Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
KETIDAKADILAN DALAM KEBEBASAN BERKONTRAK DAN KEWENANGAN NEGARA UNTUK MEMBATASINYA Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS Dosen Fakultas Hukum – UIEU
[email protected]
ABSTRAK Kebebasan berkontrak merupakan suatu aspek hukum esensial dari kebebasan individu. Dalam perkembangannya ternyata kebebasan berkontrak dapat mendatangkan ketidak adilan karena prinsip ini hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin bila para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Dalam kenyataannya hal tersebut sering tidak terjadi demikian sehingga negara menganggap perlu untuk campur tangan demi melindungi pihak yang lemah. Suatu kontrak dapat dikatakan dilarang oleh undang-undang, adalah tergantung bagaimana badan legislatif menentukannya. Dan apa yang dimaksud dengan public policy amat tergantung kepada nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat. Sebagai contoh misalnya di Inggris ada 3 macam kontrak yang walaupun bertentangan dengan public policy, dan oleh pengadilan tidak dianggap illegal, tetapi tetap tidak mengikat. Campur tangan Negara dalam perjanjian-perjanjian yang sifatnya private sudah merupakan kelaziman bahkan suatu keharusan untuk melindungi pihak yang lemah. Dengan demikian kebebasan berkontrak yang tak terbatas sudah lama ditinggalkan. Kata Kunci: Ketidakadilan, Kebebasan Berkontrak, Kewenangan Negara
Uraian berikut mencoba meng-
Pendahuluan dapat
gali pemikiran Adam Smith dan Jeremy
karena
Bentham, menghubungkannya dengan
mencapai
keadaan Inggris pada masa revolusi,
tujuannya, yaitu mendatangkan kesejah-
mundurnya paham laissez faire yang
teraan seoptimal mungkin bila para
diikuti
pihak memiliki bargaining power yang
kebebasan berkontrak.
Kebebasan mendatangkan prinsip
ini
berkontrak
ketidakadilan hanya
dapat
oleh
pembatasan
terhadap
seimbang. Dalam kenyataannya hal
Di Negara-negara yang menga-
tersebut sering tidak terjadi demikian
nut sistem common law, kebebasan ber-
sehingga
perlu
kontrak dibatasi oleh peraturan per-
untuk campur tangan demi melindungi
undang-undangan dan public policy.
pihak yang lemah.
Bila suatu kontrak melanggar peraturan
negara
menganggap
perundang-undangan atau suatu public 77
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
policy, maka kontrak tersebut menjadi
untuk membuat atau tidak membuat
illegal.
kontrak, demikian juga kebebasannya untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut.
Tinjauan Teori
Asas kebebasan berkontrak ini
Kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory
dibatasi
agreement) di antara 2 (dua) atau lebih
sebagai berikut:
pihak yang dapat menimbulkan, memo-
a. Harus memenuhi syarat sebagai
difikasi, atau menghilangkan hubungan
oleh
rambu-rambu
hukum
suatu kontrak;
hukum. (Henry: 1968, 394) Selanjutnya,
b. Tidak dilarang oleh undang-undang;
ada juga yang memberikan pengertian
c. Tidak bertentangan dengan kebia-
kepada kontrak sebagai suatu perjanjian atau serangkaian perjanjian di mana hukum
memberikan
saan yang berlaku; d. Harus dilaksanakan dengan itikad baik.
ganti
kerugian
dari
kontrak
Kebebasan berkontrak merupa-
tersebut, dan oleh hukum, pelaksanaan
kan refleksi dari perkembangan paham
dari kontrak tersebut dianggap meru-
pasar bebas yang dipedomani berda-
pakan
sarkan prinsip liberal yang dipelopori
terhadap
wanprestasi
suatu
tugas
yang
harus
oleh Adam Smith. Adam Smith dengan
dilaksanakan. (Munir, 2002). Suatu perikatan dapat lahir,
teori ekonomi klasiknya mendasarkan
karena undang-undang maupun karena
pemikirannya pada ajaran hukum alam,
kontrak/perjanjian.
itu,
hal yang sama menjadi dasar pemikiran
sebenarnya kontrak merupakan salah
Jeremy Bentham yang dikenal dengan
satu sumber dari perikatan.
utilitarianism. Utilitarianism dan teori
Oleh
sebab
Kebebasan berkontrak (freedom
ekonomi klasik laissez faire dianggap
of contract) merupakan konsekuensi dari
saling
melengkapi
dan
sama-sama
berlakunya asas kontrak sebagai hukum
menghidupkan pemikiran liberal indivi-
yang mengatur dan merupakan bagian
dualistis. (P.S. Atiyah, 1979).
dari salah satu asas-asas yang terdapat
Kebebasan berkontrak merupa-
pada kontrak. Dalam hal ini yang
kan suatu aspek hukum esensial dari
dimaksudkan dengan asas kebebasan
kebebasan individu, tetapi dalam hal ini
berkontrak adalah suatu asas yang
kebebasan berkontrak merupakan kebu-
mengajarkan bahwa para pihak dalam
tuhan untuk menyeimbangkan kebe-
suatu kontrak pada prinsipnya bebas
basan seorang warga dengan kebebasan
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
78
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
sesama warga menjadi istimewa men-
tersebut dapat berbeda-beda menurut
desak seperti perkembangan industri
waktu dan tempat. Apakah suatu kontrak
yang menyebabkan pertentangan yang
dikatakan melanggar hukum (ilegal)
sangat jelas antara kebebasan formal dan
atau tidak dapat diberlakukan (unenfor-
tidak adanya kebebasan yang nyata di
cable)
pihak
keadaan kasus demi kasus. (Munir,
sebagian
besar
dari
warga
masyarakat. (W. Friedman: 1960, 47).
adalah
tergantung
kepada
2002)
Keduanya percaya individua-
Suatu kontrak dapat dikatakan
lisme sebagai nilai dan mekanisme
dilarang oleh undang-undang, adalah
sosial dan kebebasan berkontrak diang-
tergantung bagaimana badan legislatif
gap sebagai suatu prinsip yang umum.
menentukannya. Dan apa yang dimak-
Dalam Perkembangannya, laissez faire
sud dengan public policy (Tineke, 1998)
menimbulkan kepincangan dalam kehi-
amat tergantung kepada nilai-nilai yang
dupan masyarakat dan akibatnya kebe-
ada dalam suatu masyarakat. Sebagai
basan berkontrak mendapat pembatasan
contoh misalnya di Inggris ada 3 macam
oleh Negara.
kontrak yang walaupun bertentangan
Sebagaimana
layaknya
suatu
dengan public policy, dan oleh penga-
perjanjian, dalam kontrak para pihak
dilan tidak dianggap illegal, tetapi tetap
yang mengikatkan diri adalah subjek
tidak mengikat.
hukum. Adapun yang dimaksud dengan
Pertama adalah, kontrak yang
subjek hukum di sini adalah subjek
mengenyampingkan kekuatan penga-
Hukum Perdata, yaitu individu (natural
dilan untuk memeriksa dan mengadili.
person)
Namun klausul perjanjian di mana para
atau
badan
hukum
(legal
person)
pihak memilih arbitrase sebagai tempat penyelesaian sengketa, tidak dianggap sebagai para pihak mengenyampingkan
Pembahasan Undang-undang tertentu telah mencantumkan
ketentuan-ketentuan
kekuasaan pengadilan karena hukum yang telah memberikan hak untuk
yang boleh atau yang tidak boleh dican-
bertindak
tumkan
(Atiyah, 1979)
di
dalam
suatu
kontrak.
Sedangkan public policy lebih banyak
melalui
proses
arbitrase.
Dalam proses arbitrase, jika
ukuran-ukuran
salah satu pihak melanggar prosedur
kepatutan menurut penilaian masya-
arbitrase, maka pihak lainnya dapat
rakat.
mengajukan pelanggaran tersebut ke
berhubungan
79
dengan
Oleh karena itu public policy
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
pengadilan agar pengadilan memerin-
tertentu saja, tanpa memberlakukan hal
tahkan pihak lainnya mematuhi prosedur
yang serupa pada bagian lainnya, adalah
arbitrase yang telah disepakati tersebut.
batal karena bertentangan dengan social
Sebagai ilustrasi, dalam Scott v. Avery (1856), The House of Lord
welfare of the state (negara kesejahteraan) (Jimly Asshiddiqie, 1994).
memutuskan bahwa dibenarkan menurut
Dalam Lowe v. Peers (1768),
hukum bahwa dalam mengambil suatu
bahwa
keputusan, arbitrase didasarkan pada
datangani oleh seorang laki-laki diang-
question of law. (Tineke, 1998). Akan
gap bertentangan dengan social welfare
tetapi adalah bertentangan dengan public
of the state. Begitu juga janji untuk
policy bila perjanjian tersebut memuat
berpisah setelah perkawinan dilakukan
larangan bahwa question of law tersebut
adalah batal karena dianggap berten-
tidak boleh diajukan kepada pengadilan.
tangan dengan public policy, karena
Contoh yang kedua adalah yang
janji yang semacam itu tidak konsisten
menyangkut perjanjian kawin. Perjan-
dengan kewajiban dasar ikatan perka-
jian untuk menikah dengan seseorang
winan. Ketentuan yang sama ada dalam
tertentu,
Inggris
Undang-Undang Perkawinan Indonesia,
dianggap bertentangan dengan public
yaitu perceraian karena suatu kesepa-
policy.
katan para pihak adalah tidak diperbo-
menurut
Hal-hal
hukum
yang
berhubungan
dengan perkawinan dianggap sebagai masalah yang menyangkut kepentingan umum
bagi
masyarakat-masyarakat
yang beradab.
suatu
kontrak
yang
ditan-
lehkan. Jenis kontrak yang ketiga yang juga dianggap bertentangan dengan public policy adalah kontrak yang
Hukum
menegaskan
mencegah seseorang untuk dapat memi-
bahwa kontrak yang membatasi hak-hak
lih pekerjaan, melakukan bisnis atau
seseorang untuk menikah adalah batal,
profesi yang dikehendakinya. Namun
karena hal tersebut bertentangan dengan
kontrak semacam ini tidak batal dengan
kebebasan seseorang untuk mengawini
sendirinya, jika dapat dibuktikan bahwa
orang yang menjadi pilihannya. Oleh
pembatasan tersebut dalam keadaan
karena
untuk
tertentu masuk akal menurut pandangan
mencegah seseorang mengawini pili-
para pihak sendiri dan juga pandangan
hannya
masyarakat.
itu
suatu
atau
mengawini
Inggris
perjanjian
hanya
pilihannya
diperkenankan
diperkenankan atau
mengawini
hanya
Kebebasan Berkontrak dalam
seseorang
common law Amerika Serikat adalah
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
80
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
kehendak yang bebas untuk membuat
lainnya tidak memuat ketentuan yang
atau tidak membuat suatu perikatan
mengharuskan maupun melarang sese-
yang mengikat mengenai urusan-urusan
orang untuk mengikatkan diri dalam
pribadi seseorang (Jimly Asshiddiqie,
suatu perjanjian ataupun mengharuskan
1994), termasuk hak untuk membuat
maupun melarang untuk tidak mengikat-
perjanjian-perjanjian kerja, dan untuk
kan diri dalam suatu perjanjian. Hal
menentukan syarat-syarat yang diang-
tersebut adalah sejalan dengan ruang
gapnya baik sebagai hasil dari perun-
lingkup
dingan atau tawar menawar dengan
Amerika Serikat dan Philipina sebagai-
pihak lainnya. Termasuk pula hak untuk
mana telah dikemukakan di muka.
menerima kontrak yang diusulkan oleh
Berlakunya asas konsensualisme menu-
pihak lainnya.
rut
Berlakunya
hukum
berkontrak
perjanjian
di
Indonesia
kebebasan
memantapkan adanya kebebasan ini.
berkontrak dalam hukum perjanjian
Yang dimaksud dengan asas konsensua-
Indonesia antara lain dapat disimpulkan
lisme dari suatu kontrak adalah bahwa
dari Pasal 1329 Kitab Undang-undang
jika suatu kontrak telah dibuat, maka dia
Hukum
telah sah dan mengikat secara penuh,
bahwa
asas
kebebasan
Perdata setiap
yang orang
menentukan cakap
untuk
bahkan pada prinsipnya persyaratan
membuat perjanjian, kecuali jika ia
tertulispun
ditentukan tidak cakap oleh undang-
hukum, kecuali untuk beberapa jenis
undang. Dari Pasal 1332 KUHPerdata
kontrak
dapat
dipersyaratkan syarat tertulis. (Munir,
disimpulkan
bahwa
asalkan
menyangkut barang-barang yang ber-
tidak
tertentu,
disyaratkan
yang
oleh
memang
2002).
nilai ekonomis, maka setiap orang bebas
Namun tanpa sepakat dari salah
untuk memperjanjikannya. Dari Pasal
satu pihak yang membuat perjanjian,
1320 ayat (4) jo Pasal 1337 KUHPerdata
maka perjanjian yang dibuat tidak sah.
dapat disimpulkan bahwa asalkan bukan
Orang tidak dapat dipaksa untuk mem-
mengenai kausa yang dilarang oleh
berikan sepakatnya. Sepakat yang dibe-
undang-undang
rikan dengan dipaksa adalah contradic-
atau
bertentangan
dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum, maka setiap orang bebas untuk memperjanjikannya.
tion in terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang mungkin
Kitab Undang-undang Hukum
dilakukan oleh pihak lain adalah untuk
Perdata maupun perundang-undangan
memberikan pilihan kepadanya, yaitu
81
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
untuk setuju mengikatkan diri pada
dalam Buku III Kitab Undang-undang
perjanjian yang dimaksud atau menolak
Hukum Perdata mengandung ketentuan-
mengikatkan diri pada perjanjian yang
ketentuan yang memaksa (dwingend,
dimaksud, dengan akibat transaksi yang
mandatory)
diinginkan tidak dapat dilangsungkan.
yang
Inilah yang terjadi dengan berlakunya
opsional (aanvullend, optional) sifatnya.
perjanjian baku di dunia bisnis pada saat
(Munir Fuady, 2001) Untuk ketentuan-
ini.
ketentuan yang memaksa para pihak
dan
mengatur
ketentuan-ketentuan atau
yang
bersifat
Ada suatu ketentuan bahwa
tidak mungkin menyimpanginya dengan
untuk perjanjian tertentu harus dibuat
membuat syarat-syarat dan ketentuan-
dalam bentuk yang ditentukan, misalnya
ketentuan lain dalam perjanjian yang
dibuat dalam bentuk akta autentik
mereka buat. Sekalipun asas kebebasan
(dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang
berkontrak yang diakui oleh KUH
berwenang). Misalnya pejanjian kuasa
Perdata pada hakikatnya banyak dibatasi
memasang hipotik harus dibuat dengan
oleh KUH Perdata itu sendiri, tetapi
akta notaris, atau perjanjian jual beli
daya kerjanya masih sangat longgar.
tanah harus dibuat dengan akta PPAT.
Kelonggaran inilah yang telah menim-
Pada
prinsipnya
(dengan
bulkan ketimpangan-ketimpangan dan
beberapa pengecualian) tidak ada kewa-
ketidakadilan bila para pihak yang
jiban bagi suatu kontrak dibuat secara
membuat perjanjian tidak sama kuat
tertulis. Asal telah dipenuhinya syarat-
kedudukannya atau mempunyai bargai-
syarat sahnya suatu kontrak sebagai-
ning position yang sama.
mana ditentukan antara lain dalam Pasal
Pancasila, sebagai dasar Negara
1320 KUH Perdata, maka kontrak
Indonesia, menganut asas kebebasan
tersebut sudah sah, meskipun dibuat
keselasaran dan keseimbangan, baik
hanya secara lisan saja. Namun dengan
dalam hidup manusia sebagai pribadi
dibuatnya kontrak secara tertulis, maka
dan dalam hubungan manusia dengan
hal tersebut akan memudahkan dari segi
masyarakat. Dengan Sila Kemanusiaan
pembuktian dalam praktek di samping
yang Adil dan Beradab, manusia diakui
mengurangi timbulnya dispute ataupun
dan diperlakukan sesuai dengan harkat
sengketa
dan
tentang isi
kontrak yang
bersangkutan. (Munir Fuady, 2001).
martabatnya
sebagai
makhluk
Tuhan Yang Maha Esa, yang sama dera-
Sebagaimana diketahui bahwa
jatnya, yang sama hak dan kewajiban-
hukum perjanjian Indonesia yang diatur
kewajiban asasinya, tanpa membeda-
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
82
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
bedakan suku, keturunan, agama dan
Presiden
Republik
Indonesia
yang
kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
pertama,
bermaksud
sosial, warna kulit, dan sebagainya.
bahwa di alam demokrasi Pancasila
Karena itu dikembangkanlah sikap tidak
tidak dibenarkan adanya penindasan
semena-mena terhadap orang lain.
atau dominasi oleh manusia yang satu
mengemukakan
Peluang untuk dapat membuat
terhadap manusia yang lain, bukan saja
perjanjian yang berat sebelah dengan
di dalam bidang politik tetapi juga di
klausul-klausul yang secara tidak wajar
dalam bidang sosial ekonomi.
sangat memberatkan bagi pihak lainnya
Pendirian yang juga sejalan
yang tidak searah dengan usaha untuk
dengan pemikiran tersebut diketengah-
mencerdaskan kehidupan bangsa, maka
kan oleh Mohammad Hatta. Dalam
harus dicegah oleh pemerintah. Dalam
pidatonya
pidato
Wakil
“Lahirnya
Pancasila”,
pada
yang
Presiden
diiucapkan dalam
sebagai
Konperensi
tanggal 1 Juni 1945 di hadapan Sidang
Ekonomi di Yogyakarta pada tanggal 3
Badan Penyelidik Persiapan Kemer-
Februari
dekaan Indonesia Soekarno menyatakan
mengemukakan
bahwa jika kita mencari demokrasi,
arahnya, dasar perekonomian di masa
maka hendaknya bukanlah demokrasi
datang akan semakin jauh dari dasar
barat, tetapi permusyawaratan yang
individualisme,
memberi
kepada
hidup,
yakni
politiek-
economische democratie yang mampu mendatangkan
Mohammad bahwa
dan
kolektivisme,
Hatta menurut
semakin
dekat
yaitu
sama
sejahtera. (Sri-Edi Swasono, 1987).
sosial,
Memang kolektivismelah yang
dapat
sesuai dengan cita-cita hidup Indonesia.
menerima prinsip sociale rechvaar-
Sudah dari dahulu kala masyarakat
digheid. Badan permusyawaratan yang
Indonesia, seperti juga dalam masya-
akan kita buatpun, hendaknya bukan
rakat Asia lainnya, berdasar kepada
badan
politieke
kolektivisme itu, yang terkenal sebagai
democratie saja, tetapi badan yang
dasar tolong menolong (gotong royong).
bersama dengan masyarakat dapat me-
(Sri-Edi Swasono, 1987). Dalam paham
wujudkan
politieke
kolektivisme demikian, maka selan-
rechvaardigheid dan sociale rechtvaar-
jutnya dikatakan oleh Mohammad Hatta,
digheid.
tidak ada pertentangan antara masya-
bangsa
kesejahteraan
1946,
Indonesia
hendaknya
permusyawaratan
dua
prinsip:
Dengan pandangannya tersebut IR. Soekarno, yang kemudian menjadi 83
rakat dan negara. Negara adalah alat masyarakat
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
untuk
meyempurnakan
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
keselamatan umum. (Sri-Edi Swasono,
kepentingan diri sendiri. Juga lebih tepat
1987)
dikatakan bahwa kekuasaan Negara Pada tanggal 12 Juli 1977
terdapat pada peraturan guna melan-
Mohammad Hatta menyampaikan pidato
carkan jalan ekonomi, peraturan yang
Hari Koperasi di depan Dewan Pertim-
melarang pula “penghisapan” orang
bangan Agung RI, pendirian yang sama
yang lemah oleh orang lain yang
dikemukakan lagi dalam pidato yang
bermodal.
berjudul “Cita-cita Koperasi dalam Pasal
1993).
33 UUD 1945”. Bahwa dalam pelajaran
(Sutan
Sejalan
Remy
Sjahdeini,
dengan
pendirian
dan didikan kepada anggota-anggota
tersebut, jika dihubungkan dengan asas
koperasi selalu ditanam keinsafan dalam
kebebasan berkontrak yang menim-
jiwanya, bahwa adanya orang-seorang
bulkan posisinya yang kuat terhadap
adalah
yang
karena
adanya
masyarakat.
posisinya
Mohammad
orang seorang. Kalau masyarakat tidak
bahwa negara bukan saja berwenang
ada, dimanakah tempat bagi orang-
tetapi juga berkewajiban untuk turut
seorang?....... (Sri-Edi Swasono, 1987).
campur tangan dalam membatasi beker-
perekonomian
dalam
UUD
1945
dirumuskan dalam Pasal 33. Dalam Pen-
akan
maka
Karena ada masyarakat, barulah ada
Ketentuan mengenai susunan
Hatta
lemah,
sependapat
janya asas kebebasan berkontrak itu dalam bentuk peraturan perundangundangan. (Mohammad Hatta, 1976).
jelasan, pasal ini diuraikan sebagai
Asas
kebebasan
berkontrak,
ketentuan dasar mengenai demokrasi
maka pemerintah, karena diharuskan
ekonomi Indonesia. Perekonomian disu-
oleh weltanschauung atau dasar Negara,
sun sebagai usaha bersama berdasar atas
Dimana negara dalam hal ini harus turut
asas
campur
kekeluargaan
yang
bercorak
tangan
untuk
meluruskan
kolektivistis dengan tidak mengabaikan
keadaan yang dapat melanggar suatu
prinsip hak individu. Ketentuan seperti
ketertiban umum. Hal tersebut tentu saja
itu tidak terdapat dalam Konstitusi RIS
dilakukan melalui penciptaan peraturan
yang
perundang-undangan yang berisi keten-
bersifat
individualistis
dan
tuan-ketentuan yang “menyimpangkan”
liberalistis. Jadi, dalam mengasuh anggota koperasi harus selalu ditanamkan cinta kepada tingannya
masyarakat, harus
yang
didahulukan
asas kebebasan berkontrak. Pembatasan
yang
datangnya
kepen-
dari pembuat perundang-undangan ini
dari
dapat dilihat dari adanya peraturan-
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
84
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
peraturan yang dikeluarkan oleh pihak
tidak adil bagi satu pihak”. Asas yang
pemerintah untuk menentukan syarat-
kedua
syarat dan ketentuan-ketentuan polis
umumnya seseorang menurut hukum
asuransi,
yang
tidak dapat dipaksa untuk memasuki
yang
suatu perjanjian”.
peraturan-peraturan
dikeluarkan
oleh
pemerintah
menyangkut upah minimum, maksimum
menentukan
“bahwa
pada
Perkembangan pada dewasa ini
jam kerja, kondisi kerja, program-
memberikan
program asuransi
para
kepada orang yang dianggap menjadi
pekerja yang diharuskan sehubungan
pihak yang lemah dalam suatu hubungan
dengan perjanjian kerja antara perusahan
kontraktual. Namun dalam sebagian
dan pegawai atau buruhnya.
besar transaksi-transaksi antara orang-
sosial bagi
banyak
perlindungan
Pembatasan-pembatasan terha-
orang bisnis, di mana tawar menawar
dap asas kebebasan berkontrak yang
dapat dilakukan secara leluasa, asas
selama ini dikenal dan diakui oleh
kebebasan berkontrak masih merupakan
hukum kontrak ternyata telah bertambah
hal yang penting.
dengan pembatasan-pembatasan baru
Menurut
Treitel
terhadap
yang sebelumnya tidak dikenal oleh
berlakunya asas umum yang kedua ter-
hukum perjanjian yaitu pembatasan-
dapat pengecualian dengan pertimba-
pembatasan yang datangnya dari pihak
ngan demi kepentingan umum (public
pengadilan dalam rangka pelaksanaan
interest).
fungsinya selaku pembuat hukum, dari
yang paling akhir ialah yang berlaku
pihak pembuat peraturan perundang-
terhadap mereka yang terlibat pada apa
undangan (legislature) terutama dari
yang disebut “common callings” dengan
pihak pemerintah.
cara
Menurut Treitel asas kebebasan berkontrak digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum. (G.H. Treitel, 1989).
umum
yang
mengharuskan
mereka
untuk
menyediakan jenis pelayanan-pelayanan tertentu kepada umum. Jadi,
sudah
barang
tentu
pertama
menurut Treitel, bahwa makin besar
menentukan “bahwa hukum tidak mem-
turut campurnya hukum terhadap hubu-
batasi syarat-syarat yang boleh dibuat
ngan para pihak, maka menjadi makin
oleh para pihak:asas tersebut tidak
kurang pula pentingnya faktor kesepa-
membebaskan berlakunya syarat-syarat
katan. Dalam beberapa situasi, derajat
suatu perjanjian hanya karena syarat-
dari turut campur tersebut sedemikian
syarat
besarnya sehingga menjadi tidak patut
85
Asas
Pengecualian-pengecualian
perjanjian tersebut kejam atau
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
untuk menggambarkan bahwa hubu-
nya
ngan-hubungan di antara pihak tersebut
dikeluarkan oleh Pemerintah Federal
adalah suatu perjanjian. Ilustrasi yang
maupun
jelas mengenai hubungan yang demikian
Calamari & Joseph M Perillo, 1987). Di
ini ialah yang menyangkut perkawinan.
Indonesia kita ketahui pula ada dijumpai
Ada tiga tolok ukur untuk
dari
peraturan-peraturan
Negara
tindakan
Bagian.
Negara
yang
yang
(John D.
merupakan
menentukan apakah klausul atau syarat-
campur tangan terhadap isi perjanjian
syarat dan ketentuan-ketentuan dalam
yang dibuat oleh para pihak. Sebagai
suatu perjanjian baku dapat berlaku dan
contoh yang paling dikenal adalah yang
dapat mengikat para pihak. Tolok ukur
menyangkut hubungan antara buruh dan
itu adalah undang-undang (wet), moral
majikan/pengusaha. Buruh atau majikan,
(geode zeden), dan ketertiban umum
yang sudah pasti dalam industri industri
(openbare erde).
yang lebih kuat organisasinya, sangat
Sedangkan menurut tolok ukur
sedikit mendapat manfaat dari kebe-
yang lain adalah adanya kepatutan
basannya untuk mengadakan kontrak-
(blijkheid), kebiasaan (gebruik), dan
kontrak. (W. Friedmann, Op.Cit, hal.
undang-undang (wet). Atau jika dapat
48)
digabungkan tolok ukur tersebut adalah: undang-undang,
moral,
ketertiban
umum, kepatutan dan kebiasaan.
Ada beberapa peraturan perundang-undangan
yang
mengatur
mengenai hal ini, yang akan disebutkan
Jadi, tidak ada kebebasan ber-
beberapa contohnya berikut ini. Sebagai
kontrak yang mutlak. Pemerintah dapat
salah satu contoh adalah Undang-
mengatur atau melarang suatu kontrak
Undang No. 1 Tahun 1951 tentang
yang dapat berakibat buruk terhadap
“Pernyataan
atau merugikan kepentingan masyarakat.
Undang Kerja Tahun 1948 No. 12 dari
Hal itu berarti bahwa kebebasan yang
Republik
dimaksud,
dari
Indonesia”. Dalam undang-undang ter-
kesewenang-wenangan atau dari pemba-
sebut terdapat pasal-pasal yaitu Pasal 2
tasan
sampai dengan Pasal 15 yang menen-
yang
adalah
tidak
kebebasan
beralasan,
dan
Berlakunya
Indonesia
Undang-
untuk
Seluruh
bukannya kekebalan terhadap tindakan
tukan
pembatasan-pembatasan
pengaturan demi melindungi kepenti-
harus
diperhatikan
ngan masyarakat.
pengusaha
apabila
oleh
yang
majikan/
mempekerjakan
Di Amerika Serikat pemba-
buruh. Dengan kata lain pembatasan-
tasan-pembatasan tersebut baik datang-
pembatasan tersebut merupakan pem-
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
86
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
batasan terhadap kebebasan majikan/
bulan sesudah melahirkan anak
pengusaha
atau gugur kandungannya.
dalam
menentukan
isi
hubungan hukum atau perjanjian dengan
(3)
buruh yang dipekerjakannya. Penentuan
buruh wanita menurut perhitungan pembatasan
akan melahirkan anak dapat diper-
Undang-Undang No. 1, Tahun 1951
panjang sampai selama-lamanya 3
tentang
Berlakunya
bulan, jika dalam suatu keterangan
Undang-Undang Kerja No. 12 Tahun
dokter dinyatakan bahwa hal itu
1948 dari Republik Indonesia untuk
perlu untuk menjaga kesehatan.
Seluruh
dan
Waktu istirahat sebelum saatnya
“Pernyataan
Indonesia”
mengenai
hal
(4)
Dengan tidak mengurangi yang
tersebut terdapat pada Pasal 10 dan
telah ditetapkan dalam Pasal 10
Pasal 13. Pembatasan tersebut sebagai
ayat (1) dan (2), buruh wanita
berikut :
yang anaknya masih menyusu,
(1)
Buruh tidak boleh menjalankan
harus diberi kesempatan sepa-
pekerjaan lebih dari 7 jam sehari
tutnya untuk menyusui anaknya,
dan 40 jam seminggu.
jika hal itu harus dilakukan selama
Setelah buruh menjalankan peker-
waktu kerja.
(2)
(3)
jaan selama 4 jam terus menerus,
Hak-hak
harus diadakan waktu istirahat
sebagai berikut:
yang
(1)
sedikit-dikitnya
setengah
ditentukan
Buruh berhak atas istirahat tahunan
tidak termasuk jam bekerja.
mempunyai masa kerja 12 bulan
Tiap-tiap minggu harus diadakan
berturut-turut pada suatu majikan
sedikit-dikitnya satu hari istirahat.
atau beberapa majikan dari satu
berikut:
(2)
lainnya,
jam lamanya; waktu istirahat itu
Juga pembatasan mengenai hal sebagai
(1)
buruh
tiap-tiap
kali
setelah
ia
organisasi majikan. (2)
Lamanya waktu istirahat tahunan
Buruh wanita tidak boleh diwa-
dihitung untuk tiap-tiap 23 hari
jibkan bekerja pada hari pertama
bekerja dalam masa kerja termak-
dan kedua waktu haid.
sud pada ayat (1), satu hari
Buruh wanita harus diberi istirahat
istirahat sampai paling banyak 12
1 ½ bulan sebelum saatnya ia
hari kerja.
menurut melahirkan perhitungan akan melahirkan anak dan 1 ½
(3)
Hak
atas
istirahat
tahunan
termaksud gugur bilamana dalam waktu 6 bulan setelah lahirnya hak
87
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
itu, buruh ternyata tidak meng-
keterampilan teknik, perencanaan dan
gunakan haknya bukan karena
manajemen dalam pelayanan lepas jual.
alasan-alasan yang diberikan oleh
Keempat Hak agen yang lain yakni
majikan atau bukan karena alasan-
memperoleh perlindungan dari peme-
alasan istimewa.
rintah untuk penyelesaian secara tuntas
Mengenai “Perlindungan Upah,”
(clear break) atas permasalahan yang
Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 8
timbul
Tahun
wajaran pihak principal dalam pemu-
1981,
menentukan
bahwa
sebagai akibat dari ketidak-
pengusaha dalam menetapkan upah
tusan
tidak boleh mengadakan diskriminasi
mengenai hubungan principal agent.
antara buruh laki-laki dan buruh wanita
Hanya satu pasal yang mencantumkan
untuk pekerjaan yang sama nilainya.
hak principal yakni hak untuk memilih
Usaha Negara untuk melindungi
perjanjian.
dan
menunjuk
Dalam
sendiri
peraturan
perusahaan
pihak yang lemah dalam perjanjian
nasional yang akan menjadi agennya di
keagenan, umpamanya, dapat dilihat.
Indonesia
Dalam peraturan mengenai hubungan
Pada contoh lain di mana Negara
principal agent. Hanya satu pasal yang
campur tangan untuk melindungi pihak
mencantumkan hak principal yakni hak
yang lemah dalam perjanjian joint
untuk memilih dan menunjuk sendiri
venture antara partner asing dan partner
perusahaan nasional yang akan menjadi
Indonesia.
agennya di Indonesia. Untuk principal
dalam Peraturan Pemerintah No. 17
ada empat kewajiban. Pertama, ia wajib
Tahun
menunjuk agennya dengan hak agen
saham dari pihak asing kepada pihak
tunggal
seluruh
Indonesia dalam 20 tahun, sehingga
wilayah Republik Indonesia. Kedua,
pihak Indonesia memiliki saham mini-
dalam rangka pemberian jaminan pela-
mal 20%.
(exclusive)
untuk
Pemerintah
1982
keharusan
menetapkan
pengalihan
yanan lepas jual kepada para pemakai,
Maka, dapat disimpulkan bahwa
principal wajib menjamin pengiriman
campur tangan Negara dalam perjanjian-
komponen dan suku cadang alat-alat
perjanjian yang sifatnya private sudah
besar. Yang menjadi obyek persaingan
merupakan kelaziman bahkan suatu
dengan teratur. Ketiga, fasilitas-fasilitas
keharusan untuk melindungi pihak yang
training dengan bimbingan secara terus
lemah. Dengan demikian kebebasan
menerus wajib disediakan principal
berkontrak yang tak terbatas sudah lama
wajib membantu agen tunggal dalam
ditinggalkan.
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
88
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
Dan jika dihubungkan dengan pendapat
urutan peraturan perundang-undangan
dari Bentham bahwa Negara membuat
Republik Indonesia menurut Undang-
undang-undang adalah untuk melin-
Undang
dungi dan melekatkan pada kontrak
ditetapkan menurut TAP MPR No.
individu
XX/MPRS/1966 tentang Memorandum
kewajiban-kewajiban
ditetapkan
dengan
yang
undang-undang;
Dasar
DPR-GR
1945
mengenai
sebagaimana
Sumber
Tertib
ketidaksederajatan dalam perundingan
Hukum Republik Indoensia dan Tata
diperingan dengan kebebasan berserikat
Urutan Peraturan Perundangan Republik
dalam
Indonesia.
serikat-serikat
pekerja
yang
mengadakan kontrak untuk kepentingan
Peraturan Perundang-undangan
individu. (W. Friedmann., Op.Cit. hal.
yang tingkatnya lebih rendah dari
47)
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang hanya
Penutup
dapat mengatur pelaksanaan dari pemba-
Kesimpulan
tasan yang telah ditetapkan sebelumnya berkontrak
oleh suatu undang-undang atau Pera-
keberadaan dan berlakunya ditentukan
turan Pemerintah Pengganti Undang-
dan diakui oleh peraturan perundang-
Undang
undangan yang bertingkat lebih tinggi
pembatasan itu sendiri. (Sutan Remy
saja yang mempunyai kekuatan hukum
Sjahdeini,
untuk membatasi bekerjanya asas kebe-
kebebasan
basan berkontrak. Namun, tidak setiap
dianggap sebagai aspek yang esensial
tingkat peraturan perundang-undangan
dari kebebasan individu, akan tetapi
di dalam tata
tidak lagi mempunyai nilai absolut. (W.
Asas
kebebasan
urutan peraturan per-
undang-undangan dapat membatasi asas
dan
bukan
Op.Cit,
menetapkan
hal,
berkontrak
17). itu
Jadi, masih
Friedmann., Op.Cit, hal. 48). Adalah wajar apabila undang-
kebebasan berkontrak. Oleh karena itu pembatasan
undang digunakan sebagai tolok ukur
terhadap asas kebebasan berkontrak ini
yang merupakan upaya wujud dari
bukan diatur oleh peraturan perundang-
campur tangannya pemerintah demi
undangan yang bertingkat Peraturan
tercapainya
Pemerintah apalagi Keputusan Menteri
(Ambrosio Padilla,
dan peraturan-peraturan lain yang lebih
Remy Sjahdeini menyatakan bahwa
rendah lagi. Tata urutan perundang-
kepatutan mempunyai isi yang lebih luas
undangan yang dimaksud adalah tata
dari
89
moral
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
suatu
dan
ketertiban 1998).
ketertiban
umum Menurut
umum.
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
Artinya bahwa apa yang tidak sesuai
sanaan suatu perjanjian, bahwa jangan
dengan moral dan melanggar ketertiban
sampai
umum adalah juga tidak sesuai dengan
kepatutan atau keadilan (R. Subekti,
kepatutan.
1985).
(Sutan
Remy
Sjahdeini:
Op.Cit, hal. 120).
pelaksanaan
itu
melanggar
Hukum itu selalu mengejar dua
Lain halnya dengan dua tolok
tujuan
yakni
menjamin
kepastian
ukur yang lain, yaitu bertentangan
(ketertiban) dan memenuhi tuntutan
dengan
dan
keadilan. Kepastian hukum menghen-
bertentangan dengan ketertiban umum
daki supaya apa yang dijanjikan harus
(openbare orde). Tolok ukur ini adalah
dipenuhi
pengertian-pengertian
bersifat
menuntut dipenuhinya janji itu, jangan-
relative, yang tidak sama di seluruh
lah sampai seseorang itu meninggalkan
dunia, melainkan tergantung kepada
norma-norma keadilan atau kepatutan.
sifat-sifat
moral
(geode
hidupnya
zeden)
yang
negara
Pengertian moral harus diartikan moral
yang
dalam
Namun
dalam
masing-
masing (Wirjono Prodjodikoro, 1986).
sebagai
(ditepati).
suatu
Daftar Pustaka “Gagasan Kedau-
Asshiddiqie, Jimly,
latan Rakyat Dalam Konstitusi
masyarakat diakui oleh umum atau
Dan
khalayak ramai. Sedangkan yang dimak-
Indonesia”,
sudkan dengan ketertiban umum adalah
Van Hoeve, Jakarta, 1994.
kepentingan masyarakat yang dilawan-
Pelaksanaannya
Di
PT Ichtiar Baru
Atiyah, P.S., “The Rise and Fall of
kan dengan kepentingan perseorangan,
Freedom
yang berhadapan dengan kepentingan
Clorendon Press, Oxford, 1979.
of
Contract”,
perseorangan itu dipermasalahkan apa-
Black, Henry Campbell, “Black’s Law
kah kepentingan masyarakat itu terinjak-
Dictionary”, third edition, St.
injak atau tidak. (Wirjono Prodjodikoro,
Paul,
1986).
Minnesota, 1968.
West
Publishing
Co,
Tolok ukur lain dalam KUH
Butir 2, Bab II dari Naskah Pedoman
Perdata yang juga harus diperhatikan,
Penghayatan dan Pengamalan
yaitu mengenai itikad baik. Perjanjian-
Pancasila
perjanjian harus dilaksanakan dengan
Pancakarsa) dalam TAP MPR
itikad baik. Ketentuan ini mengandung
RI NO. II/MPR/1978 tentang
suatu pengertian bahwa hakim diberikan
Pedoman
(Ekaprasetia
Penghayatan
dan
kekuasaan untuk mengawasi pelakLex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
90
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
Pengamalan
Pancasila
(Ekaprasetia Pancakarsa).
Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1982.
Calamari, John D & Joseph M Perillo,
Padilla, Ambrosio, “Civil Law-Civil
“The Law of Contracts”, Third
Code”, Volume IV-a, Philippine
Ed, Hornbook Series, West
Graphic Arts, Manila, 1998.
Publishing
Co.,
St.
Paul
Minnesota, 1987.
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1954.
Friedmann, W, ”Teori dan Filsafat
Projodikoro,
“Azas-azas
Wirjono,
Hukum ; Hukum dan Masalah-
Hukum
masalah Kontemporer” susunan
Bandung, Jakarta, 1986.
III, PT. RajaGrafindo Persada,
Sjahdeini, Sutan Remy, “Kebebasan
Jakarta, 1960.
Perdata”,
PT
Bale
Berkontrak dan Perlindungan
Fuady, Munir, “Hukum Kontrak ; Dari
Yang Seimbang Bagi Para Pihak
Sudut Pandang Hukum Bisnis”,
Dalam Perjanjian Kredit Bank
PT.
Di Indonesia”, Institut Bankir
Citra
Aditya
Bakti,
Bandung, 2001. ___________.
Indonesia (IBI), Jakarta, 1993.
“Pengantar
Hukum
Bisnis : Menata Bisnis Modern di Era Global”, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Hatta,
Intermasa, Jakarta, 1985. __________”Aneka
Swasono,
Sri-Edi
“Sistem
(Ed),
Karangan”, Bulan Bintang, Jilid
Ekonomi
1, Jakarta, 1976.
Ekonomi”, Penerbit Universitas
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Diterjemahkan oleh. R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio Longdong,
Tineke
Louise
dan
Demokrasi
Indonesia (UI-Press), Jakarta, 1987. Sekretariat Negara Republik Indonesia,
Tuegeh,
“Himpunan
Risalah
Sidang-
“Asas Ketertiban Umum dan
Sidang, Dari Badan Penyelidik
Konvensi New York 1958”, PT.
Usaha Persiapan Kemerdekaan
Citra Aditya Bakti, Bandung,
Indonesia”,
1998.
1945–6 Juli 1945 dan Panitia
Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981.
Persiapan
tanggal
29
mei
Kemerdekaan
Indonesia, tanggal 18 dan 19 Agustus
91
Perjanjian”,
Alumni, Bandung, 1989.
“Kumpulan
Mohammad,
Subekti, R, “Hukum Perjanjian”, PT
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
1945,
Yang
Irdanuraprida Idris – Ketidak Adilan dalam Kebebasan Berkontrak dan Kewenangan Negara Untuk Membatasinya
Berhubungan Penyusunan
Dengan Undang-Undang
Dasar 1945, jilid Pertama tahun 1959. Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 295/M/SK/7/1982 tanggal 7 Juli 1982 dan Surat Keputusan Menteri
Perindustrian
428/M/SK/12/87
No.
tanggal
23
Desember 1987. Treitel, G.H, “An Outline of The Law of Contract”,
Fourth
Edition,
Butterworths, London, 1989. Tata urutan perundang-undangan yang dimaksud adalah tata urutan peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia
Undang-Undang
Dasar
sebagaimana menurut
1945
ditetapkan
TAP
MPR
XX/MPRS/1966
No.
tentang
Memorandum mengenai
menurut
DPR-GR Sumber
Tertib
Hukum Republik Indonesia dan tata
Urutan
Perundangan
Peraturan Republik
Indonesia.
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
92