53
Abstrak RUDI RAWENDRA. Efektivitas Imunoglobulin Y (lgY) Kering Beku Anti ElileropaUrogenic Escherichia coli (EPEC) dalam Penghambatan Adhesi dan Pertumbuhan EPEC. Dibimbing Oleh : I WAYAN TEGUH WIBAWAN, FACHRYIAN HASMI PASARIBU dan RAHMAT PAMBUDY Efikasi imunoterapi peroral imunoglobulin Y (lgY) Kering Beku anti Enteropathogenic Escherichia coli (EPEe) secara in vitro dilakukan dengan uji penghambatan pertumbuhan pada media trypticase soly broth (TSB) dan uji penghambatan adhesi pada sel kultur HEp-2. IgY WSF Kering Beku mampu menghambat pertumbuhan EPEe sampai logaritme 103 pada media TSB. demikian halnya fragmen IgY yang telah mengalami denaturasi juga mampu menghambat pertumbuhan EPEe sampai logaritme 101 . Penggunaan IgY Kering Beku dosls 100. 50 dan 25 mg mampu menghambat adhesi 0.15 ml EPEC {1 X 10' cfu/ml PBS} berturut-turut sebesar 87,7; 69,8 dan 47,6 % terhadap kontrol negatif {tanpa menggunakan IgY} pada sel kultur HEp-2. Kata Kunci. Imunoglobulin Y (Igy). HEp-2, Enteropathogenic Escherichia coli {EPEC}, tyipticase soy broth (TSB)
54
Abstract RUDI RAWENDRA. Effectivity in Adhesion and Growth Inhibition of Freeze Drlad Immunoglobulin Y (lgY) Anti Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC). Advisory Committee: I WAYAN TEGUH WIBAWAN, FACHRYIAN HASMI PASARIBU and RAHMAT PAMBUDY The in vitro effication of freeze dried Immunoglobulin Y (lgY) anti Enteropathogenic Escherichia coli peroral immunotherapy is done using growth inhibition test on trypticase soly broth (TSB) media and adhesion inhition test on HEp-2 cell line. Free~e dried IgY inhibited EPEC growth up to log 10' on TSB media. so did the denaturated IgY fragments also inhib~ed EPEC growth up to log 10'. IgY application on 100. 50 and 25 mg inhibited 0,15 X 10' cfu/ml PBS EPEC adhesion approximately 87.7; 69,8 and 47,6 % to that of the negative control (using no Igy) on cell culture line HEp-2. Keywords: Immunoglobulin Y (lgY), HEp-2, Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), trypticase soy broth (TSB)
55
Pendahuluan Pengikatan antibodi terhadap faktar virulensi adhesin menyebabkan hilangnya kemampuan patogen untuk melekat pada sel inang sehingga infeksi tidak bertanjut (Salyer & Whitt 1994). EPEe memiliki cin penting dalam mendorong kejadian infeksi berupa perlekatan kuat (intimate adherence) yang
diperantarai adhesin balderi yang disebut intimin dan reseptor adhesin Tir (translocated inUrn;n receptof) pada
sel permukaan membran epitel intestinal
dimana patogen tersebut hanya melekat dipermukaan (tidak invasif) dan tidak memproduksi toksin heat-labile (LT), heat-stable (ST) maupun shigalike toxin (SLT) (Nataro & Kaper 1998). Mekanisme patagen EPEe
melakl'~an
perlekatan
kuat tersebut telah banyak dipahami, namun mekanisme lanjutan ski bat adhesi intirn, lesi attaching and effacing (Iesi NE) dan perubahan sitoskeieton sampai menyebabkan diare pada bayi belum sepenuhnya diketahui (Vallance & Finlay 2000). Tanpa memperhatikan mekanisme kejadian infeksi EPEC sec.ara utuh, fenomena infeksi EPEC yang diawali attaching
(perlekatan) patogen pada
saluran intestinal yang disertai effacing (hilangnya) mikrofili merupakan perihal penting pada kajadian infeksi EPEe (Moon et al. 1983). Pada sel kultur human epidermoid carcinoma (HEp-2), EPEC memiliki kemampuan melekat secara khas dan telah digunakan untuk mendiagnosa sekaligus membedakan EPEC diantara E. coli penyebab diare lainnya. Metode ini dijelaskan pertama kali oleh Cravioto et a/. (1979) yang akhimya digunakan untuk memebedakan diantara E. coli non patogen dan beberapa diarheagenic E. lainnya.
coli
E. coli non-patogen, enteroinvasive E. coli (EIEC) dan
enterotoxigenic E. coli (ETEC) tidak menunjukkan adherence pada sel kultur
HEp-2,
sedangkan
merupakan tipikal
pola EPEC
lokalitas
per!ekatan dimana
balderi
(localized
adherenceA.A)
membentuk mikrokoloni
pada
pennukaan sel kultur HEp-2. Pola adhesi membentuk agregat (aggregative adherence) merupakan tipikal enteroaggregative E. coli (EAEC), dan pola adhesi
difusi (diffuse adherence) pada sel kultur
HEp-2 merupakan tipikal diffusely
adherent E. coli (DAEC) (Nataro & Kaper 1998).
Penggunaan
sel
HEp-2
untuk
mempelajari
efektivitas
IgY
dalam
menghambat adhesi Sa/monella enterldis pada sel kultur Caco2 telah dilakukan oleh Sugita-Konishi et al. (1996),
sedang~an
Mack at a/. (1999) meneliti
efektivitas probiotik Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus rhamnosus dalam menghambat adhesi EPEe terhadap sel kuHur HT-29 dan HEp-2. Penalitian ini
56
bertujuan untuk menguji efektivitas IgY Kering Beku anti EPEe dalam melakukan
penghambatan adhesi EPEC pada sel kultur HEp-2 disamping meneliti efek IgY Kering Beku utuh dan laY yang telah mengalami denaturasi terhadap penghambatan pertumbuhan EPEC pada media trypticose soy broth (TSB). Penelitian yang dilakukan Sugita-Konishi et af. (1996) menunjukkan bahwa
IgY efektif dalam melakukan penghambatan pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dan penghambatan produksi enterotoxin-A staphylococcus enteridis
pada media TSB.
~enelttian
lainnya yang dilakukan
oleh Lee et 01. (2002)
menunjukkan bahwa IgY spesifik yang diperoleh dari kuning telur ayam yang divaksin S.
enterid;s dan
S.
typhimurium memiliki
efek penghambatan
pertumbuhan terhadap balderi terse but pada media TSB.
Demikian juga
Sunwoo et al. (2002) yang melapor1
pada media TSB.
Pada
penelitian ini, selain menguji efek IgY utuh dalam melakukan penghambatan pertumbuhan EPEC pada media TSB dilakukan pula efek IgY yang telah didenaturasi oleh pepsin pH 2 selama 2 jam, pepsin pH 2 selama 4 jam, pepsin pH 4 selama 2 jam, pepsin pH 4 selama 4 jam, suhu 70°C selama 15 menit, suhu 60 °C selama 35 menit, dan IgY tanpa denaturasi (kontrol).
Bahan dan Metode 1. EfelctJvitas /gY Penghambatan Adhes; EPEe pada Sel Kultur HEp-2 Efektivitas IgY Kering Beku anti EPEC dalam menghambat adhesi EPEC
pada sel kultur HEp-2 dilakukan berdasar1
IL) berbilik 6 yang mengandung Dubellco Minimal Essential Medium (DMEM) (Gibco-BRLe., Life Technologies, Inc. Grand Island, N.Y., USA) dan 10 % fetal bovine serum (Gibco-BRLe., L~e Technologies, Inc. Grand Island, N.Y., USA)
diinkubasi dengan campuran larutan IgY dengan EPEC galur K 1.1. Campuran larutan IgY dan EPEC galur K1.1 dibuat dengan melarutkan 0,1
gr IgY Kenng Beku dalam 1 ml DMEM yang kemudian dibuat pengenceran sebagai dosis perlakuan, sedangkan preparasi bakteri EPEC dilakukan dengan
membuat 1 X 10' sellml PBS. Campuran IgY Kenng Beku dan EPEC terdin dan 150 ~I EPEC (1 X 10' sellml PBS) dan 150 ~I larutan IgY yang masing-masing mengandung (100, 50, 25 dan
°
mg).
Sampte-sampel tersebut dipreinkubasi
37° C selama 1 jam sebelum dilakukan uji penghambatan adhesi.
57
Sel kultur HEp-2 yang tetah ditambahkan tarutan campuran tersebut diinkubasi 37 °C pada CO2 5% selama 3 jam dan setiap 30 menit dilakukan
penggoyangan. Setelah diinkubasi, tiap bilik dicuci dengan PBS 1ml (diulang 3 kali) dan kemudian difiksasi dengan methanol 70% selama 10 menit sebelum dilakukan pewamaan Gram sebagaimana dilakukan oleh Mathewson et a/.
(1998) dan Kumar et al. (2001).
Berdasarkan Manual for LaboratOl}'
Investigation of Acute Enteric Infection (WHO dikatagonkan
pos~~
1987), diagnosa EPEe
jika jumlah sel EPEe yang melekat lebih dan 10 sel EPEe
per sel HEp-2 (negalil jika lerdapal 0 sampai 5 sel EPEe per sel HEp-2). 2. Efek Penghambatan Pertumbuhan EPEe
a. Kurva Pertumbuhan Normal EPEe Preparasi bakteri dibuat dengan menumbuhkan 1 koloni EPEe hijau kilap logam dan media eosin methylene blue (D~co·, Delroil, Mich., U.S.A.) pada 100 ml media brain heart infusion (Oifco", Detroit, Mich., U.S.A) yang kemudian diinkubasi 37 OC selama 24 jam, disentrifugasi 5000 rpm selama 15 menit.
Endapan yang dihasilkan dicuci dua kali menggunakan PBS dan kemudian dilarutkan pada 5 ml PBS.
Kekeruhan suspensi bakteri disetarakan dengan
standar Me Farlan 2 untuk mendapatkan konsentrasi balderi 1 X 109 sel/ml. Pembuatan kurva pertumbuhan balderi mengacu Sunwoo et al. (2002). Suspensi EPEe 0,5 ml (IXl0' seUml) dilambah 0,5 ml PBS, dilumbuhkan pada 200 ml TSB (D~co·, Delroil, Mich., U.S.A.) seeara duplikasi dan diinkubasi 37 °C. Selang 2 jam, 1 ml biakan bakteri langsung diencerkan mulai 102 sampai 10 30 dan ditumbuhkan dalam nutrient agar (NA) pada 37°C selama 24 jam dan kemudian dihitung jumlah colony forming unit (CFU) dengan menggunakan melode total plate count (fPC) mengacu pada Malunne & James (1998). Jika jumlah koloni antara 25 sampai 250 dalam 2 pengenceran maka angka tersebut dibagi diantaranya. Jika hasil pembagiannya kurang dari 2 maka dihitung rataratanya, dan jika hasil pembagiannya sama atau lebih besar dari 2 maka dipilih angka pengenceren terkecil. b. Efektivitas /gY da/am Menghambat Pertumbuhan EPEe Elektivitas IgY dalam melakukan penghambatan pertumbuhan EPEe pada media TSB dilakukan berdasarkan Sunwoo et aJ. (2002). Campuran larutan yang lerdin alas 100 ~I EPEe galur Kl.l (IX 10' seUml) dengan larulan IgY Kering Beku (0,1 grll ml PBS) masing-masing sebanyak : (a)
900
~I,
(b)
600
~I
58
ditambah 300 ~I
~I
PBS, (e) 450
~I
ditambah 450
PBS, dan sebagai kontrol positW (e) 0
~I
~llarutan
PBS, (d) 225
~I
ditambah 675
IgY Kering Beku ditambah 900
1-11 PBS. Campuran larutan !ersebut dipreinkubasi selama 2 jam pada 37°C dan
dijumbuhkan pada 200 ml TSB (D~co·, Detroit, Mich., U.S.A.). Waktu inkubasi ditentukan dengan memilih selang waktu fase pertumbuhan eksponensial (Jog phase) dan kurva normal pertumbuhan EPEe pada penelitian sebelumnya. Masing-masing sampel diencerkan untuk dihitung jumlah koloni unit dengan metoda TPC sebagail11ana prosedur sebelumnya.
c. Efeldivitas /gY Terdenaturasl da/am Menghambat Pertumbuhan EPEe Pengujian penghambatan IgY Kering
Beku yang telah mengalami
denaturasi temadap pertumbuhan EPEC galur Kl.l pada media TSB dilakukan dengan mencampur 100 ~I EPEC galur Kl.l (IX 10' sellml) dengan 900 ~I larutan IgY Kering Beku (0,1 grll ml PBS) yang didenaturasi masing-masing dengan pepsin pH 2 salama 2 jam, pepsin pH 4 selama 2 jam, s:.Jhu 70°C salama 15 menit, 5uhu 60 °c salama 35 manit yang telah dipersiapkan manurut teknik Halta et al. (1993) dan Chang et al. (1999). IgY Kering Beku utuh (yang tidak mengalami denaturasi) digunakan sebagai kontrol.
Campuran larutan
tersebut dipreinkubasi selama 2 dan 4 jam pada 37 °e dan kemudian ditumbuhkan pada TSB sebagaimana teknik Sunwoo et al. (2002). Hasil dan Pembahasan
1. Efeldivitas Penghambatan Adhesi Hasil perhitungan penghambatan adhesi EPEe pada 50 sel HEp-2 dengan penambahan berbagai dosis IgY, disajikan pada Lampiran 3.
Hasil tersebut
(Gambar 13) menunjukkan bahwa IgY Kering Beku mampu menghambat adhesi EPEC pada sel kultur HEp-2, meskipun penggunaan dosis 50 dan 25 mg masih dalam katagori masih
posij~
menunjukkan
terinfeksi (WHO 1987), namun penggunaan desis tersebut efektivitas
penghambatan
adhesi
yang
memadai.
Penghambatan adhesi merupakan faktor penting dalam infeksi EPEe, karena terhambatnya adhesi akan menyebabkan tidak terjadinya infeksi (Moon et al. 1983), karena penghambatan adhesi dapat menghambat
prol~erasi
(Coleman
2000), rusaknya mikropili (Knutton et al. 1987) dan tahapan mekanisme infeksi berikutnya.
59
3' 2~
>5 N
~
20
~
,.,
•
~
r¥
~.
i
]
" , 5
Jurnah EPEC/Scl IIEp-2 Pe"..:ntasc Tcrhada ])os's 0 Il¥l
ff
C!J
SO""
100 "" 5.1 87,7
7.6
"13.2""
69.8
17,6
0"" ".2 0
Dos'" laY
Gambar 13 Efek pen?shambalan berbagai dosis IgY Kering Beku lerhadap perlekalan 1,5 x 10 Enteropathogenic Escherichia coli pada sel kullur HEp-2 inkubasi 3 jam. DMEM 3ml/bilik. Sel Hep-2 300 .000 sellml
=
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IgY poliklonal yang dihasilkan mampu melakukan pengikatan spesifik terhadap adhesin yang berperan dalam
perlekatan awat yang tidak erat (non intimate binding) infeksi EPEe pada sel HEp-2 . Menurut Ba ldini et al. (1983) perlekatan awal disebabkan oleh aktivitas
gen plasmid EPEe adherence actor (EAF) yang merupakan fimbria tipe IV dan cenderung membentuk bundle (Giron et 81. 1991) diantara EPEC (Donnenberg et 81. 1992), sedangkan menu rut Cla rke et al. (2003)
terdapat adhesi lain yang
berperan dalam perlekatan awal tersebut.
A
);3
Gambar 14 Sel Kullur Hep-2 Terinfeksi EPEe . Penggunaan dosis IgY 100 mg (A) dan penggunaan dosis IgY a mg (8 ).
Penggunaan dosis 0, 25, 50 dan 100 mg menunjukkan perbedaan sangat nyata diantaranya (P < 0,01), hal ini menunjukkan bahwa penggunaan dosis IgY Kering Beku sang at berpengaruh dalam penghambatan adhesi EPEe pad a sel
60
kultur (Gambar 14).
Pentingnya penggunaan dosis yang memadai terse but
dikarenakan IgY memiliki mobilitas yang rendah (Cariender 2002) akibat struktur
hinge region pada IgG analog dengan ev, pada IgY (Schade et a/. 1999).
2. Efek Penghambatan Perlumbuhan
a.
KulVa Normal Hasil TPe pertumbuhan EPEe pada media TSB dalam selang waktu 48
jam disajikan pada Lampiran 3. pertumbuhan eksponensial
Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa fase
lambaf (Jag phase)
dimulai jam ke-2, tase
pertumbuhan
(log phase) dimulai jam ke-4. fase pertumbuhan menetap
(stationary phase) dimulai jam ke-24 dan fase pertumbuhan menurun (decline or death phase) dimulai jam ke-32.
.
,"
~
~
'E>25 E
:2 c 1E+-2O ~
D
.5
~
~ 1Et15
0
~ ~
;
;;
1910
u
~
100000
2
4
8
12
16
20
~
U
~
~
~
waktu Inkubasi (Jam !(eo)
Gambar 15 Kurva normal perturnbuhan EPEe pada media Trypticase Soy Broth.
KUrva pertumbuhan nonnal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan eksponensial EPEC pada TSB mulai jam ke-4 sampai jam ke-24 setelah inkubasi, sehingga uji penghambatan pertumbuhan dilakukan diantara selang waldu tersebut (Sunwoo et al. 2002).
b. Efektivltas IgY Dalam Menghambat Perlumbuhan EPEe Penggunaan IgY WSF Kering Beku anti EPEe dengan konsentrasi 90 mg menunjukkan efek penghambatan pertumbuhan EPEC pacta media TSB sampai logaritma 103 Jibandingkan dengan kontrol (konsentrasi IgY 0 mg). Sedangkan penggunaan IgY dengan dosis pengenceran 1,5; 2; dan 4 kali (50, 45 dan 22,5 mg) menunjukkan penghambatan pertumbuhan sebesar logaritme 10
1
•
Hasil ini
61
menunjukkan bahwa secara in vitro penggunaan IgY Kering Beku anti EPEe galur Kl.l pada konsentrasi 900
~I
(0,1 gr/l ml PBS) lebih efektif dalam
menghambat pertumbuhan 1X 108 sel pada media TSB salama 8 jam dibandingkan dosis a mg (p < 0,05).
JumlahCFU EPECIrnI
DosislgY 8
Gambar 16 Penghambatan pertumbuhan 1 x 10 sel enteropathogenic Escherichia coli (EPEe) pada 200 ml media trypticase Soy Broth selama 8 jam.
Hasil ini sejalan dengan penelitian penghambatan IgY spesifik E. coli yang
dilakukan oleh Shimizu et a/. (1989) dan penghambatan IgY spesifik terhadap Salmonella enteridis yang dilakukan oleh Mine et a/. (1997).
Kedua peneliti
tersebut menduga bahwa penghambatan tersebut disebabkan aglutinasi IgY
temadap
permukaan
balden,
sehingga
tidak
te~adi
pertumbuhan
dan
pembelahan balden. Penelitian yang dilakukan oleh Sunwoo et al. (2002) juga menunjukkan hasil yang sarna dan dihipotesakan bahwa aglutinasi (yang merupakan interaksi antara antibodi dan partikel antigen tertentu) menghasilkan kondisi ikatan yang visible clumping. clumping terse but
Kondisi bakteri dalam bentuk visible
sebagai salah satu penyebab penghambatan pertumbuhan
bakteri, karena bakteri yang dalam keadaan tidak teraglutinasi dapat berenang bebas, tumbuh lebih cepat, dan lebih berkemampuan untuk bersaing dengan bakteri yang teraglutinasi. Sim et a/. (2002) menyebutkan bahwa pengikatan antibodi pada komponen spesifik tertentu dipermukaan bakteri sebagai mediator dalam mekanisme penghambatan pertumbuhan. Komponen spesifik bakteri seperti outer membrana protein (OMP), lipopolisakarida (LPS), flagella maupun pili merupakan target
Adhesi IgY, sedangkan IgY yang dihasilkan umumnya adalah antibodi polik/onal. Adhesi /gY pada komponen spesifik bakteri tersebut dihipotesakan menyebabkan
62
gangguan fungsi biologis komponen balderi dan berdampak pada penghambatan pertumbuhannya.
c. Efektivitas IgY Terdenaturasi Dalam Menghambat Pertumbuhan EPEe Efek penghambatan pertumbuhan EPEe galur K1.1 pada media TSB oleh IgY Kering Beku terdenaturasi maupun tidak terdenaturasi (kontrol) (Gambar 17)
menunjukkan bahwa IgY Kering Beku yang terdenaturasi maupun tidak terdenaturasi pada preinkubasi selama 2 dan 4 jam memberikan efek penghambatan pertumbuhan namun tidak menunjukkan perbedaan diantaranya
(P
~
0,05).
Masa inkubasi sampai 8 jam menunjukkan
kecendurungan
penghambatan lebih baik dibandingkan dengan inkubasi lebih dari 8 jam, meskipun perbedaannya tidak nyata (P " 0,05). IgY Kering Beku yang telah mengalami denaturasi oleh pepsin pH 2 selama
4 jam dengan preinkubasi 2 jam tidak menunjukkan efek penghambatan pertumbuhan EPEe pada media TSB kecuali pada inkubasi 8 jam. Sedangkan pada preinkubasi 4 jam menunjukkan efek penghambatan pertumbuhan EPEe meskipun hanya menghambat pada logaritme 10'. Efek penghambatan IgY Kering Beku yang didenaturasi pepsin pada pH 4 dan pemanasan juga menunjukkan kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan EPEe pada media TSB sebesar logaritme 101 . Hasil ini membuktikan bahwa IgY yang terdenaturasi masih menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan EPEe, sekalipun akibat denaturasi pepsin pada pH 2.
63
A2
8
6
4
10
12
4
6
Jam ke-
10
8
12
Jam ke-
- - r.... Jay
......" ..
---1'aDp& laY ... -Pepsin pH 2
.... -Pepsin ptl2
If'lklbai 4 Jam
... -
10']-----r<"""=--
82
4
10
8
6
---Tanpoi&V . . . -PepWopH4 Ir*ubeai .. Jam
---TaopoIRY . . . -PapsIn pH 4
........ F'epY> pH"
InklDoIi 2 Jam
12
Jam ke-
Jam ke_ _ IOV
10
6
12
.............. 4,Jam
10'1----
/-j'-----CI
4
6
8
10
12
Jam ke_ _ IgY
4
6
8
10
C2 12
Jam ke-
- - T...... llly
··-... ··$llutlOC • .. ·SlbJ70C .,..,..,.. 35....... Iri«bIIIi 1S MenIt
--IllY ---Tonpo laY .. -. -- SlbI80 C ~ ... Suhu 70 C Inkubui 35_ 1SMenlt
Gambar 17 Penghambatan pertumbuhan enteropathogenic Escherichia coli galur K1.1 pada media trypticase soy broth oleh imunoglobuWn Y terdenaturasi. (lgY):
Penghambatan dengan imunoglobulin Y Kering Beku tanpa mengalami denaturasi (kontrol). (A 1): Denaturasi oleh pepsin pH 2 selama 2 dan 4 jam dengan preinkubasi 2 jam. (A2): Denaturasi oleh pepsin pH 2 selama 2 dan 4 jam dengan preinkubasi 4 jam. (61): Denaturasi oleh pepsin pH 4 selama 2 dan 4 jam dengan preinkubasi 2 jam. (82): Denaturasi oleh pepsin pH 4 selama 2 dan 4 jam dengan preinkubasi 4 jam. (el): Denaturasi oleh suhu 60 "C selama 35 menit, dan oleh suhu 70 DC selama 15 menit dengan
64
preinkubasi 2 jam. (C2). Denaturasi oleh suhu 60°C selama 35 menit, dan oleh suhu 70°C selama 15 menit dengan preinkubasi 4 jam. (Kontrol) : Kontrol negatif, tidak dilakukan penambahan IgY.
Simpula" IgY Kerlng Beku anti EPEC mampu menghambat adhesi EPEC pada sel HEp-2, dimana aldivitas penghambatannya berbeda nyata (P < 0,05) diantara dosis IgY yang digunakan. Penggunaan 100, 50 dan 25 mg IgY Kerlng Bekulml PBS mampu menghambat adhesi 0,15 ml larutan yang mengandung 1 X 109 cfu
EPEC/ml PBS pada sel HEp-2 berturut-turut sebesar 87,7; 69,8 dan 47,6 % terhadap kontrol negatif (tanpa menggunakan IgY).
Penggunaan IgY Kering Beku anti EPEC galur K1.1 pada konsentrasi 90 mg efeldif dalam menghambat 1x1 0' cfu EPEC galur K1.1 pada media TSB (Iogaritme 10') dibandingkan dengan konsentrasi 60, 45 dan 22,5 mg (Iogaritme 101 ).
Fragmen IgY Kering Beku akibat denaturasi pepsin pH 2 selama 4 jam
dengan preinkubasi 4 jam menunjukkan penghambatan pertumbuhan
kemampuannya dalam
efek
EPEe pada media TSB, demikian halnya
denaturasi IgY oleh pepsin pH 2 selama 2 jam, pepsin pH 4, 5uhu 60 °C selama 35 menit dan suhu 70°C selama 15 menit.
Pustaka [WHO] World Health Organization. 1987. Manual for Laboratory Investigations of Acute Enteric Infections. Rev 1. COD. 83.3 Baldini, MM, Kaper JB, Levine MM, Candy DC, Moon HW. 1983. Plasmidmediated adhesion in enteropathogenic Escherichia coli. J Pediatr Gastro Nutr. 2:534-538 Carlender D. 2002. Avian IgY Antibody. In vitro and in vivo. Comprehensive summaries of Uppsala Dissertations from Faculty of Medicine 119. ACTA Universitatis !Jppsala. Center. Texas A & M University Kingsville. Chang HM, Ou-Yang RF, Chen YT, CC Chen. 1999. Productivity and some properties of immunoglobulin specific against Streptococcus mutans Serotype c in chicken egg yolk (lgY). J of Agric and Food Chern. 47:e1~6. Clarke SC, Haigh RD, Freestone PPE, Williams PH. 2003. Virulence of Enteropathogenic Escherichia coli, a Global Pathogen. Clin Microbiol Rev. 16: 365-378 Coleman MA. 2000. Using Egg Antibodies to Treat Diseases. In: Egg Nutrition and Biotechnology. Sim JS, S Nakai & W Guenter (Eds). CABI Publishing, Wallingford, UK. Cravioto A. Gross RJ, Scotland SM, Rowe B. 1979. An adhesive factor found in strains of Escherichia coli belonging to the traditional infantile enteropathogenic serotypes. Curr Microbiol. 3:95-99. Dannenberg MS, Kaper JB. 1992. Mini review: Enteropathogenic Escherichia coli. Infect Immun. 60: 3953-3961. Gir6n JA, Jones T. Millan Velasco F, Castro Munoz E, Zarate L, Fry J, Frankel G. Moseley SL, Baudry B, Kaper JB. 1991. Diffuse-adhering Escherichia coli
65
(DAEC) as a putative cause of diarrhea in Mayan children in Mexico. J Infect Dis. 163:507-513. Hatta H, Tsuda K. Akachi S, Kim M, Yamamoto T, Ebina T. 1993. Oral passive immunization effect of anti-human rotavirus Igy and its behavior against proteolytic enzymes. Bio Biotec & Biochem. 57:1077-1081. Knutton S, Lloyd DR, McNeish AS. 1987. Identification of a new fimbrial structure in enterotoxigenic Eschen"chis coli (ETEC) serotype 0148:H28 which adheres to human intestinal mucosa: a potentially new human ETEC colonization factor. Infect Immun. 55:8-92 Kumar SS, Malladi V, Sankaran K, Haigh R, Williams p, Balakrishnan A. 2001. Extrusion of actin-positive strands from Hep-2 and Int 407 cells caused by outer membrane preparations of enteropathogenic Escherichia coli and specific attachment of wild type bacteria to the strands. Can J Microbial. 47:727-734. Mack DR, Michail S, Wei S, McDougall L, Hollingsworth MA. 1999. Probiotics inhibit Enteropathogenic Escherichia coli adherence in vitro inducing intestinal mucin gen expression. Am J Phys;ol. 276:6941--6950. Mathewson JJ, Salameh BM, DuPont HL, Jiang ZD, Nelson AC, Arduino R, Smith MA, Masozera N. 1998. HEp-2 cell-adherent Eschenchia coli and intestinal secretory immune response to Human Immunodeficiency Virus (HIV) in outpatients with HIV-Associated Diarrhea. CUn and Diagnost Lab Immunol. 5: 87-90. Maturine LJ, James TP. 1998. Aerobic Plate Count. In. Bacteriologycal Analytical Manual. 81to Eds.revision. AOAL International USA. from experimentally Mine Y. 1997. Separation of Salmonella entendis contaminated liquid egg using a hen IgY immobilized immunomagnetic separation system. J Agric Food Chem. 45: 3723-3727. Moon HW, Whipp SC, Argenzio RA, Levine MM, Giannella RA. 1983. Attaching and effacing activities of rabbit and human enteropathogenic Escherichia coli in pig and rabbit intestines. Infect Immun. 41:1340-1351. Nataro JP, Kaper JB. 1998. Diarrheagenic Escherichia coli. Clinic Microbiol Review. 1: 142-201. Salyer AA, Whitt DD. 1994. Bacterial Pathogenesis, a molecular approach. Departemen of Microbiology. University of lliionis. ASM press, Wasington DC. Schade R et al. 1999. The Production of Avian (Egg Yolk) Antibodies: IgY. The Report and Recommendations of ECVAM Workshop 211,2. Reprinted with Minor Amendments from ATLA 24. Shimizu M. Fitzsimmons RC, Nakai S. 1989. Serum and egg antibody responses in chickens to Escherichia coli. Agric Bio/ Chern. 53:3233-3238. Sim JS. Sunwoo HH. Lee EN. 2000. Ovoglobulin IgY. In: Naidu AS. editor. Natural food antimicrobial systems. New York: CRC press. 227-252. Sugita-Konishi Y, Shibata K. Yun 5S, Hara-Kudo Y, Yamaguchi K. Kumagai S. 1996. Immune functions of immunoglobulin Y isolated from egg yolk of hens immunized with various infectious bacteria. Biosci Biotech Biochem. 60: 886-888. Sunwoo HH, Lee EN, Menninen K, Suresh MR, Sim JS. 2002. Growth inhibitory effect of chicken egg yolk antibody (lgY) on Escherichia cO/iOI57:H7. J of Food Sci. 67:1486-1494 Vallance SA, Findlay BB. 2000. Exploitation of host cells by enteropathogenic Escherichia coli. Collocium. Proc Natl Acad Sci. 97:8799-8806