KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU PERMUKIMAN DI BOGOR
APRIYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Jenis Semut Pengganggu Permukiman di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016 Apriyanto B252120011
RINGKASAN APRIYANTO. Keragaman Jenis Semut Pengganggu Permukiman di Bogor. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUSI SOVIANA. Bogor memiliki perkembangan penduduk yang tinggi, disertai dengan pertumbuhan pemukiman, pasar dan restoran cukup pesat. Suhu udara rata-rata setiap bulannya 260C dan kelembapan kurang lebih 70%, menjadikan Bogor sangat cocok untuk kawasan permukiman. Perkembangan permukiman yang tinggi saat ini membuat habitat asli bagi serangga khususnya semut menjadi terganggu, sehingga semut mencari habitat baru berdampingan dengan manusia. Penelitian mengenai keragaman jenis semut pengganggu di permukiman wilayah Bogor, ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar informasi tentang semut pengganggu dan potensinya sebagai serangga hama. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengindentifikasi ragam jenis semut di permukiman, mengetahui kelimpahan, dominasi, frekuensi dan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan semut di permukiman Bogor. Penelitian ini dilakukan pada 10 pasar, 25 rumah makan, 30 rumah tinggal (indoor) dan 30 perimeter rumah pada wilayah permukiman di Kabupaten Bogor. Koleksi semut dilakukan dengan menggunakan bait trap yaitu perangkap dengan umpan cairan gula dan ikan tongkol, semut yang mendatangi umpan ditangkap secara manual. Penangkapan semut menggunakan hand collection yaitu menangkap secara langsung di perimeter rumah yang berjarak tiga meter di sekeliling rumah. Identifikasi menggunakan kunci identifikasi semut. Pengukuran faktor keberadaan semut berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang dan penghuni rumah. Hasil dari penelitian ini ditemukan 19 spesies dari 6 subfamily semut, yaitu Paratrechina longicornis, Anoplolepis gracilipes, Tapinoma melanocephalum, Monomorium pharaonis, Technomyrmex albipes, Camponotus barbatus, Polyrhachis ackterbergi, Prenolepis impairs, Pheidole sp., Monomorium floricola, Solenopsis geminate, Solenopsis invicta, Solenopsis molesta, Odontomachus haematodes, Odontoponera denticulate, Odontoponera transversa, Probolomyrmex sp., Tetraponera allaborans, Dolichoderus thoracicus. Jenis-jenis semut yang terbanyak ditemukan di pasar yaitu Paratrechina longicornis (60,4%), diikuti oleh Tapinoma melanocephalum (13,6%) dan Anoplolepis gracilipes (10,9%). Adapun jenis semut terbanyak di rumah makan yaitu Anoplolepis gracilipes (39,3%), diikuti oleh Paratrechina longicornis (23,1%) dan Tapinoma melanocephalum (13,4%). Selanjutnya jenis semut terbanyak ditemukan di dalam rumah yaitu Solenopsis sp. (35,4%), diikuti oleh Paratrechina longicornis (25,8%), dan Monomorium pharaonis (22%). Jenis semut terbanyak yang ditemukan di perimeter rumah yaitu Dolichoderus thoracicus (24,6%), diikuti Paratrechina longicornis (19,1%) dan Monomorium pharaonis (15,6%). Indeks keragaman pada keempat lokasi pengamatan masih tergolong sedang yaitu lokasi Pasar sebesar 1.3, rumah makan sebesar 1.6, dalam rumah sebesar 1.5 dan perimeter rumah sebesar 2.2. Hubungan infestasi semut terhadap biosekuriti personal, tempat/peralatan dan lingkungan di lokasi Pasar, Rumah Makan, Dalam Rumah dan Perimeter Rumah, tidak signifikan. Hasil penelitian menunjukkan semut di permukiman belum menjadi masalah besar yang mengganggu. Kata kunci: biosekuriti, indeks keragaman, permukiman, Semut
SUMARY APRIYANTO. Diversity of nuisance ants at settlement in Bogor. Guided by UPIK KESUMAWATI HADI and SUSI SOVIANA Bogor has a high population growth, coupled with the growth of settlements, traditional markets and restaurants quite rapidly. Average monthly temperatures 260C and approximately of humidity 70%, making the Bogor very suitable for residential areas. The development of high current settlements create natural habitat for insects, especially ants become distracted. So the ant to look for new habitats that coexist with humans. Research on the species diversity of ants nuisance in residential areas of Bogor, was expected to be used as the basis of information about the ant bully and potential as insect pests. The purpose of the study was to identify the various types of ants in the settlement, knowing abundance, dominance, frequency and study the factors that influence the presence of ants in the settlement Bogor. This study was conducted in 10 traditional markets, 25 restaurants, 30 residential (indoor) and 30 houses on the perimeter of settlement area in Bogor regency. Ant collection is done by using bait traps is trap with liquid bait sugar and tuna fish, which come to bait ants arrested manually. The collection of ants was conducted by hand collection directly on the house perimeter within three meters. Identification of ant was done according to morphological keys. The interviews were done to measure the existence of ant in the settlement. The results of this study found 19 species of 6 subfamily of ants, namely Paratrechina longicornis, Anoplolepis gracilipes, Tapinoma melanocephalum, Monomorium pharaonis, Technomyrmex albipes, Camponotus barbatus, Polyrhachis ackterbergi, Prenolepis imparis, Pheidole sp., Monomorium floricola, Solenopsis geminata, Solenopsis invicta, Solenopsis molesta, Odontomachus haematodas, Odontoponera denticulata, Odontoponera transversa, Probolomyrmex sp., Tetraponera allaborans, Dolichoderus thoracicus. The species of ants mostly found in the traditional market were Paratrechina longicornis (60,4%), followed by Tapinoma melanocephalum (13,6%) and Anoplolepis gracilipes (10,9%). The ant species mostly found in the restaurants were Anoplolepis gracilipes (39,3%), followed by Paratrechina longicornis (23,1%) and Tapinoma melanocephalum (13,4%). Furthermore, the mostly species found in the houses namely Solenopsis sp.(35,4%), followed by Paratrechina longicornis (25,8%) and Monomorium pharaonis (22%). The mostly species found in the perimeter of the houses namely Dolichoderus thoracicus (24,6%), followed by Paratrechina longicornis (19,1%) and Monomorium pharaonis (15,6%). The diversity index relatively moderate at traditional markets (1.3), restaurants (1.6), in the houses (1.5) and at perimeter of the houses (2.2). The relationship between ant infestations and personal, place/equipment and environmental biosecurities at the traditional markets, restaurant, houses and the perimeter were not significant. The result showed that ants infestation in the settlements have not yet became a big problem in nuisance. Keywords: Ants, biosecurity, diversity index, settlement
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU PERMUKIMAN DI BOGOR
APRIYANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji luar Komisi pada Sidang Tesis: Dr. Drh. Risa Tiuria MS
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari-Juni 2015 ini ialah semut permukiman, dengan judul Keragaman Jenis Semut Pengganggu Permukiman di Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Drh Upik Kesumawati Hadi, MS PhD dan Ibu Dr drh Susi Soviana, MSi selaku pembimbing, serta Bang Mul, Pak Nino, Ismail, Ikbal dan Dede yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dinas Pasar, bapak dan ibu selaku pemilik Perumahan dan Rumah makan yang berada di Bogor sebagai lokasi penelitian yang telah banyak membantu selama proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua tercinta, istri dan anak, kakak-kakak saya yang selalu mendukung, memberikan motivasi serta keluarga, kemudian seluruh pihak yang telah terlibat dalam proses penelitian sampai pada tahap penyelesaian tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2016 Apriyanto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Manfaat Penelitian
1 1 1
TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Taksonomi Semut Biologi Semut Distribusi Semut Peranan Semut dalam Kesehatan
2 2 3 4 5
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Analisis Data
6 6 6 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Keragaman Jenis Semut Pengganggu di Permukiman 8 Keragaman Jenis Semut yang diperoleh dengan BT dan HC 15 Kelimpahan Nisbi dan Indeks Keragaman Jenis 18 Korelasi Infestasi Semut terhadap Biosekuriti Personal, Tempat/Peralatan dan Lingkungan di Permukiman 21 Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Semut dan Hama Pengganggu Lainnya 22 SIMPULAN
223
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
41
DAFTAR TABEL 1 Tingkatan taksa jenis-jenis semut pengganggu permukiman yang dikoleksi dari keempat lokasi di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) 2 Jenis-jenis semut yang dikoleksi dengan bait trap pada tiga lokasi di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) 3 Jenis-jenis semut yang dikoleksi dengan hand collection pada lokasi perimeter rumah di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) 4 Kelimpahan, frekuensi, dominasi semut di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) 5 Hubungan infestasi semut dengan variabel biosekuriti (Februari-Juni 2015) 6 Pandangan masyarakat di lokasi pasar, rumah makan dan pemukiman terhadap keberadaan semut dan hama lainnya di Bogor (Februari-Juni 2015)
8 16 18 19 21
22
DAFTAR GAMBAR 1 Jenis semut yang diperoleh dari keempat lokasi di permukiman Bogor Dolichoderus thoracicus (a), Tapinoma melanochepalum (b), Technomyrmex albipes (c), Camponotus barbatus (d), Polyrhachis ackterbergi (e), Anoplolepis gracilipes (f), Paratrechina longicornis (g), Prenolepis impairs (h), Pheidole sp. (i), Monomorium floricola (j), Monomorium pharaohnis (k), Solenopsis geminata (l), Solenopsis molesta (m), Solenopsis invicta (n), Odontomachus haematodes (o), Odontoponera denticulata (p), Odontoponera transversa (q), Probolomyrmex sp. (r), Tetraponera allaborans (s)
11
DAFTAR LAMPIRAN 1 Penangkapan semut dengan bait trap (BT) cairan gula dan ikan di permukiman bogor (Februari-Juni 2015) 2 Penangkapan semut dengan hand collection (HC) pada perimeter rumah di permukiman bogor (Februari-Juni 2015) 3 Suhu dan kelembaban dari keempat lokasi di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) 4 Pengukuran infestasi semut pengganggu di permukiman bogor (Februari-Juni 2015) 5 Distribusi frekuensi jawaban responden berdasarkan variabel biosekuriti dengan infestasi semut permukiman di Bogor (Februari-Juni 2015) 6 Kuisioner semut pengganggu di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015)
29 29 29 31
33 36
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Semut adalah serangga sosial yang tergolong famili Formicidae, ordo Hymenoptera terbagi lebih dari 12.000 kelompok genus, dengan perbandingan jumlah yang besar di kawasan tropis. Semut dikenal dengan koloni dan sarangsarangnya yang teratur, terdiri atas ribuan semut per koloni. Koloni semut terdiri atas semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut. Semut tersebar di dunia dalam berbagai ekosistem kecuali daerah kutub (Ward 2007). Pada ekosistem tropika semut dapat mencapai lebih dari 30% total biomassa serangga dan memiliki beragam peran dalam ekosistem (Hashimoto 2003). Semut sangat peka terhadap perubahan struktur habitat dan lingkungan tempat hidupnya serta memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda pada tiap tipe habitat (Borror et al. 1996). Semut dapat menjadi indikator terhadap kerusakan habitat dan kunci dalam mengukur fauna serangga (Wilson 2010). Penelitian dan publikasi mengenai semut pada permukiman di Indonesia di antaranya; Astuti et al. (2014) menemukan 11 jenis semut yang tergolong kedalam empat subfamili dan 11 genus dengan jenis semut terbanyak ditemukan yaitu Tapinoma melanochepalum di bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang dan diantaranya enam jenis semut sebagai semut hama. Satria et al. (2010) melaporkan 30 jenis semut yang tergolong ke dalam 16 genera dan lima subfamili dengan spesies terbanyak adalah Tapinoma indicum (23.6%) ditemukan pada rumah tangga di kota Padang Sumatera Barat. Zulkarnain (2006) menemukan 8 genus dari 4 subfamili yang berada di pemukiman Dramaga Bogor. Rizali (2008) menemukan 94 jenis semut dari 7 subfamili dan 45 genus di permukiman Bogor. Kesumawati dan Sugiarto (2007) menemukan sebanyak 22 spesies semut yang tergolong ke dalam empat subfamili sebagai pengganggu permukiman di wilayah Bogor. Riyanto (2007) melaporkan jenis semut yang ditemukan pada tanaman di sekitar lingkungan tempat tinggal adalah Selonopsis sp., Dolichoderus sp., Ponera sp. Hasryanti et al. (2015) menemukan sebanyak 38 jenis semut pada keseluruhan habitat (perumahan, kebun, taman, semak, pertanian hingga pinggiran hutan) dan semut yang paling dominan ditemukan pada keseluruhan habitat adalah Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata dan Paratrechina longicornis pada daerah urban di Palu, Sulawesi Tengah. Ketiga spesies semut ini merupakan spesies semut tramp yang biasa berasosiasi dengan manusia dan bersifat invasif yang berpengaruh negatif tidak hanya bagi keanekaragaman hayati tapi juga bagi manusia. Sementara itu, informasi mengenai semut pengganggu di wilayah permukiman khususnya pasar dan rumah makan belum banyak dipelajari. Informasi ilmiah tersebut sangat penting sebagai informasi dasar dalam upaya pengendalian hama permukiman secara spesifik di daerah tersebut. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan (1) mengindentifikasi karakteristik jenis-jenis semut permukiman, (2) mengetahui kelimpahan, dominasi, frekuensi, dan indeks keragaman jenis semut, (3) mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi
2 keberadaan semut permukiman di Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai fauna dan distribusi semut pengganggu di permukiman, dan menjadi bahan pertimbangan untuk penyusunan strategi pengendalian hama di permukiman.
TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Taksonomi Semut Semut secara khas, mempunyai empat bagian tubuh yang jelas, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Umumnya, ruas abdomen pertama atau dua ruas abdomen depan (yang berhubungan dengan toraks) lebih kecil dari pada yang lainnyasehingga tampak seperti pinggang. Ruas abdomen basal yang kecil ini disebut petiol, biasanya mempunyai satu atau dua tonjolan yang disebut node, sedang ruas bagian belakangnya disebut gaster. Bentuk node dan petiol sangat penting dalam identifikasi semut. Pada kepalanya terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena yang membentuk siku dan kadang-kadang mempunyai oseli. Semut dewasa yang reproduktif mempunyai sepasang sayap yang bening (membran), dan sayap depan lebih luas dan panjang dari pada sayap belakang. Semut mempunyai tiga pasang tungkai yang menempel pada bagian toraks (Hashimoto dan Yamane 2014). Tubuh semut dilapisi oleh lapisan kitin (kutikula) yang tebal dan warnanya berbeda dari satu jenis dengan jenis lainnya. Bentuk kepala semut bervariasi, bisa bulat, lonjong, segi empat atau segi tiga, dan semua bagian-bagiannya memperlihatkan keragaman yang luarbiasa. Mandibula adalah bagian mulut yang paling banyak berinteraksi dengan lingkungan, bentuknyapun sangat beragam. Selain mata majemuk yang terletak di bagian sisi kepala, juga terdapat empat buah mata tunggal yang letaknya ditengah. Antena dilengkapi dengan sel-sel sensoris yang memenuhi fungsinya untuk membaui dan menyentuh (Hadi 2006). Klasifikasi semut menurut Bolton (1994); Filum : Arthropoda Sub Filum : Mandibulata Kelas : Hexapoda (serangga) Ordo : Hymenoptera Subordo : Apocrita Superfamili : Vespoidea Famili : Formicidae Sub Famili : Aenictinae, Aneuretinae, Apomyrminae, Cerapachyinae, Dolichoderinae, Dorylinae, Ecitoninae, Formicinae, Leptanillinae, Leptanilloidinae, Myrmeciinae, Myrmicinae, Nothomyrmeciinae, Ponerinae, Proceratiinae, Pseudomyrmecinae Genus : Aenictus, Aneuretus, Apomyrma, Neivamyrmex, Cerapachys, Dolichoderus, Dorylus, Camponotus, Anomalomyrma, Strumigenys, Monomorium, Odontomachus, Probolomyrmex Spesies : Aenictus ambiguous, Neivamyrmex acamatus, Cerapachys
3 antennatus, Dolichoderus thoracicus, Vespa helvola, Camponotus barbatus, Anomalomyrma taylori, Strumigenys mandibularis, Monomorium pharaonis, Odontomachus haemotodes, Probolomyrmex sp., Tetraponera allaborans Biologi Semut Semut digolongkan kedalam famili Formicidae, ordo Hymenoptera yaitu kelompok serangga yang anggotanya selain semut adalah tawon dan lebah (Borror et al. 1996). Keberadaannya di muka bumi ini diperkirakan sebanyak 9.500 jenis telah dideskripsikan oleh para ahli dan diperkirakan dua kali lipatnya masih belum teridentifikasi. Di beberapa negara maju, semut merupakan pengganggu utama rumah tangga. Yap dan Lee (1994) melaporkan bahwa di Penang, Malaysia masyarakatnya juga melihat semut sebagai pengganggu setelah nyamuk dan lipas. Besarnya koloni semut sangat bervariasi dan kebanyakan lokasinya di dalam tanah, kayu, dan di antara batu-batuan (Southwood 1978). Perilaku makan semut berbeda – beda, sebagai predator, pemakan bangkai, pengisap cairan tanaman, atau pemakan segala (omnivora). Oleh karena itu semut tergolong serangga yang paling sukses. Selain sebagai pengganggu (nuisance) di dalam dan di sekitar gedung, semut juga berpotensi menularkan penyakit pada manusia dan hewan. Kehadiran semut di sebuah rumah sakit dapat berakibat yang kurang baik bagi kesehatan manusia karena sifatnya sebagai pemakan segala macam, termasuk dahak yang mengandung berbagai kuman penyakit. Individu semut mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembangan, terdiri atas telur, larva, pupa, dan dewasa. Telurnya sangat kecil (mikroskopis) dan berwarna putih seperti susu. Larva yang baru menetas berwarna putih, sangat halus seperti ulat tanpa tungkai dengan kepala menyempit kearah depan. Larva generasi pertama diberi makan oleh induknya, tetapi larva generasi berikutnya diberi makan oleh pekerja. Setelah cukup makan dan beberapa kali molting (menyilih) dan akan berubah menjadi pupa (Borror et al. 1996). Pupa semut berbentuk seperti dewasa tetapi lebih lunak, berwarna putih krem, dan tidak aktif. Beberapa jenis, pupanya terselubung oleh kokon sutera. Ketika seluruh organ pupa mencapai perkembangan sempurna, pekerja akan membuka dinding pupa, menarik keluar semut muda, melepas selongsong kutikula yang menutupi tubuh dan kaki-kakinya. Semut dewasa yang baru belum menunjukkan warna semut yang sempurna. Semut dewasa muncul dalam beberapa jam atau hari dan mengalami proses pengerasan serta penggelapan kutikula. Perkembagan dari stadium telur sampai menjadi dewasa berlangsung selama 6 minggu lebih, tergantung jenis, tersedianya makanan, suhu, musim, dan faktor lain (Kronauer et al. 2007). Koloni semut dewasa secara umum terdiri atas dua kasta utama yaitu individu reproduktif seperti ratu dan jantan dan individu tidak reproduktif yang terdiri atas pekerja. Semut jantan merupakan semut dewasa bersayap. Tugas utamanya adalah untuk kawin dengan yang betina (ratu). Proses kawin terjadi di dalam sarang atau di luar sarang di atas tanah, atau bahkan di udara. Perkawinan di luar sarang terjadi pada saat swarming (Menke et al. 2014). Semut betina (ratu) merupakan yang paling besar di dalam koloni. Betina ini memulai hidupnya sebagai serangga bersayap, tetapi sayap segera dijatuhkan setelah kawin. Secara normal betina
4 kawin hanya sekali, dan dia akan memulai merawat keturunannya, terutama pada generasi pertama. Tugas utamanya adalah bertelur membangun koloni baru. Setelah merawat anak pertamanya, tugas ratu adalah hanya bertelur layaknya mesin bertelur dan tidak berpartisipasi dalam tugas membangun sarang (Belshaw dan Bolton 1993). Oleh karena itu ratu dirawat dan diberi makan oleh pekerja keturunannya. Beberapa jenis hanya mempunyai satu betina reproduktif (ratu), adapun lainnya bisa memiliki banyak ratu dalam satu sarang. Biasanya betina bisa hidup lebih dari 15 tahun. Ratu baru dapat dibentuk melalui proses pemberian makan khusus pekerja dewasa atau larva. Semut pekerja merupakan kasta terbanyak. Kasta ini adalah betina steril atau anak ratu tanpa sayap. Tugasnya merawat dan membuat sarang, memberi makan larva dan kasta lain, merawat telur, mempertahankan koloni dari musuh dan lain-lain. Umur berperan dalam pembagian tugas di antara pekerja. Pekerja yang lebih muda diberi tugas lebih dekat dengan sarang sebagai perawat sedang yang lebih tua akan berkelana lebih jauh untuk mencari makanan. Hal ini biasanya terjadi pada kelompok semut yang monomorfik yaitu yang mempunyai ukuran seragam. Beberapa semut mempunyai bentuk pekerja yang berbeda (dimorfik) yaitu pekerja minor (ukuran kecil) dengan jumlah yang lebih banyak dan pekerja mayor (ukuran besar) dengan jumlah lebih sedikit (Hadi 2006). Pekerja minor mempunyai tugas lebih ringan daripada pekerja mayor, karena bertugas menjaga ratu dan anak-anaknya, sedang pekerja mayor bertugas mencari makan, memindahkan partikel lebih besar dari tanah atau kerikil. Kelompok minor lebih fleksibel, bisa bekerja di sekitar sarang, dan mencari makan bila diperlukan. Pekerja mayor dengan kepala yang berkembang dengan baik seringkali disebut prajurit. Pekerja kebanyakan hidup tidak lebih dari satu tahun. Semut betina (ratu) dapat mengatur perkembangan koloni. Setelah sekali kawin dengan jantan, betina akan menghasilkan telur, jantan biasanya mati setelah kawin. Telur yang dibuahi akan menjadi betina (kebanyakan pekerja), dan telur yang tidak dibuahi akan menjadi jantan. Pada waktu tertentu dalam satu tahun, akan dihasilkan sejumlah banyak jantan bersayap dan betina reproduktif. Mereka akan terbang berkerumun (swarming) kearah cahaya dan biasanya terjadi perkawinan. Setelah itu jantan akan mati segera. Betina bila sukses, akan melepaskan sayapnya dan mencari sarang yang sesuai untuk membentuk koloni baru. Beberapa Jenis semut tidak atau jarang melakukan swarming (Borror et al. 1996). Tetapi, mereka akan kawin di dalam sarang, setelah itu jantan akan diusir keluar, betina akan menghasilkan betina reproduktif. Beberapa betina, yang telah dibuahi di dalam sarang asal, bisa bersama pekerjanya keluar meninggalkannya dan membentuk koloni baru. Cara pembentukan koloni baru biasanya terjadi pada semut faraoh dan semut argentina. Distribusi Semut Semut ditemukan pada setiap daratan yang ditempati di muka bumi. Semut menghuni setiap iklim dari pegunungan, padang pasir, dataran pantai, pantai, kota, padang rumput, hutan hujan, dan lokasi lainnya (Wilson 2010; Ramadanu et al. 2013; Susanto et al. 2013). Serangga tersebut mampu beradaptasi dengan lingkungan karena bentuk atau ukuran yang sangat kecil, memiliki kemampuan
5 bereproduksi lebih besar dalam waktu singkat, mempunyai keragaman yang luar biasa, bentuk dan perilaku (Borror et al,1996). Myrmicinae merupakan subfamili yang memiliki jumlah jenis terbesar dalam famili Formicidae, genus Monomorium yang merupakan hama permukiman yang sangat dominan (Na dan Lee, 2001). Beberapa subfamili bersifat endemik pada suatu daerah, seperti Aneuritinae merupakan jenis semut yang endemik di Australia yang hanya memiliki satu genus, yaitu genus Aneuretus. Subfamili Ecitoninae yang terdiri dari lima genera dan hanya ditemukan di Amerika Selatan (kawasan Neartik). Subfamili Leptanilloindinae merupakan semut yang hanya ditemukan pada derah tropis (Southwood 1978). Da Silva et al. (2004) melaporkan di permukiman wilayah Brasil ditemukan jenis-jenis semut seperti Camponotus 27 jenis, Pheidole 13 jenis, Solenopsis 11 jenis, dan Crematogaster 8 jenis. Wilkie et al. (2007) melaporkan hasil temuannya di permukiman wilayah Ekuador bahwa, keragaman semut ditemukan 47 jenis semut dengan 19 genus, termasuk jenis baru dan langka. Rizali (2006) melaporkan keseluruhan spesies semut yang ditemukan di Kepulauan Seribu berjumlah 48 spesies yang termasuk dalam 5 subfamili dan 28 genus, beberapa spesies seperti Ponera sp., hanya ditemukan pada pulau-pulau yang lokasinya dekat dengan pulau Jawa, spesies semut eksotik berhasil ditemukan seperti Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata dan Paratrechina longicornis yang dikenal bersifat invasif. Anoplolepis gracilipes dan Solenopsis geminata hanya ditemukan pada pulau-pulau yang memiliki dermaga saja. Rahim (2009) melaporkan keanekaragaman semut yang diperoleh dari tiga pulau (Bokor, Rambut, Untung Jawa) adalah 68.787 individu yang terdiri dari 4 subfamili 21 genus dan 35 spesies. Spesies Iridomyrmex anceps, Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata merupakan spesies yang memiliki jumlah individu tertinggi. Spesies invasif ditemukan yaitu Paratrechina longicornis, Solenopsis geminata dan Anoplolepis gracilipes. Astuti et al. (2014) individu yang paling banyak ditemukan di Bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang adalah Tapinoma melanochepalum (273 individu), diikuti Solenopsis geminata (262 individu) dan Paratrechina longicornis (135 individu), diantaranya enam jenis semut merupakan hama. Peranan Semut Dalam Kesehatan Permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya hama permukiman dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama, berdasarkan tingkat bahaya, kerugian, atau gangguan yang kemungkinan dapat ditimbulkan oleh hama-hama tersebut. Kedua, berdasarkan tingkat populasi hama-hama tersebut di lingkungan permukiman. Ketiga, berdasarkan tingkat toleransi pemukim terhadap keberadaan hama di lingkungannya. Dalam hal ini terkait dengan nilai ambang toleransi pemukim terhadap keberadaan hama disekitarnya, yang artinya suatu keadaan dapat menjadi masalah bagi seseorang tetapi tidak untuk orang lain. Selain sebagai pengganggu di dalam dan di sekitar gedung, semut juga berpotensi menularkan panyakit pada manusia dan hewan. Sebagai contoh, semut secara mekanik dapat membawa berbagai agen penyakit yang menempel pada tubuhnya atau di saluran pencernaannya (Hadi 2006). Semut sering berkeliaran di dapur dan tempat-temat pengolahan makanan, tempat sampah dan kotoran sehingga peranan semut yang dalam dunia kesehatan
6 tidak bisa diabaikan. Semut juga dapat menjadi ancaman apabila infestasinya tinggi di rumah (Belshaw dan Bolton 1993). Semut juga mengganggu kesehatan manusia dan hewan karena sengatannya yang cukup menyakitkan, dan bagi orang yang mempunyai sifat alergi sengatan semut ini bisa menimbulkan gangguan kesehatan yang serius. Contoh semut yang sengatannya cukup menyakitkan adalah semut api Solenopsis germinata dan Solenopsis invicta (Wilson 2010). Kerugian yang diakibatkan oleh semut hama adalah menyebabkan kontaminasi pada makanan dan peralatan steril di rumah sakit dan laboratorium. Selain menyebabkan kontaminasi terhadap makanan dan peralatan laboratorium, semut dapat menyebabkan alergi dan menjadi vektor penyakit karena berasosiasi dengan beberapa mikroorganisme patogen (Lee 2002).
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari Februari-Juni 2015. Sampel semut diperoleh dari 10 pasar, 25 rumah makan, 30 di dalam rumah dan 30 perimeter rumah di bawa ke laboratorium. Identifikasi semut dilakukan di Laboratorium Entomologi bagian Parasitologi dan Entomolgi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Metode Penelitian Pengambilan sampel semut dilakukan pada empat titik setiap pasar, dua titik pada setiap rumah makan, tiga titik setiap rumah, dan satu titik pada setiap perimeter rumah. Penangkapan Semut dengan Bait Trap (BT). BT adalah perangkap berumpan yang berupa wadah piring plastik dan gelas plastik yang telah diberi lubang pada bagian bawah. Umpan yang digunakan dalam BT adalah cairan gula dan ikan. Umpan cairan gula dimasukkan ke dalam wadah piring plastik dan ikan dimasukkan ke dalam gelas plastik yang telah diberi lubang pada bagian bawah, kemudian diletakkan secara terpisah pada masing-masing spot (titik pengamatan). Perangkap tersebut disimpan selama 60 menit (Human and Gordon 1996; Mustafa et al. 2011), setelah itu semut yang berada dalam perangkap dipindahkan ke dalam botol sampel yang berisi alkohol 70% dengan menggunakan kuas dan diberi label. Selanjutnya koleksi semut di bawa ke laboratorium untuk diproses lebih lanjut. Penangkapan Semut dengan Tanpa Umpan. Penangkapan semut dilakukan secara manual pada lokasi perimeter rumah dengan jarak tiga meter dari rumah, menggunakan kuas, plastik dan botol sampel yang berisi alkohol 70%. Penangkapan semut dilakukan selama 30 menit (Watanasit et al. 2007). Selanjutnya semut yang dikoleksi kemudian diberi label dan dibawa ke laboratorium untuk diproses serta diidentifikasi.
7 Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan. Suhu dan kelembaban udara diukur menggunakan alat Thermohygrometer digital pada lokasi pasar, rumah makan, dalam rumah dan perimeter rumah. Hasil yang diperoleh dari pengamatan dicatat dan disajikan dalam bentuk tabel. Pengukuran Korelasi Infestasi Semut terhadap Biosekuriti Personal, Tempat/Peralatan dan Lingkungan. Pengukuran korelasi infestasi semut, dilakukan dengan wawancara terhadap masyarakat secara langsung menggunakan kuesioner. Jumlah responden peserta kuesioner di pasar sebanyak 100 responden, rumah makan sebanyak 69 responden dan pemukiman sebanyak 100 responden. Adapun aspek yang diamati yaitu biosekuriti personal, biosekuriti tempat/peralatan, biosekuriti lingkungan sebagaimana tersaji pada Lampiran 6. Identifikasi Semut. Seluruh semut yang tertangkap dengan dan tanpa pengumpanan, diidentifikasi di bawah mikroskop stereo. Identifikasi dilakukan berdasarkan panduan Bolton (1994), Na dan Lee (2001), Hashimoto dan Rahman (2003). Analisis Data Data karakteristik habitat, jenis-jenis semut, dan data korelasi infestasi semut terhadap biosekuriti personal, biosekuriti tempat/peralatan, biosekuriti lingkungan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel. Untuk mengetahui fauna semut dianalisis dengan menggunakan beberapa parameter : Dihitung berdasarkan proporsi semut Jenis tertentu terhadap jumlah total semut tertangkap dikali 100%, dengan rumus : Kelimpahan Nisbi = ∑ individu Jenis tertentu yang tertangkap x 100% ∑ total seluruh individu Jenis yang tertangkap Dihitung berdasarkan jumlah minggu semut Jenis tertentu tertangkap dibagi dengan jumlah minggu penangkapan, dengan rumus : Frekuensi Jenis = ∑ minggu tertangkapnya semut Jenis tertentu ∑ minggu penangkapan Angka dominansi Jenis dihitung berdasarkan perkalian antara Kelimpahan dengan Frekwensi semut tertangkap setiap Jenis, dengan rumus : Dominasi Jenis = (Kelimpahan Nisbi x Frekuensi Jenis) Indeks Keragaman Jenis (H’) Shannon- Wiener (Southwood, 1978), yaitu: H’ = -∑Pi Ln(Pi); dengan Pi = Ni/N Keterangan : H’ : indeks Keragaman Jenis Pi : perbandingan jumlah individu suatu Jenis dengan keseluruhan Jenis Ni : jumlah individu ke-i N : jumlah total individu semua Jenis Kriteria indeks Keragaman Jenis dibagi menjadi empat: H’<1(rendah); H’1-3(sedang); H’>3 (tinggi) Pengukuran korelasi infestasi semut terhadap biosekuriti personal, biosekuriti tempat/peralatan, biosekuriti lingkungan dilakukan dengan mengukur
8 koefisien korelasi menggunakan software SPSS 17.0 dan kriteria angka koefisien korelasi yaitu : 0,00 – 0,199 = sangat rendah; 0,20 – 0,399 = rendah; 0,40 – 0,599 = sedang; 0,60 – 0,799 = kuat; 0,80 – 1,000 = sangat kuat (Sugiono 2010). Angka kepercayaan (α = 0,05) atau 95%
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Jenis Semut Pengganggu di permukiman Hasil penelitian menunjukkan jenis-jenis semut yg diperoleh dari lokasi pasar, rumah makan, dalam rumah dan perimeter rumah ditemukan 21 jenis semut dari 6 subfamili, dan 15 genus (Tabel 1). Jenis semut dari subfamili Dolichoderinae terdapat tiga jenis, subfamili Formicinae 6 jenis, subfamili Myrmicinae 7 jenis, subfamili Ponerinae tiga jenis, subfamili Proceratiinae dan Pseudomyrmecinae masing-masing satu jenis. Morfologi jenis-jenis semut pengganggu permukiman sebagai berikut; Tabel 1. Tingkatan taksa jenis-jenis semut pengganggu permukiman yang dikoleksi dari keempat lokasi di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) No 1
2
Subfamili Dolichoderinae
Formicinae
Tribe Dolichoderini Tapinomini Camponotini
Genus Dolichoderus Tapinoma
Jenis Dolichoderus thoracicus
Technomyrmex
Technomyrmex albipes
Camponotus Polyrhachis
Camponotus barbatus
Tapinoma melanocephalum
Polyrhachis sp. Polyrhachis ackterbergi
3
Myrmicinae
Lasiini
Anoplolepis
Anoplolepis gracilipes
Plagiolepidini
Paratrechina
Paratrechina longicornis
Prenolepis
Prenolepis imparis
Pheidole Monomorium
Pheidole sp.
Attini Solenopsidini
Monomorium floricola Monomorium pharaonis
Solenopsis
Solenopsis geminata Solenopsis invicta Solenopsis molesta Solenopsis sp.
4
Ponerinae
Ponerini
Odontomachus Odontoponera
Odontomachus haematodes Odontoponera denticulata Odontoponera transversa
5
Proceratiinae
Probolomyrmecini
Probolomyrmex
Probolomyrmex sp.
6
Pseudomyrmecinae
Pseudomyrmecini
Tetraponera
Tetraponera allaborans
9
a
b
c
d
e
f
g
h
10
i
j
k
l
m
n
o
p
11
q
r
s
Gambar 1. Jenis semut yang diperoleh dari keempat lokasi di permukiman Bogor Dolichoderus thoracicus (a), Tapinoma melanochepalum (b), Technomyrmex albipes (c), Camponotus barbatus (d), Polyrhachis ackterbergi (e), Anoplolepis gracilipes (f), Paratrechina longicornis (g), Prenolepis impairs (h), Pheidole sp. (i), Monomorium floricola (j), Monomorium pharaohnis (k), Solenopsis geminata (l), Solenopsis molesta (m), Solenopsis invicta (n), Odontomachus haematodes (o), Odontoponera denticulata (p), Odontoponera transversa (q), Probolomyrmex sp. (r), Tetraponera allaborans (s) Subfamili Dolichoderinae. Semut subfamili ini tidak memiliki alat sengat, tangkai metasoma terdiri satu segmen dan tidak ada penyempitan antara dua segmen berikutnya. Pada umumnya berukuran agak kecil (Borror et al. 1996). Acidopore pada subfamili ini berbentuk seperti celah tanpa ada rambut disekelilingnya (Bolton 1994; Na dan Lee 2001; Hashimoto dan Rahman 2003). Ciri utama dari masing-masing jenis semut yaitu; Dolichoderus thoracicus (Gambar 1.a) mempunyai pedicel dengan satu node (petiole); biasanya tanpa penyengat. Ujung abdomen tanpa lingkaran rambut. Node memuncak tetapi tumpul (nodiform). Karakteristik lain: keras dan kulit berupa ukiran; bagian punggung toraks dengan satu penonjolan keatas; warna tubuh hitam. Tapinoma melanochepalum (Gambar 1.b) merupakan jenis yang termasuk monomorphic. Warna tubuh berbeda, kepala dan bagian lateral alitrunk berwarna coklat kehitam-hitaman, bagian dorsal alitrunk (kecuali propodeum), mandibula,
12 gaster dan kaki berwarna kuning pucat. Sedangkan gaster biasanya berwarna pucat dan kadang-kadang berwarna coklat. Mata berukuran besar. Mandibula dengan tiga buah gigi dan sekitar tujuh buah denticle. Clypeus tanpa longitudinal carinae, bagian anterior sedikit cekung. Alitrunk sedikit mengembung dengan bagian metasoma yang ramping. Propodeum tidak memiliki duri. Permukaan bagian atas alitrunk lebih pendek dibandingkan terhadap permukaan bagian bawah. Gaster dengan empat segmen. Terdapat rambut pada gaster dan setae yang tegak hanya pada clypeus dan ujung dari gaster. Technomyrmex albipes (Gambar 1.c) mempunyai petiole dengan satu node (node datar); biasanya tanpa penyengat. Ujung abdomen tanpa lingkaran rambut. Lima tergites gaster dapat terlihat. Kaki tidak sebanding dengan tubuh; atas tubuh ditutupi dengan beberapa rambut panjang berwarna coklat gelap dengan tubuh berwarna hitam; tarsi berwarna kuning atau putih. Subfamili Formicinae. Subfamili ini tidak memiliki alat sengat. Mata berkembang dengan baik, tetapi kadang-kadang tidak memiliki pada genus Acropyga. Terdapat ocelli. Ujung antena tidak berbentuk club. Petiole terdiri atas satu node. Segmen kedua gaster tidak berbentuk tubulate. Gaster terdiri atas lima buah segmen. Memiliki acidopore dan tidak memiliki sengat. Acidopore berbentuk circular atau semicircular dengan rambut yang pendek di sekitarnya (Bolton 1994; Borror 1996; Na dan Lee 2001; Hashimoto dan Rahman 2003). Pada subfamili ini didapatkan lima jenis yang tergolong lima genera semut pengganggu. Ciri utama dari masing-masing jenis semut yaitu; Camponotus barbatus (Gambar 1.d) memiliki petiole dengan satu node (node dengan puncak yang tajam squamiform); biasanya tanpa menyengat. Ujung abdomen dengan lingkaran rambut. Thorax terlihat bulat merata di sampingnya; pekerja polimorfik. Tubuh hitam, gaster berat ditutupi dengan rambut telentang keabu-abuan). Polyrhachis ackterbergi (Gambar 1.e) memiliki Clypeus di Kepala yang sangat luas, jelas lebih lebar memanjang. Pronotum di bagian punggung, gigi tumpul. Rahang sangat halus, mesosoma jelas dan teratur. Gaster sangat halus. Coxae dari kaki depan. Subpetiole coklat kemerahan, ujung kaki sangat terang berwarna oranye. Ujung proksimal tibiae dan tarsi berwarna coklat sangat gelap sampai hitam. Gaster berwarna sangat gelap coklat kemerahan. Anoplolepis gracilipes (Gambar 1.f) memiliki petiole dengan satu node (node dengan puncak yang tajam); biasanya tanpa menyengat. Ujung abdomen dengan lingkaran rambut. Toraks terlihat merata di sampingnya; pekerja monomorfik. Antena dengan 11 segmen; antena tanpa club; kepala dengan dua baris rambut menegang, tidak ada rambut yang menegang pada antena segmen pertama dan toraks; tubuh kurus dengan kaki yang sangat panjang; tubuh berwarna kuning. Paratrechina longicornis (Gambar 1.g) memiliki karakteristik; antena berjumlah 12 segmen. Mandibula dengan tipe subtriangular atau elongatetriangular. Antena socket sangat dekat dengan clypeus. Palpus panjang. Memiliki petiole dengan satu node. Tidak memiliki sengat. Bersifat monomorphisme dengan warna tubuh coklat tua atau kehitam-hitaman. Antena sangat panjang. Kepala berbentuk elongate. Mandibula terdiri dari lima buah gigi. Clypeus tanpa longitudinal carinae. Alitrunk ramping, propodeum tanpa duri, posterodorsal membulat dan terdapat spirakel propodeal. Propodeum tidak memiliki rambut yang tegak. Pada seluruh permukaan tubuh terdapat rambut-rambut halus. Prenolepis impairs (Gambar 1.h) memiliki petiol dengan satu node (node dengan
13 puncak yang tajam); biasanya tanpa penyengat. Ujung abdomen dengan lingkaran rambut. Thorax terlihat merata di bagian samping; pekerja monomorfik. Antena dengan 12 segmen. Kepala dan thoraks tidak ada ukiran. Scape meluas atas kepala; ocelli tidak ada. Panjang scape adalah satu setengah panjang kepala; scape dan tubuh ditutupi dengan rambut menegang, tetapi tidak diatur dan berbeda secara berpasangan; mandibula dengan enam gigi; berwarna kuning kecoklatan. Subfamili Myrmicinae. Myrmicinae merupakan subfamili yang memiliki jumlah jenis terbesar diantara semut lainnya, dicirikan dengan adanya metasoma yang memiliki dua segmen. Tidak mempunyai ocelli, antena berjumlah 4-12 segmen. Mandibula mempunyai bentuk yang bervariasi, pertumbuhan jumlah gigi merupakan karakter taksonomi yang penting untuk membedakan setiap jenisnya (Bolton 1994; Borror 1996; Na dan Lee 2001; Hashimoto dan Rahman 2003). Dari subfamili ini 6 jenis semut pengganggu yang tergolong kepada tiga genera. Ciri utama dari masing-masing jenis semut yaitu; Pheidole sp. (Gambar 1.i) memiliki Pedicel dengan dua node (petiol dan postpetiol); dengan alat penyengat. Belakang thorax dengan sepasang duri. 12-tersegmentasi antena yang berakhir pada club 3-tersegmentasi (karakteristik lain: tubuh coklat kemerahan; pedicel melekat pada tengah gaster; pekerja dimorfik - utama: kepala membesar dan sedikit beralur; minor: kepala tidak membesar, sedikit beralur dan mengadu). Monomorium floricola (Gambar 1.j) memiliki Pedicel dengan dua node (petiol dan postpetiol); dengan alat penyengat. Belakang thorax (propodeum) tanpa duri di atas. 11-12 tersegmentasi antena yang berakhir pada club 3tersegmentasi. panjang tubuh 1,5-2,0 mm; 11-12-tersegmentasi antenna. 12tersegmentasi antena (karakteristik lain: kepala dan gaster berwarna gelap; sengatan terlihat). Monomorium pharaohnis (Gambar 1.k) memiliki karakteristik; Tubuh berwarna kuning kemerah-merahan dengan gaster berwarna hitam. Tubuh tidak tertutupi oleh rambut. Mesosoma biasanya berwarna pucat. Node petiole ramping dan membulat, sedangkan node postpetiole lebih besar dari petiole. Solenopsis geminata (Gambar 1.l) memiliki karateristik yang bersifat polymorphic. Tubuh berwarna coklat kemerah-merahan dengan kepala berwarna coklat, kepala berbentuk persegi empat, bagian margin posterior mencembung, mandibula besar dan tegap. Memiliki empat buah gigi. Clypeus dengan sepasang longitudinal carinae. Mata relatif kecil yang terdiri kurang lebih 20 ammatidia. Terdapat ocelli pada bagian anterior kepala. Scape pendek, antena club sama panjangnya dengan kombinasi segmen antena ke-3 sampai ke-9. Pada mesosoma dan gaster terdapat banyak rambut yang tegak. Mandibula terdiri dari empat buah gigi. Scape pada antena mencapai bagian posterior dari kepala. Clypeus dengan sepasang carinae. Carinae mencapai permukaan dorsal dari propodeum. Solenopsis molesta (Gambar 1.m) memiliki pedicel dengan dua node (petiol dan postpetiol); dengan alat penyengat. Belakang thorax (propodeum) tanpa duri di atas. 10-tersegmentasi antena yang berakhir pada club 2-tersegmentasi. ukuran tubuh yang kecil (sekitar 1,5 mm) (karakteristik lain: sengatan tidak terlihat, pekerja monomorfik; kekuningan warna tubuh coklat). Solenopsis invicta (Gambar 1.n) memiliki pedicel dengan dua node (petiol dan postpetiol); dengan alat penyengat. Belakang thorax (propodeum) tanpa duri di atas. 10-tersegmentasi antena yang berakhir pada club 2-tersegmentasi. Panjang tubuh dari > 3 mm (karakteristik lain: seluruh tubuh ditutupi dengan rambut panjang, pekerja polimorfik; warna tubuh coklat kemerahan). Mandibula dengan empat gigi yang
14 berbeda (gigi keempat pekerja utama adalah tidak berbeda); ukuran kepala relatif sama dengan tubuh. Subfamili Ponerinae. Subfamili ini tangkai metasoma hanya satu ruas, tetapi terdapat satu penyempitan yang jelas antara dua ruas berikutnya posterior terhadap tangkai. Panjangnya 2-4 mm (Borror et al. 1996). Ditemukan tiga jenis dengan dua genera. Jenis ini tidak termasuk sebagai semut pengganggu/hama, subfamili Ponerinae lebih dikenal sebagai semut prdator (Agosti et al, 2000). Ciri utama dari masing-masing jenis semut yaitu; Odontomachus haematodes (Gambar 1.o) memiliki satu petiole yang dapat memisahkan alitrunk dan gaster. Ujung gaster dengan sting yang terlihat jelas, pygidium dan hipopygidium tidak dilengkapi sisir atau susunan duri yang menebal. Kantung antena dengan ujung tepi posterior dan clypeus terpisah. Spirakel pada ruas gaster keempat dan kelima tersembuyi. Mandibula yang sama dengan Anochetus. Kepala bergabung dipertengahan membentuk huruf V, sedangkan puncak kepala membentuk garis mengalur dipertengahan. Odontoponera denticulate (Gambar 1.p) memiliki mandibula berbentuk triangular dengan lima gigi yang besar. Terdapat frontal lobes yang saling berdekatan dan hanya terpisah dengan garis tipis segitiga. Bila dilihat dari sisi anterior tubuh, metatibia tungkai belakang terdapat dua taji pectinate yang kecil. Cakar pretarsal sederhana tanpa adanya gigi. Tepi anterior clypeus dengan tujuh geligi kecil yang tumpul Pronotum dengan sepasang gigi triangular. Permukaan pronotum dan kepala yang kasar beralur dijadikan karakter yang khas. Memiliki scape antena (bagian pangkal antena yang tidak bersegmen) dan relatif lebih pendek. Ukuran mata relatif lebih besar. Bagian kepala (caput) memiliki bentuk cekungan yang sempit. warna lebih gelap (terkadang hitam) dengan kaki yang berwarna agak kemerahan. Berdasarkan habitatnya serta perilakunya, umumnya banyak ditemukan pada daerah-daerah terganggu atau daerah yang banyak aktivitas manusia. Juga lebih menyukai tempat yang lebih terbuka. Odontoponera transversa (Gambar 1.q) memiliki mandibula berbentuk triangular dengan lima gigi yang besar. Terdapat frontal lobes yang saling berdekatan dan hanya terpisah dengan garis tipis segitiga. Bila dilihat dari sisi anterior tubuh, metatibia tungkai belakang terdapat dua taji pectinate yang kecil. Cakar pretarsal sederhana tanpa adanya gigi. Tepi anterior clypeus dengan tujuh geligi kecil yang tumpul Pronotum dengan sepasang gigi triangular. Permukaan pronotum dan kepala yang kasar beralur dijadikan karakter yang khas. Memiliki scape antena (bagian pangkal antena yang tidak bersegmen) yang relatif lebih panjang. Ukuran mata relatif lebih kecil. Bagian kepala (caput) memiliki bentuk cekungan yang agak lebar. umumnya memiliki warna lebih cerah (cokelat kemerahan). Berdasarkan habitatnya serta perilakunya, umumnya banyak dijumpai di kawasan hutan atau daerah yang tidak banyak aktivitas dan gangguan manusianya dan hampir tidak pernah dijumpai di daerah yang banyak aktivitas manusia. Juga lebih menyukai tempat yang lebih gelap dan lembab. Subfamili Proceratiinae. Subfamili Proceratiinae ditemukan satu jenis dengan satu genera. Jenis semut yaitu Probolomyrmex sp. (Gambar 1.r) memiliki ciri satu petiol menyerupai gaster. Toraks rata tanpa ukiran. Pada ujung gaster terdapat lingkaran dan rambut-rambut. Jenis semut tersebut tidak termasuk sebagai semut pengganggu/hama, subfamili Proceratiinae lebih dikenal sebagai semut generalis (Agosti et al. 2000).
15 Subfamili Pseudomyrmicinae. Subfamili Pseudomyrmecinae memiliki tubuh yang ramping (Borror et al. 1996), ditemukan satu jenis dengan satu genus. Jenis semut yaitu Tetraponera allaborans (Gambar 1.s) memiliki ciri dua petiole. Pygidium melekuk tanpa adanya duri yang tersusun diujungnya. Tidak terdapat frontal lobes. Kantung antena terbuka tidak ditutupi frontal lobes. Tibia tungkai belakang dengan taji berbentuk pectinate. Tepi posterior dari pertengahan clypeus tidak melekuk. Jenis semut tersebut tidak termasuk sebagai semut pengganggu/hama, subfamili Pseudomyrmicinae lebih dikenal sebagai semut generalis (Agosti et al. 2000). Keragaman Jenis Semut yang diperoleh dengan Bait Trap dan Hand Collection Jenis semut yang diperoleh dengan bait trap, ditemukan 10 jenis semut dari tiga subfamili dengan jumlah sebanyak 16.620 individu. Jenis semut dengan jumlah individu terbanyak ditemukan yaitu Paratrechina longicornis (27,8%), diikuti oleh Solenopsis sp. (23,9%), dan Monomorium pharaonis (16,7%) (Tabel 2). Jenis semut tersebut sering dijumpai pada tiga lokasi penelitian, dan ada beberapa jenis semut yang hanya ditemukan pada lokasi tertentu saja seperti Dolichoderus thoracicus dan Polyrhachis sp. yang hanya ditemukan di lokasi Pasar, dan Technomyrmex albipes yang hanya ditemukan pada lokasi Rumah Makan (Tabel 2). Sementara itu, dari dalam rumah suhu 30,50C dan kelembaban 62,6% diperoleh 7 jenis semut dengan 11,439 individu. Pada lokasi pasar rata-rata suhu 30,70C dan kelembaban 72,2% ditemukan 8 jenis semut dengan 1,327 individu. Selanjutnya di lokasi rumah makan dengan rata-rata suhu 31,40C dan kelembaban 69,3% dapat ditemukan 9 jenis semut dengan 4,301 individu. (Lampiran 3). Sementara itu, Zulkarnain (2006) melaporkan bahwa semua jenis semut yang ditemukan aktif siang hari pada suhu suhu di bawah 30 0C dan kelembaban udara di atas 60%. Persentase jenis semut terbanyak ditemukan pada lokasi pasar adalah Paratrechina longicornis (60,4%). Adapun, di lokasi rumah makan adalah Anoplolepis gracilipes (39,3%). Selanjutnya di lokasi dalam rumah Solenopsis sp. (35,4%). Pada tiga lokasi penangkapan menggunakan bait trap, jenis semut yang paling sering ditemukan adalah Paratrechina longicornis. Hal tersebut sama dengan yang dilakukan Rizali (2011) pada penelitian yang dilakukan di permukiman banyak ditemukan jenis semut Paratrechina longicornis. Menurut Zulkarnain (2006) semut di permukiman yang tertarik pada berbagai jenis umpan dan berhabitat di dalam rumah adalah Paratrechina sp., semut tersebut dijumpai pada kondisi sanitasi yang tidak baik. Dalam rumah jumlah total individu semut paling banyak yaitu 11439 individu, sedang lokasi pasar memiliki jumlah total individu semut paling sedikit yaitu 1327 individu tetapi untuk keanekaragaman jenis semut masih lebih stabil. Faktor suhu dan kelembaban udara mikro dalam ekosistem turut mempengaruhi keragaman jenis semut, karena titik optimum suhu dan kelembaban untuk masingmasing semut berbeda. Paratrechina longicornis dan Tapinoma melanocephalum merupakan semut rumah. Menurut Lee dan Tan (2004), Paratrechina longicornis
16
Tabel 2. Jenis - jenis semut yang dikoleksi dengan Bait trap pada tiga lokasi di Permukiman Bogor (Februari – Juni 2015). No
Subfamili Jenis
1 2 3
Dolichoderinae Tapinoma melanocephalum Dolichoderus thoracicus Technomyrmex albipes
1 2 3
Formicinae Paratrechina longicornis Anoplolepis gracilipes Camponotus barbatus
4
Polyrhachis sp.
1 2 3 11
Myrmicinae Monomorium pharaonis Pheidole sp. Solenopsis sp. Total
Jumlah individu setiap lokasi Pasar ∑ %
Rumah makan ∑ %
Total
Dalam Rumah ∑ %
∑
%
180
13.6
578
13.4
1356
11.9
2114
12.4
4 0
0.3 0
0 3
0 0.1
0 0
0 0
4 3
0.0 0.0
801 144 0 1
60.4 10.9 0 0.1
995 1690 64 0
23.1 39.3 1.5 0
2946 357 9 0
25.8 3.1 0.1 0
4742 2191 73 1
27.8 12.8 0.4 0.0
117 71 9
8.8 5.4 0.7
222 280 22
5.2 6.5 0.5
2516 207 4048
22 1.8 35.4
2855 558 4079
16.7 3.3 23.9
1327
3854
11439
16620
merupakan semut yang mencari makan di dalam rumah. Paratrechina longicornis, mempunyai sarang utama di luar rumah. Jenis semut ini umumnya mencari makan secara berkelompok, apabila salah satu anggota koloni menemukan makanan maka anggota koloni tersebut akan berkomunikasi dengan anggota koloni lainnya, sehingga dalam beberapa menit semut akan banyak ditemukan pada makanan tersebut. Watanasit et al. (2007), mengatakan bahwa setiap jenis semut tidak mungkin terdapat disemua lokasi, hanya beberapa jenis semut tertentu yang memungkinkan keberadaannya dilokasi tersebut. Kemudian dipertegas oleh Robinson (1996), mengatakan bahwa semut banyak terlihat di luar ruangan saat kondisi cuaca cerah pada siang hari sehingga menyebabkan kehadiran semut di dalam ruangan jarang terjadi kecuali jika di tempat tersebut banyak terdapat makanan. Hal ini memyebabkan adanya risiko kesehatan karena semut memiliki kemampuan menyebarkan penyakit. Jenis-jenis semut yang diperoleh menggunakan hand collection di lokasi perimeter rumah ditemukan 20 jenis semut dari 6 subfamili dengan jumlah 6513 individu (Tabel 3). Dari 6 subfamili yang ditemukan, persentase terbanyak adalah Dolichoderus thoracicus 24,6%. Adapun paling sedikit jenis semut ditemukan adalah Probolomyrmex sp. dan Tetraponera allaborans 0.0%. Keberadaan semut pada lokasi pengamatan dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan kesesuaian kondisi lingkungan (Mustafa et al. 2011). Koleksi semut pada lokasi perimeter rumah diperoleh jenis semut dengan jumlah individu dan persentase yang mendominasi yaitu Dolichoderus thoracicus, diikuti Paratrechina longicornis dan Monomorium pharaonis. Selain itu subfamili dengan jenis semut terbanyak di koleksi yaitu Myrmicinae (Tabel 3). Astuti et al. (2014) menyatakan, setiap koloni
17 Tabel 3. Jenis - jenis semut yang dikoleksi dengan Hand collection pada lokasi Perimeter Rumah di Bogor (Februari-Juni 2015) No
Subfamili
Jumlah individu ∑
℅
Dolichoderinae Dolichoderus thoracicus Technomyrmex albipes Dolichoderus thoracicus queen
1600 383 280
24.6 5.9 4.3
Tapinoma melanocephalum Dolichoderus thoracicus bersayap
191 8
2.9 0.1
4 5 6
Formicinae Paratrechina longicornis Anoplolepis gracilipes Prenolepis imparis
1241 277 24
19.1 4.3 0.4
7
Polyrhachis ackterbergi
19
0.3
8 9 10 11
Myrmicinae Monomorium pharaonis Monomorium floricola Solenopsis molesta Solenopsis geminata
1019 763 376 172
15.6 11.7 5.8 2.6
12 13
Solenopsis invicta Pheidole sp.
79 28
1.2 0.4
14 15 16
Ponerinae Odontomachus haematodes Odontoponera transversa Odontoponera denticulata
28 18 4
0.4 0.3 0.1
17
Proceratiinae Probolomyrmex sp.
2
0.0
1 6513
0.0
Jenis 1 2 3
18
Pseudomyrmecinae Tetraponera allaborans Total
semut membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan energinya. semut akan aktif melakukan pengamatan di sekitarnya untuk menemukan makanan. Spesies semut memiliki tingkat toleransi yang sempit dan respon yang cepat terhadap perubahan lingkungan. Ukuran semut yang kecil dan relatif bergantung pada temperatur, membuat mereka sangat sensitif terhadap perubahan iklim dalam suatu habitat (Kaspari dan Mejer 2000). Selanjutnya, Zulkarnain (2006) mengatakan bahwa, pada kelompok semut yang melakukan kerja sama dalam mendapatkan makanan biasanya salah satu dari anggota tersebut akan memberikan informasi tentang sumber makanan pada anggota lainnya. Lokasi perimeter rumah rata-rata suhu 31,60C dan kelembaban 55,6% diperoleh 20 jenis semut dengan 6,513 individu. (Lampiran 3).
18 Hashimoto dan Rahman (2003), menyatakan bahwa semut Camponotus barbatus yaitu bersarang di dalam tanah, kayu mati, pohon dan beraktivitas sebagai pemburu. Paratrechina longicornis yaitu bersarang di tanah terbuka, di bawah batu atau benda lainnya, kayu busuk di tanah dan sebagai pemburu. Anoplolepis gracilipes yaitu bersarang di dalam tanah dan sebagai pemburu. Tapinoma melanocephalum hidup di berbagai habitat dari padang rumput kehutan hujan dataran rendah, bersarang di dalam tanah atau kayu busuk dan sebagai pemburu. Monomorium pharaonis dan Monomorium floricola yaitu bersarang di bawah batu dan kulit kayu, di cabang busuk dan sebagai pemulung serta pemanen biji. Technomyrmex albipes yaitu ditemukan di hutan lembab, bersarang di dalam tanah, dicabang atau sarang karton, di bawah daun atau batang pohon dan sebagai pemburu. Polyrhachis sp. dan Polyrhachis ackterbergi yaitu kebanyakan di pohon, bersarang di daun dan sebagai pemburu. Pheidole sp. bersarang di dalam tanah, di kayu busuk dan sebagai pemburu. Solenopsis geminate, Solenopsis invicta, Solenopsis molesta yaitu bersarang di dalam tanah dan sebagai pemburu serta pencuri. Odontomachus haematodes yaitu bersarang di tanah atau kayu busuk dan sebagai predator. Odontoponera denticulate dan Odontoponera transversa yaitu bersarang di tanah dan sebagai predator. Probolomyrmex sp. yaitu bersarang di dalam tanah, di bawah batu, di sampah daun, kayu busuk dan sebagai predator. Tetraponera allaborans yaitu ditemukan berada di pohon, bersarang di rongga tanaman dan sebagai predator. Dolichoderus thoracicus yaitu ditemukan berada di pohon dan sebagai pemburu. Kelimpahan Nisbi dan Indeks Keanekaaragaman Jenis Kelimpahan nisbi, frekuensi, dominasi dan indeks keragaman jenis semut yang ditemukan dari empat lokasi di permukiman Bogor disajikan pada Tabel 4. Persentase kelimpahan jenis semut paling tinggi di lokasi pasar yaitu Paratrechina longicornis dengan frekuensi kehadiran tertinggi 0,8 serta dominasi terbanyak 48,3%. Selanjutnya, di lokasi rumah makan persentase kelimpahan semut tertinggi yaitu Anoplolepis gracilipes dengan tingkat dominasi 27,2% pada wilayah tersebut. Jenis semut Paratrechina longicornis memiliki frekuensi kehadiran tertinggi di lokasi rumah makan sebesar 1. Selanjutnya, pada lokasi dalam rumah persentase kelimpahan semut tertinggi yaitu Solenopsis sp. Adapun frekuensi kehadiran tertinggi ditemukan yaitu Paratrechina longicornis 0,6. Paratrechina longicornis juga mendominasi lokasi dalam rumah sebesar 15,5%. Selain itu, jenis semut yang memiliki kelimpahan terbanyak ditemukan pada lokasi perimeter rumah yaitu Dolichoderus thoracicus, dengan tingkat dominasi sebesar 11,5%. Paratrechina longicornis (0,6%) memiliki frekuensi kehadiran terbanyak pada lokasi tersebut. Jenis semut Paratrechina longicornis diketahui mendominasi tiga lokasi di permukiman Bogor yaitu lokasi pasar, rumah makan dan dalam rumah. Adapun di lokasi perimeter rumah, jenis semut yang mendominasi adalah Dolichoderus thoracicus. Frekuensi kehadiran tertinggi Paratrechina longicornis ditemukan di lokasi rumah makan.
1
Perimeter Rumah KN(%) Fs Ds 19.1 0.6 11.4 4.3 0.3 1.1 2.9 0.3 0.8 15.6 0.6 9.4 5.9 0.1 0.4 0 0 0 0 0 0 0.3 0.1 0.0 0.4 0.3 0.1 0.4 0.4 0.2 11.7 0.5 6.2 2.6 0.3 0.9 1.2 0.3 0.4 5.8 0.5 2.7 0 0 0 0.4 0.3 0.1 0.1 0.2 0.0 0.3 0.3 0.1 0.0 0.1 0.0 0.0 0.1 0.0 24.6 0.5 11.5 0.1 0.1 0.0 4.3 0.1 0.6 19
Tabel 4. Kelimpahan, frekuensi, dominasi semut di Permukiman Bogor Pasar Rumah Makan Dalam Rumah no Jenis Semut KN(%) Fs Ds KN(%) Fs Ds KN(%) Fs Ds 60.4 0.8 48.3 23.1 1 23.1 25.8 0.6 15.5 1 Paratrechina longicornis Anoplolepis gracilipes 10.9 0.3 3.3 39.3 0.7 27.2 3.1 0.2 0.6 2 13.6 0.6 8.1 13.4 0.5 6.2 11.9 0.5 6.3 3 Tapinoma melanocephalum 8.8 0.5 4.4 5.2 0.5 2.8 22 0.5 10.3 4 Monomorium pharaonis 0 0 0 0.1 0.1 0.0 0 0 0 5 Technomyrmex albipes 0 0 0 (1.5 0.2 0.3 0.1 0.1 0.0 6 Camponotus barbatus Polyrhachis sp. 0.1 0.1 0.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 Polyrhachis ackterbergi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 Prenolepis imparis 0.7 0.2 0.1 0.5 0.2 0.1 1.8 0.3 0.6 9 Pheidole sp. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 Monomorium floricola Solenopsis geminata 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12 Solenopsis invicta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 Solenopsis molesta Solenopsis sp. 5.4 0.1 0.5 6.5 0.4 2.5 35.4 0.3 9.4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14 Odontomachus haematodes 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 Odontoponera denticulata Odontoponera transversa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 Probolomyrmex sp. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18 Tetraponera allaborans 0.3 0.3 0.1 0 0 0 0 0 0 19 Dolichoderus thoracicus Dolichoderus thoracicus queen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Dolichoderus thoracicus bersayap 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Keterangan: (K) Kelimpahan Nisbi (%); (F) Frekuensi spesies; (D) Dominasi spesies; (0) Tidak ditemukan
20 Indeks keragaman jenis semut pada empat lokasi tergolong sedang yaitu lokasi pasar sebesar 1,2, rumah makan 1,6, dalam rumah 1,5 dan perimeter rumah 2,2. Dari keempat lokasi tersebut indeks keragaman jenis semut terbanyak ditemukan pada perimeter rumah, adapun yang paling sedikit ditemukan di lokasi pasar. Jenis semut Tapinoma sessile hanya ditemukan pada lokasi rumah makan, Technomyrmex albipes lokasi rumah makan dan perimeter rumah, Camponotus barbatus lokasi rumah makan dan dalam rumah, Polyrhachis sp., hanya ditemukan pada lokasi pasar, Polyrhachis ackterbergi dan Prenolepis imparis hanya ditemukan pada lokasi perimeter rumah (Tabel 4). Jenis semut terbanyak yang dikoleksi dari lokasi pasar yaitu Paratrechina longicornis, diikuti Tapinoma melanocephalum dan Anoplolepis gracilipes. Pada lokasi rumah makan yaitu Anoplolepis gracilipes, diikuti oleh Paratrechina longicornis dan Tapinoma melanocephalum. Selanjutnya di dalam rumah yaitu Solenopsis sp., diikuti oleh Paratrechina longicornis, dan Monomorium pharaonis. Selain itu di perimeter rumah yaitu Dolichoderus thoracicus, Paratrechina longicornis, dan Monomorium pharaonis. Dari semua peranan positif semut terhadap manusia, terdapat beberapa peranan yang menimbulkan kerugian bagi manusia. Oleh karena itu, semut dikategorikan sebagai serangga hama. Jenis-jenis semut yang ditemukan dari keempat lokasi, kebanyakan merupakan pengganggu/hama, karena keberadaannya dapat merusak fasilitas pemukiman seperti merusak bangunan untuk dijadikan habitat/tempat tinggal, menularkan penyakit lewat rambut-rambut halus pada tubuhnya, dapat diketahui dari kebiasaan semut yang melakukan aktifitas dengan berjalan menggunakan tungkainya untuk mencari makan dan sebagainya. Menurut Hadi (2006), Semut adalah serangga yang sangat familiar di sekitar lingkungan kita tinggal. Paratrechina longicornis merupakan jenis semut yang mendominasi keempat lokasi penelitian dan paling banyak diperoleh dengan bait trap maupun dengan hand collection. Wetterer (2005) menyatakan bahwa, Paratrechina longicornis merupakan jenis semut petualang yang berasosiasi dengan manusia. Pernyataan ini sesuai dengan Chung dan Mohamed (1996) yang menyatakan bahwa habitat yang terganggu karena kehadiran manusia akan memiliki diversitas semut yang lebih rendah jika dibandingkan dengan habitat yang tidak mengalami gangguan. Suhu udara pada empat lokasi berkisar antara 30,5-31,6°C sehingga semut masih banyak dijumpai, adapun kelembaban udara berkisar antara 55,6-72,2% (Lampiran 3). Menurut Riyanto (2007) kisaran suhu 25-32°C merupakan suhu optimal dan toleran bagi aktifitas semut di daerah tropis. Suhu tanah merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah. Suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Secara tidak langsung terdapat hubungan kepadatan organisme tanah dan suhu, bila dekomposisi material tanah lebih cepat maka vegetasi lebih subur dan mengundang serangga untuk datang. Fitria (2013) menyatakan bahwa, terjadinya penurunan kelimpahan semut disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya keragaman semut dan faktor fisik lingkungan seperti suhu dan kelembaban udara. Keberadaan jenis semut pada suatu habitat tidak terlepas dari kemampuan distribusi dan adaptasi jenis tersebut (Wetterer 2005; Wijaya 2007). Adanya aktivitas dan keberadaan manusia dapat mempengaruhi keberadaan jenis semut dan pola distribusinya pada suatu daerah (Armbrecht and Perfecto 2003), bahkan
21 Korelasi Infestasi Semut terhadap Biosekuriti Personal, Tempat/Peralatan dan Lingkungan di Permukiman Tabel 5. Hubungan infestasi semut dengan variabel biosekuriti (Februari-Juni 2015) Variabel Infestasi Semut di Pasar
Rumah Makan
Dalam Rumah
Perimeter Rumah
Variabel Biosekuriti Personal Tempat/Peralatan Lingkungan Personal Tempat/Peralatan Lingkungan Personal Tempat/Peralatan Lingkungan Personal Tempat/Peralatan Lingkungan
P value
R (koefisien korelasi)
0,090 0,601 0,601 0,322 0,281 0,346 0,954 0,951 0,594 0,409 0,202 0,365
0,564 0,189 0,189 - 0,207 - 0,225 - 0,197 -0,011 0,012 0,101 - 0,156 0,239 - 0,172
beberapa jenis semut telah beradaptasi dan hidup bersama dengan manusia (semut tramp). Semut tramp bersifat invasif dan selalu membuat sarang di sekitar struktur yang dibuat oleh manusia (Yunelki 2014), serta memiliki mekanisme kolonisasi khusus sebagai hasil adaptasi dari gangguan manusia (Clarck 1982; McGlynn 1999). Nilai signifikansi korelasi antara infestasi semut dan biosekuriti personal yang lebih besar dari angka α=0,05 maka tingkat biosekuriti tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap infestasi semut. Angka koefisien korelasi biosekuriti personal di empat lokasi termasuk dalam kategori rendah dan sedang. Semakin tinggi tingkat biosekuriti personal maka infestasi semut di empat lokasi semakin rendah, begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat biosekuriti personal kemungkinan infestasi semut di empat lokasi semakin rendah. semut memiliki habitat yang berdampingan dengan permukiman manusia dan mempunyai perilaku seperti mencari serta mengumpulkan makanan. Variabel biosekuriti tempat/peralatan dengan infestasi semut di empat lokasi memiliki nilai signifikansi lebih besar dari angka α=0,05 maka tingkat biosekuriti tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap infestasi semut. Angka koefisien korelasi biosekuriti tempat/peralatan masih dalam kategori sangat rendah. Semakin rendah tingkat biosekuriti tempat/peralatan maka infestasi semut di empat lokasi semakin tinggi, begitu pula sebaliknya semakin tinggi tingkat biosekuriti tempat/peralatan kemungkinan infestasi semut di empat lokasi semakin tinggi. Variabel biosekuriti lingkungan dengan infestasi semut di empat lokasi, miliki nilai signifikansi yang lebih besar dari angka α=0,05 maka tingkat biosekuriti tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap infestasi semut. Angka koefisien korelasi biosekuriti lingkungan termasuk dalam kategori rendah. Semakin rendah tingkat biosekuriti lingkungan maka infestasi semut di empat lokasi semakin tinggi, begitu pula sebaliknya semakin tinggi tingkat biosekuriti lingkungan kemungkinan infestasi semut di empat lokasi semakin rendah.
22 Menurut pengakuan responden bahwa semut akan bertambah banyak jika sisa makanan dan minuman manis tidak segera di bersihkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/VI/ 2011 tentang Higiene Sanitasi, menjelaskan bahwa, masyarakat perlu dilindungi dari makanan dan minuman yang dikelola tidak memenuhi persyaratan higiene sanitasi, agar tidak membahayakan kesehatan. Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Semut dan Hama Pengganggu Lainnya Hasil wawancara terhadap responden mengenai tingkatan hewan yang paling mengganggu di lokasi pasar, rumah makan, rumah dan perimeter rumah seperti semut, nyamuk, kecoa, lalat, rayap, lain-lain. Lokasi pasar urutan serangga paling mengganggu yaitu lalat berada di urutan pertama, diikuti oleh nyamuk, sedang semut berada di urutan ketiga. Lokasi rumah makan yang paling mengganggu adalah lalat, diikuti oleh nyamuk, dan lain-lain (tikus, kucing), sedang semut berada di urutan ketiga setelah lalat dan nyamuk. Lokasi pemukiman nyamuk berada diurutan pertama, diikuti oleh rayap, dan lain-lain (tikus, kucing), sedang semut berada pada urutan keenam. Berdasarkan urutan hama paling mengganggu dari ketiga lokasi (pasar, rumah makan dan pemukiman) lalat berada di urutan pertama paling mengganggu di lokasi pasar dan rumah makan (Tabel 6). Keberadaan semut di pemukiman belum dirasakan sebagai hama yang mengganggu bagi masyarakat. Masyarakat masih menganggap semut sebagai hewan biasa yang tidak terlalu berbahaya. Bagi pelaku bisnis di rumah makan semut merupakan pengganggu bagi kebersihan tempat dan lingkungan. Kebanyakan pelanggan rumah makan memilih tempat berdasarkan kebersihannya. Lokasi pasar semut merupakan pengganggu bagi kebersihan barang dagangan yang diperjual belikan. Tingkat gangguan semut tampaknya masih belum menimbulkan masalah yang dapat merugikan bagi pelaku bisnis di pasar dan rumah makan. Tabel 6. Pandangan Masyarakat di lokasi Pasar, Rumah Makan dan Pemukiman terhadap Keberadaan Semut dan Hama Lainnya di Bogor (Februari-Juni 2015) Urutan hama Paling Mengganggu di Lokasi No Jenis Serangga Pasar Rumah Makan Pemukiman 1 Semut 3 3 6 2 Nyamuk 2 2 1 3 Kecoa 5 4 5 4 Lalat 1 1 4 5 Rayap 6 5 2 6 Lain-lain 4 3 3 Kebanyakan responden menganggap keberadaan semut merupakan hal biasa, sedang lalat di lokasi pasar dan rumah makan merupakan masalah yang besar bagi pedagang, penjual dan pembeli. Sementara itu, tingkat gangguan yang
23 diberikan oleh semut masih diabaikan oleh manusia yang berada di pemukiman. Adapun nyamuk di permukiman merupakan masalah yang sangat berisiko bagi masyarakat karena menimbulkan penyakit bahkan mengakibatkan kematian. Serangga seperti kecoa, rayap, belum menimbulkan ancaman yang serius bagi masyarakat di pemukiman, pasar dan rumah makan (Tabel 6).
SIMPULAN Keragaman jenis semut yang ditemukan di Permukiman yaitu 19 spesies dari 6 subfamily semut, yaitu; Paratrechina longicornis, Anoplolepis gracilipes, Tapinoma melanocephalum, Monomorium pharaonis, Technomyrmex albipes, Camponotus barbatus, Polyrhachis ackterbergi, Prenolepis impairs, Pheidole sp., Monomorium floricola, Solenopsis geminate, Solenopsis invicta, Solenopsis molesta, Odontomachus haematodes, Odontoponera denticulate, Odontoponera transversa, Probolomyrmex sp., Tetraponera allaborans, Dolichoderus thoracicus. Jenis-jenis semut yang terbanyak ditemukan pada lokasi pasar yaitu Paratrechina longicornis (60,4%), diikuti oleh Tapinoma melanocephalum (13,6%) dan Anoplolepis gracilipes (10,9%). Jenis-jenis semut yang terbanyak ditemukan pada lokasi pasar yaitu Paratrechina longicornis (60,4%), diikuti oleh Tapinoma melanocephalum (13,6%) dan Anoplolepis gracilipes (10,9%). Adapun jenis semut terbanyak ditemukan pada lokasi rumah makan yaitu Anoplolepis gracilipes (39,3%), diikuti oleh Paratrechina longicornis (23,1%) dan Tapinoma melanocephalum (13,4%). Selanjutnya jenis semut terbanyak ditemukan pada lokasi dalam rumah yaitu Solenopsis sp. (35,4%), diikuti oleh Paratrechina longicornis (25,8%), dan Monomorium pharaonis (22%). Jenis semut terbanyak ditemukan pada lokasi perimeter rumah yaitu Dolichoderus thoracicus 24,6%, diikuti Paratrechina longicornis 19,1% dan Monomorium pharaonis 15,6%. Indeks keragaman pada keempat lokasi pengamatan masih tergolong sedang yaitu lokasi pasar sebesar 1.3, rumah makan sebesar 1.6, dalam rumah sebesar 1.5 dan perimeter rumah sebesar 22. Infestasi semut terhadap biosekuriti personal, tempat/peralatan dan lingkungan di lokasi pasar, rumah makan, dalam rumah dan perimeter rumah, tidak memuliki hubungan yang signifikan. Angka koefisien korelasi masih dalam kategori sangat rendah, rendah dan sedang. Semut pengganggu di permukiman akan meningkat seiring dengan penurunan biosekuriti personal, tempat/peralatan dan biosekuriti lingkungan pada lokasi pasar, rumah makan, dalam rumah dan perimeter rumah. Pandangan masyarakat di lokasi pasar dan rumah makan yaitu lalat diurutan pertama, diikuti oleh nyamuk diurutan kedua, dan semut di urutan ketiga. Lokasi pemukiman yaitu nyamuk diurutan pertama, diikuti oleh rayap diurutan kedua dan hama lain (tikus,kucing) diurutan ketiga. Semut di permukiman masih belum di kategorikan sebagai hama paling menggangu.
24
DAFTAR PUSTAKA Agosti D, Majer J, Alonso L, Schultz. 2000. Sampling Ground Dwelling Ants: Case Studies from the Worlds’Rain Forests. Washington (US) : Smithsonian Institution Pr. Armbrecht IA, Perfecto I. 2003. Litter-twig dwelling ant species richness and predation potential within a forest fragment and neighboring coffee plantations of contrasting habitat quality in Mexico. Agr Ecosyst Enviro. 97(1): 107-115. Astuti AF, Henny Herwina H, Dahelmi. 2014. Jenis-Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Bangunan Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang. J Bio UA. 3(1): 34-38. Belshaw B, Bolton B. 1993. The effect of forest disturbance on the leaf litter ant fauna in Ghana. Biodiver. 656-666. Bolton B. 1994. Identification Guide to the Ant Genera of the World. Harvard College (US) : America. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pelajaran Pengenalan Serangga. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Pr. Chung AYC, Mohamed M. A Comparative Study of Ant Fauna in a Primary and secondary Forest in Sabah, Malaysia. Tropic Rainf. 357-366 Clarck DB. 1982. The Tramp Ant Wasmannia Auropunctata: Autecology and Effect on Ant Diversity and Distribution on Santa Cruz Island, Galapagos. Biotropica. 14(3): 196-207. da Silva RR, Brandão CRF, Silvestre R. 2004. Similarity Between Cerrado Localities in Central and Southeastern Brazil Based on the Dry Season Bait Visitors Ant Fauna. Neotropic Enviro. 39(3): 191–199. Fitria N. 2013. Komunitas Semut pada Bunga Jantan Kelapa Sawit di Kebun Cimulang di PTPN VIII Bogor, jawa barat[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Hadi UK. 2006. Semut. Dalam SH Sigit dan UK Hadi.Ed. Hama Permukiman Indonesia. Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor (ID): IPB Pr. Hashimoto Y, Rahman H. 2003. Inventory & Collection. Sabah: University Malaysia Sabah. Hashimoto Y. 2003. Identification Guide to the Ant Genera of Borneo. In Hashimoto Y and Rahman H (eds.) Inventory and Collection Total protocol for understanding of biodiversity, UMS press: 89-162. Hashimoto Y, Yamane S. 2014. Comparison of foraging habits between four sympatric army ant species of the genus Aenictus in Sarawak, Borneo. Asian Myrmecology. 6(1) :95-104. Human KG, Gordon DM. 1996. Exploitation and interference competition between the invasive argentine ant, I.inepithema humile, and native ant species. Oecologia. 105:405-412. Kaspari M, Majer JD. 2000. Using ants to monitor environmental change. In: Agosti D, Majer JD, Alonso LE, Schultz TR (eds). Ants: Standard Methods
25 for Measuring and Monitoring Biodiversity. Volume 7. Smithsonian Inst (US): Washington DC. Kesumawati U, Sugiarto. 2007. Jenis-jenis Semut Hama Permukiman Indonesia. Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor (ID) : IPB Pr. Kronauer DJC, Robert A. Johnson RA, Boomsma JJ. 2007. The Evolution Of Multiple Mating In Army Ants. J Soc Evol. 1558-5646. Lee YC. 2002. Tropical Household Ants; Pest Status, Species Diversity, Foraging Behavior and Baiting Studies. Proceeding of the 4th International Conference On Urban Pests. Lee CY, Tan EK. 2004. Guide to Urban Pest Ants of Singapore. (SG): Pest Management Association. McGlynn TP. 1999. The Worldwide Transfer of Ants: Geographical Distribution and Ecological Invasions. J biogeography. 26(3): 535-548. Menke SB, Harte J and Dunn RR. 2014. Changes in ant community composition caused by 20 years of experimental warming vs. 13 years of natural climate shift. Ecosphere. 5(1): 1-17. Mustafa NA, Salim HMW, Fletcher C, Kassim AR, Potts MD. 2011. Taxonomic and functional diversity of ants (Hymenoptera:Formicidae) in an upper hill dipterocarp forest in peninsular Malaysia. Zoology. 59(2): 181–194. Na JPS, Lee CY. 2001. Identification key to common urban pest ants in Malaysia. Tropic Biomedic. 18(1): 1-17 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096 /MENKES /PER /VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga dengan Rahmat Tuhan yang Maha Esa Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Rahim A. 2009. Struktur Komunitas Semut di Kepulauan Seribu; Implikasi Keberadaan Semut Invasif terhadap Komunitas Semut Lokal [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Ramadanu R, Nurhadi, Safitri E. 2013. Komposisi Semut (Hymenoptera: Formicidae) Permukaan Tanah di Kebun Gambir di Kanagarian Siguntur Muda Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan[Skripsi]. Sumatra Barat (ID) : STKIP PGRI. Riyanto. 2007. Kepadatan, pola distribusi dan peranan semut pada tanaman di sekitar lingkungan tempat tinggal. J Penelitian Sains. 10( 2): 241-253. Rizali A. 2006. Keanekaragaman Semut di Kepulauan Seribu, Indonesia [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Rizali A, Bos MM, Buchori D, Yamane S, Schulze CH. 2008. Ants in Tropical Urban Habitats: The Myrmecofauna in a Densely Populated Area of Bogor, West Java, Indonesia. J Bios. 77-84 Rizali A, Rahim A, Sahari B, Prasetyo LB, dan Buchori D. 2011. Impact of invasive ant species in shaping ant community structure on small islands in Indonesia . J. Biol. Indon. 7(2): 221-230. Robinson WH. 1996. Urban Entomology. New York (US) : Academic Pr. Satria R, Zubir V, Jannatan R. 2010. Jenis-Jenis Semut Hama (formicidae) pada Rumah Tangga di Kota Padang, Sumatera Barat. Laporan akhir Program kreativitas mahasiswa penelitian (pkm-p). Universitas andalas (ID); Padang. Southwood TRE. 1978. Ecological Methods. Second Edition. New York (US) : Academic Pr.
26 Sugiyono PD. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung (ID): Alfabeta. Susanto OK, Herwina H, Armein LZ. 2013. Jenis Semut (Hymenoptera: Formicidae) yang di Koleksi dengan Metode All Protocol pada Perkebunan Sawit (ElaeisguineensisJacq.) dan Hutan di Kanagarian Kunangan Parik Rantang Kabupaten Sijunjung[Skripsi]. Sumatera Barat (ID) : STKIP PGRI. Ward PS. 2007. Phylogeny, classification, and species-level taxonomy of ants (Hymenoptera: Formicidae). Zootaxa. 549–563. Watanasit S, Saewai J, Phlapplueng A. 2007. Ants of the Klong U-Tapao Basin, Southern Thailand. Asian Myrmecology. 1(11): 69-79. Wetterer JK. 2005. Worldwide distribution and potential spread of the longlegged ant, Anoplolepis gracilipes (Hymenoptera: Formicidae). Sociobiology. 45(1): 1-21. Wijaya SY. 2007. Kolonisasi Semut Hitam ( Dolichoderus thoracicus Smith ) pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) dengan Pemberian Pakan Alternatif[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wilkie KTR, Mertl AL, Traniello JFA. 2007. Biodiversity below ground: probing the subterranean ant fauna of Amazonia. Naturwissenschaften. 1-7. Wilson EO. 2010. Ant Ecology. Oxford (US): University Pr. Yap HH and Lee CY. 1994. A preliminary study on the species composition of household ants on penang island, Malaysia. J Biosc. 5(3):64-66. Yunelki M. 2014. Kepadatan Koloni Semut Hitam (Dholichoderus thoracicus Smit) Pada Pertanaman Kakao Dan Cengkeh Di Nagari Selayo Kabupaten Solok. e jurnal. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat. Padang. Zulkarnain S. 2006. Preferensi Semut Pemukiman Terhadap Berbagai Jenis Umpan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
27
LAMPIRAN
28 Lampiran 1. Penangkapan Semut dengan umpan Bait trap (BT) Cairan gula dan Ikan di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) a. Lokas Pasar No
Spot
1
Pedagang sayur
2
Pedagang buah
3
Pedagang ikan
Individu semut dengan umpan Bait Trap Lokasi Pasar Cairan Jenis semut Ikan Gula 85 27 Paratrechina longicornis 138 1 Tapinoma melanocephalum 7 10 Monomorium pharaonis 0 6 Anoplolepis gracilipes 180 11 10 2
37
64 0
0 1
Paratrechina longicornis
319 20
10 1 24
329
0
2 6
Dolichoderus thoracicus Pheidole sp. Pedagang sembako
Paratrechina longicornis Tapinoma melanocephalum Monomorium pharaonis Pheidole sp. Solenopsis sp. Anoplolepis gracilipes
Jumlah
112 139 17 6
Paratrechina longicornis Tapinoma melanocephalum Monomorium pharaonis Dolichoderus thoracicus Anoplolepis gracilipes Polyrhachis sp. Tapinoma melanocephalum Monomorium pharaonis
4
Jumlah
34 2
0 4 0
6
0
117
26
9 17
0 11
3 71 74
0 0 0
1169
158
217 11 14 2 64 1 21 58
143 9 28 3 71 74 1327
29 b. Lokasi Rumah Makan No
Spot
1
Ruang penyajian
2
Dapur
Individu semut dengan umpan Bait Trap Lokasi Rumah makan Jenis semut Paratrechina longicornis Tapinoma melanocephalum Monomorium pharaonis Anoplolepis gracilipes Camponotus barbatus Solenopsis sp. Pheidole sp. Paratrechina longicornis Tapinoma melanocephalum Monomorium pharaonis Camponotus barbatus Solenopsis sp. Anoplolepis gracilipes Technomyrmex albipes Pheidole sp. Jumlah
Jumlah
Cairan Gula 414 259 46 250 9 175 0
Ikan 309 268 155 640 1 35 14
220 42 17 51
52 9 4 3
20 511 0 0
50 289 3 8
272 51 21 54 70 800 3 8
2121
2180
4301
723 527 201 890 10 210 14
c. Lokasi Rumah Tinggal (indoor) No 1
2
3
Spot Ruang Tengah
Ruang Makan
Dapur
Individu semut dengan umpan Bait Trap Lokasi Dalam rumah Jenis semut
Jumlah
Paratrechina longicornis Tapinoma melanocephalum Monomorium pharaonis Anoplolepis gracilipes Pheidole sp. Solenopsis sp.
Cairan Gula 641 243 14 22 17 959
Ikan 94 28 716 0 7 91
735 271 730 22 24 1050
Paratrechina longicornis Tapinoma melanocephalum
428 69
Monomorium pharaonis Anoplolepis gracilipes Pheidole sp. Solenopsis sp. Camponotus barbatus
12 149
1083 444 769 21 41 139 9
1511 513 781 170 41 750 9
Paratrechina longicornis Tapinoma melanocephalum Monomorium pharaonis Anoplolepis gracilipes Pheidole sp. Solenopsis sp.
392 422 46 165 58 1470
308 150 959 0 84 778
700 572 1005 165 142 2248
Jumlah
5718
5721
11439
611 0
30 Lampiran 2. Penangkapan Semut dengan hand collection (HC) Perimeter rumah No
Spot
1
Perimeter
Individu semut dengan hand collection Lokasi Perimeter rumah Jumlah Jenis semut 1600 Dolichoderus thoracicus 1241 Paratrechina longicornis 1019 Monomorium pharaonis 763 Monomorium floricola 383 Technomyrmex albipes 376 Solenopsis molesta 280 Dolichoderus thoracicus bersayap 277 Anoplolepis gracilipes 191 Tapinoma melanocephalum 172 Solenopsis geminata 79 Solenopsis invicta 28 Pheidole sp. 28 Odontomachus haematodes 24 Prenolepis imparis 19 Polyrhachis ackterbergi 18 Odontoponera transversa 8 Dolichoderus thoracicus queen 4 Odontoponera denticulata 2 Probolomyrmex sp. 1 Tetraponera allaborans Jumlah 6513
Lampiran 3. Suhu dan Kelembaban Keempat Lokasi di Permukiman bogor (Februari-Juni 2015) No
1 2 3 4
Lokasi dan spot penyimpanan BT dan HC
Pasar Rumah makan Dalam rumah Perimeter rumah
Rata - Rata T (0C) Rh (%)
30.7 31.4 30.5 31.6
72.2 69.3 62.6 55.6
∑Semut
∑Jenis Semut
1327 3854 11439 6513
8 9 7 20
31 Lampiran 4. Faktor Risiko Infestasi Semut Pengganggu di Permukiman Bogor a. Lokasi pasar Spearman's rho Infestasi semut Biosekuriti personal Biosekuriti peralatan/ tempat Biosekuriti lingkungan
Correlation Sig. (2-tailed) N Correlation Sig. (2-tailed) N Correlation Sig. (2-tailed) N Correlation Sig. (2-tailed) N
Infestasi semut 1.000 . 10 .564 .090 10 .189 .601 10 .189 .601 10
Biosekuriti personal .564 .090 10 1.000 . 10 .756* .011 10 .756* .011 10
Biosekuriti peralatan/tempat .189 .601 10 .756* .011 10 1.000 . 10 1.000** . 10
Biosekuriti lingkungan .189 .601 10 .756* .011 10 1.000** . 10 1.000 . 10
Biosekuriti peralatan/tempat -.225 .281 25 .884** .000 25 1.000 . 25 .905** .000 25
Biosekuriti lingkungan -.197 .346 25 .803** .000 25 .905** .000 25 1.000 . 25
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
b. Lokasi Rumah makan Spearman's rho Infestasi semut Biosekuriti personal Biosekuriti peralatan/ tempat Biosekuriti lingkungan
Correlation Sig. (2-tailed) N Correlation Sig. (2-tailed) N Correlation Sig. (2-tailed) N Correlation Sig. (2-tailed) N
Infestasi semut 1.000 . 25 -.207 .322 25 -.225 .281 25 -.197 .346 25
Biosekuriti personal -.207 .322 25 1.000 . 25 .884** .000 25 .803** .000 25
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
32 c. Dalam Rumah Spearman's rho
Infestasi semut Correlation
Biosekuriti personal
Biosekuriti peralatan/ tempat
Biosekuriti lingkungan
Sig. (2-tailed) N Correlation Sig. (2-tailed) N Correlation Sig. (2-tailed) N Correlation Sig. (2-tailed) N
Infestasi Biosekuriti semut 1.000 . 30 -.011 .954 30 .012 .951 30 .101 .594 30
personal -.011 .954 30 1.000 . 30 .553** .002 30 .673** .000 30
Biosekuriti Biosekuriti peralatan/tempat lingkungan .012 .951 30 .553** .002 30 1.000 . 30 .701** .000 30
.101 .594 30 .673** .000 30 .701** .000 30 1.000 . 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
d. Perimeter rumah Spearman's rho
Infestasi semut
Biosekuriti personal
Biosekuriti peralatan/ tempat
Biosekuriti lingkungan
Correlation Sig. (2-tailed) N Correlation Sig. (2-tailed) N Correlation Sig. (2-tailed) N Correlation Sig. (2-tailed) N
Infestasi Biosekuriti semut 1.000 . 30 -.156 .409 30 .239 .202 30 -.172 .365 30
personal -.156 .409 30 1.000 . 30 .553** .002 30 .673** .000 30
Biosekuriti Biosekuriti peralatan/tempat lingkungan .239 .202 30 .553** .002 30 1.000 . 30 .701** .000 30
-.172 .365 30 .673** .000 30 .701** .000 30 1.000 . 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Keterangan : 1. Hipotesis : H0 : p-value (signifikansi) kurang dari sama dengan 0,05, menunjukkan bahwa terdapat cukup bukti untuk menolak Ho, berarti terdapat hubungan yang signifikan antara variabel X dan variabel Y. H0 : p-value lebih besar dari 0,05 maka tidak cukup bukti untuk menolak Ho, (Ho diterima), berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel X dan variabel Y. Tanda (+) menunjukan arah hubungan yang searah adapun tanda (-) menunjukan arah hubungan yang berlawanan. 2. *) angka koefisien korelasi : 0,00 – 0,199 = sangat rendah; 0,20 – 0,399 = rendah; 0,40 – 0,599 = sedang; 0,60 – 0,799 = kuat; 0,80 – 1,000 = sangat kuat (Sugiono 2010) 3. Angka kepercayaan (α = 0,05) atau 95%
33 Lampiran 5. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden berdasarkan Variabel Biosekuriti dengan Infestasi Semut Permukiman di Bogor (Februari-Juni 2015) a. Lokasi Pasar No
Biosekuriti Personal
1 2 3 4 5 6
Mencuci tangan sebelum menangani produk yang dijual Mandi sebelum berjualan Menggunakan alas kaki saat berjualan Memakai pakaian khusus untuk berjualan Memakai kaos tangan/masker Makan, minum, merokok saat berjualan Kesehatan personal (tidak ada luka,korengan/tidak menderita penyakit lain yang bisa mencemari) Bersin/batuk sembarangan saat berjualan Rambut rapi/memakai pelindung Mendapat pengarahan petugas/dinas pasar Biosekuriti Tempat/Peralatan Tempat dibersihkan rutin sebelum/sesudah berjualan Peralatan dibersihkan rutin sebelum/sesudah berjualan Tempat penjualan memiliki dasar lantai semen/tehel Tersedia tempat sampah/tempat khusus Menggunakan sumber air bersih Menggunakan penutup/kasa untuk melindungi dari semut Menggunakan insektisida Memakai alat untuk pengusir semut Tidak memakai telenan kayu untuk memotong (khusus penjual daging/ikan) Memakai telenan khusus untuk memotong (khusus penjual daging/ikan) Biosekuriti Lingkungan Ditemukan arthropoda pengganggu disekitar tempat berjualan (semut, nyamuk, kecoa, lalat, kutu busuk, rayap) Tidak ditemukan hewan vertebrata dan hewan pengerat di tempat berjualan. Misal : anjing , kucing, tikus dll Penggunaan disinfektan/insektisida Tidak membuang sampah sembarangan Membuang sampah di TPA pasar Pengangkutan sampah oleh petugas ke TPA tiap hari Lingkungan tempat penjualan kering Lingkungan tempat penjualan bersih Saluran pembuangan limbah tempat berjualan berada jauh dari lokasi penjualan
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27 28 29
ya 92 93 99 2 0 79
% 92 93 99 2 0 79
tidak 8 7 1 98 100 21
% 8 7 1 98 100 21
20
20
80
80
25 74 27
25 74 27
75 26 73
75 26 73
100 99 96 53 100 0 0 0
100 99 96 53 100 0 0 0
0 1 4 47 0 100 100 100
0 1 4 47 0 100 100 100
11
11
89
89
11
11
89
89
77
77
23
23
96
96
4
4
1 72 45 85 77 53
1 72 45 85 77 53
99 28 55 15 23 47
99 28 55 15 23 47
85
85
15
15
34 b. Lokasi Rumah Makan No.
Biosekuriti Personal
1 2 3 4 5 6
Mencuci tangan sebelum menangani makanan Berpakaian rapi saat bekerja Memiliki loker tiap karyawan Memakai pakaian khusus untuk bekerja Memakai kaos tangan/masker Tidak makan, minum, merokok saat bekerja Kesehatan personal (tidak ada luka,korengan/tidak menderita penyakit lain yang bisa mencemari) Tidak bersin/batuk saat menyajikan makanan Rambut rapi/memakai pelindung Mendapat pengarahan dari atasan sebelum bekerja Biosekuriti Tempat/Peralatan Ruang makan dibersihkan rutin sebelum/sesudah makan Peralatan dibersihkan rutin sebelum/sesudah makan Dapur dibersihkan rutin sebelum/sesudah bekerja Tersedia tempat sampah/tempat khusus Menggunakan sumber air bersih Penyimpanan Bahan Makanan Menggunakan penutup/kasa Menggunakan insektisida Memakai alat untuk pengusir semut Lantai bersih terbuat dari tehel/semen Memiliki Sertifikat Hygiene Sanitasi Makanan Biosekuriti Lingkungan Tidak ditemukan arthropoda pengganggu disekitar ruang makan (semut, nyamuk, kecoa, lalat, kutu busuk, rayap) Tidak ditemukan hewan vertebrata di restoran. Misal : anjing , kucing, tikus dll Penggunaan disinfektan/insektisida Tidak membuang sampah sembarangan Membuang sampah di TPA Pengangkutan sampah oleh petugas ke TPA tiap hari Dapur, ruang makan dan penyimpanan bahan makanan terpisah Lingkungan tempat restoran bersih Saluran pembuangan limbah restoran berada jauh dari restoran
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27 28 29
ya 68 4 0 4 0 34
% tidak 98.6 1 5.8 65 0 69 5.8 65 0 69 49.3 35
% 1.4 94.2 100 94.2 100 50.7
33
47.8
36
52.2
46 11 19
66.7 15.9 27.5
23 58 50
33.3 84.1 72.5
69
100
0
0
69 69 69 69
100 100 100 100
0 0 0 0
0 0 0 0
69
100
0
0
0 4 60 8
0 5.8 87 11.6
69 65 9 61
100 94.2 13 88.4
64
92.8
5
7.2
69
100
0
0
64 69 64
92.8 100 92.8
5 0 5
7.2 0 7.2
64
92.8
5
7.2
0
0
69
100
9
13
60
87
60
87
9
13
35 c. Lokasi Pemukiman No
Biosekuriti Personal
1 2 3 4 5 6
Mencuci tangan sebelum sebelum/sesudah makan Mandi secara rutin Membawa makanan/minuman manis ke ruang tidur Membaca sambil makan Meletakkan pakaian di sembarang tempat Menyimpan makanan dalam tas Kesehatan personal (tidak ada luka,korengan/tidak menderita penyakit lain yang bisa mencemari) Membuang sampah/sisa makanan di dalam rumah Tidur dekat sisa makanan/minuman Menyimpan sisa minuman seperti kopi, teh di sembarang tempat dan tanpa penutup Biosekuriti Tempat/Peralatan dapur dibersihkan rutin sebelum/sesudah bekerja Peralatan masak dibersihkan rutin sesudah bekerja Ruang makan dibersihkan rutin sebelum/sesudah makan Tersedia tempat sampah di dalam/di luar rumah Menggunakan sumber air bersih Penyimpanan makanan tertutup/ di dalam lemari Menggunakan insektisida Memakai alat untuk pengusir semut Ruang tamu dibersihkan rutin Penyimpanan minuman tertutup Biosekuriti Lingkungan memiliki hewan peliharaan Penggunaan disinfektan/insektisida Tidak membuang sampah sembarangan Membuang sampah di TPA Pengangkutan sampah oleh petugas ke TPA tiap hari Lingkungan sekitar rumah dibersihkan secara rutin Saluran pembuangan limbah rumah tangga berada jauh dari rumah Serangga semut paling sering dijumpai di lingkungan rumah Apakah sering membuang sisa makanan di lingkungan rumah
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
ya 100 100 4 1 26 7
% 100 100 4 1 26 7
tidak 0 0 96 99 74 93
% 0 0 96 99 76 93
25
25
75
75
38 0
38 0
62 100
62 100
43
43
57
57
89 46 98 98 98 98 42 65 92 99
89 46 98 98 98 98 42 65 92 99
11 54 2 2 2 2 58 35 8 1
11 54 2 2 2 2 58 35 8 1
24 25 98 8 74 85
24 25 98 8 74 85
76 75 2 92 26 15
76 75 2 92 26 15
59
59
41
41
91
91
9
8
42
42
58
58
36 Lampiran 6. Kuisioner Semut Pengganggu di Permukiman Bogor (Februari-Juni 2015) KUESIONER FAKTOR RISIKO INFESTASI SEMUT DI PASAR, BOGOR Nomor :………………… Tanggal :………………… Nama Pasar :………………… Alamat : …………………. Nama (L/P) :………………… Umur : ………………… Status dalam Pasar : ………………… Lama Berjualan : ………………… Penghasilan perbulan : ………………… Pendidikan : Tidak Sekolah/SD/ SLTP/ SMU/ D1/D2/D3/S1/S2/S3 Definisi operasional variable kerangka kegiatan penelitian setiap variable terlihat jelas seperti dalam tabel-tabel di bawah ini : Tabel 1. Definisi operasional variable (biosekuriti personal) Variabel Biosekuriti Personal
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Indikator Mencuci tangan sebelum menangani produk yang dijual Mandi sebelum berjualan Menggunakan alas kaki saat berjualan Memakai pakaian khusus untuk berjualan Memakai kaos tangan/masker Tidak makan, minum, merokok saat berjualan Kesehatan personal (tidak ada luka,korengan/tidak menderita penyakit lain yang bisa mencemari) Tidak bersin/batuk sembarangan saat berjualan Rambut rapi/memakai pelindung Mendapat pengarahan petugas/dinas pasar
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tabel 2. Definisi operasional variable (biosekuriti tempat/peralatan) Variabel Biosekuriti peralatan/ tempat/
No. 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Indikator Tempat dibersihkan rutin sebelum/sesudah berjualan Peralatan dibersihkan rutin sebelum/sesudah berjualan Tempat penjualan memiliki dasar lantai semen/tehel Tersedia tempat sampah/tempat khusus Menggunakan sumber air bersih Menggunakan penutup/kasa untuk melindungi dari semut Menggunakan insektisida Memakai alat untuk pengusir semut Tidak memakai telenan kayu untuk memotong (khusus penjual daging/ikan) Memakai telenan khusus untuk memotong
37 (khusus penjual daging/ikan)
Tabel 3. Definisi operasional variable (biosekuriti lingkungan) Variabel Biosekuriti Lingkungan
No. 21
22
23 24 25 26 27 28 29
Indikator Tidak ditemukan arthropoda pengganggu disekitar tempat berjualan (semut, nyamuk, kecoa, lalat, kutu busuk, rayap) Tidak ditemukan hewan vertebrata dan hewan pengerat di tempat berjualan. Misal : anjing , kucing, tikus dll Penggunaan disinfektan/insektisida Tidak membuang sampah sembarangan Membuang sampah di TPA pasar Pengangkutan sampah oleh petugas ke TPA tiap hari Lingkungan tempat penjualan kering Lingkungan tempat penjualan bersih Saluran pembuangan limbah tempat berjualan berada jauh dari lokasi penjualan
Ya
Tidak
Tabel 4. Tingkat/level arthropoda yang paling mengganggu di pasar : Jenis Serangga
1
2
Level yang paling mengganggu 3 4 5
6
Semut Nyamuk Kecoa Lalat Rayap Lain-Lain
KUESIONER FAKTOR RISIKO INFESTASI SEMUT DI RUMAH MAKAN, BOGOR Nomor Tanggal Nama Restoran Alamat
:………………… :………………… :………………… : …………………
Nama (L/P) Umur Status dalam Restoran Lama Berdagang Penghasilan perbulan Pendidikan D1/D2/D3/S1/S2/S3
:………………… : ………………… : ………………… : ………………… : ………………… : Tidak Sekolah/SD/ SLTP/ SMU/
Definisi operasional variable kerangka kegiatan penelitian setiap variable terlihat jelas seperti dalam tabel-tabel di bawah ini :
38 Tabel 1. Definisi operasional variable (biosekuriti personal) Variabel Biosekuriti Personal
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Indikator Mencuci tangan sebelum menangani makanan Berpakaian rapi saat bekerja Memiliki loker tiap karyawan Memakai pakaian khusus untuk bekerja Memakai kaos tangan/masker Tidak makan, minum, merokok saat bekerja Kesehatan personal (tidak ada luka,korengan/tidak menderita penyakit lain yang bisa mencemari) Tidak bersin/batuk saat menyajikan makanan Rambut rapi/memakai pelindung Mendapat pengarahan dari atasan sebelum bekerja
Ya
Tidak
Tabel 2. Definisi operasional variable (biosekuriti tempat/peralatan) Variabel Biosekuriti peralatan/ tempat
No. 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Indikator Ruang makan dibersihkan rutin sebelum/sesudah makan Peralatan dibersihkan rutin sebelum/sesudah makan Dapur dibersihkan rutin sebelum/sesudah bekerja Tersedia tempat sampah/tempat khusus Menggunakan sumber air bersih Penyimpanan Bahan Makanan Menggunakan penutup/kasa Menggunakan insektisida Memakai alat untuk pengusir semut Lantai bersih terbuat dari tehel/semen Memiliki Sertifikat Hygiene Sanitasi Makanan
Ya
Tidak
Tabel 3. Definisi operasional variable (biosekuriti lingkungan) Variabel Biosekuriti Lingkungan
No. 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Indikator Tidak ditemukan arthropoda pengganggu disekitar ruang makan (semut, nyamuk, kecoa, lalat, kutu busuk, rayap) Tidak ditemukan hewan vertebrata di restoran. Misal : anjing , kucing, tikus dll Penggunaan disinfektan/insektisida Tidak membuang sampah sembarangan Membuang sampah di TPA Pengangkutan sampah oleh petugas ke TPA tiap hari Dapur, ruang makan dan penyimpanan bahan makanan terpisah Lingkungan tempat restoran bersih Saluran pembuangan limbah restoran berada jauh dari restoran
Ya
Tidak
Tabel 4. Serangga yang paling mengganggu di restoran: Jenis Serangga Semut Nyamuk Kecoa Lalat Rayap Lain-Lain
1
2
Level yang paling mengganggu 3 4 5
6
39 KUESIONER FAKTOR RISIKO INFESTASI SEMUT DI PERUMAHAN, BOGOR Nomor Tanggal Jenis Rumah Nama (L/P) Alamat
:………………… :………………… : Padat Teratur, Padat Tidak Teratur :………………… :…………………
Umur Status dalam keluarga Pekerjaan Jumlah dalam Keluarga Penghasilan perbulan Pendidikan D1/D2/D3/S1/S2/S3
: ………………… : ………………… : …………………. : …………………. : ………………… : Tidak Sekolah/SD/ SLTP/ SMU/
Definisi operasional variable kerangka kegiatan penelitian setiap variable terlihat jelas seperti dalam tabel-tabel di bawah ini : Tabel 1. Definisi operasional variable (biosekuriti personal) Variabel Biosekuriti Personal
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Indikator Mencuci tangan sebelum sebelum/sesudah makan Mandi secara rutin Membawa makanan/minuman manis ke ruang tidur Membaca sambil makan Meletakkan pakaian di sembarang tempat Menyimpan makanan dalam tas Kesehatan personal (tidak ada luka,korengan/tidak menderita penyakit lain yang bisa mencemari) Membuang sampah/sisa makanan di dalam rumah Tidur dekat sisa makanan/minuman Menyimpan sisa minuman seperti kopi, teh di sembarang tempat dan tanpa penutup
Ya
Tidak
Tabel 2. Definisi operasional variable (biosekuriti tempat/peralatan) Variabel Biosekuriti Peralatan/ tempat
No. 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Indikator dapur dibersihkan rutin sebelum/sesudah bekerja Peralatan masak dibersihkan rutin sesudah bekerja Ruang makan dibersihkan rutin sebelum/sesudah makan Tersedia tempat sampah di dalam/di luar rumah Menggunakan sumber air bersih Penyimpanan makanan tertutup/ di dalam lemari Menggunakan insektisida Memakai alat untuk pengusir semut Ruang tamu dibersihkan rutin Penyimpanan minuman tertutup
Ya
Tidak
40 Tabel 3. Definisi operasional variable (biosekuriti lingkungan) Variabel Biosekuriti Lingkungan
No 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Indikator memiliki hewan peliharaan Penggunaan disinfektan/insektisida Tidak membuang sampah sembarangan Membuang sampah di TPA Pengangkutan sampah oleh petugas ke TPA tiap hari Lingkungan sekitar rumah dibersihkan secara rutin Saluran pembuangan limbah rumah tangga berada jauh dari rumah Serangga semut paling sering dijumpai di lingkungan rumah Apakah sering membuang sisa makanan di lingkungan rumah
Ya
Tidak
Tabel 4. Serangga yang paling mengganggu di dalam/di luar rumah : Jenis Serangga Semut Nyamuk Kecoa Lalat Rayap Lain-Lain
1
2
Level yang paling mengganggu 3 4 5
6
41
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sulawesi Tenggara, Kabupaten Kolaka, Wowota pada tanggal 4 April 1987 dari Bapak Bonda dan (Almarhumma) Ibu Sania. Penulis adalah putra ke tujuh dari tujuh bersaudara. Tahun 2005 penulis melanjutkan Kuliah di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam, Jurusan Biologi, Universitas Haluoleo Kendari. Pada Tahun 2011 penulis telah menyelesaikan program Sarjana dengan gelar Sarjana Sains, di Tahun yang sama penulis di terima sebagai Dosen Tetap pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Avicena Kendari. Tahun 2012 penulis melanjutkan studi Pasca Sarjana di Institut Pertanian Bogor dan diterima pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan.