EVALUASI PROGRAM BANTUAN BAHAN PUSTAKA PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN DESA/ KELURAHAN DI KABUPATEN PONTIANAK Johana Sari Margiani 1, Ngusmanto 2, Mahyudin Syafei 3 Program Studi Ilmu Administrasi Negara Magister Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak
ABSTRAK Program bantuan bahan pustaka pengembangan perpustakaan desa/kelurahan merupakan kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka meningkatkan kecerdasan masyarakat desa. Program bantuan bahan pustaka untuk Perpustakaan Desa/Kelurahan yang diaplikasikan dalam bentuk pemberian bantuan buku bacaan kurang berjalan dengan baik, sehingga manfaat program tersebut juga kurang dirasakan oleh masyarakat desa. Pelaksanaan program menunjukkan bahwa input program bantuan bahan pustaka kurang didukung dengan kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur perpustakaan. Pada aspek proses implementasi program bantuan bahan pustaka di perpustakaan desa/kelurahan kurang berjalan dengan baik, dikarenakan proses penyaluran bantuan kurang terkoordinasi dengan baik, perpustakaan desa/kelurahan yang merupakan target program tidak dipersiapkan terlebih dahulu melalui sosialisasi tentang tujuan, teknis penyaluran dan pemanfaatan bahan pustaka. Dari aspek output, program bantuan bahan pustaka belum dapat memberikan manfaat yang signifikan dalam rangka menarik minat baca dan kunjungan masyarakat desa ke perpustakaan. Sedangkan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap belum optimalnya program bantuan bahan pustaka, yaitu komunikasi yang tidak efektif; keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana perpustakaan di desa; komitmen atau kecenderungan pelaksana program bantuan bahan pustaka masih sangat minim; prosedur pemberian bantuan yang belum terkoordinir dengan baik dan faktor lingkungan sosial. Kata Kunci: Evaluasi, Program, Bantuan , Perpustakaan
1
Swasta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak 3 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak 2
1 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Rencana Pembangunan jangka Panjang 2010-2014 bidang Perpustakaan pada Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia salah satunya menetapkan kebijakan pembangunan perpustakaan dengan strategi Penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat bagi masyarakat, dan upaya tersebut dapat dicapai dengan melaksanakan program pembinaan dan pengembangan Perpustakaan di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya sesuai dengan amanat Undangundang yang menyebutkan pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota juga memiliki kewenangan untuk menghasilkan rencana strategis guna melaksanakan fungsi pembinaan dan pengembangan segala jenis perpustakaan di wilayah Kabupaten Pontianak. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Pontianak dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya di bidang perpustakaan memiliki tantangan ke depan yang akan dihadapi. Tantangan tantangan itu adalah bagaimana meningkatkan pembinaan dan pengembangan atas penyelenggaraan segala jenis perpustakaan, baik Perpustakaan Induk/Umum di Kecamatan/Desa/Kelurahan, Perpustakaan Sekolah, Perpustakaan Perguruan Tinggi, Perpustakaan Khusus dan Perpustakaan Masyarakat di wilayah Kabupaten Pontianak secara efektif, sehingga pencapaian pemerataan layanan perpustakaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat akan informasi yang bersumber dari bahan bacaan dan sumber sumber informasi lainnya, dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat, dimana pada akhirnya tujuan pembangunan dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan memiliki daya saing dapat terwujud. Sebagai bentuk amanat Peraturan Perundang-undangan tersebut, maka salah satu kebijakan yang dilaksanakan oleh Perpusnas RI maupun Perpustakaan Provinsi dalam rangka menstimulus pengembangan perpustakaan desa adalah melaksanakan bantuan Perpustakaan Desa yang diwujudkan sejak Tahun 2008 lalu di wilayah Kabupaten Pontianak, dalam bentuk bantuan bahan pustaka berupa Buku-buku bacaan dan Rak Buku. Untuk mempercepat pencapaian target pengembangan Perpustakaan Desa/Kelurahan di wilayah Provinsi Kalimantan Barat, maka BPKD Provinsi Kalimantan Barat juga memiliki program bantuan serupa, dengan sasaran Desa/Kelurahan dalam Wilayah Provinsi Kalimantan Barat, yang dianggarkan dalam APBD murni maupun APBD Perubahan (P) Provinsi Kalimantan Barat. Mekanisme pelaksanaan Bantuan Bahan Pustaka yang selama ini dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui BPKD Provinsi Kalimantan Barat dilalui dengan tahapan persiapan, yakni adanya Surat permintaan dari Pemerintah Provinsi tentang Usulan Nama Desa/Kelurahan dari Kab/Kota yang akan ditetapkan menjadi sasaran penerima bantuan, dan setiap Kab/Kota telah dijatah jumlah Desa/Kelurahan yang akan mendapatkan bantuan, namun mengingat waktu yang mendesak, apalagi bantuan yang dibiayai dari APBD Perubahan, maka mekanisme melalui surat resmi terabaikan, sehingga permintaan usulan dilaksanakan via telefon/secara lisan. Selanjutnya atas usulan permintaan yang dimintakan tersebut, maka Pemerintah Kab/Kota melalui Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten mengusulkan nama Desa/Kelurahan yang ditunjuk mendapatkan bantuan, melalui koordinasi secara tertulis dan adakalanya secara lisan, mengingat waktu singkat yang ditetapkan dalam surat permintaan usulan untuk membuat jawaban tertulis kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Artinya
2 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
peran Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Pontianak, dalam proses penyaluran bantuan ini adalah memfasiltasi penyaluran bantuan tersebut, dengan membuat usulan nama Desa/ Kelurahan yang dimintakan BPKD Provinsi Kalimantan Barat, untuk mendapatkan bantuan bahan pustaka dalam tahun berkenaan. Berdasarkan hasil observasi pendahuluan diketahui ada beberapa permasalahan yang ditemui dalam proses implementasi program ini baik dari sisi input maupun output program. Sisi input program bantuan bahan pustaka menunjukkan bahwa, dari 9 (Sembilan) Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Pontianak, maka terdapat 60 (enampuluh) Desa dan 7 (tujuh) Kelurahan yang merupakan sasaran penerima bantuan perpustakaan yang diprogramkan oleh Perpusnas RI melalui dana dekon, dan Bantuan yang diprogramkan oleh Badan Perpustakaan, Kearsipan dan Dokumentasi (BPKD) Provinsi Kalimantan Barat melalui dana APBD Provinsi Kalimantan Barat. Selanjutnya pada tahap proses, adalah mekanisme penetapan bantuan bahan pustaka kepada sasaran penerima bantuan yang kurang matang, terburu-buru mengingat waktu dalam tahun anggaran berjalan mesti menjadi target realiasi program, tentunya hal ini membawa pengaruh dan masalah pada keberlanjutan program, utamanya dalam rangka pemanfaatan bantuan bahan pustaka tersebut. Proses pelaksanaan program yang tidak berjalan baik tersebut telah berdampak terhadap output program, dimana belum semua masyarakat di 60 (enampuluh) desa dan 7 (tujuh) Kelurahan di wilayah Kabupaten Pontianak, yang merupakan sasaran penerima bantuan perpustakaan program Perpusnas RI maupun BPKD Provinsi Kalimantan Barat berupa buku-buku bacaan dan rak buku merasakan manfaatnya. Belum semua masyarakat di Kabupaten Pontianak merasakan bantuan program berupa buku bacaan yang telah dianggarkan oleh pemerintah, dimana mereka dapat memanfaatkan layanan perpustakaan desa/kelurahan untuk membaca buku sebagai referensi menambah pengetahuan dan wawasan berpikir. Perpustakaan Desa sepi dari pengunjung / pengguna perpustakaan dan relatif tidak adanya peminjam buku-buku bacaan tersebut. Pengurus Perpustakaan Desa yang ditunjuk kurang mampu menyediakan data secara lengkap, tentang jumlah pengunjung, jumlah peminjam buku dan pelaksanaan administrasi pengelolaan perpustakaan desa menurut standar pedoman pengelolaan perpustakaan desa, yang menjadi tanggung jawab pengelola perpustakaan desa. Beberapa permasalahan yang ada ini tentunya merupakan indikasi yang menggambarkan belum maksimalnya pelaksanaan program bantuan bahan pustaka dalam rangka mendorong pengembangan perpustakaan di desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang menitikberatkan pada evaluasi program bantuan bahan pustaka guna pengembangan perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak. 2. Ruang Lingkup Masalah Adapun lingkup masalah yang dikaji hanya pada evaluasi pelaksanaan program bantuan bahan pustaka ini terdiri dari aspek input, proses dan output program serta faktor –faktor yang mendukung dan menghambatnya. 3. Perumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimana pelaksanaan program bantuan bahan pustaka dalam rangka mendorong pengembangan perpustakaan di desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak ?
3 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Perpustakaan Umum Menurut UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, perpustakaan umum adalah perpustakaan yang di peruntukan bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjng hayat tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku ras, agama, dan status social-ekonomi. Adapun ciri perpustakaan umum menurut sulistyo-basuki (1991), antara lain: a. Terbuka untuk umum, artinya terbuka untuk siapa saja tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, agama, ras, usia,pandangan politik dan pekerjaan. b. Dibiayai oleh dana umum ialah dana yang berasal dari masyarakat, biasanya dikumpulkan melalui pajak dan di kelola oleh pemerintah. Dana ini kemudian di gunakan untuk mengelola perpustakaan umum, karena dana berasal dari umum, maka perpustakaan harus terbuka untuk umum. c. Jasa yang di berikan pada hakikatnya bersifat cuma-cuma termasuk keanggotaannya tidak di pungut biaya. Adapun empat tujuan utama perpustakaan umum/induk adalah : (1)Memberikan kesempatan bagi umum untuk membaca bahan pustaka yang dapat membantu meningkatkan minat baca. (2)Menyediakan sumber informasi yang cepat mengenai topik yang berguna bagi masyarakat dan yang sedang hangat dalam lingkungan masyarakat. (3)Membantu warga untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga yang bersangkutan akan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, sejauh kemampuan tersebut dapat di kembangkan dengan bantuan bahan pustaka, fungsi ini disebut sebagai fungsi pendidikan perpustakaan umum, lebih tepat disebut sebagai pendidikan berkesinambungan ataupun pendidikan seumur hidup. Pendidikan sejenis ini hanya dapat dilakukan oleh perpustakaan umum karena perpustakaan umum merupakan satu-satunya pranata kepustakawanan yang terbuka bagi siapapun, namun untuk manfaatnya tidak selalu terbuka langsung bagi perorangan,ada kalanya harus melalui perpustakaan lain. (4)Bertindak sebagai agen kultural, artinya perpustakaan umum merupakan pusat utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitarnya. Perpustakaan umum bertugas menumbuhkan apresiasi budaya masyarakat sekitarnya dengan cara menyelenggarakan pameran budaya,ceramah,pemutaran film dan penyediaan informasi yang dapat meningkatkan keikutsertaan, kegemaran dan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk budaya. Secara lebih khusus, Ummi Khalsum (2011) dalam artikelnya” peran Perpustakaan Desa meningkatkan ekonomi Mayarakat” menyebutkan bahwa diantara peran perpustakaan desa adalah : 1) Mengumpulkan, mengorganisasikan dan mendayagunakan bahan pustaka tercetak maupun terekam; 2) Mensosialiasikan manfaat perpustakaan; 3) Mendekatkan buku dan bahan pustaka lainnya kepada masyarakat; 4) Menjadikan perpustakaan desa sebagai pusat komunikasi dan informasi; 5) Menjadikan perpustakaan desa sebagai tempat rekreasi dengan menyediakan bahan bacaan hiburan sehat.
4 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
Standar Nasional Perpustakaan (SNP) Desa/Kelurahan sebagaimana diatur ditetapkan Perpustakaan Nasional (PERPUSNAS) RI Tahun 2013 memberikan pengertian Perpustakaan Desa/Kelurahan adalah Perpustakaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa/Kelurahan yang mempunyai tugas pokok melaksanakan pengembangan perpustakaan di wilayah desa/kelurahan serta melaksanakan layanan perpustakaan kepada masyarakat umum yang tidak membedakan usia, ras, agama, status sosial dan gender. Selanjutnya perpustakaan Desa/Kelurahan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Koleksi perpustakaan dikembangkan untuk menunjang kebutuhan masyarakat; b. Jenis koleksi perpustakaan terdiri atas koleksi karya cetak dan karya rekam; c. Perpustakaan Desa/Kelurahan memiliki koleksi buku/bahan pustaka sekurangkurangnya 1000 judul; d. Penambahan koleksi buku sekurang-kurangnya 2 % dari koleksi yang ada atau 100 judul per tahun; e. Perpustakaan menyediakan surat kabar sekurang-kurangnya 1 judul secara berkala; f. Perpustakaan menyediakan majalah sekurang-kurangnya 1 judul secara berkala; g. Perpustakaan melakukan pencacahan dan penyiangan koleksi secara berkala. Dalam kaitannya dengan perpustakaan dan arti penting mengapa perpustakaan perlu untuk disediakan, hal ini karena untuk memenuhi kebutuhan informasi seseorang, beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan informasi yaitu (a) karakteristik pemustaka, pengalaman,usia,latar belakang pendidikan dan cara berpikir, (b) faktor minat seseorang, (c) faktor pekerjaan dan profesi, (d) faktor koleksi, (e) faktor kesukaan dan (f) sistem pelayanan informasi; akses terhadap layanan informasi dan variasi sumber informasi yang ada di lingkungan penyedia informasi. Mengutip dari Tulisan tentang Kajian Survey Perpustakaan Desa/Kelurahan di Indonesia (Irhamni, S.Hum) mengatakan bahwa Perpustakaan Desa/Kelurahan sebagai lembaga pendidikan non formal dan lembaga penyedia informasi di masyarakat desa/kelurahan harus memiliki kinerja yang baik dan didukung dengan manajemen yang memadai, sehingga seluruh aktivitasnya mengarah pada upaya pencapaian tujuan yang dicanangkan. Untuk mengelola sebuah Perpustakaan Desa/Kelurahan diperlukan kemampuan manajemen yang baik, agar arah kegiatan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Kemampuan manajemen itu juga diperlukan untuk menjaga keseimbangan tujuan-tujuan yang berbeda dan mampu dilaksanakan dengan efektif dan efesien. Untuk mengatur langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh seluruh elemen dalam suatu Perpustakaan Desa/Kelurahan antara lain : 1. Manajemen Sumber daya manusia 2. Manajemen Koleksi 3. Manajemen Layanan 4. Manajemen Promosi 2. Evaluasi Kebijakan Publik Anderson (dalam Islamy, 2001 : 17) mengetakana bahwa Kebijakan Publik adalah : A purposive cours of action followed by an actor or sedt of actors in dealing with a problem or matter of concern” serangkaian tindakan yang mempunyai tindakan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Sedangkan Dye (dalam Islamy, 2001 : 18) mendefinisikan kebijakan Negara sebagai “Whatever governments chose to do not todo”
5 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
(apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan). Berdasarkan definisi tersebut mengisyaratkan bahwa apa yang telah dipilih oleh pemerintah untuk melakukan sesuatu harus ada tujuan yang jelas dan meliputi semua tindakan. Begitu juga apabila pemerintah memilih tidak melakukan sesuatu itupun merupakan kebijakan. Menurut Fedrich (dalam Wahab, 2002 : 3) menyatakan bahwa kebijakan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatanhambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Sedangkan menurut Mustopadidjaja (2005:5) pada dasarnya “suatu keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu yang dilakukan oleh instansi yang berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dan pembangunan. Dalam kehidupan administrasi negara secara formal, keputusan itu lazimnya dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan”. Dari penjelasan di atas, kebijakan publik dapat dirumuskan sebagai suatu keputusan yang diambil pemerintah, untuk mengatasi permasalahan tertentu atau atau untuk mencapai tujuan tertentu yang dilakukan oleh instansi yang berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dan pembangunan yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Easton (dalam Gaffar, 1998:13) merumuskan kebijakan sebagai “the authoritative allocation of valuaes for the whole society” (alokasi sejumlah nilai secara otoratif dalam sebuah masyarakat). Berdasarkan berbagai definisi kebijakan publik diatas, maka terlihat bahwa para ahli dalam memberikan definisi kebijakan sangat beragam, tetapi pada dasarnya memiliki kesamaan mengenai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Grindle (dalam Agustino. 2006:154), mengatakan : “Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”. Kemudian dipertegas oleh Udoji (dalam Agustino,2006:154) dengan mengatakan bahwa : “ Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak dimplementasikan”. Pendapat diatas lebih ditujukan pada tujuan kebijakan yang akan dicapai melalui pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan melalui action kegiatan. Model implementasi kebijakan yang akan digunakan dalam menganalisis penyaluran program bantuan bahan pustaka guna membantu pengembangan Perpustakaan Desa/Kelurahan adalah Model Edward III (dalam Widodo, 2006 : 96) mengajukan empat faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan. Empat variabel atau factor tadi antara lain meliputi variabel atau faktor communication, resources, disposition dan bureaucratic structure. Pengertian evaluasi kebijakan menurut Jones (dalam Santoso, 2008:43) adalah,”fuging the merit of government processes and program.” Maksudnya evaluasi kebijakan adalah penilaian terhadap kemampuan pemerintah dalam proses dan programnya. Evaluasi kebijakan ditujukan pada proses, pertanyaan apakah proses kebijakan tersebut berjalan sesuai dengan yang diharapkan, apa kendala-kendala yang
6 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
ditemui dalam proses tersebut, sedangkan programnya, pertanyaannya adalah apakah program tersebut cocok untuk kelompok sasaran, manfaat apa yang didapat serta dirasakan. Menurut Nugroho (2008:471-472) maka perlu dipahami bahwa pelaksanaan evaluasi kebijakan bukanlah untuk menyalah-nyalahkan, melainkan untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara pencapaian dan harapan suatu kebijakan politik. Untuk selanjutnya bagaimana mengurangi atau menutupi kekurangan tersebut. Lebih lanjut Nugroho (2008:472) mengatakan bahwa evaluasi kebijakan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Tujuannya menemukan hal-hal yang strategis untuk meningkatkan kinerja kebijakan. 2) Evaluator mampu mengambil jarak dari pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan target kebijakan. 3) Prosedur dapat dipertanggungjawabkan secara metodologi. 4) Dilaksanakan tidak dalam suasana permusuhan dan kebencian. 5) Mencakup Rumusan, Implementasi, Lingkungan, dan Kinerja Kebijakan. Dunn (2003:610-611) mengatakan bahwa evaluasi sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan, yaitu : 1) Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai. 2) Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. 3) Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat member sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan. Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi alternative kebijakan baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternative kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain. Selain itu Dunn (2003:612-623) evaluasi implementasi kebijakan dikembangkan kedalam tiga pendekatan yaitu, evaluasi semu, evaluasi formal dan evaluasi keputusan teoritis. Evaluasi semu ukuran manfaat atau nilai dari suatu kebijakan merupakan sesuatu yang terbukti dengan sendiri. Pada evaluasi formal tujuan dan target diumumkan secara formal, dalam pelaksanaannya menggunakan undang-undang, dokumen-dokumen program, kriteria penilaian lebih pada efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan atau program. Pada evaluasi keputusan teoritis berusaha untuk memunculkan tujuan dan target kebijakan dinyatakan secara terbuka, artinya semua pihak dilibatkan dalam merumuskan tujuan yang kinerjanya akan dinilai. Berdasarkan tingkat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kebijakan, disusun rekomendasi kebijakan berkaitan dengan perjalanan kebijakan yang sedang dievaluasi. Adapun alternative rekomendasi kebijakan tentang kemungkinan-kemungkinan kebijakan, meliputi beberapa hal yaitu apakah kebijakan tersebut : (1) perlu diteruskan, (2) perlu diteruskan dengan perbaikan, (3) perlu disesuaikan dengan ketentuan yang belum dipenuhi, (4) harus dihentikan.
7 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
Menurut Bridgman dan Davis (2000:130) pengukuran evaluasi kebijakan public secara umum mengacu pada 4 (empat) indicator pokok yaitu : (1) indikator input, (2) indicator process, (3) indicator outputs dan (4) indicator outcomes. Adapun penjelasannya sebagai berikut : 1) Indikator input memfokuskan pada penilaian apakah sumber daya pendukung dan bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan. Indikator ini dapat meliputi sumber daya manusia, uang atau infrastruktur pendukung lainnya. 2) Indikator proses, memfokuskan pada penilaian bagaimana sebuah kebijakan ditransformasikan dalam bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat. Indikator ini meliputi aspek efektivitas dan efisiensi dari metode atau cara yang dipakai untuk melaksanakan kebijakan public tertentu. 3) Indikator outputs (hasil) memfokuskan penilaian pada hasilatau produk yang dihasilkandari sistem atau proses kebijakan public. Indikator hasil ini misalnya berapa orang yang berhasil mengikuti program tertentu. 4) Indikator outcomes (dampak) memfokuskan diri pada pertanyaan dampak yang diterima oleh masyarakat luas atau pihak yang terkena kebijakan. Hal ini bermakna bahwa evaluasi kebijakan adalah kegiatan menilai hasil suatu kebijakan yang sedang atau sudah dilaksanakan. Evaluasi bertujuan untuk memperbaiki (to improve) dan bukan membuktikan (to prove) dengan memberikan umpan balik terhadap suatu kebijakan. Dengan demikian evaluasi kebijakan dalam penelitian ini adalah Evaluasi Kebijakan Pelaksanaan Program Bantuan Bahan Pustaka pengembangan Perpustakaan Desa/Kelurahan di kabupaten Pontianak, yang pada akhirnya untuk memberikan masukan perbaikan terhadap kebijakan yang telah dan sedang dilaksanakan. C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kualitatif yang dilakukan pada 8 (delapan) Perpustakaan Desa/Kelurahan yang tersebar di 4 (Empat) kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Pontianak. Subjek penelitian adalah (1) Camat sebanyak 4 (empat) orang, (2) aparat pemerintah desa/kelurahan dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebanyak 16 (enambelas) orang, (3) Pengurus Perpustakaan Desa /Kelurahan sebanyak 8 (delapan) orang, serta Pejabat Teknis terkait pelaksanaan program bantuan bahan pustaka yang berada di tingkat Provinsi dan Kabupaten sebanyak 5 (lima) orang. Data yang dikumpulkan melalui proses wawancara mendalam (in-depth interview) dan dokumentasi dengan menggunakan pedoman wawancara dan alat dokumenter. Analisis data bersifat kualitatif dengan tahapan reduksi data, penyajian data dan kesimpulan serta verifikasi data. D. HASIL PENELITIAN 1. Input Program Bantuan Bahan Pustaka Berdasarkan penjelasan dari informan diketahui bahwa, pemilihan judul dan eksemplar bantuan buku yang diberikan seluruhnya memiliki kesamaan judul dan eksemplar, dan diakui kurang memperhatikan karakteristik masyarakat pengguna yang menjadi sasaran bantuan. Pengadaan bahan pustaka dalam jumlah besar untuk memenuhi seluruh sasaran desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak dan Kabupaten/kota lainnya di Kalimantan Barat membutuhkan persiapan, baik dari administrasi, pengolahan dan pendistribusiannya sampai ke tingkat desa/kelurahan. Data pada Tahun 2013 mencakup
8 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
75 (tujuh puluh lima) desa/kelurahan di seluruh Provinsi Kalimantan Barat yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat, untuk pengesahan penyaluran bantuan program bantuan bahan pustaka. Hal ini bermakna bahwa terdapat 75.000 ( tujuh puluh lima ribu) bahan pustaka yang harus diseleksi, dipilih judul dan jenis bukunya, diolah menurut standar pengolahan buku, dimana menurut wawancara yang dilakukan dengan pejabat tehnis Badan dan Kantor Perpustakaan membutuhkan waktu yang panjang untuk pengolahan buku menelan jangka waktu sekitar 3(tiga) sampai dengan 5 (lima) bulan. Pemilihan judul buku yang dibantukan semuanya memiliki judul yang sama untuk setiap desa/kelurahan, dengan pembagian jenis buku buku lifeskill, agama, buku cerita anak, pengembangan diri, buku penunjang pelajaran, perikanan, perkebunan dan sebagainya. Berdasarkan kondisi ini, maka pemilihan judul buku bantuan mengabaikan potensi desa/kelurahan dan karakteristik masyarakat desa/kelurahan yang menjadi sasaran bantuan. Kurang ada penajaman dan pembedaan antara desa/kelurahan yang satu dengan yang lainnya, sehingga berpengaruh terhadap efektivitas pemanfaatan bantuan, karena salah satu daya tarik perpustakaan adalah koleksi perpustakaan yang sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Sebagaimana teori Edward III bahwa berjalannya suatu proses kebijakan dilalui dengan adanya komunikasi, transmisi informasi yang jelas dan birokrasi atau keteraturan kebijakan yang sistematis. Input program bantuan yang dimaksud adalah jenis dan judul bahan bacaan kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, karena kurang dikomunikasikannya seleksi kebutuhan buku melalui survey pendahuluan, tentang kajian kebutuhan bahan pustaka yang relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat, dan ditransmisikan dengan pengumpulan informasi secara jelas dengan aparat pemerintah kecamatan, desa dan kelurahan melalui jenjang birokrasi yang sistematis. Hal ini dapat diakui melalui wawancara informan bahwa, untuk jenis dan judul buku yang dibantukan, sama sekali belum melibatkan aparat pemerintah kecamatan dan desa/kelurahan, Kantor Perpustakaan dan Arsip Kabupaten baru sebatas meminta nama desa/kelurahan, namun tidak meminta kebutuhan bahan pustaka yang relevan di lapangan, padahal jika hal ini dilakukan maka dapat ditempuh dengan proses rapat koordinasi bersama aparat kecamatan, desa/kelurahan, sehingga mereka dapat lebih spesifik mengutarakan kebutuhan bahan pustaka. Mengenai faktor yang berpengaruh terhadap input program yakni SDM pengelola perpustakaan desa di Kabupaten Pontianak, maka dari hasil wawancara dengan pejabat dari Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Pontianak diketahui bahwa, sebagian besar pengelola perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak, minim pengalaman dalam mengelola perpustakaan, mereka masih jarang mendapatkan pelatihan tentang pengelolaan perpustakaan. Dari latar belakang pendidikan mereka juga tidak pernah mengenyam pendidikan di bidang perpustakaan. Bahkan untuk pengelola perpustakaan belum disediakan tenaga khusus, rata-rata masih dirangkap oleh staf Kantor Desa/Kelurahan. Penjelasan ini menunjukkan bahwa, faktor yang berpengaruh terhadap input program bantuan bahan pustaka, yaitu SDM pengelola perpustakaan belum memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola perpustakaan. Sementara program bantuan bahan pustaka memerlukan SDM yang baik agar buku-buku yang dibagikan kepada perpustakaan desa dapat dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Penjelasan ini sejalan dengan hasil pengamatan penulis di beberapa perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak, dimana masih banyak ditemukan buku-buku yang diperoleh dari program bantuan bahan pustaka tidak tersusun dengan baik, bahkan ada yang sejak lama tidak digunakan dan disimpan di rak penyimpanan. Buku-buku tersebut belum dikelola
9 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
dengan baik oleh petugas agar dapat di manfaatkan oleh warga desa. Berangkat dari keterangan tersebut, dapat dikatakan bahwa SDM yang ada belum begitu siap untuk melaksanakan program. Program bantuan bahan pustaka secara teknis memang hanya berupa pemberian buku kepada perpustakaan desa yang terkesan sangat mudah. Namun demikian, yang menjadi substansi program adalah sejauhmana buku-buku tersebut dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik oleh warga desa selaku pengguna layanan, tentunya dengan input pemilihan judul buku yang tepat sesuai karakteristik masyarakatnya, ditinjau dari sisi mata pencaharian/ pekerjaan dan potensi sumber daya alam desa/kelurahan. Selanjutnya dalam wawancara dengan beberapa informan diketahui bahwa, mereka belum begitu paham dengan manajemen pengelolaan perpustakaan desa, sehingga dalam pengelolaan baik aspek administrasi, pengolahan bahan pustaka, maupun pelayanan perpustakaan masih dilaksanakan dengan kondisi seadanya, apakah sudah memenuhi standar atau belum tidak menjadi hal yang substansial. Kondisi SDM pengelola perpustakaan sebagai input program yang belum memadai, tidak bisa sepenuhnya disalahkan kepada pengelola perpustakaan desa, karena kondisi dan perhatian pemerintah terhadap SDM perpustakaan dinilai masih kurang. Perhatian pemerintah Kabupaten Pontianak terhadap perpustakaan baik dari aspek SDM maupun infrastruktur masih kurang, sehingga sangat wajar apabila program bantuan bahan pustaka pengembagan perpustakaan desa/kelurahan tidak dikelola dengan baik. Aspek penting lainnya menyangkut input program bantuan bahan pustaka program pengembangan perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak diketahui bahwa, kondisi infrastruktur dan fasilitas ruangan perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak bervariasi, ada yang sudah baik namun ada juga yang belum. Namun demikian, kalau dirata-ratakan kondisi infrastruktur sebagian besar masih belum memadai. Kondisi infrastruktur gedung perpustakaan desa di Kabupaten Pontianak yang menjadi sasaran program bantuan bahan pustaka masih belum memenuhi standar. Akan tetapi tidak semua perpustakaan desa/kelurahan tersebut kondisinya buruk, hal ini sebagaimana hasil observasi pada salah satu perpustakaan. Analisis data hasil wawancara, observasi dan dokumentasi di lokasi penelitian, menunjukkan bahwa input program bantuan bahan pustaka pengembangan perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak dari aspek infrastruktur belum sepenuhnya dalam kondisi yang baik guna mendukung terlaksananya program bantuan bahan pustaka. Selanjutnya berdasarkan pemaparan terhadap evaluasi input program bantuan bahan pustaka pengembangan perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak menunjukkan bahwa program tersebut belum ditunjang dengan input program yang memadai, baik dari aspek SDM, infrastruktur dan fasilitas perpustakaan serta pendanaan belum memadai dan memenuhi standar, sehingga bantuan bahan pustaka yang diberikan tidak dapat dikelola dengan baik. 2. Proses Program Bantuan Bahan Pustaka Menyangkut evaluasi terhadap proses program bantuan bahan pustaka pengembangan perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak adalah evaluasi atau penilaian tahap implementasi program mulai dari perencanaan, pengadaan hingga pemanfaatan oleh perpustakaan desa. Mengulas tentang hal ini didapatkan penjelasan informan bahwa, mekanisme pelaksanaan program bantuan didasari adanya pendanaan untuk pelaksanaan bantuan yang diperoleh dari Dana dekon pemerintah pusat dan dilaksanakan oleh pemerintah provinsi melalui badan perpustakaan, dan diperoleh dari dana APBD Murni Provinsi dan APBD Perubahan. Proses dan mekanisme perencanaan
10 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
penyiapan data penerima bantuan dari seluruh Kabupaten/Kota yang dimintakan kepada Kantor Perpustakaan Kab/Kota diakui kurang matang dan sangat singkat, mengingat waktu yang diberikan untuk inventarisasi data penerima bantuan sudah harus segera ditetapkan dalam naskah produk hukum, sehingga belum memberikan kesempatan untuk melakukan komunikasi yang lebih intensif kepada pemerintah Kecamatan, desa/kelurahan. Kantor Perpustakaan Kabupaten hanya dimintai data sementara belum berkesempatan untuk melaksanakan koordinasi secara matang dan birokrasi yang sebaiknya ditempuh dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses program bantuan, seperti camat dan kepala desa/Lurah. Hal ini berimbas pada ketidaksiapan penerima bantuan, sehingga begitu bantuan datang, maka pemanfaatan bantuan baru sebatas dilakukan secara sederhana, seperti menempati ruangan yang menyatu dengan ruang kerja, rak penataan juga dilakukan sederhana dan belum sesuai standar, sdm yang belum memiliki pengetahuan dan sosialisasi kepada masyarakat juga masih kurang, bahkan ada di desa Kuala Secapah sama sekali belum membongkar bahan pustaka yang dibantukan dari boks bantuan, karena tidak siap dengan penyediaan ruangan dan rak. Uraian lebih mendalam mengenai aspek penting dalam prosedur pengadaan adalah kajian kebutuhan pemakai (user need assassement), pemetaan profil masyarakat (community profiling). Agar bantuan bahan pustaka yang diberikan kepada perpustakaan desa/kelurahan, maka dalam pengadaan buku-buku perlu memperhatikan karakteristik lingkungan sosial budaya desa/kelurahan setempat. Paling tidak aspirasi masyarakat melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa dapat dijadikan bahan pertimbangan mengenai jenis buku apa saja yang perlu diproritaskan untuk pengadaan buku tersebut. Hasil wawancara selanjutnya menerangkan bahwa, rata-rata bahan pustaka yang disalurkan memiliki judul buku yang sama untuk seluruh desa/kel yang menjadi sasaran, dengan klasifikasi buku anak, agama, ilmu pengetahuan, lifeskill, dll, namun kurang memperhatikan karakteristik masyarakat setempat tentang sumber mata pencarian, potensi sumber daya yang harus dikelola yang disesuaikan dengan bahan pustaka yang dibantukan. Dalam menyusun perencanaan program bantuan bahan pustaka, kebanyakan buku yang diberikan ditentukan oleh pusat/pemberi bantuan, sementara aspirasi masyarakat tentang jenis buku yang perlu diberikan kepada perpustakaan desa belum menjadi pertimbangan. Namun demikian kalau dilihat dari koleksi buku yang ada saat ini dapat dikatakan sudah sesuai dengan kondisi lingkungan Desa Sungai Kunyit Laut, antara lain buku-buku pertanian, peternakan, perikanan, tekhnik, kesehatan, ekonomi, rumah tangga, pariwisata, ilmu sosial, ilmu alam, agama, olahraga, kewarganegaraan, bahasa Indonesia, bahasa Asing, buku cerita, kesenian, dan komputer. Berdasarkan penjelasan ini menunjukkan bahwa, bahan pustaka yang diberikan kepada Desa SungaiKunyit Laut sudah sesuai dengan katakteristik wilayah Desa Sungai Kunyit Laut yang merupakan wilayah pesisir, dimana buku bidang perikanan sangat bermanfaat bagi masyarakat nelayan untuk meningkatkan usaha yang menjadi mata pencaharian penduduk. Tidak hanya itu, di perpustakaan juga terdapat buku-buku bidang ilmu lainnya yang bermanfaat baik untuk anak-anak maupun orang tua dan multidisiplin ilmu pengetahuan. Pengelolaan bantuan bahan pustaka oleh perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak belum seluruhnya efektif, hanya ada beberapa desa yang dapat dikatakan optimal dalam pengelolaan perpustakaan walaupun tetap dengan catatan. Perpustakaan desa yang dinilai sudah efektif dalam pengelolaan bantuan bahan pustaka tersebut tidak lepas dari komitmen untuk melakukan pembenahan perpustakaan desa
11 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
dengan melibatkan perangkat desa dan unsur masyarakat. Berangkat dari berbagai informasi yang diperoleh dapat dianalisis bahwa, dari evaluasi terhadap aspek proses program bantuan bahan pustaka pengembangan perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak belum sepenuhnya menunjukkan efektivitas. Untuk mewujudkan tujuan program memang cukup rumit, apalagi banyak faktor yang menjadi penghambat baik secara eksternal maupun internal. 3. Output Program Bantuan Bahan Pustaka Hasil wawancara dengan informan menjelaskan bahwa, penilaian terhadap output program bantuan bahan pustaka yaitu tujuan dalam rangka pemerataan pemberian bantuan sudah hampir tercapai sesuai dengan jumlah desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Pontianak, namun untuk tujuan pemanfaatan bantuan dalam rangka masyarakat memanfaatkan bantuan ini belum tersosialisasikan dengan baik, dikarenakan kondisi kesiapan aparat desa, pengelola perpustakaan, kondisi sarana prasarana, dana operasional dan pengetahuan untuk pengelolaan perpustakaan yang masih minimal. Berdasarkan penjelasan ini menunjukan bahwa, output program bantuan bahan pustaka di Kabupaten Pontianak belum sepenuhnya memberikan manfaat kepada kepada masyarakat. Apabila dikaji dari kemampuan manajemen pengelolaan perpustakaan bahwa perpustakaan hanya sebatas mendapatkan tambahan koleksi buku, tanpa ada perbaikan pada aspek lainnya. Dengan kata lain, perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak yang menerima bantuan tidak di follow up dengan perbaikan manajemen perpustakaan secara keseluruhan. Terkait dengan minat masyarakat untuk berkunjung ke perpustakaan dari hasil wawancara diketahui bahwa, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk desa yang demikian besar, pada kenyataannya baru beberapa persen saja yang meminjam bahan pustaka, lebih jauh dikatakan minat masyarakat untuk datang ke perpustakaan agak kurang. Minimnya kunjungan masyarakat keperpustakaan desa, dapat dikaji dari dua aspek yaitu kesadaran masyarakat dan kualitas pelayanan perpustakaan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan di perpustakaan desa/kelurahan Kabupaten Pontianak, menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat desa untuk memanfaatkan layanan perpustakaan desa sangat rendah, bukan karena koleksi buku yang kurang tetapi budaya masyarakat untuk membaca masing sangat rendah, kebanyakan yang berkunjung adalah siswa SD dan SMP, sementara untuk masyarakat umum masih sangat minim memanfaatkan bahan pustaka yang ada. Sementara apabila dikaji dari aspek kualitas layanan perpustakaan, dapat dikatakan bervariasi, ada perpustakaan yang pelayanannya sudah baik, namun ada juga yang masih kurang. Kualitas pelayanan ini adalah ketersediaan ruangan yang memadai, mudah dijangkau dan petugas melayani dengan baik. Namun demikian, dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa kualitas layanan perpustakaan masih jauh dari standar, sebagaimana yang tertuang dalam pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Desa, pengelolaan yang kurang efektif ini juga berdampak terhadap minat masyarakat untuk berkunjung ke perpustakaan. Berdasarkan kondisi ini menunjukkan bahwa, output program bantuan bahan pustaka pengembangan perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak, belum mampu meningkatkan minat masyarakat untuk menjadikan perpustakaan sebagai sumber informasi dan pengetahuan. Output program yang kurang optimal ini tidak terlepas dari kondisi input dan proses program yang belum maksimal, sehingga output program tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
12 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
4. Faktor-faktor Penghambat a. Komunikasi Diperoleh penjelasan dari informan penelitian bahwa, selama ini bantuan yang diberikan berupa bahan pustaka kurang diikuti dengan penjelasan dari badan dan kantor terkait mengenai pengelolaan bantuan tersebut sesuai dengan standar manajemen perpustakaan. Berdasarkan konisi ini menunjukkan bahwa, pengelola perustakaan desa/kelurahan belum mendapatkan sosialisasi yang maksimal mengenai bantuan yang diberikan. Sehingga sangat berpengaruh terhadap pemahaman mereka dalam mengelola bantuan. Kompetensi yang terbatas, ditambah dengan minimnya sosialisasi mengakibatkan pengelola tidak dapat mengelola bantuan buku sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik, sebagai bahan bacaan oleh penduduk setempat. Secara lebih kongkrit minimnya sosialisasi dikemukakan oleh informan bahwa, sejauh ini bantuan buku yang diberikan belum bisa dimanfaatkan, bahkan masih tersimpan rapi di dalam kotak. Belum ada petunjuk untuk menggunakan yang diberikan oleh instansi terkait, selain itu perpustakaan desa juga belum ditunjang dengan tempat penyimpanan yang memadai. Penjelasan ini menunjukkan bahwa, komunikasi kepada petugas belum berjalan dengan maksimal. Atau dapat dikatakan belum merata di seluruh desa /kelurahan yang mendapatkan bantuan. Komunikasi yang tidak tertransmisi dengan baik, tentu saja akan berdampak buruk terhadap kejelasan informasi yang disampaikan kepada penerima bantuan, dan pada akhirnya akan menyebabkan program tidak berjalan efektif dan efisien. Mengenai kejelasan dalam program bantuan bahan pustaka kepada desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak diketahui bahwa, petugas atau pengelola perpustakaan tidak mendapatkan penjelasan yang terinci, perihal pemberian bantuan buku kepada perpustakaan desa. Secara teknis mungkin saja pengelola dapat dengan sesukanya memperlakukan bantuan buku dimaksud, akan tetapi apa artinya apabila tidak diimbangi dengan manajemen yang baik. Buku-buku tersebut pada akhirnya hanya akan menjadi bahan pustaka yang tidak dapat memberikan manfaat dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat desa. Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat dianalisis bahwa, minimnya komunikasi yang dilakukan terhadap program bantuan pustaka kepada desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak, menyebabkan proses program tersebut kurang berjalan efektif dan efisien. Secara khusus, komunikasi dapat disorot dari sosialisasi mengenai prosedur dan pemanfaatan bahan pustaka kepada pengelola perpustakaan desa/kelurahan, bantuan buku yang tidak diimbangi dengan pemberian pemahaman kepada pengelola menyebabkan kurang berfungsinya bantuan buku-buku tersebut. 2. Sumber Daya Program bantuan bahan pustaka kepada perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak, bertujuan untuk mewujudkan tujuan perpustakaan desa. Perpustakaan Desa/Kelurahan sebagai lembaga pendidikan non formal dan lembaga penyedia informasi di masyarakat. Desa/Kelurahan harus memiliki kinerja yang baik dan didukung dengan manajemen yang memadai, sehingga seluruh aktivitasnya mengarah para upaya pencapaian tujuan yang telah dicanangkan. Untuk mengelola sebuah perpustakaan Desa/Kelurahan diperlukan kemampuan manajemen yang baik, agar arah kegiatan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pelaksanaan program bantuan bahan pustaka pengembangan perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak akan berjalan efektif dan efisien, tergantung dari ketersediaan dukungan sumber daya program. Adapun sumber daya yang berpengaruh antara lain yaitu sumber daya manusia (SDM), sarana prasarana dan pendanaan.
13 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
3. Sumber Daya Manusia (SDM) Mengenai SDM pengelola perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak yang menjadi sasaran program bantuan bahan pustaka, dari hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa, sebagian besar pengelola perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak, belum memiliki kualifikasi yang sesuai dengan standar kompetensi seorang pustakawan. Mereka kebanyakan dirangkap oleh staf dari aparat desa/ kelurahan tersebut, ataupun direkrut dari unsur masyarakat yang bersedia untuk melakukan pengelolaan perpustakaan desa. Sehingga tidak mengherankan apabila kemampuan mereka dalam mengelola perpustakaan juga sangat terbatas. Berdasarkan penjelasan ini terlihat jelas bahwa, SDM yang dimiliki oleh perpustakaan desa masih sangat terbatas, mereka belum atau jarang mendapatkan pelatihan mengenai manajemen perpustakaan. Kondisi ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap pengelolaan bantuan bahan pustaka kepada perpustakaan desa/kelurahan. Bantuan bahan pustaka merupakan bagian dari manajemen perpustakaan desa, dimana buku-buku yang diberikan harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin baik untuk peyimpanan, pemakaian dan peminjaman kepada masyarakat desa. Jika mengacu pada persyaratan atau kriteria bagi seorang pengelola perpustakaan dapat dipastikan bahwa, semua pengelola perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak belum memenuhi persyaratan tersebut. Kondisi ini tidak lepas dari peran pemerintah untuk memberikan pelatihan kepada pengelola perpustakaan agar mereka memiliki mental, pengetahuan dan kemampuan teknis tentang pengelolaan perpustakaan. SSelanjutnya diperoleh keterangan juga bahwa, mereka jarang mendapatkan penyuluhan tentang pengelolaan bahan bantuan pustaka berupa bukubuku, yang terjadi adalah buku tersebut langsung diterima di perpustakaan desa tanpa tahu bagaimana mereka harus mengelola bantuan tersebut. 4. Faktor Sarana Prasarana Berdasrkan hasil pengamatan penulis menunjukkan, bahwa dari seluruh penerima bantuan yang diterimakan sejak tahun 2012 sampai 2013 , maka Desa Kepayang yang pengembangan perpustakaannya sudah baik, dinilai dari komitmen aparat pemerintah kecamatan dan aparat desanya, dimana pembangunan gedung dan ruang perpustakaan selain diusahakan melalui pendanaan dari ADD, juga didapatkan dari sumbangan pihak ketiga atau social corporate responsibility (csr) perusahaan perkebunan di wilayah desa tersebut, kondisi perpustakaanya sudah memiliki ruang sendiri dan cukup representatif untuk pengaturan rak buku, meja dan kursi bacanya, SDM penanggung jawab perpustakaan (kepala desa) sudah memiliki bekal melalui pelatihan perpustakaan, dan pengelola perpustakaan sudah ditunjuk secara khusus, sudah diikutkan pelatihan dan honornya dibiayai dari dana ADD. Sosialisasi secara gencar juga telah dilaksanakan oleh pengurus perpustakaan yang ditunjuk, melalui rapat-rapat desa, kegiatan kemasyarakatan, pembuatan plang perpustakaan desa, visi dan misi perpusdes, pembuatan brosur/surat pemberitahuan yang diedarkan ke seluruh elemen masyarakat, pelaksanaan administrasi pengelolaan yang cukup baik Bahkan menurut penjelasan informan bahwa, kedepan dalam hal pengembangan koleksi bahan bacaan dan fasilitas komputerisasi perpustakaan akan dibantu lagi penambahannya dari sumbangan pihak ketiga, tentunya ini memberikan arti, bahwa kesunggguhan untuk pengembangan perpustakaan di wilayah desa/kelurahan ditunjang dari komitmen dan pola pikir yang positif aparat pemerintah desa dan BPD yang menunjukkan sinergitas yang baik. Sementara untuk perpustakaan Desa Kuala Secapah berbanding terbalik dengan Desa Kepayang, dimana bantuan bahan pustaka tahun 2013 yang diterimakan, sampai dengan penulis melakukan penelitiana masih belum dimanfaatkan, dikarenakan
14 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
alasan tidak adanya rak, meja dan kursi baca, ruangan yang masih direnovasi, belum ada pengurus perpustakaan yang ditunjuk, hal ini menunjukkan bahwa penunjukkan desa penerima bantuan ternyata belum dikaji kesiapan dari segi persyaratan penerimaan bantuan. Berdasarkan kondisi demikian dapat dikatakan bahwa, kurang siapnya sarana dan prasarana sebagai input program turut mempengaruhi proses dan output program bantuan bahan pustaka. Bantuan bahan pustaka yang tidak ditunjang dengan sarana prasarana yang baik, akan mempengaruhi pemanfaatan bahan pustaka tersebut sebagai bagian dari upaya pengembangan perpustakaan desa/kelurahan. 5. Pendanaan Sumber dana/pembiayaan Perpustakaan Desa/Kelurahan sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 1984 Tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Perpustakaan Desa/Kelurahan adalah berasal dari : 1. Swadaya masyarakat Desa/Kelurahan 2. Bantuan pemerintah (APBDesa/APBN) 3. Lain-lain yang sah dan tidak mengikat Pemerintah desa juga dapat menganggarkan dana Perpustakaan Desa/Kelurahan melalui ADD (Alokasi Dana Desa) yang bersumber dari APB Desa untuk operasional Perpustakaan Desa/Kelurahan yang meliputi pengadaan, pengolahan, dan pelayanan bahan pustaka sehingga Perpustakaan Desa/Kelurahan dapat tumbuh dan berkembang. Penentuan besar ADD untuk operasional Perpustakaan Desa/Kelurahan disesuaikan dengan kemampuan keuangan dalam APBDesa. Berdasarkan penjelasan informan diketahui bahwa, sebagian mengeluhkan minimnya diukungan pendanaan. Pendanaan dibutuhkan untuk operasional layanan perpustakaan, pengadaan sarana prasarana dan honor petugas. Keterbatasan pendanaan ini menyebabkan perpustakaan desa tidak bisa memberikan pelayanan optimal sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Desa. Komitmen pemerintah terhadap pendanaan masih sangat minim, demikian pula aparat desa belum berani dan belum memprioritaskan menggunakan ADD (alokasi dana desa) untuk membenahi kualitas layanan perpustakaan, dengan alasan bahwa ADD lebih banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur dasar. Surat Edaran Kemendagri tentang ADD bagi pengembangan perpustakaan desa, masih belum diaplikasikan dikarenakan kurangnya sosialisasi tehnis dari intansi terkait, baik dari biro pemerintahan, badan dan kantor perpustakaan, serta bidang pemberdayaan masyarakat yang berada di tingkat provinsi dan kabupaten. Selain itu, swadaya yang diharapkan dari masyarakat juga masih minim, masyarakat masih berfikir manfaat yang diperoleh apabila memberikan bantuan bagi perpustakaan desa. 6. Motivasi Pelaksana Program bantuan bahan pustaka pengembangan perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak kurang optimal baik pada input, proses dan output program tidak terlepas dari motivasi dan komitmen pihak-pihak yang terlibat dalam program ini. Perpustakaan daerah adalah sebagai target group dan sekaligus sebagai pelaksana program, pada level yang lebih tinggi, peran pemerintah Kabupaten Pontianak melalui Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Pontianak sangat penting untuk memberikan pembinaan kepada perpustakaan desa/kelurahan, akan tetapi faktanya belum semua pengurus perpustakaan mendapatkan pelatihan dan pendampingan dalam mengelola bantuan bahan pustaka tersebut. Hal ini menurut informan dikarenakan
15 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
kurangnya alokasika dana untuk penyelenggaraan bimtek perpustakaan tahun 2013 di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Pontianak, sedangkan jumlah tenaga Pembina perpustakaan dari SDM yang tersedia di Kantor juga masih terbatas, hanya ada 1 (satu) orang tenaga berbasic sarjana perpustakaan, staf lainnya yang berada di seksi pembinaan kantor hanya tamatan SMA sederajat. Komitmen terhadap program ini juga tercermin dari pengalokasian dana dari Pemerintah Kabupaten Pontianak terhadap pemberdayaan perpustakaan desa/kelurahan, pada kenyataanya pengelola perpustakaan desa/kelurahan sangat minim mendapatkan pendanaan untuk dapat mengembangkan pengelolaan perpustakaan. Secara khusus terlihat dari alokasi anggaran untuk pembenahan fasilitas perpustakaan dan honor bagi pengurus perpustakaan. Sejauh ini, perpustakaan desa/kelurahan sangat bergantung dengan pemerintah untuk memperoleh dana, namun alokasi dana dari pemerintah juga masih minim, tidak mengherankan apabila pengelolaan perpustakaan tidak maksimal. Sementara dari komitmen petugas perpustakaan dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa, belum semua petugas perpustakaan memiliki komitmen dalam memberikan pelayanan terbaik, hal ini tercermin dari jam pelayanan perpustakaan yang tidak konsisten. Terkadang ada perpustakaan yang tidak buka dan ada juga yang waktu pelayanannya singkat. Padahal jam layanan perpustakaan desa/kelurahan sesuai dengan standar pedoman yang berlaku adalah 6 (enam) jam. Berangkat dari penjelasan tersebut, menunjukkan bahwa komitmen pihak-pihak terkait juga sangat mempengaruhi proses dan hasil program bantuan bahan pustaka. Tanpa adanya komitmen yang kuat, mustahil program dapat berjalan dengan baik dan tujuan yang diinginkan tercapai dengan baik. 7. Prosedur Program Prosedur program bantuan yang bersifat sentralistik melalui pemerintah pusat tanpa koordinasi dengan pemerintah daerah, menyebabkan program tidak terkoordinir dengan baik. Secara khusus perpustakaan desa/kelurahan tidak diberikan kewenangan untuk memberikan masukan dalam menentukan jenis buka yang relevan dengan kondisi lingkungan. Kondisi tersebut menyebakan perpustakaan sebagai pihak yang akan mengelola bantuan tidak optimal dalam mengelola bantuan tersebut. Adapun tahapan atau prosedur program bantuan pengembangan perpustakaan yang terabaikan, yaitu kajian kebutuhan pemakai (user need assassement), pemetaan profil masyarakat (community profiling), evaluasi kompetensi petugas perpustakaan, dan anggaran operasional perpustakaan desa yang mempengaruhi optimalnya pemanfaatan bantuan bahan pustaka. Selama ini bantuan yang diberikan berupa buku, ditentukan oleh pemerintah pusat, sementara perpustakaan desa hanya sebagai penerima dan ditempatkan sebagai sasaran program, tanpa ada kewenangan untuk menyampaikan masukan atau minimal melakukan persiapan agar program dapat berjalan dengan baik. Kondisi ini pada akhirnya mendapat kritikan dari masyarakat, karena buku-buku yang diberikan kurang relevan dengan kondisi masyarakat. 8. Faktor Lingkungan Sosial Kesadaran masyarakat untuk berkunjung dan membaca buku masih jauh dari harapan, bahkan dapat dapat dikatakan membaca belum menjadi kebiasaan atau budaya di masyarakat. Kondisi ini juga menjadi alasan beberapa pengelola perpustakaan yang tidak begitu tertarik dalam mengelola bahan pustaka, seperti fakta adanya bantuan buku yang masih disimpan di dalam kotak bantuan. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor misalnya ketidak tahuan/kekurangtahuan masyarakat dimana letak/lokasi perpustakaan, apa kegunaan perpustakaan, siapa saja yang boleh berkunjung ke perpustakaan, bagaimana cara menjadi anggota perpustakaan, bahan pustaka apa saja yang ada di
16 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
perpustakaan, dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut yang akhirnya menjadikan masyarakat kurang merespon dan memperhatikan keberadaan Perpustakaan Desa/Kelurahan. Selain itu dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa, aspek lingkungan sosial lainnya adalah kesadaran swadaya masyarakat untuk membantu membenahi masalah infrastruktur perustakaan. Belum semua masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya perpustakaan, sehingga mereka juga enggan berpartisipasi dalam membantu pembiayaan perpustakaan. E. PENUTUP 1. Kesimpulan a. Input program bantuan bahan pustaka masih kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat pengguna, artinya pemilihan koleksi judul bahan pustaka kurang relevan dan sesuai dengan profil desa serta karakteristik masyarakatnya. Bantuan bahan pustaka yang diberikan memiliki keseragaman judul dan jenis pada desa/kelurahan yang dibantukan pada tahun berkenaan. Aparat kecamatan, desa dan kelurahan belum diberikan porsi dan dilibatkan untuk menyampaikan masukan serta usulan kebutuhan bahan bacaan sesuai dengan potensi desa/kelurahan yang ada di wilayahnya. Hal ini berdampak terhadap efektivitas pemanfaatan bahan pustaka yang dibantukan. Selain itu kelancaran input program bahan pustaka dipengaruhi pula pada kurangnya dukungan input tersebut, tergambar dari kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur perpustakaan di Kabupaten Pontianak. SDM pengelola perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak belum memiliki kemampuan dan pengalaman dalam mengelola perpustakaan dengan baik, demikian juga dengan infrastruktur gedung perpustakaan desa masih belum memadai, rata-rata belum memiliki gedung perpustakaan, ruangan perpustakaan masih menyatu dengan kantor desa/kelurahan, selain itu fasilitas rak penyimpanan buku juga masih sederhana. b. Proses pelaksanaan program bantuan bahan pustaka di perpustakaan desa/kelurahan Kabupaten Pontianak kurang berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan proses penyaluran bantuan kurang terkoordinasi dengan baik, perpustakaan desa/kelurahan yang merupakan target program tidak dipersiapkan terlebih dahulu melalui sosialisasi lebih awal tentang tujuan, teknis penyaluran dan upaya upaya pemanfaatan bahan pustaka tersebut, sehingga banyak terdapat buku-buku yang disalurkan, tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pengelola perpustakaan desa/kelurahan. c. Output program bantuan bahan pustaka belum dapat memberikan manfaat yang signifikan dalam rangka menarik minat baca dan berkunjung masyarakat desa ke perpustakaan. Tidak maksimalnya output program tersebut tidak terlepas dari input dan proses program yang kurang memadai, sehingga program hanya sebatas pemberian bantuan bahan pustaka, tanpa adanya peningkatan kesadaran minat baca dan minat berkunjung masyarakat ke perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Pontianak. 2. Saran a. Input Program bantuan bahan pustaka yakni jenis dan judul bahan bacaan yang seragam untuk semua desa/kelurahan penerima bantuan menyebabkan kurangnya daya tarik terhadap pengguna perpustakaan desa/kelurahan. Oleh karena itu disarankan kepada Badan Perpustakaan dan Kantor Perpustakaan selaku penanggung jawab program, sebaiknya sebelum dilaksanakannya program bantuan,
17 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
hendaknya sudah mempersiapkan data valid tentang kebutuhan buku, yang dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang melibatkan aparat pemerintah terkait dan tokoh masyarakat. Dilakukan survey pendahuluan mengenai kajian kebutuhan buku pada semua desa/kelurahan di wilayah Kabupaten Pontianak, baik data penerima bantuan dan calon penerima bantuan yang direkomendasikan untuk tahun berikutnya. Survey kajian kebutuhan buku hendaknya memperhatikan profil dan potensi desa/kelurahan setempat. Dengan pemilihan jenis buku yang tepat sesuai karakteristik masyarakatnya, maka efektivitas pemanfaatn bahan pustaka tentunya akan lebih baik. Hal lain yang perlu dilakukan adalah dilakukannya pembenahan terlebih dahulu terhadap faktor yang berpengaruh terhadap input program, artinya sumber daya manusia pengelola perpustakaan desa/kelurahan, dimana Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Pontianak sesuai dengan fungsinya memberikan pelatihan dan sosialiasi terhadap manajemen pengelolaan /tehnis penyelenggaraan perpustakaan desa/kelurahan. Selain itu, infrastruktur perpustakaan juga perlu dibenahi, sekurang-kurangnya penyediaan ruangan perpustakaan, meja dan kursi baca, rak penataan buku, serta kelengkapan administrasi untuk sirkulasi pelayanan perpustakaan. Tidak hanya itu, mengenai bantuan bahan pustaka, sebaiknya pengelola perpustakaan juga dilibatkan untuk menentukan buku-buku apa saja yang diperlukan oleh masyarakat sesuai dengan lingkungannya, seperti untuk desa-desa yang berada dipesisir, maka perlu diusulkan buku-buku yang berhubungan dengan kelautan dan perikanan. b. Dalam proses pelaksanaan bantuan yang terkesan kurang terkomunikasikan dengan baik, dan kurang melalui prosedur yang seharusnya antara perpustakaan provinsi, Kantor Perpustakaan Desa / Kelurahan, dan Aparat Kecamatan serta Aparat Pemerintah Desa/Kelurahan, maka dapat ditempuh dengan melaksanakan rapat tehnis dalam rangka koordinasi penyiapan data nama desa/kelurahan yang benarbenar siap dari segi persyaratan penerima bantuan. Persyaratan dimaksud dikomunikasikan secara jelas kepada aparat kecamatan, desa/kelurahan dan pengelola perpustakaan yang ditunjuk. Persyaratan meliputi komitmen desa/kelurahan untuk pembentukan dan pengembangan perpustakaan desa/kelurahan, sarana yang memadai, pendanaan dan upaya sosialisasi program secara aktif untuk mendorong minat baca masyarakat dalam hal pemanfaatan bantuan. Perlunya pembuatan MOU /perjanjian dengan penerima bantuan, apabila dalam jangka waktu tertentu belum terlihat adanya kesungguhan dalam pemanfaatn bantuan, maka bantuan tersebut dipindahkan ke desa/kelurahan lainnya yang memerlukan dan lebih memiliki komitmen terhadap pengembangan perpustakaannya,. Selain itu perlu pendampingan kepada pengelola perpustakaan desa agar dapat mengelola bantuan dengan baik dan sesuai standar nasional pengelolaan perpustakaan desa/kelurahan, termasuk juga memberikan petunjuk untuk membangun komunikasi, sosialisasi dan upaya-upaya promosi, antara perpustakaan desa dan masyarakat setempat, agar masyarakat mau berkunjung ke perpustakaan. Hal ini dapat dilakukan dalam kegiatan pembinaan dan monitoring evaluasi kantor perpustakaan yang memiliki kewenangan tersebut. c. Untuk mencapai output program sesuai yang dengan tujuan yang diharapkan, dimana bahan pustaka yang dibantukan dapat memberikan nilai manfaat kepada masyarakat desa/kelurahan, maka Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Pontianak dan pengelola perpustakaan desa/kelurahan, perlu melakukan pembenahan di internal manajemen perpustakaan desa, dan meningkatkan
18 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
sosialisasi kepada masyarakat desa agar menyadari pentingnya bahan pustaka (buku) dalam meningkatkan pengetahuan, serta untuk meningkatkan kunjungan masyarakat ke perpustakaan Pembenahan manajemen internal perpustakaan dilakukan terhadap aspek SDM, infrastruktur, manajemen pelayanan dan pendanaan kepada perpustakaan desa. Sementara dari aspek eksternal, masyarakat desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbangdes), perlu mengusulkan pembangunan perpustakaan desa yang representative, selain itu peran elit desa untuk menghimbau dan memberi kesadaran kepada warganya untuk berkunjung ke perpustakaan desa harus dilakukan, dengan tujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar memanfaatkan perpustakaan untuk meningkatkan minat membaca.
DAFTAR REFERENSI Buku : Agustino, Leo. 2006 Politik & Kebijakan Publik. Cetakan ke-1 Bandung: AIPI dengan Puslit KP2W Lembaga Penelitian Unpad. Cahyani, Ati. 2004. Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Grasindo Dunn, William.N.2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, cetakan ke-5 Yogyakarta: Gajah Mada University Press Bridgman,P and G. Davis, 2000, Australian Policy Handbook, (diterjemahkan oleh Achmad Fawaid ; Analisis Kebijakan Publik : Konsep, teori dan aplikasinya, Semarang:Universitas Diponegoro Gaffar, Afan. 1998. Publik Policy : State Of The Disipline, Models, and Proces. Yogyakarta: Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada. Islamy, M. Irfan, 2001. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara Mustopadidjaya, A.R. 2005. Perkembangan Penerapan Studi Kebijakan. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Santoso, Panji 2008. Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance. Cetakan Pertama. Bandung: Refika Aditama. Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2003. Evaluasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Balairung. Wibawa, Samodra, dkk 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Raja Grafindo Persada Wahab, Abdul, Solihin. 1997. Analisis Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara Harrison,K.C. 1963. The Library and The Community. London: Andre Deutsch Sulistyo, Basuki. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Murniati, 2013, Strategi Pengembangan Perpustakaan Desa/Kelurahan di Indonesia, Makalah Perpustakaan: Univ Sumatera Utara Sutarno, 2006, Perpustakaan dan Masyarakat, Jakarta: Sagung Seto ----------, 2008, Membina Perpustakaan Desa, Jakarta: Sagung Seto
19 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014
Ummi Kalsum, 2011, Peran Perpustakaan Desa meningkatkan ekonomi masyarakat, posting on line diakses tanggal 4 Juni 2014 Irhamni, S.Hum, Kajian Perpustakaan Desa di Indonesia, Posting on line diakses tanggal 14 Mei 2014 Dokumen Pemerintah : Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. 2007. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentan Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. 2007 Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Peraturan pelaksanaan Undangundang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. 2014. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, 2007, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Standar Nasional Perpustakaan (SNP) Perpustakaan Desa/Kelurahan , 2013, Perpustakaan Nasional (PERPUSNAS) Republik Indonesia. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Perpustakaan Desa/Kelurahan, 2001, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 1984 tentang Perpustakaan Desa/Kelurahan, 1984, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Surat Edaran Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Penyampaian laporan pengelolaan urusan wajib bidang perpustakaan, 2010, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Surat Edaran Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Alokasi dana Desa bagi pengembangan Perpustakaan Desa di Seluruh Indonesia, 2011, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Peraturan Daerah Kabupaten Pontianak Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Pontianak. 2010. Pemerintah Kabupaten Pontianak. Peraturan Bupati Pontianak Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tugas dan Fungsi Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Pontianak. 2010. Pemerintah Kabupaten Pontianak. Peraturan Bupati Pontianak Nomor 62 Tahun 2011 tentang Uraian Tugas Organisasi Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Pontianak, 2011.Pemerintah Kabupaten Pontianak.
20 Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2014