KEPEMIMPINAN DAN KINERJA TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM PENGUATAN BUDAYA AGAMA BERBASIS PAIKEM GEMBROT

KEPEMIMPINAN DAN KINERJA TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM PENGUATAN BUDAYA AGAMA BERBASIS PAIKEM GEMBROT HAMDAN Alumnus Program Pascasarjana IAIN Mataram, email: i???????? @gmail.com Abstrak Globalisasi menyeret sekolah pada persoalan dilematis. Di satu sisi dituntut untuk mengembangkan iptek, namun di sisi lain sekolah harus memikul tanggung jawab atas dampak negatif dari kemajuan iptek modern, yaitu dekadensi moral yang mengarah pada demoralisasi, bahkan boleh jadi mengarah pada dehumanisasi. Bagaimana sekolah dapat memerankan fungsi secara optimal sehingga para lulusannya beriman, bertakwa, berkepribadian utuh, ahli dan profesional. Artikel ini menguraikan upaya Kepala Sekolah dan tenaga kependidikan SMA Negeri 4 Praya untuk menjawab tantangan globalisasi melalui penguatan budaya agama dalam rangka membangun generasi bangsa. Dengan pendekatan kualitatif data-data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa wujud budaya agama di Sekolah ini meliputi: kegiatan membaca Asma‟ul Husna, Imtaq, Pesantren kilat, seni baca al-Qur‟an, pembiasaan 3S, Solat Zuhur dan Ashar berjamaah, Remaja Mushalla, wajib berbusana Muslimbagi yang beragama Islam, dan peringatan hari Besar Islam. Kata kunci: Kepemimpinan, kepala madrasah, tenaga kependidikan, budaya agama, PAIKEM Gembrot. Abstract The globalization isue has dragged the school on the dilematic problem. On one side, It is required for school to develop science and technology. This, however, the school must take responsibility for the negative impact of modern science and technology progress, the moral decadence that leads to demoralization, and even may lead to dehumanization. How can schools play their function optimally so that the graduates will be faithful, fear unto Allah, have a personality intact, being the experts and professionals. This article outlines the efforts of the Principal and staff of SMAN 4 Praya to meet the challenges of globalization by strengthening the religious culture in order to increase a future generation. The data was collected by using qualitative approach through observation, interview, as well as the documentation study. The findings of this study suggest that some religious cultures in this school include: reciting holly names of Allah (Asma'ul Husna), IMTAQ, boarding school, the art of reciting Alqur'an, the habituation of 3S, doing Dzuhur and Ashar prayer together, The Youth of Mushalla, The mandatory of wearing religious dress for islamic students, and the anniversary of the great day in islam. Keywords : Leadership , The Principal of boarding school , educators , religious culture, the enormous PAIKEM.

40 | Schemata, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015

Hamdan, Kepemimpinan dan Kinerja Tenaga Kependidikan…

Pendahuluan Secara normatif pendidikan diharapkan dapat memberikan petunjuk bagi keberlangsungan kehidupan sesuai dengan tata nilai ideologis, agama, dan kultur bangsa. Dan secara material pendidikan seyogianya dapat memberikan pengetahuan yang memajukan dan mempertinggi kualitas hidup, baik dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, maupun bernegara.1 Tenaga kependidikan dalam proses pendidikan memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui penguatan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dipandang dari dimensi pembelajaran tenaga kependidikan (kepala sekolah, pengawas, tenaga perpustakaan, tenaga administrasi, tenaga pendidik,2 dan anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan),3 dalam masyarakat Indonesia tetap dominan sekalipun teknologi dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat. Hal ini disebabkan karena ada dimensi-dimensi proses pendidikan, atau lebih khusus lagi proses pembelajaran yang diperankan oleh mereka yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. Dewasa ini masalah moralitas di kalangan muda-mudi, khususnya pelajar dan mahasiswa sudah menjadi problem umum yang merupakan persoalan yang belum ada jawabannya secara tuntas.4 Mahasiswa dan pelajar sekarang mudah terpengaruh oleh budaya asing, mudah terprovokasi, mudah dan cepat marah, pergaulan bebas dengan lawan jenis yang ditunjukkan dengan maraknya seks bebas yang terjadi yang banyak melibatkan mahasiswa dan pelajar, banyak dari mereka tidak lagi menaruh hormat terhadap guru-gurunya, bahkan tidak hormat terhadap orang tua. 5 Beberapa kenyataan menggambarkan bahwa banyak siswa dewasa ini yang berperilaku tidak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan dan berkepribadian yang kurang sesuai dengan persyaratan sebagai warga negara yang baik seperti hasil penulisan tingkah laku remaja pelajar SMP dan SMA di empat kota, yakni 6 Bandung 21, 75% menyatakan hubungan seksual di kalangan pelajar adalah soal biasa; di Cirebon 31, 64% pelajar pernah melakukan senggama; di Bogor mencapai 30, 85%; 1

Abdul Wahid, www. Kabar-pendidikan. Blogspot.com. di download hari Senin tanggal 07 April

2012. Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2009), 229. 3 Masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan inilah yang penulis maksudkan dengan komite sekolah, tenaga pendidik, tenaga administrasi, dan kepala sekolah. Lihat, UU Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 5. 4 Azyumardi Azra, dkk, Pendidikan Agama dan Akhlak bagi Anak dan Remaja (Bandung: PT. Logos Wacana Ilmu, 2002), 135-137. 5 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Keperibadian, Muslim (Bandung: PTRemaja Rosda Karya, 2006), 8. 6 John S Nimpono dalam Kamreni Buseri, Nilai-nilai Ilahiah Remaja Pelajar Telaah Phenomenologis dan Strategi Pendidikannya (Yogyakarta: UII Press, 2004), 5. 2

Schemata, Volume 4, Nomor 1, Juni 2015 | 41


sedangkan di Sukabumi 26, 47%. Hal ini merupakan gambaran anak bangsa yang mulai terancam keutuhan pribadinya. Melihat kenyataan di atas, maka sangatlah beralasan, apabila kemudian ada kritik dari masyarakat bahwa selama ini sekolah hanya menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian tertentu, sementara mereka tidak memiliki integritas kepribadian sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan warga negara yang beragama. Kondisi demikian merupakan gambaran sistem pendidikan di sekolah yang penguatan intelektual tidak dibarengi dengan penanaman nilai-nilai Islam sehingga hakikat pembelajaran pendidikan agama di sekolah tidak dapat tercapai dengan baik dan maksimal. Pendidikan agama sebagai salah satu kegiatan untuk membangun pondasi Imtaq yang kokoh, ternyata belum dapat berjalan secara maksimal. Kurang berhasilnya pendidikan agama di sekolah secara khusus dan di masyarakat secara umum disebabkan karena tidak terdapat keseimbangan antara pemahaman agama dengan perilaku agama yang diharapkan. Indikator yang sangat nyata adalah semakin banyaknya para pelajar yang terlibat dalam tindakan-tindakan yang disebutkan. Sementara itu, sebagian masyarakat menganggap bahwa terjadinya kasus-kasus tersebut disebabkan karena kegagalan Pendidikan Agama Islam di sekolah. Kurang efektifnya pendidikan agama seperti yang berjalan saat ini, pada gilirannya akan menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak terhadap mentalitas bangsa pada masa yang akan datang. Dalam kaitannya dengan masalah ini, sekolah memang dihadapkan pada persoalan dilematis. Di satu sisi dituntut untuk mengembangkan iptek dengan segala konsekuensinya dalam menghadapi era globalisasi, namun di sisi lain sekolah harus memikul tanggung jawab terhadap dampak negatif dari kemajuan iptek modern, yaitu dekadensi moral yang mengarah pada demoralisasi, bahkan boleh jadi mengarah pada dehumanisasi. Menjadi persoalan kemudian adalah bagaimana sekolah sebagai pendidik kedua anak bangsa dapat memerankan fungsi secara optimal sehingga para lulusannya beriman dan bertakwa, memiliki kepribadian yang utuh dan memiliki keahlian yang matang dan profesionalisme yang tinggi. Jawaban-jawaban pertanyaan di atas adalah tantangan bagi sekolah untuk memberikan pencerahan spiritual melalui penguatan budaya agama dalam rangka membangun generasi bangsa. Penguatan budaya agama di sekolah mempunyai landasan yang kokoh baik secara normatif religius maupun konstitusional sehingga tidak ada alasan bagi sekolah untuk mengelak dari upaya tersebut.7 Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan agama yang diejawantahkan dengan penguatan budaya agama di berbagai jenjang pendidikan, sangat patut untuk dilaksanakan. Karena dengan tertatanya nilainilai pendidikan agama pada diri siswa, maka akan memperkokoh imannya, dan 7 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Upaya Reaktualisasi Pendidikan Islam (Penerbit LKP2M, 2009), 305.



aplikasi nilai-nilai keislaman tersebut dapat tercipta mulai dari lingkungan sekolahnya. Untuk itu penguatan budaya agama yang terorganisir dan didukung oleh semua sivitas sekolah termasuk keberpihakan kepala sekolah yang terlihat pada kebijakan-kebijakannya sangat penting dan akan mempengaruhi sikap, sifat dan tindakan siswa secara tidak langsung. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan memiliki peran sentral dalam membawa keberhasilan lembaga pendidikan. Kepala sekolah berperan memandu, menuntun, membimbing, membangun, dan memotivasi kerja, mengemudikan lembaga, menjalin jaringan komunikasi yang baik dengan komunitas sekolah, lingkungan sekitar dan yang lainnya.8 Menjadi tugas dan tanggung jawab bersama, terutama kepala sekolah bagaimana sekolah dapat membangun kultur sekolah yang kondusif untuk menguatkan budaya agama di sekolah. Salah satu upaya yang dijadikan alternatif pendukung akan keberhasilan pendidikan agama khususnya di sekolah umum adalah upaya penguatan budaya agama sebagai pembudayaan nilainilai keislaman di sekolah umum. Peran kepemimpinan dan kinerja tenaga kependidikan dalam penguatan budaya agama sangat penting. Karena lembaga pendidikan yang dikelola oleh pemimpin kependidikan yang mengerti komitmen serta berwawasan luas, memahami serta berjiwa islami, maka akan berjalan dengan tertib dan dinamis sesuai dengan zaman. Selain itu, kepala sekolah hendaknya juga mengerti kedudukan sekolah di masyarakat, mengenal lembaga-lembaga masyarakat yang menjunjung pendidikan mengenai perubahan sosial, politik masyarakat yang semuanya itu harus dibarengi dengan Imtaq dan Iptek. Itulah tuntunan yang harus dipenuhi demi mewujudkan moral, perilaku, dan kepribadian anak bangsa. Pemimpin sekolah juga harus mampu membantu tenaga kependidikan lainnya seperti tenaga pendidik, tenaga administrasi sekolah, bahkan komite sekolah dalam mengembangkan program pendidikan sesuai dengan perubahan yang terjadi di masyarakat sekaligus mencari jalan pemecahan yang dihadapi dengan menjalin komunikasi dan kerja sama yang baik dengan stakeholder lainnya. Dengan demikian, penguatan agama di sekolah bukan hanya tugas kepala sekolah dan guru Pendidikan Agama semata, melainkan tugas semua komponen tenaga kependidikan. Terkait paparan di atas, dapat dikatakan bahwa budaya agama di SMAN 4 Praya dapat penulis amati dan gambarkan secara umum adalah warga sekolah belum maksimal memberikan corak kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam, 9 kemudian kepala sekolah berusaha mengawal dan menghimbau semua warga sekolah untuk menciptakan dan menguatkan budaya agama di sekolah. Bahkan Kepala SMAN 4 Praya membuat terobosan baru dalam penguatan budaya agama di sekolah, yakni 8 9

Hendiyat Sutopo, Kepemimpian dan Supervisi Pendidikan (Jakarta, Penerbit Bina Aksara, 1984), 1. Observasi Awal Penulis Tanggal 2-5 April 2012.



Program Pesantren Kilat Sabtu-Minggu untuk semua warga sekolah kerja sama dengan jama‟ah tabligh Kabupaten Lombok Tengah.10 Permasalahan yang menjadi kegelisahan akademik saya adalah dalam kehidupan sehari-hari belum semua warga sekolah menginternalisasikan ajaran agama. Kondisi inilah yang melatari kajian ini. Bentuk-bentuk Budaya Agama di SMA Negeri 4 Praya Berdasarkan temuan penulisan, wujud budaya agama di SMA Negeri 4 Praya meliputi: kegiatan membaca Asma‟ul Husna setiap 15 menit sebelum jam pertama dimulai, Imtaq setiap hari Jum‟at pagi bagi yang masuk pagi dan Imtaq sore Jum‟at bagi yang masuk sore, Imtaq Ramadhan, Pesantren kilat Sabtu-Minggu bekerjasama dengan Jama‟ah Tabligh Masjid Agung Praya, pembelajaran pembelajaran seni baca al-Qur‟an yang wajib diikuti oleh siswa-siswi yang berada di kelas satu selama satu bulan sebagai tahap seleksi dan untuk selanjutnya bagi siswa yang memiliki potensi untuk dikembangkan, pembiasaan senyum, sapa, dan salam jika bertemu siapa saja di sekolah ini, pelaksanaan Solat Zuhur dan Ashar berjamaah, penguatan kegiatan agama Islam melalui wadah Remush (Remaja Mushalla), pemakaian wajib berbusana Muslim pada setiap hari bagi yang beragama Islam, dan peringatan Hari-hari Besar Islam (PHBI). Berikut penjelasan lebih detailnya. Membaca Asma’ul Husna setiap hari 15 menit sebelum jam pertama dimulai kecuali hari Senin. Asmaul husna merupakan 99 nama Allah Swt yang mulia, yang apabila dihapal dalam hadis Rasulullah saw dakholal jannah (masuk surga) motivasi seperti inilah oleh sekolah-sekolah menerapkan berdoa dengan membaca asmaul husna dengan teknik yang beragam. SMAN 4 Praya dalam rangka penguatan budaya Agama. melakukannya setiap hari kecuali hari Senin di mulai jam 06.15-07.00 secara serentak di depan sekolah yang dipimpin oleh guru atau siswa sendiri dan diakhiri dengan doa. Kegiatan ini dihajatkan agar semua siswa bahkan warga sekolah terbiasa berdoa sebelum memulai suatu pekerjaan termasuk sebelum mulai belajar. Kegiatan ini jika dilakukan dengan istiqomah maka akan mudah bagi siswa dalam menjiwai semangat baik yang disampaikan oleh guru baik di dalam kelas maupun ketika ada kegiatan ceramah di luar kelas karena siswa telah dibiasakan dalam suasana Islami.

10

H. Abdul Rahman, koordinator mutu, wawancara, hari Senin tanggal 9 April 2012 pukul

09.30.



Imtaq Hari Jum’at Hari Jum‟at merupakan sayyidul ayyam (rajanya hari) dan salah satu dari saat/waktu yang baik dalam berdoa kepada Allah Swt. Bahkan apabila telah dikumandankan azan solat Jum‟at maka Allah memerintahkan untuk meninggalkan jual beli dan oleh ulama Syafi‟iyah menyimpulkan jual beli yang dilakukan laki-laki yang sudah baliq dan dilakukan ketika waktu Jum‟at maka tergolong jual beli yang sah tetapi terlarang. Kaitannya dengan ini Allah swt berfirman di dalam al-Qur‟an Surah al-Jumu‟ah (62): 9-10.                                       Artinya: hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan solat Jum‟at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan solat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.11

Ayat tersebut bermakna, yakni kaum Muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin dan meninggalakan semua pekerjaan termasuk jual beli apabila saat itu merupakan saat imam naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum‟at tersebut. Berdasarkan temuan penulis di SMA Negeri 4 Praya setiap hari Jum‟at ditemukan jenis kegiatan, yakni untuk jam 07.00 – 08.15 wita, diisi dengan Imtaq dengan agenda acara; membaca Asma‟ul Husna, membaca ayat-ayat pendek, zikir yang dirangkai dengan doa, tausyiah yang berisi wejangan, motivasi, informasi yang disampaikan oleh kepala sekolah/guru agama/guru bidang studi lainnya yang berkompeten/siswa dan bahkan komite sekolah. Kegiatan-kegiatan seperti ini di antara bentuk penguatan budaya agama di SMA Negeri 4 Praya. Imtaq Ramadhan Undang- undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Rumusan tujuan 11 Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya Juz 1-30 Edisi Baru (Surabaya: CV Karya Utama, 2005), 809.



tersebut mengIsyaratkan bahwa pengembangan potensi peserta didik dalam bidang spiritual menjadi tujuan utama. Otonomi sekolah yang merupakan upaya pemerintah dalam memberdayakan SDM sekolah menuntut kepada semua warga sekolah untuk berfikir dan berbuat demi peningkatan kualitas pendidikan bangsa dan khususnya SMAN 4 Praya. Tuntunan khusus yang langsung bertujuan dalam peningkatan kualtas pendidikan sekolah termasuk kualitas beragama siswa adalah penyusunan kurikulum SMAN 4 Praya yang merupakan kontrak kerja antara sekolah dengan masyarakat di mana salah satu butir kesepakatan tertuang dalam visi sekolah “Berilmu, Beriman, dan Berbudaya”harus di rencanakan metode untuk mewujudkannya. Salah satu metode yang diterapkan adalah memperpadat kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah di antaranya Imtaq Ramadhan, yakni dilaksanakan pada bulan Ramadhan selama 6 hari atau sesuai kalender pendidikan dan intruksi dari kepala sekolah dan atau intruksi kepala dinas. Pada kegiatan Imtaq Ramadhan ini siswa diwajibkan mengikutinya pada malamnya diisi dengan kegiatan perayaan Nuzulul Qur‟an dirangkaikan dengan solat sunnah tarawih berjama‟ah di sekolah. Adapun materi-materi yang didapati siswa pada saat Imtaq Ramadhan adalah materi-materi keagamaan dan di samping itu juga diisi dengan beberapa perlombaan Islami yang dapat menambah semangat siswa untuk menjalankan ibadah puasa serta meningkatkan iman dan takwa siswa. Kegiatan seperti itulah di antara beberapa terobosan SMAN 4 Praya dalam rangka penguatan budaya agama di sekolah. Kegiatan-kegiatan ekskul seperti ini membutuhkan dukungan semua pihak dan kinerja yang baik dari semua komponen sekolah. Karena kebersamaanlah yang membuat suatu kegiatan itu menjadi bermutu dan membuahkan hasil sesuai dengan yang ditargetkan. Apalagi ketika kegiatannya difokuskan di luar kelas seperti lomba berpidato, lomba nasyid, dan lain sebagainya, kegiatan ini dapat membentuk situasi Islami sehingga kalau dikemas dengan baik maka akan mampu menciptakan budaya yang Islami di sekolah. Pesantren Kilat Sabtu-Minggu Tujuan pendidikan nasional pada hakikatnya adalah membangun manusia seutuhnya, dan pengertian manusia seutuhnya adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuahan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan tersebut, pada setiap jenjang pendidikan diberikan materi pembelajaran yang sesuai dengan tipelogi pengembangan pendidikan agama anak. Pendidikan agama sebagai salah satu kegiatan untuk membangun fondasi mental spiritual yang kokoh, ternyata belum



dapat berperan secara maksimal. Indikator yang sangat nyata adalah semakin banyaknya para pelajar yang terlibat dalam tindak pidana, seperti tawuran, penggunaan narkoba, perampokan, dan yang lainnya.12 Adapun faktor penyebab kurang efektifnya pendidikan agama di sekolah antara lain: Pertama: Faktor internal, yaitu faktor yang muncul dari dalam diri guru agama yang meliputi; kompetensi guru yang relatif masih lemah, penyalahgunaan manajemen penggunaan guru agama, pendekatan metodologi guru yang tidak mampu menarik minap murid kepada pelajaran agama, solidaritas guru agama dengan guru non agama masih sangat rendah, kurangnya waktu persiapan guru agama untuk mengajar, dan hubungan guru agama dengan murid hanya bersifat formal serta tidak berlanjut di luar kelas. Kedua; Faktor eksternal, yang meliputi; sikap masyarakat/orang tua yang kurang concern terhadap pendidikan agama yang berkelanjutan, situasi lingkungan sekitar sekolah banyak memberikan pengaruh yang buruk, pengaruh negatif dari perkembangan teknologi, seperti internet, play station, dan lain-lain. Ketiga; Faktor institusional, yang meliputi; sedikitnya alokasi jam pelajaran Pendidikan Agama Islam dan kurikulum yang terlalu overloaded.13 Salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif pendukung efektifitas pembelajaran penguatan minat bergama siswa di Sekolah adalah pesantren kilat. Dikatakan pesantren kilat karena waktu penyelenggaraannya yang singkat dan materi yang diberikan bersifat umum/materi dasar dan model pembelajarannya mengadopsi model pembelajaran pondok pesantren. Pesantren kilat yang diterapkan di SMA Negeri 4 Praya adalah pesantren kilat Sabtu-Minggu, karena kegiatannya dilaksanakan pada sore Sabtu dan berakhir pada sore Minggu bekerjasama dengan Jama‟ah Tabliq Lombok Tengah yang bersekretariat di Masjid Agung Praya. Pesantren kilat Sabtu-Minggu ini merupakan bentuk budaya agama yang dikuatkan di SMAN 4 Praya dan materi yang diberikan kepada anak adalah materi keagamaan seperti materi akhlak, al-Qur‟an, Hadis, taklim, khidmat, dan lain sbagainya. Siswa selama kegiatan tidak diperbolehkan pulang selama kegiatan sebelum selesai dan pada minggu berikutnya kegiatan ini akan berpindah ke Masjid lainnya, seperti itu seterusnya. Pembelajaran Pengembangan Seni Baca al-Qur’an (SBA) Pembelajaran seni baca al-Qur‟an sendiri merupakan tradisi yang baik yang telah berkembang di seluruh dunia Islam. Rasulullah saw sendiri sangat menghargai orang yang memperindah suaranya ketika melantunkan ayat-ayat suci al-Qur‟an. Progam pembelajaran seni baca al-Qur‟an (SBA) di SMA Negeri 4 Praya yang merupakan 12 Endin Mujahidin, Pesantren Kilat Alternatif Pendidikan Agama di Luar Sekolah (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2005), 5-7. 13 Ibid, Pesantren Kilat, 8.



progam wajib bagi seluruh siswa Muslim selama satu bulan pada awal masuk sekolah yang kemudian dilanjutkan bagi siswa yang memiliki bakat. Budaya ini sangat baik sebagai bekal siswa untuk memahami sumber utama ajaran Islam, yaitu al-Qur‟an. Al-Qur‟an menjadi kitab suci yang tidak hanya memberi banyak pengetahuan tetapi juga ganjaran bagi siapa saja yang membacanya, baik disertai pemahaman akan maknanya ataupun tidak. Untuk itu, al-Qur‟an sebagai sumber utama agama Islam sangat penting untuk dibaca dan dimengerti, tidak terkecuali bagi siswa sekolah umum seperti SMA Negeri 4 Praya. Oleh sebab itulah, program pembelajaran bahasa arab di SMA Negeri 4 Praya sebagai bahasa pilihan sudah sangat tepat, karena di samping menambah kemampuan membaca al-Qur‟an dengan baik, juga akan menambah pengetahuan pemahaman isi al-Qur‟an sehingga potensi untuk menggali makna al-Qur‟an baik yang tersirat maupun yang tersurat akan cepat muncul di Sekolah tersebut. Usaha SMA Negeri 4 Praya untuk serius dalam menguatkan budaya agama di sekolah juga tampak dari diwajibkannya pembelajaran agama yang sesuai dengan keyakinan masing-masing bagi siswa non Muslim. Sebagaimana pengamatan penulis, siswa non Muslim yang rata-rata berjumlah 1 sampai 5 siswa setiap kelas tetap mendapatkan pembelajaran dan bimbingan keagamaan sesuai dengan agama yang dianutnya di SMAN 1 Praya. siswa non Muslim tetap mendapatkan pembelajaran dan bimbingan keagamaan sesuai agama yang dianutnya, secara langsung kebijakan tersebut bersinggungan dengan yang diamanatkan dalam al- Qur‟an surat al-Hujurat (49):13.                       “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Dinyatakan bahwa semua manusia adalah sama-sama makhluk tuhan, meraka memiliki keyakinan (agama), tradisi, budayanya sendiri, mereka memiliki pandangan hidup yang bermacam-macam serta hidup dalam berbagai suku, bangsa dan bahasa. Karena itu agar masing-masing bisa memperkenalkan dirinya, pandangan hidupnya, keyakinan (agama)nya, tradisi dan budayanya. Melalui proses saling kenal mengenal atau tukar menukar ‟urf, saling mengetahui dan memahami itu akan timbul kesadaran akan kemajemukan dalam hidup untuk selanjutnya dapat ditelaah lebih dalam mana di antara mereka yang paling benar dan salah dalam logika, ilmu pengetahuan, sejarah, dan anjuran universal Islam.14 14

Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan,



Kaitannya dengan surat al-Hujurat tersebut di atas, membuktikan bahwa sesungguhnya SMA Negeri 4 Praya menghargai semua agama yang dianut oleh peserta didik dan serius dalam mewujudkan budaya agama dengan memberikan porsi yang sama bagi siswa Muslim dan non Muslim dalam mengikuti dan melaksanakan budaya agama di sekolah. Langkah-langkah yang dilakukan SMA Negeri 4 Praya dalam menguatkan budaya agama perlu mendapat apresiasi tersendiri, mengingat sekolah ini merupakan sekolah umum yang tidak memiliki akar dengan ideologi atau lembaga keagamaan tertentu. Pemakaian Jilbab (Berbusana Muslim) Setiap hari bagi yang beragama Islam Mayoritas ulama masih menyatakan bahwa jilbab merupakan budaya yang terbentuk dari nilai-nilai Islam. Di masyarakat kita sendiri, jilbab masih menjadi budaya yang terkait erat dengan unsur-unsur keislaman. Forum-forum keislaman seperti pengajian, majelis pengajian, majelis ilmu, majelis taklim, dan acara-acara televisi lainya setiap hari Bulan Ramadhan selalu ditandai dengan pemakaian jilbab untuk kaum perempuan, meski dalam keseharian mereka belum tentu itu senantiasa mereka kenakan. Budaya ini juga dilestarikan di SMA Negeri 4 Praya bagi para siswi dan semua sivitas setiap hari. Khusus untuk siswa putra, sekolah juga mewajibkan pemakaian baju Muslim (koko) pada hari Jum‟at dan Sabtu dan selama pembelajaran Bulan Ramadhan. Upaya ini dilakukan untuk mendorong siswa berbusana sopan dan Islami. Upaya sekolah dalam membudayakan hal ini bukan tanpa kesulitankesulitan, bahkan sebagai sekolah umum yang tidak berakar kepada agama tertentu SMA Negeri 4 Praya awalnya mewajibkan para siswa untuk berbusana Muslim secara bebas. Namun, karena melihat trend busana yang dikenakan para siswi sebagaimana yang mungkin mereka contoh dari trend busana Muslim “gaul”yang tampaknya berbusana Muslim tetapi tidak mencerminkan dari nilai-nilai Islami dan kesopanan itu sendiri, seperti pakaian yang ketat, jilbab gaul dan sebagainya. Belajar dari hal tersebut akhirnya sekolah mengeluarkan kebijakan baru bahwa semua siswi untuk mengenakan seragam yang menutupi lengan dan kaki dan ditambah dengan jilbab. Upaya-upaya seperti itu sekilas tampak hanya merupakan simbol-simbol keyakinan semata, tetapi kenyataannya tidak demikian. Dengan aturan yang mengikat para siswa dan siswi SMA Negeri 4 Praya, sekolah melihat bahwa kesadaran beragama siswa meningkat. Dengan berbusana Muslim yang baik pulalah, sekolah dapat terus mendorong para siswa untuk tidak hanya menggunakan agama sebagai simbol tetapi juga perlu dikejawantahkan dalam perilaku sehari-hari.

Kurikulum Hingga Strategi Pembelajaran (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009), 316.



Pelaksanaan Solat Zuhur dan Ashar secara berjama’ah di Sekolah Dalam Islam solat merupakan amaliyah pertama yang akan dihisab pada hari akhir (hari kiamat). Sebagai rukun Islam yang kedua, solat menjadi tolok ukur keislaman seseorang, oleh karenanya Solat merupakan ritual wajib setiap umat Islam. Terkait dengan hal ini, SMA Negeri 4 Praya baru dapat mendorong amaliyah solat para siswanya melalui diwajibkannya/diharuskannya solat Zuhur berjama‟ah bagi siswa yang masuk pagi dan solat Ashar berjama‟ah bagi siswa yang masuk sore. Hal ini penting untuk dilakukan demi mengajarkan secara aplikatif ajaran Islam pada siswa dan guna memperkuat tali silaturrahim dan mempersatukan ikatan emosional antara kepala sekolah dengan warga sekolah, antara guru dan siswa, antara siswa dengan sesama siswa serta seluruh karyawan yang ada. Berdasarkan hasil penulisan Mohamad Soleh, tentang terapi solat tahajut didapatkan kesimpulan bahwa solat dapat meningkatkan spiritualisasi, membangun kestabilan mental, dan relaksasi fisik.15 Untuk itulah setiap warga sekolah terutama siswa didorong untuk menunaikannya sebaik mungkin dan penuh rasa tanggung jawab. Bukan sekedar sebagai suatu kewajiban rutin yang tidak berarti apa-apa bagi orang yang melakukannya. Berdasarkan literatur Islam diketahui ulama dan ilmuan besar Islam kesemuanya merupakan orang-orang yang tekun beribadah terutama menjalankan solat. Pembiasaan Senyum, Salam, dan Sapa Secara sosiologis senyum, salam dan sapa dapat meningkatkan interaksi antar sesama, dan berdampak pada rasa penghormatan sehingga antara sesama saling menghargai dan menghormati. Islam sangat menganjurkan setiap pemeluknya untuk memberikan sapaan pada orang lain dengan mengucapkan salam. Ucapan salam di samping sebagai sapaan dan doa bagi orang lain juga sebagai bentuk persaudaraan antar sesama manusia. . Senyum, salam, dan sapa dalam perspektif budaya menunjukkan bahwa komunitas masyarakat memiliki kerukunan, kedamaian, kesantunan, toleran, dan rasa rasa saling menghormati. Sebagai bangsa yang santun, damai, dan bersahaja setiap warga negara berkewajiban untuk menjaga citra diri dan bangsanya. Namun seiring dengan perkembangan dan berbagai kasus yang terjadi di Indonesia akhirakhir ini, seperti terorisme dan keterlibatan WNI dalam kasus-kasus kriminal menjadikan sebutan tersebut berubah menjadi sebaliknya. Oleh sebab itu, budaya senyum dengan santun dan dan sapaan dengan salam harus dilestarikan di keluarga, sekolah atau masyarakat sehingga cerminan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang santun dan beradab muncul kembali. 15

Mohammad Sholeh, Terapi Solat Tahajjud (Jakarta: Hikmah Populer, 2007), 14.



Pembiasaan senyum, salam, dan sapa merupakan ciri khas SMA Negeri 4 Praya. Budaya ini dikembangkan sebagai manivestasi nilai-nilai Islam dalam pribadi Muslim. Budaya senyum, salam, dan sapa bertujuan agar warga sekolah memiliki tata krama dan rasa saling menghormati. Pembiasaan senyum, salam, dan sapa juga ditekankan kepada seluruh siswa-siswi baru yang dimaksudkan agar sejak dini siswa bisa mengikuti dan menguatkan budaya yang sudah dilaksanakan oleh warga sekolah. Hidupnya Kegiatan Remaja Mushalla (Remush) Sebagai lingkungan yang mengedepakan aspek keilmuan, sekolah perlu mendorong para siswanya untuk aktif dan kreatif dalam berkarya. Kreatifitas itu sekaligus menjadi pengejawantahan dari materi-materi pelajaran yang didapatnya di kelas. Tidak terkecuali bagi mata pelajaran keislaman. Untuk itu SMA Negeri 4 Praya terus mendorong para siswanya untuk kreatif dan inovatif dalam menguatkan tradisi dan keilmuan Islam melalui kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah. Kegiatankegiatan tersebut merupakan inisiatif para siswa sendiri yang selanjutnya mereka organisasikan dalam Remaja Mushalla (Remush). Remush adalah salah satu sub organisasi yang dikelola oleh siswa sebagai wadah kegiatan-kegiatan Islami yang menaungi berbagai macam kegiatan keislaman. Tujuannya untuk mewadahi beberapa kegiatan keagamaan yang dijalankan bersama-sama oleh siswa agar peka terhadap kegiatan keagamaan dan menambah pengetahuan siswa terhadap agama Islam. Program kegiatan Remush di antaranya yasinan, doa bersama ketika menjelang ujian semester, mading keislaman, nasyid, dan peringatan hari-hari besar Islam (PHBI), malam bina iman dan takwa (Mabit), dan kegiatan keagamaan lainnya. Kegiatan-kegiatan remush sebagian merupakan tradisi yang juga banyak berkembang di masyarakat seperti yasinan, nasyid, dan doa bersama. Namun di luar itu mereka juga sangat kreatif dan menggali keilmuan Islam dalam mading keislaman yang telah mereka warisi dari para kakak pendahulu mereka. Sebagai salah satu kegiatan rutin, mading keislaman banyak menambah wawasan kepada para siswa tentang ilmu-ilmu Islam dan informasi seputar kajian Islam dan dunia Islam global. Melalui kegiatan remush, siswa SMA Negeri 4 Praya juga melakukan kegiatan di luar sekolah seperti bakti sosial kepanti asuhan, panti jompo serta seringkali melaksanakan kegiatan bakti sosal yang langsung bersinggungan dengan alam seperti bersama warga turut kerja bakti desa di Masjid-masjid/mushalla, dan menjaga lingkungan. Hal tersebut membuktikan bahwa melalui kegiatan bakti sosial dan mencintai alam adalah secara tidak langsung peserta didik dibawa kepengenalan nilai secara kognitif yang secara langsung menghayati secara afektif dan akhirnya kepengalaman nilai agama secara nyata. Menurut istilah pedagogiknya disebut “dari gnosis sampai kepraktis” dan



untuk sampai kepraktis ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harus terjadi dalam diri peserta didik, yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai-nilai agama. Peristiwa ini disebut conatio, dan langkah untuk membimbing peserta didik membulatkan tekat disebut langkah konatif. 16 Peringatan Hari-hari Besar Agama Islam (PHBI) Dewasa ini telah muncul suatu kajian agama yang menggunakan antropologi dan sosiologi sebagai basis pendekatannya. Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya untuk memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini, agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan serta memberikan jawabannya. Dengan kata lain, cara yang digunakan disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah, dapat pula digunakan untuk memahami agama. 17 Oleh karena itu, berbagai pendekatan dalam memahami agama yang selama ini digunakan, akan dipandang pincang tanpa memahami realitas yang melingkupi manusia yang tercermin dari budayanya.18 Lebih lanjut Nurcholish Madjid mengungkapkan bahwa pendekatan antropologis sangat penting untuk memahami agama Islam, karena konsep manusia sebagai „khalifah‟ (wakil Tuhan) di bumi, misalnya, merupakan simbol akan pentingnya posisi manusia dalam Islam. Di Indonesia, Islam tumbuh dan berkembang selaras dengan tradisi yang masih melekat pada masyarakat pra-Islam. Berbeda dengan tradisi keislaman di Timur Tengah, Islam di Indonesia lekat dengan upacara-upacara dan peringatan-peringatan. Untuk itu, tidak ada salahnya bila sekolah berupaya merespon tradisi yang baik tersebut dan menfalitasi kegiatannya di lingkungan sekolah dalam bentuk peringatan hari besar Islam (PHBI). Meskipun sebagian PHBI merupakan kegiatan Remush, penulis merasa perlu meletakkan PHBI dalam poin tersendiri karena dalam beberapa PHBI ada kegiatan-kegiatan yang merupakan agenda kegiatan sekolah sehingga melibatkan seluruh warga sekolah, misalnya peringatan maulid Nabi Muhammad Saw, dan halal bihalal. Kegiatan hari besar Islam lainnya adalah menyembelih qurban pada Hari Raya Idul Adha. Kegiatan ini melibatkan semua guru, karyawan, dan siswa. Kegiatankegiatan PHBI di samping dapat menumbuhkan kesadaran beragama warga sekolah

Muhaimin, Rekonstruksi,... 313. Akhmad Taufiq, et. Al., Metodologi Studi Islam (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), 15. 18Jamhari Ma'ruf, Pendekatan Antropologi dalam Kajian Islam, http://www.ditpertais.net/artikel/ jamhari01.asp (diakses pada 17 September 2012), 1. 16 17



diharapkan dapat mempererat kekompakan dan kebersamaan warga sekolah sebagai sebuah komunitas yang bekerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan sekolah. Kepemimpinan dan Kinerja Tenaga Kependidikan dalam Menguatkan Budaya Agama di SMA Negeri 4 Praya. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Penguatan Budaya di SMA Negeri 4 Praya Penguatan budaya agama di SMA Negeri 4 Praya, kepala sekolah menggunakan beberapa strategi dalam kepemimpinannya menguatkan budaya agama. Di antara kepemimpinan kepala sekolah dalam penguatan budaya agama adalah melakukan perencanaan progam, memberikan teladan kepada guru, siswa, karyawan, komite, dan semua komunitas yang ada di sekolah, ketiga kepala sekolah selalu andil dalam kegiatan keagamaan, dan keempat adalah melakukan evaluasi terhadap progam yang dijalankan. a. Merencanakan Program Perencanaan merupakan hal yang mutlak perlu dilakukan demi suksesnya pembaruan pendidikan. Perencanaan menurut Burhanudin adalah keseluruhan proses dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. 19 Sondang P.Siagian berpendapat bahwa dalam perencanaan kegiatan dirumuskan dan ditetapkan seluruh aktivitas lembaga yang menyangkut apa yang harus dikerjakan, mengapa dikerjakan, kapan akan dikerjakan, siapa yang mengerjakn dan bagaimana hal tersebut dikerjakan. Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan dapat meliputi tujuan, penegakan strategi, dan penguatan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatan.20 Kepala SMA Negeri 4 Praya melakukan kegiatan perencanaan dalam hal ini dalam menguatkan budaya agama pada hakikatnya adalah bertujuan agar semua warga sekolah dapat menjalankan dan menguatkan budaya agama di sekolah dengan baik. Kegiatan perencanaan yang kepala sekolah lakukan dalam menguatkan budaya agama pada hakikatnya adalah perbuatan yang terpuji dan baik. Sebagaimana yang difirmankan dalam al-Qur‟an surat al-Hajj (22): 77           

19 20

Wijaya. AW, Perencanaan Sebagai Fungsi Manajemen (Jakarta: PT Bina Aksara, 1987), 33. Sondang P. Siagian, Kiat Meningkatkan Produktifitas Kerja (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2002),

103.


Hamdan, Kepemimpinan dan Kinerja Tenaga Kependidikan… Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.

Dalam kehidupan sehari-hari baik bagi mereka yang bertindak sebagai pimpinan, pelaksana, ibu rumah tangga dan semua orang secara sadar ataupun idak sadar pasti melakuakan perencanaan sebelum melaksanakan sesuatu tindakan. Perencanaan pada hakekatnya bermakna sebagai cara bertindak, cara bertindak merupakan suatu pemikiran dalam memilih urutan-urutan tindakan kemasa yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan- tindakan itu mempunyai kaitan erat antara “apa yang dimiliki untuk tahap sekarang” dengan “arah tujuan yang ingin dicapai di masa yang akan datang”, sehingga tujuan itu benar-benar tercapai. Perencanaan adalah unsur penting dan strategis yang memberikan arah dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki. Dalam bidang pendidikan, perencanaan merupakan salah satu faktor kunci efektivitas keterlaksanaan kegiatankegiatan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bagi setiap jenjang dan jenis pendidikan pada tingkat lokal maupun nasional. Dalam dunia manajemen pendidikan, fungsi pertama kepala sebagai sebagai seorang manajer adalah membuat perencanaan yang baik untuk program-program pendidikan di sekolah. Sebagai planner kepala sekolah dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam memunculkan ide-ide konstruktif guna meningkatkan mutu pendidikan tidak terkecuali pada budaya agama di sekolah. Perencanaan progamprogram sekolah tidak harus murni inisiatif kepala sekolah, tetapi dapat juga berasal dari masukan siswa para guru atau karyawan. Namun kepala sekolah dituntut untuk mensistematisasikan usulan-usulan yang mengemuka dan merekayasa kegiatankegiatan yang dapat dilakukan untuk mengejawantahkan ide-ide tersebut. Untuk membantu hal ini, kepala sekolah dapat memusyawarahkan ide, gagasan, dan program-program yang akan direalisasikan dalam rapat-rapat atau pertemuanpertemuan dengan segenap warga sekolah. Terkait dengan perencanaan progam yang berkaitan langsung dengan progam penguatan budaya agama di sekolah yang dilakukan oleh kepala sekolah, temuan penulis di SMA Negeri 4 Praya terdiri dari dua kategori, yaitu rencana program yang telah berhasil dijalankan dan rencana program yang masih tertunda sehingga belum dapat dilaksanakan. Adapun hasil dari rencana penguatan budaya agama yang sudah dijalankan adalah sebagai berikut: 1. Membaca Asma‟ul Husna setiap hari 15 menit sebelum jam pertama dimulai kecuali hari Senin. 2. Imtaq hari Jum‟at 3. Imtaq Ramadhan 4. Pesantren Kilat Sabtu-Minggu 5. Pengembangan Seni Baca al-Qur‟an (SBA) 6. Pembiasaan sikap senyum salam dan sapa 7. Pelaksanaan solat Zuhur dan Ashar berjamaah



8. Pemakaian jilbab (berbusana Muslim) pada setiap hari bagi yang beragama Islam. 9. Pengembangan kegiatan agama Islam melalui Remaja Mushalla (Remush) 10. Peringatan hari-hari besar Islam (PHBI) Kunci keberhasilan dari terlaksananya rencana-rencana program di atas adalah intensitas kepala dibantu oleh kinerja tenaga pendidik, tenaga administrasi, dan komite sekolah untuk senantiasa menjadi teladan bagi warga sekolah lainnya. Di samping itu evaluasi pelaksanaan program juga dijalankan oleh kepala sekolah secara terus menerus menyeluruh. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh A.W.P. Guruge bahwa evaluasi, revisi, dan perancangan ulang sangat penting dilakukan untuk menjamin terlaksananya sebuah rencana dengan baik.21 Adapun rencana-rencana program yang akan dilaksanakan dalam penguatan budaya agama di SMA Negeri 4 Praya adalah: 1. Khotmil Qur‟an setiap bulan sekali 2. Pelaksanaan Solat dhuha secara bersama 3. Menerapkan 10 menit membaca al-Qur‟an sebelum jam pertama dimulai. Program-program tersebut belum terlaksana disebabkan karena masih adanya kendala pada sisi waktu pelaksanaan. Khatmil Qur‟an misalnya, kegiatan ini sudah terlaksana tetapi masih bersifat temporal dan belum rutin dilaksanakan. Dalam perencanaannya, kepala sekolah menghendaki kegiatan ini dilaksanakan secara rutin, tetapi kepala sekolah belum menemukan waktu yang tepat untuk untuk memulainya. Kendala lain adalah karena kepadatan aktivitas kegiatan siswa di sekolah, sehingga diperlukan pembagian waktu yang lebih rigit lagi. Untuk itu penjadwalan kegiatankegiatan sekolah, utamanya yang terkait dengan penguatan budaya agama perlu ditinjau ulang untuk memberikan porsi tersendiri bagi rencana-rencana kegiatan yang belum dapat terlaksana. b. Memberikan Teladan kepada Warga Sekolah Keteladanan merupakan dimensi yang tidak kalah pentingnya dalam kepemimpinan kepala sekolah. Melalui pembinaan yang intensif hendaknya masalah keteladanan ini selalu diingatkan. Sekolah sebagai sebuah lembaga organisasi dituntut untuk dapat menjalankan fungsi-fungsi keorganisasian secara baik. Fungsi organisasi yang menuntut adanya kerjasama dan kekompakan tidak akan berjalan efektif tanpa adanya keteladanan pihak atasan atau pimpinan. Keteladanan menjadikan figur guru dan kepala sekolah serta petugas sekolah lainnya maupun orang tua sebagai cermin manusia yang berkepribadian agama. 22 21Djumberansyah Indar, Perencanaan Pendidikan Strategi dan Implementasinya (Surabaya: Karya Aditama, 1995), 38. 22 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Uapaya Mengenefektifkan Pendidikan di Sekolah) (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), 159-160.



Keteladanan sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw dalam Surat Al-Ahzab ayat 21 oleh karenanya diharapkan kepala sekolah atau setiap pemimpin untuk dapat memberikan contoh yang baik terhadap yang dipimpin, seperti apa yang dicontohkan oleh rosulullah yang sesuai dengan al-Qur‟an surat al-Ahzab (33): 21.                  Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.23

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai edukator inovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan warga sekolah, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, dan memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah. Strategi yang dapat dilakukan oleh para praktisi pendidikan untuk menguatkan budaya agama di sekolah, di antaranya adalah menurut Tafsir, melalui pemberikan contoh atau teladan.24 Oleh karenanya sebagai pimpinan instituti pendidikan, kepala sekolah harus meyakini bahwa keteladan merupakan faktor penting keberhasilan program sekolah dan menjadi salah satu nilai yang perlu untuk dilestasikan di sekolah guna merangsang warga sekolah agar melaksanakan perbuatan serupa yang menjadi kewajiban masing- masing. Sebagai lembaga pendidikan, keteladanan pimpinan dan guru sangat penting untuk menciptakan budaya yang lebih baik. Kedisiplinan yang diatur secara rinci akan kontraproduktif bila tidak disertai keteladanan dari pihak pimpinan dan para guru. Sebagai kepala sekolah, kepala SMA Negeri 4 Praya menyatakan bahwa semua orang di sekolah tersebut harus dapat menjadi teladan bagi orang-orang disekitarnya. Oleh karena itu, dalam upayanya untuk menguatkan budaya agama, strategi yang dilakukan kepala sekolah adalah selalu mengawali dan memberikan teladan terlebih dahulu kepada semua warga sekolah. Kepala sekolah dalam menguatkan budaya agama juga menggunakan sikap yang terbuka. Sebagaimana telah penulis singgung di atas bahwa salah satu kunci utama keberhasilan sebuah program, baik pada tahap perencanaan maupun pengorganisasiannya adalah pada keteladanan dari pihak atasan terutama kepala sekolah.

23 Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya Juz 1-30 Edisi Baru (Surabaya: CV Karya Utama, 2005), 509. 24 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: RemajaRosda Karya, 2004), 112.



c. Andil dan Mendukung Kegiatan Keagamaan Kepemimpinan yang dapat dilakukan oleh para pimpinan lembaga pendidikan untuk membentuk budaya agama di sekolah juga adalah dengan memberikan motivasi dan dorongan kepada segenap warga sekolah.25 Muhaimin juga mengisyaratkan bahwa strategi persuasive yang dijalankan lewat pembentukan opini dan pandangan masyarakat atau warga sekolah sangat penting untuk mendukung terciptanya budaya yang baik di sekolah.26 Di samping dukungan secara moril yang lebih bersifat verbal, kepala sekolah juga perlu memberikan dukungan kepada warga sekolah dengan tindakan nyata yang berupa keikutsertaannya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di sekolah. Mencermati pemikiran di atas, seorang kepala sekolah perlu untuk intensif dalam mendukung dan berperan serta dalam kegiatan- kegiatan keagamaan yang diharapkan dapat menumbuhkembangkan budaya agama di sekolah. Kepala SMA Negeri 4 Praya terkait dengan hal ini, telah berupaya untuk mendukung dan turut andil dan terlibat secara langsung dalam kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di sekolah. Keikutsertaan kepala sekolah secara langsung dimaksudkan agar kegiatan itu berjalan maksimal dan menjadikan motivasi tersendiri bagi pelaksana kegiatan. Keikutsertaan dan dukungan kepala sekolah juga berlaku bagi kegiatan-kegiatan di luar kegiatan keagamaan. d. Evaluasi terhadap Progam yang Dijalankan Evaluasi dalam suatu organisasi memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya untuk mengetahui berbagai hal yang berkaitan dengan perkembangan, kemajuan, kemunduran suatu organisasi, guna ditindak lanjuti sebagai langkah improvisasi organisasi menuju ke arah yang lebih baik dan maju. Dalam teori manajemen, evaluasi menjadi unsur penting keberhasilan sebuah manajemen. Sebuah perencanaan yang baik dan telah dilanjutkan dengan pengorganisasian yang baik tidak cukup untuk menjadikan sebuah aktivitas berlangsung sesuai dengan target yang diinginkan.Untuk itulah diperlukan evaluasi yang berkalanjutan dan menyeluruh. Dengan evaluasi tersebut, pimpinan dan bawahan dapat mengetahui target-target yang telah tercapai dan yang belum terlasana dengan baik. Di samping itu, appersepsi dan evaluasi diharapkan dapat menjadi motivasi pimpinan dan bawahan untuk memperbaikinya di kesempatankesempatan lainnya.27 Evaluasi adalah usaha mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk, dan penilaian bersifat kualitatif. Mengadakan penilaian meliputi Ibid. Muhaimin, Rekonstruksi, 328. 27 Roestiyah NK, Masalah-Masalah Ilmu Keguruan (Jakarta: Bina Aksara, 1982), 69. 25 26



dua langkah tersebut, yaitu mengukur dan menilai.28 Adapun unsur-unsur pokok dalam suatu evaluasi, yaitu: adanya obyek yang mau dievaluasi, adanya tujuan pelaksanaan evaluasi, adanya alat pengukuran (standar pengukuran/perbandingan), adanya hasil evaluasi apakah bersifat kualitatif maupun kuantitatif. 29 Dalam menguatkan budaya agama di SMA Negeri 4 Praya, salah satu yang dilakukan kepala sekolah adalah mengevaluasi terhadap progam penguatan budaya agama yang sudah dijalankan. Evaluasi tersebut dilaksanakan dalam rapat dan secara kondisional bersama tenaga pendidik, tenaga administrasi, bahkan dengan komite sekolah. Pengawasan atau evaluasi yang dilakukan kepala sekolah dalam menguatkan budaya agama adalah untuk mengetahui realisasi perilaku warga sekolah dan apakah tingkat pencapaian tujuan sesuai yang diinginkan, selanjutnya apakah apakah perlu diadakan suatu perbaikan. Oleh karena itu kegiatan evaluasi dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan, menilai proses dan hasil kegiatan sekaligus melakukan tindakan perbaikan.30 Di SMA Negeri 4 Praya, kepemimpinan kepala sekolah dalam menguatkan budaya agama adalah evaluasi, dan evaluasi terdiri dari evaluasi terstruktur dan kondisional. Evaluasi kondisional dilakukan kepala sekolah secara langsung kepada guru dan TU ketika bertemu dilingkungan sekolah. dan evaluasi terstrutur biyasanya dilakukan satu bulan sekali serta tiga bulan sekali. Kegiatan evaluasi yang dilakukana di SMA Negeri 4 Praya adalah untuk mengetahui apakah warga sekolah sudah menjalankan dengan baik terhadap budaya agama yang ada, selanjutnya untuk mengetahui perilaku siswa dan warga sekolah setelah menjalankan beberapa kegiatan budaya agama dan yang terakhir evaluasi dilaksanakan untuk mempertahankan dan menyempurnakan progam kegiatan budaya agama kedepan. Pada umumnya kegiatan evaluasi dilakukan untuk menelaah faktor-faktor penghambat serta pendukung suatu program.31 Untuk itu diperlukan rapat khusus guna mengevaluasi secara menyeluruh aspek-aspek kegiatan dari perencanaan kegiatan, pembegian tugas, hingga pada pengorganisasian atau pelaksanaan kegiatannya. Dalam hal ini langkah yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam mengevaluasi penguatan budaya agama di SMA Negeri 4 Praya di antaranya dengan beberapa macam langkah yang dilakukan seperti: (a) pelaksanaan rapat yang sudah dijelaskan di atas, (b) secara terjadwal maupun kondisional, kepala sekolah selalu Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), 03. M. Chabib Thoha, Tekhnik Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), 03. 30 Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), 106. 31Onong Uchjana Effendy, Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 103. 28 29



mengajak berkomunikasi dengan tenaga pendidik, tenaga administrasi sampai tukan kebunnya, dengan siswa, dan dengan komite sekolah, (c) terhadap progam yang terlaksana selalu menanyakan perkembangan yang ada. Tentunya evaluasi akan sesuai dengan apa yang diharapkan apabila pelaksanaannya dilaksanakan secara continue dan mempertimbangkan accountability. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan, maka dalam pelaksanaan evaluasi selanjutnya akan mengalami suatu kendala, khususnya dalam upaya penguatan budaya agama selanjutnya. Kinerja Tenaga Pendidik, dan Tenaga Kependidikan dalam Penguatan Budaya Agama di SMA Negeri 4 Praya Penguatan budaya agama di SMA Negeri 4 Praya, warga sekolah menampilkan kinerja yang baik/positif terhadap kebijakan-kebijakan kepala sekolah dalam menguatkan budaya agama dan secara intensif terlibat dalam kegiatan- kegiatan yang dilaksanakan. Untuk dapat mewujudkan sebuah budaya yang baik di sekolah yang sesuai dengan visi, misi sekolah maka secara tidak langsung sekolah memerlukan dukungan sebagai kinerja yang ditampilkan oleh semua komponen yang ada, terutama warga sekolah yang meliputi, tenaga pendidik, tenaga administrasi, komite sekolah bahkan siswa. Mereka dalam bahasa manajemen disebut sebagai pelanggan internal pendidikan.32 Semua jenis pelanggan ini adalah hal penting yang harus dikenali oleh lembaga pendidikan atau kepala sekolah untuk kerjasama antara supervisor dan pelanggan pendidikan agar menghasilkan lulusan yang dapat memuaskan para pelanggan pendidikan. Agar kualitas pendidikan dapat ditingkatkan, maka diperlukan pelibatan secara optimal semua komponen tersebut. Pelibatan secara total, yaitu melibatkan secara penuh semua komponen sekolah, baik komponen internal maupun eksternal. Tujuannya tidak lain agar mutu atau kualitas sekolah tersebut dapat ditingkatkan secara terus menerus. Dalam hal ini, pelibatan tersebut bertujuan mewujudkan dan menguatkan budaya agama di sekolah. a. Kinerja Tenaga Pendidik Koentjaraningrat mengemukakan tentang perlunya perumusan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah, untuk selanjutnya membangun komitmen dan loyalitas bersama di antara semua warga sekolah terhadap nilai yang telah disepakati.33

32Stephen Murgatroyd dan Colin Morgan, Total Quality Management at the School (USA: Open University Press, 1993), 6. 33 Koentjoro Ningrat dalam Muhamin, Nuansa Baru Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 157.



Di SMA Negeri 4 Praya para tenaga secara intensif memberikan masukan secara langsung kepada kepala sekolah terhadap penguatan budaya agama yang ada. Di samping itu, guru juga terlibat langsung dalam memberi teladan dan memonitor perilaku beragama para siswa serta menberi penilaian secara khusus. Keterlibatan ini menunjukkan bahwa para guru menyambut baik berbagai program dalam usaha mewujudkan budaya agama di sekolah. Hal tersebut di atas sesuai dengan amanat yang terkandung dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat (1) serta pilar-pilar pembelajaran, maka setiap guru dan warga sekolah memiliki kewajiban untuk menguatkan kekuatan spiritual keagamaan dan menciptakan suasana belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upaya ini dapat dilakukan guru melalui pengintegrasian Imtaq dengan materi pelajaran, proses pembelajaran, dalam memilih bahan ajar, serta dalam memilih media pembelajaran, dan semua warga sekolah memiliki kewajiban untuk menguatkan komitmen masingmasing bagi terwujudnya nilai- nilai agama dan akhlak mulia di sekolah.34 Dalam hal ini jelas bahwa guru agama maupun guru umum memiliki peranan penting dalam mengendalikan dan memonitor setiap aktivitas keagamaan yang dikembanngkan dan dikuatkan di sekolah, terutama pada siswa dan sarana prasarana pendukung. Lebih dari itu, masing-masing pihak diberi kepercayaan untuk menjalankan fungsinya. Dengan demikian, dalam mewujudkan budaya religius/agama, lebih cenderung menggunakan pendekatan mekanik, yakni pendekatan yang didasari oleh pemahaman bahwa kehidupan terdiri atas berbagai aspek dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan penguatan seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya. Masing-masing gerak bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak dapat berkonsultasi. 35 Pendekatan mekanik ini di SMA Negeri 4 Praya tampak jelas dari keterlibatan guru untuk memberi teladan dan aktivitas keberagamaan siswa memonitor siswa dan memberi masukan kepada kepala sekolah. b. Kinerja Tenaga Administrasi Kinerja merupakan tampilan/cerminan dari bagaimana seseorang dapat merasakan sesuatu, bila ada seseorang mengungkapkan “saya menyukai pekerjaan saya”, maka orang tersebut akan mengungkapkan dukungan mengenai pekerjaannya. Begitupula sebaliknya terhadap kerja dia di suatu lembaga. Bila seseorang mengungkapkan “saya menyukai organisasi saya”, maka orang tersebut akan

34 35

Muhaimin, Rekonstruksi, 312. Ibid.



mengungkapkan dan menunjukkan kinerja mengenai lembaga tempat dia berorganisasi.36 Setiap organisasi termasuk di dalamnya lembaga pendidikan Islam tentunya memiliki harapan yang besar untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, pencapaian tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, atau dengan kata lain, maju mundurnya, berkembang tidaknya suatu organisasi sangat ditentukan oleh faktor-faktor tersebut. Salah satu di antara sekian faktor yang turut berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah organisasi terutama dalam hal pencapaian tujuan organisasi adalah masalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam hal ini adalah personil organisasi atau karyawan dan staf. karyawan dan staf tentunya memiliki potensi yang dapat dikembangan, untuk itu penguatan potensi staf dengan sendirinya akan berdampak positif terhadap sebuah organisasi yang dikelolanya, tidak terkecuali di organisasi sekolah. Di SMA Negeri 4 Praya, para staf dan karyawan berupaya mendukung penguatan budaya agama di Sekolah dengan tiga sikap, yaitu: mengingatkan siswa jika ada siswa yang melanggar, memberikan laporan kepada guru jika ada siswa yang tidak menghiraukan ketika diperingatkan, dan melaksanakan budaya agama yang ada di sekolah ini. Fakta ini menjelaskan bahwa para staf dan karyawan terlibat langsung dalam mendukung kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di sekolah dan bahkan lebih dari itu, para karyawan membantu peran guru untuk mendidik siswa mewujudkan bahkan menguatkan budaya agama di sekolah tersebut. Berdasarkan hal tersebut dia atas dapat diidentifikasikan bahwa kinerja para karyawan/tenaga administrasi sekolah merupakan sebagai suatu keadaan di mana seorang karyawan menampilkan perilaku pada suatu organisasi tertentu dalam hal ini SMA Negeri 4 praya, dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.37 Jadi kinerja yang tinggi dari tenaga administrasi di SMA Negeri 4 Praya menunjukkan pemihakan seseorang (karyawan) pada pekerjaannya yang husus, dukungan pada organisasi yang tinggi berarti menunjukkan seseorang bertanggung jawab terhadap organisasinya. Dengan demikian, fungsi mekanik telah dilakukan dengan baik oleh para tenaga administrasi SMAN 4 Praya guna membantu kepala sekolah dalam menciptakan sistem dan lingkungan yang baik demi keberhasilan program-program sekolah.

36 Veithzal Rifvai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 247. 37 Ibid, 248.



c.

Kinerja Komite Sekolah

Dalam mencapai tujuan setiap organisasi, sekolah memerlukan dukungan, dana, sarana dan sebagainya. Komite sekolah bertanggung jawab untuk memenuhi atau menetujui kinerja yang sudah ditampilkan oleh para guru, staf, dan siswa, baik berupa dana, peralatan, waktu, bahkan suasana yang mendukung. 38 Memberi dukungan atau menampilkan kinerja oleh komite sekolah merupakan perilaku yang diwujudkan dalam bentuk memberi pertimbangan (consideration), penerimaan (recievement) dan perhatian (attention) terhadap kebutuhan dan keinginan para mitra.39 Di SMA Negeri 4 Praya, kinerja komite sekolah terhadap penguatan budaya agama dapat dirasakan oleh semua warga sekolah. Kinerja tersebut termanifestasikan dalam program-program yang dicanangkan oleh kepala sekolah dan disetujui sepenuhnya oleh komite sekolah secara konsisten dan penuh inovasi. Konsisten dalam mempertahankan budaya yang telah berjalan dengan baik dan inovatif dalam mengkreasikan program-program yang baru. Penutup Budaya agama di SMA Negeri 4 Praya merupakan sekumpulan nilai-nilai agama yang melandasi cara berfikir, berperilaku, tradisi, kebiasaan keseharian dan kegiatankegiatan yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, tenaga pendidik (guru), tenaga administrasi, peserta didik, komite sekolah maupun masyarakat sekolah. Dalam penguatan budaya agama di SMA Negeri 4 Praya, kepemimpinan kepala sekolah dalam hal tersebut di antaranya adalah: perencanaan progam, memberi teladan kepada warga sekolah, andil dan mendukung kegiatan keagamaan, melakukan evaluasi. Dalam penguatan budaya agama di SMA Negeri 4 Praya, tenaga pendidik, tenaga administrasi, dan komite sekolah menampilkan kinerja positif terhadap penguatan budaya agama sekolah seperti memberikan motivasi baik secara langsung atau tidak langsung, memberikan hadiah, terlibat lansug pada kegiatan-kegiatan penguatan budaya agama, mendukung sepenuhnya baik berupa tenaga, pikiran, bahkan berupa materi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku yang ditampilkan (kinerja) oleh mereka telah dilakukan dengan baik dengan cara menunjukkan komitmennya masing-masing. Dalam penguatan budaya agama di SMA Negeri 4 Praya didukung oleh jumlah, kualitas, basic agama tenaga kependidikan (kepala sekolah, tenaga pendidik, tenaga administrasi, dan komite sekolah) cukup memadai; motivasi kepala sekolah, guru, 38Wahjosumidjo,

Kepemimpinan Kepala Sekolah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 106. Sam Deep dan Lyle Sussman, Mengefektifkan Kinerja: Saran Untuk Mengahadapi 44 Jenis Orang yang Menimbulkan Masalah di Lingkungan Kerja (Jakarta: Midas Surya Grafindo,1996), 17. 39



dan siswa yang cukup tinggi; Pengurus komite sekolah di antaranya adalah tokoh agama setempat sehingga pada saat membuat kegiatan-kegiatan keagamaan tidak sulit dalam hal mencari narasumber; dan letak sekolah yang cukup strategis, yaitu terletak di pinggir bendungan dan berdekatan pemukiman penduduk, sehingga mudah di kenal oleh masyarakat. Fasilitas cukup memadai dan di kelilingi oleh pagar pekarangan dengan pohon-pohon yang rindang, juga berdekatan dengan pemukiman pondok pesantren bahkan tidak jauh dari masjid jami‟ dan masjid agung kota Praya untuk kerjasama dalam penguatan budaya agama siswa. Dalam penguatan budaya agama di SMA Negeri 4 Praya terhambat oleh motivasi dari tenaga guru, tenaga administrasi dan komite sekolah masih bervariasi terutama yang berkaitan dengan proses penguatan budaya agama di sekolah. pendidik dan tanggung jawab moral dari guru-guru dan TU masih rendah, strategi pembelajaran yang berorientasi pada internalisasi nilai-nilai ilahiyah masih belum maksimal, pengaruh negatif dari lingkungan dan teknologi informasi, kebijakan kepala sekolah dalam hal pembiayaan penguatan budaya agama di sekolah masih kurang, dan fasilitas sarana dan prasarana sekolah dalam penguatan budaya agama masih belum maksimal. Oleh karena itu, pihak sekolah harus memberikan motivasi kepada warga sekolah yang inovatif dan berprestasi baik berupa materi atau non materi, pihak sekolah tidak mematahkan semangat tenaga pendidik/tenaga administrasi/komite sekolah dalam membuat sesuatu kegiatan baik kegiatan yang mengarah kepada peningkatan kualitas akademik atau kegiatan penguatan budaya agama. Kepala sekolah membuat perjanjian dengan tenaga pendidik, dan tenaga administrasi dengan disetujui oleh komite sekolah untuk disiplin dan bertanggungjawab penuh terhadap tupoksi yang diberikan dan menerima konsekuensi jika melanggar perjanjian tersebut. Selain itu, melakukan pengembangan profesi empat kali dalam setahun dan juga diprioritaskan pengembangan tersebut untuk guru Pendidikan Agama Islam serta mengembangkan berbagai kegiatan keagamaan yang sudah ada menjadi lebih profesional tidak sekedar kegiatan seremonial belaka kemudian sebagai alat kontrol di luar sekolah buatkan buku kontrol perkemangan siswa dengan meminta pantauan aktif dari orang tua/wali murid. Juga penting adalah dengan meningkatkan dan memprioritaskan pembiayaan pada penguatan budaya agama dan melengkapi dan mengoptimalkan sarana dan prasarana penunjang penguatan budaya agama di sekolah. Daftar Pustaka Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Keperibadian, Muslim. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006.



Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2001. Azra, Azyumardi, dkk. Pendidikan Agama dan Akhlak bagi Anak dan Remaja. Bandung: Logos Wacana Ilmu, 2002. Deep, Sam dan Lyle Sussman, Mengefektifkan Kinerja: Saran Untuk Mengahadapi 44 Jenis Orang yang Menimbulkan Masalah di Lingkungan Kerja. Jakarta: Midas Surya Grafindo,1996. Departemen Agama. al-Qur’an dan Terjemahannya Juz 1-30 Edisi Baru. Surabaya: Karya Utama, 2005. Effendy, Onong Uchjana. Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. Indar, Djumberansyah. Perencanaan Pendidikan Strategi dan Implementasinya. Surabaya: Karya Aditama, 1995. Ma'ruf, Jamhari. “Pendekatan Antropologi dalam Kajian Islam”, http://www.ditpertais.net/artikel/ jamhari01.asp. Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam (Uapaya Mengenefektifkan Pendidikan di Sekolah). Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. Muhaimin. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Upaya Reaktualisasi Pendidikan Islam. Penerbit LKP2M, 2009. Muhaimin. Rekonstruksi Pendidikan Islam: dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum Hingga Strategi Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009. Mujahidin, Endin. Pesantren Kilat Alternatif Pendidikan Agama di Luar Sekolah. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2005. Murgatroyd, Stephen dan Colin Morgan. Total Quality Management at the School. USA: Open University Press, 1993. Nimpono, John S dalam Kamreni Buseri. Nilai-nilai Ilahiah Remaja Pelajar Telaah Phenomenologis dan Strategi Pendidikannya. Yogyakarta: UII Press, 2004. Ningrat, Koentjoro dalam Muhamin. Nuansa Baru Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. NK, Roestiyah. Masalah-Masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara, 1982. Purwanto, Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998. Rifvai, Veithzal. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Sholeh, Mohammad. Terapi Solat Tahajjud. Jakarta: Hikmah Populer, 2007. Siagian, Sondang P. Kiat Meningkatkan Produktifitas Kerja. Jakarta: Rieneka Cipta, 2002.



Sutopo, Hendiyat. Kepemimpian dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bina Aksara, 1984. Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: RemajaRosda Karya, 2004. Taufiq, Akhmad, et.al. Metodologi Studi Islam. Malang: Bayumedia Publishing, 2004. Thoha, M. Chabib. Tekhnik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 1991. Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2009. Wahid, Abdul. www.kabar-pendidikan.blogspot.com. Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Wijaya. AW. Perencanaan Sebagai Fungsi Manajemen. Jakarta: Bina Aksara, 1987.


KEPEMIMPINAN DAN KINERJA TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM PENGUATAN BUDAYA AGAMA BERBASIS PAIKEM GEMBROT

Recommend Documents