KOMPARASI TERJEMAHAN DELAPAN HADIST FADHAIL A’MAL DALAM TERJEMAHAN RIYADHUS SHALIHIN OLEH H. SALIM BAHREISY DAN RIYADHUS SHALIHAT OLEH AHMAD ROFI’ USMANI (Studi Analisis Kalimat Efektif) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh: NUR SOFAH 108024000004
JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UINVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Mahasiswa
: NUR SOFAH
NIM
: 108024000004
Program Studi
: TARJAMAH
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan
replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang
lain. Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 27 Mei 2015
NUR SOFAH
ABSTRAK Nur Sofah. 108024000004. “Komparasi Hasil Terjemahan Riyadhus Shalihin oleh H. Salim Bahreisy dan Terjemahan Riyadhus Shalihat Studi oleh A. Rofi’ Usmani (Studi Analisis Kalimat Efektif”, Jurusan Tarjamah, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2015. Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi merupakan salah satu kitab hadis yang banyak diterjemahkan, karena berisikan keseharian umat islam berdasarkan tuntunan dari Rasulullah sesuai dengan Alquran. Karena setiap bab diawali dengan ayat Alquran, sesuai tema bahasan terkait. Kitab ini tergolong klasik yang telah diterjemahkan oleh beberapa orang dan berbagai penerbit. Penulis akan menganalisis hasil terjemahan dari H. Salim Bahreisy yang diterbitkan oleh AlMa’arif, Bandung. dan A. Rofi’ Usmani yang diterbitkan oleh Mizan, Bandung. Penulis akan mengkoparasikan kedua terjemahan tersebut. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana hasil terjemahan yang telah dilakukan H. Salim Bahreisy dan A. Rofi’ Usmani, dengan membandingkn dua hasil terjemahan dari teks yang sama, lalu dianalisis berdasarkan kalimat efektif. Setiap penerjemah memiliki tehnik menerjemahkan yang berbeda-beda sesuai dengan penguasaan mereka dalam meyikapi pesan teks sumbernya, cara mereka dalam menerjemahkan ke dalam bahasa sasaran. Penelitian ini menggunakan metode komparatif-analisis dan menggunakan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Setelah dianalisis, terjemahan H. Salim Bahreisy terlalu mengikuti gramatika bahasa sumber saat menerjemahkan sehingga terasa kaku, dan tidak efektifitas. dan A. Rofi’ Usmani, telah sesuai dengan gramatika bahasa sasaran sehingga lebih mudah dipahami. Maka penulis mengambil kesimpulan bahwa hasil terjemahan H. Salim baherisy tidak memenuhi dalam kalimat efektif, dan hasil terjemahan A. Rofi Usmani pun sebagian masih ada yang tidak efetif.
i
KATA PENGANTAR Puji syukur, Alhamdulillah, Saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Atas segala karunia-Nyalah, skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada pemimpin paling sempurna akhir zaman, Muhammad SAW. Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing, Drs. A. Syatibi. M.Ag. yang selalu memberikan bimbingan, arahan, motivasi, serta selalu meluangkan waktu dengan penuh kesabaran yang tak terhingga. Dekan Fakultas, yaitu bapak Prof. Dr. Sukron Kamil. Ketua Jurusan bapak Moch Syarif Hidayatullah, M. Hum. Para penguji, yaitu Pak Ahmad Saeihudin. M.Ag dan Abd. Wadud Kasyful Anwar, Lc., M.Ag. Serta para dosen lainnya, yaitu Bu Dr. Karlina Helmanita, Pak Ihwan Azizi. M.A. saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda H.M. Sholeh Mukhtar dan Umi HJ. Yumnah Makmun. Berkat kegigihan, motivasi baik moril ataupun materil, curahan lahiriah dan bathiniyah, serta kesabarannya tanpa batas sehingga saya dapat merampungkan tugas akhir kuliah ini. Beliau adalah orang tua yang paling hebat (menurut saya), sebab walaupun pendidikan formal beliau tidak ada yang sampai di Universitas, namun beliau mampu memberikan kepada seluruh anaknya untuk menyelesaikan pendidikannya hingga ke Universitas ini. Mulai dari anak pertama hingga penulis (anak ke-5) yang mendapat pendidikan di Universitas yang sama dengan Jurusan yang berbedabeda, dan si bungsu Abidah berada di IAILM Tasikmalaya. Ayah dan Umi maafkan kami, mungkin kami belum bisa membalas segala kebaikan kalian, semoga kelak kami bisa menjadi anak-anak yang membanggakan. saya Tak lupa kepada Sahabat Tarjamah ’08, yaitu Nine, Yani, Ibnu, Fajar, Umar, Gustar, dan Adnan. ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iii
PEDOMAN TRASNLITERASI ..................................................................
v
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ........................................................................ A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .......................................
5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
6
D. Tinjauan Pustaka .....................................................................
6
E. Metodologi Penelitian ............................................................
7
F. Sistematika Penulisan .............................................................
8
KERANGKA TEORI A. Teori Penerjemahan 1. Definisi penerjemahan ......................................................
10
2. Metode Penerjemahan ......................................................
14
3. Proses Penerjemahan .........................................................
20
4. Syarat-syarat penerjemahan .............................................
21
B. Gambaran Umum Tentang Kalimat Efektif 1. Definisi Kalimat ................................................................
23
2. Jenis-jenis Kalimat ............................................................
25
3. Definisi Kalimat Efektif ....................................................
28
iii
4. Ciri-ciri Kalimat Efektif ....................................................
29
C. SEKILAS MASALAH DIKSI
BAB III
BAB IV
1. Definisi Diksi ....................................................................
33
2. Macam-Macam Diksi ........................................................
35
BIOGRAFI PENULIS DAN PENERJEMAH-PENERJEMAH A. Biografi singkat dan beberapa karya Imam Nawawi .............
40
B. Biografi singkat dan beberapa karya H. Salim Bahreisy .......
43
C. Biografi singkat dan beberapa karya A. Rofi’ Usmani ...........
45
ANALISIS DATA Analisis data ..................................................................................
BAB V
47
PENUTUP A. KESIMPULAN ......................................................................
70
B. SARAN ..................................................................................
71
LAMPIRAN
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke dalam huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin dalam buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1.Padanan Aksara Huruf Arab
Huruf Latin
أ
Huruf Arab
Huruf Latin
ط
T
ب
b
ظ
Z
ت
t
ع
‘
ث
ts
غ
GH
ج
j
ف
F
ح
h
ق
Q
خ
kh
ك
K
د
d
ل
L
ذ
dz
م
M
ر
r
ن
N
ز
z
و
W
س
s
ه
H
ش
sy
ء
’
ص
s
ي
Y
ض
d
v
2. Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. a. Vokal Tunggal
b.
c.
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
----
A
Fathah
----
I
Kasroh
----
U
Dammah
Vokal Rangkap Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ي----
Ai
a dan i
و----
Au
A dan u
Vokal Panjang Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harokat dan huruf, yaitu: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ا\ي----
Â
a dengan topi di atas
ي----
Î
I dengan topi di atas
و----
Û
U dengan topi di atas
vi
3. kata sandang kata sandang, yang dalam sistem aksara dilambangkan dengan huruf, yaitu ال, dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik iikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijal bukan ar-rijal, al-diwan bukan ad-diwan.
4. Syaddah (Tasydid) Syaddah atau Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ---ّ dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu menggandaan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata الضرورةtidak ditulis ad-darurah melainkan al-Darurah, demikian seterusnya.
5. Ta’ Marbuthah Jika Ta’ Marbuthah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka hueuf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (contoh no.1). hal yag sama juga beraku jika Ta’ Marbuthah tersebut diikuti oleh (na’at) atau kata sifat. (contoh no.2). namun jika huruf Ta’ Marbuthah tersebut diikuti ata benda (isim), maka huruf tersebut dialihakasarakan menjadi huruf /t/ (contoh no.3). No.
Kata Arab
Alih Aksara
1.
طريقة
Tariqah
2.
الجامعة اإلسالمية
Al-Jami’ah al-Islamiyah
3.
وحدة الوجود
Wihdat al-Wujud
vii
6. Huruf kapital Mengikuti EYD dalam bahasa Indonesia untuk proper name (nama diri, nama tempat, dan sebagainya), seperti al-Kindi bukan Al-Kindi “al” a tidak boleh kapital.
viii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi.1 Cara berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda yaitu dengan terjemahan, terjemah adalah jembatan antara bahasa sumber (Bsu) dan bahasa sasaran (Bsa). Dua bahasa yang berbeda disini adalah bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Bahasa Arab adalah bahasa Alquran. hadis, dan salat, serta referensi utama mengenai islam. Bahasa Arab dipandang sebagai lingua franca (bahasa ibu) umat islam.2 Buku-buku bahasa Arab banyak sekali yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Setiap gagasan, pikiran, atau konsep yang dimiliki seseorang pada praktiknya akan dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Kalimat yang memenuhi kaidah jelas akan mudah dipahami oleh pembaca dan pendengar sebagai kalimat efektif. Kalimat efektif merupakan kalimat yang baik, sehingga apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh si pembicara dapat dipahami oleh pendengar sama benar dengan apa yang dipikirkan penutur atau penulis.3 Cara untuk memudahkan seseorang memahami apa yang dikatakan adalah dengan memberikan pilihan kata (diksi) disetiap pengguaannya. Diksi sebagai kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan 1
. Asep Ahmad Hidayat. Filasafat Bahasa, Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda. (2006. Bandung; Rosada) h 26 2 . Abdul Majid Khon, UlumulHadis. (Jakarta; Amzah, 2008) h. 170 3 Ida Bagus Putrayasa. Kalimat Efektif: Diksi, Struktur, dan Logika. (Bandung; Refika Aditama, 2007.) h. 1
2
kemampuan untuk menemukan kata yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar,4 dalam masalah penerjemahan berarti pemilihan kata yang sesuai pada setiap padanannya. Kalimat efektif dan pemilihan kata yang tepat didapat supaya memberi makna yang baik pada setiap penerjemahan. Tujuan penerjemahan erat kaitannya dengan keterampilan dan seni bagi seorang penerjemah dalam kemampuannya untuk menerjemahkan dengan tepat. Setiap penerjemah pula memiliki gaya penulisan tersendiri dalam setiap rangkaian kalimat yang akan menjadi hasil terjemahannya karena gaya bahasa seseorang tidak mungkin dapat diterjemahkan sehingga seorang penerjemah itu harus benar-benar orang yang kreatif.5 Kami akan meneliti dengan metode penelitian komparasi yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui atau menguji perbedaan dua kelompok atau lebih. kami akan mengkomparasikan hasil terjemahan Riyadhus Shalihin oleh H. Salim Bahreisy dengan terjemahan kitab Riyadhus Shalihat oleh Ahmad Rofi’Usmani. Contoh teks sumber dari kitab Riyadhus Shalihin:
4
. Gorys Keraf. Diksi dan Gaya bahasa. (Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama, 2010) cet
ke-20 5
. Harimurti Kridalaksana, Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. (Flores; Nusa Indah, 1985)
h. 7
3
Terjemah H. Salim Bahreisy: Mu’awiyah bin Haidah r.a. bertanya: Ya Rasulullah apakah hak atas seorang isteri terhadap suaminya? Jawab Nabi saw.: Harus kamu beri makan jika kau makan, dan kau beri pakaian jika kau berpakaian, dan janganlah memukul muka, dan jangan menjelekannya, dan jangan memboikot kecuali: dalam rumah saja. (Abu Dawud) Terjemah A. Rofi Usmani: Dituturkan dari Mu’awiyah bin Haidah r.a., “(suatu ketika) saya bertanya (kepada Rasulullah Saw.), “Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang di antara kami atas suaminya?’ Jawab beliau, ‘kalian harus memberinya makan, apabila kalian makan. Kalian harus memberinya pakaian, apabila kalian berpakaian. Kalian tidak boleh memukul mukanya dan tidak boleh menjelek-jelekkanya serta tidak boleh mendiamkannya kecuali dalam rumah.” (Hadis ini dituturkan oleh Abu Dawud) Analisis: Dalam terjemahan hadis ini penulis menemukan dua kasus
yang
diterjemahkan secara berbeda dan satu kasus yang diterjemahkan sama namun masih salah, terjemahan yang dimaksud sebagai berikut: (1)
Diterjemahkan oleh H. Salim Bahreisy Mu’awiyah bin Haidah r.a. bertanya, kalimat ini telah menjadi kalimat efektif karena susunannya benar Mu’awiyah bin Haida menjadi Subjek
dan bertanya
menjadi predikat.
Pada teks tersebut
4
terdapat dua kata qâla, namun penerjemah menerjemahkannya hanya satu. Satu pun telah memenuhi pesan karena subjek pada orang yang sama. Diterjemahkan oleh A. Rofi Usmani Dituturkan dari Mu’awiyah bin Haidah r.a., “(suatu ketika) saya bertanya (kepada Rasulullah Saw.) kalimat ini tidak efektif karena terjadi pemborosan kata dan ketidakrelevanan, yaitu menerjemahkan kedua kata qâla pada satu subjek yang sama, lalu struktur kata qâla pertama diawali dengan verba, sedangkan kata qâla kedua diawali nomina. (2)
Diterjemahkan oleh H. Salim Bahreisy, apakah hak atas seorang isteri terhadap suaminya?Terjemahan ini seharusnya tidak perlu memunculkan kata atas. Karena dalam KBBI kata atas berarti bagian yang lebih tinggi, sehubungan dengan, berdasarkan, dari, dengan, karena, menjadi, dan tentang. Sebaiknya kata atas dihilangkan saja. Diterjemahkan oleh A. Rofi’ Usmani “Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang di antara kami atas suaminya? Terjemahan ini sangat mengikuti struktur Tsu dan apa adanya. Namun dalam Tsa hasilnya menjadi tidak efektif. Frase “salah seorang di antara kami atas” sebaiknya dihilangkan juga, karena menjadi sulit untuk dipahami. menurut penulis tidak efektif karena pemborosan kata dan ketidak efesienan kalimat (3) huruf wa H. Salim Bahreisy dan A. Rofi Usamani penerjemah banyak sekali menerjemahkan kata dan. Repitisi kata dan seharusnya tidak terjadi, karena
5
dalam struktur bahasa indonesia tidak perlu mengulang tetapi menggatikannya dengan tanda koma (,). Maka menurut kami terjemahan hadis di atas adalah Mu’awiyah bin Haidah r.a. bertanya: Ya Rasulullah apakah hak istri terhadap suaminya?’ Jawab beliau, ‘kalian harus memberinya makan, apabila kalian makan. Kalian harus memberinya pakaian, apabila kalian berpakaian. Kalian tidak boleh memukul mukanya, menjelek-jelekkanya, mendiamkannya kecuali dalam rumah.” kami pun menyadari bahwa setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Begitu pula, dalam hasil terjemahan ini, yang memiliki penyampaian yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penulis ingin membandingkan kedua terjemahan tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas, maka kami membahasnya dalam skripsi ini dengan judul: “Komparasi Terjemahan Riyadhus Shalihin oleh H. Salim Bahreisy dan Terjemahan Riyadhus Shalihat oleh Ahmad Rofi Usmani (Studi Analisis Kalimat Efektif)”
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah Riyadhus Shalihin telah diterjemahkan dalam berbagai versi, diantaranya hasil terjemah oleh H. Salim Bahreisy diterbitkan oleh Al-Ma’arif dan A. Rofi’ Usmani diterbitkan oleh Mizan. Dari berbagai macam variasi terjemahan ini, kami terinspirasi untuk mengetahui bagaimana hasil terjemahan tersebut.
6
Perlu ditegaskan disini, mengingat kandungan isi pada kitab Riyadhus Shaihin panjang, maka kami hanya meneliti delapan hadis. Karena kedelapan hadis ini dapat dianalisis berdasarkan kalimat efektif. Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas agar mendapat data yang lebih baik, penulis membuat rumusan masalah ini didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana terjemahan kedua penerjemah dimaksudkan sudahkah memenuhi standar kalimat efektif? 2. Bagaimana hasil terjemahan tersebut dalam ketersampaian pesan dari teks sumber (Tsu) ke teks sasaran (Tsa)?
C. Tujuan Penelitian A. Mengetahui efektifitas terjemahan Riyadhus Shalihin dan Riyadhus Shalihat dalam ukuran bahasa Indonesia. B. Mengetahui hasil terjemahan sebagai ketersampaian pesan kitab Riyadhus Shalihin dan Riyahus Shalihat kepada pembaca.
D. Tinjauan Pustaka Selama penelitian, kami hanya menemukan satu analisis terjemahan Riyadhus Shalihin, yaitu Fuad Ma’ruf Nur (2006), tentang Analisis Kalimat Efektif (studi Kasus terjemahan Riyadhus Shalihin), Skripsi Sarjana Sastra. Ada tiga analisis yang berkaitan komparasi, yaitu Siti Hodijah (2007), dengan judul Komparasi Hasil Terjemahan Teks Arab-Indonesia, Umanih (2007) dengan judul Analisis Diksi Terhadap Penerjemahan kitab Fiqhul Mar’atil Muslimah Studi
7
Komparatif, Nine Gustriani (2013), Diksi dalam KitabBulughulmaram(Analisis Komparasi Terjemahan Santri Ponpes Tradisional dan Modern)
E. Metodologi Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, kami menggunakan metode kualitatif, yaitu prosedur penelitianyang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati, yaitu H. Salim Bahreisy dan A. Rofi usmani. Kemudian, hasilnya akan kami analisis dengan metode komparatif, yaitu mengumpulkan dua data yang sama dan membandingkan hasil terjemahan antara terjemah Riyadhus Shalihin dan Riyadhus Shalihat, berdasarkan keefektifan kalimatnya. Adapun dalam mencari data dengan simple random sampling, yaitu dengan pengambilan sampel acak sederhana melalui pengambilan sampel yang sedemikian rupa sehingga setiap unit dasar memiliki kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel6. Karena pada buku terjemahan Riyadhus Shalihat telah diringkas beberapa hadisnya, maka kami mengambil data yang ada pada keduanya. Kajian ini dilakukan melalui kepustakaan (library reseach). Data-data yang diperlukan dicari dari sumber-sumber kepustakaan. Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6
. http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/02/metode-pengambilan-dan-pengolahan-sampel552332.html. di buka pada selasa, 29 oktober 2013 pada jam 11:03
8
F. Sistematika Penulisan Untuk lebih dapat memberikan penjelasan secara sistematis dan komprehensif dengan melihat persoalan secara objektif maka penulis menyusun skripsi ini berdasarkan urutan sebagai berikut: Bab I: Pendahuluan: terdiri dari enam sub bab, yaitu pertama, latar belakang masalah; kedua, pembatasan dan perumusan masalah; ketiga, tujuan dan manfaat penelitian; keempat, Tinjauan pustaka; kelima, metodologi penelitian; dan keenam, sistematika penulisan. Bab II: Kerangka Teori terdiri dari tiga sub bab. Pertama,teori penerjemahan, berisi
definisi
penerjemahan,
metode
penerjemahan,
dan
proses
penerjemahan, serta syarat-syarat menjadi penerjemah. Kedua, kalimat aktif terdiri dari definisi kalimat, jenis-jenis kalimat dalam bahasa Indonesia, definisi kalimat aktif, sertasyarat dan ciri-ciri kalimat aktif.Ketiga, diksi terdiri dari definisi diksidan peranti-peranti diksi. BAB III: Biografi Singkat Imam An-Nawawi, H. Salim Bahreisy serta Ahmad Rofi Usmani. Terdiri dari tiga sub bab. Pertama, Imam Nawawi, terdiri dari biografi singkat Imam Nawawi, karya-karya Imam Nawawi, Kedua, H. Salim Bahreisy, terdiri dari biografi Singkat dan kriteria penulisan tentang “Penerjemahan Riyadhus Shalihin”, serta karyakaryanya. Ketiga, Ahmad Rofi Usmani, terdiri dari biografi singkat, dan kriteria penulisan, serta karya-karyanya
9
BAB IV: Analisis Data Analisis komparatif dalamkalimat efektif terhadap dua terjemahan Riyadhus Shalihin, yaitu Riyadhus Shalihin dan Riyadhus Shalihat” BAB V: Penutup Terdiri dari kesimpulan hasil penelitian dan saran.
10
BAB II KERANGKA TEORI
A. Teori Penerjemahan 1. Definisi Penerjemahan Fenomena historis kegiatan penerjemahan buku berbahasa Arab di Indonesia, setidaknya dapat dibagi menjadi ke dalam empat periode,
yakni (1) periode
rintisan yang berlangsung sejak abad ke-16 sampai dengan pertengahan abad ke20, (2) periode pertumbuhan yang berlangsung sejak tahun 1950 sampai dengan tahun 1970-an, (3) periode percepatan yang dimulai sejak tahun 1980-an sampai dengan tumbungnya Ore Baru pada tahun 1988, dan (4) periode kebebasan yang berlangsung sejak tahun 1999 sampai dengan sekarang.7 Hal ini berkaitan dengan hubungan budaya dan ikatan agama yang menyebabkan bangsa ini meminjam dan menerjemahkan istilah kunci, jargon, ajaran, idiom, dan ideologi dari naskahnaskah berbahasa Arab8. Penerjemahan adalah kata turunan dari terjemah,
sedangkan Kata
“Tarjama” berasal dari bahasa Arab bermakna sebagai kegiatan pengalihan dari satu bahasa ke bahasa lain. Penerjemah adalah kegiatan secara tertulis pesan dari teks suatu bahasa ke dalam teks bahasa lain. Dalam hal ini, teks yang diterjemahkan disebut teks sumber (Tsu) dan bahasanya disebut bahasa sumber
7
. Abdul Munip, transmisi pengetahuan timur tengah ke Indonesia Studi Tentang Penerjemahan buku berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004. (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI) 2010 h. 8 . Moch. Syarif Hidayatullah. Makalah Lagi-lagi Masalah Budaya dalam Penerjemahan ArabIndonesia. Diakses pada 28 Mei 2015.
11
(Bsu), sedangkan teks yang disusun penerjemah disebut teks sasaran (Tsa) dan bahasanya disebut bahasa sasaran (Bsa).9 Semakin banyak penerjemahan maka para ahli linguistik pun telah mendapatkan teori-teori yang terkait dengan penerjemahan, penerjemahan merupakan salah satu bagian linguistik, yaitu linguistik terapan.
Agar hasil
terjemahan semakin terarah dan sesuai dengan apa yang diinginkan. Beberapa tokoh ahli penerjemah mendefinisikan sebagai berikut: a. Eugene A Nida Nida sebagai penerjemah internasional yang cukup cekatan dan terampil dalam menerjemahkan buku-buku. Dalam bukunya The Theory and Practice of Translation. Dia mendefinisikan sebagai Translating contist in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in term of style. “Menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang sedekat-dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, baik tentang makna atau gayanya”. 10 b. J. Levy Definisi yang dinyatakan Levy lebih menonojolkan terjemahan adalah suatu seni yang mendefinisikan sebagai “a creative procesess which always leaves the translation a freedom of choice between several approximately equivalent possibilities of realizing situasional meaning.” (Terjemahanan merupakan proses kreatif yang memberikan kebebasan penerjemah untuk 9
. Beny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan. (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 2006) h. 23 10 . A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 1989) h. 11
12
memilih kemungkinan padanan yang dekat dalam mengungkapkan makna yang sesuai dengan situasinya.)11 Oleh karena itu, ada hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menerjemah, yaitu karya terjemahan harus mampu mengungkapkan makna yang sebenarnya dan tetap menjaga keaslian gaya dari teks asli. Kreatifitas akan terlihat apabila kita mendapatkan hasil-hasil terjemahan yang berbeda berdasarkan teks asli (Bsa) yang sama. Menerjemahkan disebut ilmu ketika dikaji teori-teorinya, dan disebut seni ketika dipraktekan.12 Maka, seorang penerjemah adalah seorang seniman juga. Karena itu, ia harus memahami teks serta memiliki jiwa seni, karena bahasa bukan sekedar kata-kata yang tanpa nyawa. Bahasa adalah ungkapanungkapan dan istilah-istilah yang hidup.13 c. Newmark Definisi penerjemahan menurut Newmark terbagi tiga, yaitu: 1. Penerjemahan merupakan keterampilan terdiri dari upaya pengganti pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama dalam bahasa lain. 2. Penerjemahan adalah menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai yang dimaksudkan pengarang. Dalam karyanya yang berjudul A texbook of translation.
11
. Suhendra Yusuf, Teori Terjemahan Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik. (Bandung: Mandar Manju, 1994) h. 11 12 . Nur Mufid. Kaserun AS. Rahman. Buku Pintar Menerjemahkan Arab Indonesia (Cara Paling Tepat, Mudah, dan Kreatif). (Surabaya: Pustaka Progresssif, 2007) h. 17 13 . Nur Mufid. Kaserun AS. Rahman. Buku Pintar Menerjemahkan Arab Indonesia (Cara Paling Tepat, Mudah, dan Kreatif). (Surabaya: Pustaka Progresssif, 2007). H. 19
13
3. Penerjemahan adalah pengalihan makna suatu teks (yang biasa hanya sebuah kata ataupun buku) dari satu bahasa ke bahasa lain untuk khalayak pembaca baru. Ketiga batasan menurut Newmark saling melengkapi kalau batasan pertama hanya menekankan bahwa penerjemah melibatkan pengalihan pesan, dalam batasan kedua, menekankan pada isi pesan pengarang, sedangkan pada batasan ketiga ia mengingatkan pada khalayak pembaca perlu diperhatikan, yakni khalayak pembaca baru dalam bahasa sasaran14. a. Menurut Literatur Lain (Translation)
"Terjemah adalah mengalihkan sebuah kalimat dari satu bahasa ke bahasa lain. Apabila seorang penerjemah tidak dapat memahami kalimat yang tertera dalam bahasa tersembut maka ia tak kan mampu menerjemahkannya ke bahasa lain. Tsu yang tidak dipahami secara sempurna akan menghasilkan kebingungan, dan sulit diserap oleh pembaca Tsa." Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan para ahli, dapat disimpulkan secara garis besar bahwa, penerjemahan adalah pengalihan pesan sebuah makna, ide, dan informasi dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, sebagai pengekspresian diri dalam merekonstruksi pesan tersebut ke dalam teks bahasa sasaran yang akan dibaca oleh penerima bahasa sasaran.Seorang penerjemah harus mampu 14
. Ilzamuddin Ma’mur. Pijar-pijar Pemikiran Bahasa dan Budaya. (Jakarta; Diadit
Media, 2006) Hal 120 15
. Izzudin Muhammad Najib. Asusu al-Tarjamah (Translation). (Kairo: Maktab Ibnu Sina Lin-Nasyar) h. 7.
14
menerjemahkan secara keseurahan agar pembaca bahasa sasaran dapat memahami hasil terjemahan sesuai dengan teks asli.
2. Metode Penerjemahan Terjemahan yang dihasilkan sesungguhnya tidak terlepas dari metode penerjemah yang digunakan, pilihan metode ini nanti turut menentukan corak dan warna teks terjemahan secara keseluruhan, Menurut Molina dan Albir (2002), translation method refers to the way of particulartranslationprocess that this carried out in termsof the translator’s objective, ‘metode penerjemahan merujuk pada cara tertentu yang digunakan dalam proses penerjemahan sesuai dengan tujuan penerjemah.’16 Metode penerjemahan menurut Newmark (1988) dibagi menjadi dua:
A. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber Dalam metode ini, penerjemah berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-tepatnya makna kontekstual TSU meskipun dijumpai hambatan sintaksis dan semantis dalam TSA (yakni hambatan bentuk dan makna), yaitu: 1. Penerjemahahan kata demi kata Penerjemah yang menggunakan metode ini didasarkan pada urutan kata dalam bahasa aslinya. Terjemahan ini berguna apabila orang ingin mengetahui bentuk susunan kata dalam bahasa aslinya baris demi baris tanpa mempelajari lebih dulu bahasa sumber itu. Umumnya jenis
16
. M. Zaka al-Farisi, M.Hum. Pedoman Penerjemah Arab Indosia. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) h 51
15
terjemahan kata demi kata sulit sekali dimengerti maknanya, karena kosa katanya berasal dari bahasa sasaran tapi susunan kata dan kalimatnya mengikuti bahasa sumbernya. Cara ini banyak diterapkan untuk penerjemahan Kitab Suci.17 Khususnya sebagai alat bantu untuk mereka yang sedang mempelajari bahasa aslinya. Contoh:
“dan disisiku tiga buku-buku”. Metode ini memang tidak mempertimbangkan dan memperhatikan apakah karya yang dihasilkan terasa janggal atau tidak bagi penutur Bsa. Klausa di atas seharusnya bisa diterjemahkan menjadi “Saya punya tiga buku”.18 2. Penerjemahan harfiah Penerjemah yang menggunakan metode ini
akan mengkontruksi
gramatikal Bsu dicarikan padanan yang terdekat pada Tsa, tetapi penerjemahan leksikal atau kata-katanya dilakukan terpisah dari konteks. Metode ini biasanya digunakan pada tahap awal (pengalihan).19 Contoh:
“Datang seorang lelaki baik ke Yogyakarta untuk membantu korbankorban goncangan”,
17
. Mooryati Soedibyo. Analisis Kontrastif Kajian Penerjemah Frasa Nomina. (Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta. 2004) h. 23 18
. Moch. Syarif Hidayatullah. Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia. (Tangerang: Dikara. 2010) h. 31 19 . Moch. Syarif Hidayatullah. Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia. (Tangerang: Dikara. 2010) h. 31
16
Metode ini menghasilkan terjemahan yang hanya mencari padanan kontruksi gramatikal dan masih melepaskannya dengan konteks.Ia harus mengetahui oran yang suka terlibat dalam membantu korban bencana alam itu disebut sebagai relawan. Karenanya, klausa di atas seharusnya bisa diterjemahkan menjadi “Seorang relawan dating ke Yogyakarta untuk membantu korban gempa”. 3. Penerjemahan setia Penerjemah yang menggunakan metode ini akan setia mencoba memproduksi makna kontekstual Tsu dengan masih dibatasi struktur gramatikalnya. Pada metode ini kata-kata yang bermuatan budaya dialihbahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan pilihan kata masih tetap dibiarkan. Maka penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan Tsu, sehingga hasil terjamahan terasa kaku dan asing.20 Metode ini dapat dimanfaatkan untuk membantu penerjemahan dalam proses awal pegalihan. Contoh:
“Dia (lk) dermawan karena banyak abunya.” Terjemahan tersebut terlihat menggunakan metode ini, karena penerjemah
sudah
memperhatikan
makna
kontekstual
dengan
menerjemahkan ِ كَثِيْرُ الرِمَادdengan dermawan.Meski demikian, penerjemahnya masih tampak mempertahankan arti dari struktur gramatikalnya.Ia masih menambahkan terjemahannya itu dengan karena banyak abunya. Padahal, 20
. Moch. Syarif Hidayatullah. Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia. (Tangerang: Dikara. 2010) h. 32
17
klausa itu cukup diterjemahkan menjadi dia dermawan, karena memang itu pesan yang hendak disampaikan Tsu.Ini terkait dengan كثير الرمادyang memang idiom dan mempunyai arti dermawan.
4. Penerjemahan semantis Penerjemah yang menggunakan metode ini mendapatkan hasil terjemahan yang lebih luwes dan fleksibel, dari pada penerjemah yang menggunakan metode penerjemahan setia. Ia mempertimbangkan unsur estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar.21 Contoh:
“Aku melihat si muka dua di depan kelas”, Penerjemah mampu menerjemahkan dengan si muka dua, yang kebetulan juga dikenal dalam masyarakat penutur Tsa.Ia tidak terjebak dengan menerjemahkannya menjadi orang yang memiliki muka dua. Meskipun secara idiomatis, frase itu bias saja diterjemahkan dengan si munafik.Metode ini telah dibenarkan oleh para ahli untuk dipergunakan saat menerjemahkan, karena metode ini menjamin keteralihan pesan yang baik.
B. Metode yang memberikan penekan terhadap bahasa sasaran Penerjemah
berupaya
menghasilkan
dampak
yang relatif
denganyang diharapkan penulis asli terhadap pembaca versi Tsu, yaitu:
21
. Moch. Syarif Hidayatullah. Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia. (Tangerang: Dikara. 2010) h. 32
sama
18
1.
Penerjemahan adaptasi Saat menerjemahkan dengan metode ini, penerjemah biasanya tidak memperhatikan keteralihan struktur Tsa, namun ia lebih mementingkan pemahaman pembaca Tsa. metode ini tergolong metode yang paling bebas dan paling dekat dengan Tsa. Walau demikian, penerjemah tidak mengorbankan hal-hal penting dalam Tsu, seperti tema, karakter, atau alur.22 Contoh:
“Dia hidup jauh dari jangkauan, diatas gemercik air sungai yang terdengar jernih”. Penerjemah berupaya menerjemahkan untuk melepas diri dari kungkungan struktur gramatika, meskipun stuktur maknannya masih dipertahankan Tsu.Ia ingin memunculkan corak baru dalam pemaknaan terhadap Tsu tanpa menghilangkan pesan yang hendak disampaikan oleh penulis Tsu. Ia berusaha menampilkan Tsu menjadi dinamis mengikuti perkembangan pemaknaan pada Tsa. Karena bila tidak demikian, terjemahan di atas bias saja menjadi “Dia hidup jauh sehingga kaki tidak bisa menjangkaunya, pada mata air dibagian sungai paling atas.”. 2. Penerjemahan bebas Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah biasanaya mengutmakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu. Sering kali
22
. Moch. Syarif Hidayatullah. Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia. (Tangerang: Dikara. 2010) h. 33
19
bentuk retorik atau bentuk kalimatnya sudah berubah sekali, sehingga terjadi perubahan yang drastis antara struktur luar Tsu dan struktur luar Tsa.23
“Harta sumber malapetaka”. Bila memperhatikan terjemah ini, jelas sekali bahwa penerjemah melepaskan diri dari Tsu-nya.Ia ingin memunculkan persepektifnya sendiri, tanpa meghilangkan pesan yang hendak disampaikan oleh penulis Tsu. Memang sepertinya terdapat distorsi makna, tetapi pokok pikiran penulis tetap terjembatani.Terjemahan di atas juga terlihat berbentuk parafasa yang jauh lebih pendek dari Tsu. Karena asal terjemahannya adalah “Harta merupakan sumber terbesar kehancuran bagi kehidupan manusia.” 3. Penerjemahan idiomatik Saat menerjemahkan dengan metode ini mengharuskan untuk memberikan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Banyak terjadi distorsi nuansa makna, tetapi lebih hidup dan lebih nyaman dibaca24. Contoh:
“berakit-rakit ke hulu, berenang ketepian”. Terjemaham ini memperhatikan pengalihan idiom Tsu ke dalam Tsa yang kebetulan mempunyai makna yang sejenis tanpa memperhatikan aspek idiomatik pada Tsu, maka terjemahannya, yaitu setiap kenikmatan itu hanya 23
. Moch. Syarif Hidayatullah. Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia. (Tangerang: Dikara. 2010) h. 33 24 . Moch. Syarif Hidayatullah. Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia. (Tangerang: Dikara. 2010) h. 34
20
bisa diraih dengan kerja keras.Penerjemahan dengan metode ini termasuk salah satu metode yang diterima oleh ahli, karena menjamin keteralihan pesan dan ide pada Tsu. 4. Penerjemahan komunikatif Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah mereproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa. Aspek kebahasaan dan isi langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Metode ini mengharuskan penerjemah memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi (pembaca dan tujuan penerjemahan).25 Contoh:
Kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan kemudian segumpal daging (awam)," Kita berproses dari sperma, lalu zigot, dan kemudian embrio (terpelajar)." Tsu di atas bias diterjemahkan dengan dua versi, disesuaikan dengan siapa target pembaca dan untuk tujuan apa Tsu diterjemahkan. Pesan yang sama selalu bias disampaikan dalam versi yang berbeda. Metode ini juga salah satu metode yang disarankan oleh para ahli. 3. Proses Penerjemahan
Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah yang berusaha memperoleh pengetahuan mengenai penerjemahan paling tidak harus mengetahui apa yang dimaksud dengan proses penerjemahan. Soemarno mengatakan bahwa proses penerjamahan ialah langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang penerjemah pada waktu dia melakukan
25
. Moch. Syarif Hidayatullah. Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia. (Tangerang: Dikara. 2010) h. 34
21
penerjemahan. Secara umum proses penerjemahan itu terdapat tiga tahap, yaitu: a. Tahap Analisis
Dalam tahap ini sturktur lahir atau kalimat yang ada dianalisis menurut hubungan gramatikal, menurut kata atau kombinasi kata, makna tekstual, dan makna kontekstual. Tsu harus dibaca secara keseluruhan dan dipahami pesanya walaupun hanya secara garis besar. b. Tahap Transfer Dalam tahap ini materi yang sudah dianalisis dan dipahami maknanya lalu diolah oleh penerjemah dalam pikirannya dan dialihkan dari Bsu ke dalam Bsa. c. Tahap Restrukturisasi Dalam tahap ini penerjemah berusaha mencari padanan kata, ungkapan dan struktur kalimat yang tepat dan sepadan dalam Bsa. Sehingga isi makna dan pesan yang ada dalam teks Bsu tadi disamapaikan sepenuhnya ke dalam Bsa secara sempurna26.
4. Syarat-syarat Sebagai Penerjemah Seorang penerjemah tidak hanya dituntut sekedar memahami teks saja tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh calon penerjemah agar hasil terjemahan menjadi lebih baik dan berkualitas.
26
. Mooeryati Soedibyo, Analisis Kontrastif Kajian Penerjemahan Frasa Nomina, (Surakarta: Pustaka Cakra, 2004), h. 30
22
Menurut Bathgate ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar menjadi penerjemah yang baik, yaitu: A. Penerjemah harus menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran. Penguasaan Bsu dan Bsa berawal dari pembendaharran kosakata, pola pembentukan kata, dan aspek pemaknaan pada masing-masing bahasa. B. Penerjemah harus memahami dengan baik isi atau bahan yang akan diterjemahkan dan mampu menerjemahkan sesuai dengan proyek yang akan diterjemahkan. Sebelum menerjemahkan sebaiknya mengetahui teks apa yang akan diselesaikan dan mampu memeberikan pemahaman yang sesuai dengan teks sumber. Misalnya dibantu dengan buku-buku yang masih terkait dengan pembahasan. C. Penerjemah harus mampu menulis secara baik dan jelas dengan berbagai gaya tulis, serta ia harus biasa dengan teliti dan cermat terhadap naskah. E. Penerjemah harus biasa berkonsultasi dengan orang yang ahli apabila merasa ragu dengan arti teks atau mengenai peristilahan. Jika teks-teks yang akan diterjemahkan banyak menggunakan kata-kata istilah sebaiknya penerjemah tidak malu-malu ataupun ragu menanyakan pada ahli makna atau pesan yang ada dalam teks sumber. F. Penerjemah harus mempunyai pengalaman dalam menafsirkan sesuatu. G. Penerjemah harus berwatak rendah hati dan integritaas diri. Artinya, penerjemah harus mampu mengukur kemampuannya sendiri dan senang meminta pertimbangan dengan orang lain.27
27
. Vero Sudiati. Panggilan Menjadi Penerjamah. (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2005) hal 1
23
B. Gambaran Umum Masalah Kalimat Efektif 1.
Definisi Kalimat Semua bahasa mempunyai unsur kalimat. Kalimat merupakan satuan bahasa yang terkecil, dalam wujud lisan atau tulis yang minimal terdiri dari subjek (S) dan predikat (P), jika tidak memiliki S dan P, pernyataan itu bukanlah kalimat, melainkan frase. Kalimat juga merupakan unsur penting untuk mengungkapkan fakta, pikiran, sikap, dan perasaan. Hal ini pun harus di ungkapkan dalam kalimat efektif.28 Untuk lebih jauh lagi kita mengenal dan memahami definisi kalimat, ada baiknya penulis mencantumkan pendapat para tokoh bahasa mengenai definisi kalimat.Sebagai berikut: a. Menurut Ramlan, Kalimat ialah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.29 b. Menurut Gorys Keraf, kalimat adalah suatu bagian ujaran, yang didahului dan diikuti oleh senyapan, sedangkan intonasinya menunjukan bahwa sebagian ujaran itu sudah lengkap. c. Menurut Sultan Takdir Alihsabana, Kalimat adalah satuan kumpulan kata yang terkecil yang mengandung pikiran lengkap.30 d. Dalam literatur lain menyebutkan:
28
. Minto Rahayu. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. (Jakarta: PT Grasindo, 2007) h 79 . Mansoer Pateda. Linguistik Sebuah Pengantar. (Bandung: Angkasa, 2011) hal 98 30 . Mansoer Pateda. Linguistik Sebuah Pengantar. (Bandung: Angkasa, 2011) h99 31 . Musthafa al-Ghalayini Jami’u al-durus al-‘arabiyah. Juz 1 (Kairo: Maktabah al-sharuq aldauliyah, 2008) h. 9 29
24
Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, kalimat adalah satuan gramatikal yang memiliki pikiran lengkap, secara lisan intonasinya menunjukan bahwa sebagian ujaran itu sudah lengkap pula.Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik(.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!) dan disertakan pula di dalamnya berbagai tanda baca berupa spasi, koma (,), titik koma (;), titik dua (:), atau sepasang garis yang mengapit bentuk tertentu(- -). Sedangkan, dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titik nada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan asimilasi bunyi.32 Sedangakan, Kalimat dalam bahasa Indonesia sama dengan kata kalam)ُ (الكَلَامdalam bahasa Arab. Kalimat)ُ (اَلْكَلِمَةdalam bahasa Arab sama dengan kata dalam bahasa Indonesia. Sebagaimana yang tertulis dalam nadzham33 Alfiyah Ibnu Malik
“Kalam menurut istilah kami (ahli nahwu) ialah lafadz yang bermakna lengkap seperti ‘istaqim’ (luruslah kamu).Sedangkan isim, fiil, dan huruf, kalimnamanya.34” Kalimat itu minimal terdiri dari dua unsur, yaitu subjek dan predikat. Subjek dalam bahasa Arab bisa berupa ism dhamir (pronomina), ism ‘alam (nama diri), sedangkan predikatnya bisa berupa ism dalam 32
. Anton Moeliono. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 254 33 . Nadzam ialah sususnan bait (serupa syair) yang mengeluarkan kaidah-kaidah keilmuan. 34 .Bahrun Abu Bakar, Terjemah Alfiyah Syah Ibnu Aqil. (Bahaud Din Abdullah Ibnu Aqil, Alfiyah Syarah Ibnu Aqil) jilid 1(Bandung: Sinar BAru Algesindo, 2009), h. 1
25
kalimat nominal (jumlah ismiyah) atau bisa juga beupa fi’il dalam kalimat verbal (jumlah fi’liyah), dan harf dalam kalimat nominal.35 2. Jenis-jenis kalimat dalam bahasa Indonesia Menurut strukturnya, kalimat dalam bahasa Indonesia berupa kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal, gagasan bersegi-segi diungkapkan dalam kalimat majemuk. Kalimat majemuk dapat bersifat setara (koordinatif), tidak setara (subordinatif) atau campuran (koordinatif subordinatif). a.
Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat
sehingga
membentuk
konstituen
SP.36Atau
kalimat
tunggaladalah kalimat yang hanya memiliki satu klausa.37Pada hakekatnya, jika dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat yang panjang dapat dikembalikan kepada kalimat-kalimat yang sederhana. Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas subjek dan predikat. Sebaliknya, kalimat yang sederhana pun bisa menjadi kalimat panjang dengan menambahkan keterangan berupa keterangan tempat, waktu dan alat. Dengan demikian, kalimat tunggal tidak selalu dalam wujud yang pendek tetapi juga dalam wujud yang panjang yang dapat ditelusuri setiap polanya. Pola-pola itu dimaksud dengan pola dasar kalimat, sebagai berikut: 35
. Moch Syarif Hidayatullah. Abdullah. Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern). (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2010) h. 106 36 . E. Zaenal Arifin. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. (Jakarta: Akademika Presinndo, 1995), h. 84 37 . Abdul Chaer. Linguistik Umum. (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 243
26
i. S:KB + P: KK. Contoh: Umur kita bertambah terus ii. S: KB + P: KS. Contoh: Atlet itu cekatan sekali iii. S: KB + P: Kbil. Contoh: Gedung Bank Daya Pusat tiga puluh tingkat iv. S: KB + (KD+KB). Contoh: Cincin ini untuk kamu v. S: KB + P:KK + O: KB. Contoh: Pemerintah menggalakkan ekspor nonmigas vi. S: KB + P:KK + O KB + O KB. Contoh: Rusli membukakan ibunya pintu. vii. S KB + P KB. Contoh: Chairil Anwar Tokoh penyair kenamaan Pada setiap pola kalimat dasar dapat diperluas dengan menambahkan kata setiap unsur-unsurnya, sehingga kalimat tersebut menjadi panjang dengan tetap mengetahui setiap unsur utamanya.38 b. Kalimat Majemuk Koordinatif Kalimat majemuk adalah sebuah kalimat yang memiliki dua klausa atau lebih. Sedangkan kalimat majmuk koordinatif adalah kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status yang sama, yang setara, atau sederajat. Kalimat ini terdiri dari empat kelompok, yaitu:
38
. Abdul Chaer. Linguistik Umum. (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 84-88
27
a. Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata dan atau serta. Jika kedua kalimat tunggal atau lebih sejalan, maka disebut kalimat majemuk setara penjumlahan. Contoh: Nenek melirik, kakek tersenyum, dan adik tertawa-tawa. b. Kedua kalimat tunggal yang berbentuk kalimat setara itu dapat dihubungkan oleh kata tetapi. Kata tetapi menunjukan pertentangan. Maka kalimat itu disebut kalimat setara pertentangan. Contoh: Beliau membuka pintu itu, tetapi membiarkan kami berdiri di luar. c. Dua kalimat atau lebih dihubungkan dengan kata lalu dan kemudian. Jika kejadian yang dikemukakan berurutan. Maka disebut kalimat majemuk perintah. Contoh: Farah masak nasi, ikan, dan sayur, lalu ia makan bersama keluarganya. d. Dapat pula dua kalimat tunggal atau lebih dihubungkan oleh kata atau. Maka menunjukan pemilihan. Contoh: Ardina bingung setelah lulus sekolah ingin kuliah atau bekerja. c. Kalimat Majemuk Subordinatif Kalimat majemuk yang memiliki hubungan antara klausaklausanya tidak setara atau sedeerajat disebut kalimat majemuk subordiantif. Klausa yang satu merupakan klusa atasan, dan klausa yang lain merupakan klausa bawahan. Kedua klausa tersebut biasanya dihubungkan dengan konjungsi koordinatif, seperti kalau, ketika, meskipun dan karena. Contoh:
28
a) Kalau nenek pergi, kakek pun akan pergi. b) Nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di rumah. c) Meskipun dilarang oleh kakek, nenek pergi juga ke Jakarta. d) Karena banyak yang tidak datang, rapat dibatalkan. b. Kalimat Majemuk Kompleks Kalimat yang memiliki tiga klausa atau lebih serta dihubungkan secara koordinatif dan ada yang dihubungkan secara subordinatif disebut kalimat majemuk kompleks.Kalimat in sering disebut sebagai kalimat majemuk campuran. Contoh: Nenek membaca komik karena kakek tidak ada dirumahdan dan tidak ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan.
3. Definisi Kalimat Efektif Dalam berbahasa keefektifan kalimat sangat menentukan. Kalimat efektif adalah kalimat yang secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis dan sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar dan pembaca seperti yang dipikirkan oleh pembicara dan penulis. Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar tergolong menjadi kalimat efektif, yaitu: 1. Secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis.
29
2. Sanggup menuliskan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis.39 Suatu kalimat akan dapat dikatakan efektif apabila apa yang dihasilkan dalam bentuk kalimat sesuai apa yang dipikirkan. Sebaliknya, suatu kalimat tidak efektif apabila kalimat sebagai wujud apa yang dipikirkan tidak sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran seseorang. Efektif
atau
tidaknya
sebuah
kalimat
bergantung
pada
keberterimaan kalimat tersebut.“Yang menentukan keberterimaan sebuah kalimat adalah faktor gramatikal, faktor semantik, dan faktor nalar.”
4. Ciri-ciri Kalimat Efektif Kalimat efektif mempunyai delapan sifat atau ciri, yaitu: a. Kesatuan (kesepadanan struktur) Kesatuan kalimat dapat dibentuk jika ada keselarasan antara subjek-predikat, predikat-objek, dan predikat-keterangan. Dalam penulisan kalimat yang panjang namun tidak memiliki S dan P. Ada pula kalimat yang secara gramatikal yang diantaranya oleh partikel. Hal seperti ini hendaknya dihindarkan oleh pemakai kalimat agar kesatuan gagasan yang hendak disampaikan dapat ditangkap dengan baik oleh pembaca dan pendengar.40
39
. Gorys Keraf. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. (Jakarta; Nusa Indah, 1989) h. 36 40 . Ida Bagus Putrayasa. Kalimat Efektif (Diksi, Stuktur, dan Logika). (Bandung; PT. Refika Aditama, 2007) h.54
30
Contoh: Tidak efektif: Dari peristiwa itu perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak sehingga pada masa mendatang tidak seorangpun menunutut ganti rugi Efektif:
Peristiwa itu perlu mendapatperhatian dari berbagai pihak agar pada masa yang akan datang tidak ada seorang pun yang yang menentukan ganti rugi.
b. Kehematan (efisiensi bahasa) Kehematan adalah adanya hubungan jumlah kata yang digunakan dengan luasnya jangkauan makna yang diacu41. Kehematan itu dapat dilakukan dengan penggunaan kata-kata sesuai dengan bobot maknanya.42 Menurut Poerwadarminta, “penuturan yang ringkas pada umumnya kuat dan tegas. Penuturan yang luas karena banyak kata-katanya yang mubazir biasanya kabur. Contoh: Boros kata: Para pegawai perusahaan itu bekerja dengan produktif karena mereka merasa dihargai dan dilibatkan sebagai pribadi. Hemat kata: Para pegawai perusahaan itu bekerja dengan produktif merasa dihargai dan dilibatkan sebagai pribadi.
41
. Ida Bagus Putrayasa. Kalimat Efektif (Diksi, Stuktur, dan Logika). (Bandung; PT. Refika Aditama, 2007) h.55 42 . Abdul Ghafar Rakhsan. Kompas Bahasa Indonesia. (Jakarta; PT. Grasindo; 2007), h. 125
31
c. Penekanan Inti pikiran yang terkandung dalam setiap kalimat (gagasan utama) haruslah dibedakam dari sebuah kata yang dipentingkan. Gagasan utama kalimat tetap didukung oleh S dan P, sedangkan usur yang dipentingkan dapat bergeser dari satu kata ke kata yang lain. Kata yang dipentingkan harus mendapat tekanan atau harus ditonjolkan dari unsur-unsur yang lain. d. Kevariasian Variasi
merupakan
suatu
upaya
yang
bertolak
belakang
repetisi.Repetisi atau pengulangan sebuah kata untuk memperoleh efek penekanan, lebih banyak menekankan kesamaan bentuk. Pemakaian bentuk yang sama secara berlebihan akan menghambarkan selera pendengar atau pembaca. Sebab itu, ada upaya lain yang bekerja berlawanan dengan repetisi yaitu variasi. Sebuah alinea terasa hidup dan menarik bila kalimat-kalimatnya berariasi dalam hal panjang-pendeknya, jenisnya, aktif-pasifnya, polanya atau gayanya. e. Koherensi yang baik dan kompak Koherensi atau kepaduan yang baik dan kompak adalah hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang membentuk kalimat itu.Bagaimana hubungan antara subjek dan predikat, hubungan antara predikat dan objek, serta keterangan-keterangan lain yang menjelaskan unsur tersebut.
32
Contoh: Tidak efektif: Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih. Efektif: Atas perhatian saudara, saya ucapkan terima kasih. f. Paralelisme Bila variasi struktur kalimat merupakan suatu alat yang baik untuk menonjolkan gagasan sentral, maka paralelisme juga menempatkan gagasan-gagasan yang sama penting dan sama fungsinya ke dalam suatu struktur atau konstruksi gramatikal yang sama. Bila salah satu dari gagasan itu ditempatkan dalam strutur kata benda, maka kata-kata atau kelompok kata yang lain ditempatkan dalam struktur kata benda, maka kata-kata atau kelompok kata yang lain menduduki fungsi yang sama harus juga ditempatkan dalam struktur kata benda; bila yang satunya di tempatkan dalam struktur kata kerja, maka yang lainlainnya juga harus di tempatkan dalam struktur kata kerja. Paralelisme atau kesejajaran bentuk membantu memberi kejelasan dalam usur gramatikal dengan mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam konstruksi yang sama. Kurang jelas: dihapuskannya pangkalan asing dan menarik kembali tentang imperialis dari bumi Asia-Afrika yang akan mempercepat perwujudan cita-cita segenap bangsa Asia-Afrika yang hendak menciptkan masyarakat yang aman, damai, dan makmur.
33
Jelas/efektif: penghapusan pangkalan asing dan penarikan kembali tentang imperialis dari bumi Asia-Afrika yang hendak menciptakan masyarakat yang aman, damai, dan makmur.
g. Kelogisan bahasa kelogisan atau penalaran adalah suatu proses berpikir yang berusaha untuk menghubungkan evidensi-evidensi menuju kepada suatu kesimpulan yang masuk akal. Kelogisan pembicara turut menentukan baik tidaknya kalimat seseorang, mudah atau tidak pikirannya untuk dapat dipahami h. Pengaruh bahasa asing Tidak bisa dipungkiri bahwa bahasa Indonesia sangat dipengaruhi oleh bahasa asing, pembentukan kata bahasa Indonesia diambil (diserap) dari beberapa bahasa. Misalnya saja dalam pembetukan kata-kata istilah. Istilah-istilah keilmuan didominasi oleh bahasa inggris dan yunani. Sedangkan, teks agama islam lebih didominasi dalam bahasa Arab sehingga pemakaian istilah yang berbahasa arab dianggap lebih agamis.
C. Sekilas Masalah Diksi 1. Definisi diksi Diksi merupakan cara bagaimana seseorang dalam memilih sebuah kata
yang tepat
dalam
setiap
penggunaannya.
Misalnya
dalam
34
menerjemahkan satu teks bahasa sumber, bisa saja diterjemahkan dengan pemilihan kata yang berbeda tanpa merubah pesan yang dimaksudkan penulis bahasa sumbernya. Diksi berdasarkan beberapa literatur, yaitu (1) menurut Keraf diksi adalah pemilihan kata. (2) Diksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pilihan kata yang tepat sesuai dengan struktur kalimat. (3) Menurut Harimurti Kridalakasana, diksi ialah pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum. Dapat disimpulkan diksi adalah pemilihan kata yang sesuai dengan kalimat atau dalam kejelasan lafal agar mudah dipahami oleh lawan bicara, atau pun pembaca. Pemilihan kata untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan diperlukan penguasaan akan suatu bahasa yang antara lain adalah penguasaan kosa kata, artinya semakin banyak kata yang dikuasai, maka semakin mudah kitauntuk memilih setepat-tepatnya kata mana yang paling sesuai dengan yang dimaksudnya. Kecermatan diksi secara cermat akan menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembacanya. Dalam kaitan ini, menghubunghubungkan kalimat dapat juga dilakukan dengan memperhatikan kecermatan diksi, karena akan menghasilkan relasi semantik atau hubungan makna yang kohesif.43
43
. Wahyu Wibowo. Tata Permainan Bahasa Karya Tulis Ilmiah. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010) hal 77
35
Keraf (2010), berpendapat bahwa kesesuaian (kelayakan) diksi dapat dilihat berdasarkan pemakaian ragam formal (ragam baku), ragam tak formal (ragam tak baku), dan ragam cakapan. Agar tercipta suatu kalimat yang efektif dan efesien, pemahaman yang baik ihwal penggunaan diksi atau pilihan kata sangatlah penting, bahkan mungkin vital, untuk menghindari terjadinya kesalapahaman. Diksi atau pilihan kata dalam praktik
berbahasa sesungguhnya
mempersoalkan kesanggupan sebuah kata dapat juga frasa atu kelompok kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengarnya. 2. Macam-macam Diksi a. Pemakaian kata berdenotasi dan berkonotasi Dalam studi linguistik ditegaskan bahwa kata yang tidak mengandung makna tambahan atau perasanaan tambahan makna disebut denotasi.Adapun maknanya disebut makna denotatif, makna denotasioanl, makna kognitif, makna konseptual, ideasional, makna referensial atau makna profosional. Jadi, makna denotatif itu disebut makna sebenarnya, makna yang ditunjuk oleh yang disimbolkan itu. Sebuah peranti duduk dalam perkantoran, misalnya saja, namanya ‘kursi’ maka peranti untuk duduk itu disebut ‘kursi’. Kata ‘kursi’ dalam hal ini memiliki makna apa adanya, sesuai yang disimbolkan, tidak ada nuansa makna lain di luar makna sesungguhnya. Jadi, makna demikian itulah yag dimaksud makna denotatif. Karya-karya jurnalistik harus
36
mengutamakan kata-kata denotatif demikian ini dibandingkan dengan kata-kata denotatif. Makna konotatif adalah makna yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar yang umum. Konotasi atau konotatif sering disebut makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluative. Dapat juga dikatan makna konotatif adalah makna kias, bukan makna sesungguhnya. Maka, sebuah kata diartikan berbeda dengan masyarakat lainnya.Makna konotatif memiliki makna yang subjektif dan cenderung digunakan dalam situasi tidak formal. b.
Pemakaian kata bersinonimi atau berantonimi Kata ‘bersinonim’ berarti kata sejenis, sepadan, sejajar, serumpun
dan memiliki arti sama. Secara lebih gamblang dapat dikatan bahwa sinonim sesunggahnya adalah persamaan makna kata. Adapaun yang dimaksud adalah dua kata atau lebih yang berbeda bentuknya, ejaannya, pengucapan dan lafalnya tetapi memiliki makna sama atau hampir sama. Contoh: kata “’hamil’, ‘mengandung’ dan ‘bunting’. Ketiga bentuk kebahasaa itu dapat dikatan bersinonim karena bentuknya berbeda tetapi maknanya sama. Kata berantonim berlawan dengan kata bersinonim. Bentuk kebahasaan tertentu akan dapat dikatakan berantonim kalau bentuk itu memiliki makna yang tidak sama dengan makna lainnya. Dalam linguistik dijelaskan bahwa antonim menunjukan bentuk-bentuk kebahasaan itu
37
memiliki relasi antarmakna yang wujud logisnya berbeda atau bertentagan antara satu degan yang lainnya. c.
Pemakaian kata konkret dan abstrak Kata-kata konkret adalah kata-kata yang menunjuk pada objek
yang dapat dipilih, didengar, dirasakan, diraba, atau dicium. Kata-kata konkret lebih mudah dipahami dari pada kata-kata abstrak. Kata-kata konkret akan dapat lebih efektif jika dipakai dalam deskripsi sebab katakata demikian itu akan mendapat ransang pancaindera. Jadi sesungguhnya kata-kata konkret menunjukan kata-kata yang dapat diindera.Lazimnya, kata-kata konkret dalam ilmu bahasa merupakan kata yang bukan kata jadian atau kata bentukan. Dengan perkataan lain, kata-kata yang sifatnya konkret itu melambangkan atau menimbolkan sesuatu, misalnya kata ‘kursi’ merupakan kata konkret yang sudah diketahui referennya. Kata abstrak menunjuka pada konsep atau gagasan.Kata-kata abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan yang cenderung rumit. Kalau kata-kata konkret lazim digunakan untuk membuat deskripsi, beberapa juga untuk narasi, maka kata-kata abastrak lazim digunakan untuk persuasi dan/atau argumentasi bentuk-bentuk kebahasaan yang merupakan konsep tentu saja lebih tepat digunakan untuk meyampaikan gagasan, argumentasi, persuasi, bukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan barang atau benda. Bentuk kebahasaan seperti ‘pembodohan’ dan ‘kemiskinan’ tentu saja merupakan kata-kata abstrak yang hanya ditangkap maknanya dengan
38
kejernihan pemikiran dan ketajaman pikir, jadi pemaknaan makna untuk kata-kata abstrak itu bukan melalui indera. d.
Pemakaian keumuman dan kekhususan kata Kata-kata umum adalah kata-kata yang perlu dijabarkan lebih
lanjut dan denga
kata-kata yang sifatnya khusus untuk mendapatkan
perincian lebih baik. Kata-kata umum tidak tepat untuk mendeskripsikan sesuatu karena memiliki kadar akurasi yang rendah. Kata-kata umum demikian ini lebih tepat diguan untuk argumentasi atau persuasi karena pemakaian yang disebutkan terakir itu ka dibuka kemungkinan-kemungkinan penafsiran yag lebih luas, yang lebih umum, yang lebih konfehensif. Apabila menggunakan kata khusus akan memberikan makna yang lebih universal, dan makna khusus akan lebih menjelaskan maknanya. e.
Pemakaian kelugasan kata Diksi juga megajarkan kita ihwal-ihwal kata lugas, apa adanya.
Ada juga yang menyebut bahwa kata-kata lugas itu secara langsung (to the point), tegas, lurus, apa adanya, kata-kata yang bersahaja. Kata-kata yang lugas adalah kata-kata yang sekaligus juga ringkas, tidak merupakan frasa panjang, tidak mendayu-dayu, dan sama sekali tidak berbelit-belit. Lazimnya, kata-kata lugas itu juga bukan merupakan bentuk-bentuk kebahasaa kompleks. Maka untuk menganalisis data penelitian, menarik kesimpulan dalam penelitian, pemakaian bentuk-bentuk kebahasaan yang
39
lugas, apa adanya, sesuai dengan fakta harus digunakan kelugasan dengan sebaik-baiknya. f.
Pemakaian keaktifan dan kepasifan kata Dalam kerangka diksi atau pemilihan kata, yang dimaksud dengan
kata-kata aktif bukanlah yang berawal ‘me-‘ dan tidak berawalan ‘di-‘. Adapun yang dimaksud dengan kata-kata aktif itu adalah kata-kata yang banyak atau sering digunakan oleh tokoh masyarakat. Karena banyak diperantikan oleh tokoh masyarakat, para selebritas, para jurnalis media massa, para dosen, para politisi, maka kata-kata yang semula tidak pernah digunakan itu menjadi semakin banyak digunakan dalam pemakaian kebahasaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kata-kata demikian itu telah menjadi aktif lagi dan siap digunakan. Dalam kerangka dinamika bahasa, fakta demikian ini lazim terjadi karena proses kreatif, yakni kreativitas yang sangat generative itu, bentuk-bentuk kebahasaan yang semula telah terlahir tetapi tidak banyak digunakan, sehingga seperti tertutup oleh selubung yang samar-samar itu menjadi terbuka lagi untuk digunakan dan dikembangkan. Jadi telah terjadi proses pengaktifan terhadap kata-kata yang semula telah menjadi ‘pasif’.
40
BAB III BIOGRAFI SINGKAT PENULIS DAN PENERJEMAH RIYADHUS SHALIHIN
1. Imam Nawawi A. Biografi Imam Nawawi Beliau adalah Al-Imam al-Allamah Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Mury bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam anNawawi ad-Dimasyqi. Beliau lahir pada bulan Muharram tahun 631 H / 1233 M di desa Nawa, dekat kota Damaskus. Beliau dididik dalam lingkungan yang dipenuhi dengan suasana ilmu syar’i dan keimanan.Disaat anak-anak sebayanya sibuk bermain, anNawawi justru sibuk dengan belajar. Saat usia baligh, beliau telah hafal Alquran dan belajar ilmu-ilmu dasar dari ulama yang berada di desanya. Guru-guru beliau antara lain: Abdul Aziz bin Muhammad AlAshari, Zainuddin bin Abdud Daim, Imaduddin bin Abdul Karim AlHarastani, Zainuddin Abul Baqa, Khalid bin Yusuf Al-Maqdisi AnNabalusi dan Jamaluddin Ibn Ash-Shairafi, Taqiyuddin bin Abul Yusri, Syamsuddin bin Abu Umar. Dia belajar fiqih hadits (pemahaman hadits) pada asy-Syaikh al-Muhaqqiq Abu Ishaq Ibrahim bin Isa Al-Muradi AlAndalusi. Kemudian belajar fiqh pada Al-Kamal Ishaq bin Ahmad bin usman Al-Maghribi Al-Maqdisi, Syamsuddin Abdurrahman bin Nuh dan Izzuddin Al-Arbili serta guru-guru lainnya.
41
Para pengarang buku-buku ‘biografi’ (Kutub at-Tarajim) sepakat, bahwa Imam an-Nawawi merupakan ujung tombak di dalam sikap hidup ‘zuhud’, teladan dalam sifatwara’ serta tokoh tanpa tanding
dalam
‘menasehati para penguasa dan ber-amar ma’rufnahi munkar’. Pada tahun 676 H/1277 M, Imam an-Nawawi kembali ke kampung halamannya, Nawa. Setelah mengembalikan buku-buku yang dipinjamnya dari badan urusan Waqaf diDamaskus. Beliau dipanggil menghadap alKhaliq pada tanggal 24 Rajab/ 22 Desember pada tahun itu. Di antara ulama yang ikut menshalatkannya adalah al-Qadly, ‘Izzuddin Muhammad bin ash-Sha`igh danbeberapa orang sahabatnya.
B. Sekilas Kitab Riyadhus Shalihin Kitab Riyadhus Shalihin merupakan kitab hadis yang menjelaskan tentang bagaimana keseharian seorang mukmin yang sesuai anjuran Nabi Muhammad. Kitab ini hanya ada satu jilid, namun ketika menjadi hasil terjemahan
dibagi
menjadi
dua
jilid.Karena
penulisan
terjemah
mencantumkan teks sumber dan teks sasaran, kecuali terjemahan yang diterjemahkan oleh A. Rofi’ Usmani hanya satu jilid. Cara penulisan kitab hadis Riyadhus Shalihin, yaitu dengan mencantumkan penggalan ayat sesuai dengan bab yang akan dibahas. Ini menunjukan bahwa apa yang dilakukan Rasul sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah. Kitab ini pun menacantumkan perawi pada setiap hadisnya.
42
Imam Nawawi berkata pada akhir pengantarnya, “Kemudian, aku mengumpulkan hadis sahih secara ringkas.”Mengenai perkataan Imam Nawawi ini, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani memiliki dua catatan (mulahazhah).Pertama maksud Imam Nawawi ialah menghimpun hadis-hadis yang kuat yang mencakup hadis shahih dan hadis hasan, sebagaimana yang diklarifikasi yang dipakai oleh para ulama hadis generasi pertama.Kedua, maksudnya kitab hadis secara umum, bukan yang sudah dikumpulkan di dalam kitab Riyadhus Shalihin.44
C. Karya-karya Imam Nawawi Imam Nawawi melahirkan banyak karya yang sangat bermanfaat dan istimewa. Karya-karya meliputi berbagai disiplin ilmu syari’at, dan sebagian besar menjadi panduan penting bagi ulama dan kaum muslim sampai hari ini. di antara karyanya,45 yaitu: 1) Riyadhus Shalihin ()رياض الصالحين, kumpulan hadits mengenai etika, sikap dantingkah laku; 2) Minhaj ath-Thalibin ()منهاج الطالبيىن وعمدالمفتين فى فقه اإلمام الشافعى 3) Tahdzib al-Asma’ wal Lugah )(تهذيب األسماء واللغة 4) Taqrib al-Taisir ) (التقريب والتيسير لمعرفة سنن البشير النذيرpengantar studi hadits.
44 45
. Toto Edi, Dkk. Ensiklopedi Kitab Kuning. (Pamulang; Aulia Press) h. 91 . Toto Edi, Dkk. Ensiklopedi Kitab Kuning. (Pamulang; Aulia Press) h. 92
43
2. Salim Bahreisy (Penerjemah Riyadus Shalihin) A. Biografi H. Salim Bahreisy dan Sekilas Terjemah Riyadhus Shalihin Salim Bahreisy lahir di Kejeron pada tahun 1919, beliau pun tinggal bersama keluarga yang penuh religius. Berada di lingkungan yang agamis membuat beliau sarat untuk mendalami ilmu agama. Mensyiarkan agama islam yang sudah menjadi turun temurun baik secara langsung atau tidak langsung, dengan metode ceramah dan megajar serta menulis dan menerjemahkan buku-buku. Beliau lebih banyak menerjemahkan bukubuku agama islam. Namun, sangat disayangkan ada beberapa karya beliau yang tidak diketahui penulis, “Ini hanya sebagian dari karya-karya abi yang saya tahu, saya pun masih melanjutkan beberapa karya abi yang belum diterbitkan seperti terjemahan Shahih Bukhari Muslim” tutur Pak Abdullah, salah satu putra H. Salim Bahreisy. Buku terjemah kitab Riyadhus Shalihin diterjemahkan oleh H. Salim Bahreisy, yang telah dicetak sebanyak sepuluh kali (pada tahun 1987). Buku ini terdiri dari dua jilid. Jilid pertama terdiri dari 578 halaman dan jilid kedua 666 halaman. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Al-Ma’arif di Bandung. Ukuran 21 cm. Gaya penulisan buku ini, yaitu urutan sesuai dengan kitab aslinya. Setiap ayat dan hadis diterjemahkan secara lengkap baik sanad, matan, dan Rawi hadis yang tertulis dalam teks sumber. Sebagian hadis ada paragraf tambahan penjelasan namun penerjemah tidak mencantumkan kata
44
“Penerj” sebagai tanda bahwa kalimat tersebut tidak tercantum di dalam teks sumber.
B. Karya-karya Imam Bahreisy Imam Bahreisy menerjemahkan beberapa buku, yaitu: 1. Terjemah Riyadhus Shalihin. 2 Jilid (PT. Al-Ma’arif) 2.
Terjemah Tafsir Ibnu Kastir (PT. Bina Ilmu)
3.
Terjemah Al-lu’lu wa Marjan, 2 jilid (PT Bina ilmu)
4.
Terjemah Bulughul Maram. (PT Balai Buku: Surabaya)
5.
Pedoman Orang Saleh, 4 jilid.
6.
Terjemah Al-hikam (PT Balai2 buku)
7.
Doa2 luhur (PT Pustaka progresif)
8.
Parameter Etika Muslim ( kandungan surat alhujurat), kajian pembelajaran untuk masyarakat.
9.
Petunjuk Jalan yang Lurus (Terjemah Irsyadul Ibad lil Irsyadil Ibad).
10. Terjemah alquran Hakim 11. Terjemah Shahih Bukhari Muslim. 2 jilid (PT. Balai buku).
45
3. Ahmad Rofi’i Usmani (Penerjemah Riyadhus Shalihat) A. Biografi Ahmad Rofi’i Usmani dan Sekilas Terjemah Riyadhus Shalihat Ahmad Rofi Usmani, Lahir di Cepu, Jawa Tengah, pada 26 Januari 1953. Alumnus dan mantan pengurus Pondok Pesantren Krapyak Yogyakartan (1973-1974), kala itu di bawah bimbingan K.H. Ali Maksum (alm). Yang Pernah menjadi Rais Am syuriyah Pengurus besar Nahdlatul Ulama, ini menyelesaikan S1 Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta pada 1977. Selepas itu, pada 1978, dia diterima di fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Selama sekitar enam tahun di Mesir, mantan Ketua Lembaga Penelitian Ilmiah Persatuan Pelajar Indonesia di Mesir (1981-1983) ini juga menghadiri program pascasarjana di bidang sejarah dan kebudayaan islam di Fakultas Dar al-‘Ulum, Universita Kairo. Mesir. Di sisi lain, selama itu pula, dia juga mendalami bahasa Prancis di Lembaga Prancis di Kairo. Sekembalinya di Tanah Air, pada 1984, suami serang dokter spesialis penyakit dalam ini kemudian berkiprah di bidang media massa, antara lain menjadi Pemimpin Pelaksana majalah Panggilan Azan dan Redaktur Ahli majalah Kiblat (1988-1992). Selain itu, ayah dua putri yang pernah mengunjungi sejumlah negara, antara lain Arab Saudi, Mesir, Pakistan, Brunei Darussalam, Thailand, Singapura, Malaysia, Jerman, Uni Emirat Arab, Austria, Prancis, Luksembung, dan korea ini senantiasa meluangkan
46
sebagian waktunya untuk menerjemahkan, menyunting, dan menyusun buku. Buku terjemah kitab Riyadhus Shalihat diterjemahkan oleh A. Rofi’ Usmani, sebagai cetakan pertama pada tahun 2011. Buku ini terdiri dari satu jilid, berisikan 738 halaman serta dilingkapi dengan beberapa indeks, yaitu indeks Alqur’an, indeks nama, dan indeks umum. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Mizan di Bandung. Riyadhus Shalihat diterjemahkan dan diringkas dari Riyahus Shalihin karya Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf Al-NAwawi Al-Damasyqi. Dalam kitab Riyadhus Shalihat hanya ada 964 hadis.Penulis meneliti pada bab fadhail, yang terdiri dari 63 bab terdiri dari 203 hadis. B. Karya-Karya Ahmad Rofi’i Usmani Karya-karya tulisannya yang sudah terbit, baik berupa karya sendiri, suntingan, dan terjemahan, anatara lain adalah kado cinta untuk muslimah, Muhammad Sang Kekasih, rumah cinta Rasulullah, wangi akhlak Nabi, mutiara akhlak Rasulullah saw, teladan indah Rasulullah dalam ibadah, Muhammad Nabi Barat dan Timur, terjemah Ihya ‘Ulum Al-Din, anak Golda Meirpin memeluk islam, dua majalah luciana, membedah pemikiran islam, pesona islam, kajian kontemporer Al-Quran, tokoh-tokoh muslim pengukir zaman, Sejarah Kebudayaan Islam, AlGhazali sang sufi sang filosof, filsfat sejarah Ibnu Khaldun, filsafat kebudayaan islam, sufi dari masa ke masa, filsafat dan puisi Iqbal, Alquran dan ilmu jiwa, serta Islam menjawab tantangan masa.
47
BAB IV ANALISIS DATA
Buku terjemahan kitab Riyadhus shalihin karya H. Salim Bahreisy dan Riyadhus shalihat karya A. rofi’ Usmani ini cukup banyak terdiri dari beberapa bab, namun yang akan dianalisis hanya hadis-hadis fadhail a’mal. Sementara, yang menjadi bahan analisis oleh kami hanya delapan hadis saja. Delapan hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Paralelisme
A. Rofi’ Usmani
H. Salim Bahreisy
Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah Dituturkan dari Abu Hurairah r.a. (bahwasanya) saw. bersabda: Dan apabila berkumpul Rasulullah
Saw.
bersabda,
“Jika
suatu
kaum
suatu kaum dalam majlis (baitullah) untuk berkumpul pada salah satu rumah Allah, sedangkan membaca kitab Allah dan mempelajari, mereka membaca dan mempelajari Al-Quran, turunlah maka pasti turun pada mereka ketenangan ketenangan ditengah-tengah mereka. Dan mereka dan diliputi oleh rahmat dan dikerumuni senantiasa meliputi rahmat, dikerumuni malaikat, dan oleh malaikat dan diingati oleh Allah di disebut-sebut Allah di depan malaikat yang berada di depan para malaikat yang ada padanya sisi-Nya.” (Muslim)
(Hadis ini dituturkan oleh Muslim)
48
Analisis: Dalam terjemahan hadis ini kami menemukan empat kata yang diterjemahkan secara berbeda, terjemahan kata yang dimaksud sebagai berikut: No.
Kata
Terjemah
Terjemah
H. Salim Bahreisy
A. Rofi Usmani
1
Turun
Turunlah
2
Diliputi
Meliputi
3
Dikerumuni
Dikerumuni
4
Diingati
Disebut
H. Salim Bahreisy menerjemahkan kata نزلتmenjadi turun, terjemahan kata perkata sudah benar, namun kata ini tidak tersampaikan pesannya ketika disandingkan dengan kata السكينة. Kata yang tepat adalah memperoleh, maka نزلت السكينةdiartikan memperoleh
ketenangan. غشيتdiartikan diliputi, sedangkan
dalam kamus Al-Munawwir diterjemahkan mendatangi. Kata diliputi atau mendatangi tidak tepat ketika bersandingan dengan kata rahmat, lebih tepat kata ini dipadankan dengan memperoleh. Maka غشيت الرحمةterjemahnya adalah memperoleh rahmat. حفتdiartikan dikerumuni, kata ini lebih baik diartikan mengerumuni, dan ذكرdiartikan diingati. Dalam kamus Al-Munawir kata ذكر diterjemahkan dengan menyebut atau mengucapkan. Padanan diksi dalam kamus lebih tepat dan maksud makna hadis tersebut pun tersampaikan, yaitu Allah menyebut-nyebut mereka dihadapan malaikat.
49
H. Rofi’ Usmani menerjemahkan kata نزلت menambahkan partikel –lah,
dengan turunlah, beliau
yang merupakan untuk penegasan. Sehingga
padanan tidak sesuai, padanan yang lebih tepat adalah memperoleh, kata غشيت dalam kamus
Al-Munawwir kata ini
diterjemahkan dengan
menutupi,
menyelimuti, dan menyelubungi, beliau pun mengartikan dengan meliputi, padanannya tidak pas ketika kata itu disandingkan dengan kata rahmat, maka padanan yang lebih tepat adalah mendapat,
yang lebih baik adalah mengerumuni,
dengan dikerumuni, padanan
dengan disebut-sebut, padanan yang
lebih tepat adalah menyebut-nyebut. Kata-kata
dan
adalah sejajar. Maka dalam
menerjemahkannya harus sejajar pula. Selain itu, kami juga menemukan ada frase yang salah diartikan, yaitu
.
H. Salim Bahreisy mengartikan
dengan majlis (masjid), pilihan kata majlis sudah benar namun kurang tegas, lebih baik dipadankan dengan majlis dzikir. Karena seseorang belajar Alquran dimana saja seperti di rumah, masjid, atau majlis ilmu. A. Rofi’ Usmani mengartikan dengan baitullah, arti ini kurang tepat karena kata baitullah dalam kamus KBBI merujuk pada ka’bah. Kami dapat simpulkan bahwa kalimat tersebut akan menjadi efektif apabila diterjemahkann sebagai berikut, “suatu kaum berkumpul dalam majlis dzikir lalu membaca dan mempelajari Alquran niscaya mereka memperoleh ketenangan, mendapat rahmat, dan malaikat
50
mengerumuni mereka, serta Allah menyebut-nyebut mereka di depan para malaikat” Sehingga terjemahan hadis di atas menjadi: Abu huraira r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, apabila suatu kaum berkumpul dalam majlis dzikir lalu membaca dan mempelajari Alquran, niscaya Mereka memperoleh ketenangan, mendapat rahmat, dan malaikat mengerumuni mereka, serta Allah menyebut-nyebut mereka di depan para malaikat (H.R.Muslim)
2. Pengaruh Bahasa Asing
H. Salim Bahreisy
B. Rofi’ Usmani
Ibnu Mas’ud r.a. berkata, Rasulullah Dituturkan dari ibnu mas’ud r.a. saw. bersabda,: siapa yang membaca (bahwasanya)
Rasulullah
saw.
satu huruf dari kitab Allah, maka bersabda, barang siapa membaca satu mendapat hasanat dan setiap hasanat huruf dari kitab Allah (Al-Qur’an), dia mempunyai pahala berlipat sepuluh kali. mendapatkan satu kebajikan, setiap Saya tidak berkata: alif lam mim itu satu kebajikan itu dibalas dengan sepuluh
51
huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu kali lipat, aku tidak mengatakan, alif huruf dan mim satu huruf.
lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.
Analisis: Dalam terjemahan hadis ini,
kami menemukan satu kata yang
diterjemahkan berbeda, yaitu kata حسنة.
Terjemah H. Salim Bahreisy
Terjemah A. Rofi’ Usmani
Hasanat
Kebajikan
H. Salim Bahreisy menerjemahkan kata
dengan hasanat, tetap pada
kata Tsu-nya. Kata atau istilah hasanat ini tidak ada dalam KBBI. Kata hasanat dalam kamus Al-Munawwir artinya anugerah, kebaikan, dan perbuatan baik. Apabila diartikan hasanat maka tidak tepat dan tidak sepadan dalam bentuk Tsa, lebih tepat disepadankan dengan kata kebaikan. Sedangkan, A. Rofi Usmani menerjemahkan kata
dengan kebajikan. Padanan ini pun tepat atau sesuai
dengan konteksnya. Menurut sebaiknya kata
Karena maknanya sesuai dengan Tsa. Maka menurut kami terjemahan hadis adalah:
diartikan dengan kebaikan.
52
Ibnu Mas’ud r.a. berkata, bersabda Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang membaca satu huruf Alquran maka dia mendapatkan kebaikan, satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat, saya tidak berkata alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, mim satu huruf, dan lam satu huruf. (H.R. Attirmidzi).
3. Pemborosan Kata Untuk kategori ini, kami menemukan dua hadis, yaitu: 3.1
A. Rofi’ Usmani
H. Salim Bahreisy
Usman bin Affan r.a. berkata: Saya Dituturkan dari Usman bin Affan r.a.، telah mendengar Rasulullah saw. “Saya
mendengar
Rasulullah
Saw.
bersabda: Tiada seorang muslim bersabda, ‘Setiap muslim ketika waktu yang menghadapi shalat fardhu, lalu shalat menyempurnakan serta
ruku’
wudhu,
sujudnya,
fardhu
tiba
kemudian
khusyu menyempurnakan wudhu dan khusyu
melainkan dalam shalat. Niscaya shalatnya menjadi
dapat dipastikan shalat itu menjadi penebus (kaffarah) atas dosa-dosa yang penebus
dosa
yang
terjadi dilakukan sebelumnya selama dia tidak
53
sebelumnya selama tidak melakukan melakukan dosa besar. Yang demikian itu dosa-dosa besar. Dan itu untuk untuk sepanjang masa.” (Hadis
selamanya. (Muslim)
ini
dituturkan
oleh
Bukahri
Muslim) Analisis: Dalam terjemahan hadis ini kami hanya menemukan dua kasus. Satu kasus dalam sebuah kalimat yang diterjemahkan secara berbeda, dan yang lainnya ada masing-masing penerjemah menambahkan kata yang seharusnya tidak ada atau pemborosan. Terjemahan sebagai berikut:
Terjemah A. Rofi’ Usmani
Terjemah H. Salim Bahreisy
menyempurnakan
wudhu, menyempurnakan wudhu dan khusyu dalam
khusyu serta ruku’ sujudnya
shalat.
Kalimat
ditejemahkan oleh H. Salim
Bareisy dengan “menyempurnakan wudhu, khusyu serta ruku’ sujudnya,” beliau menambahkan kata sujud dalam terjemahannya padahal dalam tsu-nya tidak ada. Maka terjadi pemborosan kata dalam teks ini Diterjemahkan oleh A. Rofi’ Usmani dengan “menyempurnakan wudhu dan khusyu dalam shalat.”kata ruku’ diartikan shalat. Ruku’ adalah salah satu gerakan solat, maka sah saja jika diartikan shalat. adapula terjemahan yang tidak efektif yang dilakukan oleh A. Rofi Usmani, yaitu menyandingkan dua kata yang bersinonim ialah ketika dan waktu. Agar lebih efektif maka hanya perlu
54
menggunakan salah satu saja dari keduanya, bagi lebih tepat menggunakan kata ketika. Sementara itu, H. Salim Bahreisy meletakan kata dan diawal kalimat. Masalah ini tidak sesuai dengan kaidah bahasa indonesia. Maka menurut kami terjemahannya menjadi: Usman bin Affan r.a. berkata, Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Setiap muslim -saat datang waktu shalat- dia berwudhu dengan baik, shalat dengan khusyu, dan ruku yang sempurna maka shalat itu menjadi penghaps dosa-dosa selama satu tahun, jika dia tidak melakukan dosa besar. (H.R. Muslim)”
3.2
H. Salim Bahreisy Abdullah bin Abdurrahman bin Abi Sho’sho’ah Dituturkan berkata: Abu Said alkhudry berkata padanya saya Abdurrahman
A. Rofi’ Usmani dari bin
‘Abdullah Abu
bin
Sha’shan
perhatikan kau suka di dusun ditengah-tengah bahwasanya abu sa’id al-Khudri r.a. kambingmu, maka jika kau di hutan dan diantara berkata kepadanya، “Saya melihat engkau
55
kambingmu, lalu beradzan untuk shalat maka menyukai kambing dan suka berada di keraskan suaramu. Sesungguhnya tiada sesuatu pun tengah hutan, apabila engkau sedang yang mendengar suara mu’addzin, baik ia berupa mengembala kambingmu, atau berada di jin atau manusia atau lain-lainnya melainkan pasti tengah-tengah hutanmu, kemudian engkau akan menjadi saksi baginya di hari qiamat. melantunkan
azan
Demikianlah yang saya dengar dari Rasulullah keraskanlah
suaramu,
saw. (Bukhari).
sesungguhnya
yang
untuk
shalat,
(ini)
karena
mendengar
suara
muazin baik jin, manusia, maupun sesuatu yang lain, pasti akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat kelak.” Abu Sa’id (Lebih lanjut) berkata, demikianlah yang saya dengar dari Rasulullah Saw. (Hadis ini dituturkan oleh Al-Bukhari)
Analisis: Dalam terjemahan hadis ini kami hanya menemukan satu kasus yang diterjemahkan secara berbeda. Terjemah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Terjemah A. Rofi’ Usmani
Terjemah H. Salim Bahreisy
“saya perhatikan kau suka di dusun Saya
melihat
engkau
menyukai
ditengah-tengah kambingmu, maka jika kambing dan suka berada di tengah kau di hutan dan diantara kambingmu, hutan,
apabila
engkau
sedang
lalu beradzan untuk shalat maka keraskan mengembala kambingmu, atau berada suaramu
di tengah-tengah hutanmu, kemudian
56
engkau
melantunkan
azan
untuk
shalat, keraskanlah suaramu. Diterjemahkan oleh H. Salim Bahreisy, “saya perhatikan kau suka di dusun ditengah-tengah kambingmu, maka jika kau di hutan dan diantara kambingmu, lalu beradzan untuk shalat maka keraskan suaramu” Kalimat tersebut tidaklah efesien, karena kalimat tersebut sedikit berbelit dan agak membingungkan. Diterjemahkan oleh A. Rofi Usmani “Saya melihat engkau menyukai kambing dan suka berada di tengah hutan, apabila engkau sedang mengembala kambingmu, atau berada di tengah-tengah hutanmu, kemudian engkau melantunkan azan untuk shalat, keraskanlah suaramu. Kalimat ini pun masih terlalu panjang pada setiap pemilihan diksinya. Menurut kami, terjemahan di atas termasuk kategori pemborosan kata yang dipakai oleh penerjemah sehingga terlalu luasnya pesan yang dimaksud dan kalimat menjadi kurang efektif. Kami menyarankan agar diterjemahkan sebagai berikut: Saya melihatmu menyukai kambing dan dusun. Apabila engkau sedang berada ditengah-tengah gembalaanmu yang di dusun, kemudian tiba waktu melantunkan azan dengan suara yang keras. Maka terjemah hadis tersebut dapat diperbaiki menjadi: “Dari Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Sha’shan bahwasanya abu sa’id al-Khudri r.a. berkata kepadanya، “Saya melihatmu menyukai kambing dan dusun, apabila engkau sedang berada ditengah-tengah gembalaanmu yang di dusun, kemudian tiba waktu melantunkan azan dengan suara yang keras..
57
Sesungguhnya tak ada jin, manusia, atau apapun yang mendengar suara azanmu kecuali dia menjadi saksi buatmu pada hari kiamat.(H. R. Bukhari)
4. Koherensi yang Baik dan Kompak
Terjemahan H. Salim Bahreisy
Terjemahan A. Rofi Usmani
Abu huraira r.a. berkata: Rasulullah Dituturkan dari Abu Hurairah r.a. saw. bersabda: silih berganti padamu bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, Malaikat malam dan Malaikat siang, Malaikat penjaga siang dan penjaga dan berkumpul mereka dalam shalat malam
silih
berganti.
Mereka
subuh dan shalat ashar, kemudian naik berkumpul pada waktu shalat subuh dan yang telah bermalam sama kamu maka waktu shalat asar. Kemudian malaikat ditanya
oleh
mengetahui bagaimana
Allah tentang
kamu
yang
lebih yang bertugas pada waktu malam naik
hamba-Nya: dan ditanya oleh Allah tentang keadaan
tinggalkan
para manusia, ‘bagaimana (keadaan) hamba-
hamba-Ku? Kami tinggalkan mereka Ku ketika kalian tinggalkan?’ jawab
58
sedang shalat dan datang kepada para
malaikat,
‘manakala
kami
mereka juga sedang mereka shalat. meninggalkan mereka, mereka sedang (Bukhari, Muslim)
shalat, dan mana kala kami datang kepada mereka, mereka juga sedang shalat.” (hadis ini dituturkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Analisis: Dalam terjemahan hadis ini, kami menemukan dua kalimat yang diterjemahkan secara berbeda. Terjemah yang dimaksud sebagai berikut: No
Kalimat
Terjemah
Terjemah
H. Salim Bahreisy
1
A. Rofi Usmani
Silih
berganti Malaikat penjaga siang dan
padamu
Malaikat penjaga malam silih berganti
malam
dan datang padamu.
Malaikat siang.
2
Naik yang telah
Malaikat yang bertugas pada
bermalam sama
waktu malam naik.
kamu.
H. Salim Bahreisy menerjemahkan sebagai berikut: a. Silih berganti padamu Malaikat malam dan Malaikat siang. b. Naik yang telah bermalam sama kamu.
59
Beliau
menerjemahkan
kalimat
ini
dengan
harfiah
sehingga
menghasilkan terjemahan yang hanya mencari padanan kontruksi gramatikal saja, tidak menyesesuaikan dengan Tsa, Sehingga sulit dimengerti maknanya oleh pembaca Tsa, kalimat ini pun menjadi tidak efektif. Kalimat di atas akan efektif apabila diterjemahkan dengan a. Malaikat penjaga malam dan siang silih berganti datang padamu. b. Malaikat yang bertugas malam naik. A. Rofi Usmani menerjemahkan sebagai berikut: 1. Malaikat penjaga siang dan penjaga malam silih berganti datang padamu. 2. Malaikat yang bertugas pada waktu malam naik. Beliau menerjemahkan kalimat ini dengan adaptasi, beliau memahami makna kontekstualnya dulu lalu menyesuaikan susunan gramatikal keTsa, namun masih ada pengulangan kata, yaitu penjaga. Sehingga kalimat ini masih sedikit tidak efektif. Maka terjemahan hadis di atas menjadi: Abu huraira r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Malaikat penjaga siang dan malam datang silih berganti. Mereka berkumpul pada waktu shalat subuh dan shalat asar, kemudian malaikat yang bertugas waktu malam naik dan ditanya oleh Allah tentang keadaan manusia, ‘bagaimana keadaan hamba-Ku ketika kalian tinggalkan?’ jawab para malaikat, ‘manakala kami meninggalkan mereka, mereka sedang shalat, dan mana kala kami datang kepada mereka, mereka juga sedang shalat.” (H.R. Bukhari Muslim)
60
5. Kesalahan Pesan
Terjemahan H. Salim Bahreisy Abu
Hurairah
r.a.
Terjemahan A. Rofi’ Usmani
berkata: Dituturkan
dari
Abu
Hurairah
r.a.
Rasulullah pergi ke kuburan lalu bahwasanya (suatu ketika) Rasulullah memberi salam Assalamu alaikum Saw.
datang
ke
kuburan
dan
daro kaumin mu’minin wa inna mengucapkan Assalamu alaikum dara insya Allah bikum lahikun. Saya qaumim mu’minina wa inna insya Allah ingin benar kalau dapat melihat bikum lahikun, aku merasa senang sekali saudara-saudaraku. Berkata sahabat: karena aku telah mengetahui saudarabukankah kami ini saudaramu ya saudaraku.” Rasulullah? Jawab Nabi:
Tanya
para
sahabat,
Kamu “Bukankah kami saudara engkau, wahai
sahabatku, dan saudara-saudaraku Rasulullah?” Jawab beliau, kalian adalah
61
belum datang kini. Mereka bertanya: sahabatku. Adapun saudara-saudara kita Bagaimanakah engkau mengetahui adalah orang-orang yang belum datang.” orang-orang yang belum datang kini Tanya
para
sahabat
(selanjutnya),
dari umatmu ya Rasulullah? Jawab bagaimana engkau mengetahui orangNabi: bagaimana pendapat kamu jika orang yang belum datang dari umat seseorang mempunyai kuda belang engkau, wahai Rasulullah? Ucap beliau, putih muka dan kakinya di tengah- bagaimanakah pendapat kalian andaikan tengah kuda yang semua hitam, ada seseorang mempunyai seekor kuda tidakkah
mudah
ia
mengenal putih cemerlang yang berada di tengah-
kudanya? Jawab mereka: benar ya tengah kuda yang hitam pekat. Apakah Rasulullah.
Maka
umatku
akan dia tidak mengatahui kudanya yang
datang pada hari qiamat bercahaya cemerlang itu?” kata para sahabat, “Dia muka dan kakinya bekas anggota pasti tahu wahai Rasulullah.” Sabda wudhu’
dan
membimbing
saya
yang
mereka
ke
akan beliau, “sesungguhnya saudara-saudara haudh kita itu akan datang dalam keadaan putih
(telaga). (Muslim)
cemerlang karena berwudhu dan aku yang akan membimbing mereka ke telaga.”
(Hadis
ini
dituturkan
oleh
Muslim) Analisis: Dalam terjemahan hadis ini, kami menemukan dua kata dan satu partikel yang diterjemahkan secara berbeda, yaitu: 5.1. Satu Kata dan Satu Partikel
Terjemah H. Salim Bahreisy
Terjemah A. Rofi’ Usmani
Rasulullah pergi ke kuburan lalu
Rasulullah
Saw.
datang
memberi salam
kuburan dan mengucapkan
ke
62
H. Salim Bahreisy menerjemahkan kata أتىdengan “pergi”, kata pergi dalam KBBI artinya meninggalkan suatu tempat ke tempat lain. Dalam kamus Al-‘Asri kata أتىditerjemahkan menjadi datang atau tiba. maka kata أتىlebih tepat diartikan dengan datang. Beliau menerjemahkan partikel فــdengan lalu, kata lalu merupakan konjungsi pengurutan yang digunakan untuk menghubungkan bebeberapa kejadian atau peristiwa. Pemilihan kata untuk partikel ini sudah benar. Adapun dalam terjemahan ini masih ada yang kurang tersampaikan pesannya, yaitu pada padanan أتى. A. Rofi Usmani menerjemahkan kata أنىdengan “datang”. Dalam KBBI kata datang artinya “tiba di tempat yang akan dituju atau baru akan menuju ke tempat lain.” Terjemah ini telah tersampaikan pesannya, bahwa Rasulullah ingin datang ke kuburan. Beliau menerjemahkan partikel فــdengan “dan” merupakan konjungsi penjumlahan, dalam kamus Al-Asri’
فــdiartikan kemudian, maka
kurang tepat apabila diartikan dan. Karena kalimatnya menunjukan pengurutan apa yang dilakukan oleh Rasul. Kami menganjurkan
terjemahannya menjadi “Rasulullah datang ke
kuburan lalu mengucapkan Assalamu alaikum daro kaumin mu’minin wa inna insya Allah bikum lahikun. a. Satu kata, yaitu kata قال
No
Terjemah
Terjemah
H. Salim Bahreisy
A. Rofi Usmani
63
1.
Memberi salam
Mengucap salam
2.
Berkata sahabat
Tanya para sahabat
3.
Jawab nabi
Jawab beliau
4.
Mereka bertanya
Tanya para sahabat (selanjutnya)
5.
Jawab nabi
Ucap beliau
6.
Jawab sahabat
Kata sahabat
7.
-
Sabda beliau
H. Salim Bahreisy menerjemahkan kata قالhanya enam kali. Padahal kata قالdisebutkan sebanyak tujuh kali dalam Tsa. Ada satu kata قالyang tidak diterjemahkan padahal kata tersebut berbeda subjek dari sebelumnya, dalam kasus ini maka menibulkan kesalahan pesan. memberikan saran agar terjemahannya sebagai berikut:
No
H. Salim
A. Rofi Usmani
Usulan
Bahreisy 1.
Memberi salam
Mengucap salam
Mengucap salam
2.
Berkata sahabat
Tanya para sahabat
Sahabat bertanya
3.
Jawab nabi
Jawab beliau
Rasul menjawab
4.
Mereka
Tanya para sahabat
Sahabat bertanya lagi
bertanya
(selanjutnya)
Jawab nabi
Ucap beliau
5.
Rasul menjelaskan (dengan
64
perumpamaan) 6.
Jawab sahabat
Kata sahabat
Sahabat menjawab
7.
-
Sabda beliau
Rasul bersabda
H. Salim Bahreisy tidak menerjemahkan satu kata قالyang terakhir yang subjeknya kembali kepada Rasulullah, sedangkan kata قالsebelumnya subjek kembali kepada sahabat. Maka perkata tersebut bukanlah perkataan sahabat melainkan Rasul. Pesan yang tersampaikan kepada para pambaca adalah salah satu ciri kalimat efektif, maka sangat penting bagi seorang penerjemah untuk menyuguhkan pesan dari kepada pembaca melalui hasil terjemahannya. Menurut kami maka terjemah hadis di atas menjadi: Dari Abu Hurairah r.a. Sesungguhnya Rasulullah Saw. datang ke kuburan lalu mengucapkan Assalamu alaikum daro kaumi mu’minin wa inna insya Allah bikum lahikun, aku merasa senang sekali karena aku telah mengetahui saudarasaudaraku.” Para sahabat bertanya, “Bukankah kami saudara engkau, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, kalian adalah sahabatku. Adapun saudara-
saudara kita adalah orang-orang yang belum datang”. Tanya para sahabat lagi, bagaimana engkau mengetahui orang-orang yang belum datang dari umat engkau, wahai Rasulullah? Rasul menjelaskan, bagaimanakah pendapat kamu andaikan ada seseorang mempunyai seekor kuda putih cemerlang yang berada di tengah-tengah kuda yang hitam pekat. Apakah dia tidak mengatahui kudanya yang cemerlang itu?” para sahabat berkata, “Dia pasti tahu wahai Rasulullah.” Rasul bersabda, “sesungguhnya saudara-saudara kita itu akan datang dalam
65
keadaan putih cemerlang karena berwudhu dan aku yang akan membimbing mereka ke telaga.” (H.R. Muslim)
6. Efesiensi Bahasa
Terjemah H. Salim Bahreisy
Terjemah A. Rofi’ Usmani
“Dituturkan Dari Ibnu Mas’ud r.a.، “Dituturkan Dari Ibnu Mas’ud r.a.، “Nabi Saw. bersabda، ‘Bacakanlah “Nabi Saw. bersabda, ‘Bacakanlah Aluntukku Qur’an, berkata ibnu mas’ud: Quran
untukku.’
Jawab,
‘Wahai
Ya, Rasulullah bagaimanakah saya Rasulullah, saya harus membacakan membacakan untukmu, padahal Qur’an Al-Quran untukmu, padahal, kepada diturunkan untukmu. Jawab Nabi saw.: engkaulah Al-Quran diturunkan?’ Kata saya ingin mendengar dari orang lain. Beliau, ‘Sungguh aku ingin mendengar Ibnu Mas’ud berkata:
Maka saya Al-Quran dibaca oleh orang lain.’ Saya
66
bacakan surat Annisa’ hingga sampai pun pada ayat: Fakaifa Idza ji’na min kulli untuk
membacakan beliau
Surah
hingga
An-Nisa’
ayat,
Maka
ummatin bisyahidin waji’na bika ‘ala bagaimanakah halnya orang kafir kelak, ha’ula’i syahida. (Bagaimanakah jika apabila kami datangkan seorang saksi kami (Allah) telah mendatangkan tiap dari setiap umat dan Kami datangkan ummat saksinya, dan kami jadikan kau engkau sebagai saksi atas mereka. sebagai saksi atas semua umat itu). Kemudian beliau bersabda, ‘Cukup Nabi berkata: Cukuplah sampai disini. sampai di sini.’ Saya menoleh kepada Maka saya menoleh melihat Nabi saw. beliau (dan saya melihat) kedua mata bercucuran
air
mata.
(Bukhari
Muslim).
، beliau meneteskan air mata.” (Hadis ini dituturkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Analisis: Dalam terjemahan hadis ini menemukan satu kalimat yang diterjemahkan sama, yaitu kalimat
Terjemah H. Salim Bahreisy Bacakanlah
Terjemah A. Rofi Usmani Bacakanlah
H. Salim Bahreisy dan A. Rofi’ Usmani menerjemahkan kalimat “Bacakanlah”. Hasil terjemahan keduanya sama, yaitu bacakanlah. Verba diberi prefik –kan dan partikel lah sebagai tanda perintah. Maksud dari –kan adalah pengharapan yang diiginkan oleh dan untuk Rasulullah, agar Ibnu Mas’ud mau
67
membacakan ayat Alquran, padahal Alquran diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah. Maka kedua terjemahan ini tela memenuhi kalimat efektif. Menurut akan efektif bila diterjemahkan “bacalah Alquran untukku.” Maka hadis ini diterjemahkan menjadi “Dituturkan Dari Ibnu Mas’ud r.a. “Nabi Saw. bersabda, ‘Bacalah Al-Quran untukku.’ Jawab, ‘Wahai Rasulullah, saya harus membacakan Al-Quran untukmu, padahal, kepada engkaulah Al-Quran diturunkan?’ Kata Beliau, ‘Sungguh aku ingin mendengar Al-Quran dibaca oleh orang lain.’ Saya pun membacakan Surah An-Nisa’ untuk beliau hingga ayat, Maka bagaimanakah halnya orang kafir kelak, apabila kami datangkan seorang saksi dari setiap umat dan Kami datangkan engkau sebagai saksi atas mereka. Kemudian beliau bersabda, ‘Cukup sampai di sini.’ Saya menoleh kepada beliau (dan saya melihat) kedua mata beliau meneteskan air mata.”
7. Penekanan
Terjemah H. Salim Bahreisy
Terjemah A. Rofi’ Usmani
Ibnu Umar r.a. berkata: bersabda Nabi Dituturkan dari Ibnu ‘Umar r.a. dari saw.:
tidak
boleh
seseorang Nabi
Saw
menginginkan apa yang dipunyai oleh bersabda،
(bahwasanya) “Tiada
iri
hati
beliau yang
orang lain kecuali dalam dua macam: diperbolehkan kecuali dalam dua hal. pertama, seorang yang diberi oleh Yaitu
(pertama),
seseorang
yang
68
Allah pengertian kepandaian tentang dikaruniai Qur’an
maka
dipergunakan
seorang
kekayaan
yang
harta
diberi
maka
Allah
kemampuan
dan membaca dan memahami Al-Quran,
dikajinya sepanjang hari dan malam. kemudian Dan
oleh
dia
membaca
dan
Allah mengamalkannya. Baik pada waktu
digunakan malam maupun siang. Dan (kedua),
sedekah sepanjang hari dan malam. seseorang yang dikaruniai Allah harta (Bukhari، Muslim)
kekayaan،
kemudian
dia
membelanjakannya dalam kebajikan. Baik pada waktu malam maupun siang.” Analisis: Dalam terjemahan hadis ini kami menemukan satu kalimat yang diterjemahkan berbeda, kalimat tersebut adalah:
Terjemah A. Rofi’ Usmani
Terjemah H. Salim Bahreisy
Tidak boleh seseorang menginginkan
Tiada iri hati yang diperbolehkan
apa yang dipunyai oleh orang lain
H. Salim Bahreisy menerjemahkan
dengan “Tidak boleh
seseorang menginginkan apa yang dipunyai oleh orang lain”. Tidak adalah kata negasi untuk menafikan segala sesuatu, dalam bahasa Arab disebut la nafi liljinsi. Namun, dalam kalimat tersebut yang tidak dibolehkan ialah kepada seseorang, padahal penegasian tersebut kepada iri hati bukan kepada seseorang. Maka kalimat ini tidak efektif. Sedangkan, diterjemahkan oleh A. Rofi’ Usmani “Tiada iri hati yang diperbolehkan. Pengecualian disini sudah benar, yaitu merujuk pada
69
iri hati, namun dalam terjemahan ini tidak memiliki subjek, sehingga ini hanyalah frasa bukan kalimat karena tidak ada subjeknya. Maka menurut kalimat tersebut akan efektif jika diterjemahkan “tidak ada satu iri pun oleh seseorang” Maka hadis ini diterjemahkan menjadi Ibnu ‘Umar r.a. berkata, Rasulullah Saw bersabda, tidak ada satu iri pun oleh seseorang kecuali pada dua hal. Pertama, iri terhadap seseorang yang telah dianugerahi oleh Allah kepandaian Alquran kemudian mengamalkannya, baik pada waktu siang dan malam.
Kedua,
iri
terhadap
seseorang
yang
diberikan
harta
membelanjakannya untuk kebajikan, baik pada waktu siang dan malam.
lalu
70
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Setelah melakukan analisis pada kedua penerjemah, yaitu H. Salim Bahreisy dan A. rofi Usmani, mendapatkan kedua penerjemah menerjemahkan ada yang efektif dan ada yang tidak efektif. Mereka menerjemahkan dengan paham mereka masing-masing. Mereka menerjemahkan beberapa hadist ini ada yang menggunakan kalimat efektif dan kadang mengabaikan kalimat efektif. Buku terjemahan ini pesannya tersampaikan pada sebagian kalangan, seperti di majlis ta’lim atau pun orang-orang yang baru belajar tentang struktur bahasa Arab yang sangat terpaku dalam memahami teks sumber dan sasaran. Maka kami menyimpulkan bahwa tidak semua kitab terjemahan dengan menggunakan kalimat efektif. Setelah analisis mendapatkan beberapa kasus yang berkaitan dengan kalimat efektif, yaitu sebagai berikut: 1. Paralelisme. 2. Pengaruh bahasa asing. 3. Pemborosan kata. 4. Koherensi yang baik dan kompak. 5. Kesalahan pesan. 6. Efesinsi bahasa. 7. Penekanan.
71
B. SARAN Setelah menganisis objek data, memberikan saran sebagai berikut: 1. Seorang penerjemah ketika menerjemahkan sebuah teks suber, haruslah sanggup mewakili pikiran teks sumber secara tepat. 2. Seorang penerjemah dituntut untuk jujur dalam menerjemahkan sebuah karya tulis, sehingga pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh tidak hilang, oleh perubahan kalimat yang dilkukan oleh penerjemah. 3. Seorang penerjemah juga harus kreatif dalam mencari padanan kata yang paling sesuai dengan naskah aslinya. 4. Seorang penerjemah juga dituntut untuk tidak terlalu bebas dalam menerjemahkan sebuah karya tulis, sehingga terjemahan yang dihasilkan tidak menyimpang dari karya aslinya.
72
DAFTAR PUSTAKA
al-Ghalayini, Musthafa. Jami’u al-durus al-‘arabiyah. Juz 1. Kairo: Maktabah al-sharuq al-dauliyah. 2008. Arifin, E. Zaenal. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta; Akademika Presindo. 1995. Bakar, Bahrun Abu. Terjemah Alfiyah Syah Ibnu Aqil. (Bahaud Din Abdullah Ibnu Aqil, Alfiyah Syarah Ibnu Aqil) jilid 1. Bandung; Sinar Baru Algesindo. 2009. Bahreisy. H. Salim. Tarjamah Riyadhus Shalihin. Bandung; Al-Ma’arif. 1987. Hidayatullah, Moch. Syarif. Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab Indonesia. Tangerang: Dikara. 2010. Hidayatullah, Moch. Syarif. Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern). Jakarta; UIN Syarif Hidayatullah. 2010. Hoed, Beny Hoedoro . Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta; Dunia Pustaka Jaya. 2006. Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa, Cetakan ke-15. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama. 2005. Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Cet Ke-4. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008 Nur Mufid. Kaserun AS. Rahman. Buku Pintar Menerjemahkan Arab Indonesia (Cara Paling Tepat, Mudah, dan Kreatif). Surabaya; Pustaka Progresssif. 2007. Mahmud al-Thahan. Taisir Musthalah al-Hadis. Jeddah; al-Haramain. Ma’mur, Ilzamuddin . Pijar-pijar Pemikiran Bahasa dan Budaya. Jakarta; Diadit Media. 2006.
73
Moeliono, Anton. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta; Balai Pustaka. 1988. Keraf, Gorys. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Jakarta; Nusa Indah. 1989 Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama. 2010. Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta; Amzah. 2008. Kridalaksana, Harimurti. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Flores; Nusa Indah. 1985. Kushartanti, dkk. Pesona Bahasa, Langkah awal memahami linguistik. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama. 2009. Najib, Izzudin Muhammad. Asusu al-Tarjamah (Translation). Kairo; Maktabah Ibnu Sina Lin-Nasyir wa al-Tauzi’. Putrayasa, Ida Bagus. 2007. Kalimat Efektif: Diksi, Struktur, dan Logika. Bandung; Refika Aditama. Pateda, Mansoer . Linguistik Sebuah Pengantar. Bandung; Angkasa. 2011. Rahayu, Minto. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta; PT Grasindo. 2007. Rukhsan, Abdul Gaffar. Kompas Bahasa Indonesia. Jakarta; PT. Grasindo. 2007. Sudiati, Vero. Panggilan Menjadi Penerjamah. Yogyakarta; Pustaka Widyatama. 2005 Usmani, Ahmad Rofi. Terjemanh Riyadhus Shalihat. Bandung; Mizan. 2011 Wibowo, Wahyu. Tata Permaiana Bahasa Karya Tulis Ilmiah. Jakarta; PT Bumi Aksara. 2010.
74
Widyamartaya, A. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta; Kanisius. 1989. Yusuf, Suhendra. Teori Terjemahan Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik. Bandung; Mandar Manju. 1994.
75
LAMPIRAN
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107