DIMENSI-DIMENSI EDUKASI DALAM KOMUNIKASI Ahyar1 Abstrak Beragam definisi komunikasi yang dikemukakan para ahli komunikasi menunjukkan akan urgensi komunikasi sebagai alat, media sekaligus tujuan. Hanya saja dari berbagai literatur yang berbicara mengenai komunikasi tidak begitu dominan menyinggung edukasi dalam komunikasi. Banyak cara orang memanfaatkan media sebagai komunikasi. Bahkan beragam informasi dalam media dengan beragam fiturnya disebut sebagai komunikasi kreatif tetapi belum tentu memiliki muatan edukasi. Era sekarang orang serba ingin simpel melakukan komunikasi, tidak serumit pada era lampau. Oleh karena itu, sebenarnya dalam era ini, media khususnya sosial media telah membongkar batas-batas komunikasi baik dalam dimensi sosial, budaya, ekonomi bahkan dalam dimensi agama. Tulisan ini ingin mengurai satu gejala dari sekian gejala khususnya ciri khas edukasi komunikasi yang edukatif sejalan dengan hadirnya beragam media dengan kompleksitas persoalan di tengah-tengah lingkungan global.
Kata Kunci: komunikasi, etika, edukasi
1
Dosen Tetap pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Mataram
27
KOMUNIKE, Vol. 6. No. 1, Juni 2014: 27-37
A. Pendahuluan Komunikasi pada intinya penyampaian pesan secara langsung atau tidak langsung melalui saluran komunikasi kepada penerima pesan untuk mendapatkan efek dan feedback. Pada sisi lain komunikasi merupakan usaha sistematis untuk mempengaruhi perilaku positif dalam berbagai konteks komunikasi, dengan menggunakan prinsip dan metode komunikasi baik menggunakan komunikasi pribadi maupun komunikasi massa. Sementara edukasi adalah proses perubahan perilaku ke arah yang positif. Pada posisi inilah komunikasi akan diletakkan pada posisi fundamental, komunikasi sebagai instrumen penting dalam wilayah atau tata ruang
edukasi sekaligus iklim yang dapat memberikan manfaat yang
menyejukkan, baik sebagai komunikator maupun sebagai komunikan. Komunikasi dapat ditafsirkan positif maupun negatif karena memang pada dasarnya akibat dari proses komunikasi atau apapun tentu akan melahirkan respon positif dan negatif. Respon positif biasanya ada sebagai akibat dari proses komunikasi yang menggunakan prinsip saling membutuhkan dan memahami. Sementara respon negatif
biasanya akan
timbul sebagai dampak dari proses komunikasi yang kurang berjalan berdasarkan prinsipprinsip yang dibangun. Dengan demikian, proses komunikasi yang baik lahir dari proses edukasi komunikasi yang baik. Perlu disadari, Komunikasi yang baik tidak lahir begitu saja, namun lahir dari proses yang cukup panjang. Beberapa faktor yang mempengaruhinya, di antaranya adalah lingkungan yang mendidik, media yang memiliki edukasi, serta kedalaman pemahaman masyarakat media. B. Lingkungan Yang Mendidik Lingkungan yang mendidik dalam istilah populer adalah lingkungan yang dibangun atas dasar
nilai-nilai ilahiyah. Nilai-nilai ini dapat tumbuh kuat bilamana komunitas
(keluarga, masyarakat) tersebut memiliki komitmen yang kuat untuk menanamkan nilainilai ilahiyah dalam kehidupan keluarga. Contoh sederhana, kata-kata sapaan, seringkali kata-kata sapaan yang dibangun justru kurang memiliki nilai-nilai edukasi bahkan nilai-nilai ilahiyah. Kata sapaan “ selamat pagi, heei! aku, hallo, daa” misalnya, kata-kata ini tidak asing didengar ditelinga kita, kita dengar setiap hari. Padahal jika kita kaji atau telaah secara bijak, kata-kata ini lambat laun akan dijadikan kata-kata sapaan favorit pada generasi yang akan datang padahal perlahan-lahan akan mengikis nilai-nilai edukasi yang sudah dibangun dengan susah payah oleh generasi sebelumnya.
28
Dimensi-dimensi Edukasi dalam Komunikasi (Ahyar)
Membuka Pintu Komunikasi Hubungan antar manusia di dalam masyarakat dibina atas dasar hal-hal kecil yang mengakrabkan persahabatan yang terbit dari kata hati yang tulus ikhlas. Etika menyimpan segudang magnet untuk menyatakan perhatian kepada orang lain sekaligus untuk dapat membuka pintu komunikasi. Jadilah seseorang yang apabila ada kesempatan untuk membuka pintu komunikasi, maka lakukanlah. Sebab hal tersebut mudah untuk dilakukan selama seseorang memiliki kemauan dan keikhlasan. Berikut ini contoh membuka pintu komunikasi yang lazimnya dilakukan : Lambaikan tangan, senyum yang tulus dan simpatik, beragam kata sapaan : ada ala Barat (Hei! Hallo! Selamat Pagi) ada ala Islam (assalamu’alaikum, ahlan wa sahlan) dll. Cobalah mengajak berjabat tangan. Kebiasaan ini sudah cukup lazim di masyarakat kita. Cara berjabat tangan pun bervariasi. Ada yang berjabat tangan sambil menepuk bahu. Di Jepang pada umumnya orang yang berkenalan atau berjumpa tidak saling berjabat tangan, di Arab dengan memeluk dan menempelkan pipi. Ada banyak kebiasaan, tetapi tujuannya sama, membuka komunikasi. Tanyakan keadaannya; apa kabar ? Berapa anakmu? Sehat bukan? Mintalah maaf dan permisi ; Maaf nama saya Agus, siapa nama anda ? Bolehkah aku tahu alamatmu? Ucapkan terimakasih. Demikianlah, ada berbagai cara untuk mengawali komunikasi. Memang kelihatannya sepele, tetapi manfaatnya sungguh sangat besar. Kita akan mendapat penilaian yang baik dari orang lain dalam lingkungan kita. Apa yang dituangkan dalam fenomena dalam membuka komunikasi di atas, setidaktidaknya ada benang merah yang bisa kita urai. Dasar-dasar pijakan Islam telah menetapkan garis-garis yang kongkrit yakni buka komunikasi atas dasar karena Allah, bertemu karena Allah berpisah pun karena Allah. Membuka komunikasi (silaturrahmi) dalam rangka memperluas rizki dan memanjangkan umur. Oleh karena itu, kata-kata sapaan yang kita pakai sebenarnya “tidak bermaksud yang untuk mengatakan yang tidak baik, namun kurang memiliki nilai edukasi khususnya bagi yang kental dengan budaya ketimuran. Etika Komunikasi Tatap Muka M.Quraish Shihab mengutip pribahasa “ diam itu emas dan bicara itu perak”.2 Tanpa menelusuri dari mana asal-muasal peribahasa tersebut, yang jelas, makna dan arah yang ditujunya sejalan dengan tuntunan agama. Sekian banyak petunjuk agama yang mendorong agar selalu menimbang-nimbang segala apa yang diucapkannya, karena seperti peringatan 2
Quraisy Shihab. Lentera al-Quran Kisah dan Hikmah Kehidupan. Jakarta: Mizan; 2014, hlm. 283.
29
KOMUNIKE, Vol. 6. No. 1, Juni 2014: 27-37
al-Quran: Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir. (QS. Al-Qaaf: 18). Ini semua seharusnya mengantarkan seseorang untuk selalu berhati-hati, memikirkan, dan merenungkan apa yang akan diucapkannya: “Anda menawan apa yang akan Anda ucapkan, tetapi begitu terucapkan, maka Andalah yang menjadi tawanannya.” Relevansi dengan konteks ayat di atas, tentunya telah meneguhkan bahwa apa yang terucap atau terungkap sebenarnya harus disertai rambu-rambu “apa yang disebut” sebagai etika
komunikasi.
Misalnya,
pada
komunikasi
tatap
muka.
Komunikasi
berarti
mempertemukan orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi. Norma etika mesti menjadi bagian penting dalam proses komunikasi, karena apabila melakukan kesalahan meskipun tidak disengaja, sangat mungkin menyebabkan orang lain kurang simpatik bahkan terhadap lawan bicara. Pepatah mengatakan, “berkata peliharalah lidah.” Hatihatilah dalam berbicara dengan siapapun, terutama dengan orang yang lebih dewasa, agar tidak mendatangkan akibat kurang menyenangkan di kemudian hari. Sekali terlontar katakata yang tidak berkenaan bagi orang lain, dengan apa kita menangkapnya kembali? Baiklah, disini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika berkomunikasi secara tatap muka : (1) Waktu berbicara hendaklah tenang, sekali-kali boleh saja menegaskan pembicaraan dengan gerak tangan secara halus dan sopan. Gerak tangan hendaklah tidak terlalu banyak, dan janganlah menggunakan telunjuk untuk menunjuk lawan bicara, (2) janganlah
bicarakan
sesuatu
yang
ingin
dilupakan
orang
lain.
(3)
janganlah
mempergunjingkan orang lain, (4) janganlah memborong seluruh pembicaraan. Biasakanlah mendengarkan orang lain, dan jangan memotong pembicaraan orang lain, (5) hendaklah berdiam dan memperhatikan ketika kita pimpinan atau atasan sedang berbicara, (6)
waktu
berbicara hendaknya mengambil jarak yang sesuai dengan orang yang kita ajak bicara, dalam arti tidak terlalu dekat agar lawan bicara tidak terganggu dengan bau mulut, (7) suara hendaklah disesuaikan, jangan terlalu keras, (8) kalau hendak batuk, bersin, atau menguap, hendaklah mulut ditutup dengan tangan, (9) kalau pembicaraan selesai hendaklah mengucapkan terimakasih. Agama pun telah mengajarkan bagaimana etika berkomunikasi langsung dengan anak-anak, sebaya, dan yang lebih dewasa dengan kita. Misalnya, Ungkapan qawlan kariima dalam Al-qur’an terdapat dalam Surah Al-Isra ayat 233 “Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan 3
30
Kementrian Agama. AL-Quran dan Terjemahan. Jakarta; Kemenag. 2012.
Dimensi-dimensi Edukasi dalam Komunikasi (Ahyar)
sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia”.4 Dalam ayat ini, Allah kembali mengingatkan pentingnya ajaran tauhid atau mengesakan Allah agar manusia tidak terjerumus ke dalam musyrik. Ajaran tauhid adalah pertama dan utama dalam akidah Islam. Kemudian kita sebagai anak diperintahkan untuk mengabdi kepada orang tua, Seorang anak menurut Ahmad Mubarrok dalam bukunya, “Jiwa Dalam Al-Qur’an,”, diperintahkan untuk berbuat baik kepada orang tuanya, dan jika sempat silang pendapat pada salah satu atau keduanya berusia lanjut, maka ia tidak boleh kasar kepada keduanya. Jika terpaksa menegur, hendaklah dengan perkataan yang indah dan lembut. Begitulah pentingnya secara mulia atau penuh rasa hormat dan menghindari perkataan kasar. Dalam konteks yang sama, Nurcholis Majid, menyatakan ada tiga poin yang harus dilakukan anak terhadap orang tua, pertama : jangan anak berkomunikasi dengan orang kata-kata yang kotor setelah keduanya mencapai usia lanjut, kedua : hendaklah merendahkan “kepak sayap” kesopanan karena rasa cinta kepada keduanya, dan ketiga : hendaklah ia mendoakan keduanya untuk kebahagiaan mereka karena telah mendidik.5 Tuntutan komunikasi dalam Islam, di antaranya terdapat petunjuk bagaimana menerapkan komunikasi antara manusia yang posisinya lebih rendah kepada orang lain yang posisinya lebih tinggi, apalagi orang tua sendiri yang sangat besar jasanya dalam mendidik. Prinsip qawlan kariima, menyiratkan satu prinsip utama cara berkomunikasi dalam Islam yaitu penghormatan. Prinsip ini sejalan dengan komunikasi humanistis dari Carl Rogers atau komunikasi dialogis dari Bartin Buber. Ahmad Mubarok, mengatakan bahwa dalam perspektif komunikasi, term qawlan kariima diperlukan, jika komunikasi itu ditujukan kepada komunikan yang sudah masuk kategori lanjut usia. Karena psikologi orang lanjut usia biasanya sangat sensitif terhadap kata - kata yang bersifat menggurui, menyalahkan, apalagi kasar, karena mereka lebih banyak pengalaman hidupnya.
4 mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu. 5 Abdul Karim Batubara, Etika Berkomunikasi Anak Kepada Orang Tua Dalam Perspektif Islam diakses dari http://sumut.kemenag.go.id/
31
KOMUNIKE, Vol. 6. No. 1, Juni 2014: 27-37
Etika Berkomunikasi dengan Media Telepon Telepon (gengam, atau dalam bentuk lainnya) pada era ini, tidak hanya sekedar kebutuhan namun menjadi mode, trend, masyarakat modern. Untuk konteks masyarakat Indonesia, termasuk sebagai pemakai dengan katagori ketiga terbesar di dunia. Bisa dibayangkan betapa telepon menjadi rumah kedua dari rumah tempat tinggal yang sebernarnya. Telepon tidak hanya merambah orang-orang dewasa melainkan anak-anak. Ini artinya, anak-anak sekarang telah menjadi generasi digital karena telah digitalisasi kehidupannya dengan beragam media. Berbicara via telepon, setidak-tidaknya ada nilai-nilai edukasi yang perlu dibangun dan diperhatikan. Jangan sampai dari cara menelepon maupun menerima telepon kurang mengikuti etika atau tata krama, maka bisa jadi nama baik diri kita akan dinilai kurang baik. Oleh karena itu, ada sejumlah nilai-nilai yang harus dibangun dan diperhatikan. Nilai-nilai yang dimaksud antara lain; nilai saling menghargai dan menghormati, misalnya, apabila hendak menelepon hendaklah mempertimbangakan waktu yang tepat, jangan menelepon pada saat orang sedang istirahat (malam hari), atau sedang jam makan, kecuali pesan yang hendak kita sampaikan benar-benar sangat penting dan tidak bisa ditunda. Di samping itu, nilai-nilai toleransi, misalnya, via telepon tidak selalu informasi yang kita sampaikan memerlukan waktu lama atau sebaliknya. Ada batas-batas toleransi yang harus dipahami, toleransi tentang hak dan kewajiban, kapan kita memanfaatkan hak dan kapan pula memanfaatkan kewajiban. Demikian pula, ada beberapa prinsip di bawah ini yang setidak-tidaknya dapat menjadi pelajaran yang dapat dipetik antara lain, (1) berbicaralah dengan tenang, jelas, dan langsung ke sasaran (to the point), (2) ketika sedang berbicara, berilah perhatian sepenuhnya kepada lawan bicara, (3) janganlah berbicara dengan orang lain yang berada di dekat kita, berilah isyarat secara halus kalau ada orang lain sedang mengajak bicara, (4) siapkanlah kertas dan pensil untuk mencatat seperlunya, (5) pada akhir pembicaraan hendaklah mengucapkan wassalam dan terimakasih, (6) setelah mengakhiri pembicaraan janganlah membanting gagang telepon, (7) cara mudah untuk menghindari pembicaraan telepon yang menyalahi etika, ialah dengan membayangkan seolah-olah lawan berbicara bertatap muka dengan kita. Untuk itu, kiranya perlu dibangun etika dan etiket yang baik dalam komunikasi. Berikut ini adalah beberapa etika dan etiket dalam berkomunikasi antar manusia dalam kehidupan sehari-hari, jujur tidak berbohong, bersikap dewasa tidak kekanak-kanakan,
32
Dimensi-dimensi Edukasi dalam Komunikasi (Ahyar)
lapang dada dalam berkomunikasi, menggunakan panggilan/sebutan orang yang baik, menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien, tidak mudah emosi/emosional, berinisiatif sebagai pembuka dialog, berbahasa yang baik, ramah dan sopan, menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan, dan bertingkahlaku yang baik. Selanjutnya contoh-contoh teknik komunikasi yang baik meliputi, menggunakan kata dan kalimat yang baik menyesuaikan dengan lingkungan, gunakan bahwa yang mudah dimengerti oleh lawan bicara, menatap mata lawan bicara dengan lembut, memberikan ekspresi wajah yang ramah dan murah senyum, gunakan gerakan tubuh / gesture yang sopan dan wajar, bertingkah laku yang baik dan ramah terhadap lawan bicara, memakai pakaian yang rapi, menutup aurat dan sesuai sikon, tidak mudah terpancing emosi lawan bicara, menerima segala perbedaan pendapat atau perselisihan yang terjadi, mampu menempatkan diri dan menyesuaikan gaya komunikasi sesuai dengan karakteristik lawan bicara, menggunakan volume, nada, intonasi suara serta kecepatan bicara yang baik, menggunakan komunikasi non verbal yang baik sesuai budaya yang berlaku seperti berjabat tangan, merunduk, hormat, dll. Etika Menyambut Tamu Argumentasi agama tentang memuliakan tamu telah jelas, “muliakanlah tamu anda”. Argumentasi ini telah diletakkan oleh baginda Rasulullah sebagai landasan untuk memuliakan tamu. Allah pun telah memuliakan tamunya seperti ketika berhaji. Para hujjaj dan hujjajah tahu dirinya sebagai tamu Allah SWT. Sinergitas antara pemilik rumah dengan tamu begitu terasa. Sehingga berbagai cerita unik sebagai tamu Allah dalam pengalaman spritualitasnya. Para hujjaj dan hujjajah berusaha menjadi tamu Allah yang baik. Ilustrasi ini sebenarnya ingin menggambarkan betapa pentingnya membangun etika bertamu dan menyambut tamu. Pesan keagamaan ini setidak-tidaknya dapat menjadi ibrah atau pelajaran bagi kita semua. Sinergisitas yang dimaksud adalah saling membangun kesepahaman, kesepengertian antara tamu dengan pemilik tamu atau tuan rumah. Ada nilai edukasi yang dibangun. Misalnya, mempererat nilai hubungan kekeluargaan yang sementara ini semakin kurang terjadi karena berbagai kesibukan dan rutinitas tuntutan kehidupan, sehingga tidak jarang fenomena yang terjadi di tengah-tengah lingkungan kita, tidak tahu sepupunya, tidak tahu bibinya dan pamannya demikian seterusnya.
33
KOMUNIKE, Vol. 6. No. 1, Juni 2014: 27-37
C. Media Yang Memiliki Edukasi Semua lingkungan dapat dijadikan sebagai sumber sekaligus sebagai media komunikasi.
Dalam
perspektif
Indonesia,
kehadiran
teknologi
dengan
beragam
perangkatnya menjadi salah satu isu penting dalam menata kelola informasi menjadi efesien, murah dan cepat. Di samping itu, media yang ada harus di pandang sebagai alat untuk dapat mengedukasikan masyarakat. Quraiys Syihab mengatakan bahwa media yang bersifat edukatif harus menjadi konsumsi umat beragama. Di mana teknologi media yang berkembangkan saat ini di satu sisi telah menawarkan beragam konten yang berisi nilai edukasi dan di sisi lain tidak sedikit pula yang menyajikan konten/informasi yang kurang edukatif. Apakah memberi kabar gembira atau sebaliknya. Demikian juga, Ibnu Anwarudin menegaskan dunia akademik senantiasa berjalan dinamis seiring perkembangan pengetahuan dan teknologi serta beragam minat manusia dalam membangun peradabannya. Sekat geografis, bahasa, etnis, agama dan sejumlah faktor pembatas lainnya, lebur dalam fenomena global yang mengharuskan kita memiliki jaringan dunia intelektual. Fenomena ini oleh Jhon Keane dalam tulisannya The Humbling of the Intellectual, Public life in the Era of Communicative Abundance dalam Times Literary Supplement, 28 Agustus 1998, disebut sebagai era keberlimpahan komunikasi (communicative abundance). Ditandai dengan gegap gempitanya informasi dan tersedianya multikanal komunikasi, tak hanya skala lokal, nasional melainkan juga internasional.6 Ini artinya, boming media dengan segala keunggulannya telah mengaburkan batas wilayah, budaya, sosial, dan batas-batas privasi manusia serta kehadirannya telah merubah cara pandang manusia modern
menjadi era keemasan teknologi. Dari keberadaannya,
apakah media teknologi telah merubah cara pandang, cara sikap, cara perilaku manusia saat ini? Apakah subtansi keberadaan media dapat dipahami secara utuh dan mendalam oleh semua masyarakat pemakai saat ini? Seberapa jauh media saat ini dapat menjadi media edukasi masyarakat
global? Demikianlah sederetan pertanyaan yang diajukan sebagai
bahan kajian untuk menelisik peran media dalam membangun peradaban manusia dewasa ini.
6
2014
34
http://diktis.kemenag.go.id/index.php?berita=detil&jd=390#.VIuTsMmDC00. Diakses 13 Desember
Dimensi-dimensi Edukasi dalam Komunikasi (Ahyar)
D. Pemahaman Masyarakat Terhadap Media Salah satu karakteristik negara maju adalah negara yang rakyatnya memiliki kesejahteraan atau kualitas hidup yang tinggi. Kualitas hidup dilihat dari (1) aktivitas perekonomian menggunakan sarana dan prasarana modern, (2) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menunjang industrialisasi secara cepat, (3) pendapatan rata-rata penduduk tinggi, (4) pendidikan dan keterampilan penduduk cukup tinggi, (5) sifat kemandirian masyarakatnya tinggi, (6) tingkat pertumbuhan penduduk rendah, (7) angka harapan hidup tinggi, dan (8) intensitas mobilitas tinggi.7 Dalam konteks Indonesia, ada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki peran sentral dan strategis dalam mengawal media di Indonesia. Hakekat media penyiaran berbeda dengan hakekat media cetak. Media penyiaran menggunakan frekuensi atau kanal yang dikenal sebagai sumber daya terbatas. Karena terbatas, frekuensi merupakan ranah publik yang dikelola oleh Negara demi kepentingan publik. Idy Muzayyad menilai,8 jika memang frekuensi dipergunakan untuk kepentingan publik sudah seharusnya media penyiaran sesuai dengan fungsi yakni sebagai sarana informasi yang layak dan benar, berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat, sebagai media hiburan yang sehat. “Media penyiaran juga berfungsi sebagai kontrol dan perekat sosial. Selain itu, media penyiaran berfungsi menjadi sarana bagi kebudayaan sekaligus ekonomi. Terkait fungsi media sebagai perekat sosial, janganlah menjadi media provokatif,” Idy juga menyinggung soal pentingnya anakanak dan remaja dilindungi dari tayangan berdampak buruk bagi mereka. Seringkali, para orang tua merasa aman jika anak-anak mereka berada dan menonton televisi. Padahal, tidak semua siaran yang ditonton menyajikan hal-hal yang aman bagi mereka. “Banyak hal-hal negatif yang dapat merasuki mereka,” katanya. Pengaruh media khususnya media penyiaran sangat luar biasa terhadap masyarakat. Guna mencegah efek yang tidak diinginkan tersebut, pengembangan literasi media sangat penting bagi masyarakat. Ada tiga keuntungan jika masyarakat melek media yaitu masyarakat jadi memahami media yang benar, masyarakat pun dapat menyikapi media secara benar, lalu masyarakat akan memihak isi media yang benar. Ada benarnya apa yang dikatakan oleh sahabat Quraisy Shihab; Anda harus memisahkan antara penghutbah dan seniman. Penghutbah menggunakan segala cara untuk mengobati patologi masyarakat dan mengantar mereka menuju keluhuran budu pekerti dan 7
http://raraslarasa12.wordpress.com/tugas-tugas/data-data-ips/geografi/ciri-ciri-negara-maju-danberkembang/ Diakses 13 Desember 2014 8http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/22-literasi-media/31129-literasi-media-membentukpemahaman-dan-kepedulian-masyarakat-terhadap-isi-siaran
35
KOMUNIKE, Vol. 6. No. 1, Juni 2014: 27-37
kesucian jiwa, sedangkan senimann menggambarkan apa adanya baik atau buruk
dan
mempersilahkan Anda melihat dan menilai sisi mana yang Anda inginkan untuk diri Anda. Seniman bagaikan penjelajah, dia mencatat apa saja
yang ditemuinya. Ketelitian dan
kejujurannya menuntutnya agar semua itu dihidangkan sebagaimana apa adanya.9 Namun sebagai seorang cendekia, boleh jadi pendapat di atas dapat dimengerti, tetapi sebagai pendidik, sulit dan amat sulit, bukan saja sebagian film-film tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya di bumi Indonesia-karena ia adalah hasil karya seniman luar-tetapi juga ditonton oleh anak-anak Indonesia yang belum dapat memberi penilaian baik dan buruk. Mereka baru mampu mencontoh apa yang terhidang. Seniman bisa saja mendatangkan ransangan-ransangan kotor, namun seni Al-Quran tidak sampai melukiskan sesuatu yang menimbulkan rangsangan kotor. Sebab kitab suci ini berfungsi sebagai seniman pendidik, maka ia tidak membiarkan peserta didiknya mengambil kesimpulan sendiri, tetapi Dia mengantarkannya, hingga mencapai kesucian jiwa dan keluhuran budi. Oleh karena itu, kehadiran media di tengah lingkungan kita, dapat memberikan manfaat dan sebaliknya juga dapat memberikan mudharat. Al-Quran mengingatkan masyarakat sebagai penerima informasi untuk menimbang bahkan menyelediki dengan seksama informasi yang disampaikan khsususnya oleh orang-orang yang tidak percaya dengan kebenaran Al-Quran. E. Penutup Informasi merupakan kebutuhan manusia, bukan saja pada abad modern ini, tetatpi sejak manusia tercipta. Hal ini disebabkan, antara lain, oleh adanya naluri ingin tahu yang menghiasi makhluk manusia. Semua ucapan apapun bentuk dan kandungannya, disamping harus sesuai dengan kenyataan, juga harus menjamin sasarannya untuk tidak terjerumus ke dalam kesulitan, bahkan membuahkan manfaat. Dari sinilah dikenal ungkapan likulli maqam maqal wa likulli maqal maqam (untuk setiap tempat ada ucapan yang sesuai dan untuk setiap ucapan ada tempat yang sesuai). Dalam bidang informasi, kebodohan manusia antara lain tanpak pada ketidakmampuannya memilah dan memilih tempat, waktu, dan bahkan informasi
yang tepat guna. Sedangkan penganiayaanya tercermin antara lain dalam
informasi dan ucapannya yang keliru dan menyesatkan, seperti memutarbalikkan fakta, menimbulkan selera rendah dan sejenisnya yang kadang-kadang melanggar setiap norma.
9
36
Quraisy Shihab. Lentera al-Quran Kisah dan Hikmah Kehidupan. Jakarta: Mizan; 2014, hlm. 260.
Dimensi-dimensi Edukasi dalam Komunikasi (Ahyar)
DAFTAR PUSTAKA Abdul Karim Batubara, Etika Berkomunikasi Anak Kepada Orang Tua Dalam Perspektif Islam diakses dari http://sumut.kemenag.go.id/ http://diktis.kemenag.go.id/index.php?berita=detil&jd=390#.VIuTsMmDC00. http://raraslarasa12.wordpress.com/tugas-tugas/data-data-ips/geografi/ciri-ciri-negaramaju-dan-berkembang/ http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/22-literasi-media/31129-literasi-mediamembentuk-pemahaman-dan-kepedulian-masyarakat-terhadap-isi-siaran Kementrian Agama. AL-Quran dan Terjemahan. Jakarta; Kemenag. 2012. Quraisy Shihab. Lentera al-Quran Kisah dan Hikmah Kehidupan. Jakarta: Mizan; 2014. Richard West,Lynn H.Turner. Pengantar Teori Komunikasi Analisis Dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika, 2008. Saharudin. Perkembangan Teknologi Tengah: Pustaka Akademika, 2011.
Komunikasi
(Sebuah
Pengantar).
Lombok
Samsul Wahidin dkk. Filter Komunikasi Media Elektronika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
37