KINERJA BIOFLUX OIL PADA CAMPURAN ASPAL BUTON Ratna Yuniarti 1 1
Dosen pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Mataram Email :
[email protected]
ABSTRAK Sebagai bahan pengikat pada konstruksi perkerasan jalan, ketersediaan aspal minyak semakin menipis dan harganya sangat berfluktuasi mengikuti harga minyak mentah dunia. Upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap aspal minyak dapat dilakukan melalui pemberdayaan aspal alam yang berasal dari Pulau Buton (asbuton). Sampai sejauh ini, kualitas asbuton yang berbentuk butiran masih belum sebaik aspal minyak sehingga belum mampu memikul beban lalu lintas berat. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah modifier yang digunakan belum menghasilkan kinerja yang cukup memuaskan. Neubert (1991) dalam klaim paten nomor 5023282 yang terdaftar pada United States Patent &Trademark Office, menyebutkan bahwa penggunaan minyak nabati pada campuran perkerasan aspal dapat menghasilkan superior asphalt cement dengan kinerja yang memuaskan. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah mengetahui kinerja bioflux oil sebagai modifier pada campuran asbuton, di mana bioflux oil tersebut dibuat dari campuran minyak biji nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) dan beberapa resin alami lainnya yang telah diformulasikan sedemikian rupa dengan perbandingan tertentu sampai mencapai 100%. Asbuton yang digunakan pada penelitian ini adalah asbuton type T5/20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja campuran yang terbaik diperoleh pada kadar aspal 6%, dengan proporsi campuran terdiri dari 13,80% asbuton; 3,72% bioflux oil dan 82,48% agregat. Pada campuran tersebut, nilai stabilitas Marshall adalah 1643,1 kg, flow 3,05 mm, Marshall Quotient 538,12 kg/mm, VMA 15,16%, VIM 4,99% dan VFB 67,06%. Ditinjau dari spesifikasi campuran laston asphalt concrete – wearing course (Departemen PU, 2007), stabilitas Marshall adalah minimal 1000 kg, flow minimal 3,0 mm, Marshall Quotient minimal 300 kg/mm, VMA minimal 15%, VIM 3,5 - 5,5% dan VFB minimal 65%, penggunaan biofluxoil pada campuran asbuton dengan komposisi tersebut telah memenuhi standar yang berlaku. Kata kunci : asbuton, modifier, bioflux oil, nyamplung.
1. PENDAHULUAN Aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat pada konstruksi perkerasan jalan umumnya merupakan aspal minyak yang diperoleh dari sisa hasil penyulingan minyak bumi. Sementara itu, minyak bumi merupakan kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui dan cadangannya sudah sangat terbatas sehingga harga aspal minyak ini sangat berfluktuasi mengikuti harga minyak mentah dunia. Bila harga minyak mentah meningkat sangat tajam sedangkan kebutuhan pembangunan dan pemeliharaan jalan raya semakin besar, maka dapat dipastikan akan terjadi lonjakan harga aspal pada masa-masa yang akan datang. Pembangunan dan pemeliharaan kondisi jalan di Indonesia masih dihadapkan pada kendala terbatasnya anggaran yang tersedia. Karena itu, diperlukan optimasi, efisiensi dan efektifitas penggunaan dana yang ada. Sampai saat ini, pemenuhan kebutuhan aspal di Indonesia masih tergantung dari impor karena aspal minyak yang diproduksi Pertamina masih belum mencukupi. Dengan kebutuhan sebesar 1 - 1,2 juta ton pertahun, Pertamina Cilacap memproduksi aspal sebanyak 400 ribu ton, impor aspal yang dilakukan Pertamina sebesar 200-250 ribu ton dan sisanya melalui impor langsung (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2008). Apabila nilai tukar rupiah semakin merosot maka beban pemerintah menjadi berat karena semakin banyaknya cadangan devisa yang terkuras. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah penggunaan aspal alam yang berasal dari Pulau Buton (asbuton). Pemerintah sendiri mempertegas penggunaan asbuton dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.35/2006 yang menginstruksikan Bina Marga dan dinas terkait untuk menggunakan asbuton dalam pengerjaan pembangunan jalan raya. Namun demikian, penggunaan
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
MB-1
Material dan Bahan asbuton yang berbentuk butiran masih dihadapkan pada kendala berupa kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan aspal minyak sehingga belum mampu memikul beban lalu lintas berat. Pada asbuton butiran, mortal aspalnya terperangkap pada mineral dan belum aktif sebagai pengikat sehingga dibutuhkan bahan peremaja yang mampu melunakkan asbuton dan mengeluarkan aspal alam itu dari “cangkang”nya. Bahan-bahan peremaja yang digunakan untuk melunakkan asbuton saat ini baru mampu menghasilkan campuran yang dapat memikul beban lalu lintas sampai 4.000 LHR (lintas harian rata-rata), sedangkan jalan raya dengan lalu lintas berat diharapkan dapat mendukung beban lalu lintas sebesar 8.000 – 20.000 LHR (Agus, 1998). Neubert (1991) menyebutkan bahwa penggunaan minyak nabati pada campuran perkerasan aspal dapat menghasilkan superior asphalt cement dengan kinerja yang memuaskan. Tumbuhan yang dapat dimanfaatkan minyaknya sebagai bahan peremaja tersebut adalah jagung, biji kapas, biji rami, zaitun, biji kacang tanah, biji bunga matahari, kacang kedelai, atau campuran dari bahan-bahan tersebut. Adapun klaim paten yang didaftarkan oleh Nigen-Chaidron and Porot (2008) dengan nomor paten WO 200808414 20080717 pada World Intellectual Property Organization (WIPO), menyebutkan bahwa bahan peremaja dari minyak sawit cocok digunakan pada proses pengaspalan dengan teknik daur ulang di tempat (in place recycling) dan central plant recycling jenis hotmix. Selanjutnya, dalam United States Patent Application Publication No. US 2010/0034586 A1 yang didaftarkan oleh Bailey et. al. disebutkan bahwa waste vegetable oil dapat digunakan untuk meremajakan aspal yang telah mengalami penurunan kualitas. Contoh dari waste vegetable oil dalam aplikasi paten tersebut adalah limbah minyak wijen, limbah minyak bunga matahari, limbah minyak kedelai, limbah minyak jagung, limbah minyak sawit atau limbah minyak kacang tanah. Penelitian tentang penggunaan minyak nabati untuk memperbaiki sifat fisik aspal yang telah mengalami kerusakan telah diteliti oleh Wahyudi dan Yuniarti (2009). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pemberian minyak biji jarak sebesar 10% terhadap aspal bekas yang mempunyai kadar 6% terhadap berat total campuran dapat memperbaiki kinerja campuran daur ulang aspal. Penelitian selanjutnya mengenai penggunaan minyak nabati dalam campuran aspal adalah dengan minyak biji nyamplung (Calophyllum inophyllum L), (Yuniarti, 2011). Penelitian tersebut membandingkan sifat-sifat fisik aspal bekas (yang telah terpakai dalam memikul beban lalu lintas selama bertahun-tahun) tanpa pemberian minyak biji nyamplung dan dengan pemberian minyak biji nyamplung. Dari hasil tes dan analisa, dapat disimpulkan bahwa pemberian minyak biji nyamplung sebesar 3% terhadap kadar aspal dapat meremajakan aspal bekas yang telah mengalami proses oksidasi sehingga dapat dipakai kembali pada konstruksi perkerasan jalan raya. Berdasarkan hal itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja campuran asbuton yang menggunakan bioflux oil sebagai modifier. Bioflux oil ini dibuat dari campuran minyak biji nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) dan beberapa resin alami lainnya yang telah diformulasikan sedemikian rupa dengan perbandingan tertentu sampai mencapai 100%. Nyamplung adalah tanaman tropis tahunan dari keluarga manggis-manggisan (Guttiferae) yang banyak dijumpai di Pulau Lombok. Tanaman ini memiliki tinggi 8-20 meter dengan diameter dapat mencapai 100 cm dan sangat toleran terhadap cekaman kekeringan dan kadar garam yang tinggi sehingga banyak tumbuh di tepi pantai dan lahan-lahan marjinal (Friday and Okano, 2006). Gambar 1 berikut menunjukkan bunga dan biji nyamplung.
Gambar 1. Bunga dan biji nyamplung Biji nyamplung umumnya berukuran 1,5 – 2 cm dan berwarna kuning muda. Biji nyamplung yang sudah sangat tua berwarna coklat dan mengeluarkan minyak secara alami. Sementara dari biji nyamplung yang relatif lebih muda, untuk dapat menghasilkan minyak yang biasa dipakai sebagai minyak lilin atau lampu, diperlukan proses pengolahan tertentu terlebih dahulu. Dengan penggunaan bioflux oil dari minyak biji nyamplung dan beberapa resin alami lainnya sebagai modifier, kualitas asbuton dapat ditingkatkan sehingga mampu bersaing dengan aspal minyak.
MB-2
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Material dan Bahan Penggunaan asbuton dengan modifier yang dapat diperbaharui merupakan pemecahan masalah ketergantungan terhadap impor aspal minyak mengingat Indonesia memiliki tanah yang subur dengan keaneka-ragaman hayati. 2. METODE Jenis campuran yang akan dibuat adalah Laston Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) dengan spesifikasi sebagai berikut : Tabel 1. Spesifikasi sifat-sifat campuran Laston AC-WC Sifat-sifat campuran
Satuan
Laston AC-WC
Jumlah tumbukan per bidang Rongga dalam campuran (VIM) Rongga dalam agregat (VMA) Rongga terisi aspal (VFB) Stabilitas Marshall Kelelehan (Flow) Marshall Quotient Stabilitas Marshall sisa setelah perendaman selama 24 jam, 60oC Rongga dalam campuran pada kepadatan membal (refusal) Stabilitas dinamis
% % % kg mm kg/mm %
75 3,5 – 5,5 minimum 15 minimum 65 minimum 1000 minimum 3 minimum 300 minimum 80
% lintasan/mm
minimum 2,5 minimum 2500
Gradasi yang digunakan dalam campuran Laston AC-WC menggunakan persyaratan seperti pada Tabel 2 (Departemen PU, 2007). Tabel 2. Spesifikasi gradasi agregat untuk Laston AC-WC Ukuran ayakan ASTM 1½” 1” ¾” ½” 3/8” No. 8 No. 16 No. 30 No. 200 No. 4 No. 8 No. 16 No. 30 No. 50
(mm) 37,5 25 19 12,5 9,5 2,36 1,18 0,600 0,075 DAERAH LARANGAN 4,75 2,36 1,18 0,600 0,300
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
% berat yang lolos Laston AC-WC 100 90 – 100 Maks 90 28 – 58 4 – 10 39,1 25,6 – 31,6 19,1 – 23,1 15,5
MB-3
Material dan Bahan Asbuton yang digunakan adalah asbuton type T5/20 dengan kandungan bitumen rata-rata 20%. Campuran asbuton yang dibuat sesuai dengan spesifikasi pada Tabel 2 dengan penyesuaian jumlah agregat akibat kandungan mineral asbuton. Campuran ini dibuat secara panas (hot mix) dengan kadar aspal rencana sesuai dengan perkiraan kadar aspal optimum yang direkomendasikan Puslitbang Jalan yaitu : Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (% FA) + 0,18 (% filler) + konstanta di mana : Pb = perkiraan kadar aspal optimum. CA = agregat kasar tertahan saringan nomor 8. FA = agregat halus lolos saringan nomor 8 dan tertahan saringan nomor 200. Filler = agregat halus lolos saringan nomor 200. Nilai konstanta berkisar 0,5 – 1,0 (untuk Laston). Dalam penelitian ini dipakai konstanta sebesar 1,0. Dari gabungan agregat yang digunakan, diperoleh course aggregate = 52,07%, fine aggregate = 42,92% dan filler sebesar 5,01%. Dengan konstanta sebesar 1,0; diperoleh perkiraan kadar aspal optimum = 5,6%. Selanjutnya dibuat benda uji dengan kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, dan 7%. Dengan kadar aspal tersebut, asbuton yang ditambahkan pada campuran mengikuti Petunjuk Pelaksanaan Lasbutag yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina (1998) yaitu : Prosentase asbuton pada campuran = 46 * kadar aspal rencana / kadar bitumen asbuton Modifier = 0,62 * kadar aspal rencana Agregat = 100% – (asbuton + modifier) Berdasarkan perhitungan di atas, proporsi campuran pada benda uji sesuai dengan Tabel 3 berikut : Tabel 3. Proporsi campuran benda uji Proporsi Campuran 5% 11,50% 3,1% 85,4%
Asbuton Bioflux oil Agregat
5,5% 12,65% 3,41% 83,94%
Kadar Aspal 6% 13,80% 3,72% 82,48%
6,5% 14,95% 4,03% 81,02%
7% 16,10% 4,34% 79,56%
Berdasarkan Tabel 3 di atas, terlihat bahwa bahan pengikat agregat pada campuran tersebut menggunakan bitumen yang berasal dari asbuton serta bio-flux oil. Dengan kata lain, pada formulasi campuran ini tidak digunakan aspal minyak.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik agregat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 4.Hasil pemeriksaan agregat Jenis Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
Persyaratan*)
Fraksi A
Fraksi B
Fraksi C
Abrasi (%) Berat jenis bulk
17 2,508
2,517
2,517
Maks. 40 Min. 2,5
Berat jenis apparent Kelekatan agregat terhadap aspal (%)
2,587 98
2,586 -
2,586 -
Min. 2,5 Min. 95
Sumber : *) Departemen PU, 2007.
MB-4
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Material dan Bahan Tabel 5. Hasil pemeriksaan asbuton Sifat-sifat Asbuton
Hasil Pengujian
Kadar bitumen (%) Kadar air (%) Penetrasi pada 25oC, 5 detik, 0,1 mm Ukuran butiran (% lolos) : Saringan No. 8 Saringan No. 16 Saringan No. 30 Saringan No. 50 Saringan No. 100 Saringan No. 200 Berat jenis bulk Berat jenis apparent Sumber : *) Direktorat Jenderal Bina Marga, 2006.
20 1,32 9,4
Spesifikasi Asbuton *) (T5/20) 18 - 22 <2 ≤ 10
100% 98,35% 93,56% 82,78% 51,30% 43,24% 1,773 2,076
100% Min. 95% -
Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 di atas, agregat dan asbuton yang digunakan telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Hasil pengujian Voids in mix (VIM), Voids in the mineral aggregate (VMA), Voids filled with bitumen (VFB), stabilitas Marshall, kelelehan (flow) dan Marshall Quotient pada campuran dengan asbuton dan bioflux oil disajikan pada Tabel 6 berikut : Tabel 6. Karakteristik campuran dengan bioflux oil Karakteristik Campuran
Stabilitas (kg) Kelelehan (mm) Marshall Quotient (kg/mm) VIM (%) VMA (%) VFB (%)
Kadar Aspal 5%
5,5
6
6,5
7
1374,2 3,95 346,94 7,27 15,48 53,05
1444,3 3,60 401,92 6,29 15,46 59,33
1643,1 3,05 538,12 4,99 15,16 67,06
1366,3 3,10 444,52 3,97 15,11 73,74
1295,9 3,85 336,80 2,81 14,95 81,22
1600,0 1500,0
Flow (mm)
Stabilitas Marshall (kg)
1700,0
1400,0 1300,0 1200,0 1100,0 1000,0 4,5
5,5
6,5
7,5
Kadar Aspal (%)
Gambar 2. Kadar Aspal vs Stabilitas
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Spesifikasi Laston ACWC Min. 1000 Min. 3,0 Min. 300 3,5 – 5,5 Min. 15 Min. 65
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 4,5
5,5
6,5
7,5
Kadar Aspal (%)
Gambar 3. Kadar Aspal vs Flow
MB-5
8
600
7
500
Voids in Mix (%)
Marshall Quotient (kg/mm)
Material dan Bahan
400 300 200 100
6 5 4 3 2 1 0
0 4,5
5,5
6,5
4,5
7,5
5,5
Kadar Aspal (%)
Gambar 5. Kadar Aspal vs VIM
Voids Filled with Bitumen (%)
Voids in the Mineral Aggregate (%)
15,6 15,5 15,4 15,3 15,2 15,1 15 14,9 5,5
6,5
Kadar Aspal (%)
Gambar 6. Kadar Aspal vs VMA
7,5
Kadar Aspal (%)
Gambar 4. Kadar Aspal vs Marshall Quotient
4,5
6,5
7,5
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 4,5
5,5
6,5
7,5
Kadar Aspal (%)
Gambar 7. Kadar Aspal vs VFB
Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kadar aspal dengan nilai stabilitas Marshall. Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa nilai stabilitas tertinggi dicapai pada kadar aspal 6% yang diperoleh dari bitumen asbuton dan bioflux oil sebesar 3,72%. Sebagaimana yang telah disajikan pada Tabel 3, semakin besar kadar aspal yang direncanakan membutuhkan bioflux oil yang lebih besar pula. Pada kadar aspal terendah pada rancangan penelitian ini, nilai stabilitas Marshall yang diperoleh adalah sebesar 1374,2 kg. Penambahan asbuton dan bioflux oil selanjutnya dapat meningkatkan kemampuan campuran untuk menahan beban lalu lintas karena dengan kadar aspal yang bertambah maka jumlah bitumen yang akan menyelimuti agregat juga lebih banyak sehingga ikatannya menjadi lebih kuat dan stabil. Namun demikian, penambahan asbuton dan bioflux oil yang telah melampaui kebutuhan optimumnya akan menurunkan nilai stabilitas Marshall itu sendiri. Hal ini disebabkan karena penambahan asbuton dan bioflux oil tersebut akan meningkatkan kadar bitumen sehingga gesekan internal antar agregat menjadi berkurang akibat selimut aspal yang menjadi semakin tebal. Gambar 3 menunjukkan hubungan antara kadar aspal dengan kelelehan (flow). Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada penggunaan kadar aspal 5% nilai flow cukup besar kemudian mencapai minimum pada kadar aspal 6% atau ketika nilai stabilitas Marshall mencapai maksimum. Pada penambahan asbuton dan bioflux oil selanjutnya, nilai flow cenderung menjadi lebih besar karena dengan penambahan tersebut maka campuran akan menjadi semakin lentur. Gambar 4 menunjukkan hubungan antara kadar aspal dan Marshall Quotient (MQ). Berdasarkan Gambar 4, nilai MQ mencapai maksimum pada kadar aspal 6% yang diperoleh dari bitumen asbuton dan bioflux oil sebesar 3,72%. Nilai MQ yang digunakan sebagai pendekatan terhadap tingkat kekakuan
MB-6
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Material dan Bahan campuran ini sangat dipengaruhi oleh besarnya nilai stabilitas Marshall dan flow. Jika dibandingkan dengan spesifikasi campuran Laston AC-WC, seluruh kombinasi campuran memenuhi persyaratan MQ yang telah ditetapkan. Gambar 5 menunjukkan hubungan antara kadar aspal dengan nilai voids in mix (VIM). Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa nilai VIM semakin kecil seiring dengan penambahan kadar aspal pada campuran. Hal ini disebabkan karena semakin besar kadar aspal rencana, semakin banyak pula butiran asbuton yang perlu ditambahkan pada campuran tersebut sehingga volume pori pada campuran semakin terisi oleh bitumen dan bioflux oil. Gambar 6 menunjukkan hubungan antara kadar aspal dengan voids in the mineral aggregate (VMA). Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa nilai VMA mengikuti fenomena pada VIM yaitu nilai VMA semakin kecil seiring dengan penambahan kadar aspal pada campuran. Semakin besar kadar aspal, semakin banyak pula kandungan asbuton pada campuran yang berarti jumlah mineral asbuton juga semakin banyak. Dengan demikian, jumlah filler pada campuran secara otomatis semakin banyak sehingga memperkecil volume pori yang terjadi. Gambar 7 menunjukkan hubungan antara kadar aspal dengan voids filled with bitumen (VFB). Gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin besar kadar aspal, nilai VFB semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin besar kadar aspal, prosentase volume campuran yang menjadi selimut aspal juga semakin besar. Pada kadar aspal rencana 5% dan 5,5%, nilai VFB tidak memenuhi persyaratan spesifikasi Laston AC-WC, namun pada kadar aspal 6%; 6,5% dan 7% nilai VFB telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Bioflux oil yang digunakan pada penelitian ini berkisar 3,1% - 4,34% berdasarkan perhitungan kadar aspal rencana 5% - 7%. 2. Stabilitas Marshall maksimum sebesar 1643,1 kg diperoleh pada kadar aspal 6% dengan bioflux oil sebesar 3,72%. 3. Pada kadar aspal 6%, diperoleh nilai flow sebesar 3,05 mm. 4. Nilai Marshall Quotient pada seluruh komposisi campuran memenuhi persyaratan spesifikasi Laston AC-WC yaitu minimal sebesar 300 kg/mm. 5. Nilai VIM dan VMA semakin rendah seiring dengan penambahan kadar aspal dari bitumen asbuton dan bioflux oil. 6. Makin tinggi kadar aspal yang digunakan, nilai VFB juga semakin besar karena bertambahnya selimut aspal. 7. Secara keseluruhan, pada kadar aspal 6% dengan bioflux oil sebesar 3,72% menghasilkan kinerja yang memenuhi semua persyaratan spesifikasi Laston Asphalt Concrete – Wearing Course ditinjau dari stabilitas Marshall,flow,Marshall Quotient,VIM, VMA dan VFB. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kinerja bioflux oil ditinjau dari stiffness modulus dan ketahanannya terhadap deformasi permanen.
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
MB-7
Material dan Bahan DAFTAR PUSTAKA Agus, R., 1998. Perkembangan Teknologi Asbuton untuk Perkerasan Jalan, Majalah Teknik Jalan dan Transportasi, Nomor 092 Juli 1998, Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI), Jakarta. Bailey et. al., 2010. Asphalt Rejuvenation, United States Patent Application Publication No. US 2010/0034586 A1. Departemen Pekerjaan Umum, 2007. Buku III Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga, 1998. Petunjuk Pelaksanaan Lasbutag dan Latasbusir, Nomor 006/T/Bt/1998, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga, 2006. Pedoman Umum Pemanfaatan Asbuton, Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga, 2008. Harga Aspal Naik, Potensi Asbuton Makin Menjanjikan Bagi Investor, Berita Bina Marga 22 Juli 2008, Departemen Pekerjaan Umum, http://www.pu.go.id Friday, J. B. and Okano, D., 2006. Calophyllum inophyllum (Kamani), Species Profiles for Pacific Island Agroforestry, www.traditionaltree.org Neubert, T.C., 1991. Asphalt Containing Gilsonite, Reaktive Oil and Elastomer, Patent Number 5023282, United States Patent & Trademark Office. Nigen-Chaidron, S. and Porot, L., 2008. Rejuvenating Agent and Process for Recycling of Asphalt, World Intellectual Property Organization. Wahyudi, M. dan Yuniarti, R., 2009. Desain Campuran Daur Ulang Perkerasan Aspal Dengan Bahan Peremaja Minyak Biji Jarak, Laporan Penelitian Hibah Strategis Nasional Perguruan Tinggi – DIKTI, Lembaga Penelitian Universitas Mataram, Mataram. Yuniarti, R., 2011. Perubahan Fisik Aspal Bekas Akibat Penambahan Bahan Peremaja Minyak Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.), Fakultas Teknik Universitas Mataram, Mataram.
MB-8
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012