Analisis Kualitas Pelayanan PT. Citilink Melalui Metode SERVQUAL Riezky Pramudya Prawiradinata dan Martani Husaeni Ilmu Administrasi Niaga, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ABSTRAK Pasar jasa transportasi udara di Indonesia, saat ini mengalami persaingan yang semakin ketat. Salah satu perusahaan jasa penerbangan yang bersaing antar low cost carrier merupakan subsidiary PT. Garuda Indonesia Tbk; Citilink. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas pelayanan jasa penerbangan yang disediakan oleh PT. Citilink. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah 100 konsumen yang berumur 18 tahun ke atas yang pernah menggunakan jasa penerbangan Citilink lebih dari tiga kali selama jangka waktu satu tahun dengan metode SERVQUAL. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner harapan dan persepsi konsumen terhadap pelayanan yang diterima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan Citilink masih kurang bermutu dengan nilai gap yang negatif. Kata kunci: Kualitas layanan; Citilink
ABSTRACT The markets of airlines industry nowadays, have become more competitive. One of the most competitive low cost carrier airlines is Citilink, which is the subsidiary of PT. Garuda Indonesia Tbk. The purpose of this research is to analyze the service quality of the flight service Citilink. This research uses Quantitative method. The sample of this research are 100 consumer which are 18 years above who uses the flight service of Citilink more than three times within one year with the SERVQUAL method. The instrument of this research uses Questioner, which ask consumer on how they put hope and expectation on the services they achieve. The result of this research shows a not quite good service quality from Citilink with a gap scores that are negatives. Key words: Service Quality; Citilink 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jasa transportasi merupakan salah satu sarana penting dalam melakukan mobilisasi baik antar kota sampai antar benua. Dari beberapa jasa transportasi yang terdapat di Indonesia, jasa transportasi udara merupakan jasa transportasi yang berkembang dalam beberapa tahun ini. Beberapa industri jasa transportasi udara bermunculan di Indonesia dan bersaing satu sama lainnya, terutama pada penerbangan low cost carrier.
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
Istilah Penerbangan “low cost” atau sering disebut LCC (low cost carrier), sering juga disebut sebagai Budget Airlines atau no frills flight atau juga Discounter Carrier. LCC merupakan model penerbangan yang unik dengan strategi penurunan operating cost. Dengan melakukan efisiensi biaya di semua lini, maskapai melakukan hal-hal diluar kebiasaan maskapai pada umumnya. Kalau airlines pada umumnya melakukan penambahan layanan yang memiliki penambahan nilai dengan penambahan catering, penyediaan koran atau majalah, in flight entertainment, in flight shop, lounge, free taxy after landing, exclusive frequent flier services, dan lain sebagainya. Berlawanan dengan hal itu, low cost carrier melakukan eleminasi layanan maskapai tradisional yaitu dengan pengurangan catering, minimalisasi reservasi dengan bantuan teknologi IT sehingga layanan nampak sederhana dan bisa cepat Salah satu perusahaan jasa transportasi udara yang bersaing antar low cost carrier merupakan subsidiary PT. Garuda Indonesia Tbk; Citilink. Citilink adalah subsidiary dari PT Garuda Indonesia (Garuda) yang melayani penerbangan point-to-point dengan konsep Low Cost Carrier (LCC), dimana Garuda Indonesia melayani penerbangan premium di Indonesia dan internasional. Citilink pada awalnya menggunakan lima pesawat Fokker F28 (65-85 tempat duduk) yang dimiliki oleh Garuda. Penerbangan perdana dilaksanakan pada tanggal 16 Juli 2001 dengan rute Surabaya - Balikpapan - Tarakan. Dalam perkembangannya, pada Juli 2004 Citilink mengganti pesawat Fokker F28 dengan empat pesawat Boeing B737-300 (148 tempat duduk). Namun pada Januari 2008, Manajemen Garuda memutuskan Citilink tidak beroperasi untuk sementara untuk menata ulang kebijakan dan strategi Citilink. Citilink beroperasi kembali pada bulan September 2008 dengan basis operasi di Surabaya, mula-mula dengan dua pesawat Boeing B737-300 (148 tempat duduk). Secara bertahap, armada Citilink akan bertambah menjadi lima pesawat Boeing B737-300 pada tahun pertama operasinya. Sekarang Citilink mengoperasikan 16 pesawat yaitu 10 buah pesawat Airbus A320 dengan kapasitas 180 kursi, 6 buah pesawat Boeing 737-300 dengan kapasitas 148 kursi, dan 1 buah pesawat Boeing 737-400 dengan kapasitas 170 kursi. Citilink melayani 76 frekuensi penerbangan ke Surabaya, Batam, Banjarmasin, Denpasar, Balikpapan, Medan, Makassar dan Lombok dari dua hub kami di Jakarta dan Surabaya. Target Citilink adalah memiliki 21 buah pesawat sampai akhir tahun 2012, dan 50 pesawat sampai tahun 2015(www.citilink.co.id). Selain itu, Citilink juga berusaha untuk mengurangi biaya secara substansial dan menawarkan penerbangan bertarif rendah dengan menyediakan hanya layanan dasar kepada pelanggan. Salah satunya adalah
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
dengan cara menyederhanakan prosedur pemesanan dan pembelian dengan mengenalkan saluran distribusi baru yaitu melalui online-ticketing yang telah dilakukan dari tahun 2001. Untuk pelayanan penerbangannya, Citilink tidak menyediakan makanan atau hiburan untuk mengurangi biaya. Seiring waktu Citilink mengalami perkembangan terus. Citilink mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam menjalankan usahanya dibidang jasa penerbangan. Perkembangan ini menciptakan citra tersendiri terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh Citilink. Citra kualitas layanan yang baik bukanlah dari sudut pandang atau persepsi penyedia jasa. Citra kualitas layanan yang baik di lihat berdasarkan sudut pandang konsumen atau masyarakat, sehingga untuk dapat ciptakan kualitas pelayanan yang baik dibutuhkan persepsi dari konsumennya. Dalam memberikan persepsinya, konsumen tentunya akan lebih memperhatikan bagaimana kualitas pelayanan yang diberikan. Untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan ini dapat diukur dengan metode SERVQUAL yang dikembangkan oleh A. Parasuraman, Valarie A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry lewat artikel mereka di Journal of Marketing pada tahun 1985. Dalam artikelnya mereka menekankan adanya fenomena umum bahwa pencapaian kualitas dalam hal produk dan layanan menduduki posisi sentral. Kualitas layanan ini bagi mereka belum lagi terdefinisikan secara baik. Kualitas layanan, menurut mereka, adalah perbandingan antara Harapan (Expectation) dengan Kinerja (Performance). Dengan mengutip Lewis and Booms 1983, mereka menyatakan "Service quality (kualitas layanan) adalah ukuran seberapa baik suatu layanan menemui kecocokan dengan harapan pelanggan. Penyelenggaraan kualitas layanan berarti melakukan kompromi dengan harapan pelanggan dengan tata cara yang konsisten.” Hal inilah yang melatar belakangi peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kualitas Layanan PT. Citilink Melalui Metode SERVQUAL” 1.2 Pokok Permasalahan Dengan adanya perusahaan-perusahaan penerbangan yang baru di Indonesia, persaingan di dunia angkutan udara domestik menjadi lebih ketat dan terbuka. Dampak dari persaingan ini adalah harga tiket yang menjadi semakin murah dan hal tersebut sangant menguntungkan bagi konsumen. Harga tiket pesawat yang masih terkenal mahal pada satu decade lalu, kini sudah jauh lebih terjangkau dengan beroperasinya sejumlah Low Cost Carrier yang berhasil menekan biaya operasionalnya.
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
Disisi lain, persaingan yang terjadi mengakibatkan perang tarif antara perusahaanperusahaan maskapai penerbangan dan hal tersebut merugikan beberapa perusahaan penerbangan. Salah satunya adalah perusahaan penerbangan Garuda Indonesia, dimana pada tahun 2004 hingga tahun 2006, neraca Garuda Indonesia sempat mengalami penurunan yang cukup drastis. Menurut majalah SWA (2005), Garuda Indonesia yang sudah berdiri lama diantara penerbangan lainya, mempunyai pengalaman yang cukup lama di pasaar Indonesia, mempunyai beberapa strategi untuk memenangkan persaingan. Salah satunya adalah dengan memperkenalkan maskapai penerbangan Citilink, yang baru benar-benar aktif pada tahun 2008. Citilink, sebagai subsidiary dari PT. Garuda Indonesia Tbk. diluncurkan dengan alasan untuk dapat menggarap pasar menengah ke bawah. Citilink beroperasi dengan menawarkan penerbangan murah yang dapat dijangkau oleh hampir seluruh lapisan masyarakat dengan mengedepankan ketepatan waktu. Perkembangan yang muncul dari Citilink telah meraih beberapa penghargaan antara lain oleh Indonesia Travel and Tourism Foundation untuk kategori “Leading Low Cost Airline” 2011/2012, kategori “Best Overall Marketing Campaign di The Budgies and Travel Awards” 2012 dan yang terbaru yaitu penghargan “Service To Care Award” 2012 untuk Airlines category dari Markplus Insight (www.citilink.co.id). Penghargaan yang diraih oleh Citilink ini menimbulkan nilai positif bagi dirinya. Namun nilai positif ini belum tentu sama dengan persepsi yang dimiliki konsumennya 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu untuk mengetahui tingkat kualitas layanan yang dimiliki oleh Citilink sesuai dengan persepsi konsumen. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.2.1 Kualitas Kualitas sangat penting bagi sebuah produk, baik produk barang maupun produk jasa. Kualitas sangat diperhatikan baik oleh produsen maupun oleh konsumen dalam hal produk, harga, dan juga pelayanan. Kualitas dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan kearah perbaikan terus-menerus. Istilah kualitas memiliki banyak sekali definisi. Menurut Montgomery (1996), kualitas secara tradisional adalah berdasarkan kepada suatu pandangan bahwa produk dan pelayanan
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
harus sesuai dengan ketentuan mereka yang menggunakan. Sedangkan menurut Pond (1994), kualitas secara umum adalah membuat produk atau jasa yang tepat pada waktunya, pantas digunakan dalam lingkungan, memiliki zero deflect, dan memuaskan konsumen. Kualitas menurut Juran (1986), merupakan kesesuaian dengan penggunaan. Pendekatan Juran adalah orientasi pada pemenuhan harapan pelanggan. Menurut Deming (1980), kualitas merupakan pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan secara terusmenerus. Pendekatan yang digunakan Deming adalah pendekatan secara bottom up. Menurut Crosby (1996), kualitas merupakan kesesuaian terhadap persyaratan, seperti jam tahan air, sepatu tahan lama, atau dokter yang ahli dibidangnya. Ia juga mengemukakan pentingnya melibatkan setiap orang pada proses dalam organisasi. Pendekatan Crosby merupakan pendekatan top up. Pengertian kualitas juga di artikan oleh Tjiptono dalam bukunya Prinsip-Prinsip Total Quality Service bahwa pengertian kualitas terdiri dari beberapa poin diantaranya: a. Kesesuian dengan kecocokan/ tuntutan b. Kecocokan untuk pemakaian c. Perbaikan/ penyempurnaan berkelanjutan d. Bebas dari kerusakan/ cacat e. Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat. f. Melakukan segala sesuatu secara benar dengan semenjak awal. g. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan (Tjiptono, 2005) Berdasarkan beberapa pengertian dasar tentang kualitas diatas, terlihat bahwa kualitas selalu focus pada pelanggan (customer focused quality). Dengan demikian, produk-produk didesain, diproduksi, dan pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Suatu produk yang dihasilkan dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dengan dimanfaatkan dengan baik, dan diproduksi dengan cara yang baik dan benar (Feigenbaum, 1991). Gaspersz (1997) dalam mengutip Juran memberikan definisi manajemen kualitas sebagai suatu kumpulan aktivitas yang berkualitas dengan kualitas tertentu yang memiliki karateristik: 1. Kualitas menjadi bagian dari setiap agenda manajemen. 2. Sasaran kualitas dimasukan kedalam rencana bisnis. 3. Jangkauan di turunkan dari benchmarkingfokus adalah pada pelanggan dan pada kesesuaian kompetensi disana adalah untuk peningkatan kualitas tahunan.
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
4. Sasaran disebarkan ke tingkat mengambil tindakan.pelatihan di tetapkan pada setiap tingkat. 5. Pengukuran di tetapkan seluruhnya. 6. Manajer atas secara teratur meninjau kembali kemajuan dibandingkan dengan sasaran. 7. Penghargaan di berikan untuk kinerja terbaik. 8. Sistem imbalan (reward system) diperbaiki. (www.damandiri.or.id/file/nurhasyimadunairbab2.pdf) Dikemukakan diatas bahwa ke delapan karakteristik kualitas diatas merupakan ukuran, sasaran dan tinjauan kepada pemberi pelayanan dan memberikan apresiasi yang setinggitingginya terhadap kinerja sehingga menghasilkan suatu kerja yang berkualitas. Citra kualitas layanan yang baik bukanlah dari sudut pandang atau persepsi penyedia jasa. Citra kualitas layanan yang baik di lihat berdasarkan sudut pandang konsumen atau masyarakat. Secara terinci, Sinambela menjelaskan: 1. Ketiadaan komitmen dari manajemen. 2. Ketiadaan pengetahuan dan kekurang pahaman tentang manajemen kualitas bagi aparatur yang bertugas melayani. 3. Ketidakmampuan aparatur mengubah kultur yang mempengaruhi kualitas manajemen kualitas pelanggan. 4. Ketidaktepatan perencanaan manajemen kualitas yang dijadikan pedoman dalam pelayanan pelanggan. 5. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan belum dioptimalkan. 6. Ketidakmampuan membangun lerning organization, lerning by the individuals dalam organisasi. 7. Ketidaksesuaian antara struktur organisasi dengan kebutuhan. 8. Ketidakcukupan dana dan sumber daya. 9. Ketidaktepatan sistem penghargaan dan balas jasa bagi karyawan. 10. Ketidaktepatan mengadopsi prinsip manajemen kualitas ke dalam organisasi. 11. Ketidaktepatan dalam memberikan perhatian pada pelanggan, baik internal maupun eksternal. 12. Ketidaktepatan dalam pemberdayaan dan kerja sama. (Sinambela, 2006) Berdasarkan beberapa hambatan sistem manajemen kualitas di atas bahwa, dalam menciptakan sistem manajemen yang berkualitas terdapat hambatan. Hambatan dalam sistem
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
manajemen kualitas yaitu kendala yang di hadapi dalam sistem pelayanan. Kendala atau hambatan yang sering terjadi di dalam pelayanan tidak adanya kerjasama antar organisasi baik waktu, biaya, persyaratan, dll. 2.2 Pelayanan Pelayanan yaitu setiap kegiatan yang manfaatnya dapat diberikan dari satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud (intangible) dan tidak berakibat pemilikan sesuatu (Kotler, 1985). Definisi dari pelayanan itu sendiri menurut Sugiarto (2002) adalah upaya maksimal yang diberikan oleh petugas pelayanan dari sebuah perusahaan industri untuk memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan sehingga tercapai kepuasan. Cravens (1998) mengungkapkan pengertian pelayanan yaitu upaya dalam memenuhi permohonan untuk menspesifikasikan produk-produk seperti data kinerja, permohonan untuk rincian, pemrosesan pesanan pembelian, penyelidikan status pesanan, dan layanan garansi. Pelayanan sering disebut sebagai jasa yang diberikan oleh perusahaan, artinya bahwa adanya suatu perbuatan yang dilaksanakan suatu pihak terhadap pihak lain (Tunggal, 1996). Menurut Kotler dalam Laksana (2008) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yanga dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Sedangkan Gronroos dalam Tjiptono (2005) menyatakan bahwa pelayanan merupakan proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasa (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan, jasa dan sumber daya, fisik atau barang, dan sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan. Sementara itu, menurut Lovelock, Petterson & Walker dalam Tjiptono
(2005) mengemukakan
perspektif pelayanan sebagai sebuah sistem, dimana setiap bisnis jasa dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama yaitu, operasi jasa dan penyampaian jasa. Berbagai definisi telah diuraikan diatas bisa ditarik kesimpulan pengertian dari kualitas pelayanan yaitu segala bentuk penyelenggaraan pelayanan secara maksimal yang diberikan perusahaan dengan segala keunggulan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan demi memenuhi harapan pelanggan
Karakteristik pelayanan di perlukan sebagai bahan acuan pemerintah dalam melayani masyarakat. Menurut Kotler (1994) menyebutkan sejumlah beberapa karakteristik pelayanan sebagai berikut: 1. Intangibility (tidak terwujud), tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar, dicium sebelum ada transaksi. Pembeli tidak tahu dengan baik hasil pelayanan (sevice outcome) sebelum pelayanan di konsumsi.
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan), dijual lalu di produksi dan dikonsumsi secara bersamaan karena tidak dapat dipisahkan. Karena itu konsumen ikut berpartisipasi dalam jasa pelayanan. Dengan adanya kehadiran konsumen, pemberi pelayanan baerhati-hati interaksi yang terjadi antara penyedia dan pembeli. Keduannya mempengaruhi hasil layanan. 3. Variability
(berubah-ubah dan beervariasi), jasa beragam, selalu mengalami
perubahan, tidak selalu sama kualitasnya bergantung kepaada siapa yang menyediakan nya dan kapan serta dimana disediakan. 4. Perishability
(cepat hilang, tidak tahan lama), jasa tidak dapat disimpan dan
permintaannya berfluktasi. Daya tahan suatu layanan bergantung pada situasi yang di ciptakan oleh berbagai faktor. Berdasarkan ke empat karakteristik di atas bahwa pelayanan mempunyai sifat yang berubah-ubah sehingga daya tahan suatu layanan tergantung kepada suatu situasi dan kondisi oleh pelaku pelayanan dan atau yang dilayani. Karakteristik pelayanan hasilnya di rasakan oleh masyarakat yang menerima pelayanan tersebut. 2.3 Kualitas Layanan (Service Quality) Service Quality didefinisikan sebagai suatu cara untuk membandingkan antara persepsi layanan yang diterima pelanggan (perceived service) dengan layanan sesungguhnya yang diharapkan oleh pelanggan (expected service) (Fitzmmons & Frizsmmons, 1994; Parasuraman, Zeithaml & Berry, 1998). Dengan kata lain untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang diperoleh atau diterima (Zeithaml dkk, 1990). Apabila layanan yang diharapkan pelanggan lebih besar dari layanan yang nyata diterima oleh pelanggan maka dapat dikatakan layanan tidak bermutu. Sedangkan jika layanan yang diharapkan pelanggan lebih rendah dari layanan yang nyata diterima oleh pelanggan maka dapat dikatakan bahwa layanan bermutu, dan apabila layanan yang diterima sama dengan yang diharapkan pelanggan maka layanan tersebut dikatakan memuaskan (Fitzmmons & Frizsmmons, 1994). Metode Servqual ini mempunyai 5 dimensi layanan, adalah sebagai berikut (Zeithaml et al, 1990) : 1. Reliability (keandalan). Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat seperti sistem booking tiket yang akurat, penerbangan yang tepat waktu, dan sistem pelayanan check in yang akurat.
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
2. Responsiveness (daya tanggap). Kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat seperti ketanggapan awak kabin dalam memberikan pelayanan, awak kabin yang ramah, pelayanan yang cepat dalam menanggapi keluhan konsumen, dan kemampuan untuk memberikan solusi kepada konsumen. 3. Assurance (jaminan). Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan seperti pemberian jaminan asuransi keselamatan, penyediaan informasi prosedur keselamatan selama penerbangan, dan awak kabin pesawat yang sopan. 4. Empathy (empati). Kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan seperti call center yang mudah dihubungi, awak kabin yang perhatian dan sabar dalam melayani konsumen. 5. Tangibles (berwujud). Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan materi komunikasi seperti media informasi yang tersedia, kabin pesawat yang memberikan suasana nyaman dan bersih, dan penampilan awak kabin yang rapih. Pengukuran kualitas pelayanan dalam sector jasa seharusnya memperhitungkan agar pelayanan yang menjadi harapan pelanggan sebaik dengan pelayanan yang diberikan. Salah satu model pengukuran kualitas pelayanan yang sering diaplikasikan adalah model SERVQUAL yang dikembangkan oleh Parasuraman et al. (1985, 1986, 1988, 1991, 1993, 1994; Zeithaml et al., 1990). Menurut Gronroos (1982), Lewis dan Boons (1983), Parasuraman et al. (1985), SERVQUAL adalah pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan dengan membandingkan harapan pelanggan sebelum menjalankan pelayanan dan persepsi mereka tentang pelayanan nyata yang tersedia. Model ini juga dikenal dengan istilah Gap Analysis Model yang berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan yang didasarkan pada ancangan diskonfirmasi (Oliver, 1997) yang menegaskan bahwa kinerja pada suatu atribut meningkat lebih besar daripada harapan atas atribut bersangkutan, maka persepsi terhadap kualitas layanan akan positif dan sebaliknya (Tjiptono & Chandra, 2005). 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menggunakan cara berfikir deduktif dimana teori ditempatkan sebagai titik tolak utama untuk menjawab permasalahan yang diangkat dan proses penelitian dilakukan secara bertahap mengikuti satu garis lurus/linear. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian murni karena dilakukan dalam
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
rangka melihat kesesuaian antara teori dengan realita dilapangan. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini merupakan penelitian cross sectional karena data dikumpulkan hanya pada satu waktu tertentu. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan studi pustaka serta penjelajahan internet. Dalam penelitian ini, cakupan penelitian adalah seluruh konsumen PT. Citilink dan pernah melakukan penerbangan lebih dari tiga kali dalam setahun yang berusia mulai dari 18 tahun. Usia 18 tahun dipilih dengan alasan karena pada usia tersebut seseorang dinyatakan sudah mencapai kedewasaannya dalam mengambil keputusan (Sarlito, 2002). Pada penelitian ini kuesioner akan disebarkan kepada 100 responden. Sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang konsumen Citilink yang melakukan penerbangan lebih dari tiga kali dalam setahun yang berusia mulai dari 18 tahun. Peneliti akan melakukan pre test sebelum melakukan penarikan data yang sebenarnya. Jika ditemukan kalimat yang kurang dipahami maka peneliti akan mengubah atau dilakukan perbaikan atas pertanyaan tersebut. Selain itu, pre test juga diharapkan dapat melihat dan memperkirakan arah hasil penelitian dari dini. Pre test dalam penelitian ini dilakukan dengan jumlah responden sebanyak 30 responden setelah menggunakan penerbangan dengan Citilink. Setelah mendapatkan data dan informasi dari pengisian kuesioner, data awal yang sudah diseleksi akan diberi kode sesuai dengan variabel dan klasifikasi variabel, dan selanjutnya akan diolah dengan menggunakan program IBM SPSS STATISTIC 19 (Statistical Program for Social Science) for Windows. 4. PEMBAHASAN 4.1 Analisis Statistik Deskriptif Menurut Parasuraman, Zeithaml & Berry (1998), Service Quality didefinisikan sebagai suatu cara untuk membandingkan antara persepsi layanan yang diterima pelanggan (perceived service) dengan layanan sesungguhnya yang diharapkan oleh pelanggan (expected service). Untuk dapat melihat kualitas pelayanan maka diperlukan persepsi dari pelanggan. Pelanggan akan memperhatikan sub kualitas pelayanan yang ada pada pelayanan yang mereka terima. Sesuai yang dijabarkan oleh Parasuraman, Zeithaml & Berry (1998), peneliti menjabarkan sub kualitas pelayanan dengan lima dimensi, yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy serta mengukurnya melalui indikator-indikator dalam kuesioner. Dalam pencapaian perhitungan kualitas pelayanan maka dibagi kedalam dua
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
perhitungan yaitu skor harapan dan skor kenyataan terhadap pelayanan yang diterima oleh konsumen. Gambar 4.1 Mean Variabel Kualitas Pelayanan
4.5
Mean Area
Mean Area
4 3.5 3 2.5 4.26 4.19 4.17 2 3.79 3.92 3.9 3.89 3.86 3.85 3.82 3.82 3.82 3.8 3.79 3.78 3.67 3.61 3.58 3.57 3.56 3.55 3.54 3.51 3.43 3.42 3.4 3.4 3.36 3.35 3.29 3.31 3.49 3.19 1.5 2.84 1 0.5 HT1 HT2 HT3 HT4 HRL HRL 2 HRL HRP HRP HRP HRP HA1 HA2 HA3 HE1 HE2 HE3 KT1 KT2 KT3 KT4 KRL KRL KRL KRP KRP KRP KRP KA1 KA2 KA3 KE1 KE2 KE3
0
(Sumber: hasil pengolahan data menggunakan SPSS 19 for Windows)
Dari hasil survey lapangan yang dilakukan, diatas dapat terlihat perbandingan dari setiap indikator dengan jumlah mean terbesar hingga terendah. Mean tertinggi terdapat pada dimensi assurance yang termasuk ke dalam harapan dengan indikator 1 (HA1) “Citilink memberikan jaminan asuransi keselamatan penerbangan kepada konsumen” sebesar mean 4.26. Setelah itu, mean tertinggi kedua terdapat pada dimensi assurance yang termasuk ke dalam harapan responden juga dengan indikator 2 (HA2) yaitu “Citilink menyediakan informasi prosedur keselamatan pada kabin pesawat” dengan mean sebesar 4.19. Dengan demikian, jaminan keselamatan merupakan komponen yang diharapkan oleh konsumen Citilink untuk menggunakan jasa penerbangan Citilink. Perlindungan terhadap resiko yang tinggi ketika menggunakan jasa penerbangan Citilink menjadi sasaran utama yang dicari oleh konsumen Citilink. Sehingga mereka menginginkan adanya jaminan asuransi keselamatan sebagai pemenuhan utama kebutuhan mereka dalam menggunakan jasa penerbangan Citilink. Selain adanya jaminan asuransi keselamatan, adanya informasi prosedur keselamatan di kain pesawat juga dicari oleh konsumen. Konsumen memiliki harapan yang tinggi untuk adanya
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
informasi prosedur ini. Sehingga mereka akan mencari rasa aman dan terpercaya terlebih dahulu sebelum menggunakan jasa penerbangan Citilink. Sementara itu, mean terendah terdapat pada dimensi tangible yang termasuk ke dalam kenyataan pelayanan pada indikator “Kabin pesawat Citilink memberikan suasana yang nyaman” dengan mean sebesar 2.84 yang berada pada kategori sedang. Dengan demikian, kabin pesawat Citilink belum dapat memberikan suasana yang nyaman dalam memberikan bentuk fisik pelayanan Citilink. Hal ini dikarenakan jarak kursi yang masih sempit atau kursi yang kurang nyaman. Citilink masih perlu melakukan perbaikan dalam menyediakan suasana kabin pesawat yang nyaman seperti misalnya memperluas tempat duduk atau memasang kursi baru pada pesawatnya yang lebih nyaman. 4.2 Analisis SERVQUAL Sementara itu, mean terendah terdapat pada dimensi tangible yang termasuk ke dalam kenyataan pelayanan pada indikator “Kabin pesawat Citilink memberikan suasana yang nyaman” dengan mean sebesar 2.84 yang berada pada kategori sedang. Dengan demikian, kabin pesawat Citilink belum dapat memberikan suasana yang nyaman dalam memberikan bentuk fisik pelayanan Citilink. Hal ini dikarenakan jarak kursi yang masih sempit atau kursi yang kurang nyaman. Citilink masih perlu melakukan perbaikan dalam menyediakan suasana kabin pesawat yang nyaman seperti misalnya memperluas tempat duduk atau memasang kursi baru pada pesawatnya yang lebih nyaman. Setelah melakukan analisis statistik deskriptif untuk mengetahui kecenderungan jawaban responden atas pertanyaan yang diberikan dan melihat faktor-faktor dominan dari kualitas pelayanan jasa penerbangan Citilink, maka akan dilihat nilai gap 5 dari perbandingan rata-rata antara kenyataan pelayanan yang diterima oleh konsumen dikurang dengan harapan yang diinginkan. Perhitungan gap 5 dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut;
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
Tabel 4.2 Nilai gap 5 per Dimensi No. Dimensi 1 Tangibles
Kenyataan Harapan Gap 5 3.382 3.57 -0.188
2 Reliability 3 Responsiveness 4 Assurance
3.47
3.676
-0.207
3.352
3.855
-0.503
3.78
4.103
-0.323
5 Emphaty 3.487 3.845 -0.36 (Sumber: hasil pengolahan data menggunakan Excel) Setelah mengetahui nilai gap 5 dari masing-masing dimensi, maka akan dilakukan juga perhitungan nilai gap 5 dari masing-masing indikator secara keseluruhan. Dengan demikian akan didapatkan analisa yang lengkap dan detail dari pengolahan data SERVQUAL ini. Perhitungan nilai gap 5 dari masing-masing indikator dapat dilihat dari tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Nilai Gap 5 per Indikator Kenyataan Harapan Indikator (mean) (mean) Media informasi Citilink 3.82 3.79 tersedia Kabin pesawat Citilink memberikan suasana yang 2.84 3.51 Tangibles nyaman Kabin pesawat yang bersih 3.29 3.55 Awak kabin Citilink 3.58 3.43 berpenampilan yang rapih Ketepatan waktu penerbangan 3.31 3.57 Citilink Sistem pelayanan booking tiket Reliability 3.61 3.79 yang akurat Sistem check in yang akurat 3.49 3.67 Awak kabin pesawat Citilink tanggap dalam melayani 3.4 3.85 konsumen Awak kabin pesawat Citilink ramah dalam melayani 3.42 3.9 Responsiveness konsumen Pelayanan Citilink cepat dalam menanggapi keluhan para 3.4 3.78 konsumen Pelayanan Citilink dapat 3.19 3.89 memberikan solusi kepada
Dimensi
Gap 5
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
0.03 -0.67 -0.26 0.15 -0.26 -0.18 -0.18 -0.45 -0.48 -0.38 -0.7
konsumen
Assurance
Emphaty
Citilink memberikan jaminan asuransi keselamatan 4.17 4.26 penerbangan kepada konsumen Citilink menyediakan informasi prosedur keselamatan pada 3.82 4.19 kabin pesawat Awak kabin Citilink sopan 3.35 3.86 dalam melayani konsumen Awak kabin memberikan perhatian dalam melayani 3.36 3.82 konsumen Awak kabin sabar dalam 3.54 3.8 melayani konsumen Call center dapat dihubungi 3.56 3.92 konsumen Total Rata-rata 59.15 64.58 (Sumber: hasil pengolahan data menggunakan Excel)
-0.09 -0.37 -0.51 -0.46 -0.26 -0.36 -5.43
Dari tabel 4.2 dan 4.3 dapat dilihat bahwa tidak seluruh angka gap 5 yang titunjukkan negatif. Hal ini membuktikan bahwa tidak semua layanan yang diberikan oleh Citilink tidak sesuai harapan dari konsumen. Namun secara keseluruhan, nilai kualitas pelayanan Citilink masih kurang bermutu melihat total nilai gap yang titunjukan yaitu -5.43. Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan Citilink masih harus deiperbaiki lagi demi mencapai pemenuhana kepuasan konsumen. Nilai negatif menunjukkan bahwa kenyataan pelayanan yang diterima oleh konsumen tidak sesuai harapan, sedangkan niali positif menunjukkan kenyataan pelayanan yang sudah sesuai harapan atau bahkan melebihinya. Penjelasan lebih lanjut terdapat pada gambar 4.1.
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
Gambar 4.1 Grafik Perhitungan Gap 5 Tiap Dimensi
Gap 0 -‐0.1 -‐0.2 -‐0.3
Gap
-‐0.4 -‐0.5 -‐0.6
(Sumber: hasil pengolahan data menggunakan Excel)
Gambar 4.18 menunjukkan rata-rata nilai gap terbesar pada dimensi responsiveness sebesar -0.503, selanjutnya secara berurutan diikuti empathy sebesar -0.36, assurance sebesar -0.323, reliability sebesar -0.207, dan tangible sebesar -0.188. dari semua nilai ini dapat terlihat bahwa kualitas pelayanan dari Citilink masih kurang baik dilihat dari semua dimensi yang memiliki gap yang negatif. Seperti yang disebutkan oleh Fitzmmons dan Frizsmmons (1994) Apabila layanan yang diharapkan pelanggan lebih besar dari layanan yang nyata diterima oleh pelanggan maka dapat dikatakan layanan tidak bermutu. Sedangkan jika layanan yang diharapkan pelanggan lebih rendah dari layanan yang nyata diterima oleh pelanggan maka dapat dikatakan bahwa layanan bermutu, dan apabila layanan yang diterima sama dengan yang diharapkan pelanggan maka layanan tersebut dikatakan memuaskan. 5. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kualitas pelayanan jasa penerbangan yang disediakan oleh Citilink. Dimana dalam penelitian ini kualitas pelayanan merupakan variabel tunggal. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui persepsi konsumen dalam memandang Citilink sebagai subsidiary dengan perusahaan induknya yaitu PT. Garuda Indonesia Tbk. Berdasarkan analisis pada BAB 4, maka dapat disimpulakn tingkat kualitas pelayanan jasa penerbangan yang disediakan oleh Citilink masih tergolong kurang bermutu. Dimana berdasarkan pengolahan data kuesioner melalui SPSS 19 for Windows dan juga metode SERVQUAL, menunjukan bahwa secara total Citilink masih memerlukan perbaikan dalam kualitas pelayanannya. Hasil angka gap yang ditunjukan negatif, sehingga menunjukan
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013
kurang bermutunya layanan jasa penerbangan Citilink. Terutama pada dimensi responsiveness dimana Citilink memerlukan perbaikan pada pelayanannya dalam memberikan solusi kepada konsumen. 5.2 Rekomendasi Berdasarkan simpulan yang didapat, maka peneliti mengajukan rekomendasi kepada Citilink, dimana Citilink memerlukan perbaikan lagi secara terus-menerus. Perbaikan yang perlu diperhatikan oleh Citilink adalah pada pengelolaan keluhan konsumen dimana masih ditemukan konsumen yang masih belum merasa komplain mereka diperhatikan. Dengan pengelolaan komplain yang sesuai dapat memberikan masukan yang besar kepada perkembangan Citilink itu sendiri. Selain itu masih juga perlu perbaikan pada awak kabin di pesawat. Walaupun secara penampilan fisiknya sudah baik, konsumen masih merasa adanya kekurangan pada ketanggapan, keramahan, kesopanan, perhatian, dan kesabaran awak kabin dalam melayani mereka. Awak kabin merupakan frontman dalam jasa penerbangan, sehingga dalam menjalankan kelangsungan usaha, perlu memperhatikan kinerja awak kabin yang harus semakin baik. Daftar Pustaka Fitzsimmons, James A. 2010. Service Management: Operations, Strategy, Information Technology. McGraw Hill. Kotler, Philip. terj. Benjamin Molan. 2003. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Indeks. Parasuraman, A., Zeithaml, V.A. and Berry, L.L. (1985), “A conceptual model of service quality and its implications for future research”, Journal of Marketing, Vol. 49 No. 3, pp. 41-50. Tjiptono, Fandy. 2003. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit Andi. www.citilink.co.id www.damandiri.or.id/file/nurhasyimadunairbab2.pdf www.garuda-indonesia.com
Analisis Kualitas ..., Riezky Pramudya Prawiradinata, FISIP UI, 2013