KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN ASING INVASIF DI KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR
MARWA PRINANDO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
SUMMARY MARWA PRINANDO. E34070087. Diversity of Invasive Alien Plants Species at Campus of IPB Darmaga, Bogor. Under supervision of AGUS HIKMAT and ERVIZAL A.M. ZUHUD. Campus of IPB Darmaga has an area about 256, 97 ha. This area has diversity of vegetation cover included both of homogenous and mixed vegetation which is used as an experimental garden and also green open spaces. Existing vegetation at campus are partly derived from species introductions. Sometimes, introductions of this species can disturb the plant‟s ecology that exists at this campus, especially invasive plants. By reason of that, it is necessary to do an research about species of invasive alien plants for identification species composition and spatial distribution patterns of invasive alien plants at campus of IPB Darmaga. This research was conducted on January to February 2011 at ten units of locations. They are Fahutan Arboretum, Tropical Forest Arboretum, Lanskap Arboretum, Forest beside Al-Hurriyyah Mosque, Cikabayan Forest, Rubber Stand in front of Rusunawa and C4 Silva Dormitory, Teak Stand at Sengked, Pine Stand at Cangkurawok, and Sengon Stand at Rektorat. Data collecting was done by vegetation analysis using double plots method with 2 m x 2 m as the size, the distances between plots is about 5 m. There were 25 plots for each unit locations. The identification of these invasive alien plants species used Webber‟s field guide book (2003) and ISSG (2005). The results of vegetation analysis found that the numbers of species which can be identified are 153 species from 60 families. Pine Stand at Cangkurawok has the highest species composition with 56 species from 33 families. On the contrary, Rubber Stand in front of C4 Silva Dormitory has the lowest species composition with 26 species from 19 families. Campus of IPB Darmaga has eleven species which classified as invasive alien species from nine families, namely; Ageratum conyzoides L. (Asteraceae), Chromolaena odorata (L.) King & H.E.Robins (Asteraceae), Clidemia hirta G. Don. (Melastomataceae), Elaeis guineensis Jacq. (Arecaceae), Lantana camara L. (Verbenaceae), Mikania micrantha H.B.K (Asteraceae), Mimosa pudica Duchass & Walp. (Fabaceae) Piper aduncum L. (Piperaceae), Rubus moluccanus L. (Rosaceae), Spathodea campanulata Beauv. (Bignoniaceae), and Swietenia macrophylla King. (Meliaceae). Meanwhile, the spatial distribution patterns of all these species were clumped. Keywords: Diversity, Introduction, Invasive alien species, Vegetation analysis.
RINGKASAN MARWA PRINANDO. E34070087. Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Kampus IPB Darmaga, Bogor. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan ERVIZAL A.M. ZUHUD Kampus IPB Darmaga dengan luas sekitar 256,97 ha memiliki tutupan vegetasi yang beragam, baik itu vegetasi homogen maupun campuran yang digunakan sebagai kebun percobaan dan ruang terbuka hijau. Vegetasi yang ada di kampus ini sebagian berasal dari spesies introduksi. Introduksi spesies ini adakalanya dapat mengganggu ekologi tumbuhan yang ada di kampus ini, terutama tumbuhan yang bersifat invasif. Sehubungan dengan itu, maka perlu dilakukan penelitian mengenai spesies tumbuhan asing invasif untuk mengidentifikasi komposisi spesies dan pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari–Februari 2011 di sepuluh unit lokasi, yaitu Arboretum Fahutan, Arboretum Hutan Tropika, Arboretum Lanskap, Hutan di samping Masjid Al-Hurriyyah, Hutan Cikabayan, Tegakan Karet di depan Rusunawa dan Asrama C4 Silva, Tegakan Jati Sengked, Tegakan Pinus Cangkurawok, dan Tegakan Sengon Rektorat. Pengambilan data dilakukan dengan analisis vegetasi menggunakan metode petak ganda ukuran 2 m x 2 m, jarak antar petak 5 m, dan sebanyak 25 petak contoh untuk setiap unit lokasi. Identifikasi spesies tumbuhan asing invasif menggunakan buku panduan lapang Webber (2003) dan ISSG (2005). Jumlah spesies hasil analisis vegetasi yang dapat diidentifikasi sebanyak 153 spesies dari 60 famili. Tegakan Pinus Cangurawok memiliki komposisi spesies tumbuhan tertinggi, yakni 56 spesies dari 33 famili, sementara Tegakan Karet di depan Asrama C4 Silva memiliki komposisi spesies terendah, yakni 26 spesies dari 19 famili. Spesies tumbuhan yang tergolong spesies asing invasif di Kampus IPB Darmaga berjumlah sebelas spesies dari sembilan famili yaitu; Ageratum conyzoides L. (Asteraceae), Chromolaena odorata (L.) King & H.E.Robins (Asteraceae), Clidemia hirta G. Don. (Melastomataceae), Elaeis guineensis Jacq. (Arecaceae), Lantana camara L. (Verbenaceae), Mikania micrantha H.B.K (Asteraceae), Mimosa pudica Duchass & Walp. (Fabaceae) Piper aduncum L. (Piperaceae), Rubus moluccanus L. (Rosaceae), Spathodea campanulata Beauv. (Bignoniaceae), dan Swietenia macrophylla King. (Meliaceae). Sementara itu, pola penyebaran seluruh spesies tersebut adalah mengelompok. Kata kunci : Keanekaragaman, Introduksi, Spesies asing invasif, Analisis vegetasi.
KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN ASING INVASIF DI KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR
MARWA PRINANDO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Kampus IPB Darmaga, Bogor” adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai Karya Ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Marwa Prinando NIM E34070087
Judul Skripsi
: Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif Di Kampus IPB Darmaga, Bogor
Nama
: Marwa Prinando
NIM
: E34070087
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 19620918 198903 1 002
Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS NIP 19590618 198503 1 003
Mengetahui: Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sungai Galuh, 25 Maret 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Fitriadi dan Halimah Tussa‟diah. Pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu pendidikan Sekolah Dasar di SDN 017 Bangun Jaya, lulus pada tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 22 Tebo, lulus pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 2 Tebo, lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis mendapat Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Pemerintah Provinsi Jambi untuk melanjutkan studi S1 di Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di berbagai kepanitian dan organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai Ketua Dewan Presidium Himakova (2008), Wakil Direktur LS Bina Desa BEM KM IPB (2008), Ketua Divisi Keagamaan Himpunan Mahasiswa Jambi-Bogor (2009), Ketua Departemen Kajian Strategis dan Advokasi BEM Fakultas Kehutanan (2010), dan anggota Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM “Tarsius”) Himakova (2008-2011). Prestasi yang pernah penulis dapatkan selama kuliah diantarnya; Juara III LKT Komunitas Adat Terpencil Tingkat Nasional (2007), Dibiayai Dikti dalam PKM-Penelitian (2009), Juara I Lomba Essay se-Bogor Raya (2010), Penghargaan Dikti untuk PKM-Artikel Ilmiah dan PKM-Gagasan Tertulis (2010), dan Mahasiswa Berprestasi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (2010). Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di CA. Leuweng Sancang-TWA. Papandayan, Jawa Barat (2009), Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2010). Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur (2011). Untuk
memperoleh
gelar
Sarjana
Kehutanan
di
IPB,
penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul “Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Kampus IPB Darmaga, Bogor” di bawah bimbingan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F dan Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Kampus IPB Darmaga, Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Skripsi ini diharapkan memberikan informasi mengenai spesies tumbuhan asing
invasif yang ada di Kampus IPB Darmaga, sehingga dapat
dijadikan pertimbangan dalam upaya-upaya pengelolaan, pengembangan dan perlindungan spesies tumbuhan di kampus IPB Darmaga, serta dapat dianalogikan di tempat lainnya, terutama di kawasan konservasi di Indonesia. Akhir kata, Tiada gading yang tak retak, begitu juga dengan skripsi ini yang masih menyimpan kekurangan-kekurangan. Harapannya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan dunia kehutanan pada khususnya. Amin.
Bogor, Juni 2011
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F, selaku dosen pembimbing pertama dan Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS., selaku dosen pembimbing kedua, yang telah memberikan arahan, motivasi dan bimbingan selama penelitian serta penyusunan dan penulisan skripsi 2. Eva Rachmawati, S.Hut., M.Si, selaku ketua sidang dan Ir. Iwan Hilwan, MS., selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur pada sidang komprehensif penulis 3. Semua Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan dan mengajarkan banyak ilmu kepada penulis 4. Ayahanda Fitriadi, Ibunda Halimah Tussa‟diah, Adik-adik ku; Ayu Santika dan Suci Utami, serta keluarga tercinta yang selalu memberikan doa dan kasih sayang serta pengorbanan baik moril maupun materi 5. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi yang telah memberikan Beasiswa untuk menempuh studi di IPB sampai lulus 6. Dahlan, Rona, Oman Nurrohman, Anang Wahyudi, Prakoso Bayu dan Hadi Surono yang telah membantu penelitian di lapangan 7. Bapak Riyadi, S.Pd, Ibu Badriyah, S.Pd, Ibu Nurhasni S.Pd, Bapak Syukmaidi, S.Pd, dan Bapak Rismawaldi, S.Pd, sekeluarga yang telah memberikan motivasi dan wejangan-wejangan selama menempuh studi di IPB 8. Kartika Irmawati, atas semangat dan motivasi yang selalu diberikan 9. Muhrina A.S. Hasibuan, Novriyanti, dan Siti Prihatin atas kebersamaanya dalam perjuangan menyelesaikan skripsi 10. Teman-teman Laboratorium Konservasi Tumbuhan atas canda dan tawa serta pengalaman selama kuliah dan penelitian 11. Keluarga Besar KSHE ‟44 KOAK , yang memberi warna selama perkuliahan dan penelitian
12. Keluarga Besar Himakova yang telah berbagi ilmu dan pelajaran hidup 13. Teman-teman BUD Jambi „44, dengan suka, duka, dan semangat empat tahunnya 14. Semua pihak yang tidak dapat sebutkan satu persatu yang dengan caranya masing-masing baik langsung maupun tidak langsung yang telah membantu terselesaikannnya skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
DAFTAR ISI...................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................
1
1.2 Tujuan ..........................................................................................
2
1.3 Manfaat ........................................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spesies Tumbuhan Asing Invasif ...............................................
4
2.2 Dampak Ekologis Spesies Tumbuhan Asing Invasif .................
6
2.3 Peraturan Mengenai Spesies Asing Invasif ................................
7
2.4 Pengendalian Spesies Asing Invasif ..........................................
10
2.5 Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Tumbuhan ...............
10
2.6 Tumbuhan Bawah ......................................................................
11
2.7 Habitus .......................................................................................
12
2.8 Pola Penyebaran Tumbuhan.......................................................
12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu .....................................................................
14
3.2 Bahan dan Alat .........................................................................
14
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ..................................................
15
3.4 Batasan Penelitian ....................................................................
15
3.5 Metode Pengumpulan Data ......................................................
15
3.6 Analisis Data ...........................................................................
17
3.6.1 Komposisi tumbuhan .......................................................
17
3.6.2 Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan ...................
18
3.6.3 Tingkat kemerataan spesies tumbuhan ...........................
18
3.6.4 Indeks kesamaan .............................................................
18
3.6.5 Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif ..........
19
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas ........................................................................
21
4.2 Topografi, Iklim dan Jenis Tanah .............................................
21
4.3 Flora dan Fauna ........................................................................
21
4.4 Tutupan Lahan .........................................................................
22
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Tumbuhan ................................................................
23
5.1.1 Komposisi spesies dan famili ..........................................
23
5.1.2 Dominansi spesies tumbuhan ..........................................
25
5.1.3 Keanekaragaman dan kemerataan spesies tumbuhan ......
27
5.1.4 Kesamaan komunitas spesies tumbuhan .........................
29
5.2 Spesies Tumbuhan Asing Invasif ...............................................
30
5.2.1 Jumlah spesies tumbuhan asing invasif ...........................
30
5.2.2 Dominansi spesies tumbuhan asing invasif .....................
30
5.2.3 Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif ...........
43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................
50
5.2 Saran ...........................................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
51
LAMPIRAN ....................................................................................................
56
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Spesies tumbuhan asing invasif di beberapa Taman Nasional di Indonesia.. ............................................................................................
6
2. Spesies tumbuhan dengan INP≥10% di lokasi penelitian .........................
26
3. Indeks kesamaan tumbuhan antar komunitas di Kampus IPB Darmaga ..
29
4. Spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga ......................
30
5. INP spesies tumbuhan asing invasif dan peringkatnya dalam komunitas
31
6. Nilai Indeks Penyebaran Morishita spesies tumbuhan asing invasif ........
44
7. Penyebaran spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga ....
45
DAFTAR GAMBA R
No.
Halaman
1. Lokasi penelitian .......................................................................................
14
2. Petak ganda untuk analisis vegetasi ...........................................................
16
3. Komposisi spesies dan famili tumbuhan di lokasi penelitian Kampus IPB Darmaga .....................................................................................................
23
4. Pemotongan tumbuhan bawah di lokasi penelitian ....................................
25
5. Indeks Keanekaragaman dan Kemarataan spesies di lokasi penelitian Kampus IPB Darmaga ...............................................................................
28
6. Anakan Kelapa sawit (Elaeis guineensi Jacq.) ..........................................
32
7. Harendong bulu (Clidemia hirta G. Don.) .................................................
33
8. Sembung rambat (Mikania micrantha H.B.K) ..........................................
34
9. Tembelekan (Lantana camara L.) .............................................................
35
10. Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla King.) ..................................
37
11. Babandotan (Ageratum conyzoides L.) .....................................................
38
12. Hareueus (Rubus moluccanus L.) dan Hutan Cikabayan yang dikonversi jadi kebun Kelapa sawit ............................................................................
39
13. Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins) dan anakannya ...............................................................................................
40
14. Putri malu (Mimosa pudica Duchass & Walp.) .......................................
41
15. Kiengsrot (Spathodea campanulata Beauv.) ...........................................
42
16. Seuseureuhan (Piper aduncum L.) ...........................................................
43
17. Penyebaran mengelompok pada tumbuhan .............................................
44
18. Peta penyebaran spesies tumbuhan asing invasif di setiap lokasi penelitian di Kampus IPB Darmaga .......................................................
46
19. Bekas pemotongan pada Kelapa sawit (Elaeis guineensis) dan Kondisinya setelah pemotongan ...........................................................
47
19. Perkebunan Kelapa sawit (E. guineensis) yang berbatasan dengan kawasan konservasi di Kalimantan dan pembongkaran E. guineensis yang merambah TN Tesso Nilo, Riau ......................................................
48
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Daftar spesies tumbuhan hasil analisis vegetasi yang teridentifikasi di Kampus IPB Darmaga………………………………………………..
57
2. Hasil perhitungan INP di tiap lokasi penelitian ........................................
64
3. Hasil Indeks kesamaan spesies antar komunitas tumbuhan di Kampus IPB Darmaga ............................................................................................
85
4. Perhitungan pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif…………..
87
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kampus IPB Darmaga dengan luas sekitar 256,97 ha memiliki tutupan vegetasi yang beragam, baik itu vegetasi homogen maupun campuran
yang
digunakan sebagai kebun percobaan dan ruang terbuka hijau (Kurnia 2003). Vegetasi yang ada di kampus ini mulai dari semak, padang rumput, tegakan karet, tegakan pinus, tegakan sengon, hutan campuran, arboretum bambu, dan taman. Keragaman vegetasi ini menyebabkan kampus IPB Darmaga juga memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan yang tinggi. Kondisi vegetasi yang ada saat ini tidak hanya terdiri dari spesies asli Kampus IPB Darmaga saja, akan tetapi beberapa spesies tumbuhan merupakan hasil dari introduksi. Keberadaan spesies yang diintroduksi ini tidak terlepas dari pembangunan taman-taman dan arboretum-arboretum yang berguna sebagai ruang terbuka hijau atau kebun percobaan untuk kegiatan belajar mengajar di Kampus IPB Darmaga. Namun, Spesies yang diintroduksi tersebut dapat berdampak negatif dalam bidang ekonomi dan ekologi, terutama yang bersifat invasif. Beberapa studi telah melaporkan bahwa kerugian secara ekonomi yang ditanggung suatu negara akibat invasi spesies asing dapat mencapai 375 juta dolar per tahun, bahkan di Eropa dalam kurun waktu antara tahun 1988 sampai tahun 2000 kerugiannya mencapai 5 milyar dolar (Purwono et al. 2002). Secara ekologi, spesies asing invasif dapat menimbulkan masalah yang serius pada habitat yang baru. Menurut Mooney dan Cleland (2001) beberapa spesies asing invasif dapat mengubah jalur evolusi dari spesies lokal melalui kompetisi, pemindahan relung, dan akhirnya kepunahan. Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa introduksi suatu spesies tumbuhan yang melewati batas geografis, baik disengaja maupun tidak, dapat menyebabkan perubahan struktur dan komposisi komunitas tumbuhan di ekosistem yang baru. Hal ini menyebabkan keberadaan spesies tumbuhan asing invasif pada suatu habitat baru cenderung merugikan karena dapat mengancam ekosistem dan keanekaragaman hayati (Wittenberg & Cock 2003).
Spesies tumbuhan asing invasif dilaporkan telah menjadi permasalahan ekologi di beberapa kawasan konservasi di Indonesia, seperti Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran, Passiflora suberosa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Chromolaena odorata di Taman Nasional Ujung Kulon, Lantana camara di Taman Nasional Meru Betiri, Merremia peltata di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Eichhornia crassipes di Taman Nasional Wasur (BLK 2010; Purwono et al. 2002). Keberadaan spesies tumbuhan asing invasif pada habitat yang baru dapat menyebabkan homogenitas biotik dan pergantian spesies lokal dengan spesies tersebut (Olden et al. 2004). Hal ini dikarenakan spesies tumbuhan asing invasif mampu beradaptasi dan memungkinkan terjadinya kompetisi interspesifik. Kemampuan adaptasi yang tinggi dari spesies tumbuhan asing invasif menyebabkan spesies tersebut terkadang mampu mendominasi suatu habitat yang baru. Dominasi tentu saja akan mengancam spesies lokal di habitat yang baru tersebut. Spesies tumbuhan asing invasif yang paling serius mengancam ekologi tumbuhan di suatu habitat adalah spesies yang memiliki perkembangan vegetatif dan generatif yang baik dan penyebarannya mudah, terutama yang memiliki habitus semak, liana, herba, pohon dan palem. Keberadaan spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga perlu mendapat perhatian, sementara penelitian mengenai spesies ini belum banyak diungkap. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai spesies tumbuhan asing invasif tersebut, sebagai salah satu upaya preventif dalam melindungi keanekaragaman hayati di Kampus IPB Darmaga.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi komposisi dan keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga. 2. Mengidentifikasi pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga.
1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai spesies tumbuhan asing
invasif yang ada di Kampus IPB Darmaga, sehingga dapat
dijadikan pertimbangan dalam upaya-upaya pengelolaan, pengembangan dan perlindungan spesies tumbuhan di kampus IPB Darmaga. Selain itu, dapat juga dianalogikan untuk upaya preventif dalam perlindungan sumberdaya alam hayati, khususnya tumbuhan di kawasan hutan, terutama kawasan konservasi di Indonesia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spesies Tumbuhan Asing Invasif Spesies invasif erat kaitannya dengan spesies asing (alien species), maka seringkali disebut spesies asing invasif (invasive alien species). Spesies asing invasif didefinisikan sebagai spesies yang bukan spesies lokal dalam suatu ekosistem, dan yang menyebabkan gangguan terhadap ekonomi dan lingkungan, serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Campbell 2005). Sementara itu, menurut Purwono et al. (2002) spesies asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna, termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena tidak memiliki musuh alami, sehingga menjadi, gulma, hama, dan penyakit pada spesies-spesies asli. Spesies asing invasif juga juga erat kaitannya dengan spesies eksotik. Spesies eksotik menurut Primack (1998) adalah spesies yang terdapat di luar distribusi alaminya. Tidak semua spesies eksotik dapat berkembang di habitat yang baru, namun, sekian persen dari spesies itu dapat tumbuh dan berkembang di lokasi yang baru, dan sebagian lagi diantaranya bersifat invasif. Spesies asing invasif tidak dapat terlepas dari adanya upaya introduksi yang dilakukan pada suatu habitat yang baru. Introduksi menurut IUCN diacu dalam Purwono et al. (2002) adalah suatu pergerakan, oleh kegiatan manusia, berupa spesies, subspesies atau organisme pada tingkatan takson yang lebih rendah, keluar dari tempat asalnya. Introduksi spesies menurut Primack (1998) disebabkan oleh beberapa faktor, yakni; kolonisasi bangsa-bangsa Eropa, hortikultura, pertanian, perikanan, pengangkutan yang tidak sengaja dan kontrol biologi. Selain itu, banyak spesies tumbuhan yang secara sengaja maupun tidak terbawa oleh manusia ke belahan bumi yang lain. Namun, menurut Jose et al. (2009) tidak semua introduksi yang dilakukan menghasilkan spesies yang bersifat invasif, hanya sebagian kecil saja spesies yang diintroduksi bersifat invasif di habitatnya yang baru. Aktivitas dan mobilitas manusia telah menyebabkan spesies tumbuhan terbawa dan menyebar ke berbagai belahan bumi (Mooney dan Cleland (2001).
Hal
ini
dimungkinkan dengan dimulainya
era
eksplorasi
yang dapat
menghilangkan penghalang biogeografi yang sebelumnya biota benua selama jutaan tahun. Sifat invasif tumbuhan ini dapat terjadi pada tumbuhan akuatik dan terestrial. Spesies tumbuhan asing invasif secara umum memiliki karakteristik yang hampir sama dengan gulma. Karakteristik tersebut menurut Sukisman (2010) adalah: 1. Mempunyai alat penyebaran yang mudah tersebar 2. Biji dormansinya lama, akan pecah apabila kondisi lingkungan sesuai, dan perkecambahan tidak serentak 3. Biji berkecambah dalam cahaya, dan tidak dapat berkecambah dalam gelap 4. Kecambah teradaptasi dengan tempat terbuka dalam berbagai variasi suhu dan kelembaban 5. Tidak tergantung pada jenis tanah tertentu 6. Populasi tinggi dan mampu memproduksi biji sangat banyak
dan
berkesinambungan 7. Tumbuh dan menjadi dewasa sangat cepat 8. Tidak tergantung pada polinator, dapat melakukan penyerbukan sendiri atau apomixis 9. Apabila berumur panjang (tahunan, bereproduksi secara vegetatif atau fragmentasi ) 10. Mampu berkompetisi interspesifik dengan berbagai cara. Sukisman (2010) juga menyatakan bahwa yang paling menonjol dari karakteristik spesies tumbuhan asing invasif adalah: 1. Cepat membangun naungan yang lebat 2. Tumbuhan asing invasif juga dapat bersifat different phenology dan tumbuh lebih dulu (pioner) dibanding tumbuhan lain, dan 3. Tumbuhan asing invasif tidak mempunyai musuh alami, bahkan sifat ini sangat menonjol pada tumbuhan asing invasif seperti Chromolaena odorata, Mimosa pigra, Mikania micrantha, dan lain sebagainya.
2.2 Dampak Ekologis Spesies Tumbuhan Asing Invasif Spesies asing invasif berkembang demikian pesat, sehingga merugikan spesies asli. Melalui kompetisi perebutan sumberdaya yang terbatas, spesies asing invasif dapat menggantikan spesies asli, mengalahkan spesies asli hingga punah, atau mengubah kondisi habitat sehingga spesies asli tidak dapat bertahan lagi. Wilcove et al. (1998) melaporkan bahwa spesies eksotik yang invasif merupakan ancaman terhadap spesies terancam punah di Amerika Serikat, dan berdampak buruk, terutama bagi burung dan tumbuhan. Spesies asing invasif juga dapat mendominasi suatu habitat baru dimana spesies tersebut tumbuh salah satu faktornya adalah ketiadaan predator dan parasit alami di habitat tersebut (Primack 1998). Saat ini, spesies tumbuhan asing invasif juga telah menjadi permasalahan ekologi di Indonesia, terutama kawasan konservasi. Beberapa Taman Nasional di Indonesia yang telah terinvasi oleh spesies tumbuhan asing invasif disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Spesies tumbuhan asing invasif di beberapa Taman Nasional di Indonesia No. 1.
Lokasi TN Baluran
Spesies Acacia nilotica, Thespesia lampas, Brachiaria reptans, Abelmoschus moschatus, Flemingea lineata
2.
TN Gunung Gede Pangrango
Passiflora suberosa, Eupatorium sordidum, Eupatorium riperum, Eupatorium inulifolium, Cestrum aurantiacum, Brugmansia
suaveolens,
Clidemia
hirta,
Cobaea
scandens, Musa acuminata 3.
TN Ujung Kulon
Chromolaena odorata
4.
TN Meru Betiri
Lantana camara, Chromolaena odorata, Hyptis capitata, Synedrella nodiflora, Paspalum conjugatum, Ottochloa nodosa, Sida acuta, Cyperus sp., Kyllingia monocephala, Ageratum
conyzoides,
Vernonia
cinerea,
Sclerea
purpurea, Urena lobata 5.
TN Bukit Barisan Selatan
Merremia peltata, Imperata cylindrica
6.
TN Wasur
Eichhornia crassipes, Chromolaena odorata, Mimosa pigra, Stachytarpheta urticaefolia, Lantana camara, Acacia nilotica
Sumber: BLK (2010), Purwono et al. (2002).
Spesies tumbuhan asing invasif juga dapat mempengaruhi kondisi populasi, kekayaan, keanekaragaman, komposisi, kelimpahan, dan interaksi (termasuk mutualisme), berdampak langsung pada tingkat spesies yang terjadi pada proses predasi, kompetisi, dan penyebaran parasit pada individu organisme (Reaser et al. 2007). Salah satu contoh adanya gangguan ekologis akibat invasi spesies tumbuhan asing adalah invasi Acacia nilotica yang telah menginvasi 5000 hektar kawasan Taman Nasional Baluran atau seperlima dari luas kawasan seluruhnya. Hal ini berdampak negatif pada habitat banteng yang menjadi fokus konservasi di kawasan ini dan satwa lainnya (Mutaqin 2002). Contoh kasus lain adalah enceng gondok (Eichhornia crassipes) yang saat ini telah menimbulkan permasalahan dengan perkembangbiakannya yang cepat sehingga sulit dikendalikan. Enceng gondok telah menginvasi daerah irigasi di Indonesia (Pane & Hasannudin 2002).
Menurut TAES (2008) diacu dalam
Ujiyani (2009) bentangan enceng gondok dapat menyebabkan terjadinya kekurangan oksigen perairan dan membunuh ikan-ikan yang ada di dalamnya. Sementara Cock (2001) diacu dalam Ujiyani (2009) mengemukakan bahwa enceng gondok dapat menyebabkan tergantikannya populasi tumbuhan air yang sudah ada.
2.3 Peraturan Mengenai Spesies Asing Invasif Peraturan yang ada di Indonesia terkait dengan spesies asing baik bersifat invasif atau tidak, tertuang dalam beberapa produk hukum berikut: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Pasal 3 Ayat (1) mengenai usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, termasuk introduksi tumbuh-tumbuhan, spesies hewan, dan spesies jasad renik. Kegiatan introduksi ini wajib melakukan AMDAL. 2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura Pasal 88 Ayat (3) mengenai impor produk hortikultura dilakukan melalui pintu yang telah ditetapkan. Pintu yang ditetapkan dimaksudkan untuk memudahkan
pengawasan terkait dengan masuknya OPT karantina, keamanan hayati, spesies asing yang invasif dan keamanan pangan. 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation Convention on Biological Diversity (CBD) Pasal 8 butir h mengenai setiap pihak yang menandatangani konvensi ini diwajibkan untuk mencegah masuknya serta mengendalikan atau membasmi spesies-spesies asing yang mengancam ekosistem, habitat atau spesies lain di habitat yang asli. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Pasal 5 Ayat (1) suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila: butir 1.b, terjadi penurunan yang tajam jumlah individunya di alam. Adapun dalam penjelasannya penurunan populasi ini terkait dengan ancaman dari faktor luar termasuk jenis asing (jenis introduksi). Pada Ayat (2) butir 2.e dijelaskan mengenai pemasukan jenis asing harus dihindarkan, butir 2.f dijelaskan selain jenis tumbuhan dan satwa asli, jenis asing juga termasuk di dalamnya, sehingga jenis-jenis asing ini perlu untuk dimusnahkan. 5. Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya; Bab IV, Pasal 19, Ayat (3) yang mengatur dan melarang aktivitas yang dapat mengubah kondisi alami kawasan suaka alam seperti menambah spesies yang tidak asli, Bab VII, Pasal 33, Ayat (2) yang melarang melakukan aktivitas yang dapat merubah zona inti taman nasional seperti menambah spesies satwa dan tumbuhan yang tidak asli. 6. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman yang menegaskan perlindungan dan pencegahan kehilangan tumbuhan dari gulma atau tumbuhan pengganggu lainnya, serta aksi pemberantasan organisme pengganggu yang mampu berkembang seperti gulma di beberapa lokasi dan menekan pertumbuhan tumbuhan lainnya (Bab I, Pasal 1, Ayat 7, 8, Bab III, Pasal 21). Selain itu, dalam pasal 10 menyebutkan mekanisme introduksi spesies asing dan beberapa pasal mengenai monitoring dan manajemen gulma dan spesies asing. 7. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 mengenai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan yang mengatur tugas dan fungsi utama karantina hewan dan
tumbuhan di pelabuhan, bandara, daerah perbatasan dan pelabuhan antar pulau. Karantina dilaksanakan berdasarkan berbagai komoditas, seperti persediaan makanan, tanaman budidaya, hasil perkebunan dan hasil hutan yang bertujuan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan hewan dan tumbuhan tersebut. Spesies asing invasif juga menjadi perhatian dunia internasional sejak Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992. Adapun perangkat hukum mengenai pengendalian spesies asing invasif di dunia internasional sebagai berikut: 1. Convention on Biological Diversity (CBD) tahun 1992 mengenai konservasi insitu yang berkaitan dengan pencegahan masuknya spesies asing invasif, mengendalikan dan membasmi spesies yang mengancam ekosistem, habitat, dan spesies (Pasal 8 butir h). 2. Konferensi Ramsar di Iran tahun 1971 dan Kosta Rika tahun 1998. Resolusi VII.4 mengenai spesies invasif dan lahan basah terkait dengan kesadaran akan beberapa ancaman spesies asing terhadap ekologi dan karakteristik lahan basah, spesies lahan basah, daratan dan lautan. 3. CITES dalam Konferensi Resolusi 13.10 tahun 1997 mengenai perdagangan spesies
asing
invasif
dengan
hasil
rekomendasi
diantaranya:
a). Mempertimbangkan masalah spesies asing invasif dalam peraturan dan perundang-udangan yang terkait dengan hewan dan tumbuhan yang diperdagangkan secara hidup-hidup, b). Berkonsultasi dengan otoritas manajemen
terkait
tujuan
impor
suatu
negara,
kemungkinan
dan
penerapannya, serta pertimbangan ekspor yang berpotensi sebagai spesies asing invasif, untuk memutuskan peraturan yang diberlakukan dalam hal impor, dan c). Mempertimbangkan peluang sinerginya CITES dan CBD untuk bekerjasama dan berkolaborasi antara dua kovensi dalam isu introduksi spesies asing yang berpotensi invasif. Ramsar juga mengembangkan aksi strategis dalam rencana kerja periode 2003-2008. Dalam konvensi ini, Ramsar memandatkan untuk mengembangkan pedoman dan aksi untuk mencegah, mengontrol, dan memusnahkan spesies asing invasif di ekosistem lahan basah (BLK 2010).
2.4 Pengendalian Spesies Asing Invasif Indonesia telah memiliki rencana pengelolaan keanekaragaman hayati nasional
2003-2020
yang
Keanekaragaman Hayati
biasa
disebut
Rencana
Indonesia (IBSAP)
Aksi
dan
Strategi
(BLK 2010). Strategi
ini
memerlukan penerapan yang efektif dalam meminimalisir krisis keanekaragaman hayati. Dokumen dari lembaga tersebut berisikan tindakan yang seharusnya diambil
sehingga dapat dijadikan alat untuk memperkuat kebijakan dalam
pengelolaan keanekaragaman hayati, meliputi program pengendalian dan pencegahan berkembangnya spesies asing invasif seperti spesies yang dibudidayakan (BLK 2010). Tindakan pengendalian juga dilakukan melalui karantina. Perkarantinaan di Indonesia diatur dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Berdasarkan peraturan tersebut, karantina didefinisikan sebagai tempat pengasingan dan atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari wilayah Negara Republik Indonesia. Khusus untuk karantina tumbuhan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2004 Tentang Karantina Tumbuhan. Karantina tumbuhan merupakan tindakan upaya pencegahan masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lainnya di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah Republik Indonesia. Tindakan karantina tumbuhan terdiri atas delapan tindakan yakni, pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pelepasan. Strategi lain yang digunakan di Indonesia untuk mengendalikan spesies asing invasif, termasuk di dalamnya spesies tumbuhan adalah pemberantasan, penahanan, pengawasan, dan mitigasi (Tjitrosoemito 2004).
2.5 Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Tumbuhan Keanekaragaman spesies adalah suatu keragaman atau perbedaan diantara anggota-anggota kelompok spesies tersebut (Mcnaughton & Wolf 1990). Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi jika
komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang hampir sama, sebaliknya apabila komunitas disusun oleh sedikit spesies yang dominan, maka keanekaragaman spesiesnya rendah. Keanekaragaman spesies terdiri dari dua komponen, yaitu jumlah spesies yang ada, umumnya mengarah pada kekayaan (richness) dan kelimpahan relatif spesies yang mengarahkan ke kesamaan (evenness) (Mcnaughton & Wolf 1990). Keanekaragaman spesies erat kaitanya dengan komposisi spesies dalam suatu komunitas. Komposisi komunitas tumbuhan menurut Misra (1974) merupakan variasi spesies flora yang menyusun suatu komunitas dan daftar floristik dari spesies tumbuhan yang ada dalam suatu komunitas. Komposisi tumbuhan juga digunakan untuk menyatakan beragamnya spesies yang ada di hutan (Richard 1966). Sementara itu, menurut Sorianegara dan Indrawan (1998) komposisi spesies berbeda antara populasi dan komunitas yang ada di dalam hutan.
2.6 Tumbuhan Bawah Definisi hutan menurut UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkunganya, yang mana komponen-komponennya saling terkait dan tidak dapat terpisahkan. Tegakan hutan dapat berupa kumpulan dari beberapa spesies pohon atau satu spesies saja. Namun, di dalam tegakan hutan pasti akan dijumpai stratifikasi atau pelapisan tajuk. Stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan tetumbuhan secara vertikal di dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Stratifikasi terjadi karena dua hal penting yang dialami atau dimiliki tumbuhan dalam persekutuan hidupnya dengan tumbuhan lain, yakni akibat persaingan tumbuhan dan akibat sifat toleransi spesies pohon terhadap intensitas radiasi matahari (Indriyanto 2006). Salah satu penyusun hutan adalah tumbuhan bawah atau ground vegetation. Tumbuhan bawah adalah tumbuhan liar yang tumbuh secara alami di bawah tegakan hutan (Setiadi 1984). Tumbuhan bawah dapat dijadikan indikator kondisi lingkungan suatu tegakan hutan. Menurut Smith (1957) diacu dalam Setiadi (1986) adanya tumbuhan bawah seringkali dapat menunjukkan perbedaan
kualitas tanah seperti suplai hara, drainase, aerasi, dan pH tanah. Perbedaan tersebut dapat dicirikan oleh sejumlah spesies atau oleh ketahanan tumbuh dari spesies tersebut. Spesies tumbuhan bawah dapat dijadikan indikator ekologi apabila spesies tersebut dominan pada suatu habitat tertentu (Walter 1971).
2.7 Habitus Habitus didefinisikan sebagai bentuk atau sosok tubuh (Prent et al. 1969). Habitus erat kaitannya dengan bentuk pertumbuhan. Bentuk pertumbuhan merupakan penggolongan tumbuhan menurut bentuk pertumbuhannya, habitat, atau menurut karakteristik lainnya. Bentuk pertumbuhan yang umum menurut Indriyanto (2006) diantaranya pohon, semak, perdu, herba, dan liana. Adapun menurut Depdikbud (1989), definisi dari masing-masing bentuk pertumbuhan dan umumnya lebih dikenal sebagai habitus adalah: 1. Pohon, merupakan tumbuhan yang berbatang keras dan besar, 2. Semak, merupakan tumbuhan seperti perdu, tetapi lebih kecil dan rendah, hanya cabang utamanya yang berkayu, 3. Perdu, merupakan tumbuhan berkayu yang bercabang-cabang, tumbuh rendah dekat dengan permukaan tanah, dan tidak mempunyai batang yang tegak, 4. Herba, merupakan tumbuhan yang mempunyai batang basah karena banyak mengandung air dan tidak mempunyai kayu, dan 5. Liana, merupakan tumbuhan yang merambat, hanya ada di hutan tropis, mempunyai batang berkayu panjang, dan terkadang berbentuk unik.
2.8 Pola Penyebaran Tumbuhan Penyebaran merupakan paramater kualitatif yang menggambarkan keberadaan spesies organisme pada ruang horizontal. Penyebaran tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni acak (random), merata (uniform), dan berkelompok (clumped) (Indriyanto 2006). Penyebaran secara acak jarang sekali ditemukan, keadaan ini hanya ditemukan pada tempat dengan banyak faktor kecil bersimbiosis dalam suatu populasi. Sementara itu, sebaran seragam terjadi apabila terdapat persaingan yang ketat antar individu dalam populasi atau terdapat organisme yang bersifat
antagonis positif (Ewusie 1980). Menurut Ewusie (1980) pada umumnya pengelompokkan dalam berbagai tingkat merupakan pola yang paling sering ditemukan apabila mengkaji sebaran individu di alam. Namun, apabila suatu populasi membentuk berbagai kelompok seperti yang dijumpai pada klon vegetatif pada tumbuhan, sebaran klon tersebut sebagai satuan cenderung acak.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kampus IPB Darmaga, yaitu di Arboretum Fakultas Kehutanan, Arboretum Hutan Tropika (Leuwikopo), Arboretum Lanskap, Hutan di samping Masjid Al-Hurriyyah, Hutan Cikabayan, Tegakan Karet di depan Rusunawa dan Asrama C4 Silva (Silvalestari), Tegakan Jati Sengked, Tegakan Pinus Cangkurawok, dan Tegakan Sengon Rektorat. Penelitian dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan Januari sampai Februari 2011. Adapun gambaran lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Lokasi penelitian.
3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunitas tumbuhan di Kampus IPB Darmaga, serta alkohol 70%. Sementara alat-alat yang digunakan meliputi kamera, GPS, Tally Sheet, kompas, meteran, patok kayu, koran bekas,
karton, gunting, pisau, golok, sprayer, meteran jahit, sasak dari kayu, kantong plastik, spidol permanen, papan jalan, kalkulator, dan alat tulis.
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data spesies tumbuhan, meliputi nama ilmiah, jumlah individu, dan habitus. Data penunjang berupa kondisi umum Kampus IPB Darmaga, meliputi letak dan luas, kondisi fisik dan biotik, dan iklim.
3.4 Batasan Penelitian Pengambilan data mengenai tumbuhan hanya dilakukan pada tumbuhan yang berhabitus herba, liana, semak, perdu, semai atau permudaan pohon, dan palem.
3.5 Metode Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui analisis vegetasi, pembuatan spesimen herbarium, identifikasi spesies tumbuhan, dan studi literatur. Berikut adalah penjelasan dari tahapan-tahapan tersebut: 1. Analisis Vegetasi Analisisi vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode petak ganda ukuran 2 m x 2 m dengan jarak antar petak 5 m. Peletakan petak contoh dilakukan secara systematic sampling with random start. Petak ganda yang dibuat untuk tiap-tiap lokasi adalah 25 petak. Analisis vegetasi ini dilakukan pada kelompok tumbuhan yang berhabitus herba, liana, semak, perdu, semai atau permudaan pohon, dan palem. Analisis vegetasi dengan metode petak ganda ini dapat dilihat pada Gambar 2. Paramater yang diamati adalah nama spesies baik lokal maupun ilmiah, jumlah individu, dan habitus. Pengumpulan spesimen herbarium untuk spesies yang belum teridentifikasi di lapangan dilakukan dengan mengambil bagianbagian tumbuhan yang dapat dijadikan kunci identifikasi, seperti daun, ranting, bunga, dan buah. Sementara untuk herba dan liana bagian akar juga diambil sebagai spesimen.
Gambar 2 Petak ganda untuk analisis vegetasi. 2. Pembuatan herbarium Pembuatan herbarium dilakukan terhadap semua spesies tumbuhan yang ditemukan dan belum teridentifikasi di lokasi penelitian. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah: a. Mengambil contoh spesimen herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, jika ada bunga dan buahnya juga diambil. Pengambilan contoh herbarium dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan analisis vegetasi. b. Contoh spesimen herbarium tersebut dipotong dengan panjang kurang lebih 40 cm atau disesuaikan dengan ukuran tumbuhan, dengan menggunakan gunting. c. Spesimen herbarium dimasukkan ke dalam kertas koran dengan memberikan etiket yang berukuran 3 cm x 5 cm. Etiket berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul/kolektor. d. Selanjutnya spesimen herbarium disusun di atas koran bekas dan disemprot dengan alkohol 70%.
e. Spesimen herbarium yang telah tersusun rapi kemudian diapit dengan menggunakan karton dan sasak yang terbuat dari kayu dan diikat erat dengan tali rafia kemudian dioven selama tujuh hari dengan suhu ± 700C. f. Spesimen herbarium yang sudah kering lengkap dengan keteranganketerangan yang diperlukan diidentifikasi untuk mendapatkan nama ilmiahnya. 3. Identifikasi spesies tumbuhan dan tumbuhan asing invasif Identifikasi spesies tumbuhan (spesimen herbarium) dilakukan untuk mengetahui nama ilmiah dari spesies tersebut. Identifikasi spesimen herbarium dilakukan di Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Herbarium Bogorinense LIPI. Sementara itu, identifikasi spesies tumbuhan asing invasif dilakukan dengan menggunakan buku panduan lapang tentang tumbuhan asing invasif dengan cara melakukan cek silang pada buku panduan lapang, seperti yang ditulis Webber (2003) dan ISSG (2005). 4. Studi literatur Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai kondisi umum Kampus IPB Darmaga yang meliputi letak dan luas, kondisi fisik dan biotik, dan iklim, yang diperoleh dari literatur yang ada di perpustakaan atau kantor pengelola Kampus IPB Darmaga.
3.6 Analisis Data 3.6.1 Komposisi tumbuhan Komposisi tumbuhan di Kampus IPB Darmaga dapat diketahui dengan menggunakan parameter Indeks Nilai Penting (INP). Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998) formula matematika yang dapat digunakan dalam perhitungan analisis vegetasi, termasuk tumbuhan bawah adalah sebagai berikut: Jumlah Individu setiap spesies
Kerapatan (K) (ind/ha) =
Luas seluruh petak
Kerapatan Relatif (KR) = Frekuensi (F)
=
Kerapatan suatu spesies Kerapatan seluruh spesies
X 100%
Jumlah petak dijumpai spesies Jumlah seluruh petak
Frekuensi Relatif (FR)
=
Frekuensi suatu spesies Frekuensi seluruh spesies
X 100%
INP untuk tumbuhan bawah adalah KR + FR. 3.6.2 Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan Keanekaragaman spesies tumbuhan dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon (H‟). Indeks ini menurut Magurran (2004) dapat dihitung dengan rumus: H‟ = -∑ Pi ln Pi Pi =
ni N
Dimana : H‟ = Indeks keanekaragaman Shannon ni = Jumlah INP suatu spesies N = Jumlah INP seluruh spesies 3.6.3 Tingkat kemerataan spesies tumbuhan Tingkat kemerataan ditunjukkan oleh indeks kemerataan spesies (Evenness). Indeks kemerataan ini menunjukkan penyebaran individu di dalam spesies. Indeks ini menurut Ludwig dan Reynolds (1988) dapat dihitung dengan rumus: E=
H′ ln S
Dimana : H‟ = Indeks keanekaragaman Shannon S
= Jumlah spesies
E
= Indeks kemerataan spesies (Evenness)
3.6.4 Indeks kesamaan Indeks kesamaan atau index of similarity diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antar komunitas yang diteliti. Indeks kesamaan ini menurut Soerinagera dan Indrawan (1998) dapat ditentukan dengan rumus: IS =
2W a+b
X 100%
Dimana: IS = Indeks kesamaan W = Jumlah dari nilai penting yang lebih kecil atau sama dari dua spesies berpasangan, yang ditemukan pada dua komunitas a = Total nilai penting dari komunitas A b = Total nilai penting dari komunitas B
3.6.5 Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif Penyebaran spesies dalam suatu komunitas tumbuhan dapat diketahui dengan rumus penyebaran Morishita. Rumus ini digunakan untuk mengetahui pola penyebaran spesies tumbuhan yang meliputi penyebaran merata (uniform), mengelompok (clumped), dan acak (random). Adapun rumus Morishita menurut Morishita (1965) diacu dalam Krebs (1972) adalah sebagai berikut: Iδ = n (
Xi 2 − Xi ( Xi )2 − Xi
)
Dimana: Iδ = Derajat penyebaran Morishita n = Jumlah petak ukur ∑Xi2 = Jumlah kuadrat dari total individu suatu spesies pada suatu komunitas ∑Xi = Jumlah total individu suatu spesies pada suatu komunitas Selanjutnya dilakukan uji Chi-square, dengan rumus: Derajat Keseragaman X 2 0,975−n+ Xi
Mu =
Xi −1
Dimana: X20,975 = Nilai chi-squre dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan 97,5% ∑Xi
= Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke –i
n
= Jumlah petak ukur
Derajat Pengelompokan Mc =
X 2 0,025−n+ Xi Xi −1
Dimana: X20,025 = Nilai chi-squre dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan 2,5% ∑Xi
= Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke –i
n
= Jumlah petak ukur
Standar derajat Morishita (Ip) dihitung dengan empat rumus sebagai berikut: Bila Iδ≥Mc> 1.0, maka dihitung: Ip = 0,5 + 0,5 (
Iδ−Mc n−Mc
)
Bila Mc>Iδ ≥ 1.0, maka dihitung: Ip = 0,5 (
Iδ−1 Mc −1
)
Bila 1,0> Iδ>Mu, maka dihitung: Ip = -0,5 (
Iδ−1 Mu −1
)
Bila 1,0> Mu>Iδ, maka dihitung: Ip = -0,5 + 0,5 (
Iδ−1 Mu −1
)
Perhitungan nilai Ip akan menunjukkan pola penyebaran spesies tumbuhan yang dominan dalam suatu komunitas. Nilai dan pola penyebaran spesies tersebut adalah sebagai berikut: Ip = 0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran acak (random) Ip >0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran mengelompok (clumped) Ip<0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran merata (uniform).
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Luas Kampus IPB Darmaga berjarak sekitar 10 km dari pusat Kota Bogor. Secara Administratif kampus ini terletak di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Menurut Balen et al. (1986) diacu dalam Kurnia (2003) secara Geografis kampus ini terletak antara 6030‟ – 6045 „LS dan 106030‟ – 106045‟ BT dengan luas sekitar 256,97 ha. Adapun batas-batas Kampus IPB Darmaga adalah sebagai berikut: - sebelah Utara
: Sungai Cihideung dan Sungai Ciapus
- sebelah Timur
: Desa Babakan
- sebelah Selatan
: Jalan Raya Bogor- Leuwiliang
- sebelah Barat
: Sungai Cihideung.
4.2 Topografi, Iklim dan Jenis Tanah Kampus IPB Darmaga terletak di ketinggian tempat 142-200 mdpl dengan kondisi topografi yang beragam dari datar di sebelah Timur dan Selatan kemudian bergelombang di sebelah Utara, dengan kemiringan lahan sekitar 0-5%. Berdasarkan Klasifikasi Schmid dan Ferguson, kampus ini termasuk ke dalam tipe iklim A, dengan curah hujan rata-rata tahunan sekitar 3500 mm per tahun. Jumlah hari hujan sebanyak 187 per tahun dengan kelembaban nisbi per tahun sekitar 88%. Temperatur udara tahunan adalah 23,20 C. Jenis tanah di Kampus IPB Darmaga termasuk ke dalam jenis latosol, selain itu juga terdapat asosiasi podsolik coklat dan podsolid merah kekuningan dengan bahan induk volkan (Syadeli 1966 diacu dalam Mardhotillah 2001).
4.3 Flora dan Fauna Vegetasi di Kampus IPB Darmaga umumnya berupa vegetasi semak berumput, tegakan karet, pinus, hutan campuran, arboretum bambu, dan taman. Sementara fauna yang ada di kampus ini mulai dari mamalia, burung, reptil dan ikan. Beberapa spesies yang mudah ditemukan diantaranya; Bajing kelapa
(Callosciurus notatus), Monyet ekor panjang (Macaca fasciularis), Koak malam kelabu (Nycticorax nycticorax) dan Kutilang (Pygnonotus aurigaster) (Hernowo et al. 1991).
4.4 Tutupan Lahan Penutupan lahan di Kampus IPB Darmaga semula didominasi oleh karet (Hevea braziliensis) (Mulyani 1985). Selain itu, Prijono (1998) diacu dalam Kurnia (2003) juga menyatakan bahwa kampus IPB Darmaga merupakan kawasan pendidikan yang dikonversi dari lahan perkebunan karet. Namun, seiring dengan perkembangan dan pembangunan kampus yang dilakukan, maka terjadi perubahan penutupan lahan oleh unsur mikrohabitat yang semakin beragam (Kurnia 2003). Vegetasi di Kampus IPB Darmaga memiliki unsur utama berupa pepohonan yang lebih beragam, baik dalam spesies maupun vegetasinya (Kurnia 2003). Beberapa spesies yang cukup dominan adalah Sengon (Paraserienthes falcataria), Akasia (Acacia sp.), Kemlandingan (Leucaena glauca), Flamboyan (Delonix regia), dan Gmelina (Gmelina arborea). Seluruh spesies tumbuhan ditanam dengan sengaja dengan tujuan untuk penghijauan di tepi jalan atau rehabilitasi lahan kosong, serta koleksi di arboretum atau taman. Selain spesies pohon, tumbuhan bawah dan rerumputan juga hampir tersebar di seluruh kawasan kampus IPB Darmaga (Kurnia 2003). Kampus IPB Darmaga sebagai kawasan pendidikan juga terdiri dari berbagai sarana pendidikan diantaranya bangunan fisik. Mardhotillah (2001) melaporkan bahwa kurang lebih 21 ha atau 8% dari seluruh kawasan kampus IPB Darmaga adalah bangunan fisik berupa gedung, perumahan, kandang ternak, sarana olahraga, serta jalan beraspal.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Komposisi Tumbuhan 5.1.1 Komposisi spesies dan famili Komposisi spesies tumbuhan di setiap lokasi penelitian secara umum berbeda-beda. Berdasarkan analisis vegetasi dengan metode petak ganda seluas 0,01 ha untuk masing-masing lokasi diperoleh komposisi spesies tumbuhan yang teridentifikasi sebanyak 153 spesies dari 60 famili (Lampiran 1). Tegakan Pinus Cangkurawok memiliki komposisi spesies tumbuhan tertinggi, yakni 56 spesies dari 33 famili, sementara Tegakan Karet di depan Asrama C4 Silva (Silvalestari) memiliki komposisi spesies terendah, yakni 26 spesies dari 19 famili. Data mengenai komposisi spesies dan famili untuk masing-masing lokasi disajikan pada Gambar 3. 22
Tegakan Sengon Rektorat
41 33
Tegakan Pinus Cangkurawok 21
Tegakan Jati Sengked
39
Tegakan Karet Rusunawa
19 26 24
Hutan Cikabayan
27
Tegakan Karet Asrama C4 Silva
56
46 51 33
Hutan Al-Hurriyyah 26
Arboretum Lanskap
47
25
Arboretum Fahutan 0
10
20
30
Komposisi Spesies
40
29
Arboretum Hutan Tropika
49
Kompisisi Famili
45 40
50
60
Gambar 3 Komposisi spesies dan famili tumbuhan di lokasi penelitian Kampus IPB Darmaga. Hasil analisis vegetasi ini menggambarkan komposisi spesies setiap komunitas tumbuhan yang ada di Kampus IPB Darmaga berbeda. Tegakan Pinus Cangkurawok memiliki komposisi spesies dan famili tertinggi, padahal pohon pinus merupakan salah satu spesies tumbuhan yang mengelurkan zat allelopati. Zat allelopati merupakan senyawa kimia yang dihasilkan tumbuhan saat masih hidup atau setelah mati (bagian tumbuhan yang membusuk), yang keberadaanya
dapat mempengaruhi pertumbuhan spesies-spesies lain di sekitarnya (Sastroutomo 1990). Keberadaan zat allelopati ini seharusnya berimplikasi pada komposisi spesies dan famili yang ada di Tegakan Pinus Cangkurawok menjadi sedikit jika dibandingkan dengan komunitas tumbuhan lainnya di Kampus IPB Darmaga. Tingginya komposisi spesies dan famili di Tegakan Pinus Cangkurawok erat kaitannya dengan mekanisme dikeluarkannya senyawa alelokimia oleh tumbuhan. Pengeluran senyawa alelokimia menurut Sastroutomo (1990) sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya, ketersediaan unsur hara, dan air. Semakin tinggi intensitas cahaya akan membuat pengeluaran senyawa ini semakin banyak, sedangkan ketersediaan unsur hara dan air yang sedikit di dalam tanah justru menyebabkan semakin banyak senyawa ini dikeluarkan. Kondisi intensitas cahaya, unsur hara, dan air saat dilakukan penelitian, yakni bulan Januari sampai Februari merupakan kondisi yang memungkinkan bagi tanaman pinus untuk tidak mengeluarkan senyawa alelokimia. Hal ini disebabkan pada waktu tersebut, intensitas cahaya berkurang, sementara ketersediaan unsur hara dan air melimpah karena curah hujan meningkat. Hal ini sesuai dengan data BMKG yang mencatat bahwa curah hujan dan intensitas cahaya di Dramaga pada waktu tersebut mencapai 460,7 mm dan 223 Cal/cm2 per menit yang merupakan salah satu curah hujan tertinggi dan intensitas cahaya terendah untuk wilayah Dramaga setiap bulannya (BMKG 2010). Komunitas tumbuhan di Hutan samping Masjid Al-Hurriyyah dan Hutan Cikabayan juga relatif tinggi dibandingkan dengan komunitas lainnya. Hal ini dikarenakan struktur vegetasi yang ada di dua lokasi tersebut sudah seperti hutan alam, dimana terjadi stratifikasi tajuk yang mendukung terjadinya kelimpahan spesies tumbuhan di tempat tersebut. Keberadaan stratifikasi tajuk menurut Indriyanto (2006) memungkinkan adanya tumbuhan yang merambat, menempel, dan menggantung pada dahan-dahan pohon, sehingga komposisi spesies dan familinya semakin beragam. Komposisi spesies dan famili tumbuhan yang ada di Hutan samping Masjid Al-Hurriyyah dapat melebihi data yang diperoleh dari hasil analisis vegetasi yang dilakukan. Hal ini dikarenakan penelitian dilakukan setelah adanya perlakuan pembersihan lahan, berupa pemotongan tumbuhan
bawah di lokasi tersebut, sehingga ada kemungkinan beberapa spesies tidak terhitung karena tidak terlihat atau telah mati (Gambar 4). Komposisi spesies dan famili terendah dijumpai pada Tegakan Karet di depan Asrama C4 Silva. Rendahnya komposisi spesies dan famili ini selain karena komunitas tegakan pohon yang homogen, juga disebabkan oleh perlakuan yang diberikan secara berkala di bawah tegakan karet terhadap tumbuhan bawah, yakni berupa pemotongan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi di bawah tegakan karet yang relatif bersih dari semak, perdu atau habitus lain yang termasuk tumbuhan bawah, kecuali rumput (Gambar 4). Spesies tumbuhan yang ada di bawah tegakan ini kebanyakan yang berhabitus herba berupa rerumputan.
A
B
Gambar 4 Pemotongan tumbuhan bawah di lokasi penelitian. (A) Hutan Al-Hurriyyah, (B) Tegakan Karet Asrama C4 Silva.
5.1.2 Dominansi spesies tumbuhan Dominansi suatu spesies dalam komunitas tumbuhan dapat menggunakan Indeks Nilai Penting (INP) sebagai paramaternya. Spesies tumbuhan yang paling mendominasi atau memiliki INP terbesar di setiap lokasi hanya terdiri dari lima spesies, yaitu Calophyllum soulattri , Ficus repens, Lepidagathis javanica, Piper sarmentosum dan Wedelia calendulacea . C. soulattri dan F. repens, hanya mendominasi di satu lokasi, yakni masing-masing di Arboretum Fahutan dan Hutan Cikabayan. L. javanica, paling mendominasi di Arboretum Lanskap, Tegakan Karet di depan Rusunawa, dan Asrama C4 Silva. P. sarmentosum, paling mendominasi di Hutan samping Masjid Al-Hurriyyah dan Tegakan Pinus Cangkurawok. Sementara W. calendulacea, paling mendominasi di Arboretum Hutan Tropika, Tegakan Jati Sengked, dan Tegakan Sengon Rektorat. Sementara
itu, berdasarkan hasil analisis vegetasi, spesies yang memiliki INP ≥10% berjumlah 27 spesies (Tabel 2). Tabel 2 Spesies tumbuhan dengan INP ≥10% di lokasi penelitian Nama Spesies
1*
2*
3*
4*
Lokasi/INP (%) 5* 6*
Axonopus compressus Borreria laevicaulis
11,37
28,92
25,3
14,34
8*
13,87
Caladium bicolor
11,4
22,4
17,03
14,23
57,65 10,87 17,26 17,47
Costus speciosus
11,32
Cyathula prostata Dieffenbachia seguine
11,04
Elaeis guineensis
10.86
18,74
Ficus aurata
35,95 13,09
42,37
13,58
Ficus repens
17,15 25,93
Gleichenia linearis
17,03
Hedyotis verticillata
13,46
Lantana camara
12,34
Lephatherum gracile Lepidagathis javanica
11,07 74,15
37,86
Piper caninum
Syzygium polyanthum
10,11
10,1
Clidemia hirta Commelina benghalensis
Piper sarmentosum Stelechocarpus burahol
10*
10,9
Brachiaria mutica
Ficus montana
9*
15.46
Borreria latifolia
Calophyllum soulattri Centrosema pubescens
7*
13,43 44,85
22,5 14,67
29,23
25,23
13,31 14,69
10,75
Tetracera scandens 16,36 Wedelia calendulaceae 54,03 33,74 28,68 Keterangan *: 1. Arboretum Fahutan, 2. Arboretum Hutan Tropika, 3. Arboretum Lanskap, 4. Hutan AlHurriyyah, 5. Hutan Cikabayan, 6. Tegakan Karet Rusunawa, 7. Tegakan Karet Asrama C4 Silva, 8. Tegakan Jati Sengked, 9. Tegakan Pinus Cangkurawok, 10. Tegakan Sengon Rektorat.
Spesies tumbuhan yang mendominasi di lokasi penelitian (lima spesies) termasuk ke dalam lima famili, yakni Cluciaceae (C. soulattri), Moraceae (F. repens), Piperaceae (P. sarmentosum), Acanthaceae (L. javanica), dan Asteraceae
(W. calendulacea). Menurut Sastroutomo (1990) dari kelima famili tersebut, famili Asteraceae merupakan salah satu famili dalam 12 famili spesies tumbuhan penting yang termasuk gulma berbahaya di dunia. Dominannya W. calendulacea (Asteraceae) di Kampus IPB Darmaga (di tiga lokasi) erat kaitanya dengan ekologi dan penyebaran tumbuhan tersebut. Pujowati (2006) juga mengungkapkan bahwa W. calendulacea merupakan spesies yang paling banyak ditemukan di daerah Pulau Jawa. INP yang tinggi menunjukkan bahwa
kelima spesies yang dominan
memiliki jumlah individu paling banyak, kerapatan dan frekuensi perjumpaannya dalam komunitas juga tinggi. Spesies yang dominan merupakan spesies yang berhasil mengefisiensikan energi yang ada di dalam lingkungannya. Dominansi dikarenakan kelima spesies tersebut mampu bertahan dan beradaptasi terhadap lingkungannya dengan lebih baik dibanding spesies lain dalam komunitasnya. Sutisna (1981) diacu dalam Rosalia (2008) mengemukakan bahwa suatu spesies tumbuhan dapat dikatakan
berperan atau berpengaruh dalam suatu
komunitas apabila memiliki INP untuk tingkat semai ≥ 10%, begitu juga dengan tumbuhan bawah. Hal ini berarti 27 spesies (Tabel 2) yang memiliki INP ≥10%, merupakan spesies-spesies yang berpengaruh di masing-masing komunitasnya. Sementara itu, spesies yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan biasanya memiliki INP paling tinggi diantara spesies lainnya. Selain itu, besarnya nilai INP juga menandakan besar atau tidaknya pengaruh spesies tersebut dalam suatu komunitas tumbuhan (Indriyanto 2006). 5.1.3 Keanekaragaman dan kemerataan spesies tumbuhan Keanekaragaman spesies tumbuhan di masing-masing lokasi penelitian bervariasi. Lokasi yang memiliki indeks keanekaragaman tertinggi adalah Tegakan Pinus Cangkurawok dengan nilai 3,48, sedangkan yang terendah adalah Tegakan Karet Asrama C4 Silva dengan nilai 2,44. Sementara itu, untuk indeks kemerataan, lokasi tertinggi adalah Tegakan Pinus Cangkurawok dengan nilai 0,85 dan terendah adalah Arboretum Fahutan dan Arboretum Lanskap dengan nilai 0,69. Data mengenai keanekaragaman dan kemerataan spesies ini disajikan pada Gambar 5.
Tegakan Sengon Rektorat
0.83
Tegakan Pinus Cangkurawok
0.85
Tegakan Jati Sengked
0.83
3.48 3.04
0.74
Tegakan Karet Asrama C4 Silva Lokasi
3.1
2.44
Tegakan Karet Rusunawa
0.81
Hutan Cikabayan
0.84
Hutan Al-Hurriyyah
0.84
3.13
0.69
Arboretum Lanskap
0
0.5
1
3.3
H‟
3.04
0.69
Arboretum Fahutan
E
2.55
0.79
Arboretum Hutan Tropika
3.33
2.66 1.5
2
2.5
3
3.5
4
Nilai Index
Gambar 5 Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan spesies di lokasi penelitian Kampus IPB Darmaga. Nilai derajat keanekaragaman (H‟) suatu komunitas biasanya lebih besar dari nol. Menurut Shannon-Wiener (1963) diacu dalam Fachrul (2008) apabila derajat keanekaragaman (H‟) dalam suatu komunitas <1, maka keanekaragamanya rendah, 1≤H‟≥3 keanekaragamannya sedang, dan H‟>3 maka keanekaragamannya tinggi. Sehubungan dengan itu, maka tujuh dari sepuluh lokasi penelitian yaitu Arboretum Hutan Tropika, Hutan di samping Masjid Al-Hurriyyah, Hutan Cikabayan, Tegakan Karet di depan Rusunawa, Tegakan Jati Sengked, Tegakan Pinus Cangkurawok, dan Tegakan Sengon Rektorat termasuk ke dalam kategori tinggi keanekaragaman spesiesnya. Sementara itu, tiga lokasi lainnya termasuk ke dalam kategori sedang. Nilai indeks kemerataan (E) berkisar antara nol sampai satu. Menurut Krebs (1978) nilai indeks kemerataan yang mendekati satu menunjukkan bahwa suatu komunitas tumbuhan semakin merata, sementara apabila semakin mendekati nol, maka semakin tidak merata. Sehubungan dengan itu, maka komunitas tumbuhan di sepuluh lokasi penelitian seluruhnya memiliki penyebaran individu spesies yang relatif merata, karena nilai indeksnya mendekati satu atau lebih tepatnya ≥0,69. Namun, dua lokasi yaitu Arboretum Fahutan dan Arboretum Lanskap relatif kurang merata dibandingkan dengan lokasi lainnya.
5.1.4 Kesamaan komunitas spesies tumbuhan Komunitas tumbuhan di sepuluh lokasi yang diteliti tidak menunjukkan adanya komunitas yang benar-benar sama. Hal ini dilihat dari nilai indeks kesamaan yang tidak mencapai ≥75%. Komunitas tumbuhan yang memiliki indeks komunitas tertinggi atau dapat dikatakan mendekati sama adalah komunitas tumbuhan di Arboretum Hutan Tropika dan Arboretum Lanskap dengan nilai indeks sebesar 73,78%. Sedangkan komunitas tumbuhan yang tidak menunjukkan kesamaan adalah komunitas tumbuhan di Arboretum Fahutan dengan Hutan Cikabayan dengan nilai indeks 6,52%. Data mengenai indeks kesamaan antar komunitas tumbuhan di lokasi penelitian disajikan secara lengkap pada Tabel 3. Tabel 3 Indeks kesamaan komunitas tumbuhan antar komunitas di Kampus IPB Darmaga Komunitas 1*
1*
2* 22,42
2* 3* 4* 5*
3*
4*
Lokasi/IS (%) 5* 6*
8*
9*
10*
15
35,42
6,52
32,47
26,69
24,23
26,45
20,32
73,78
31,71
28,65
71,07
28,94
59,31
52,3
65,41
31,56
11,25
68,18
60,07
31,89
24,48
60
14,87
42,13
51,27
49,34
45,09
33,56
27,8
6*
7*
11,7
10,2
28,5
16,5
64,56
58,36
50,18
50,36
47.08
34,63
40,44
39,46
50,24
7* 8* 9*
37,8
10* Keterangan *: 1. Arboretum Fahutan, 2. Arboretum Hutan Tropika, 3. Arboretum Lanskap, 4. Hutan AlHurriyyah, 5. Hutan Cikabayan, 6. Tegakan Karet Rusunawa, 7. Tegakan Karet Asrama C4 Silva, 8. Tegakan Jati Sengked, 9. Tegakan Pinus Cangkurawok, 10. Tegakan Sengon Rektorat.
Nilai indeks kesamaan yang bervariasi antara satu lokasi penelitian dengan lokasi lainnya menunjukkan susunan komunitas (komposisi dan struktur) tumbuhan yang ada di Kampus IPB Darmaga memiliki perbedaan antar komunitas, meskipun tingkat perbedaanya juga bervariasi antara komunitas yang dibandingkan. Hal ini sesuai dengan Soerianegara dan Indrawan (1998) yang menyatakan bahwa pada dua komunitas, apabila nilai IS 0%, maka komunitas yang dibandingkan berbeda sama sekali, dan apabila IS 100%, maka dua komunitas yang dibandingkan tersebut benar-benar sama.
5.2 Spesies Tumbuhan Asing Invasif 5.2.1 Jumlah spesies tumbuhan asing invasif Jumlah spesies yang tergolong tumbuhan asing invasif apabila dibandingkan dengan jumlah tumbuhan secara keseluruhan di sepuluh lokasi penelitian termasuk rendah. Spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Kampus IPB Darmaga hanya berjumlah 11 spesies. Daftar spesies yang tergolong tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga No. 1.
Nama Spesies Ageratum conyzoides L.
Asteraceae
Herba
2.
Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins
Asteraceae
Semak
3.
Clidemia hirta G. Don.
Melastomataceae
Semak
4.
Elaeis guineensis Jacq.
Arecaceae
Palem
5.
Lantana camara L.
Verbenaceae
Semak
6.
Mikania micrantha H. B. K.
Asteraceae
Herba
7.
Mimosa pudica Duchass. & Walp.
Fabaceae
Herba
8.
Piper aduncum L.
Piperaceae
Semak
9.
Rubus moluccanus L.
Rosaceae
Semak
10.
Spathodea campanulata Beauv.
Bignoniaceae
Pohon
Meliaceae
Pohon
11.
Swietenia macrophylla King. Sumber: Webber (2003), ISSG (2005)
Famili
Habitus
Spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Kampus IPB Darmaga terdiri dari sembilan famili, dan famili Asteraceae juga termasuk di dalamnya. Famili Asteraceae merupakan famili terbanyak setelah Poaceae yang spesiesspesiesnya termasuk ke dalam gulma berbahaya di dunia (Sastroutomo 1990). Selain itu, Famili Asteraceae juga termasuk tumbuhan yang mudah tumbuh liar dan tersebar di beberapa habitat, mulai dari halaman pekarangan, ladang, kebun, sampai di pinggir jalan (Pujowati 2006). Dilihat dari segi habitus, spesies tumbuhan asing invasif yang dijumpai di Kampus IPB Darmaga kebanyakan berhabitus semak (5 spesies). Hal ini juga sesuai dengan database spesies tumbuhan asing invasif di dunia yang memang didominasi oleh tumbuhan berhabitus semak (ISSG 2005). 5.2.2 Dominansi Spesies Tumbuhan Asing Invasif Spesies tumbuhan asing invasif di dalam suatu komunitas seharusnya mendominasi komunitas tumbuhan tersebut. Hal ini dikarenakan spesies ini dapat
mengefisiensikan sumberdaya yang ada di lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupanya, sehingga dapat bertahan meskipun berada pada lingkungan yang tidak sesuai dengan kebutuhannya (habitat alaminya). Namun, berdasarkan jumlah INP, secara umum nilainya tidak menunjukkan adanya dominansi dari spesies-spesies tersebut dalam komunitasnya. Nilai INP spesies asing invasif dan peringkatnya dalam komunitasnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 INP spesies tumbuhan asing invasif dan peringkatnya dalam komunitas No.
Nama Spesies
INP (%)
Peringkat INP#
Lokasi*
1.
Elaeis guineensis Jacq.
35,95
2
7
2.
Clidemia hirta G. Don.
17,26
2
9
3.
Mikania micrantha H. B. K.
8,34
6
2
4.
Lantana camara L.
6,95
10
2
5.
Swietenia macrophylla King.
6,36
7
1
6.
Ageratum conyzoides L.
2,48
29
10
7.
Rubus moluccanus L.
2,30
36
5
8.
Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins
1,77
41
2
9.
Mimosa pudica Duchass. & Walp.
1,50
31
10
10.
Spathodea campanulata Beauv.
1,33
34
3
11.
Piper aduncum L.
1,08
37
10
Keterangan *: 1. Arboretum Fahutan, 2. Arboretum Hutan Tropika, 3. Arboretum Lanskap, 4. Hutan AlHurriyyah, 5. Hutan Cikabayan, 7. Tegakan Karet Asrama C4 Silva, 9. Tegakan Pinus Cangkurawok, 10. Tegakan Sengon Rektorat. # : Peringkat INP dalam komunitasnya.
Spesies tumbuhan asing invasif yang memiliki pengaruh dalam komunitasnya hanyalah Harendong bulu (Clidemia hirta)
dan Kelapa sawit
(Elaeis guineensis). Hal ini dikarenakan dua spesies tersebut memiliki INP ≥10% (Tabel 5). Sementara itu, spesies lainnya dapat dikatakan tidak memiliki peranan signifikan dalam menekan spesies lain yang ada dalam komunitas yang sama. Penyebab berpengaruh atau tidaknya spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga dikarenakan oleh faktor bioekologis dan mekanis berupa pengelolaan tumbuhan bawah yang ada di kampus tersebut. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing spesies tumbuhan asing yang ada di Kampus IPB Darmaga: 1. Elaeis guineensis Jacq. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) (Gambar 6) merupakan temuan baru yang dinyatakan invasif di Indonesia.
Hal ini juga didukung dengan hasil
perhitungan INP spesies ini sebesar 35,95%. (Tabel 5). Saat ini, di Indonesia, memang belum ada yang mengungkapkan bahwa spesies ini termasuk ke dalam spesies invasif. Namun, spesies ini telah ditemukan sebagai spesies sangat invasif di Negara Bagian Bahia, Timur Laut Brasil (ISSG 2005).
Gambar 6 Anakan Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) E. guineensis berasal dari Afrika Barat, di Negara-negara seperti Nigeria, Liberia, dan Angola (ISSG 2005). Pertama kali dintroduksi ke Indonesia pada tahun 1848 di Kebun Raya Bogor, dan dikembangkan pertama kali sebagai tanaman perkebunan pada tahun 1911 di Sumatera Utara (Sastrosayono 2006). Daya tarik ekonomi menjadi salah satu alasan dibudidayakannya E. guineensis di Negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Dalam hal ini IPB sebagai Perguruan Tinggi yang berbasis pertanian dalam arti luas, tentu saja berusaha untuk mengembangkan spesies ini sebagai komoditi pertanian yang unggul dan diterima masyarakat. Oleh karena itu, di beberapa lokasi seperti Cikabayan telah ditanam E. guineensis sebagai bahan percobaan dan budidaya. Tingginya INP E. guineensis yang dijumpai di Kampus IPB Darmaga meskipun berada di bawah tegakan erat kaitannya dengan mekanisme kebutuhan cahaya. E. guineensis bersifat intoleran pada saat dewasa dan toleran pada saat anakan (juvenile) (Pahan 2008), sehingga adanya naungan tidak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu, E. guineensis juga dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1300 m dpl, bahkan dengan kondisi tanah asam juga masih memungkinkan untuk dapat tumbuh dan berkembang (Pahan 2008). Oleh karena itu, budidaya spesies ini perlu mendapat perhatian serius
mengingat sifat invasifnya yang dapat mengganggu ekologi tumbuhan di Kampus IPB Darmaga. 2. Clidemia hirta G. Don. Harendong bulu (Clidemia hirta) (Gambar 7) merupakan spesies tumbuhan asing invasif yang berpengaruh di komunitasnya, dengan INP 17,26 % (Tabel 5). Berpengaruhnya C. hirta di komunitasnya (Tegakan Pinus Cangkurwok) tidak terlepas dari kegiatan pemotongan tumbuhan bawah yang belum dilakukan di tegakan tersebut pada saat dilakukan penelitian. Selain itu, meskipun termasuk spesies intoleran, namun untuk tegakan yang relatif tidak rapat seperti di Tegakan Pinus Cangkurawok spesies ini dapat bertahan dan berkembang.
Gambar 7 Harendong bulu (Clidemia hirta G. Don.) C. hirta berasal Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan (daerah tropis dan Karibia) (Webber 2003). Pertama kali ditemukan di Indonesia di Pulau Jawa (Biotrop 2011). C. hirta kemungkinan dapat terus berkembang di Kampus IPB Darmaga apabila tidak dilakukan pengendalian berupa pemotongan atau perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan C. hirta dapat tumbuh di tempat terbuka atau sedikit naungan, berbunga sepanjang tahun, dan dapat hidup pada ketinggian 5-1350 mdpl, sementara Kampus IPB Darmaga memiliki ketinggian rata-rata 175-210 mdpl. Selain itu, C. hirta juga telah tercatat dalam 100 spesies asing paling invasif di dunia (Lowe et al. 2004). C. hirta di habitat aslinya dapat tumbuh dengan cepat, intoleran terhadap cahaya matahari, dan merupakan spesies pioner yang tumbuh di hutan primer (Webber 2003). Dilihat dari reproduksinya C. hirta memproduksi buah melimpah
dan penyebaran biji dibantu oleh burung, namun dapat juga tersebar oleh hewan lain yang melawati koloni tumbuhan ini. Selain itu, menurut Webber (2003) C. hirta juga tidak mudah terbakar, sehingga perlakuan pembakaran untuk pengendaliannya sering menimbulkan ketidakberhasilan. 3. Mikania micrantha H. B. K. Sembung rambat (Mikania micrantha) (Gambar 8) merupakan spesies toleran, sehingga meskipun di bawah naungan tegakan, tetap memiliki INP yang lebih besar dibandingkan spesies yang termasuk spesies tumbuhan asing invasif selain Elaeis guineensis dan Clidemia hirta. Meskipun termasuk spesies toleran, namun spesies ini banyak ditemukan di tepian tegakan yang relatif terbuka dibandingkan dengan di bawah tegakan.
Gambar 8 Sembung rambat (Mikania micrantha H.B.K) M. micrantha berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan (daerah tropis) (Webber 2003). Pertama kali diintroduksi di Kebun Raya Bogor tahun 1949, saat ini telah menyebar di seluruh Indonesia dan menggantikan Mikania cordata (spesies asli Indonesia) (Biotrop 2011). Perkembangan spesies ini di Kampus IPB Darmaga masih memungkinkan karena di habitat aslinya, termasuk toleran terhadap cahaya matahari dan tumbuh dekat danau dan hutan terbuka, kadang-kadang melimpah secara lokal (Webber 2003). M. micrantha merupakan tumbuhan memanjat dan merambat di semaksemak dan pohon kecil, kemudian membentuk semak tebal oleh campuran antara batang dan stolon. Spesies ini menyebar cepat setelah terganggu, misalnya karena terbakar dan memperluas populasi dengan pertumbuhan vegetatif, dan mencegah
regenerasi tumbuhan alami lainnya. Bijinya tersebar melalui angin, sehingga mudah untuk tersebar dan tak jarang mendominasi di habitat barunya (Webber 2003). Oleh karena itu, Lowe et al. (2004) telah mencatat spesies ini dalam 100 spesies asing paling invasif di dunia. 4. Lantana camara L. Tembelekan (Lantana camara) (Gambar 9) termasuk tumbuhan asing invasif yang memiliki INP rendah dalam komunitasnya. Spesies ini hanya memiliki INP sebesar 6,95% atau peringkat 10 dalam komunitasnya. Menurut Sharma et al. (2005) spesies ini merupakan salah satu dari 10 spesies terinvasif di dunia. Dengan kata lain, dominansinya di dalam komunitas yang ada di Kampus IPB Darmaga seharusnya tinggi. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Dobhal et al. (2011) yang mengemukakan bahwa invasi spesies ini telah mengubah kualitas (komposisi dan distribusi) dan kuantitas (pertumbuhan dan jumlah) spesies lain yang berada dalam komunitasnya di sekitar Sungai Nayar, Himalaya. L. camara diperkirakan akan terus berkambang di kawasan Kampus IPB Darmaga apabila tidak memperoleh gangguan dari manusia, baik melalui mekanik maupun kimiawi. Hal ini dikarenakan perkembangan L. camara di habitatnya yang baru termasuk cepat (ISSG 2005). Sementara itu, Rajwar (2007) diacu dalam Dobhal et al. (2010) menyatakan bahwa dalam waktu seratus tahun L. camara dapat menginvasi daerah sepanjang 110 km di sepanjang Sungai Nayar, Pauri Garhwal, di Himalaya.
Gambar 9 Tembelekan (Lantana camara L.)
L. camara berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika selatan (daerah tropis) (Webber 2003). Pertama kali ditemukan di Indonesia di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi (Bitrop 2011). Spesies ini juga telah tercatat dalam 100 spesies asing paling invasif di dunia (Lowe et al. 2004). Hal ini dikarenakan L. camara dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang miskin hara dan mudah beregenerasi seperti kondisi semula setelah terjadi kerusakan. Biji disebar oleh burung. Meskipun termasuk spesies intoleran, koloni spesies ini menjadi semak tebal dapat menghilangkan vegetasi asli dan merubah hutan alam menjadi padang semak (Gentle & Dugin 1997 diacu dalam Dobhal et al. 2010; Webber 2003). Koloni yang rapat dari L. camara dapat mengganggu area yang ditempatinya, termasuk pertumbuhan spesies lain di area tersebut (Webber 2003). Oleh karena itu, perkembangannya di Indonesia, khususnya di Kampus IPB Darmaga perlu diwaspadai untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan akibat invasi spesies tersebut. 5. Swietenia macrophylla King. Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla) (Gambar 10) merupakan spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Kampus IPB dengan habitus pohon. Keberadaan spesies ini di kampus IPB Darmaga tidak terlepas dari pembangunan ruang terbuka hijau dan kebun percobaan, berupa arboretumarboretum dan fungsi lainnya. Spesies ini termasuk spesies toleran, sehingga dapat berkembang di bawah tegakan atau naungan. Morris et al. (1999) juga melaporkan bahwa perkecambahan S. macrophylla semakin meningkat dengan meningkatnya naungan yang diberikan. Rendahnya nilai INP S. macrophylla lebih disebabkan faktor reproduksinya, terutama waktu berbuah dan cara penyebaran bijinya. Menurut Joker (2001) S. macrophylla berbuah antara bulan Juni-Agustus, dan penyebaran bijinya melalui angin, sehingga biasanya penyebarannya jauh dari lokasi induknya. S. macrophylla berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan (daerah tropis) (Webber 2003). Pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1872 dan berkembang di Jawa mulai tahun 1892. Spesies ini di Kampus IPB Darmaga diperkirakan akan terus berkembang, selain karena faktor introduksi
oleh pengelola, secara ekologis spesies ini juga merupakan spesies yang cepat tumbuh, toleran, dan dapat bertahan di daerah kering.
Gambar 10 Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla King.) Perkembangan S. macrophylla sering menjadi spesies dominan dan menekan spesies asli. Hal ini ditambah dengan setiap proses reproduksi yang menghasilkan biji banyak (Webber 2003). Selain itu, pemotongan juga tidak dapat mengatasi perkembangan spesies ini, karena spesies ini juga termasuk spesies yang mudah tumbuh kembali (bertunas) setelah dilakukan pemotongan (Webber 2003). 6. Ageratum conyzoides L. Babandotan (Ageratum conyzoides) (Gambar 11) memiliki INP yang rendah di lokasi contoh penelitian yang dijumpai. Sedikitnya populasi ini erat kaitannya dengan lokasi contoh penelitian yang relatif tertutup dengan tajuk spesies utama penyusun komunitas tumbuhan yang diteliti. Tertutupnya lantai hutan ini menyebabkan spesies tersebut ternaungi sehingga akses untuk mendapatkan cahaya yang digunakan dalam proses fotosintesis tidak berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan spesies tersebut merupakan spesies intoleran dan pertumbuhannya akan teredusir apabila cahaya kurang optimal (Moenandir 1993). A. conyzoides berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan (daerah tropis) (Webber 2003). Pertama kali dintroduksi di Pulu Jawa pada tahun 1900-an dan saat ini telah tersebar di seluruh Indonesia (Biotrop 2011). Keberadaannya
di
komunitas
tumbuhan
Kampus
IPB
Darmaga
dapat
menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati. Hal ini berdasarkan penelitian Singh et al. (2005) yang melaporkan bahwa invasi A. conyzoides telah menurunkan jumlah spesies, kepadatan, dan biomassa dan sangat berdampak pada struktur dan komposisi vegetasi alami, serta menurunkan keanekaragaman hayati tumbuhan di sekitar Shivakila, India.
Gambar 11 Babandotan (Ageratum conyzoides L.) A. conyzoides dapat tumbuh di sembarang tempat yang tidak tergenang air dari ketinggian 1-1200 m dpl. Suhu optimum untuk tumbuh yaitu 160 – 24 0C dan dapat tumbuh berasosiasi dengan tanaman pertanian seperti padi gogo, palawija, kopi, dan lain-lain (Moenadir 1993). 7. Rubus moluccanus L. Hareueus (Rubus moluccanus) (Gambar 12) dengan INP 2,3% menempati peringkat ke-36 dalam komunitasnya (Tabel 5). Menurut Daehler (1997), R. moluccanus merupakan tumbuhan memanjat dan seringkali mengikat tumbuhan asli serta menaunginya untuk mendapatkan cahaya, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan spesies asli yang dinaunginya. Wiriadinata (2008) mengungkapkan bahwa R. moluccanus merupakan salah satu spesies yang paling dominan di puncak Gunung Lumut. Surya (2008) juga mengungkapkan bahwa spesies ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 2000 m dpl. Sedikitnya populasi R. moluccanus yang ditemukan di lokasi penelitian terkait dengan pemotongan tumbuhan bawah yang dilakukan di lokasi penelitian, terutama di Hutan Cikabayan yang wilayahnya sebagian telah dikonversi menjadi kebun Kelapa sawit (Gambar 12).
A
B
Gambar 12 Hareueus (Rubus moluccanus L.) (A). Hutan Cikabayan yang dikonversi jadi kebun Kelapa sawit (B). R. moluccanus berasal dari Himalaya, Australia, New Caledonia, Pulau Solomon dan Fiji (ISSG 2005). Spesies ini dapat mengancam spesies lokal melalui kompetisi dan koloninya. Namun, R. moluccanus
di habitat aslinya,
dilaporkan juga terancam oleh invasi spesies asing yang diintroduksi di daerah tersebut (Ang et al. 2010). 8. Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins Kirinyuh (Chromolaena odorata atau Eupatorium odoratum) (Gambar 13) hanya memiliki INP sebesar 1,77 % atau peringkat ke-41 di komunitasnya. Menurut Lai et al. (2006), C. odorata merupakan spesies yang hidup sepanjang tahun dan menginvasi beberapa tipe ekosistem di alam. Hal ini juga sesuai dengan Jaya (2006), yang mengemukakan bahwa spesies ini dapat hidup di berbagai tipe habitat dengan ketinggian yang berbeda-beda. Selain itu, C. odorata juga diketahui dapat menggantikan spesies tumbuhan invasif lainnya seperti Lantana camara dan Imperata cylindrica, sehingga menjadi spesies yang dominan di dalam komunitas yang ditempatinya (Lai et al. 2006). C. odorata di lokasi penelitian banyak ditemukan dalam kondisi masih anakan (Gambar 13). Hal ini terkait dengan waktu penelitian yang dilakukan pada Bulan Januari sampai Februari. Menurut Muniappan et al. (2005) hal ini erat kaitannya dengan proses reproduksi C. odorata yang memproduksi bunga pada Bulan November dan Desember, bijinya baru tersebar dan tumbuh sekitar Bulan Januari atau Februari setiap tahunnya.
A
B
Gambar 13 Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins) (A), Dan anakannya (B). Penyebab sedikitnya jumlah spesies C. odorata juga erat kaitannya dengan lokasi yang dipilih, yang merupakan komunitas tumbuhan dengan tajuk yang sebagian besar menutupi permukaan tanah. Hal ini dikarenakan, meskipun dapat hidup di berbagai tipe habitat, namun syarat utama habitat tersebut harus merupakan daerah terbuka (Jaya 2006). Webber (2003) juga melaporkan bahwa spesies ini merupakan spesies pioner, sehingga membutuhkan cahaya penuh (intoleran species) agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam habitatnya. C. odorata berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan (daerah tropis) (Webber 2003). Pertama kali ditemukan di Indonesia di Lubuk Pakam, Sumatera Utara tahun 1934, dan saat ini telah tersebar di seluruh pulau besar Indonesia, dari Aceh sampai Papua (Biotrop 2011). Spesies ini juga telah tercatat dalam 100 spesies asing paling invasif di dunia (Lowe et al. 2004). Hal ini dapat dilihat dari sifat ekologis dan mekanisme invasinya di habitatnya yang baru. Menurut Webber (2003), C. odorata merupakan spesies pengambil nutrisi dalam tanah, mudah menggantikan spesies lokal di padang rumput, savana, dan tepi hutan. Ketika menginvasi suatu area, akan berkoloni rapat dan menutupi area tersebut serta berbentuk semak tebal yang bertahan dan mencegah munculnya spesies lain, sehingga dapat menurunkan jumlah spesies asli di hutan, savana, dan juga tepian hutan. Selain itu, C. odorata juga tumbuh cepat dengan produksi biji yang banyak dan dapat tersebar melalui angin (Webber 2003).
9. Mimosa pudica Duchass. & Walp. Putri malu (Mimosa pudica) (Gambar 14) hanya memiliki INP 1,50% atau peringkat ke-31 dalam komunitasnya. Hampir sama dengan Ageratum conyzoides, sedikitnya populasi M. pudica yang ditemukan di lokasi penelitian juga dikarenakan adanya naungan oleh tajuk tegakan di lokasi tersebut.
Gambar 14 Putri malu (Mimosa pudica Duchass & Walp.) Penyebab sedikitnya populasi M. pudica di lokasi penelitian dikarenakan spesies ini juga termasuk spesies intoleran (ISSG 2005), sehingga kurang berkembang baik di bawah naungan, dan dalam penelitian ini banyak ditemukan di tepi tegakan yang relatif lebih banyak menerima cahaya matahari. M. pudica berasal dari Amerika Selatan (Brasil, Peru, Panaman, Ekuador) (ISSG 2005). Pertama kali ditemukan di Kebun Tembakau, Deli, Sumatera Utara, dan saat ini telah menyebar ke seluruh Indonesia (Biotrop 2011). Perkembangan M. pudica di Kampus IPB Darmaga memungkinkan pada daerah-daerah ruderal atau tepian-tepian tegakan pohon. Secara ekologi, M. pudica dapat dijumpai di lahan pertanian, kebun, padang rumput, daerah terbuka, di pinggir jalan, tanah lembab, dan semak-semak (ISSG 2005). M. pudica dapat tumbuh sebagai tumbuhan tunggal atau berasosiasi dengan tumbuhan lainnya yang berupa semak-semak. Tumbuhan ini juga dapat tumbuh dari mulai 1-1300 m dpl dengan curah hujan sekitar 1000-2000 mm per tahun (ISSG 2005). 10. Spathodea campanulata Beauv. Kiengsrot (Spathodea campanulata) (Gambar 15) hanya memiliki INP 1,33% atau peringkat ke-34 dalam komunitasnya. Rendahnya INP di setiap
komunitas yang dijumpai spesies ini juga disebabkan oleh populasi dan frekuensi yang sedikit pada tiap komunitas yang dijumpai tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan adanya naungan pada tegakan yang diteliti, sehingga spesies ini tidak dapat berkembang dengan baik di Kampus IPB Darmaga, terutama di bawah tegakan pohon.
Gambar 15 Kiengsrot (Spathodea campanulata Beauv.) S. campanulata tidak dapat berkembang dengan baik di habitatnya yang baru termasuk di Kampus IPB Darmaga dikarenakan spesies ini termasuk spesies intoleran (Orwa et al. 2009). S. campanulata berasal dari Afrika Barat (Angola, Ethipia, Ghana, dan Kenya) (ISSG 2005). Saat ini, S. campanulata telah terbukti menginvasi beberapa kawasan di Hawaii, Fiji, Guam dan Vugu, serta berpotensi menjadi tumbuhan invasif pula di lokasi lainnya, terutama daerah tropis (ISSG 2005). Sehubungan dengan itu, perkembangannya di Indonesia, khusunya di Kampus IPB Darmaga masih memungkinkan mengingat di habitat aslinya, S. campanulata dapat berkembang dengan baik pada hutan sekunder, savana, dan daerah ekoton (Orwa et al. 2009). Invasifnya S. campanulata juga didukung dengan reproduksinya yang cepat, dan penyebaran bijinya dibantu oleh angin (Orwa et al. 2009). Menurut Webber (2003), S. campanulata merupakan spesies yang dapat berkembang cepat di daerah kering hingga lembab dan membentuk koloni yang tebal. Keberadaanya di habitat yang baru dapat menghilangkan spesies lokal karena naungannya yang lebat, sehingga menurunkan kekayaan spesies di bawah kanopi koloninya (Webber 2003). Selain itu, Lowe et al. (2004) juga telah menggolongkan S. campanulata ke dalam daftar 100 spesies asing paling invasif di dunia.
11. Piper aduncum L. Seuseureuhan (Piper aduncum) (Gambar 16) merupakan spesies tumbuhan asing invasif dengan INP terendah diantara spesies asing lainnya. INP spesies ini hanya 1,08% atau peringkat ke -37 dalam komunitasnya. Rendahnya INP spesies dipengaruhi oleh jumlah populasi dan frekuensi perjumpaanya yang rendah untuk setiap komunitas yang di teliti. Hal ini juga erat kaitannya dengan kebutuhan spesies ini terhadap cahaya yang berupa cahaya penuh atau termasuk spesies intoleran.
Gambar 16 Seuseureuhan (Piper aduncum L.) P. aduncum berasal dari Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan (daerah tropis dan Karibia) (Webber 2003). Pertama kali diintroduksi di Kebun Raya Bogor pada tahun 1900-an, dan saat ini telah tersebar ke seluruh Indonesia (Biotrop 2011). Dilihat dari sisi ekologis dan tempat tumbuh spesies ini dapat tumbuh pada ketinggian 0-1200 mdpl di sepanjang jalan di daerah hutan terbuka dan tanah lembab (Haertmink 2010). Habitat aslinya ada di hutan selalu hijau yang berdekatan dengan sumber air. Berkembang biak dengan biji, dan penyebarannya dibantu oleh angin, kelelawar dan burung, namun dapat juga tersebar oleh aktivitas manusia di dalam hutan (Haertmink 2010). Berdasarkan sifat bioekologisnya tersebut, spesies ini dapat berkembang lebih banyak lagi di Kampus IPB Darmaga apabila kondisinya lingkungannya mendukung. 5.2.3 Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Kampus IPB Darmaga memiliki pola penyebaran mengelompok (clumped), sesuai dengan nilai indeks penyebaran Morishita yang diperoleh dari hasil analisis data
pola penyebaran spesies-spesies tersebut. Data mengenai nilai Indeks Morishita disajikan secara lengkap pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai Indeks Penyebaran Morishita spesies tumbuhan asing invasif No.
Nama Spesies
Indeks Morishita
Pola Penyebaran
1.
Agratum conyzoides L.
0,61
Mengelompok
2.
Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins
0,58
Mengelompok
3.
Clidemia hirta G. Don.
0,52
Mengelompok
4.
Elaeis guineensis Jacq
0,54
Mengelompok
5.
Lantana camara L.
0,58
Mengelompok
6.
Mikania micrantha H. B. K.
0,52
Mengelompok
7.
Mimosa pudica Duchass. & Walp.
0,66
Mengelompok
8.
Piper aduncum L.
0,67
Mengelompok
9.
Rubus moluccanus L. Spathodea campanulata Beauv.
0,63 0,69
Mengelompok
Swietenia macrophylla King.
0,61
10. 11.
Mengelompok Mengelompok
Nilai indeks Morishita menunjukkan pola penyebaran spesies tumbuhan dalam suatu komunitas. Menurut Morishita (1965) diacu dalam Krebs (1972), apabila nilai indeks Morishita>0, maka pola penyebaran spesies tersebut adalah mengelompok (Gambar 17). Pola penyebaran dari spesies tumbuhan asing invasif yang mengelompok erat kaitannya dengan faktor lingkungan dan ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkannya. McNaughton dan Wolf (1990) mengemukakan bahwa kondisi iklim dan faktor ketersediaan hara merupakan faktor lingkungan yang paling berperan dalam penyebaran suatu spesies di alam. Ketersediaan unsur hara yang cukup pada sekitar induk tanaman akan menyebabkan tumbuhan cenderung membentuk pola penyebaran mengelompok.
A
B
Gambar 17 Penyebaran mengelompok pada tumbuhan. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) (A) dan Tembelekan (Lantana camara) (B).
Soegianto (1994) juga menyatakan bahwa pola penyebaran organisme di alam jarang ditemukan dalam pola yang seragam, tetapi umumnya mempunyai pola penyebaran mengelompok. Hal ini dikarenakan adanya naluri-naluri dari individu-individu spesies tersebut untuk mencari lingkungan tempat hidup yang sesuai dengan kebutuhannya. Lebih jauh, Ewusie (1980) juga mengemukakan, pada umumnya pengelompokkan dalam berbagai tingkat pertumbuhan suatu spesies merupakan pola yang paling sering ditemukan apabila mengkaji sebaran individu di alam. Pola penyeberan spesies asing invasif di Kampus IPB Darmaga menunjukkan pola yang sama, namun untuk perjumpaanya di setiap lokasi contoh penelitian menunjukkan frekuensi yang berbeda-beda setiap spesies (Tabel 7). Tabel 7 Penyebaran spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga No. 1.
Nama Spesies
Lokasi ditemukan*
Elaeis guineensis Jacq.
1,2,3,4,5,7,8, 9,10
2.
Mikania micrantha H. B. K.
1,2,3,4,5,6,8,10
3.
Clidemia hirta G. Don.
1,2, 4,5,6,9
4.
Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins
2,3,6,10
5.
Piper aduncum L.
5,8,9,10
6.
Lantana camara L.
2,5,6
7.
Mimosa pudica Duchass. & Walp.
2,3,10
8.
Ageratum conyzoides L.
1,3,10
9.
Rubus moluccanus L.
5,9
10.
Spathodea campanulata Beauv.
3,4
11.
Swietenia macrophylla King.
1
Keterangan *: 1. Arboretum Fahutan, 2. Arboretum Hutan Tropika, 3. Arboretum Lanskap, 4. Hutan AlHurriyyah, 5. Hutan Cikabayan, 6. Tegakan Karet Rusunawa, 7. Tegakan Karet Asrama C4 Silva, 8. Tegakan Jati Sengked, 9. Tegakan Pinus Cangkurawok, 10. Tegakan Sengon Rektorat.
Spesies yang paling tinggi frekuensi ditemukannya di lokasi penelitian adalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis) dan Sembung rambat (Mikania micrantha) dengan frekuensi masing-masing sembilan dan delapan lokasi dari sepuluh lokasi yang diteliti. Sementara spesies dengan frekuensi paling sedikit adalah Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla), dengan frekuensi hanya satu lokasi dari sepuluh lokasi yang diteliti. Penyebaran spesies tumbuhan asing invasif dilihat dari segi ditemukannya spesies tersebut di setiap lokasi contoh penelitian berbeda-berbeda jumlahnya. Lokasi dengan spesies tumbuhan asing invasif terbanyak adalah Arboretum Hutan Tropika, Arboretum Lanskap, Hutan Cikabayan, dan Tegakan Sengon Rektorat,
dengan masing-masing sebanyak enam spesies. Sedangkan lokasi yang paling sedikit yaitu Tegakan Karet di depan Asarama C4 Sylva dengan dua spesies. Penyebaran spesies tumbuhan asing invasif untuk tiap lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Peta Penyebaran spesies tumbuhan asing invasif di setiap lokasi penelitian di Kampus IPB Darmaga. Elaeis guineensis berdasarkan Tabel 7 dan Gambar 18 tersebar hampir di seluruh lokasi contoh penelitian di Kampus IPB Darmaga. Penyebaran spesies ini di Kampus IPB Darmaga diduga disebabkan oleh Bajing kelapa (Callosciurus notatus) atau satwa pengerat lainnya. Hal ini sejalan dengan Meyer et al. (2008) yang mengungkapkan bahwa penyebaran E. guineensis di Lembah Tahiti dan Raiatea banyak disebabkan oleh tikus hutan dan babi hutan. Penyebaran E. guineensis di Kampus IPB Darmaga juga didukung dengan daya tahan tumbuhan tersebut terhadap gangguan baik oleh manusia maupun secara alami. Hal ini terkait dengan pengelolaan kebun percobaan dan ruang terbuka hijau yang ada di Kampus IPB Darmaga. Dalam pengelolaannya, untuk mengurangi vegetasi semak dan supaya terlihat bersih, pengelola kampus sering
melakukan pemotongan tumbuhan bawah di area-area kebun percobaan dan ruang terbuka hijau tersebut. Berdasarkan pengamatan di Tegakan Sengon di depan gedung SEAFAST Centre, spesies ini mampu bertahan dan tumbuh kembali setelah dipotong, sehingga dapat dikatakan keberadaannya dalam komunitas tumbuhan yang ada di Kampus IPB Darmaga tidak terganggu dengan adanya pemotongan tersebut (Gambar 19).
A
B
Gambar 19 Bekas pemotongan pada Kelapa sawit (Elaeis guineensis) (A) dan Kondisinya setelah pemotongan (B). E. guineensis merupakan spesies tumbuhan asing invasif
yang
menunjukkan sifat invasifnya berdasarkan nilai INP di komunitasnya dan penyebarannya di setiap komunitas tumbuhan yang diteliti di Kampus IPB Darmaga.
Hal
ini
apabila
dianalogikan
terhadap
kawasan
konservasi
mengindikasikan bahwa perkembangan spesies ini di Indonesia melalui perkebunan-perkebunan besar menjadi ancaman tersendiri secara ekologis bagi kawasan konservasi yang merupakan tempat perlindungan keanekaragam hayati, terutama yang berbatasan langsung atau di sekitar perkebunan tersebut. Perkembangan perkebunan E. guineensis di Indonesia terus mengalami peningkatan beberapa tahun terkahir. Pada tahun 2003 luas seluruh kebun E. guineensis di Indonesia mencapai 5,237 juta ha, terdiri dari perkebunan pemerintah 0,645 juta ha, perkebunan rakyat 1,827 juta ha, dan perkebunan swasta 2,765 ha (Goenadi et al. 2005). Pada tahun 2005 luas perkebunan E. guineensis di Indonesia mencapai 5,6 juta ha, terdiri dari perkebunan pemerintah 0,7 ha, perkebunan rakyat 1,9 juta ha, dan perkebunan swasta 3,0 juta ha (Tryfino 2006). Serta pada tahun 2009 mencapai 7,3 juta ha (TAMSI & DMSI 2010).
Sebagian besar lahan perkebunan E. guineensis di Indonesia terletak di Pulau Sumatera (69%) dan Kalimantan (26%) (Tryfino 2006). Sementara itu, Pemerintah Repulik Indonesia masih memiliki rencana membangun 850 km perkebunan E. guineensis sepanjang perbatasan Indonesia dan Malaysia di Kalimantan. Apabila pembanguan tersebut terealisasi, maka pada tahun 2020 diprediksikan luas perkebunan spesies ini di Indonesia mencapai 9 juta ha, sehingga komposisinya menjadi 35% di Kalimantan dan 56% di Sumatera (Tryfino 2006). Selain itu, di Pulau Sumatera perkembangan perkebunan E. guineensis juga semakin meluas, bahkan beberapa kawasan konservasi juga telah dirambah. Perkembangan dan rencana pembangunan yang signifikan ini tentu akan berkorelasi terhadap kawasan konservasi, terutama yang berbatasan langsung atau bahkan merambah kawasan konservasi yang ada di kedua pulau tersebut (Gambar 20).
A
B
Gambar 20 Perkebunan Kelapa sawit (E. guineensis) yang berbatasan dengan hutan (kawasan konservasi) di kalimantan (A) dan pembongkaran E. guineensis yang merambah kawasan TN Tesso Nilo, Riau (B).(sumber: www.mongabay.com dan www.antaranews.com). Pulau Sumatera dan Kalimantan memiliki 19 Taman Nasional dengan 11 diantaranya di Sumatera dan delapan lainnya di Kalimantan, dan kawasan konservasi lainnya berupa Suaka Margasatwa dan Cagar Alam yang menjadi tempat konservasi plasma nutfah dan sumberdaya alam hayati di Indonesia, khususnya pulau Sumatera dan Kalimantan (DJPHKA 2010). Pengembangan perkebunan E. guineensis di kedua pulau tersebut dapat mengancam keanekaragaman hayati di kawasan konservasi yang ada di sekitarnya. Hal ini dikarenakan potensi penyebaran E. guineensis secara alami sangat besar apabila dilihat dari biji yang dihasilkan setiap tandannya.
Buah (biji) rata-rata yang dihasilkan untuk setiap satu tandan E. guineensis adalah 1600 buah, dengan potensi tandan yang dihasilkan untuk tanaman normal mencapai 20-22 tandan per tahun dan tanaman tua sekitar 12-14 tandan per tahun (Liang 2007). Apabila diasumsikan bahwa peluang biji berkecambah dan bertahan hidup sekitar 10% saja setiap tahunnya, maka untuk satu batang E. guineensis dapat menghasilkan sekitar 3200-3520 anakan untuk tanaman normal dan 19202240 anakan untuk tanaman tua. Oleh karena itu, perkembangan perkebunan E. guineensis di Indonesia terutama yang berdekatan dengan kawasan konservasi perlu mendapat perhatian serius, mengingat potensi invasinya yang dapat mengancam kelestarian dan keanekaragaman hayati di kawasan konservasi tersebut.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Spesies yang tergolong tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga ditemukan sebanyak 11 spesies dari sembilan famili yaitu; Ageratum conyzoides L. (Asteraceae), Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins (Asteraceae), Clidemia hirta G. Don. (Melastomataceae), Elaeis guineensis Jacq. (Arecaceae), Lantana camara L. (Verbenaceae), Mikania micrantha H.B.K (Asteraceae), Mimosa pudica Duchass. & Walp. (Fabaceae) Piper aduncum L. (Piperaceae), Rubus moluccanus L. (Rosaceae), Spathodea campanulata Beauv. (Bignoniaceae), dan Swietenia macrophylla King. (Meliaceae). Namun, dari sebelas spesies tersebut, hanya Elaeis guineensis Jacq. (Arecaceae) yang menunjukkan sifat invasif. 2. Pola penyebaran seluruh spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Kampus IPB Darmaga adalah mengelompok (clumped).
6.2 Saran 1. Perlu dilakukan kegiatan pemantauan terhadap perkembangan spesies tumbuhan asing invasif terutama Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kampus IPB Darmaga. Hal ini juga dapat dianalogikan pada kawasan hutan di Indonesia, terutama kawasan konservasi yang berbatasan atau di sekitar perkebunan Kelapa sawit, agar tidak terjadi invasi spesies ini di kawasan konservasi tersebut. 2.
Perlu dilakukan inventarisasi spesies tumbuhan asing invasif di lokasi atau tipe habitat yang belum diteliti di Kampus IPB Darmaga.
DAFTAR PUSTAKA
Ang WF, Alvin F, Chong LKY, Ng BYQ, Suen SM, Tan HTW. 2010. The distribution and status in Singapore of Rubus moluccanus L. var. Angilosus Kalkman (Rosaceae). Nature in Singapore 3: 91-97. Biotrop.
2011. Invasive alien species. http://www.biotrop.org/database.php?act=dbias. [18 April 2011].
[BLK] Badan Litbang Kehutanan. 2010. Baseline information on IAS in Indonesia. [makalah]. Disampaikan dalam: Workshop Pilot Site Selection and Capacity Building. Bogor, 23 Desember 2010. Bogor: Badan Litbang Kehutanan. [BMKG] Badan Meteorlogi Klimatologi dan Geofisika. 2010. Data klimatologi tahun 2010. Bogor: Stasiun Klimatologi Bogor. Campbhell S. 2005. A global perspective on forest invasive species: the problem, causes, and consequences. Dalam: Mckenzie P, Brown C, Su J, Wu J. editor. The unwelcome guests: proceedings of the Asia-Pasific forest invasive species conference; Kunming, 17-23 Agustus 2003. Bangkok: FAO. 9-10. Daehler CC. 1997. The taxonomic distribution of invasive angiosperm plants: Ecological insight and comparison to agricultural weeds. Biological conservation 84: 167-180. [Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. DJPHKA [Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam]. 2010. 50 Taman Nasional di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kehutanan RI. Dobhal PK, Kohli KR, Batish DR. 2011. Impact of Lantana camara L. invation on riparian vegetation of Nayar Region on Garhwal, Himalayas (Uttarakhand, India). Ecologi and The Natural Environment 3 (1): 12-22. _____________________________.2010. Evaluation of the impacts of Lantana camara L. invation of four major woody shrub, along Nayar river of Pauri Garhwal, in Uttarakhand Himalaya. International Journal of Biodiversity and Conservation 2 (7): 155-161. Ewusie JY. 1980. Ekologi Tropika: Membicarakan alam tropika Afrika, Asia, dan Dunia Baru. Tanuwidjaja U, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Elements of Tropical Ecology. Fachrul MF. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Goenadi DH, Dradjat B, Emingpraja L, Hutabarat B. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI. Hartemink AE. 2010. The invasive shrub Piper aduncum in Papua New Guinea: A review. Jurnal of Tropical Forest Science 22 (2): 202-213.
Hernowo JB, Soekmadi R, Ekarelawan. 1991. Kajian pelestarian satwaliar di Kampus IPB Darmaga. Media Konservasi 3 (2): 43-57. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT Bumi Aksara. [ISSG] Invasive Species Specialist Group. 2005. Global invasive species database: http://www.issg.org/database. [11 Januari 2011]. Jaya AH. 2006. Implikasi eksistensi Chromolaena odorata (L.) King & Robinson (Asreaceae) dan agen hayatinya Cecidochares connexa Macquart (Diptera: Tephritidae) terhadap struktur komunitas serangga dan tumbuhan lokal. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Joker D. 2001. Informasi singkat benih: Swietenia macrophylla King. Bandung: Indonesia Forest Seed Project. Jose S, Kohli RK, Singh HP, Batish DR, Pieterson EC. 2009. Invasive plants: a threat to the integrity and sustainibility of forest ecosystem. Dalam: Kohli RK, Jose S, Singh HP, British DR. 2009. Invasive Plants and Forest Ecosystem. New York: CRC Press. Krebs CJ. 1972. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York: Harper & Row Publishing. ________. 1978. Ecological Methodology. New York: Harper & Row Publisher. Liang
T. 2007. Seluk beluk kelapa sawit. http://sawitkalbar.blogspot.com/2007_10_01_archive.html. [29 Mei 2011].
Kurnia I. 2003. Studi keanekaragaman jenis burung untuk pengembangan wisata birdwatching di Kampus IPB Darmaga. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Lai PY, Muniappan R, Wang TH, Wu CJ. 2006. Distribution of Chromolaena odorata and its biological control in Taiwan. Hawaiian Entomol 38: 119122. Lowe S, Browne M, Boudjelas S, De Poorter M. 2004. 100 of the world‟s invasive alien species: A selection from the global invasive species database. Auckland: Holland Printing Ltd. Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology: A primer on methods and computing. New York: John Wiley & Sons, Inc. Magurran AE. 2004. Measuring Biological Diversity. Oxford: Blackwell Publishing. Mardhotillah A. 2001. Analisis pola penggunaan lahan, pola transportasi, dan pola perilaku beraktivitas (studi kasus mobilitas civitas IPB menuju ke dalam, di dalam, dan ke luar Kampus IPB Darmaga).[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. McNaughton SJ, Wolf LL. 1990. Ekologi Umum edisi ke-dua.Pringgoseputro S, Srigandono, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Meyer JY, Lavergne C, Hodel DR. 2008. Time bombs in garden: Invasive ornamental palms in Tropical Islands with emphasis on French Polynesia (Pasific Ocean and the mascarences (Indian Ocean). Palms 52(2): 71-83. Misra KC. 1974. Manual Plant Ecology. New Delhi: Oxford & IBH Publishing. Moenandir J. 1993. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Jakarta: Rajawali Press. Mooney HA, Cleland EE. 2001. The evolutionary impact of invasive species. PNAS (98)10: 5446-5451. Morris MH, Castillo PN, Mize C. 1999. Sowing date, shade, and irrigation affect big-leaf mahagony (Swietenia macrophylla King). Ann Arbor: University of Michigan. Mulyani YA. 1985. Studi keanekaragaman jenis burung di lingkungan Kampus IPB Darmaga. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Muniappan R., Reddy GVP, Lai PY. 2005. Distribution and biological control of Chromolaena odorata. Dalam: Invasive Plants: Ecological and Agricultural Aspects. Switzerland: Birkhauser Verlag. Mutaqin IZ. 2002. Upaya penanggulangan tanaman eskotik Acacia nilotica di kawasan Taman Nasional Baluran. Dalam: Purwono B, Wardhana BS, Wijanarko K, Setyowati E, Kurniawati DS. Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing Invasif. Jakarta: Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan The Nature Consevancy. Olden JD, Poff NL, Douglas ME, Faucsh KD. 2004. Ecological and evolutionary consequences biotic homogenezation. Tren in Ecol an Evol 19(1): 18-24. Orwa C, Mutua A, Kindt R, Jamnadass R, Anthony S, 2009. Agroforestree Database: a tree reference and selection guide version 4.0. Kenya: World AgroforestryCentre.http://www.worldagroforestry.org/resources/database s/agroforestree. [26 Juni 2011]. Pahan I. 2008. Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya. Pane H, Hasannudin A. 2002. Gulma invasif jajagoan dan enceng gondok di lahan irigasi. Dalam: Purwono B, Wardhana BS, Wijanarko K, Setyowati E, Kurniawati DS. Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing Invasif. Jakarta: Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan The Nature Consevancy. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2004 tentang Karantina Tumbuhan. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Prent K, Adisubrata J, Poerwadarminta JS. 1969. Kamus Latin-Indonesia. Semarang: Penerbit Jajasan Kanisisus.
Primack RB. 1998. Biologi Konservasi. Primack RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P, penerjamah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari: A Primer of Conservation Biology. Pujowati P. 2006. Pengenalan ragam tanaman lanskap Asteraceae (Compositae). [laporan]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Purwono B, Wardhana BS, Wijanarko K, Setyowati E, Kurniawati DS. 2002. Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing Invasif. Jakarta: Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan The Nature Consevancy. Reaser JK, Meyerson LA, Cronk Q, Poorter MD, Eldrege LG, Green E, Kairo M, Latasi P, Mack RC, Mauremootoo J, O‟dwond D, Orapa W, Sasatroutomo S, Sanders A, Shine C, Sigurdur T, Vaiutu L. 2007. Ecological and socioeconomic impacts of invasive alien species in alien ecosystems. Environment Conservation 34 (2): 98-111. Richard PW. 1966. The Tropical Rain Forest an Ecological Study. New York: Cambridge University Press. Rosalia N. 2008. Penyebaran dan karakteristik tempat tumbuh pohon tembesu (Fragaea fragrans Roxb.) (Studi kasus di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kapusa Hulu Kalimantan Barat). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sastrosayono S. 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Depok: PT AgroMedia Pustaka. Sastroutomo SS. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Setiadi D. 1984. Inventarisasi vegetasi tumbuhan bawah dalam hubungannya dengan pendugaan sifat hebitat bonita tanah di daerah hutan jati Cikampek, KPH Purwakarta, Jawa Barat. [laporan penelitian]. Bogor: Bagian Ekologi Departemen Botani Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. _________. 1986. Catatan jenis tumbuhan bawah daerah hutan jati KPH Perwakarta.[laporan penelitian]. Bogor: Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Sharma GP, Raghubanshi AS, Singh JS. 2005. Lantana invasion: An overview. Weed Biology and Management. 5: 157-165. Singh HP, Batish DR, Kohli RK, Arora V, Kaur S. 2005. Impact of the invasive weed Ageratum conyzoides in the Shivalik Ranges of the north-western Himalayas, India. Chandigarh. Department of Botany, Panjab University. Sukisman T. 2010. Tumbuhan invasif di hutan [slide presentasi].Bogor: BIOTROP. Surya MI. 2009. Keanekaragaman dan potensi Rubus spp. koleksi Kebun Raya Cibodas. Warta Kebun Raya 9 (1): 20-25. Soegianto A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Jakarta: Penerbit Usaha Nasional.
Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. [TAMSI, DMSI] Tim Advokasi Minyak Sawit Indonesia, Dewan Minyak Sawit Indonesia. 2010. Fakta Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta: DMSI. Tjitrosemito S. 2004. Management of invasive alien plants species.[makalah]. Disampaikan dalam: Regional Training Course on Integrated Management of Invasive Alien Plant Species. Bogor, 18-28 Mei 2004. Bogor: BIOTROP. Tryfino. 2006. Potensi dan prospek industri kelapa sawit. Economic Review 206: 1-7. Ujiyani F. 2009. Inventarisasi dan kajian potensi invasif arthropoda dan tumbuhan yang masuk wilayah Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Undang-undang No.13 Tahun 2010 tentang Holtikultura. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-undang No.5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation Convention on Biological Diversity (CBD). Undang-undang No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya. Walter H. 1971. Ecology of Tropical and Subtropical Vegetation. Edinburg: Oliver & Boyd. Webber E. 2003. Invasive Plant Species of the World : A Refererence Guide to Environmental Weeds. Cambridge: CABI Publishing. Wilcove DS, Rothstein D, Dubow J, Phillips A, Losos E. 1998. Quantifying threats to imperiled species in United States. BioSciences 48(8): 607-615. Wiriadinata H. 2008. Keanekaragaman tumbuhan hutan “Gunung Lumut” Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur. Berita Biologi 9 (3): 313-323. Wittenberg R, Cock MJW. 2003. Invasive Alien Species: A Toolkit Best Preventation and Management Practices. Cambridge: CABI Publishing.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar spesies tumbuhan hasil analisis vegetasi yang teridentifikasi di Kampus IPB Darmaga No.
Nama Ilmiah
Nama Lokal
Famili
Habitus
Lokasi*
1.
Acalypha sp.
Teh-tehan pangkas
Euphorbiaceae
Semak
4
2.
Adenanthera pavonina L.
Saga pohon
Fabaceae
Pohon
3
3.
Ageratum conyzoides L.
Babandotan
Asteraceae
Herba
1,3,10
4.
Aglaia sp.
Kayu palado
Meliaceae
Pohon
2
5.
Amaranthus spinosus L.
Bayam duri
Amaranthaceae
Herba
9
6.
Amorphophalus variabilis Bl.
Iles-iles
Araceae
Semak
1,2,4,6,8,10
7.
Andrographis paniculata Ness.
Sambiloto
Acanthaceae
Herba
1
8.
Aneilema nudiflorum R.Br.
Gewor
Commelinaceae
Herba
6
9.
Anthurium andreanum Linden.
Kuping gajah
Araceae
Semak
7,8,9
10.
Archidendron jiringa (Jack) I. Nielsen
Jengkol
Fabaceae
Pohon
2,9
11.
Arcypteris irregularis (Pr) Holt.
Paku mlukut
Polypodiaceae
Semak
9
12.
Ardisia crispa A.DC.
Mata ayam
Myrsinaceae
Semak
4
13.
Asplenium nidus L.
Paku sarang burung
Polypodiaceae
Herba
1
14.
Athyrium sorzogonense (Presl) Milde.
Paku kijang
Polypodiaceae
Semak
9
15.
Axonopus compressus (SW). Beauv
Jukut pait
Poaceae
Herba
3,5,6,7,8,9,10
16.
Boehmeria sp.
Rami
Urticaceae
Herba
2,3,4,10
17.
Borreia alata (Aubl). DC.
Gletak
Rubiaceae
Herba
9
18.
Borreia latifolia (Aubl) K. Schum.
Rumput Setawar
Rubiaceae
Herba
2,3,4,6,9,10
19.
Borreria laevicaulis (Miq) Ridl.
Kenikir
Rubiaceae
Herba
2,5,6,10
20.
Borreria hispida Schum.
Gempur batu
Rubiaceae
Herba
7
21.
Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf.
Rumput braciaria
Poaceae
Herba
2,3,4,5,6,7,8,10
22.
Caladium bicolor (W.Ait). Vent.
Keladi hias
Araceae
Herba
1,2,3,4,5,6,7,9,10
23.
Calathea sp.
Pisang hias
Maranthaceae
Herba
1
24.
Calliandra haematocephala Hassk.
Kaliandra
Fabaceae
Semak
1
25.
Calophyllum inophyllum L.
Nyamplung
Clusiaceae
Pohon
4,6,7
26.
Calophyllum soulattri Burm F.
Solatri
Clusiaceae
Pohon
1
27.
Carex filicium Ness.
Kerisan
Cyperaceae
Herba
5,6
28.
Caryota mitis Lour.
Palem sarai
Arecaceae
Palem
5,6
29.
Castanopsis argentea DC.
Saninten
Fagaceae
Pohon
1
30.
Cecropia sp.
Pohon terompet
Cecropiaceae
Pohon
9
31.
Ceiba pentandra Gaert.
Kapuk randu
Bombacaceae
Pohon
3
32.
Centella Asiatica (L).Urb
Pegagan
Apiaceae
Herba
1,10
33.
Centrosema pubescens Jack.
Kacang-kacangan
Fabaceae
Semak
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
34.
Cerbera manghas L.
Bintaro
Apocynaceae
Pohon
2
35.
Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins
Kirinyuh
Asteraceae
Semak
2,3,6,10
36.
Cinnamomum burmanii Bl.
Kayu manis
Lauraceae
Pohon
1,2,5
37.
Cissus repens Lam
-
Vitaceae
Liana
4,6,10
38.
Clidemia hirta G. Don.
Harendong bulu
Melastomataceae
Semak
1,2,4,5,6,9
39.
Coelorachis glandulosa (Trin) Stapf.
-
Poaceae
Herba
2,3,5,10
40.
Coffea robusta Lindl .Ex De Will.
Kopi
Rubiaceae
Pohon
9
41.
Colocasia esculenta L.Schott.
Talas
Araceae
Herba
6,7,8
42.
Combretum tetralopum Clarke
-
Combretaceae
Semak
9
43.
Commelina benghalensis Forsk.
Gewor
Commelinaceae
Herba
4,5,10
44.
Costus speciosus (Koenig) Smith
Pacing
Zingiberaceae
Herba
1,4,5
45.
Cuphea ignea A.DC.
Bunga serutu
Lyrtaceae
Herba
3
46.
Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.
Daun kukurung
Scrophulariaceae
Herba
6
47.
Cyathula prostrata (L.) Blume
Bayam pasir
Amaranthaceae
Herba
6
48.
Cyclosorus aridus O.K
Paku kadal
Thelypteridaceae
Semak
2,3,4,5,6,7,8,9,10
49.
Cymbopogon nardus (L) Randle.
Sereh
Poaceae
Herba
1
50.
Cyperus kyllingia Endl.
Rumput kenop
Cyperaceae
Herba
3
51.
Dalbergia latifolia Roxb.
Sonokeling
Fabaceae
Pohon
3,4,5,6,10
52.
Dieffenbachia seguine (Jacq) Schoot.
Sri rezeki
Aveaceae
Herba
1,4
53.
Digitaria sp.
Rumput digitaria
Poaceae
Herba
1
54.
Dioscorea pyrifolia Kunth
Huwi upas
Dioscoreaceae
Herba
2,4,9
55.
Diplazium esculantum Swartz.
Paku sayur
Polypodiaceae
Semak
1,6,9
56.
Dracaena sp.
Sugi Putih
Liliaceae
Herba
4,9
57.
Drymoglossum piloselloides (L.)Presl.
Sisik naga
Polypodiaceae
Herba
3,5,8
58.
Diospyros celebica Bakh.
Eboni
Ebenaceae
Pohon
2
59.
Dysoxylum gaudichaudianum (Juss.) Miq.
Kedoya
Meliaceae
Pohon
8
60.
Elaeis guineensis Jacq.
Kelapa sawit
Arecaceae
Palem
1,2,34,5,,7,8,9,10
61.
Eleutheranthera ruderalis (Sw.) Sch. Bip.
-
Asteraceae
Herba
5,10
62.
Etlingera solaris (Blume) R. M. Sm.
Tepus
Zingiberaceae
Herba
4
63.
Syzygium aquea Burm.F
Jambu air
Myrtaceae
Pohon
8
64.
Euphorbia hirta L.
Patikan kebo
Euphorbiaceae
Herba
1,9
65.
Ficus aurata Corner
Kayu ara
Moraceae
Pohon
5,6,7,9,10
66.
Ficus elastica Nois. Ex Bl.
Karet kerbau
Moraceae
Pohon
8
67.
Ficus fistulosa Reinw ex. Bl
Beunying
Moraceae
Pohon
3,9
68.
Ficus montana Burm.f.
Perlasan
Moraceae
Pohon
1,2,3,4,5,6,7,8,10
69.
Ficus repens Roxb.ex J.E.Smith
Daun dolar
Moraceae
Liana
5,9
70.
Ficus septica Burm F.
Awar-awar
Moraceae
Perdu
3
71.
Fleurya aestuans (L.) Gaudich
Jelatang
Urticaceae
Herba
8
72.
Gleichenia linearis (Burm. f.) C. B
Reusam
Polypodiaceae
Semak
9
73.
Glochidion rubrum Blume
Dempul lelet
Euphorbiaceae
Semak
5,9
74.
Gmelina arborea Roxb.
Gmelina
Verbenaceae
Pohon
5,8
75.
Graptophyllum pictum (L.) Griffith.
Daun ungu
Acanthaceae
Perdu
4
76.
Gymnopetalum cochinchinense Kurz.
Areui bobontengan
Cucurbitaceae
Liana
3
77.
Hedyotis verticillata (L.) Lam.
-
Rubiaceae
Herba
2,4,5,6,9
78.
Hemigraphis brunelloides (Lam) Bremek.
Sengengen
Acanthaceae
Herba
1,5,6
79.
Hevea brasieliensis Muell. Arg.
Karet
Euphorbiaceae
Pohon
1,2,4,5,6,7
80.
Hymenaea courbaril L.
Marasi
Fabaceae
Pohon
3
81.
Impatiens balsamina L.
Pacar air
Balsaminaceae
Herba
7
82.
Jacquemontia paniculata (Brum. f) Hallier F.
-
Convolvulaceae
Herba merambat
83.
Jasminum funale Decne.
-
Oleaceae
Pohon
5
84.
Justicia gendarussa Blanco.
-
Acanthaceae
Semak
6
85.
Arachis hypogeae L.
Kacang tanah
Fabaceae
Herba
10
86.
Lantana camara L.
Tembelekan
Verbenaceae
Semak
2,5,6
87.
Leea indica (Brum F.) Merr.
Girang merah
Leeaceae
Semak
2,5,6
88.
Lepidagathis javanica Blume
Daun segugur
Acanthaceae
Herba
2,3,5,6,7,10
89.
Lindernia crustacea F.Muell.
Juku mata keuyeup
Scrophulariaceae
Herba
3
90.
Litsea sp.
Garau
Lauraceae
Pohon
2,3
91.
Lophaterum gracile Brongn.
Rumput bambu
Poaceae
Herba
2,3,4,5,6,7,10
92.
Macaranga sp.
Mahang
Euphorbiaceae
Pohon
9
93.
Manihot utilisima Pohl.
Singkong
Euphorbiaceae
Semak
5,6
94.
Maniltoa grandiflora Scheff.
Sapu tangan
Caesalpiniaceae
Pohon
4
2,10
1,2,3,5,9,10
95.
Melastoma malabathricum L.
Harendong
Melastomataceae
Semak
96.
Melicope latifolia (DC) T.G. Hartley
-
Rutaceae
Perdu
2,4,5,8,9
97.
Merremia umbellata (L.) Hall
Daun bisul
Convolvulaceae
Liana
1,9
98.
Mikania micrantha H. B. K.
Sembung rambat
Asteraceae
Herba
1,2,3,4,5,6, 8,10
99.
Millettia splendidissima Blume ex Miq.
Sergantung
Fabaceae
Pohon
9
100.
Mimosa pudica Duchass. & Walp.
Putri malu
Fabaceae
Herba
2,3,10
101.
Muntingia calabura L.
Kersen
Elaeocarpaceae
Pohon
6,9
102.
Nephrolepis bisserata (SW.) Schoot
Paku harupat
Dryopteridaceae
Semak
9
103.
Ophiopogon sp.
-
Liliaceae
Herba
6,7
104.
Oxalis corniculata L.
Calincing
Oxalidaceae
Herba
1
Paku larat
Polypodiaceae
Semak
2,4,5,8,9
105. 106.
Panicum brevifolium L.
-
Poaceae
Herba
9
107.
Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen.
Sengon
Fabaceae
Pohon
6,10
108.
Parashorea sp.
Parashorea
Dipterocarpaceae
Pohon
1,3
109.
Paspalum commersonii Lamk
-
Poaceae
Herba
3,6,10
110.
Passiflora foetida L
Rambusa
Passifloraceae
Herba
4,5,7,8,9,10
111.
Peperomia pellucida (L.) H.B. K.
-
Piperaceae
Semak
3,10
112.
Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.
Mahkota dewa
Thymelaeaceae
Perdu
113.
Phylanthus urinaria L.
Meniran
Euphorbiaceae
Semak
1,2,3,6,8,10
114.
Piper aduncum L.
Seuseurehan
Piperaceae
Semak
5,8,9,10
115.
Piper caninum Blume.
Kemekes
Piperaceae
Semak
7,8
116.
Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter
Karuk
Piperaceae
Semak
2,4,7,8,9,10
117.
Piper umbellatum Jacq.
-
Piperaceae
Semak
4,5,8,9,10
118.
Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum
Paku-pakuan
Polypodiaceae
Semak
8
2
119.
Pometia pinnata J.R.& G.Forst
Matoa
Sapindaceae
Pohon
4,8
120.
Pterocarpus indica Wild.
Angsana
Papilionaceae
Pohon
1,6
Semak
9
121.
Putihan
122.
Quercus gemelliflora Bl.
Pasang
Fagaceae
Pohon
1
123.
Rhaphidophora sp.
-
Araceae
Herba
4
124.
Rhaphidophora sp. 2
-
Araceae
Herba
4
125.
Rostellularia obtuse Nees.
-
Acanthaceae
Semak
6
126.
Rubus moluccanus L.
Hareueus
Rosaceae
Liana
5,9
127.
Salacca edulis Reinw.
Salak
Arecaceae
Palem
1,2,4,8
128.
Sauropus adrogynus Merr.
Katuk
Euphorbiaceae
Semak
1,4,5
129.
Scindapsus hederaceus Schott.
-
Araceae
Herba
4
130.
Selaginella doederleinii Hieron.
Cakar ayam
Sellaginellaceae
Herba
7,9
131.
Setaria palmifolia (J. Koenig) Satpf.
Rumput palem
Poaceae
Herba
2,3,8,10
132.
Setaria plicata Lamk.
Jambean
Poaceae
Herba
2,5
133.
Shorea leprosula Miq.
Meranti
Dipterocarpaceae
Pohon
1
134.
Shorea pinanga R.Scheffer
Meranti merah
Dipterocarpaceae
Pohon
1
135.
Solanum sp.
Terung-terungan
Solanaceae
Semak
7
136.
Solanum torvum Swartz.
Takokak
Solanaceae
Semak
1,2,5,9,10
137.
Spathodea campanulata Beauv.
Kiengsrot
Bignoniaceae
Pohon
3,4
138.
Strobilanthes sp.
-
Acanthaceae
Herba
1,5
139.
Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl.
Pecut Kuda
Verbenaceae
Herba
1,2,5,9,10
140.
Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook.f & Th.
Burahol
Annonaceae
Pohon
1
141.
Stephania japonica Miers.
-
Menispermaceae
Liana
2,3,4,5,6,7,8,10
142.
Swietenia macrophylla King.
Mahoni daun lebar
Meliaceae
Pohon
1
143.
Swietenia mahagoni (L.) Jacq.
Mahoni daun kecil
Meliaceae
Pohon
9
144.
Syzygium lineatum (DC.) Merr.& Perry.
Galam
Myrtaceae
Pohon
2
145.
Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.
Salam
Myrtaceae
Pohon
1,2,3,4,5
146.
Tacca palmata Blume.
Gadung tikus
Taccaceae
Semak
4
147.
Taenitis blechnoides SW.
Paku ringin
Polypodiaceae
Semak
2,3,4,5,6,7,9
148.
Tetracera indica Merr.
Ki asahan
Dilleniaceae
Semak
1,4,9
149.
Tetracera scandens L. Merr.
Kasapan
Dilleniaceae
Semak
2,5,6,9
150.
Theme gigantea ( Icav.) Hack.
Rumput gajah
Poaceae
Herba
1
151.
Typhonium flagelliforme Lodd.
Keladi tikus
Araceae
Herba
1,4,7,8
152.
Wedelia calendulacea Less.
Seruni
Asteraceae
Herba
2,3,6,8,9,10
153.
Zingiber sp.
Jahe-jahean
Zingiberaceae
Herba
9
Keterangan *: 1. Arboretum Fahutan, 2. Arboretum Hutan Tropika 3. Arboretum Lanskap 4. Hutan Al-Hurriyyah 5. Hutan Cikabayan 6. Tegakan Karet Rusunawa 7. Tegakan Karet Asrama C4 Silva 8. Tegakan Jati Sengked 9. Tegakan Pinus Cangkurawok 10. Tegakan Sengon Rektorat.
Lampiran 2 Hasil perhitungan INP di tiap lokasi penelitian 1. Arboretum Fahutan No. 1
Nama Spesies Ficus montana Burm.f.
2
Digitaria sp.
3
Lophatherum gracile (Brongn)
4
Centella asiatica (L).Urb Hemigraphis brunelloides (Lam) Bremek
5
K
F
KR
FR
INP
Pi
54600
0.76
31.63
2200
0.16
300
0.04
5000
ln Pi
Pi ln Pi
10.73
42.37
0.21
-1.55
-0.33
1.27
2.26
3.53
0.02
-4.04
-0.07
0.17
0.56
0.74
0.00
-5.60
-0.02
0.48
2.90
6.78
9.68
0.05
-3.03
-0.15
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
6
Ageratum conyzoides L.
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
7
Quercus gemelliflora Bl.
600
0.04
0.35
0.56
0.91
0.00
-5.39
-0.02
8
Andrographis paniculata Ness.
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
9
Merremia umbellata (L.) Hall
800
0.08
0.46
1.13
1.59
0.01
-4.83
-0.04
10
Shorea leprosula Miq
500
0.08
0.29
1.13
1.42
0.01
-4.95
-0.04
11
Asplenium nidum L.
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
12
Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl.
400
0.16
0.23
2.26
2.49
0.01
-4.39
-0.05
13
Cymbopogon nardus (L) Randle.
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
14
Srobilanthes sp.
900
0.12
0.52
1.69
2.22
0.01
-4.50
-0.05
15
Costus speciosus Smith.
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
16
Pterocarpus indica Wild
1200
0.16
0.70
2.26
2.96
0.01
-4.21
-0.06
17
Tetracera indica Merr.
400
0.08
0.23
1.13
1.36
0.01
-4.99
-0.03
18
Tidak teridentifikasi
19
Calathea sp. Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook.f & Th.
20
200
0.04
0.12
0.56
0.68
0.00
-5.68
-0.02
1000
0.04
0.58
0.56
1.14
0.01
-5.16
-0.03
6400
0.68
3.71
9.60
13.31
0.07
-2.71
-0.18
21
Oxalis corniculata L.
200
0.04
0.12
0.56
0.68
0.00
-5.68
-0.02
22
Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
H’ 2.66
E 0.69
23
Melastoma malabathricum L.
24
Clidemia hirta G. Don.
25
Amorphophalus variabilis Bl.
26
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
1100
0.12
0.64
1.69
2.33
0.01
-4.45
-0.05
600
0.16
0.35
2.26
2.61
0.01
-4.34
-0.06
Centrosema pubescens Jack.
1600
0.2
0.93
2.82
3.75
0.02
-3.98
-0.07
27
Calliandra haematocephala Hassk.
1200
0.08
0.70
1.13
1.83
0.01
-4.70
-0.04
28
Hevea brasieliensis Muell. Arg.
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
29
Sauropus adrogynus Merr
600
0.08
0.35
1.13
1.48
0.01
-4.91
-0.04
30
Cinnamomum burmanii Bl.
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
31
Caladium bicolor (W.Ait.). Vent
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
32
Typhonium flagelliforme Lodd.
33
Swietenia macrophylla King.
34
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
2200
0.36
1.27
5.08
6.36
0.03
-3.45
-0.11
Phylanthus urinaria L.
400
0.12
0.23
1.69
1.93
0.01
-4.64
-0.04
35
Shorea pinanga R.Scheffer
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
36
Mikania micrantha H. B. K.
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
37
Calophyllum inophyllum L.
76100
0.96
44.09
13.56
57.65
0.29
-1.24
-0.36
38
Diplazium esculantum Swartz.
2200
0.48
1.27
6.78
8.05
0.04
-3.21
-0.13
39
Parashorea sp
200
0.04
0.12
0.56
0.68
0.00
-5.68
-0.02
40
Euphorbia hirta L.
600
0.12
0.35
1.69
2.04
0.01
-4.58
-0.05
41
Theme gigantea Icav.) Hack.
200
0.04
0.12
0.56
0.68
0.00
-5.68
-0.02
42
Salacca edulis Reinw.
200
0.04
0.12
0.56
0.68
0.00
-5.68
-0.02
43
Castanopsis argentea DC.
100
0.04
0.06
0.56
0.62
0.00
-5.77
-0.02
44
Elaeis guineensis Jacq
1300
0.32
0.75
4.52
5.27
0.03
-3.64
-0.10
45
Dieffenbachia seguine (Jacq) Schoot.
7600
0.36
4.40
5.08
9.49
0.05
-3.05
-0.14
46
Solanum torvum Swartz Jumlah
300
0.04
0.17
0.56
0.74
0.00
-5.60
-0.02
172600
7.08
100
100
200
-2.66
2. Arboretum Hutan Tropika No.
Nama spesies
K
F
KR
FR
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
7000
0.28
4.00
3.33
7.34
0.04
-3.31
-0.12
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
1700
0.2
0.97
2.38
3.35
0.02
-4.09
-0.07
10100
0.68
5.77
8.10
13.87
0.07
-2.67
-0.19
1
Boehmeria sp.
2
Ficus montana Burm.f.
3
Stephania japonica Miers.
4
Borreria latifolia
5
Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf.
6
Borreria laevicaulis
800
0.04
0.46
0.48
0.93
0.00
-5.37
-0.03
7
Cerbera manghas L.
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
8
Coelorachis glandulosa (Trin) Stapf.
5900
0.36
3.37
4.29
7.66
0.04
-3.26
-0.12
9
Diospyros celebica Bakh.
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
10
Hedyotis verticillata (L.) Lam.
3200
0.12
1.83
1.43
3.26
0.02
-4.12
-0.07
11
Melastoma malabathricum L.
1300
0.2
0.74
2.38
3.12
0.02
-4.16
-0.06
12
Clidemia hirta G. Don.
1500
0.16
0.86
1.90
2.76
0.01
-4.28
-0.06
13
Lepidagathis javanica Blume
8300
0.32
4.75
3.81
8.56
0.04
-3.15
-0.13
14
Amorphophalus variabilis Bl.
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
15
Setaria plicata Lamk.
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
16
Centrosema pubescens Jack.
4700
0.56
2.69
6.67
9.35
0.05
-3.06
-0.14
17
Hevea brasieliensis Muell. Arg.
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
18
Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter
200
0.04
0.11
0.48
0.59
0.00
-5.83
-0.02
19
Cinnamomum burmanii Bl.
500
0.08
0.29
0.95
1.24
0.01
-5.08
-0.03
20
Caladium bicolor (W.Ait.). Vent.
1500
0.24
0.86
2.86
3.71
0.02
-3.99
-0.07
21
Chromolaena odorata
600
0.12
0.34
1.43
1.77
0.01
-4.73
-0.04
22
Lantana camara L.
5500
0.32
3.14
3.81
6.95
0.03
-3.36
-0.12
23
Lophaterum gracile Brongn.
6100
0.48
3.49
5.71
9.20
0.05
-3.08
-0.14
H’ 3.04
E 0.79
24
Mimosa pudica L.
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
25
Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.
600
0.12
0.34
1.43
1.77
0.01
-4.73
-0.04
26
Phylanthus urinaria L.
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
27
Mikania micrantha H. B. K.
4600
0.48
2.63
5.71
8.34
0.04
-3.18
-0.13
28
Cyclosorus aridus O.K
3300
0.4
1.89
4.76
6.65
0.03
-3.40
-0.11
29
Paku larat
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
30
Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl.
31
Setaria palmifolia (J. Koenig) Satpf.
32
600
0.08
0.34
0.95
1.30
0.01
-5.04
-0.03
2300
0.16
1.32
1.90
3.22
0.02
-4.13
-0.07
Salacca edulis Reinw.
200
0.04
0.11
0.48
0.59
0.00
-5.83
-0.02
33
Elaeis guineensis Jacq.
200
0.04
0.11
0.48
0.59
0.00
-5.83
-0.02
34
Wedelia calendulacea Less.
87000
0.36
49.74
4.29
54.03
0.27
-1.31
-0.35
35
Taenitis blechnoides SW.
800
0.2
0.46
2.38
2.84
0.01
-4.26
-0.06
36
Tetracera scandens L. Merr.
1100
0.12
0.63
1.43
2.06
0.01
-4.58
-0.05
37
Solanum torvum Swartz
2900
0.24
1.66
2.86
4.52
0.02
-3.79
-0.09
38
Hymenaea courbarit L.
1200
0.24
0.69
2.86
3.54
0.02
-4.03
-0.07
39
Jacquemontia paniculata Hallier f.
400
0.12
0.23
1.43
1.66
0.01
-4.79
-0.04
40
Litsea sp.
3700
0.36
2.12
4.29
6.40
0.03
-3.44
-0.11
41
Aglaia sp.
4200
0.44
2.40
5.24
7.64
0.04
-3.26
-0.12
42
Archidendron jiringa (Jack) I.Nielsen
300
0.04
0.17
0.48
0.65
0.00
-5.73
-0.02
43
Leea indica Burm.F.
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
44
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
45
Syzygium polyanthum Syzygium lineatum (DC.) Merr.& Perry
100
0.04
0.06
0.48
0.53
0.00
-5.93
-0.02
46
Dioscorea pyrifolia Kunth
600
0.12
0.34
1.43
1.77
0.01
-4.73
-0.04
47
Melicope latifolia (DC.) T.G.Hartley Jumlah
700
0.12
0.40
1.43
1.83
0.01
-4.69
-0.04
174900
8.4
100
100
200
-3.04
3. Arboretum Lanskap No.
Nama Spesies
1
Ficus montana Burm.f.
2
Stephania japonica Miers.
3
Axonopus compressus (SW). Beauv
4
Borreria latifolia
5
Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf.
6
Ageratum conyzoides L.
7
Coelorachis glandulosa (Trin) Stapf.
8
K
F
KR
FR
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
5000
0.2
2.23
2.89
5.12
0.03
-3.67
-0.09
8900
0.48
3.97
6.94
10.90
0.05
-2.91
-0.16
30800
0.6
13.73
8.67
22.40
0.11
-2.19
-0.25
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
5000
0.4
2.23
5.78
8.01
0.04
-3.22
-0.13
Melastoma malabathricum L.
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
9
Lepidagathis javanica Blume
133900
1
59.70
14.45
74.15
0.37
-0.99
-0.37
10
Centrosema pubescens Jack.
4400
0.4
1.96
5.78
7.74
0.04
-3.25
-0.13
11
Ceiba pentandra Gaert.
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
12
Caladium bicolor (W.Ait.) Vent.
4500
0.56
2.01
8.09
10.10
0.05
-2.99
-0.15
13
Chromolaena odorata
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
14
Lophaterum gracile Brongn.
700
0.12
0.31
1.73
2.05
0.01
-4.58
-0.05
15
Phylanthus urinaria L.
1500
0.24
0.67
3.47
4.14
0.02
-3.88
-0.08
16
Mikania micrantha H. B. K.
1200
0.16
0.53
2.31
2.85
0.01
-4.25
-0.06
17
Paspalum commersonii Lamk
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
18
Cyclosorus aridus O.K
2000
0.28
0.89
4.05
4.94
0.02
-3.70
-0.09
19
Parashorea sp.
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
20
Mimosa pudica L.
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
21
Setaria palmifolia
500
0.04
0.22
0.58
0.80
0.00
-5.52
-0.02
22
Elaeis guineensis Jacq
200
0.08
0.09
1.16
1.25
0.01
-5.08
-0.03
23
Wedelia calendulacea Less.
1900
0.08
0.85
1.16
2.00
0.01
-4.60
-0.05
H’ 2.55
E 0.69
24
Drymoglossum piloselloides (L.)Presl.
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
25
Taenitis blechnoides SW.
200
0.08
0.09
1.16
1.25
0.01
-5.08
-0.03
26
Boehmeria sp.
700
0.16
0.31
2.31
2.62
0.01
-4.33
-0.06
27
Ficus fistulosa Reinw.ex Blume
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
28
Syzygium polyanthum
13500
0.6
6.02
8.67
14.69
0.07
-2.61
-0.19
29
Cyperus kyllingia
1500
0.2
0.67
2.89
3.56
0.02
-4.03
-0.07
30
Ficus septica Brum F.
200
0.08
0.09
1.16
1.25
0.01
-5.08
-0.03
31
Dalbergia latifolia Roxb.
3300
0.24
1.47
3.47
4.94
0.02
-3.70
-0.09
32
Litsea sp.
200
0.04
0.09
0.58
0.67
0.00
-5.70
-0.02
33
Spathodea campanulata Beauv.
400
0.08
0.18
1.16
1.33
0.01
-5.01
-0.03
34
Hymenaea courbaril L.
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
35
Gymnopetalum cochinchinense Kurz.
300
0.04
0.13
0.58
0.71
0.00
-5.64
-0.02
36
Lindernia crustacea F.Muell.
300
0.04
0.13
0.58
0.71
0.00
-5.64
-0.02
37
Adenanthera pavonina L.
1000
0.04
0.45
0.58
1.02
0.01
-5.27
-0.03
38
Cuphea ignea A.DC.
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
39
Tidak teridentifikasi
200
0.08
0.09
1.16
1.25
0.01
-5.08
-0.03
40
Cissus repens Lam.
600
0.04
0.27
0.58
0.85
0.00
-5.47
-0.02
41
Peperomia pellucida H.B.& K. Jumlah
100
0.04
0.04
0.58
0.62
0.00
-5.77
-0.02
224300
6.92
100
100
200
-2.55
4. Hutan di samping Masjid Alhurriyyah No.
Nama Spesies
K
F
KR
FR
INP
PI
Ln Pi
Pi Ln Pi
1
Piper umbellatum Jacq.
300
0.08
0.37
0.89
1.26
0.01
-5.07
-0.03
2
Ficus montana Burm.f.
6700
0.48
8.25
5.33
13.58
0.07
-2.69
-0.18
3
Boehmeria sp.
300
0.12
0.37
1.33
1.70
0.01
-4.77
-0.04
4
Spathodea campanulata Beauv.
200
0.04
0.25
0.44
0.69
0.00
-5.67
-0.02
5
Costus speciosus (Koenig) Smith
4500
0.52
5.54
5.78
11.32
0.06
-2.87
-0.16
6
Ficus aurata Cornor
700
0.12
0.86
1.33
2.20
0.01
-4.51
-0.05
7
Stephania japonica Miers.
100
0.04
0.12
0.44
0.57
0.00
-5.86
-0.02
8
Melicope latifolia (DC.) T.G.Hartley
1100
0.2
1.35
2.22
3.58
0.02
-4.02
-0.07
9
Borreria latifolia
200
0.04
0.25
0.44
0.69
0.00
-5.67
-0.02
10
Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf.
300
0.04
0.37
0.44
0.81
0.00
-5.50
-0.02
11
Graptophyllum pictum (L.) Griffith.
5200
0.04
6.40
0.44
6.85
0.03
-3.37
-0.12
12
Hedyotis verticillata
300
0.08
0.37
0.89
1.26
0.01
-5.07
-0.03
13
Clidemia hirta G.Don.
200
0.04
0.25
0.44
0.69
0.00
-5.67
-0.02
14
Amorphophalus variabilis Bl.
700
0.24
0.86
2.67
3.53
0.02
-4.04
-0.07
15
Centrosema pubescens Jack.
400
0.08
0.49
0.89
1.38
0.01
-4.98
-0.03
16
Ceiba pentandra Gaert.
100
0.04
0.12
0.44
0.57
0.00
-5.86
-0.02
17
Hevea brasieliensis Muell. Arg.
2100
0.4
2.59
4.44
7.03
0.04
-3.35
-0.12
18
Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter
17600
0.68
21.67
7.56
29.23
0.15
-1.92
-0.28
19
Sauropus adrogynus Merr
300
0.08
0.37
0.89
1.26
0.01
-5.07
-0.03
20
Caladium bicolor (W.Ait.) Vent.
500
0.08
0.62
0.89
1.50
0.01
-4.89
-0.04
21
Typhonium flagelliforme Lodd.
2700
0.36
3.33
4.00
7.33
0.04
-3.31
-0.12
22
Lophaterum gracile Brongn.
100
0.04
0.12
0.44
0.57
0.00
-5.86
-0.02
23
Pometia pinnata J.R.& G.Forst
200
0.04
0.25
0.44
0.69
0.00
-5.67
-0.02
H’ 3.3
E 0.84
24
Mikania micrantha H. B. K.
300
0.08
0.37
0.89
1.26
0.01
-5.07
-0.03
25
Calophyllum inophyllum L.
900
0.24
1.11
2.67
3.78
0.02
-3.97
-0.07
26
Passiflora foetida L
300
0.08
0.37
0.89
1.26
0.01
-5.07
-0.03
27
Cyclosorus aridus O.K
4300
0.72
5.30
8.00
13.30
0.07
-2.71
-0.18
28
Paku larat
100
0.04
0.12
0.44
0.57
0.00
-5.86
-0.02
29
Salacca edulis Reinw.
200
0.08
0.25
0.89
1.14
0.01
-5.17
-0.03
30
Maniltoa grandiflora Scheff.
1400
0.28
1.72
3.11
4.84
0.02
-3.72
-0.09
31
Elaeis guineensis Jacq
8000
0.8
9.85
8.89
18.74
0.09
-2.37
-0.22
32
Dalbergia latifolia Roxb.
100
0.04
0.12
0.44
0.57
0.00
-5.86
-0.02
33
Dieffenbachia seguine (Jacq) Schoot.
6800
0.24
8.37
2.67
11.04
0.06
-2.90
-0.16
34
Taenitis blechnoides SW.
100
0.04
0.12
0.44
0.57
0.00
-5.86
-0.02
35
Colocasia esculenta Schott.
1100
0.16
1.35
1.78
3.13
0.02
-4.16
-0.07
36
Etlingera solaris (Blume) R. M. Sm.
1300
0.2
1.60
2.22
3.82
0.02
-3.96
-0.08
37
Scindapsus hederaceus Schott.
1100
0.16
1.35
1.78
3.13
0.02
-4.16
-0.07
38
Rhaphidophora sp.
1200
0.32
1.48
3.56
5.03
0.03
-3.68
-0.09
39
Ardisia crispa A.DC.
100
0.04
0.12
0.44
0.57
0.00
-5.86
-0.02
40
Caryota mitis Lour.
1400
0.4
1.72
4.44
6.17
0.03
-3.48
-0.11
41
Rhaphidophora sp. 2
1300
0.16
1.60
1.78
3.38
0.02
-4.08
-0.07
42
Syzygium polyanthum
800
0.16
0.99
1.78
2.76
0.01
-4.28
-0.06
43
Tacca palmata Blume
200
0.08
0.25
0.89
1.14
0.01
-5.17
-0.03
44
Cissus repens Lam.
200
0.08
0.25
0.89
1.14
0.01
-5.17
-0.03
45
Dracaena sp.
1500
0.2
1.85
2.22
4.07
0.02
-3.89
-0.08
46
Cyathula prostrata (L.) Blume
1500
0.08
1.85
0.89
2.74
0.01
-4.29
-0.06
47
Dioscorea pyrifolia Kunth
1800
0.32
2.22
3.56
5.77
0.03
-3.55
-0.10
48
Tetracera indica Merr.
300
0.08
0.37
0.89
1.26
0.01
-5.07
-0.03
49
Acalypha sp. Jumlah
100
0.04
0.12
0.44
0.57
81200
9
100
100
200
0.00
-5.86
-0.02 -3.30
5. Hutan Cikabayan No. 1
Nama Spesies Ficus montana Burm.f.
K
F
KR
FR
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln PI
1500
0.12
0.97
1.05
2.02
0.01
-4.60
-0.05
300
0.04
0.19
0.35
0.54
0.00
-5.91
-0.02
2
Commelina benghalensis Forsk.
3
Eleutheranthera ruderalis (Sw.) Sch. Bip.
1900
0.32
1.23
2.80
4.02
0.02
-3.91
-0.08
4
Srobilanthes sp.
100
0.04
0.06
0.35
0.41
0.00
-6.18
-0.01
5
Archidendron jiringa (Jack) I.Nielsen
500
0.04
0.32
0.35
0.67
0.00
-5.69
-0.02
6
Ficus aurata Corner
11600
0.64
7.49
5.59
13.09
0.07
-2.73
-0.18
7
Stephania japonica Miers.
1600
0.4
1.03
3.50
4.53
0.02
-3.79
-0.09
8
Piper aduncum L.
100
0.04
0.06
0.35
0.41
0.00
-6.18
-0.01
1100
0.2
0.71
1.75
2.46
0.01
-4.40
-0.05
16900
0.52
10.92
4.55
15.46
0.08
-2.56
-0.20
9
Axonopus compressus (SW). Beauv
10
Borreria laevicaulis
11
Borreia latifolia
1400
0.24
0.90
2.10
3.00
0.02
-4.20
-0.06
12
Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf.
6700
0.64
4.33
5.59
9.92
0.05
-3.00
-0.15
13
Coelorachis glandulosa (Trin) Stapf.
4000
0.36
2.58
3.15
5.73
0.03
-3.55
-0.10
14
Stachytarpheta jamaicencis (L.) Vahl.
700
0.04
0.45
0.35
0.80
0.00
-5.52
-0.02
15
Gmelina arborea Roxb. Lepidagathis javanica Blume
5100
0.6
3.29
5.24
8.54
0.04
-3.15
-0.13
16
500
0.08
0.32
0.70
1.02
0.01
-5.28
-0.03
17
Hedyotis verticillata
9000
0.28
5.81
2.45
8.26
0.04
-3.19
-0.13
18
Melastoma malabathricum L.
500
0.12
0.32
1.05
1.37
0.01
-4.98
-0.03
19
Clidemia hirta G. Don.
7000
0.36
4.52
3.15
7.67
0.04
-3.26
-0.13
H’ 3.33
E 0.84
20
Setaria plicata Lamk.
21 22 23
200
0.08
0.13
0.70
0.83
0.00
-5.49
-0.02
Centrosema pubescens Jack.
3100
0.48
2.00
4.20
6.20
0.03
-3.47
-0.11
Hevea brasieliensis Muell. Arg.
3200
0.44
2.07
3.85
5.91
0.03
-3.52
-0.10
Sauropus adrogynus Merr
200
0.08
0.13
0.70
0.83
0.00
-5.49
-0.02
24
Cinnamomum burmanii Bl.
100
0.04
0.06
0.35
0.41
0.00
-6.18
-0.01
25
Caladium bicolor (W.Ait) Vent.
400
0.04
0.26
0.35
0.61
0.00
-5.80
-0.02
26
Carex filicium Ness.
3200
0.44
2.07
3.85
5.91
0.03
-3.52
-0.10
27
Lantana camara L.
1200
0.16
0.78
1.40
2.17
0.01
-4.52
-0.05
28
Mikania micrantha H. B. K.
1500
0.28
0.97
2.45
3.42
0.02
-4.07
-0.07
29
Passiflora foetida L
100
0.04
0.06
0.35
0.41
0.00
-6.18
-0.01
30
Cyclosorus aridus O.K
200
0.08
0.13
0.70
0.83
0.00
-5.49
-0.02
31
Paku larat
1600
0.2
1.03
1.75
2.78
0.01
-4.28
-0.06
32
Theme gigantea
700
0.16
0.45
1.40
1.85
0.01
-4.68
-0.04
33
Elaeis guineensis Jacq
300
0.08
0.19
0.70
0.89
0.00
-5.41
-0.02
34
Manihot utilisima
100
0.04
0.06
0.35
0.41
0.00
-6.18
-0.01
35
Drymoglossum piloselloides (L.)Presl.
700
0.08
0.45
0.70
1.15
0.01
-5.16
-0.03
36
Dalbergia latifolia Roxb.
800
0.2
0.52
1.75
2.27
0.01
-4.48
-0.05
37
Taenitis blechnoides SW.
38
Tetracera scandens
39
700
0.16
0.45
1.40
1.85
0.01
-4.68
-0.04
14500
0.8
9.37
6.99
16.36
0.08
-2.50
-0.20
Solanum torvum Swartz
300
0.04
0.19
0.35
0.54
0.00
-5.91
-0.02
40
Piper umbellatum Jacq.
2100
0.36
1.36
3.15
4.50
0.02
-3.79
-0.09
41
Ficus repens Roxb.ex J.E.Smith
30400
0.72
19.64
6.29
25.93
0.13
-2.04
-0.26
42
Syzygium polyanthum
9700
0.56
6.27
4.90
11.16
0.06
-2.89
-0.16
43
Hemigraphis brunelloides (Lam) Bremek
1900
0.16
1.23
1.40
2.63
0.01
-4.33
-0.06
44
Jasminum funale Decne
3200
0.16
2.07
1.40
3.47
0.02
-4.06
-0.07
45
Costus speciosus (Koenig) Smith
46
Tidak teridentifikasi
47
Melicope latifolia (DC.) T.G.Hartley
48
100
0.04
0.06
0.35
0.41
0.00
-6.18
-0.01
100
0.04
0.06
0.35
0.41
0.00
-6.18
-0.01
1300
0.08
0.84
0.70
1.54
0.01
-4.87
-0.04
Glochidion rubrum Blume
800
0.08
0.52
0.70
1.22
0.01
-5.10
-0.03
49
Tidak teridentifikasi
100
0.04
0.06
0.35
0.41
0.00
-6.18
-0.01
50
Leea indica Burm.f.
51
Rubus moluccanus L. Jumlah
100
0.04
0.06
0.35
0.41
0.00
-6.18
-0.01
1400
0.16
0.90
1.40
2.30
0.01
-4.46
-0.05
154800
11.44
100
100
200
-3.33
6. Tegakan Karet di depan Rusunawa No.
Nama Spesies
K
F
KR
FR
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
1
Ficus montana Burm.f.
5300
0.28
3.44
2.94
6.38
0.03
-3.45
-0.11
2
Commelina benghalensis Forsk.
1000
0.2
0.65
2.10
2.75
0.01
-4.29
-0.06
3
Caryota mitis Lour.
100
0.04
0.06
0.42
0.49
0.00
-6.02
-0.01
4
Hemigraphis brunelloides (Lam) Bremek
5300
0.6
3.44
6.30
9.74
0.05
-3.02
-0.15
5
Ficus aurata Corner
3400
0.28
2.21
2.94
5.15
0.03
-3.66
-0.09
6
Stephania japonica Miers.
3400
0.44
2.21
4.62
6.83
0.03
-3.38
-0.12
7
Pterocarpus indica Wild
8
Axonopus compressus (SW). Beauv
9
800
0.08
0.52
0.84
1.36
0.01
-4.99
-0.03
11700
0.36
7.59
3.78
11.37
0.06
-2.87
-0.16
Borreria laevicaulis
2000
0.16
1.30
1.68
2.98
0.01
-4.21
-0.06
10
Borreia latifolia
1100
0.16
0.71
1.68
2.39
0.01
-4.43
-0.05
11
Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf.
24100
0.92
15.64
9.66
25.30
0.13
-2.07
-0.26
12
Coelorachis glandulosa
5900
0.44
3.83
4.62
8.45
0.04
-3.16
-0.13
H’ 3.13
E 0.81
13
Paspalum commersonii Lamk
100
0.04
0.06
0.42
0.49
0.00
-6.02
-0.01
14
Lepidagathis javanica Blume
42800
0.96
27.77
10.08
37.86
0.19
-1.66
-0.32
15
Hedyotis verticillata
6600
0.08
4.28
0.84
5.12
0.03
-3.66
-0.09
16
Clidemia hirta Don.
2700
0.12
1.75
1.26
3.01
0.02
-4.20
-0.06
17
Amorphophalus variabilis Bl.
400
0.16
0.26
1.68
1.94
0.01
-4.64
-0.04
18
Centrosema pubescens Jack.
5100
0.72
3.31
7.56
10.87
0.05
-2.91
-0.16
19
Hevea brasieliensis Muell. Arg.
200
0.08
0.13
0.84
0.97
0.00
-5.33
-0.03
20
Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter
2500
0.08
1.62
0.84
2.46
0.01
-4.40
-0.05
21
Caladium bicolor (W.Ait.) Vent
3900
0.36
2.53
3.78
6.31
0.03
-3.46
-0.11
22
Muntingia calabura L.
100
0.04
0.06
0.42
0.49
0.00
-6.02
-0.01
23
Chromolaena odorata
100
0.04
0.06
0.42
0.49
0.00
-6.02
-0.01
24
Carex filicium Ness.
100
0.04
0.06
0.42
0.49
0.00
-6.02
-0.01
25
Lantana camara L.
700
0.04
0.45
0.42
0.87
0.00
-5.43
-0.02
26
Lophaterum gracile Brongn.
5400
0.72
3.50
7.56
11.07
0.06
-2.89
-0.16
27
Phylanthus urinaria L
400
0.12
0.26
1.26
1.52
0.01
-4.88
-0.04
28
Mikania micrantha H. B. K.
500
0.08
0.32
0.84
1.16
0.01
-5.15
-0.03
29
Callophylum inophyllum L.
100
0.04
0.06
0.42
0.49
0.00
-6.02
-0.01
30
Cyclosorus aridus O.K
2400
0.36
1.56
3.78
5.34
0.03
-3.62
-0.10
31
Diplazium esculantum SW.
300
0.12
0.19
1.26
1.46
0.01
-4.92
-0.04
32
Parienthes falcataria (L.) Nielsen.
500
0.04
0.32
0.42
0.74
0.00
-5.59
-0.02
33
Wedelia calendulacea Less.
1800
0.16
1.17
1.68
2.85
0.01
-4.25
-0.06
34
Manihot utilisima
400
0.08
0.26
0.84
1.10
0.01
-5.20
-0.03
35
Dalbergia latifolia Roxb.
900
0.12
0.58
1.26
1.84
0.01
-4.69
-0.04
36
Taenitis blechnoides SW.
100
0.04
0.06
0.42
0.49
0.00
-6.02
-0.01
37
Tetracera scandens
2100
0.08
1.36
0.84
2.20
0.01
-4.51
-0.05
38
600
0.16
0.39
1.68
2.07
0.01
-4.57
-0.05
39
Colocasia esculenta Schott. Rostellularia obtuse Nees
800
0.08
0.52
0.84
1.36
0.01
-4.99
-0.03
40
Justicia gendarussa Blanco
800
0.08
0.52
0.84
1.36
0.01
-4.99
-0.03
41
Cyathula prostata
5200
0.2
3.37
2.10
5.48
0.03
-3.60
-0.10
42
Curanga fel-terrae Merr.
500
0.08
0.32
0.84
1.16
0.01
-5.15
-0.03
43
Leea indica Brum F.
200
0.04
0.13
0.42
0.55
0.00
-5.90
-0.02
44
Tidak teridentifikasi
100
0.04
0.06
0.42
0.49
0.00
-6.02
-0.01
45
Ophiopogon sp.
600
0.08
0.39
0.84
1.23
0.01
-5.09
-0.03
46
Peperomia pellucida H.B.& K.
200
0.04
0.13
0.42
0.55
0.00
-5.90
-0.02
47
Aneilema nudiflorum R.Br. Jumlah
800
0.04
0.52
0.42
0.94
0.00
-5.36
-0.03
154100
9.52
100
100
200
-3.13
7. Tegakan Karet di depan Asrama C4 Silva No.
Nama spesies
1
Piper caninum Blume
2
Stephania japonica Miers.
3
Axonopus compressus (SW). Beauv
4
Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf.
5
Selaginella doederleinii Hieron.
6 7
Borreria hispida Schum. Lepidagathis javanica Blume
8 9 10
K
F
KR
100
0.04
300 36700
FR
0.05
0.64
0.08
0.16
0.6
19.31
10200
0.56
2600
0.08
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
0.69
0.00
-5.66
-0.02
1.28
1.44
0.01
-4.93
-0.04
9.62
28.92
0.14
-1.93
-0.28
5.37
8.97
14.34
0.07
-2.64
-0.19
1.37
1.28
2.65
0.01
-4.32
-0.06
100
0.04
0.05
0.64
0.69
0.00
-5.66
-0.02
54800
1
28.83
16.03
44.85
0.22
-1.49
-0.34
Centrosema pubescens Jack.
400
0.08
0.21
1.28
1.49
0.01
-4.90
-0.04
Hevea brasieliensis Muell. Arg.
200
0.08
0.11
1.28
1.39
0.01
-4.97
-0.03
Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter
200
0.04
0.11
0.64
0.75
0.00
-5.59
-0.02
H’ 2.44
E 0.74
11
Caladium bicolor (W.Ait.) Vent.
2200
0.28
1.16
4.49
5.64
0.03
-3.57
-0.10
12
Typhonium flagelliforme Lodd.
13
Lophaterum gracile Brongn.
600
0.08
0.32
6400
0.56
3.37
1.28
1.60
0.01
-4.83
-0.04
8.97
12.34
0.06
-2.79
-0.17
14
Calophyllum inophyllum L.
100
0.04
0.05
0.64
0.69
0.00
-5.66
-0.02
15
Passiflora foetida L
4100
0.4
2.16
6.41
8.57
0.04
-3.15
-0.13
16 17
Impatiens balsamina L. Cyclosorus aridus O.K
300
0.04
0.16
0.64
0.80
0.00
-5.52
-0.02
5300
0.36
2.79
5.77
8.56
0.04
-3.15
-0.13
18
Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl
200
0.04
0.11
0.64
0.75
0.00
-5.59
-0.02
19
Elaeis guineensis Jacq
46400
0.72
24.41
11.54
35.95
0.18
-1.72
-0.31
20 21
Taenitis blechnoides SW.
2100
0.12
1.10
1.92
3.03
0.02
-4.19
-0.06
Colocasia esculenta Schott.
1400
0.08
0.74
1.28
2.02
0.01
-4.60
-0.05
22
Ficus montana Burm.f.
13100
0.64
6.89
10.26
17.15
0.09
-2.46
-0.21
23
Anthurium andreanum Linden.
1800
0.12
0.95
1.92
2.87
0.01
-4.24
-0.06
24 25
Ficus aurata Corner
100
0.04
0.05
0.64
0.69
0.00
-5.66
-0.02
Tidak teridentifikasi
100
0.04
0.05
0.64
0.69
0.00
-5.66
-0.02
26
Ophiopogon sp.
200
0.04
0.11
0.64
0.75
0.00
-5.59
-0.02
27
Solanum sp.
100
0.04
0.05
0.64
0.69
0.00
-5.66
-0.02
190100
6.24
100
100
200
Jumlah
-2.44
8. Tegakan Jati Sengked No.
Nama Spesies
1
Axonopus compressus (SW). Beauv
2
Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf.
3
Coelorachis glandulosa
4
Gmelina arborea Roxb.
5
Hedyotis verticillata
6
Amorphophalus variabilis Bl.
7
Syzigium aquea Burm.F
8
Centrosema pubescens Jack.
9
K
F
KR
FR
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
300
0.04
0.22
0.46
0.68
0.00
-5.68
-0.02
11800
0.72
8.70
8.33
17.03
0.09
-2.46
-0.21
1400
0.16
1.03
1.85
2.88
0.01
-4.24
-0.06
4900
0.48
3.61
5.56
9.17
0.05
-3.08
-0.14
10100
0.52
7.44
6.02
13.46
0.07
-2.70
-0.18
3600
0.28
2.65
3.24
5.89
0.03
-3.52
-0.10
100
0.04
0.07
0.46
0.54
0.00
-5.92
-0.02
3700
0.6
2.73
6.94
9.67
0.05
-3.03
-0.15
Ficus elastica Nois. Ex Bl.
100
0.04
0.07
0.46
0.54
0.00
-5.92
-0.02
10
Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter
100
0.04
0.07
0.46
0.54
0.00
-5.92
-0.02
11
Typhonium flagelliforme Lodd.
700
0.04
0.52
0.46
0.98
0.00
-5.32
-0.03
12
Lophaterum gracile Brongn.
13200
0.32
9.73
3.70
13.43
0.07
-2.70
-0.18
13
Pometia pinnata J.R. & Forst
1300
0.2
0.96
2.31
3.27
0.02
-4.11
-0.07
14
Phylanthus urinaria L
700
0.04
0.52
0.46
0.98
0.00
-5.32
-0.03
15
Mikania micrantha H. B. K.
2200
0.36
1.62
4.17
5.79
0.03
-3.54
-0.10
16
Passiflora foetida L
3600
0.52
2.65
6.02
8.67
0.04
-3.14
-0.14
17
Cyclosorus aridus O.K
1000
0.28
0.74
3.24
3.98
0.02
-3.92
-0.08
18
Quercus gemelliflora Bl
300
0.04
0.22
0.46
0.68
0.00
-5.68
-0.02
19
Paku larat
300
0.04
0.22
0.46
0.68
0.00
-5.68
-0.02
20
Salacca edulis Reinw.
600
0.12
0.44
1.39
1.83
0.01
-4.69
-0.04
21
Elaeis guineensis Jacq
600
0.2
0.44
2.31
2.76
0.01
-4.28
-0.06
22
Wedelia calendulacea Less.
35100
0.68
25.87
7.87
33.74
0.17
-1.78
-0.30
23
Setaria palmifolia
2300
0.12
1.69
1.39
3.08
0.02
-4.17
-0.06
H’ 3.04
E 0.83
24
Drymoglossum piloselloides (L.)Presl.
700
0.04
0.52
0.46
0.98
0.00
-5.32
-0.03
25
Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl
26
Colocasia esculenta Schott.
100
0.04
0.07
0.46
0.54
0.00
-5.92
-0.02
3100
0.48
2.28
5.56
7.84
0.04
-3.24
-0.13
27
Piper caninum Blume
8600
0.72
6.34
8.33
14.67
0.07
-2.61
-0.19
29
Stephania japonica Miers.
2700
0.44
1.99
5.09
7.08
0.04
-3.34
-0.12
30
Ficus montana Burm.f.
5900
0.28
4.35
3.24
7.59
0.04
-3.27
-0.12
31
Dysoxylum gaudichaudianum Miq.
500
0.16
0.37
1.85
2.22
0.01
-4.50
-0.05
32
Cyathula prostrata (L.) Blume
11600
0.2
8.55
2.31
10.86
0.05
-2.91
-0.16
33
Pleocnemia irregularis
600
0.08
0.44
0.93
1.37
0.01
-4.98
-0.03
34
Piper umbellatum Jacq.
100
0.04
0.07
0.46
0.54
0.00
-5.92
-0.02
35
Piper aduncum L.
200
0.04
0.15
0.46
0.61
0.00
-5.79
-0.02
36
Fleurya aestuans Gaudich
100
0.04
0.07
0.46
0.54
0.00
-5.92
-0.02
37
Anthurium andreanum Linden.
3100
0.08
2.28
0.93
3.21
0.02
-4.13
-0.07
38
Melicope latifolia (DC.) T.G.Hartley
300
0.08
0.22
0.93
1.15
0.01
-5.16
-0.03
39
Caryota mitis Lour. Jumlah
100
0.04
0.07
0.46
0.54
0.00
-5.92
-0.02
135700
8.64
100
100
200
-3.04
9. Tegakan Pinus Cangkurawok No.
Nama Spesies
K
F
KR
FR
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
2000
0.32
1.88
3.90
5.78
0.03
-3.54
-0.10
1
Arcypteris irregularis (Pr) Holt.
2
Melicope latifolia (DC) T.G. Hartley
100
0.04
0.09
0.49
0.58
0.00
-5.84
-0.02
3
Oxalis barrelieri L.
900
0.08
0.85
0.98
1.82
0.01
-4.70
-0.04
4
Dioscorea pyrifolia Kunth
300
0.08
0.28
0.98
1.26
0.01
-5.07
-0.03
H’ 3.48
E 0.85
5
Axonopus compressus (SW). Beauv
2100
0.16
1.97
1.95
3.92
0.02
-3.93
-0.08
6
Borreia latifolia
1500
0.12
1.41
1.46
2.87
0.01
-4.24
-0.06
7
Amaranthus spinosus L.
1700
0.08
1.60
0.98
2.57
0.01
-4.35
-0.06
8
Archidendron jiringa (Jack) I. Nielsen
100
0.04
0.09
0.49
0.58
0.00
-5.84
-0.02
9
Selaginella doederleinii Hieron. Tetracera indica Merr.
700
0.12
0.66
1.46
2.12
0.01
-4.55
-0.05
500
0.08
0.47
0.98
1.45
0.01
-4.93
-0.04
400
0.12
0.38
1.46
1.84
0.01
-4.69
-0.04
12
Cecropia sp. Combretum tetralopum Clarke
800
0.12
0.75
1.46
2.22
0.01
-4.50
-0.05
13
Ficus repens Roxb.ex J.E.Smith
1900
0.28
1.79
3.41
5.20
0.03
-3.65
-0.09
14
Macaranga sp.
300
0.12
0.28
1.46
1.75
0.01
-4.74
-0.04
15
Hedyotis verticillata
300
0.08
0.28
0.98
1.26
0.01
-5.07
-0.03
16
Melastoma malabathricum L.
700
0.12
0.66
1.46
2.12
0.01
-4.55
-0.05
17
Clidemia hirta G. Don.
11100
0.56
10.43
6.83
17.26
0.09
-2.45
-0.21
18
Ficus fistulosa Reinw ex. Bl
100
0.04
0.09
0.49
0.58
0.00
-5.84
-0.02
19
Tetracera scandens
1600
0.2
1.50
2.44
3.94
0.02
-3.93
-0.08
20
Cissus repens Lam
200
0.08
0.19
0.98
1.16
0.01
-5.15
-0.03
21
Centrosema pubescens Jack.
100
0.04
0.09
0.49
0.58
0.00
-5.84
-0.02
22
Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter
20100
0.52
18.89
6.34
25.23
0.13
-2.07
-0.26
23
Caladium bicolor (W.Ait.) Vent
700
0.2
0.66
2.44
3.10
0.02
-4.17
-0.06
24
Muntingia calabura L.
2600
0.16
2.44
1.95
4.39
0.02
-3.82
-0.08
25
Coffea robusta Lindl .Ex De Will.
100
0.04
0.09
0.49
0.58
0.00
-5.84
-0.02
26
Carreex fillicium Ness.
1000
0.12
0.94
1.46
2.40
0.01
-4.42
-0.05
27
Panicum brevifolium
100
0.04
0.09
0.49
0.58
0.00
-5.84
-0.02
28
Taenitis blechnoides SW.
1800
0.16
1.69
1.95
3.64
0.02
-4.01
-0.07
29
Swietenia mahagoni
100
0.04
0.09
0.49
0.58
0.00
-5.84
-0.02
10 11
30
Piper umbellatum Jacq.
200
0.04
0.19
0.49
0.68
0.00
-5.69
-0.02
31
Calophyllum inophyllum L.
32
Passiflora foetida L
100
0.04
0.09
0.49
0.58
0.00
-5.84
-0.02
1500
0.16
1.41
1.95
3.36
0.02
-4.09
-0.07
33
Paku larat
5600
0.36
5.26
4.39
9.65
0.05
-3.03
-0.15
34
Diplazium esculantum SW.
1900
0.36
1.79
4.39
6.18
0.03
-3.48
-0.11
35 36
Nephrolepis bisserata (SW.) Schoot
100
0.04
0.09
0.49
0.58
0.00
-5.84
-0.02
Cyclosorus aridus O.K
300
0.04
0.28
0.49
0.77
0.00
-5.56
-0.02
37
Euphorbia hirta L.
600
0.04
0.56
0.49
1.05
0.01
-5.25
-0.03
38
Putihan
200
0.08
0.19
0.98
1.16
0.01
-5.15
-0.03
39
Borreia alata (Aubl). DC.
400
0.04
0.38
0.49
0.86
0.00
-5.44
-0.02
40
Gleichenia linearis (Burm. f.) C. B
9300
0.68
8.74
8.29
17.03
0.09
-2.46
-0.21
41
Elaeis guineensis Jacq
3900
0.44
3.67
5.37
9.03
0.05
-3.10
-0.14
42
Widelia calendulaceae Less.
4100
0.2
3.85
2.44
6.29
0.03
-3.46
-0.11
43
Athyrium sorgonense (Presl) Milde.
900
0.04
0.85
0.49
1.33
0.01
-5.01
-0.03
44
Solanum torvum Swartz
500
0.04
0.47
0.49
0.96
0.00
-5.34
-0.03
45
400
0.04
0.38
0.49
0.86
0.00
-5.44
-0.02
46
Merremia umbellata (L.) Hallief Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl.
100
0.04
0.09
0.49
0.58
0.00
-5.84
-0.02
47
Zingiber sp.
6500
0.04
6.11
0.49
6.60
0.03
-3.41
-0.11
48
Glochidion rubrum Blume
400
0.12
0.38
1.46
1.84
0.01
-4.69
-0.04
49
Millettia splendidissima Blume ex Miq.
200
0.08
0.19
0.98
1.16
0.01
-5.15
-0.03
50
Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf.
6600
0.32
6.20
3.90
10.11
0.05
-2.99
-0.15
51
Lephatherum gracile (Brongn)
4600
0.36
4.32
4.39
8.71
0.04
-3.13
-0.14
52
Rubus moluccanus
100
0.04
0.09
0.49
0.58
0.00
-5.84
-0.02
53
Anthurium andreanum Linden.
1300
0.08
1.22
0.98
2.20
0.01
-4.51
-0.05
54
Piper aduncum L.
200
0.04
0.19
0.49
0.68
0.00
-5.69
-0.02
55
Dracaena sp.
300
0.04
0.28
0.49
0.77
0.00
-5.56
-0.02
56 57
Tidak teridentifikasi
1100
0.08
1.03
0.98
2.01
0.01
-4.60
-0.05
Ficus aurata Corner
100
0.04
0.09
0.49
0.58
0.00
-5.84
-0.02
58
Tidak teridentifikasi
200
0.04
0.19
0.49
0.68
0.00
-5.69
-0.02
59
Tidak teridentifikasi
400
0.04
0.38
0.49
0.86
0.00
-5.44
-0.02
60
Tidak teridentifikasi Jumlah
400
0.04
0.38
0.49
0.86
0.00
-5.44
-0.02
106400
8.2
100
100
200
-3.48
10. Tegakan Sengon Rektorat No.
Nama spesies
K
F
KR
FR
INP
1500
0.32
0.73
2.96
3.69
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
0.02
-3.99
-0.07
1
Ficus montana Burm.f.
2
Jacquemontia paniculata Hallier f.
100
0.04
0.05
0.37
0.42
0.00
-6.17
-0.01
3
Boehmeria sp.
200
0.04
0.10
0.37
0.47
0.00
-6.06
-0.01
4
Cissus repens Lam.
5
Stephania japonica Miers.
6
Axonopus compressus (SW). Beauv
7
Borreria laevicaulis
8
Borreia latifolia
9
Brachiaria mutica (Forssks.) Stapf.
100
0.04
0.05
0.37
0.42
0.00
-6.17
-0.01
1400
0.2
0.68
1.85
2.53
0.01
-4.37
-0.06
13100
0.76
6.37
7.04
13.40
0.07
-2.70
-0.18
1200
0.2
0.58
1.85
2.43
0.01
-4.41
-0.05
5900
0.64
2.87
5.93
8.79
0.04
-3.12
-0.14
14800
0.76
7.19
7.04
14.23
0.07
-2.64
-0.19
10
Ageratum conyzoides L
1300
0.2
0.63
1.85
2.48
0.01
-4.39
-0.05
11
Coelorachis glandulosa
2000
0.2
0.97
1.85
2.82
0.01
-4.26
-0.06
12
Paspalum commersonii Lamk
800
0.08
0.39
0.74
1.13
0.01
-5.18
-0.03
13
Lepidagathis javanica Blume
36400
0.52
17.69
4.81
22.50
0.11
-2.18
-0.25
H’ 3.10
E 0.83
14
Melastoma malabathricum L.
1300
0.24
0.63
2.22
2.85
0.01
-4.25
-0.06
15
Amorphophalus variabilis Bl.
16
Arachis hypogeae L.
200
0.08
0.10
0.74
0.84
0.00
-5.48
-0.02
6700
0.4
3.26
3.70
6.96
0.03
-3.36
-0.12
17
Centrosema pubescens Jack.
6100
0.72
2.96
6.67
9.63
0.05
-3.03
-0.15
18
Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter
300
0.08
0.15
0.74
0.89
0.00
-5.42
-0.02
19
Caladium bicolor (W.Ait.) Vent.
100
0.04
0.05
0.37
0.42
0.00
-6.17
-0.01
20
Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins
500
0.12
0.24
1.11
1.35
0.01
-5.00
-0.03
21
Lophaterum gracile Brongn.
5000
0.32
2.43
2.96
5.39
0.03
-3.61
-0.10
22
Phylanthus urinaria L.
700
0.08
0.34
0.74
1.08
0.01
-5.22
-0.03
23
Mikania micrantha H. B. K.
2400
0.28
1.17
2.59
3.76
0.02
-3.97
-0.07
24
Passiflora foetida L
7400
0.68
3.60
6.30
9.89
0.05
-3.01
-0.15
25
Cyclosorus aridus O.K
2600
0.4
1.26
3.70
4.97
0.02
-3.70
-0.09
26
Centella asiatica Urb.
3500
0.12
1.70
1.11
2.81
0.01
-4.26
-0.06
27
Mimosa pudica L.
800
0.12
0.39
1.11
1.50
0.01
-4.89
-0.04
28
Setaria palmifera
100
0.04
0.05
0.37
0.42
0.00
-6.17
-0.01
29
Elaeis guineensis Jacq
400
0.12
0.19
1.11
1.31
0.01
-5.03
-0.03
30
Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen.
31
Widelia calendulaceae Less.
32
Dalbergia latifolia Roxb.
33
Solanum torvum Swartz
34
Commelina benghalensis Forsk.
35
Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl.
36
300
0.12
0.15
1.11
1.26
0.01
-5.07
-0.03
45300
0.72
22.01
6.67
28.68
0.14
-1.94
-0.28
100
0.04
0.05
0.37
0.42
0.00
-6.17
-0.01
1300
0.32
0.63
2.96
3.59
0.02
-4.02
-0.07
20700
0.8
10.06
7.41
17.47
0.09
-2.44
-0.21
10600
0.08
5.15
0.74
5.89
0.03
-3.52
-0.10
Eleutheranthera ruderalis (Sw.) Sch. Bip.
7600
0.32
3.69
2.96
6.66
0.03
-3.40
-0.11
37
Tidak teridentifikasi
1000
0.08
0.49
0.74
1.23
0.01
-5.09
-0.03
38
Ficus aurata Corner
1100
0.32
0.53
2.96
3.50
0.02
-4.05
-0.07
39
Piper aduncum L.
700
0.08
0.34
0.74
1.08
0.01
-5.22
-0.03
40
Piper umbellatum Jacq.
100
0.04
0.05
0.37
0.42
0.00
-6.17
-0.01
41
Tidak teridentifikasi Jumlah
100
0.04
0.05
0.37
0.42
0.00
-6.17
-0.01
205800
10.8
100
100
200
-3.10
Lampiran 3 Hasil Indeks kesamaan spesies antar komunitas tumbuhan di Kampus IPB Darmaga. No. 1.
Komunitas
W
2w
a+b
IS
IS (%)
1,1
200
400
400
1.000000
100
2.
1,2
44.83
89.66
400
0.224150
22.42
3.
1,3
29.99
59.98
400
0.149950
15.00
4.
1,4
70.83
141.66
400
0.354150
35.42
5.
1,5
13.03
26.06
400
0.065150
6.52
6.
1,6
64.94
129.88
400
0.324700
32.47
7.
1,7
53.37
106.74
400
0.266850
26.69
8.
1,8
48.46
96.92
400
0.242300
24.23
9.
1,9
52.89
105.78
400
0.264450
26.45
10.
1,10
40.63
81.26
400
0.203150
20.32
11.
2,2
200
400
400
1.000000
100
12.
2,3
147.55
295.1
400
0.737750
73.78
13.
2,4
63.41
126.82
400
0.317050
31.71
14.
2,5
57.3
114.6
400
0.286500
28.65
15.
2,6
142.14
284.28
400
0.710700
71.07
16.
2,7
57.87
115.74
400
0.289350
28.94
17.
2,8
118.62
237.24
400
0.593100
59.31
18.
2,9
104.59
209.18
400
0.522950
52.30
19.
2,10
130.82
261.64
400
0.654100
65.41
20.
3,3
200
400
400
1.000000
100
21.
3,4
63.12
126.24
400
0.315600
31.56
22.
3,5
22.49
44.98
400
0.112450
11.25
23.
3,6
136.35
272.7
400
0.681750
68.18
24.
3,7
120.14
240.28
400
0.600700
60.07
25.
3,8
63.78
127.56
400
0.318900
31.89
26.
3,9
48.95
97.9
400
0.244750
24.48
27.
3,10
120.08
240.16
400
0.600400
60.0
28.
4,4
200
400
400
1.000000
100
29.
4,5
29.73
59.46
400
0.148650
14.87
30.
4,6
84.25
168.5
400
0.421250
42.13
31.
4,7
102.54
205.08
400
0.512700
51.27
32.
4,8
98.67
197.34
400
0.493350
49.34
33.
4,9
90.17
180.34
400
0.450850
45.09
34.
4,10
67.11
134.22
400
0.335550
33.56
35.
5,5
200
400
400
1.000000
100
36.
5,6
55.56
111.12
400
0.277800
27.8
37.
5,7
23.36
46.72
400
0.116800
11.7
38.
5,8
20.47
40.94
400
0.102350
10.2
39.
5,9
56.97
113.94
400
0.284850
28.5
40.
5,10
41.
6,6
42.
6,7
43.
6,8
44. 45. 46.
7,7
47. 48. 49. 50.
8,8
51. 52. 53.
9,9
54.
9,10
55.
10,10
32.95
65.9
400
0.164750
16.5
200
400
400
1.000000
100
129.12
258.24
400
0.645600
64.56
96.71
193.42
400
0.483550
48.36
6,9
100.36
200.72
400
0.501800
50.18
6,10
100.71
201.42
400
0.503550
50.36
200
400
400
1.000000
100
7,8
94.15
188.3
400
0.470750
47.08
7,9
69.26
138.52
400
0.346300
34.63
7,10
80.87
161.74
400
0.404350
40.44
200
400
400
1.000000
100
8,9
78.91
157.82
400
0.394550
39.46
8,10
100.47
200.94
400
0.502350
50.24
200
400
400
1.000000
100
75.65
151.3
400
0.378250
37.83
200
400
400
1.000000
100
Lampiran 4 Perhitungan pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif 1. Perhitungan indeks penyebaran Morishita (Iδ) Spesies
∑Xi
Ageratum conyzoides Chromolaena odorata
∑Xi2
(∑Xi)2
n
A
B
C
Iδ
∑Xi2-∑Xi
(∑Xi)2-∑Xi
A/B
n*C
15
49
225
250
34
210
0.16
40.48
13
29
169
250
16
156
0.10
25.64
Clidemia hirta
232
2760
53824
250
2528
53592
0.05
11.79
Mikania micrantha
114
474
12996
250
360
12882
0.03
6.99
Mimosa pudica
10
32
100
250
22
90
0.24
61.11
Piper aduncum Swietenia macrophylla
10
34
100
250
24
90
0.27
66.67
22
106
484
250
84
462
0.18
45.45
Lantana camara
74
852
5476
250
778
5402
0.14
36.01
Elaeis guineensis
533
24951
284089
250
24418
283556
0.09
21.53
Rubus moluccanus Spathodea campanulata
15
61
225
250
46
210
0.22
54.76
6
14
36
250
8
30
0.27
66.67
2. Uji Chi2 derajat keseragaman (Mu) Spesies Ageratum conyzoides Chromolaena odorata
A
B
C
D
X (0,975)
n
∑Xi
A-B
2
46.98
250
E
15
-203.02
1
F
G
Mu
C-E
D+C
G/F
14
-188.02
-13.43
46.98
250
13
-203.02
1
12
-190.02
-15.84
Clidemia hirta
46.98
250
232
-203.02
1
231
28.98
0.13
Mikania micrantha
46.98
250
114
-203.02
1
113
-89.02
-0.79
Mimosa pudica
46.98
250
10
-203.02
1
9
-193.02
-21.45
Piper aduncum Swietenia macrophylla
46.98
250
10
-203.02
1
9
-193.02
-21.45
46.98
250
22
-203.02
1
21
-181.02
-8.62
Lantana camara
46.98
250
74
-203.02
1
73
-129.02
-1.77
Elaeis guineensis
46.98
250
533
-203.02
1
532
329.98
0.62
Rubus moluccanus Spathodea campanulata
46.98
250
15
-203.02
1
14
-188.02
-13.43
46.98
250
6
-203.02
1
5
-197.02
-39.40
3. Uji Chi2 derajat pengelompokan (Mc) Spesies
A
B
C
D
E
F
G
Mc
X ( 0,025)
n
∑Xi
A-B
1
C-E
D+C
G/F
2
Ageratum conyzoides
16.79
250
15
-233.21
1
14
-218.21
-15.59
Chromolaena odorata
16.79
Clidemia hirta
16.79
250
13
-233.21
250
232
-233.21
1
12
-220.21
-18.35
1
231
-1.21
-0.01
Mikania micrantha
16.79
250
114
-233.21
1
113
-119.21
-1.05
Mimosa pudica
16.79
250
10
-233.21
1
9
-223.21
-24.80
Piper aduncum
16.79
Swietenia macrophylla
16.79
250
10
-233.21
1
9
-223.21
-24.80
250
22
-233.21
1
21
-211.21
-10.06
Lantana camara
16.79
250
74
-233.21
1
73
-159.21
-2.18
Elaeis guineensis
16.79
250
533
-233.21
1
532
299.79
0.56
Rubus moluccanus
16.79
250
15
-233.21
1
14
-218.21
-15.59
Spathodea campanulata
16.79
250
6
-233.21
1
5
-227.21
-45.44
4. Perhitungan Ip Spesies
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Ip
Iδ
Mu
Mc
n
Iδ-Mc
n-MC
E/F
k
H*G
H+I
Penyebaran (Ip>0)
Ageratum conyzoides
40.48
-13.43
-15.59
250
56.07
265.59
0.21
0.5
0.11
0.61
Mengelompok
Chromolaena odorata
25.64
-15.84
-18.35
250
43.99
268.35
0.16
0.5
0.08
0.58
Mengelompok
Clidemia hirta
11.79
0.13
-0.01
250
11.80
250.01
0.05
0.5
0.02
0.52
Mengelompok
Mikania micrantha Mimosa pudica
6.99
-0.79
-1.05
250
8.04
251.05
0.03
0.5
0.02
0.52
Mengelompok
61.11
-21.45
-24.80
250
85.91
274.80
0.31
0.5
0.16
0.66
Mengelompok
Piper aduncum
66.67
-21.45
-24.80
250
91.47
274.80
0.33
0.5
0.17
0.67
Mengelompok
Swietenia macrophylla
45.45
-8.62
-10.06
250
55.51
260.06
0.21
0.5
0.11
0.61
Mengelompok
Lantana camara
36.01
-1.77
-2.18
250
38.19
252.18
0.15
0.5
0.08
0.58
Mengelompok
Elaeis guineensis
21.53
0.62
0.56
250
20.96
249.44
0.08
0.5
0.04
0.54
Mengelompok
Rubus moluccanus
54.76
-13.43
-15.59
250
70.35
265.59
0.26
0.5
0.13
0.63
Mengelompok
Spathodea campanulata
66.67
-39.40
-45.44
250.00
112.11
295.44
0.38
0.5
0.19
0.69
Mengelompok