wisata ziarah (Hermawan, 2014). KESIMPULAN Suhu di wilayah pegunungan muria relatif lebih sejuk dibandingkan dengan suhu diwilayah pesisir pantai kabupaten Jepara dan Pati. Kelembaban udara di wilayah pegunungan muria cenderung lebih stabil dan rendah dibandingkan dengan wilayah pesisir pantai jepara pati. Perbedaan karakteristik tempat dengan perbedaan elevasi yang terlalu jauh, sehingga faktor kecepatan angin, dan cuaca sangat memengaruhi kondisi termal di masing-masing wilayah. Hampir tidak ada persamaan yang signifikan dalam hal kondisi termal di wilayah pegunungan muria dengan wilayah pantai jepara-pati, karena memang beda karakteristik tempat. Ada beberapa tipe rumah tinggal tradisional di daerah pantai dan pegunungan yaitu rumah tinggal berdinding batu bata, rumah tinggal berdinding kayu. Selain jenis bahan dinding, rumah tradisional masih dibuat berdasarkan azas tradisional yaitu penggunaan tanggal baik dengan tambahan sesajen untuk prosesi pembuatan rumah tinggal. Rumah tinggal tradisional juga diturunkan pada anak cucunya. Jarang sekali rumah tinggal tradisional dijual ke pemilik lain. Lantai rumah tinggal tradisional kebanyakan tanah ataupun plaster, sedangkan atap rumah tinggal ada beberapa macam variasi baik seng, genteng maupun bahan lainnya seperti asbes, kebanyakan untuk rumah didaerah pantai menggunakan atap genteng tanah liat, dan daerah gunung menggunakan atap asbes. Dengan suhu yang relative tinggi dibandingkan didaerah pegunungan, rumah tradisional sudah disesuaikan dengan keadaan iklim sosial ekonomi dan budaya yang ada di lingkungan tersebut, baik itu di daerah pantai ataupun didaerah pegunungan. Disesuaikan dengan karakteristik dari lingkungan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Hermawan, 2014, Karakteristik rumah tinggal tradisional di daerah pegunungan Jawa Tengah, Jurnal PPKM UNSIQ III (2014) 13-20 Prianto, E., 2012, Strategi disain fasad rumah tinggal hemat energi. Riptek Vol.6, No.I, Hal : 55 – 65 Samodra, FX T.B. dan Santosa, M., 2006, Pola Penghunian dalam Transformasi Altitude dan Kontribusinya dalam Sistem Ventilasi Rumah Tinggal Pedesaan, Seminar Nasional : Transformasi Teknologi untuk Peningkatan Kualitas Hidup Manusia- Universitas Teknologi Yogyakarta.