KELEMBAGAAN PATRON-KLIEN DALAM MASYARAKAT NELAYAN DI CILAUTEUREUN PAMEUNGPEUK KABUPATEN GARUT
MOH. HARIYANTO AL AYUBI
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kelembagaan Patron-Klien dalam Masyarakat Nelayan di Cilauteureun Pameungpeuk Kabupaten Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2017 Moh. Hariyanto Al-Ayubi NIM C44120014
ABSTRAK MOH. HARIYANTO AL AYUBI. Kelembagaan Patron-Klien dalam Masyarakat Nelayan di Cilauteureun Pameungpeuk Kabupaten Garut. Dibimbing oleh AKHMAD SHOLIHIN dan DINIAH. Pola hubungan patron-klien dalam masyarakat nelayan di Cilauteureun dapat dilihat dari keterikatan nelayan buruh kepada nelayan pemilik, mulai dari biaya operasional melaut sampai biaya untuk kebutuhan sehari-hari. Praktek bagi hasil pada nelayan di Cilauteureun terjadi berdasarkan adat istiadat atau sudah terjadi secara turun temurun dan belum menggunakan perjanjian tertulis antara nelayan buruh dengan nelayan pemilik. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi hubungan patron-klien dan sistem bagi hasil perikanan tangkap yang terjadi di daerah tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan responden yang ditentukan dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hubungan nelayan yang terjadi di masyarakat nelayan Cilauteureun dapat digolongkan ke dalam hubungan yang bersifat resiprositas umum. Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh nelayan di Cilauteureun yaitu bagi hasil 40% untuk nelayan pemilik dan 60% untuk nelayan buruh. Sistem bagi hasil ini sudah sesuai dengan pembagian yang terdapat dalam UU Nomor 16 Tahun 1964. Kata kunci: bagi hasil, hubungan nelayan, Parton-klien
ABSTRACT MOH. HARIYANTO AL AYUBI. Institutional Patron-Client in Fishermen Society in Cilauteureun Pameungpeuk Garut. Supervised by AKHMAD SHOLIHIN and DINIAH. Patron-client system in Cilauteureun is shown from the fishermen workes relation with fishermen owner, from operating cost until thes daily needs. Fishermen profit sharing in Cilauteureun based on costums or had occured from generation hereditary and has not required written agreement between fishermen workers with fishermen owner. The purpose of this study are to analyze of patron-client relations and fisheries profit sharing system in Cilauteureun. The method that used in this study was a case study with respondents determined by purposive sampling technique. Based on result, fishermen relationship in Cilauteureun was classified into generalized reciprocity relationship. A system of the profit sharing that applied by fishermen in Cilauteureun was 40% for fishermen owner and 60% for cultivator fishermen. The profit sharing system had been in line with the UU Nomor 16 Tahun 1964. Keywords: profit sharing, the fishermen of relationship, patron-client
KELEMBAGAAN PATRON-KLIEN DALAM MASYARAKAT NELAYAN DI CILAUTEUREUN PAMEUNGPEUK KABUPATEN GARUT
MOH. HARIYANTO AL AYUBI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ’ala atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam tugas akhir ini adalah Kelembagaan Patron-Klien dalam Masyarakat Pesisir di Cilauteureun Pameungpeuk Kabupaten Garut. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulis dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada 1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah membantu dalam biaya selama melakukan studi di Institut Pertanian Bogor melalui Beasiswa Bidik Misi 2. Bapak Abdurahman dan Ibu Buati terimakasih atas kasih sayang, pengertian, kesabaran, teladan, doa, saran, bantuan, dan dukungan selama penelitian ini 3. Akhmad Solihin, S Pi MH dan Dr Ir Diniah, M Si selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan nasihat yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. 4. Bapak Ade Slamet selaku pengelola Pelabuhan Perikanana Pantai Cilauteureun, staf Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Jawa Barat Balai Pelabuhan Perikanan Pantai Wilayah Selatan yang telah bersedia membantu dalam proses pengumpulan data 5. Seluruh keluarga PSP 49 atas bantuan, dukungan, dan doanya 6. Semua keluarga (B22 Squad) atas dukungannya 7. Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2017 Moh. Hariyanto Al-Ayubi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian METODE Waktu dan Lokasi Metode Penelitian Analisis Data Keadaan Umum Daerah Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Teknis Analisis Kelembagaan Sistem Bagi Hasil Pendapatan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
iv iv iv 1 1 2 3 3 3 3 4 4 5 8 8 8 12 14 17 17 17 17 19 25
DAFTAR TABEL 1 Musim penangkapan ikan 2 Sistem bagi hasil 3 Pendapatan
8 14 16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Peta lokasi penelitian di PPP Cilauteureun Garut Alat tangkap jaring insang Alat tangkap jaring sirang Alat tangkap pancing layur Perahu motor tempel
3 9 10 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 Komposisi hasil tangkapan 2 Biaya operasional 3 Perhitungan Penerimaan 4 Kantor pelabuhan 4 Motor tempel 15 PK 5 Motor tempel 40 PK
19 19 20 22 22 22
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Secara letak geografis desa Cilautureun berada di daearah pesisir, yang berhadapan langsung dengan samudera Hindia. Hasil pemanfaatan sumberdaya laut adalah sumber pendapatan utama masayarakat nelayan Cilauteureun, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kecamatan pameungpeuk memiliki potensi perikanan laut sebesar 19.432 per tahun berdasarkan data dari Badan Pembangunan Daerah Garut (Bapeda Kabupaten Garur 2014). Potensi desa Cilauteureun yang besar dalam bidang perikanan, seharusnya mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan perikanan. Faktanya, sampai saat ini kehidupan masyarakat nelayan masih kesulitan untuk melepaskan diri dari permasalahan kemiskinan. Secara umum keterbatasan masyarakat nelayan dalam penguasaan teknologi, pasar dan modal menjadi faktor penyebab sampai saat ini masyarakat nelayan masih kesulitan untuk melepaskan diri dari permasalahan kemiskinan. Keterbatasan tersebut menyebabkan terjadinya kelembagaan patron-klien yang sangat kuat pada masyarakat nelayan (Kusnadi dalam Ferawati 2015). Hubungan patron klien sebagai suatu keadaan khusus dari persekutuan dyadic (dua orang) yang melibatkan sebagian besar persahabatan, sementara seorang atau kelompok yang berstatus sosial ekonomi lebih tinggi berperan sebagai patron, menggunakan pengaruh, dan penghasilannya untuk memberikan perlindungan dan kebaikan kepada seseorang atau kelompok yang memiliki status sosial ekonomi lebih rendah (Scot dalam Suprihatin 2002). Ketergantungan yang cukup tinggi dan belum adanya perjanjian secara tertulis antara nelayan buruh dan nelayan pemilik yang ada di Cilauteureun bisa jadi merupakan faktor penyebab nelayan buruh tidak memiliki kekuatan dalam menentukan sistem bagi hasil perikanannya. Kelembagaan patron-klien merupakan masalah yang menarik dan sangat penting untuk dipelajari dan diteliti, terutama tentang bagi hasil. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan suatu penelitian untuk mengkaji kelembagaan patron-klien yang berlaku dalam masyarakat nelayan di Cilauteureun dan melakukan perbaikan yang berkeadilan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga dapat memayungi kepentingan masyarakat nelayan. Penelitian patron-klien sangat perlu dilakukan di Cilauteureun.
Penelitian Terdahulu Penelitian atau kajian terhadap patron-klien bukan merupakan sesuatu yang baru dilakukan, sudah banyak penelitian-penelitian yang dilakukan berkaitan dengan patron-klien, diantaranya yang pernah dilakukan oleh Herdian (2003) mengemukakan hubungan patron-klien antara juragan dengan anak buah berlangsung sejak dahulu dan bertahan secara turun temurun. Hubungan kerjasama ini diikat oleh pinjaman uang, sejenis uang kontrak. Ikatan ini terjadi hanya berdasarkan kesepakatan informal yang dilandasi perasaan saling percaya
2 dan kejujuran. Hefni (2009) mengemukakan hubungan patron-klien (Patron-client relationship) merupakan salah satu bentuk hubungan pertukaran khusus antara dua pihak yang memang masing-masing merasa perlu mempunyai sekutu, antara mereka yang memiliki status kekayaan dan kekuatan yang lebih tinggi (superior) dengan mereka yang memiliki status kekayaan lebih rendah (inferior). Hakim (2005) mengemukakan pemberian hak-hak khusus dari patron kepada klien hanya berlaku bagi mereka yang berstatus sebagai orang kepercayaan. Penelitian yang pernah dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Cilauteureun diantaranya dilakukan oleh Isvie (2007) mengemukakan unit penangkapan ikan pelagis yang dominan di Cileuteureun adalah gillnet multifilament, mini purse seine dan pancing tonda. Kapal/perahu yang digunakan nelayan Cilauteureun dominan terbuat dari fibreglas yang berkatir dan menggunakan motor tempel. Jenis teknologi ikan yang digunakan masih bersifat tradisional. Jayanti (2009) mengemukakan penggunaan alat tangkap dan keahlian nelayan Cilauteureun dalam mengkombinasikan beberapa alat tangkap ikan merupakan salah satu strategi pola usaha dari proses dinamis perikanan tangkap dalam meningkatkan pendapatan, dan sebagai upaya untuk menutupi biaya operasi penangkapan ikan di laut. Aryadi (2007) mengemukakan secara umum faktor penyebab ikan tidak memenuhi standar perusahaan adalah pelaku (nelayan, pedagang, dan distributor), sarana penanganan, proses distribusi, serta sarana dan prasarana distribusi.
Perumusan Masalah Tingginya tingkat ketergantungan nelayan buruh atau klient terhadap nelayan pemilik atau patron menjadi penyebab nelayan buruh atau klient tidak dapat melepaskan diri dari jeratan hutang. Berdasarkan permasalahan terkait kelembagaan patron-klien dalam masyarakat nelayan pesisir di Cilauteureun Garut, timbul pertanyaan berikut: 1) Bagaimana aspek teknis dari tiga alat penangkapan ikan yang dominan di Cilauteureun? 2) Bagaimana hubungan patron-klien yang terjadi dalam masyarakat nelayan di Cilauteureun? 3) Bagaimana sistem bagi hasil yang terjadi antara nelayan pemilik dengan nelayan buruh di Cilauteureun?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk: 1. Mendiskripsikan tentang aspek teknis dari 3 alat tangkap dominan yang digunakan di Cilauteureun 2. Mengetahui pola hubungan patron-klien nelayan di PPP Cilauteureun 3. Mengetahui praktek sistem bagi hasil antara nelayan pemilik dengan nelayan buruh di Cilauteureun
3
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1. Bagi nelayan, sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan sistem bagi hasil yang berkeadilan 2. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan bagi hasil
METODE Waktu dan Lokasi Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2016. Lokasi penelitian di Cilauteureun Pameungpeuk Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama studi literatur dan pengajuan proposal penelitian. Tahap kedua melakukan pengambilan data di lapangan dan tahap ketiga melakukan pengolahan data yang telah diambil di lapangan. Peta Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.
Lokasi Penelitian
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
4 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan studi kasus. Studi kasus adalah kajian yang rinci atas suatu latar atau peristiwa (Idrus 2009). Aspek yang diteliti yaitu pola hubungan patron-klien dan sistem bagi hasil berdasarkan jenis alat penangkapan ikan yang digunakan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode Triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng 2004). Murti (2006) menyatakan bahwa tujuan umum dilakukan triangulasi adalah untuk meningkatkan kekuatan teoritis, metodologis, maupun interpretatif dari sebuah riset. Pengumpulan data triangulasi melibatkan observasi, wawancara dan dokumentasi (Nasution 2003). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui observasi di lapangan, serta melakukan pengisian kuisioner dan wawancara langsung terhadap nelayan pemilik dan nelayan buruh. Data primer yang dikumpulkan adalah pola hubungan patron-klien, sistem bagi hasil, jumlah hasil tangkapan, harga ikan dan biaya operasional, seperti solar, air tawar, es, ransum dan oli. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi jumlah alat tangkap dan jumlah armada penangkapan ikan yang diperoleh dari data statistik perikanan dari Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut, serta studi pustaka sebagai pelengkap dan penunjang. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan purposive sampling, yaitu responden dipilih berdasarkan tujuan penelitian. Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan struktur penelitian, dimana pengambilan sampel dengan mengambil sample orangorang yang dipilih oleh penulis menurut ciri-ciri spesifik dan karakteristik tertentu (Djarwanto 1998). Penggunaan purposive sampling pada penelitian ini dikarenakan kesamaan yang ada di tempat penelitian, mulai dari cara melaut, alat tangkap dan kapal yang digunakan di Ciliuteureun. Responden terdiri dari nelayan pemilik dan nelayan buruh dengan alat tangkap berbeda. Jumlah responden yang diambil sebanyak 35 orang, meliputi nelayan dari tiga alat tangkap dominan yang digunakan di Cilauteureun, yaitu nelayan jaring insang sebanyak 10 responden, nelayan jaring sirang sebanyak 10 responden, nelayan pancing layur sebanyak 10 responden dan 5 responden nelayan pemilik dari alat tangkap tersebut.
Analisis Data Teknik Analisis teknis dari suatu usaha penangkapan ikan yang perlu diperhatikan adalah jenis alat tangkap dan ukurannya, jenis perahu/kapal, termasuk tenaga penggerak yang digunakan, inboard engine atau outboard engine, kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan, metode penangkapan ikan, lama trip, jumlah trip, penanganan hasil tangkapan selama operasi, daerah dan waktu penangkapan ikan, serta kualifikasi penangkapan dari unit yang diusahakan (Monintja et al. 1986). Analisis teknis dari suatu unit penangkapan ikan merupakan hal sangat penting untuk dipelajari. Pada penelitian ini ingin mengetahui kontsruksi dan cara kerja dari suatu unit alat penangkapan ikan mulai dari proses setting sampai
5 hauling yang ada di Cilauteureun. Adapun aspek yang dilihat adalah sebagai berikut: 1. Ukuran alat penangkapan ikan 2. Metode penangkapan ikan, mulai dari persiapan sampai pada proses settinghauling 3. Ukuran kapal yang digunakan 4. Lama trip dari unit penangkapan ikan 5. Jenis dan jumlah hasil tangkapan 6. Daerah dan musim penangkapan ikan 7. Alat bantu penangkapan ikan, jika ada 8. Tenaga kerja beserta pembagian tugas di atas kapal. Pola hubungan patron-klien Analisis hubungan patron-klien yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis pola hubungan patron-klien bertujuan untuk mengetahui aturan main dan sistem kerjasama yang terjadi antara nelayan pemilik atau patron dan nelayan buruh atau klient di Cilauteureun. Dalam pembahasan pola hubungan patron-klien yang paling central adalah permasalahan aturan atau kelembagaan yang ada dalam msayarakat nelayan. Diniah (2008) mengemukakan bahwa banyak lembaga yang mendukung kegiatan perikanan tangkap. Lembaga tersebut dapat dikelompokkan menjadi kelembagaan formal dan non formal. Ciri-ciri lembaga sosial bersifat formal adalah terbentuk atas campur tangan pihak luar (pemerintah), ada dasar hukum untuk membentuk lembaga secara legal, pengurus dipilih atas pertimbangan kebutuhan dan masa kepengurusan yang jelas, struktur bersifat formal dan mudah dipengaruhi oleh pihak luar (Sugiyanto 2002). Ciri-ciri lembaga yang bersifat non formal adalah terbentuk atas kehendak masyarakat yang bersangkutan, manajemennya lemah, dinamika aktivitas tidak teratur, terbentuk atas norma dan nilai yang dikembangkan atas dasar trust, pengurus dipilih lembaga bersifat monoton, dan menolak campur tangan pihak luar. Sugiyanto (2002) mengemukakan bahwa ada tiga metode pendekatan yang dapat dimanfaatkan untuk mempelajari atau mengkaji dalam menelusuri keberadaan lembaga-lembaga sosial yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Ketiga pendekatan tersebut adalah: 1. Pendekatan historis Mengkaji keberadaan lembaga ditelusuri melalui sejarah lainnya lembaga sosial dan perkembangan suatu lembaga sosial. 2. Pendekatan komparatif Pendekatan komparatif adalah suatu pendekatan yang bersifat membandingkan dan menelaah suatu lembaga tertentu dalam masyarakat yang berlainan tempatnya dan dalam berbagai lapisan sosial. 3. Pendekatan hubungan Pendekatan ini lebih menekankan pada hubungan fungsional, artinya suatu lembaga tidak mungkin hidup sendiri tanpa ada hubungan kait-mengait antara lembaga satu dengan lembaga lainnya, sehingga dalam analisis ini tidak menutup kemungkinan memadukan analisis komparatif dan analisis historis.
6 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum PPP Cilauteureun Pameungpeuk Garut Kecamatan Pameungpeuk mempunyai luas wilayah sekitar 4.175,90 km², terletak pada 107º40’ – 107º45’ BT dan 7º33’ – 7º39’ LS dengan batas–batas wilayah pada bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Cisompet, bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Cibalong, bagian selatan berbatasan dengan Samudera Hindia dan bagian barat berbatasan dengan Cikelet. Daerah pameungpeuk memiliki pelabuhan perikanan pantai yang bernama PPP Cilauteureun Pameungpeuk Garut, merupakan PPP satu-satunya yang berada di pantai Jawa Barat. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Cilauteureun mampu menjadi tempat berlabuh bagi kapal dengan jangkauan berlayar di perairan dalam, perairan kepulauan, laut teritorial, hingga wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan kekuatan 10 – 30 GT. Kapasitas tampung kapalnya sampai dengan 300 GT atau setara dengan 30 buah kapal berukuran 10 GT. Panjang dermaga untuk PPP antara 100 – 150 meter dengan kedalaman 2 meter (Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Garut 2011). Fasilitas pokok yang ada di PPP Cilauteureun sudah cukup memadai. Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar yang diperlukan oleh suatu pelabuhan perikanan. Adapun yang termasuk fasilitas pokok yang terdapat di PPP Cilauteureun antara lain: 1 Pelabuhan PPP Cilauteureun berukuran 2,5 hektar, seluruh pengelolaannya diserahkan kepada pihak pengelola pelabuhan. Areal pelabuhan digunakan untuk kepentingan umum seperti lahan untuk industri perikanan seluas 3.753 m2, tempat parkir, dan kantor pelabuhan. Sebagian besar areal pelabuhan ini digunakan untuk berdagang dan tempat penginapan bagi para wisatawan. 2 Penahan gelombang (break water), merupakan suatu struktur yang khusus dibangun untuk melindungi pantai atau daerah pelabuhan perikanan dari hempasan gelombang. Break water di PPP Cilauteureun berjumlah satu buah dengan panjang 200 𝑚2 yang terbentuk dari material bebatuan. Break water yang ada di PPP Cilauteureun ini dalam keadaan rusak sebagai imbas dari kejadian tsunami yang melanda Pantai Selatan Jawa pada bulan Juli 2006, sehingga dibutuhkan perbaikan kembali. 3 Dermaga, adalah suatu struktur yang dibangun untuk tempat bongkar muat hasil tangkapan ikan dan perbekalan melaut. Dermaga di PPP Cilauteureun tergolong dermaga tipe Quay, yaitu bentuk dermaga yang terletak sejajar dengan garis pantai. Dermaga sepanjang 40 meter dengan jarak dari TPI sekitar 50 meter ini masih berfungsi dengan baik. 4 Kolam pelabuhan, alur pelayaran dan mulut pelabuhan adalah fasilitas yang diperlukan dalam pelayaran untuk memberikan kemudahan dan keamanan bagi kapal di dalam pelayarannya, serta untuk berlabuh/bersandar kapal. 5 Kolam Pelabuhan di PPP Cilauteureun ada dua, yaitu kolam pelabuhan di muara sungai Cilauteureun dengan luas 100 𝑚2 berkapasitas tambat labuh 25 kapal motor tempel berukuran 1 – 2 GT per hari. Pendangkalan di muara Cilauteureun menyebabkan permukaan air laut menjadi surut, sehingga pengangkutan hasil tangkapan pun harus menggunakan kapal kecil atau perahu tanpa motor.
7 6 Reveatment, berfungsi sebagai penahan pasir agar tidak jatuh ke kolam pelabuhan. Reveatment di PPP Cilauteureun mempunyai panjang 247 𝑚2 yang saat ini masih dalam keadaan rusak akibat tsunami tahun 2006. 7 Jalan, berfungsi sebagai akses masuk maupun keluar dari wilayah PPP Cilauteureun. Selain fasilitas pokok, fasilitas fungsional juga sangat dibutuhkan untuk perkembangan suatu pelabuhan. Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang berfungsi meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok dengan cara memberikan pelayanan yang diperlukan di suatu Pelabuhan Perikanan. Fasilitas fungsional di PPP Cilauteureun adalah: 1 Gedung pelelangan ikan, memiliki peran dalam penyortiran, pelelangan, dan pengepakan serta administrasi. Luas gedung TPI di PPP Cilauteureun yaitu 160 𝑚2 . Gedung ini belum dimanfaatkan dengan baik sebagaimana fungsinya untuk menjalankan aktivitas pelelangan, penyortiran, dan pengepakan, tetapi hanya digunakan untuk proses penimbangan. 2 Kantor pelabuhan, luas kantor UPTD pelabuhan yaitu 54 𝑚2 dengan fasilitas yang tersedia yaitu mesin tik. Kondisi fasilitas yang ada masih perlu banyak pembenahan, sehingga diharapkan aktivitas pemerintahan dapat berjalan dengan lancar. 5 Mandi Cuci Kakus (MCK), luas bangunan 9 𝑚2 dengan kondisi tidak terawat mengakibatkan pemanfaatannya tidak optimal sebagaimana fungsinya. 3 Bengkel, memiliki luas gedung 87 𝑚2 yang menyediakan kebutuhan kapal nelayan serta tempat perbaikan kapal dan mesin kapal yang rusak. Letak bengkel yang cukup jauh dari pelabuhan, yaitu sekitar 2 km menyebabkan nelayan harus mengeluarkan ongkos lebih untuk memperbaiki bagian kapalnya. 4 Instalasi listrik, aliran listrik yang terdapat di Cilauteureun berasal dari PLN setempat dan keberadaannya sangat membantu kegiatan operasional di PPP Cilauteureun, terutama untuk penerangan kompleks dan gedung. Perikanan Tangkap di PPP Cilauteureun Pameungpeuk Garut Menurut Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah Jawa Barat (Bappeda Jawa Barat 2014), PPP Cilauteureun ini memiliki potensi perikanan laut sebesar 19.436 ton per tahun. Jenis hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Cilauteureun didominasi oleh ikan tongkol, layur, kerapu, kakap, dan udang. Alat penangkapan ikan yang digunakan dalam proses perikanan tangkap didominasi oleh alat tangkap pancing berjumlah 968 unit. Alat tangkap lainnya sebanyak 628 unit, yaitu jaring insang, jaring sirang, payang dan mini purse seine. Penentuan daerah penangkapan ikan oleh nelayan di PPP Cilauteureun dipengaruhi oleh keberadaan ikan yang menjadi sasaran utama, serta musim penangkapan ikan yang ada di daerah tersebut. Penentuan daerah penangkapan ikan hanya mengandalkan pengalaman serta informasi dari mulut ke mulut antar nelayan, tanpa menggunakan alat bantu seperti GPS atau fishfinder. Menurut Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan (DISNAKKANLA 2009) Kabupaten Garut, pada tahun 2009 PPP Cilauteureun memiliki komposisi nelayan terbanyak 42% dari total nelayan di Kabupaten Garut. Sisanya sebanyak 58% nelayan tersebar di pelabuhan Cijeruk, Cimarimuara, dan Rancabuaya.
8 1. Daerah dan musim penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan atau fishing ground nelayan jaring insang, jaring sirang dan pancing layur tidak terlalu jauh dari fishing base. Daerah penangkapan ikan masih berada di perairan Pameungpeuk, yaitu di perairan Cilauteureun, Cimari, Cipalebuh, Cipasarang dan Sancang. Kedalaman perairan yang menjadi daerah penangkapan ikan berkisar antara 45 – 60 m. Hal ini dikarenakan perahu motor tempel yang digunakan tidak memungkinkan bagi nelayan untuk beroperasi terlalu jauh dari pelabuhan. Musim penangkapan ikan merupakan faktor utama dalam menentukan jumlah hasil tangkapan. Musim penangkapan ikan di PPP Cilauteureun dibagi kedalam tiga musim, yaitu musim panen, musim sedang dan musim paceklik. Musim panen terjadi pada bulan April–Juli untuk nelayan jaring insang, November-Agustus untuk nelayan jaring sirang dan pancing layur. Musim sedang terjadi pada bulan Agustus–November untuk nelayan jaring insang, April–Juli untuk nelayan jaring sirang dan pancing layur. Musim paceklik terjadi pada bulan Desember–Maret untuk nelayan jaring insang, jaring sirang dan pancing layur. Secara detail musim penangkapan ikan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Musim penangkapan ikan NO.
Alat Tangkap
1
Jaring Insang
2
Jaring Sirang
3
Pancing Layur
Musim panen April-Juli AgustusNovember AgustusNovember
sedang AgustusNovember April-Juli April-Juli
Sumber: Diolah dari wawancara 2016
paceklik DesemberMaret DesemberMaret DesemberMaret
lama trip (Hari)
Frekuensi trip/bulan
1
20-25
1
20-25
1
20-25
9 HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknik Alat Penangkapan ikan dan Pengoperasiannya Alat tangkap yang digunakan di PPP Cilauteureun sepanjang tahun pada setiap musim penangkapan ikan adalah jaring insang, jaring sirang dan pancing layur. Ketiga alat penangkapan ikan tersebut memiliki karakteristik, kontruksi dan cara pengoprasian yang berbeda. 1. Jaring Insang (surface drift gillnet) Alat tangkap jaring insang yang ada di PPP Cilauteureun termasuk ke dalam kelompok surface drift gillnet. Konstruksi jaring insang terdiri atas pelampung tanda, pelampung, pemberat utama, tali ris atas, tali ris bawah, pemberat dan badan jaring. Panjang tali selambar berkisar antara 15 - 20 m, yang menghubungkan antara badan jaring ke kapal dan badan jaring ke pelampung tanda. Jaring insang memiliki panjang badan per piece di bagian atas 39 – 54 m dan di bagian bawah 35 – 50 m, lebar 15 – 20 m, serta ukuran mata jaring 4 – 5 inci. Bahan jaring yang digunakan yaitu PA monofilament. Pemberat utama menggunakan batu atau semen, sedangkan pelampung tanda menggunakan bahan plastik. Pelampung utama dari bahan PVC. Hal ini sama dengan yang dikemukakan Isvie (2007) dalam hasil penelitian yang dilakukan di Cilauteureun. Secara detail jaring insang disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Alat tangkap jaring insang Pengoperasian alat tangkap jaring insang dilakukan pada malam hari secara pasif di lapisan permukaan perairan. Metode pengoperasian jaring insang dibagi dalam tiga tahapan, yaitu penurunan jaring atau setting, perendaman atau drifting dan penarikan jaring atau hauling. Proses setting dilakukan dengan menurunkan pelampung tanda dan pemberat utama, selanjutnya dilakukan penurunan badan jaring (setting). Proses drifting dilakukan setelah semua jaring diturunkan, kemudian tali selambar yang terhubung dengan tali ris atas diikatkan pada bagian haluan kapal dan mesin dimatikan. Proses drifting dilakukan selama 3 jam. Proses hauling atau penarikan jaring dilakukan dengan menaikkan badan jaring dan
10 pemberat utama terlebih dahalu dan terakhir menganngkat pelampung tanda. Proses setting-hauling dilakukan 2 sampai 3 kali untuk setiap fishing ground. Sasaran tangkap dari alat tangkap jaring insang adalah ikan yang berada di lapisan permukaan perairan atau ikan pelagis. Hasil tangkapan dari alat tangkap jaring insang yaitu, tongkol (Euthynnus sp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus sp), tuna (Thunnus albacore), kuwe (Caranx sp), gulamah (Pseudocienna sp) dan layang (Decapterus sp). Hasil tangkapan ikan rata-rata dalam satu kali trip mencapai 80,6 kg. Fishing ground dari alat tangkap jaring insang, yaitu di sekitar pesisir Cilauteureun, Cimari, Cipalebuh, Cipasang dan Sancang. Kedalaman perairan di fishing ground mencapai 100 m. 2. Jaring Sirang (coral reef gillnet) Alat tangkap jaring sirang atau jaring blo’on dimiliki hampir 80% oleh nelayan di PPP Cilauteureun. Jaring sirang yang ada di Cilauteureun termasuk ke dalam kelompok coral reef gillnet. Konstruksi alat tangkap jaring sirang terdiri atas pelampung tanda, pemberat utama, pelampung, tali ris atas, tali ris bawah, pemberat dan badan jaring. Panjang tali selambar berkisar antara 30 – 35 m, yang menghubungkan badan jaring kepada pelampung tanda. Jaring sirang memiliki panjang badan di bagian atas 37 – 39 m dan di bagian bawah 33 – 34,5 m, lebar 1,5 – 2 m, serta ukuran mata jaring 3,5 – 5 inci. Bahan jaring yang digunakan yaitu PA monofilament, serta pemberat utama menggunakan batu atau semen, sedangkan untuk pelampung tanda menggunakan bahan plastik. Pelampung utama dari bahan PVC. Secara detail alat tangkap jaring sirang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Alat tangkap jaring sirang Pengoperasian alat tangkap jaring sirang dilakukan pada siang dan malam hari secara pasif di dasar perairan. Nelayan berangkat dari pelabuhan menuju fishing ground pada jam 05.00 WIB. Metode pengoperasian jaring sirang dibagi dalam tiga tahapan, yaitu penurunan jaring atau setting, waktu menunggu atau soaking time dan penarikan jaring atau hauling. Proses setting dilakukan dengan menurunkan pelampung tanda dan pemberat utama, selanjutnya dilakukan
11 penurunan badan jaring (setting). Selanjutnya yaitu proses soaking time kurang lebih selama 11 sampai 12 jam. Proses hauling dilakukan pada sore hari, namun tidak jarang dilakukan keesokan harinya. Proses hauling harus dilakukan dengan hati-hati, karena pengoperasian alat tangkap jaring sirang dilakukan di dasar perairan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari jaring rusak atau putus. Sasaran tangkap jaring sirang adalah ikan yang berada pada perairan karang. Hasil tangkapan dari alat tangkap jaring sirang, yaitu lobster (Panulirus sp) dan layur (Trichiurus sp). Hasil tangkapan ikan rata-rata dalam satu kali trip mencapai 89,6 kg. Fishing ground dari alat tangkap jaring insang, yaitu di sekitar pesisir Cilauteureun, Cimari, Cipalebuh, Cipasang dan Sancang. Kedalaman perairan di fishing ground mencapai 80 m. 3. Pancing Layur (Rawai) Alat tangkap pancing layur yang digunakan di PPP Cilauteureun dioperasikan pada waktu siang dan malam hari. Konstruksi pancing layur terdiri atas penggulung tali yang terbuat dari bahan plastik, tali utama dari bahan PA monofilament No.80, tali cabang dari bahan PA monofilament No. 70 dan mata pancing menggunakan kail No.8. Pemberat menggunakan bahan semen dengan berat 0,5 kg. Secara detail pancing layur disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Alat tangkap pancing layur
12 Nelayan rawai di Cilauteureun dalam satu kali trip umumnya membawa 2 – 4 set pancing, dengan satu set pancing berjumlah hingga ±100 buah mata pancing. Ukuran mata pancing yang digunakan bergantung pada sasaran ikan yang akan ditangkap. Proses setting dilakukan dengan menurunkan pemberat terlebih dahulu. Selanjutnya proses soaking time dilakukan 1 – 2 jam. Sasaran tangkap pancing layur adalah ikan layur, yang merupakan komoditas utama di PPP Cilauteureun. Hasil tangkapan lain dari alat tangkap pancing layur yaitu, layur (Trichiurus sp) dan cumi-cumi (Loligo sp). Hasil tangkapan ikan rata-rata dalam satu kali trip mencapai 73 kg. Fishing ground dari alat tangkap jaring insang, yaitu di sekitar pesisir Cilauteureun, Cimari, Cipalebuh, Cipasang dan Sancang. Kedalaman perairan pancing layur dioperasikan berkisar antara 100 - 110 m.
Kapal Penangkapan Ikan Kapal penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan jaring insang, jaring sirang dan pancing layur di PPP Cilauteureun sama. Kapal yang digunakan adalah Perahu motor tempel yang terbuat dari bahan kayu. Panjang kapal 9 – 12 m, tinggi 0,8 – 1,2 m dan lebar 1 – 2,6 m dengan tenaga penggerak motor tempel berkekuatan 15 – 40 PK. Secara detail perahu motor tempel disajikan pada Gambar 5
Gambar 5 Perahu motor tempel Pola hubungan patron-klien Setiap daerah memiliki karakteristik sosial yang berbeda-beda bergantung pada kelembagaan yang diterapkan dalam daerah tersebut. Kelembagaan yang ada di Cilauteureun berdasarkan kesepakatan bersama, diuraikan berikut ini. 1). Sistem kerjasama Sistem kerjasama yang terjadi antara nelayan pemilik atau patron dengan nelayan penggarap atau klien di Cilauteureun masih berdasarkan adat dan masih belum menggunakan perjanjian secara tertulis. Aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan antara nelayan pemilik dengan nelayan penggarap. Kesepakatankesepakatan yang dibuat sebagai berikut: a. Penjualan hasil tangkapan Modal melaut atau biaya operasional yang diberikan oleh nelayan pemilik kepada nelayan penggarap mengharuskan nelayan penggarap menjual hasil
13 tangkapannya kepada nelayan pemilik. Nelayan buruh yang menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak yang bukan pemberi modal atau tengkulak lain, maka hubungan kerjasama antara nelayan pemilik dengan nelayan penggarap akan diputus. Nelayan penggarap yang sudah putus hubungan kerjasamanya dengan nelayan pemilik diharuskan membayar hutang yang sudah dipinjam dan semua pembiayaan permodalan selama bekerjasama dengan nelayan pemilik. b. Ganti rugi Kecelakaan pada saat melaut tidak jarang terjadi pada nelayan penggarap. Kecelakaan yang terjadi biasanya disebabkan oleh faktor alam, seperti kapal yang hilang terbawa arus dan kapal yang rusak karena dihantam gelombang. Kecelakaan yang disebabkan oleh alam selain mengakibatkan kapal rusak dan hilang juga tidak jarang sampai mengakibatkan kematian nelayan. Hal ini lah yang memunculkan adanya kesepakatan ganti rugi antara nelayan penggarap dengan nelayan pemilik. Ganti rugi yang disepakati antara lain adalah kapal hilang dan kerusakan kapal. Ganti rugi kapal yang hilang ditanggung oleh nelayan penggarap. Nelayan penggarap diharuskan membayar setengah dari harga kapal, dan dibayar pada saat musim panen secara bertahap. Ganti rugi kerusakan kapal ditanggung oleh nelayan penggarap. Nelayan penggarap membayar setengah dari biaya perbaikan kapal. c. Musim paceklik Pada saat musim paceklik hasil tangkapan ikan yang didapatkan oleh nelayan penggarap sangat sedikit. Hal ini perlu adanya kesepakatan antara nelayan penggarap dengan nelayan pemilik terkait hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang ikan yang kurang dari 10 kg, maka antara nelayan penggarap dengan nelayan pemilik tidak ada bagi hasil. Hasil tangkapan ikan diserahkan semua kepada nelayan penggarap. Nelayan penggarap hanya dikenakan hutang biaya operasional yang diharuskan membayar pada saat musim panen. d. Pinjaman uang Nelayan pemilik memberikan akses peminjaman uang kepada nelayan penggarap. Nelayan penggarap melakukan pinjaman uang kepada nelayan pemilik ketika ada keperluan yang tidak terduga, seperti hajatan, nikahan, dan kematian dari pihak nelayan penggarap. Kecelakaan yang terjadi pada nelayan penggarap yang mengakibatkan kematian saat melaut, maka semua biaya pemakaman ditanggung oleh nelayan pemilik dan juga kelauarga dari nelayan penggarap mendapatkan uang kompensasi dari nelayan pemilik sebagai bentuk empati. 2). Sistem aturan hari pantang melaut Sistem aturan yang ada di PPP Cilauteureun berdasarkan kesepakatan bersama dan telah terjadi secara turun temurun, yaitu kesepakatan hari pantang melaut, sebagai berikut: a. Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha Kesepakatan tidak melaut pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha berlangsung selama tiga hari, dimulai dari terbenamnya matahari pada hari terakhir puasa sampai dengan 3 hari setelah sholat ied. Larangan melaut pada Hari Raya Idul Fitri dan idul adha bertujuan memberikan kesempatan pada masyarakat nelayan untuk bersilaturahmi dan merayakan kemenangan setelah berpuasa
14 sebulan penuh di Bulan Ramadhan dan merayakan hari qurban di Bulan Zulhijah. b. Hari Jumat Kesepakatan tidak melaut pada hari jumat dimulai dari pukul 06.00 sampai dengan pukul 13.00. Larangan melaut pada hari Jumat dipengaruhi oleh ajaran Islam, yang bertujuan agar masyarakat nelayan melakukan ibadah Shalat Jumat maupun berzikir. c. Perayaan hari Proklamasi 17 Agustus Kesepakatan tidak melaut pada hari Proklamasi 17 Agustus dimulai dari dari terbitnya matahari sampai pulul 12.00. Larangan melaut pada hari Proklamasi bertujuan untuk memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia dan menghormati para pahlawan yang telah berjuamg untuk merebut kemerdekaan. d. Apabila ada warga yang meninggal Tidak melaut ketika ada salah satu warga yang meninggal bukan merupakan suatu larangan yang mengikat, tetapi sebagai bentuk solidaritas terhadap orang yang meninggal dan keluarga yang ditinggalkan. Nelayan melaut kembali setelah acara pemakaman selesai. Pantangan melaut di PPP Cilauteureun merupakan kesepakatan para nelayan yang tidak terikat. Kesepakatan tersebut hanya untuk menghormati hari-hari besar keagamaan maupun kenegaraan, dan juga sebagai bentuk solidaritas. Nelayan yang tetap melakukan operasi penangkapan ikan pada hari-hari yang sudah disepakati, tidak akan mendapat hukuman ataupun sanksi. Praktek bagi hasil perikanan tangkap Perjanjian bagi hasil perikanan menurut pasal (1) huruf a, Undang-undang No. 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan, merupakan perjanjian yang dilakukan dalam usaha penangkapan ikan antara nelayan, pemilik, dan penggarap tambak, menurut perjanjian masing-masing menerima bagian dari hasil dan usaha tersebut menurut pertimbangan yang telah disetujui sebelumnya. Jika suatu usaha perikanan diselenggarakan atas dasar perjanjian bagi-hasil, maka dari hasil usaha itu kepada pihak nelayan penggarap paling sedikit harus diberikan bagian sebagai berikut (Undang-undang No. 16 Tahun 1964 pasal 3 ayat 1): a. jika dipergunakan perahu layar: minimum 75% dari hasil bersih b. jika dipergunakan kapal motor: minimum 40% dari hasil bersih Sistem bagi hasil yang terjadi pada masyarakat nelayan di PPP Cilauteureun masih berdasarkan kebiasaan turun temurun. Pelaksanaan bagi hasil yang terjadi masih secara tradisional dan belum menggunakan perjanjian secara tertulis antara nelayan pemilik dengan nelayan penggarap. Secara detail sistem bagi hasil disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Sistem bagi hasil NO
Uraian
Jumlah (Orang)
Gillnet
Sirang
Pancing Layur
1
Pemilik : Penggarap
–
40%:60%
40%:60%
40%:60%
2
Nelayan Pemilik
1
40%
40%
40%
3
Juru Mesin
1
30%
30%
30%
4
ABK
2
30%
30%
30%
Sumber: Diolah dari wawancara 2016
15 Praktek sistem bagi hasil pada nelayan jaring insang, jaring sirang dan pancing layur di PPP Cilauteureun relatif homogen. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran kapal, alat tangkap, dan jumlah ABK yang homogen. Pembagian hasil adalah sebagai berikut, 40% untuk nelayan pemilik dan 60% untuk nelayan penggarap setelah dikurangi biaya operasional melaut. Dari 60% yang diterima oleh ABK akan dibagi kembali berdasarkan pembagian kerja di atas kapal. 1. Juru Mesin Bagian yang diterima oleh juru mesin sebesar 30%, lebih banyak dari bagian yang diterima oleh ABK. Hal ini dikarenakan tugas yang diterima oleh juru mesin lebih berat. Juru mesin harus mengoperasikan kapal mulai dari berangkat sampai kembali lagi ke pelabuhan. 2. Anak Buah Kapal (ABK) ABK adalah orang yang bertugas mengoperasikan alat tangkap di fishing ground yang berjumlah 2 orang pada tiap-tiap kapal. Bagian yang diterima oleh ABK sebesar 30% di bagi 2, masing-masing ABK mendapatkan 15%. 3. Juru Batu Juru batu adalah orang yang bertugas membereskan kapal dan alat tangkap setelah datang dari melaut, mulai dari membereskan jaring yang terlilit, menguras air yang masuk ke kapal dan mengangkut hasil tangkapan ke darat. Bagian yang diterima oleh juru batu sebesar 1% dari juru mesin dan 1% dari masing-masing ABK. Sistem bagi hasil yang terjadi di PPP Cilauteureun memang sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang bagi hasil, yaitu 40% untuk nelayan pemilik dan 60% untuk nelayan penggarap. Pengaplikasian sistem bagi hasil berdasarkan Undang-Undang di PPP Cilauteureun belum bisa mensejahterakan masyarakat nelayan secara menyeluruh, terutama untuk nelayan penggarap pada saat musim sedang dan musim paceklik. Hal ini dikarenakan tingkat pengetahuan nelayan dalam memajaman keuangan yang masih rendah dan pendapatan yang diterima oleh nelayan penggarap pada saat musim paceklik masih rendah. Ada tiga jenis resiprositas yang ada dalam masyarakat, yaitu resiprositas umum (generalized resiprocity), resiprositas sabanding (balanced resiprocity), resiprositas negativ ( negative resiprocity) (Sairin 2002). Menurut sairin (2002), uaraian jenis resiprositas tersebut sebagai berikut: 1. Resiprositas umum (generalized resiprocity) Individu atau kelompok yang memberikan barang atau jasa kepada individu atau kelompok lain tanpa menentukan batas waktu pengembalian. Tidak ada hukum-hukum yang ketat untuk mengontrol seseorang untuk memberi atau mengembalikan, hanya moral saja yang mengontrol dan mendorong pribadipribadi untuk menerima resiprositas umum sebagai kebenaran dan tidak boleh dilanggar. 2. Resiprositas sebanding (balanced reciprocity) Resiprositas ini menghendaki barang atau jasa yang dipertukarkan mempunyai nilai sebanding, disertai pula kapan pertukaran itu berlangsung kapan memberikan, kapan menerima, dan kapan mengembalikan. Dalam pertukaran ini masing-masing pihak membutuhkan barang atau jasa dari patnernya, namun tidak menghendaki untuk memberikan nilai lebih dibandingkan dengan yang
16 akan diterima. Kondisi ini menunjukkan para pelaku sebagai unit-unit sosial yang otonom. 3. Resiprositas negatif (negative reciprocity) Prinsip kekeluargaan dan ketidaksetiakawanan merupakan bukti bahwa resiprositas lebih manusiawi daripada pertukaran pasar. Wajah resiprositas yang manusiawi itu, dilain pihak sering dipakai para politisi untuk memobilisasi sumber daya dalam masyarakat. Ambil contoh pemikiran tentang koprasi, suatu usaha dan gotong-royong di Indonesia, diilhami dari prinsipprinsip resiprositas yang menekankan kebersamaan daripada persaingan bebas dan individualisme. Hubungan patron-klien yang terjadi pada masyarakat nelayan di Cilauteureun dapat digolongkan ke dalam hubungan yang bersifat resiprositas umum, dimana antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap saling memberi dan menerima tanpa ada yang merasa dirugikan. Dalton (dalam Pribhadi 2011) menjelaskan bahwa resiprositas merupakan pola pertukaran sosial ekonomi, yang mana dalam pertukaran tersebut, individu memberikan dan menerima pemberian barang atau jasa karena kewajiban sosial. Hal ini perlu adanya kegiatan khusus dari pemerintah maupun para nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan pada musim paceklik. Kegiatan tersebut bisa berupa koperasi simpan pinjam uang. Pendapatan Pendapatan yang diperoleh nelayan pemilik dan nelayan pengggarap di PPP Cilauteureun berbeda-beda untuk tiap musim penangkapan ikan, yaitu musim panen, musim sedang, dan musim paceklik. Namun, biaya variabel yang dikeluarkan untuk setiap musimnya tidak berubah. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengurangan lama trip dan jauh fishing ground yang ditempuh. Pendapatan yang diperoleh nelayan jaring insang, jaring sirang, dan pancing layur berbeda-beda, bergantung pada peranan yang didapat oleh nelayan dalam operasi penangkapan ikan. Pendapatan dari hasil tangkapan ikan dibagi kepada nelayan pemilik dan nelayan penggarap sesuai dengan sistem bagi hasil yang sudah disepakati. Pendapatan nelayan penggarap dibagi lagi sesuai jumlah ABK yang ikut dalam operasi penangkapan ikan. Jumlah nelayan penggarap pada nelayan jaring insang, jaring sirang, dan pancing layur di PPP Cilauteureun biasanya terdiri dari 3 orang, yaitu: satu orang berperan sebagai juru mesin dan yang lain berperan untuk mengoperasikan alat tangkap. Selain nelayan pemilik dan nelayan penggarap, juru batu mendapat bagian dari pendapatan hasil tangkapan, yaitu 1% dari hasil yang diperoleh dari bagian juru mesin dan ABK. Tugas juru batu merupakan sambilan tambahan, sehingga juru batu tidak dibahas. Pendapatan nelayan jaring insang, jaring sirang, dan pancing layur berbeda pada setiap musim penangkapan ikan. Pendapatan dari nelayan jaring sirang memiliki tingkat fluktuasi yang lebih rendah pada setiap musim penangkapan ikan jika dibandingkan dengan pendapatan nelayan jaring insang dan pancing layur, yaitu, musim panen sebesar Rp 2.359.000, musim sedang Rp 1.634.000, dan musim paceklik Rp 864.000. Pendapatan nelayan pancing layur memiliki tingkat fluktuasi yang sangat tinggi pada setiap musim penangkapan ikan dibandingkan dengan pendapatan nelayan jaring sirang yaitu, musim panen sebesar Rp 2.568.500, musim sedang Rp 765.500, dan musim paceklik Rp 208.500. Fluktuasi pendapatan nelayan jaring insang tidak jauh berbeda dengan fluktuasi pendapatan
17 nelayan pancing layur yang cukup signifikan pada setiap musim penangkapan ikan. Pendapatan nelayan jaring insang pada setiap musim penangkapan sebagai berikut, musim panen sebesar Rp 1.196.000, musim sedang Rp 660.000, dan musim paceklik Rp 256.000. Secara detail pendapatan nelayan jaring insang, jaring sirang dan pancing layur disajikan pada Tabel 3 dan lampiran 2, 3 dan 4. Tabel 3 Pendapatan nelayan berdasarkan alat tangkap NO
Pendapatan/Trip Musim Panen
(Orang)
1 2
P. Total P. Nelayan Pemilik
1
3
P. Juru Mesin
4
P. ABK Musim Sedang
1 2
P. Total P. Nelayan Pemilik
3
Persentas e 100
Jaring insang
Jaring Sirang
Pancing Layur
1.196.000
2.359.000
2.568.500
40
478.400
943.600
1.027.400
1
30
358.800
707.700
770.550
2
15
179.400
353.850
385.275
100
660.000
1.634.000
765.500
1
40
264.000
653.600
306.200
P. Juru Mesin
1
30
198.000
490.200
229.650
4
P. ABK Musim Paceklik
2
15
99.000
245.100
114.825
1
100
256.000
864.000
208.500
2
P. Total P. Nelayan Pemilik
1
40
102.400
345.600
83.400
3
P. Juru Mesin
1
30
76.800
259.200
62.550
4
P. ABK 2 Pendapatan/bulan Musim Panen
15
38.400
129.600
31.275
1
P. Juru mesin
1
30
10.699.200
12.304.800
13.093.20 0
2
P. ABK Musim Sedang
2
15
5.349.600
6.152.400
6.546.600
1
P. Juru mesin
1
30
3.808.800
7.444.800
4.269.600
2
P. ABK Musim Paceklik
2
15
1.904.400
3.722.400
2.134.800
1
P. Juru mesin
1
30
1.368.000
5.068.800
853.200
2
P. ABK
2
15
684.000
2.534.400
426.600
Sumber: Diolah dari wawancara 2016 Upah Minimum Kabupaten (UMK) Garut pada tahun 2016 sebesar Rp 1.421.625 berdasarkan keputusan Gubernur Jawa Barat (Kepgub Jawa Barat 2014). Pendapatan per bulan nelayan buruh dan pemilik jaring insang, jaring sirang dan pancing layur berada di atas UMK pada musim panen dan sedang. Pada saat musim paceklik hanya pendapatan jaring sirang yang berada di atas UMK. Pendapatan ketiga alat tangkap yang sudah berada di atas UMK pada saat musim panen dan sedang belum mampu menyelesaikan permasalahan kemiskinan masyarakat nelayan Cilauteureun. Rendahnya pengetahuan dalam manajemen
18 keuangan menjadi faktor penyebab masyarakat nelayan sampai saat ini masih kesulitan untuk melepaskan diri dari jeratan hutang yang tidak pernah putus antara nelayan buruh dan nelayan pemilik. Kegiatan simpan uang pada saat musim panen merupakan alternatif yang sangat efektif. Peran pemerintah akan sangat diperlukan dalam memfasilitasi dan menghimbau kepada masyarakat nelayan untuk berjalannya simpan uang pada saat musim panen, yang nantinya akan digunakan pada saat musim paceklik. Perlu adanya mata pencaharian alternatif untuk juru batu, seperti bertani dan menjadi pengantar pariwisata penangkapan ikan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Alat tangkap dominan yang digunakan di Cilauteureun terdiri dari 3 jenis alat tangkap yaitu, jaring insang, jaring sirang dan pancing layur. Kapal yang digunakan meruapakan perahu motor tempel yang berukuran 15 – 40 pk. 2. Hubungan patron-klien yang terjadi pada masyarakat nelayan di PPP Cilauteureun dapat digolongkan ke dalam hubungan yang bersifat resiprositas, yaitu antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap saling memberi dan menerima tanpa ada yang merasa dirugikan 3. Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh nelayan di PPP Cilauteureun masih berdasarkan adat dan belum ada perjanjian secara tertulis. Pembagian persentase hasil masyarakat nelayan Cilauteureun relatif homogen pada unit penangkapan jaring insang, jaring sirang dan pancing layur yaitu 40% nelayan pemilik dan 60% nelayan penggarap. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis menyarankan: 1. Para nelayan dapat menabung sebagian penghasilannya di koperasi pada saat musim panen dan musim sedang, agar dapat dimanfaatkan pada saat musim paceklik. 2. Perlu adanya mata pencaharian alternatif untuk nelayan buruh pada saat musim sedang dan paceklik, menjadi petani dan pengantar parawisata perikanan tangkap. 3. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang evaluasi pendapatan nelayan jika menjadi pengantar kegiatan perikanan tangkap.
19 DAFTAR PUSTAKA Aryadi O. 2007. Pengendalian Kualitas Ikan Distribusi Hasil Tangkapan di PPP Cilauteureun Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Garut. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BAPPEDA] Badan Pembanguan Daerah Kabupaten Garut. 2014. Pembangunan Daerah. 2014. Garut (ID): Badan Pembanguan Daerah Kabupaten Garut. [BAPPEDA] Badan Pembanguan Daerah Kabupaten Jawa Barat. 2014. Pembangunan Daerah. 2014. Bandung (ID): Badan Pembanguan Daerah Jawa Barat. [DISNAKKANLA] Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelauatan Kabupaten Garut. 2015. Statistik Perikanan Tangkap 2015. Garut (ID): Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Garut. [DISNAKKANLA] Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelauatan Kabupaten Garut. 2015. Statistik Perikanan Tangkap 2015. Garut (ID): Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Garut. Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Djarwanto. 1998. Statistik Sosial Ekonomi. Yogyakarta (ID): Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. Hakim A. 2005. Krisis Ekonomi dan Hubungan Patron-Klien. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Hefni M. 2009. Patron-Client Relationship Pada Masyarakat Madura. Pamekasan (ID): Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan Herdian D. 2003. Karakteristik Sosial Ekonomi dan Pola Hubungan Patron-Klien Masyarakat Nelayan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Idrus M. 2009. Metode Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif Dan Kuantitatif Edisi kedua. Yogyakarta (ID): Erlangga. Isvie P. 2007. Teknologi Pilihan Untuk Pemanfaatan Ikan Pelagis di Wilayah Perairan Cilauteureun, Kecamatan Pameungpeuk. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jayanti DP. 2009. Pola Usaha Perikanan Tangkap di Cilauteureun Kabupaten Garut, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [KEPGUB] Keputusan Gubernur Jawa Barat. 2014. Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Jawa Barat Tahun 2015. Bandung (ID): KEPGUB [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Perikanan Tangkap 2010. Jakarta (ID): KKP. Murti B. 2006. Desain Dan Ukuran Sampel Penelitian Kuantitatif Dan Kualititatif di Bidang Kesehatan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta (ID): UGM Press. Muhartono R. 2004. Alterntif Bagi Hasil Nelayan Gillnet di Muara Baru, Jakarta Utara. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Moloeng. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung (ID). Rosda Monintja DR, BP Pasaribu, I Jaya. 1986. Manajemen Penangkapan Ikan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Nasution. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung (ID). Tarsito Pribhadi. 2011. Resiprositas dalam Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan. [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang
20 Sugiyanto, Y. 2002. Lembaga Sosial. Jogjakarta (ID): Global Pustaka Utama. Suprihatin. 2002. Hubungan Patron Klien Pedagang "Nasi Kucing" di kota Yogyakarta. [Jurnal] Humaniora. Vol. 7, No. I (April 2002): 147-16.J Undang-undang No.16. 1964. Bagi Hasil Perikanan. Jakarta (ID): Undang-undang
21
LAMPIRAN Lampiran 1 Komposisi hasil tangkapan a. Komposisi hasil tangkapan jaring insang NO
Jenis Ikan
Panen (kg)
Sedang (kg)
Paceklik (kg)
1
Tongkol
56
28
18
2
Tenggiri
10
6
2
3
Cakalang
17
12
3
4
Kuwe
15
11
9
5
Layang
30
15
10
128
72
42
Jumlah
b. Komposisi hasil tangkapan jaring insang NO
Jenis Ikan
Panen (kg)
Sedang (kg)
Paceklik (kg)
1
Lobster
30
20
16
2
layur
80
60
48
3
Kuwe
9
4
2
119
84
66
Jumlah
c. Komposisi hasil tangkapan pancing layur NO
Jenis Ikan
Panen (kg)
Sedang (kg)
Paceklik (kg)
1
layur
110
40
30
2
cumi-cumi
20
13
6
130
53
36
Jumlah
Lampiran 2 Biaya operasional a. jaring insang dan jaring sirang Bahan
(Rp)
Rokok & makanan
200.000
Solar
240.000
Garam Es total
8.000 18.000 466.000
b. pancing layur Bahan
(Rp)
Rokok & makanan
200.000
Solar
240.000
Garam
8.000
Es
18.000
Umpan Total/
15.500 481.500
22 c. harga ikan pada setiap penangkapan ikan NO 1 2 3 4 5 6 7 8
harga ikan Tongkol Tenggiri Cakalang Kuwe Layang Lobster Layur Cumi-cumi
Panen sedang paceklik 11.000 12.000 12.000 30.000 35.000 40.000 13.000 15.000 17.000 15.000 20.000 25.000 10.000 12.000 15.000 23.000 26.000 26.000 25.000 25.000 18.000 15.000 19.000 25.000
Lampiran 3 Perhitungan Penerimaan a. N0
Jenis Ikan
1 2 3 4 5 Total
Tongkol Tenggiri Cakalang Kuwe Layang
N0
Jenis Ikan
1 2 3 4 5 Total
Tongkol Tenggiri Cakalang Kuwe Layang
N0
Jenis Ikan
1 2 3 4 5 Total
Tongkol Tenggiri Cakalang Kuwe Layang
N0
Jenis Ikan
1 2 3 Total
Tongkol Tenggiri Cakalang
Musim Panen HT (kg) X Harga Ikan 56 x 11.000 10 x 30.000 17 x 13.000 15 x 15.000 30 x 10.000
Musim Sedang HT (kg) X Harga Ikan 28 x 12.000 6 x 35.000 12 x 15.000 11 x 20.000 15 x 12.000
Musim Paceklik HT (kg) X Harga Ikan 18 x 12.000 2 x 40.000 3 x 17.000 9 x 20.000 10 x 15.000
Jumlah 616.000 300.000 221.000 225.000 300.000 1.662.000 Jumlah 336.000 210.000 180.000 220.000 180.000 1.126.000 Jumlah 216.000 80.000 51.000 225.000 150.000 722.000
b. Jaring Sirang Musim Panen HT (kg) X Harga Ikan 30 x 23.000 80 x 25.000 9 x 15.000
Jumlah
690.000 2.000.000 135.000 2.825.000
23 N0
Jenis Ikan
1 2 3 Total
Tongkol Tenggiri Cakalang
N0
Jenis Ikan
1 2 3 Total c. Pancing Layur N0
Tongkol Tenggiri Cakalang
Jenis Ikan
1 2 Total
Tongkol Tenggiri
N0
Jenis Ikan
1 2 Total
Tongkol Tenggiri
N0
Jenis Ikan
1 2 Total
Layur Cumi-cumi
Musim Sedang HT (kg) X Harga Ikan 20 x 26.000 60 x 25.000 4 x 20.000
Jumlah
Musim Paceklik HT (kg) X Harga Ikan 16 x 26.000 48 x 18.000 2 x 25.000
Jumlah
Musim Panen HT (kg) X Harga Ikan 110 x 25.000 20 x 15.000
Musim Sedang HT (kg) X Harga Ikan 40 x 12.000 13 x 19.000
Musim Paceklik HT (kg) X Harga Ikan 30 x 12.000 6 x 25.000
520.000 1.500.000 80.000 2.100.000
416.000 864.000 50.000 1.330.000
Jumlah 2.750.000 300.000 3.050.000 Jumlah 1.000.000 247.000 124.700 Jumlah 540.000 150.000 690.000
Lampiran 4 Perhitungan Pendapatan a. Jaring Insang No
musim
Penerimaan - Produksi
Hasil
1
Panen
1.662.000 - 466.000
1.196.000
2
Sedang
1.126.000 - 466.000
660.000
3
Paceklik
722.000 - 466.000
256.000
b. Jaring Sirang No
musim
Penerimaan - Produksi
Hasil
1
Panen
2.825.000 - 466.000
2.359.000
2
Sedang
2.100.000 - 466.000
1.634.000
3
Paceklik
1.330.000 - 466.000
864.000
c. Pancing Layur No
musim
Penerimaan - Produksi
Hasil
1
Panen
3.050.000 - 481.500
2.568.500
2
Sedang
1.247..000 - 481.500
765.500
3
Paceklik
690.000 - 481.500
208.500
24 Lampiran 3 Kantor pelabuhan
Lampiran 4 Motor tempel 15 pk
Lampiran 5 Motor tempel 40 pk
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Probolinggo tanggal 27 Juni 1994. Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak Abdurrahman dan ibu Buati. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 1999 penulis masuk sekolah Taman Kanak-kanak (TK) Gondosuli 02. Masuk Sekolah Dasar Negeri Gondosuli 02 dan lulus pada tahun 2006. Masuk pada Sekolah Menegah Pertama Negeri 1 Pakuniran pada tahun 2006. Madrasah Aliah Zainul Hasan (MA ZAHA 1) Genggong menjadi tempat pendidikan penulis sejak 2009. Tahun 2012 penulis lulus dari MA ZAHA 1 Genggong dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) Undangan dan diterima di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi menjadi staf Kewirusahaan HIMAFARIN dan staf Syiar Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FKM-C) IPB. Tugas akhir dalam pendidikan perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Kelembagaan Patron-Klien dalam Masyarakat Nelayan di Cilauteureun Pameungpeuk Kabupaten Garut”.
