i
KARAKTER MOLEKULER BEBERAPA SPESIES TRIPS SUBORDO TEREBRANTIA DAN IDENTIFIKASI TRIPS PADA BERINGIN, PALA, DAN SERUNI LAUT (INSECTA: THYSANOPTERA)
NIA KURNIAWATY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakter Molekuler beberapa Spesies Trips Subordo Terebrantia dan Identifikasi Trips pada Beringin, Pala, dan Seruni Laut (Insecta: Thysanoptera) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016 Nia Kurniawaty NIM A351130071
iv RINGKASAN NIA KURNIAWATY. Karakter Molekuler beberapa Spesies Trips Subordo Terebrantia dan Identifikasi Trips pada Beringin, Pala, dan Seruni Laut (Insecta: Thysanoptera). Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT dan AUNU RAUF. Trips (Ordo Thysanoptera) terdiri dari dua subordo, yaitu Terebrantia dan Tubulifera. Trips anggota subordo Terebrantia telah banyak diketahui menjadi hama pada tanaman budidaya, namun trips subordo Tubulifera lebih sedikit diketahui jenis dan statusnya. Metode identifikasi spesies trips yang sering digunakan adalah dengan karakter morfologi dan karakter molekuler. Penggunaan karakter morfologi relatif lebih mudah dan memerlukan alat yang lebih sederhana dibandingkan dengan karakter molekuler. Karakter molekuler seperti sekuens DNA Cytochrome Oxidase I mitokondria (mtCOI), merupakan karakter genetik yang dapat digunakan untuk identifikasi spesies atau konfirmasi hasil identifikasi dengan karakter morfologi. Karakter molekuler juga sering digunakan untuk mempelajari kekerabatan serangga. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter molekuler beberapa spesies trips subordo Terebrantia yang menjadi hama tanaman dan mengidentifikasi spesies trips subordo Tubulifera yang ditemukan pada tanaman beringin (Ficus benjamina/ Moraceae), pala (Myristica fragrans/Myristicaceae), dan seruni laut (Wedelia biflora/Asteraceae). Pengambilan sampel dilakukan di Kabupaten Bandung, Bogor, Cianjur, Cirebon, dan Kuningan. Pengambilan sampel dilakukan langsung pada tanaman yang bergejala akibat serangan trips. Identifikasi menggunakan karakter morfologi dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, sedangkan identifikasi menggunakan karakter molekuler dilakukan di Laboratorium Virologi Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor. Tahapan identifikasi karakter morfologi terdiri atas pembuatan preparat mikroskop dan pengamatan karakter eksternal seperti ruas antena, venasi sayap, tergit abdomen, dan seta oseli. Identifikasi dengan karakter molekuler terdiri dari ekstraksi DNA dengan metode CTAB, amplifikasi, sekuensing, dan analisis DNA. Analisis DNA dilakukan berdasarkan homologi sekuen DNA, analisis jarak genetik, dan filogeni. Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima trips subordo Terebrantia yang ditemukan banyak menyerang tanaman hortikultura diantaranya: Ceratothripoides brunneus, Megalurothrips usitatus, Thrips alliorum, T. hawaiiensis,dan T. parvispinus. Karakter molekuler berupa sekuens DNA mtCOI spesies tersebut berturut-turut adalah: 693, 692, 678, 690, dan 668 pb (pasang basa). Nilai jarak genetik nukleotida antar spesies sekitar 0.00-0.401, dan jarak genetik asam amino antar spesies sebesar 0.00-0.268. Hasil identifikasi secara morfologi spesies trips subordo Tubulifera pada tanaman beringin adalah Gynaikothrips uzeli, pada tanaman pala adalah Pseudophilothrips ichini, dan pada tanaman seruni laut adalah Haplothrips ganglbaueri. Sekuens DNA mtCOI berturut-turut sebesar 704, 702, dan 686 pb. Nilai jarak genetik sekuens nukleotida antar spesies berkisar 0.089-0.355, sedangkan nilai jarak genetik sekuens asam amino sebesar 0.62-0.303. Selain itu, jarak genetik berdasarkan sekuens nukleotida asam amino antar subordo tersebut berkisar antara 0.462-0.85,
v sedangkan jarak genetik berdasarkan sekuens asam amino antar subordo sebesar 0.230-0.653. Jarak genetik yang dihasilkan diilustrasikan melalui pohon filogeni. Filogeni berdasarkan karakter morfologi, sekuens nukleotida, dan sekuens asam amino DNA mtCOI menunjukkan spesies-spesies dari kedua subordo terpisah. Penelitian ini menunjukkan bahwa identifikasi dengan karakter molekuler menggunakan sekuens DNA mtCOI mengkonfirmasi dan mendukung hasil identifikasi dengan karakter morfologi. Kata kunci: karakter morfologi, karakter molekuler, sekuens DNA mtCOI, trips.
vi SUMMARY NIA KURNIAWATY. Molecular Characters of some Thrips Species belong to Terebrantia and Identification of Thrips on Weeping fig, Nutmeg, and Wedelia (Insecta: Thysanoptera). Supervised by PURNAMA HIDAYAT and AUNU RAUF. Thrips (Order Thysanoptera) consists of two suborders, namely Terebrantia and Tubulifera. Thrips suborder Terebrantia have been widely known to be pests on cultivated plants, but it is less information known on thrips belong to suborder Tubulifera. Thrips identification methods often use morphological characters and molecular characters. The use of morphological character method is relatively easy and requires simpler tools than the molecular character method. Molecular characters, such DNA sequences of mitochondrial Cytochrome Oxidase I (mtCOI), can be used for species identification or confirmation of the identification using morphological characters. Molecular character is also often used to study insect phylogeny. The aims of this research were to study the molecular characters of thrips species belong to suborder Terebrantia using mtCOI DNA sequences and to identify the species of thrips suborder Tubulifera from weeping fig (Ficus benjamina/Moraceae), nutmeg (Myristica fragrans/Myristicaceae), and wedelia (Wedelia biflora/Asteraceae). Samples were collected from symptomatic thrips attack plants in districts of Bandung, Bogor, Cianjur, Cirebon, and Kuningan. Morphological identification was conducted at the Insect Biosystematics Laboratory, while molecular identification was done at the Plant Virology Laboratory of the Department of Plant Protection, Bogor Agricultural University. Morphological identification process consists of preparation of slide microscope and observation of morphological characters (antennae, wing venation, abdominal tergite, and ocelli). Molecular identification process consisted of: DNA extraction using CTAB methods, DNA amplification, DNA sequencing, and analysis. DNA analysis was done by DNA sequence homology, genetic distance, and phylogeny construction. There were five species of thrips suborder Terebrantia frequently found in cultivated crops. They were Ceratothripoides brunneus, Megalurothrips usitatus, Thrips alliorum, T. hawaiiensis, and T. parvispinus. The length of their mtCOI DNA sequences were: 693, 692,678, 690, and 668 bp respectively. The range of genetic distance DNA sequences was 0.00 to 0.41, while the range of genetic distance of amino acid sequences was 0.00 to 0.268. Thrips species of suborder Tubulifera found on weeping fig was Gynaikothrips uzeli, on nutmeg was Pseudophilothrips ichini, and on wedelia was Haplothrips ganglbaueri. The length of their mtCOI DNA sequences were 704, 702, and 686 bp, respectively. The range of genetic distance of DNA sequences was 8.9 to 0.355, while the range of genetic distance of amino acid sequences was 0.62 to 0.303. The range of genetic distance of DNA sequences between suborders was 0.462-0.85, while the range of genetic distance of amino acid sequences was 0.230-0.653. Phylogenetic trees based on morphological characters, nucleotide sequences, and amino acid mtCOI sequences showed that all species were separated based on their suborder.
vii The thrips identification using molecular characters confirmed the results of identification using morphological characters. Keywords : morphological character, molecular character, mtCOI DNA sequence, thrips.
viii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ix
KARAKTER MOLEKULER BEBERAPA SPESIES TRIPS SUBORDO TEREBRANTIA DAN IDENTIFIKASI TRIPS PADA BERINGIN, PALA, DAN SERUNI LAUT (INSECTA: THYSANOPTERA)
NIA KURNIAWATY
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
x
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Dr Ir R Yayi Munara Kusumah, MSi
xi
xii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul tesis ialah “Karakter Molekuler beberapa Spesies Trips Subordo Terebrantia dan Identifikasi Trips pada Beringin, Pala, dan Seruni Laut (Insecta: Thysanoptera)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program studi Entomologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga, dan Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman sejak bulan September 2014Agustus 2015. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Purnama Hidayat, MSc dan Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran yang sangat bermanfaat sejak awal penelitian hingga akhir penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa kepada penulis melaui program beasiswa Fresh Graduate 2013 dan Dana Hibah Penelitian BOPTN No. 319/IT3.41.2/L2/SPK/2014. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan khususnya kepada Ayahanda Nasrudin, Ibunda Suciati, adinda Ramadhani, dan Muhammad Soni yang telah memberikan dukungan moral maupun materiil, kasih sayang dan doa restu kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc selaku Kepala Laboratorium Virologi yang telah mengizinkan penulis bekerja di Laboratorium selama penelitian. Terima kasih kepada Ibu Sari Nurulita, MSi yang telah membantu penulis bidang molekuler, membuat database, membantu dalam mengolah data, dan diskusi yang sangat berharga bagi penulis. Rekan-rekan Pascasarjana Entomologi 2012, 2013, 2014, dan 2015, rekan-rekan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Ibu Aisyah dan Mbak Atiek serta rekan-rekan lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi dalam bidang pertanian dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan. Kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis untuk perbaikan kegiatan selanjutnya.
Bogor, Agustus 2016 Nia Kurniawaty
xiii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xiv DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 II TINJAUAN PUSTAKA 4 Trips (Insecta: Thysanoptera) 4 Identifikasi Trips berdasarkan Karakter Morfologi 5 Identifikasi Menggunakan Karakter Molekuler 6 III KARAKTER MOLEKULER TRIPS SUBORDO TEREBRANTIA 8 Abstrak 8 Abstract 8 Pendahuluan 9 Metode Penelitian 11 Hasil 12 Pembahasan 25 Simpulan 28 Daftar Pustaka 28 IV IDENTIFIKASI TRIPS SUBORDO TUBULIFERA PADA TANAMAN BERINGIN, PALA, DAN SERUNI LAUT 31 Abstrak 31 Abstract 31 Pendahuluan 32 Metode Penelitian 33 Hasil 35 Pembahasan 47 Simpulan 49 Daftar Pustaka 49 VI PEMBAHASAN UMUM 51 VII SIMPULAN DAN SARAN 55 Simpulan 55 Saran 55 DAFTAR PUSTAKA 56 LAMPIRAN 61 RIWAYAT HIDUP 72
xiv
DAFTAR TABEL 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4. 7 4. 8
Tanaman inang dan lokasi ditemukannya C. brunneus dan M. usitatus BLAST-N DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus penelitian dengan sampel dari GeneBank Jarak genetik sekuens nukleotida DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus pada penelitian dengan sampel dari GeneBank Jarak genetik asam amino DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus penelitian dengan sampel dari GeneBank Posisi nukleotida sekuens DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus dengan database GenBank yang menunjukkan variasi Posisi sekuens asam amino DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus dengan database GenBank yang menunjukkan variasi Inang dan lokasi ditemukannya T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus BLAST-N DNA mtCOI T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus Jarak genetik sekuens DNA mtCOI T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus Jarak genetik sekuens asam amino DNA mtCOI T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus Variasi sekuens nukleotida DNA mtCOI T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus Variasi asam amino sekuens DNA mtCOI T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus Tanaman inang dan spesies trips subordo Tubulifera yang ditemukan pada penelitian BLAST DNA gen COI pada tiga spesies trips menggunakan program BLAST-N (www.ncbi.nlm.nih.gov) Jarak genetik sekuens nukleotida DNA mtCOI tiga spesies trips subordo Tubulifera Jarak genetik asam sekuens amino DNA mtCOI anggota subordo Tubulifera Variasi susunan nukleotida DNA mtCOI tiga spesies trips subordo Tubulifera Variasi sekuens asam amino DNA mtCOI tiga spesies trips subordo Tubulifera Jarak genetik sekuens nukleotida DNA mtCOI spesies trips subordo Tubulifera dan Terebrantia Jarak genetik sekuens asam amino DNA mtCOI spesies trips subordo Tubulifera dan Terebrantia
13 15 16 16 17 18 19 21 22 22 23 24 35 38 38 38 40 40 45 46
xv
DAFTAR GAMBAR 2.1 3.1
3.2
3.3
3.4
3.5 3.6 3.7 3.8
3.9
4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6
4. 7 4. 8 4. 9 4. 10
Posisi DNA mtCOI T. imaginis (Shao dan Barker 2003) Karakter morfologi C. brunneus (a) antena 8 ruas, (b) Metanotum tanpa companiform sinsila, (C) sayap depan berwarna coklat dengan venasi lengkap, (d) Seta oseli I berbaris secara vertikal, (e) deretan microtrichia yang lengkap pada tergit abdomen ruas Karakter morfologi M. usitatus (a) antena 8 ruas, (b) Metanotum tanpa companiform sinsila, (C) sayap depan berwarna gelap terang, (d) seta oseli III muncul pada garis segitiga oseli, (e) deretan microtrichia yang VIII hanya sebagian, (f) seta S1 diatas Hasil visualisasi DNA C. brunneus dan M. usitatus menggunakan primer universal (M) Marker 1 kb (Thermo Scientific, US), (1) Kontrol positif (C. brunneus), (2) C. brunneus, dan (3) M. usitatus Filogeni DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus menggunakan software Mega dengan pendekatan UPGMA bootstrap 1000x (a) berdasarkan sekuens nukleotida, (b) sekuens asam amino Kepala dan antena (a) T. alliorum, (b) T. hawaiiensis, (c) T. parvispinus Metanotum (a) T. alliorum, (b) T. hawaiiensis, (c) T. parvispinus Sayap (a) T. alliorum, (b) T. hawaiiensis, (c) T. parvispinus Hasil visualisasi DNA genus Thrips menggunakan primer universal (1) Marker (1kb Thermo Scientific, US), (2) Kontrol negatif, (3) Kontrol positif (T. parvispinus), (4) T. alliorum, (5) T. hawaiiensis, dan (6) T. parvispinus Filogeni DNA mtCOI genus Thrips menggunakan software Mega dengan pendekatan UPGMA (a) berdasarkan sekuens nukleotida, (b) berdasarkan sekuens asam amino Imago, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini Sayap depan, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini Metanotum, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini Pronotum, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini Ujung abdomen, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini Hasil visualisasi DNA mtCOI trips subordo Tubulifera menggunakan primer universal (M) Marker 1 kb (Thermo Scientific, US), (1) Kontrol positif (G. uzeli), (2) G.uzeli, (3) H. ganglbaueri, (4) P. ichini Filogenetik trips subordo Tubulifera menggunakan sekuens DNA mtCOI dengan metode UPGMA, (a) nukleotida (b) asam amino Filogeni berdasarkan karakter morfologi menggunakan program NTSys ver 21 dengan pendekatan UPGMA Filogeni berdasarkan sekuens nukleotida DNA mtCOI spesies trips subordo Tubulifera dan Terebrantia Filogeni berdasarkan sekuens asam amino DNA mtCOI spesies trips subordo Tubulifera dan Terebrantia
7
13
14
15
16 20 20 20
21
22 36 36 36 36 37
37 39 43 43 44
xvi
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
1.
Koordinat GPS dan ketinggian lokasi pengambilan sampel Sekuens DNA mtCOI sampel trips pada penelitian Sekuens asam amino DNA mtCOI trips Gejala serangan G. uzeli, H. ganglbaueri, dan P. ichini Bunga Thunbergia Matrix karakter morfologi delapan spesies trips subordo Tubulifera dan Terebrantia Jarak genetik trips subordo Terebrantia
63 64 67 68 69 70 71
1
I PENDAHULUAN
Latar Belakang Trips (Insecta: Thysanoptera) merupakan serangga yang memiliki ukuran tubuh 1-4 mm, namun didaerah tropis dapat mencapai 14 mm. Selain sebagai serangga fitofag, trips juga diketahui berperan sebagai serangga predator. Beberapa spesies dilaporkan sebagai hama yang umum ditemukan pada tanaman pertanian (Reitz et al. 2011). Berdasarkan bentuk ujung abdomen, trips dibagi menjadi dua subordo yaitu Tubulifera dan Terebrantia. Trips yang berhasil diidentifikasi dan diketahui memiliki banyak spesies adalah famili Phlaeothripidae (Tubulifera) dan Thripidae (Terebrantia) (Mound. 2008). Populasi yang tinggi menyebabkan kehilangan hasil pada tanaman. Kehilangan hasil akibat serangan trips di India dan Malaysia dapat mencapai 30-80% (Fauziah dan Saharan; Sastrosiswojo 1991). Sebagai langkah awal pemecahan permasalahan trips, diperlukan informasi dasar yang lengkap dan akurat terutama mengenai studi taksonominya (Moritz 1994). Beberapa metode dapat digunakan untuk identifikasi trips, mulai dari metode tradisional dengan karakter morfologi hingga metode modern dengan teknik molekuler, morfometrik, atau biokimia (Mehle dan Trdan 2012). Penelitian taksonomi trips menggunakan metode tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh Sartiami dan Mound (2013), dimana trips yang banyak ditemukan berasosiasi diberbagai tanaman di Pulau Jawa termasuk kedalam subordo Terebrantia. Selain itu Subagyo (2014) menemukan tujuh belas trips famili Thripidae yang berasosiasi dengan tanaman hortikultura didaerah Cianjur, Lembang, dan Bogor. Di Indonesia lima spesies yang dilaporkan menjadi hama umum ditanaman hortikultura, yaitu: Frankliniella intonsa Trybom, Megalurothrips usitatatus Bagnall, Thrips parvispinus Karny, Thrips hawaiiensis (Morgan), dan Thrips palmi Karny. Spesies M. usitatus dan T. hawaiiensis diketahui banyak menyerang tanaman kacang panjang, buncis, pare, dan kacang bindi (okra). Sementara itu, T. parvispinus dilaporkan menjadi hama baru yang menyerang pepaya (Fauziah dan Saharan 1991). Selain menjadi hama pada pertanaman, trips juga menjadi vektor virus penyebab penyakit tanaman. Salah satunya adalah Ceratothripoides brunneus Bagnall yang banyak ditemukan diberbagai tanaman di Malaysia dan menjadi vektor Tospovirus (Mound dan Nickle 2009). Selain anggota dari subordo Terebrantia, beberapa spesies trips anggota Tubulifera juga dilaporkan menjadi hama pada pertanaman. Informasi mengenai keberadaan dan status anggota subordo Tubulifera di Indonesia masih sangat terbatas. Khalsoven (1981) melaporkan trips subordo Tubulifera genus Haplothrips ditemukan di Indonesia, namun tidak dilengkapi dengan karakter morfologinya. Spesies dari subordo Tubulifera yang pernah dilaporkan adalah Gynaikothrips uzeli Zimmerman yang menyerang tanaman beringin (Moraceae) di Florida. Selain itu, Pseudophilothrips ichini Hood dilaporkan sebagai spesies yang menjadi hama pada tanaman sejenis semak (Anacardiaceae) di Amerika (Held 2005; Mound et al. 2010). Trips memiliki warna dan ukuran yang bervariasi. Pada beberapa kasus, beberapa spesies secara morfologi tampak serupa atau hanya berbeda pada detail
2 struktur tertentu yang sulit dibedakan (Subagyo 2014). Selain itu, variasi karakter morfologi yang terjadi didalam spesies dapat menjadi faktor kesalahan dalam pengidentifikasian. Salah satu contoh variasi morfologi dalam spesies adalah seksual dimorfisme antara jantan dan betina. Perbedaan jenis kelamin pada umumnya akan membentuk perbedaan bentuk tubuh. Beberapa spesies jantan dan betina yang memiliki ukuran yang berbeda akan membentuk allomorfik (pertumbuhan dan perkembangan ukuran dan struktur anggota tubuh misalnya antena dan seta). Selain itu bentuk nimfa instar awal trips yang tidak bersayap akan sulit untuk dibedakan dengan imago trips yang tidak bersayap ataupun warna yang kurang tersklerotisasi (Mound dan Kibby 1998). Identifikasi secara morfologi juga sulit dilakukan pada kondisi sampel yang tidak utuh (Ubaidillah dan Sutrisno 2009). Keterbatasan pada kunci identifikasi morfologi juga menyulitkan proses identifikasi misalnya terbatasnya jumlah karakter dan gambar yang digunakan, serta kunci identifikasi hanya tersedia untuk fase imago (Brunner et al. 2002; Mound dan Morris 2007). Identifikasi terhadap trips dapat dilakukan dengan metode modern. Metode identifikasi modern yang umum digunakan adalah dengan teknik molekuler. Teknik ini dapat menunjukkan hasil yang cukup baik untuk identifikasi hingga tingkat spesies (Bayar et al. 2001; Moritz et al. 2001). Kombinasi identifikasi secara morfologi dan molekuler sangat diperlukan dalam identifikasi trips untuk mendapatkan hasil identifikasi yang akurat. Penggunaan penanda genetik juga dapat dijadikan metode alternatif ketika identifikasi morfologi tidak memungkinkan untuk dilakukan (Mehle dan Trdan 2012). Salah satu metode yang digunakan untuk variasi dan keragaman genetik spesies yaitu dengan menggunakan DNA mitokondria (mtDNA) (Chahyadi 2013). DNA mitokondria yang banyak digunakan untuk analisis genetik adalah Cytochrome c Oxidase subunit I (COI) (Pratami 2013). sekuens DNA mtCOI mampu mengidentifikasi spesies trips dari genus Kladothrips, Oncothrips, Gynaikotrips, Frankliniella dan Thrips (Crespi et al. 1998; Shao dan Barker 2003; Rugman-Jones et al. 2010; Mehle dan Trdan 2012). Sekuens DNA mtCOI juga dapat digunakan sebagai karakter tambahan untuk konfirmasi identifikasi spesies dan data dalam penyusunan basis data kodebar DNA (DNA barcode database) (Hebert et al. 2003; Goldstein dan DeSalle 2010). Penelitian ini merupakan studi lanjutan dari studi sebelumnya mengenai identifikasi trips berdasarkan karakter morfologi pada tanaman hortikultura yang ditemukan didaerah Cianjur, Lembang, dan Bogor oleh Subagyo (2014). Hasil studi tentang karakter molekuler trips ini diharapkan dapat membantu mengkonfirmasi hasil identifikasi secara morfologi dan diharapkan dapat melengkapi data hasil identifikasi spesies-spesies trips yang telah ada.
Perumusan Masalah Identifikasi trips di Indonesia sebagian besar dilakukan berdasarkan karakter morfologi. Selain itu, informasi keberadaan dan status spesies anggota subordo Tubulifera di Indonesia masih sangat terbatas. Selanjutnya, identifikasi menggunakan karakter molekuler berupa urutan sekuens DNA mtCOI di Indonesia belum banyak dilakukan. Penggunaan karakter ini dilakukan pada
3 anggota subordo Terebrantia maupun Tubulifera, terutama pada spesies yang mudah ditemukan dan banyak dilaporkan menyerang pertanaman seperti: Ceratothripoides brunneus, Megalurothrips usitatus, Thrips alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus maupun pada trips pada tanaman beringin, pala, dan seruni laut.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter molekuler spesies trips subordo Terebrantia menggunakan sekuens DNA mtCOI dan mengidentifikasi spesies trips subordo Tubulifera yang ditemukan pada tanaman beringin (Ficus benjamina/ Moraceae), pala (Myristica fragrans/ Myristicaceae), dan seruni laut (Wedelia biflora/ Asteraceae).
Manfaat Penelitian Informasi mengenai karakter morfologi anggota subordo Tubulifera pada penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memudahkan identifikasi subordo Tubulifera khususnya yang berada di Kabupaten Bogor dan kabupaten lainnya. Selain itu, karakter molekuler berupa sekuens DNA mtCOI dari anggota subordo Terebrantia dan Tubulifera dapat dijadikan karakter tambahan hasil identifikasi morfologi serta melengkapi database sekuens DNA mtCOI trips dalam rangka Pengendalian Hama Terpadu.
II TINJAUAN PUSTAKA Trips (Insecta: Thysanoptera) Trips (Thysanoptera) adalah serangga yang memiliki ukuran tubuh sekitar 1-4mm (daerah tropika panjangnya hampir 14mm). Beberapa spesies ada yang tidak memiliki atau tanpa sayap. Tipe alat mulut meraut – menghisap, terdiri atas probosis dengan struktur tidak simetris, besar, konis, dan terletak bagian posterior pada ventral kepala. Selain itu terdapat stilet, satu mendibel dan lasiniae dari dua maksila. Antena yang dimiliki trips biasanya pendek, terdiri dari empat sampai sembilan ruas. Tipe metamorfosis peralihan antara sederhana dan sempurna. Morfologi antara serangga jantan dan betina hampir sama, tetapi biasanya serangga jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibanding dengan serangga betina. Serangga ini berperan sebagai pemakan tanaman, menyerang bunga dan daun, memakan spora-spora jamur, pemangsa arthropoda kecil dan vektor penyakit tumbuhan (Borror et al. 1989; Ritz et al. 2010). Salah satu famili trips yang menjadi hama adalah Thripidae. Ciri khasnya adalah jumlah ruas antena 7-8 segmen dan memiliki struktur seperti garpu atau sederhana (Sartiami dan Mound 2013). Famili ini terdiri atas 3 subfamili yaitu Panchaetothripidae, Dendothripinae, dan Thripinae. Subfamili Thripinae memiliki sekitar 1 600 spesies dari 250 genus yang banyak berasosiasi dengan tanaman dan sebagian besar merupakan hama penting dan menjadi vektor virus pada tanaman. Beberapa spesies trips anggota subfamili Thripinae yang menjadi hama penting baik pada sayuran maupun bunga hias diantaranya Frankliniella intonsa, F. occidentalis, Megalurothrips sp, T. aspinus, T. hawaiiensis, T. parvispinus, Thrips tabaci Lindeman, Scirtothrips dorsalis Hood, Haplothrips floricola Priesner, dan Thrips flavus Schrank (Bansidhi dan Poonchaisri 1991; Fung et al. 2002; Kirk 2002; Sartiami et al. 2011; Subagyo 2014). Spesies lain yang dilaporkan menjadi vektor virus diantaranya T. tabaci dan Frankliniela schultzei (Trybom) (Kirsten et al. 2009; Westmore 2012). Kerusakan yang ditimbulkan oleh trips menimbulkan kerugian secara langsung ataupun tidak langsung. F. intonsa dilaporkan merupakan hama penting pada tanaman krisan, dimana terdapat bercak kecoklatan pada bunga (Yusuf et al. 2010). Spesies ini juga menyerang tanaman lili, jeruk, kacang-kacangan, selada, bawang, dan jagung (Subagyo 2014). Spesies lain yang merugikan tanaman yaitu: T. palmi, T. tabaci, dan M. usitatus. Spesies-spesies tersebut merupakan spesies yang banyak merusak tanaman hortikultura di negara Philipina terutama pada tanaman terung, tomat dan kentang (Bernardo 1991). Selain kerugian langsung, terdapat kerugian tidak langsung yang ditimbulkan oleh trips, misalnya T. parvispinus yang menyerang daun pepaya menyebabkan infeksi cendawan Cladosporium oxysporum sehingga menyebabkan malformasi, bercak, dan lubang pada daun. Selain itu T. tabaci juga dilaporkan dapat menjadi vektor beberapa virus tanaman, seperti: Cucumber Mosaic Virus, Potato Leaf Roll Virus, Tobacco Mosaic Virus, Potato Virus, dan Pea Mosaic Virus (Sakimura 1946). Trips subordo Tubulifera juga dilaporkan mengganggu dan menjadi hama dibebarapa negara. Khalsoven (1981) melaporkan di Indonesia terdapat satu genus yang ditemukan berasosiasi dengan Graminae yaitu genus Haplothrips. Anggota
5 dari subordo Tubulifera pembentuk puru pada tanaman, misalnya Arrhenothrips ramakrishnae Hood, Teucotothrips longus (Schmutz), Gynripsikothrips flaviantennus Multon, Schedothrips orientalis Ananthakrishnan, Crotonothrips dantahasta (Ramakrishna), Thilakothrips babuli Ramakrishna, dan Androthrips flavipes Schmutz (Varadarasan dan Ananthakrishnan 1982). Anggota Subordo Tubulifera yang lain yang pernah dilaporkan adalah Gynaikothrips uzeli yang menyerang tanaman beringin, G. ficorum yang menyerang tanaman salam (Myrtaceae), dan Haplothrips ganglbaueri menyerang gulma Echinochloa crusgalli (Poaceae) (Ananthakrishnan dan Thangavilu 1976), sedangkan Pseudophilothrips ichini dilaporkan menyerang tanaman lada (Held et al. 2005; Mound et al. 2010).
Identifikasi Trips berdasarkan Karakter Morfologi Karakter yang Digunakan dalam Identifikasi Morfologi Trips Identifikasi yang dilakukan dengan menggunakan karakter morfologi disebut juga identifikasi tradisional. Antena dan oseli merupakan karakter yang umum dilihat di bagian kepala trips (Mound dan Kibby 1998; Mound 2006). Bagian pada toraks yang dapat dijadikan karakter untuk identifikasi adalah pronotum, mesonotum, metanotum, tungkai, dan sayap depan. Rangkaian seta pada pronotum sering digunakan untuk menentukan spesies dari suatu genus, sedangkan pola retikulasi sklerit pada metanotum dapat digunakan untuk membedakan spesies tertentu, karena pola ini bervariasi dan cenderung khas. Sayap pada bagian toraks merupakan karakter yang paling sering digunakan untuk identifikasi dan karakter yang sering dilihat adalah jumlah seta pada venasi sayap depan serta ukuran seta terminal dan seta sub-terminal pada clavus (Mound dan Kibby 1998). Karakter pada abdomen yang umumnya dilihat adalah pola retikulasi pada abdomen dan keberadaan microtrichia pada bagian tergit abdomen, selain itu keberadaan stenidia pada tergit abdomen ruas VIII dan microtrichia atau comb pada garis bagian belakang tergit abdomen ruas VIII dapat digunakan untuk membedakan spesies satu dengan yang lainnya secara spesifik. Karakter lainnya adalah setiap sternit abdomen mempunyai serangkaian seta pada tepi bawah, umumnya berjumlah tiga pasang pada beberapa spesies, tetapi pada genus Thrips sternit juga mempunyai serangkaian seta diskal (Mound 2006). Kelebihan dan Kekurangan Identifikasi Morfologi. Identifikasi secara morfologi memiliki beberapa keuntungan diantaranya lebih cepat, mudah dan murah jika dibandingkan dengan metode molekular (Hoy 2003). Namun identifikasi trips secara morfologi memiliki keterbatasan diantaranya: 1. Tidak dapat mendeteksi variasi yang terjadi didalam spesies sehingga dapat terjadi kesalahan dalam pengidentifikasian. Variasi tersebut seperti seksual dimorfisme antara jantan dan betina. Perbedaan jenis kelamin pada umumnya akan membentuk perbedaan bentuk tubuh. Pada beberapa spesies jantan dan betina yang memiliki ukuran yang berbeda akan membentuk allomorfik (perbedaan pertumbuhan dan perkembangan ukuran dan struktur angota tubuh misalnya antena dan seta).
6 2. Bentuk nimfa instar awal trips yang tidak bersayap akan sulit untuk dibedakan dengan imago trips yang tidak bersayap ataupun warna yang kurang tersklerotisasi 3. Ukuran trips yang sangat kecil sehingga karakter kunci sulit untuk dilihat dengan jelas. 4. Identifikasi secara morfologi sulit dilakukan pada kondisi sampel yang tidak utuh. 5. Pada beberapa kasus, beberapa spesies secara morfologi tampak serupa atau hanya berbeda pada detail struktur tertentu yang sulit dibedakan
Identifikasi Menggunakan Karakter Molekular Mitokondria Cytochrome Oxidase I Gen penyusun DNA mitokondria pada hewan terdiri atas 37 gen untuk mengkode pembentukan sub unit rRNA kecil hingga besar, 13 protein, dan 22 tRNA sehingga menjadi tempat yang konservatif dalam suatu filum. Hal ini juga berlaku dalam dunia serangga, sehingga taksonomi dengan metode molekular dapat dilakukan berdasarkan sistematika pendekatan filogenetik (Hoy 2003). Analisis mitokondria pada trips mencatat pada T. imaginis dari 15 407 panjang total DNA mitokondria terdiri dari 4 daerah yang memiliki fungsi yang berbeda yaitu: (1) gen pengkode protein, (2) gen tRNA dan gen Pseudo-tRNA, (3) gen rRNA, dan (4) bagian yang tidak mengkode apapun. Posisi DNA mtCOI berada pada daerah yang mengkode protein, dimana daerah ini kaya akan kandungan A dan T (Shao dan Baker 2003). Menurut Ubaidillah dan Sutrisno (2009) DNA mtCOI dipilih menjadi gen yang digunakan untuk barkoding, karena memiliki sifat-sifat yang memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam menentukan identitas sebuah spesies. Gen mtCOI memiliki ukuran yang relatif pendek dan stabil (tidak mudah mengalami perubahan bila dibandingkan dengan gen mitokondria sejenis). Selain itu gen mtCOI sangat mudah untuk dilakukan pengurutannya dibandingkan dengan gengen yang berasal dari inti. Kelebihan dan Kekurangan Identifikasi Molekuler Pada trips bagian yang diamplifikasi pada proses PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah DNA mitokondria. Penggunaan DNA mtCOI sebagai penanda genetik pada trips, memiliki beberapa kelebihan, diantara nya: 1) memiliki ukuran yang sama dan relatif kecil, 2) mtDNA berevolusi lebih cepat dibandingkan dengan DNA inti sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas perbedaan antara populasi dan hubungan kekerabatannya, 3) bagian-bagian dari genom mitokondria berevolusi dengan laju yang berbeda sehingga berguna untuk sistematika dan penelusuran kesamaan asal (Gyllesten dan Wilson 1987). Selanjutnya Hoy (2003) menambahkan sekuens DNA mtCOI dapat digunakan untuk: (1) membuat konstruksi pohon filogeni molekular dalam mengevaluasi evolusi gen atau gen dari famili tertentu, (2) mengevalusi hasil evolusi dalam satu spesies, (3) membuat pohon filogeni dari spesies yang berbeda. Sekuens DNA akan memberikan banyak data yang bersifat sangat spesifik. Selain itu banyak karakter yang
7 berpotensi untuk diuji secara teoritis hanya dengan menggunakan jumlah nukleotida yang terbatas.
Gambar 2.1 Posisi DNA mtCOI T. imaginis (Shao dan Barker 2003) Identifikasi secara molekular pada serangga memberikan keuntungan. Deteksi yang akurat mengenai spesies trips sangat penting dalam program pengandalian hama. Hal ini dapat menjamin ketepatan dalam mengontrol tindakan yang tidak perlu dilakukan sehingga mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh trips (Farris et al. 2008). Beberapa keuntungan teknik molekular dalam pengendalian hama diantaranya: (1) program kontrol genetik, dimana dapat memodifikasi jenis kelamin serangga dalam rangka mengontrol populasi hama di lapangan, (2) program analisis molekular memungkinkan untuk melihat perubahan perilaku serangga, sistem olfaktori, ritme, dan perilaku kawin (terkadang perilaku berubah pada serangga karena perubahan morfologi akbibat terjadinya mutasi), (3) dapat dimanfaatkan dalam bioteknologi pembuatan serangga transgenik (Hoy 2003). Namun, teknik ini juga memiliki kekurangan yaitu metode molekuler masih menggunakan atau membutuhkan identifikasi menggunakan metode morfologi sebagai langkah awal perkembangan dan pengenalan dari metode molekuler (Rugman-Jones et al. 2006).
III KARAKTER MOLEKULER TRIPS SUBORDO TEREBRANTIA ABSTRAK Trips merupakan serangga yang sebagian besar anggotanya berperan sebagai hama maupun vektor penyakit tanaman hortikultura terutama sayuran. Kerusakan yang ditimbulkan oleh trips dapat menyebabkan 30-50% kehilangan hasil. Genus Thrips Linnaeus adalah genus kedua terbesar dari ordo Thysanoptera dan banyak dilaporkan menjadi hama pada banyak tanaman inang. Selain anggota dari genus Thrips, Ceratothripoides dan Megalurothrips dilaporkan sebagai hama penting pada tanaman tomat dan tanaman kacang-kacangan di Asia dan Afrika. C. brunneus dan M. usitatus juga dilaporkan sebagai vektor Tomatto Spot Wilt Virus (TSWV) atau penyakit layu pada tomat. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sekuens DNA mtCOI sebagai karakter molekuler spesies trips dari subordo Terebrantia yaitu: genus Ceratothripoides (C. brunneus), Megalurothrips (M. usitatus), dan Thrips (T. alliorum, T. hawaiiensis dan T. parvispinus). Pengambilan sampel lakukan di Kabupaten Bandung, Bogor, Cianjur, Cirebon, dan Kuningan. Pengambilan sampel dilakukan secara langsung pada bunga atau daun tanaman yang mengalami gejala akibat serangan trips. Identifikasi secara morfologi terdiri dari pembuatan preparat slide dan identifikasi menggunakan kunci identifikasi morfologi. Identifikasi menggunakan karakter molekuler terdiri atas empat tahapan yaitu ekstraksi DNA total, amplifikasi menggunakan PCR, sekuensing, dan analisis . Program PCR berhasil mengamplifikasi DNA mtCOI C. brunneus, M. usitatus, T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus pada ±710 pb. Data sekuens DNA mtCOI kelima spesies tersebut berturut-turut adalah 693, 692, 678, 690, dan 668 pb. Nilai jarak genetik nukleotida antar spesies sekitar 0.00-0.401, dan jarak genetik asam amino antar spesies sebesar 0.00-0.268. Sekuens DNA mtCOI kelima spesies dari subordo Terebrantia ini mengkonfirmasi hasil identifikasi morfologi. Kata Kunci: COI, hama, hortikultura, mitokondria, sekuens
ABSTRACT Thrips are insect that most of species are pests and vectors of diseases on horticultural crops, especially on vegetable plants. Thrips can caused 30-50% yield loss. Thrips Linnaeus is the second largest genus of the order Thysanoptera and most of them are pests on many host plant. Not only this genus, Ceratothripoides and Megalurothrips also reported as important pest on tomatto and nuts in Asia and Africa. Ceratothripoides brunneus and Megalurothrips usitatus also been reported as Tomatto Spot Wilt Virus (TSWV) vectors. This research aimed to study mtCOI DNA sequences as molecular characters Terebrantia suborder in genus Ceratothripoides (C. brunneus),
9 Megalurothrips (M. usitatus), and Thrips (T. alliorum, T. hawaiiensis dan T. parvispinus). Samples were collected from symptomatic thrips attack plants in districts of Bandung, Bogor, Cianjur, and Cirebon. Morphological identification process consists of preparation of preparat slide and observation by using morphological identification keys. Molecular identification process consists of : DNA extraction using CTAB methods, DNA amplification, DNA sequencing, and analysis. There were five species of thrips suborder Terebrantia frequently found in cultivated crops they were C. brunneus, M. usitatus, T. alliorum, T. hawaiiensis, and T. parvispinus. The length of their mtCOI DNA sequences were: 693, 692,678, 690, and 668 bp respectively. The range of genetic distance DNA sequences was 0.00 to 0.401, while the range of genetic distance of amino acid sequences was 0.00 to 0.268. MtCOI DNA sequences data confirmed morphological results data from five species Terebrantia suborder. Keywords: COI, horticulture, mitochondrial, pest, sequence
PENDAHULUAN Trips merupakan serangga yang sebagian besar anggotanya berperan sebagai hama maupun vektor penyakit tanaman hortikultura terutama tanaman sayuran (Oktaviany et al. 2013). Peranan trips sebagai hama pada tanaman disebabkan oleh aktivitas makan yang dilakukan. Kerusakan yang ditimbulkan berupa bintik putih pada bunga atau daun, sehingga mengganggu proses fotosintesis pada tanaman (Subagyo 2014). Indonesia belum memiliki data mengenai kerugian yang ditimbulkan oleh trips, namun di India serangan trips dapat menyebabkan kehilangan hasil sebesar 30-50% pada tanaman cabai, sedangkan di Malaysia dapat mencapai 80% pada tanaman krisan (Fauziah dan Saharan 1991; Subagyo 2014; Sastrosiswojo 1991). Genus Thrips Linnaeus adalah genus kedua terbesar dari ordo Thysanoptera yang terdiri dari 286 spesies (Mound 2012). Sebagian besar anggota dari genus ini hidup pada bunga dan sebagian pada bagian daun (Mound dan Marullo 1996). Beberapa anggota dari genus ini merupakan hama penting pada tanaman di dunia seperti Thrips angusticeps Uzel, Thrips flavus Schrank, Thrips hawaiiensis (Morgan), Thrips meridionalis Priesner, dan Thrips tabaci Lindeman (Moritz 1994). T. hawaiiensis dilaporkan banyak menyerang tanaman pare dan okra, sedangkan T. parvispinus merupakan hama baru yang menyerang pepaya di Malaysia (Fauziah dan Saharan 1991). Di Indonesia T. parvispinus, T. hawaiiensis, dan T. palmi tercatat sebagai hama umum yang ditemukan pada pertanaman hortikultura (Subagyo 2014). Genus Thrips yang tersebar luas dan memiliki spesies yang banyak menyebabkan tersedianya beberapa kunci identifikasi di beberapa negara seperti Malaysia pada tanaman sayuran (Mound dan Azidah 2009), Indonesia pada tanaman hortikultura (Sartiami dan Mound 2013; Subagyo 2014), serta Iran pada tanaman hortikultura dan palawija (Mirabbalou et al. 2012). Trips biasanya memakan bagian permukaan daun muda. Di Indonesia dan Iran, spesies T. alliorum merupakan hama baru pada tanaman bawang dengan daerah sebaran Asia Tenggara dan Hawaii (Mirab-balou et al. 2012; Sartiami dan
10 Mound 2013). Trips memberikan dampak langsung terhadap kerusakan tanaman pada bagian daun dan bunga, trips juga menjadi vektor virus penting pada tanaman. T. hawaiiensis juga dilaporkan menjadi hama penting di Taiwan dan Malaysia. Spesies ini merupakan hama umum yang ditemukan di Taiwan yang menyerang bunga tanaman pertanian dan bunga potong. T. hawaiiensis menyebabkan permukaan buah menjadi kasar, pucat, dan menurunkan kualitas buah. Terdapat 21 tanaman yang diserang diantaranya: pisang, jeruk, anggur, mangga, jambu air, krisan, gladiol, mawar, cabai, teh dan tanaman kacangkacangan (Chang 1991). Spesies T. parvispinus merupakan hama serius pada cabai. Kerusakan yang ditimbulkan terlihat pada daun/ tanaman muda dan akan terus menyebar selama perkembangan tanaman. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan T. parvispinus dapat mencapai 22.8% pada tanaman cabai (Sastrosiswojo 1991). T. parvispinus juga menjadi hama pada tanaman tembakau di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat (Vos et al. 1991). Selain itu, T. parvispinus juga dilaporkan menyerang tanaman bunga krisan. Serangan trips dapat mencapai 11-52% tergantung varietas bunga, hal ini menurunkan kualitas bunga karena timbul bekas rautan dan bercak kehitaman pada mahkota bunga (Novitasari 2014). Spesies dari genus yang lain seperti C. brunneus dan M. usitatus dilaporkan sebagai trips yang dapat menjadi vektor Tomatto Spot Wilt Virus (TSWV) atau penyakit layu pada tomat (Rao 2015; Mound dan Nickle 2009). Trips sangat mudah menyebar karena ukuran tubuhnya yang kecil. Hal ini menjadi masalah yang cukup serius pada perdagangan internasional (Mehle dan Trdan 2012). Identifikasi yang cepat, tepat, dengan deskripsi yang jelas mengenai karakter morfologi terhadap trips sangat diperlukan untuk pengendalian hama trips. Identifikasi yang umum dilakukan di Indonesia adalah identifikasi menggunakan kunci identifikasi morfologi. Namun, terdapat beberapa kekurangan dalam penggunaan kunci identifikasi morfologi. Salah satunya adalah identifikasi morfologi dan tidak mudah untuk dilakukan terutama untuk genus dengan jumlah spesies yang banyak seperti dalam anggota genus Thrips (Hasmiwati et al. 2006). Kesulitan yang lain dalam pengidentifikasian terhadap trips adalah ukuran yang kecil, karakter-karakter yang sulit terlihat, serta variasi seksual dimorfisme dalam spesies. Seksual dimorfisme dapat menyebabkan kesalahan identifikasi (Mound dan Kibby 1998). Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya karakter tambahan dalam proses identifikasi terhadap trips. Karakter tambahan yang biasa digunakan dalam proses identifikasi trips adalah sekuens DNA mitokondria (Hoy 1994). Gen penyusun DNA mitokondria yang banyak digunakan untuk melihat variasi genetik spesies adalah Mitochondria Cytochrome c Oxidase I (mtCOI). Gen ini digunakan karena memiliki laju evolusi yang tinggi sehingga akan berbeda pada setiap spesies. DNA mtCOI juga penyandi protein yang memiliki variasi genetik yang tinggi (Ubaidillah dan Sutrisno 2009). Selain itu DNA mtCOI juga digunakan sebagai gen standar penanda molekuler (DNA barcode) untuk melihat karakter dan variasi genetik intraspesies dan interspesies (Hebert et al. 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter molekuler berupa sekuens DNA mtCOI trips subordo Terebrantia yaitu: C. brunneus, M. usitatus, T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus, hal ini dikarenakan spesies-spesies ini mudah ditemukan. Selain itu, belum tersedianya data molekuer dari kelima
11 spesies tersebut. Manfaat penelitian ini berupa data sekuens DNA mtCOI yang digunakan sebagai tambahan karakter untuk melengkapi data morfologi dalam proses pengidentifikasian trips. Sekuens DNA mtCOI yang ada, diharapkan dapat memperkecil kesalahan identifikasi menggunakan karakter morfologi, sehingga hasil identifikasi menggunakan kedua metode ini menjadi lebih lengkap dan akurat.
METODE PENELITIAN Sampel trips diambil dari Kabupaten Bandung, Bogor, Cianjur, Cirebon, dan Kuningan. Trips kemudian diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi di Laboratorium Biosistematika Serangga. Ekstraksi dan amplifikasi DNA mtCOI trips di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Agustus 2015. Sampel trips diambil secara langsung pada bagian bunga dan daun yang bergejala akibat serangan trips. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf berisi alkohol absolut, selanjutnya dimasukkan kedalam plastik klip yang diberi keterangan. Lokasi pengambilan sampel ditandai menggunakan GPS untuk mendapatkan koordinat. Trips yang sudah dikoleksi dari lapangan kemudian disortir. Sebagian disimpan untuk ekstraksi DNA trips sementara yang lain dibuat slide dengan metode Mound dan Kibby (1998). Identifikasi trips dilakukan di bawah mikroskop stereo OLYMPUS CX21FSI yang dilengkapi langsung dengan kamera Dino-eye. Identifikasi dilakukan menggunakan buku identifikasi Mound dan Kibby (1998), Sartiami dan Mound (2013) serta Subagyo (2014). Ekstraksi DNA dan Amplifikasi dengan PCR. Imago trips yang telah disimpan ke dalam alkohol absolut, kemudian diekstraksi dengan teknik molekuler untuk mendapatkan DNA total yang mengacu pada metode Goodwin et al. (1994) yang telah dimodifikasi. Individu imago trips dari masing-masing spesies dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1.5 mL, kemudian ditambahkan 100 μL bufer ekstraksi CTAB 2%. Selanjutnya ditambahkan 1 μL proteinase K, kemudian dihancurkan sampai halus menggunakan micropestle. Suspensi diinkubasi pada suhu 65 ⁰ C selama 3 menit. Larutan Chlorofoam: Isoamil alcohol (CI) (24:1) sebanyak 100 μL ditambahkan ke dalam suspensi dan vortek selama 3 menit. Suspensi tersebut kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 10 000 rpm sehingga dihasilkan supernatan. Supernatan yang telah diperoleh dipindah ke tabung eppendorf 1.5 mL yang baru sebanyak 60 μL. Larutan Isopropanol sebanyak 44 μL dan Sodium asetat 3 M (pH 5.2) sebanyak 6 μL ditambahkan ke dalam supernatan untuk proses presipitasi (pengendapan DNA) dan diinkubasi di lemari pendingin pada suhu -20 ⁰ C selama 3 jam atau semalam (overnight). Tabung yang berisi cairan supernatan DNA total trips hasil inkubasi disentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang dan tersisa pelet yang mengandung DNA total. Pelet dicuci dengan etanol 80% sebanyak 100 μL dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 8 000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang terbentuk kembali dibuang dan tersisa
12 pelet DNA yang sudah bersih. Pelet DNA total trips disuspensikan kembali dengan larutan Tris-EDTA (TE) sebanyak 20 μL. Amplifikasi dan Sekuensing DNA mtCOI Trips Proses amplifikasi menggunakan mesin PCR Perkin Elmer 480 Thermocycler (Applied Biosystem, US). Amplifikasi fragmen DNA mtCOI trips menggunakan primer forward dan reverse dengan panjang amplikon sebesar ±710 pb. Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi DNA mtCOI dari trips sepasang primer universal DNA mtCOI LCO 1490 (3'-GGTCAACAAATCATAA AGATATTGG-5') dan HCO 2198 (5'TAAACTTCAGGGTGACCAAAAAATCA -3') (Folmer et al. 1994). Total volume reaksi PCR yang digunakan adalah 25 μl yang terdiri atas 9.5 μl air destilata steril, 1 μl primer forward, 1 μl primer reverse, 1 μl DNA cetakan, dan 12.5 μl PCR Master Mix. Program amplifikasi yang digunakan ialah: denaturasi inisiasi selama 5 menit pada 94 oC, kemudian dilanjutkan 35 siklus yang terdiri atas: denaturasi selama 1 menit pada 94 oC, penempelan primer selama 35 detik pada 52 oC, pemanjangan 72 oC selama 1 menit 30 detik, dan pemanjangan akhir 7 menit pada suhu 72 oC. Hasil PCR kemudian dielektroforesis menggunakan agarose 1% pada tegangan 50 volt selama 50 menit dan divisualisasi menggunakan UV transilluminator. Pita-pita yang tervisualisasi kemudian dianalisis ukuran fragmen DNA yang dibandingkan dengan marker 1 kb (Thermo Scientific, US) Analisis Jarak Genetik dan Filogeni DNA mtCOI Trips Identifikasi spesies lebih lanjut dilakukan analisis homologi basa nukleotida. Produk PCR disekuensing (proses ini dilakukan oleh perusahaan sekuensing). Selanjutnya sekuens DNA mtCOI trips diolah menggunakan perangkat lunak BioEdit 7.0.9 untuk dibandingkan dengan sekuen database dari GeneBank (www.ncbi.nlm.nih.gov). Analisis homologi dilakukan pada sekuen DNA mtCOI trips dengan data GeneBank. Program Basic Local Alignment Search ToolNucleotide (BLAST-N) (www.ncbi.nlm.nih.gov /blast/) digunakan untuk analisis homologi. Sekuen nukleotida DNA mtCOI trips di-alignment dengan data sekuen nukleotida DNA mtCOI trips yang diperoleh dari GeneBank. Data sekuen nukleotida untuk DNA mtCOI trips yang diperoleh dari GeneBank dibentuk matriks nukleotida dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Clustal x (1.83). Konstruksi pohon filogeni dilakukan antar DNA mtCOI trips. Proses analisis filogeni tersebut menggunakan metode Unweighted Pair Group Method using Arithmetic (UPGMA) dengan bootstrap 1000 kali pada program Molecular Evolutionary Genetic Analisis (MEGA) 6.
HASIL Karakter Morfologi Ceratothripoides brunneus dan Megalurothrips usitatus Berdasarkan hasil identifikasi menggunakan kunci identifikasi morfologi Subagyo (2014) dan Sartiami dan Mound (2013) spesies yang ditemukan merupakan Ceratothripoides brunneus Bagnall dan Megalurothrips usitatus Bagnall. Kedua spesies tersebut ditemukan di Kabupaten Bandung, Bogor, Cianjur, dan Cirebon pada inang yang berbeda (Tabel 3.1). C. brunneus memililki karakter morfologi diantaranya: (1) antena terdiri dari 8 ruas (Gambar 3.1 a), (2)
13 metanotum tanpa companiform sinsila dan memiliki sepasang seta tepat pada garis atas metanotum (Gambar 3.1 b), (3) sayap berwarna coklat dengan venasi yang lengkap (Gambar 3.1 c), (4) terdapat 3 pasang seta oseli dan seta oseli I berbaris secara vertikal (Gambar 3.1 d), (5) memiliki deretan microtrichia yang lengkap pada tergit abdomen ruas VII (Gambar 3.1 e).
Gambar 3.1 Karakter morfologi C. brunneus (a) antena 8 ruas, (b) Metanotum tanpa companiform sinsila, (C) sayap depan berwarna coklat dengan venasi lengkap, (d) Seta oseli I berbaris secara vertikal, (e) deretan microtrichia yang lengkap pada tergit abdomen ruas Tabel 3.1 Tanaman inang dan lokasi ditemukannya C. brunneus dan M. usitatus Lokasi Spesies Tanaman inang Desa/ Kecamatan/ Kabupaten C. brunneus Thunbergia sp* Cibodas/ Cibodas/ Cianjur Mawar Taman Bunga Nusantara/ Cipanas/ Cianjur M. usitatus Kacang panjang Sunyaragi/ Kesambi/ Cirebon Buncis * Cikareumbi/Lembang/ Bandung Sukajadi/ Tamansari/ Bogor Cikarawang/ Dramaga/ Bogor Ciareteun/ Leuwiliang/ Bogor Teh Sukajadi/ Tamansari/ Bogor Bawang daun Cipanas/ Cipanas/ Cianjur Keterangan: (*) menunjukkan sampel yang dilakukan identifikasi secara molekuler
Karakter morfologi Megalurothrips usitatus Bagnall diantaranya: (1) antena 8 ruas (Gambar 3.2 a), (2) metanotum tanpa companiform sinsila (Gambar 3.2 b), (3) warna pada sayap antara gelap dan terang terlihat jelas, serta venasi pertama sayap depan setelah deretan seta yang panjang terdapat jarak (gap) yang membatasi deretan seta tersebut dengan dua seta lainnya (Gambar 3.2 c), (4) terdapat 3 pasang seta oseli dan seta oseli III muncul pada garis segitiga oseli
14 (Gambar 3.2 d), (5) terdapat microtrichia pada tergit abdomen betina ruas VIII tetapi hanya sebagian (Gambar 3.2 e), dan (6) seta S1 berada diatas garis abdomen ruas ke VII (Gambar 3.2 f).
Gambar 3.2
Karakter morfologi M. usitatus (a) antena 8 ruas, (b) Metanotum tanpa companiform sinsila, (C) sayap depan berwarna gelap terang, (d) seta oseli III muncul pada garis segitiga oseli, (e) deretan microtrichia yang VIII hanya sebagian, (f) seta S1 diatas garis abdomen ruas ke VII
Analisis Karakter Molekuler C. brunneus dan M. usitatus Primer forward dan reverse mampu mengamplifikasi DNA mtCOI dengan baik, terlihat pita DNA 1 sampai 3 merupakan hasil amplifikasi DNA mtCOI trips. Pita DNA ke-2 berasal dari DNA total C. brunneus yang ditemukan pada tanaman Thunbergia sp (Cibodas) (Lampiran 5), pita DNA ke-3 berasal dari DNA total DNA M. usitatus pada inang buncis (Bandung). Pita yang terlihat sesuai dengan target yang diinginkan yaitu berukuran sekitar ±710 pb (Gambar 3.3). Analisis homologi sekuens DNA mtCOI. Sekuens DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus mempunyai panjang basa nukleotida berturut-turut sebesar 693 dan 692 pb. Berdasarkan hasil BLAST susunan nukleotida sampel C. brunneus yang ditemukan di Indonesia memiliki persentase kemiripan 93% dengan spesies yang sama yang berasal dari Kenya dan 91% dengan spesies yang berasal dari Afrika Selatan. M. usitatus menunjukkan persentase kemiripan sebesar 99% dengan spesies yang sama yang berasal dari India dan 100% dengan spesies yang berasal dari Cina (Tabel 3.2). Trips yang telah diidentifikasi secara morfologi dan berdasarkan hasil BLAST-N merujuk pada spesies yang sama yaitu C. brunneus dan M. usitatus.
15
Gambar 3.3 Hasil visualisasi DNA C. brunneus dan M. usitatus menggunakan primer universal (M) Marker 1 kb (Thermo Scientific, US), (1) Kontrol positif (C. brunneus), (2) C. brunneus, dan (3) M. usitatus Tabel 3.2
BLAST-N DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus penelitian dengan sampel dari GeneBank
Spesies
Asal
Kode akses (G.Bank)
C. brunneus C. brunneus C. brunneus M. usitatus M. usitatus M.usitatus
Indo Kenya Afsel Indo India Cina
KF778754 FN545944 KF015511 EF213759
Panjang Persen Query Persentase basa A+T kemiripan cover (%) (%) (pb) (%) 693 554 458 692 655 433
93 91 99 100
79 65 94 61
73.02 73,70 72,54 71.68 71,30 69,75
Jarak Genetik dan Filogeni Sekuens DNA mtCOI. Jarak genetik memperlihatkan hubungan kedekatan dengan spesies yang sama maupun spesies lain. Semakin rendah nilai jarak genetik maka hubungan kekerabatannya semakin dekat. Jarak genetik pada spesies C. brunneus sebesar 8.8%, sedangkan M. usitatus sebesar 0.00-0.6% (Tabel 3.3). Jarak genetik berdasarkan asam amino memperlihatkan nilai yang cukup tinggi pada spesies C. brunneus. Jarak genetik pada asam amino spesies C. brunneus sebesar 8.8%, sedangkan M. usitatus sebesar 0.00-0.06% (Tabel 3.4). Konstruksi pohon filogeni nukleotida dan asam amino dengan metode UPGMA (Gambar 3.4) membentuk pola percabang yang sama Kedua pohon filogeni menunjukkan spesies C. brunneus dan M. usitatus berada di percabangan yang yang sesuai dengan spesiesnya dengan nilai kepercayaan (bootstrap) yang tinggi yaitu lebih dari 89%. Kedua sepesies memiliki 424 daerah conserve dengan 112 nukleotida yang bervariasi sehingga variasi nukleotida pada trips sebesar 26.4% (Tabel 3.5), sedangkan jarak genetik asam amino yang berhasil disejajarkan dari sekitar 121 asam amino (aa) sekitar 31 aa mengalami perubahan atau variasi yang terjadi sekitar 25.6% (Tabel 3.6).
16 Tabel 3.3
Jarak genetik sekuens nukleotida DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus pada penelitian dengan sampel dari GeneBank
Spesies
CbI
CbA
CbK
MuI
MuD
MuC
Gu
CbI CbA CbK MuI MuD MuC Gu
ID 0.092 0.092 0.319 0.324 0.319 0.586
ID 0.000 0.321 0.326 0.321 0.628
ID 0.321 0.326 0.321 0.628
ID 0.006 0.000 0.615
ID 0.006 0.627
ID 0.615
ID
Keterangan: CbI= C. brunneus Indonesia, CbA= C. brunneus Afrika Selatan, CbK= C. brunneus Kenya, MuI= M. usitatus Indonesia, MuD= M. usitatus India, MuC= M. usitatus Cina, Gu= Gynaikothrips uzeli
Tabel 3.4 Spesies CbI CbA CbK MuI MuD MuC Gu
Jarak genetik asam amino DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus penelitian dengan sampel dari GeneBank CbI
CbA
CbK
MuI
MuD
MuC
ID 0.088 0.088 0.258 0.262 0.258 0.418
ID 0.000 0.258 0.262 0.258 0.436
ID 0.358 0.262 0.258 0.436
ID 0.006 0.000 0.436
ID 0.006 0.445
ID 0.436
Gu
ID
Keterangan: CbI= C. brunneus Indonesia, CbA= C. brunneus Afrika Selatan, CbK= C. brunneus Kenya, MuI= M. usitatus Indonesia, MuD= M. usitatus India, MuC= M. usitatus Cina, Gu= Gynaikothrips uzeli 98 99
99 91
(a)
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 100
100
100 89
(b) Gambar 3.4
0.20
0.15
0.10
0.05
C.brunneus_Kny_KF778754 C.brunneus_Afsel_FN545944 C.brunneus M.usiatus_Ind_KF015511 M.usitatus M.usitatus_Chn_EF213759 G.uzeli
C.brunneus_Kny_KF778754 C.brunneus_Afsel_FN545944 C.brunneus M.usiatus_Ind_KF015511 M.usitatus M.usitatus_Chn_EF213759 G.uzeli
0.00
Filogeni DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus menggunakan software Mega dengan pendekatan UPGMA bootstrap 1000x (a) berdasarkan sekuens nukleotida, (b) sekuens asam amino
C.brunneus C.brunneus_Kny_KF778754 C.brunneus_Afsel_FN545944 M.usitatus M.usitatus_Chn_EF213759 M.usiatus_Ind_KF015511
Spesies
C.brunneus C.brunneus_Kny_KF778754 C.brunneus_Afsel_FN545944 M.usitatus M.usitatus_Chn_EF213759 M.usiatus_Ind_KF015511
Spesies
C.brunneus C.brunneus_Kny_KF778754 C.brunneus_Afsel_FN545944 M.usitatus M.usitatus_Chn_EF213759 M.usiatus_Ind_KF015511
Spesies
T C C . .
260
T . . A A A
A . . T T T
278
C T T T T T
164
A . . T T T
A . . T T T
161
6 29
2 44 54 62
A . . T T T
279
C T T T T T
165
T C C C C C
27
T . . A A A
281
A . . T T T
170
A T T C C C
35
C T T T T T
282
A T T T T T
173
C A A T T T
38
T . . A A A
290
A . . T T T
186
T G G A A A
41
T . . C C C
294
A G G G G G
191
T . . A A A
42
A G G T T T
296
T A A . . .
195
T . . C C C
46
C T T . . .
297
A T T . . .
197
A . . T T T
51
T C C . . .
203
A . . G G G
60
T A A . . .
299
T . . A A A
302
Nukleotida ke-
T . . C C C
200
T . . A A A
56
A . . . . .
308
A . . G G G
207
C T T . . .
63
C T T T T T
309
C . . T T T
208
A . . T T T
65
C T T A A A
314
T . . A A A
218
A . . G G G
71
T A A A A A
77
T . . G G G
78
T A A . . .
317
A . . T T T
223 280
A . . T T T
323
C . . A A A
229
A . . T T T
326
A T T . . .
231
Nukleotida ke-
G A A A A A
74
Nukleotida ke-
C . . G G G
328
A . . G G G
234
T . . A A A
95 226 227 275
T . . A A A
335
A T T . . .
237
A . . T T T
98
A . . G G G
338
C T T T T T
238
C . . T T T
108
G . . A A A
241
T . . A A A
110
C . . T T T
244
T . . A A A
116
A . . C C C
245
A . . G G G
130
A . . T T T
246
C . . G G G
133
T . . C C C
249
T . . C C C
134
G . . A A A
253
A . . T T T
136
T . . C C C
254
G . . C C C
137 339
A . . . . .
255
A . . T T C
146
C . . A A A
256
T . . A A A
149
C A A . . .
257
T C C . . .
152
Tabel 3.5 Posisi nukleotida sekuens DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus dengan database GeneBank yang menunjukkan variasi
A T T C C C
259
T . . . . C
155
17
C.brunneus C.brunneus_Kny_KF778754 C.brunneus_Afsel_FN545944 M.usitatus M.usitatus_Chn_EF213759 M.usiatus_Ind_KF015511
Spesies
I . A A
1
Y . F F
2
I M . L L L
5
I M . . M M
8
R S . . S S
9 22
L . . I I I
17
I M . T T T
18
I M . L L L
20
I . . L L L
21
R S . G G G
23
S . . A A A
29
T . . G G G
46
I . . T T T
47
R S . S S S
48
Y . . L L S
51
I M . L L L
65
L I I . . .
68
T . . V V V
72
Asam amino ke-
F . . L L L
75
I M . L L L
77
L . . K K K
78
P . . T T T
79
K N N . . .
82
G . . R S S
84
Q . . S S S
85
V . . T T T
88
P H H T T T
89
N . . L L L
96
A . . G G G
112
I M . M M M
115
Tabel 3.6 Posisi sekuens asam amino DNA mtCOI C. brunneus dan M. usitatus dengan database GeneBank yang menunjukkan variasi
V . . L L L
116
18
19 Karakter Morfologi beberapa Spesies Genus Thrips Berdasarkan hasil identifikasi menggunakan kunci identifikasi morfologi Subagyo (2014), dan Sartiami dan Mound (2013) terdapat 3 spesies yang termasuk dalam subordo Terebrantia genus Thrips. Ketiga spesies tersebut diantaranya: Thrips alliorum (Priesner), Thrips hawaiiensis (Morgan), dan Thrips parvispinus (Karny). Trips tersebut temukan di Kabupaten Bandung, Bogor, Cianjur, dan Kuningan pada inang yang berbeda (Tabel 3.7). Tabel 3.7 Inang dan lokasi ditemukannya T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus Spesies Thrips alliorum T. hawaiiensis
Tanaman inang Bawang daun* Pepaya * Bengkoang Mawar
T. parvispinus
Cabai Tomat Terung Buncis
Kacang panjang Mentimun* Wortel Kailan Terung pipit Mawar Salvia
Lokasi Desa/ Kecamatan/ Kabupaten Cipanas/ Cipanas/ Cianjur Cisantana/ Cigugur/ Kuningan Cikarawang/ Dramaga/ Bogor Cilimus/ Cilimus/ Kuningan Balithi/ Cipanas/ Cianjur Sukajadi/ Tamansari/ Bogor Cisantana/ Cigugur/ Kuningan Cisantana/ Cigugur/ Kuningan Cisantana/ Cigugur/ Kuningan Cisantana/ Cigugur/ Kuningan Ciputri/ Lembang/ Bandung barat Sukajadi/ Tamansari/ Bogor Ciareteun/ Leuwiliang/ Bogor Sukajadi/ Tamansari/ Bogor Ciputri/ Lembang/ Bandung Marga mekar/ Pangalengan/ Bandung Cipanas/ Cipanas/ Cianjur Cipanas/ Cipanas/ Cianjur Sukajadi/ Tamansari/ Bogor TBN**/ Cipanas/ Cianjur TBN**/ Cipanas/ Cianjur
Keterangan : (*) menunjukkan sampel yang dilakukan identifikasi secara molekuler (**) TBN = Taman Bunga Nusantara
Karakter morfologi dari T. alliorum: antena terdiri dari 7 ruas (Gambar 3.5 a), metanotum tanpa companiform sensila (Gambar 3.6 a), dan venasi sayap depan tidak lengkap (Gambar 3.7 a). T. hawaiiensis antena terdiri dari 7 ruas (Gambar 3.5 b), metanotum dengan companiform sensila (Gambar 3.6 b), tergit abdomen ruas II dengan 4 seta lateral, warna tubuh jantan dan betina coklat atau bicouloured (Gambar 3.7 b). T. parvispinus terdiri dari antena terdiri dari 7 ruas Gambar 3.5 c), metanotum tanpa companiform sensila (Gambar 3.6 c), dua pasang seta posteroangular yang panjang pada pronotum, dan deretan seta pada venasi pertama dan kedua sayap depan lengkap (Gambar 3.7 c).
20
Gambar 3.5
Kepala dan antena (a) T. alliorum, (b) T. hawaiiensis, (c) T. parvispinus
Gambar 3.6
Metanotum (a) T. alliorum, (b) T. hawaiiensis, (c) T. parvispinus
Gambar 3.7
Sayap (a) T. alliorum, (b) T. hawaiiensis, (c) T. parvispinus
Analisis Kekerabatan Spesies Genus Thrips dengan Teknik Molekuler Primer forward dan reverse mampu mengamplifikasi DNA mtCOI dengan baik, terlihat pita DNA 2 sampai 5 merupakan hasil amplifikasi DNA mtCOI dari trips. Pita DNA 1 merupakan kontrol negatif yang tidak diberikan DNA cetakan, pita 2 berasal dari DNA total T. parvispinus yang telah diekstraksi dan diamplifikasi sebelumnya. Pita 3-5 merupakan hasil amplifikasi DNA mtCOI dari T. alliorum, T. hawaiiensis dan T. parvispinus. Pita yang terlihat sesuai dengan target yang diinginkan yaitu berukuran sekitar 710 pb (Gambar 3.8). Analisis Homologi Sekuens DNA mtCOI. Trips yang telah diidentifikasi secara morfologi kemudian dianaliis sekuensnya. Hasil BLAST-N merujuk pada spesies yang sama yaitu T. alliorum, T. hawaiiensis,dan T. parvispinus. Ketiga sekuens DNA mtCOI trips tersebut mempunyai nilai homologi dengan trips dari GeneBank 93-100% (Tabel 3.8).
21
Gambar 3.8
Hasil visualisasi DNA genus Thrips menggunakan primer universal (1) Marker (1kb Thermo Scientific, US), (2) Kontrol negatif, (3) Kontrol positif (T. parvispinus), (4) T. alliorum, (5) T. hawaiiensis, dan (6) T. parvispinus
Tabel 3.8
BLAST-N DNA mtCOI T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus
Spesies T. alliorum* T. alliorum T. hawaiiensis* T. hawaiiensis T. hawaiiensis T.parvispinus* T.parvispinus T.parvispinus
Asal Indonesia Cina Indonesia India Cina Indonesia Indonesia India
Kode akses (G.Bank)
Panjang basa (pb)
Persen kemiripan (%)
Persentase A+T (%)
EF213762 KF840096 HQ605949 KF144115 KM485665
678 433 690 590 588 668 675 669
100 93 93 98 96
70.35 69.75 71.01 70.68 71.11 70.81 71.26 72.20
Keterangan : (*) menunjukkan spesies hasil penelitian
Jarak Genetik dan Filogeni. Analisis sekuens DNA mtCOI yang berhasil disejajarkan terlihat adanya perbedaan dibeberapa titik pada urutan basa nukleotida pada masing-masing spesies. Hal tersebut merupakan variasi susunan pada masing-masing sampel. Jarak genetik interspesies T. alliorum sebesar 0.0%, T. hawaiiensis sebesar 6.5-7.1%, dan T. parvispinus sebesar 2.4-3.8% (Tabel 3.9). Ketiga sepesies memiliki 397 daerah conserve dengan 100 nukleotida yang bervariasi sehingga variasi nukleotida pada trips sebesar 25.18% (Tabel 3.11), sedangkan jarak genetik asam amino yang berhasil disejajarkan dari sekitar 121 asam amino (aa) sekitar 49 aa mengalami perubahan atau variasi yang terjadi sekitar 40.1% (Tabel 3.12), dan jarak genik antar genus sebesar 0.000.041(Lampiran 7) Hasil konstruksi filogeni berdasarkan sekuens DNA mtCOI memperlihatkan pengelompokkan yang terpisah antar spesies. Tidak ada perbedaan antara pohon filogeni yang dibuat berdasarkan sekuens nukleotida (Gambar 3.9 a) maupun filogeni berdasarkan urutan asam amino (Gambar 3.9 b). Nilai kepercayaan dari kedua filogeni tersebut berkisar antara 53-100%. Filogeni menunjukkan sinyal yang baik dimana ketiga spesies trips terpisah sesuai dengan spesies. Gynaikothrips uzeli membentuk cabang yang berbeda karena termasuk out-group.
22 Tabel 3.9
Jarak genetik sekuens DNA mtCOI T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus
N Spesies O 1 2 3 4 5 6 7 8 9
T. alliorum T.alliorum_Cina T.hawaiiensis T.hawaiiensis_Ind T.hawaiiensis_Chn T.parvispinus T.parvispinus_Ina T.parvispinus_Ind G. uzeli*
1
2
3
4
ID 0.000 0.162 0.165 0.152 0.185 0.161 0.158 0.444
ID 0.162 0.165 0.152 0.185 0.161 0.158 0.444
ID 0.072 0.066 0.195 0.171 0.160 0.498
ID 0.030 0.199 0.174 0.171 0.525
No 5
ID 0.185 0.161 0.158 0.497
6
7
8
9
ID 0.024 0.038 0.494
ID 0.013 0.471
ID 0.457
ID
Keterangan :(*) menunjukkan spesies dari subordo yang berbeda digunakan sebagai pembanding (out-grup)
Tabel 3.10 N O 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jarak genetik sekuens asam amino DNA mtCOI T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus
Spesies T. alliorum T.alliorum_Cina T.hawaiiensis T.hawaiiensis_Ind T.hawaiiensis_Chn T.parvispinus T.parvispinus_Ina T.parvispinus_Ind G. uzeli*
1
2
3
4
ID 0.000 0.154 0.157 0.145 0.175 0.154 0.151 0.365
ID 0.154 0.157 0.145 0.175 0.154 0.151 0.365
ID 0.071 0.065 0.185 0.163 0.154 0.400
ID 0.029 0.188 0.166 0.163 0.420
No 5
ID 0.175 0.154 0.151 0.400
6
7
8
9
ID 0.024 0.038 0.408
ID 0.013 0.388
ID 0.377
ID
Keterangan : (*) menunjukkan spesies dari subordo yang berbeda digunakan sebagai pembanding (out-grup)
(a)
(b) Gambar 3.9 Filogeni DNA mtCOI genus Thrips menggunakan software Mega dengan pendekatan UPGMA (a) sekuens nukleotida, (b) sekuens asam amino
T.alliorum T.alliorum_Cina_EF213762 T.hawaiiensis T.hawaiiensis_Ind_KF840096 T.hawaiiensis_Chn_HQ605949 T.parvispinus T.parvispinus_Ina_KF144115 T.parvispinus_Ind_KM485665
Sampel
T.alliorum T.alliorum_Cina_EF213762 T.hawaiiensis T.hawaiiensis_Ind_KF840096 T.hawaiiensis_Chn_HQ605949 T.parvispinus T.parvispinus_Ina_KF144115 T.parvispinus_Ind_KM485665
Sampel
T.alliorum T.alliorum_Cina_EF213762 T.hawaiiensis T.hawaiiensis_Ind_KF840096 T.hawaiiensis_Chn_HQ605949 T.parvispinus T.parvispinus_Ina_KF144115 T.parvispinus_Ind_KM485665
Sampel
T . . . . A A A
C . T T T . . .
168
T . . . . C C C
298
C . . T T T T T
297
T . . . . C C .
T . . . . C . .
299
Nukleotida ke-
C . . . . . . T
165
T . C C C C C C
G . . . . C . .
163
12
5
15 333 156 159
A . . . G . . .
300
T . C . . . . .
169
T . . C C . . .
24 64
T . C C C . . .
304
T . . . . A A A
177
C . . T . T T T
31
A . T T T . . .
306
A . T T T C T T
186
T . A A A A A A
33 144
T . . A A A A A
312
T . . . . C C C
190 249
A . C . . T T T
36
T . C . C C C C
313
C . T . . T T T
199
T . A A A A A A
39 42 132 141 198 242
A . . . . T T T
315
T . . C C . . .
210
C . T T T T T T
43 64 126 207 336 379
A . . . . C C C
327
G . C T T A A A
213
G . C C C T T T
47
T . A . . . . A
339
T . A A A . . .
216
T . A A A C . .
48
C . T . . . . .
367
T . C . . . . .
219
T . C C C . . .
49 301
G . T T T A A A
370
A . . . . C C C
220
A . T T . . . .
51
T . . . . A A .
373
A . T T T . . .
222 303
A . G T T . . .
66
A . . . . G G .
78
G . . . . A . .
82
C . T A A T T T
385
A . G G G . . .
233
A . T T T . . .
394
G . C C C A A A
234
A . C C . T T T
235
Nukleotida ke-
G . T T T T T T
68
Nukleotida ke-
A . . . . G G G
236
A . T . . . . .
84
G . A A A A A A
239 248
A . . G . . . .
87
T . A A A . . .
241
A . . . . T T T
102
A . C T T . . .
244
C . . T T T T T
105
T . . . . C C C
245
C . T T T . . .
111
C . . . . T T T
249
A . T T C . . .
120
A . T T T . . .
259 282
T . . . . G G G
130
T . A A A . . .
263
T . A A A . . .
137
Tabel 3. 11 Variasi sekuens nukleotida DNA mtCOI T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus
T . . C . . . .
264
T . C C . A A A
138
T . C . . . . .
272
C . A . T A A A
141
T . . . . C . .
277 363
T . . . . A C C
147
A . . . . T T T
283 285 302
T . . C . . . .
148
T . . C . . . .
286
A . . . . T T T
153
C . A A A A A A
294
T . G C C . . .
162
23
T.alliorum T.alliorum_Cina_EF213762 T.hawaiiensis T.hawaiiensis_Ind_KF840096 T.hawaiiensis_Chn_HQ605949 T.parvispinus T.parvispinus_Ina_KF144115 T.parvispinus_Ind_KM485665
Spesies
T.alliorum T.alliorum_Cina_EF213762 T.hawaiiensis T.hawaiiensis_Ind_KF840096 T.hawaiiensis_Chn_HQ605949 T.parvispinus T.parvispinus_Ina_KF144115 T.parvispinus_Ind_KM485665
Spesies
104
L . . . I . . .
L . . . F . . .
R . . S . . . S
I . . M . . . M
103
9
8
L . . . T . . .
106
S . T T T I I I
18
V . . . S . . .
109
I . . M . . . M
22
L . . . F . . .
110
R . I M I I I M
25
A . . . S . . .
111
S . . . . A A A
45
I . . . . L L L
75
N . . . W . . .
76
G . . . R . . .
112
A . . . S . . .
113
I . . . Y . . .
114
Asam amino ke-
I . N N N . . M
47
T . . . Y . . .
115
L . . . F . . .
77
I . . M N . . M
116
R . A A S N N N
79
L . . . T . . .
117
K . . . . E E E
81
L . . . F . . .
118
D . K K N N N N
82
T . . . N . . .
119
L . I I . I I M
83
D . . . R . . .
120
S . . . N P P P
84
R . . . I . . .
121
A . T T R I I M
N . . . E . . .
122
E . . . K . . .
K . . . N . . .
Asam amino ke85 86 87
I . . . W T T T
88
S . R . I . . .
89
L . . . I . . .
90
F . . . C . . .
91
V . . . L . . .
92
W . . . I . . .
93
V . . . Y . . .
95
Tabel 3.12 Variasi asam amino sekuens DNA mtCOI T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus I . . M . F F F
96
L . . . N . . .
97
T . . . S . . .
98
A . . . N . . .
99
I . . . S . . .
100
L . . . T . . .
101
L . . . S . . .
102
24
25
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan trips yang banyak ditemukan pada tanaman hortikultura adalah Ceratothripoides brunneus Bagnall, Thrips alliorum (Priesner), Thrips hawaiiensis (Morgan), dan Thrips parvispinus (Karny). M. usitatus merupakan spesies yang banyak dilaporkan menyerang tanaman hortikultura di Asia dan Afrika. Genus Ceratothripoides pertama kali perkenalkan oleh Bagnall untuk satu spesies yang ditemukan dari Ghana berdasarkan bentuk antena dari spesies betina. Sejak tahun 1918, lebih dari empat belas spesies yang dimasukkan ke dalam genus ini, enam diantaranya merupakan spesies sinonim (Mound dan Nickle 2009). C. brunneus banyak ditemukan pada berbagai tanaman di Afrika (Sevgan et al. 2009). Pada penelitian ini spesies C. brunneus ditemukan pada tanaman mawar dan Thunbergia didaerah Cianjur dan Cipanas, sedangkan Subagyo (2014) menemukan spesies ini pada tanaman terung di daerah Bogor. C. brunneus juga dilaporkan menjadi hama baru yang ditemukan di daerah dataran rendah Belanda dan Puerto rico (Sevgan et al. 2009). Selain itu, spesies ini banyak ditemukan di Malaysia seperti daerah Serdang, Selangor, Gua Musang, dan Kelantan dengan inang dari genus yang beragam, seperti: Asystasia, Hibiscus, Impatiens, Ocimum, Orthosiphon, Rhodomyrtus, Salvia, Solanum, Thunbergia, dan Tabernaemontana (Mound dan Azidah 2009). M. usitatus merupakan spesies yang berasal dari Hawaii (Reynaud et al. 2008). Spesies M. usitatus umum ditemukan di Asia seperti Indonesia, Taiwan, dan Malaysia. Tanaman inang dari M. usitatus bervariasi seperti tanaman dari genus Vigna dan Sesbania serta pada beberapa tanaman lain (Mound dan Azidah 2009). M. usitatus dilaporkan menyerang tanaman Fabaceae dan Solanaceae seperti: kacang kedelai, kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, kacang polong, kacang panjang, kacang tunggak, puri, dan bengkoang di Taiwan serta Malaysia (Chang 1991; Fauziah dan Saharan 1991). Bahkan di Taiwan M. usitatus ditemukan berasosiasi dengan 28 jenis tanaman (Chang 1991). M. usitatus merupakan hama penting pada tanaman kacang hijau pada fase vegetatif. Pada tingkat serangan yang parah dapat menyebabkan kehilangan hasil sebesar 13-64% (Indiati 2012). Menurut laporan terbaru, M. usitatus merupakan satu dari tiga spesies yang menjadi vektor tospovirus pada pollen bunga matahari (Helianthus annuus) dan Marigold (Tagetes patula ) (Rao 2015). T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus merupakan trips yang banyak dilaporkan menjadi hama serius dipertanaman dengan sebaran dan inang yang luas. T. alliorum pada penelitian ini ditemukan pada tanaman bawang di daerah Cipanas. Hal ini sama seperti laporan Sartiami dan Mound (2013) menemukan spesies T. alliorum pada tanaman bawang di daerah Cianjur, sedangkan Subagyo (2014) tidak berhasil menemukan spesies T. alliorum. Selain T. alliorum, T. hawaiiensis juga dilaporkan sebagai hama umum di Taiwan. Spesies ini menyerang bunga pada tanaman pertanian dan bunga potong. Selain itu, T. hawaiiensis juga menyerang menyebabkan kerusakan pada 22 jenis tanaman, termasuk pada bunga pisang. Daerah persebaran spesies ini antara lain: Asia tenggara, sebagian Afrika, Austrasia, dan Kepulauan Pasifik (Chang 1991; Mound dan Kibby 1998). Pada penelitian ini, dari ketiga spesies yang ditemukan T. parvispinus memiliki inang yang lebih banyak dibandingkan dengan dua spesies yang lain.
26 Selain itu laporan mengenai bahwa T. parvispinus menunjukkan bahwa spesies ini merupakan hama serius pada pertanaman cabai dan tembakau di Indonesia. Kehilangan hasil pada tanaman cabai akibat serangan dapat mencapa 30-50% (Sastrosiswojo 1991). Menurut Fauziah dan Saharan (1991), di Malaysia T. parvispinus dapat menyerang daun muda pada tanaman pepaya sehingga menyebabkan infeksi oleh cendawan Cladosporium oxysporum. Hal ini menyebabkan malformasi pada daun, dengan adanya bercak atau garis dan lubang kecil pada lamina. Identifikasi menggunakan karakter molekuler dengan sekuens DNA mtCOI menunjukkan hasil yang sama dengan identifikasi menggunaan karakter morfologi. Masing-masing sekuens DNA mtCOI trips memiliki susunan nukleotida yang unik, dan berbeda pada setiap spesies. Hal ini terjadi karena DNA mtCOI bersifat conserve (Herbert et al. 2003). Analisis homologi dari sekuens basa nukleotida kelima spesies pada penelitian memiliki kemiripan yang tinggi dengan sekuens spesies sejenis pada data Genebank. Menurut Simon et al. (2006), kemiripan susunan sekuens mtCOI initerjadi karena DNA mitokondria merupakan DNA yang diturunkan dari induk betina (maternal) dan mempunyai tingkat evolusi tinggi. Identifikasi secara molekuler menunjukkan karakter-karakter molekuler yang berbeda pada setiap spesies. Kelima spesies tersebut memiliki nilai jarak genetik antar spesies 24.5-29.4% dan interspesies 0.00-9.2%. Nilai jarak genetik menunjukkan kekerabatan dari trips. Semakin besar jarak genetik maka semakin jauh hubungan kekerabatannya (Pratami 2013). Selain pada trips, analisis DNA menggunakan sekuens DNA mtCOI pernah digunakan untuk melihat hubungan kekerabatan antara serangga penggerek, dengan nilai jarak genetik berkisar antara 12% sampai 13.9% (Chahyadi 2013). Berdasarkan hasil pensejajaran dari kelima sekuens mtCOI trips, jumlah nukleotida yang konservatif dari kelima spesies adalah 702 pb. Variasi nukleotida sebanyak 224 pb. atau 31.9%. Variasi nukleotida C. brunneus dan M. usitatus sebesar 26.4%, sedangkan pada genus Thrips nilai variasi nukleotida sebesar 25.18%. Tingginya nilai variasi ini terjadi karena sampel berada ditingkat spesies dan genus yang berbeda. Hal ini juga ditemukan spesies-spesies dari genus Scirpophaga (Lepidopera: Crambidae) (Chahyadi 2013). Perbedaan nilai variasi antar spesies terjadi karena adanya isolasi geografi dan arus genetik. Selain itu, DNA mtCOI pada trips memiliki komposisi basa A dan T yang tinggi. Basa A dan T memiliki ikatan hidrogen yang lemah sehingga mudah berubah. Hal ini menyebabkan terbentuknya perbedaan atau variasi pada intraspesies (Liu dan Beckenbench 1992). Variasi nukleotida yang terjadi menyebabkan perbedaan asam amino pada spesies pada kelima spesies subordo Terebrantia., namun nukleotida lainnya tidak merubah asam amino. Perubahan nukleotida yang tidak merubah asam amino disebut silent mutation atau mutasi sinonim (Hoy 2003). Perbedaan asam amino yang terjadi pada penelitian ini disebabkan karena adanya subtitusi nukleotida, yaitu pergantian atau perubahan nukleotida satu dengan nukleotida lainnya. Mutasi subtitusi terdiri dari subtitusi transisi, subtitusi antara salah satu basa purin (A atau G) atau basa pirimidin (basa T atau C) dan substitusi transversi yaitu substitusi antara purin dengan pirimidin atau sebaliknya.
27 Beberapa penelitian lain menunjukan DNA mtCOI juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies rayap (Mubin 2014). Menurut Mubin (2014) nilai jarak genetik dan variasi nukleotida maupun asam amino, menunjukkan perubahan yang terjadi dengan spesies yang berasal dari negara asal. Pada rayap, nukleotida rayap asal Indonesia mengalami perubahan sekuens dengan haplotipe dari Laos. Hal ini diduga karena spesies yang berada di Indonesia telah berevolusi dan beradaptasi terhadap seleksi alam dari tempat asalnya (Asia Tenggara) ke Indonesia. Strategi dalam cara bertahan hidup menjadi salah satu faktor yang sangat penting bagi persebaran di berbagai Asia Tenggara. Konstruksi pohon filogeni menunjukkan bahwa terjadi pemisahan secara jelas antara spesies C. brunneus dan M. usitatus. Berdasarkan hasil analisis sekuens DNA mtCOI spesies C. brunneus asal Indonesia mempunyai nilai kedekatan yang tinggi dengan data GeneBank dengan C. brunneus asal Afrika selatan maupun Kenya. Hal ini didukung dengan nilai bootstrap yang tinggi pada filogeni yaitu sebesar 99% pada filogeni berdasarkan sekuens nukleotida, dan 100% pada sekuen asam amino DNA mtCOI. Hal ini menunjukkan berdasarkan analisis sekuens DNA mtCOI, C. brunneus asal Indonesia mempunyai kekerabatan yang dekat dengan C. brunneus yang berasal dari benua Afrika. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh filogeni M. usitatus. Filogeni yang terbentuk menunjukkan kekerabatan yang tinggi dengan spesies yang sama yang berasal dari Cina dan India. Konstruksi filogeni pada spesies dari genus Thrips menunjukkan terjadi pemisahan antara ketiga spesies trips. Hal ini terlihat ketiga spesies terbentuk pada satu percabangan yang sama sesuai dengan spesiesnya. Nilai bootstrap pada pohon filogeni berkisar antara 51-100%. Nilai bootstrap pada pohon filogeni menunjukkan nilai kepercayaan dalam pengelompokkan sampel. Semakin besar nilai bootstrap, maka pengelompokkan yang terjadi pada pohon filogeni semakin kuat (Page dan Holmes 1998). Sehingga, berdasarkan konstruksi filogeni sekuens DNA mtCOI, kekerabatan kelima spesies trips dari subordo Terebrantia mempunyai kekerabatan yang dekat dengan spesies yang sama pada GeneBank. Penelitian Crespi et al. (1998) menunjukkan filogeni pada trips yang dibuat berdasarkan karakter morfologi imago hampir sama dengan pohon filogeni yang dibuat menggunakan susunan nukleotida DNA mtCOI. Selain itu hasil identifikasi menggunakan karakter morfologi tidak berbeda nyata dengan hasil identifikasi menggunakan data urutan nukleotida. Penelitian ini juga berhasil menunjukkan keterkaitan antara karakter morfologi dan molekuler, dimana data urutan sekuens DNA mtCOI dijasikan data pelengkap dari data biologi dan karakter morfologi pada serangga (Karimi et al. 2010). Hasil yang diperoleh antara pendekatan morfologi dan molekuler memperlihatkan hasil yang sama pada kelima spesies subordo Terebrantia. Hal ini menunjukkan analisis menggunakan pendekatan molekuler berupa potongan sekuens DNA mtCOI dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil identifikasi morfologi pada kelima spesies dari subordo Terebrantia.
28
SIMPULAN Beberapa trips hama tanaman yang termasuk subordo Terebrantia spesies molekuler trips subordo Terebrantia spesies C. brunneus, M. usitatus, T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus berhasil diidentifikasi dengan karakter molekuler sekuens DNA mtCOI. Panjang basa sekuens DNA mtCOI berturutturut: 693, 692, 678, 690, dan 668 pb, dan didominasi basa A dan T. Nilai jarak genetik antar spesies 0.00- 0.401, dan asam amino sebesar 0.00-0.268. Hasil identifikasi menggunakan karakter molekuler dengan sekuens DNA mtCOI menunjukkan hasil yang sama dengan identifikasi menggunanakan karakter morfologi.
DAFTAR PUSTAKA Chahyadi E. 2013. Karakterisasi tiga genus Scirpophaga (Lepidoptera: Crambidae) berdasarkan variasi morfologi dan gen COI serta COII DNA mitokondria. [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Chang NT. 1991. Thrips on vegetables in Taiwan. Di dalam: Talekar NS, editor. Thrips in Southeast Asia. Proceeding of Regional Consultation Workshop; 1991 Maret 13; Bangkok, Thailand. Taipe (TW): Asian Vegetable Research and Development Center Publication. hlm 40-56. Crespi BJ, Carmean DA, Mound LA, Worobey M, Morris D. 1998. Pylogenetics of social behaviour in Australian gall-forming thrips: evidance from mitochondria DNA sequence, adult morphology, behaviour, and gall morphology. Mol Phylogenet Evol. 9 (1):163-180. Fauziah I, Saharan HA. 1991. Thrips on vegetables in Malaysia. Di dalam: Talekar NS, editor. Thrips in Southeast Asia. Proceeding of Regional Consultation Workshop; 1991 Maret 13; Bangkok, Thailand. Taipe (TW): Asian Vegetable Research and Development Center Publication. hlm:9-33. Folmer O, Black M, Hoeh W, Lutz R, Vrijenhoek R. 1994. DNA primers for amplification of mitochondrial cytochrome c oxidase subunit I from diverse metazoan invertebrates. Mol Mar Biol Biotechnol. 3(5): 294-299. Goodwin DH, Xue BG, Kuske CR, Sears MK. 1994. Amplification of plasmid DNA to detect plant pathogenic-mycoplasma like organism. Ann Appl Biol. 36:124-127. Hasmiwati, Sujadi FA, Situmorang J. 2006. Analisis genetik Anopheles balabacensis Baisas (Diptera: Culicidae) dari daerah Bangko (Jambi) dan Purworejo (Jawa Tengah) dengan Random Ampified Polymorphic DNA (RAPD) PCR [Internet]. [diunduh 2015 Oktober 10]. Tersedia pada: http://etd.repository.ugm.ac.id/index .php. Hebert PDN, Ratnasingham S, Dewaard JR. 2003. Barcoding animal life: Cytochrome Oxidase subunit 1 divergences among closely related species. Proc R. Soc. 270:96-99. Hoy MA. 2003. Insect Molecular Genetic: An Introduction to Principle and Applications. Florida (US); Elsevier Science. Indiati SW. 2012. Pengaruh insektisida nabati dan kimia terhadap hama thrips dan hasil kacang hijau. Jurnal Tanaman Pangan. 152-157.
29 Karimi J, Kakhki-Hassani M, Awal MM. 2010. Identifying thrips (Insecta: Thysanoptera) using DNA Barcodes. Cell Mol Resrch. 2(1):35-41. Liu H, Beckenbach AT. 1992. Evolution of mithocondrial cytochrome oxydase II gene among ten orders of insect. Mol Phylogenet Evol. 1:41-52. Mehle N, Trdan S. 2012. Traditional and modern methods for the identification of thrips (Thysanoptera) species. Science. 85: 179-190. Mirab-balou M, Tong XL, Chen XX. 2012. A new record and description of a new species of the genus Thrips, with an updated key to species from Iran. Insect Science. 12(90): 1-15. Mound LA, Azidah AA. 2009. Species of the genus Thrips (Thysanoptera) from Peninsular Malaysia, with a checklist of recorded Thripidae. Zootaxa. 2023:55-68. Mound LA, Kibby G. 1998. Thysanoptera An Identification Guide Ed ke-2. Canberra: CSIRO Entomology. Mound LA, Marullo R. 1996. The thrips of central and south America: an introduction. Insecta Mundi. 6:1-488. Mound LA, Nickle DA. 2009. The old-world genus Ceratothripoides (Thysanoptera: Thripidae) with a new genus for related new-world species. Zootaxa. 2230:57-63. Mound LA. 2012. Thysanoptera (Thrips) of the World-a checklist.http://www. ento.csiro.au/thysanoptera/worldthrips.html. Diakses: 13.07.2014 Mubin N. 2014. Analisis kekerabatan rayap tanah Macrotermes gilvus Hagen (Blattodea: Termitidae) dan inventarisasi bakteri simbionnya di Bogor. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Novitasari D. 2014. Pengamatan hama dan penyakit pada tanaman krisan (Chrysanthemum spp) di Agro Alam Asli Farm, kecamatan Cisarua kabupaten Bogor. [skripsi]. (ID): Institut Pertanian Bogor. Oktaviany VN, Hidayat P, Rauf A, Sartiami D. 2013. Identifikasi trips (Insecta: Thysanoptera) pada tanaman sayuran di kabupaten Bogor dan Cianjur. Lokakarya Nasional dan Seminar; 2-4 September 2013. Bogor (ID): Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia. Bogor: Indonesia. hlm: 657-667. Page RDM, Holmes EC. 1998. Molecular Evolution A Phylogenetic Aproach. Cambridge (GB): Blackwell Science, Oxford. Pratami GD. 2013. Karakterisasi morfologi dan variasi gen COI dan COII DNA mitokondria genus Etiella, Scirpophaga, dan Ostrinia (Lepidoptera: Superfamili Pyraloidea). [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rao RDVJJ. 2015. Diversity of thrips species and vectors of tomato spotted wilt virus in tomato production systems in Kenya. J Eco Ento. 108(1):20-28. Reynaud P, Balmes V, Pizzol J. 2008. Thrips hawaiiensis (Morgan, 1913) (Thysanoptera: Thripidae), an Asian pest thrips now established in Europe. EPPO Bull. 38: 155–160. Sartiami D, Mound LA. 2013. Identification of the Terebrantian thrips (Insecta, Thysanoptera) associated with cultivated plants in Java, Indonesia. Zootaxa. 306: 1–21.
30 Sastrosiswojo S. 1991. Thrips on vegetables in Indonesia. Di dalam: Talekar NS, editor. Thrips in Southeast Asia. Proceeding of Regional Consultation Workshop; 1991 Maret 13; Bangkok, Thailand. Taipe (TW): Asian Vegetable Research and Development Center Publication. hlm 12-15. Sevgan S, Mayamba A, Muia B, Sseruwagi, Nduguru J, Fred T, Abang MM, Moritz GB. 2009 Altitudinal differences in abundance and diversity of thrips on tomatoes (Lycopersicon esculentum Mill.) in East Africa. Tersedia pada http://thrips.blogspot.co.id/2009/06/altitudinal-differences-in-abund ance.html. Diakses 30 April 2016 Simon C, Buckley TR, Frati F, Stewart JB, Beckenbach AT. 2006. Incorporating molecular evolution into phylogenetic analysis. and a new compilation of conserved polymerase chain reaction primers. Annu Rev Ecol Evol Syst. 37: 545-579. Subagyo VNO. 2014. Identifikasi Thrips (Insecta: Thysanoptera) yang berasosiasi dengan tanaman hortikultura di Bogor, Cianjur, dan Lembang. [tesis]. (ID); Institut Pertanian Bogor. Ubaidillah R, Sutrisno H. 2009. Pengantar Biosistematik: Teori dan Praktek. Jakarta: LIPI Press. Vos JGM, Sastrosiswojo S, Uhan TS, Setiawati W. 1991. Thrips on hot pappers in Java, Indonesia. Di dalam: Talekar NS, editor. Thrips in Southeast Asia. Proceeding of Regional Consultation Workshop; 1991 Maret 13; Bangkok, Thailand. Taipe (TW): Asian Vegetable Research and Development Center Publication. hlm 18-28
IV IDENTIFIKASI TRIPS SUBORDO TUBULIFERA PADA TANAMAN BERINGIN, PALA, DAN SERUNI LAUT ABSTRAK Trips merupakan hama yang banyak dilaporkan menyerang tanaman sayuran, namun keberadaan anggota subordo Tubulifera di Indonesia masih sedikit mendapatkan perhatian. Laporan menunjukkan subordo Tubulifera memiliki potensi sebagai hama pada pertanaman karena kemampuannya menggulung dan membuat puru pada daun. Langkah pertama dalam pengendalian hama terpadu adalah proses identifikasi hama secara cepat dan tepat sehingga pengendalian terhadap hama target lebih efisien. Identifikasi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu menggunakan karater morfologi dan molekuler. Identifikasi menggunakan teknik morfologi sangat penting dan mudah untuk digunakan. Bagaimanapun juga identifikasi dengan teknik sekuensing. diperlukan untuk beberapa kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi spesies trips subordo Tubulifera pada tanaman beringin, pala, dan seruni laut. Penelitian dilakukan di Bogor dan Kuningan. Identifikasi secara morfologi terdiri dari pembuatan preparat slide dan identifikasi menggunakan kunci identifikasi morfologi. Proses identifikasi secara molekuler terdiri atas empat tahapan yaitu: ekstraksi DNA total, amplifikasi menggunakan PCR, DNA sekuensing, dan analisis data. Hasil identifikasi secara morfologi menunjukkan spesies dari subordo Tubulifera yang ditemukan pada tanaman beringin (Ficus benjamina) adalah Gynaikothrips uzeli Zimmerman, Pseudophilothrips ichini Hood pada pala (Mysristica fragrans), dan Haplothrips ganglbaueri Schmutz pada seruni laut (Wedelia biflora). Karakter molekuler G. uzeli, H. ganglbaueri, dan P. ichini memiliki panjang sekuens DNA mtCOI berturut-turut adalah 704, 686, dan 702 pb. Nilai jarak genetik sekuens nukleotida antar spesies berkisar 0.089-0.355, sedangkan nilai jarak genetik sekuens asam amino sebesar 0.62-0.303. . Kata kunci : COI, hama, Phlaeothripidae, puru, sekuens
ABSTRACT Thrips are widely reported as pests in vegetable crops. However, the presence of Tubulifera members is relevatively limited in Indonesia. Some reports suggested they had potential to be pests in several crops due to their ability to roll up and made galls on leaves. The first step in pest management attempt is to identify the pest accurately and quickly so the pest management can be on target and more efficient. Identification method can be done by using morphological and molecular characters. Identification using morphological characters is important and much easier. However, molecular identification by using DNA sequencing techniques is needed in some cases.
32 This study aimed to identify the spescies of thrips suborder Tubulifera. Locations were in Bogor and Kuningan. Morphological identification consist of slide preparation and identification used morphological key identification. The process of molecular characterization consists of four steps, there were: DNA total extraction, amplification by using PCR, DNA sequencing, and data analysis. Thrips species of suborder Tubulifera found on weeping fig was Gynaikothrips uzeli, on nutmeg was Pseudophilothrips ichini, and on wedelia was Haplothrips ganglbaueri. The length of their mtCOI DNA sequences were 704, 702, and 686 bp respectively. The range of genetic distance of DNA sequences from 8.9 to 35.5, while the range of genetic distance of amino acid sequences from 0.62 to 30.30. Keywords: COI, leaf-galls, pest, Phlaeothripidae, sequence.
PENDAHULUAN Trips merupakan serangga yang bertubuh kecil dengan panjang 0.5 sampai 5.0 mm. Serangga ini dapat berperan sebagai pemakan tanaman pada bagian bunga dan daun, pemakan spora cendawan, pemangsa arthropoda kecil, serta vektor penyakit tumbuhan (Borror et al. 1996). Berdasarkan bentuk ujung abdomen, trips dibagi menjadi dua subordo yaitu Tubulifera dan Terebrantia. Trips yang telah teridentifikasi di dunia sebanyak 6680 spesies. Sekitar 3950 spesies termasuk ke dalam famili Phlaeothripidae yang merupakan satu-satunya famili dalam subordo Tubulifera (Mound dan Morris 2007). Informasi mengenai anggota subordo Tubulifera masih sangat terbatas, beberapa laporan menunjukkan famili ini memiliki potensi sebagai hama pada pertanaman karena kemampuannya menggulung dan membuat puru pada daun. Identifikasi terhadap trips di Indonesia pernah dilakukan oleh Sartiami dan Mound (2013) serta Subagyo (2014), namun informasi subordo Tubulifera masih terbatas. Khalsoven (1981) melaporkan terdapat satu genus yang ditemukan berasosiasi dengan Graminae yaitu genus Haplothrips. Menurut laporan dari BBPPTP Ambon (2013), trips subordo Tubulifera yang ditemukan pada pembibitan tanaman pala menyerang daun yang masih muda. Serangan berat terjadi pada musim kemarau dengan kerusakan yang ditimbulkan berupa bercak keperakan dan daun mengeriting ke atas. Di beberapa negara, laporan mengenai anggota dari subodo Tubulifera dilaporkan menjadi predator dan pembentuk puru pada tanaman, misalnya Arrhenothrips ramakrishnae Hood, Teucotothrips longus (Schmutz), Gynripsikothrips flaviantennus Multon, Schedothrips orientalis Ananthakrishnan, Crotonothrips dantahasta (Ramakrishna), Thilakothrips babuli Ramakrishna, dan Androthrips flavipes Schmutz. Anggota subordo Tubulifera yang lain yang pernah dilaporkan adalah Gynaikothrips uzeli yang menyerang tanaman beringin, G. ficorum yang menyerang tanaman salam, dan Haplothrips ganglbaueri menyerang Echinochloa crusgalli (Varadarasan dan Ananthakrishnan 1982). Pseudophilothrips ichini dilaporkan menyerang tanaman lada di Florida (Held et al. 2005; Mound et al. 2010). Ukuran tubuh yang kecil dan habitat yang tersembunyi merupakan salah satu kendala dalam mendeteksi keberadaan trips baik di lahan maupun pada
33 produk tanaman yang akan diekspor keluar negeri melalui jalur perdagangan (Brunner et al. 2002). Identifikasi yang umum dilakukan adalah identifikasi secara morfologi dengan kunci identifikasi. Terdapat beberapa masalah dalam penggunaan kunci identifikasi morfologi, diantaranya: keterbatasan karakter morfologi dan jumlah gambar yang digunakan pada kunci identifikasi, serta proses identifikasi yang digunakan hanya dapat dilakukan pada imago (Brunner et al. 2002; Mound dan Morris 2007; Mehle dan Trdan 2012). Berdasarkan masalah tersebut diperlukan tambahan karakter yang dapat digunakan untuk identifikasi trips yang lebih lengkap dan menyeluruh, salah satunya dengan tambahan karakter molekuler. Penggunaan penanda genetik dapat dijadikan metode pilihan ketika identifikasi morfologi tidak memungkinkan untuk dilakukan (Mehle dan Trdan 2012). Identifikasi trips dari anggota subordo Tubulifera berdasarkan karakter morfologi maupun molekuler, belum pernah dilakukan di Indonesia, hal ini dikarenakan trips subordo Tubulifera dianggap bukan hama pada pertanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies trips subordo Tubulifera pada tanaman beringin, pala, dan seruni laut. Manfaat penelitian ini berupa sekuens DNA mtCOI yang dapat digunakan sebagai tambahan karakter untuk melengkapi data morfologi dalam proses identifikasi trips subordo Tubulifera.
METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Agustus 2015 di Kabupaten Bogor dan Kuningan. Identifikasi morfologi dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, sedangkan identifikasi molekuler dilakukan di laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara langsung dengan mengambil trips pada bagian bunga dan daun tanaman beringin, pala, dan seruni laut yang bergejala akibat serangan trips. Kemudian sampel disortir berdasarkan karakter morfologi dan dimasukkan ke dalam tabung mikro berisi alkohol 96%. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam plastik klip yang diberi keterangan. Lokasi pengambilan sampel ditandai menggunakan GPS untuk mendapatkan koordinat. Pembuatan Preparat Slide dan Identifikasi dengan Karakter Morfologi Pembuatan preparat slide mengacu pada Mound dan Kibby (1998), dengan langkah kerja sebagai berikut. Imago trips yang didapat dikeluarkan dari tabung mikro dan dimasukkan ke dalam cawan kaca berisi alkohol 70% untuk dipisahkan dari kotoran yang terbawa. Setelah bersih spesimen ditempatkan pada kaca penutup yang berdiameter 13 mm, dengan bagian ventral tubuh berada di atas, kemudian kedua sayap direntangkan serta posisi antena diluruskan dengan menggunakan jarum halus hingga posisinya tidak bertumpuk dan terlihat jelas. Setelah posisi spesimen tertata dengan baik, larutan Hoyer diteteskan pada kaca penutup, lalu segera ditutup dengan kaca obyek. Preparat slide tersebut kemudian diberi label. Setelah itu, preparat slide dikeringkan selama satu minggu pada suhu 35 ºC sampai 45 ºC di kotak pengering, kemudian diberi cat kuku berwarna
34 bening pada setiap pinggiran kaca penutup dan dikeringkan kembali selama satu hari. Identifikasi trips dilakukan di bawah mikroskop stereo OLYMPUS CX21FSI yang dilengkapi dengan kamera Dino-eye AM4232 yang dihubungkan langsung dengan komputer. Identifikasi morfologi dilakukan menggunakan kunci identifikasi Mound dan Kibby (1998), Sartiami dan Mound (2013) serta Subagyo (2014). Karakter Molekuler Ekstraksi DNA Total. Imago spesies yang telah teridentifikasi secara morfologi kemudian diidentifikasi dengan teknik molekuler yang mengacu pada metode Goodwin et al. (1994) yang telah dimodifikasi. Satu individu imago trips dari masing-masing spesies dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1.5 mL, kemudian ditambahkan 100 μL bufer ekstraksi CTAB (CTAB 2%, NaCl 1.4 M, Tris-HCI 100 mM, EDTA 20 mM, dan PVP 1% [-40 ºC]). Selanjutnya ditambahkan 1 μL proteinase K, kemudian serangga digerus menggunakan pistil, dan diinkubasi pada suhu 65 oC selama 3 menit. Setelah itu tabung ditambahkan 100 μL CI dengan perbandingan 24:1. Kemudian divortek selama 3 menit, dan disentrifugasi pada 10 000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk diambil sebanyak 60 μL kemudian dipindahkan ke dalam tabung baru. Selanjutnya ditambahkan sodium asetat 3 M (pH 5.2) sebanyak 6 μL dan isopropanol sebanyak 44 μL kemudian inkubasi pada suhu -20 oC selama 24 jam. Selanjutnya tabung disentrifugasi pada 10 000 rpm selama 10 menit dan supernatan dibuang. Pelet yang diperoleh kemudian dicuci dengan 100 μL etanol 80% dan disentrifugasi kembali pada 8 000 rpm selama 5 menit. Tahapan akhir, supernatan dibuang dan pelet dikering anginkan kurang lebih selama 1 jam kemudian di beri larutan TE buffer 20 μL. Amplifikasi DNA mtCOI. Reaktan PCR dilakukan dengan volume total 25 μL, terdiri atas Go Tag Green Master Mix 12.5 μL, 9.5 μL ddH2O, 1 μL primer forward, 1 μL primer reverse, dan DNA template 1 μL. Amplifikasi fragmen DNA gen COI dilakukan dengan menggunakan sepasang primer universal gen COI LCO 1490 (3'-GGTCAACAAATCATAAAGATATTGG-5') dan HCO 2198 (5'TAAACTTCAGGGTGACCAAAAAATCA-3') (Folmer et al. 1994). Reaksi PCR dilakukan dengan Perkin Elmer 480 Thermocycler (Applied Biosystem, US). Program amplifikasi yang digunakan ialah: denaturasi inisiasi selama 5 menit pada 94 oC, kemudian dilanjutkan 35 siklus yang terdiri atas denaturasi selama 1 menit pada 94 oC, penempelan primer selama 35 detik pada 52 oC, pemanjangan 72 oC selama 1 menit 30 detik, dan pemanjangan akhir 7 menit pada suhu 72 oC. Visualisasi fragmen DNA hasil amplifikasi dielektroforesis menggunakan gel agarosa 1% dalam bufer Tris-borate (TBE) 0.5X dengan tegangan 50 volt selama 50 menit. Pengamatan dilakukan dengan UV transiluminator setelah direndam dalam larutan etidium bromida 2% selama 15 menit. Analisis Data. Sekuensing DNA mtCOI dilakukan di Genetica Science, Malaysia. Sekuens kemudian dianalisis dengan program BLAST. Homologi DNA mtCOI trips terhadap sekuens DNA mtCOI trips lainnya yang ada pada GeneBank dianalisis menggunakan program ClustalW BioEdit versi 7.0.9. Pembentukan matriks nukleotida dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Clustal x (1.83), sedangkan pembuatan kladogram berdasarkan urutan nukleotida gen dibuat
35 dengan bantuan perangkat lunak MEGA 6 menggunakan UPGMA dengan bootstrap sebanyak 1000 kali. Analisis filogenetik berdasarkan karakter morfologi dilakukan dengan membuat diagram pohon melalui program NTSYSpc versi 2.1 yang diawali dengan membuat matriks data pada program Ntedit (lampiran 6).
HASIL Karakter Morfologi Trips Subordo Tubulifera Berdasarkan hasil penelitian, trips yang ditemukan pada tanaman beringin, pala, dan seruni laut merupakan anggota subodo Tubulifera. Identifikasi secara morfologi menunjukkan ketiga sampel tersebut merupakan spesies yang berbeda. Ketiga spesies tersebut adalah: Gynaikothrips uzeli (Zimmerman), Haplothrips ganglbaueri (Schmutz), dan Pseudophilothrips ichini (Hood). G. uzeli ditemukan pada tanaman beringin di kabupaten Kuningan, H. ganglbaueri ditemukan pada tanaman seruni laut, sedangkan P. ichini ditemukan pada tanaman pala di kabupaten Bogor (Tabel 4.1). Tabel 4.1
Tanaman inang dan spesies trips subordo Tubulifera yang ditemukan pada penelitian
Spesies G. uzeli H. ganglbaueri P. ichini
Tanaman inang Beringin Seruni laut Pala
Lokasi Desa/ Kecamatan / Kabupaten Cisantana/ Cigugur/ Kuningan Sukajadi/ Tamansari/ Bogor Ciapus/ Ciomas/ Bogor
Imago G. uzeli memilki warna tubuh hitam dengan ukuran tubuh 1-3mm (Gambar 4.1 a). Karakter morfologi yaitu: antena terdiri dari 8 ruas, bentuk ujung stilet yang melengkung dan menyempit, bagian pipi tanpa seta. Pronotum umumnya hanya memiliki kurang dari 5 pasang seta (Gambar 4.4 a). Sayap tanpa venasi dan tanpa lengkungan (Gambar 4.2 a), metanotum dengan pola memanjang, memiliki companiform sinsila dan seta (Gambar 4.3 a), serta ujung abdomen yang panjang ± 0.5mm (Gambar 4.5 a). Imago H. ganglbaueri memilki warna tubuh hitam kemerahan dengan ukuran tubuh 1-2mm (Gambar 4.1 b). Karakter morfologi yaitu: antena terdiri dari 8 ruas, bentuk ujung stilet yang melengkung dan menyempit, bagian pipi tanpa seta. Pronotum umumnya hanya memiliki kurang dari 5 pasang seta (Gambar 4.4 b). Sayap tanpa venasi dengan lengkungan (Gambar 4.2 b). Metanotum memiliki warna hitan kemerahan (Gambar 4.3 b), serta ujung abdomen yang panjang <0.5mm (Gambar 4.5 b). Imago P. ichini memilki warna tubuh hitam kecoklatan dengan ukuran tubuh 1-3mm (Gambar 4.1 c). Karakter morfologi yaitu: antena terdiri dari 8 ruas, bentuk ujung stilet yang melengkung dan menyempit, bagian pipi tanpa seta. Pronotum umumnya hanya memiliki 5 pasang seta (Gambar 4.4 c). Sayap tanpa venasi dengan tanpa lengkungan (Gambar 4.2 c). Metanotum memiliki warna hitam kecoklatan dengan pola sedikit bergelombang (Gambar 4.3 c), serta ujung abdomen yang panjang < 0.5mm (Gambar 4.5 c).
36
Gambar 4.1 Imago, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini
Gambar 4.2 Sayap depan, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini
Gambar 4.3 Metanotum, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini
Gambar 4.4 Pronotum, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini
37
Gambar 4.5 Ujung abdomen, (a) G. uzeli, (b) H. ganglbaueri, (c) P. ichini Karakter Molekuler Trips Subordo Tubulifera Amplifikasi Sekuens DNA mtCOI. Primer forward dan reverse mampu mengamplifikasi DNA mtCOI dengan baik, terlihat pita DNA 1 sampai 4 merupakan hasil amplifikasi DNA mtCOI trips. Pita DNA ke-2 berasal dari DNA total G. uzeli yang ditemukan pada tanaman beringin (Kuningan), pita DNA ke-3 berasal dari DNA total DNA H. ganglbaueri pada inang seruni laut (Widelia biflora) (Bogor), sedangkan pita ke-4 berasal dari DNA total P. ichini yang ditemukan pada tanaman pala (Bogor). Pita yang terlihat sesuai dengan target yang diinginkan yaitu berukuran sekitar ±710 pb (Gambar 4.6).
Gambar 4.6
Hasil visualisasi DNA mtCOI trips subordo Tubulifera menggunakan primer universal (M) Marker 1 kb (Thermo Scientific, US), (1) Kontrol positif (G. uzeli), (2) G. uzeli, (3) H. ganglbaueri, (4) P. ichin
Karakter sekuens DNA mtCOI spesies subordo Tubulifera memiliki ukuran sekuens lebih panjang dari spesies subordo Terebrantia. Panjang potongan sekuens DNA mtCOI G. uzeli sebesar 704 pb, namun dengan kandungan basa A dan T terendah 70.60%. Selanjutnya sekuens P. ichini 702 pb dengan komposisi AT tertinggi 73.93%, sedangkan H. ganglbaueri dengan panjang sekuens 686 pb dengan komposisi AT 73.03% (Tabel 4.2). Berdasarkan hasil BLAST susunan nukleotida sampel G. uzeli yang ditemukan di Indonesia memiliki persentase kemiripan 95% dengan spesies yang sama yang berasal dari Cina. H. ganglbaueri yang ditemukan pada seruni laut (Widelia biflora) menunjukkan persentase kemiripan sebesar 92% dengan spesies H. ganglbaueri yang berasal dari Australia. Selanjutnya sampel ketiga yang berasal dari tanaman pala P. ichini
38 menunjukkan nilai persentase kemiripan sebesar 84% dengan P. ichini yang berasal dari Kanada. Tabel 4.2
BLAST DNA mtCOI pada tiga spesies trips subordo Tubulifera menggunakan program BLAST-N (www.ncbi.nlm.nih.gov)
Spesies
Kode akses (G.Bank)
Asal
G. uzeli G. uzeli H. ganglbaueri H. ganglbaueri P. ichini P. ichini
Indonesia Cina Indonesia Australia Indonesia Kanada
Panjang basa (pb)
Persen kemiripan (%)
Persentase A+T (%)
704 646 686 608 702 646
95 92 84
70.60 73.84 73.03 73.19 73.93 76.10
JN181200 EF468730 KJ087886
Jarak Genetik dan Konstruksi Filogeni Sekuens DNA mtCOI. Berdasarkan sekuens DNA mtCOI tiga spesies subordo Tubulifera dapat dianalisis jarak genetik dan dibuat konstruksi filogeninya. Nilai jarak genetik yang tinggi menunjukkan tingkat kekerabatan yang semakin jauh (Tabel 4.3). G. uzeli memiliki nilai jarak genetik 6.2% dengan spesies yang sama yang berasal dari Cina. H. ganglbaueri memiliki jarak genetik 8.9% dengan spesies yang sama yang berasal dari Australia, sedangkan P. ichini yang berasal dari Indonesia memiliki jarak genetik 15.1% dengan spesies P. ichini yang berasal dari Kanada. Tabel 4.3 Jarak genetik sekuens nukleotida DNA mtCOI tiga spesies trips subordo Tubulifera Spesies G. uzeli G. uzeli H. ganglbaueri H. ganglbaueri P. ichini P. ichini
Asal Indonesia Cina Indonesia Australia Indonesia Kanada
No. akses G.Bank
G.u (Indo)
G. u (Cina)
H. g (Indo)
H. g (Aus)
P. i (Indo)
P. i (Knd)
JN181200 EF468730 KJ087886
ID 0.062 0.239 0.247 0.355 0.210
ID 0.182 0.205 0.292 0.155
ID 0.089 0.266 0.140
ID 0.303 0.175
ID 0.158
ID
Keterangan: G. u = G. uzeli; H. g = H. ganglbaueri; P.i = P. ichini
Tabel 4.4 Jarak genetik asam sekuens amino DNA mtCOI anggota subordo Tubulifera Spesies
Asal
No. akses G.Bank
G. uzeli G. uzeli H. ganglbaueri H. ganglbaueri P. ichini P. ichini
Indonesia Cina Indonesia Australia Indonesia Kanada
JN181200 EF468730 KJ087886
G.u (Indo) ID 0.062 0.219 0.227 0.319 0.196
G. u (Cina) ID 0.166 0.188 0.266 0.147
H. g (Indo)
ID 0.087 0.246 0.135
Keterangan: G. u = G. uzeli; H. g = H. ganglbaueri; P.i = P. ichini
H. g (Aus)
ID 0.274 0.164
P. i (Indo)
ID 0.151
P. i (Knd)
ID
39 Nilai jarak genetik sekuens asam amino DNA mtCOI (Tabel 4.4), tidak berbeda jauh dengan nilai jarak genetik berdasarkan nukleotida. G. uzeli memiliki nilai jarak genetik 6.2% dengan spesies yang sama yang berasal dari Cina. H. ganglbaueri memiliki jarak genetik 8.9% dengan spesies yang sama yang berasal dari Australia, sedangkan P. ichini asal Indonesia memiliki nilai jarak genetik 15.8% dengan P. ichini asal Kanada. Filogeni berdasarkan sekuens nukleotida mtCOI (Gambar 4.7 a) menunjukan terdapat dua kelompok utama pada trips yaitu; P. ichini dan G. uzeli. pohon filogeni memperlihatkan dua pengelompokkan yang terpisah dengan nilai bootstrap antara sekuens in-group (G. uzeli, H. ganglbaueri, dan P. ichini) serta out-group yaitu Ceratothripoides brunneus. Kelompok pertama adalah P. ichini dengan H. ganglbaueri sebagai sister-grup dengan nilai bootstrap 84%. Kelompok kedua yaitu G. uzeli, dimana G. uzeli Indonesia mengelompok dengan G. uzeli asal Cina dengan nilai bootstrap 100%. Hal ini terlihat berbeda dengan pohon filogenetik berdasarkan asam amino (Gambar 4.7 b). P. ichini Indonesia semula berada diluar percabangan dan menjadi sister-grup dari H. ganglbaueri, berada pada percabangan yang sama pada spesies yang sama yang berasal dari Kanada. Hasil penjajaran nukleotida dan asam amino DNA mtCOI memperlihatkan adanya variasi. Panjang total sekuens DNA yang disejajarkan sekitar 529 pb dan variasi nukleotida sebesar 41.9% atau 222 pb (Tabel 4.5). Panjang total sekuens asam amino setelah disejajarkan adalah 204 asam amino (aa) dan variasi asam amino yang terjadi sebesar 183 aa (89.7%) (Tabel 4.6).
(a)
(b) Gambar 4. 7 Filogenetik trips subordo Tubulifera menggunakan sekuens DNA mtCOI dengan metode UPGMA, (a) nukleotida (b) asam amino
H.ganglbaueri H.ganglbaueri_Aus_EF468730 G.uzeli G.uzeli_Chn_JN81200 P. ichini P.ichini_Knd_KJ087886
Spesies
H.ganglbaueri H.ganglbaueri_Aus_EF468730 G.uzeli G.uzeli_Chn_JN81200 P. ichini P.ichini_Knd_KJ087886
Spesies
H.ganglbaueri H.ganglbaueri_Aus_EF468730 G.uzeli G.uzeli_Chn_JN81200 P. ichini P.ichini_Knd_KJ087886
Spesies
H.ganglbaueri H.ganglbaueri_Aus_EF468730 G.uzeli G.uzeli_Chn_JN81200 P. ichini P.ichini_Knd_KJ087886
Spesies
32
A T . . T .
586
G . C C C C
376
A . . . . G
194 583
A . G . . .
35
A . . . G .
589
C T G G T G
379
T A A A A .
197
T . C . A .
T . . . . A
598
T . A G A A
380
G . A A A .
213
T . . . . A
41 107 114 373 215 233 331
44
A G . . . . 390 495
384 463 577
227 378
T C . . . .
A . G G . .
219 532 634
A . . . . T
54 185 412 541
A T . . . .
604
T . C C . .
608
A . . . G G
637
G A A . . . T . T . . T A T T . . . Nukleotida ke-
381
A . T T C T
218 348
A . . . T T
53 105 377 68 135 105 377 316 553 562
A . . G . .
640
G . A A A A
396
G A A A A A
230 498
T . A A A A
65 319 66
A G G . . .
643
T . . . A .
402 580
A . T T G T
236
T . . . . A
T . A . . .
410
A . G G G .
242
T . C C . .
74 106 164 304 280 280 361 542 590
A G T T . .
427
C . . . . T
248
T . A . . .
77 166 351
G . T T C A
428
A . T T . T
252 547 559
G A A A A A
86 324 442 91
T . G . . .
429
T . . . . C
264 440 386 551 560
G T C T T T
92
T A . . C .
433
G . . . A A
279
A . T T T T
95
A G . . T .
439
A . T T . .
282 306 312 339 448 397 424 592 610
A . G G . .
101
T A G G . A
103
A . . . . C
303
G T A A A A
307
T . . . A A
A . T T . C
458
A T T T T T
467
T C G . . .
468
Nukleotida ke-
T . . . A .
297 520
Nukleotida ke-
A . T T T .
98
Nukleotida ke-
T . C . . .
472
T . C C G C
308
T . C . . .
109 136 170 405 441 115
A T . . T T
481
C T A A T A
309 430
C . . . . A
T C C . . C
488
T . . . C .
320 437
T . A A . A
116 140 318 119
T . . . C A
507
G A T T T T
321
T A A A . A
125
G A A A . A
518
G . A A A A
326
T . C C . A
C . T T A A
526
T . G . . A
330
C T T T T T
128 285 413 601
Tabel 4. 5 Variasi susunan nukleotida DNA mtCOI tiga spesies trips subordo Tubulifera
131
A . T T G .
527
A T . . T .
336
T C C . . .
137
T . A A G .
529
T . A A G A
343
T . A . . A
143
G . A A . T
530
G A . . A .
349
T C A A A .
152 301
A T . . . T
535
A T T T T .
357
C . T T T T
155
T . A A . A
538
T . G . . .
364
C T T T . T
169
T . . . G .
539
T A . . . .
364 506
T . C . C .
173
A . T T G .
544
T . A A . .
369 445 451 460
A . . . T T
T . C C . C
545
T . C C C A
371
G . C . . .
192
40
H.ganglbaueri H.ganglbaueri_Aus_EF468730 G.uzeli G.uzeli_Chn_JN81200 P. ichini P.ichini_Knd_KJ087886
Spesies
H.ganglbaueri H.ganglbaueri_Aus_EF468730 G.uzeli G.uzeli_Chn_JN81200 P. ichini P.ichini_Knd_KJ087886
Spesies
H.ganglbaueri H.ganglbaueri_Aus_EF468730 G.uzeli G.uzeli_Chn_JN81200 P. ichini P.ichini_Knd_KJ087886
Spesies
H.ganglbaueri H.ganglbaueri_Aus_EF468730 G.uzeli G.uzeli_Chn_JN81200 P. ichini P.ichini_Knd_KJ087886
Spesies
W . F F V .
111
I . N N L .
73
I . Y Y . .
37
P S -
1
T . N N E .
112
C . M M I .
74
V . Y N . .
38
S P -
2
V I Y Y L .
113
Y . W W . .
75
T . W W . .
39
G . S S . .
3 10 106
Y . . . F .
114
P . S R V .
76
N . R R . .
40
F . R R . L
4
P . T T S .
115
R . P .
77
H . N N . .
42
W . R R . .
5
P . W W S .
116
I . M .
78
A . K K . .
43
S . I I . .
6
K K F -
117
N . D .
79
F . W W L .
44
G . K K . .
7
L . W W Y .
119
I . S N L .
85
I . S S . .
45
C . T T . .
9
S . W W F .
120
R . S S D .
86
I . K K . .
46
L . I I . .
11
S . K K H .
121
F . W W Y .
87
F . Y Y . .
49
F . K K . .
12
R . . . L T
123
W . I I Y .
88
T . I I . .
50
S . . . R R
14
T V R R K R
124
L . N N . .
89
I . Y Y . .
51
L . I I . .
15
G . R R E .
125
L . R R . .
90
I . V . . .
52
I . N N . .
16
I . K K L T
126
P . Y H L .
91
P . W W . .
53
I . W W . .
17 66 19
20
56
57
94
95
S . Q Q Q .
127
V . S S L I
128
D . K K I .
129
S L F . . . . C L P C W Y . . . . Nukleotida ke-
93
I I G . . . Y E T Y K N . W . . . . Nukleotida ke-
54
R L E . . . K Y C K Y C . . . . . . Nukleotida ke-
18
Nukleotida ke-
I . S S Y .
13 0
L . G G Y .
96
G . S S V .
58
L . W W . .
21
T . Y Y K .
131
L . S R Y .
97
F . W W L .
59
R I S S I I
22
I . . . L .
132
L . W W W .
98 122
G . W W E .
60
Q . S S H .
23
S . Y Y F .
134
F . R R Q T
99
N . K K I .
61
P . C C . .
24
L . R T W .
135
R . . . K .
100
W . I I D .
62
G . W W . .
25 31
H . R R I .
136
I . . . Y .
101
L . Y Y W .
63
I . W W . .
27
Tabel 4.6 Variasi sekuens asam amino DNA mt COI tiga spesies trips subordo Tubulifera
28
I . S V . .
137
I . F H W L
102
V . R R S .
64
F . W W . .
29
A . N T . .
138
L . S S . I
103
P . S S .
65 92
L . R R . .
30
G . T H . .
139
E . S S K .
104
I . W W L .
67
S . W W . .
32
V . Y I L I
140
G . S S K E
105
L . R R . .
68
Q . W W . .
33
S . Q R . .
141
S . . . L T
107
G . R R Y .
69
S . K K . .
34
S . D . .
142
G . W W Q .
108
S . . W W R
70
Y . K K W .
35
36
L . . T . .
144
L . F . .
143
110
G . L L Q .
109
T . P . E .
D . S S . .
72
V . C C . .
P . T T K .
71
N . R R K .
41
H.ganglbaueri H.ganglbaueri_Aus_EF468730 G.uzeli G.uzeli_Chn_JN81200 P. ichini P.ichini_Knd_KJ087886
Spesies
H.ganglbaueri H.ganglbaueri_Aus_EF468730 G.uzeli G.uzeli_Chn_JN81200 P. ichini P.ichini_Knd_KJ087886
Spesies
L . R Y F .
176
G . I S . .
145
Tabel 4.6 (Lanjutan)
L . Y N F .
177
S . W W W .
146
L . R N . .
178
I . Q Y . .
147
L . I I . .
179
N . E . . .
148
L . V I Y .
180
F . L . .
149
S . L G L .
181
I . . R . .
150
L . I . . .
182
S . N N . .
151
P . K S L .
183
T . F W L .
152
V . K W F .
184
I S Q S . .
153
L . Y W W .
185
F . I I . .
154
A . S S Q .
186
N . L S I .
155
G . Q K D .
187
I . V K N .
156
A . . S . .
188
S . L . P .
157
L . E I W .
189
N . W S T .
158
160
161
T . L P H .
190
I . . R . M
191
L . I N . .
193
I K M . . I W V W Y Y N L N I . N I Nukleotida ke-
159
Nukleotida ke-
V . G W . .
19 4
E . L R . .
16 2 163
D . W F . .
195
Y . W . I .
164
R . L W E .
196
F Y N N L .
165
N . I T I .
197
T S R C P .
166
L . . D . .
198
L . . K Y .
167
N . W . . .
199
F . L K L .
168
T . I W N .
200
V I W D . .
169
W . K Y . .
170
S . H Y . .
171
I . D K V
172
V . L S . .
173
V . L M L .
T . L I H .
174
42 175
S . W C A A
43 Karakter Molekuler Spesies Trips Subordo Terebrantia dan Tubulifera Berdasarkan karakter morfologi dan sekuens DNA mtCOI spesies-spesies trips, mengelompok sesuai dengan subordonya. Pembentukan filogeni berdasarkan karakter morfologi disusun berdasarkan matrix persamaan karakter morfologi. Karakter morfologi terdiri atas karakter warna tubuh, antena, seta oseli, tergit, sayap, pronotum, dan seta pada abdomen (Lampiran 6). Filogeni berdasarkan karakter morfologi, memperlihatkan tidak ada perbedaan, karena karakter yang ditunjukkan sama berdasakan kunci identifikasi morfologi (Gambar 4.8). Filogeni berdasarkan morfologi terbagi atas dua cabang utama, yaitu Tubulifera dan Terebrantia. Subordo Tubulifera terdiri dari G. uzeli, H. ganglbaueri, dan P.ichini, sedangkan subordo Terebrantia terdiri atas C. brunneus, M. usitatus, T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus. G.uzeli H.ganglbaueri P.ichini
Subordo Tubulifera
C.brunneus H.ganglbaueriMW M.usitatus T.alliorum T.hawaiiensis
Subordo Terebrantia
T.parvispinus 0.53
0.63
0.74
0.85
0.95
Coefficient
Gambar 4. 8
Filogeni berdasarkan karakter morfologi menggunakan program NTSys ver 21 dengan pendekatan UPGMA
Subordo Terebrantia
Subordo Tubulifera
Gambar 4. 9 Filogeni berdasarkan sekuens nukleotida DNA mtCOI spesies trips subordo Tubulifera dan Terebrantia
44
Subordo Terebrantia
Subordo Tubulifera
Gambar 4. 10 Filogeni berdasarkan sekuens asam amino DNA mtCOI spesies trips subordo Tubulifera dan Terebrantia Filogeni berdasarkan sekuens nukleotida dan asam amino DNA mtCOI juga menunjukkan hal yang sama. Semua spesies mengelompok sesuai dengan subordo dan spesiesnya. Pada kedua filogeni terjadi perubahan posisi percabangan spesies. Sekuens DNA mtCOI trips pada penelitian, mengelompok sesuai dengan kemiripan sekuens spesies terdekat. Berdasarkan sekuens DNA mtCOI penelitian dan data dari GeneBank, memiliki nilai jarak genetik antara subordo Terebrantia dan Tubulifera sebesar 0.462-0.855 (Tabel 4.7), sedangkan jarak genetik berdasarkan sekuens asam amino antar subordo sebesar 0.230-0.653 (Tabel 4.8).
ID 0.093 0.093 0.327 0.327 0.332 0.327 0.327 0.312 0.292 0.297 0.329 0.307 0.320 0.483 0.565 0.610 0.503 0.410 0.783
1
ID 0.000 0.329 0.329 0.334 0.307 0.307 0.332 0.303 0.310 0.326 0.304 0.304 0.518 0.559 0.657 0.534 0.415 0.809
2
ID 0.329 0.329 0.334 0.307 0.267 0.332 0.303 0.310 0.326 0.304 0.304 0.518 0.559 0.657 0.534 0.415 0.809
3
ID 0.000 0.006 0.267 0.267 0.237 0.227 0.240 0.283 0.258 0.247 0.509 0.597 0.642 0.544 0.452 0.782
4
ID 0.006 0.267 0.267 0.237 0.227 0.240 0.283 0.258 0.247 0.509 0.597 0.642 0.544 0.452 0.782
5
ID 0.267 0.267 0.246 0.235 0.249 0.283 0.258 0.247 0.520 0.597 0.653 0.555 0.462 0.795
6
ID 0.000 0.179 0.168 0.184 0.201 0.176 0.176 0.515 0.521 0.499 0.425 0.465 0.841
7
ID 0.179 0.168 0.184 0.201 0.176 0.176 0.515 0.521 0.499 0.425 0.465 0.841
8
ID 0.071 0.077 0.214 0.188 0.179 0.534 0.585 0.601 0.520 0.495 0.869
9
ID 0.034 0.200 0.175 0.175 0.529 0.548 0.585 0.506 0.468 0.835
10
ID 0.217 0.191 0.191 0.532 0.543 0.623 0.541 0.471 0.855
11
ID 0.025 0.038 0.500 0.524 0.573 0.503 0.431 0.802
12
ID 0.012 0.462 0.485 0.550 0.465 0.402 0.764
13
ID 0.467 0.479 0.539 0.454 0.397 0.765
14
ID 0.106 0.313 0.238 0.195 0.382
15
ID 0.352 0.292 0.250 0.445
16
ID 0.069 0.290 0.530
17
Jarak genetik sekuens nukleotida DNA mtCOI spesies trips subordo Tubulifera dan Terebrantia
ID 0.224 0.441
18
ID 0.220
19
Keterangan: (1) C. brunneus Ina, (2) C. brunneus Afsel, (3) C. brunneus Kny, (4) M. usitatus Ina, (5) M. usitatus Chn,(6) M. usitatus Id, (7) T. alliorum Ina, (8) T. alliorum Chn, (9) T. hawaiiensis Ina (10) T. hawaiiensis Chn, (11) T. hawaiiensis Ind, (12) T. parvispinus Ina, (13) T. parvispinus Ina (GeneBank), (14) T. parvispinus Ind, (15) H. ganglbaueri Ina, (16) H. ganglbaueri Aus, (17) G. uzeli Ina, (18) G. uzeli Chn, (19) P. ichini Ina, (20) P. ichini Knd
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Spesies
Tabel 4. 7
ID
20
45
ID 0.158 0.158 0.359 0.359 0.395 0.324 0.324 0.288 0.224 0.283 0.287 0.249 0.258 0.289 0.380 0.468 0.338 0.326 0.550
1
ID 0.000 0.304 0.304 0.337 0.216 0.216 0.285 0.282 0.222 0.284 0.247 0.255 0.230 0.313 0.393 0.274 0.249 0.466
2
ID 0.304 0.304 0.337 0.216 0.216 0.285 0.282 0.222 0.284 0.247 0.255 0.230 0.313 0.393 0.274 0.249 0.466
3
ID 0.000 0.024 0.191 0.191 0.181 0.182 0.178 0.295 0.223 0.264 0.329 0.470 0.555 0.402 0.371 0.605
4
ID 0.024 0.191 0.191 0.181 0.182 0.178 0.295 0.223 0.264 0.329 0.470 0.555 0.402 0.371 0.605
5
ID 0.221 0.221 0.211 0.212 0.207 0.261 0.193 0.231 0.363 0.431 0.601 0.440 0.408 0.659
6
ID 0.000 0.245 0.278 0.336 0.264 0.198 0.205 0.395 0.502 0.452 0.321 0.358 0.563
7
ID 0.245 0.278 0.336 0.264 0.198 0.205 0.395 0.502 0.452 0.321 0.358 0.563
8
ID 0.096 0.201 0.337 0.262 0.272 0.479 0.557 0.581 0.426 0.432 0.647
9
ID 0.094 0.305 0.233 0.242 0.407 0.440 0.585 0.429 0.398 0.653
10
ID 0.367 0.289 0.300 0.363 0.393 0.661 0.494 0.354 0.582
11
ID 0.046 0.073 0.308 0.371 0.524 0.452 0.299 0.466
12
ID 0.023 0.285 0.345 0.550 0.402 0.307 0.494
13
ID 0.327 0.324 0.529 0.381 0.285 0.471
14
ID 0.082 0.278 0.176 0.095 0.203
15
ID 0.349 0.226 0.140 0.258
16
ID 0.082 0.242 0.392
17
Jarak genetik sekuens asam amino DNA mtCOI spesies trips subordo Tubulifera dan Terebrantia
ID 0.142 0.283
18
ID 0.115
19
Keterangan: (1) C. brunneus Ina, (2) C. brunneus Afsel, (3) C. brunneus Kny, (4) M. usitatus Ina, (5) M. usitatus Chn,(6) M. usitatus Id, (7) T. alliorum Ina, (8) T. alliorum Chn, (9) T. hawaiiensis Ina (10) T. hawaiiensis Chn, (11) T. hawaiiensis Ind, (12) T. parvispinus Ina, (13) T. parvispinus Ina (GeneBank), (14) T. parvispinus Ind, (15) H. ganglbaueri Ina, (16) H. ganglbaueri Aus, (17) G. uzeli Ina, (18) G. uzeli Chn, (19) P. ichini Ina, (20) P. ichini Knd
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Spesies
Tabel 4. 8
ID
20
46
47
PEMBAHASAN
Semua anggota spesies dari subordo Tubulifera yang ditemukan dalam penelitian ini termasuk kedalam spesies pemakan tumbuhan, sehingga gejala yang ditimbulkan pada bunga dan daun adalah bercak kecokelatan sampai cokelat kehitaman. Selain itu, daun menjadi melipat dan terkadang membentuk puru (Mound dan Kibby 1998). G. uzeli memiliki karakter morfologi antara lain: antena terdiri dari 8 ruas, bentuk ujung stilet yang melengkung dan menyempit, bagian pipi tanpa seta, pronotum umumnya hanya memiliki kurang dari 5 pasang seta, sayap tanpa venasi, lurus atau tidak ada lengkungan, abdominal tergit dengan 2 pasang setaGenus Gynaikothrips dilaporkan sebagai spesies yang menyebabkan terbentuknya puru pada berbagai jenis tanaman Ficus di dunia, sedangkan G. uzeli sendiri dilaporkan merupakan hama penting pada tanaman beringin di Florida. Bagi spesies G. uzeli tanaman beringin (Ficus benjamina) merupakan satusatunya tanaman inang yang cocok untuk menyelesaikan siklus hidupnya (Held et al. 2005). Karakter morfologi G. uzeli mirip dengan G. ficorum. Perbedaannya terletak pada panjang seta pronotal postero angular (Sakimura 1946). Anggota Tubulifera yang lain adalah H. ganglbaueri yang ditemukan pada tanaman seruni laut . Keberadaan H. ganglbaueri di Indonesia pernah dilaporkan oleh Kalshoven (1981), dimana spesies ini ditemukan berasosiasi dengan tanaman Graminae. Berdasarkan Ananthakrishnan dan Thangavilu (1976), H. ganglbaueri merupakan spesies yang makan dan hidup pada bunga (anthophilous). Spesies ini juga bersifat polifag dengan inang yang cukup banyak, seperti padi (Oryza sativa), sorgum (Sorghum vulgare), rumput teki (Cyperus rotundus), jagung (Zea mays), Celosia argentia (Amaranthaceae), Boreria hispida (Rubiaceae), Hydrolela zeylanica (Hycrophylliaceae), dan Leucas aspera (Labiatae), dengan daerah penyebaran di seluruh daerah India dan Pakistan. H. ganglbaueri memiliki beberapa karakter yang sama dengan G. uzeli, perbedaannya terletak pada sayap dimana sayap H. ganglbaueri tanpa venasi dan memiliki lengkungan, serta metanotum dengan pola yang sedikit bergelombang. Spesies P. ichini yang ditemukan pada tanaman pala, memiliki karakter morfologi memiliki sayap tanpa venasi dan tanpa lengkungan, metanotum dengan pola yang sedikit bergelombang, pronotum memiliki 5 pasang seta panjang, dan seta S1 dan S2 pada tergit ruas ke VII yang sama panjang. Spesies ini dilaporkan menyerang Schinus terebrinthifolius sejenis tanaman semak di Amerika utara (Mound et al. 2010). Belum banyak laporan mengenai keberadaan spesies ini. Selain menggunakan analisis morfologi untuk proses identifikasi, analisis sekuens merupakan suatu teknik yang dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok organisme. Pada prinsipnya keragaman dan polimorfisme dapat dilihat dari urutan atau sekuens DNA dari fragmen tertentu dari suatu genom organisme (Suryanto 2001). Berdasarkan hasil penelitian terdapat ketiga sekuens trips dimana masing-masing sampel mempunyai panjang dan susunan nukleotida yang berbeda karenakan ketiga sampel berada pada tingkat taksonomi yang berbeda. Hal ini senada dengan penelitian Karimi et al. (2010), penggunaan sekuens DNA mtCOI dalam proses identifikasi trips dapat membedakan trips hingga spesies dari empat genus yang berbeda.
48 Hasil penjajaran sekuens DNA mtCOI dari ketiga sampel memperlihatkan ketiga spesies tersebut terpisah secara taksonomi. Hal ini terlihat dari susunan sekuens DNA mtCOI yang berhasil disejajarkan, dimana terdapat perbedaan di beberapa titik pada urutan basa nukleotida pada masing-masing spesies. Jumlah nukleotida yang conserve ketiga spesies adalah 622 pb dan variasi nukleotida sebesar 27.8% atau 173 pb. Hal tersebut merupakan variasi susunan pada masingmasing sampel. Hal ini diduga karena tingginya komposisi AT. Basa A dan T memiliki ikatan hidrogen yang lemah sehingga mudah berubah (Liu dan Beckenbench 1992). Ketika terjadi variasi susunan dalam suatu penjajaran nukleotida dengan tetuanya, maka variasi tersebut menunjukkan adanya mutasi, dalam hal ini termasuk insersi, delesi, ataupun penyusunan ulang materi genetik (Dharmayanti 2011; Hoy 2003). Spesies G. uzeli dan H. ganglbaueri menunjukkan tingginya tingkat kemiripan dengan haplotipe yang ada di GeneBank. Hal ini ditunjukkan oleh nilai jarak genetik yang rendah. Hal ini berbeda dengan P. ichini dimana nilai jarak genetik yang tinggi dengan haplotipe yang ada di GeneBank sehingga tingkat kemiripan sekuens DNA mtCOInya rendah. Namun menurut Li et al. (2009) persentase kemiripan pada serangga dalam satu spesies dapat diterima pada jarak genetik antara 5 sampai 23% atau dengan nilai homologi sebesar 73 sampai 95%. Hal ini dapat dilihat pada Caligula japonica (Lepidoptera: Saturniidae) (Li et al. 2009), Diadegma (Hymenoptera: Ichneumonidae) (Wagener et al. 2006), dan nyamuk (Cywinska et al. 2006). Menurut Avise et al. (1987) hal tersebut dapat dikarenakan adanya isolasi geografi dan arus genetik yang berkontribusi dalam pembentukan perbedaan struktur intraspesies serta aliran gen sehingga terbentuknya pola sekuens baru. Ubaidillah dan Sutrisno (2009) menambahkan adanya perbedaan susunan sekuens nukleotida terjadi karena adanya mutasi. Mutasi dapat menyebabkan berubahnya basa nukleotida yang kemudian mengubah asam amino yang dikodekan (Hawkes et al. 2004). Filogenetik yang terbentuk ini sesuai dengan hasil penelitian Karimi et al. (2010) yang menggunakan DNA mtCOI untuk mengidentifikasi beberapa spesies trips. Hasil penelitian menununjukkan terdapat hubungan kekerabatan evolusi dari setiap spesies trips. Konstruksi filogenetik dengan out-group menunjukkan bahwa terjadi pemisahan secara jelas antara ketiga spesies trips. Oleh karena itu penelitian ini berhasil membuktikan bahwa terjadi suatu pemisahan secara jelas antara ketiga spesies menggunakan sekuens DNA mtCOI berdasarkan konstruksi filogenetik. Penggunaan sekuens DNA mtCOI dalam proses identifikasi merupakan penanda genetik yang sangat baik dalam DNA barkoding (Karimi et al. 2010). Selain itu, data urutan sekuens DNA mtCOI juga merupakan data pelengkap dari data biologi dan karakter morfologi pada serangga. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Crespi et al. (1998), penggunaan data dari karakter morfologi imago tidak berbeda nyata dengan identifikasi menggunakan sekuens DNA mtCOI. Oleh karena itu, data susunan sekuens DNA mtCOI mendukung hasil identifikasi morfologi mengenai pengklasifikasian spesies trips dari subordo Tubulifera maupun Terebrantia.
49
SIMPULAN Berdasarkan hasil identifikasi morfologi terdapat tiga spesies trips yang berbeda pada tanaman beringin, pala, dan seruni laut. Spesies trips yang ditemukan pada tanaman beringin adalah G. uzeli, pada pala adalah P. ichini, dan seruni laut adalah H. ganglbaueri dimana ketiga spesies tersebut merupakan anggota subordo Tubulifera. Identifikasi menggunakan pendekatan molekuler menggunakan sekuens DNA mtCOI menunjukkan hasil yang sama dengan identifikasi dengan karakter morfologi.
DAFTAR PUSTAKA [BBPPTP Ambon] Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon. 2013. http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-250thrips-penyebab-keriting-daun-pada-tanaman-pala-.html Avise JC, Arnold J, Ball MR, Bermingham E, Lamb T, Neigel JE. 1987. Intraspecific phylogeography: the mitochondrial bridge between population genetics and systematic. Ann Rev Ecol Syst. 18:489–522. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insects. Brunner PC, Flemming C, Frey JE. 2002. A molecular identification key for economically important thrips species (Thysanoptera: Thripidae) using direct sequencing and PCR-RFLP based approach. Agr Forest Entomol. 4:127-136. Crespi BJ, Carmean DA, Morris D. 1998. Phylogenetics of social behaviour in Australian galls-thrips: evidence from mitochondrial DNA sequence, adult morphology and behaviour, and gall morphology. Mol Phylognet Evol. 9 (1):163-180. Cywinska AC, Hunter FF, Hebert PDN. 2006. Identifying Canadian mosquito species through DNA barcode. Med Vet Entomol. 20:413-424. Dharmayanti NLPI. 2011. Filogenetika molekuler: metode taksonomi organisme berdasarkan sejarah evolusi. Wartazoa [Internet]. [diunduh 2015 Oktober 10]; (21): 1. Tersedia pada: http://peternakan.litbang.deptan.go.id //fullteks/wartazoa/wazo211-1.pdf. Folmer O, Black M, Hoeh W, Lutz R, Vrijenhoek R. 1994. DNA primers for amplification of mitochondrial cytochrome c oxidase subunit I from diverse metazoan invertebrates. Mol Mar Biol Biotechnol. 3(5): 294-299. Goodwin DH, Xue BG, Kuske CR, Sears MK. 1994. Amplification of plasmid DNA to detect plant pathogenic-mycoplasma like organism. Ann Appl Bio. 36:124-127. Hawkes NJ, Janes RW, Hemingway J, Vontas J. 2004. Detection of ressistance associated point mutations of organophosphate insensitive acetylchol inesterase in the olive fruit fly, Bactrocera oleae (Gmelin). Pest Biochem Physiol. 81:151-163. Hebert PDN, Cywinska A, Ball SL, de Waard JR. 2003. Biological identifications through DNA barcodes. Proc R Soc. 270:313–321.
50 Held DW, Boyd D, Lockley T, Edwards GB. 2005. Gynaikothrips uzeli (Thysanoptera: Phaleothripidae) in the Southeastern United States: distribution and review of biology. BioOne. 88 (2):538-540. Hoy MA. 2003. Insect Molecular Genetic: An Introduction to Principle and Applications. Florida (US): Elsevier Science. Karimi J, Kakhki-Hassani M, Awal MM. 2010. Identifying thrips (Insecta: Thysanoptera) using DNA Barcodes. Cell Mol Resrch. 2(1):35-41. Khalsoven LGE. 1981. The Pest of Corps in Indonesia. Jakarta (ID): PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Li Y, Yang B, Wang H, Xia R, Wang L, Zhang Z, Qin L, Liu Y. 2009. Mitochondrial DNA analysis reveals a low nucleotide diversity of Caligula japonica in China. Af J Biotechnol. 8 (12):2707-2712 Liu H, Beckenbach AT. 1992. Evolution of mithocondrial cytochrome oxydase II gene among ten orders of insect. Mol Phylogenet Evol. 1:41-52. Mehle N, Trdan S. 2012. Traditional and modern methods for the identification of thrips (Thysanoptera) species. Science. 179-190. Mound LA, Morris DC. 2007. The insect order Thysanoptera: classification versus systematic. Zootaxa. 1886:395-411. Mound LA, Wheeler GS, Williams DA. 2010. Resolving cryptic species with morphology and DNA; thrips as potential biocontrol agent of Brazilian peppertree, with a new species and overview of Pseudophilothrips. Zootaxa. 2432:59-68. Sartiami D, Mound LA. 2013. Identification of the Terebrantian thrips (Insecta, Thysanoptera) associated with cultivated plants in Java, Indonesia. Zootaxa. 306:1–21. Subagyo VNO. 2014. Identifikasi Thrips (Insecta:Thysanoptera) yang berasosiasi dengan tanaman hortikultura di Bogor, Cianjur, dan Lembang. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suryanto D. 2001. Selection and characterization of bacterial isolates for monocyclic aromatic degradation. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ubaidillah R, Sutrisno H. 2009. Pengantar Biosistematik: Teori dan Praktek. Jakarta (ID): LIPI Press. Varadarasan S, Ananthakrishnan TN. 1982. Biological studies on some gallthrips. Proc Indian natn Sci Acad. B48 (1): 35-43. Wegener B, Reineke A, Lohr B, Zebit PW. 2006. Phylogenetic study of Diadegma species (Hymenoptera: Ichneumonidae) inferred from analysis of mitochondrial and nuclear DNA sequence. Biol Control. 37: 131-140.
51
VI PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini berhasil mengidentifikasi lima spesies trips subordo Terebrantia, yaitu C. brunneus, M. usitatus, T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus. Spesies-spesies ini masuk kedalam famili Thripidae yang dilaporkan banyak berasosiasi sebagai hama penting dan menjadi vektor virus pada tanaman. Ciri khas famili Thripidae adalah jumlah ruas antena 7-8 segmen dan memiliki struktur seperti garpu atau sederhana (Sartiami dan Mound 2013). Kelima spesies subordo Terebrantia yang ditemukan banyak ditemukan pada inang tanaman sayuran dan hortikultura seperti yang telah ditemukan oleh Subagyo (2014) dan Sartiami dan Mound (2013). Beberapa spesies seperti T. parvispinus, T. hawaiiensis, dan C. brunneus ditemukan berasosiasi pada tanaman yang belum dilaporkan sebelumnya, misalnya T. parvispinus yang ditemukan berasosiasi dengan tanaman terung pipit (Solanum torvum), dan bunga Salvia ataupun C. brunneus yang ditemukan pada bunga Thunbergia. Identifikasi trips pada umumnya masih menggunakan karakter morfologi, namun banyak spesies trips yang memiliki karakter morfologi yang mirip sehingga sangat sulit untuk dibedakan. Identifikasi dengan menggunakan karakter molekuler merupakan alternatif cara identifikasi dalam kasus tertentu lebih tepat digunakan dari pada karater morfologi. Sekuens DNA mtCOI banyak digunakan sebagai penanda genetik dalam proses identifikasi molekuler, dimana sekuens DNA mtCOI dapat menunjukkan kekerabatan hubungan atau kekerabatan taksa (Pratami 2013). Hal ini dibuktikan oleh Crespi et al. (1998), penggunaan sekuens DNA mtCOI mampu mengidentifikasi 17 spesies trips dari subordo Tubulifera. Dalam penelitian ini, hasil identifikasi berdasarkan sekuens DNA mtCOI pada C. brunneus, M. usitatus, T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus menunjukkan hasil yang sama dengan hasil identifikasi menggunakan karakter morfologi. Sekuens DNA mtCOI kelima spesies didominasi oleh basa Adenin (A) dan Timin (T) dominan dengan nilai rata-rata sebesar 71.80%. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan pada serangga penggerek menggunakan potongan sekuens DNA mtCOI. Pada tiga penggerek tanaman Etiella, Scirpophaga, dan Ostrinia (Pyralidae) komposisi sekuens DNA mtCOInya memiliki kandungan A+T sebesar 70.2% (Pratami 2013). Selain pada serangga penggerek, komposisi basa A dan T yang tinggi juga terlihat pada Sessamia nonagrioides (Noctuidae) dengan nilai kandungan A+T sebesar 70% (Kourti 2006). Hal ini sesuai dengan Chahyadi (2013) dan Liu dan Beckbench (1992) dimana komposisi basa A dan T pada serangga lebih tinggi dibandingkan komposisi basa C dan G, hal ini merupakan ciri khas materi DNA pada serangga. Hal ini juga ditunjukkan pada komposisi nukleotida pada 10 ordo yang berbeda pada kelas Insekta seperti pada serangga penggerek lainnya. Kandungan basa A dan T tinggi disebabkan oleh ikatan hidrogen yang lemah sehingga mudah berubah. Hal ini menyebabkan banyaknya variasi nukleotida seperti yang terlihat pada kelima spesies trips subordo Terebrantia. Selain itu, tingginya variasi nukleotida sekuens DNA mtCOI juga disebabkan oleh taksonomi sampel pada genus dan famili yang berbeda. Semakin tinggi tingkat taksonomi maka akan semakin banyak variasi yang akan terjadi (Simon et al. 1994).
52 Variasi sekuens DNA mtCOI antar spesies trips subordo Terebrantia sebesar 40.05%. Ketika sekuens DNA mtCOI disejajarkan, terlihat adanya perbedaan dibeberapa titik pada urutan basa nukleotida pada masing-masing spesies. Beberapa variasi nukleotida yang terjadi menyebabkan perbedaan asam amino pada kelima sampel. Perubahan asam amino pada penelitian ini terjadi karena adanya perubahan nukleotida satu dengan nukleotida lainnya. Hal ini dapat terlihat dari nilai variasi asam amino antar spesies subordo Terebrantia sebesar 53.71%. Tingginya nilai variasi asam amino, tidak merubah fenotipe trips, sehingga perubahan asam amino ini disebut dengan non-synonymuos mutation. Hal ini terjadi karena terjadi perubahan kodon sehingga asam amino menjadi berubah. Biasanya mutasi ini terjadi pada kodon pertama dan kedua, sedangkan kodon ketiga sangat jarang terjadi. Sebagian besar protein dapat mentoleransi perubahan dari asam amino ini, jika perubahan tersebut tidak merubah polipeptida esensial untuk kinerja fungsi dan struktur dari protein itu sendiri (Hoy 2003). Jarak genetik sekuens DNA mtCOI antar spesies subordo Terebrantia sebesar 0.0-40.1%. Tingginya nilai jarak gentik disebabkan oleh sekuens DNA mtCOI trips berada pada tingkat antar genus. Hasil jarak genetik ini sesuai dengan hasil penelitian Wagener et al. (2006) dimana jarak genetik sembilan parasitoid Diagdema berkisar 5.4-32.5%. Semakin tinggi level taksa maka semakin tinggi nilai jarak genetik yang diperoleh (Pratami 2013). Uji lebih lanjut menggunakan sekuens asam amino DNA mtCOI, nilai jarak genetik asam amino subordo Terebrantia 0.00-26.8%. Nilai jarak genetik sekuens asam amino DNA mtCOI lebih kecil dibandingkan dengan nilai jarak genetik sekuens nukleotida. Hal ini disebabkan jumlah variasi asam amino lebih sedikit bila dibandingkan dengan variasi pada nukleotida. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pratami (2013) antar genus pada superfamili Pyraloidea dimana jarak genetik DNA mtCOI berkisar 1.8-4.5%. Nilai jarak genetik dan variasi nukleotida maupun asam amino menunjukkan perubahan yang terjadi pada spesies yang ditemukan dibandingkan dengan spesies yang berasal dari negara asal. Hal ini dikarenakan adanya evolusi dan adaptasi terhadap seleksi alam dari tempat asalnya. Strategi dalam cara bertahan hidup menjadi salah satu faktor yang sangat penting bagi persebaran spesies (Mubin 2014). Avise et al. (1987) menambahkan adanya isolasi geografi dan arus genetik yang berkontribusi dalam pembentukan perbedaan struktur intraspesies serta aliran gen sehingga terbentuknya pola sekuens baru. Jarak genetik berdasarkan metode algoritma akan menampilkan data berupa pohon filogeni. Filogeni terbentuk berdasarkan data morfologi dan data sekuens DNA mtCOI. Filogeni berdasarkan karakter morfologi memperlihatkan pengelompokan spesies berdasarkan karakter pembeda. Karakter pembeda yang digunakan pada pemisahan spesies dari subordo Terebrantia adalah jumlah ruas antena dan microthricia pada sternit abdomen. Anggota pada masing-masing percabangan memperlihatkan hubungan kekerabatan. Semakin dekat percabangan dan semakin besar nilai koefisien, maka semakin dekat pula kekerabatan dari spesies tersebut (Subagyo 2014). Anggota genus Thrips mengelompok menjadi satu percabangan karena karakter yang dimiliki masing-masing anggota banyak memiliki kesamaan, sedangkan untuk C. brunneus dan M. usitatus berada dipercabangan yang sama. Hal ini menunjukkan kemiripan morfologi C. brunneus dan M. usitatus memiliki lebih banyak persamaan dibandingkan dengan anggota spesies dari genus Thrips. Filogeni berdasarkan sekuens nukleotida dan asam
53 amino DNA mtCOI menunjukkan hasil yang sama dengan filogeni karakter morfologi. Spesies-spesies yang sama mengelompok pada percabangan yang sama. Sekuens DNA mtCOI juga dapat membedakan spesies trips yang mirip, seperti pada Frankliniella occidentalis di California. Sekuens DNA mtCOI dari spesies yang sama dapat membentuk dua kelompok trips dengan panjang basa yang berbeda. Hal ini menunjukkan variasi sekuens DNA mtCOI lebih sensitif dalam mendeteksi perbedaan dalam spesies dibandingkan dengan variasi morfologi (Rugman-Jones et al. 2010). Selain berhasil mengidentifikasi trips, sekuens DNA mtCOI juga berhasil memisahkan sembilan parasitoid Diadegma (Hymenoptera: Ichneumonidae) dengan variasi genetik 5.4-32% (Wagener 2006). Selain itu, DNA mtCOI berhasil menunjukkan variasi polimorfisme antar spesies yang biasanya tidak bisa diperlihatkan pada karakter-karakter morfologi seperti polimorfisme yang sering terjadi pada serangga (Suryanto 2001). Penggunaan sekuens DNA mtCOI tidak hanya dilakukan pada serangga, tetapi dapat dilakukan pada makhluk hidup lain seperti mamalia dan burung. Sekuens DNA mtCOI dapat memisahkan spesies burung di Korea dengan nilai rata jarak genetik antar sebesar 7.9% dan inter spesies sebesar 0.3% (Yoo 2006). Hal ini sejalan dengan penelitian Karimi et al. (2010) yang menunjukkan penggunaan sekuens DNA mtCOI sebagai penanda genetik yang baik dalam penelitian DNA barkoding. Hasil identifikasi menggunakan karakter morfologi, spesies trips yang ditemukan pada daun beringin adalah G. uzeli, pada daun pala adalah P. ichini, dan bunga seruni laut adalah H. ganglbaueri. Ketiga spesies tersebut merupakan anggota subordo Tubulifera. Semua anggota genus pada subordo Tubulifera yang ditemukan dalam penelitian ini termasuk kedalam spesies hama. Serangan trips menghasilkan gejala daun dan bunga memiliki bercak kecokelatan sampai cokelat kehitaman. Selain itu, daun menjadi melipat dan terkadang membentuk puru (Mound dan Kibby 1998). Informasi keberadaan ketiga spesies ini menjadi tambahan informasi keberadaan anggota spesies subordo Tubulifera, terutama spesies P. ichini yang belum pernah dilaporkan keberadaan serta tanaman inangnya. Seperti pada spesies subordo Terebrantia, penggunaan sekuens DNA mtCOI pada spesies subordo Tubulifera juga menunjukkan hasil yang sama dengan hasil identifikasi menggunakan karakter morfologi. Kombinasi karakter morfologi dan molekuler sangat dibutuhkan. Kunci identifikasi morfologi diperlukan sebagai langkah awal perkembangan dan pengenalan dari metode molekuler karena data molekuler masih membutuhkan hasil identifikasi morfologi sampai tingkat genus atau spesies (Rugman-Jones et al. 2006). Karakter morfologi trips sudah banyak dimanfaatkan dalam pembuatan kunci identifikasi seperti yang telah dilakukan oleh Sartiami dan Mound (2013) dan Subagyo (2014). Namun, metode identifikasi morfologi tidak dapat membedakan spesies kriptik dan mengidentifikasi trips pada fase pradewasa, sehingga perlu adanya kombinasi dari kedua metode tersebut (Mehle dan Trdan 2012). Hubungan keterkaitan antara karakter morfologi dan molekuler ditunjukkan oleh penelitian Crespi et al. (1998), dimana perhitungan data indeks antara karakter morfologi dan karakter molekuler tidak berbeda nyata dengan nilai IMF sebesar 0.045. Hal ini menunjukkan penggunaan karakter molekuler menggunakan sekuens DNA mtCOI mendukung dan sejalan data morfologi. Aplikasi dan manfaat DNA mtCOI lebih lanjut memungkinkan terjadinya proses
54 identifikasi terhadap spesies yang belum diketahui, dengan cara membandingkan sekuens DNA mtCOI yang digunakan dalam barkoding spesies. Berdasarkan hasil penelitian ini, penggunaan karakter morfologi dan karakter molekuler menggunakan sekuens nukleotida dan asam amino DNA mtCOI dapat diterapkan untuk mengidentifikasi trips di Indonesia. Selain itu, sekuens nukleotida dan asam amino DNA mtCOI trips yang diperoleh dapat digunakan sebagai database molekuler trips untuk penelitian selanjutnya.
55
VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Beberapa spesies trips hama tanaman yang termasuk subordo Terebrantia yang terdiri dari spesies C. brunneus, M. usitatus, T. alliorum, T. hawaiiensis, dan T. parvispinus berhasil diidentifikasi dengan menggunakan karakter molekuler sekuens DNA mtCOI. Panjang sekuens DNA mtCOI lima spesies berturut-turut: 693, 692, 678, 690, dan 668 pb, dan didominasi basa A dan T. Nilai jarak genetik antar spesies 0.00- 0.401, dan asam amino sebesar 0.00-0.268. Hasil identifikasi berdasarkan karakter morfologi spesies trips yang ditemukan pada tanaman beringin adalah G. uzeli, pada pala adalah P. ichini, dan seruni laut adalah H. ganglbaueri. Ketiga spesies tersebut merupakan anggota subordo Tubulifera. Identifikasi dengan karakter molekuler menggunakan sekuens DNA mtCOI menunjukkan hasil yang sama dengan identifikasi menggunakan karakter morfologi baik untuk spesies trips subordo Terebrantia maupun Tubulifera.
Saran Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan pengambilan sampel yang berasal dari wilayah geografi yang berbeda, sehingga dapat memperkaya data variasi sekuens DNA mtCOI trips.
56
DAFTAR PUSTAKA [BBPPTP Ambon] Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon. 2013. http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-250thrips-penyebab-keriting-daun-pada-tanaman-pala-.html Ananthakrishnan TN, Thangavilu K. 1976. The cereal thrips Haplothrips ganglbaueri Schmutz with particular reference to the trends of infestation on Oryza sativa and the weed Echinochloa crusgalli. Proc Indian Acad. 83(5):196-201. Avise JC, Arnold J, Ball MR, Bermingham E, Lamb T, Neigel JE. 1987. Intraspecific phylogeography: the mitochondrial bridge between population genetics and systematic. Ann Rev Ecol Syst. 18: 489–522. Bansiddhi K, Poonchaisri S. 1991. Thrips of vegetables and other commercially important crops in Thailand. AVRDC Publication. hlm 91-342. Bayar K, Torjek O, Kiss E, Gyulai G, Heszky L. 2001. Genetic variation within and among populations of Aelothrips intermedius. Didalam: Rita M dan Laurence M, editor. Thrips and Tospoviruses. Proceedings of the 7th International Symposium on Thysanoptera; 2001 Juli 2-7; Reggio Calabria, Itali. Canberra (AU): CSIRO Entomology Bernardo EN. 1991. Thrips on vegetable crops in the Philippines Di dalam: Talekar NS, editor. Thrips in Southeast Asia. Proceeding of Regional Consultation Workshop; 1991 Maret 13; Bangkok, Thailand. Taipe (TW): Asian Vegetable Research and Development Center Publication. Hlm: 511. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insects. Brunner PC, Flemming C, Frey JE. 2002. A molecular identification key for economically important thrips species (Thysanoptera: Thripidae) using direct sequencing and PCR-RFLP based approach. Agr Forest Entomol. 4: 127-136. Chahyadi E. 2013. Karakterisasi tiga genus Scirpophaga (Lepidoptera: Crambidae) berdasarkan variasi morfologi dan gen COI serta COII DNA mitokondria. [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Chang NT. 1991. Thrips on vegetables in Taiwan. Di dalam: Talekar NS, editor. Thrips in Southeast Asia. Proceeding of Regional Consultation Workshop; 1991 Maret 13; Bangkok, Thailand. Taipe (TW): Asian Vegetable Research and Development Center Publication. hlm 40-56. Crespi BJ, Carmean DA, Mound LA, Worobey M, Morris D. 1998. Pylogenetics of social behaviour in Australian gall-forming thrips: evidance from mitochondrila DNA sequence, adult morphology, behaviour, and gall morphology. Mol Phylogenet Evol. 9 (1): 163-180. Cywinska AC, Hunter FF, Hebert PDN. 2006. Identifying Canadian mosquito species through DNA barcode. Med Veter Ent. 20: 413-424.
57 Dharmayanti NLPI. 2011. Filogenetika molekular: metode taksonomi organisme berdasarkan sejarah evolusi. Wartazoa [Internet]. [diunduh 2015 Oktober 10]; (21): 1. Tersedia pada: http:// peternakan.litbang.deptan.go.id //fullteks/wartazoa/wazo211-1.pdf. Farris RE, Arce RR, Ciomperlik M, Vasquez JD, DeLeon R. 2008. Development of a ribosomal DNA ITS2 marker for the identification of the thrips, Scirtothrips dorsalis. Insect Science. 10: 1-15. Fauziah I, Saharan HA. 1991. Thrips on vegetables in Malaysia. Di dalam: Talekar NS, editor. Thrips in Southeast Asia. Proceeding of Regional Consultation Workshop; 1991 Maret 13; Bangkok, Thailand. Taipe (TW): Asian Vegetable Research and Development Center Publication. hlm:9-33. Folmer O, Black M, Hoeh W, Lutz R, Vrijenhoek R. 1994. DNA primers for amplification of mitochondrial cytochrome c oxidase subunit I from diverse metazoan invertebrates. Mol Mar Biol Biotechnol. 3(5): 294-299. Fung SY, Kuiper I, Hermans CMVD, Meijden EVD. 2002. Growth damage and silvery damage in chrysanthemum caused by Frankliniella ocidentalis is related to leaf food quality. Di dalam: Rita M dan Laurence M, editor. Thrips and Tospoviruses. Proceedings of the 7th International Symposium on Thysanoptera; 2001 Juli 2-7; Reggio Calabria, Itali. Canberra (AU): CSIRO Entomology. Goldstein PZ, DeSalle R. 2010. Integrating DNA barcode data and taxonomic practice: Determination, discovery, and description. Bioessays 33: 135–147. Goodwin DH, Xue BG, Kuske CR, Sears MK. 1994. Amplification of plasmid DNA to detect plant pathogenic-mycoplasma like organism. Ann Appl Bio. 36: 124-127. Gyllesten U, Wilson, C. 1987. Mitochondrial DNA of salmonids: interand intraspecific variability detected with restriction enzymes. Seattle (WA): University of Washington Press. Hasmiwati, Sujadi FA, Situmorang J. 2006. Analisis genetik Anopheles balabacensis Baisas (Diptera: Culicidae) dari daerah Bangko (Jambi) dan Purworejo (Jawa Tengah) dengan Random Ampified Polymorphic DNA (RAPD) PCR [Internet]. [diunduh 2015 Oktober 10]. Tersedia pada: http://etd.repository.ugm.ac.id/index .php. Hawkes NJ, Janes RW, Hemingway J, Vontas J. 2004. Detection of ressistanceassociated point mutations of organophosphate insensitive acetylchol inesterase in the olive fruit fly, Bactrocera oleae (Gmelin). Pest Biochem Physiol. 81: 151-163. Hebert PDN, Cywinska A, Ball SL, de Waard JR. 2003. Biological identifications through DNA barcodes. Proc R Soc. 270: 313–321. Held DW, Boyd D, Lockley T, Edwards GB. 2005. Gynaikothrips uzeli (Thysanoptera: Phlaeothripidae) in the Southeastern United States: distribiution and review of biology. BioOne. 88 (2): 538-540. Hodges A, Ludwig S, Osborn S, Edwards GB. 2009. Pest Thrips of the United States: Field Identification Guide. USDA-CSREES Integrated Pest Management Centers. USA. Hoy MA. 2003. Insect Moleculer Genetic: An Introduction to Principle and Applications. Florida (US): Elsevier Science.
58 Indiati SW. 2012. Pengaruh insektisida nabati dan kimia terhadap hama thrips dan hasil kacang hijau. Jurnal Tanaman Pangan. 31: 152-157. Karimi J, Kakhki-Hassani M, Awal MM. 2010. Identifying thrips (Insecta: Thysanoptera) using DNA Barcodes. Cell Mol Resrch. 2(1): 35-41. Khalsoven LGE. 1981. The Pest of Corps in Indonesia. Jakarta (ID): PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Kirk WDJ. 2002. The pest and vector from the west: Frankliniella ocidentalis. Di dalam: Rita M dan Laurence M, editor. Thrips and Tospoviruses. Proceedings of the 7th International Symposium on Thysanoptera; 2001 Juli 2-7; Reggio Calabria, Itali. Canberra (AU): CSIRO Entomology. Kourti A. 2006. Mitochondrial DNA restriction map and cytochrome c oxidase subunits I and II sequence divergence of corn stalk borer Sesamia nonagroides (Lepidoptera : Noctuidae). Biochem Genet. 44:321-332. Kristen AL, Meltese f, Choi YH, Verpoorte R, Klinkhamer PGL. 2009. Identification of chlorogenic acid as a resistence factor for thrips in chrysantemum. Plant Physiol. 1567-1575 Li Y, Yang B, Wang H, Xia R, Wang L, Zhang Z, Qin L, Liu Y. 2009. Mitochondrial DNA analysis reveals a low nucleotide diversity of Caligula japonica in China. Af J Biotechnol. 8 (12): 2707-2712 Liu H, Beckenbach AT. 1992. Evolution of mithocondrial cytochrome oxydase II gene among ten orders of insect. Mol Phylogenet Evol. 1: 41-52. Mehle N, Trdan S. 2012. Traditional and modern Methods for the identification of thrips (Thysanoptera) species. Science. 85: 179-190. Mirab-balou M, Tong XL, Chen XX. 2012. A new record and description of a new species of the genus Thrips, with an updated key to species from Iran. Insect Science. 12(90): 1-15. Moritz G. 1994. Pictorial key to the economically important species of Thysanoptera in Central Europe. EPPO Bulletin. 24: 181-208. Mound LA, Azidah AA. 2009. Species of the genus Thrips (Thysanoptera) from Peninsular Malaysia, with a checklist of recorded Thripidae. Zootaxa. 2023: 55-68. Mound LA, Kibby G. 1998. Thysanoptera An Identification Guide. Ed ke-2. Canberra: CSIRO Entomology. Mound LA, Marullo R. 1996. The thrips of central and south America: an introduction. Insecta Mundi. 6:1-488. Mound LA, Morris DC. 2007. The insect order Thysanoptera: classification versus systematic. Zootaxa. 1886:395-411 Mound LA, Nickle DA. 2009. The old world genus Ceratothripoides (Thysanoptera: Thripidae) with a new genus for related new world species. Zootaxa. 2230:57-63. Mound LA, Wheeler GS, Williams DA. 2010. Resolving cryptic species with morphology and DNA; thrips as potential biocontrol agent of Brazilian peppertree, with a new species and overview of Pseudophilothrips. Zootaxa. 2432:59-68. Mound LA. 2006. Taxonomy of the insect order Thysanoptera thrips. Taxonomy Workshop No.1; 2006 Juli 3-7; Malaysia. Kuala Lumpur (MY): Institute of Biological Science, University Malaya Kuala Lumpur.
59 Mound LA. 2008. Thysanoptera (Thrips) of the world – a checklist [internet]. Canberra (AU): CSIRO Entomology. Mound LA. 2012. Thysanoptera (Thrips) of the World-a checklist.http://www.ento.csiro.au/thysanoptera/worldthrips.html. Diakses: 13.07.2014 Mubin N. 2014. Analisis kekerabatan rayap tanah Macrotermes gilvus Hagen (Blattodea: Termitidae) dan inventarisasi bakteri simbionnya di Bogor. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Novitasari D. 2014. Pengamatan hama dan penyakit pada tanaman krisan (Chrysanthemum spp) di Agro Alam Asli Farm, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Oktaviany VN, Hidayat P, Rauf A, Sartiami D. 2013. Identifikasi trips (Insecta: Thysanoptera) pada tanaman sayuran di Kabupaten Bogor dan Cianjur. Lokakarya Nasional dan Seminar; 2-4 September 2013. Bogor (ID): Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia. Bogor: Indonesia. hlm: 657-667. Page RDM, Holmes EC. 1998. Molecular Evolution A Phylogenetic Aproach. Cambridge (GB): Blackwell. Science, (UK): Oxford. Pratami GD. 2013. Karakterisasi morfologi dan variasi gen COI dan COII DNA mitokondria genus Etiella, Scirpophaga, dan Ostrinia (Lepidoptera: superfamili Pyraloidea). [tesis]. Bogor: (ID); Institut Pertanian Bogor. Rao RDVJJ. 2015. Diversity of thrips species and vectors of tomato spotted wilt virus in tomato production systems in Kenya. J Eco Ento. 108(1):20-28. Reitz SR, Gao Y, Lei Z. 2011. Thrips: Pest of concern to China and the United States. Science Direct. 10 (6): 867-892. Reynaud P, Balmes V, Pizzol J. 2008. Thrips hawaiiensis (Morgan, 1913) (Thysanoptera: Thripidae), an Asian pest thrips now established in Europe. EPPO Bull. 38: 155-160. Rugman-Jones PF, Hoddle MS, Stouthamer R. 2006. Molecular identification key for pest species of Scirtothrips (Thysanoptera: Thripidae). J Eco Ento. 99 (5): 1813-9. Rugman-Jones PF, Hoddle MS, Stouthamer R. 2010. Nuclear-mitochondrial barcoding exposes the global pest wastern flower thrips (Thysanoptera: Thrpidae) as two sympatric cryptic species in its native California. J Eco Ento. 103 (3): 877-886. Sakimura. 1946. Thrips relation to gall-forming and plant disease transmission. [Review]. Hawaii (US); Institut of Hawaii. Sartiami D, Magdalena, Nurmansyah A. 2011. Thrips parvispinus Karny (Thysanoptera: Thripidae) pada tanaman cabai: perbedaan karakter morfologi pada tiga ketinggian tempat. J. Entomol. Indon. 8(2): 85-95. Sartiami D, Mound LA. 2013. Identification of the Terebrantian thrips (Insecta, Thysanoptera) associated with cultivated plants in Java, Indonesia. Zootaxa. 306: 1–21. Sastrosiswojo S. 1991. Thrips on vegetables in Indonesia. Di dalam: Talekar NS, editor. Thrips in Southeast Asia. Proceeding of Regional Consultation Workshop; 1991 Maret 13; Bangkok, Thailand. Taipe (TW): Asian Vegetable Research and Development Center Publication. hlm 12-15.
60
Sevgan S, Mayamba A, Muia B, Sseruwagi, Nduguru J, Fred T, Abang MM, Moritz GB. 2009 Altitudinal differences in abundance and diversity of thrips on tomatoes (Lycopersicon esculentum Mill.) in East Africa. Tersedia pada http://thrips.blogspot.co.id/2009/06/altitudinal-differences-in-abund ance.html. Diakses 30 April 2016. Shao R dan Barker SC. 2003. The highly arranged mithochondrial genom of the plague thrips Thrips imaginis (Insecta: Thysanoptera): convergence of two novel gene boundaries and an extraordinary arrangement of rRNA genes. Mol Bio and Evol. 20(3): 362-370. Simon C, Buckley TR, Frati F, Stewart JB, Beckenbach AT. 2006. Incorporating molecular evolution into phylogenetic analysis. and a new compilation of conserved polymerase chain reaction primers. Annu Rev Ecol Evol Syst. 37: 545-579. Simon C, Frati F, Beckenbach AT, Crespi B, Liu H, Flook P. 1994. Evolution. weighting. and phylogenetic utility of mitochondrial gene sequences and a compilation of conserved polymerase chain reaction primers. Ann Ento Soc Americ. 87: 651–701. Subagyo VNO. 2014. Identifikasi Thrips (Insecta : Thysanoptera) yang berasosiasi dengan tanaman hortikultura di Bogor, Cianjur, dan Lembang. [tesis]. (ID); Institut Pertanian Bogor. Suryanto D. 2001. Selection and characterization of bacterial isolates for monocyclic aromatic degradation. [disertasi]. (ID): Institut Pertanian Bogor. Ubaidillah R, Sutrisno H. 2009. Pengantar Biosistematik: Teori dan Praktek. Jakarta (ID) : LIPI Press. Varadarasan S, Ananthakrishnan TN. 1982. Biological studies on some gallthrips. Proc Indian Natn Sci Acad. B48 (1): 35-43. Vos JGM, Sastrosiswojo S, Uhan TS, Setiawati W. 1991. Thrips on hot pappers in Java, Indonesia. Di dalam: Talekar NS, editor. Thrips in Southeast Asia. Proceeding of Regional Consultation Workshop; 1991 Maret 13; Bangkok, Thailand. Taipe (TW): Asian Vegetable Research and Development Center Publication. hlm 18-28. Wagener B, Reineke A, Lohr B, Zebitz PW. 2006. Phylogenetics study of Diadegma (Hymenoptera: Icneumonidae) inferred from analysis of mitochondrial an nuclear DNA sequences. Bio. Control. 37: 131-140. Westmore G. 2012. Thrips vectors and resistance to tomatto spotted wilt virus (TSVW) in potato. [disertasi]. Tasmania (AU): University of Tasmania. Yoo HS, Eah JY, Kim JS, Kim YJ, Paek WK, Lee H. 2006. DNA barcoding Korean birds. Mol Cells. 22 (3): 323-327. Yusuf S, Nuryani W, Djatmika I. 2010. Pengaruh bahan pembawa terhadap efektivitas Beauveria bassiana dalam mengendalikan Thrips parvispinus karny pada tanaman krisan di rumah plastik. J Hort. 20(1):80-85.
61
LAMPIRAN
62
63 Lampiran 1 Koordinat GPS dan ketinggian lokasi pengambilan sampel Ketinggian Lokasi Koordinat (m dpl) Kabupaten Bandung Ciputri 107°39'04.75"E;6°49'05.12"S 1151 Merga mekar 107°34'34.21"E;7°12'08.19"S 1471 Kabupaten Bogor Dramaga 106°43'53.34"E;6°33'52.39"S 326 152 Ciapus 106o44'21.88''E;6°37'32.48''S Ciareteun 106°40'28.25"E;6°33'42.95"S 204 Cikarawang 106°44'33.85"E;6°32'56.43"S 158 Sukajadi 106o43'38.47''E;6°38'16.29''S 519 Kabupaten Cianjur Cibodas 107°03'32.93"E; 6°44'01.30"S 1295 Cipanas 107°02'07.88"E;6°45'21.41"S 1324 Ciwalen 107°04'44.39"E;6°42'54.77"S 815 TBN 107°04'52.08"E;6°43'33.38"S 806 Kabupaten Cirebon 9 Sunyaragi 108°32'29.81"E;6°43'56.28"S 28 Plumbon 108°28'23.33"E;6°43'35.97"S Kabupaten Kuningan Cisantana 108°26'42.21"E;6°56'37.71"S 1013 Citelang 108°30'18.47"E;6°53'29.51"S 448
64 Lampiran 2 Sekuens DNA mtCOI sampel trips pada penelitian 1. Gynaikothrips uzeli ATCATAAAGATAGTGGTTTATTATAGGTGTAGTAAGGGTTCTGATCT GGAATTTGTGGATTATTTATAAGATTAATTATCCGATTAGAATTAAC TCAGCCTGGGAATACTTCTTTATCAGGACAATCCTATAACGTTACAG TAACAAATCATGCTTTTATAATAATCTATTCCACAATTATACCTATT ATAATACGAGGATTTGGAAATTGATTAATTCCTGTTATATTAGGAAG TCCTGATATGTGTTACTCCTCCTATAAATAATATAAGATTTTCATTG CTTCCTCCTTCTTTATTTTTATTACTTTCAAGTATAATAATTGAAGAG GGGTCAGGAACTGGACGAACCGAATATCCTCCTCTAGCTACCTAAA CAAGAGGAATATCTATTGATTTAACTACTATTACTTTACATATGGCT GGTTGATCTTCTTTATCAGGATCTATAAATTTTTTATCAACTAGTTTC AATATATCAAACATAAATATAGAATATTTTACTTTATTTATTTGGTC TTTAATAGTAACATCTCTTCTTTTATTATTATCTTTACCAGTTTTAGC AGGAGCTTTAACAATACTATTAGTTGATCGAAATCTTAATACTAGTT ATTATGATCCTTCGGGAGGAGGGGACCCTACGTTGTATCAACATTTA TTTTGATTTTTTGGTCACCTGTAAGTTTAACCCTGAAGTTTAAA 2. Haplothrips ganglbaueri AGTTAAACTTCAGGGTGACCAAAAAATCAAAACAAATGTTGGTATA ATGTGGGGTCTCCTCCTCCTGAAGGATCAAAATAACTGGTATTTAAA TTTCGGTCAACTAATAATATTGTTAAAGCTCCAGCTAATACTGGTAA TGATAATAATAATAATAAAGAAGTTACCACAATGGATCAAACAAAT AAAGTAAAATATTCCATTTTTATATTTGATATATTAAAAATTGTTGA AATAAAATTAATTGAACCCAATAAAGAAGAGACTCCTGCAATATGT AAAGAAATAATAGTTATATCAACTGAAATTCCAGTTCTTAAAGAAG ATAAAGGTGGATAAACTGTTCAACCTGTTCCTGAACCCCCCTCCAA AATTATTCTGAATAACAGTAAAAATAAAGAAGGGGGTAACAATCAA AATCTTATATTATTTATACGTGGGTAACATATATCTGGACTCCCTAA TATAATTGGAACTAATCAATTTCCAAAACCTCCTATTATAATAGGTA TAATTGTAAAAAAAATTATTATGAAGGCATGATTAGTAACAATAAC ATTGTAAGATTGACCAGATAAAAAAATATTACCTGGTTGTCTCAATT CTAAACGAATAATTAAACTTATAAATAATCCACAAATTCCAGATCA AAATCCAAAAATAAAATATAATATTCCAATATCTTT 3. Pseudophilothrips ichini TGGTCAACCAAATATAACGATATTGGAATATTATATTTTATTTTAGG ATTTTGATCAGGTATTTGTGGTTTATTTATAAGAATTATTATTCGTTT AGAATTAATTCAACCAGGAACTTTATTTTTAAAAGGACAATCATAT AATGTTTTAGTTACTAATCATGCTTTCATAATAATTTTTTCTACTATT ATACCTATTATAATAGGAGGATTTGGAAATTGATTAATTCCCATTAT ATTAGGAAGTCCGGATATGGGTTACCCACGTATAAATAATATAAGA TTTTGATTATTACCTCCTTCTTTATTATTATTATTAAGTAGAATAATT ACTGAAGAAGGTTCAGGTACAGGGTGAACCATTTATCCTCCTTTATC TTCCTTAACAATAAGTATATCTATTGATATAACAACTTATTTCTTTAC ATATTGCAGGACTTTCCTCTCTTTTAGGTTCAATTAATTATCTTTCAA CTATTTTTAATATATCTAACATAAAAATAGAATATTTAACTTTATTT
65 ATTTGATCAATTTTAGTTACATCTTTACTTTTACTTTTATCTCTTCCTG TTTTAGCAGGAGCTATGACAATATTATTAGTAGATCGAAATTTAAAT ACAAGATATTTTGATCCTTCAGGGGGAGGAGATCCTATTTTATACCA ACATTTGTTTTGATTTCTAGGTCACCCTGAAGTTTAACCTGAAGTTT AATA 4. Ceratothripoides brunneus AAGATATTGGAATTTTATATTTTATATTTGGGTTTTGATCAGGAATA TTAGGATTATCATTAAGAATTATAATTCGATTAACCCTACGAACTCC AATAAAACTTTTTATTTCAGATGATCAATTTTATAATTCTGTTGTTAC AGCACACGCTTTTGTAATGATTTTTTTTACTGTTATACCAATTATAAT TGGAGGATTTGGAAATTGATTAGTACCTTTAATAATAAGAGCACCA GATATAATTTATCCACGAATAAATAATATAAGATTTTGATTATTACC ACCCTCTTTAATATTAATAATTATAAGACTATCAAAAGAGGGTTCAG GTACAGGATGAACTGTATATCCACCTCTTTCAACTTTTTATCATTCT ACAATTAGAGTAGATTATACTATTTTTTCTCTTCACCTAGCAGGAAT TTCTTCAATTATAGGAGCATTAAATTTTATTACAACAATTTTTAATA TATTACCAAAAAAACTAGGACAAGATAAAGTACCATTATTTGTATG ATCTGTAAATCTAACAGCTATTTTACTTCTTTTATCACTACCCGTTTT AGCAGGAGCAATTACTATAGTATTAACAGATCGAAATTTAAATACA AGATTTTTTGACCCTGGTGGTGGTGGAGATCCAGTATTATATCAACA TTTATTTTGATTTTTTGGTCACCTGGAAGTTTAAA 5. Megalurothrups usitatus TTTGGTCAACAAATCATAAAGATATTGGAATCTTATATTTTATATTT GGATTTTGATCAGGAATTCTAGGTTTATCTCTTAGTATATTAATTCG ATTAACCCTTCGATCTCCCATAAAACTTTTTATTCAAAATGATCAAT TTTATAATTCAGTAGTTACTGCACACGCATTTATTATAATTTTTTTTA CAGTAATACCAATTATAATTGGAGGATTTGGTAATTGATTAGTGCCT TTAATATTAGGAGCACCAGATATAGCTTTTCCTCGATTAAATAATAT AAGATTTTGACTTTTACCCCCTTCAATTACATTATTATTAATAGGTCT TTCAAAGGAAGGAGCAGGTACAGGATGAACAGTTTATCCACCTTTA TCAACATTTTATCATTCTGGAACTTCAGTAGATTTAACAATTTTTTCT CTACATTTAGCTGGTATTTCTTCAATTTTAGGGGCATTAAACTTTATT GTAACAATTTTAAATTTAAAAACAAAGAAATTAAGATCTGACAAAA CAACCTTATTTGTATGATCAGTTTTATTAACAGCAATTCTTCTTCTAT TATCATTACCAGTTTTAGCTGGTGGAATTACAATGCTTTTAACAGAT CGAAATCTTAATACTTCATTCTTTGACCCAGCAGGGGGAGGAGACC CAGTTTTATACCAACATTTATTTTGATTTTTT 6. Thrips alliorum ATCATAAAGATATTGGTATTCTCTACTTCATTTTTGGATTTTGATCAG GTTTACTCGGATTATCTCTAAGAATAATTATTCGATTAAATTTGCGT ACATCAATAAAATTATTTGTAAGAAACGACCAATTTTATAACTCGAT CGTAACAGCCCATGCTTTTATTATAATTTTTTTCACAGTTATACCAAT CATAATTGGTGGGTTCGGAAACTGATTAGTTCCATTAATATTAGGAG CTCCAGATATAGCATTTCCACGATTAAATAATATAAGATTTTGACTT CTTCCACCTTCTCTAAGTTTACTAATTATAGGATTAAGAAAAGAAGG
66 AGCAGGAACAGGATGAACAGTATACCCACCCTTATCAACATTTTAC CATTCTGGAATTTCCGTTGATTTAACAATTTTTTCTCTTCACTTAGCA GGTATTTCATCAATTTTAGGAGCTCTAAATTTCATTACGACTATTAT AAATTTAAAAAGAAAAGATTTATCAGCAGAAAAAATAAGTTTATTT GTTTGATCAGTAATATTAACAGCCATTCTATTATTATTATCTTTACCA GTTTTAGCAGGAGCTATCACTATACTTTTAACAGATCGAAATTTAAA CACGTCTTTTTTCGATCCCAGAGGAGGAGGAGATCCAGTTTTATACC AACATTTATTCTGATTTT 7. Thrips hawaiiensis TCATAAAGATATTGGAATCCTATATTTCATTTTTGGATTTTGATCAG GATTAATAGGACTTTCATTAAGAATAATTATCCGATTAAATTTACGA ACGTCAATAAAGCTTTATGTTAGAAACGATCAATTTTATAATTCAAT TGTAACAGCACACGCATTCATTATAATTTTTTTTACAGTAATACCAA TTATAATTGGAGGATTTGGAAACTGATTAGTTCCACTAATATTAGGA GCACCAGATATAGCATTCCCACGATTAAACAATATAAGATTTTGAC TTCTACCCCCATCATTAACACTTTTAATTATAGGATTGATAAAAGAA GGAGCTGGAACAGGATGAACAGTATACCCACCTTTATCAACTTTTT ATCATTCAGGAAACTCAGTAGATTTAACAATTTTTTCGCTTCATCTA GCAGGTATTTCATCTATTTTAGGAGCATTAAATTTTATTACCACAAT CATTTAATTTAAAAGCCAAAAAAATCTCAACAGAAAAAATTAGATT ATTTGTCTGATCAGTTATATTAACAGCAATTCTACTTCTTTTATCTCT ACCAGTTTTAGCAGGAGCTATTACAATACTTTTAACAGGATCGAAA TTTAAATACTTCTTTTTTTGATCCTAGAGGAGGTGGAGATCCAGTTT TATATCAACATTTATTCTGATTTTTTGGTCACCTG 8. Thrips parivispinus TAATTTTATACTTCATTTATGGATTTTGATCAGGTATATTAGGTTTAT CATTAAGAATAATCATTCGATTAAACCTACGAGTATCCATAAAACT ATATGTGAGAAATGATCAATTTTATAATTCAATTGTAACAACCCATG CATTCATTATAATTTTCTTTACAGTTATACCAATCATAATCGGTGGA TTCGGAAATTGGATTAGTTCCATTAATACTTGGAGCACCAGATATAG CATTCCCACCATTAAACAACATAAGATTTTGACTTTTACCTCCATCA TTAATCTTATTAATTATAGGATTAATAAAAGAGGGAACAGGAACAG GATGAACAGTTTATCCACCCTTATCAACATTTTATCATGCAGGAATA TCAGTAGAATTAACTATCTTCTCTCTACACTTAGCAGGAATTTCATC CATTCTAGGAGCATTAAATTTTATTACAACTATTCTAAATTTAAAAA ATGAAAATATACCAATAGAAAAAACAAGCTTTATTTGTTTGAACCA GTATTTTTAACAGCAATCTCATCATTATTATCACTTCCAGTTTTAGCC GGAGCCATTACTATACTTTTAACAGATCGAAATTCAACACATCATTT TTTGATCCTAGAGGAGGAGGAGATCCAGTTCTTTATCAACACTTATT TTGATATTTTG
67 Lampiran 3 Sekuens asam amino DNA mtCOI trips 1. Gynaikothrips uzeli KWMLIQCRVPSSRRIKITSIKISINWKYCWSSCWNWWRWWWKKRCY YWRPNKWSKIFYIYVWYIETSWWKIYRSWWRRSTSNMWSNSSWINR YSSCLGSWRRIFSSSSSWPLFNYYTWKWWKWRRRKQSKSYIIYRRSNT YQDFLIWQELINFQILVLWWVWLWNRLLWKHDLLLWRYRIVLIKKYS QAELILIGWLILWIIHKFQIRTPYYTYNW 2. Haplothrips ganglbaueri GFWSGICGLFISLIIRLELRQPGNIFLSGQSYNVIVTNHAFIIIFFTIIPIIIGG FGNWLVPIILGSPDICYPRINNIRFWLLPPSLFLLLFRIILEGGSGTGWTV YPPLSSLRTGISVDITIISLHIAGVSSLLGSINFISTIFNISNIKMEYFTLFVW SIVVTSLLLLLSLPVLAGALTILLVDRNLNTSYFDPSGGGDPT 3. Pseudophilothrips ichini STKYNDIGILYFILGFWSGICGLFIRLIIRLELIHPGNIFLSGQSWKVIVTN HALIIIFFTIIPIIWGVLEIDWSLLYWKDLIYVPMDKWYKNLDYYLLLYF YYWQKYWLKKLQEQVELFSSFYFHWLKELQLIYKLIFWIIAGLSSLLG WINFISLIFINPTLNIEILPYLVWSVLHAFFLLYLLLFWQDAWHILLVDEI LNNIYFSFWGRRAPFIPTFVLISRSPWSLTW 4. Ceratothripoides brunneus IYPRINNIRFWLLPPSLILIIIRLSKEGSGTGWTVYPPLSTFYHSTIRVDYTI FSLHLAGISSIIGALNFITTIFNILPKKLGQDKVPLFVWSVNLTAILLLLSL PVLAGAITIVLTDRNL 5. Megalurothrips usitatus AFPRLNNIRFWLLPPSITLLLIGLSKEGAGTGWTVYPPLSTFYHSGTSVD LTIFSLHLAGISSILGALNFIVTILNLKTKKLRSDKTTLFVWSVLLTAILLL LSLPVLAGGITMLLTDRNL 6. Thrips alliorum AFPRLNNIRFWLLPPSLSLLIIGLRKEGAGTGWTVYPPLSTFYHSGISVD LTIFSLHLAGISSILGALNFITTIINLKRKDLSAEKISLFVWSVILTAILLLL SLPVLAGAITILLTDRNL 7. Thrips hawaiiensis AFPRLNNIRFWLLPPSLTLLIIGLIKEGAGTGWTVYPPLSTFYHSGNSVD LTIFSLHLAGISSILGALNFITTIIWFKSQKNLNRKNWIICLISYINSNSTSFI STSFSRSYYNTFNRIEI 8. Thrips parvispinus AFPRLNNIRFWLLPPSLILLIIGLIKEGAGTGWTVYPPLSTFYHAGISVDL TIFSLHLAGISSILGALNFITTILNLKNENIPIEKTSLFVWSVFLTAILLLLS LPVLAGAITILLTDRNL
68 Lampiran 4 Gejala serangan G. uzeli, H. ganglbaueri, dan P. ichini
a
b
c
d
e Keterangan:
Gejala serangan (a,b). G. uzeli pada tanaman beringin, (c,d). P.ichini pada tanaman pala, (e) H. ganglbaueri pada tanaman seruni laut.
69 Lampiran 5 Bunga Thunbergia
Warna tubuh betina bicolour
Warna tubuh betina coklat atau coklat tua
Warna tubuh hitam kemerahan
Antena 7 ruas
Antena 8 ruas
Organ sensori pada antena menggarpu
Seta oseli muncul pada garis segitiga oseli
Seta oseli muncul didalam garis segitiga oseli
Seta oseli muncul diluar garis segitiga oseli
Tergit abdomen betina ruas VIII tidak terdapat mikrotrikia atau crespendum Tergit abdomen betina ruas VIII terdapat mikrotrikia atau crespendum tapi tidak lengkap Tergit abdomen betina ruas VIII terdapat mikrotrikia atau crespendum lengkap Tidak ada venasi sayap
Ada lengkungan pada sayap depan
Tergit abdomen dengan 2 atau lebih pasang seta
Segmen abdomen ruas ke IX seperti tabung dan pendek
Pronotum dengan 5 pasang seta yang berkembang
Pronotum kurang dari 5 pasang seta yang berkembang
Seta s1 dan s2 pada abdomen ruas ke IX sama panjang
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
15
16
17
18
19
20
14
13
12
Karakter Morfologi Warna tubuh betina kuning
NO 1
0
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0 0
H. ganglbaueri
G. uzeli
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
P. ichini
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
0
C. brunneus
Lampiran 6 Matrix karakter morfologi delapan spesies trips subordo Tubulifera dan Terebrantia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
0
T. alliorum
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
T. hawaiiensis
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
T. parvispinus
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
0
0
1
0
0
M. usitatus
70
1 ID 0.099 0.099 0.368 0.368 0.373 0.330 0.317 0.350 0.403 0.375 0.392 0.374 0.374
3
ID 0.377 0.377 0.382 0.353 0.345 0.379 0.382 0.355 0.355 0.353 0.353
2
ID 0.000 0.377 0.377 0.382 0.353 0.345 0.379 0.382 0.355 0.355 0.353 0.353 ID 0.000 0.006 0.269 0.247 0.266 0.327 0.297 0.284 0.291 0.291
4
ID 0.006 0.269 0.247 0.266 0.327 0.297 0.284 0.291 0.291
5
Jarak genetik trips subordo Terebrantia
ID 0.278 0.256 0.275 0.327 0.297 0.284 0.301 0.301
6
ID 0.036 0.075 0.252 0.222 0.222 0.206 0.206
7
ID 0.073 0.235 0.206 0.206 0.183 0.183
8
ID 0.249 0.219 0.209 0.201 0.201
9
ID 0.024 0.036 0.225 0.225
10
ID 0.012 0.196 0.196
11
ID 0.197 0.197
12
ID 0.000
13
ID
14
Keterangan : 1. C.brunneus, 2. C.brunneus Kny,3. C.brunneus Afsel, 4. M.usitatus Ina, 5. M.usitatus Chn, 6. M. usitatus Ind, 7. T. hawaiiensis Ind, 8. T. hawaiiensis Chn, 9. T. hawaiiensis Ina, 10. T. parvispinus Ina, 11. T. parvispinus Ina Gene Bank, 12. T. parvispinus Ind, 13. T. alliorum Ina, 14.T. alliorum Ina.
Spesies 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lampiran 7
71
72
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 25 Maret 1989 sebagai putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Nasrudin dan Suciati, S.Pd.AUD. Penulis memperoleh pendidikan sekolah menengah atas di SMA N 08 Jambi lulus tahun 2007. Pada tahun yang sama diterima di Universitas Jambi Program Studi Pendidikan Biologi dan lulus tahun 2012. Pada tahun 2013 penulis menerima beasiswa Fresh Graduate Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi (Dikti), dan berkesempatan melanjutkan pendidikan Magister Sains program studi Entomologi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Tahun 2015 penulis pernah menjadi pemakalah pada kongres ke IX Perhimpunan Entomologi Indonesia di Malang.