KARAKTERISASI KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN DI WILAYAH TANGERANG
KUSMALINDA MADJID
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakterisasi Kawasan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan di Wilayah Tangerang adalah karya saya dengan arahan Komisi Pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 16 Januari 2012 Kusmalinda Madjid NIM A353060171
ABSTRACT KUSMALINDA MADJID. Karakterisasi Kawasan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan di Wilayah Tangerang. Under direction of KOMARSA GANDASASMITA and DYAH RETNO PANUJU. This study aims to characterize housing that growth in urban and rural areas of Tangerang regions. Sprawling is one of the major driving forces of landuse/land-cover change in the Jakarta Metropolitan Areas. The sprawl defines as situation of unauthorized and unplanned development, normally at the fringe areas of cities, especially haphazard construction of homestead, commercial areas, industrial areas and other non-conforming land-uses. It is along the major lines of communications or roads adjacent to city boundaries. The forms of sprawl in Jakarta Metropolitan Areas are pre dominated by unplanned housing development. In this paper we identify factors to determinate four built up area pattern in Tangerang. The research was conducted from June to September 2011. Various methods were employed to characterize the residential growth. Administrative boundaries and physical growth used to classify four category residential patterns. Box plot and t-test were applied to describe four typologies based on several assumed important variables. Factor analysis and discriminant analysis were utilized to characterize the residential pattern. The result shows that sprawl phenomenon was not only found in periphery but also could be found in either urban and rural area. There were six significant factors discriminating spatial pattern of residential development i.e.; land uses, spontaneous development, accessibility, population, facilities and industrial development. Administrative status did not dictate empirical land use pattern, whether being urban or rural one. Keywords: sprawl, housing development, classification, characterized
RINGKASAN KUSMALINDA MADJID. Karakterisasi Kawasan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan di Wilayah Tangerang. Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan DYAH RETNO PANUJU. Perencanaan merupakan salah satu kunci pembangunan. Jika proses perencanaan memberikan kontribusi penting terhadap perubahan, maka perubahan dapat dikatakan sebagai pembangunan. Kenyataannya, pembangunan ada yang direncanakan dan ada yang tidak terencana, demikian pula dengan perkembangan suatu kota. Pengaruh perkembangan perumahan sangat besar dalam meningkatkan perkembangan kota yang tak terencana. Ketidaksiapan pemerintah menghadapi perkembangan perumahan ternyata mempercepat penurunan kenyamanan dan kualitas hidup penghuni, dan bila dibiarkan kondisi ini akan semakin buruk. Indikator penurunan tingkat kenyamanan dan kualitas hidup dapat dilihat pada kurangnya ketersediaan infrastruktur, meningkatnya kemacetan lalu lintas dan polusi udara. Pengadaan kebutuhan perumahan tanpa mempertimbangkan perencanaan tidak akan mampu menjaga ketertataan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan dengan baik. Hanya terfokus pada peningkatan suplai hunian telah memicu terjadinya urban sprawl. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengenali pengaruh perkembangan urban sprawl pada empat pola kawasan permukiman. Adapun tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengklasifikasi perkembangan permukiman yang tertata dan perkembangan yang tak tertata (sprawl) baik di kota dan di desa, mengidentifikasi faktor berpengaruh pada tiap kategori kawasan permukiman, dan menentukan karakteristik penciri dari tiap tipologi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan studi kepustakaan, analisis data sekunder, dan ground check. Pendekatan kepustakaan dilakukan terutama untuk memahami definisi yang tepat mengenai apa yang dimaksud dengan kota, perkotaan, perdesaan bagi penelitian ini, serta konsep perkembangan kota yang acak dan tak terencana. Pada penelitian ini digunakan metode klasifikasi dengan pendekatan status administrasi. Pengujian atas hasil klasifikasi tersebut dilakukan dengan menggunakan metode analisis faktor dan analisis diskriminan. Adapun wilayah yang diamati dalam penelitian adalah meliputi tiga wilayah administrasi, yakni Kotamadya Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang, yang selanjutnya disebut sebagai Wilayah Tangerang. Temuan dari penelitian ini adalah klasifikasi yang menghasilkan empat kelas pola permukiman, yaitu: (1) Permukiman perkotaan tertata, (2) Permukiman perkotaan tidak tertata, (3) Permukiman perdesaan tertata, dan (4) Permukiman perdesaan tidak tertata. Analisis diskriminan menemukan duabelas faktor berpengaruh nyata pada kawasan permukiman di Tangerang, yakni luas lahan terbangun, luas Ruang Terbuka Hijau (RTH), indeks kekumuhan, jarak ke pusat Jakarta, jumlah industri sedang, indeks aksesibilitas ke/dari fasilitas sosialekonomi, luas tegalan, indeks aksesibilitas ke pusat, indeks profil rumah tangga,
viii
pertumbuhan kepala keluarga, indeks aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, dan jumlah industri besar. Dengan metode yang sama, analisis menghasilkan enam kelompok penciri yang khas yang membedakan karakteristik satu tipologi kawasan dengan yang lain. Enam kelompok penciri yang khas tersebut adalah komponen penggunaan lahan, kelompok komponen kekumuhan, kelompok komponen aksesibilitas, kelompok komponen populasi, kelompok komponen fasilitas dan kelompok komponen industri. Pengujian statistik pada metode klasifikasi kawasan secara visual memiliki tingkat ketepatan 82%. Ketidaktepatan klasifikasi ditemukan pada 50 desa dari 279 desa sebagai unit pengamatan. Pengujian kembali tanpa menggunakan status administrasi sebagai kunci penentu klasifikasi menghasilkan klasifikasi empat pola kawasan dengan tingkat ketepatan 98%. Kata kunci: sprawl, pertumbuhan permukiman, kategori/klasifikasi, karakterisasi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KARAKTERISASI KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN DI WILAYAH TANGERANG
KUSMALINDA MADJID
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Baba Barus, MSc.
HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Karakterisasi Kawasan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan di Wilayah Tangerang Kusmalinda Madjid A353060171
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc. MSi. Ketua
Dyah Retno Panuju, SP, Anggota
Diketahui Ketua Program Studi IPB Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Profesor Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus
Dr. Ir. Dachrul Syah, MSi.
Tanggal Ujian: 30 September 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhana Wa Ta’alla atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 ini berjudul Karakterisasi Kawasan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan di Wilayah Tangerang diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan perumahan khususnya di Jabodetabek. Penulis memperoleh bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penyelesaian tesis ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1) Bapak Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan sabar memberikan pengarahan dan dukungan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. 2) Ibu Dyah Retno Panuju, SP, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing, beserta keluarga, yang telah meluangkan begitu banyak waktu untuk membantu penulis menyelesaikan tesis ini. 3) Bapak Dr. Ir. Baba Barus, MSc selaku penguji luar komisi, penulis ucapkan terima kasih atas saran yang begitu berharga. 4) Bapak Profesor Dr.Ir. Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi, penulis sampaikan rasa terima kasih. 5) Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, MAgr. terima kasih untuk dukungannya. 6) Seluruh dosen dan staf di Program Studi PWL, terima kasih untuk bantuannya. 7) Emma dari Bangwil, Agi dan Mbak Reni dari PPJ serta rekanku Nia, terima kasih untuk data-datanya. 8) Teman-teman terbaik, Ivong, Lina, Lela, Rani dan Mbak Nina, yang telah membantu penulis di saat-saat paling penting. Terima kasih banyak untuk bantuannya. 9) Penulis sampaikan pula terima kasih kepada rekan-rekan di Program Studi PWK untuk seluruh bantuan dan dukungan. 10) Kepada ibu, adik-adikku dan keluarga kecilku, terima kasih atas do’a, kesabaran dan kasih sayangnya. 11) serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dan untuk itu disampaikan permohonan maaf apabila dalam menjalani proses yang dilalui ada kekurangan dan kekhilafan. Dan dalam kekurangannya, semoga tesis ini dapat diterima dan bermanfaat. Bogor, 16 Januari 2012 Kusmalinda Madjid
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Januari 1967 dari ayah (alm) Abdul Madjid dan ibu Kuswinarni. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara, dan telah menikah dengan Oky Adam serta memiliki seorang putra, Panji. Tahun 1996 penulis menamatkan pendidikan di Program Studi Planologi – Institut Teknologi Indonesia di Serpong. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah – Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota – Institut Teknologi Indonesia. Di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota penulis ditugaskan sebagai koordinator kegiatan studio yang diemban sejak tahun 19972001 dan 2003-2010.
xix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................
xxi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xxiii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xxv
PENDAHULUAN............................................................................................ Latar Belakang .................................................................................... Perumusan Masalah .............................................................................. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................................
1 1 3 7
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... Dinamika Pertumbuhan Kota ............................................................... Urban Sprawl ...................................................................................... Kawasan Permukiman dan Karakteristik yang Dimilikinya ................ Pola Kawasan Permukiman .................................................................. Penelitian-Penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian ...................
9 9 11 15 19 21
METODE PENELITIAN ................................................................................. Kerangka Pemikiran ............................................................................. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. Bahan dan Alat ..................................................................................... Identifikasi Jenis Data .......................................................................... Teknik Pengumpulan Data .................................................................. Proses Persiapan dan Tahap Analisis .................................................. Teknik Analisis Data ...........................................................................
25 25 26 27 28 29 29 30 32
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN .............................................. Keadaan Geografis dan Administrasi ................................................... Pola Penggunaan Lahan ...................................................................... Perkembangan Penduduk ....................................................................
43 43 46 47
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ Penentuan Klasifikasi Permukiman ..................................................... Karakteristik Kelompok Permukiman Berdasarkan Beberapa Variabel Penduga............................................................. Karakterisasi Kawasan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan di Wilayah Tangerang Berdasarkan Analisis Multivariabel ........... Penyebab Masalah Pada Beberapa Tipologi Permukiman ................... Pengujian Desa Salah Klasifikasi ......................................................... Sintesis Hasil ........................................................................................
53 53 58 69 84 87 90
xx
Halaman KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ Kesimpulan .......................................................................................... Saran .....................................................................................................
95 95 96
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
99
LAMPIRAN ..................................................................................................... 103
xxi
DAFTAR TABEL Halaman 1
Beberapa hasil penelitian terdahulu .....................................................
22
2
Jenis dan sumber data, teknik analisis dan hasil yang diharapkan untuk setiap tujuan penelitian ..............................................................
29
3
Variabel-variabel yang diperkirakan mempunyai pengaruh kuat terhadap perkembangan ruang .............................................................
35
4
Luas wilayah kecamatan di Tangerang ................................................
43
5
Keadaan penduduk di Wilayah Tangerang ..........................................
48
6
Keadaan kepala keluarga (KK) di Wilayah Tangerang .......................
49
7
Keadaan persebaran penduduk di Wilayah Tangerang tahun 2008 .....
51
8
Klasifikasi permukiman di Wilayah Tangerang ..................................
54
9
Karakteristik data pada tiap kategori pengamatan ...............................
68
10
Nilai loading tingkat kekumuhan dan kemiskinan ...............................
70
11
Nilai loading tingkat aksesibilitas ........................................................
71
12
Hasil pengujian variabel penciri permukiman perkotaan dan perdesaan di Wilayah Tangerang .........................................................
74
13
Karakteristik penciri tiap kategori permukiman perdesaan dan perkotaan di Wilayah Tangerang .........................................................
75
14
Tingkat ketepatan klasifikasi kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan Wilayah Tangerang.......................................................
76
15
Nilai peluang posterior desa yang salah klasifikasi .............................
82
16
Kategori desa hasil klasifikasi diskriminan..........................................
83
17
Klasifikasi pengamatan 50 desa ...........................................................
88
18
Tingkat ketepatan klasifikasi 50 desa ..................................................
89
19
Nilai peluang posterior klasifikasi 50 desa ..........................................
89
xxii
xxiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Kenampakan citra Desa Kosambi Barat Kecamatan Kosambi yang menunjukkan perkembangan sprawl ...........................................
6
2
Pola morfologi permukiman ................................................................
21
3
Kerangka pemikiran .............................................................................
26
4
Orientasi dan letak wilayah studi .........................................................
28
5
Bagan alir penelitian ............................................................................
32
6
Batas administratif kecamatan di Wilayah Tangerang .........................
45
7
Pola penggunaan lahan di Wilayah Tangerang ....................................
47
8
Kenampakan visual a) Permukiman perkotaan tertata, b) Permukiman perkotaan tidak tertata, c) Permukiman desa tertata, d) Permukiman desa tidak tertata (sprawl) ..............................
53
9
Klasifikasi permukiman di Wilayah Tangerang ..................................
55
10
Sebaran klasifikasi permukiman perkotaan tertata (kategori a) ...........
56
11
Sebaran klasifikasi permukiman perkotaan tak tertata (kategori b) .....
56
12
Sebaran klasifikasi permukiman perdesaan tertata (kategori c) ...........
57
13
Sebaran klasifikasi permukiman perdesaan tak tertata (kategori d).....
57
14
Boxplot kelompok variabel letak kawasan dan pola penggunaan lahan .....................................................................................................
59
15
Boxplot pertumbuhan kepala keluarga (KK)........................................
60
16
Boxplot kelompok variabel kekumuhan ...............................................
61
17
Boxplot kelompok variabel kemiskinan ...............................................
62
18
Boxplot kelompok variabel fasilitas .....................................................
64
19
Boxplot kelompok variabel industri .....................................................
65
20
Boxplot kelompok variabel aksesibilitas ..............................................
66
21
Sebaran kawasan yang tepat diklasifikasi sebagai kategori kawasan a, b, c dan d ..........................................................................
77
22
Kenampakan visual citra Desa Periuk yang mewakili permukiman perkotaan tertata (a). ............................................................................
78
23
Kenampakan visual citra Desa Benda Baru yang mewakili permukiman perkotaan tidak tertata (b O) ...........................................
79
24
Kenampakan visual citra Desa Situ Gadung Kecamatan Pagedangan yang mewakili permukiman perdesaan tertata (c) ...............................
79
xxiv
Halaman 25
Kenampakan visual citra Desa Curug Kulon Kecamatan Curug yang mewakili permukiman perdesaan tidak tertata (d) .......................
80
26
Sebaran kawasan yang tidak tepat diklasifikasi sebagai kategori kawasan a, b, c dan d ............................................................................
81
27
Kenampakan visual citra Desa Kosambi Timur yang diklasifikasi sebagai kawasan kategori b berdasarkan analisis diskriminan .............
85
28
Kenampakan visual citra Desa Serdang Kulon dan foto lapangan, yang diklasifikasi sebagai kawasan kategori a berdasarkan analisis ....
86
xxv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Hasil klasifikasi menjadi empat kategori kawasan ..............................
105
2
Variabel yang digunakan dalam pengujian ..........................................
111
3
Hasil uji t (t-test) berdasarkan kelompok kategori kawasan ................
117
4
Hasil analisis faktor indeks kekumuhan-kemiskinan dan indeks aksesibilitas ..........................................................................................
122
5
Hasil analisis diskriminan ....................................................................
125
6
Hasil klasifikasi kembali 50 desa ........................................................
131
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada kota-kota metropolitan, perkembangan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan meluasnya kegiatan ekonomi perkotaan. Tingginya pertumbuhan penduduk dan meluasnya kegiatan ekonomi di perkotaan, telah meningkatkan kepadatan baik di daerah perkotaan itu sendiri maupun di kawasan pinggiran kota. Pertambahan jumlah penduduk kota tidak hanya diikuti oleh pertambahan akan ruang tempat tinggal, tetapi juga ruang untuk mengakomodasi peningkatan jumlah kegiatan baru. Oleh karena ruang terbuka yang ada di dalam kota terbatas, maka perkembangan membuat perkotaan menjadi lebih padat, dan ekspansi kota ke daerah perdesaan yang berada di pinggiran kota menjadi berkembang, hingga akhirnya daerah pinggiran kota mengalami suburbanisasi (Rustiadi dan Panuju 1999). Ini adalah kondisi yang melatarbelakangi terjadinya pola perkembangan kota yang dalam beberapa literatur disebut sebagai urban sprawl. Pertumbuhan kota ke arah pinggiran, menunjukkan keterkaitan kuat antara daerah perkotaan dengan perdesaan. Keterkaitan yang kuat ditemukan pada daerah yang mengelilingi pusat kota atau di sepanjang jalur utama yang menghubungkan pusat kota ke arah pinggiran kota (Tacoli 2003). Keterkaitan tersebut adalah terjadinya hubungan saling membutuhkan antara penduduk perdesaan dengan perkotaan. Penduduk perdesaan sangat membutuhkan beberapa layanan kota diantaranya fasilitas pendidikan, perbankan, sarana pertanian, fasilitas kesehatan dan
layanan
administrasi
pemerintahan,
sementara
penduduk
perkotaan
membutuhkan ketersediaan bahan baku pangan. Disamping itu, keterkaitan terlihat dari adanya konflik kepentingan perkotaan dengan kepentingan daerah perdesaaan. Daerah perdesaaan yang secara tradisional merupakan daerah pertanian, menjadi terdesak oleh kepentingan-kepentingan ekonomi, rekreasi dan perumahan (Busck 2006). Konflik kepentingan yang muncul akibat konversi lahan pertanian di perdesaan menjadi kawasan perumahan dan industri, menurut Tacoli (2003) menyebabkan perubahan pola mata pencaharian keluarga petani skala
2
kecil, yang pada akhirnya meningkatkan jumlah penduduk desa pada aktifitas non pertanian, yang umumnya terletak di pusat kota. Pertambahan jumlah penduduk selalu diikuti dengan pertambahan kebutuhan rumah/tempat tinggal dan sejumlah kegiatan baru untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan, akan selalu diikuti pula dengan kebutuhan tanah/ruang. Di sisi lain, perkotaan memiliki keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan tanah perumahan dan seluruh sarana prasarana pendukungnya. Akibat yang dapat terjadi adalah pemadatan ruang di dalam kota (Rindarjono 2010) dan perluasan kota hingga ke daerah pinggiran kota (Yunus 2008). Pemadatan ruang di dalam kota adalah bentuk pemanfaatan ruang kota secara tidak terencana (Siregar 2011). Menurut Yunus (2008), proses pemadatan di dalam kota merupakan upaya pengisian ruang-ruang kosong antar permukiman yang telah ada sebelumnya. Upaya pengisian ruang kosong/ruang-ruang sisa/marjinal dengan cara ini adalah bentuk pemanfaatan ruang kota secara tidak terencana. Pemadatan ruang kota yang banyak terjadi di kawasan permukiman lama dalam kota membuat kondisi kawasan menjadi tidak teratur, baik segi arsitekturalnya, ukurannya maupun tata letaknya. Perluasan kota hingga ke daerah pinggiran kota, merupakan pola perkembangan urban sprawl di luar batas kota. Perkembangan seperti ini adalah pola perkembangan yang tidak efisien. Menurut Djunaedi (2002), perluasan kawasan permukiman hingga ke daerah pinggiran kota dengan pola yang acak dan ‘lompat katak’, menyebar keluar dari batas wilayah kota, membuat pemerintah daerah tidak siap menghadapi sprawl. Infrastruktur yang dibangun tidak dapat mengimbangi pesat dan kompleksnya pembangunan yang berlangsung, karena penyediaan tambahan kapasitas prasarana dan fasilitas lingkungan perkotaan serta sejumlah infrastruktur tidak dapat dilakukan. Pola perkembangan kawasan terbangun kota yang acak dan menyebar seperti ini adalah pola perkembangan kawasan terbangun secara tidak terencana (Heripoerwanto 2009). Dampak dari perkembangan yang tak terencana ini diantaranya muncul berbagai isu fisik, sosial-budaya dan ekonomi. Friedberg (2001); Simon et al. (2003); Briggs 1991 dalam Marshall (2009), menunjukkan isu fisik yang muncul antara lain: pemadatan kawasan permukiman yang telah ada sebelumnya,
3
tumbuhnya kantong-kantong permukiman dan bangunan lainnya di daerah pinggiran kota, dan munculnya permukiman kumuh baik di dalam kota maupun di daerah pinggiran kota. Isu lain yang muncul adalah permasalahan infrastruktur, seperti meningkatnya intensitas genangan pada musim hujan, suplai air bersih yang menurun pada musim kemarau, dan terjadinya kemacetan lalu lintas. Pertumbuhan yang sprawl juga menimbulkan permasalahan sosial ekonomi, seperti berkembangnya sektor informal dan daerah kumuh dan meningkatnya jurang kesenjangan antara orang kaya dan miskin antar warga yang berdekatan (Leisch 2002 dalam Winarso 2007), serta munculnya segregasi sosial (Galvin 2002). Perumusan Masalah Intensitas pemanfaatan ruang perkotaan dan ekspansi pemanfaatan ruang di daerah perdesaan secara acak (urban sprawl) adalah suatu proses yang tak terencana (Heripoerwanto 2009). Desakan kebutuhan perumahan, yang ditandai dengan tumbuhnya kantong-kantong permukiman di daerah pinggiran Kota Jakarta, menunjukkan ada proses pembangunan kota yang tidak direncanakan. Padahal, pembangunan seharusnya merupakan suatu proses terencana untuk mencapai suatu keadaan kepada kondisi yang lebih baik, dimana proses perencanaan harus memberikan kontribusi penting terhadap perubahan tersebut (Saefulhakim 2008). Tangerang adalah salah satu wilayah di Kawasan Jakarta-Bogor-Depok Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) yang mengalami pertumbuhan cepat sejak awal tahun 1980an. Tangerang meliputi tiga wilayah administratif yakni Kabupaten Tangerang,
Kotamadya
Tangerang
dan
Kotamadya
Tangerang
Selatan,
Perembetan pertumbuhan ke arah Tangerang, ditandai dengan tumbuhnya kantong-kantong permukiman di Wilayah Tangerang. Tangerang merupakan daerah pinggiran kota mengalami suburbanisasi (Rustiadi dan Panuju 1999) dan secara alamiah menjadi pilihan alternatif dalam memenuhi kebutuhan ruang untuk tempat tinggal (Yunus 1999 dalam Warsono 2006).
4
Perembetan perkembangan kota hingga ke Tangerang memiliki berbagai permasalahan, seperti tumbuhnya permukiman kumuh, kurangnya ketersediaan palayanan
infrastruktur
atau
kurangnya
ketersediaan
sarana
prasarana
permukimanan. Keberadaan permukiman kumuh ditemukan di beberapa kecamatan di Kotamadya Tangerang, seperti Kecamatan Neglasari, Benda dan Periuk (BPS 2008), akan membentuk kawasan tidak teratur. Kurangnya ketersediaan pelayanan infrastruktur drainase yang ditunjukkan dengan terjadinya banjir, ditemukan di sejumlah kecamatan di Tangerang Selatan seperti di Kecamatan Pondok Aren dan Ciputat Timur, dapat memperburuk kualitas lingkungan perumahan. Kurangnya ketersediaan sarana prasarana permukiman di wilayah Tangerang ditunjukkan oleh keberadaan fasilitas pendidikan, sosial dan ekonomi yang tidak tersebar merata di tiap desa atau kecamatan (BPS 2003, 2008 dan pengamatan lapangan 2011). Menurut Wiryomartono (2002), kondisi ini disebabkan
karena
pertumbuhan
permukiman
tidak
diimbangi
dengan
pembentukan simpul-simpul sistem yaitu infrastruktur dan kegiatan perkotaan. Akibatnya, perkembangan menimbulkan sejumlah permasalahan baru, seperti kemacetan di titik yang berbatasan dengan Kota Jakarta, kurangnya ketersediaan sarana prasarana permukiman dan perkembangan perumahan yang menyebar tak beraturan. Pola perkembangan yang terbentuk di Wilayah Tangerang berbeda di setiap tempat. Perembetan perkembangan Jakarta ke arah Utara Tangerang, menunjukkan perkembangan didominasi oleh pergudangan dan perumahan. Perkembangan ke arah Selatan menuju Pondok Aren, Ciputat, Serpong, Legok sampai Cikupa didominasi oleh perkembangan perumahan menengah-atas, ke arah Barat Kotamadya Tangerang menuju Jatiuwung, Pasar Kemis, Cikupa sampai Balaraja perkembangan didominasi oleh kegiatan industri. Pola perkembangan daerah pinggiran kota yang berbeda-beda tidak ditemukan di Indonesia saja, tetapi terjadi pula di beberapa negara diantaranya di Asia Timur (Hudalah et al. 2007) seperti di Cina (Leaf 2002), di Asia Tenggara seperti Vietnam (Leaf 2002; Thapa & Murayama 2008) dan Thailand (Winarso et al. 2007), dan di Australia (Buxton & Choy 2007). Kenyataan ini diperkuat dengan pernyataan Tacoli (2003), bahwa pola perkembangan permukiman di perdesaan,
5
terutama di pinggiran kota, tidak selalu seragam. Ada kawasan yang didominasi oleh perkembangan kawasan perumahan dan perumahan murah (termasuk rumahrumah liar) dan ada yang didominasi oleh perkembangan kawasan industri. Peristiwa perembetan perkembangan yang ditunjukkan dengan perembetan kenampakan fisik kota, memiliki karakteristik dengan arah pemekaran yang beraneka ragam, ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Antrop (2000) dalam Busck (2006), mengidentifikasi sejumlah zona urbanisasi mulai dari pusat kota hingga ke perdesaan dimana setiap zonanya memiliki proses dan bentuk yang berbeda-beda. Karakteristik perkembangan daerah pinggiran seperti proses peralihan hak atas lahan pertanian (Bah et al. dalam Tacoli 2003), konflik kepentingan pemanfaatan lahan di daerah peri-peri yang merupakan proses konversi lahan pertanian menjadi kawasan dengan pemanfaatan lahan campuran yang intensif (Sajor 2007), kecepatan pertumbuhan daerah terbangun hampir 30% yang lebih cepat dibanding pertumbuhan populasi penduduk akibat peningkatan kebutuhan konsumtif penduduk kota, seperti kebutuhan akan rumah kedua sebagai investasi, lapangan golf dan fasilitas khusus lainnya sebagai pelengkap kenyamanan (Bourne et al. 2003), menunjukkan karakteristik yang khas dari pemekaran kota. Tangerang mengalami perkembangan sprawl dari Jakarta yang secara alamiah (Spencer 1979 dalam Warsono 2006) perkembangannya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pemekaran Kota Jakarta, baik yang kuat pengaruhnya maupun yang lemah pengaruhnya (Bintarto 1983). Akibatnya, perkembangan ini sangat mempengaruhi perbedaan-perbedaan yang terjadi secara keruangan (Koestoer 1997). Di sisi lain, perkembangan sprawl dari Jakarta yang dialami Tangerang memberikan indikasi lemahnya pengendalian tata ruang (Wiryomartono 2002), yang mengakibatkan inefesiensi pengelolaan lahan atau kurangnya ketersediaan pelayanan infrastruktur wilayah (Djunaedi 2002; Webster & Theeratham 2004). Bila perkembangan ini dibiarkan maka sejumlah kawasan termasuk kawasan permukiman yang telah ada, akan mengalami penurunan kenyamanan dan kualitas kehidupan penduduknya (Heripoerwanto 2009). Kedekatan wilayah Tangerang dengan Jakarta dan tingginya interaksi wilayah Tangerang dengan Jakarta dapat menimbulkan persoalan yang krusial bila
6
tak tertangani dengan baik. Berdasarkan hasil observasi lapangan serta pengamatan pada citra wilayah Tangerang ditemukan beberapa kawasan perdesaaan yang mengalami perkembangan acak (sprawl) oleh fungsi perkotaan seperti pada desa-desa yang berada di wilayah Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang (Gambar 1).
Desa Kosambi Barat Desa Kosambi Timur
Desa Dadap
Perkembangan permukiman yang sprawl berpola ‘memita’ mulai menyebar hingga ke Desa Kosambi Barat. Perkembangan kawasan pergudangan di Desa Dadap dan Kosambi Timur, yang berbatasan langsung dengan Jakarta menyebabkan terjadinya perembetan fisik terbangun hingga ke Kosambi Barat. Perkembangan kawasan pergudangan di Desa Dadap dan Kosambi Timur, telah memicu tumbuhnya permukiman yang sprawl di Desa Kosambi Barat. Perkembangan ini mengisi ruang-ruang kosong antara bangunan pergudangan.
Gambar 1 Kenampakan citra Desa Kosambi Barat Kecamatan Kosambi yang menunjukkan perkembangan sprawl. Gambar di atas menunjukkan gejala sprawl di Desa Kosambi Barat akibat perubahan guna lahan di Desa Kosambi Timur dan Desa Dadap yang berbatasan langsung dengan Jakarta. Perubahan pemanfaatan lahan di kedua desa disebabkan oleh pengaruh faktor eksternal dari wilayah Jakarta. Pertumbuhan ekonomi Kota Jakarta telah mendorong pertumbuhan pergudangan di Desa Dadap dan Kosambi Timur. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Jakarta menjadikan kedua desa memiliki posisi strategis dari simpul-simpul perekonomian Jakarta karena kedekatannya itu membuat kedua desa ini memiliki akses tinggi ke Pelabuhan Tanjung Priok dan Sunda Kelapa. Pertumbuhan kawasan pergudangan mendorong pada percepatan pertumbuhan penduduk serta perumahan di wilayah ini, dengan karakter perkembangan lingkungan perumahan yang tidak teratur.
7
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana bentuk/pola perkembangan yang terjadi di Wilayah Tangerang lainnya? Apakah pola perkembangannya berbeda di setiap tempat? Dan apakah di setiap tempat memiliki karakteristik khas dari proses dan pola yang terjadi? Menyikapi perkembangan sprawl hingga ke daerah perdesaan, maka perlu dilakukan penelitian yang dapat menggambarkan pola perkembangan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan di Wilayah Tangerang. Pemahaman pola perkembangan tersebut dapat digunakan untuk menemukan faktor-faktor berpengaruh pada tiap tipologi/kelompok kawasan permukiman. Dengan demikian maka dapat dikenali faktor penciri yang menjadi karakteristik khas perkembangan pada tiap tipologi. Kajian ini juga menjelaskan tentang faktor-faktor yang diduga dapat menjadi penyebab munculnya permasalahan pada tiap tipologi kawasan, agar dampak dari perkembangan sprawl di Wilayah Tangerang dapat dikendalikan. Pentingnya penelitian ini juga dipertegas oleh pernyataan Soetomo (2008), bahwa ruang sub-urban akan menjadi kumuh atau menjadi kawasan kota di pedesaan yang nyaman, akan sangat tergantung pada bagaimana kita merencanakan tata ruang dengan faktor terkait lainnya. Hasil identifikasi dapat digunakan untuk merencanakan perkembangan dan mengelola perkembangan permukiman di Wilayah Tangerang, serta mengeliminir perkembangan yang tidak diinginkan, secara tepat. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk: 1. mengidentifikasi tipologi permukiman di Wilayah Tangerang. 2. menentukan karakteristik penciri dari tiap tipologi permukiman. 3. mencari faktor-faktor penyebab munculnya masalah tiap tipologi permukiman. Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan untuk mengantisipasi perkembangan yang tak terencana. 2. Sebagai bahan untuk perumusan prioritas penanganan hal-hal pokok dari perkembangan wilayah yang tidak direncanakan.
TINJAUAN PUSTAKA Dinamika Pertumbuhan Kota Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat dua pengertian kota, yaitu kota sebagai satuan sebagai satuan administratif dan kota sebagai satuan fungsional. Sebagai satuan administratif, kota adalah unit pemerintah lokal yang otonomi yang disebut Kotamadya dan setara dengan status hukum pemerintahan kota. Secara fungsional, kota didefinisikan sebagai unit pemerintahan terkecil yang memiliki kesetaraan dengan status desa atau kota yang fungsional berdasarkan karakteristiknya, dimana status desa/kelurahan yang dimilikinya dapat berubah sewaktu-waktu seiring dengan bertambah padatnya penduduk, berkurangnya kegiatan pertanian atau meningkatnya fasilitas dan pelayanan kota. Kota mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Pertumbuhan kota yang cepat telah membuat suatu wilayah mengalami perubahan fisik, sosial dan ekonomi yang cepat pula. Konsekuensi yang selalu mengikuti pertumbuhan kota ini adalah pertambahan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk selalu diikuti dengan pertambahan kebutuhan rumah/tempat tinggal dan dan sejumlah kegiatan-kegiatan baru untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan. Pertambahan kebutuhan rumah dan seluruh aktifitas pendukung kehidupan, simultan dengan kebutuhan tanah/ruang. Di sisi lain, terdapat keterbatasan lahan di perkotaan untuk memenuhi kebutuhan perumahan. Yang terjadi adalah proses pemadatan (densifikasi) permukiman di dalam kota (Rindarjono 2010), dan penambahan ruang yang dilakukan di lahan-lahan terbuka hingga ke daerah pinggiran kota atau sering pula disebut sebagai urban fringe atau daerah periurban (Yunus 2008). Perkembangan (fisik) ruang merupakan wujud spasial dari pertambahan penduduk baik sebagai akibat proses urbanisasi maupun proses pertumbuhan penduduk alamiah, yang mendorong terjadinya peningkatan pemanfaatan ruang serta perubahan fungsi lahan. Menurut Yunus (1999) meningkatnya jumlah penduduk perkotaan serta meningkatnya tuntutan kebutuhan kehidupan dalam aspek-aspek politik ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi, telah meningkatkan
10
kegiatan penduduk perkotaan. Peningkatan itu berakibat pada meningkatnya kebutuhan ruang untuk mengakomodasi fungsi/kegiatan perkotaan yang besar. Pemadatan pada kawasan permukiman perkotaan terjadi karena adanya upaya pengisian ruang-ruang kosong antar permukiman yang telah ada sebelumnya. Proses ini banyak ditemukan di dalam kota, di kawasan permukiman lama, dengan kondisi yang tidak teratur, baik segi arsitekturalnya, ukurannya maupun tata letaknya (Yunus 2008). Pola pembangunan seperti ini yang menyebar dan dibiarkan tidak beraturan di ruang-ruang kosong/ruang sisa dalam kota, semakin membebani pengelolaan kota. Di dalam proses permukiman informal inilah berlangsung urbanisasi penduduk yang secara terus menerus terakumulasi dan memadat memenuhi ruang-ruang sisa di kota. Oleh karena itu, kota yang banyak menerima dampak permukiman kumuh ini adalah kota yang paling banyak memiliki ruang-ruang sisa/marjinal dan membiarkan pemanfaatannya secara tidak terencana (Siregar 2011). Dampak pemadatan ruang di dalam kota oleh bangunan permukiman adalah menurunnya kualitas permukiman. Akibatnya di daerah perkotaan akan timbul daerah-daerah permukiman yang kurang layak huni dan padat yang selanjutnya disebut kumuh (Rindarjono 2010). Proses yang terjadi adalah berlangsungnya urbanisasi penduduk yang terus menerus, terakumulasi dan memadat memenuhi permukiman informal ini di ruang-ruang sisa (marjinal) di kota. Oleh karena itu, kota yang menerima dampak permukiman kumuh adalah kota yang paling banyak memiliki ruang-ruang marjinal/sisa dan membiarkan pemanfaatannya secara tidak terencana. Penambahan ruang di lahan-lahan terbuka hingga ke daerah pinggiran kota mengakibatkan bertambah luasnya lahan (dengan fungsi perkotaan) terbangun (urban built-up land). Ini merupakan gejala perluasan kota hingga ke daerah pinggiran kota. Menurut Yunus (2008), gejala ini merupakan pola perkembangan urban sprawl yang terjadi di luar batas kota (masuk wilayah kabupaten). Gejala perembetan kota ini dapat terlihat dari kenampakan fisik kota ke arah luar yang ditunjukan oleh terbentuknya zona-zona yang meliputi daerah-daerah: pertama, area yang melingkari sub urban dan merupakan daerah peralihan antara desa kota yang disebut dengan sub urban fringe, kedua area batas luar kota yang
11
mempunyai sifat-sifat mirip kota, disebut dengan urban fringe, dan ketiga adalah area terletak antara daerah kota dan desa yang ditandai dengan penggunaan tanah campuran yang disebut sebagai Rural-Urban-Fringe. Bintarto (1983) menjelaskan bahwa, peristiwa perembetan kenampakan fisik kota ke arah luar sebagai bentuk pemekaran kota memiliki karakteristik dengan arah pemekaran yang beraneka ragam, dan kekuatan pengaruh yang berbeda. Ada karakteristik yang pengaruhnya kuat dan ada pula yang lemah. Pernyataan ini diperkuat oleh Antrop (2000) dalam Busck et al. (2006), bahwa daerah yang mengalami urbanisasi mulai dari pusat kota hingga ke perdesaan, memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dan karakteristiknya dapat dibedakan dari proses dan pola yang terbentuk. Sedangkan menurut Tacoli (2003), bahwa sebagai proses urbanisasi yang dinamis, bentuk transformasi di daerah pinggiran kota (peri-urban) tidak bersifat homogen (pola tidak seragam). Ada wilayah yang perkembangannya didominasi oleh perkembangan permukiman penduduk berpenghasilan menengah atas, sementara di wilayah lain ada yang didominasi oleh kawasan industri yang padat, ada juga wilayah yang perkembangannya didominasi oleh perkembangan perumahan murah (perumahan bagi penduduk yang berpenghasilan rendah), atau ada pula kawasan yang dikembangkan menjadi daerah penghasil produk pertanian hortikultura (sayur mayur/buah-buahan). Urban Sprawl Sejak pertama kali digulirkan oleh Whyte (1958) dalam Rahman et al. (2008), pengertian dan pemahaman istilah urban sprawl makin berkembang. Saat ini urban sprawl dipahami sebagai pertumbuhan kawasan metropolitan, yang menyebar, ditandai dengan perkembangan berbagai jenis pemanfaatan lahan di perbatasan yang jauh dari perkotaan, diikuti dengan pemadatan pada ruang-ruang kota berpola pemanfaatan yang sama (Rahman et al. 2008). Ewing 1997 dalam Terzi dan Kaya (2008); Downs 1999 dalam Terzi dan Kaya (2008); Galster et al. 2001 dalam Terzi dan Kaya (2008); Malpezzi dan Guo 2001 dalam Terzi dan Kaya (2008) mendefinisikan urban sprawl sebagai bentuk perkembangan perkotaan
yang
ditandai
dengan
karakteristik
kepadatan
yang
rendah,
12
perkembangan berpola lompat katak, perkembangan kawasan komersial berpola memita dan merupakan perkembangan yang diskontinu. Pendapat lain dinyatakan oleh Sudhira dan Ramachandra (2007), bahwa urban sprawl merupakan perkembangan yang tidak tertata yang mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian dan ruang terbuka serta menurunnya kualitas lingkungan baik di dalam maupun di sekeliling kota. Pendapat Sudhira dan Ramachandra (2007) ini menegaskan pernyataan Bosselman (1968) dalam Rahman
(2008)
bahwa
urban
sprawl
telah
menyebabkan
terjadinya
perkembangan yang tidak efesiensi serta buruknya kualitas lingkungan baik di dalam kota maupun di daerah perdesaan. Sementara itu Angel et al. 2007 mendeskripsikan urban sprawl sebagai suatu: (a) perluasan wilayah kota hingga menjauhi pusat; (b) penurunan kepadatan di perkotaan secara konstan dan sekaligus menunjukkan peningkatan konsumsi lahan oleh penduduk perkotaan; (c) proses suburbanisasi yang terus berlanjut sementara itu tetap menunjukkan peningkatan proporsi penduduk yang menetap dan bekerja di pusat kota metropolitan; (d) menurunnya keteraturan daerah terbangun di perkotaan dan meningkatnya jumlah ruang terbuka dengan luas yang mengecil; dan (e) peningkatan kepadatan perkotaan hingga ke daerah ekspansi perluasan kota. Urban sprawl ditandai dengan perkembangan pemanfaatan lahan dan peningkatan areal lahan terbangun yang tidak terkendali, terutama pada daerah marjinal di beberapa wilayah metropolitan (Li 2009). Hal ini dipertegas oleh Rahman et al. (2008) bahwa daerah perkotaan yang mengalami sprawl merupakan daerah yang mengalami perkembangan tak menentu sehingga tidak dapat menunjukkan sifatnya sebagai kawasan perkotaan dan tidak tepat pula menunjukkan sifat-sifat sebagai perdesaan. Menurut Spencer (1979) dalam Warsono (2006) proses perkembangan kota ke arah pinggiran yang cenderung alamiah, daripada terencana, merupakan suatu gejala sub-urbanisasi prematur dan tidak terencana, sehingga menciptakan perluasan kota yang liar dan tidak teratur, serta tidak terkendali, dan dalam literatur pola perkembangan yang demikian disebut sebagai gejala urban sprawl. Ditinjau dari aspek fisik, sprawl merupakan proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke wilayah pinggiran yang menyebabkan transformasi
13
fisik spasial (Yunus 2008). Proses transformasi fisik spasial ini dapat terjadi lebih dahulu dari proses transformasi sosio kultural, dan dapat pula terjadi sesudah terjadinya transformasi sosio kultural kedesaan menjadi bersifat kekotaan. Pola perkembangan urban sprawl adalah pola perkembangan yang tidak efisien (Djunaedi 2002; Bosselman 1968 dalam Rahman et al. 2008; Bento et al. 2006 dalam Cymerman et al. 2011). Urban sprawl menjelaskan suatu keadaan antara desakan kebutuhan rumah, nilai lokasi yang tinggi, dan lemahnya pengendalian kawasan dari pemerintah (Zulkaidi 2007). Urban sprawl yang terjadi di daerah pinggiran kota merupakan kawasan yang berkembang secara tidak terencana (Korcelli 2008; Heripoerwanto 2009) sehingga pemerintah daerah (kabupaten) tidak siap menghadapi sprawl (Djunaedi 2002). Akibat yang terjadi adalah infrastruktur yang dibangun tidak dapat mengimbangi pesat dan kompleksnya pembangunan yang berlangsung akibat penyediaan tambahan kapasitas
prasarana
dan
fasilitas
lingkungan
perkotaan
serta
sejumlah
infrastruktur, tidak dapat dilakukan. Situasi yang menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan sejumlah prasarana dan fasilitas perkotaan disebabkan karena pengurangan investasi pemerintah pusat, atau gagalnya pemerintah untuk menghasilkan pendapatan di tingkat daerah (Tacoli 2003). Oleh karena itu Li (2009) dalam penelitiannya di Cina, menyimpulkan bahwa fenomena urban sprawl yang menunjukkan pertumbuhan melompat dan menyebar, bila tidak dikendalikan akan memperlambat proses perubahan. Dengan demikian pertumbuhan yang efisien dapat dilakukan melalui pengelolaan pertumbuhan kota serta pengaturan sistem investasi infrastruktur yang dapat meningkatkan kesejahteraan (Ding et al. 1999 dalam Cymerman et al. 2011). Urban sprawl terjadi akibat sub-urbanisasi, yang dimulai dengan dua kegiatan utama yang saling berlomba, yakni pengembangan perumahan dan pembangunan jalan tol. Akibatnya nilai lahan suatu lokasi turut berpengaruh terhadap terjadinya perkembangan yang sprawl di daerah perdesaan. Menurut Bourne et al. (2003), nilai lahan di perdesaan di daerah peri-urban sangat ditentukan oleh kebutuhan perkotaan. Kawasan perdesaan menjadi pihak yang pasif (bukan penentu) dalam penggunaan ruangnya oleh kawasan perkotaan. Padahal situasi ini mengakibatkan kawasan perdesaan mengalami degradasi
14
lingkungan baik secara fisik, sosial maupun ekonomi. Hal ini dibuktikan oleh temuan Sajor (2007), bahwa perkembangan daerah peri-urban Bangkok di Thailand yang ditunjukkan oleh intensitas penggunaan lahan campuran (mixed land use) tinggi, menyebabkan menurunnya kualitas kehidupan bertani penduduknya. Keadaan ini tidak hanya terjadi di Thailand tetapi terjadi juga di Manila - Filipina dan Jakarta (Sajor 2007). Namun di sisi lain, pola pemanfaatan lahan campuran yang merupakan kombinasi permukiman dan sarana penghidupan (tempat bekerja) dalam satu kawasan peri-urban yang kompak, mampu mempersingkat jarak perjalanan antar aktifitas (Parker 1994 dalam Kim 2009). Peningkatan area lahan terbangun mengindikasikan intensitas penggunaan lahan campuran pada daerah pinggiran kota (peri-urban) yang mengalami perkembangan sprawl. Menurut Sajor (2007), jenis kegiatan perkotaan yang mendominasi peningkatan lahan terbangun adalah peningkatan jumlah kegiatan industri, pertumbuhan dan perkembangan kawasan perumahan terutama di koridor/jalur pergerakan primer yang menghubungkan dengan pusat kota. Sementara itu perkembangan perumahan sendiri memicu tumbuhnya sejumlah fasilitas penunjang seperti kawasan perdagangan, pasar swalayan (supermarket) dan toko serba ada. Akibatnya adalah menurunnya luas areal pertanian yang merupakan bentuk kegiatan utama penduduk perdesaan hingga 50%, karena perubahan pola pemanfaatan lahannya menjadi kawasan permukiman, kawasan industri, perdagangan, kawasan rekreasi dan kawasan pendidikan. Temuan ini mempertegas apa yang disampaikan oleh Sheehan (2001) dan Kombe (2005) dalam Chirisa (2009), bahwa urban sprawl sebagai hasil berbagai tekanan di daerah perluasan kota, dapat diklasifikasi menjadi dua bentuk perubahan yakni suburbanisasi permukiman (residential suburbanization) dan peri-urbanisasi (peri-urbanization). Kenyataan di atas menunjukkan bahwa daerah perkotaan memiliki pola pertumbuhan yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh proses atau bentuk perubahannya. Dalam teorinya Dietzel et al. (2005) dalam Wu et al. (2010) menyimpulkan bahwa pertumbuhan daerah perkotaan dapat dibedakan dari proses terjadinya, yaitu proses difusi dan peleburan. Proses difusi adalah proses pertumbuhan kota yang tersebar dari pusat kota hingga daerah pengembangan
15
(baru), sedangkan proses peleburan adalah proses pertumbuhan yang inkonsisten, yakni terjadinya perkembangan di luar wilayah kota, dan sekaligus pemadatan di pusat kota (Rindarjono 2010). Penjabaran berbagai konsep urban sprawl di atas, memberikan pemahaman konteks urban sprawl sebagai suatu fenomena pertumbuhan kota. Dengan demikian urban sprawl dapat dipahami lebih luas sebagai suatu: 1) proses pertumbuhan kawasan perkotaan; 2) pertumbuhan menyebar dan acak yang dipengaruhi oleh proses dan bentuk terjadinya pertumbuhan; 3) situasi perkembangan tidak tertata; 4) proses peningkatan lahan terbangun melalui pertumbuhan ke arah pinggiran kota (proses horizontal), dan pemadatan (fill in) di perkotaan (proses vertikal); 5) keadaan kepadatan bangunan rendah di daerah pinggiran namun tinggi di perkotaan; 6) situasi transformasi fisik spasial dari sifat kedesaan menjadi sifat kekotaan; 7) keadaan pemanfaatan lahan yang tidak terkendali dan peningkatan areal lahan terbangun di perdesaan; 8) pola pemanfaatan lahan yang dinamis dengan berbagai jenis penggunaan; 9) keadaan berkurangnya/hilangnya lahan pertanian; 10) perkembangan tidak dapat diimbangi dengan penyediaan infrastruktur; 11) pola perkembangan yang tidak efisien; 12) sprawl ditemukan di dalam kota dan di luar batas kota. Kawasan Permukiman dan Karakteristik yang Dimilikinya Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 (UU No. 1/2011) tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang
mendukung
perikehidupan
dan
penghidupan.
Sedangkan
permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Adapun yang dimaksud dengan prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, serta nyaman, dan sarana adalah
16
fasilitas
dalam
lingkungan
hunian
yang
berfungsi
untuk
mendukung
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa permukiman terdiri dari komponen: perumahan, jumlah penduduk, tempat kerja, sarana dan prasarana, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kawasan permukiman mencakup lingkungan hunian dan tempat kegiatan pendukung, baik di perkotaan dan di perdesaan. Dengan demikian berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 (UU No. 26/2007) tentang Penataan Ruang serta Bagian Penjelasan Pasal 59 dan Pasal 61 UU No 1/2011, yang
dimaksud
dengan
kawasan
permukiman
perkotaan
dan
kawasan
permukiman perdesaan dapat dijabarkan sebagai berikut. Kawasan permukiman perkotaan adalah kawasan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan/tempat kerja yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi, yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan yang dimaksud kawasan permukiman perdesaan adalah kawasan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan/tempat kerja yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi, yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
.
Kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain. Menurut Jayadinata (1996), pada awalnya pola-pola permukiman atau perkampungan di pedesaan merupakan tempat kediaman (dormitory settlement) dari penduduk kampung di wilayah pertanian dan wilayah perikanan umumnya yang bekerja di luar kampung. Antar kampung dihubungkan oleh jalan dan terdapat ruang terbuka yang kecil, berbentuk segi empat seluas halaman rumah sebagai tempat bermain anak-anak, atau tempat orang dewasa bertemu pada sore hari untuk mengobrol atau merundingkan
17
sesuatu. Situasi berbeda terdapat di permukiman di daerah perkotaan yang umumnya didominasi oleh lingkungan hunian dengan bangunan yang teratur. Menurut Koestoer (1997), karakteristik kawasan permukiman perdesaan ditandai oleh ketidakteraturan bentuk fisik rumah. Pola permukiman perdesaan berkelompok, membentuk perkampungan yang letaknya tidak jauh dari sumber air. Jaringan jalan di lingkungan kampung tidak beraspal dan bentuknya tidak beraturan. Sedangkan wilayah permukiman di perkotaan yang sering disebut sebagai daerah perumahan, memiliki keteraturan bentuk secara fisik. Artinya, sebagian besar rumah memiliki hadapan yang teratur ke arah jalan, merupakan bangunan permanen, berdinding tembok, dan dilengkapi dengan penerangan listrik. Jaringan jalannya-pun bertingkat mulai dari jalan raya, jalan penghubung hingga jalan lingkungan atau lokal. Namun, di tengah keteraturan permukiman perkotaan, ditemui wilayah perumahan penduduk kota yang termasuk dalam kelompok dengan karakteristik kawasan permukiman penduduk pedesaan, karena ditandai oleh ketidakteraturan bentuk fisik rumah. Perbedaan karakteristik kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan dipengaruhi oleh pola perkembangan permukiman yang terbentuk. Sebagaimana telah diuraikan pada subbab pertumbuhan kota, Tacoli (2003) dan Antrop (2000) dalam Busck et al. (2006) berpendapat bahwa pola perkembangan permukiman di perdesaan yang berada di pinggiran kota, tidak selalu seragam. Ada wilayah yang perkembangannya didominasi oleh perkembangan permukiman penduduk berpenghasilan menengah atas, sementara di wilayah lain ada yang didominasi oleh kawasan industri yang padat, ada juga wilayah yang perkembangannya didominasi oleh perkembangan perumahan murah (perumahan bagi penduduk yang berpenghasilan rendah), atau ada pula kawasan yang dikembangkan menjadi daerah penghasil produk pertanian hortikultura (sayur mayur/buah-buahan). Dan semua ini akan mempengaruhi pola permukiman yang terbentuk di suatu wilayah. Latar belakang perkembangan kawasan permukiman di perkotaan dan perdesaan juga berbeda-beda. Menurut Antrop (2004) dalam Busck et al. (2006) gambaran perubahan karakter kehidupan di perdesaan menjadi karakter perkotaan adalah gambaran dari proses yang kompleks. Masyarakat perkotaan dapat tinggal dan menetap di daerah perdesaan, menjadi penglaju ke tempat kerjanya di pusat
18
kota dan menikmati pelayanan fasilitas rekreasi di tempat yang lain. Semua dapat terjadi karena daerah pinggiran kota (peri-urban) menjadi penarik bagi masyarakat tertentu, terutama bagi mereka yang mencari hunian murah dan lingkungan yang baik (Berg dan Wintjes 2000 dalam Busck et al. 2006). Dan inilah yang menurut Bourne et al. (2003) melatarbelakangi peningkatan proses urbanisasi di perdesaan dan menjadikan kawasan perdesaan sebagai kawasan yang berciri perkotaan. Kondisi di atas menjelaskan kuatnya pengaruh perkotaan terhadap kawasan
perdesaan. Menurut Tacoli (2003), kuatnya pengaruh tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan perdesaaan adalah karakteristik geografis, demografi seperti kepadatan penduduk dan persebaran penduduk, akses ke pemilikan lahan hingga karakteristik yang dapat menjelaskan ketersediaan prasarana transportasi dan kemudahan pergerakan dari kawasan tempat tinggal ke pusat kota, dimana pasar dan sejumlah pelayanan lainnya berada. Kajian teori di atas menyimpulkan bahwa proses pertumbuhan kota seiring dengan pertumbuhan yang disebabkan faktor alamiah serta migrasi penduduk ke kota, maupun perpindahan penduduk dari pusat kota ke daerah pinggiran, menunjukan proses yang alamiah yang tidak
terencana. Perkembangan ini
merupakan suatu gejala sub-urbanisasi (Rustiadi dan Panuju 1999) dan tidak terencana, sehingga menciptakan perluasan kota yang liar dan tidak teratur, serta tidak terkendali (Spencer 1979 dalam Warsono 2006). Sebagaimana dijelaskan oleh Jayadinata (1996); Koestoer (1997); Tacoli (2003) dan Antrop (2000) dalam Busck et al. (2006), bahwa kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain. Adapun beberapa karakteristik yang dapat membedakan pedesaan dengan perkotaan, adalah: a. Karakteristik pemanfaatan lahan (Bourne et al. 1984 dalam Korcelli 2008). Karakteristik pemanfaatan lahan dapat digunakan untuk mengklasifikasi kawasan menjadi dua tipe berdasarkan bentuk pemanfaatan lahannya. Pertama, klasifikasi bentuk pemanfaatan lahan yang berkonotasi perkotaan ditunjukkan dengan bentuk pemanfaatan lahan non agraris, kedua klasifikasi bentuk pemanfaatan lahan perdesaan ditunjukkan dengan bentuk pemanfaatan lahan agraris. Bentuk pemanfaatan lahan non agraris adalah bentuk
19
pemanfaatan lahan yang berasosiasi dengan sektor kekotaan dan diklasifikasi sebagai kawasan permukiman (settlement built-up areas), sedangkan bentuk pemanfaatan lahan agraris khususnya daerah pertanian (vegetated area) berasosiasi dengan sektor kedesaan. b. Populasi (Bourne et al. 1984 dalam Korcelli 2008; Pieser 1989 dalam Terzi dan Kaya 2008). Kota memiliki penduduk yang jumlahnya lebih besar dibandingkan desa, dengan demikian penduduk mempunyai pengaruh yang besar terhadap kebutuhan akan perumahan, dan akan berujung pada pola pembangunan perumahan yang terbentuk. c. Karakteristik bangunan (Rahman 2008; Terzi dan Kaya 2008) Suatu kota dapat dicirikan oleh dominasi fungsi bangunan yang berorientasi pada kegiatan kekotaan atau sektor non agraris. Tinjauan mengenai karakteristik bangunan tentang kepadatan bangunan dan jumlah bangunan pada suatu areal tertentu dapat menunjukkan perbedaan antara apa yang terdapat di daerah pedesaan dengan apa yang terdapat di bagian kota. d. Profil wilayah seperti struktur penduduk (Hall 1973 dalam Korcelli 2008). Perbedaan lain karakteristik perkotaan dengan perdesaan terdapat pada struktur kependudukan yakni mata pencaharian. Di desa, penduduk berada di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris, yang ditandai dengan keberadaan keluarga petani. Kehidupan ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, peternakan dan termasuk juga perikanan darat. Sebaliknya kota merupakan pusat kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri, disamping sektor ekonomi tersier sehingga di sana tidak akan ditemukan keluarga petani. Pola Kawasan Permukiman Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan kota yang mempunyai pola-pola perkembangan yang spesifik (Setyohadi 2007). Untuk pertama kali dasar teori berbagai pola persebaran permukiman desa dan kota diperkenalkan oleh Christaller pada tahun 1933, yang kemudian dikenal dengan
20
Central Place Theory (Clark 1982). Atas dasar lokasi, Christaller merumuskan tujuh (7) tipe permukiman yang berbeda ukuran dan luas berdasarkan jumlah penduduk dan jarak rata-rata. Penyebaran tersebut kadang-kadang bergerombol atau berkelompok dan kadang-kadang terpisah jauh satu sama lain. Teori ini menjelaskan bahwa pemusatan adalah hal yang alami dalam perkembangan suatu tempat dan akan diikuti dengan terbentuknya pola permukiman. Menurut Christaller (1933) dalam Herbert dan Thomas (1982), pola permukiman yang baik adalah yang dibentuk atas prinsip penyediaan pelayanan kepada penduduk, dengan menempatkan aktifitas pada permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya terletak pada simpul-simpul jaringan heksagonal. Jadi lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan penduduk harus berada di pusat (tempat yang sentral). Perkembangan teori Central Place Theory diawali oleh temuan Lösch di Negara Bagian Iowa, Amerika Serikat (Clark 1982), dan diikuti oleh temuantemuan lain oleh Berry dan Garrison (1958), Saey (1973) dan Beavon (1977) dalam (Herbert dan Thomas 1982). Lösch merumuskan empat tipe permukiman yang lebih sesuai dengan karakteristik wilayah Iowa, dan temuan ini membuktikan bahwa perkembangan dan pembentukan kota merupakan wujud dari ekspresi masyarakat yang hidup di dalamnya. Kenyataan ini dipertegas oleh Kostof (1991) dalam Putra (2006), bahwa perwujudan spasial fisik kota merupakan hasil kolektif perilaku budaya masyarakatnya serta pengaruh ”kekuasaan tertentu” yang melatarbelakanginya. Disamping itu, faktor sejarah kehidupan kota, baik itu sejarah secara fisik ataupun ideologis, kondisi sosial politik dan kondisi pemerintahannya, kondisi karakteristik lingkungan dan datangnya pengaruh dari luar, serta akibat perkembangan penduduk dan proses urbanisasi juga berkontribusi pada terjadinya perubahan bentuk dan struktur suatu kota (Kostof 1991 dalam Putra 2006). Bentuk perkembangan kota yang sering dijumpai dapat merupakan sebagian, keseluruhan ataupun gabungan pola garis, memusat, bercabang, melingkar, berkelompok, pola geometris dan organisme hidup. Menurut Kostof (1991) dalam Putra (2006) pola kota dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu organik, diagram dan grid. Pola kota organik merupakan pola yang berkembang secara spontan, dipengaruhi oleh
masyarakatnya, tidak terencana, pola tidak
21
teratur (irregular) atau non geometrik, dan berorientasi pada alam. Pola kota diagram berkembang dipengaruhi oleh sistem sosial, politik, kekuasaan dan sistem kepercayaan,
yang
bertujuan
untuk
mengawasi/mengorganisir
sistem
masyarakatnya. Sedangkan pola grid adalah pola kota yang mengutamakan efisiensi dan nilai ekonomis serta lebih teratur, sehingga lebih mudah dan terarah pengorganisasiannya. Deskripsi Korcelli (2008) dari temuan European Spatial Planning Observation Network (ESPON), menjelaskan empat pola permukiman yang teridentifikasi dari berbagai tipologi perkotaan di Eropa. Keempat pola tersebut dikenal sebagai monocentric, polycentric, sprawl dan sparsely populated (rural) sebagaimana tersaji dalam Gambar 2.
Sumber: ESPON (2004) dalam Korcelli (2008) Gambar 2 Pola morfologi permukiman. Penelitian-Penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian Penelitian-penelitian mengenai kawasan permukiman telah banyak dilakukan. Besarnya perhatian tersebut terutama tertuju pada berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh proses pertumbuhan kota yang berakibat meningkatnya kebutuhan perumahan dan menyebabkan perubahan fisik, misal
22
perubahan tata guna lahan, demografi, keseimbangan ekologis serta kondisi sosial ekonomi. Beberapa hasil penelitian yang terkait dan menjadi referensi bagi penelitian ini disajikan dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1 Beberapa hasil penelitian terdahulu No
Pustaka
Judul
Kata kunci
Kesimpulan
Land system changes in the context of urbanisation: Examples from the peri-urban area of Greater Copenhagen. Peri-urban dynamics and regional planning in Africa: Implications for building healthy cities
Perubahan pola guna lahan, multifunctionality, urbanisasi tersamar, strukturisasi pertanian
Perubahan pola penggunaan lahan sangat dipengaruhi proses perubahan sosial-ekonomi dan dan daerah hijau (ecological) dari sistem lahan.
Peri-urbanitas, public health, metropolitanisasi, komunitas
Tipologi wilayah desa - kota, karakteristik, morfologi permukiman. Perkembangan permukiman, permukiman kumuh, pendekatan spasial Lingkungan, equity in water, pemekaran wilayah metropolitan
Perubahan pola interaksi pusat kota dengan daerah peri-urbannya menyebabkan peningkatan demand lahan, perubahan struktur sosial dan persebaran populasi yang tidak beraturan. Teridentifikasi tiga tipologi wilayah kotadesa, dengan karakteristiknya.
1
Busck et al. (2006)
2
Chirisa (2009)
3
Korcelli (2008)
Review of Typologies of European RuralUrban Region.
4
Rindarjono (2010)
Perkembangan Permukiman Kumuh di Kota Semarang Tahun 1980-2006.
5
Sajor (2007)
Mixed land use and equity in water governance in periurban Bangkok
6
Warsono (2006)
Perkembangan Permukiman Pinggiran Kota pada Koridor jalan Kaliurang Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman.
Pertumbuhan, suburban, tipologi, kelompok, permukiman.
Proses densifikasi permukiman akan diikuti oleh infilling process. Pemekaran wilayah metropolitan menunjukkan intensitas penggunaan lahan campuran tinggi. Akibatnya distribusi air tidak merata dan kualitas kehidupan bertani menurun. Dihasilkan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi perkembangan tipologi kelompok-kelompok permukiman.
23
Tabel 1 (lanjutan) No
Pustaka
7
Webster dan Theeratham (2004)
8
Zulkaidi et al. (2007)
Judul Policy Coordination, Planning and Infrastructure Provision: A Case Study of Thailand Dampak Pengembangan Lahan Skala Besar Terhadap Pasar Lahan dan Transformasi Periurban Kota Jakarta
Kata kunci
Kesimpulan
Infrastruktur; struktur, pelaku dan proses.
Pentingnya peningkatan infrastuktur di wilayah peri-peri kota (periurban) Thailand.
Pengembangan lahan skala besar, dinamika pasar lahan, dinamika kependudukan.
Pengembangan lahan skala besar (kasus BSD) berpengaruh terhadap dinamika dan proses transformasi di daerah pinggiran kota.
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Salah satu kebutuhan lahan terbesar di perkotaan adalah bagi penyediaan sarana hunian penduduk. Perkembangan pola permukiman sangat dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki, sehingga permukiman yang berkembang di setiap wilayah belum tentu sama. Sebagai bahan untuk melaksanakan analisis lanjut, maka dilakukan klasifikasi kawasan untuk memperoleh beberapa pola permukiman. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan status wilayah administratif, serta pendekatan pengertian kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Tujuan dilakukannya klasifikasi ini adalah untuk memperoleh data kategori bagi proses analisis diskriminan. Untuk memberikan gambaran pola masing-masing tipologi kawasan permukiman, perlu diketahui faktor-faktor mana saja yang menjadi penciri atau paling berpengaruh terhadap tipologi wilayah masing-masing. Penggunaan analisis diskriminan berfungsi untuk memilih faktor-faktor yang paling mencirikan dari setiap tipologi permukiman. Proses ini diawali dengan analisis faktor sebagai analisis antara, untuk menghasilkan sejumlah variabel baru, yang merupakan penyederhanaan dari sejumlah variabel. Setiap perkembangan yang terjadi mempunyai pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya. Berbagai aspek mempengaruhi proses tumbuhnya permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Iaquinta dan Drescher (2000) menjelaskan bahwa penyebab perkembangan kota induk maupun proses tumbuh daerah pinggiran kota tidak pernah sama. Menurut Winarso (2007), pembangunan di perkotaan dan daerah pinggirannya menunjukkan fenomena yang berbeda. Khususnya di Kawasan Metropolitan Jakarta perkembangan dipengaruhi oleh pembangunan perumahan berskala besar. Untuk itu, mencari faktor-faktor penyebab munculnya masalah pada setiap tipologi kawasan permukiman di Tangerang, dapat menjadi masukan bagi proses perumusan strategi dan penentuan kebijakan pembangunan. Secara skematis, bagan alir kerangka pemikiran penelitian dijelaskan pada Gambar 2 berikut.
26
Pertumbuhan penduduk & aktifitas perkotaan
Lahan perkotaan terbatas
Perkembangan yang acak (urban sprawl) Pembangunan merupakan perubahan terencana Perubahan tidak terencana Kondisi di perkotaan dan perdesaan: • Aspek fisik • Aspek kependudukan
Perubahan menuju pada keadaan yang lebih baik Pola perkembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan
Tipologi kawasan permukiman
Karakteristik masingmasing tipologi kawasan
Penyebab masalah tiap tipologi kawasan permukiman
Gambar 3 Kerangka pemikiran. Ruang Lingkup Penelitian Lingkup pembahasan pada studi karakterisasi kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan di Wilayah Tangerang ini dikemukakan melalui substansi-substansi: a. Studi pustaka tentang konsep kawasan permukiman serta konsep kawasan perkotaan dan perdesaaan. b. Identifikasi tipologi kawasan permukiman melalui pendekatan wilayah administrasi dan pendekatan kriteria kawasan perkotaan/perdesaaan. c. Analisis hasil klasifikasi tipologi kawasan permukiman melalui uji statistik fungsi diskriminan.
27
d. Mengkaji hubungan tiap faktor berpengaruh pada tiap tipologi kawasan permukiman. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 hingga Agustus 2011, dilakukan di 3 (tiga) wilayah administratif, yakni Kabupaten Tangerang, Kotamadya Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Seterusnya, pada penelitian ini ketiga wilayah penelitian akan disebut sebagai Wilayah Tangerang. Secara administratif, wilayah penelitian memiliki batas-batas: -
sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa,
-
sebelah Timur berbatasan dengan DKI Jakarta,
-
sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak,
-
sebelah Barat dengan Kabupaten Serang.
Tangerang merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta. Sebagai bagian dari sistem Kawasan Metropolitan Jabodetabek, Tangerang menunjukkan keterkaitan dan hubungan yang tinggi dengan Jakarta. Ketiga wilayah administratif ini memiliki jumlah penglaju terbesar dibandingkan dengan wilayah lain di Bodetabek. Hasil Survei Migrasi Penduduk Jabodetabek Tahun 2001, menunjukkan rata-rata jumlah penglaju dari ketiga wilayah Tangerang sebesar 47,7% dari seluruh penglaju di Jabodetabek, sedangkan wilayah lainnya, seperti Bogor memiliki jumlah penglaju sebesar 11,4%, Depok memiliki jumlah penglaju sebesar 12,6% dan Bekasi sebesar 28,3% (Dwijosumono dan Desiar 2001). Perpindahan in-migrasi penduduk ke wilayah Bodetabek, masih terbatas pada perpindahan tempat tinggal, tanpa disertai perpindahan tempat kerja, bersekolah, atau kegiatan perkotaan lainnya. Banyak penduduk yang melakukan in-migrasi ke wilayah Bodetabek, namun masih melakukan aktifitasnya di Jakarta menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi fenomena commuting (ulang-alik). Kenyataan inilah yang melatarbelakangi pemilihan Tangerang sebagai lokasi penelitian. Untuk lebih jelasnya, letak wilayah studi Tangerang ditunjukkan pada Gambar 3.
28
Gambar 4 Orientasi dan letak wilayah studi. Bahan dan Alat Bahan penelitian berupa data sekunder; data tabular karakteristik sosial ekonomi masyarakat seperti jumlah penduduk dan keluarga, aksesibilitas ke pusat-pusat pelayanan kawasan, jumlah dan jenis fasilitas umum. Disamping itu juga digunakan data spasial berupa citra online yang disajikan oleh Google Earth untuk membantu proses klasifikasi kawasan permukiman. Untuk melakukan verifikasi hasil klasifikasi digunakan informasi penggunaan lahan dan pengamatan lapang (ground check). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat komputer yang dilengkapi dengan piranti lunak Arc-View 3.3, STATISTICA 7 untuk pengolahan statistik dan Microsoft Office untuk ekstraksi informasi dan penyusunan laporan. Secara lebih rinci bahan berupa data yang digunakan disajikan dalam kolom dua di Tabel 2.
29
Identifikasi Jenis Data Identifikasi dan pemilihan jenis data yang bersesuaian dengan tujuan penelitian merupakan salah satu proses penting dalam penelitian. Pemilihan data khususnya variabel yang tepat akan mendukung penjelasan dan menggambarkan jawaban atas pertanyaan penelitian yang disusun. Pada Tabel 3 disajikan tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisis untuk mendukung diperolehnya jawaban atas pertanyaan penelitian dan hasil yang diharapkan akan diperoleh. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut: a. Studi Pustaka Pengumpulan data melalui literatur yang terkait dengan penelitian. b. Pengumpulan data dari berbagai instansi terkait. Sejumlah data baik data tabular maupun data spasial diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan kebutuhan data. c. Pengamatan lapangan. Pengamatan dengan metode ground check, dilakukan dengan langsung melaksanakan verifikasi lapangan atas data sekunder yang diperoleh. Tabel 2 Jenis dan sumber data, teknik analisis dan hasil yang diharapkan untuk setiap tujuan penelitian No 1
Tujuan Penelitian Klasifikasi kawasan permukiman
Jenis Data • Citra google earth • Peta administratif • Peta penggunaan/ tutupan lahan. • Peta sebaran daerah terbangun.
Sumber Data • Studi pustaka • P4W • Bappeda Kab. Tangerang, Bappeda Kota Tangsel, Kodya Tangerang
Teknik Analisis Metode klassifikasi dengan pendekatan status administrasi.
Hasil yang Diharapkan Tipologi di daerah periurban.
30
Tabel 2 (lanjutan) No
Tujuan Penelitian
Jenis Data
2
menentukan karakteristik penciri dari tiap tipologi permukiman
• Data sekunder: Podes
3
mencari faktor-faktor penyebab munculnya masalah dari tiap tipologi permukiman.
• Data sekunder: kondisi fisik terbangun dan kepadatan penduduk
Sumber Data
Teknik Analisis
Hasil yang Diharapkan
• P4W • Bappeda Kab. Tangerang, Bappeda Kota Tangsel, Kodya Tangerang
Analisis Faktor dan Analisis Diskriminan
Karakteristik pada tiap tipe permukiman
• P4W • Bappeda Kab. Tangerang, Bappeda Kota Tangsel, Kodya Tangerang
Analisis Deskriptif
Penyebab permasalahan tiap tipologi permukiman
Proses Persiapan dan Tahap Analisis Sebelum dilakukan analisis data, akan disiapkan dan dibangun basis data dan digitalisasi data. Data spasial yang sebagian masih berupa hardcopy diproses digitalisasi menggunakan metode on screen digitations, dengan bantuan piranti lunak Arcview 3.3. Basis data yang perlu disiapkan adalah peta tutupan lahan/penggunaan lahan, dengan langkah penyiapan sebagai berikut; -
Koreksi geometrik Sebelum dilakukan intepretasi, data citra yang diunduh dari Google Earth dilakukan koreksi geometri. Koreksi geometrik bertujuan untuk menyesuaikan skala citra (dimensi luas) dan orientasi peta (arah Utara). Dengan demikian luasan yang diperoleh dalam analisa statistik akan sebanding dengan dimensi di lapangan sesuai dengan skala citra yang diinginkan.
-
Memotong citra (cropping) Pemotongan citra dilakukan pada wilayah yang menjadi lokasi studi. Sebagai acuannya adalah peta administrasi yang sudah terkoreksi geometris.
-
Klasifikasi penggunaan lahan Klasifikasi citra ke dalam beberapa jenis penutupan lahan menggunakan metode
klasifikasi
kemungkinan
maksimum
(maximum
likehood
classification) berdasarkan area contoh yang telah ditentukan. Pada area
31
contoh ditentukan keberadaan jenis penutupan lahan yang ada dalam citra dan kesamaan warna obyek. Pada data tabular, digitalisasi data dilakukan untuk kebutuhan analisis statistik. Data digital yang disiapkan disesuaikan dengan jumlah variabel yang digunakan sebagai penduga. Data yang dibutuhkan terdiri dari beberapa macam bentuk. Ada data yang langsung dapat diolah (raw/mentah), ada data yang perlu diolah secara sederhana terlebih dahulu (proses penjumlahan, perhitungan persentase dan penghitungan jumlah) dan ada data yang diolah dengan metode statistik analisis faktor. Untuk mencapai tujuan penelitian, akan dilakukan beberapa rangkaian proses analisis. Tahap pertama, menentukan tipologi kawasan permukiman berdasarkan kemiripan karakteristik di Wilayah Tangerang melalui proses filtering. Tujuannya adalah untuk menghasilkan beberapa tipologi permukiman dengan metode pendekatan status administratif wilayah. Karakteristik lahan terbangun, keragaman fasilitas dan sebaran permukiman kumuh atau permukiman liar merupakan kriteria yang digunakan untuk menjustifikasi tipologi kawasan permukiman yang tertata atau tidak tertata. Kedua, eksplorasi data yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian. Untuk menghasilkan intepretasi yang lebih baik, sebelum dilakukan analisis, akan dilakukan analisis dari data. Teknik yang digunakan adalah teknik visualisasi grafis dan uji t (t-test). Tujuannya adalah untuk melihat perbedaaan karakteristik yang siginifikan antar grup/kategori dari sejumlah variabel yang diamati dalam penelitian. Ketiga, untuk mengetahui karakteristik yang membedakan tiap tipologi kawasan permukiman secara nyata. Karakteristik yang berbeda secara nyata ini dihasilkan dari analisis sejumlah kriteria yang digunakan sebagai penduga. Berdasarkan kriteria terpilih, dan dengan analisis diskriminan, dihasilkan variabel yang membedakan secara nyata setiap tipologi (Hair et al. 1998) kawasan permukiman. Hasil analisis ini digunakan untuk memprediksi variabel yang menjadi penyebab munculnya permasalahan, didasarkan pada karakteristikkarakteristik yang diobservasi di tiap tipologi kawasan permukiman.
32
Keempat, untuk mencari faktor-faktor penyebab munculnya masalah pada tiap tipologi kawasan. Secara deskriptif akan diuraikan secara sistematis, hubungan antar tipologi kawasan dengan karakteristik yang diselidiki. Analisis ini digunakan pula untuk menjelaskan karakteristik yang khas dari tiap tipologi, dan sejauhmana masalah yang ditimbulkannya, serta penyebab munculnya masalah di tiap tipologi kawasan permukiman. Secara sistematis tahapan penelitian ini dijelaskan Gambar 5.
Digitalisasi peta administrasi dan tutupan lahan
Filtering Tipologi kawasan permukiman
Definisi Kota, Perkotaan dan Eksplorasi data secara grafis dan uji t
Data potensi desa
Karakteristik variabel antar tipologi Analisis Faktor dan Analisis Diskriminan Karakteristik tiap tipologi kawaan permukiman
Masalah di tiap tipologi kawasan permukiman Analisis Deskriptif
Gambar 5 Bagan alir penelitian. Teknik Analisis Data Dalam perencanaan, analisis adalah penyelidikan dan penguraian terhadap suatu pokok, untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya agar memperoleh pengertian yang tepat dan memperoleh arti keadaan (Warpani, 1984). Pola dan proses perkembangan yang terjadi pada suatu wilayah dapat dipelajari untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi penentuan kebijakan perencanaan. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka pada penelitian ini akan dipelajari pola
33
permukiman yang terbentuk sebagai akibat perkembangan baik yang terjadi di perkotaan dan di pedesaan. Untuk itu akan digunakan beberapa metode analisis, antara lain metode klasifikasi filtering, teknik analisis visual data grafis, analisis faktor, analisis diskriminan, dan analisis deskriptif. Klasifikasi Kawasan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan Klasifikasi
bertujuan
untuk
mendapatkan
masukan
bagi
analisis
selanjutnya berupa data kategori dalam analisis diskriminan yang menyatakan opsi yang saling berbeda yakni: tipologi permukiman perkotaan dengan permukiman perdesaan, serta tipologi permukiman tertata dengan tidak tertata. Berdasarkan konsep kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan sebagaimana dijelaskan dalam UU No 1/2011 dan UU No 26/2007, maka dilakukan pengklasifikasian kawasan permukiman dengan menggunakan proses filtering dari beberapa kunci intepretasi yang bersumber dari data tabular Potensi Desa. Identifikasi yang dilakukan melalui proses filtering akan menggunakan kunci intepretasi status administratif wilayah, keberadaan kawasan permukiman kumuh/ilegal, variasi/kelengkapan fasilitas, proporsi lahan terbangun, serta ditunjang data spasial citra online yang disajikan oleh Google Earth. Status administratif wilayah, proporsi lahan terbangun dan variasi fasilitas akan mengklasifikasi kawasan menjadi kawasan perkotaan dan perdesaan. Keberadaan kawasan permukiman kumuh/ilegal dan proporsi lahan terbangun membagi kelas kawasan menjadi dua kondisi yakni kondisi kawasan yang tertata dan kawasan tidak tertata. Dengan demikian dapat dihasilkan empat pola kawasan permukiman. Klasifikasi dengan kunci penentu status administrasi digunakan untuk membedakan kelompok permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan di Wilayah Tangerang. Secara administratif, variabel penentunya adalah status administratif masing-masing wilayah, yakni wilayah perkotaan adalah Kotamadya Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, dan wilayah perdesaan adalah Kabupaten Tangerang dengan ibukotanya di Tigaraksa. Secara fisik terbangun yang ditandai dengan luas lahan terbangun dan keberadaan permukiman kumuh digunakan untuk menentukan ketertataan permukiman. Kunci penentu klasifikasi ini menjadi alat untuk menjustifikasi kawasan yang mengalami sprawl (tak tertata) dan yang
34
tidak mengalami sprawl (tertata). Keberadaan permukiman kumuh sebagai dasar pengelompokkan merupakan indeks dari keberadaan permukiman dan keluarga yang tinggal di kawasan kumuh, di bantaran sungai dan di bawah saluran udara tegangan tinggi (SUTET). Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Pada penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik sebaran data dan untuk menggambarkan faktor penciri yang khas dari tiap tipologi klasifikasi. Untuk menghasilkan intepretasi dan evaluasi yang lebih baik dari hasil analisis multivariabel, akan dilakukan visualisasi dan evaluasi data secara grafis. Penjabarannya
secara
deskriptif
bertujuan
untuk
melihat
hubungan,
kecenderungan (trend) dan bias pada variabel yang diamati. Kelebihan analisis ini adalah mempermudah penilaian hasil analisis serta dapat mengeliminir hasil analisis yang kurang baik. Metode yang digunakan untuk mengamati karakteristik data tersebut adalah teknik visualisasi data secara grafis dan uji t (t-test). Bila hasil pengujian dengan kedua metode menunjukkan perbedaan yang signifikan antar grup, maka hasil uji ini akan menjadi alat bantu dalam mengintepretasikan dan menyimpulkan pembacaan hasil analisis lanjutnya. Teknik visualisasi yang digunakan adalah boxplot, dengan menggunakan paket program Statistica versi 7. Boxplot adalah suatu metode yang menggambarkan sebaran/distribusi variabel (Hair et al. 1998). Metode ini bermanfaat untuk melakukan perbandingan satu atau lebih variabel antar grup/kategori. Boxplot menghasilkan informasi ringkasan distribusi variabel yang disajikan secara grafis, meliputi informasi bentuk distribusi data (skewness), ukuran tendensi sentral dan ukuran penyebaran (keragaman) data. Informasi grafis boxplot terdiri dari box (kotak) yang menggambarkan bagian terbesar sebaran/distribusi data dan garis ekstensi yang dinamakan whiskers untuk menggambarkan sejauhmana titik ekstrim sebaran/distribusi variabel, serta melihat perbedaaan karakteristik antar grup/kategori (Hair et al. 1998).
35
Pemahaman sebaran data/variabel akan menunjukkan ada tidaknya perbedaan karakteristik antar grup/kategori secara signifikan dari sejumlah variabel yang diamati dalam penelitian. Hasilnya akan memperkuat intepretasi hasil analisis multivariat. Analisis deskriptif juga digunakan untuk menguraikan faktor-faktor dominan pada tiap tipologi, Tujuannya adalah untuk menjelaskan karakteristik yang khas dari tiap tipologi, serta sejauhmana masalah yang ditimbulkannya pada tiap tipologi kawasan permukiman. Analisis ini akan menggunakan hasil analisis diskriminan, literatur-literatur yang berkaitan, serta citra Google Earth, untuk menggambarkan penyebab munculnya masalah di tiap tipologi kawasan agar dapat dipahami hubungan sebab akibat munculnya fenomena urban sprawl di Tangerang serta terbentuknya ketidak-tertataan permukiman. Analisis Tipologi Wilayah dengan Teknik Analisis Multivariate Untuk menghasilkan beberapa penciri utama keragaan permukiman di Wilayah Tangerang, maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis terhadap tiga puluh dua (32) peubah fisik sosial ekonomi yang diduga berpengaruh nyata. Secara bertahap pengujian dengan teknik analisis multivariabel yang akan dilakukan adalah analisis ‘Faktor Utama’ dan analisis multivariat ‘Diskriminan’. Tiga puluh dua (32) peubah fisik sosial ekonomi yang akan diuji akan dianalisis dengan menggunakan alat bantu paket program Statistica versi 7. Adapun ketiga puluh dua variabel yang akan diamati, secara rinci tersaji pada Tabel 3 berikut. Tabel 3 Variabel-variabel yang diperkirakan mempunyai pengaruh kuat terhadap perkembangan ruang Kelompok Variabel Konsep Jarak dan penggunaan lahan
Kependudukan Tingkat kekumuhan dan kemiskinan
Jenis variabel proksi Jarak ke Kota Jakarta Persentase luas lahan terbangun Persentase luas ruang terbuka hijau (RTH) Persentase luas tegalan Persentase luas sawah Persentase luas tambak Persentase luas tubuh air Laju pertumbuhan KK Persentase jumlah KK yang tinggal di bantaran sungai, di bawah jaringan SUTET dan di lokasi kumuh.
36
Tabel 3 (lanjutan) Kelompok Variabel Konsep Tingkat kekumuhan dan kemiskinan
Fasilitas
Aktifitas industri Tingkat aksesibilitas
Jenis variabel proksi Persentase jumlah bangunan yang ada di bantaran sungai, di bawah jaringan SUTET dan di lokasi kumuh. Persentase jumlah buruh tani Persentase jumlah TKI Persentase jumlah KK penerima Askesin Persentase penderita gizi buruk Jumlah surat miskin Jumlah lokasi kumuh Frekuensi banjir Variasi fasilitas Pertumbuhan jumlah fasilitas pendidikan Pertumbuhan jumlah fasilitas kesehatan Pertumbuhan jumlah fasilitas sosial Pertumbuhan jumlah fasilitas ekonomi Jumlah industri besar (>100 pekerja) Jumlah industri sedang (20-99 pekerja) Jumlah industri kecil/RT (1-19 pekerja) menuju fasilitas pendidikan menuju fasilitas kesehatan menuju fasilitas sosial menuju fasilitas ekonomi ke pusat kecamatan ke pusat kabupaten ke pusat kabupaten/kota lain
Adapun penjelasan atas terpilihnya variabel yang akan diamati didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: 1. Variabel jarak Menurut Angel et al. (2007) jarak antara kawasan permukiman dengan pusat kota dapat menggambarkan besarnya pengaruh sprawl. Keberadaan lokasi sangat berpengaruh terhadap interaksi yang terbentuk antara manusia dengan (fungsi) lingkungannya (Busck 2006), dan setiap zona yang mengalami urbanisasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda (Bintarto 1983; Antrop 2000 dalam Busck 2006). Dengan demikian penggunaan kriteria jarak ke pusat aktifitas (dalam hal ini ke Kota Jakarta) diperkirakan dapat menunjukkan perbedaan pola tiap kawasan. 2. Variabel penggunaan lahan Menurut Smailes (1955) dalam Yunus (2006), karakteristik pemanfaatan lahan dapat membedakan bentuk pemanfaatan lahan yang berkonotasi kekotaan atau kedesaan. Klasifikasinya dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) bentuk, yaitu bentuk pemanfaatan lahan non agraris dan bentuk pemanfaatan lahan agraris.
37
Bentuk pemanfaatan lahan non agraris adalah bentuk pemanfaatan lahan yang diklasifikasikan sebagai settlement built-up areas yang berasosiasi dengan sektor kekotaan dan bentuk pemanfaatan lahan agraris khususnya vegetated area yang berasosiasi dengan sektor kedesaan. Pemilihan variabel lahan terbangun (built-up areas) dapat digunakan untuk mengukur pemekaran kota (Angel et al. 2007). Definisi fungsional Badan Pusat Statistik (BPS) tentang status desa/kelurahan yang dapat berubah sewaktu-waktu seiring dengan bertambah padatnya penduduk, berkurangnya kegiatan pertanian atau meningkatnya fasilitas dan pelayanan kota juga menunjukkan bahwa penurunan kegiatan pertanian dapat dipengaruhi oleh pertambahan las lahan terbangun. Sementara itu pemekaran/perluasan kota yang ditandai dengan perluasan lahan terbangun yang terjadi ke segala arah akan membawa karakteristik asal kotanya (Antrop 2000 dalam Busck 2006). Oleh karena itu, penggunaan variabel lahan terbangun dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan pola perkembangan kawasan. 3. Variabel laju pertumbuhan kepala keluarga (KK) Asumsi bahwa satu kepala keluarga (KK) menempati satu unit sarana mukim (rumah) adalah alasan digunakannya data KK sebagai salah satu variabel yang diamati dalam penelitian. Sejumlah KK tertentu menunjukkan keberadaan sarana mukim dengan jumlah yang sama. Agar dapat menggambarkan pola perkembangan kawasan permukiman pada tiap kategori pengamatan, maka informasi jumlah KK yang digunakan adalah laju pertumbuhan KK. 4. Variabel bangunan yang ada di bantaran sungai, di bawah jaringan SUTET dan di lokasi kumuh/variabel lokasi kumuh/variabel keluarga yang tinggal di bantaran sungai, di bawah jaringan SUTET dan di lokasi kumuh/variabel TKI/variabel buruh tani/variabel keluarga penerima Askesin/variabel penderita gizi buruk/ variabel surat miskin. Dari Koestoer (1997), dapat disimpulkan bahwa keberadaan bangunan di lokasi-lokasi yang menempati lahan ilegal, kondisi fisik lingkungannya memburuk, berpenduduk dengan status sosial dan ekonomi rendah atau penghasilan dibawah standar, merupakan kantong-kantong kemiskinan dan berpengaruh terhadap ketidakteraturan bentuk permukiman.
38
5. Variabel frekuensi banjir Menurut Simarmata (2011), lahan-lahan yang terbebas dari banjir, stabilitas tanahnya tinggi, topografi relatif datar atau mempunyai kemiringan yang kecil, air tanah relatif dangkal, relief mikronya tidak menyulitkan untuk pembangunan, drainasenya baik, terbebas dari polusi air, udara maupun tanah akan mempunyai daya tarik yang lebih besar terhadap penduduk maupun fungsi-fungsi lain kekotaan dibandingkan dengan daerah-daerah yang skor komposit variabel karakteristik lahannya lebih rendah. 6. Variabel fasilitas Faktor pelayanan umum merupakan faktor penarik terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan untuk datang kearahnya. Pada butir 2 di atas telah disebutkan definisi fungsional BPS yang menyatakan bahwa status desa dapat ditandati salah satunya dengan meningkatnya fasilitas dan pelayanan kota. Oleh karena itu, makin banyak jenis dan macam pelayanan umum yang terkonsentrasi pada suatu wilayah, maka makin besar daya tariknya terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan, diantaranya fasilitas pendidikan, pusat perbelanjaan, perkantoran, kompleks industri, pusat rehabilitasi, rumah sakit, tempat ibadah, tempat rekreasi dan olah raga, stasiun kereta api dan bis, serta bandara. 7. Variabel kegiatan industri Menurut Sajor (2007), selain pertumbuhan dan perkembangan kawasan perumahan, salah satu jenis kegiatan perkotaan lain yang menyebabkan meningkatnya luasan lahan terbangun adalah peningkatan jumlah kegiatan industri. Secara signifikan pertambahan jumlah industri akan diikuti pertambahan kebutuhan ruang terbangun. 8. Variabel aksesibilitas Menurut Yunus (2006), faktor aksessibilitas mempunyai peranan yang besar terhadap perubahan pemanfaatan lahan, khususnya perubahan pemanfaatan lahan agraris menjadi non agraris di daerah pinggiran kota. Di daerah yang mempunyai nilai aksesibilitas fisikal yang tinggi akan mempunyai daya tarik yang lebih kuat dibandingkan dengan daerah yang mempunyai nilai aksesibilitas fisikal yang rendah terhadap penduduk maupun fungsi-fungsi
39
kekotaan. Adapun yang dimaksud aksesibilitas dalam hal ini adalah aksesibilitas fisikal yaitu tingkat kemudahan suatu lokasi yang dapat dijangkau oleh dan dari berbagai lokasi lain. Analisis Faktor (Factor Analysis) Analisis faktor merupakan teknik analisis multivariabel yang dilakukan untuk tujuan ortogonalisasi dan penyederhanaan variabel. Analisis ini merupakan teknik statistik yang mentransformasikan secara linier satu set variabel ke dalam variabel baru dengan ukuran lebih kecil namun representatif dan tidak saling berkorelasi (ortogonal). Analisis faktor sering digunakan sebagai analisis antara maupun analisis akhir. Pada penelitian ini, analisis faktor digunakan sebagai analisis
antara,
dimana
teknik
ini
bermanfaat
untuk
menghilangkan
multicollinearity atau untuk mereduksi variabel yang berukuran besar ke dalam variabel baru yang berukuran sederhana. Analisis faktor adalah analisis yang mentransformasikan data sejumlah p ke dalam struktur data baru sejumlah k dimana jumlah k < p. Di dalam analisis faktor akan dihitung vektor pembobot yang secara matematis ditujukan untuk memaksimumkan keragaman dari kelompok variabel baru (yang sebenarnya merupakan fungsi linier peubah asal) atau memaksimumkan jumlah kuadrat korelasi antar variabel baru dengan variabel asal. Hasil analisis faktor antara lain nilai akar ciri, proporsi, dan kumulatif akar ciri, nilai pembobot atau sering disebut factor loading, serta factor scores. Untuk menampilkan data pada objek yang mempunyai beberapa peubah (dimensi), perlu dilakukan seleksi variabel yang ditransformasi menjadi variabel baru melalui Analisis Faktor (Factor Analysis). Terkait dengan tujuan penelitian, proses analisis faktor akan dilakukan sebanyak dua kali. Pertama, seleksi dari kelompok variabel konsep tingkat kekumuhan dan kemisikian, kedua seleksi dari kelompok variabel konsep tingkat aksesibilitas. Data dasar yang digunakan adalah data sekunder berupa data Potensi Desa tahun 2003 dan 2008 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Analisis menghasilkan sejumlah faktor baru yang merupakan kombinasi linier dengan peubah aslinya yang bersifat saling bebas.
40
Analisis faktor akan menseleksi sembilan jenis variabel proksi dari kelompok variabel konsep tingkat kekumuhan dan kemiskinan serta tujuh jenis variabel proksi dari kelompok variabel konsep tingkat aksesibilitas. Sembilan jenis variabel proksi tingkat kekumuhan dan kemiskinan adalah kepala keluarga yang tinggal di kawasan kumuh/illegal, bangunan yang ada di kawasan kumuh/illegal, jumlah lokasi kawasan kumuh/illegal, frekuensi banjir, jumlah buruh tani, jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI), kepala keluarga penerima ASKESIN, jumlah surat miskin dan penderita gizi buruk. Tujuh jenis variabel proksi tingkat aksesibilitas adalah pencapaian ke fasilitas pendidikan, pencapaian ke fasilitas kesehatan, pencapaian ke fasilitas ekonomi, pencapaian ke fasilitas sosial, pencapaian ke pusat kecamatan, pencapaian ke pusat kabupaten dan pencapaian ke pusat kabupaten lain. Analisis Diskriminan Analisis diskriminan merupakan salah satu analisis multivariabel. Tujuan dilakukan analisis diskriminan adalah agar mampu disusun fungsi pembatas antar kelompok wilayah, yang membedakan secara nyata kelompok-kelompok yang telah ada secara alami (Hair et al. 1998). Prinsip dasarnya adalah menentukan apakah nilai tengah variabel penciri untuk setiap kelompok berbeda secara nyata, dan selanjutnya menggunakan variabel tersebut sebagai penduga. Dengan adanya fungsi kelompok antar gerombol wilayah tersebut maka akan dapat diukur perubahan nilai-nilai peubah yang digunakan dalam menyusun fungsi tersebut. Diasumsikan bahwa S = (fj , j=1,2,…,M). S adalah gugus kelompok dari wilayah yang belum diketahui. Hasil klasifikasi sebelumnya akan diketahui jumlah kelompok serta anggota jenis wilayah dalam kelompok tersebut. Sehingga gugus S dapat dituliskan kembali menjadi S = (fjk, j=1,2,…,Mk), k = 1,…,K. (dengan asumsi jumlah kelompok adalah K). Analisis fungsi diskriminansi menggunakan peubah-peubah atau variabel-variabel terpilih yang diantaranya telah diseleksi dengan analisis faktor untuk menghasilkan peubah baru yang lebih sederhana. Unit analisis yang digunakan adalah seluruh desa yang ada di Wilayah Tangerang. Analisis ini juga menggunakan nilai skor (factor scores), untuk mendapatkan faktor-faktor yang menjadi penciri masing-masing kawasan permukiman.
41
Fungsi diskriminan yang terbentuk mirip dengan fungsi regresi. Dalam hal ini variabel bebas (Y) adalah resultan skor klasifikasi, sedangkan variabel tak bebasnya (X) adalah variabel-variabel yang digunakan sebagai penduga. Persamaan fungsi diskriminan adalah: Y = a + b1X1 + b2X2 + bmXm dimana Y adalah kelompok tipologi kawasan, sedangkan X adalah dua puluh dua (22) variabel yang dapat membedakan tipologi kawasan, dimana 6 variabel diantaranya akan disederhanakan menjadi sejumlah peubah baru. Ketiga puluh dua variabel tersebut digunakan sebagai variabel bebas/tidak terikat yang diduga berpengaruh terhadap perkembangan serta merupakan faktor penciri tiap tipologi kawasan, baik yang teratur maupun tidak teratur. Secara rinci ketiga puluh dua variabel yang digunakan dalam analisis telah disajikan pada Tabel 3. Variabel dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang mempunyai peranan terbesar dalam membedakan kelompok yang ada. Lebih lanjut analisis diskriminan digunakan untuk memprediksi variabel yang menjadi penyebab munculnya permasalahan, didasarkan pada karakteristik-karakteristik yang diobservasi pada tiap tipologi kawasan. Untuk keperluan analisis diskriminan ini digunakan piranti lunak Statistica versi 7. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya hasil analisis diskriminan diantaranya ialah: (1) Variabel tergantung hanya satu dan bersifat non-metrik, artinya data harus kategorikal dan berskala nominal, (2) Variabel bebas terdiri lebih dari dua variabel dan berskala interval, (3) Semua kasus harus independen, (4) Semua variabel prediktor sebaiknya mempunyai distribusi normal multivariat, dan matriks varian kovarian dalam kelompok harus sama untuk semua kelompok, (5) Keanggotaan kelompok diasumsikan eksklusif, maksudnya tidak satupun kasus yang termasuk dalam kelompok lebih dari satu. dan jenuh (exhaustive) secara kolektif, maksudnya semua kasus merupakan anggota satu kelompok.
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Geografis dan Administrasi Wilayah Tangerang mempunyai lokasi yang strategis dalam sistem perwilayahan Kota Metropolitan Jakarta. Secara geografis, Tangerang berada di bagian Timur Propinsi Banten pada koordinat 106°20' - 106°43' Bujur Timur dan 6°00' - 6°20' Lintang Selatan. Wilayah ini terdiri dari 49 kecamatan dan 432 desa; 29 kecamatan terdapat di Kabupaten Tangerang, 13 kecamatan di Kotamadya Tangerang dan 7 kecamatan di Kota Tangerang Selatan. Total wilayah Tangerang yang meliputi tiga wilayah administrasi seluas 1.360,77 Km2 dengan batas: -
sebelah Utara wilayah ini berbatasan dengan Laut Jawa,
-
sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi DKI Jakarta,
-
sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok,
-
sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Lebak.
Secara rinci, empat puluh sembilan (49) kecamatan yang terdapat di Wilayah Tangerang dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 6. Tabel 4 Luas wilayah kecamatan di Tangerang Kotamadya/Kabupaten Kotamadya Tangerang
Kota Tangsel
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kecamatan Batuceper Benda Cibodas Ciledug Cipondoh Jatiuwung Karang Tengah Karawaci Larangan Neglasari Periuk Pinang Tangerang Ciputat Ciputat Timur Pamulang Pondok Aren Serpong Serpong Utara Setu
Luas wilayah (Km2) 11,58 25,61 9,61 8,76 17,91 14,40 10,47 13,47 9,39 16,07 9,54 21,59 15,78 18,38 15,43 26,82 29,88 24,04 17,84 14,80
Keterangan
44
Tabel 4 (lanjutan) Kotamadya/Kabupaten Kabupaten Tangerang
Luas Wilayah Tangerang
No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Kecamatan Luas wilayah (Km2) Balaraja 29,73 Cikupa 44,23 Cisauk 28,07 Cisoka 31,65 Curug 28,71 Gunungkaler 33,52 Jambe 28,27 Jayanti 26,16 Kelapa Dua 21,34 Kemiri 35,78 Kosambi 37,03 Kresek 28,87 Kronjo 47,78 Legok 39,33 Mauk 51,84 Mekarbaru 26,24 Pagedangan 49,72 Pakuhaji 53,96 Panongan 38,52 Pasar Kemis 22,77 Rajeg 51,54 Sepatan 24,11 Sepatan Timur 18,79 Sindang Jaya 44,00 Solear 37,52 Sukadiri 27,91 Sukamulya 29,55 Teluknaga 42,13 Tigaraksa 50,33 1.360,77
Keterangan
Pemekaran dari Kec. Kresek Pemekaran dari Kec. Curug
Pemekaran dari Kec. Kronjo
Pemekaran Kec. Pasar Kemis Pemekaran dari Kec. Sepatan Pemekaran Kec. Pasar Kemis Pemekaran dari Kec. Cisoka Pemekaran dari Kec. Balaraja
Sumber: Hasil digitasi
Kondisi geografis Tangerang, membuat posisinya dilalui jalur-jalur yang menghubungkan pusat-pusat perkembangan wilayah: Jakarta, Serang, Bogor dan Lampung. Transportasi darat dan udara yang dimiliki wilayah ini memadai, baik aksesibilitas di dalam wilayah Propinsi Banten maupun ke luar propinsi. Kemudahan akses ini antara lain berupa: -
Letaknya yang berada pada jalur utama Propinsi Banten dengan Jakarta, yaitu jalur Jakarta-Tangerang-Serang-Merak-Lampung. Jalur ini merupakan jalur yang menghubungkan Tangerang dengan wilayah Banten bagian Utara dan wilayah Metropolitan Jakarta.
-
Kedekatan dengan Jakarta juga berpengaruh pada terbukanya wilayah Tangerang dengan jalur perekonomian/perdagangan yang lebih luas, baik nasional maupun internasional.
45
-
Jalur jalan raya maupun kereta api antara Kota Jakarta di bagian Timur dan Merak di bagian Barat Pulau Jawa.
-
Kedekatannya dengan Jakarta membuat Tangerang memiliki akses yang tinggi dengan pelabuhan laut Tanjung Priok di Jakarta dan pelabuhan di Merak.
-
Transportasi udara mudah dicapai, melalui Bandara Soekarno Hatta – Cengkareng yang tepatnya terletak di Kotamadya Tangerang.
Gambar 6 Batas administratif kecamatan di Wilayah Tangerang.
46
Posisi Tangerang yang strategis ini menjadikan Tangerang sebagai wilayah yang mempunyai potensi lokasional dan daya dukung fisik memadai untuk pengembangan perumahan permukiman dan kegiatan industri. Kawasan yang potensial sebagai kawasan perumahan dan permukiman berada di daerah yang langsung berbatasan dengan Jakarta, seperti di Kecamatan Larangan, Karang Tengah, Cipondoh, Batu Ceper, Poncok Aren dan Ciputat, serta di daerah pengembangan baru Kecamatan Karawaci dan Serpong. Pola Penggunaan Lahan Keadaan penggunaan lahan di tiga wilayah administratif sangat bervariasi. Sesuai dengan status administratif yang dimilikinya, Kotamadya Tangerang adalah wilayah yang didominasi oleh aktifitas perkotaan. Akibatnya, sebagian besar wilayahnya didominasi oleh lahan terbangun, diantaranya untuk jenis penggunaan kawasan permukiman, bandar udara, pusat pelayanan perekonomian dan sosial maupun aktifitas industri. Keadaan penggunaan lahan di Kota Tangerang Selatan mulai didominasi oleh lahan terbangun. Sebagai kota yang secara administratif baru dibentuk, saat ini Tangerang Selatan berkembang dengan berbagai fungsi perkotaan seperti permukiman, pendidikan, industri dan perdagangan. Saat ini pemanfaatan lahan terbesar wilayah Tangerang Selatan adalah sebagai kawasan permukiman yaitu sekitar 52,8%, dan sisanya terdiri dari jenis pemanfaatan sarana prasarana pelayanan kota, pergudangan dan industri. Di Kabupaten Tangerang, sebagian wilayahnya didominasi oleh jenis pemanfaatan budidaya pertanian dan sebagian lagi diamnfaatkan sebagai areal tambak yang terletak di sepanjang pantai Utara Tangerang, mulai dari Kecamatan Kosambi di sebelah Timur hingga Kecamatan Kronjo di sebelah Barat (Gambar 7). Sedangkan beberapa wilayah yang telah mengalami perkembangan aktifitas kota diantaranya adalah: Curug, Cikupa dan Balaraja. Dari citra Google Earth, dominasi kegiatan di ketiga kecamatan ini adalah kegiatan industri dan perkembangan kawasan permukiman.
47
wilayah yang secara administratif berstatus desa tetapi mengalami perkembangan sprawl menjadi kawasan industri dan permukiman.
Gambar 7 Pola pemanfaatan lahan di Wilayah Tangerang. Perkembangan Penduduk Penduduk merupakan unsur utama pada suatu lingkungan permukiman. Oleh karena itu keberadaannya sangat menentukan terhadap bentuk yang mencirikan tipologi perkembangan kelompok-kelompok permukiman. Adapun profil kependudukan di Wilayah Tangerang akan diuraikan sebagai berikut..
48
Keadaan Penduduk Keadaan penduduk di Wilayah Tangerang tiap tahun menunjukkan pertumbuhan (Tabel 5). Pada periode tahun 2003 hingga 2008, rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Wilayah Tangerang sebesar 5,30% pertahun. Pada tahun 2003, jumlah penduduk di wilayah ini adalah 3.794.275 jiwa yang kemudian meningkat menjadi 4.799.055 jiwa pada tahun 2008. Demikian pula dengan keadaan kepala keluarga, pada periode yang sama menunjukkan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,37% pertahun (Tabel 6). Angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2003, jumlah kepala keluarga di Wilayah Tangerang sebesar 908.026 KK, meningkat menjadi 1.242.839 KK pada tahun 2008. Tabel 5 Keadaan penduduk di Wilayah Tangerang Kabupaten Kotamadya Tangerang
Kota Tangsel
Kabupaten Tangerang
Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Batuceper Benda Cibodas Ciledug Cipondoh Jati Uwung Karang Tengah Karawaci Larangan Neglasari Periuk Pinang Tangerang Ciputat Ciputat Timur Pamulang Pondok Aren Serpong Serpong Utara Setu Balaraja Cikupa Cisauk Cisoka Curug Gunung Kaler Jambe Jayanti Kelapa Dua Kemiri
Jumlah penduduk (jiwa) 2,003 2,008 71.109 73.678 55.770 61.610 120.500 121.736 78.339 100.789 111.606 150.492 118.374 109.018 132.890 93.965 126.872 151.184 113.954 127.496 59.531 84.635 87.422 100.453 94.186 123.920 98.337 119.920 87.064 149.469 129.715 149.972 198.462 241.420 161.321 220.701 66.831 98.368 57.647 82.106 34.644 46.932 64.753 92.563 90.487 174.833 39.833 56.529 51.692 75.737 84.586 130.644 41.033 49.643 36.112 37.392 43.799 51.060 81.388 115.171 38.748 39.374
Laju pertumbuhan penduduk (%)
0,72 2,09 0,21 5,73 6,97 -1,58 -5,86 3,83 2,38 8,43 2,98 6,31 4,39 14,34 3,12 4,33 7,36 9,44 8,49 7,09 8,59 18,64 8,38 9,30 10,89 4,20 0,71 3,32 8,30 0,32
49
Tabel 5 (lanjutan) Kabupaten
Kecamatan
Kabupaten Tangerang
31 Kosambi 32 Kresek 33 Kronjo 34 Legok 35 Mauk 36 Mekar Baru 37 Pagedangan 38 Pakuhaji 39 Panongan 40 Pasarkemis 41 Rajeg 42 Sepatan 43 Sepatan Timur 44 Sindang Jaya 45 Solear 46 Sukadiri 47 Sukamulya 48 Teluknaga 49 Tigaraksa Penduduk Wilayah Tangerang
Jumlah penduduk (jiwa) 2,003 2,008 90.084 104.228 51.495 55.528 49.467 55.397 49.177 76.336 69.446 71.580 30.626 36.587 61.368 74.799 77.035 99.784 42.352 71.920 136.911 189.113 87.305 117.488 59.027 75.039 61.629 71.973 52.907 68.773 41.264 67.608 47.940 47.023 45.095 54.082 102.165 127.527 61.977 103.460 3.794.275 4.799.055
Laju pertumbuhan penduduk (%)
3,14 1,57 2,40 11,05 0,61 3,89 4,38 5,91 13,96 7,63 6,91 5,43 3,36 6,00 12,77 -0,38 3,99 4,96 13,39 5,30
Sumber: Potensi Desa 2003, 2008 dan hasil perhitungan
Angka pertumbuhan penduduk dan kepala keluarga menunjukkan wilayah ini sangat potensial berkembang. Tingginya laju pertumbuhan kepala keluarga dibanding dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk mengindikasikan adanya kecenderungan masuknya sejumlah keluarga untuk tinggal dan menetap di Wilayah Tangerang, sehingga Tangerang menjadi lokasi yang potensial sebagai tempat bermukim. Tingginya laju pertumbuhan kepala keluarga dapat menjelaskan bahwa perkembangan perumahan di Wilayah Tangerang dipengaruhi oleh permintaan pasar perumahan, dan ini dapat memberikan ciri khusus pada proses perkembangan permukiman di Wilayah Tangerang. Tabel 6 Keadaan kepala keluarga (KK) di Wilayah Tangerang Wilayah Kotamadya Tangerang
Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7
Batuceper Benda Cibodas Ciledug Cipondoh Jati Uwung Karang Tengah
Jumlah KK (KK) 2,003 2,008 16.322 18.878 11.658 15.326 24.869 29.155 17.280 22.425 24.857 35.444 21.624 27.195 18.368 22.319
Pertumbuhan KK (%) 3,13 6,29 3,45 5,95 8,52 5,15 4,30
50
Tabel 6 (lanjutan) Jumlah KK 2,003 2,008 Kotamadya 8 Karawaci 32.139 38.704 Tangerang 9 Larangan 25.310 29.224 10 Neglasari 13.156 20.084 11 Periuk 22.023 24.985 12 Pinang 23.058 28.704 13 Tangerang 21.992 29.850 Kota 14 Ciputat 25.653 36.491 Tangsel 15 Ciputat Timur 29.653 34.279 16 Pamulang 50.518 67.727 17 Pondok Aren 43.181 58.092 18 Serpong 17.197 24.587 19 Serpong Utara 16.609 20.597 20 Setu 9.729 11.572 Kabupaten 21 Balaraja 13.915 22.397 Tangerang 22 Cikupa 23.190 49.242 23 Cisauk 9.378 13.492 24 Cisoka 12.823 18.895 25 Curug 19.996 36.273 26 Gunung Kaler 10.431 13.770 27 Jambe 7.847 9.629 28 Jayanti 10.460 12.843 29 Kelapa Dua 25.251 27.379 30 Kemiri 9.577 10.048 31 Kosambi 22.221 27.649 32 Kresek 12.675 16.431 33 Kronjo 12.203 14.666 34 Legok 14.446 23,958 35 Mauk 15.247 18,684 36 Mekar Baru 7.489 10,006 37 Pagedangan 16.250 23,801 38 Pakuhaji 18.885 25,421 39 Panongan 11.478 19,722 40 Pasarkemis 36.277 52,906 41 Rajeg 20.496 35,801 42 Sepatan 13.799 19,775 43 Sepatan Timur 13.603 15,995 44 Sindang Jaya 15.917 17,261 45 Solear 9.906 21,584 46 Sukadiri 10.381 13,036 47 Sukamulya 9.406 17,944 48 Teluknaga 22.471 31,431 49 Tigaraksa 16.812 27,162 Jumlah KK di Wilayah Tangerang 908.026 1.242.839 Sumber: Potensi Desa 2003, 2008 dan hasil perhitungan Wilayah
Kecamatan
Pertumbuhan KK (%) 4,09 3,09 10,53 2,69 4,90 7,15 8,45 3,12 6,81 6,91 8,59 4,80 3,79 12,19 22,47 8,77 9,47 16,28 6,40 4,54 4,56 1,69 0,98 4,89 5,93 4,04 13,17 4,51 6,72 9,29 6,92 14,36 9,17 14,93 8,66 3,52 1,69 23,58 5,12 18,15 7,97 12,31 7,37
Persebaran Penduduk Jumlah penduduk Wilayah Tangerang pada tahun 2008 yang berjumlah 4.799.055 jiwa, tersebar di 49 kecamatan dengan total luas wilayah 1,360.77 Km2 dan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 3.527 jiwa/Km2. Kepadatan penduduk
51
tertinggi di kawasan perkotaan, terdapat di Kotamadya Tangerang yakni Kecamatan Larangan sebesar 13.578 jiwa/Km2, Kecamatan Cibodas sebesar 12.668 jiwa/Km2, Kecamatan Ciledug sebesar 11.506 jiwa/Km2, Karawaci sebesar 11.224 jiwa/Km2 dan Periuk sebesar 10.530 jiwa/Km2. Sedangkan wilayah kabupaten yang merupakan kawasan perdesaan, kepadatan tertinggi terdapat kecamatan di Kecamatan Pasar Kemis, Kelapa Dua dan Curug, dengan rata-rata kepadatan 8.305 jiwa/Km2, 5.397 jiwa/Km2 dan 4.550 jiwa/Km2. Keadaan persebaran penduduk Wilayah Tangerang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Keadaan persebaran penduduk di Wilayah Tangerang tahun 2008 Wilayah Kotamadya Tangerang
Kota Tangsel
Kabupaten Tangerang
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Kecamatan Batuceper Benda Cibodas Ciledug Cipondoh Jatiuwung Karang Tengah Karawaci Larangan Neglasari Periuk Pinang Tangerang Ciputat Ciputat Timur Pamulang Pondok Aren Serpong Serpong Utara Setu Balaraja Cikupa Cisauk Cisoka Curug Gunungkaler Jambe Jayanti Kelapa Dua Kemiri Kosambi Kresek Kronjo Legok Mauk Mekarbaru
Luas Daerah (Km2) 11,58 25,61 9,61 8,76 17,91 14,40 10,47 13,47 9,39 16,07 9,54 21,59 15,78 18,38 15,43 26,82 29,88 24,04 17,84 14,80 29,73 44,23 28,07 31,65 28,71 33,52 28,27 26,16 21,34 35,78 37,03 28,87 47,78 39,33 51,84 26,24
Jumlah Penduduk (jiwa) 73.678 61.610 121.736 100.789 150.492 109.018 93.965 151.184 127.496 84.635 100.453 123.920 119.920 149.469 149.972 241.420 220.701 98.368 82.106 46.932 92.563 174.833 56.529 75.737 130.644 49.643 37.392 51.060 115.171 39.374 104.228 55.528 55.397 76.336 71.580 36.587
Kepadatan (jiwa/Km2 ) 6.363 2.406 12.668 11.506 8.403 7.571 8.975 11.224 13.578 5.267 10.530 5.740 7.599 8.132 9.720 9.001 7.386 4.092 4.602 3.171 3.113 3.953 2.014 2.393 4.550 1.481 1.323 1.952 5.397 1.100 2.815 1.923 1.159 1.941 1.381 1.394
52
Tabel 7 (lanjutan) Wilayah Kabupaten Tangerang
No 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 Rata-rata kepadatan penduduk Sumber: hasil perhitungan
Kecamatan Pagedangan Pakuhaji Panongan Pasar Kemis Rajeg Sepatan Sepatan Timur Sindang Jaya Solear Sukadiri Sukamulya Teluknaga Tigaraksa
Luas Daerah (Km2) 49,72 53,96 38,52 22,77 51,54 24,11 18,79 44,00 37,52 27,91 29,55 42,13 50,33 1.360,77
Jumlah Penduduk Kepadatan (jiwa) (jiwa/Km2) 74.799 1.504 99.784 1.849 71.920 1.867 189.113 8.305 117.488 2.279 75.039 3.112 71.973 3.830 68.773 1.563 67.608 1.802 47.023 1.685 54.082 1.830 127.527 3.027 103.460 2.056 4.799.055 3.527
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Klasifikasi Permukiman Melalui pendekatan status administrasi dan keberadaan kawasan kumuh sebagai kunci penentu klasifikasi, pola permukiman dapat dibedakan menjadi empat pola permukiman yakni perkotaan tertata, permukiman perkotaan tidak tertata, permukiman perdesaan tertata dan permukiman perdesaan tidak tertata. Secara visual, penggambaran keempat kelas pola permukiman ini tersaji pada Gambar 8.
b.
a.
c. Gambar 8
d. Kenampakan visual a) Permukiman perkotaan tertata, b) Permukiman perkotaan tidak tertata, c) Permukiman perdesaan tertata, d) Permukiman perdesaan tidak tertata (sprawl).
Pada penelitian ini yang dimaksud dengan permukiman perkotaan tertata adalah permukiman yang secara administratif berada di wilayah Kotamadya Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kota Tigaraksa (Kecamatan Tigaraksa), dimana tidak ditemukan permukiman kumuh/illegal, dengan rasio lahan terbangun
54
berbanding tidak terbangun adalah 60-70% : 40-30%. Yang dimaksud dengan permukiman perkotaan tidak tertata adalah kawasan yang secara administratif merupakan bagian wilayah kota, namun terdapat permukiman kumuh/illegal dan rasio lahan terbangun tidak terbangunnya adalah > 70% : < 30%. Berdasarkan konsep pengertian kawasan perdesaaan, maka yang dimaksud dengan permukiman perdesaan tertata dalam penelitian ini adalah kawasan yang secara status administratif merupakan bagian dari wilayah kabupaten, dimana tidak ditemukan permukiman kumuh di dalamnya dan rasio lahan terbangun berbanding tidak terbangun adalah 30-40% : 70-60%. Sementara itu permukiman perdesaan tidak tertata adalah kawasan yang secara administratif berada di wilayah kabupaten, dimana di dalamnya ditemukan permukiman kumuh/illegal dan rasio lahan terbangun berbanding tidak terbangun adalah > 40% : < 60%. Klasifikasi menghasilkan empat kelas pola permukiman, yaitu: (1) Permukiman perkotaan tertata (kategori a), (2) Permukiman perkotaan tidak tertata (kategori b), (3) Permukiman perdesaan tertata (kategori c), dan (4) Permukiman perdesaan tidak tertata (kategori d), dengan komposisi sebagaimana tersaji pada Tabel 8 berikut. Tabel 8 Klasifikasi permukiman di Wilayah Tangerang Kategori a Permukiman perkotaan tertata b Permukiman perkotaan tak tertata c Permukiman perdesaan tertata d Permukiman perdesaan tak tertata Jumlah Desa Sumber: Hasil klasifikasi
Wilayah (desa) 53 72 79 75 279
Hasil klasifikasi pada 432 unit pengamatan menghasilkan 279 desa yang terklasifikasi. Sebanyak 153 desa tidak dapat diklasifikasi karena ketidak-akuratan data yang dimilikinya. Penggambaran sebaran empat pola klasifikasi permukiman di Wilayah Tangerang tersaji pada Gambar 9, sedangkan hasil klasifikasi kawasan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
55
Gambar 9 Klasifikasi permukiman di Wilayah Tangerang. Dari 279 desa yang dapat diklasifikasi, sekitar 18,99% desa terklasifikasi sebagai kawasan kategori a yaitu kawasan permukiman perkotaan tertata, 25,80% desa sebagai kawasan kategori b yakni kawasan permukiman perkotaan tak tertata, 28,31% desa sebagai kawasan kategori c: kawasan permukiman perdesaan tertata, dan 26,88% desa sebagai kawasan kategori d: kawasan permukiman perdesaan tak tertata. Namun klasifikasi menjadi empat kelas pola permukiman menghasilkan sebaran yang khas pada tiap kategori kawasan. Untuk mengetahui apa penyebab adanya pola yang khas dari hasil klasifikasi tersebut, maka pada penelitian lanjut akan dikenali dan dijawab dengan melakukan uji statistik pada tiap desa yang menjadi unit pengamatan. Untuk jelasnya, visualisasi sebaran masing-masing kategori kawasan dapat dilihat pada Gambar 10, 11, 12 dan 13 berikut.
56
Gambar 10 Sebaran klasifikasi permukiman perkotaan tertata (kategori a).
Gambar 11 Sebaran klasifikasi permukiman perkotaan tak tertata (kategori b).
57
Gambar 12 Sebaran klasifikasi permukiman perdesaan tertata (kategori c).
Gambar 13 Sebaran klasifikasi permukiman perdesaan tak tertata (kategori d).
58
Karakteristik Kelompok Permukiman Berdasarkan Beberapa Variabel Penduga Analisis melalui visualisasi data secara grafis dan uji t dapat menunjukkan perbedaan karakeristik antar tipologi. Berikut adalah penggambaran karakteristik data secara deskriptif, yang secara berurutan ditampilkan berdasarkan kelompok variabel yang diamati. Data dasar yang digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Lampiran 2. Visualisasi Karakteristik Data Secara Grafis Kelompok variabel letak kawasan dan pola penggunaan lahan. Kelompok ini meliputi variabel rata-rata jarak dari Kota Jakarta, luas lahan terbangun, luas ruang terbuka hijau (RTH), luas tegalan, luas sawah, luas tambak dan luas tubuh air. Gambar 14 memperlihatkan lima dari tujuh variabel dari kelompok ini menunjukkan perbedaan karateristik yang signifikan. Gambar 14-a menunjukkan perbedaan siginifikan letak kawasan perkotaan dengan perdesaan dan Gambar 14b sampai dengan 14-e, menunjukkan pola pemanfaatan lahan terbangun, proporsi RTH, luas tegalan dan luas sawah yang berbeda signifikan antar kategori. Gambar 14-a menunjukkan perbedaaan signifikan jarak tempuh ke kota Jakarta dari tiap kategori kawasan. Kawasan perdesaan adalah kawasan dengan rentang jarak terbesar yaitu antara 13,5 Km hingga 54 Km. Gambar ini mengindikasikan perkembangan sprawl sebagaimana ditunjukkan oleh adanya kawasan yang diklasifikasi sebagai perkotaan di antara
perdesaan. Ini
membuktikan bahwa perkembangan kawasan dengan sifat-sifat perkotaan tidak hanya terjadi di daerah yang berbatasan langsung dengan Jakarta tetapi terjadi pula di lokasi yang relatif jauh dari ibukota. Boxplot RTH pada Gambar 14-c menunjukkan perbedaan signifikan antara kategori kawasan perkotaan dengan perdesaan. Sebaran data terbesar dari variabel RTH terdapat pada kategori a yaitu kawasan permukiman perkotaan tertata. Sementara itu pada kategori c dan d yang termasuk kelompok permukiman perdesaan tidak terlihat adanya sebaran data RTH. Penjelasan mengenai hal ini
59
Median
25%-75%
Non-Outlier Range Extremes
Outliers
60 55 50 45 40 35 30
Jarak (Km)
25 20 15 10 5
a
b
c
d
Kategori kawasan
a Boxplot jarak tempuh ke Kota Jakarta. Median
25%-75%
Non-Outlier Range Extremes
Outliers
Median
120
Non-Outlier Range Extremes
Outliers
40 35
Luas ruang terbuka hijau (%)
100
Luas lahan terbangun (%)
25%-75%
80 60 40 20
30 25 20 15 10 5
0
0
-20
-5 a
b
c
a
d
b. Boxplot proporsi lahan terbangun. Median
Non-Outlier Range Extremes
25%-75%
b
c
d
Kategori kawasan
Kategori kawasan
c. Boxplot proporsi ruang terbuka hijau/RTH.
Outliers
100
100
80
80
Luas areal sawah (%)
120
60 40
Luas areal tegalan (%
20 0
Non-Outlier Range Extremes
25%-75%
Median 120
Outliers
60 40 20 0
-20
a
b
c
-20
d
a
Kategori kawasan
d. Boxplot proporsi luas areal tegalan. Median
25%-75%
b
c
d
Kategori kawasan
Non-Outlier Range Extremes
e. Boxplot proporsi luas sawah.
Outliers
Median
25%-75%
Non-Outlier Range Extremes
Outliers
14
100
12 10
60
Luas areal tub uh air (%)
Luas areal tambak (%)
80
40 20
8 6 4 2
0 0
-20
a
b
c
Kategori kawasan
f. Boxplot proporsi luas tambak.
d
-2
a
b
c
d
Kateg ori kawasan
g. Boxplot proporsi luas areal tubuh air.
Gambar 14 Boxplot kelompok variabel letak kawasan dan pola penggunaan lahan.
60
adalah pada penggunaan istilah RTH yang digunakan untuk kawasan perkotaan tetapi tidak digunakan untuk menunjukkan jenis penggunaan daerah hijau di perdesaan. Sebagai kawasan perdesaan, kategori c dan d memiliki banyak ruang terbuka hijau dalam bentuk penggunaan lahan budidaya pertanian, seperti kebun, tegalan, sawah dan sejenisnya. Variabel
pertumbuhan
kepala
keluarga
(KK).
Gambar
15
memperlihatkan boxplot rata-rata pertumbuhan keluarga menunjukkan perbedaaan signifikan di tiap kategori. Kawasan berkategori d adalah kawasan dengan ratarata pertumbuhan keluarga tertinggi, yakni hingga 30%. Boxplot data yang tersaji, mengindikasikan adanya arus migrasi masuk di kategori kawasan d. Kawasan ini menjadi tujuan sebagian urbanis untuk tinggal dan menetap (Dwijosumono & Desiar 2001). Hasil Survei Migrasi Penduduk Jabodetabek Tahun 2001 membuktikan bahwa Tangerang menjadi pilihan orang untuk tinggal dan menetap, yang ditunjukkan dengan tingginya aktifitas commuting (ulang-alik) Tangerang Jakarta. Konsekuensi arus migrasi masuk adalah peningkatan jumlah sarana mukim yang memicu terjadinya perubahan pola pemanfaatan lahan di daerah perdesaan menjadi kawasan perumahan. Perubahan pola pemanfaatan akibat perkembangan perumahan, membuat kawasan perdesaan ini terklasifikasi menjadi kawasan perdesaan tidak tertata. Median
25%-75%
Non-Outlier Range Extremes
Outliers
100 80 60 40 20
Kepala keluarga (%)
0 -20
a
b
c
d
Kategori kawasan
Gambar 15 Boxplot pertumbuhan kepala keluarga (KK). Kelompok variabel kekumuhan. Kelompok variabel ini terdiri dari empat variabel proksi yang diperkirakan dapat mengindikasikan ada dan tidaknya kawasan kumuh, yakni jumlah bangunan di bantaran sungai, di bawah jaringan
61
SUTET, jumlah keluarga yang tinggal di bantaran sungai, di bawah jaringan SUTET serta jumlah lokasi kumuh dan frekuensi banjir.
Median
25%-75%
Non-Outlier Range Extremes
Outliers
Median
100
Persentase keluarga kumuh (%)
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0 a
b
c
d
Kategori kawasan
a. Boxplot keluarga yang tinggal di kawasan kumuh. Med ian
2 5%-7 5%
Non -Outlier Ran ge Extremes
Persentase j
-10
-10
a
b
c
d
Kategori kawasan
b. Boxplot rumah kumuh.
Outliers
Outliers
Non-Outlier Range Extremes
25%-75%
Median
22
9
20
8
Jumlah kejadian banjir (kali)
18
Ju mlah k awasan k u muh (lok asi)
Outliers
70
80
0
16 14 12 10 8 6 4 2
7 6 5 4 3 2 1 0
0 a
b
c
Kateg ori k awasan
c.
Non-Outlier Range Extremes
80
90
-2
25%-75%
Boxplot kawasan kumuh.
d
-1
a
b
c
d
Kategori kawasan
d. Boxplot kejadian banjir.
Gambar 16 Boxplot kelompok variabel kekumuhan. Gambar 16 menunjukkan adanya perbedaan karakteristik pada tiap kategori walaupun tdak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Dari keempat boxplot perbedaaan hanya terjadi pada rentang panjang garis whisker, serta nilai outlier dan nilai ekstrim pada tiap kategori kawasan. Boxplot jumlah keluarga kumuh (Gambar 16-a), kategori d menunjukkan perbedaan pola dengan boxplot kategori lainnya. Banyaknya nilai ekstrim pada boxplot kategori d menjelaskan suatu kondisi tertentu dari kawasan ini. Diperkirakan pada kawasan permukiman perdesaan tidak tertata ini, terdapat aktifitas industri, yang umumnya diikuti dengan proses migrasi penduduk musiman dan tumbuhnya kantong-kantong permukiman kumuh yang umumnya dihuni para buruh industri.
62
Kelompok variabel kemiskinan. Kelompok variabel ini terdiri dari lima variabel proksi yang diperkirakan dapat mengindikasikan kemiskinan di suatu kawasan. Kelima variabel tersebut adalah jumlah buruh tani , jumlah pekerja TKI, jumlah keluarga penerima Askeskin, penderita gizi buruk dan jumlah surat miskin.
Median
Non-Outlier Range Extremes
25%-75%
Outliers
Median
10
25
Persentase buruh tani (%)
30
Persentase jumlah TKI (%)
12
8 6 4 2
10 5 0 -5
c
d
a
b
Kategori kawasan
Outliers
Med ian
120
70
100
60
2 5%-7 5%
Non -Outlier Ran ge Extremes
Outliers
50
80
Ju mlah surat misk in (%)
Ju mlah k elu araga penerima Askeskin (%)
d
b. Boxplot jumlah buruh tani.
Non -Outlier Ran ge Extremes
2 5%-7 5%
c
Kategori kawasan
a. Boxplot jumlah TKI. Med ian
Outliers
15
0
b
Non-Outlier Range Extremes
20
-2
a
25%-75%
60 40 20
40 30 20 10
0
0
-20
-10
a
b
c
d
a
Kateg ori k awasan
b
c
Kateg ori k awasan
c. Boxplot keluarga penerima Askeskin. Median
d. Boxplot surat miskin yang dikeluarkan Kantor Desa.
25%-75%
Non-Outlier Range Extremes
Outliers
Jumlah penderita gizi buruk (%)
6 5 4 3 2 1 0 -1
a
b
c
d
Kategori kawasan
e. Boxplot jumlah penderita gizi buruk.
Gambar 17 Boxplot kelompok variabel kemiskinan.
d
63
Gambar 17, menunjukkan perbedaan signifikan antar kategori kawasan terlihat dari visualisasi data melalui boxplot persentase jumlah buruh tani dan keluarga penerima Askeskin. Sesuai dengan hasil pengklasifikasian menjadi empat kategori kawasan, maka kategori c yakni kawasan permukiman perdesaan tertata memperlihatkan dominasi sebaran buruh tani terbesar. Secara nyata perbedaan terlihat dari kotak sebaran data boxplot kategori c, sedangkan klasifikasi kategori d yakni kawasan permukiman perdesaan tidak tertata menunjukkan kotak sebaran data yang lebih kecil. Pada boxplot keluarga penerima Askeskin terlihat pula bahwa jumlah keluarga penerima Askeskin lebih besar ditemukan pada kategori kawasan perdesaan, dan informasi ini dapat menunjukkan perbedaan karakeristik keluarga yang tinggal di kawasan perkotaan dengan perdesaan. Kelompok variabel fasilitas. Kelompok variabel ini terdiri dari lima proksi yang digunakan untuk menggambarkan ketersediaan dan kelengkapan fasilitas penunjang kehidupan di suatu kawasan. Kelima variabel tersebut adalah variasi fasilitas serta pertumbuhan fasilitas pendidikan, peribadatan (sosial), fasilitas ekonomi, dan kesehatan. Berikut penggambaran boxplot kelompok variabel fasilitas. Variabel pertumbuhan fasilitas sebagaimana tersaji pada Gambar 18-a 18-d tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar kategori kawasan. Keempat boxplot menunjukkan pola yang hampir sama, pada nilai median maupun besarnya kotak sebaran data. Namun terdapat perbedaan pola pada nilai outlier dan nilai ekstrim pada tiap boxplot. Dengan demikian boxplot tidak menunjukkan perbedaan signifikan variabel pertumbuhan fasilitas pendidikan. Dari kelompok variabel fasilitas,, perbedaan signifikan ditemukan pada boxplot variasi (jenis/keragaman) fasilitas di tiap kategori kawasan (Gambar 18e). Setiap kategori memiliki pola sebaran data tidak simetris yang berbeda di tiap kategori pengamatan. Boxplot juga menunjukkan perbedaan pada nilai median dan panjang garis whiskers yang dimiliki tiap kategori. Gambar memperlihatkan tiap kategori memiliki perbedaan signifikan keragaman berbagai fasilitas penunjang kehidupan.
64
25%-75%
Non-Outlier Range Extremes
Outliers
Median 160
140
140
120
120
Fasilitas kesehatan (%)
Fasilitas pendidikan (%)
Median 160
100 80 60 40 20
60 40 20 0 -20
c
d
a
Kategori kawasan
Median
Outliers
Non-Outlier Range Extremes
220
500
200
450
180
400
160 140 120 100 80 60 40
d
25%-75%
Outliers
Non-Outlier Range Extremes
350 300 250 200 150 100 50
20
0
0 -20
c
b. Boxplot pertumbuhan fas. kesehatan.
Fasilitas ekonomi (%)
Fasilitas sosial (%)
25%-75%
b
Kategori kawasan
a. Boxplot pertumbuhan fas. pendidikan. Median
Outliers
80
-20
b
Non-Outlier Range Extremes
100
0 a
25%-75%
a
b
c
-50
d
a
Kategori kawasan
c. Boxplot pertumbuhan fas. sosial. Median
Variasi fasilitas (jeni
34 32 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4
b
c
d
Kategori kawasan
d. Boxplot pertumbuhan fas. ekonomi. 25%-75%
a
Non-Outlier Range Extremes
b
c
Outliers
d
Kategori kawasan
e. Boxplot variasi fasilitas.
Gambar 18 Boxplot kelompok variabel fasilitas. Kelompok variabel industri. Kelompok varaiebl industri terdiri dari tiga variabel proksi yaitu industri besar (jumlah pekerja ≥ 100 orang), variabel industri sedang (jumlah pekerja 20-99 orang), serta variabel industri kecil dan industri rumah tangga (pekerja 1-19 orang). Penggambaran dari ketiga variabel proksi industri ini tersaji pada Gambar 19 berikut.
65
25%-75%
Non-Outlier Range Extremes
Outliers
Med ian 70
80
60
70
Ju mlah ind ustri sedang (in du stri)
Jumlah industri besar (industri)
Median 90
60 50 40 30 20 10
30 20 10 0 -10
c
d
Outliers
40
-10
b
Non -Outlier Ran ge Extremes
50
0 a
2 5%-7 5%
a
Kategori kawasan
b
c
d
Kateg ori k awasan
a. Boxplot industri besar.
b. Boxplot industri sedang. Median
25%-75%
Non-Outlier Range Extremes
Outliers
Jumlah industri kecil dan rumah tangga
240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 -20
a
b
c
d
Kategori kawasan
c. Boxplot industri kecil dan rumah tangga.
Gambar 19 Boxplot kelompok variabel industri. Boxplot industri besar dan industri kecil/rumah tangga sebagaimana dutunjukkan Gambar 19, tidak menunjukkan perbedaan karakteristik yang signifikan antar kategori kawasan. Perbedaan karakter yang signifikan terlihat pada boxplot industrisedang, yang ditunjukkan oleh sebaran terbesar jenis industri sedang pada klasifikasi kawasan kategori a dan kategori kawasan d. Kelompok variabel aksesibilitas. Kelompok variabel ini terdiri dari variabel proksi jarak ke fasilitas pendidikan, jarak ke fasilitas kesehatan, jarak ke fasilitas ekonomi, jarak ke fasilitas sosial, jarak ke pusat kecamatan, jarak ke pusat kabupaten dan jarak ke kabupaten lain. Adapun visualisasi data yang menunjukkan karakteristik tiap kategori kawasan disajikan pada Gambar 20 berikut.
66
Median
25%-75%
Non-Outlier Range Extremes
Med ian
Outliers
10
Non -Outlier Ran ge Extremes
Outliers
40 35
8 Jarak ke fasilitas keseh atan (Km)
Jarak ke fasilitas pendidikan (Km)
2 5%-7 5%
45
6 4 2
30 25 20 15 10 5
0
0
-2
a
b
c
-5
d
a
b
Kategori kawasan
a. Boxplot jarak ke fasilitas pendidikan. 25%-75%
Non-Outlier Range Extremes
Outliers
Median
60
35
50
30
40 30 20 10
10 5 0
d
a
b
Kategori kawasan
d
Non-Outlier Range Extremes
d. Boxplot jarak ke fasilitas sosial.
Outliers
Non -Outlier Ran ge Extremes
2 5%-7 5%
Med ian
Outliers
70 60
Jarak ke pu sat kab up aten (Km)
Jarak ke pusat kecamatan (Km)
22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 -2
25%-75%
c
Kategori kawasan
c. Boxplot jarak ke fasilitas perekonomian. Median
Outliers
15
-5
c
Non-Outlier Range Extremes
20
-10
b
25%-75%
25
0
a
d
b. Boxplot jarak ke fasilitas kesehatan.
Jarak ke fasilitas sosial (Km)
Jarak ke fasilitas perekonomian (Km)
Median
c
Kateg ori k awasan
50 40 30 20 10 0
a
b
c
-10
d
a
Kategori kawasan
b
c
f. Boxplot jarak ke pusat kabupaten.
e. Boxplot jarak ke pusat kecamatan. Med ian
2 5%-7 5%
Non -Outlier Ran ge Extremes
Outliers
100
80
Jarak ke pu sat k ab u paten lain (Km)
d
Kateg ori k awasan
60
40
20
0
-20
a
b
c
d
Kateg ori kawasan
g. Boxplot jarak ke kabupaten lain.
Gambar 20 Boxplot kelompok variabel aksesibilitas.
67
Dari kelompok variabel aksesibilitas yang tersaji pada Gambar 20, ratarata boxplot menunjukkan perbedaan karakteristik yang signifikan antar kategori kawasan. Perbedaan nyata ditemukan pada variabel jarak ke fasilitas kesehatan dan fasilitas sosial, serta jarak pencapaian ke masing-masing pusat pemerintahan baik di tingkat kecamatan maupun kabupaten. Adapun variabel yang tidak menunjukkan perbedaan nyata adalah variabel jarak ke fasilitas perekonomian, karena boxplot hanya menunjukkan perbedaan pada nilai ouliers dan nilai ekstrim di beberapa unit pengamatan. Perbandingan Nilai tengah Variabel di Empat Kategori Permukiman Uji t dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel yang memiliki perbedaan nilai tengah signifikan antar empat kelompok kategori yang diamati. Pengujian antar empat kelompok klasifikasi menghasilkan enam kombinasi hasil uji t, yakni antara kelompok kategori a dengan b, a dengan c, a dengan d, b dengan c, b dengan d dan c dengan d. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka suatu variabel dinyatakan berbeda secara signifikan bila: 1) terdapat tiga kombinasi hasil uji t antara kategori d dengan kategori a atau b atau c, yang nilai taraf nyata kurang dari 0,05 atau 2) minimal terdapat empat kombinasi hasil uji t antar kategori yang taraf nyatanya kurang dari 0,05. Pengamatan karakteristik data melalui dua metode di atas, menyimpulkan terdapat dua karakter data dari variabel yang diamati. Teknik visualisasi boxplot menghasilkan karakter data yang menunjukkan perbedaan signifikan dan karakter data yang tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Walaupun tidak terdapat perbedaaan signifikan, boxplot tidak menunjukkan kesamaan karakteristik pada setiap kategori. Pada tiap boxplot yang dihasilkan, selalu ditemukan perbedaan karakteristik. Temuan ini menjelaskan prinsip bahwa setiap tempat (wilayah) memiliki kondisi yang tidak sama karena karakteristik khas yang dimilikinya (Iaquinta, Drescher 2000). Intepretasi dari temuan tersebut diperkuat dengan uji t pada 32 variabel yang diduga berpengaruh. Hasilnya menunjukkan terdapat dua puluh (20) variabel yang berbeda secara signifikan antar kelompok kategori
68
kawasan. Kesimpulan dari pengujian data variabel antar kategori kawasan dapat dilihat pada Tabel 9 dan hasil uji t yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 9 Karakteristik data pada tiap kategori pengamatan Jenis variabel yang diamati
Hasil uji t
Jarak ke Kota Jakarta Luas lahan terbangun Luas ruang terbuka hijau (RTH) Luas tegalan Luas sawah Luas tambak
Perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan. Perbedaan tidak signifikan.
Luas tubuh air
Perbedaan tidak signifikan.
Laju pertumbuhan KK Jenis/variasi/kelengkapan fasilitas Pertumbuhan fasilitas pendidikan
Perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan. Perbedaan tidak signifikan.
Pertumbuhan fasilitas kesehatan Pertumbuhan fasilitas sosial
Perbedaaan signifikan. Perbedaan tidak signifikan.
Pertumbuhan fasilitas ekonomi Jumlah industri besar (>100 pekerja) Jumlah industri sedang (20-99 pekerja) Jumlah industri kecil/RT (1-19 pekerja) KK di bantaran sungai, bawah jaringan SUTET dan lokasi kumuh. Bangunan di bantaran sungai, jaringan SUTET dan lokasi kumuh. Buruh tani Jumlah TKI KK penerima Askesin Penderita gizi buruk
Perbedaan tidak signifikan. Perbedaan signifikan.
Jumlah surat miskin
Perbedaan tidak signifikan.
Jumlah lokasi kumuh
Perbedaan tidak signifikan.
Frekuensi banjir
Perbedaan tidak signifikan.
Akses ke fasilitas pendidikan Akses ke fasilitas kesehatan Akses ke fasilitas sosial Akses ke fasilitas ekonomi Akses ke pusat kecamatan
Perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan. Perbedaan tidak signifikan.
Akses ke pusat kabupaten Akses ke pusat kabupaten/kota lain
Perbedaan signifikan. Perbedaan tidak signifikan.
Sumber: Hasil analisis.
Keterangan
Ragam data membedakan karakteristik kota dengan desa. Perbedaan nilai ekstrim pada beberapa unit pengamatan.
Perbedaan nilai ouliers dan nilai ekstrim. Perbedaan karakter pada kategori a-b dan b-c. Perbedaan karakter pada kategori a-c, b-c dan c-d.
Perbedaan signifikan. Perbedaan tidak signifikan.
Perbedaan pada nilai ekstrim.
Perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan. Perbedaan tidak signifikan.
Perbedaan karakter pada kategori a-d dan b-d. Perbedaan karakter pada kategori a-b. Perbedaan karakter pada kategori b-d dan c-d. Perbedaan nilai outliers pada beberapa unit pengamatan.
Perbedaan karakter pada kategori a-c, a-d dan b-c. Perbedaan karakter pada kategori a-c, b-c dan b-d.
69
Karakterisasi Kawasan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan di Wilayah Tangerang Berdasarkan Analisis Multivariabel Identifikasi penentuan klasifikasi permukiman di Wilayah Tangerang perlu diuji ketepatannya. Karakteristik yang dimiliki tiap klasifikasi permukiman juga perlu dicari dan dikenali. Apakah tipologi kawasan permukiman yang didasarkan atas karakterisasi dan pengelompokan desa-desa di wilayah studi telah sesuai dengan variabel-variabel untuk berbagai sumberdaya yang dimilikinya? Dan apa sajakah faktor-faktor penciri yang khas dari tiap tipologi tersebut? Untuk menjawab itu semua, digunakan analisis multivariabel dengan teknik analisis fungsi diskriminan. Peubah yang digunakan sebanyak tiga puluh dua variabel yang seluruhnya diperoleh dari data potensi desa. Dari ketiga puluh dua variabel, akan disederhanakan terlebih dahulu dengan teknik analisis faktor, untuk selanjutnya dilakukan karakterisasi dengan teknik analisis diskriminan. Analisis dilakukan pada seluruh desa di wilayah Tangerang meliputi Kotamadya Tangerang, Kotamadya Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Pembentukan Indeks Untuk Karakterisasi Kelompok Permukiman Semua variabel dasar yang digunakan diduga merupakan karakteristik khas kawasan. Untuk menseleksi variabel berdasarkan pertimbangan kelengkapan data dan kemampuan variabel dalam menjelaskan keragaman karakteristik wilayah, dilakukan seleksi dari kelompok variabel yang menjelaskan keadaan kekumuhan dan kemisikian, serta seleksi dari kelompok variabel yang menjelaskan tingkat aksesibilitas pada unit wilayah yang dianalisis. Seleksi variabel atau peubah kedua kelompok variabel dilakukan melalui teknik analisis Faktor (Factor Analysis), dan hasil yang diperoleh adalah peubah-peubah penting untuk menduga fenomena kekumuhan dan aksesibilitas di Wilayah Tangerang. Proses analisis faktor terhadap 279 unit pengamatan, menghasilkan tiga faktor baru bagi masing-masing kelompok variabel. Keenam faktor baru ini merupakan kombinasi linier dengan peubah aslinya yang bersifat saling bebas. Arti dari korelasi positif adalah faktor utama berbanding lurus dengan variabel penjelas. Sedangkan arti dari korelasi negatif adalah faktor utama berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Berikut uraian proses pembentukan indeks tersebut.
70
1. Indeks Kekumuhan-Kemiskinan Analisis faktor terhadap sembilan variabel dari kelompok variabel kekumuhan dan kemiskinan, menghasilkan tiga faktor utama yakni 1) indeks kekumuhan, 2) indeks profil rumah tangga dan 3) indeks kemiskinan. Hasil analisis dapat diinterpretasikan dari nilai loading yang disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai loading tingkat kekumuhan dan kemiskinan KK kawasan kumuh Rumah kawasan kumuh Lokasi permukiman kumuh Frekuensi banjir Buruh tani TKI KK penerima ASKESKIN Surat miskin Penderita gizi buruk Expl.Var Prp.Totl
Faktor 1 0,924 0,942 0,714 0,169 0,143 0,298 0,228 -0,101 -0,068 2,454 0,273
Faktor 2 0,159 0,154 0,074 0,007 0,777 0,716 0,566 0,552 0,071 1,800 0,200
Keterangan: yang dicetak tebal nyata secara statistik dengan nilai loading >0,7 Sumber: Hasil analisis
Faktor 3 0,017 0,019 -0,231 -0,684 -0,209 0,063 -0,262 0,122 -0,786 1,271 0,141
Deskripsi tiga faktor utama yang dihasilkan dari analisis faktor kelompok variabel kekumuhan dan kemiskinan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Faktor utama 1, disebut sebagai indeks kekumuhan, berkorelasi positif dengan persentase jumlah kepala keluarga (KK) yang tinggal di kawasan kumuh, persentase jumlah rumah di kawasan kumuh, serta berkorelasi positif pula dengan keberadaan permukiman kumuh. 2. Faktor utama 2, disebut sebagai indeks profil rumah tangga, menunjukkan korelasi positif dengan persentase buruh tani dan persentase jumlah pencari kerja sebagai TKI. 3. Faktor utama 3, disebut sebagai indeks kemiskinan, menunjukkan korelasi negatif dengan persentase penderita gizi buruk di tiap desa. Analisis faktor tingkat kekumuhan dan kemiskinan yang menghasilkan tiga variabel baru memiliki tingkat keragaman sebesar 61%. Ketiga faktor yang dihasilkan, selanjutnya digunakan sebagai variabel orthogonal untuk proses
71
identifikasi faktor penciri tingkat ketertataan permukiman di wilayah perdesaan dan perkotaan Tangerang. Berdasarkan interpretasi nilai loading tersebut, indeks kekumuhan adalah nilai skor faktor pertama, indeks profil rumah tangga adalah skor faktor kedua, sedangkan skor faktor ketiga menggambarkan kemiskinan. Korelasi variabel asal dengan skor faktor yang dihasilkan di indeks kekumuhan dan indeks profil rumah tangga tersebut bernilai positif. Artinya kekumuhan, dan profil rumah tangga yang terdiri dari buruh tani serta TKI dari setiap desa semakin banyak dengan semakin besarnya nilai indeks. Selengkapnya hasil analisis indeks kekumuhan, profil rumah tangga, dan indeks kemiskinan dapat dilihat dari nilai eigenvalue, communalities dan factor scores yang disajikan pada Lampiran 4. 2. Indeks Aksesibilitas Analisis faktor terhadap tujuh variabel dari kelompok variabel aksesibilitas, menghasilkan tiga faktor utama, yakni 1) aksesibilitas ke pusat kecamatan dan ke pusat kota/kabupaten lain, 2) aksesibilitas ke fasilitas sosial & ekonomi, serta 3) aksesibilitas ke fasilitas kesehatan. Hasil analisis dapat diinterpretasikan dari nilai loading yang disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai loading tingkat aksesibilitas Akses ke fasilitas pendidikan Akses ke fasilitas kesehatan Akses ke fasilitas ekononi Akses ke fasilitas. sosial Akses ke pusat kecamatan Akses ke pusat kabupaten Akses ke kabupaten lain Expl.Var Prp.Totl
Faktor 1 0,480 0,089 -0,053 0,323 0,735 0,383 0,739 1,578 0,225
Faktor 2 -0,192 0,092 -0,884 -0,745 -0,222 0,054 0,041 1,433 0,205
Keterangan: yang dicetak tebal nyata secara statistik dengan nilai loading >0,7 Sumber: Hasil analisis
Faktor 3 0,284 -0,886 0,049 0,028 -0,142 0,521 0,114 1,174 0,168
Deskripsi tiga faktor utama yang dihasilkan dari analisis faktor kelompok aksesibilitas adalah sebagai berikut: 1. Faktor utama 1, disebut sebagai indeks aksesibilitas ke pusat pertumbuhan, berkorelasi positif dengan kemudahan akses ke pusat kecamatan serta
72
berkorelasi positif pula dengan kemudahan akses ke kabupaten lain yang terdekat. 2. Faktor utama 2, disebut sebagai indeks aksesibilitas ke fasilitas sosial ekonomi, menunjukkan korelasi negatif dengan kemudahan untuk mencapai fasilitas sosial dan berkorelasi negatif pula dengan kemudahan untuk memperoleh sejumlah fasilitas ekonomi. 3. Faktor utama 3, yakni indeks aksesibilitas kesehatan, menunjukkan korelasi yang negatif dengan kemudahan untuk memperoleh fasilitas kesehatan. Analisis faktor yang menghasilkan tiga variabel baru memiliki tingkat keragaman sebesar 60%. Dari ketiga faktor yang dihasilkan, selanjutnya digunakan sebagai variabel orthogonal untuk proses identifikasi faktor penciri tingkat ketertataan permukiman di wilayah perdesaan dan perkotaan Tangerang. Berdasarkan interpretasi nilai loading tersebut, indeks aksesibilitas ke pusat kecamatan dank e kabupaten lain adalah nilai skor faktor pertama, indeks aksesibilitas menuju fasilitas sesial dan ekonomi adalah skor faktor kedua, sedangkan skor faktor ketiga adalah indeks aksesibilitas ke fasilitas kesehatan. Korelasi variabel asal dengan skor faktor yang dihasilkan di indeks aksesibilitas ke pusat tersebut bernilai positif. Artinya aksesibilitas ke pusat kecamatan dan ke kabupaten lain dari setiap desa semakin mudah dengan semakin besarnya nilai indeks. Selengkapnya hasil analisis faktor kelompok variabel akses ini dapat dilihat dari nilai eigenvalue, communalities dan factor scores (Lampiran 5). Analisis Faktor Dominan Permukiman Perkotaan dan Perdesaan dengan Analisis Fungsi Diskriminan (Discriminant Function Analysis/DFA) Perkembangan
permukiman
di
Wilayah
Tangerang
dilihat
dari
karakteristik fisiknya, memperlihatkan empat kategori yang berbeda, yakni permukiman perkotaan tertata, permukiman perkotaan tidak tertata, permukiman perdesaan tertata, dan permukiman perdesaan tidak tertata. Untuk mengetahui faktor dominan setiap variabel bebas pada tiap kategori permukiman yang menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara group kategori tertata atau kategori tidak tertata, baik yang ditemukan di perkotaan maupun perdesaan, maka
73
identifikasi faktor penciri permukiman perkotaan dan perdesaan di Wilayah Tangerang dilakukan melalui analisis fungsi diskriminan. Pada penelitian ini analisis fungsi diskriminan dilakukan untuk memilih faktor-faktor yang paling mencirikan tipologi suatu kawasan. Uji ini diperlukan untuk memberikan penjelasan apakah benar-benar ada perbedaan tentang faktor yang paling berpengaruh terhadap masing-masing kategori. Analisis fungsi diskriminan menguji dan menilai dua puluh dua variabel yang
diperkirakan
dapat
mencirikan
masing-masing
tipologi
kawasan
permukiman. Diantara dua puluh dua variabel terdapat enam variabel baru yang merupakan hasil penyederhanaan dari proses analisis faktor terhadap enam belas variabel awal. Secara berurutan, interpretasi pembacaan hasil analisis diuraikan sebagai berikut. Pengujian pada dua puluh dua variabel menghasilkan limabelas faktor berpengaruh terhadap masing-masing tipologi. Dari lima belas faktor berpengaruh ditemukan duabelas faktor yang berpengaruh nyata dengan tingkat kepercayaan 95%. Walaupun terdapat dua belas faktor yang nyata berpengaruh, namun tidak berarti tiga faktor lain, tidak berpengaruh nyata dalam membedakan karakteristik kawasan. Ketiga faktor tersebut yakni jenis/variasi fasilitas, jumlah fasilitas sosial dan tubuh air, berpotensi menjadi penciri karakteristik suatu kawasan permukiman. Walaupun bukan merupakan faktor nyata penciri karaktersitik kawasan permukiman di Wilayah Tangerang, tetapi ketiga faktor ini dapat menjadi penciri bagi kawasan permukiman di wilayah lain. Secara rinci, hasil pengujian fungsi diskriminan pada dua puluh dua variabel penciri permukiman di Wilayah Tangerang disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 menunjukkan terdapat dua belas faktor yang dapat membedakan secara nyata karakteristik kawasan, apakah suatu kawasan permukiman termasuk permukiman perkotaan tertata, permukiman perkotaan tak tertata, permukiman perdesaan tertata, atau permukiman perdesaan tak tertata yang terdapat di wilayah Tangerang. Keduabelas faktor berpengaruh itu adalah persentase luas lahan terbangun, persentase luas Ruang Terbuka Hijau (RTH), indeks kekumuhan, jarak ke pusat Jakarta, jumlah industri sedang, indeks aksesibilitas ke/dari fasilitas sosial-ekonomi, persentase luas tegalan, indeks aksesibilitas ke pusat, indeks
74
profil rumah tangga, laju pertumbuhan kepala keluarga, indeks aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, dan jumlah industri besar. Tabel 12 Hasil pengujian variabel penciri permukiman perkotaan dan perdesaan di Wilayah Tangerang Wilks' Partial F-remove Faktor penciri Lambda Lambda (3,261) Luas lahan terbangun 0,194 0,443 109,167 Luas RTH 0,119 0,725 33,063 Indeks kekumuhan 0,117 0,735 31,361 Jarak ke Jakarta 0,096 0,902 9,426 Jumlah industri sedang 0,092 0,938 5,756 Indeks akses fas. sos-eko 0,091 0,951 4,491 Luas tegalan 0,090 0,951 4,231 Indeks akses ke pusat kec. 0,089 0,963 3,312 Indeks profil RT 0,091 0,947 4,917 Pertumbuhan KK 0,090 0,955 4,083 Indeks akses fas. kesehatan 0,089 0,966 3,075 Variasi fasilitas 0,089 0,973 2,422 Jumlah industri besar 0,089 0,970 2,703 Pertumbuhan fas. sosial 0,088 0,981 1,667 Luas tubuh air 0,087 0,986 1,200 (Wilks' Lambda: ,162 approx, F (39,779)=16,995 p<0,0000) Sumber: Hasil analisis
plevel 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,004 0,006 0,021 0,002 0,007 0,028 0,066 0,046 0,174 0,310
Toler. 0,454 0,836 0,726 0,728 0,645 0,808 0,622 0,700 0,616 0,885 0,755 0,713 0,531 0,833 0,918
1-Toler. (R-Sqr.) 0,546 0,164 0,274 0,272 0,355 0,192 0,378 0,300 0,384 0,115 0,245 0,287 0,469 0,167 0,082
Klasifikasi fungsi (grouping) kategori pada analisis diskriminan dilakukan berdasarkan pengelompokkan atas 4 jenis klasifikasi yaitu kawasan permukiman kota tertata, permukiman kota tidak tertata, permukiman perdesaan tertata dan permukiman perdesaan tak tertata yang telah dilakukan sebelumnya. Penentuan kelompok dilakukan dengan pendekatan pemahaman atas definisi kota dan desa sebagai suatu wilayah administrasi, pengertian perkotaan dan perdesaan, serta keberadaan kawasan kumuh maupun kawasan liar/ilegal, sebagai dasar klasifikasi. Analisis diskriminan yang dilakukan, menghasilkan variabel apa saja yang menjadi karakteristik (mencirikan) masing-masing kategori atau klasifikasi tersebut. Semua variabel-variabel yang dihasilkan dari analisis bersifat orthogonal, artinya tidak saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Jika salah satu variabel berubah, hal tersebut hanya mempengaruhi nilai Y saja, dimana nilai yang akan berubah adalah sebesar perubahan variabel dikali koefisiennya, Dari analisis, diperoleh model dari masing-masing tipologi kawasan dari persamaan umum:
75
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + … + bnXn, yang kemudian didapat model persamaan baru sebagai berikut : Y1 = -3,405 - 0,067F1 + 1,965F2 + … + 0,320F15 (Group a) Y2 = -4,738 + 5,232 F1 - 0,208F2 + … - 0,149F15 (Group b) Y3 = -4,404 - 5,439F1 - 0,453F2 + … + 0,033F15 (Group c) Y4 = -2,169 + 0,754F1 - 0,712F2 + … - 0,118F15 (Group d) Adapun hasil karakterisasi lebih rinci dari setiap kategori permukiman berdasarkan sumberdaya yang dimilikinya disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Karakteristik penciri tiap kategori permukiman perdesaan dan perkotaan di Wilayah Tangerang Faktor penciri Luas lahan terbangun Luas RTH Indeks kekumuhan Jarak ke Jakarta Jumlah industri sedang Indeks akses fas. sos-eko Luas tegalan Indeks akses ke pusat kec. Indeks profil RT Pertumbuhan KK Indeks akses fas. kesehatan Variasi fasilitas Jumlah industri besar Pertumbuhan fas. sosial Luas tubuh air Constant Sumber: Hasil analisis
Kategori a p=,190 -0,067 1,965 -0,273 -0,603 -0,155 0,396 0,609 -0,213 -0,142 -0,321 -0,260 -0,363 0,564 -0,412 0,320 -3,405
Kategori b p=,258 5,232 -0,208 1,177 -0,616 -0,679 0,615 0,269 0,530 0,587 -0,295 -0,499 0,573 -0,457 0,135 -0,149 -4,738
Kategori c p=,283 -5,439 -0,453 -1,651 0,084 0,171 -0,565 -0,671 -0,048 -0,841 0,040 0,277 -0,386 0,232 0,046 0,033 -4,404
Kategori d p=,269 0,754 -0,712 0,803 0,929 0,581 -0,275 0,019 -0,308 0,423 0,467 0,371 0,113 -0,205 0,113 -0,118 -2,169
Tabel 13 menunjukkan bahwa pada tipologi kawasan a yakni kawasan permukiman perkotaan tertata, diperoleh lima penciri yang paling berpengaruh yaitu: faktor proporsi luas RTH dengan koefisien sebesar 1,965, faktor proporsi luas tegalan dengan koefisien sebesar 0,609, jarak ke Jakarta dengan koefisien sebesar -0,603, keberadaan jumlah industri besar dengan koefisien sebesar 0,564, dan faktor laju pertumbuhan fasilitas sosial sebesar -0,412. Pada tipologi kawasan b, yaitu kawasan permukiman perkotaan tak tertata, lima penciri kelompok yang paling berpengaruh adalah proporsi lahan terbangun dengan koefisien sebesar 5,232, indeks kekumuhan dengan koefisien sebesar
76
1,177, jumlah industri sedang dengan koefisien sebesar -0,679, jarak ke Jakarta dengan koefisien sebeasar -0,616 dan indeks aksesibilitas ke fasilitas sosial ekonomi dengan koefisien sebesar 0,615. Pada tipologi kawasan c, yaitu kawasan permukiman perdesaan tertata, lima penciri kelompok yang paling berpengaruhnya adalah proporsi luas lahan terbangun dengan koefisien sebesar -5,439, indeks kekumuhan dengan koefisien sebesar -1,651, indeks profil KK dengan koefisien sebesar -0,841, proporsi luas tegalan dengan koefisien sebesar -0,671 dan indeks aksesibilitas ke fasilitas sosial dan ekonomi dengan koefisien sebesar -0,565. Dari tabel yang sama, ditunjukkan pula bahwa pada tipologi kawasan d, yaitu kawasan permukiman perdesaan tak tertata, analisis menunjukkan lima penciri kelompok yang paling berpengaruh yaitu jarak ke Jakarta dengan koefisien sebesar 0,929, indeks kekumuhan dengan koefisien sebesar 0,803, proporsi luas lahan terbangun dengan koefisien sebesar 0,754, indeks proporsi luas RTH dengan koefisien sebesar -0,712, dan jumlah industri sedang dengan koefisien sebesar 0,581. Analisis
diskriminan
juga
dapat
menunjukkan
tingkat
ketepatan
pengklasifikasian menjadi empat kategori yakni kawasan permukiman perkotaan tertata, kawasan permukiman perkotaan tak tertata, kawasan permukiman perdesaan tertata dan kawasan permukiman perdesaan tak tertata. Matriks pengklasifikasian menjadi empat kategori sebagaimana terlihat pada Tabel 14 berikut, menunjukkan klasifikasi memiliki ketepatan yang bervariasi. Tabel 14 Tingkat ketepatan klasifikasi kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan Wilayah Tangerang
Pengamatan a b c d Total Sumber: Hasil analisis
Tingkat ketepatan (%) 64,2 88,9 97,5 72,0 82,1
Prediksi a 34 5 1 1 41
Prediksi b
Prediksi c
Prediksi d
7 64 0 6 77
8 0 77 14 99
4 3 1 54 62
77
Tingkat ketepatan klasifikasi dengan pendekatan status administrasi menjadi empat pola kawasan adalah 82,1%. Analisis menunjukkan, tipologi kawasan a; permukiman perkotaan tertata, memiliki tingkat ketepatan sebesar 64,2% dengan desa yang tepat diklasifikasi berjumlah 34 desa. Tipologi kawasan b, yakni permukiman perkotaan tak tertata mempunyai ketepatan sebesar 88, 9%, dengan desa yang tepat dikelompokkan sebagai kategori b adalah 64 desa. Tipologi kawasan c, yaitu permukiman perdesaan tertata memiliki ketepatan yang paling tinggi yakni 97,5%, dimana 77 desa tepat diklasifikasi sebagai kategori c. Sedangkan tipologi kawasan d yakni permukiman perdesaan tidak tertata menunjukkan ketepatan klasifikasi sebesar 72,0% sebagai kategori kawasan d, dengan desa yang tepat diklasifikasi berjumlah 54 desa. Untuk jelasnya kawasan kategori a, b, c dan d yang tepat diklasifikasi dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Sebaran kawasan yang tepat diklasifikasi sebagai kategori kawasan a, b, c dan d. Gambar 21 memperlihatkan pola sebaran dari 279 unit pengamatan yang tepat diklasifikasi ke dalam empat kategori. Perkembangan tiap unit pengamatan
78
pada setiap kategori memliki pola yang berkelompok. Pola ini menjelaskan bahwa tiap unit pengamatan yang terletak berdekatan memiliki kesamaan karakter sehingga pola yang terbentuk adalah berkelompok. Sebaran kategori a banyak ditemukan di Kotamadya Tangerang. Sebagai kota lama, Kotamadya Tangerang adalah kawasan permukiman dengan pola tertata. Hingga saat ini kota tersebut masih menunjukkan pola tertata walaupun mulai diselingi bangunan baru yang membuat kawasan lebih padat. Selain permukiman yang telah lama ada, terdapat pula permukiman baru yang berkembang pada bagian wilayah Kota Tangerang. Pengembangan permukiman baru ditemukan di desa-desa atau kecamatan-kecamatan pemekaran atau mengalami perubahan status administrasi dari desa menjadi kota. Salah satu desa pemekaran yang berkembang menjadi kawasan tertata adalah Desa Periuk Kecamatan Periuk, yang divisualisasikan oleh Gambar 22 berikut.
6°09’29,70” LS - 6°10’22,54” LS dan 106°34’56,22 BT - 106°36’16,71” BT
Gambar 22 Kenampakan visual citra Desa Periuk yang mewakili permukiman perkotaan tertata (a). Sebaran kawasan kategori b terkonsentrasi di Kota Tangerang Selatan. Sebagai wilayah pemekaran Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan mengalami sprawl sebagai akibat perkembangan Jakarta. Perkembangan yang didominasi oleh kawasan perumahan diantara perkampungan yang telah ada sebelumnya menyebabkan munculnya ketidaktertataan struktur kawasan. Secara visual, penggambaran kategori kawasan b disajikan pada Gambar 23.
79
6°19’25,46” LS - 6°20’38,90” LS dan 106°42’34,73” BT - 106°43’28,59” BT
Gambar 23 Kenampakan visual citra Desa Benda Baru yang mewakili permukiman perkotaan tidak tertata (b O). Kawasan yang diklasifikasi sebagai kategori kawasan c, terdapat di bagian Utara hingga ke sekitar jalan tol Jakarta-Merak, memanjang dari sisi Timur hingga Barat. Kategori kawasan c juga ditemukan di bagian Selatan wilayah kabupaten. Di bagian Utara, kawasan merupakan daerah tambak, sedangkan di bagian lainnya merupakan areal sawah dan tegalan/kebun campuran. Visualisasi salah satu desa yang dapat mengilustrasikan perdesaan tertata adalah Desa Situ Gadung Kecamatan Pagedangan, sebagaimana tersaji pada Gambar 24.
Gambar 24 Kenampakan visual citra Desa Situ Gadung Kecamatan Pagedangan yang mewakili permukiman perdesaan tertata (c).
80
Kawasan kategori d tampak mendominasi di bagian tengah Kabupaten Tangerang, yakni di sekitar jalan tol Jakarta-Merak (Gambar 25). Perembetan aktifitas yang didominasi oleh kegiatan industri dan kawasan perumahan menunjukkan kecenderungan perkembangan mengikuti jaringan jalan. Berbagai aktifitas menuntut aksesibilitas yang tinggi, sehingga adanya jalan utama akan menjadi daya tarik wilayah. Inilah yang diperkirakan menjadi penyebab berkembangnya kawasan menjadi tidak tertata. Visualisasi dari perkembangan kawasan perdesaan yang mengalami urbanisasi sehingga menjasi kawasan tak tertata dapat dilihat pada Gambar 25.
6°15’07,39” LS - 6°16’17,85” LS dan 106°32’16,65” BT - 106°33’48,29” BT
Gambar 25 Kenampakan visual citra Desa Curug Kulon Kecamatan Curug yang mewakili permukiman perdesaan tidak tertata (d). Selain menunjukkan ketepatan klasifikasi, Tabel 14 juga memperlihatkan ketidaktepatan klasifikasi pada tiap kategori kawasan. Desa yang terklasifikasi sebagai kategori kawasan a; permukiman perkotaan tertata, menurut klasifikasi teori (pendekatan status administratif wilayah) berjumlah 53 desa, sedangkan menurut analisis diskriminan berjumlah 41 desa. Desa yang terklasifikasi sebagai kategori b; permukiman perkotaan tak tertata, menurut teori berjumlah 72 desa, menurut klasifikasi analisis berjumlah 77 desa. Pada klasifikasi kategori c; permukiman perdesaan tertata yang terklasifikasi menurut teori berjumlah 79 desa, menurut analisis berjumlah 99 desa. Demikian pula pada klasifikasi kategori
81
kawasan d; permukiman perdesaan tak tertata, menurut teori terklasifikasi sebanyak 75 desa, namun analisis menunjukkan 62 desa yang terklasifikasi dalam kategori ini. Dengan demikian ada lima puluh (50) desa dari 279 desa sebagai unit pengamatan yang tidak tepat diklasifikasi berdasarkan pendekatan kunci klasifikasi
status
wilayah
administratif
(secara
teori
berdasarkan
pengertian/definisi istilah kota, desa, perkotaan dan perdesaan). Artinya, terdapat sekitar 17,92% desa tidak terklasifikasi tepat sesuai karakteristik wilayahnya, dengan pola sebaran sebagaimana tersaji pada Gambar 26.
Gambar 26 Sebaran kawasan yang tidak tepat diklasifikasi sebagai kategori kawasan a, b, c dan d. Secara rinci, ketidaktepatan pengklasifikasian yang terjadi pada 50 desa tersebut dapat dilihat pada Tabel 15. Pengamatan limapuluh desa yang tidak tepat diklasifikasi dipengaruhi oleh; 1) terdapatnya beberapa desa yang mengalami perubahan status menjadi bagian dari pengembangan Kota Tangerang dan 2) desa yang mengalami perkembangan sprawl.
82
Tabel 15 Nilai peluang posterior desa yang salah klasifikasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Kecamatan Balaraja Batuceper Benda Benda Benda Cibodas Ciledug Cipondoh Ciputat Timur Curug Gunung Kaler Gunung Kaler Jati Uwung Karang Tengah Karang Tengah Kelapa Dua Kemiri Kosambi Kosambi Kronjo Larangan Mekar Baru Mekar Baru Pagedangan Pagedangan Pakuhaji Panongan Pasar Kemis Pinang Rajeg Rajeg Sepatan Sepatan Serpong Serpong Solear Tangerang Tangerang Tangerang Teluknaga Teluknaga Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa
Sumber: Hasil analisis
Klasifikasi Desa (definisi) Gembong d Porisgaga b Benda a Jurumudi a Jurumudi Baru b Cibodasari a Paninggilan a Poris Plawad b Cireundeu b Binong d Cibetok d Gunung Kaler d Manis Jaya a Karang Timur b Pondok Bahar b Curug Sangereng d Kemiri d Belimbing d Kosambi Timur d Pagenjahan d Kereo a Cijeruk c Ganda Ria d Cihuni c Karang Tengah d Surya Bahari d Serdang Kulon d Pasar Kemis d Panunggangan Timur a Lembang Sari d Sukasari d Kayu Agung d Kayu Bongkok d Lengkong Gudang a Lengkong Wetan a Cikareo d Sukaasih b Sukasari a Tanah Tinggi a Kampung Melayu Timur d Tegal Angus d Bantar Panjang a Cileles a Cisereh a Kadu Agung a Pasir Nangka a Pematang a Tapos a Tegalsari a Tigaraksa b
a p=.190 0,001 0,810 0,218 0,072 0,623 0,306 0,165 0,522 0,043 0,000 0,001 0,000 0,260 0,002 0,953 0,127 0,002 0,023 0,004 0,001 0,025 0,000 0,001 0,544 0,186 0,001 0,395 0,007 0,447 0,007 0,006 0,081 0,001 0,048 0,211 0,075 0,999 0,026 0,343 0,001 0,032 0,058 0,129 0,028 0,083 0,017 0,021 0,023 0,010 0,007
b p=.258 0,696 0,182 0,775 0,900 0,316 0,009 0,776 0,466 0,417 0,982 0,000 0,000 0,005 0,340 0,018 0,656 0,000 0,001 0,968 0,000 0,966 0,000 0,000 0,001 0,001 0,000 0,085 0,882 0,001 0,000 0,635 0,003 0,000 0,740 0,392 0,000 0,000 0,001 0,654 0,000 0,004 0,000 0,001 0,169 0,000 0,053 0,000 0,000 0,000 0,229
c p=.283 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,279 0,002 0,000 0,000 0,000 0,725 0,605 0,005 0,000 0,003 0,006 0,980 0,695 0,000 0,691 0,000 0,418 0,585 0,441 0,796 0,960 0,361 0,000 0,461 0,708 0,000 0,476 0,977 0,001 0,013 0,763 0,000 0,949 0,000 0,991 0,910 0,871 0,854 0,021 0,891 0,010 0,878 0,960 0,983 0,001
d p=.269 0,302 0,007 0,007 0,028 0,061 0,406 0,0566 0,012 0,539 0,018 0,275 0,395 0,730 0,658 0,025 0,211 0,018 0,281 0,028 0,308 0,009 0,582 0,414 0,014 0,017 0,040 0,159 0,111 0,092 0,284 0,359 0,440 0,021 0,211 0,384 0,162 0,000 0,025 0,003 0,009 0,055 0,071 0,016 0,781 0,026 0,921 0,101 0,017 0,007 0,763
Tabel nilai peluang posterior dapat menjelaskan bagaimana suatu desa yang salah klasifikasi dapat tepat diklasifikasi sebagai permukiman perkotaan atau perdesaan, baik yang terencana maupun yang tak terencana. Makin tinggi nilai
83
peluang posteriornya, maka pengklasifikasian desa pada kategori tertentu akan semakin tepat. Sebaliknya semakin rendah nilai peluang posterior, maka pengklasifikasian desa menjadi kurang tepat. Nilai posterior yang dihasilkan dari analisis diskriminan sebagaimana terlihat pada tabel 16, menunjukkan nilai posterior yang lebih tepat bagi kelima puluh desa salah klasifikasi. Berdasarkan analisis ini maka dapat dapat disusun klasifikasi baru bagi 50 desa tersebut. Adapun klasifikasi baru dari 50 desa salah klasifikasi berdasarkan analisis, dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Kategori desa hasil klasifikasi diskriminan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Kecamatan Balaraja Batuceper Benda Benda Benda Cibodas Ciledug Cipondoh Ciputat Timur Curug Gunung Kaler Gunung Kaler Jati Uwung Karang Tengah Karang Tengah Kelapa Dua Kemiri Kosambi Kosambi Kronjo Larangan Mekar Baru Mekar Baru Pagedangan Pagedangan Pakuhaji Panongan Pasar Kemis Pinang Rajeg Rajeg Sepatan Sepatan Serpong Serpong Solear Tangerang Tangerang Tangerang Teluknaga Teluknaga
Desa Gembong Porisgaga Benda Jurumudi Jurumudi Baru Cibodasari Paninggilan Poris Plawad Cireundeu Binong Cibetok Gunung Kaler Manis Jaya Karang Timur Pondok Bahar Curug Sangereng Kemiri Belimbing Kosambi Timur Pagenjahan Kereo Cijeruk Ganda Ria Cihuni Karang Tengah Surya Bahari Serdang Kulon Pasar Kemis Panunggangan Timur Lembang Sari Sukasari Kayu Agung Kayu Bongkok Lengkong Gudang Lengkong Wetan Cikareo Sukaasih Sukasari Tanah Tinggi Kampung Melayu Timur Tegal Angus
Klasifikasi (definisi) d b a a b a a b b d d d a b b d d d d d a c d c d d d d a d d d d a a d b a a d d
Klasifikasi hasil analisis b a b b a d b a d b c c d d a b c c b c b d c a c c a b c c b c c b b c a c b c c
84
Tabel 16 (lanjutan) No 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Kecamatan Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa
Sumber: Hasil analisis
Desa Bantar Panjang Cileles Cisereh Kadu Agung Pasir Nangka Pematang Tapos Tegalsari Tigaraksa
Klasifikasi (definisi) a a a a a a a a b
Klasifikasi hasil analisis c c d c d c c c d
Penyebab Masalah Pada Beberapa Tipologi Permukiman Pengamatan pada beberapa desa yang salah klasifikasi menemukan beberapa permasalahan. Tabel 17 memperlihatkan tiga belas desa kawasan permukiman perkotaan yang secara analisis diklasifikasi sebagai kawasan perdesaan yaitu Desa Cibodasari Kecamatan Cibodas, Desa Cirendeu Kecamatan Ciputat Timur, Desa Manis Jaya Kecamatan Jati Uwung, Desa Karang Timur Kecamatan Karang Tengah, Desa Lengkong Gudang dan Lengkong Wetan Kecamatan Serpong, Desa Sukasari Kecamatan Tangerang, dan seluruh desa di Kecamatan Tigaraksa. Sebaliknya terdapat delapan unit pengamatan yang diklasifikasi sebagai kawasan perdesaan menjadi kawasan perkotaan, yaitu Desa Gembong Kecamatan Batuceper, Desa Binong Kecamatan Curug, Desa Curug Sangereng Kecamatan Kelapa Dua, Desa Kosambi Timur Kecamatan Kosambi, Desa Cihuni Kecamatan Pagedangan, Desa Serdang Kulon Kecamatan Panongan, Desa Pasar Kemis Kecamatan Pasar Kemis dan Desa Sukasari Kecamatan Rajeg. Hasil analisis menunjukkan permasalahan pada pengelompokkan kawasan berdasarkan klasifikasi administrasi permukiman perkotaan, tidak memperlihatkan adanya karakteristik perkotaan. Data menunjukkan kawasan tersebut merupakan desa-desa pemekaran wilayah yang berubah statusnya dari desa menjadi kota yang tidak diikuti oleh sifat-sifat perkotaan. Akibatnya, analisis memprediksi wilayah ini sebagai perdesaan. Hasil analisis membuktikan bahwa pemekaran wilayah tidak selalu diikuti dengan peningkatan infrastruktur perkotaan. Analisis yang juga menunjukkan profil rumah tangga sebagai penciri yang berpengaruh, pada kasus ini juga memperlihatkan bahwa perubahan status desa menjadi kota tidak
85
serta merta mampu merubah pola penghidupan penduduk perdesaan menjadi penduduk perkotaan. Pada beberapa unit pengamatan kelompok kawasan yang diklasifikasi sebagai kawasan perdesaan menjadi kawasan perkotaan ditemukan perkembangan yang sprawl dan tak terencana. Salah satu wilayah yang mengalami perkembangan perkembangan yang sprawl ditemukan pada Desa Kosambi Timur Kecamatan Kosambi, sebagaimana divisualisasikan oleh Gambar 27.
6°15’50,15” LS - 6°18’00,37” LS dan 106°32’06,83” BT - 106°33’24,38” BT
Gambar 27
Kenampakan visual citra Desa Kosambi Timur yang diklasifikasi sebagai kawasan kategori b berdasarkan analisis diskriminan.
Secara administratif desa yang terletak di wilayah Kabupaten Tangerang, berstatus sebagai desa dan berjarak 17 Km dari pusat Kota Jakarta. Dengan rasio lahan terbangun 72,57%, Desa Kosambi Timur diklasifikasi sebagai permukiman perdesaan yang berkembang tidak tertata, yakni kategori kawasan d. Namun berdasarkan analisis, klasifikasi tersebut tidak tepat, karena nilai peluang posterior sebagai kategori d yang rendah yaitu sebesar 0,028. Hasil analisis menunjukkan desa ini diklasifikasi sebagai kawasan perkotaan tak tertata dengan nilai 0,968. Secara visual, citra menunjukkan dominasi pemanfaatan lahan Desa Kosambi Timur adalah kegiatan industri dan pergudangan, walau status administrasi Desa Kosambi Timur mengklasifikasi kawasan ini sebagai kawasan perdesaan. Pengamatan secara visual ini memperkuat temuan analisis yang menunjukkan
86
bahwa karakteristik sumberdaya yang dimiliki Desa Kosambi Timur adalah sifatsifat sumberdaya perkotaan. Yang dapat disimpulkan dari kasus Desa Kosambi Timur adalah status wilayah administratif tidak tepat untuk digunakan sebagai kunci klasifikasi pada Desa Kosambi Timur. Perkembangan desa yang ditunjukkan dengan proporsi lahan terbangun serta dominasi aktifitas industri menunjukkan kawasan ini tepat diklasifikasi sebagai kawasan perkotaan. Hal berbeda ditemui pada Desa Serdang Kulon Kecamatan Panongan. Pengamatan mengklasifikasi desa ini sebagai kawasan kategori d, tetapi analisis menunjukkan Serdang Kulon memiliki peluang posterior rendah bila diklasifikasi sebagai desa kategori d, yakni sebesar 0,16. Prediksi analisis mengklasifikasi desa ini sebagai kawasan permukiman perkotaan tertata (kategori a), dengan nilai peluang klasifikasi sebesar 0,40.
a.
6°15’50,15” LS - 6°18’00,37” LS 106°32’06,83” BT 106°33’24,38” BT
c.
b.
d. Gambar 28 Kenampakan visual citra Desa Serdang Kulon dan foto lapangan, yang diklasifikasi sebagai kawasan kategori a berdasarkan analisis.
87
Secara visual, citra yang tersaji pada Gambar 28 (a.) memperlihatkan keadaan pemanfaatan lahan Desa Serdang Kulon. Desa Serdang Kulon didominasi oleh jenis pemanfaatan lahan tegalan/kebun campuran yang diselingi dengan sawah dan perkampungan penduduk dengan pola permukiman perdesaan berkelompok (Koestoer 1997) dan proporsi lahan terbangun yang rendah (39,42%). Gambar 28 (b.) menunjukkan bentuk ketidakteraturan permukiman di Desa Serdang Kulon, sebagaimana dijelaskan pula oleh Koestoer (1997), bahwa karakteristik kawasan permukiman perdesaan ditandai oleh ketidakteraturan bentuk fisik rumah dan jaringan jalan lingkungan kampung yang bentuknya tidak beraturan. Dibandingkan dengan klasifikasinya sebagai kawasan berkategori a menurut analisis diskriminan, Gambar 28 menunjukkan bahwa secara visual Desa Serdang Kulon lebih tepat diklasifikasi sebagai kawasan berkategori d, dan ini sesuai dengan status administrasi wilayahnya. Dapat disimpulkan bahwa dari perbedaan hasil klasifikasi Desa Serdang Kulon: 1) ditemukan ketidaktepatan klasifikasi dari metode klasifikasi dengan kunci intepretasi status wilayah administratif dan penggabungan
klasifikasi
beberapa
berdasarkan
metode
untuk
analisis
diskriminan,
menentukan
klasifikasi
sehingga wilayah
diperkirakan akan memberikan hasil klasifikasi lebih baik, 2) bahwa karakteristik Desa Serdang Kulon yang lebih tepat dapat dikenali dengan pengamatan lebih detil pada citra dan pengamatan lapangan. Pengujian Desa Salah Klasifikasi Pengujian kembali pada 50 desa salah klasifikasi dilakukan untuk memperoleh gambaran yang tepat dari karakteristik masing-masing kawasan. Hasil analisis diskriminan pada 279 desa unit pengamatan, menunjukkan ada 50 desa yang salah klasifikasi. Dari ke-50 desa yang diklasifikasi salah/tidak tepat, ditemukan 9 desa (sekitar 18%) memiliki kondisi berlawanan. Yang dimaksud dengan kondisi berlawanan tersebut adalah, secara status administratif kesembilan desa itu merupakan kawasan perkotaan, namun karakteristik lahan terbangun yang dimilikinya kurang dari 40,50%, dan bahkan ada yang mendekati 0%. Sebaliknya,
88
ditemukan 5 desa (10%) yang secara administratif adalah perdesaan, tetapi karakteristik lahan terbangunnya lebih besar dari 65%, dan bahkan ada yang mencapai 99,67% (Lampiran 2). Temuan ini menunjukkan bahwa status administratif wilayah pada beberapa desa, perlu direvisi sebagai salah satu kunci penentu klasifikasi kawasan perkotaan maupun perdesaan. Pengujian 50 desa diawali dengan melakukan pengklasifikasian ulang ke50 unit pengamatan tersebut. Pengklasifikasian ulang 50 desa tidak menggunakan status administratif sebagai penentu klasifikasi. Pengklasifikasian 50 desa menggunakan
kunci
intepretasi
persentase
luas
lahan
terbangun,
kelengkapan/jenis/keragaman fasilitas penunjang kehidupan dan penghidupan, serta keberadaan kawasan kumuh/illegal. Persentase lahan terbangun dan kelengkapan fasilitas digunakan untuk menentukan apakah suatu unit pengamatan termasuk dalam kelompok permukiman perkotaan atau perdesaan, sedangkan keberadaan kawasan kumuh/illegal dan sejauhmana kelengkapan fasilitas di tiap unit pengamatan, akan digunakan untuk menentukan kondisi ketertataan tiap kawasan yang diamati. Hasil klasifikasi 50 desa menghasilkan komposisi kategori sebagaimana tersaji pada Tabel 17. Sedangkan hasil klasifikasi menjadi empat kategori permukiman secara lengkap, dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 17 Klasifikasi pengamatan 50 desa Kategori Permukiman perkotaan tertata Permukiman perkotaan tak tertata Permukiman perdesaan tertata Permukiman perdesaan tak tertata Jumlah Desa Sumber: Hasil klasifikasi a b c d
Wilayah (desa) 3 18 14 15 50
Analisis diskriminan menunjukkan proses pengklasifikasian 50 desa yang menggunakan kunci intepretasi klasifikasi: 1) persentase luas lahan terbangun, 2) kelengkapan/jenis/keragaman fasilitas penunjang kehidupan dan penghidupan, serta 3) keberadaan kawasan kumuh dan liar/ilegal, memiliki rata-rata ketepatan
89
klasifikasi sebesar 98,0%. Sebagaimana terlihat pada matriks (Tabel 18) berikut, kategori kawasan a, b dan c memiliki tingkat ketepatan klasifikasi 100,0%, sedangkan tipologi kawasan d, yaitu permukiman perdesaan tidak tertata memiliki ketepatan klasifikasi sebesar 93,3%. Adapun unit pengamatan yang tidak tepat diklasifikasi berjumlah 1 desa. Tabel 18 Tingkat ketepatan klasifikasi 50 desa Tingkat ketepatan a 100,0 b 100,0 c 100,0 d 93,3 Total 98,0 Sumber: Hasil analisis
Kategori a 3 0 0 0 3
Kategori b 0 18 0 0 18
Kategori c 0 0 14 1 15
Kategori d 0 0 0 14 14
Satu desa yang diklasifikasi salah sebagai kawasan berkategori d, menurut analisis seharusnya
diklasifikasi
sebagai
kawasan
berkategori
c.
Secara
rinci,
ketidaktepatan pengklasifikasian yang terjadi pada 1 desa tersebut dapat dilihat pada Tabel 19: Tabel Nilai peluang posterior. Tabel 19 Nilai peluang posterior klasifikasi 50 desa Kecamatan Balaraja Batuceper Benda Benda Benda Cibodas Ciledug Cipondoh Ciputat Timur Curug *Gunung Kaler Gunung Kaler Jati Uwung Karang Tengah Karang Tengah Kelapa Dua Kemiri Kosambi Kosambi Kronjo Larangan
Desa Gembong Porisgaga Benda Jurumudi Jurumudi Baru Cibodasari Paninggilan Poris Plawad Cirendeu Binong *Cibetok Gunung Kaler Manis Jaya Karang Timur Pondok Bahar Curug Sangereng Kemiri Belimbing Kosambi Timur Pagenjahan Kereo
Klasifikasi 50 desa b b b b b d b b b b d d b b d b c d b d b
Kategori a 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,003 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000
Kategori b 1,000 0,999 1,000 1,000 1,000 0,000 0,999 1,000 1,000 1,000 0,000 0,000 1,000 1,000 0,000 1,000 0,000 0,000 1,000 0,000 1,000
Kategori c 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,066 0,000 0,000 0,000 0,000 0,848 0,103 0,000 0,000 0,000 0,000 0,999 0,048 0,000 0,007 0,000
Kategori d 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,931 0,000 0,000 0,000 0,000 0,152 0,897 0,000 0,000 0,999 0,000 0,001 0,951 0,000 0,993 0,000
90
Tabel 19 (lanjutan) Kecamatan Mekar Baru Mekar Baru Pagedangan Pagedangan Pakuhaji Panongan Pasar Kemis Pinang Rajeg Rajeg Sepatan Sepatan Serpong Serpong Solear Tangerang Tangerang Tangerang Teluknaga Teluknaga Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa Tigaraksa
Desa Cijeruk Gandaria Cihuni Karang Tengah Surya Bahari Serdang Kulon Pasar Kemis Pangunggan Timur Lembang Sari Sukasari Kayu Agung Kayu Bongkok Lengkong Gudang Lengkong Wetan Cikareo Sukaasih Sukasari Tanah Tinggi Kampung Melayu Timur Tegal Angus Bantar Panjang Cileles Cisereh Kadu Agung Pasir Nangka Pematang Tapos Tegalsari Tigaraksa
*desa tidak tepat diklasifikasi Sumber: Hasil analisis
Klasifikasi 50 desa c c c c d d b d d c d c b a d d b b c d c c a c a c c c d
Kategori a 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,011 0,000 0,000 0,977 0,000 0,004 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,999 0,000 0,996 0,000 0,000 0,000 0,332
Kategori b 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,999 0,999 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Kategori c 0,982 0,609 0,999 0,999 0,001 0,000 0,000 0,002 0,002 0,987 0,174 0,548 0,000 0,000 0,415 0,000 0,000 0,000 0,999 0,000 0,889 0,996 0,000 0,998 0,000 0,952 0,999 0,999 0,000
Kategori d 0,018 0,391 0,000 0,000 0,999 0,999 0,000 0,998 0,998 0,013 0,815 0,452 0,000 0,023 0,585 0,996 0,000 0,000 0,001 0,999 0,111 0,004 0,000 0,003 0,001 0,048 0,001 0,000 0,668
Sintesis Hasil Dari proses analisis karakterisasi kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan di Wilayah Tangerang diperoleh beberapa temuan. Metode klasifikasi berdasarkan status administrasi wilayah sebagai kunci penentu klasifikasi, menghasilkan empat kelas pola permukiman di Wilayah Tangerang, yaitu: (1) Permukiman perkotaan tertata, (2) Permukiman perkotaan tidak tertata, (3) Permukiman perdesaan tertata, dan (4) Permukiman perdesaan tidak tertata. Karakterisasi diamati melalui tiga puluh dua (32) variabel yang diperoleh dari data potensi desa. Pengamatan karakteristik data dari tiga puluh dua variabel yang diamati melalui teknik visualisasi grafis dan uji t, menunjukkan ada dua pola karakter data, yaitu: 1) karakter data yang dapat menunjukkan perbedaan secara signifikan pada setiap kategori yang diamati, dan 2) karakter data yang tidak
91
menunjukkan perbedaan secara signifikan. Hasil pengamatan data dengan teknik visualisasi grafis tidak memperlihatkan kesamaan karakteristik pada setiap kategori, sebagaimana dijelaskan oleh Iaquinta dan Drescher (2000), bahwa setiap kawasan tidak pernah memiliki kondisi yang betul-betul sama. Seleksi melalui teknik analisis faktor dari (32) variabel pengamatan pada kelompok kekumuhan-kemiskinan dan kelompok aksesibilitas, masing-masing menghasilkan tiga peubah baru. Peubah baru tersebut yakni indeks kekumuhan, indeks profil rumah tangga dan indeks kemiskinan sebagai peubah baru kelompok variabel kekumuhan, indeks aksesibilitas ke pusat pertumbuhan, indeks aksesibilitas kesehatan dan indeks aksesibilitas ke fasilitas sosial ekonomi sebagai peubah baru kelompok variabel aksesibilitas. Analisis diskriminan menemukan dua belas faktor yang paling berpengaruh yang menjadi karakteristik masing-masing kategori permukiman, yaitu persentase luas lahan terbangun, persentase luas Ruang Terbuka Hijau (RTH), indeks kekumuhan, jarak ke pusat Jakarta, jumlah industri sedang, indeks aksesibilitas ke/dari fasilitas sosial-ekonomi, persentase luas tegalan, indeks aksesibilitas ke pusat, indeks profil rumah tangga, laju pertumbuhan kepala keluarga, indeks aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, dan jumlah industri besar. Kedua belas faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi enam kelompok komponen penciri yakni: a) pola penggunaan lahan; b) indeks kekumuhan, c) indeks aksesibilitas; d) populasi; e) fasilitas; dan f) kegiatan industri. Temuan ini dibuktikan pula oleh analisis boxplot dan uji t tiga puluh dua variabel perkelompok kategori. Faktor penciri tipologi 1 adalah faktor proporsi luas RTH dengan koefisien sebesar 1,965, faktor proporsi luas tegalan dengan koefisien sebesar 0,609, jarak ke Jakarta dengan koefisien sebesar -0,603, keberadaan jumlah industri besar dengan koefisien sebesar 0,564, dan faktor laju pertumbuhan fasilitas sosial sebesar -0,412. Penciri tipologi 2 adalah proporsi lahan terbangun
dengan
koefisien sebesar 5,232, indeks kekumuhan dengan koefisien sebesar 1,177, jumlah industri sedang dengan koefisien sebesar -0,679, jarak ke Jakarta dengan koefisien sebeasar -0,616 dan indeks aksesibilitas ke fasilitas sosial ekonomi dengan koefisien sebesar 0,615. Penciri tipologi 3 adalah adalah proporsi luas
92
lahan terbangun dengan koefisien sebesar -5,439, indeks kekumuhan dengan koefisien sebesar -1,651, indeks profil KK dengan koefisien sebesar -0,841, proporsi luas tegalan dengan koefisien sebesar -0,671 dan indeks aksesibilitas ke fasilitas sosial dan ekonomi dengan koefisien sebesar -0,565. Penciri tipologi 4 adalah jarak ke Jakarta dengan koefisien sebesar 0,929, indeks kekumuhan dengan koefisien sebesar 0,803, proporsi luas lahan terbangun dengan koefisien sebesar 0,754, indeks proporsi luas RTH dengan koefisien sebesar -0,712, dan jumlah industri sedang dengan koefisien sebesar 0,581. Pengujian klasifikasi kategori kawasan dengan analisis diskriminan menghasilkan tingkat ketepatan sebesar 82,08%, dimana ketepatan klasifikasi tertinggi ditemukan pada kategori c, yakni permukiman perdesaan tertata, sebesar 97,47%. Dengan rata-rata ketepatan klasifikasi sebesar 82,08%, analisis diskriminan menemukan lima puluh (50) desa yang tidak tepat diklasifikasi (salah klasifikasi). Pengamatan pada desa salah klasifikasi mengindikasikan terdapat beberapa masalah pada tipologi kawasan tertentu. Masalah yang teridentifikasi adalah: 1) pemekaran wilayah desa menjadi kota ternyata tidak diikuti oleh perkembangan sifat-sifat perkotaan. 2) terdapat wilayah yang secara administrasi merupakan daerah perdesaan tetapi memiliki sumberdaya perkotaan. Pada unit pengamatan yang merupakan bagian dari pemekaran wilayah menjadi kota, seperti Kota Tigaraksa, perkembangannya tidak diikuti oleh sifat-sifat perkotaan. Analisis menunjukkan sifat-sifat perkotaan yang ditunjukkan oleh aksesibilitas ke fasilitas sosial-ekonomi dan jenis/variasi/keragaman fasilitas perkotaan, perubahan pola penghidupan penduduk perdesaan menjadi penduduk perkotaan tidak tampak pada desa-desa seperti ini, sehingga analisis menghasilkan klasifikasi baru bagi desa tersebut sebagai permukiman perdesaan. Pada kawasan yang secara administrasi berstatus
perdesaan,
analisis
mengklasifikasi
sebagai
perkotaan
karena
sumberdaya yang dimiliki menunjukkan sifat-sifat perkotaan. Perkembangan desa yang
ditunjukkan
dengan
proporsi
lahan
terbangun
dengan
dominasi
perkembangan kawasan perumahan dan aktifitas industri menunjukkan kawasan perdesaan dapat diklasifikasi sebagai kawasan perkotaan. Dengan demikian dapat diidentifikasi bahwa pada kasus desa pemekaran dan berubah statusnya menjadi
93
kota menunjukkan klasifikasi dengan pendekatan status administratif wilayah tidak diikuti dengan sifat dan sumberdaya perkotaan yang dimilikinya. Sedangkan pada kasus Desa Serdang Kulon dan Desa Kosambi Timur dapat disimpulkan bahwa penggunaan proporsi lahan terbangun sebagai kunci penentu klasifikasi perkotaan perdesaan akan memberikan klasifikasi kawasan dengan tingkat ketepatan lebih baik. Pengujian kembali pada 50 desa yang diklasifikasi ulang dengan kunci klasifikasi luas lahan terbangun, menghasilkan rata-rata tingkat ketepatan klasifikasi sebesar 98,00%. Pada tiga kategori kawasan yakni kategori a, b dan c, tingkat ketepatan klasifikasi mencapai 100%, sedangkan pada kategori d tingkat ketepatan adalah 93,33%, karena ditemukan 1 desa yang salah klasifikasi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Karakterisasi kawasan permukiman di Wilayah Tangerang menghasilkan empat tipologi permukiman. Keempat tipologi permukiman tersebut adalah: (1) Permukiman perkotaan tertata (a = 18,99%), (2) Permukiman perkotaan tidak tertata (b = 25,80%), (3) Permukiman perdesaan tertata (c = 28,31%), dan (4) Permukiman perdesaan tidak tertata (d = 26,88%). Terdapat ketidaktepatan pengkelasan dengan pendekatan status administratif pada 50 desa dari 279 desa yang didapat atas kelas awal yaitu 19 desa tipologi a, 8 desa tipologi b, 2 desa tipologi c dan 21 desa tipologi d. Terdapat dua belas faktor berpengaruh yang membedakan secara nyata empat tipologi permukiman di Wilayah Tangerang. Keduabelas faktor itu adalah proporsi luas lahan terbangun, proporsi luas Ruang Terbuka Hijau (RTH), indeks kekumuhan, jarak ke pusat Jakarta, keberadaan industri sedang, indeks aksesibilitas ke/dari fasilitas sosial-ekonomi, proporsi luas tegalan, indeks aksesibilitas ke pusat, indeks profil rumah tangga, laju pertumbuhan kepala keluarga, indeks aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, dan jumlah industri besar. Keduabelas faktor dapat dikelompokkan menjadi enam komponen yakni komponen penggunaan lahan, kelompok komponen kekumuhan, kelompok komponen aksesibilitas, kelompok komponen populasi, kelompok komponen fasilitas dan kelompok komponen industri. Fenomena
urban
sprawl
nyata
terjadi
di
Wilayah
Tangerang.
Perkembangan permukiman di Wilayah Tangerang menunjukkan bentuk perkembangan yang acak pada beberapa unit pengamatan dan memiliki ciri yang berbeda pada tiap tipologi. Beberapa faktor penciri pada tiap tipologi permukiman yaitu kategori permukiman perkotaan tertata adalah faktor indeks pofil rumah tangga, faktor indeks kekumuhan, jenis/variasi fasilitas, indeks aksesibilitas ke fasilitas sosial ekonomi, dan faktor indeks aksesibilitas ke fasilitas kesehatan. Kategori permukiman perkotaan tak tertata adalah indeks profil rumah tangga, indeks kekumuhan, indeks aksesibilitas ke pusat kecamatan dan ke kabupaten lain
96
yang terdekat, jenis/variasi/ragam fasilitas dan indeks aksesibilitas ke fasilitas sosial ekonomi. Kategori permukiman perdesaan tertata adalah indeks profil rumah tangga, indeks aksesibilitas ke fasilitas sosial ekonomi, indeks aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, jenis/variasi/ragam fasilitas dan indeks aksesibilitas ke pusat kecamatan dan ke kabupaten lain yang terdekat, dan kategori permukiman perdesaan tak tertata adalah indeks profil rumah tangga, indeks kekumuhan, indeks aksesibiltas ke fasilitas sosial ekonomi, indeks aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, dan jenis/variasi/ragam fasilitas. Penyebab timbulnya salah klasifikasi dari pengujian empat tipologi kawasan permukiman adalah perubahan status administratif serta perubahan pola pemanfaatan lahan pertanian ke kawasan perumahan dan aktifitas industri. Batas status administrasi tidak dapat digunakan dalam pengkelasan. Uji kedua tanpa memanfaatkan data status administratsi dapat meningkatkan akurasi klasifikasi. Penggunaan proporsi lahan terbangun dan variasi fasilitas sebagai kunci klasifikasi terbukti menunjukkan ketepatan klasifikasi 100% pada tiga dari empat tipologi kawasan. Dengan demikian temuan membuktikan bahwa penggunaan terminologi kota dan desa seperti yang kita pahami saat ini, kurang tepat untuk menggambarkan perkembangan saat ini. Saran Penggunaan terminologi kota dan desa sudah tidak tepat untuk menggambarkan perkembangan daerah perkotaan dan desa-desa di Tangerang saat ini. Terkait dengan temuan ini, maka penelitian merekomendasikan untuk dilakukan evaluasi terhadap terminologi kota dan desa, terutama pada kasus perkembangan di kawasan metropolitan. Pendefinisian kembali kedua terminologi tersebut dapat dilakukan dengan mengacu pada definisi fungsional Badan Pusat Statistik (BPS) yang menjelaskan status desa/kelurahan dapat berubah sewaktuwaktu seiring dengan bertambah padatnya penduduk, berkurangnya kegiatan pertanian atau meningkatnya fasilitas dan pelayanan kota. Perkembangan sprawl nyata terjadi di perkotaan dan perdesaan di Wilayah Tangerang. Untuk mencegah terjadinya sprawl terutama di Wilayah Tangerang
97
disarankan untuk melakukan kontrol (pengendalian) terhadap komponenkomponen yang berpengaruh. Enam kelompok komponen berpengaruh yang digunakan sebagai alat pengendalian adalah kelompok komponen penggunaan lahan,
kawasan
kumuh
(tidak
tertata),
aksesibilitas,
variasi
fasilitas,
perkembangan industri dan populasi. Pengendalian terhadap enam komponen berpengaruh dapat dirumuskan sebagai prioritas penanganan hal-hal pokok dari perkembangan wilayah yang tidak direncanakan. Beberapa hal pokok yang direkomendasikan untuk ditangani adalah prioritas penanganan perkembangan dan perubahan pola guna lahan yang dapat dilakukan melalui perencanaan dan penataan pemanfaatan lahan yang integral dengan sistem transportasi dan variasi/kelengkapan fasilitas. Pokok pengendalian komponen industri dapat dilakukan melalui pengaturan zoning. Adapun pokok pengendalian populasi dan kawasan kumuh terutama di perkotaan dapat dilakukan dengan pengelolaan urbanisasi melalui pemerataan pembangunan hingga perdesaan.
DAFTAR PUSTAKA
Adibroto TAS. 1990. Gerak Ulang-Alik Penduduk dan kemandirian Kota Baru. Kasus: Kota Baru BSD di Serpong dengan Perbandingan Kota Administrasi Bekasi. [Tesis]. Jakarta: Fakultas Pascasarjana, Universitas Indonesia. Angel S, Parent J, Civco D. 2007. Urban sprawl metrics: an analysis of global urban expansion using GIS. ASPRS 2007 Annual Conference; Tampa Florida. Bintarto R. 1983. Interaksi Kota – Desa dan Permasalahannya. Yogyakarta: Ghalia Indonesia. Bourne M, Bunce L, Taylor N. 2003. Contested ground: the dynamics of periurban growth in the Toronto Region. Canadian Journal of Regional Science 26(2&3):251-270. [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2003. Potensi Desa 2003. Jakarta. [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2008. Potensi Desa 2008. Jakarta. Busck AG, Kristensen SP, Præstholm S, Reenberg A, Primdahl J. 2006. Land system changes in the context of urbanisation: Examples from the peri-urban area of Greater Copenhagen. Geografisk Tidsskrift, Danish Journal of Geography 106(2):21-34. Buxton M, Choy DL. 2007. Change in peri-urban Australia: Implications for Land Use Policies. SOAC 2007:291-302. ISBN 978-0-646-48194-4. Chirisa I. 2009. Peri-urban dynamics and regional planning in Africa: Implications for building healthy cities. Journal of African Studies and Development 2(2):015-026. Clark C. 1982. Regional and Urban Location. London: University of Queensland Press. Cymerman JH, Coe S, Hutyra LR. 2011. Urban growth patterns and growth management boundaries in the Central Puget Sound, Washington, 1986– 2007. Urban Ecosyst DOI 10.1007/s11252-011-0206-3. Djunaedi A. 2002. Metode & Teknik II Konsentrasi PPK. Modul-modul Growth Management Methods & Techniques. Buku Ke-2. Program Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD). Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Dwijosumono S, Desiar R. 2001. Hasil Survei Migrasi Penduduk Jabodetabek Tahun 2001. Jakarta: BPS Propinsi DKI Jakarta. Galvin EB. 2002. Conceptualising and measuring human settlement in the 21st Century. Seminar on New Forms of Urbanization. IUSSP. Hair JFJr, Anderson RE, Tatham RL, Black WC. 1998. Multivariate Data Analysis. 5th Ed. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
100
Herbert DT, Thomas CJ. 1982. Urban Geography. A First Approach. New York: John Wiley & Sons. Heripoerwanto ED. 2009. Rancang Bangun Sistem Pengelolaan Permukiman Berkelanjutan di Kawasan Pinggiran Metropolitan (Studi Kasus: Kabupaten Tangerang). [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hudalah D, Winarso H, Woltjer J. 2007. Peri-urbanisation in East Asia: A new challenge for planning? Journal International Development Planning Review 29(4):503-519. Jayadinata JT. 1999. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah. Bandung: ITB. Iaquinta DL, Drescher AW. 2000. Defining periurban: Understanding rural-urban linkages and their connection to institutional contexts. Tenth World Congress, International Rural Sociology Association; 26 Mei 2005. Kim Jy. 2009. Rezoning Decisions Associated with Housing Price, Land Use Plan, and Urban Sprawl: Empirical Estimations. [Thesis]. Knoxville: University of Tennessee. Koestoer RH. 1997. Perspektif Lingkungan Desa Kota, Teori dan Kasus. Jakarta: UI-Press. Korcelli P. 2008. Review of Typologies of European Rural-Urban Regions. Periurban Land Use Relationships - Strategies and Sustainability Assessment Tolls for Urban-Rural Linkages, Integrated Project. EU 5th Framework Research Projects: Scatter and Urban-Pandens. [KPPOD]. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. 2005. Hasil Pemeringkatan Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia 2005. Jakarta. Leaf M. 2002. A tale of two villages: Globalization and peri-urban change in China and Vietnam. Journal Cities 19(1):23-31. Li F. 2009. Applying remote sensing and GIS on monitoring and measuring urban sprawl. A case study of China. Revista Internacional de Sostenibilidad Tecnologia y Humanismo 4:47-56. Marshall F, Waldman L, MacGregor H, Mehta L, Randhawa P. 2009. On the edge of sustainability: perspectives on peri-urban dynamics. STEPS Working Paper 35. Brighton: STEPS Centre. Putra BA. 2006. Pola Permukiman Melayu Jambi (Studi Kasus Kawasan Tanjung Pasir Sekoja). [Tesis]. Semarang: Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Rachman HF. 2010. Kajian Pola Spasial Pertumbuhan Kawasan Perumahan dan permukiman di Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. [Tesis]. Semarang: Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Rahman G, Alam D, Islam S. 2008. City growth with urban sprawl and problems of management for sustainable urbanization. 44th ISOCARP Congress 2008.
101
Rindarjono MG. 2010. Perkembangan Permukiman Kumuh di Kota Semarang Tahun 1980-2006. [Disertasi]. Yogyakarta: Program Studi Geografi. Universitas Gajah Mada. Rustiadi E. Panuju DR. 1999. Suburbanisasi Kota Jakarta. Seminar Nasional Tahunan VII Persada; Bogor, 6 Des 1999. Saefulhakim HRS. 2008. Model Pemetaan Potensi Ekonomi untuk Perumusan Kebijakan Pembangunan Daerah. Konsep, Metode, Aplikasi dan Teknik Komputasi. Bogor: CORDIA. Sajor E, Ongsakul R. 2007. Mixed land use and equity in water governance in peri-urban Bangkok. International Journal of Urban and Regional Research 31:782–801. Setyohadi BK. 2007. Tipologi pola spasial dan segregasi sosial lingkungan permukiman Candi Baru. Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan 9(2):97-106. Siregar J. 2011. Peran aktif pemerintah dalam pengembangan kota baru. Diskusi; Jakarta, 4 Ags 2011. Soetomo S. 2002. Dari Urbanisasi ke Morfologi Kota (Mencari Konsep Pembangunan Tata Ruang Kota Yang Beragam). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Sudhira HS, Ramachandra TV. 2007. Characterizing urban sprawl from remote sensing data and using landscape metrics. 10th International Conference on Computers in Urban Planning and Urban Management. Tacoli C. 2003. The links between urban and rural development. Environment & Urbanization 15:3-12. http://eau.sagepub.com at University of Natal Library. [4 Agustus 2009] Terzi F, Kaya HS. 2008. Analyzing urban sprawl patterns through fractal geometry: the case of Istanbul Metropolitan Area. Working papers series; Paper 144, Aug 08. London: Centre for Advanced Spatial Analysis University College London. Thapa RB, Murayama Y. 2008. Land evaluation for peri-urban agriculture using Analytical Hierarchical Process and Geographic Information System Techniques: A case study of Hanoi. Journal Land Use Policy 25(2):225-239. Warpani S. 1984. Analisis Kota & Daerah. Bandung: ITB. Warsono A. 2006. Perkembangan Permukiman Pinggiran Kota Pada Koridor Jalan Kaliurang Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman. [Tesis]. Semarang: Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Webster D, Theeratham P. 2004. Policy coordination, planning and infrastructure provision: A case study of Thailand. Version: November 17, 2004. ADBJBIC-World Bank East Asia and Pacific. Winarso H, Hudalah D, Sari MK. Navastara AM. 2007. Dampak pengembangan lahan skala besar terhadap perubahan struktur spasial peri-urban Jakarta. Research Series UPDRG 01-2007.
102
Wiryomartono BP. 2002. Urbanitas dan Seni Bina Perkotaan. Jakarta: Balai Pustaka. Wu J, Jenerette GD, Buyantuyev A, Redman CL. 2010. Quantifying spatiotemporal patterns of urbanization: The case of the two fastest growing metropolitan regions in the United States. Ecological Complexity 8 (2011) 1–8. Journal homepage: www.elsevier.com/locate/ecocom. Yunus HS. 2006. Manajemen Kota: Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yunus HS. 2008. Dinamika Wilayah Peri-Urban. Determinan Masa Depan Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Zulkaidi D, Sari MK, Navastara AM. 2007. Dampak pengembangan lahan skala besar terhadap pasar lahan dan transformasi peri-urban Kota Jakarta. Research Series. http://www.sappk.itb.ac.id. Peraturan Perundangan [UU No. 26/2007] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. [UU No. 1/2011] Kementerian Perumahan. 2011. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Kementerian Perumahan. Jakarta. Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.
LAMPIRAN
104
105
Lampiran 1 Hasil klasifikasi menjadi empat kategori kawasan Kecamatan
Desa
BALARAJA
CANGKUDU GEMBONG SAGA SENTUL SUKA MURNI TALAGASARI TOBAT BATUCEPER BATUJAYA BATUSARI KEBON BESAR PORISGAGA PORISGAGA BARU BENDA JURUMUDI JURUMUDI BARU PAJANG CIBODAS BARU CIBODASARI UWUNG JAYA BITUNG JAYA BOJONG BUDI MULYA BUNDER CIBADAK CIKUPA DUKUH PASIR GADUNG PASIR JAYA SUKA DAMAI SUKA NAGARA TALAGA PANINGGILAN PANINGGILAN UTARA PARUNG SERAB SUDIMARA JAYA SUDIMARA TIMUR CIPONDOH MAKMUR GONDRONG KENANGA KETAPANG PETIR PORIS PLAWAD PORIS PLAWAD INDAH PORIS PLAWAD UTARA CIPAYUNG CIPUTAT JOMBANG
BATUCEPER
BENDA
CIBODAS
CIKUPA
CILEDUG
CIPONDOH
CIPUTAT
Adm c c c c c c c a a a b b a a a b a a a a c c c c c c d c c c c c a a a a a a a a a a a a a a a a
% terbangun
39,89 92,70 83,58 67,03 63,08 76,94 55,38 73,27 68,29 44,08 93,53 67,62 66,95 74,92 72,47 71,60 78,13 79,69 37,08 77,73 95,99 96,89 71,29 91,06 75,97 80,16 52,66 98,92 88,80 92,35 100,00 100,00 71,02 100,00 96,89 100,00 100,00 100,00 53,25 65,59 61,77 37,58 84,57 93,77 99,19 92,99 92,64 99,12
Kategori d d d d d d d b a a b b a b b b b b a b d d d d d d d d d d d d b b b b b b a a a a b b b b b b
106
Kecamatan
CIPUTAT TIMUR
CISAUK
CISOKA
CURUG
GUNUNG KALER
JAMBE
JATI UWUNG
JAYANTI
KARANG TENGAH
KARAWACI
Desa SARUA SARUA INDAH SAWAH CIREUNDEU PISANGAN PONDOK RANJI RENGAS DANGDANG MEKARWANGI SAMPORA SURADITA BOJONGLOA CARENANG CIBUGEL KARANGHARJA SELAPAJANG BINONG CUKANG GALIH CURUG KULON CURUG WETAN KADU KADU JAYA SUKA BAKTI CIBETOK GUNUNG KALER KANDA WATI KEDUNG ONYAM RANCA GEDE JAMBE MEKARSARI SUKA MANAH TABAN GANDASARI JATAKE KRONCONG MANIS JAYA PASIR JAYA DANG DEUR JAYANTI PABUARAN PANGKAT PASIR MUNCANG SUMUR BANDUNG KARANG TENGAH KARANG TIMUR PEDURENAN PONDOK BAHAR PONDOK PUCUNG BUGEL CIMONE
Adm a a a a a a a c c c c c d c c c c c c c c c c d d c c d c c c c c a a a a a c c c c c c a a a b a a a
% terbangun
100,00 96,25 100,00 93,95 100,00 91,21 100,00 0,00 5,47 5,98 10,09 0,00 0,00 11,68 0,00 22,71 99,67 55,45 62,99 11,99 69,61 90,69 69,47 0,00 0,00 0,16 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 62,28 97,05 61,70 74,07 69,37 0,00 0,00 2,10 0,00 8,10 38,51 99,88 94,15 93,68 38,00 100,00 78,12 91,31
Kategori b b b b b b b c c c c c d c c c d d d c d d d d d c c d c c c c c a b a b a c c c c c d b b b b b b b
107
Kecamatan
KELAPA DUA KEMIRI
KOSAMBI
KOSAMBI KRESEK
KRONJO
LARANGAN
LEGOK
MAUK
MEKAR BARU
NEGLASARI
Desa GERENDENG KARAWACI BARU MARGASARI NAMBOJAYA PABUARAN PABUARAN TUMPENG SUKAJADI SUMUR PACING BOJONG NANGKA CURUG SANGERENG KEMIRI LONTAR PATRA MANGGALA BELIMBING CENGKLONG DADAP JATIMULYA KOSAMBI BARAT RAWA RENGAS KOPER KRESEK PATRA SANA RANCA ILAT BLUKBUK CIRUMPAK PAGENJAHAN PASILIAN PASIR CIPADU JAYA GAGA KEREO KEREO SELATAN LARANGAN INDAH LARANGAN SELATAN LARANGAN UTARA BABAKAN CARINGIN KAMUNING RANCAGONG SERDANG WETAN KEDUNG DALEM MARGA MULYA MAUK BARAT SASAK CIJERUK GANDA RIA JENGGOT KEDAUNG KLUTUK WALIWIS KARANG ANYAR
Adm a a a a a a b a c c d d c c c c c d c c c d c c d d c c a a a a a a a c c c c c c c c c c d d d d c a
% terbangun
84,07 100,00 66,75 90,79 60,75 75,60 81,85 78,82 63,78 66,87 1,19 2,14 0,49 37,69 64,23 76,30 69,95 21,68 60,23 0,10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4,32 0,00 99,04 100,00 79,53 100,00 94,72 100,00 100,00 58,73 50,97 23,58 12,51 6,66 25,04 0,36 0,00 16,05 0,00 1,17 0,00 0,00 0,00 0,00 52,50
Kategori b b a b a b b b d d d d c d d d d d d c c d c c d d c c b b b b b b b d d c c c c c c c c d d d d c a
108
Kecamatan
PAGEDANGAN
PAKUHAJI
PAMULANG
PANONGAN
PASARKEMIS
PERIUK
PINANG
PONDOK AREN
Desa KEDAUNG BARU KEDAUNG WETAN NEGLASARI CICALENGKA CIHUNI JATAKE KARANG TENGAH BUARAN MANGGA GAGA PAKU ALAM SUKAWALI SURYA BAHARI BAMBU APUS BENDA BARU PAMULANG BARAT PAMULANG TIMUR PONDOK BENDA PONDOK CABE ILIR PONDOK CABE UDIK CIAKAR MEKAR BAKTI MEKAR JAYA PANONGAN PEUSAR RANCA IYUH RANCA KALAPA SERDANG KULON PASAR KEMIS SINDANG SARI SUKAASIH GEBANG RAYA PERIUK PERIUK JAYA SANGIANG JAYA KUNCIRAN JAYA NEROKTOG PAKOJAN PANUNGGANGAN PANUNGGANGAN TIMUR PANUNGGANGAN UTARA PINANG SUDIMARA PINANG JURANG MANGGU BARAT JURANG MANGGU TIMUR PERIGI PONDOK AREN PONDOK JAYA
Adm
% terbangun
Kategori
a a a c c c d c c c c d a a a a a a a c c c c c c c c c c c a a a a a a a a
66,10 58,07 41,44 2,86 27,08 9,06 14,09 0,00 13,88 19,43 1,11 4,77 98,84 97,99 92,82 98,38 98,53 100,00 96,02 13,84 33,32 10,40 46,41 38,46 4,03 3,59 39,42 97,60 61,01 94,43 83,29 56,32 57,89 82,38 27,37 63,09 28,00 39,48
a a a c c c d c c c c d b b b b b b b c d c d d c c d d d d b a a a a a a a
a
31,85
a
a a a
33,81 87,79 86,92
a b b
a
99,95
b
a a a a
95,74 96,76 91,67 90,67
b b b b
109
Kecamatan
Desa
PONDOK AREN RAJEG
PONDOK PUCUNG DAON JAMBU KARYA LEMBANG SARI MEKARSARI RAJEG RAJEGMULYA RANCA BANGO SUKA MANAH SUKA SARI TANJAKAN KARET KAYU AGUNG KAYU BONGKOK MEKAR JAYA PONDOK JAYA SARAKAN JATI MULYA KAMPUNG KELOR KEDAUNG BARAT PONDOK KELOR SANGIANG TANAH MERAH CIATER LENGKONG GUDANG LENGKONG WETAN RAWA BUNTU RAWA MEKAR JAYA SERPONG JELUPANG LENGKONG KARYA PONDOK JAGUNG TIMUR BABAKAN KADEMANGAN KRANGGAN MUNCUL SETU BADAK ANOM SINDANG JAYA SINDANG PANON MUNJUL SOLEAR MEKAR KONDANG RAWA KIDANG SUKADIRI PARAHU BABAKAN BUARAN INDAH SUKAASIH SUKARASA
SEPATAN
SEPATAN TIMUR
SERPONG
SERPONG UTARA
SETU
SINDANG JAYA
SOLEAR SUKADIRI
SUKAMULYA TANGERANG
Adm
% terbangun
Kategori
a c c c c c c c c c c c c d c c c c c c c c c a a a a a a a a
89,35 5,81 0,00 31,44 48,97 5,04 28,93 29,94 0,00 90,93 14,40 61,10 35,56 7,88 45,83 27,04 19,16 25,69 23,24 28,96 22,51 15,32 23,45 100,00 78,79 62,20 100,00 100,00 87,04 94,56 86,38
b c c d d c c c c d c d d d d c c c c c c c c b b a b b b b b
a a a a a a c c c c d c c c c a a b a
97,72 95,31 99,80 25,60 90,82 93,21 0,00 0,00 7,85 2,51 0,00 0,00 0,00 0,00 73,24 63,00 60,17 45,11 80,04
b b b a b b c c c c d c c c d a a b b
110
Kecamatan
TELUKNAGA
TIGARAKSA
Desa SUKASARI TANAH TINGGI BOJONG RENGED KAMPUNG MELAYU BARAT KAMPUNG MELAYU TIMUR LEMO MUARA PANGKALAN TANJUNG BURUNG TEGAL ANGUS TELUK NAGA BANTAR PANJANG CILELES CISEREH KADU AGUNG PASIR NANGKA PEMATANG TAPOS TEGALSARI TIGARAKSA
Adm
% terbangun
Kategori
a a d
18,77 76,70 34,15
a b d
d
26,61
d
d c c c c c d a a a a a a a a b
10,87 0,00 0,00 12,88 0,00 32,37 43,00 2,31 17,59 68,16 7,06 56,04 17,07 0,00 3,46 40,01
d c c c c d d a a a a a a a a b
Lampiran 2 Variabel penduga yang diamati
BALARAJA BALARAJA BALARAJA BALARAJA BALARAJA BALARAJA BALARAJA BATUCEPER BATUCEPER BATUCEPER BATUCEPER BATUCEPER BATUCEPER BENDA BENDA BENDA BENDA CIBODAS CIBODAS CIBODAS CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CILEDUG CILEDUG CILEDUG CILEDUG CILEDUG CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPUTAT CIPUTAT CIPUTAT CIPUTAT CIPUTAT CIPUTAT CIPUTAT TIMUR CIPUTAT TIMUR CIPUTAT TIMUR CIPUTAT TIMUR CISAUK
CANGKUDU GEMBONG SAGA SENTUL SUKA MURNI TALAGASARI TOBAT BATUCEPER BATUJAYA BATUSARI KEBON BESAR PORISGAGA PORISGAGA BARU BENDA JURUMUDI JURUMUDI BARU PAJANG CIBODAS BARU CIBODASARI UWUNG JAYA BITUNG JAYA BOJONG BUDI MULYA BUNDER CIBADAK CIKUPA DUKUH PASIR GADUNG PASIR JAYA SUKA DAMAI SUKA NAGARA TALAGA PANINGGILAN PANINGGILAN UTARA PARUNG SERAB SUDIMARA JAYA SUDIMARA TIMUR CIPONDOH CIPONDOH INDAH CIPONDOH MAKMUR GONDRONG KENANGA KETAPANG PETIR PORIS PLAWAD PORIS PLAWAD INDAH PORIS PLAWAD UTARA CIPAYUNG CIPUTAT JOMBANG SARUA SARUA INDAH SAWAH CIREUNDEU PISANGAN PONDOK RANJI RENGAS DANGDANG
jarak k jkt
laju_fas pendidikan
laju_fas kesehatan
laju fasos
laju fas eko
jenis fasilitas
d d d d d d d a a a b b a a a b a a a a d d d d d d d d d d d d a b b b b a b b a a a a b b b b b b b b b b b b b c
44.44 45.21 40.99 42.68 32.28 33.75 43.34 17.85 18.78 20.20 16.35 18.63 18.36 18.62 16.76 16.93 17.78 25.61 24.98 26.10 31.83 37.07 37.99 31.05 38.66 34.34 33.01 33.23 30.57 35.80 22.40 35.15 14.93 14.69 15.93 14.86 13.52 17.00 15.56 16.52 14.50 15.32 14.00 12.98 16.71 15.72 18.25 18.95 17.25 19.00 19.87 18.72 16.84 15.96 17.16 15.16 14.48 45.89
40 3 18 26 0 28 8 7 57 5 10 8 12 1 3 48 60 42 4 6 3 11 0 3 11 1 24 4 88 2 3 2 0 0 24 0 5 2 0 50 12 9 4 3 15 11 24 11 31 8 5 2 17 11 0 11 37 1
1 0 0 0 4 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 8
10 3 4 3 0 20 2 7 13 0 0 20 0 3 0 80 0 6 4 0 0 0 0 0 0 0 7 20 8 5 10 210 5 13 4 13 13 2 8 0 0 0 0 0 15 17 3 2 6 12 8 10 5 3 9 18 0 4
120 100 50 60 0 35 0 0 10 0 50 10 0 440 60 13 0 0 2 2 30 40 40 120 7 11 10 40 40 0 20 20 40 10 13 20 17 80 5 20 120 0 100 10 60 220 4 2 7 15 15 0 20 4 11 4 12 0
16 18 26 16 11 25 18 21 22 14 17 26 11 19 19 18 11 23 22 19 15 16 14 14 15 20 17 18 18 18 17 14 15 15 27 17 20 22 23 16 19 17 17 16 21 27 27 20 29 26 27 14 18 22 29 22 18 14
laju kk 16.53 5.73 11.59 14.34 9.53 13.52 7.15 -2.60 1.39 33.26 2.48 9.07 -2.19 -11.96 11.74 10.39 6.22 -3.14 0.47 3.75 6.69 45.15 22.18 27.99 29.19 2.09 38.86 49.25 18.00 35.43 40.69 3.23 5.26 5.46 9.24 8.26 -5.73 7.55 15.08 6.54 13.62 15.34 -0.16 4.06 6.46 10.67 7.66 9.19 7.83 31.12 -1.77 7.88 13.28 12.08 6.71 6.51 4.75 4.40
j_indst besar
j_indst sedang
j_indst kecil/RT
L_lahan terbangun
LRTH
Ltegalan
L Sawah
L_ tambak
L_Tubuh Air
10 2 0 12 1 0 7 6 8 30 10 3 1 0 2 11 0 0 0 9 18 5 4 65 4 5 4 3 9 43 26 70 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 13 0 0 0 2 0 1 0 0 0 1 0 0 0
9 0 0 5 0 0 3 4 16 10 30 0 39 1 2 25 0 0 1 14 24 15 5 20 5 3 9 5 1 8 13 11 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 3 0 0 2 1 3 1 0 1 0 0
3 2 9 1 1 8 2 5 0 0 2 5 0 11 1 4 10 0 2 2 7 4 7 4 2 4 13 5 3 1 3 6 0 5 0 3 22 3 5 1 25 47 5 5 1 10 8 6 18 8 11 10 2 23 24 4 10 162
39.89 92.70 83.58 67.03 63.08 76.94 55.38 73.27 68.29 44.08 93.53 67.62 66.95 74.92 72.47 71.60 78.13 79.69 37.08 77.73 95.99 96.89 71.29 91.06 75.97 80.16 52.66 98.92 88.80 92.35 100.00 100.00 71.02 100.00 96.89 100.00 100.00 46.36 88.26 100.00 53.25 65.59 61.77 37.58 84.57 93.77 99.19 92.99 92.64 99.12 100.00 96.25 100.00 93.95 100.00 91.21 100.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 17.24 7.04 7.30 6.47 21.95 22.18 6.80 5.36 19.78 14.69 19.45 0.00 15.22 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.00 0.00 2.77 2.28 21.44 15.10 15.43 5.09 0.81 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
46.53 0.00 0.00 3.96 0.00 0.00 0.00 0.86 11.57 23.13 0.00 10.43 10.87 18.28 11.42 7.67 3.60 0.85 62.92 7.05 0.37 0.35 22.26 0.03 0.00 19.49 36.00 0.00 0.06 0.00 0.00 0.00 28.98 0.00 3.11 0.00 0.00 37.98 8.74 0.00 43.53 32.14 16.36 46.42 0.00 1.14 0.00 7.00 7.36 0.00 0.00 3.75 0.00 0.00 0.00 8.79 0.00 100.00
13.57 7.30 16.42 29.01 36.92 23.06 44.62 8.63 13.10 25.49 0.00 0.00 0.00 0.00 10.75 0.00 3.59 0.00 0.00 0.00 3.64 2.76 6.45 8.91 24.03 0.00 11.34 1.08 11.14 7.65 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.87 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.95 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.34 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12.78 0.00 0.00 0.46 0.00 0.42 0.90 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.88 0.00 0.00 0.00 6.05 0.00 0.00 0.00 0.00
indeks akses k pst 0.38408 0.50993 -1.43220 -0.04092 0.66634 -0.96715 0.51603 -1.34534 -1.47124 -0.16007 1.40839 -1.20475 -0.82258 -0.71848 -0.13421 0.94227 1.38550 -1.50882 -1.58135 -1.23619 -1.14660 -0.51188 -0.04945 -0.81357 -0.73273 -1.43309 0.71502 -1.19557 -0.35072 -1.45556 -1.16985 -0.69129 -0.44517 -0.84895 -0.73431 -0.73676 -0.83977 -0.70978 -1.04058 -1.48951 -1.01345 -1.28125 -0.14771 -0.84045 -0.95968 -1.53839 -1.40831 -0.54696 -0.59438 -0.00497 0.08251 -0.49362 -0.41021 -2.57121 -0.72634 -0.03352 4.70757 1.84189
indeks akses fasos-eko 0.27300 0.04985 -0.12739 0.34164 -0.51502 0.45951 0.73425 0.37347 0.07041 -1.83645 1.37790 0.44212 0.02059 0.55050 0.52426 0.32578 -0.07067 0.26847 0.42296 0.30870 -5.45554 -0.12191 -0.40042 -5.16710 -4.68884 0.49085 -0.13048 -1.05319 -1.41829 -3.08177 -4.41245 -1.01577 0.16635 0.40519 0.36990 0.44953 0.58153 0.55039 0.18302 -0.69857 0.24761 0.38940 -0.03436 0.05860 0.27290 0.38459 0.40775 0.73339 1.14640 0.76230 1.09323 0.66649 0.38102 -2.12710 0.70073 1.05031 1.75443 -0.77587
indeks akses fas-kes
i_kumuh
i_profil kk
0.73809 0.36701 -0.17119 0.95570 0.81471 0.92103 0.89373 -0.59609 -0.23824 -1.11414 -0.96200 -0.13292 0.74816 -0.86031 -0.95164 -1.13261 -0.92450 -0.89205 0.90966 -0.77876 -0.34043 0.46748 0.29682 -2.32695 -1.10923 0.60969 1.52439 -0.04808 -0.21298 0.12262 -0.27510 0.74413 -0.86312 -0.66212 -0.85262 -0.81148 -0.57268 -0.79573 -1.03958 0.59258 -0.94670 -0.68174 -1.16079 0.59396 0.44223 0.65898 -0.86717 0.23167 1.43105 0.17762 0.59059 0.26406 0.58836 0.78387 2.32260 2.08062 2.38136 0.43779
-0.29994 -0.09811 0.15521 -0.40184 -0.59696 -0.32714 -0.43735 0.24336 0.38517 0.28922 0.88053 0.88469 -0.22456 -0.95924 1.00075 0.94718 0.05925 -0.32809 -0.41780 -0.33992 -0.35176 -0.21985 -0.30787 -0.14007 -0.32876 -0.05745 0.99916 -0.24310 -0.19067 -0.30087 -0.34066 -0.37881 -0.30047 -0.26248 -0.15676 -0.37025 -0.37829 -0.40071 -0.23230 -0.37799 -0.06094 -0.37825 -0.25239 -1.00414 -0.24746 -0.29785 -0.06191 -0.23367 -0.12842 -0.14609 -0.13738 -0.12761 -0.26116 -0.40472 -0.11781 0.07489 0.18942 -0.45414
-0.15442 -0.06803 -0.74639 0.47574 1.14631 -0.52930 0.51957 -0.60521 -0.67626 -0.49925 -0.65771 -0.56896 -0.37958 1.37637 -1.19671 -1.01037 -0.72773 -0.65691 -0.30113 -0.60634 -0.50332 -0.51355 0.06497 -0.74047 -0.38359 -0.58179 -0.73060 -0.60018 -0.62856 -0.50715 -0.39449 -0.38463 -0.58007 -0.32961 -0.81470 -0.54860 -0.48507 -0.34738 -0.80989 -0.50025 -0.78180 -0.51784 -0.36435 1.51364 0.66673 -0.55510 -0.47884 -0.86047 -0.64026 -0.81536 -0.88413 -0.81355 -0.60878 -0.15265 -0.81913 -0.57322 -0.71824 0.15442
i_miskin 0.5194 0.0596 -0.3979 0.3977 0.1287 -0.0329 -0.4408 0.1610 0.4874 -0.2495 0.4636 0.4833 -0.0591 0.8750 -0.7727 0.1313 -0.2545 0.6874 0.7142 -0.1756 0.2132 0.2397 -0.0229 -0.0253 -0.1031 0.1814 0.3896 -0.0576 0.2378 0.5760 0.1862 0.3661 -0.2992 0.8063 0.4387 0.4311 0.6923 -0.0826 -0.2277 0.7374 -0.2507 0.7308 -0.1688 0.4570 -0.0586 -0.3218 0.2216 -1.1741 -0.1827 0.3632 -0.1692 0.1543 -0.2446 -0.0765 0.0527 0.5094 0.4837 0.5155
111
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58
kategori kawasan
112
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
CISAUK CISAUK CISAUK CISOKA CISOKA CISOKA CISOKA CISOKA CURUG CURUG CURUG CURUG CURUG CURUG CURUG GUNUNG KALER GUNUNG KALER GUNUNG KALER GUNUNG KALER GUNUNG KALER GUNUNG KALER GUNUNG KALER JAMBE JAMBE JAMBE JAMBE JAMBE JATI UWUNG JATI UWUNG JATI UWUNG JATI UWUNG JATI UWUNG JAYANTI JAYANTI JAYANTI JAYANTI JAYANTI JAYANTI KARANG TENGAH KARANG TENGAH KARANG TENGAH KARANG TENGAH KARANG TENGAH KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KELAPA DUA KELAPA DUA KEMIRI KEMIRI KEMIRI KOSAMBI KOSAMBI KOSAMBI KOSAMBI KOSAMBI
MEKARWANGI SAMPORA SURADITA BOJONGLOA CARENANG CIBUGEL KARANGHARJA SELAPAJANG BINONG CUKANG GALIH CURUG KULON CURUG WETAN KADU KADU JAYA SUKA BAKTI CIBETOK GUNUNG KALER KANDA WATI KEDUNG ONYAM RANCA GEDE SIDOKO DARU JAMBE MEKARSARI SUKA MANAH TABAN GANDASARI JATAKE KRONCONG MANIS JAYA PASIR JAYA DANG DEUR JAYANTI PABUARAN PANGKAT PASIR MUNCANG SUMUR BANDUNG KARANG TENGAH KARANG TIMUR PEDURENAN PONDOK BAHAR PONDOK PUCUNG BUGEL CIMONE GERENDENG KARAWACI BARU MARGASARI NAMBOJAYA PABUARAN PABUARAN TUMPENG SUKAJADI SUMUR PACING BOJONG NANGKA CURUG SANGERENG KEMIRI LONTAR PATRA MANGGALA BELIMBING CENGKLONG DADAP JATIMULYA KOSAMBI BARAT
c c c c d c c c d d d c d d d d d c c d c c c c c c c a b a a a c c c c c d b b b b b a b b b a b a a b a d d d d c d d d d d
32.40 24.81 28.67 27.13 49.35 46.75 32.16 45.73 27.19 31.61 31.97 30.14 29.06 30.68 32.00 49.47 53.86 51.70 51.80 52.69 38.94 54.14 41.14 40.79 31.72 33.61 39.46 26.87 27.99 27.79 29.09 30.04 30.35 48.91 44.92 47.77 48.10 47.02 41.12 47.99 14.83 14.19 14.05 24.45 24.49 22.28 24.92 23.76 23.89 23.26 23.12 21.63 22.96 47.33 24.15 39.93 42.81 39.89 20.66 19.28 15.83 33.06 18.33
30 3 5 28 13 46 14 22 1 5 9 32 3 0 7 6 8 4 5 6 8 22 9 23 8 4 18 10 2 3 15 27 7 20 0 13 56 11 0 3 0 17 15 0 5 3 2 22 80 11 4 0 0 18 20 17 0 0 0 4 16 40 95
1 15 5 8 4 4 13 17 0 0 0 0 0 0 0 10 17 3 0 20 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 4 149 0 2 1 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 112 0 22 0 0 0 0 0 0
0 0 17 0 7 20 7 5 0 0 10 0 4 10 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 5 3 0 27 10 0 0 0 15 0 5 5 0 6 0 7 0 10 0 0 0 4 0 0 5 0 14 20 0 3 0 0 0 15 0 5 13 0
80 60 0 0 0 20 0 40 8 0 25 20 10 20 13 0 0 20 20 0 0 0 20 20 0 20 0 160 8 200 60 53 20 40 20 0 20 0 11 4 13 40 20 0 20 6 3 40 80 13 7 80 0 25 60 40 0 0 0 20 11 20 120
11 15 22 15 14 20 12 17 25 10 26 15 23 19 23 16 11 13 16 13 17 13 16 15 10 14 11 20 11 22 14 16 15 23 10 12 14 17 26 19 17 17 18 12 22 22 21 21 11 19 20 13 9 31 13 19 10 11 15 21 30 21 20
-0.88 5.27 29.58 16.86 2.29 12.52 5.07 7.89 19.65 23.00 11.79 2.06 27.45 12.62 9.98 11.91 1.27 9.50 9.24 5.74 1.30 3.06 2.06 5.63 4.93 1.14 0.47 17.84 4.56 4.83 11.53 2.27 5.53 6.26 4.68 -3.30 3.18 5.09 0.14 7.38 2.49 4.98 7.33 6.97 3.68 23.99 7.72 0.22 8.30 10.66 -2.52 -3.82 -2.27 3.77 11.77 7.12 0.48 1.31 7.80 3.86 2.45 3.48 5.82
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5 2 6 54 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 15 14 37 84 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2 1 1 0 6 7 0 3 0 0 3 0 0 0 0 0 1 2 7 4
0 0 3 0 0 0 0 0 0 33 27 5 62 18 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 28 5 21 35 61 0 4 0 0 0 2 0 4 0 0 0 12 0 3 0 1 7 2 10 0 0 4 3 0 0 0 13 22 39 30 3
106 1 8 18 7 5 9 2 4 17 52 2 6 2 16 0 0 0 0 0 0 0 3 3 0 3 0 2 2 0 42 0 3 1 43 28 3 8 0 10 3 0 0 12 1 3 0 0 2 2 2 1 2 130 3 13 11 2 1 7 10 3 2
5.47 5.98 10.09 0.00 0.00 11.68 0.00 22.71 99.67 55.45 62.99 11.99 69.61 90.69 69.47 0.00 0.00 0.16 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 62.28 97.05 61.70 74.07 69.37 0.00 0.00 2.10 0.00 8.10 38.51 99.88 94.15 93.68 38.00 100.00 78.12 91.31 84.07 100.00 66.75 90.79 60.75 75.60 81.85 78.82 63.78 66.87 1.19 2.14 0.49 37.69 64.23 76.30 69.95 21.68
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 21.75 0.15 38.30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.46 9.87 0.00 16.78 8.69 15.93 0.00 33.25 9.21 35.43 24.40 10.78 21.18 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
93.66 90.69 89.90 20.49 24.63 0.00 38.66 44.55 0.33 44.55 37.01 88.01 28.33 9.31 30.53 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 15.97 2.80 0.00 25.93 30.63 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.12 5.85 0.07 39.85 0.00 5.10 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.82 0.00 7.37 0.00 36.22 33.13 0.00 0.00 0.00 4.95 21.42 13.74 19.11 6.55
0.00 0.00 0.00 79.51 75.37 88.32 61.34 32.74 0.00 0.00 0.00 0.00 2.05 0.00 0.00 100.00 100.00 99.84 100.00 99.99 100.00 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00 97.90 100.00 91.90 61.49 0.00 0.00 3.79 12.28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 98.81 45.68 71.58 57.35 14.35 0.00 10.95 71.77
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 52.19 27.94 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.87 3.33 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9.96 0.00 0.00
1.52708 -0.13328 1.74320 1.22089 1.64569 0.97624 1.05120 0.64591 -0.25670 -0.64891 -1.08615 -0.42165 -0.34935 -0.75347 -0.72058 0.55563 2.03893 1.22985 2.25358 1.63281 1.41528 2.32625 -0.12913 -0.54229 0.55095 1.17403 0.63236 -0.81328 -1.31623 -1.26685 -0.24745 0.17457 0.39900 0.33257 1.57842 0.39742 0.70322 0.14586 -1.45061 -1.16573 -1.12563 -1.13377 -0.84888 -0.07670 -0.70009 0.02474 -0.86809 -0.29107 -0.24272 -0.18533 0.18656 -0.35647 0.16112 -0.29615 1.07651 0.05213 0.87970 0.54158 -0.14315 -0.19100 -0.10694 0.72085 0.16790
-1.44420 0.45786 0.65961 -0.05056 -0.72206 -0.09053 -0.14714 -0.17375 0.17722 0.37411 0.80474 0.66692 0.32894 0.33951 0.73210 0.60282 -1.18084 0.12168 -1.07237 -1.00701 -0.31788 -0.64271 0.31406 -0.05873 -1.13222 -0.44057 -0.66777 0.36554 0.55975 0.65476 0.44381 0.49812 -0.16056 0.17695 -1.08458 -0.49765 0.01422 0.15151 0.56389 -0.30049 0.19195 0.01543 0.17882 0.30946 0.42840 0.57718 0.75149 0.52681 0.39908 0.49224 0.54022 0.53221 0.33876 0.54594 0.47917 0.84724 0.27100 0.69999 -0.02309 0.37724 0.63450 0.65976 0.46555
-0.50098 -0.37652 0.06373 0.11300 -0.08978 0.11961 0.15390 0.27812 -0.63984 -0.65911 0.50468 -1.55673 -1.51781 -0.73649 -0.47022 1.19899 0.41267 1.39874 0.64608 0.64331 0.38253 0.38222 -0.13426 -1.26929 -1.35736 -0.45566 -1.49335 -1.04421 -0.75987 -0.79786 -0.97276 -0.89543 0.99764 1.25197 0.53846 1.36618 0.17551 1.17560 -0.66873 -0.84210 -0.67783 -0.72158 -0.41614 -0.92549 -1.00751 -1.16115 -0.87250 -0.81021 -0.95567 -1.01695 -1.05386 -0.97464 -0.97109 -0.56058 -0.44640 -0.81404 0.70738 1.12516 0.83946 -0.18598 1.61737 -0.17694 0.09289
-0.49357 -0.68212 -0.39413 0.46732 2.66584 0.71370 0.42328 0.24562 -0.30246 -0.38198 -0.37929 -0.49330 -0.23561 -0.38527 -0.41952 0.34454 1.67956 -0.27212 -0.12784 3.11634 0.47305 0.30797 -0.52413 -0.13180 0.95877 -0.80606 -0.19028 -0.26945 -0.32570 -0.39135 -0.32806 0.05230 -0.31282 -0.37972 -0.30701 -0.38134 -0.39862 -0.50250 -0.33243 -0.62432 0.32647 1.42293 0.03004 -0.11094 -0.51787 -0.12210 -0.31457 -0.07549 -0.27342 -0.38608 -0.42298 1.57867 -0.43128 -0.49745 -0.31868 -0.38690 2.49803 -0.43945 -0.44741 0.49778 0.25309 -0.79556 1.60364
0.62403 0.85820 -0.34508 -0.79245 -0.92877 -0.97399 -0.33868 -0.80331 -0.64813 0.25707 -0.11684 0.57536 -0.61101 -0.28095 -0.25160 2.15266 1.25160 0.62009 1.41597 0.06882 0.35784 1.21526 0.16907 0.09579 -0.29254 1.24138 -0.27292 -0.70599 -0.52249 -0.38418 -0.43269 -0.70988 -0.12426 -0.39135 -0.19309 -0.12509 -0.19903 0.00323 -0.45298 0.73216 -0.39747 -0.77199 -0.15084 -0.48498 -0.01428 -0.55552 -0.74225 -0.57346 -0.40042 -0.44651 -0.41235 -0.88039 -0.16701 -0.05146 -0.28223 1.52469 2.36435 1.94031 0.21069 0.14640 -0.92065 0.78715 -0.16714
0.1613 0.6025 0.6445 -1.5300 -2.1173 -1.5418 0.1448 -1.9316 0.2862 0.0165 0.2442 0.1923 0.5404 0.0451 0.2647 0.4859 -0.8973 -0.5050 -0.2172 -0.9888 -1.0733 -0.0630 -0.5752 0.4798 -0.2038 -0.8232 -0.7689 -0.3075 0.5987 0.6929 0.5499 -0.3796 -0.0436 0.6507 0.5135 -0.3612 -0.0253 0.7548 -0.3052 -0.2502 -0.4323 -0.1977 0.5616 0.6988 -0.0128 -0.2693 -0.3466 -0.3904 0.3853 -0.1476 -0.1548 0.8634 -0.1955 0.3214 -0.3710 -0.4543 -0.7545 -0.9088 -0.2770 -1.0070 0.3117 0.0669 -1.4227
KOSAMBI KOSAMBI KOSAMBI KRESEK KRESEK KRESEK KRESEK KRONJO KRONJO KRONJO KRONJO KRONJO LARANGAN LARANGAN LARANGAN LARANGAN LARANGAN LARANGAN LARANGAN LEGOK LEGOK LEGOK LEGOK LEGOK MAUK MAUK MAUK MAUK MEKAR BARU MEKAR BARU MEKAR BARU MEKAR BARU MEKAR BARU MEKAR BARU NEGLASARI NEGLASARI NEGLASARI NEGLASARI PAGEDANGAN PAGEDANGAN PAGEDANGAN PAGEDANGAN PAGEDANGAN PAKUHAJI PAKUHAJI PAKUHAJI PAKUHAJI PAKUHAJI PAKUHAJI PAMULANG PAMULANG PAMULANG PAMULANG PAMULANG PAMULANG PAMULANG PANONGAN PANONGAN PANONGAN PANONGAN PANONGAN PANONGAN PANONGAN
KOSAMBI TIMUR RAWA BURUNG RAWA RENGAS KOPER KRESEK PATRA SANA RANCA ILAT BLUKBUK CIRUMPAK PAGENJAHAN PASILIAN PASIR CIPADU JAYA GAGA KEREO KEREO SELATAN LARANGAN INDAH LARANGAN SELATAN LARANGAN UTARA BABAKAN CARINGIN KAMUNING RANCAGONG SERDANG WETAN KEDUNG DALEM MARGA MULYA MAUK BARAT SASAK CIJERUK GANDA RIA JENGGOT KEDAUNG KLUTUK WALIWIS KARANG ANYAR KEDAUNG BARU KEDAUNG WETAN NEGLASARI CICALENGKA CIHUNI JATAKE KARANG TENGAH MALANG NENGAH BUARAN BAMBU BUARAN MANGGA GAGA PAKU ALAM SUKAWALI SURYA BAHARI BAMBU APUS BENDA BARU PAMULANG BARAT PAMULANG TIMUR PONDOK BENDA PONDOK CABE ILIR PONDOK CABE UDIK CIAKAR MEKAR BAKTI MEKAR JAYA PANONGAN PEUSAR RANCA IYUH RANCA KALAPA
d d d c c d c c d d c c b b a b b b b d d c c c c c c c c d d d d c a a a a c c c d c c c c c c d b b b b b b b c d c d d c c
17.03 21.06 21.93 47.40 50.38 46.86 44.42 45.96 43.29 48.12 46.52 44.17 12.63 13.38 11.29 11.68 12.63 12.15 13.73 24.16 31.03 30.92 41.60 31.21 34.69 36.44 39.69 36.48 52.32 47.83 50.50 53.46 48.27 50.16 12.20 23.50 22.53 23.03 27.05 23.06 30.43 13.43 31.41 27.57 30.08 24.03 18.14 30.64 31.29 19.71 21.31 21.26 21.35 22.38 18.83 21.12 34.83 35.15 28.17 34.52 36.87 36.55 36.16
13 13 4 3 3 3 1 6 48 20 17 6 0 10 1 8 20 3 12 0 0 0 17 6 24 16 13 6 60 16 14 27 140 3 2 20 7 10 4 10 5 8 14 11 9 0 0 8 20 8 21 0 12 1 14 4 33 83 0 87 4 0 4
0 0 0 23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 14 5 68 0 0 0 16 2 55 0 1 18 15 13 0 0 0 0 30 0 0 13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 10 0 0 27 7 5 0 0 0 0 0 13 15 3 7 13 0 10 7 0 0 5 4 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 10 6 0 0 0 0 0 5 0 5 0 5 0 7 8 9 0 22 2 0 20 47 0 3 0 7 0
20 0 0 0 10 20 0 0 0 0 20 0 20 80 13 10 24 100 20 0 20 0 0 20 0 20 20 0 100 0 20 60 0 0 20 0 40 40 0 0 0 0 20 0 0 20 0 0 20 20 20 14 20 20 16 8 20 40 0 80 40 0 40
20 16 16 10 25 16 16 11 13 12 22 13 16 11 18 22 21 18 19 24 13 11 15 19 13 15 11 15 13 15 17 13 10 11 16 6 17 24 14 17 13 17 14 16 11 12 12 16 19 18 21 30 21 24 25 25 22 24 10 20 16 12 14
2.79 5.27 7.44 3.96 9.25 9.69 8.75 -4.95 6.11 7.46 -3.41 3.56 7.54 6.40 1.65 3.36 -3.39 5.48 4.86 10.61 11.27 30.65 6.63 13.73 4.54 3.11 5.52 -1.32 8.20 4.96 7.75 4.20 11.62 1.84 6.48 12.94 3.79 7.13 22.54 5.17 8.50 8.20 -2.20 1.94 9.88 2.99 9.98 5.29 18.55 11.69 4.64 2.91 3.60 14.37 7.17 8.20 13.86 52.78 10.36 26.87 1.73 4.14 4.69
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 4 1 0 1 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 5 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 10 14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 0 1 1 0 0 0 8 0 1 1 3 1 0
7 2 14 4 0 0 1 0 2 25 0 3 20 5 0 0 0 2 0 17 17 48 101 0 22 12 2 2 0 8 0 2 0 0 2 2 0 1 18 1 10 6 5 22 1 3 6 10 34 5 5 26 10 5 17 9 0 9 22 4 7 6 1
72.57 61.54 60.23 0.10 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.32 0.00 99.04 100.00 79.53 100.00 94.72 100.00 100.00 58.73 50.97 23.58 12.51 6.66 25.04 0.36 0.00 16.05 0.00 1.17 0.00 0.00 0.00 0.00 52.50 66.10 58.07 41.44 2.86 27.08 9.06 14.09 25.34 25.46 0.00 13.88 19.43 1.11 4.77 98.84 97.99 92.82 98.38 98.53 100.00 96.02 13.84 33.32 10.40 46.41 38.46 4.03 3.59
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 16.13 20.22 18.74 10.65 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
7.25 2.20 3.81 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.96 0.00 20.47 0.00 5.28 0.00 0.00 41.27 48.97 71.70 87.49 93.34 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.55 3.17 21.22 14.30 97.14 65.80 89.72 83.11 74.66 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.00 0.00 0.00 0.34 0.00 2.55 84.05 65.56 85.77 53.59 59.65 95.01 96.41
20.19 36.27 35.95 99.90 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 95.68 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 74.96 68.56 40.34 83.95 100.00 98.83 62.15 100.00 100.00 100.00 28.63 8.91 1.97 32.46 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 74.54 100.00 85.25 80.57 61.71 93.71 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.89 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 31.09 59.66 0.00 0.00 0.00 37.85 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 37.18 1.53 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 4.73 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.18 1.60 0.00 1.15 0.00 7.11 1.22 2.80 0.00 0.00 0.00 0.87 0.00 0.00 0.00 1.16 0.01 7.18 1.62 1.13 0.00 1.43 2.11 1.12 3.83 0.00 0.00 0.96 0.00
0.66334 0.14810 -0.15277 3.39364 0.82860 0.89377 2.38898 1.49601 0.16343 1.66924 0.38500 1.42301 0.00636 -0.51422 -0.62076 1.06351 -1.12662 -0.93341 -0.15548 -1.06914 0.12783 -0.29116 -0.27762 -0.13633 0.08656 0.22815 0.50085 -0.39395 1.83903 1.09360 1.64069 2.62209 1.12754 1.03073 -0.50925 0.18189 0.02002 -1.24400 -0.63298 0.18049 1.05966 1.67902 -0.26522 -0.71269 2.82488 0.57195 -0.65557 -0.61164 1.09303 0.27615 0.85325 -0.42765 -0.78490 0.00156 0.10812 -0.09798 -0.73997 -0.26521 1.12111 -0.36310 -0.22682 0.32140 -0.05398
0.58702 -0.65052 -0.50165 -1.37822 -0.19810 -0.44387 -0.74177 -0.16865 0.19914 0.61153 0.96937 0.09038 0.47089 0.22369 0.42152 0.35690 0.42648 0.05451 0.51299 0.58850 0.36506 0.41133 0.07339 0.24806 0.53495 0.41220 0.39233 0.75097 -0.39830 0.49942 0.38858 -0.65750 0.92147 -0.12957 -0.22281 -0.16324 -0.50499 0.35030 0.43900 -0.18017 -1.21891 -1.30066 -0.60045 0.10087 -0.15514 -0.78024 0.64382 -3.66637 -0.05677 0.30564 -2.10999 1.07759 -0.16576 0.49220 0.50039 0.86806 -0.21630 0.54268 -0.37660 -0.13865 0.21722 -0.05181 -0.42329
-0.25595 0.38835 0.52582 0.72947 1.27621 1.16216 -0.56658 1.09388 0.76557 1.37937 1.22013 0.38592 -0.40069 -0.47850 -0.61634 -1.59062 -0.35081 0.74049 -0.76554 0.34679 0.33538 0.77870 0.37198 0.20594 0.54252 0.74331 0.68381 0.68450 0.91006 1.30183 0.67705 0.19109 1.03187 0.82542 0.08652 -0.92367 0.62261 0.68661 -0.54405 -0.94195 -1.62356 -0.71452 -0.53933 1.51785 -1.76660 -0.57270 -0.17419 1.20674 1.45370 2.04708 0.10145 0.15980 1.81197 -0.85588 0.00366 0.14582 -0.10760 -0.77552 -0.60197 -0.63256 -1.05241 0.07252 -0.87231
0.96932 -0.82537 -0.39145 0.11499 0.01944 6.34055 0.03837 -0.60971 1.67902 0.71797 -0.35581 -0.60661 -0.34491 -0.27515 -0.02282 -0.06866 -0.34644 -0.28832 -0.27952 -0.35976 -0.37173 -0.37521 -0.38608 -0.31560 -0.38973 -0.34751 -0.35127 -0.48551 1.11082 0.06448 4.72919 2.14240 5.50628 -0.45649 -0.13256 -1.25810 0.24794 -0.39852 -0.44296 -0.34943 -0.32519 0.22379 -0.33987 -0.51164 -0.10624 0.02288 -0.54852 -0.07531 0.74447 0.35197 -0.27810 0.43630 -0.04274 0.90209 -0.30483 -0.37408 -0.39460 -0.51562 -0.40188 -0.43074 -0.36046 -0.57871 -0.12077
-0.35047 -0.02749 0.09817 0.62190 0.51098 -0.75336 1.22078 2.94924 2.27859 2.31730 0.25831 3.94939 -0.67238 -0.75269 -0.60486 -0.77547 -0.61586 -0.55141 -0.83896 -0.59911 -0.57250 -0.50984 -0.46619 -0.59084 0.28216 0.45170 0.10759 0.41110 2.40011 3.57616 4.39716 2.63648 2.82990 2.61858 -0.37895 2.61171 1.57731 0.16242 -0.32752 -0.60947 -0.60186 -0.00046 0.13293 0.25113 2.56711 -0.20149 0.21024 0.54405 -0.11086 -0.77151 -0.70564 -0.83593 -0.80595 -1.11327 -0.72372 -0.47862 -0.34808 -0.13836 -0.16453 0.12407 -0.07460 0.24944 0.50106
-0.8292 -3.0434 -0.0054 -2.3901 -0.1097 0.7481 -0.0629 0.0251 -0.9756 -0.3204 -1.1250 0.3273 0.7427 -0.8388 0.7121 0.0378 0.6647 0.7161 -0.1979 0.6556 0.7547 0.6371 0.6599 0.6922 -0.5693 -0.2911 -0.7136 -0.3204 -2.1575 0.9284 1.0998 -0.1990 1.9445 0.6790 0.6345 1.4810 0.3030 0.3480 0.6643 0.7251 0.4129 -1.4325 0.3284 0.0098 -0.8478 -1.2591 0.6336 -0.6066 0.4120 0.5777 0.1060 -0.0098 0.3367 0.1838 -0.1717 0.4283 0.0784 0.8786 0.6439 0.4611 0.4028 -0.0241 -0.7974
113
122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184
114
185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247
PANONGAN PASARKEMIS PASARKEMIS PASARKEMIS PERIUK PERIUK PERIUK PERIUK PINANG PINANG PINANG PINANG PINANG PINANG PINANG PINANG PONDOK AREN PONDOK AREN PONDOK AREN PONDOK AREN PONDOK AREN PONDOK AREN PONDOK AREN PONDOK AREN RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG SEPATAN SEPATAN SEPATAN SEPATAN SEPATAN SEPATAN SEPATAN TIMUR SEPATAN TIMUR SEPATAN TIMUR SEPATAN TIMUR SEPATAN TIMUR SEPATAN TIMUR SERPONG SERPONG SERPONG SERPONG SERPONG SERPONG SERPONG UTARA SERPONG UTARA SERPONG UTARA SETU SETU SETU SETU SETU SINDANG JAYA SINDANG JAYA SINDANG JAYA
SERDANG KULON PASAR KEMIS SINDANG SARI SUKAASIH GEBANG RAYA PERIUK PERIUK JAYA SANGIANG JAYA KUNCIRAN JAYA NEROKTOG PAKOJAN PANUNGGANGAN PANUNGGANGAN TIMUR PANUNGGANGAN UTARA PINANG SUDIMARA PINANG JURANG MANGGU BARAT JURANG MANGGU TIMUR PERIGI PONDOK AREN PONDOK JAYA PONDOK KACANG BARAT PONDOK KACANG TIMUR PONDOK PUCUNG DAON JAMBU KARYA LEMBANG SARI MEKARSARI RAJEG RAJEGMULYA RANCA BANGO SUKA MANAH SUKA SARI TANJAKAN KARET KAYU AGUNG KAYU BONGKOK MEKAR JAYA PONDOK JAYA SARAKAN JATI MULYA KAMPUNG KELOR KEDAUNG BARAT PONDOK KELOR SANGIANG TANAH MERAH CIATER LENGKONG GUDANG LENGKONG WETAN RAWA BUNTU RAWA MEKAR JAYA SERPONG JELUPANG LENGKONG KARYA PONDOK JAGUNG TIMUR BABAKAN KADEMANGAN KRANGGAN MUNCUL SETU BADAK ANOM SINDANG JAYA SINDANG PANON
d d d d b a a b a a a a a a b b b b b b b b b b c c d d c c c c d c d d d d c c c c c c c c b a a b b b b b b b b a b b c c c
33.11 22.10 32.26 31.06 27.38 25.99 24.57 26.58 17.21 15.75 19.24 20.73 18.71 20.65 16.07 16.15 14.61 14.76 17.78 15.81 15.92 18.08 16.87 17.38 39.24 38.92 35.84 51.07 35.13 32.80 37.24 20.78 36.76 34.27 26.50 27.91 29.06 30.25 26.59 27.70 25.31 23.25 24.92 24.72 26.36 26.34 21.82 22.44 21.17 22.16 21.20 23.93 19.72 20.85 19.58 29.04 24.46 27.00 26.35 25.55 38.48 35.58 33.72
1 5 32 6 1 9 60 10 13 0 0 7 10 1 9 0 52 10 31 18 14 18 21 5 73 20 40 10 40 0 6 4 26 7 14 37 0 18 18 20 10 0 20 40 20 3 27 3 22 10 28 10 24 0 12 15 30 33 3 6 32 13 16
0 8 14 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 31 0 11 2 0 0 3 0 0 18 0 0 0 0 0 0 1 23 22 0 0 0 0 0 48 9 8
0 0 8 13 3 11 0 8 0 7 0 10 0 0 20 4 30 13 3 9 3 3 9 5 4 7 5 5 13 0 10 0 3 13 0 0 0 0 0 7 0 0 10 20 0 0 23 13 5 0 40 5 8 8 20 7 30 10 0 0 0 3 4
0 4 20 20 5 6 80 20 20 4 20 100 0 27 30 20 5 11 60 20 80 40 20 15 20 0 0 20 40 0 0 60 20 0 0 60 40 0 10 0 0 20 40 0 0 0 20 20 2 100 140 5 80 3 40 40 0 20 300 40 0 0 20
15 19 20 17 22 25 20 23 17 18 15 17 9 21 26 19 24 25 20 26 23 21 20 18 19 11 15 22 18 11 12 17 16 16 19 16 12 16 19 17 11 13 18 12 14 15 20 19 25 28 26 21 21 19 14 14 18 14 16 23 12 10 18
2.97 9.64 19.69 6.00 0.57 7.71 8.25 1.10 6.44 4.14 4.37 7.16 -2.12 -3.11 6.53 6.62 7.76 2.30 -2.80 4.52 20.71 12.45 5.93 21.36 41.45 7.56 12.18 30.38 9.49 11.91 7.79 2.06 3.69 3.61 12.18 5.26 3.11 4.28 1.50 5.49 3.00 1.05 1.20 6.29 -1.49 1.95 16.13 2.44 4.72 8.44 11.20 12.51 12.28 10.74 25.99 1.79 -0.01 9.57 1.64 0.71 6.83 4.63 14.88
1 3 0 12 6 3 50 0 0 0 0 4 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0
4 5 0 9 9 22 32 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16 0 0 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 10 3 0 0 0 2 0 0 2
38 7 3 22 2 12 0 0 0 0 0 2 0 4 2 0 217 64 5 0 0 1 0 3 9 5 32 12 4 7 5 6 4 7 2 3 2 4 5 3 8 1 2 0 0 3 7 0 7 9 1 0 0 7 6 25 10 8 42 11 6 0 15
39.42 97.60 61.01 94.43 83.29 56.32 57.89 82.38 27.37 63.09 28.00 39.48 31.85 33.81 87.79 86.92 99.95 95.74 96.76 91.67 90.67 96.35 99.59 89.35 5.81 0.00 31.44 48.97 5.04 28.93 29.94 0.00 18.77 14.40 61.10 35.56 7.88 45.83 27.04 19.16 25.69 23.24 28.96 22.51 15.32 23.45 100.00 78.79 62.20 100.00 100.00 87.04 94.56 86.38 97.72 95.31 99.80 25.60 90.82 93.21 0.00 0.00 7.85
0.00 0.00 0.00 0.00 10.17 32.56 33.22 15.08 5.79 11.66 13.09 17.45 0.58 29.30 8.28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.54 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
60.58 0.00 0.00 0.00 0.15 1.67 8.90 2.54 61.00 25.25 33.91 42.84 61.46 30.75 3.93 13.08 0.05 4.26 2.95 8.33 9.33 3.65 0.41 10.65 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.96 0.00 36.16 29.32 2.80 24.77 26.21 8.53 33.43 33.07 18.28 22.89 43.35 33.80 0.00 19.81 34.60 0.00 0.00 10.67 5.44 13.48 1.57 3.86 0.00 63.67 4.65 3.88 0.00 0.00 0.00
0.00 2.40 38.99 5.57 6.40 0.00 0.00 0.00 5.84 0.00 25.01 0.00 5.52 6.14 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 94.19 100.00 68.56 51.03 94.96 71.07 70.06 100.00 75.73 85.60 2.74 35.13 89.32 29.40 46.75 72.31 40.89 43.69 52.76 54.61 41.33 42.75 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00 92.15
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9.45 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.22 0.60 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.29 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.40 3.20 0.00 0.00 2.30 0.00 0.14 0.71 0.83 0.20 10.72 4.53 2.92 0.00 0.00 0.00
2.27967 -1.08283 -0.45603 -1.24046 -0.55431 -0.43587 -0.73083 -0.43425 -1.01914 -0.87069 -1.24726 -1.58511 -1.51926 -1.91955 0.03566 -0.92314 -0.65666 -0.32208 -0.20681 -0.97911 -0.84051 1.35223 0.87851 -1.09516 0.45826 1.05124 0.07436 -0.30865 0.28267 0.29716 1.07535 -0.00940 -0.35155 0.03877 -1.00219 -0.50224 0.27541 -0.84167 -0.81691 -0.79960 -1.10396 -0.92400 -0.12108 0.66154 0.05626 -0.53643 0.99729 -0.64225 -0.54035 -0.38278 -0.08986 -0.20591 -0.07951 0.09378 0.95627 1.72516 0.41917 1.28243 0.88964 1.16741 0.97230 1.77469 -0.48344
-0.17449 0.68076 0.16516 0.54060 0.64466 0.15189 0.25778 0.63269 0.17537 0.24738 0.19734 -0.40839 -0.48094 0.12604 0.42763 0.54453 0.53409 0.44065 0.47742 0.70595 0.82149 0.12281 0.22082 0.57902 0.28439 -0.43440 -0.07931 0.24942 0.38581 -0.18261 -0.19750 0.25319 0.11669 -0.07222 -0.48579 0.11756 -0.70677 -0.14966 -0.40263 0.35549 -5.46639 -5.33823 -0.48381 -0.49134 -0.03942 -0.40068 0.89425 0.86773 0.77606 0.88259 0.78157 1.03575 0.54122 0.67038 0.34663 0.00605 -0.72015 0.26963 0.97347 0.76159 -1.25573 -0.64818 0.41504
-2.14299 1.14815 0.72807 0.86345 -0.92350 -0.97000 -0.95119 -0.95680 0.78799 -0.95262 0.95341 1.00883 0.90926 0.77030 0.59311 0.92362 -0.19003 -1.91956 -0.26253 -0.35666 0.02150 -1.11012 -1.42791 -0.40775 -0.88028 0.93142 0.78871 0.15995 -0.70734 0.92897 -1.02639 0.89023 0.90456 0.99487 0.83621 1.22815 1.21013 1.14390 1.34195 1.30461 1.11815 1.23364 1.02602 1.08687 1.14577 1.21983 -0.72662 1.79438 1.69562 2.02731 2.01059 1.33372 0.03040 0.12512 -0.84964 -0.23620 -0.80383 -1.52649 -0.27403 -1.03220 0.55536 1.31426 0.85507
-0.34968 -0.33445 -0.35056 -0.35263 -0.29506 -0.41025 1.51606 -0.10471 -0.43787 -0.38240 -0.47380 -0.47255 -0.02683 -0.43196 -0.28321 -0.35012 -0.05965 -0.07677 -0.37688 0.67652 -0.36397 -0.08634 -0.12123 -0.26925 -0.34188 -0.37286 -0.49870 -0.28166 -0.39336 -0.50424 -0.40153 -0.53997 -0.41899 -0.41459 -0.30779 -0.26378 0.14428 0.15181 -0.40267 -0.20262 -0.53848 -0.27749 -0.38598 -0.38052 -0.20004 -0.52047 -0.20727 -0.33663 -0.33447 -0.32106 -0.31672 -0.33096 -0.35581 -0.40589 -0.36420 -0.23948 0.21728 -0.20316 -0.45356 0.27800 -1.81334 0.21506 0.26467
-0.56159 -0.50906 -0.35311 -0.30943 -0.67232 -0.32737 -1.20733 -0.70873 0.49664 -0.47191 0.18500 -0.01796 -0.09488 -0.31263 -0.67147 -0.63662 -0.75110 -0.69742 -0.29152 -1.07098 -0.16805 -0.67484 -0.55418 -0.70062 -0.50578 0.11826 0.72304 -0.47592 -0.18134 0.53466 0.38316 0.33527 -0.09187 0.25998 -0.39388 0.31392 1.29735 0.66523 0.29901 0.15509 0.16793 0.14930 0.00902 -0.15670 0.52535 0.24312 -0.75722 -0.61728 -0.62628 -0.72752 -0.71627 -0.67991 -0.53968 -0.47739 -0.55873 -0.16847 -0.58703 -0.10342 0.35387 -0.59959 5.03623 1.11546 -0.36970
0.7259 0.6320 0.5491 0.4968 -0.4841 0.1329 -0.9574 -0.0139 0.3937 0.6653 0.4711 0.4968 0.7410 0.6014 -0.1212 -0.4479 -0.4466 0.3139 -0.0053 -1.9971 0.4166 -0.3613 -0.2856 -0.3369 0.5103 -0.4575 0.5759 -0.4126 0.5599 -0.1576 -0.4123 0.6055 0.5931 0.4439 -0.4560 0.3481 -0.1037 -1.6709 0.3686 0.8550 0.3271 0.5783 0.2147 0.4282 -0.1951 0.4472 0.7157 0.6864 0.6496 0.6610 0.6927 0.6678 0.5659 0.4050 -0.4838 0.6148 0.4312 0.2059 0.2480 0.0401 0.3047 0.1228 0.3465
248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279
SINDANG JAYA SOLEAR SOLEAR SOLEAR SUKADIRI SUKADIRI SUKADIRI SUKAMULYA TANGERANG TANGERANG TANGERANG TANGERANG TANGERANG TANGERANG TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA
WANA KERTA CIKAREO MUNJUL SOLEAR MEKAR KONDANG RAWA KIDANG SUKADIRI PARAHU BABAKAN BUARAN INDAH SUKAASIH SUKARASA SUKASARI TANAH TINGGI BOJONG RENGED KAMPUNG MELAYU BARAT KAMPUNG MELAYU TIMUR LEMO MUARA PANGKALAN TANJUNG BURUNG TEGAL ANGUS TELUK NAGA BANTAR PANJANG CILELES CISEREH KADU AGUNG PASIR NANGKA PEMATANG TAPOS TEGALSARI TIGARAKSA
c d c d c c c d a a b b a a d d d c c c c d d a a a a a a a a b
36.04 47.43 43.87 48.43 23.23 31.11 36.76 42.56 21.45 19.54 44.93 21.02 35.00 19.50 22.33 22.91 21.82 22.09 23.70 24.73 26.14 23.65 23.71 41.77 23.09 41.02 38.69 39.85 41.32 42.71 43.13 40.82
30 3 29 6 5 0 30 0 12 18 8 10 6 10 17 4 1 25 35 13 40 65 9 2 4 43 3 21 7 0 20 50
10 20 0 5 13 1 23 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 4 0 0 7 0 0 0 16 4 3 8 5 10 5 8 50 20 4 0 20 5 10 4 0 0 5 8 3 0 25
40 0 0 0 0 0 0 80 0 40 60 10 20 80 0 20 140 0 60 40 0 0 60 0 0 0 0 60 140 20 0 10
19 14 17 17 12 10 12 14 32 20 22 30 26 21 15 27 23 13 10 22 13 17 19 14 13 16 15 25 11 16 12 23
-4.54 0.42 81.93 8.96 7.67 -0.80 7.16 11.99 3.08 7.46 -0.33 2.19 1.56 15.75 17.82 0.90 9.41 7.80 2.28 13.53 11.19 1.70 3.67 -1.76 4.55 4.44 6.26 24.91 25.07 6.45 4.08 18.86
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 7 0 2 0 1 0 0
0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 4 0 0 0 0 1 1 5 0 3 1 1
2 7 5 52 3 4 2 0 0 0 0 0 0 0 1 7 2 15 0 0 1 0 0 3 0 0 9 0 0 13 0 3
28.21 0.91 2.51 0.00 0.00 0.00 0.00 73.24 63.00 60.17 45.11 80.04 90.93 76.70 34.15 26.61 10.87 0.00 0.00 12.88 0.00 32.37 43.00 2.31 17.59 68.16 7.06 56.04 17.07 0.00 3.46 40.01
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 28.86 38.00 31.90 19.96 0.00 16.55 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 99.09 97.49 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8.13 1.83 22.98 0.00 0.00 6.75 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 97.69 82.41 10.02 92.08 43.96 81.29 100.00 96.54 59.99
71.79 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00 100.00 26.76 0.00 0.00 0.00 0.00 9.07 0.00 63.70 73.39 89.13 38.61 10.12 86.18 36.52 60.65 53.65 0.00 0.00 21.82 0.00 0.00 1.64 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 61.39 89.88 0.00 60.70 6.98 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.16 0.00 0.00 0.00 0.00 0.93 2.78 0.00 3.35 0.00 0.00 0.00 0.86 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.30826 0.42758 1.27899 -0.13925 -0.64367 0.13318 0.26071 0.26473 -0.47291 -0.43167 -0.37944 -0.80742 -0.54518 -0.08301 -0.21192 -1.08497 -0.78457 0.85537 1.33334 -0.84714 -0.65788 0.24408 -0.88643 0.10195 1.20417 1.64152 -0.31092 0.14284 0.15748 0.80910 0.61596 1.55757
-0.07678 0.03232 0.07780 0.34474 0.15628 -0.08473 0.06426 0.37380 0.69424 0.35689 0.81358 0.68932 0.67445 0.81946 -1.04437 0.81152 0.64750 0.39376 -0.61824 0.66947 -0.29346 0.62391 -0.11584 -0.10539 -0.66105 -0.67478 0.65144 0.05573 -0.22441 0.41627 -0.51979 0.83007
0.08862 -1.63024 -2.43764 -1.71513 1.81385 0.41276 -0.50271 1.05880 -1.84635 -0.96996 -1.78662 -1.74615 -1.81337 -1.81905 0.85809 1.98459 2.06873 0.17116 -0.05831 0.10742 -0.54586 0.14324 1.19952 -1.34800 -1.25070 0.26750 -1.27526 -1.41485 -1.25552 -1.52063 -1.11850 -1.48615
-0.54415 0.71645 -0.09781 4.85959 -0.96748 -0.67314 -0.97275 -0.59979 0.40122 -0.10844 0.61234 0.08873 -0.32065 0.20208 1.07940 2.96267 -0.16015 -0.16800 0.20154 0.37042 -1.41965 -0.67823 7.45520 0.38428 -0.45722 -0.43931 -0.43639 -0.28709 -0.15249 -0.39301 -0.40604 1.03606
0.68085 0.03217 -0.53671 -1.16105 3.59433 2.70444 3.75449 0.57679 -0.93940 -0.70217 -0.36429 -0.75152 -0.70387 -0.41331 -0.58669 -0.07546 -0.51475 1.07717 0.92597 -0.18591 0.74081 0.25004 -1.00288 0.08775 0.24017 -0.17176 -0.00661 -0.80208 -0.80732 0.12769 -0.36671 0.39347
0.4304 -0.0712 0.4845 0.6519 0.9186 0.9898 1.0997 0.0545 -0.3524 -0.2443 1.0037 0.4575 0.0844 0.3193 -0.6674 0.8240 -0.3911 -0.9834 -1.9971 -2.2972 -12.2430 -0.1819 -0.4036 0.3280 0.5278 -0.2655 -0.1942 0.0873 0.0159 0.3958 0.7148 0.0131
115
116
Lampiran 3 Hasil uji t (t-test) berdasarkan kelompok kategori kawasan T-tests; Grouping: kategori kawasan (Spreadsheet2 diskriminan variabel gabungan final) Group 1: b Group 2: a
jarak k jkt laju_fas pendidikan laju_fas kesehatanan laju_fasos laju_fas eko jenis fasilitas laju kk j_indst besar j_indst sedang j_indst kecil/RT L-Lahan Terbangun L-RTH L-tegalan L_Sawah L_tambak L_Tubuh Air indeks akses k pst indeks akses fasos-eko indeks akses fas-kes i_kumuh i_profil kk i_miskin
Mean b 20.07528 13.73007 0.68704 9.92725 32.84592 20.95833 7.44288 1.15278 1.83333 10.04167 91.93288 2.98626 4.31980 0.31207 0.00000 0.44899 -0.24779 0.44767 -0.17233 -0.04866 -0.56325 0.12427
Mean a 23.73943 12.48627 0.00000 4.16095 40.93577 17.77358 5.95399 5.50943 6.96226 4.54717 54.71973 12.08982 28.37189 3.98928 0.00000 0.82927 -0.43320 0.18347 -0.54772 -0.20044 -0.26142 0.21035
t-value -2.64510 0.45436 1.35770 3.30123 -0.75225 3.71593 1.14016 -2.47396 -3.19376 1.42627 11.56881 -5.38746 -6.60704 -3.73830 -1.07737 1.09424 2.69286 2.09931 1.87233 -3.21448 -0.95876
df 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123 123
p 0.009232 0.650371 0.177044 0.001260 0.453338 0.000306 0.256437 0.014726 0.001784 0.156325 0.000000 0.000000 0.000000 0.000282 0.283422 0.275989 0.008073 0.037834 0.063535 0.001669 0.339561
Valid N b 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72
Valid N a 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53
Std.Dev. b 7.11308 15.04287 3.68002 11.95293 48.18736 4.60385 6.78634 3.19180 4.88458 26.85508 12.68128 6.49570 9.06856 1.67470 0.00000 1.29018 1.02421 0.58923 1.03525 0.45646 0.34233 0.51103
Std.Dev. a 8.33577 15.23682 0.00000 5.02385 71.97845 4.90934 7.76260 14.49220 12.39566 9.32442 22.96931 12.18903 29.06319 8.12653 0.00000 2.59309 0.80065 0.47017 0.91957 0.43594 0.69041 0.47490
F-ratio Variances 1.37333 1.02595 0.00000 5.66077 2.23120 1.13711 1.30841 20.61565 6.43998 8.29486 3.28073 3.52116 10.27093 23.54699 4.03954 1.63642 1.57063 1.26741 1.09636 4.06737 1.15796
p Variances 0.213209 0.910632 1.000000 0.000000 0.001732 0.609671 0.290920 0.000000 0.000000 0.000000 0.000004 0.000001 0.000000 0.000000 0.000000 0.063694 0.088802 0.371106 0.733310 0.000000 0.582230
T-tests; Grouping: kategori kawasan (Spreadsheet2 diskriminan variabel gabungan final) Group 1: c Group 2: a
jarak k jkt laju_fas pendidikan laju_fas kesehatanan laju_fasos laju_fas eko jenis fasilitas laju kk j_indst besar j_indst sedang j_indst kecil/RT L-Lahan Terbangun L-RTH L-tegalan L_Sawah L_tambak L_Tubuh Air indeks akses k pst indeks akses fasos-eko indeks akses fas-kes i_kumuh i_profil kk i_miskin
Mean c 35.27114 15.19989 7.50348 4.58650 13.41772 14.49367 7.34653 0.20253 0.43038 10.37975 8.15646 0.00000 29.41890 57.40441 4.65611 0.36412 0.50782 -0.31258 0.24819 -0.28162 0.52795 -0.25483
Mean a 23.73943 12.48627 0.00000 4.16095 40.93577 17.77358 5.95399 5.50943 6.96226 4.54717 54.71973 12.08982 28.37189 3.98928 0.00000 0.82927 -0.43320 0.18347 -0.54772 -0.20044 -0.26142 0.21035
t-value 7.4537 1.0055 2.6989 0.3464 -3.2167 -4.4671 0.7816 -3.2555 -4.6550 1.6365 -15.9047 -8.8325 0.1629 9.3039 2.0879 -1.4005 5.9385 -3.2106 4.9034 -1.0448 4.4272 -2.0702
df 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130
p 0.000000 0.316522 0.007882 0.729566 0.001637 0.000017 0.435887 0.001444 0.000008 0.104161 0.000000 0.000000 0.870821 0.000000 0.038763 0.163741 0.000000 0.001669 0.000003 0.298068 0.000020 0.040413
Valid N c 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79
Valid N a 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53
Std.Dev. c 8.95621 15.17458 20.21470 7.93334 20.37382 3.52600 11.29843 0.68650 1.28785 24.77090 10.06958 0.00000 40.24681 41.21249 16.21480 1.16148 0.94874 1.05576 0.91058 0.43879 1.16743 1.58713
Std.Dev. a 8.33577 15.23682 0.00000 5.02385 71.97845 4.90934 7.76260 14.49220 12.39566 9.32442 22.96931 12.18903 29.06319 8.12653 0.00000 2.59309 0.80065 0.47017 0.91957 0.43594 0.69041 0.47490
F-ratio Variances 1.1544 1.0082 0.0000 2.4937 12.4813 1.9386 2.1185 445.6500 92.6425 7.0573 5.2032 0.0000 1.9177 25.7186 0.0000 4.9844 1.4041 5.0423 1.0198 1.0132 2.8592 11.1692
p Variances 0.585715 0.960811 1.000000 0.000624 0.000000 0.007914 0.004580 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 0.013477 0.000000 1.000000 0.000000 0.193393 0.000000 0.924874 0.972479 0.000096 0.000000
117
118
T-tests; Grouping: kategori kawasan (Spreadsheet2 diskriminan variabel gabungan final) Group 1: d Group 2: a
jarak k jkt laju_fas pendidikan laju_fas kesehatanan laju_fasos laju_fas eko jenis fasilitas laju kk j_indst besar j_indst sedang j_indst kecil/RT L-Lahan Terbangun L-RTH L-tegalan L_Sawah L_tambak L_Tubuh Air indeks akses k pst indeks akses fasos-eko indeks akses fas-kes i_kumuh i_profil kk i_miskin
Mean d 34.58173 17.93317 5.15368 7.12317 25.58694 17.56000 12.48030 5.20000 6.25333 9.72000 48.24447 0.03386 15.46619 34.67783 1.31398 0.26367 0.00909 -0.23016 0.29107 0.48500 0.16935 0.00048
Mean a 23.73943 12.48627 0.00000 4.16095 40.93577 17.77358 5.95399 5.50943 6.96226 4.54717 54.71973 12.08982 28.37189 3.98928 0.00000 0.82927 -0.43320 0.18347 -0.54772 -0.20044 -0.26142 0.21035
t-value 6.35011 1.37712 2.61347 0.85589 -1.62446 -0.25414 3.50555 -0.12349 -0.34365 1.94593 -1.21662 -8.57632 -2.72598 5.94239 1.28715 -1.63426 2.78675 -2.19849 5.04947 2.87775 2.53778 -1.78010
df 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126 126
p 0.000000 0.170915 0.010054 0.393681 0.106776 0.799803 0.000632 0.901918 0.731681 0.053889 0.226024 0.000000 0.007324 0.000000 0.200402 0.104699 0.006148 0.029740 0.000002 0.004706 0.012375 0.077470
Valid N d 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75
Valid N a 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53
Std.Dev. d 10.26273 25.76966 14.33948 24.81215 32.86291 4.51795 11.87124 13.58059 10.81927 17.67924 33.57271 0.29323 24.32338 36.93028 7.42324 1.26827 0.93889 1.31009 0.93000 1.69299 1.09021 0.75929
Std.Dev. a 8.33577 15.23682 0.00000 5.02385 71.97845 4.90934 7.76260 14.49220 12.39566 9.32442 22.96931 12.18903 29.06319 8.12653 0.00000 2.59309 0.80065 0.47017 0.91957 0.43594 0.69041 0.47490
F-ratio Variances 1.516 2.860 0.000 24.392 4.797 1.181 2.339 1.139 1.313 3.595 2.136 1727.940 1.428 20.652 0.000 4.180 1.375 7.764 1.023 15.082 2.493 2.556
p Variances 0.114293 0.000106 1.000000 0.000000 0.000000 0.506438 0.001525 0.601400 0.279919 0.000003 0.004439 0.000000 0.158075 0.000000 1.000000 0.000000 0.225870 0.000000 0.941977 0.000000 0.000680 0.000492
T-tests; Grouping: kategori kawasan (Spreadsheet2 diskriminan variabel gabungan final) Group 1: c Group 2: b
jarak k jkt laju_fas pendidikan laju_fas kesehatanan laju_fasos laju_fas eko jenis fasilitas laju kk j_indst besar j_indst sedang j_indst kecil/RT L-Lahan Terbangun L-RTH L-tegalan L_Sawah L_tambak L_Tubuh Air indeks akses k pst indeks akses fasos-eko indeks akses fas-kes i_kumuh i_profil kk i_miskin
Mean c 35.27114 15.19989 7.50348 4.58650 13.41772 14.49367 7.34653 0.20253 0.43038 10.37975 8.15646 0.00000 29.41890 57.40441 4.65611 0.36412 0.50782 -0.31258 0.24819 -0.28162 0.52795 -0.25483
Mean b 20.07528 13.73007 0.68704 9.92725 32.84592 20.95833 7.44288 1.15278 1.83333 10.04167 91.93288 2.98626 4.31980 0.31207 0.00000 0.44899 -0.24779 0.44767 -0.17233 -0.04866 -0.56325 0.12427
t-value 11.4713 0.5969 2.8182 -3.2612 -3.2773 -9.7359 -0.0628 -2.5822 -2.4614 0.0805 -45.1468 -4.0875 5.1719 11.7425 2.4358 -0.4254 4.7061 -5.3917 2.6554 -3.1966 7.6357 -1.9369
df 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149
p 0.000000 0.551449 0.005485 0.001375 0.001304 0.000000 0.950041 0.010781 0.014979 0.935970 0.000000 0.000071 0.000001 0.000000 0.016037 0.671168 0.000006 0.000000 0.008784 0.001698 0.000000 0.054654
Valid N c 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79
Valid N b 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72
Std.Dev. c 8.95621 15.17458 20.21470 7.93334 20.37382 3.52600 11.29843 0.68650 1.28785 24.77090 10.06958 0.00000 40.24681 41.21249 16.21480 1.16148 0.94874 1.05576 0.91058 0.43879 1.16743 1.58713
Std.Dev. b 7.11308 15.04287 3.68002 11.95293 48.18736 4.60385 6.78634 3.19180 4.88458 26.85508 12.68128 6.49570 9.06856 1.67470 0.00000 1.29018 1.02421 0.58923 1.03525 0.45646 0.34233 0.51103
F-ratio Variances 1.5854 1.0176 30.1741 2.2701 5.5940 1.7048 2.7718 21.6171 14.3855 1.1754 1.5860 0.0000 19.6964 605.5965 0.0000 1.2339 1.1654 3.2104 1.2926 1.0821 11.6294 9.6456
p Variances 0.049918 0.943191 0.000000 0.000465 0.000000 0.021923 0.000021 0.000000 0.000000 0.484976 0.047295 1.000000 0.000000 0.000000 1.000000 0.364242 0.508065 0.000001 0.268323 0.731674 0.000000 0.000000
119
120
T-tests; Grouping: kategori kawasan (Spreadsheet2 diskriminan variabel gabungan final) Group 1: d Group 2: b
jarak k jkt laju_fas pendidikan laju_fas kesehatanan laju_fasos laju_fas eko jenis fasilitas laju kk j_indst besar j_indst sedang j_indst kecil/RT L-Lahan Terbangun L-RTH L-tegalan L_Sawah L_tambak L_Tubuh Air indeks akses k pst indeks akses fasos-eko indeks akses fas-kes i_kumuh i_profil kk i_miskin
Mean d 34.58173 17.93317 5.15368 7.12317 25.58694 17.56000 12.48030 5.20000 6.25333 9.72000 48.24447 0.03386 15.46619 34.67783 1.31398 0.26367 0.00909 -0.23016 0.29107 0.48500 0.16935 0.00048
Mean b 20.07528 13.73007 0.68704 9.92725 32.84592 20.95833 7.44288 1.15278 1.83333 10.04167 91.93288 2.98626 4.31980 0.31207 0.00000 0.44899 -0.24779 0.44767 -0.17233 -0.04866 -0.56325 0.12427
t-value 9.9219 1.2013 2.5630 -0.8671 -1.0708 -4.5167 3.1412 2.4639 3.1699 -0.0861 -10.3544 -3.9326 3.6520 7.8872 1.5018 -0.8781 1.5861 -4.0171 2.8574 2.5857 5.4493 -1.1548
df 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145
p 0.000000 0.231604 0.011396 0.387310 0.286038 0.000013 0.002040 0.014911 0.001861 0.931501 0.000000 0.000130 0.000363 0.000000 0.135333 0.381317 0.114890 0.000094 0.004900 0.010705 0.000000 0.250057
Valid N d 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75
Valid N b 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72
Std.Dev. d 10.26273 25.76966 14.33948 24.81215 32.86291 4.51795 11.87124 13.58059 10.81927 17.67924 33.57271 0.29323 24.32338 36.93028 7.42324 1.26827 0.93889 1.31009 0.93000 1.69299 1.09021 0.75929
Std.Dev. b 7.11308 15.04287 3.68002 11.95293 48.18736 4.60385 6.78634 3.19180 4.88458 26.85508 12.68128 6.49570 9.06856 1.67470 0.00000 1.29018 1.02421 0.58923 1.03525 0.45646 0.34233 0.51103
F-ratio Variances 2.0817 2.9346 15.1833 4.3090 2.1501 1.0384 3.0600 18.1036 4.9061 2.3074 7.0088 490.7297 7.1940 486.2849 0.0000 1.0349 1.1900 4.9434 1.2391 13.7566 10.1419 2.2076
p Variances 0.002161 0.000009 0.000000 0.000000 0.001288 0.871765 0.000004 0.000000 0.000000 0.000451 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 0.883131 0.459607 0.000000 0.362322 0.000000 0.000000 0.000945
T-tests; Grouping: kategori kawasan (Spreadsheet2 diskriminan variabel gabungan final) Group 1: d Group 2: c
jarak k jkt laju_fas pendidikan laju_fas kesehatanan laju_fasos laju_fas eko jenis fasilitas laju kk j_indst besar j_indst sedang j_indst kecil/RT L-Lahan Terbangun L-RTH L-tegalan L_Sawah L_tambak L_Tubuh Air indeks akses k pst indeks akses fasos-eko indeks akses fas-kes i_kumuh i_profil kk i_miskin
Mean d 34.58173 17.93317 5.15368 7.12317 25.58694 17.56000 12.48030 5.20000 6.25333 9.72000 48.24447 0.03386 15.46619 34.67783 1.31398 0.26367 0.00909 -0.23016 0.29107 0.48500 0.16935 0.00048
Mean c 35.27114 15.19989 7.50348 4.58650 13.41772 14.49367 7.34653 0.20253 0.43038 10.37975 8.15646 0.00000 29.41890 57.40441 4.65611 0.36412 0.50782 -0.31258 0.24819 -0.28162 0.52795 -0.25483
t-value -0.44477 0.80690 -0.82809 0.86351 2.77708 4.70846 2.74967 3.26691 4.74915 -0.18936 10.14486 1.02650 -2.58690 -3.59736 -1.63001 -0.51295 -3.27715 0.43091 0.28911 3.89008 -1.96751 1.26255
df 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152 152
p 0.657120 0.420984 0.408920 0.389217 0.006176 0.000006 0.006689 0.001344 0.000005 0.850064 0.000000 0.306287 0.010622 0.000434 0.105171 0.608732 0.001299 0.667143 0.772894 0.000149 0.050944 0.208685
Valid N d 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75
Valid N c 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79 79
Std.Dev. d 10.26273 25.76966 14.33948 24.81215 32.86291 4.51795 11.87124 13.58059 10.81927 17.67924 33.57271 0.29323 24.32338 36.93028 7.42324 1.26827 0.93889 1.31009 0.93000 1.69299 1.09021 0.75929
Std.Dev. c 8.95621 15.17458 20.21470 7.93334 20.37382 3.52600 11.29843 0.68650 1.28785 24.77090 10.06958 0.00000 40.24681 41.21249 16.21480 1.16148 0.94874 1.05576 0.91058 0.43879 1.16743 1.58713
F-ratio Variances 1.3130 2.8839 1.9873 9.7817 2.6018 1.6418 1.1040 391.3473 70.5776 1.9632 11.1160 0.0000 2.7379 1.2454 4.7713 1.1923 1.0211 1.5398 1.0431 14.8863 1.1467 4.3693
p Variances 0.236247 0.000006 0.003243 0.000000 0.000042 0.031631 0.665968 0.000000 0.000000 0.003824 0.000000 1.000000 0.000020 0.342582 0.000000 0.443620 0.929397 0.061048 0.852951 0.000000 0.553991 0.000000
121
122
Lampiran 4 Hasil analisis faktor
Analisis indeks kekumuhan-kemiskinan
Correlations (Spreadsheet1 analisis faktor kumuh3) Marked correlations are significant at p < .05000 N=279 (Casewise deletion of missing data)
%j_kk_sng_st_kmh %j_rmh_sng_st_kmh j_lok_permkm_kmh j_banjir %buruh_tani %tki %kk_ASKESKIN %J_surat miskin %J_gizi buruk
%kk sng_st_kmh
%rmh sng_st_kmh
1.00 0.96 0.48 0.12 0.27 0.32 0.28 0.04 0.02
0.96 1.00 0.54 0.12 0.24 0.34 0.27 0.06 0.02
lok kmh 0.48 0.54 1.00 0.25 0.18 0.26 0.27 0.01 0.05
banjir
%brh tani
% tki
0.12 0.12 0.25 1.00 0.15 0.06 0.10 0.06 0.17
0.27 0.24 0.18 0.15 1.00 0.56 0.34 0.16 0.17
0.32 0.34 0.26 0.06 0.56 1.00 0.27 0.11 0.00
% ASKESKIN 0.28 0.27 0.27 0.10 0.34 0.27 1.00 0.20 0.18
% surat miskin 0.04 0.06 0.01 0.06 0.16 0.11 0.20 1.00 -0.04
Factor Loadings (Varimax normalized) (Spreadsheet1 analisis faktor kumuh3) Extraction: Principal components (Marked loadings are >.700000) Factor 1 0.923683 0.941927 0.713519 0.169374 0.143254 0.298214 0.227896 -0.101056 -0.067868 2.454422 0.272714
%j_kk_sng_st_kmh %j_rmh_sng_st_kmh j_lok_permkm_kmh j_banjir %buruh_tani %tki %kk_ASKESKIN %J_surat miskin %J_gizi buruk Expl.Var Prp.Totl
Factor 2 0.159098 0.153747 0.074326 0.006622 0.776796 0.715840 0.565528 0.551989 0.070838 1.799889 0.199988
Factor 3 0.016804 0.019441 -0.231012 -0.683689 -0.208634 0.063028 -0.262104 0.122257 -0.786125 1.270596 0.141177
Eigenvalues (Spreadsheet1 analisis faktor kumuh3) Extraction: Principal components value 1 2 3
Eigenvalue 3.017645 1.351650 1.155612
% Total variance 33.52939 15.01833 12.84013
Cumulative Eigenvalue 3.017645 4.369295 5.524907
Cumulative % 33.52939 48.54772 61.38785
% gizi buruk 0.02 0.02 0.05 0.17 0.17 0.00 0.18 -0.04 1.00
123
Communalities (Spreadsheet1 analisis faktor kumuh3) Extraction: Principal components Rotation: Varimax normalized From 1 Factor %j_kk_sng_st_kmh %j_rmh_sng_st_kmh j_lok_permkm_kmh j_banjir %buruh_tani %tki %kk_ASKESKIN %J_surat miskin %J_gizi buruk
From 2 Factors
0.853191 0.887226 0.509110 0.028687 0.020522 0.088932 0.051937 0.010212 0.004606
From 3 Factors
0.878503 0.910864 0.514634 0.028731 0.623934 0.601358 0.371758 0.314904 0.009624
0.878785 0.911242 0.568000 0.496162 0.667462 0.605331 0.440457 0.329851 0.627616
Multiple RSquare 0.920219 0.926001 0.362090 0.106082 0.404392 0.390637 0.220858 0.073526 0.093979
Factor Score Coefficients (Spreadsheet1 analisis faktor kumuh3) Rotation: Varimax normalized Extraction: Principal components Factor 1 0.405823 0.415542 0.306927 0.035014 -0.088384 0.012815 -0.013265 -0.140954 -0.094709
%j_kk_sng_st_kmh %j_rmh_sng_st_kmh j_lok_permkm_kmh j_banjir %buruh_tani %tki %kk_ASKESKIN %J_surat miskin %J_gizi buruk
Factor 2 -0.065085 -0.071629 -0.105273 -0.093051 0.454845 0.413416 0.297789 0.386631 -0.018027
Factor 3 0.087777 0.090581 -0.137314 -0.550193 -0.086999 0.140055 -0.146030 0.147513 -0.643147
Analisis indeks aksesibilitas Correlations (Spreadsheet1 analisis faktor akses) Marked correlations are significant at p < .05000 N=279 (Casewise deletion of missing data) r_pendkn r_kes r_eko r_sos jr_k pst kec jr_k pst kab jr_k pst kab lain
r_pendkn 1.00 -0.13 0.13 0.20 0.21 0.13 0.23
r_kes -0.13 1.00 -0.08 -0.07 0.03 -0.17 -0.11
r_eko 0.13 -0.08 1.00 0.41 0.16 0.04 0.00
r_sos 0.20 -0.07 0.41 1.00 0.27 0.11 0.23
jr_k pst kec 0.21 0.03 0.16 0.27 1.00 0.20 0.29
jr_k pst kab 0.13 -0.17 0.04 0.11 0.20 1.00 0.13
jr_k pst kab lain 0.23 -0.11 0.00 0.23 0.29 0.13 1.00
124
Factor Loadings (Varimax normalized) (Spreadsheet1 akses) Extraction: Principal components (Marked loadings are >.700000) r_pendkn r_kes r_eko r_sos jr_k pst kec jr_k pst kab jr_k pst kab lain Expl.Var Prp.Totl
Factor 1 0.479904 0.089342 -0.053390 0.323147 0.734774 0.382575 0.739290 1.578371 0.225482
Factor 2 -0.191684 0.091905 -0.883641 -0.743536 -0.221638 0.054011 0.041377 1.432609 0.204658
Factor 3 0.284046 -0.886203 0.049376 0.028131 -0.142379 0.521399 0.113607 1.174302 0.167757
Eigenvalues (Spreadsheet1 analisis faktor akses) Extraction: Principal components 1 2 3
Eigenvalue 1.992443 1.145859 1.046979
% Total variance 28.46347 16.36941 14.95685
Cumulative Eigenvalue 1.992443 3.138302 4.185281
Cumulative % 28.46347 44.83288 59.78973
Communalities (Spreadsheet1 analisis faktor akses) Extraction: Principal components Rotation: Varimax normalized r_pendkn r_kes r_eko r_sos jr_k pst kec jr_k pst kab jr_k pst kab lain
From 1 Factor 0.230308 0.007982 0.002851 0.104424 0.539893 0.146364 0.546549
From 2 Factors 0.267050 0.016429 0.783672 0.657270 0.589017 0.149281 0.548261
From 3 Factors 0.347733 0.801784 0.786110 0.658061 0.609288 0.421138 0.561168
Factor Score Coefficients (Spreadsheet1 akses) Rotation: Varimax normalized Extraction: Principal components r_pendkn r_kes r_eko r_sos jr_k pst kec jr_k pst kab jr_k pst kab lain
Factor 1 0.265112 0.187638 -0.199695 0.089822 0.489750 0.211625 0.507923
Factor 2 -0.044633 0.040143 -0.670422 -0.499633 -0.043497 0.134575 0.167686
Factor 3 0.181981 -0.788752 0.005619 -0.052462 -0.227395 0.415905 0.011305
Multiple R-Square 0.107660 0.060737 0.187124 0.248479 0.179837 0.077256 0.155023
125
Lampiran 5 Hasil analisis diskriminan Discriminant Function Analysis Summary (Spreadsheet1 diskriminan variabel gabungan final) Step 15, N of vars in model: 15; Grouping: kategori kawasan (4 grps) Wilks' Lambda: .08621 approx. F (45,776)=22.111 p<0.0000 L-Lahan Terbangun L-RTH i_kumuh jarak k jkt j_indst sedang indeks akses fasos-eko L-tegalan indeks akses k pst i_profil kk laju kk indeks akses fas-kes jenis fasilitas j_indst besar laju_fasos L_Tubuh Air
Wilks' Lambda 0.194377 0.118968 0.117281 0.095546 0.091909 0.090656 0.090399 0.089488 0.091078 0.090251 0.089253 0.088606 0.088884 0.087858 0.087395
Partial Lambda 0.443499 0.724619 0.735041 0.902243 0.937947 0.950913 0.953622 0.963325 0.946504 0.955177 0.965866 0.972916 0.969869 0.981197 0.986397
F-remove (3,261) 109.1672 33.0631 31.3607 9.4263 5.7558 4.4911 4.2311 3.3122 4.9172 4.0826 3.0746 2.4219 2.7029 1.6672 1.1997
p-level 0.000000 0.000000 0.000000 0.000006 0.000795 0.004299 0.006080 0.020620 0.002434 0.007410 0.028223 0.066376 0.046004 0.174473 0.310349
Toler. 0.453950 0.836308 0.726103 0.728308 0.645333 0.808379 0.621699 0.700266 0.615590 0.884971 0.754898 0.712790 0.530576 0.833178 0.918408
Classification Functions; grouping: kategori kawasan (Spreadsheet1 diskriminan variabel gabungan final)
L-Lahan Terbangun L-RTH i_kumuh jarak k jkt j_indst sedang indeks akses fasos-eko L-tegalan indeks akses k pst i_profil kk laju kk indeks akses fas-kes jenis fasilitas j_indst besar laju_fasos L_Tubuh Air Constant
a p=.18996 -0.06655 1.96525 -0.27275 -0.60300 -0.15539 0.39607 0.60687 -0.21256 -0.14198 -0.32056 -0.26044 -0.36332 0.56416 -0.41159 0.31972 -3.40470
b p=.25806 5.23177 -0.20820 1.17652 -0.61603 -0.67896 0.61539 0.26907 0.53048 0.58694 -0.29474 -0.49918 0.57321 -0.45671 0.13455 -0.14860 -4.73757
c p=.28315 -5.43899 -0.45299 -1.65148 0.08366 0.17132 -0.56542 -0.67070 -0.04810 -0.84135 0.04020 0.27723 -0.38580 0.23220 0.04636 0.03279 -4.40364
d p=.26882 0.75360 -0.71175 0.80284 0.92939 0.58115 -0.27509 0.01931 -0.30839 0.42309 0.46713 0.37124 0.11285 -0.20481 0.11286 -0.11782 -2.16867
Classification Matrix (Spreadsheet1 diskriminan variabel gabungan final) Rows: Observed classifications; Columns: Predicted classifications a b c d Total
Percent Correct 64.15094 88.88889 97.46835 72.00000 82.07885
a (p=.18996) 34 5 1 1 41
b (p=.25806) 7 64 0 6 77
c (p=.28315) 8 0 77 14 99
d (p=.26882) 4 3 1 54 62
1-Toler. (R-Sqr.) 0.546050 0.163692 0.273897 0.271692 0.354668 0.191621 0.378302 0.299734 0.384410 0.115029 0.245102 0.287210 0.469425 0.166822 0.081592
126
Posterior Probabilities (Spreadsheet1 diskriminan variabel gabungan final) Incorrect classifications are marked with * KECAMATAN BALARAJA BALARAJA BALARAJA BALARAJA BALARAJA BALARAJA BALARAJA BATUCEPER BATUCEPER BATUCEPER BATUCEPER BATUCEPER BATUCEPER BENDA BENDA BENDA BENDA CIBODAS CIBODAS CIBODAS CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CIKUPA CILEDUG CILEDUG CILEDUG CILEDUG CILEDUG CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPONDOH CIPUTAT CIPUTAT CIPUTAT CIPUTAT CIPUTAT CIPUTAT
DESA CANGKUDU *GEMBONG SAGA SENTUL SUKA MURNI TALAGASARI TOBAT BATUCEPER BATUJAYA BATUSARI KEBON BESAR *PORISGAGA PORISGAGA BARU *BENDA *JURUMUDI *JURUMUDI BARU PAJANG CIBODAS BARU *CIBODASARI UWUNG JAYA BITUNG JAYA BOJONG BUDI MULYA BUNDER CIBADAK CIKUPA DUKUH PASIR GADUNG PASIR JAYA SUKA DAMAI SUKA NAGARA TALAGA *PANINGGILAN PANINGGILAN UTARA PARUNG SERAB SUDIMARA JAYA SUDIMARA TIMUR CIPONDOH CIPONDOH INDAH CIPONDOH MAKMUR GONDRONG KENANGA KETAPANG PETIR *PORIS PLAWAD PORIS PLAWAD INDAH PORIS PLAWAD UTARA CIPAYUNG CIPUTAT JOMBANG SARUA SARUA INDAH SAWAH
Observed Classif. d d d d d d d a a a b b a a a b a a a a d d d d d d d d d d d d a b b b b a b b a a a a b b b b b b b b b
a p=.18996 0.013453 0.001278 0.001715 0.008066 0.028870 0.003587 0.014727 0.900232 0.427862 0.608975 0.019262 0.810387 0.990185 0.218189 0.071879 0.622840 0.610009 0.841480 0.306022 0.945599 0.000880 0.000293 0.008177 0.047826 0.000396 0.036399 0.000868 0.000206 0.008379 0.003436 0.001049 0.000814 0.165060 0.001927 0.000473 0.001582 0.000998 0.960007 0.009930 0.009450 0.730845 0.542531 0.993570 0.993106 0.522139 0.005005 0.000484 0.004961 0.000794 0.000248 0.000227 0.005120 0.002049
b p=.25806 0.000364 0.696418 0.345375 0.012165 0.069362 0.306859 0.019358 0.096266 0.199089 0.000355 0.967730 0.182342 0.000136 0.775161 0.899810 0.316293 0.387275 0.155400 0.009219 0.032228 0.000892 0.015201 0.022266 0.000517 0.000757 0.351672 0.001425 0.049615 0.380770 0.001205 0.004930 0.070819 0.776264 0.994893 0.997581 0.995648 0.998282 0.009724 0.978235 0.925330 0.155144 0.309979 0.006272 0.000326 0.465692 0.979346 0.996792 0.973204 0.990098 0.987283 0.998434 0.977631 0.978107
c p=.28315 0.129745 0.000019 0.000070 0.003922 0.028095 0.000771 0.027842 0.000041 0.001865 0.203445 0.000001 0.000014 0.000315 0.000077 0.000062 0.000155 0.000096 0.000026 0.278949 0.000166 0.000983 0.000015 0.001993 0.009534 0.006228 0.000401 0.001517 0.000017 0.000572 0.000730 0.000293 0.000907 0.002112 0.000001 0.000000 0.000001 0.000000 0.019704 0.000013 0.000030 0.017287 0.006200 0.000050 0.005247 0.000017 0.000004 0.000000 0.000012 0.000001 0.000001 0.000000 0.000009 0.000004
d p=.26882 0.856437 0.302285 0.652840 0.975847 0.873673 0.688782 0.938073 0.003461 0.371185 0.187225 0.013008 0.007257 0.009364 0.006573 0.028249 0.060713 0.002620 0.003094 0.405810 0.022007 0.997245 0.984492 0.967564 0.942123 0.992619 0.611528 0.996190 0.950162 0.610279 0.994629 0.993728 0.927460 0.056565 0.003179 0.001946 0.002769 0.000720 0.010566 0.011821 0.065190 0.096724 0.141290 0.000108 0.001320 0.012152 0.015645 0.002724 0.021823 0.009107 0.012468 0.001339 0.017240 0.019840
127
CIPUTAT TIMUR CIPUTAT TIMUR CIPUTAT TIMUR CIPUTAT TIMUR CISAUK CISAUK CISAUK CISAUK CISOKA CISOKA CISOKA CISOKA CISOKA CURUG CURUG CURUG CURUG CURUG CURUG CURUG GUNUNG KALER GUNUNG KALER GUNUNG KALER GUNUNG KALER GUNUNG KALER GUNUNG KALER GUNUNG KALER JAMBE JAMBE JAMBE JAMBE JAMBE JATI UWUNG JATI UWUNG JATI UWUNG JATI UWUNG JATI UWUNG JAYANTI JAYANTI JAYANTI JAYANTI JAYANTI JAYANTI KARANG TENGAH KARANG TENGAH KARANG TENGAH KARANG TENGAH KARANG TENGAH KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI KARAWACI
*CIREUNDEU PISANGAN PONDOK RANJI RENGAS DANGDANG MEKARWANGI SAMPORA SURADITA BOJONGLOA CARENANG CIBUGEL KARANGHARJA SELAPAJANG *BINONG CUKANG GALIH CURUG KULON CURUG WETAN KADU KADU JAYA SUKA BAKTI *CIBETOK *GUNUNG KALER KANDA WATI KEDUNG ONYAM RANCA GEDE SIDOKO DARU JAMBE MEKARSARI SUKA MANAH TABAN GANDASARI JATAKE KRONCONG *MANIS JAYA PASIR JAYA DANG DEUR JAYANTI PABUARAN PANGKAT PASIR MUNCANG SUMUR BANDUNG KARANG TENGAH *KARANG TIMUR PEDURENAN *PONDOK BAHAR PONDOK PUCUNG BUGEL CIMONE GERENDENG KARAWACI BARU MARGASARI NAMBOJAYA PABUARAN PABUARAN TUMPENG SUKAJADI SUMUR PACING
b b b b c c c c c d c c c d d d c d d d d d c c d c c c c c c c a b a a a c c c c c d b b b b b a b b b a b a a b a
0.043196 0.000353 0.001169 0.000030 0.001954 0.014143 0.161172 0.014122 0.000754 0.001572 0.000355 0.001735 0.009143 0.000435 0.012315 0.005407 0.279011 0.000500 0.369268 0.042655 0.000528 0.000346 0.000051 0.000043 0.000208 0.000385 0.000123 0.013531 0.030711 0.055741 0.014829 0.013664 0.989307 0.038573 0.999975 0.260309 0.682997 0.000135 0.000022 0.000031 0.000029 0.000194 0.005125 0.000591 0.001961 0.004704 0.952873 0.000785 0.936580 0.033517 0.274848 0.001135 0.999305 0.386211 0.999808 0.980803 0.050300 0.949497
0.417115 0.986503 0.982548 0.999887 0.000001 0.000005 0.000027 0.000161 0.000001 0.000060 0.000018 0.000002 0.000184 0.981779 0.000328 0.005686 0.000208 0.000163 0.100798 0.395162 0.000004 0.000010 0.000000 0.000000 0.000021 0.000002 0.000001 0.000002 0.000005 0.000025 0.000006 0.000002 0.000296 0.840809 0.000007 0.004929 0.000027 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000418 0.953863 0.339973 0.990540 0.018230 0.995856 0.052055 0.960355 0.711373 0.992674 0.000682 0.581825 0.000177 0.018852 0.944973 0.049930
0.000403 0.000001 0.000004 0.000000 0.989364 0.981173 0.830887 0.920435 0.996747 0.493973 0.900496 0.994076 0.698186 0.000001 0.006212 0.001152 0.681788 0.000188 0.000637 0.001400 0.724890 0.604987 0.992737 0.981545 0.110664 0.990104 0.969484 0.974142 0.943664 0.909083 0.979264 0.982018 0.000301 0.000067 0.000002 0.004656 0.006163 0.999311 0.995231 0.999272 0.999102 0.995299 0.437259 0.000001 0.000017 0.000001 0.003473 0.000000 0.000095 0.000004 0.000016 0.000001 0.000001 0.000064 0.000004 0.000010 0.000001 0.000028
0.539286 0.013143 0.016279 0.000082 0.008682 0.004679 0.007915 0.065282 0.002498 0.504395 0.099131 0.004187 0.292486 0.017785 0.981145 0.987755 0.038993 0.999150 0.529297 0.560784 0.274577 0.394658 0.007212 0.018411 0.889107 0.009509 0.030392 0.012325 0.025620 0.035151 0.005901 0.004316 0.010095 0.120552 0.000017 0.730106 0.310812 0.000554 0.004747 0.000697 0.000869 0.004507 0.557198 0.045545 0.658050 0.004755 0.025424 0.003358 0.011270 0.006124 0.013763 0.006190 0.000012 0.031901 0.000011 0.000335 0.004725 0.000546
128
KELAPA DUA KELAPA DUA KEMIRI KEMIRI KEMIRI KOSAMBI KOSAMBI KOSAMBI KOSAMBI KOSAMBI KOSAMBI KOSAMBI KOSAMBI KRESEK KRESEK KRESEK KRESEK KRONJO KRONJO KRONJO KRONJO KRONJO LARANGAN LARANGAN LARANGAN LARANGAN LARANGAN LARANGAN LARANGAN LEGOK LEGOK LEGOK LEGOK LEGOK MAUK MAUK MAUK MAUK MEKAR BARU MEKAR BARU MEKAR BARU MEKAR BARU MEKAR BARU MEKAR BARU NEGLASARI NEGLASARI NEGLASARI NEGLASARI PAGEDANGAN PAGEDANGAN PAGEDANGAN PAGEDANGAN PAGEDANGAN PAKUHAJI PAKUHAJI PAKUHAJI PAKUHAJI PAKUHAJI
BOJONG NANGKA *CURUG SANGERENG *KEMIRI LONTAR PATRA MANGGALA *BELIMBING CENGKLONG DADAP JATIMULYA KOSAMBI BARAT *KOSAMBI TIMUR RAWA BURUNG RAWA RENGAS KOPER KRESEK PATRA SANA RANCA ILAT BLUKBUK CIRUMPAK *PAGENJAHAN PASILIAN PASIR CIPADU JAYA GAGA *KEREO KEREO SELATAN LARANGAN INDAH LARANGAN SELATAN LARANGAN UTARA BABAKAN CARINGIN KAMUNING RANCAGONG SERDANG WETAN KEDUNG DALEM MARGA MULYA MAUK BARAT SASAK *CIJERUK *GANDA RIA JENGGOT KEDAUNG KLUTUK WALIWIS KARANG ANYAR KEDAUNG BARU KEDAUNG WETAN NEGLASARI CICALENGKA *CIHUNI JATAKE *KARANG TENGAH MALANG NENGAH BUARAN BAMBU BUARAN MANGGA GAGA PAKU ALAM SUKAWALI
d d d d c d d d d d d d d c c d c c d d c c b b a b b b b d d c c c c c c c c d d d d c a a a a c c c d c c c c c c
0.009728 0.127464 0.001756 0.001887 0.000670 0.022975 0.033173 0.059635 0.010383 0.111363 0.003569 0.123051 0.110052 0.000032 0.000029 0.000011 0.000163 0.000322 0.001626 0.000902 0.000415 0.000968 0.001475 0.004508 0.025053 0.000134 0.002582 0.003435 0.000866 0.099181 0.190772 0.097624 0.017790 0.021696 0.010414 0.000279 0.000164 0.004184 0.000355 0.001025 0.000007 0.000274 0.000016 0.000244 0.980578 0.994381 0.920519 0.660253 0.028650 0.544353 0.023316 0.186452 0.208233 0.006469 0.002969 0.002911 0.016611 0.000010
0.192048 0.656009 0.000008 0.000239 0.000001 0.001051 0.246779 0.070505 0.047470 0.023822 0.968384 0.212966 0.179113 0.000000 0.000001 0.000088 0.000002 0.000001 0.000045 0.000015 0.000002 0.000009 0.996742 0.990896 0.966334 0.999778 0.995210 0.987668 0.998197 0.137524 0.020613 0.000017 0.000010 0.000010 0.000113 0.000000 0.000000 0.000013 0.000014 0.000022 0.000509 0.000111 0.000215 0.000000 0.003613 0.002220 0.023277 0.002758 0.000003 0.000693 0.000009 0.001026 0.000786 0.000055 0.000065 0.000010 0.000039 0.000000
0.001118 0.005573 0.979961 0.042622 0.990700 0.694587 0.000843 0.000617 0.001683 0.311268 0.000022 0.206190 0.077999 0.997262 0.959245 0.000082 0.987519 0.985856 0.199443 0.691497 0.988504 0.926297 0.000002 0.000005 0.000052 0.000000 0.000002 0.000004 0.000001 0.014898 0.115224 0.806081 0.932268 0.959367 0.926515 0.997755 0.998811 0.977708 0.417916 0.585150 0.000005 0.061007 0.000008 0.973018 0.007542 0.000168 0.000294 0.096043 0.962646 0.441154 0.972837 0.795931 0.687764 0.953122 0.988121 0.994129 0.977499 0.998396
0.797106 0.210954 0.018275 0.955252 0.008630 0.281386 0.719205 0.869243 0.940464 0.553547 0.028025 0.457792 0.632837 0.002705 0.040726 0.999819 0.012315 0.013822 0.798887 0.307586 0.011079 0.072726 0.001782 0.004591 0.008560 0.000088 0.002205 0.008893 0.000937 0.748397 0.673391 0.096277 0.049932 0.018928 0.062957 0.001966 0.001025 0.018094 0.581715 0.413802 0.999479 0.938607 0.999761 0.026738 0.008266 0.003230 0.055910 0.240945 0.008701 0.013800 0.003837 0.016590 0.103217 0.040354 0.008846 0.002950 0.005851 0.001593
129
PAKUHAJI PAMULANG PAMULANG PAMULANG PAMULANG PAMULANG PAMULANG PAMULANG PANONGAN PANONGAN PANONGAN PANONGAN PANONGAN PANONGAN PANONGAN PANONGAN PASARKEMIS PASARKEMIS PASARKEMIS PERIUK PERIUK PERIUK PERIUK PINANG PINANG PINANG PINANG PINANG PINANG PINANG PINANG PONDOK AREN PONDOK AREN PONDOK AREN PONDOK AREN PONDOK AREN PONDOK AREN PONDOK AREN PONDOK AREN RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG RAJEG SEPATAN SEPATAN SEPATAN SEPATAN SEPATAN SEPATAN SEPATAN TIMUR SEPATAN TIMUR SEPATAN TIMUR
*SURYA BAHARI BAMBU APUS BENDA BARU PAMULANG BARAT PAMULANG TIMUR PONDOK BENDA PONDOK CABE ILIR PONDOK CABE UDIK CIAKAR MEKAR BAKTI MEKAR JAYA PANONGAN PEUSAR RANCA IYUH RANCA KALAPA *SERDANG KULON *PASAR KEMIS SINDANG SARI SUKAASIH GEBANG RAYA PERIUK PERIUK JAYA SANGIANG JAYA KUNCIRAN JAYA NEROKTOG PAKOJAN PANUNGGANGAN *PANUNGGANGAN TIMUR PANUNGGANGAN UTARA PINANG SUDIMARA PINANG JURANG MANGGU BARAT JURANG MANGGU TIMUR PERIGI PONDOK AREN PONDOK JAYA PONDOK KACANG BARAT PONDOK KACANG TIMUR PONDOK PUCUNG DAON JAMBU KARYA *LEMBANG SARI MEKARSARI RAJEG RAJEGMULYA RANCA BANGO SUKA MANAH *SUKA SARI TANJAKAN KARET *KAYU AGUNG *KAYU BONGKOK MEKAR JAYA PONDOK JAYA SARAKAN JATI MULYA KAMPUNG KELOR KEDAUNG BARAT
d b b b b b b b c d c d d c c d d d d b a a b a a a a a a b b b b b b b b b b c c d d c c c c d c d d d d c c c c c
0.000515 0.001182 0.000791 0.001428 0.004064 0.000072 0.000348 0.001061 0.018147 0.003350 0.057164 0.032722 0.284210 0.014735 0.041698 0.395243 0.007329 0.011474 0.016030 0.297316 0.999948 0.999967 0.335058 0.720357 0.913832 0.874638 0.983156 0.446813 0.999602 0.010330 0.018328 0.000184 0.000278 0.001538 0.000526 0.002762 0.000284 0.000219 0.012782 0.000135 0.000046 0.007207 0.000706 0.000445 0.006321 0.011983 0.000474 0.006176 0.000764 0.023303 0.080915 0.001451 0.017481 0.023345 0.006553 0.000207 0.000258 0.015766
0.000007 0.953484 0.974272 0.995108 0.921660 0.997256 0.997585 0.994194 0.000016 0.001347 0.000009 0.012036 0.013954 0.000002 0.000017 0.084943 0.881548 0.042407 0.430550 0.662569 0.000009 0.000001 0.648821 0.001035 0.079274 0.000099 0.000112 0.000642 0.000003 0.984429 0.933646 0.998005 0.999390 0.996515 0.996251 0.974381 0.998690 0.999365 0.911596 0.000000 0.000000 0.000350 0.000833 0.000001 0.000082 0.000899 0.000000 0.634717 0.000004 0.006347 0.003218 0.000004 0.002780 0.000283 0.000041 0.000000 0.000000 0.000480
0.959853 0.000003 0.000020 0.000000 0.000014 0.000000 0.000000 0.000001 0.871350 0.072956 0.938000 0.037075 0.218785 0.976916 0.922572 0.360830 0.000019 0.022821 0.000112 0.000108 0.000010 0.000001 0.000028 0.233329 0.000937 0.118976 0.012413 0.461002 0.000370 0.000008 0.000093 0.000000 0.000000 0.000001 0.000000 0.000006 0.000000 0.000000 0.000047 0.989364 0.999226 0.708463 0.022907 0.997126 0.904852 0.886484 0.999168 0.000122 0.987139 0.012439 0.475549 0.977322 0.025279 0.851589 0.947109 0.991066 0.989417 0.912255
0.039626 0.045331 0.024916 0.003464 0.074262 0.002672 0.002066 0.004743 0.110487 0.922348 0.004827 0.918167 0.483050 0.008346 0.035713 0.158985 0.111103 0.923298 0.553308 0.040008 0.000032 0.000031 0.016093 0.045279 0.005957 0.006287 0.004319 0.091543 0.000025 0.005233 0.047932 0.001810 0.000331 0.001946 0.003222 0.022851 0.001026 0.000415 0.075575 0.010501 0.000728 0.283980 0.975554 0.002427 0.088745 0.100634 0.000358 0.358986 0.012093 0.957911 0.440318 0.021223 0.954460 0.124783 0.046297 0.008726 0.010324 0.071500
130
SEPATAN TIMUR SEPATAN TIMUR SEPATAN TIMUR SERPONG SERPONG SERPONG SERPONG SERPONG SERPONG SERPONG UTARA SERPONG UTARA SERPONG UTARA SETU SETU SETU SETU SETU SINDANG JAYA SINDANG JAYA SINDANG JAYA SINDANG JAYA SOLEAR SOLEAR SOLEAR SUKADIRI SUKADIRI SUKADIRI SUKAMULYA TANGERANG TANGERANG TANGERANG TANGERANG TANGERANG TANGERANG TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TELUKNAGA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA
PONDOK KELOR SANGIANG TANAH MERAH CIATER *LENGKONG GUDANG *LENGKONG WETAN RAWA BUNTU RAWA MEKAR JAYA SERPONG JELUPANG LENGKONG KARYA PONDOK JAGUNG TIMUR BABAKAN KADEMANGAN KRANGGAN MUNCUL SETU BADAK ANOM SINDANG JAYA SINDANG PANON WANA KERTA *CIKAREO MUNJUL SOLEAR MEKAR KONDANG RAWA KIDANG SUKADIRI PARAHU BABAKAN BUARAN INDAH *SUKAASIH SUKARASA *SUKASARI *TANAH TINGGI BOJONG RENGED KAMPUNG MELAYU BARAT *KAMPUNG MELAYU TIMUR LEMO MUARA PANGKALAN TANJUNG BURUNG *TEGAL ANGUS TELUK NAGA *BANTAR PANJANG *CILELES *CISEREH *KADU AGUNG *PASIR NANGKA *PEMATANG *TAPOS *TEGALSARI *TIGARAKSA
c c c b a a b b b b b b b b a b b c c c c d c d c c c d a a b b a a d d d c c c c d d a a a a a a a a b
0.003795 0.023705 0.017571 0.000148 0.048396 0.210961 0.000465 0.000128 0.012653 0.001763 0.006732 0.001858 0.001430 0.000194 0.706384 0.008095 0.001515 0.000143 0.000183 0.000787 0.011228 0.075013 0.001437 0.004131 0.001077 0.000867 0.001426 0.006914 0.965081 0.999832 0.999332 0.310790 0.025559 0.342720 0.015646 0.003594 0.001054 0.000314 0.000502 0.009796 0.000199 0.031801 0.000095 0.058337 0.129197 0.027954 0.082745 0.016832 0.021232 0.023294 0.009511 0.006806
0.000033 0.000061 0.000057 0.998219 0.739859 0.391501 0.982489 0.982347 0.893686 0.982497 0.967057 0.960852 0.986463 0.995257 0.001209 0.985296 0.996859 0.000000 0.000000 0.000002 0.001084 0.000091 0.000002 0.000899 0.000001 0.000001 0.000003 0.075186 0.034818 0.000162 0.000395 0.688376 0.000554 0.654316 0.001572 0.023387 0.000004 0.000003 0.000002 0.000125 0.000000 0.003684 0.233504 0.000058 0.000578 0.169442 0.000026 0.052685 0.000027 0.000009 0.000001 0.229476
0.982237 0.946266 0.943207 0.000000 0.000918 0.013045 0.000001 0.000001 0.000083 0.000005 0.000041 0.000011 0.000006 0.000001 0.279022 0.000006 0.000000 0.991599 0.994491 0.973952 0.869917 0.762799 0.687579 0.000334 0.990086 0.994864 0.980514 0.002272 0.000002 0.000002 0.000011 0.000002 0.948736 0.000008 0.334077 0.001975 0.991099 0.997609 0.997909 0.931276 0.999721 0.909721 0.000000 0.870541 0.853880 0.021186 0.891140 0.009859 0.878138 0.959958 0.983436 0.001157
0.013935 0.029969 0.039166 0.001633 0.210827 0.384493 0.017045 0.017524 0.093578 0.015735 0.026170 0.037280 0.012101 0.004548 0.013386 0.006603 0.001626 0.008259 0.005325 0.025259 0.117771 0.162097 0.310981 0.994636 0.008836 0.004268 0.018057 0.915628 0.000099 0.000004 0.000261 0.000832 0.025151 0.002957 0.648704 0.971043 0.007843 0.002074 0.001587 0.058803 0.000080 0.054794 0.766401 0.071065 0.016344 0.781418 0.026089 0.920623 0.100603 0.016738 0.007051 0.762560
131
Lampiran 6 Hasil klasifikasi kembali 50 desa %lahan terbangun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
BALARAJA BATUCEPER BENDA BENDA BENDA CIBODAS CILEDUG CIPONDOH CIPUTAT TIMUR CURUG GUNUNG KALER GUNUNG KALER JATI UWUNG KARANG TENGAH KARANG TENGAH KELAPA DUA KEMIRI KOSAMBI KOSAMBI KRONJO LARANGAN MEKAR BARU MEKAR BARU PAGEDANGAN PAGEDANGAN PAKUHAJI PANONGAN PASARKEMIS PINANG RAJEG RAJEG SEPATAN SEPATAN SERPONG SERPONG SOLEAR TANGERANG TANGERANG TANGERANG TELUKNAGA TELUKNAGA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA TIGARAKSA
*GEMBONG *PORISGAGA *BENDA *JURUMUDI *JURUMUDI BARU *CIBODASARI *PANINGGILAN *PORIS PLAWAD *CIREUNDEU *BINONG *CIBETOK *GUNUNG KALER *MANIS JAYA *KARANG TIMUR *PONDOK BAHAR *CURUG SANGERENG *KEMIRI *BELIMBING *KOSAMBI TIMUR *PAGENJAHAN *KEREO *CIJERUK *GANDA RIA *CIHUNI *KARANG TENGAH *SURYA BAHARI *SERDANG KULON *PASAR KEMIS *PANUNGGANGAN TIMUR *LEMBANG SARI *SUKA SARI *KAYU AGUNG *KAYU BONGKOK *LENGKONG GUDANG *LENGKONG WETAN *CIKAREO *SUKAASIH *SUKASARI *TANAH TINGGI *KAMPUNG MELAYU TIMUR *TEGAL ANGUS *BANTAR PANJANG *CILELES *CISEREH *KADU AGUNG *PASIR NANGKA *PEMATANG *TAPOS *TEGALSARI *TIGARAKSA
Keterangan: a.kota tertata, b.kota sprawl, c.desa asri, d. desa sprawl
1 2 1 1 1 3 1 1 1 1 4 4 1 1 3 2 4 3 1 4 1 4 4 4 4 4 3 1 3 3 4 3 4 1 2 4 3 1 1 4 3 4 4 2 4 2 4 4 4 3
Jenis fasilitas
Ada kmh/tidak
Status
Diklasifikasi
Kategori
sedang tinggi sedang sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi sedang kurang sedang sedang sedang kurang sedang kurang sedang kurang sedang sedang kurang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang kurang sedang sedang tinggi sedang tinggi tinggi tinggi tinggi sedang kurang sedang sedang sedang tinggi kurang kurang tinggi sedang
tidak ada kmh tidak tidak ada kmh tidak tidak tidak tidak tidak ada kmh ada kmh tidak tidak ada kmh tidak tidak tidak tidak ada kmh tidak tidak tidak tidak tidak ada kmh tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak ada kmh tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak ada kmh
desa kota kota kota kota kota kota kota kota desa desa desa kota kota kota desa desa desa desa desa kota desa desa desa desa desa desa desa desa desa desa desa desa kota kota desa kota kota kota desa desa kota kota kota kota kota kota kota kota kota
kota kota kota kota kota desa kota kota kota kota desa desa kota kota desa desa desa desa kota desa kota desa desa desa desa desa desa kota desa desa desa desa desa kota kota desa kota kota kota desa desa desa desa kota desa kota desa desa kota desa
b b b b b d b b b b d d b b d b c d b d b c c c c d d b d d c d c b a d d b b c d c c a c a c c c d