1
Kemampuan Pengendalian Emosional pada Karakteristik Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun) dengan Kecanduan Game Online Hanum Aryani Martasari1, Etty Rekawati2 1. 2.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424 Dosen Keilmuan Keperawatan Komunitas, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424 E-mail:
[email protected] Abstrak
Kondisi anak usia sekolah saat ini merupakan anak dengan generasi digital yaitu generasi yang sudah terbiasa dengan teknologi komunikasi dan informasi. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh pesatnya perkembangan internet. Penggunaan game online secara maladaptif dapat menimbulkan beberapa konsekuensi diantaranya perilaku kekerasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pengendalian emosional pada anak dengan kecanduan game online. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan melibatkan 68 anak usia sekolah yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% anak usia sekolah yang mengalami kecanduan game online tidak mampu untuk mengendalikan emosional. Hasil uji Chi Square menyatakan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin(p1) dan kecanduan game online (p2) terhadap kemampuan pengendalian emosional (p1 value = 0,003; p2 value = 0,013; α = 0,05). Selain itu didapatkan pula bahwa variabel jenis kelamin paling berpengaruh terhadap kemampuan pengendalian emosional (OR= 6,459). Emotional Regulation Ability in School Aged Children (6-12 Years Old) with The Game Online Addiction Abstract
School-age children nowadays are the children of digital generation, who are familiar with information and communication technologies. This is due to the rapid development of internet. Playing online game in maladaptive way gives some consequences such as violence. This paper aims to trace the emotional regulation ability in children addicted to online games. The research in this paper is conducted by using the cross sectional research design which involve 68 school-age children collected through purposive sampling method. The research concludes that 70% of school-age children addicted to online games are unable to regulation their emotion. The reporting results from the Chi Square shows that there is a relation between gender (p1) and online games’ addiction (p2) toward emotional regulation ability (p1 value = 0,003; p2 value = 0,013; α = 0,05). Furthermore, the research also concludes that gender variable is the most influenatial aspect in emotional regulation ability (OR= 6,459). Keywords: aggregate shcool-age children; online games, online, games' addiction; emotional regulation
Pendahuluan Meningkatnya penggunaan internet sebagai kebutuhan sehari-hari mengakibatkan potensi penggunaan internet menjadi berlebihan hingga dapat membuat individu ketergantungan akan internet (Kusumadewi, 2009). Berdasarkan data dari situs internet World Stats, pengguna internet di Indonesia telah mencapai angka 25 juta orang pada akhir tahun 2008. Tingkat pertumbuhan pengguna internet Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
2
yang terjadi selama 8 tahun telah mencapai 1,150%. Besarnya pertumbuhan penggunaan internet tersebut jauh lebih cepat daripada pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia yang tidak lebih dari 3% per tahun. Hal tersebut membuktikan bahwa internet dapat menjadi media baru yang dapat menarik perhatian masyarakat Indonesia seperti halnya televisi (Syaifudin, 2008). Berdasarkan data BKKBN (2010 dalam Candra, 2011), terdapat sebanyak 20 sampai 30% anak berusia 8-17 tahun mengakses situs internet. Menurut Media Awareness Network ditemukan bahwa sebagian besar aktivitas yang dilakukan oleh pelajar perempuan saat menggunakan internet, yaitu mengerjakan tugas sekolah (75%), instant messaging (68%), bermain game (68%), dan musik (65%). Sedangkan bagi pelajar laki-laki, sebagian besar aktivitas yang dilakukan adalah bermain game (85%), mengerjakan tugas sekolah (68%), musik (66%), dan instant messaging (63%) (Blais et al., 2007). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Yee (2002) menguatkan pernyataan bahwa anak laki-laki pada dasarnya lebih menguasai dalam menyempurnakan karakter permainan, menguasai mekanisme permainan, dan berkompetisi dengan pemain lain. Sedangkan anak perempuan lebih menguasai pada komponen pertemanan, membina komunikasi, kerjasama dengan pemain lain, meningkatkan pengungkapan diri (self-disclosure), dan membentuk pertemanan yang saling mendukung. Meskipun demikian, kehadiran game online dan situs pertemanan dapat menimbulkan permasalahan bagi anak-anak (Loton, 2007). Menurut Burn & Cranmer (2007), dampak negatif penggunaan internet pada anak-anak yakni mengabaikan kesadaran mengontrol diri (sense of control) atau kemampuan diri (self-efficacy) yang dimiliki anak-anak. Hal tersebut terjadi karena lebih dari 85% permainan game online mengandung kejahatan dan rata-rata setengah dari permainan game online meliputi aksi kejahatan yang serius seperti pergulatan dan pembunuhan (Carnagery, Anderson, & Bushman, 2007). Alasan lain timbulnya pertentangan tersebut yakni sebagian besar penelitian menemukan adanya dampak negatif dari terpajannya perilaku kekerasan pada media masa dan elektronik. Pada anak usia 6 sampai 11 tahun dapat menimbulkan tingkat perilaku kejahatan yang lebih besar daripada dampak terhadap penurunan IQ, kekerasan pada orang tua, dan anti sosial terhadap teman (US Department of Health and Human, 2001).
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
3
Goldberg (1996) menyebutkan bahwa penggunaan internet secara maladaptif dapat mengarah pada perusakan atau distress yang signifikan secara klinis dan dapat terlihat melalui tiga atau lebih hal-hal berikut, yaitu (1) toleransi (demi mencapai kepuasan, jumlah waktu penggunaan internet meningkat secara signifikan dan kepuasan yang diperoleh dalam menggunakan internet secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama dan akan mengalami penurunan secara signifikan); (2) internet sering digunakan lebih lama dari yang direncanakan; (3) menghabiskan banyak waktu dalam kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan internet; (4) kegiatan-kegiatan yang penting seperti aktivitas sosial, pekerjaan, pendidikan, kegiatan rekreasi bersama keluarga dihentikan atau dikurangi karena penggunaan internet; dan (5) penggunaan internet tetap dilakukan meskipun individu telah mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan, dan psikologi yang kerap ditimbulkan akibat penggunaan internet. Kecanduan terhadap internet tersebut dapat berdampak pada aspek psikologi, kognitif, sosial dan emosional anak hingga kebutuhan dasar anak. Selain itu, menurut Cromie (1999), kecanduan dapat menjadi ancaman pada anak sebagai ketidakmampuannya dalam mengatur emosi (Kem, 2005). Hal serupa juga terjadi pada penggunaan internet sebagai sarana bermain yang maladaptif (game online addiction), dimana seorang anak akan cenderung untuk bermain game dalam jumlah waktu yang lebih lama dari biasanya, penurunan aktivitas lain seperti mengerjakan tugas di rumah, bermain dengan teman sebaya, dan penarikan diri dari keluarga. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian yang muncul berdasarkan rumusan masalah tersebut adalah “apakah ada hubungan atau tidak antara kecanduan game online terhadap kemampuan anak dalam mengendalikan emosional?”
Tinjauan Teoritis Terdapat enam atau lebih gejala dari sembilan kriteria yang dapat mengindikasikan seorang individu mengalami kecanduan terhadap internet, yaitu pola pikir untuk terus menggunakan internet, dorongan untuk bermain internet tidak dapat dikendalikan, menggunakan internet lebih lama dari yang sebelumnya, penggunaan waktu luang lebih banyak untuk bermain internet, toleransi dalam penggunaan internet, penarikan diri, gangguan pengendalian diri, kemampuan membuat keputusan terganggu, dan gangguan fungsi berdasarkan kriteria diagnostik (Ko et al., 2009).
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
4
Menurut Caplan (2010), melalui teori model kognitif-perilakunya, masalah penggunaan internet (problematic internet use) terjadi karena adanya keterkaitan dengan disfungsi dalam proses pikir atau pola pikir individu dan disfungsi dalam proses belajar pada masa perkembangan individu. Model kognitif-perilaku menjelaskan masalah penggunaan internet yang meliputi proses pola pikir (gangguan pola pikir) dan disfungsi perilaku (penggunaan internet secara kompulsif untuk menghilangkan distres esmosi) dapat memicu terjadinya dampak negatif pada segala aspek kehidupan individu (Davis, 2001). Berikut siklus metode kognitif-perilaku terhadap masalah penggunaan internet menurut Caplan (2002):
Gambar 2.1 Model Teoritikal Problematic Internet Use (PIU)
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian jenis kuantitatif dengan pendekatan deskriptif korelatif yang bertujuan untuk menggambarkan ada tidaknya hubungan antar variabel yang diteliti. Desain penelitian yang digunakan yaitu cross sectional dimana variabel independen dan dependen dikumpulkan dalam waktu yang sama. Sampel penelitian diambil dengan metode purposive sampling yang melibatkan 68 anak usia sekolah (6-12 tahun) di kelurahan Klender yang sedang bermain di warnet. Besar atau banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan metode Isaac dan Michael (1981 dalam Usman dan Akbar, 2008):
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
5
Pengambilan sampel mulanya dilakukan dengan mengetahui populasi anak usia sekolah di Kelurahan Klender yakni sebesar 10.764 jiwa. Perhitungan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus sampel yang telah dijelaskan sebelumnya dengan proporsi populasi 77% yang didapatkan dari rat-rata persentase jumlah anak laki-laki dan perempuan yang bermain game online yakni 85% ditambah 68% dibagi dua sehingga didapatkan jumlah sebanyak 68 responden. Setelah mendapatkan jumlah sampel, dilakukan pengocokkan secara acak terhadap 20 warnet yang terdapat di 18 rukun warga (RW). Terdapat 3-4 warnet dalam satu RW. Lima warnet terpilih merupakan lokasi penelitian untuk kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data. Pengambilan data dilakukan selama 2 jam di masing-masing warnet selama 1 minggu. Proses pengambilan data tidak membatasi jumlah responden per 2 jam. Jumlah anak yang menjadi responden penelitian yaitu banyaknya anak yang sedang bermain di warnet pada saat itu. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur penelitian kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam proses penelitian ini terdiri dari pernyataan yang berkaitan dengan data demografi responden (usia, jenis kelamin, pendidikan saat ini, akses warnet, jenis permainan, lamanya bermain game online, intensitas bermain game online, dan riwayat bermain game online), varibel kecanduan game online, dan kemampuan pengendalian emosional. Kuesioner yang peneliti gunakan pada penelitian ini mengadaptasi dan memodifikasi dari alat ukur yang dibuat oleh Caplan, yaitu Generalized Problematic Internet Use Scale 2 (GPIUS2) yang sudah ada dan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. GPIUS2 merupakan alat ukur yang tepat dengan alat psikometrik yang baik untuk mengkaji masalah penggunaan internet. Kuesioner tersebut berupa pernyataan tertutup dengan pilihan jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Pengadaptasian dilakukan khusus untuk pernyataan yang terkait dengan variabel kecanduan game online. Sedangkan untuk pernyataan yang terkait variabel kemampuan pengendalian emosional dirancang oleh peneliti sendiri berdasarkan pada definisi operasional penelitian dan teori yang ada. Proses pengambilan data dilakukan setelah memperoleh perizinan dari pemilik warnet. Sebelumnya, peneliti menjelaskan tentang inform concent, menjaga kerahasiaan dari pernyataan responden sehingga peneliti meminta responden untuk menjawab dengan sejujurnya dan tidak mengandung unsur sara serta menjelaskan manfaat penelitian kepada responden. Data penelitian yang telah dilakukan proses
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
6
pengolahan data yang meliputi editing, coding, dan processing. Analisis data yang dilakukan oleh peneliti meliputi analisis univariat, bivariat, dan multivariat.
Hasil Penelitian 1.
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia di Kelurahan Klender Tahun 2013 Mean 10,15
2.
Median 11,00
Std. Deviasi 1,764
Min-Max 6-12
95% CI 9,72-10,53
Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin di Warnet Kelurahan Klender Tahun 2013 (N=68)
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
7
3. Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan Saat Ini
Gambar 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pendidikan Saat Ini di Warnet Kelurahan Klender Tahun 2013 (N=68)
4. Karakteristik Responden berdasarkan Jarak Rumah dengan Warnet Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jarak Rumah Responden dengan Warnet di Kelurahan Klender Tahun 2013 Akses Warnet Dekat (< 100 m) Jauh (≥ 100 m) Jumlah
Jumlah 55 13 68
Frekuensi (%) 80,9 19,1 100
5. Karakteristik Responden berdasarkan Lamanya Bermain
Gambar 3. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Lamanya Bermain Game Online di Kelurahan Klender Tahun 2013 (N=68)
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
8
6. Karakteristik Responden berdasarkan Intensitas Bermain Game Online
Gambar 4. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Intensitas Bermain Game Online di Kelurahan Klender Tahun 2013 (N=68)
7.
Karakteristik Responden berdasarkan Riwayat Bermain Game Online Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Riwayat Bermain Game Online di Kelurahan Klender Tahun 2013 Riwayat Bermain Game Online Lama (≥ 2 tahun) Baru (< 2 tahun) Jumlah
8.
Jumlah 44 24 68
Frekuensi (%) 64,7 35,3 100
Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Permainan Game Online
Gambar 5. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Permainan Game Online di Kelurahan Klender Tahun 2013 (N=68)
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
9
9. Karakteristik Responden berdasarkan Kecanduan Game Online
Gambar 6. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kecanduan Game Online di Kelurahan Klender Tahun 2013 (N=68)
10. Karakteristik Responden berdasarkan Kemampuan Pengendalian Emosional
Gambar 7. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kemampuan Pengendalian Emosional di Kelurahan Klender Tahun 2013 (N=68)
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
10 Tabel 4. Hubungan Variabel Independen dengan Variabel Dependen Variabel
Pengendalian Emosional Tidak mampu
Total
Mampu
OR
P
(95% CI)
value
0,003
n
%
n
%
n
%
Laki-laki
32
62,7
19
37,3
51
100
7,860
Perempuan
3
17,6
14
82,4
17
100
1,997-30,933
Kelas 1 SD
2
66,7
1
33,3
3
100
-
0,261
Kelas 2 SD
4
44,4
5
55,6
9
100
Kelas 3 SD
9
69,2
4
30,8
13
100
Kelas 4 SD
5
83,3
1
16,7
6
100
Kelas 5 SD
5
33,3
10
66,7
15
100
Kelas 6 SD
10
47,6
11
52,4
21
100
Tidak Sekolah
0
0
1
100
1
100
19
45,2
23
54,8
42
100
0,516
0,290
Jenis Kelamin
Pendidikan Saat Ini
Intensitas Bermain Sering (≥ 2 kali per minggu) Jarang (< 2 kali per
0,191 – 1,399 16
61,5
10
38,5
26
100
Banyak (≥ 3 kali per hari)
30
50,0
30
50,0
60
100
0,6
Sedikit (< 3 kali per hari)
5
62,5
3
37,5
8
100
0,131 – 2,738
Dekat (< 100 m)
27
49,1
28
50,9
55
100
1,659
Jauh (≥ 100 m)
8
61,5
5
38,5
13
100
0,482-5,711
Lama (≥ 2tahun)
22
50,0
22
50,0
44
100
0,846
Baru (< 2 tahun)
13
54,2
11
45,8
24
100
0,312-2,293
minggu) Lamanya Bermain 0,710
Akses Warnet 0,618
Riwayat Bermain
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
0,940
11 Tabel 4. Hubungan Variabel Independen dengan Variabel Dependen Variabel
Pengendalian Emosional Tidak mampu
Total
Mampu
OR
P
(95% CI)
value
n
%
n
%
n
%
MMORPG
15
50,0
15
50,0
30
100
MMORTS
6
35,3
11
64,7
17
100
MMOFPS
14
66,7
7
31,6
19
100
Kecanduan
21
70,0
9
30,0
30
100
4,0
Tidak kecanduan
14
36,8
24
63,2
38
100
1,440 – 11,113
Jenis Permainan 0,153
Kecanduan Game Online 0,013
Tabel 5. Analisis Multivariat No.
Variabel
P value
OR sebelum
OR sesudah
Perubahan OR
1.
Jenis kelamin
0,009
6,487
6,459
1%
3.
Kecanduan game online
0,035
4,064
3,224
0,8%
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
12
Pembahasan Hasil penelitian tersebut didukung oleh pernyataan Clark (2009) yang mangatakan bahwa kecanduan terhadap game online terjadi karena adanya ketidakseimbangan dalam diri seseorang, khususnya keterampilan bermain. Melalui keterampilam bermain tersebut anak-anak rentan mengalami kecanduan game online yakni anak-anak yang tidak mampu menyeimbangkan antara kehidupan realita dengan kehidupan di dunia maya sehingga anak-anak akan meningkatkan kemampuan dan jumlah waktu yang lebih banyak untuk bermain game online. Seseorang yang mengalami kecanduan internet dan game online dapat dilihat dari konsep diri individu tersebut yang negatif daripada individu yang tidak mengalami kecanduan game online (Young, 1998b; Armstrong, Philips, & Saling, 2000 dalam Yang & Tung, 2007). Hal serupa juga telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Kusumadewi (2009) yang menyatakan bahwa terdapat 106 responden remaja (56,7%) dari total responden 187, menggunakan media game online sebagai sarana untuk menghilangkan stres Menurut Baumeister (2003), kemampuan untuk mengendalikan diri menjadi faktor terjadinya perilaku kecanduan (Eun et al., 2008). Sehingga dapat diartikan bahwa kecanduan terhadap game online yang terjadi pada anak-anak yang didasari pada kurangnya kemampuan anak untuk dapat mengendalikan diri dalam arti kata mengendalikan emosional untuk bermain game online secara wajar (non compulsive). Hasil penelitian juga didukung oleh pernyataan Makclem (2008) yang mengatakan bahwa seorang anak yang tidak dapat mengendalikan waktu bermainnya dengan game online akan lebih cenderung untuk sulit mengendalikan dirinya. Menurut Caplan (2011); Young, (2009); dan Yee, (2006), kurangnya kemampuan anak dalam mengendalikan diri dapat menimbulkan beberapa perilaku negatif, seperti anak anak akan merasa lebih cepat marah, mudah tersinggung, hubungan pertemanan dengan teman sebaya dan keluarga yang tidak baik, dan perilaku kekerasan (Eun et al., 2008). Hasil penelitian didukung oleh pernyataan Ko et al (2009) yang mengatakan bahwa meskipun aktivitas penggunaan internet memiliki peranan terhadap hubungan antara kecanduan internet dengan perilaku agresif, namun kecanduan internet dapat dikaitkan dengan perilaku agresif setelah individu berusaha mengendalikan diri terhadap dampak dari aktivitas penggunaan internet tersebut. Berdasarkan hasil
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
13
penelitian Kim (2008), didapatkan bahwa perilaku agresif berkorelasi positif dengan kecanduan game online dengan nilai r = 0,35 (p < 0,001). Chalton dan Danforth (2007) juga mengatakan bahwa jenis permainan MMORPGs membuat seorang individu rentan terhadap kecanduan game online. MMORPGs mengandung banyak komponen perilaku kekerasan sehingga timbul spekulasi bahwa akibat dari bermain perilaku kekerasan yang terdapat dalam permainan dapat menimbulkan meningkatnya perilaku kekerasan di dunia nyata (Wang & Chang, 2004). Menurut Kim (2008), meskipun secara langsung perilaku kekerasan dan kecanduan game online tidak dapat dilihat keterkaitannya, namun skala atau tingkat perilaku kekerasan dapat dikatakan sebagai cerminan dari tindakan kekerasan dan tindakan kekerasan dapat dikaitkan dengan jenis permainan game online. Beberapa penelitian menemukan bahwa individu yang lebih sering memainkan jenis permainan MMORPGs akan mengalami kecanduan game online dan berujung pada perilaku kekerasan, namun jenis permainan tersebut bukan menjadi faktor yang signifikan untuk mempengaruhi seorang individu mengalami kecanduan game online dan melakukan tindakan kekerasan (Van & Rooji, 2011 dalam Seok & DaCosta, 2012). Hasil penelitian Seok & Dacosta tersebut dapat memperkuat hasil penelitian yang menyatakan bahwa jenis permainan MMORPGs selain digemari anak-anak namun juga menjadi potensi pada anak dalam melakukan tindakan kekerasan meskipun hasil penelitian menemukan tidak ada hubungan antara jenis permainan dengan kemampuan pengendalian emosional. Selain jenis permainan game online, jenis kelamin responden merupakan variabel yang paling mempengaruhi kemampuan pengendalian emosional. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Simonds (2007) yang menunjukkan bahwa anak perempuan usia 7-10 tahun mempunyai kemampuan effortful control yang lebih tinggi daripada anak laki-laki. Selain itu, Simonds (2007) juga menemukan adanya hubungan atau korelasi antara orang tua yang menerapkan effortful control dengan sikap perhatian pada anak usia 7-10 tahun yang juga ditemukan pada penelitian sebelumnya dimana orang tua yang menerapkan effortful control anak akan lebih perhatian yakni pada usia 2-7 tahun dan pada remaja.
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
14
Hasil penelitian juga diperkuat oleh pernyataan Santrock (2003 dalam Candra, 2011) yang mengatakan bahwa anak perempuan lebih dapat merasakan dan mengutarakan perasaan dan permasalahannya serta lebih dapat mengenali emosional orang lain daripada anak laki-laki. Hal tersebut dikarenakan anak laki-laki memiliki pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga kurang mampu untuk mengekpresikan emosionalnya seperti yang dilakukan oleh naka perempuan. Menurut Sigfusdottir et al., (2008), ketika anak laki-laki tidak mampu untuk mengeskpresikan emosionalnya terhadap suatu masalah, maka anak laki-laki lebih cenderung menghadapai masalah dengan melakukan perilaku agresi serta merespon masalah dengan menggunakan kemarahan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh jumlah responden laki-laki yang lebih banyak daripada anak perempuan. Kemampuan pengendalian emosional dapat pula diketahui dari variabel usia dan pendidikan. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah pemain game online terbanyak yakni anak kelas 6 SD yang berusia 11 hingga 12 tahun, menurut Wong (2006), usia 11 sampai 12 tahun dikategorikan sebagai rentang usia remaja awal. Hasil penelitian diperkuat oleh pernyataan Jessor (1991) yang mengatakan bahwa masalah penggunaan internet sangat berisiko pada usia remaja karena pada masa usia tersebut terjadi perkembangan perilaku yang rentan terhadap kesehatan pribadi remaja, salah satunya penggunaan internet. Kim & Davis (2009) juga menambahkan bahwa internet memainkan peranan penting dalam berinteraksi sosial antar remaja namun dampak negatif dari penggunaan internet sering terjadi pada remaja usia awal (Gross, 2004; Lenhart, Purcell, Smith, & Zickuhr, 2010 dalam Macklem, 2008). Perilaku agresif lebih signifikan terjadi pada masa remaja awal karena karakteristik psikologi dan biologis remaja awal yang unik (Kirsh, 2003 dalam Ko et al., 2009). Tingginya potensi perilaku kejahatan pada usia remaja awal menjelaskan bahwa pada usia tersebut rentan terhadap dampak dari penggunaan internet yakni perilaku kekerasan. Menurut Goleman (1995) emosi memainkan peranan penting terhadap perilaku individu. Oleh sebab itu, apabila remaja tidak mampu dalam mengendalikan emosional selama bermain game online, remaja akan rentan untuk melakukan perilaku negatif.
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
15
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan kecanduan game online terhadap kemampuan pengendalian emosional pada agregat anak usia sekolah di Kelurahan Klender, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1.
Tidak ada hubungan antara usia, pendidikan anak saat ini, lamanya bermain game online, intensitas bermain game online, riwayat bermain game online, dan jenis permainan game online terhadap kemampuan pengendalian emosional pada anak usia sekolah di Kelurahan Klender.
2.
Terdapat hubungan antara jenis kelamin dan kecanduan game online terhadap kemampuan pengendalian emosional pada anak usia sekolah di Kelurahan Klender.
3.
Variabel jenis kelamin merupakan variabel yang paling mempengaruhi kemampuan pengendalian emosional pada anak usia sekolah di Kelurahan Klender.
Saran Peran orang tua yang diharapkan dapat membantu anak dengan kecanduan game online dalam upaya untuk mampu mengendalikan emosional dan memperhatikan kondisi kesehatan anak dengan cara istirahatkan mata dan otot yang lelah (peregangan), merubah sumber kekuatan yaitu dengan permainan lain, dan menjalin hubungan dengan sekolah karena pihak sekolah dapat membantu orang tua untuk mengatasi masalah anak selama orang tua tidak dapat mendampingi anak selama di sekolah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi evidence base untuk bersama-sama dengan keluarga merencanakan dan menerapkan pola asuh yang tepat bagi anak usia sekolah. Peneliti mengharapkan teknik terapi keluarga seperti brief strategic family therapy dapat dikembangkan dan diterapkan di dunia keperawatan komunitas di Indonesia sehingga akan lebih tampak peran perawat yang caring terhadap kebutuhan holistik masyarakat Indonesia. Peneliti juga mengharapkan Persatuan Perawat Nasional Indonesia dapat bekerjasama dengan institusi pendidikan untuk membuat kurikulum khusus terkait tekni terapi keluarga tersebut sehingga ilmu dan wawasan perawat komunitas akan semakin luas. Peneliti berharap area keperawatan jiwa dapat bersama sama dengan area keperawatan komunitas untuk melakukan proses keperawatan masyarakat baik secara individu maupun kelompok. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjtunya diantaranya:
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
16
1.
membandingkan kemampuan pengendalian emosional antara anak yang mengalami kecanduan game online dengan anak yang tidak mengalami kecanduan game online.
2.
memperluas area penelitian dengan metode penelitian yang berbeda, seperti menggunakan studi perbandingan maupun studi korelasi.
3.
menggunakan teknik pengambilan sampel yang berbeda selain purposive sampling.
4.
melakukan uji validitas secara berulang sehingga dapat diperoleh instrumen penelitian dengan tingkat validitas yang tinggi.
5.
menambahkan dan mengidentifikasi variabel tambahan terkait karakteristik demografi
Daftar Referensi Baumeister, R.F. (2003). Ego Depletion and Self Regulation Failure: A Resource Model of Self Control. Alcohol Clin Exp Res, 27: 281-284. Blais, J.J., Craig, W.M., Pepler, D., Connoly, J. (2007). Adolescents Online: The Importance of Internet Activity Choices to Salient Relationships. Journal Youth Adolescence, 37:522-536. Burn, A., & Cranmer, S. (2007). A Glass Half Full? dalam .(ed) Ekstrom, Katrin M & Tuffte.Children Media Consumption Swedia : Goteborg University Candra, P.A. (2011). Penggunaan Internet pada Anak-Anak Sekolah Usia 6-12 Tahun di Surabaya. Skripsi Fakultas Psikologi. Surabaya: Universitas Airlangga. Carnagery, N.L., Anderson, C.A., & Bushman, B.J. (2007). The Effect of Video Game Violence on Physiological Desensitization to Real-Life Violence. Journal of Experimental Social Psychology, 43:489-496. Charlton, J.P., & Danforth, I.D.W. (2007). Distinguishing Addiction and High Engagement in The Context of Online Game Playing. Computers in Human Behavior, 23(3): 1531-1548. Clark, N & Scott, P.S. (2009). Game Addiction: The Experience and The Effects. USA: McFarland Company. Eun, J.K., Kee, N., Taeyun, K., dan Se, J.K. (2008). The Relationship Between Online Game Addiction and Aggression, Self-Control, and Narcissistic Personality Traits. European Psychiatry, 23: 212218. Jessor, R.(1991). Risk Behavior in Adolescence: A Psychosocial Framework for Understanding and Action. Journal of Adolescent Health, 12:597-605.
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013
17
Ko, C.H., Yen, J.Y., Liu, S.C., Huang, C.F., dan Yen, C.F. (2009) The Associations Between Aggressive Behaviors and Internet Addiction and Online Activities in Adolescents. Journal of Adolescent Health, 44: 598-605 Kusumadewi, T.N. (2009). Hubungan Antara Kecanduan Internet Game Online dan Keterampilan Sosial pada Remaja. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Depok: Universitas Indonesia. Loton, D. (2007). Problem Video Game Playing. Self Esteem and Social Skills: An Online Study. Australia: Victoria University. Macklem, G.L. (2008). Practitioner’s Guide To Emotion Regulation in School-Aged Children. USA: McFarland Company. Seok, S., & DaCosta, B. (2012). The World’s Most Intense Online Gaming Culture: Addiction and High-Engagement Prevalence Rates Among South Korean Adolescents and Young Adults. Computer in Human Behavior, 28: 2143-2151. Simonds, J., Kieras, J.E., Rueda, M.R., & Rothbart, M.K. (2007). Effortful Control, Executive Attention, and Emotional Regulation In 7-10 Year Old Children. Cognitive Development, 22: 474488. Syaifudin, A.Z. Tantangan dan Peluang Ekonomi Internet di Indonesia. 02 Oktober 2012. http://www.km.itb.ac.id/web/index.php. Yang, S.C. & Tung, C.J (2007). Comparison of Internet Addicts and Non-Addicts In Taiwanese High School. Computer in Human Behavior, 23: 79-96. Yee, N. (2006). The Psychology of Massively Multi-User Online Role-Playing Games: Motivation, Emotional Investment, Relationship, and Problematic Usage. In R. Schroeder & A. Axelsson (Ed.). Avatars at Work and Play: Collaboration and Interaction in Shared Virtual Environments (pp. 187-207). London: Springer-Verlag
Kemampuan pengendalian..., Hanum aryani M, FIK-UI, 2013