KAJIAN POTENSI DAN REALISASI PENERIMAAN PENDAPATAN RETRIBUSI PARKIR TEPI JALAN (ON-STREET) KOTA BANDA ACEH Muhammad Syaifuddin Ambia ∗), Ria A. A. Soemitro **) dan Retno Indriyani **) Program Magister Teknik Bidang Keahlian Manajemen Aset FTSP - ITS E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Parkir on-street merupakan faktor penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas, tetapi dengan manajemen pengelolaan yang profesional merupakan sumber potensial Pendapatan Asli Daerah. Permasalahan yang sering terjadi dalam pengelolaan parkir on-street terutama di Kota Banda Aceh adalah adanya perbedaan potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir on-street. Penelitian ini mengamati adanya korelasi antara potensi dengan selisih potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir on-street serta seberapa besar nilai selisih tersebut dengan melibatkan variabel prediktor; potensi parkir mobil (X1), potensi parkir sepeda motor (X2) dan nilai selisih (Y) merupakan variabel kriterion. Analisis menggunakan korelasi product moment pearson dan regresi berganda serta menyusun perumusan strategi untuk mengurangi besarnya nilai selisih tersebut dengan analisis SWOT. Hasil penelitian terdapat korelasi positif dan signifikan antara potensi dengan selisih, nilai r = 0,839, R2= 0,705; Y’ = -14183,2 + 0,299 X1 + 0,376 X2, F = 13,124 sig = 0,001; (X1) t = 2,054 sig = 0,064; (X2) t = 1,966 sig = 0,075. Perumusan strategi turn around yang sebaiknya diterapkan: 1). Meningkatkan kemampuan SDM pengelola parkir; 2). Meningkatkan kontrol dan monitoring; 3). Meninjau ulang pemakaian karcis Parkir; 4). Menyediakan seragam/identitas jukir serta melengkapi dan memelihara sarana fasilitas parkir; 5). Melakukan analisa terhadap potensi parkir; 6). Membuat petunjuk pelaksanaan/teknis terhadap jukir dan lokasi parkir; 7). Melakukan peninjauan ulang terhadap Qanun Kota Banda Aceh No. 11 Tahun 2007. Kata Kunci : Parkir On-street, Retribusi, Korelasi, Regresi berganda, Strategi. PENDAHULUAN Ketiadaan fasilitas parkir (pelataran atau gedung) di kawasan tertentu dalam Kota Banda Aceh, menyebabkan badan jalan menjadi tempat parkir. Pada umumnya kendaraan yang parkir di badan jalan berada sekitar tempat atau pusat kegiatan seperti: perkantoran, sekolah, pusat kegiatan ekonomi atau pusat perdagangan/kawasan CBD (Central Business District). Bertambahnya pemanfaatan badan jalan sebagai fasiliatas parkir on-street salah satunya adalah akibat dari pelebaran ruas jalan dan perubahan arah arus lalu lintas pada kawasan tertentu. Keberadaan parkir tepi jalan (on-street) ini diusahakan sedemikian rupa dan pelaksanaannya secara legal telah diatur melalui undang-undang dan ketetapan peraturan pemerintah serta peraturan daerah. Pada era otonomi daerah, hal demikian sangat wajar, karena pemerintah daerah telah diberi keleluasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri serta diharapkan mampu mengelola dan memaksimalkan sumber daya yang ada di daerah untuk kelangsungan dan kemajuan daerahnya sendiri. Untuk membawa daerah pada derajat otonomi yang berarti dan mengarah pada kemandirian daerah, faktor kemampuan keuangan daerah merupakan ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi, self supporting keuangan merupakan salah satu bobot penyelenggaraan otonomi ini artinya daerah otonom memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadahi membiayai penyelenggaraan pembangunan daerah. Dukungan keuangan ini ditandai dengan semakin besarnya nilai PAD dan semakin menurunkan dukungan pusat dalam bentuk sumbangan/bantuan. Sumber Pendapatan Asli Daerah diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah dimana daerah diberi kewenangan untuk melaksanakan pemungutan berbagai jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Hal ini digunakan untuk meningkatkan pendapatan daerah dalam upaya pemenuhan kebutuhan daerah. Disini perlu dipahami oleh masyarakat bahwa pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah ini sebagai sumber penerimaan yang dibutuhkan oleh daerah ∗) **)
Mahasiswa Pascasarjana FTSP ITS - Surabaya Dosen Teknik Sipil FTSP - ITS Surabaya
B-1 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Dimana untuk mengatur tentang pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 yang telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang aturan pelaksanaannya berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1997 tentang Retribusi Daerah. Pemanfaatan aset jalan yang dipergunakan untuk fasilitas parkir on-street perlu dilkelola seoptimal mungkin. Kendala pengelolaan parkir sering terjadi terutama karena adanya perbedaan potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir pada saat operasional di lapangan. Salah fungsi dari manajemen pengelolaan parkir on-street adalah dengan menekan tingkat perbedaan potensi dengan tingkat perbedaan antara potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir tersebut. Hal ini penting dilaksanakan guna memaksimalkan kinerja perparkiran. Konsekuensi logis terhadap hal tersebut adalah perlunya diadakan langkah awal melalui analisis potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi di sektor parkir on-street. Pengelolaan parkir on-street sangat potensial untuk mendatangkan nilai lebih dari segi keuangan jika dilakukan dengan manajemen yang baik. Dalam pelaksanaannya pada era otonomi daerah mempunyai konsekuensi berupa perlunya usaha-usaha untuk menggali potensi potensi PAD guna meningkatkan penerimnaan Pemerintah Kota Banda Aceh. Salah satu usaha dilakukan dengan mengetahui potensi nyata sumber-sumber PAD dari pendapatan retribusi parkir on-street di Kota Banda Aceh. Upaya-upaya daerah ini sebagai implementasi dari berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pelaksnaan otonomi daerah, yaitu : pertama, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, telah memberikan keleluasaan otonomi dan kewenangan yang luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, kedua, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, menegaskan bahwa untuk menyelenggarakan otonomi daerah perlu penyediaan sebagian pembiayaan dengan memeperhatikan seluruh potensi, kondisi serta kebutuhan daerah yang sejalan dengan kewajiban pembagian keuangan, dan ketiga adanya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang memungkinkan peluang untuk menggali beberapa sumber-sumber pendapatan daerah. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui karakteristik parkir pada Kawasan Pusat Bisnis/Pusat Kota Lama dan Kawasan Mesjid Raya Baiturrahman di Kota Banda Aceh. 2. Untuk mengetahui besarnya potensi serta nilai selisih antara potensi dan realisasi penerimaan retribusi parkir tepi jalan pada Kawasan Pusat Bisnis/Pusat Kota Lama dan Kawasan Mesjid Raya Baiturrahman di Kota Banda Aceh. 3. Untuk megetahui sejauh mana kolerasi perbedaan potensi dengan selisih antara potensi dan realisasi penerimaan retribusi parkir tepi jalan pada Kawasan Pusat Bisnis/Pusat Kota Lama dan kawasan Mesjid Raya Baiturrahman di Kota Banda Aceh baik parkir untuk mobil maupun untuk parkir sepeda motor. 4. Merumuskan strategi pengelolaan dalam mengurangi besarnya nilai selisih antara potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir. METODOLOGI PENELITIAN Berdasarkan latar belakang dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Ruas jalan yang menjadi lokasi penelitian adalah : 1. Kawasan Pusat Bisnis/Pusat Kota Lama, Kota Banda Aceh, yaitu: 1. Jalan T. P. Polem, dengan tipe jalan 4 lajur – 2 arah terbagi (4/2 UD), lebar jalur lalu lintas total 21,0 m, dan fungsinya sebagai jalan arteri sekunder, untuk lokasi dengan fungsinya sebagai jalan arteri sekunder, lokasi parkir dan berhenti kendaraan dibatasi (Munawar, 2006); 2. Jalan Khairil Anwar, dengan tipe jalan 2 lajur – 1 arah (2/1), lebar jalur lalu lintas total 10,5 m, dan fungsinya sebagai jalan kolektor; 3. Jalan Sri Ratu Safiatuddin, dengan tipe jalan 2 lajur – 2 arah (2/2 UD), lebar jalur lalu lintas total 10,5 m, dan fungsinya sebagai jalan kolektor. 2. Kawasan Mesjid Raya Baiturrahman, Kota Banda Aceh, yaitu: 1. Jalan Moh Jam, dengan tipe jalan 2 lajur – 1 arah (2/1), lebar jalur lalu lintas total 10,5 m, dan fungsinya sebagai jalan kolektor; 2. Jalan KHA. Dahlan, dengan tipe jalan 2 lajur – 1 arah (2/1), lebar jalur lalu lintas total 10,5 m, dan fungsinya sebagai jalan kolektor; 3. Jalan Diponegoro, dengan tipe jalan 2 lajur – 1 arah (2/1), lebar jalur lalu lintas total 10,5 m, dan fungsinya sebagai jalan kolektor.
B-2 ISBN : 978-979-18342-2-3
1.
2.
3.
4.
Tahapan dalam penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: Studi kepustakaan yang dilakukan meliputi pengumpulan teori, informasi dan penelitian terdahulu, yang akan dijadikan pedoman untuk menentukan variabel/indikator atau aspek penelitian, serta menjadi dasar dalam membuat kuisioner yang akan diajukan kepada responden. Selanjutnya dilakukan kajian terhadap beberapa NSPM (Norma, Standar, Pedoman, dan Manual) berkaitan dengan perumusan masalah untuk mendapatkan pedoman yang sesuai dengan objek dan tujuan penelitian. Melakukan pra survey pada lokasi parkir on-street kondisi eksisting untuk mengetahui keadaan lapangan dan memudahkan dalam menyusun strategi serta menentukan penempatan surveyor dalam mengumpulkan data primer yang diperlukan. Dari pengamatan pra survey ini ditentukan aktifitas parkir per-minggu dalam satu bulan dimana kendaraan memerlukan ruang parkir, juga untuk menentukan waktu survey dalam satu hari, kemudian dipersiapkan semua peralatan yang diperlukan dalam melakukan survey. Pada waktu yang telah ditentukan survey untuk pengumpulan data primer dilaksanakan dalam kurun waktu yang berdekatan pada seluruh lokasi parkir on-street yang dijadikan sampel. Dalam pengumpulan data survey dilakukan selama 1 (satu) minggu untuk tiap kawasan, dengan asumsi aktifitas ekonomi bisnis dan masyarakat adalah sama/homogen (mencerminkan tren jangka panjang). Pengumpulan data sekunder dan primer dilakukan dengan studi literatur, metode survey, pengamatan langsung, dokumentasi, wawancara/asistensi dengan pengelola dan instansi terkait, dan kuisioner untuk menentukan strategi pengelolaan dalam mengurangi tingginya nilai selisih antara potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir on-street. Data primer didapatkan dengan cara survey langsung di lapangan. Cara yang dilakukan dalam pengambilan data di lapangan pada penelitian ini yaitu: 1) Pencatatan nomor polisi kendaraan, jam masuk kendaraan, jam keluar kendaraan dengan pengamatan langsung untuk data yang dipergunakan mengukur potensi parkir on-street. Dalam pengambilan data primer ini ditempatkan 24 personil pengamat. Tabel 1
Lokasi Pengamatan Parkir On-street Kota Banda Aceh Panjan Sub Jenis g Area Sekto Lokasi Kawasan Kendaraan r (m) E1 Nagamas s/d Desember Mobil 30 Gunung Salju s/d Indah E10 Mobil 40 Video Depan Nasi Goreng Sepeda E11 15 Iskandar Motor Sepeda E12 BCA s/d AW 20 Motor Varitech s/d Money Sepeda E27 15 Changer Motor Pusat Bisnis/Pusat Apotek Ratu Farma s/d Sepeda E28 15 Kota Lama Aniem Motor Coty Babyshop s/d E29 Mobil 25 Daihatsu Harmoni Gorden s/d E24 Mobil 20 RM. Panca Putra M Fashion s/d E25 Mobil 25 Sejahtera Utama Rujak Laura s/d Rujak Sepeda E26 15 Aceh Motor Sepeda 15 C1 Metro Market Motor C6 Mangga Dua Mobil 30 Mesjid Raya C10 Mewah s/d Marisa Mobil 30 Baiturrahman Sepeda C11 Pasar Aceh 20 Motor C23 Asahi s/d Baka II Mobil 40
Waktu Operasi (Jam) 11
Setiap Hari
11
Setiap Hari
11
Setiap Hari
13
Setiap Hari
11 11 11 11 11
Keterangan
Sabtu dan Minggu s/d jam 18.00 Minggu s/d jam 19.00 Sabtu dan Minggu s/d jam 17.00 Sabtu dan Minggu s/d jam 18.00 Sabtu dan Minggu s/d jam 19.00
11
Setiap Hari
13
Setiap Hari
13 11
Setiap Hari Setiap Hari
11
Setiap Hari
13
Setiap Hari
B-3 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
C25
BNI
C28
Zikra s/d Jualan Jeruk
C15 C18 C19
Monica Elektronik s/d Optik Hollywood Serba Mesin s/d Aneka Musik Apotik Citra s/d Zahra Besi
Mobil Sepeda Motor Sepeda Motor
25
11
15
13
15
13
Mobil
30
13
Sepeda Motor
15
13
Setiap Hari Minggu s/d jam 18.00 Minggu s/d jam 19.00 Setiap Hari Minggu s/d jam 19.00
Sumber: Hasil Survey
5.
6.
2) Wawancara terbuka dengan narasumber, dilakukan untuk mendapatkan data pendukung penelitian. 3) Kuisioner, ini akan dilakukan kepada ekspert yaitu orang-orang yang memiliki kewenangan sebagai pengambil keputusan strategis dalam pengelolaan parker on-street. Setelah data sekunder dan data primer diperolah dilakukan analisa terhadap karakeristik parkir dilokasi yang menjadi sampel sehingga menghasilkan nilai potensi ekonomi berdasarkan tarif yang berlaku sesuai Qanun No. 11 Kota Banda Aceh tentang retribusi parkir di tepi jalan umum terhadap kondisi eksisting parkir yang kemudian dibandingkan dengan nilai realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir on-street. Selanjutnya dari perbedaan tersebut didapat nilai selisih antara potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir on-street yang akhirnya diperoleh dirumuskan dalam bentuk korelasi perbedaan antara potensi dengan selisih antara potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir on-street. Potensi parkir mobil (𝑋𝑋1 )
Potensi parkir on-street (X)
Potensi parkir sepeda motor (𝑋𝑋2 ) Gambar 1
Selisih antara potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parker on-street (Y)
Skema Dasar Hipotesis
Rumusan secara statistik hipotesis pada penelitian ini adalah: - Hipotesis nolnya adalah: 𝐻𝐻0 : 𝛽𝛽1 = 𝛽𝛽2 = 0 - Hipotesis alternatifnya adalah: 𝐻𝐻1 : tidak semua 𝛽𝛽𝑆𝑆 ≠ 0 Uji hipotesis terpisah meliputi: - Untuk variabel potensi parkir mobil: 𝐻𝐻0 ∶ 𝛽𝛽1 ≤ 0 𝐻𝐻1 ∶ 𝛽𝛽1 > 0 - Untuk variabel potensi parkir sepeda motor: 𝐻𝐻0 ∶ 𝛽𝛽2 ≤ 0 𝐻𝐻1 ∶ 𝛽𝛽2 > 0
7.
Setelah nilai selisih dan korelasi perbedaan antara potensi dengan selisih antara potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir on-street dan analisis terhadap kuisioner diperoleh, baru dilakukan perumusan strategi pengelolaan dalam mengurangi besarnya nilai selisih antara potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir on-street. Strategi manajemen yang diperoleh selanjutnya diuraikan menjadi strategi-strategi alternatif menggunakan Matrik SWOT (Strengths– Weaknesses–Opportunities–Threats) yaitu dengan cara mengkombinasikan faktor-faktor internal yang dimiliki dan faktor-faktor eksternal yang dihadapi.
B-4 ISBN : 978-979-18342-2-3
HASIL DAN DISKUSI Berdasarkan kendaraan masuk dan keluar pada data potensi fisik, dapat dianalisa parkir per jam dalam satu hari, parkir per hari dalam satu minggu penelitian dan karakteristik parkir yaitu akumulasi parkir, durasi parkir, turn-over parkir, indeks parkir, kapasitas parkir statis, kapaitas parkir dinamis dan probabilitas penolakan melalui tabulasi data berikut ini. 1. Karakteristik Parkir Tabel 2
Volume Harian Parkir On-street Pada Lokasi Pengamatan Jumlah Kendaraan Pada Tanggal Pengamatan Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Sub 11-Jan12-Jan13-Jan14-Jan16-JanSektor 15-Jan-10 10 10 10 10 10 (Unit) (Unit) (Unit) (Unit) (Unit) (Unit) E1 171 206 129 183 131 94 E10 223 197 168 149 110 89 E11 253 166 186 214 159 120 E12 697 566 530 542 314 94 E27 116 96 80 106 83 71 E28 185 148 129 104 94 79 E29 184 164 141 132 117 84 E24 118 139 106 90 58 45 E25 145 158 103 106 76 59 E26 214 179 156 157 134 104 C1 214 168 151 189 109 228 C6 142 152 180 125 99 182 C10 93 73 68 81 51 107 C11 197 223 277 258 146 413 C23 234 259 171 187 85 126 C25 151 105 132 95 58 139 C28 130 118 108 74 60 82 C15 206 170 194 164 102 157 C18 218 226 193 156 88 110 C19 194 185 154 137 152 146 Sumber: Hasil Analisis Tabel 3
Sub Sekt or
E1 E10 E11 E12 E27 E28 E29 E24 E25 E26 C1 C6
Minggu 17-Jan10 (Unit) 69 73 88 67 41 48 40 49 36 78 237 134 137 566 107 116 73 94 70 66
Frekuensi Kendaraan Parkir On-street Perjam Tertinggi dan Terendah Jumlah Kendaraan Pada Tanggal Pengamatan Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu 11-Jan-10 12-Jan-10 13-Jan-10 14-Jan-10 15-Jan-10 16-Jan-10 R T T R R T T R R T R (U T (Uni (Uni (Uni (Uni (Uni (Uni (Uni (Uni (Uni (Uni (Unit) nit t) t) t) t) t) t) t) t) t) t) ) 20 10 34 6 17 3 22 7 20 0 12 2 24 11 22 5 20 6 22 3 22 0 12 3 39 9 24 6 42 2 33 4 32 0 23 3 73 14 68 10 65 19 69 14 43 0 11 2 23 2 15 1 20 2 17 2 16 0 13 5 25 4 24 4 33 3 23 2 15 0 12 5 23 4 25 3 20 3 18 1 19 0 18 6 16 3 17 5 14 5 15 3 12 0 8 3 19 4 20 4 12 1 17 2 14 0 10 4 38 3 33 2 25 1 26 3 29 0 17 3 31 6 22 5 19 3 27 6 16 0 25 5 16 5 17 4 18 9 15 4 17 0 20 5
Jumlah
983 1009 1185 2811 594 787 862 604 682 1022 1295 1013 611 2080 1169 795 646 1087 1060 1034
Minggu 17-Jan-10 T (Uni t)
R (Uni t)
12 11 15 14 7 9 7 8 6 14 23 18
2 3 2 1 3 2 3 4 1 3 8 4
B-5 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
C10 17 3 8 C11 27 9 32 C23 26 7 27 C25 19 5 16 C28 19 4 16 C15 32 7 27 C18 30 5 32 C19 32 6 26 T: Tertinggi; R: Terendah Sumber: Hasil Analisis
3 9 8 5 4 2 5 4
11 34 20 19 14 29 26 33
0 31 6 8 2 5 3 5
10 13 21 14 9 25 25 27
2 3 4 3 3 3 3 6
Durasi Parkir Progresif dan Durasi Parkir Efektif Volume Durasi Parkir Lokasi Parkir Progresif (Jam) (Sub Sektor) Kendaraan (Unit) 1 2 3 4 5 E1 983 937 97 0 0 0 E10 1009 961 48 0 0 0 E11 1186 842 218 111 15 0 E12 2810 2333 266 145 14 0 E27 593 582 11 0 0 0 E28 787 734 47 6 0 0 E29 862 816 43 3 0 0 E24 605 579 26 0 0 0 E25 683 648 35 0 0 0 E26 1022 948 68 6 0 0 C1 1296 1080 137 147 20 10 C6 1014 898 97 15 4 0 C10 610 564 43 3 0 0 C11 2080 1548 290 147 67 28 C23 1169 1019 118 29 3 0 C25 796 707 69 18 2 0 C28 645 507 91 37 10 0 C15 1087 915 155 13 4 0 C18 1061 964 81 12 4 0 C19 1034 851 100 50 20 13 Sumber: Hasil Analisis
7 24 12 11 10 18 11 37
0 0 0 0 0 0 0 0
17 50 17 20 11 19 16 35
4 12 6 5 2 7 2 2
21 66 23 21 12 21 12 9
3 18 1 4 4 2 0 1
Tabel 4
Pergantian Parkir (Turn Over) Pada Lokasi Parkir Volume Parkir Rata-rata Kapasitas Volume Parkir Lokasi Parkir Perhari Statis Perminggu (Sub Sektor) (Unit) (Unit) (Unit) E1 983 140 12 E10 1009 144 16 E11 1186 169 18 E12 2810 401 48 E27 593 85 18 E28 787 112 18 E29 862 123 10 E24 605 86 8 E25 683 98 10 E26 1022 146 18 C1 1296 185 18 C6 1014 145 12
Efektif (Menit) 30870 36450 69240 144885 20625 31965 33840 22395 25575 39600 66770 43455 24165 130450 52470 34800 35730 51900 45945 60120
Rata-rata 31.413 36.118 58.381 51.560 34.781 40.630 39.263 37.017 37.445 38.761 51.526 42.855 39.615 62.729 44.889 43.703 55.390 47.755 43.286 58.127
Tabel 5
Pergantian Parkir Kendaraan Perhari (Unit) 12 9 9 8 5 6 12 11 10 8 10 12
B-6 ISBN : 978-979-18342-2-3
C10 610 C11 2080 C23 1169 C25 796 C28 645 C15 1087 C18 1061 C19 1034 Sumber: Hasil Analisis
87 297 167 114 92 155 152 148
12 48 16 10 18 18 12 18
7 6 10 11 5 9 13 8
Tabel 6
Indeks Parkir Berdasarkan Akumulasi Maksimum Akumulasi Kapasitas Indeks Lokasi Parkir Maksimum Statis Parkir (Sub Sektor) (Unit) (Unit) (%) E1 12 12 100 E10 12 16 75 E11 18 18 100 Lanjutan Tabel 6 Akumulasi Kapasitas Indeks Lokasi Parkir Maksimum Statis Parkir (Sub Sektor) (Unit) (Unit) (%) E12 71 48 147 E27 14 18 77 E28 18 18 100 E29 11 10 110 E24 7 8 88 E25 10 10 100 E26 18 18 100 C1 21 18 116 C6 12 12 100 C10 15 12 125 C11 62 48 129 C23 15 16 94 C25 15 10 150 C28 18 18 100 C15 18 18 100 C18 9 12 75 C19 17 18 94 Sumber: Hasil Analisis Tabel 7
Kapasitas Parkir Statis Kebutuhan Ruang Parkir Lokasi (Sub Ruang Perkendaraan/SRP Sektor) (m) (m) E1 5,3 x 30 2,5 x 5,3 E10 5,3 x 40 2,5 x 5,3 E11 2,5 x 15 0,83 x 2 E12 5 x 20 0,83 x 2 E27 2,5 x 15 0,83 x 2 E28 2,5 x 15 0,83 x 2 E29 5,1 x 25 2,5 x 5,1 E24 5,3 x 20 2,5 x 5,3 E25 5,3 x 25 2,5 x 5,3 E26 2,5 x 15 0,83 x 2 C1 2,5 x 15 0,83 x 2
Kapasitas Maksimum Kendaraan (Unit) 12 16 18 48 18 18 10 8 10 18 18
B-7 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
C6 5,3 x 30 C10 5,3 x 30 C11 5 x 20 C23 5,3 x 40 C25 5,3 x 25 C28 2,5 x 15 C15 2,5 x 15 C18 5,3 x 30 C19 2,5 x 15 Sumber: Hasil Analisis
2,5 x 5,3 2,5 x 5,3 0,83 x 2 2,5 x 5,3 2,5 x 5,3 0,83 x 2 0,83 x 2 2,5 x 5,3 0,83 x 2
Kapasitas Parkir Dinamis Kapasitas Waktu Lokasi (Sub Statis Operasi Sektor) (Unit) (Jam) E1 12 11 E10 16 11 E11 18 11 E12 48 13 E27 18 11 E28 18 11 E29 10 11
12 12 48 16 10 18 18 12 18
Tabel 8
Durasi Parkir Rata-Rata (Jam) 0.524 0.602 0.973 0.859 0.580 0.677 0.654
Kapasitas Dinamis (Unit) 252 292 204 729 343 294 168
Durasi Parkir Rata-Rata (Jam) 0.617 0.624 0.646 0.859 0.714 0.660 1.045 0.748 0.728 0.923 0.796 0.721 0.969
Kapasitas Dinamis (Unit) 143 176 308 274 218 200 507 278 151 254 295 216 243
Lanjutan Tabel 8 Kapasitas Statis (Unit) E24 8 E25 10 E26 18 C1 18 C6 12 C10 12 C11 48 C23 16 C25 10 C28 18 C15 18 C18 12 C19 18 Sumber: Hasil Analisis Lokasi (Sub Sektor)
Tabel 9 Sub Sektor E1 E10 E11 E12 E27 E28 E29 E24 E25 E26
Waktu Operasi (Jam) 11 11 11 13 13 11 11 13 11 13 13 13 13
Probabilitas Penolakan Parkir Kendaraan Durasi Tingkat Traffic Kapasitas Rata-rata Kedatangan Load Statis (Menit) (Kend/Jam) (Unit) (Unit) 31 13 7 12 36 13 8 16 58 15 15 18 52 31 27 48 35 8 4 18 41 10 7 18 39 11 7 10 37 8 5 8 37 9 6 10 39 13 9 18
Probabilitas Penolakan (%) 2.71 0.45 8.62 0.01 0.00 0.02 7.87 7.00 4.31 0.29
B-8 ISBN : 978-979-18342-2-3
C1 52 C6 43 C10 40 C11 63 C23 45 C25 44 C28 55 C15 48 C18 43 C19 58 Sumber: Hasil Analisis
14 11 8 27 13 10 7 12 12 11
12 8 5 28 10 8 7 10 8 11
18 12 12 48 16 10 18 18 12 18
2.65 5.14 0.34 0.02 2.23 12.17 0.02 0.71 5.14 1.48
Tabel 10 Data Potensi Fisik, Potensi Ekonomi, Realisasi Setoran dan Selisih Potensi dengan Realisasi Kawasan Pusat Bisnis Parkir Mobil Parkir Sepeda Motor Hari/Tanggal Pf Pe Rs Sh Pf Pe Rs Sh
Jumlah Selisih
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Senin/11 Jan 2010 Selasa/12 Jan 2010 Rabu/13 Jan 2010 Kamis/14 Jan 2010 Jumat/15 Jan 2010 Sabtu/16 Jan 2010 Minggu/17 Jan 2010
841 864 647 660 492 371
294350 302400 226450 231000 172200 129850
211500 196000 174500 174000 147500 108500
82850 106400 51950 57000 24700 21350
1465 1155 1081 1124 785 468
256375 202125 189175 196700 137375 81900
171500 153000 152000 154250 114250 65000
84875 49125 37175 42450 23125 16900
10 = (5+9) 167725 155525 89125 99450 47825 38250
266
93100
74250
18850
322
56350
45000
11350
30200
4141
1449350
1086250
363100
6400
1120000
855000
265000
628100
Lanjutan Tabel 10
Pf
Kawasan Mesjid Raya Baiturrahman Parkir Mobil Parkir Sepeda Motor Pe Rs Sh Pf Pe Rs
Sh
1
2
3
4
Senin/11 Jan 2010 Selasa/12 Jan 2010 Rabu/13 Jan 2010 Kamis/14 Jan 2010 Jumat/15 Jan 2010 Sabtu/16 Jan 2010 Minggu/17 Jan 2010
836 815 744 644 382 664
292600 285250 260400 225400 133700 232400
215000 230500 165000 162500 92750 148000
564
197400
4649
1627150
Hari/Tanggal
5
6
7
8
9
77600 54750 95400 62900 40950 84400
942 865 884 821 569 1026
164850 151375 154700 143675 99575 179550
99500 93500 91000 88500 58250 107000
65350 57875 63700 55175 41325 72550
118000
79400
1035
181125
114000
67125
1131750
495400
6142
1074850
651750
423100
Jumlah Selisih 10 = (5+9) 142950 112625 159100 118075 82275 156950 146525 918500
Pf = Potensi Fisik Pe = Potensi Ekonomi Rs = Realisasi Penerimaan Pendapatan Sh = Selisih Pe dengan Rs Sumber: Hasil Analisis 2. Analisa Korelasi dan Regresi Berganda Dari data Potensi Fisik, Potensi Ekonomi, Realisasi Setoran dan Selisih Potensi dengan Realisasi didapat selisih seperti pada tabel berikut ini untuk menentukan nilai pada masing-masing variabel.
B-9 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 11 Data Nilai Pada Masing-masing Variabel N X1 X2 Y Senin/11 Jan 2010 294350 256375 167725 Selasa/12 Jan 2010 302400 202125 155525 Rabu/13 Jan 2010 226450 189175 89125 Kamis/14 Jan 2010 231000 196700 99450 Jumat/15 Jan 2010 172200 137375 47825 Sabtu/16 Jan 2010 129850 81900 38250 Minggu/17 Jan 2010 93100 56350 30200 Senin/11 Jan 2010 292600 164850 142950 Selasa/12 Jan 2010 285250 151375 112625 Rabu/13 Jan 2010 260400 154700 159100 Kamis/14 Jan 2010 225400 143675 118075 Jumat/15 Jan 2010 133700 99575 82275 Sabtu/16 Jan 2010 232400 179550 156950 Minggu/17 Jan 2010 197400 181125 146525 X1 = Potensi parkir mobil X2 = Potensi parkir sepeda motor Y = Selisih Potensi dgn Realisasi Sumber: Hasil Analisis Dengan menggunakan SPSS berdasarkan data pengamatan pada masing-masing variabel tentang potensi dan selisih antara potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 12 Model Summary Model Summaryb Model 1
R R Square a .705 .839
Adjusted R Square .651
Std. Error of the Estimate 26219.816
DurbinWatson .340
a. Predictors: (Constant), X2, X1 b. Dependent Variable: Y
Sumber: Hasil Analisis Dari Tabel 12 Model Summary dapat diketahui bahwa: 1. Nilai Durbin Watson adalah sebesar 0,340 dan berada dalam selang ± 2, maka mengindikasikan tidak terjadi autokorelasi. 2. Nilai Koefisien korelasi (r) yang dihasilkan sebesar 0,839 yang berarti besarnya kemampuan potensi parkir mobil (X1) dan potensi parkir sepeda motor (X2) dalam memprediksi jumlah selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir adalah sebesar 83,9%. Sedangkan sisanya 26,1% dijelaskan oleh faktor lainnya. 3. Nilai Koefisien Korelasi Ganda atau koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan adalah sebesar 0,705 yang berarti besarnya korelasi ganda potensi parkir mobil (X1) dan potensi parkir sepeda motor (X2) dengan jumlah selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir adalah sebesar 70,5% (kuat).
B-10 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 13 Anova (Analysis of Variance) ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 1.80E+10 7.56E+09 2.56E+10
df 2 11 13
Mean Square 9022729476 687478731.7
Sig. .001a
F 13.124
a. Predictors: (Constant), X2, X1 b. Dependent Variable: Y
Sumber: Hasil Analisis Uji F atau uji anova digunakan untuk menghitung secara global atau serentak antara potensi parkir On-street (X1 dan X2) dengan tingkat atau jumlah selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir On-street (Y). Dalam pengujian secara global ini akan ditentukan apakah semua variabel bebas memiliki koefisien bersih regresi nol, atau dapatkah besar dari varians yang dapat dijelaskan R2 terjadi secara tidak sengaja. Pengujian hipotesis untuk: H0 : β1 = β2 = 0 H1 : tidak semua βs = 0 Pengambilan keputusan adalah menolak H0, bahwa semua koefisien regresi bernilai nol jika Sighitung ≤ α. Nilai Fhitung sebesar 13,124 dengan tingkat signifikan sebesar 0,001 (sig < 10%) yang berarti potensi parkir mobil dan potensi parkir sepeda motor secara simultan berpengaruh signifikan terhadap jumlah selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir, maka model regresi dapat dipakai untuk memprediksikan jumlah selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir. Maka hipotesisnya adalah tolak H0 dan terima H1. Tabel 14 Koefisien Regresi Coefficientsa
Model 1
(Constant) X1 X2
Unstandardized Coefficients B Std. Error -14183.2 24671.686 .299 .146 .376 .191
Standardized Coefficients Beta .466 .446
t -.575 2.054 1.966
Sig. .577 .064 .075
Zero-order .775 .769
Correlations Partial .527 .510
Part .337 .322
Collinearity Statistics VIF Tolerance .521 .521
1.919 1.919
a. Dependent Variable: Y
Sumber: Hasil Analisis Dari tabel diatas untuk uji t-student: 1. Nilai thitung pada X1 yang dihasilkan sebesar 2,054 dengan tingkat signifikan sebesar 0,064 (sig < 10%) yang berarti potensi ekonomi mobil secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah selisih. Berdasarkan perbandingan statistik hitung (thitung) dan statistik tabel (ttabel), jika : thitung < ttabel, maka terima H0; thitung > ttabel, maka tolak H0. Dari Tabel 14 nilai untuk X1 thitung adalah 2,054. Sedangkan untuk nilai ttabel dengan taraf signifikan (α) = 0,10 atau menggunakan taraf nyata 0,10 dan nilai df (derajat bebas) sebesar 11 dari Tabel 13 diperoleh nilai ttabel sebesar 1,363. Dengan demikian diperoleh hasil untuk variabel X1 thitung > ttabel (2,054 > 1,363). Maka hipotesisnya adalah tolak H0 terima H1. 2. Nilai thitung pada X2 yang dihasilkan sebesar 1,966 dengan tingkat signifikan sebesar 0,075 (sig < 10%) yang berarti potensi ekonomi sepeda motor secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah selisih. Berdasarkan perbandingan statistik hitung (thitung) dan statistik tabel (ttabel), jika : thitung < ttabel, maka terima H0; thitung > ttabel, maka tolak H0.
B-11 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Dari Tabel 14 nilai untuk X2 thitung adalah 1,966. Sedangkan untuk nilai ttabel dengan taraf signifikan (α) = 0,10 atau menggunakan taraf nyata 0,10 dan nilai df (derajat bebas) sebesar 11 dari Tabel 13 diperoleh nilai ttabel sebesar 1,363. Dengan demikian diperoleh hasil untuk variabel X1 thitung > ttabel (1,966 > 1,363). Maka hipotesisnya adalah tolak H0 terima H1. Dari Tabel 14 untuk nilai Correlations Partial 1. Koefisien korelasi parsial pada X1 sebesar 0,527 (r-partial) maka r2-partial sebesar 27,80% berarti pengaruh potensi parkir mobil (X1) dalam memprediksi jumlah selisih potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir (Y) adalah sebesar 27,80%. 2. Koefisien korelasi parsial pada X2 sebesar 0,510 (r-partial) maka r2-partial sebesar 26,01% berarti pengaruh potensi parkir sepeda motor (X2) dalam memprediksi jumlah selisih potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir (Y) sebesar 26,01%. Model regresi linier berganda dalam penelitian ini telah menghasilkan estimasi linear tidak bias yang baik yang artinya bahwa koefisien regresi pada persamaan tersebut linear dan tidak bias. Nilai toleransi < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 5% menunjukkan adanya multikolinieritas. Adapun besaran VIF dari masing-masing variabel bebas untuk potensi parkir mobil dan potensi parkir sepeda motor sebesar 1,919. Berdasarkan Tabel 14 dapat ditunjukkan bahwa nilai VIF pada variabel potensi parkir mobil dan potensi parkir sepeda motor kurang dari angka 10% (VIF < 10%), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dihasilkan tidak terjadi multikolinearitas. Untuk model atau persamaan regresi linier berganda yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Y’ = -14183,2 + 0,299 X1 + 0,376 X2 Dari persamaan regresi di atas menjelaskan bahwa : a. Konstanta (a) yang dihasilkan sebesar -14183,2 menunjukkan besarnya jumlah selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir on-street, apabila potensi parkir mobil (X1) dan potensi potensi parkir sepeda motor (X2) adalah konstan atau nol. b. Koefisien regresi untuk variabel potensi potensi parkir mobil (X1) (b1) sebesar 0,299 berarti setiap kenaikan potensi parkir mobil (X1) satu satuan maka jumlah selisih (Y) akan naik sebesar 0,299 dengan asumsi variabel potensi parkir sepeda motor (X2) adalah konstan. Secara umum dapat diketahui bahwa setiap penambahan (karena tanda +) Rp. 1,- potensi parkir mobil di kawasan pusat bisnis/pusat kota lama dan kawasan Mesjid Raya Baiturrahman akan meningkat besarnya jumlah selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir sebesar Rp. 0.299,-. c. Koefisien regresi untuk variabel potensi parkir sepeda motor (X2) sebesar 0,383 berarti setiap kenaikan potensi parkir sepeda motor (X2) satu satuan maka jumlah perbedaan potensi dengan jumlah selisih potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir (Y) akan naik sebesar 0,376 dengan asumsi variabel potensi parkir mobil (X1) adalah konstan. Secara umum dapat diketahui bahwa setiap penambahan (karena tanda +) Rp. 1,- potensi parkir sepeda motor di kawasan pusat bisnis/pusat kota lama dan kawasan Mesjid Raya Baiturrahman akan meningkat besarnya jumlah selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir sebesar Rp. 0.376,-. Hasil analisis regresi menginformasikan bahwa tingkat selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir on-street mobil dan sepeda motor pada kawasan pusat bisnis/pusat kota lama dengan kawasan Mesjid Raya Baiturrahman hampir sama. Tingkat selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir mobil dikedua kawasan adalah 29,9%, sedangkan untuk tingkat selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir sepeda motor dikedua kawasan adalah 37,6%. Dengan menggunakan persamaan regresi pada penelitian ini: Y’ = -14183,2 + 0,299 X1 + 0,376 X2; jika : X1 = 1 , X1 = 0,299 Y; X2 = 1 , X2 = 0,376 Y; dan nilai konstanta -14183,2 dianggap nol, maka: 2X = 0,675Y Y = 0,338. Dengan demikian rata-rata setiap Rp. 1,- potensi parkir on-street di Kota Banda Aceh terdapat jumlah selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir sebesar Rp. 0,338. 3. Perumusan Strategi Dari hasil wawancara dan kuisioner terhadap pejabat ahli ditentukan beberapa faktor yang merupakan kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat) seperti pada Tabel 14 berikut ini.
B-12 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 15. Matrik SWOT Pengelolaan Parkir On-street Faktor Internal Kekuatan (S) 1. Jumlah staf pengelola parkir yang mencukupi 2. Tanggung jawab petugas pemungutan retribusi yang tinggi 3. Wewenang dan tupoksi pengelola parkir jelas 4. Penetapan lokasi parkir oleh Faktor Ekternal Dishubkominfo 5. Pelaporan penerimaan retribusi secara periodik 6. Peraturan dan perundangan diatur dalam Qanun
Peluang (O) 1. Penggunaan seragam/ identitas jukir memudahkan pengawasan 2. Adanya kerjasama yang baik antara pengelola dengan jukir 3. Pengguna fasilitas parkir mempunyai kesadaran dalam membayar
Strategi (SO) a) Meningkatkan kinerja staf pengelola parkir (S1, S2, S3, O1, O2) b) Penetapan lokasi didasarkan atas kebutuhan ruang parkir dan ketersediaan/kelayakan badan jalan digunakan sebagai parkir On-street (S1, S2, S3, S4, O2, O3) c) Melakukan evaluasi terhadap penerimaan retribusi dilapangan serta kinerja jukir dalam memberikan pelayanan kepada pengguna fasilitas parkir (S1, S2, S3, S5, O1, O2, O3) d) Mensosialisasikan Qanun tentang perpakiran kepada masyarakat (S1, S2, S3, S6, O2, O3)
Ancaman (T) 1. Kurangnya jukir yang a) cakap dan konsisten terhadap tarif yang berlaku 2. Pengguna fasilitas parkir tidak memiliki b) bukti pemanfaatan ruang parkir
Strategi (ST) Melakukan pengamatan langsung dilapangan terhadap tindakan jukir yang mengambil biaya parkir diluar dari tarif yang berlaku (S2, S3, S4, T2) Mengupayakan penegakkan hukum untuk mengurangi premanisme/jukir yang tidak jujur serta dengan peningkatan perparkiran yang persuasif dan edukatif (S2, S3, S4, T2)
Kelemahan (W) 1. Kemampuan SDM pengelola parkir masih kurang 2. Kontrol/monitoring tidak secara kontinu 3. Tidak tersedianya karcis parkir 4. Parkir ditunut dapat meningkatkan PAD 5. Penetapan target tidak realistis 6. Evaluasi target tidak sampai pada tingkat DPRK 7. Fasilitas parkir masih kurang 8. Tidak ada petunjuk pelaksanaan/teknis secara tegas 9. Pembagian hasil belum proporsional dan tidak ada tarif progresif tepi jalan pada Qanun Strategi (WO) a) Meningkatkan kemampuan SDM pengelola parkir(W1, O1, O2) b) Meningkatkan kontrol dan monitoring terhadap jukir dan kondisi sarana fasilitas parkir (W1, W2, O1, O2, O3) c) Meninjau ulang pemakaian karcis parkir kembali sebagai bukti terjadinya transaksi terhadap pemanfaatan ruang parkir dan bukti penerimaan retribusi (W2, W3, W4, O1, O2, O3) d) Melengkapi dan memelihara sarana fasilitas parkir (W2, W7, O2, O3) e) Melakukan analisa terhadap potensi parkir kendaraan untuk menetapkan target yang realistis (W2, W4, W5, O2, O3) f) Membuat petunjuk pelaksanaan/ teknis kepada jukir terhadap lokasi/titik parkir dan fungsi pemanfaatannya (W1, W3, W4, W8, O1, O2, O3) g) Peninjauan ulang terhadap Qanun Kota Banda Aceh No. 11 Tahun 2007 tentang retribusi parkir di tepi jalan umum (W3, W4, W5, W6, W9, O2, O3). Strategi (WT) a) Mengajak peran serta pengguna fasilitas parkir/masyarakat memberikan informasi terhadap kondisi jukir serta sarana fasilitas lokasi/titik parkir dilapangan (W1, W3, W6, T2, T3) b) Merangkul jukir dan masyarakat dengan pendekatan sosial untuk timbulnya kesadaran tetap menjaga dan memelihara fasilitas parkir yang telah ada. (W1, W6, T2, T3)
Sumber: Hasil Analisis
B-13 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Setelah diperoleh Matrik SWOT seperti pada Tabel 15, dilanjutkan dengan langkah pembobotan serta peratingan, maka: a. Dengan menggunakan matrik Evaluasi Faktor-faktor Internal (EFI) diperoleh angka total atau nilai sebesar -0,438 yang menunjukkan bahwa secara internal manajemen pengelolaan parker on-street memiliki kelemahan; b. Dengan menggunakan matrik Evaluasi Faktor-faktor Eksternal (EFE) diperoleh angka total atau nilai sebesar 1,105 yang menunjukkan bahwa secara eksternal manajemen pengelolaan parker on-street memiliki peluang yang cukup besar; Sehingga titik koordinat yang didapat pada Diagram Strategi Pengelolaan Parkir On-street (Analisis SWOT) adalah (-0,483 ; 1,105) sebagaimana seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini : Peluang Eksternal
Kuadran III
1,998
Strategi turn around Meminimalkan Kelemahan internal untuk memanfaatkan peluang
(-0,483; 1,105)
Kuadran I Strategi agresif menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
1
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal -1,656
1 1,172
-1 -0,892 -1
Kuadran IV
Kuadran II
Strategi defensif Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Strategi diversifikasi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Ancaman Eksternal
Gambar 2 Diagram Strategi Pengelolaan Parkir On-street (Hasil Analisis) Pada Gambar 2 terlihat bahwa alternatif diagram strategi menunjukkan posisi strategi pada kuadran III atau strategi Turn around, yaitu strategi untuk meminimalkan kelemahan internal untuk memanfaatkan peluang. Dengan demikian menurut pendapat pejabat ahli, strategi yang sebaiknya diterapkan dalam pengelolaan parkir on-street di Kota Banda aceh dalam mengurangi tingkat selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir on-street adalah: 1. Meningkatkan kemampuan SDM pengelola parkir. 2. Meningkatkan kontrol dan monitoring terhadap jukir dan kondisi sarana fasilitas parkir. 3. Meninjau ulang pemakaian karcis kembali sebagai bukti terjadinya transaksi terhadap pemanfaatan ruang parkir dan bukti penerimaan retribusi. 4. Menyediakan seragam/identitas jukir serta melengkapi dan memelihara sarana fasilitas parkir. 5. Melakukan analisa terhadap potensi parkir kendaraan untuk menetapkan target yang realistis. 6. Membuat petunjuk pelaksanaan/teknis kepada jukir terhadap lokasi/titik parkir dan fungsi pemanfaatannya. 7. Melakukan peninjauan ulang terhadap Qanun Kota Banda Aceh No. 11 Tahun 2007 tentang retribusi parkir di tepi jalan umum.
B-14 ISBN : 978-979-18342-2-3
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. Potensi parkir on-street cukup beragam, terlihat dari fluktuasi parkir sebagai cerminan dari karakteristik parkir yang ada. Pada Kawasan Pusat Bisnis/Pusat Kota Lama sub sektor E1 rata-rata volume parkir perhari 140 kendaraan, sub sektor E10 rata-rata volume parkir perhari 144 kendaraan, sub sektor E11 rata-rata volume parkir perhari 169 kendaraan, sub sektor E12 rata-rata volume parkir perhari 402 kendaraan, sub sektor E27 rata-rata volume parkir perhari 85 kendaraan, sub sektor E28 rata-rata volume parkir perhari 112 kendaraan, sub sektor E29 rata-rata volume parkir perhari 123 kendaraan, sub sektor E24 rata-rata volume parkir perhari 86 kendaraan, sub sektor E25 rata-rata volume parkir perhari 97 kendaraan dan sub sektor E26 rata-rata volume parkir perhari 146 kendaraan. Pada Kawasan Mesjid Raya Baiturrahman sub sektor C1 rata-rata volume parkir perhari 185 kendaraan, sub sektor C6 rata-rata volume parkir perhari 145 kendaraan, sub sektor C10 rata-rata volume parkir perhari 87 kendaraan, sub sektor C11 rata-rata volume parkir perhari 297 kendaraan, sub sektor C23 ratarata volume parkir perhari 167 kendaraan, sub sektor C25 rata-rata volume parkir perhari 114 kendaraan, sub sektor C28 rata-rata volume parkir perhari 92 kendaraan, sub sektor C15 rata-rata volume parkir perhari 155 kendaraan, sub sektor C18 rata-rata volume parkir perhari 151 kendaraan dan sub sektor C19 rata-rata volume parkir perhari 148 kendaraan. 2. Nilai potensi ekonomi parkir on-street Kawasan Mesjid Raya Baiturrahman lebih besar daripada Kawasan Pusat Bisnis/Pusat Kota Lama. Potensi ekonomi Kawasan Mesjid Raya Baiturrahman untuk parkir mobil sebesar Rp. 1.627.150,- dan untuk parkir sepeda motor sebesar Rp. 1.074.850,-. Potensi ekonomi Kawasan Pusat Bisnis/Pusat Kota Lama untuk parkir mobil sebesar Rp. 1.449.350,- dan untuk parkir sepeda motor sebesar Rp. 1.120.000,-. Rata-rata selisih yang terjadi pada seluruh fasilitas parkir yang diamati adalah 29.03%. 3. Pengaruh perbedaan potensi terhadap selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir on-street cukup signifikan, nilai r = 0,839, R2= 0,705; Y’ = -14183,2 + 0,299 X1 + 0,376 X2, F = 13,124 sig = 0,001; (X1) t = 2,054 sig = 0,064; (X2) t = 1,966 sig = 0,075 4. Berdasarkan persamaan regresi Y’ = -22877 + 0,410 X1 + 0,275 X2 dapat diketahui secara umum terjadi rata-rata setiap Rp. 1,- potensi parkir on-street di Kota Banda Aceh terdapat jumlah selisih potensi dengan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir sebesar Rp. 0,382. 5. Dalam perumusan strategi pengelolaan parkir on-street Kota Banda Aceh dalam mengurangi besarnya nilai selisih antara potensi dan realisasi penerimaan pendapatan retribusi parkir didapatkan hasil: a. Dengan menggunakan analisa kuadran SWOT diperoleh strategi manajemen korporat (Grand strategy) Turn around yaitu dengan fokus strateginya adalah meminimalkan masalah - masalah internal sehingga dapat merebut peluang yang lebih baik. b. Dalam penjabaran Grand strategy tersebut menjadi program kerja dan action plans didapatkan hasil dengan menggunakan matrik SWOT diperoleh 7 (tujuh) strategi alternatif yang termasuk dalam Strategi W-O pengelolaan parkir on-street Kota Banda Aceh, yaitu : 1. Meningkatkan kemampuan SDM pengelola parkir. 2. Meningkatkan kontrol dan monitoring terhadap jukir dan kondisi sarana fasilitas parkir. 3. Meninjau ulang pemakaian karcis kembali sebagai bukti terjadinya transaksi terhadap pemanfaatan ruang parkir dan bukti penerimaan retribusi. 4. Menyediakan seragam/identitas jukir serta melengkapi dan memelihara sarana fasilitas parkir. 5. Melakukan analisa terhadap potensi parkir kendaraan untuk menetapkan target yang realistis. 6. Membuat petunjuk pelaksanaan/teknis kepada jukir terhadap lokasi/titik parkir dan fungsi pemanfaatannya. 7. Melakukan peninjauan ulang terhadap Qanun Kota Banda Aceh No. 11 Tahun 2007 tentang retribusi parkir di tepi jalan umum.
B-15 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
REFERENSI Algifari, (2000), Analisis Regresi, Teori, Kasus, dan Solusi, Penerbit BPFE, Yogyakarta. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, (2002), Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi Pada Pengelolaan APBN/APBD, Jakarta Badan Perencanaan dan Pembangunan (2009), Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 20092029, Pemerintah Kota Banda Aceh, Banda Aceh Dajan, A., (1991), Pengantar Metode Statistik Jilid II, Penerbit LP3ES, Jakarta. Departemen Perhubungan Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996), Pedoman Teknis dan Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum, (1997), Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Dirjen Bina Marga, Jakarta. Hobbs F.D, Terjemahan Suprapto dan Waldijono, (1995), Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Edisi Kedua, Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Jonathan, S., (2006), Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13, Penerbit Andi, Yogyakarta. Khisty, Jotin C., (1990), Transportation Engineering an Introduction, Prentice Hall Inc, New Jersey. Munawar, Ahmad, (2006), Manajemen Lalu Lintas Perkotaan, Cetakan Kedua, Penerbit Beta Offset, Yogyakarta. Riduwan, (2006), Dasar-Dasar Statistika, Penerbit Alfabeta, Bandung. Tamin, O.Z., (2003), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi Kesatu, Penerbit ITB, Bandung. Warpani, Suwardjoko, (2002), Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkuta Jalan, Penerbit ITB, Bandung.
B-16 ISBN : 978-979-18342-2-3
ASPEK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PADA OPERASIONAL BANDARA MEDAN BARU DI KUALANAMU BAGI PERUBAHAN TATA RUANG DAN SISTEM TRANSPORTASI BERBASIS JALAN DI WILAYAH AGLOMERASI MEBIDANGRO (HASIL PENELITIAN) Filiyanti Teta Ateta Bangun Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara (USU) E-mail:
[email protected] Abstrak Eksistensi Bandara Internasional Medan Baru akan meningkatkan peran Kabupaten Deliserdang di tingkat nasional maupun internasional yang secara simultan juga akan mempengaruhi wilayah aglomerasi sekitarnya yakni Medan, Binjai dan Tanah Karo (Mebidangro). Bagaimana strategi Kabupaten Deliserdang dan Kota Medan sehingga pengembangan wilayah lebih ke arah anti-sprawl development? Rencana pemerintah pusat bagi pembenahan sistem transportasi perkotaan yang ramah lingkungan adalah menerapkan sistem angkutan masal berbasis jalan Bus Rapid Transit (BRT) di wilayah Mebidangro. Aspek sustainabilitas pada implementasi BRT Mebidangro juga berarti mengakomodir dampak sosial yang akan timbul, sehingga perlu diinvestigasi tanggapan stakeholders terkait atas rencana pengadaan BRT di wilayah Mebidangro, atas eleminasi dan pengalihan rute/fungsi/status angkot akibat operasional BRT serta kesiapan dan tanggung jawab institusi Pemerintah Pusat dan Pemda di wilayah Mebidangro terhadap implementasi serta dampak sosial BRT Mebidangro. Survei kuesioner/interview dilakukan terhadap masyarakat (500 orang) di seluruh wilayah Mebidangro, institusi pemerintah pusat dan daerah Mebidangro serta organisasi masyarakat terkait, pakar, dosen, mahasiswa, supir/pemilik angkot dan operator angkutan (total 170 orang). Hasil survei kuesioner menunjukkan perlu sosialisasi menyeluruh terhadap stakeholders terkait, serta dibutuhkan ketegasan dan campur tangan yang maksimal dari Pemerintah Pusat terhadap Kepala Daerah di wilayah Mebidangro dan Gubernur Provinsi SUMUT untuk dapat mewujudkan rencana BRT Mebidangro ini. Kabupaten Deliserdang perlu memiliki strategi pengembangan lahan yang bertujuan agar para pengguna Bandara Medan Baru tidak perlu travel ke Medan untuk mendapatkan akomodasi, rekreasi, hiburan, shopping centers berskala nasional maupun internasional. Hasil survei interview menunjukkan pembenahan tata ruang Kota Medan membutuhkan relokasi zona pusat pemerintahan ke wilayah Selatan Kota Medan, zona bisnis/perdagangan tetap di wilayah inti kota termasuk pengembangan eks-lahan Bandara Polonia, zona industri tetap dikembangkan di wilayah Utara Medan, zona pusat automobile/penjualan spareparts/perbengkelan, serta zona pusat pendidikan tinggi/kursus swasta, yang keseluruhannya memerlukan penelitian lanjut secara komprehensif. Temuan analisis data sekunder menunjukkan bahwa dari keseluruhan trayek angkot di Kota Medan (146 trayek) terdapat 79,45% trayek angkot (116 trayek) yang melalui inti kota, atau hanya 20,55% trayek (30 trayek) angkot yang tidak melalui wilayah inti kota sementara Kota Medan memiliki jalur outer-ringroad atau inner-ringroad.
1. PENDAHULUAN Kota Medan, disamping sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara, telah berkembang menjadi Kota Metropolitan, seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, perkembangan ekonomi dan semakin meningkatnya mobilitas masyarakat kota Medan. Oleh karenanya Kota Medan sebagai pusat kegiatan ekonomi maupun pusat pendidikan di Provinsi Sumatera Utara memiliki daya tarik bagi masyarakat yang berdomisi didaerah penyangga kota Medan seperti Kota Binjai, Kabupaten Deliserdang, Kabupaten Karo maupun daerah lainnya untuk melakukan perjalanan ke pusat kota setiap hari. Pertumbuhan Kota Medan dan perluasan pusat-pusat kegiatan di wilayah sekitarnya, menjadikan wilayah penyangga disekitar kota Medan turut berkembang. Dengan kondisi demikian kota Medan dan daerah sekitarnya tumbuh membentuk kawasan aglomerasi Mebidangro (Medan-Binjai-Deliserdang-Karo).
B-17 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Keberadaan Bandara Medan Baru di Kualanamu, Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang meningkatkan perkembangan wilayah Mebidangro dengan cepat, namun perkembangan wilayah dan sistem transportasi di wilayah aglomerasi tersebut cenderung ditangani tanpa suatu perencanaan yang terdefenisi, yang berkelanjutan untuk jangka panjang (bukan hanya untuk 5 – 10 tahun saja) serta ramah lingkungan. Pada pembangunan Tahap I Bandara Medan Baru sekarang ini diperkirakan dapat menampung 7 juta s/d 10 juta penumpang dan 10.000 pergerakan pesawat pertahun, sementara setelah selesainya Tahap II bandara ini rencananya akan menampung 25 juta penumpang pertahun. Bandara Interbasional Medan Baru ini kelak akan menjadi bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Soekarno-Hatta. Sebagai perbandingan, berikut ini ditampilkan diagram data statistik penumpang Bandara Polonia dari 2004 s/d 2008. DOMESTIK 33.296 24.071
32.374 27.353
2004
2005
9.761
8.526 3.993 0.815
2004
2005
2006
3.426 0.785
2006
31.698
3.731
2007
INTERNASIONAL 8.526
34.004
29.697
3.962
3.390
3.110
3.015
40.684 33.916 23.765
2008
9.895
3.463 0.896
2007
9.014 4.768 0.933
2008
Gambar 1.1 Statistik penumpang Bandara Polonia dari tahun 2004 – 2008 (Sumber : Ditjenhubud Dephub, 2010)
Gambar di atas menunjukkan bahwa tahun 2008 jumlah penumpang domestik dan internasional telah mencapai 4,7 juta pnp/hari sementara kapasitas terminal penumpang bandara Polonia hanya berkisar 4,5 juta s/d 5 juta pnp/tahun atau ± 12.000 pnp/hari Pembangunan sarana/prasarana Bandara Medan Baru yang memiliki luas 1.365 Ha, panjang 6,5 km, lebar 2 km ditangani oleh dua pihak : pihak swasta yakni PT. Persero Angkasa Pura (AP) II dan pihak pemerintah. Pihak AP II menangani pembangunan komplek terminal penumpang dan cargo, fuel supply system (depo), internal access road serta car park. Sementara pihak pemerintah bertanggung jawab atas pembangunan Run Way (RW), Air Navigation Systems, apron, infrastruktur (jalan, rail-way, jalan tol, sistem air bersih, listrik, drainase, sistem pengendalian banjir, meteorologi, telekomunikasi dan gas) serta sistem feeder service yang menghubungkan wilayah Mebidangro ke jalur-jalur utama transportasi menuju Kualanamu. Pembangunan akses ke bandara antara lain dari arah Bandar Selamat (±16,7 km), dari Medan (±29,5 km), dari Lubuk Pakam (±8,4 km), dari Simpang Empat Timbangan T.Morawa (±15,7 km), Belawan (±49 km) dan dari Stasiun KA Batang Kuis (±5 km) termasuk pembangunan jalan tol Medan – Kualanamu – T.Tinggi (± 40 km). Dengan demikian, eksistensi Bandara Internasional Medan Baru ini akan meningkatkan peran Kabupaten Deliserdang di tingkat nasional maupun internasional yang secara simultan juga akan mempengaruhi wilayah aglomerasi sekitarnya yakni Medan, Binjai dan Tanah Karo.
B-18 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 1.1 Konsep Pembangunan Acak vs Pembangunan Terkendali dalam Wilayah Perkotaan Pembangunan Acak (Sprawl Pembangunan Terkendali (Anti-Sprawl Development) Development) Kepadatan rendah Kepadatan tinggi Kepadatan Pembangunan pada peri-peri kota, ruang Pembangunan pada ruang-ruang sisa/antara, Pola kompak Pertumbuhan dan ruang hijau, melebar Homogen, terpisah-pisah “Mixed”, cenderung menyatu Guna Lahan Skala besar (bangunan yang lebih besar, Skala manusia, kaya dengan detil, artikulasi Skala blok, jalan lebar), kurang detil, artikulasi bagi pejalan kaki bagi pengendara mobil Shopping mall, perjalanan mobil, jauh, Main street, jalan kaki, semua fasilitas Layanan sukar untuk ditemukan mudah ditemukan Komunitas Perbedaan rendah, hubungan antar anggota Perbedaan tinggi dengan hubungan yang Tipe lemah, hilangnya ciri komunitas erat, karakter komunitas tetap terpelihara Komunitas Transportasi yang berorientasi pada Transportasi multi-sarana, penghargaan pada Transportasi kendaraan pribadi, kurang penghargaan pejalan kaki, sepeda, dan transit publik pada pejalan kaki, sepeda, dan transit publik Jalan didisain untuk memaksimalkan Jalan didisain untuk mengakomodasikan Disain Jalan volume kendaraan dan kecepatannya berbagai macam kegiatan (traffic calming, (collector roads, cul de sac) grid streets) Bangunan jauh terletak/ditarik ke belakang Bangunan sangat dekat dengan jalan, tipe Disain (set back), rumah tinggal yang terpencar tempat tinggal beragam Bangunan Perujudan kepentingan publik (streetscapes, Ruang Publik Perujudan kepentingan pribadi (yards, shopping malls, gated communities, pedestrian environment, public park and private clubs) facilities) Biaya yang tinggi bagi pembangunan baru Biaya yang rendah bagi pembangunan baru Biaya dan biaya layanan publik rutin Pembangunan dan biaya layanan publik rutin Kurang terencana, hubungan pelaku Terencana dan hubungan pelaku Proses pembangunan dan aturan lemah pembangunan dan aturan baik (community Perencanaan based) Sumber : Roychansyah, 2006 Aspek
Dari seluruh konsep pada Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa diperlukan suatu strategi khusus bagi wilayah Mebidangro untuk pengembangan wilayah dan sistem transportasi internal dan antar-wilayah Mebidangro guna mengantisipasi dampak pra dan pasca operasional Bandara Medan Baru ini kelak sehingga pengembangan wilayah tidak lagi bersifat urban sprawl melainkan lebih ke arah anti-sprawl development sehingga terwujud pembangunan yang berkelanjutan untuk jangka panjang yang ramah lingkungan. 2. GAMBARAN UMUM WILAYAH MEBIDANGRO Wilayah Mebidangro terdiri dari 57 kecamatan dengan total luas 172.829,65 Ha dengan total jumlah penduduk 4.358.395 jiwa (lihat Tabel 2.1). Data jumlah kecamatan, luas wilayah serta jumlah penduduk pada wilayah yang termasuk aglomerasi Mebidangro ditampilkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.1 Jumlah Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk di Wilayah Mebidangro Kab/Kota Jumlah Kecamatan Luas Jumlah (Ha) Penduduk (Jiwa) 21 26.510 2.036.105 Kota Medan 5 9.023 252.652 Kota Binjai 14 (dari 22 kecamatan) 137.275,37 1.569.638 Kab. Deliserdang 17 21, 28 500.000 Kab. Karo 57 172.829,65 4.358.395 TOTAL Sumber : BPS, 2009
B-19 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
KAB. KARO
Sumber :Bappeda Provinsi SUMUT, 2008 Gambar 2.1 Peta Wilayah Mebidangro Dari Gambar 2.1 di atas terlihat bahwa eks-lahan Bandara Polonia kelak akan dikembangkan Pemko Medan menjadi CBD sehingga simultan dengan pembangunan Bandara Medan Baru di Kualanamu - Deliserdang serta pengembangan aksesibilitas ke bandara melalui pengembangan infrastruktur berbasis jalan, rel dan tol sehingga sangatlah diharapkan agar pemerintah kota/kab di wilayah Mebidangro memiliki strategi untuk memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di 57 kecamatan dengan luas total 172.829,65 Ha seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.1 tersebut di atas. Infrastruktur transportasi memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktifitas (sales, jobs, wages, value added), menimbulkan efek pengali pertumbuhan (multiplier effects), meningkatnya nilai lahan/properti, dampak fiskal pemerintah dan menyediakan kemudahan bagi upaya peningkatan kualitas hidup manusia pada umumnya. Suatu simulasi yang dilakukan oleh Bappenas, Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah (2009) dengan Metode Sistem Dinamis dan Metode Spasial Dinamis tentang dampak pembangunan Bandara Medan Baru terhadap pengembangan wilayah di Pulau Sumatera dengan asumsi operasional bandara pada tahun 2013 dengan indikator ekonomi wilayah, kependudukan serta kualitas lingkungan menghasilkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan atas PDRB Sumatera hingga tahun 2025 bila dibandingkan periode setelah tahun 2025 hingga 2045. Pada periode 2025 – 2045 dampak pembangunan Bandara Medan Baru terhadap PDRB wilayah Sumatera akan sangat berpengaruh pada sektor listrik, gas, dan air minum, sektor konstruksi, sektor transportasi, sektor perdagangan serta sektor jasa, namun pengaruh terhadap PDRB dari sektor pertanian, pertambangan dan industri kecil. Tabel 2.2 Data Jumlah Kendaraan di Wilayah Mebidangro JENIS
POLTABES MEDAN 2006 2007 % 175,198 189,157 7%
Mobil Pribadi 116,184 120,328 3% Mobil Barang 12,619 12,751 1% Mobil Bus 885,745 1,103,707 20% Sepeda Motor Sumber : Ditlantas Polda SUMUT, 2008
POLTABES BINJAI 2006 2007 % 13,155 13,540 3%
POLTABES DS 2006 2007 % 933 1,181 21%
5,249
5,458
4%
2,084
2,361
12%
386 151,891
417 167,427
7% 9%
40 27,348
83 43,897
52% 38%
Dari Tabel 2.2 di atas terlihat terjadi kenaikan hingga 50% penggunaan mobil pribadi dan sepeda motor di wilayah Mebidangro. Hal ini disebabkan karena kemudahan kepemilikan, ketidaktergantungan pada sistem lain, prestise dan rendahnya mutu pelayanan angkutan umum sehingga menyebabkan penggunaan angkutan umum menjadi tidak menarik, yang dibuktikan dengan rendahnya load factor angkutan umum di wilayah Mebidangro yakni berkisar 17% - 33% (survei 2009). Data kendaraan di Kab.Karo yang didapatkan adalah mengenai jumlah angkutan kota (angkot) yang berkisar 250 armada dan jumlah angkutan pedesaan (angped) 852 armada. Jumlah operator angkot ada 3 (tiga) yakni Merga Silima, Eltar dan Persada Nusantara sementara
B-20 ISBN : 978-979-18342-2-3
jumlah operator angped ada 13 operator yakni Sigantang Sira, Kama, Bayu, Sangap Encari, Dalinta Ras, Selamat Jalan , Ganding, Rio, PMG, Suka Mulia, Suka Sari, Arih Ersada, Makmur Jaya. Berikut ini secara umum diulas mengenai kondisi eksisting wilayah yang terkena dampak langsung oleh pembangunan Bandara Medan Baru di Kualanamu yakni wilayah Kabupaten Deliserdang dan Kota Medan. 2.1 Kabupaten Deliserdang Berikut ini dipaparkan kondisi eksisting penataan ruang dan sistem transportasi di Kabupaten Deliserdang sebagai berikut (Bappeda Deliserdang, 2008): 1. Aktivitas tersentris pada wilayah tertentu saja yakni di Pancur Batu, Lubuk Pakam, T.Morawa, Sibolangit, Percut, Sunggal, Batang Kuis, Galang; 2. Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Baringin masih sangat minim fasilitas berskala kabupaten apalagi berskala provinsi maupun regional; 3. Aksesibilitas tinggi pada jalur utama pergerakan karena banyaknya jalan-jalan lokal bermuara pada jalur utama; 4. Beban jalur utama sebagai koridor perdagangan dan jasa yang beraktifitas tinggi tanpa fasilitas parkir, sehingga sangat menghambat kelancaran lalin; 5. Melebarnya aktifitas di sekitar jalur utama tersebut ke badan jalan misalnya pada saat Pasar Tradisional dan Pasar Kaget mingguan; 6. Perkembangan guna lahan permukiman yang tidak terkendali yang semakin mendekati gerbang Bandara Medan Baru. Kabupaten Deliserdang mestinya memiliki strategi pengembangan khusus untuk mengantisipasi operasional Bandara Medan Baru yang bertaraf internasional tersebut sehingga para pengguna bandara baru tidak perlu lagi travel ke Medan (± 30-60 menit) untuk tujuan akomodasi, rekreasi, arena hiburan serta shopping centers sehingga hal ini dapat meningkatkan PAD dan devisa daerah.
2.2 Kota Medan Permasalahan tata ruang dan transportasi di wilayah Kota Medan antara lain : 1. Perkembangan kota yang bersifat setempat (urban sprawl) yakni tersentris di wilayah CBD Medan : kemacetan lalulintas, tingginya travel time dan travel cost, stress, produktivitas rendah, pembangunan hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat. 2. Dokumen RUTRK Medan 2006-2026 yang disusun pada APBD 2006 belum dapat disyahkan : dalam status hukum di Unit 3 Tipikor Ditreskrim Poldasu sejak 2008 (pelimpahan kasus dari KPK , 28 Feb 2008); 3. RDTR 17 Kecamatan di Kota Medan tetap disusun oleh Bappeda Medan walau tanpa adanya RUTRK Medan 2006-2026 sebagai pedoman; 4. Konsep Tata Ruang tidak terdefenisi dan tidak memiliki wibawa hukum yang tegas : dapat berubah-ubah bergantung situasi/political will Pemko Medan sehingga nilai jual kota terhadap investor rendah; 5. Pembangunan masih mementingkan keuntungan sesaat : tidak berkelanjutan dan tidak ramah lingkungan, tidak memperhatikan nilai estetika kota, nilai pariwisata dan nilai kesehatan (tidak adanya jalur hijau); 6. Pemko Medan tidak berdaya mengatasi kekuatan pasar : pasar yang menentukan Penataan Ruang dan Sistem Transportasi; 7. Masih lemahnya penanganan di bidang pelayanan angkutan umum wilayah perkotaan pada penentuan trayek, jumlah armada yang dibutuhkan termasuk manajemen pengelolaan dan pengawasannya : a. Belum ada penataan jaringan trayek angkutan umum sesuai pola trayek angkutan umum di wilayah perkotaan; b. Dalam pemberian izin dan penetapan trayek serta penambahan armada, tanpa mempertimbangkan faktor muatan, demand, kapasitas jaringan jalan yang ada; c. Lemahnya pengawasan di lapangan yang tidak melakukan tindakan tegas terhadap angkutan kota tanpa ijin trayek (trayek bodong), angkutan kota yang secara nyata melanggar trayek; d. Masih beroperasinya ± 2.200 armada angkot yang sudah afkir karena berusia lebih dari 15 tahun seperti (survei, 2009): angkot tipe Daihatsu Hijet 55 (1982) milik PT.Rahayu Medan Ceria (RMC) dan KPUM berkisar 200 armada; tipe Daihatsu Jumbo pintu samping (1982-1993) milik PT.RMC (±500 armada); PT. Morina (±500 armada) dan KPUM (±1.000 armada). Angkot afkir ini tidak lagi memiliki target setoran yang rendah karena tidak membayar pajak STNK namun mengakibatkan polusi udara yang tinggi.
B-21 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Strategi yang aplikatif untuk pembenahan tata ruang Kota Medan adalah mempertimbangkan konsep Kota Satelit dan Kota Kompak. Konsep Kota Satelit adalah memindahkan, membangun & mengembangkan aktivitas yang sudah ada/baru ke lokasi di luar daripada batas kota (outer rim), namun tetap dihubungkan oleh sistem transportasi yang memadai ke pusat kota, antar kota-kota satelit maupun di dalam wilayah kota satelit tersebut. Pada Kota Satelit penduduknya diharapkan beraktivitas, bersekolah, berbisnis di dalam Kota Satelit tersebut. Sementara konsep Kota Kompak merupakan strategi kebijakan kota yang sejalan dengan usaha perujudan pembangunan berkelanjutan untuk mencapai sebuah sinergi antara kepadatan penduduk kota yang lebih tinggi pada suatu ukuran ideal sebuah kota, pengkonsentrasian semua kegiatan kota, intensifikasi transport publik, perujudan kesejahteraan sosial-ekonomi warga kota menuju peningkatan taraf dan kualitas hidup kota. Pilihan kompak atau tidak kompak dalam menjawab masalah keberlanjutan dalam sebuah “organisme” kota sebenarnya sangat bergantung pada kecenderungan perilaku, kapasitas, fleksibiltas, dan tentunya kebijakan dalam sebuah kota (Roychansyah, 2006). Namun pengadaan kota-kota satelit seperti Bintaro dan BSD (Bumi Serpong Damai) yang terdapat di Jakarta ternyata tidak dapat mencapai tujuan daripada pengadaan kota satelit tersebut. Hal ini disebabkan bahwa penduduk yang berdiam di kota satelit tersebut belum tentu bekerja, bersekolah atau berbisnis di dalam kota satelit tersebut. Selain itu fasilitas kota satelit tersebut juga belum tentu sesuai dengan keinginan penduduknya sehingga sebaran kemacetan lalulintas tetap saja terjadi. Bagaimana dengan Kota Medan? Konsep Kota Satelit yang bagaimana sebaiknya dilaksanakan untuk Kota Medan sehingga dapat mengatasi masalah kemacetan lalulintas di Kota Medan khususnya di wilayah inti kota? Sebaiknya daerah mana yang dapat menjadi lokasi-lokasi baru bagi kota-kota satelit tersebut? 2.3 Konsep BRT (Bus Rapid Transit) untuk Wilayah Mebidangro Studi “Perencanaan Teknis Sistem Angkutan Umum Massal Berbasis Jalan (Bus Rapid Transit) Pada Kawasan Aglomerasi Mebidangro” telah dilakukan oleh Dephubdat BSTP Jakarta tahun 2008. Hasil studi tersebut salah satunya adalah 9 koridor BRT terintegrasi untuk wilayah Mebidangro seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.3 berikut dengan rincian rute pada Tabel 2.3. Medan Utara Deliserdang
Kualanamu Binjai
CBD Medan
U
Deliserdang
Deliserdang Karo
(Sumber : Dephubdat BSTP, 2008) Gambar 2.3 Koridor BRT di Wilayah Mebidangro
Tabel 2.3 Detail 9 Koridor BRT di Wilayah Mebidangro No.
Koridor
1
Pinang Baris – Guru Pantimpus
2
Brigjen Katamso – Yos Sudarso
Rute yang Dilalui Terminal Pinang Baris – Jl. Gatot Subroto – Jl.Isk.Muda – Jl.G.Mada – Jl.S.Parman – Jl.Gatot Subroto – Jl.Kpt.Maulana – Jl.R.Saleh – Jl.Balai Kota – Jl. Guru Patimpus Jl. Brigjen Katamso – Jl. Pemuda – Jl. Achmad Yani – Jl. Balaikota – Jl. Puteri Hijau – Jl. Yos Sudarso (Simpang Brayan)
Kebutuhan Pembebasan Lahan Tidak Perlu
Tidak Perlu
B-22 ISBN : 978-979-18342-2-3
3 4 5
Amplas – Irian Barat Perintis Kemerdekaan – Kualanamu Sibolangit (Karo) P.Batu-Jamin Ginting – Raden Saleh
6
Asrama – Kol. Bejo
7
A.H.Nasution – Pinang Baris
Terminal Amplas – Jl. Sisingamangaraja – Jl. Cirebon – Jl. Irian Barat Jl. Perintis Kemerdekaan – Jl. Moh Yamin – Jl. Letda Sujono – Kualanamu Sibolangit (Karo) - P.Batu - Jl. Jamin Ginting – Jl. S Parman – Jl. Kapten Maulana Lubis – Jl. Raden Saleh Jl. Asrama – Jl. Kapten Sumarso – Jl. Helvetia (By Pass) – Jl. Pertempuran – Jl. Pertahanan – Jl. Cemara – Jl. Kol. Bejo Jl. AH Nasution – Jl. Ngumban Surbakti – Jl. Flamboyan Raya – Jl. Sakura Raya – Jl. TB Simatupang – Terminal Pinang Baris
Terminal Binjai – Jl. Medan – Binjai Terminal Pinang Baris Terminal Amplas – Jl. Medan – Lubuk Pakam 9 Terminal Lubuk Pakam (Sumber : Dephubdat BSTP, 2008) 8
Sebagian Perlu Perlu Sebagian Perlu Tidak perlu
Sebagian besar segmen perlu Tidak perlu Tidak perlu
Terlihat bahwa ke-9 koridor telah mencakup wilayah aglomerasi Mebidangro. Namun aspek sustainabilitas dalam pembenahan sistem transportasi di internal dan antar wilayah Mebidangro dengan menggunakan sistem angkutan masal BRT juga mengandung pertanyaan akan hal-hal sebagai berikut : a. Bagaimana tanggapan masyarakat atas rencana pengadaan BRT di wilayah Mebidangro?; b. Adakah pengalihan rute/fungsi/status dan eleminasi armada angkot akibat operasional BRT tersebut kelak? Bagaimana saran dan tanggapan masyarakat, pemilik angkutan, pengemudi angkutan, Kesper Sumut (Keluarga Besar Supir dan Pemilik Angkutan), Organda, YLKI atas hal ini?; c. Bagaimana saran, dukungan, kesiapan dan tanggung jawab institusi Pemerintah Pusat dan Pemda di wilayah Mebidangro terhadap implementasi serta dampak sosial BRT Mebidangro? 3. METODOLOGI Untuk mengakomodir permasalahan tata ruang dan transportasi yang dirinci pada Bab 1 dan 2 di atas, maka dilakukan survei kuesioner dan interview terhadap masyarakat (500 orang), institusi pemerintah pusat dan daerah Mebidangro serta organisasi masyarakat terkait, pakar, dosen, mahasiswa, supir/pemilik angkot dan operator angkutan (total 170 responden) dengan distribusi responden ditampilkan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 di bawah ini. Survei masyarakat dilakukan dengan metode RSI serta ke pengguna angkutan umum yang bekerja di instansi-instansi pemerintah (lihat Tabel 3.2). Bentuk pertanyaan dalam kuesioner adalah kombinasi open-ended questions dengan pertanyaan yang menggunakan opsi-opsi jawaban.
TABEL 3.1 Jumlah Responden Masyarakat di Wilayah Mebidangro Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Responden 22 220 Medan 5 65 Binjai 22 130 Deliserdang 17 85 Karo TOTAL 66 500 Sumber : Hasil Kompilasi, 2010
B-23 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Institusi Responden
Tabel 3.2 Jumlah Responden Survei Institusi di Wilayah Mebidangro Asal Instansi Data Responden
Pemerintah Pusat Pemprovsu
Dephub BSTP
Pemko Medan
Dishub Kota Medan; Bappeda Kota Medan Dishub Binjai; Bappeda Binjai
Pemko Binjai
Pemkab Deliserdang
Ditlantas Poldasu Satlantas Medan Satlantas Binjai Satlantas Deliserdang Pemilik Angkutan Pengemudi Angkutan Kesper SUMUT Badan Usaha Organda YLKI Pakar
Dishub Provsu; Bappeda Provsu
Dishub Deliserdang; Bappeda Deliserdang Wadirlantas Poldasu Kasatlantas Medan
Kasubdit Lalulintas Perkotaan, Kasubdit Jaringan Transportasi Perkotaan Kadishub Provsu; Kasubdis Darat; Kasi Prasarana Sub Dinas Darat; Kasi Angkutan; Kasubdis Bina Program; Kasubdit Perencanaan; Kabid Fisik Sarana Prasarana Kasubdis Perhubungan Laut; Kasi Pengujian; Kasi Teknis Parkir & Terminal; Kabid Fisik Kadishub Binjai; Kasubdis Sarana Prasarana; Kasubdis Program; Kasubdis Pos & Telekomunikasi; KTU Dishub Binjai; Ketua Bappeda Binjai Kadishub DS; Kasubdis Perhubungan Darat; Kasubdis Bina Program; Kabid Perencanaan Pembangunan Ekonomi; Kasubbid Peneletian; Kasubbid Kimbangwil, Pertambangan & Energi;
Jumla h (Orang ) 2 7
4
6
6
1 1
Kasatlantas Binjai Kasatlantas Deliserdang
1 1 30 50
11 operator BU Organda SUMUT UGM & ITB
Dosen
USU & UNIMED
Mahasiswa
USU & UNIMED
Ketua I,II & Sekretaris I, II, III Kordinator Ketua I Ketua YLKI • Prof. Dr. Heru Sutomo, M.Eng. • Dr. Ir. Idwan Santoso, M.Eng. • USU (6) • UNIMED (5) • USU (10) • UNIMED (20)
5 11 1 1 2 11 30
170 TOTAL RESPONDEN Sumber : Hasil Kompilasi, 2010 Selain itu dilakukan juga evaluasi terhadap rute-rute angkot yang bersinggungan dengan rute BRT Mebidangro khususnya koridor utama yakni koridor Pinang Baris – Guru Patimpus berdasarkan data sekunder rute angkutan umum dari Dinas Perhubungan Medan (Data Profil Angkutan Umum Perkotaan, 2009).
B-24 ISBN : 978-979-18342-2-3
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Temuan Analisis Angkutan Umum Koridor 1 Pinang Baris – Guru Patimpus Tabel 4.1 Data Trayek & Armada Bersinggungan dengan Koridor 1 BRT Mebidangro Jumlah Trayek Bersinggungan ≥ 50% A B C Unit 13
% 11,2
Unit 20
% 17,2
Unit 5
A + B + C = 38 trayek = 32,7%
Jumlah Armaga Bersinggungan ≥ 50% A B C % 4,3
Unit 1.315
% 46,38
Unit 1.275
% 44.97
Unit 245
% 8,6 5
A + B + C = 2.835 armada = 33,05 %
Sumber : Hasil Analisis, 2009
Keterangan : • A = Rute asal dan tujuan dari Terminal Pinang Baris dan/atau ke Terminal Amplas & melalui inti kota; • B = Rute asal atau tujuan di terminal dan melalui inti kota;
Gambar 4.1 Posisi CBD terhadap Terminal Pinang Baris & Terminal Amplas Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa letak wilayah inti kota berada diantara kedua terminal angkutan umum yakni Terminal Pinang Baris (Barat) dan Terminal Amplas (Tenggara). Dan dalam hubungannya dengan pengembangan Kota Medan yang tersentris di inti kota serta tidak terencana untuk jangka panjang (unplanned development), hasil analisis data sekunder menunjukkan bahwa dari keseluruhan trayek angkot di Kota Medan (146 trayek) terdapat 79,45% trayek angkot (116 trayek) yang bersinggungan dengan rute Koridor 1 BRT Mebidangro yakni rute yang melalui inti kota, sekalipun Kota Medan memiliki outerringroad atau inner-ringroad. Dari Tabel 4.1 di atas terlihat dari 116 trayek angkot yang bersinggungan dengan rute Koridor 1 BRT Mebidangro, terdapat 38 trayek dengan 2.835 armada yang memiliki panjang rute trayek lebih dari 50% bersinggungan dengan rute Koridor 1 BRT Mebidangro. Dari ke-38 trayek tersebut, hanya 5 trayek (215 armada) yang tidak melalui kedua Terminal Pinang Baris dan Terminal Amplas. Jadi berdasarkan temuan ini, maka penetapan rute trayek angkot oleh Dishub Medan sebenarnya tidaklah fair karena hanya 20,55% trayek (30 trayek) saja yang tidak melalui wilayah inti kota. Semestinya dalam penetapan rute trayek angkot, Dishub Kota Medan memperhitungkan bangkitan/tarikan lalulintas dari setiap rencana pengembangan/pembangunan di wilayah inti kota dan memperhitungkan persentase distribusi pertumbuhan kepemilikan mobil pribadi dan sepeda motor yang melalui wilayah inti kota sehingga berdasarkan kedua faktor ini, penentuan rute trayek angkot mestinya lebih bersifat melingkar melalui outer dan inner ring-road. Hal lain yang signifikan untuk dipertimbangkan dalam penentuan rute trayek angkot di Kota Medan adalah sistem ke-hirarki-an jaringan jalan di Kota Medan sehingga mestinya tidak seluruh jalan dapat dilalui oleh angkot yang hanya berkapasitas 9-16 orang. Artinya, bila fungsi jalan tersebut adalah jalan arteri atau jalan-jalan protokol, maka sebaiknya angkutan kecil tidak melalui jalan tersebut melainkan sebaiknya dilalui bus-bus sedang dan besar berkapasitas 28 – 85 penumpang.
4.2 Hasil Survei Kuesioner Terhadap Rencana Pengadaan BRT di Wilayah Mebidangro Tanggapan masyarakat di wilayah Mebidangro terhadap rencana pengadaan BRT ditampilkan pada Tabel 4.2.1 di bawah ini dan terlihat dari 500 responden masyarakat, terdapat 404 orang yang mendukung rencana BRT Mebidangro tersebut dengan alasan dan syarat yang dihimbau dirinci dalam tabel.
B-25 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Jumla h (orang ) 404
Tabel 4.2.1 Tanggapan masyarakat terhadap rencana pengadaan BRT di wilayah Mebidangro % Tanggapan Alasan Syarat & Ketentuan Yang Dihimbau /Jawaban Responden
80, 8
Setuju & mendukun g
89
17, 8
Tidak Setuju & Tidak Mendukun g
7
1,4
a. Lebih nyaman, bersih, tarif 1. Perlu kajian yang komprehensif & terjangkau; sosialisasi yang cukup; b. Waktu tempuh lebih cepat; 2. Dampak sosial diantisipasi; c. BRT dapat mengurangi 3. Memberi prioritas kepada kemacetan bila angkot pengemudi/pemilik angkot di dikurangi; wilayah Mebidangro untuk menjadi d. Trayek dan rute BRT lebih operator/tenaga kerja pada sistem jelas; BRT; e. Dapat mengurangi polusi 4. Mengutamakan rencana rute BRT udara; pada wilayah rawan macet agar f. Menambah pendapatan lalulintas di wilayah tersebut lebih daerah; tertata & tertib. g. BRT sudah sangat diperlukan masyarakat wilayah Mebidangro. a. BRT belum tentu dapat mengatasi kemacetan apalagi bila jumlah angkot tetap; b. Pengadaan BRT terkesan hanya menghambur-hamburkan dana dari pemerintah; c. Pertumbuhan kendaraan pribadi sangat pesat sehingga keberadaan BRT justru mempersempit ruas jalan yang ada sekarang; d. Keberadaan BRT akan menimbulkan masalah transportasi baru bagi masyarakat Mebidangro; e. Keberadaan BRT akan menambah pengangguran dan mengurangi pandapatan pemilik dan pengemudi angkutan umum;
Tidak Menjawab/ Ragu Sumber : Hasil Survei Kuesioner, 2009
Tabel 4.2.2 Tanggapan masyarakat terhadap dampak pengalihan rute/fungsi angkot dan eleminasi angkot akibat implementasi BRT Mebidangro Jumlah Responden (%) Jawaban Alasan (orang) 43 a. Agar rute dialihkan ke daerah yang masih 215 a. Angkutan kota membutuhkan atau mengalihfungsikan menjadi menyebabkan kemacetan; angped atau AKDP bila perlu; b. Pengalihan angkutan kota akan mengurangi 0,6 b. Meminta ganti rugi sebesar 50% dari nilai 3 kemacetan; penjualan angkot; c. Jumlah angkutan kota 10,2 c. Meminta ganti rugi sebesar 75% nilai angkot; 51 sudah sangat besar dan 20,6 d. Menghimbau pemerintah untuk membentuk 103 keberadaannya tidak Badan Otorita Angkutan Umum (BOAU) teratur; bekerjasama dengan Pemkab di luar wilayah d. Pengalihan dan atau Mebidangro yang masih membutuhkan angkot; eleminasi tersebut 12,4 e. Pemerintah jangan membiarkan angkot bersaing 62 merupakan konsekuensi dengan BRT sehingga mematikan ekonomi dan resiko dari suatu rakyat kecil; kebijakan 0,2 f. Membuka lapangan kerja baru bagi pengemudi 1 pembanguanan; angkutan kota; e. Pengemudi angkutan kota 0,4 g. Memberi ganti rugi sampai 100% dan 2
B-26 ISBN : 978-979-18342-2-3
mempekerjakan pengemudi angkutan kota pada sistem BRT;
∑ = 437 57
selama ini ugal-ugalan dan sering menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarangan tempat;
87,4 11,4
Setuju Tidak a. Efektifitas pengalihan masih diragukan, sebaiknya jangan hanya setuju; angkutan kota yang dieleminasi, kendaraan pribadi yang jumlahnya juga sangat besar mesti dibatasi; b. Menyebabkan pengangguran & menimbulkan konflik sosial. 6 1,2 Tidak menjawab/ragu Sumber : Hasil Survei Kuesioner, 2009 Dari Tabel 4.2.2 di atas terlihat bahwa 87,4% masyarakat mendukung pengalihan rute/fungsi angkot serta eleminasi angkot akibat implementasi BRT Mebidangro dengan syarat agar Pempus/Pemda Mebidangro mengakomodir dampak sosial yang timbul seperti ganti rugi angkot, pengalihan fungsi/status angkot serta pengangguran yang timbul akibat implementasi BRT tersebut kelak.
B-27 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 4.2.3 Saran, dukungan, kesiapan dan tanggung jawab institusi terhadap implementasi BRT Mebidangro Pemerintah Pusat 1. BRT solusi minimal & solusi antara bagi pengembangan MRT di kota-kota di Indonesia yang mengarah kepada kompetensi, efisiensi & kenyamanan; 2. Penyiapan studi & rancangan masterplan BRT Mebidangro; 3. Pengembangan prasarana transfer points secara terbatas, 4. Asistensi pengembangan kelembagaan, 5. Pengembangan business plan dan rencana operasi, 6. Inisiasi pemberian bis (30-40 armada) & prasarana BRT untuk Koridor 1; 7. Koordinasi antar institusi terkait jika terjadi permasalahan; 8. Sumber dana pengembangan BRT Mebidangro sebagian dari APBN, APBD Provsu, dan APBD Kota/Kab di wilayah Mebidangro.
Pemerintah Provinsi Sumut Dishub Provsu (Dishubsu) : 1. Pempus bertanggung jawab terhadap pengadaan bus beserta jaminan sparepart serta pembuatan bengkel untuk maintenance, SDM teknisi sebagai instruktur; 2. Dishubsu telah membentuk Pokja yg melibatkan unsur terkait; 3. Dishubsu bertanggungjawab terhadap koordinasi pelaksanaan, perizinan & menyiapkan SDM utk dilatih sebagai teknisi/mekanik & operator; 4. Dishubsu akan mendorong Pemko/Pemkab Mebidangro untuk menghindari permasalahan batas wilayah administratif untuk kepentingan yg lebih besar. Bappeda Provsu (Bappedasu): 1. Dukungan terhadap kebijakan & infrastruktur; 2. Pempus agar mendukung persiapan BRT & mengatasi dampak negatif implementasi BRT;
Pemko Medan
Pemko Binjai
Pemkab Deliserdang
Dishub Medan : 1. Pempus mempersiapkan arahan kebijakan & armada BRT; 2. Pemprovsu mempersiapkan kelembagaan yang dapat menciptakan kordinasi & integritas BRT; 3. Pemkab/Pemko mempersiapkan prasarana pendukung (marka, rambu, APILL), pengadaan halte termasuk instrumen kebijakan; 4. Pemkab/Pemko mempersiapkan seluruh stakeholders; Bappeda Medan: Pempus agar mendanai studi kelayakan, masterplan & DED BRT di wilayah Mebidangro &mendukung pembebasan tanah & pembangunan fisik BRT;
Dishub Binjai : 1. Persiapan terhadap angkutan eksisting yang beroperasi & angkutan BRT yang akan diimplementasikan; 2. Melaksanakan sosialisai masyarakat, melakukan pendekatan terhadap Organda; 3. Mempertimbangkan ruas jalan yang akan dilalui oleh angkutan umum dan ditambah angkutan BRT yang merupakan angkutan masal; 4. Tegas dalam melaksanakan tugas dilapangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bappeda Binjai : Kesiapan aparatur menerima suatu perubahan & memfasilitasi dampak sosial pembangunan BRT.
Dishub Deliserdang : 1. Sangat mendukung & siap membantu dalam hal pengadaan data dan informasi yang diperlukan, SDM & tenaga teknis yang dibutuhkan; 2. Perlu diperjelas tugas, kedudukan & peranan Pemkab/Pemko /Pemprovsu & agar dilibatkan penuh & diberi tanggung jawab yang jelas; 3. Bila perlu dibentuk badan yang terdiri dari Pemkab/Pemko /Pemprovsu untuk menangani pembangunan & maintenance BRT Mebidangro ini Bappeda Deliserdang : 1. Revisi Tata Ruang Kabupaten, peningkatan kualitas sarana jalan telah dilakukan; 2. Dukungan dana Pempus untuk dampak sosial.
Ditlantas Polda Ditlantas Polda Sumut : . Pempus & Pemda membatasi pertambahan kendaraan pribadi & setelah berjalan 5 tahun barulah konsep BRT dapat diterapkan; . Survei studi BRT benar jangan hanya formalitas; . Akomodir angkot bersinggungan dengan BRT; Satlantas Medan : 1. Tertibkan dahulu jumlah armada angkot eksisting; 2. Pertimbangkan letak halte BRT, parkir khusus BRT. Satlantas Binjai/Deliserdang : 1. Sosialisasi yang cukup terhadap seluruh stakeholder terkait; 2. Sosialisasi yang cukup.
B-28 ISBN : 978-979-18342-2-3
Sumber : Hasil Survei Kuesioner, 2009 Dari keseluruhan jawaban kuesioner instansi terkait di wilayah Mebidangro pada Tabel 4.2.3 tersebut di atas, terlihat bahwa Pemda wilayah Mebidangro membutuhkan ketegasan dan campur tangan yang maksimal dari Pemerintah Pusat terhadap Pemda wilayah Mebidangro untuk mewujudkan rencana BRT Mebidangro ini. Dengan demikian, Pemerintah Pusat mestinya langsung berkordinasi dengan masing-masing Kepala Daerah (Walikota/Bupati) serta Gubernur Provinsi Sumut dan mendefenisikan sejauh mana keterlibatan Pempus sehingga seluruh Kepala Daerah memiliki tekad untuk mengesampingkan masalah batas wilayah administratif dan mengkondisikan rencana BRT Mebidangro kepada seluruh dinas terkait di wilayah Mebidangro.
B-29 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 4.2.4 Tanggapan, saran, dukungan pemilik Organda, YLKI terhadap rencana implementasi BRT Mebidangro Pengemudi Angkutan 1. Penghasilan rata-rata supir angkot memprihatinka n karena banyaknya jumlah mobil pribadi, sepeda motor & jumlah angkot, betor, ojek, kancil; 2. Penghasilan bersih minimal Rp.40.000,/hari, jarang terpenuhi; 3. Melonjaknya plafon/trayek oleh Dishub Medan, kepada supir & pemilik; 4. Lebih memilih beralih menjadi pengemudi betor, ojek, kancil, taxi.
Pemilik Angkutan 1. Supir sering nombok, jika nombok lebih dari 3 kali maka digantikan oleh supir lain; 2. Agar dilakukan penataan kembali angkutan & rutenya. 3. Agar Pemda dapat membuka lapangan kerja baru bagi pemilik angkot terkena dampak selain memberikan kompensasi; 4. Tidak setuju dengan pengalihfungsian menjadi angdes. Lebih setuju menjual angkotnya & menggunakan uang hasil penjualan untuk buka usaha baru.
KESPER 1. Menghimbau subsidi spareparts, BBM; 2. Mengkaji ulang jumlah trayek, rute, plafon angkot & AKDP agar supir lebih mampu mencapai target setoran; 3. Lapangan kerja. Baru bagi pengangguran; 4. Agar sosialisasi matang & menyeluruh. 5. Nilai ganti rugi lihat pangsa pasar atau pada dealer,
angkutan, pengemudi angkutan, Kesper,
ORGANDA 1. Sosialisasi yang cukup panjang atas setiap kebijakan pemerintah, schedule kegiatan tahapan implementasi BRT kepada seluruh pihak terkait; 2. Segala bentuk bantuan & kebijakan terhadap tindakan solusi dampak sosial agar transparan kepada masyarakat; 3. Agar pemilik angkutan yang terkena eleminasi menjual angkutannya ke daerah lain; 4. Kaji ulang trayek, plafon, rute & jumlah armada angkutan umum eksisting agar tidak tumpang tindih & kacau seperti saat ini.
YLKI 1. Mengakomodir dampak sosial maksimal; 2. Setuju bila angkutan yang tereleminasi dijual ke daerah lain di Provsu yang masih membutuhkan; 3. Landasan hukum yang jelas bagi operasional BRT Mebidangro; 4. Menegaskan perlunya pelaksanaan sosialisasi yang menyeluruh & berkesinambun gan terhadap seluruh instansi terkait & seluruh masyarakat.
Sumber : Hasil Survei Kuesioner, 2009 Dari Tabel 4.2.4 di ats terlihat bahwa pihak terkena dampak sosial seperti supir, pemilik angkutan, Kesper, Organda dan YLKI sebenarnya tidak keberatan bila terjadi eleminasi/peralihan rute/fungsi angkot asalkan disosialisasikan dengan transparan oleh Pemda disertai dengan ganti rugi menurut harga pasar. Namun mereka menekankan agar Pemda melakukan penataan ulang bagi jaringan trayek dan jumlah plafon sehingga tidak terjadi tumpang tindih yang memprihatinkan seperti saat ini.
4.3 Solusi Tata Ruang Kabupaten Deliserdang Mengantisipasi Operasional Bandara Medan Baru Pemkab Deliserdang telah menyusun dokumen “RDTR Kawasan Di Sekitar Bandara Kualanamu” pada APBD 2008, namun isi laporan RDTR Kawasan tersebut masih berupa arahan pengembangan saja dan belum merinci action plans rencana pengembangan lahan kawasan sekitar Bandara Medan Baru yang mengantisipasi dampak operasional Bandara Medan Baru yang berskala internasional yang akan merupakan bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Soekarno-Hatta. Kabupaten Deliserdang perlu memiliki strategi pengembangan lahan yang bertujuan agar para pengguna Bandara Medan Baru (turis/pengunjung domestik/internasional) tidak perlu travel ke Medan untuk mendapatkan akomodasi, rekreasi, hiburan, shopping centers, apartemen/hotel berskala nasional maupun internasional, mempertimbangkan jarak Medan-Kualanamu yang cukup panjang yakni sekitar 30-60 menit. Pemkab Deliserdang mestinya telah memprediksi potensi devisa/PAD yang yang diharapkan melalui aktivitas bandara dan memplot kebutuhan pengembangan tersebut khususnya di wilayah Kecamatan Pantai Labu, Beringin, Batang Kuis, Lubuk Pakam, Percut Sei Tuan dan Labuhan Deli yang merupakan wilayah terdekat dengan bandara.
B-30 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
4.4 Solusi Tata Ruang Kota Medan Mengantisipasi Operasional Bandara Medan Baru Konsep Kota Satelit dan Kota Kompak merupakan respon dari pembangunan kota acak (urban sprawl development) yang dipandang sebagai alternatif utama ide pengimplementasian pembangunan berkelanjutan dalam sebuah kota. Kegagalan konsep ini umumnya karena diterapkan apa adanya tanpa mempertimbangkan permasalahan kota yang ada dan kekhasan sebuah kota di samping keharusan penyesuaian terhadap karakter kota. Pilihan kompak atau tidak kompak dalam menjawab masalah keberlanjutan dalam sebuah “organisme” kota sebenarnya sangat bergantung pada kecenderungan perilaku, kapasitas, fleksibiltas, dan tentunya kebijakan dalam sebuah kota (Roychansyah, 2006). Untuk itu, agar konsep Kota Satelit/Kompak bagi Kota Medan dapat berhasil kelak maka Pemko Medan mestinya menyelesaikan masalah kota yang mendasar yakni terkonsentrasinya pusat bisnis/perbelanjaan dengan pusat pemerintahan dan perkantoran di wilayah inti kota. Karena sekalipun dibangun kota-kota satelit misalnya di wilayah-wilayah lingkar luar, maka kemacetan tetap saja akan terjadi di inti kota yang menyebar ke seluruh penjuru Kota Medan. Hal lain yang wajib dibenahi juga adalah re-routing trayek/rute angkutan umum beserta dengan jumlah plafonnya yang memperhatikan sistem ke-hirarki-an jaringan jalan di Kota Medan. Selanjutnya dari hasil survei interview 27 orang pejabat di wilayah Mebidangro (lihat Tabel 3.2) beberapa aktivitas yang semestinya disatelitkan terlebih dahulu di Kota Medan adalah sebagai berikut : 1. Pusat Pemerintahan : pemindahan pusat pemerintahan Kota Medan ke arah Selatan Kota Medan yang masih memiliki banyak daerah terbuka/resapan air sehingga perencanaan pemindahan zona pusat pemerintahan tersebut dapat lebih memperhatikan tidak saja aspek-aspek teknikalnya saja melainkan juga aspek sustainabilitas lingkungan, aspek estetika/wisata kota dan aspek sosial ekonomi dan budaya. Pusat pemerintahan yang dimaksudkan adalah secara keselurhan seperti Kantor Walikota, Kantor Pengadilan Negeri, Kantor Pengadilan Tinggi, Dinas Tarukim, TKTB, Kantor DPRD/DPR Provsu, Kantor Imigrasi dan semua instansi-instansi pemerintah yang mayoritas berada di inti kota dipindahkan ke bagian Selatan Kota Medan. Beberapa perkantoran pemerintah telah dipindahkan ke lokasi ini seperti Dinas TKTB, Dinas Tarukim dan Kantor Kejatisu. Dengan demikian masyarakat yang ingin mengurus keperluannya terkait dengan instansi pemerintah, hanya perlu travel ke satu tempat saja. Selanjutnya dikembangkan juga perumahan-perumahan, khususnya bagi para pegawai pemerintahan tersebut beserta dengan segala fasilitasnya seperti toko, rumah sakit, mall, sekolah dan fasilitas rekreasi yang berskala nasional. Proses pengembangan kota satelit ini akan berjalan secara alamiah, dan perlahan-lahan akan dapat menjadi suatu Kota Mandiri. Hal yang signifikan yang langsung terjadi dengan adanya re-alokasi pusat pemerintahan ini adalah terdistribusinya sistem lalulintas Kota Medan sehingga tidak hanya menuju inti kota saja. 2. Pusat Bisnis/Perbelanjaan/Perdagangan : tetap dikembangkan di wilayah inti kota yang dengan sendirinya akan berkembang memenuhi segala kebutuhan akan fasilitas-fasilitasnya yang sesuai seperti hotel, kondominium, apartemen, rumah sakit ataupun exhibition center. Lahan eks Bandara Polonia tetap dikembangkan sebagai Pusat Bisnis dan Perdagangan bila Bandara Internasional Medan Baru di Kualanamu kelak beroperasi. Hal ini disebabkan karena lahan eks Bandara Polonia masih terletak di wilayah CBD Kota Medan. 3. Pusat Pendidikan Tinggi Swasta : banyaknya pertumbuhan perguruan-perguruan tinggi swasta (PTS) beserta fasilitas dadakan–nya (warteg, cafe) yang menyebar di wilayah inti kota tanpa fasilitas parkir yang cukup, misalnya : Microskill di Jl. Thamrin, STIE di Jl. Sungai Deli, LP3I di Jl. Gajah Mada dan kursuskursus keahlian jangka pendek seperti kursus komputer, akuntansi serta bahasa yang menyebar di wilayah inti kota. Pelajar-pelajar PTS ini pada umumnya menggunakan kenderaan pribadi (mobil, sepeda motor) sehingga dapat dibayangkan pada saat masuk dan keluar kegiatan perkuliahan/kursus, selalu membuat macet daerah sekitar lokasi kegiatan. Bila semua PTS ini dapat diarahkan terkonsentrasi dalam satu lokasi yang sama (ruislag) sehingga berkembang pula rumah-rumah kost, flat/apartemen bagi pelajar baik swasta maupun milik Pemda sendiri yang dapat menambah pemasukan bagi Pemda, cafe serta fasilitas hiburan dan rekreasi. Bila pertumbuhan PTS/kursus swasta ini tidak segera ditertibkan, maka dapat diperkirakan 5-10 tahun mendatang, masalah ini akan menjadi beban dan polemik bagi Kota Medan. 4. Pusat Industri : tetap dikembangkan di kawasan Utara Kota Medan, termasuk rencana pengembangan Pelabuhan Belawan menjadi Hub-Port Internasional, Pabrik Finishing Industrial di wilayah sekitar Belawan, pengembangan KIM (Kawasan Industri Medan) serta rencana sistem infrastruktur yang menghubungkan ketiga kegiatan urat nadi kota satu dengan lainnya terhadap wilayah inti kota dan pusat pemerintahan serta kawasan Bandara Medan Baru.
B-31 ISBN : 978-979-18342-2-3
5.
Pusat Automobile (Showroom), Penjualan Spareparts dan Perbengkelan: tingginya pertumbuhan mobilmobil pribadi dan sepeda motor dengan berbagai merk dengan kelebihan dan kekurangan dari masingmasing merk mobil tersebut, menjadikan kebutuhan akan spareparts, showrooms dan perbengkelan yang signifikan bagi masyarakat Kota Medan. Bila semua kegiatan yang berhubungan dengan automotive ini ditempatkan dalam satu wilayah yang sama, maka selain signifikan mengurangi kemacetan lalulintas, juga akan lebih menguntungkan pengusaha automotif dan juga masyarakat pengguna jasa automotif karena terkonsentrasi dalam satu wilayah karena selain mengembangkan kompetisi bisnis yang sehat antar pengusaha automotif, juga akan mempermudah masyarakat untuk mencari dan menentukan pilihannya akan segala kebutuhan terkait aiutomotif tersebut. Selanjutnya juga akan berkembang di kawasan ini fasilitas perumahan bagi pengusaha maupun pegawai, cafe, restoran dan fasilitas hiburan/rekreasi lainnya. Bila re-lokasi kelima pusat kegiatan tersebut di atas dilaksanakan (perlu penelitian komprehensif) maka Kota Medan diharapkan terhindar dari grid-lock 15-20 tahun mendatang, dan secara alamiah investor juga akan mulai menanamkan modalnya untuk pengembangan kawasan-kawasan tersebut sehingga posisi Pemko dapat menjadi penentu bagi pasar. Selain itu akan pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya di wilayah inti kota saja seperti yang terjadi pada saat ini. Bagaimana dengan sumber dana untuk implementasi Kota Satelit/Kota Kompak di Kota Medan ini? Selain dari APBD, realokasi dana program yang tidak efektif (tumpang tindih dengan dinas lain) yang merupakan hasil evaluasi implementasi program masing-masing dinas/instansi Pemko Medan/Pemprovsu atau dari dana pinjaman luar negeri/investor. 5. KESIMPULAN Aspek sustainabilitas dari pengembangan wilayah Mebidangro untuk mengantisipasi operasional Bandara Medan Baru di Kualanamu ternyata juga mencakup unsur dampak sosial dari rencana perubahan tata ruang dan perbaikan sistem transportasi. Beberapa kesimpulan ditarik dari seluruh hasil penelitian ini : 1. Eksistensi Bandara Internasional Medan Baru akan meningkatkan peran Kabupaten Deliserdang di tingkat nasional maupun internasional yang secara simultan juga akan mempengaruhi wilayah aglomerasi sekitarnya yakni Medan, Binjai dan Tanah Karo (Mebidangro) sehingga diperlukan suatu strategi khusus bagi wilayah Mebidangro untuk pengembangan wilayah dan sistem transportasi internal dan antar-wilayah Mebidangro guna mengantisipasi dampak pra dan pasca operasional Bandara Medan Baru ini kelak sehingga pengembangan wilayah tidak lagi bersifat urban sprawl melainkan lebih ke arah anti-sprawl development sehingga terwujud pembangunan yang berkelanjutan untuk jangka panjang yang ramah lingkungan; 2. Hasil analisis data sekunder menunjukkan bahwa dari keseluruhan trayek angkot di Kota Medan (146 trayek) terdapat 79,45% trayek angkot (116 trayek) yang bersinggungan dengan rute Koridor 1 BRT Mebidangro yakni rute yang melalui inti kota (Pinang Baris-Guru Patimpus), sementara Kota Medan memiliki jalur outer-ringroad atau inner-ringroad. Dengan kata lain, hanya 20,55% trayek (30 trayek) angkot yang tidak melalui wilayah inti kota; 3. Dari 116 trayek angkot yang bersinggungan dengan rute Koridor 1 BRT Mebidangro (menuju inti kota), terdapat 38 trayek dengan 2.835 armada yang memiliki panjang rute trayek lebih dari 50% bersinggungan dengan rute Koridor 1 BRT Mebidangro. Dari ke-38 trayek tersebut, hanya 5 trayek (215 armada) yang tidak melalui kedua Terminal Pinang Baris dan Terminal Amplas menuju ke inti kota; 4. Dari 500 responden masyarakat di seluruh wilayah Mebidangro, terdapat 404 orang (80,8%) yang mendukung rencana BRT Mebidangro, 89 orang (17,8%) yang tidak mendukung, dan 7 orang (1,4%) yang ragu-ragu. Alasan sikap masyarakat serta syarat yang dihimbau dirinci dalam Tabel 4.2.1; 5. Dari 500 responden masyarakat di seluruh wilayah Mebidangro, 87,4% (437 orang) mendukung pengalihan rute/fungsi angkot serta eleminasi angkot akibat implementasi BRT Mebidangro dengan syarat agar Pempus/Pemda Mebidangro mengakomodir dampak sosial yang timbul seperti ganti rugi angkot, pengalihan fungsi/status angkot serta pengangguran yang timbul akibat implementasi BRT tersebut kelak, 11,4% (57 orang) yang tidak mendukung serta 1,2% (6 orang) yang tidak menjawab (lihat rincian alasan/syarat pada Tabel 4.2.2). 6. Dari jawaban 29 orang responden pejabat institusi terkait di seluruh wilayah Mebidangro dan Pemerintah Pusat (Dephubdat BSTP Jakarta) ternyata Pemda wilayah Mebidangro membutuhkan ketegasan dan campur tangan yang maksimal dari Pemerintah Pusat terhadap Kepala Daerah di wilayah Mebidangro dan Gubernur Provinsi SUMUT untuk dapat mewujudkan rencana BRT Mebidangro ini (lihat Tabel 4.2.3); 7. Responden yang terdiri dari supir angkutan, pemilik angkutan, operator angkutan, Kesper, Organda dan YLKI (98 orang) sebenarnya tidak keberatan bila terjadi eleminasi/peralihan rute/fungsi angkot asalkan disosialisasikan dengan transparan oleh Pemda disertai dengan ganti rugi menurut harga pasar. Namun mereka menekankan agar Pemda melakukan penataan ulang bagi jaringan trayek dan jumlah plafon sehingga tidak terjadi tumpang tindih yang memprihatinkan seperti saat ini (lihat Tabel 4.2.4);
B-32 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
8. Kabupaten Deliserdang perlu memiliki strategi pengembangan lahan yang bertujuan agar para pengguna Bandara Medan Baru (turis/pengunjung domestik/internasional) tidak perlu travel ke Medan untuk mendapatkan akomodasi, rekreasi, hiburan, shopping centers, apartemen/hotel berskala nasional maupun internasional, mempertimbangkan jarak Medan-Kualanamu yang cukup panjang yakni sekitar 30-60 menit. Pemkab Deliserdang mestinya telah memprediksi potensi devisa/PAD yang yang diharapkan melalui aktivitas bandara dan memplot kebutuhan pengembangan tersebut khususnya di wilayah Kecamatan Pantai Labu, Beringin, Batang Kuis, Lubuk Pakam, Percut Sei Tuan dan Labuhan Deli yang merupakan wilayah terdekat dengan bandara; 9. Dari hasil survei interview 27 orang pejabat di wilayah Mebidangro, dan 46 orang pakar/ dosen/mahasiswa (lihat Tabel 3.2) pembenahan tata ruang Kota Medan membutuhkan relokasi zona pusat pemerintahan ke wilayah Selatan Kota Medan, zona bisnis/perdagangan tetap di wilayah inti kota termasuk pengembangan eks-lahan Bandara Polonia, zona industri tetap dikembangkan di wilayah Utara Medan (Belawan, KIM, pabrik Finishing Industrial), zona pusat automobile/penjualan spareparts/perbengkelan, serta zona pusat pendidikan tinggi/kursus swasta, yang keseluruhannya memerlukan penelitian lanjut secara komprehensif. 6. DAFTAR PUSTAKA Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, (2010), Dampak Strategis Pengembangan Bandara Kualanamu terhadap Pengembangan Regional, Power Point Presentation, Dies Natalis Fakultas Teknik - Universitas Sumatera Utara, Medan, 6 November 2009. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemerintah Kabupaten Deliserdang, (2008), Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Di Sekitar Bandara Kualkanamu : Laporan Kompilasi Data, Lubuk Pakam, Oktober 2008, unpublished. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemerintah Kota Medan, (2006), Menata Fungsi-fungsi Utama Medan Sebagai Kota Metropolitan, Power Point Presentation, Seminar Kota Baru : Upaya Menuju Kota Ideal yang Kompak, Medan, 29 Juni 2006. Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, (2010), Pembangunan dan Pengembangan Bandara Strategis di Lingkugan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara : Pengembangan Bandara Medan Baru, Power Point Presentation, Dies Natalis Fakultas Teknik - Universitas Sumatera Utara, Medan, 6 November 2009. Departemen Perhubungan Darat, Bina Sistem Transportasi Perkotaan (BSTP), Laporan Hasil Studi “Perencanaan Teknis Sistem Angkutan Umum Massal Berbasis Jalan (Bus Rapid Transit) Pada Kawasan Aglomerasi Mebidangro” telah dilakukan, Jakarta, Maret 2008. Dinas Perhubungan Kota Medan, (2008), Data Profil Angkutan Umum Perkotaan, Kota Medan. M.S. Roychansyah, K. Ishizaka, T. Omi, (2006), Identification of Regions and Cities in Delivering Compact City Strategy: Examination of Compactness Attributes in Japan and England, Proceeding of International Conference on Urban Planning, Taipei, Taiwan, August 2006, pp. 305-314.
B-33 ISBN : 978-979-18342-2-3
Halaman ini sengaja dikosongkan
B-34 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
STUDY BESARNYA PANJANG KAPAL YANG AMAN UNTUK LEBAR PERAIRAN TERBATAS DITINJAU TURNING ABILITY Hasanudin, S.T Mahasiswa Pasca Sarjana, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
ABSTRACT Ship maneuverability in the restricted water (In the width of narrow water) always to be interesting topics in the naval architecture world. Because of it can cause some problems seriously such as collision between hull and water bank. For that in this paper done study about relation between length of ship and wide of the minimum water that allows for ship can be turned safely without needing help bow thruster / tug boat. So that this paper can be used by owner, operator, administrator and designer in the ship designs and ship operations when ship want enter to restricted water. To calculate minimum width of restricted water still safe used some considerations among others: turning radius, clearance of waters bank, ship length behind longitudinal of center gravity. From results of study can be concluded that minimum width of restricted water that safe for turning ability of ship without need bow thruster / tug boat > 4.48 length of ship. ABSTRAK Maneuvering kapal diperairan terbatas (lebar perairan yang sempit) selalu menjadi topik menarik dalam dunia perkapalan, karena hal itu dapat menimbulkan masalah serius seperti kerusakan lambung kapal akibat benturan dengan tepi perairan. Untuk itu dalam paper ini dilakukan study tentang hubungan panjang kapal dengan lebar perairan terbatas minimum yang memungkinkan kapal dapat turning dengan aman tanpa bantuan bow thruster / tug boat. Sehingga paper ini dapat digunakan oleh owner, operator, administrator dan designer dalam desain dan operasi kapal ketika akan masuk ke perairan terbatas. Untuk menghitung lebar perairan terbatas minimum yang masih aman tersebut dipertimbangkan radius turning, clearance bank, dan panjang kapal dibelakang Longitudinal Center Gravity. Dari hasil study dapat disimpulkan bahwa lebar perairan terbatas minimal yang aman untuk turning kapal tanpa bantuan bow thruster / tug boat adalah≥ 4.48 panjang kapal Kata kunci: Maneuvering, radius turning, clearance bank 1. PENDAHULUAN Setiap kapal yang akan berlayar disyartakan secara langsung dapat di kendalikan pada bidang horisontal permukaan air, dimana kapal dapat bergerak lurus sesuai lintasannya, berbelok atau melawan aksi gaya yang mempengaruhi gerakan tersebut pada saat kapal beroperasi (Rawson & Tupper, 2001). Masalah pengendalian kapal mempunyai sejarah yang panjang dalam dunia perkapalan. Pada abad 20 yang lalu memperlihatkan adanya perkembangan pesat tentang teori pengendalian kapal. Pada awal 1900 uji Autopilot pertama kali dilakukan, hasilnya berupa sistem feedback yang selanjutnya dirubah menjadi bentuk model matematik (Thomas & Sclavounos, 2007). Simposium Internasional Pertama Mengenai Maneuverability Kapal yang diselengarakan pada tahun 1960 di Washington USA. Diantara yang menyampaikan makalahnya adalah Norrbin yang memperlihatkan hasil pekerjaan ilmiahnya mengenai maneuverability kapal. Sejak itu terjadi peningkatan perhatian penelitian masalah hidrodinamik Maneuverability, khususnya oleh organisasi-organisasi: IMO (International Maritime Organization), ITTC (International Towing Tank Conference) dan SNAME (Society of Naval Architects and Marine Engineers), hal ini karena masalah maneuverability kapal yang merupakan bagian utama pelayaran kapal yang membutuhkan tingkat keselamatan yang lebih baik (Journee & Pinkster, april 2002). Selama empat dekade penelitian maneuverability kapal telah megalami peningkatan permasalahan dengan peningkatan ukuran kapal (crude oil carriers dan container vessel), hubungan shallow water ketika masuk pelabuhan, perkembangan teknik percobaan oscillatory (mekanisme gerak planar) dan perkembangan industri komputer untuk simulasi (Journee & Pinkster, april 2002). Ketika kapal beroperasi pada restricted water, (seperti sungai, pelabuhan dan canal) gerakan kapal dapat dipengaruhi oleh adanya tepian. Ini akan membuat aliran fluida disekitar badan kapal tidak simetris sehingga akan timbul gaya sway dan yaw momen yang akan sangat membahayakan kapal (Duffy, September 2002). Gaya yang terjadi pada kapal yang disebabkan efek bank telah diketahui beberapa abad lalu oleh operator kapal. Kapten kapal selalu menjaga jarak agar gaya yang terjadi selalu moderat sehingga tidak membahayakan kapal (Thomas & Sclavounos, 2007). Untuk kapal yang beroperasi pada lebar perairan yang sempit, turning kapal selalu menjadi masalah besar yang dapat menyebabkan tubrukan/goresan lambung kapal dengan tepian perairan, sehingga diperlukan tug boat untuk membantu operasional kapal. B-35 ISBN : 978-979-18342-2-3
Dalam penelitian ini akan dibahas hubungan antara panjang kapal dengan lebar perairan minimum yang masih memungkinkan kapal bermanuver (turning), tanpa menggunakan tug boat. Lebar minimum perairan tersebut dihitung dengan mempertim-bangkan radius turning, clearance dan panjang kapal dibelakang longitudinal center of gratify. Sehingga hasilnya dapat digunakan oleh: owner, operator, administrator untuk meprediksi apakah kapal yang dioperasikan memerlukan tug boat, sedangkan bagi ship designer dapat digunakan memprediksi desain kapal yang didesain butuh bow thruster. 2. METODOLOGI PENELITIAN Untuk mempermudah menyelesaikan persoalan tersebut maka dibuatlah metodologi dalam bentuk diagram sebagai berikut: L
UKURAN UTAMA
TURNING BANK CLEREANCE
LUAS KEMUDI
LKapal Vs
LAFT
Gambar 1. Metodologi Penelitian Hubungan Panjang Kapal dan Lebar Minimal Restricted Water • Panjang kapal ditentukan dengan ukuran panjang antara 60-200m, ukuran ini dipilih dengan mempertimbangkan bahwa kapal penumpang dan barang yang ada pada umumnya dengan ukuran tersebut. • Dari panjang kapal yang ditentukan dapat dihitung geometri-geometri ukuran utama kapal dengan menggunakan rumus-rumus pendekatan (persamaan 1-4). • Selanjutnya dari ukuran utama yang telah ditentukan dihitung luas daun kemudi dengan menggunakan rule BKI volume II (persamaan 5).. • Dari ukuran utama daun kemudi dapat dihitung turning diameter dan panjang bagian belakang kapal dibelakang longitudinal center gravity (LCG). Turning diameter dihitung dengan menggunakan persamaan maneuvering linier dengan pertimbangan bahwa kapal yang digunakan adalah kapal displasment (bukan kapal planning) (persamaan 6-12). • Dari turning diameter, bank clearance dan panjang bagian belakang kapal dijumlah menjadi lebar minimum restricted water yang memungkinkan kapal dapat turning dengan aman tanpa bantuan bow thruster / tug boat. • Dari penjumlahan diatas selanjutnya dibuatlah grafik hubungan panjang kapal dan lebar restricted water yang masih aman untuk kapal dapat turning tanpa bantuan bow thruster / tug boat. 3. DASAR TEORI 3.1. Penentuan Ukuran Utama Kapal Ukuran utama kapal mempunyai pengaruh yang besar terhadap performance kapal. Panjang berpengaruh pada: tahanan capital cost, manoeuvrability, longitudinal strength, volume lambung. Lebar kapal berpengaruh pada: stabilitas melintang, tahanan, manoeuvrability, capital cost, volume lambung. Tinggi kapal berpengaruh pada: volume lambung, longitudinal strength, stabilitas melintang, capital cost, freeboard. Sarat kapal berpengaruh pada: displacement, freeboard, resistance, stabilitas melintang. Ukuran utama kapal pada tahap konseptual desain dapat didekati dengan menggunakan ukuran-ukuran geometri kapal. (Parsons, 2003) Untuk menghitung gerakan maneuvering diperlukan data-data ukuran utama kapal dan koefesien-koefesien geometri kapal, hal ini dapat didapatkan dari desain kapal yang telah ada atau dengan menggunakan rumus pendekatan. Dalam studi ini penentuan ukuran dan koefesien tersebut didapatkan dengan rumus pendekatan yang dikemukaakan oleh (Parsons, 2003) yaitu: • Lebar kapal (B): dihitung dengan mengalikan membagi panjang kapal dengan rumus L/B = 4.0 + 0.025 (L – 30), for 30 ≤ L ≤ 130 m L/B = 6.5, for 130 m ≤L ….................(1) • Sarat Kapal (T): didapatkan dengan cara membagi lebar kapal dengan rasio B/D=1,6 untuk kapal ukuran sedang, cara ini telah ditetapkan oleh Watson and Gilfillan dari hasil study-nya. • Froude Number (Fn): dipertimbangkan kapal yang dianalisa adalah kapal displasmen yang mempunyai kecepatan rendah, untuk kapal cargo mempunyai Fn 0.21-0.26
B-36 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Fn =
v g .L
……………...(2)
• Koeffesien Blok (Cb): merupakan perbandingan volume badan kapal yang tercelup di-air dengan volume karena. Koefesien blok ini diprediksi menggunakan rumus: ….................(3) Cb = – 4.22 + 27.8 √Fn – 39.1 Fn + 46.6 Fn3 • Longitudinal Center Of Gravity (LCB): merupakan titik terjadinya gaya surge, sway dan momen yaw sehingga kapal dapat bergerak. Untuk menghitung longitudinal center of gravity untuk kapal yang sudak dibangun dapat dilakukan dengan melakukan inclining test. Sedangkang dengan menggunakan rumus pendekatan yaitu: LCB = 9.70 – 45.0 Fn ± 0.8
…..................(4)
3.2. Penenentuan Luas Kemudi Kemudi adalah profile hydrofoil yang dapat berputar pada sumbu aksi vertical yang berfungsi untuk membuat turning kapal. Secara normal kemudi diletakan dibelakang baling-baling untuk menghasilkan gaya melintang dan momen kemudi pada kapal yang disebabkan oleh pembelokan aliran air pada bidang foil. Kemudi diletakan dibelakang badan kapal mempunyai beberapa alasan yaitu: • Momen turning kapal disebabkan oleh gaya melintang kapal yang bereaksi melawan gaya lambung kapal didekat haluan. Momen ini meningkat karena adanya jarak antara gaya kemudi dan gaya lambung. • Kemudi diluar aliran baling-baling tidak efektif untuk kapal kecepatan rendah/tanpa kecepatan. Biasanya kapal pada saat beroperasi bergerak maju, untuk kemudi diluar aliran propeller jauh kurang efektif. Ketidak efektifan kemudi untuk kapal kecepatan rendah secara temporary disebabkan peningkatan rpm propeller. Begitu pula selama penghentian kapal, kemudi yang letaknya pada aliran propeller kurang efektif. • Kemudi haluan tidak boleh melebihi sarat lambung, kemudi ini tidak efektif digunakan untuk gerakan maju kapal karena aliran kemiringan aliran yang ditimbulkan oleh pembelokan kemudi diarahkan langsung ke lambung, sehingga gaya lintang kemudi haluan dan gerakan maju lambung saling menghilangkan. Hal ini sama prinsipnya untuk kemudi buritan ketika kapal bergerak mundur. Kemudi haluan biasanya digunakan pada kapal ferri mobil ketika bergerak ke belakang. Keefektifan kemudi dalam maneuvering kapal terutama dihitung oleh aksi gaya melintang kemudi. Untuk meningkatkan keefektifan kemudi dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: • Susunan kemudi disusun slipstream terhadap baling-baling (khususnya kemudi kapal twin-screw) • Meningkatkan area kemudi • Memilih tipe kemudi yang tepat (misalnya sekop kemudi yang dipasang pada semi-balanced kemudi) • Memilih mesin kemudi yang dapat berputar melebihi 30o. • Memperpendek steering time kemudi (memilih pompa hydrolik yang lebih powerful untuk mesin kemudi) Gaya dan momen kemudi disebabkan oleh distribusi tekanan dinamik pada permukaan kemudi. Komponenkomponennya meliputi sudut kemudi , drag D dan lift L (Bertram, 2000). Luas kemudi kapal, bentuk kemudi dan penempatan kemudi sangat mempengaruhi maneuverability kapal. Dari hasil percobaan tentang perhitungan luas kemuadi yang efektif yang telah dilakukan dilakukan kemudian diadopsi oleh rule yang menghasilkan rumus sebagai berikut: (Biro Klasifikasi Indonesia, 1996) 1,75∙L∙T A = c1 ∙ c2 ∙ c3 ∙ c4 ∙ …………..(5) 100 Diamana: c1=factor tipe kapal c2= factor jenis kemudi c3=factor bentuk profile c4=factor penempatan kemudi 3.3. Model Matematik Gerakan Turning Pada Maneuvering Kapal Ada 3 macam gerakan yang mempengaruhi maneuvering kapal yaitu: surge, sway, dan yaw. Gerakan surge akan mendorong kapal kedepan, gerakan sway akan mendorong kapal kesamping dan gerakan yaw akan memutar kapal dengan pusat sumbu tegak kapal. Untuk menganalisa pola gerakan maneuvering kapal, dibutuhkan 2 sistem koordinat yaitu koordinat acuan pada bumi yaitu Oo-xoyozo serta koordinat acuan pada kapal yaitu O-xyz yang bergerak mengikuti gerakan kapal seperti gambar 2. Persamaan gerakan manuevering kapal dirumuskan sebagai berikut, X dan Y adalah gerakan eksternal kearah sumbu x dan y, dan N adalah persamaan momen yaw eksternal.
B-37 ISBN : 978-979-18342-2-3
X = m (u – vr – xG r2) Y = m (v + ur + xG r) N = Izr + m xG (v + ur)
............................(6)
dimana r = y, adalah yaw rate, m adalah massa kapal, Iz adalah momen inersia kapal pada sumbu z, xG dan yG adalah komponen-komponen percepatan yang searah dengan sumbu x dan y. V adalah komponen kecepatan translasi yang searah dengan sumbu x dan y adalah u dan v. Sudut yang dibentuk antara komponen kecepatan V dan sumbu x disebut dengan sudut drift (drift angle, b). Dalam hal ini akan diperoleh persamaan : u = V cos b, v = -V sin b
Gambar 2. Sistem Koordinat Gerakan Kapal Dari persamaan (6) diturunkan untuk mendapatkan sudut arah gaya dan momen untuk tiap-tiap lintasan, turunan persamaan ini dibuat linier dengan pertimbangan deviasi antara kapal dan lintasanya kecil, heel diabaikan dan bentuk kapal simetri sehingga persamaan gerakan maneuvering kapal adalah : (m – Xu)u – Xu (u – U) = 0 (m – Yv)v – Yvv + (mxG – Yr)r + (mU – Yr)r = Ydd .............................(7) (mxG – Nv)v – Nvv + (Iz – Nr)r + (mxGU – Nr)r = Ndd Dengan membagi dua persamaan terakhir diatas dengan ½ rL3U2 dimana r adalah massa jenis fluida (air laut), L adalah panjang kapal, dan U adalah kecepatan kapal maka akan diperoleh bentuk non-dimensional persamaan gerakan maneuvering kapal yaitu : (m’ – Xu’)u’ – Xu’(u’ – U’) = 0 (m’ – Yv’)v’ – Yv’v’ + (m’xG’ – Yv’)r’ + (m’U’ – Yv’)r’ = Yd’d (m’xG’ – Nv’)v’ – Nv’v’ + (Iz’ – Nr’)r’ + (m’xG’U’ – Nr’)r’ = Nd’d ................................(8) Dengan menggunakan metode eskperimen koefesien-koefesien gerakan manuevering dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut yaitu :
T L
2
2 B B 1 + 0.16Cb − 5.1 T L
T L
2
2 B B 0.67 − 0.0033 L T
Yv’ = - π
Yr’ = - π
T L
2
T Nr’ = - π L
2
Nv’ = - π
T L
Yv’ = - π
2
B 1 + 0.40Cb T
B B T − 0.5 + 2.2 − 0.08 L T L
Yr’ = - π
2
T T 0.5 + 2.4 L L 2
B B 1.1 L − 0.041 T
Nv’ = - π
B B 1 12 + 0.017CB T − 0.33 L
T B B Nr’ = - π 0.25 + 0.039 − 0.56 L T L
2
...................(9) Initial Turning/Course Changing ability yaitu kemampuan kapal untuk merubah arah gerakannya sebagai respon dari gaya yang dihasilkan kemudi. Kapal dikatakan memiliki Initial turning/ Course Changing ability yang baik bila arah gerakan kapal segera berubah setelah kemudi dibelokkan. B-38 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Pada saat kapal yang melaju pada lintasan lurus, kemudian kemudinya dibelokkan dan dipertahankan pada sudut tertentu maka lintasan kapal tersebut akan menghasilkan empat fase gerakan turning yaitu : 1. Fase persiapan: Fase ini dimulai ketika kapal mulai bergerak lurus dari kondisi diam hingga mencapai kecepatan yang diinginkan. Fase ini berakhir ketika kapal mulai menggerakkan kemudi. Titik dimana kapal mulai menggerakkan kemudi inilah yang disebut sebagai titik origin (awal). Kondisi yang terjadi pada fase ini dapat disimpulkan sebagai berikut : kecepatan kapal searah sumbu Y, percepatan kapal searah sumbu Y, kecepatan sudut, percepatan sudut, sudut defleksi kemudi, dan drift angle sama dengan nol (v, r, v, r, d, b = 0). 2. Fase Pertama: Dimulai dari saat kemudi mulai bergerak hingga membentuk sudut penuh sesuai dengan yang ditunjukkan oleh jantra kemudi pada wheel house. Selama berlangsungnya periode ini, gaya kemudi YddR dan momen kemudi NddR menghasilkan percepatan dan arahnya berlawanan dengan reaksi inersia kapal. Hal ini terjadi karena pada saat terbentuk drift angle (b) atau putaran (r) yang ada belum sempat menimbulkan peningkatan gaya hidrodinamika. Kondisi yang terjadi pada fase ini adalah v, r, d, b = 0. Persamaan gerakan linier pada tahap ini adalah : ( ∆ - Yv)v – Yrr = YddR ..............(10) (Iz – Nr)r – Nvv = NddR 3. Fase Kedua: Fase ini dimulai ketika kemudi telah mencapai defleksi maksimum kemudian sudut ini dipertahankan. Pada fase ini percepatan kapal berdampingan dengan kecepatan. Masa kritis terjadi pada saat awal mulainya fase kedua belok adalah timbulnya gaya Yv positif ke kanan menuju ke titik pusat belok hasil dari drift angle. Gaya ini cepat menjadi besar dari pada gaya YddR yang mengarah ke kiri. Hal ini mengakibatkan percepatan v berhenti membesar ke kiri dan akhirnya berkurang menuju nol karena gaya Yvv seimbang dengan gaya sentrifugal kapal. Akan tetapi pada fase ini lintasan titik berat kapal pada reaksi awal terhadap gaya YddR dan cenderung ke kiri sebelum Yvv menjadi besar untuk melaksanakan belok ke kanan. Fase ini diakhiri dengan menurunnya percepatan kapal searah sumbu Y dan percepatan sudut kapal sehingga mendekati nol. Pada fase ini kapal telah menikung dengan kecepatan yang lebih kecil dari kecepatan semula. Begitu juga dengan kecepatan sudut. 4. Fase Ketiga: Akhirnya setelah berosilasi, fase kedua belok berakhir dengan keseimbangan gaya yang terakhir. Pada saat keseimbangan gaya ini berakhir kapal akan terus berbelok dengan jari-jari tetap. Disini harga v dan r mempunyai harga non-zero tetapi harga v dan r sama dengan nol. Pada fase ini persamaan gerakan menjadi : -Yvv – (Yv - ∆ Xl)r = YddR ...............(11) -Nvv – Nrr = NddR
Gambar 3. a. Turning ability di Restricted Water b. Turning Circle Kedua persamaan simultan ini dapat diselesaikan untuk r dan v bila derivativ hidrodinamik dan derivativ kontrol Yd dan Nd diketahui. Sebagai catatan r = Ψ = rL/v, dengan steady turning radius R = v/r. Bila r’ = L/R, penyelesaian non-dimensional persamaan gerak diatas adalah : R=
L Yv ' ( N r ' ) − N r ' (Yr '−∆' ) δR Yv ' Nδ '− N v 'Yδ '
............(12)
Dimana b dan d dalam radian dan R positif untuk belok ke kanan. Dari persamaan diatas terlihat bahwa jari-jari belokan berbanding lurus dengan L, berbanding terbalik dengan sudut defleksi daun kemudi dR dan drift angle b berbanding lurus dengan dR. 3.4. Penentuan Clearance Bank Untuk Meningkatkan Keselamatan Kapal Ketika kapal berpindah melalui air, air dipindahkan dari depan kapal kebelakang lambung sampai dibelakang stern. Tekanan aliran yang dihasilkan adalah seimbang ketika kapal berada di perairan terbuka atau centerline B-39 ISBN : 978-979-18342-2-3
perairan simetri. Begaimanapun ketika kapal berpindah parallel, tetapi tidak simetri, gaya yang tidak simetri menghasilkan momen yaw. Momen ini disebabkan oleh adanya gelombang yang terjadi antara bagian depan kapal dan tepian perairan. Dibelakang gelombang haluan, kemiringan air antara kapal dan tepian perairan adalah kurang dari kapal dan centerline perairan sehingga menghasilkan gaya yang bergerak dari stern ke depan dekat dengan tepian. Efek ini disebut hisapan tepian dan meningkat secara langsung dengan adanya jarak yang dekat antara kapal dengan tepian. Tingginya efek hisapan tepian dipengaruhi oleh beberapa factor: • Jarak antara kapal dan tepian, dari teori dan tes menunjukan tingginya gaya lateral diperkirakan sebagai fungsi jarak kubus. • Meningkatnya/menurunya gaya hisapan disebabkan oleh rasio tinggi/sarat kapal dan meningkatnya kecepatan kapal. • Dari kajian menunjukan bahwa rasio jarak tepian/dalam perairan mempengaruhi efek daya hisap tepian. Gaya isapan tepian berkurang secara cepat dengan adanya penurunan rasio dalam dan lebarnya perairan. Slop tepian yang dangkal dapat mengurangi efek tepian Sehingga untuk menghindari isapan tepian tersebut harus mempertimbangkan table perhitungan persyaratan lebar isapan tepian yang dikaji oleh (Canadian Coast Guard, Fisheries and Oceans Canada, June 1999) (ElSersawy, et al., 2005) yaitu: Table 1. Lebar clearance tepian perairan Kemampuan Daya Hisap Tepian Maneuverability kapal Rendah Sedang Tinggi Sempurna 0.5 B 0.75 B 1.0 B Baik 0.75 B 1.0 B 1.25 B Jelek 1.0 B 1.25 B 1.5 B 3.5. Pengaruh Panjang Kapal Di Belakang LCG Terhadap Turning Ability Pada kapal yang bermanuver maka gaya surge, gaya sway dan momen yaw terjadi pada titik gravitasi kapal akibat dari gaya lift yang dihasilkan oleh kemiringan kemudi, sehingga kapal akan berputar searah dengan lintasan radius turning-nya, atau dapat dilihat pada gambar 2 (Rawson, et al., 2001)
Gambar 4. Pengaruh heading terhadap clearance panjang kapal Dengan adanya arah heading yang berbeda dengan lintasan, dan gaya yang terjadi pada center of gravity. Maka proyeksi vertical panjang kapal dibelakang center of gravity akan memberikan clearance tambahan pada lebar perairan yang akan dihitung. Dengan mengasumsikan sudut heading kemudi sama dengan sudut heading kapal clearance panjang kapal dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Clearnce L = Lcg. Sin ……(13) 4. ANALISA HASIL PERHITUNGAN Dengan menggunakan rumus-rumus yang terdapat dalam dasar teori diatas, maka dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan hubungan panjang kapal dan lebar perairan yang aman yang dijabarkan pada tabel 1 dan tabel 2 sebagai berikut: a. Ukuran panjang kapal (L) ditentukan mempunyai panjang antara 60-200m, besarnya panjang ini dipertimbangkan untuk kapal penumpang dan barang yang mempunyai kecepatan yang sedang yang sering diberoperasi di perairan terbatas. b. Lebar kapal (B) dihitung menggunakan rumus yang ada pada persamaan (1). Perhitungan B ini merupakan fungsi panjang kapal (L). c. Sarat kapal (T) dihitung menggunakan rasio perbandingan B/D=1.6 yang ada pada section (3.1). d. Koeffesien Blok (Cb) dihitung menggunakan rumus yang ada pada persamaan (3). Perhitungan Cb ini merupakan fungsi panjang kapal (Fn).
B-40 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
e. Froud Number (Fn) dihitung menggunakan rumus yang ada pada persamaan (2). Perhitungan Fn ini merupakan fungsi panjang kapal (L). f. Longitudinal Center of Gravity (LCG) dan Longitudinal Center of buoyancy (LCB) sama karena diasumsikan kapal tidak mengalami trim, ini dihitung menggunakan rumus yang ada pada persamaan (4). Perhitungan LCG ini merupakan fungsi panjang kapal (L). g. Koeffesien damping (K33) ditetapkan dengan menggunakan nilai pendekatan yaitu 0,25. h. Area rudder (Arudder) dihitung menggunakan rumus dari biroklasifikasi yang ada pada persamaan (1). Perhitungan Arudder ini merupakan fungsi panjang kapal (L). i. Jarak pusat kemudi ke LCG (Xr) dihitung dengan asumsi bahwa jarak midship ke AP 50% L, dikurangi jarak ke pusat kemudi dan jarak miship ke center of gravity. j. Rasio H/T dihitung berdasarkan rasio B/T dibagi dengan rasion B/H k. Kecepatan kapal dihitung dengan menggunakan rumus Froud Number pada persamaan (2). Dimana g adalah percepatan gravitasi bumi 10m/s2. Table 2. Perhitungan Ukuran Utama Kapal a B C d e f g h i j k L B T Cb Fn Lcg K33 Arudder Xr H/T Vs m M m m m2 m Knot 60 12.63 2.5 0.61 0.26 48.69% 0.25 2.62 49% 3.07 11.71 80 15.24 3.09 0.63 0.253 48.96% 0.25 4.326 49% 2.99 13.15 100 17.39 3.63 0.64 0.246 49.24% 0.25 6.349 49% 2.91 14.28 120 19.2 4.13 0.66 0.239 49.52% 0.25 8.669 49% 2.82 15.19 140 21.54 4.78 0.68 0.231 49.80% 0.25 11.71 49% 2.73 15.92 160 24.62 5.65 0.7 0.224 50.08% 0.25 15.806 49% 2.64 16.49 180 200
27.69 30.77
6.57 7.55
0.72 0.74
0.217 0.21
50.35% 50.63%
0.25 0.25
20.692 26.434
49% 49%
2.55 2.47
16.93 17.26
Dari ukuran utama yang didapatkan dari table 2. Selanjutnya dihitung komponen-komponen yang berpengaruh terhadap lebar perairan terbatas minimum yang masih diijikan untuk turning: l. Steady turning diameter dihitung dengan menggunakan persamaan (12) dengan menggunakan koefesienkoefesien persamaan (9). m. Tactical diameter adalah lebar maksimal kapal untuk melakukan maneuvering yang dihitung berdasarkan 1,5 kali steady turning diameter. n. Lebar minimum clearnce bank dihitung berdasarkan table 1, dimana kapal yang dipilih mempunyai mempunyai kemampuan maneuver yang baik dan daya hisap tepian perairan sedang. Sehingga lebar minimum clearn bank dihitung adalah 1,0 B, karena perairan mempunyai dua sisi tepian maka lebar minimum clearn bank dihitung adalah 2 B. o. Lebar clearnce minimum karena panjang kapal dihitung berdasarkan persamaan 1, Lebar clearnce minimum ini dihitung 2 sisi, sehingga persamaan 1 dikalikan dua. p. Minimum lebar perairan dihitung dengan menjumlah tactical diameter, dua kali minimum clearance bank dan dua kali pengaruh panjang kapal di belakang titik berat. Table 3. Perhitungan Lebar Minimal Perairan L m n O P Steady Minimum Pengaruh Minimum Turning Tactical Clearance Panjang Lebal L Diameter Diameter Bank Kapal Perairan m M m m m m 60 196.09 239.17 25.26 33.51 297.94 80 273.15 328.77 30.48 44.93 404.18 100 357.33 424.45 34.78 56.49 515.72 120 436.84 515.50 38.40 68.17 622.07 140 504.90 595.77 43.08 79.98 718.83 160 558.80 662.74 49.24 91.92 803.90 180 608.28 725.29 55.38 103.97 884.64 200 653.07 783.23 61.54 116.16 960.93 Dari diagram table diatas dapat dibuat grafik hubungan antara panjang kapal dengan lebar perairan sebagai berikut: B-41 ISBN : 978-979-18342-2-3
L kapal / B Perairan
1200,00 1000,00 800,00 600,00 400,00 200,00 0,00
y = -0,008x2 + 6,940x - 92,23
0
50
100
150
200
250
Grafik 1. Hubungan Panjang Kapal dan Lebar Perairan Sumbu x adalah panjang kapal dan sumbu y adalah lebar perairan, kalau persamaan tersebut dibuat menjadi persamaan polonomil pangkat 2 maka persamaan adalah sebagai berikut: ..............(14) y=-0.008x2+6.940x-92.23 Dari persamaan garis diatas jika dibuat hubungan rata-rata antara lebar perairan dan panjang kapal (B perairan 4.48 L kapal ) 5. KESIMPULAN Dari study yang dilakukan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: • Lebar perairan operasional akan mempengaruhi kemampuan kapal untuk melakukan manuver. • Lebar perairan terbatas minimal dapat dihitung dengan mempertimbangkan tactical diameter turning, clearance bank dan clearance panjang kapal dibelakang center of gravitasi • Tactical diameter untuk turning ability kapal dipengaruhi oleh panjang kapal, lebar kapal, ukuran kemudi dan bentuk foil kemudi. • Clearn bank untuk pelayaran tergantung pada kemampuan maneuver kapal dan daya hisapan tepian. • Clearance panjang kapal dipengaruhi letak titik center of gravity, panjang kapal dan sudut heading kapal. • Agar kapal dapat melakukan turning dengan aman tanpa bantuan tug boat/bow thruster maka lebar perairan terbatas minimal ≥ 4.48 panjang kapal
DAFTAR PUSTAKA Bertram Volker Practical Ship Hydrodynamics [Book]. - [s.l.] : Butterworth Heinemann, 2000. Biro Klasifikasi Indonesia Peraturan Klasifikasi dan Konstruksi Kapal Laut Baja [Book]. - Jakarta : Biro Klasifikasi Indonesia, 1996. - Vol. II. Canadian Coast Guard, Fisheries and Oceans Canada Canadian Waterways National Manoeuvering Guidelines [Report]. - June 1999. Duffy J.T The Effect of Channel Geometry on Ship Operation in a Port [Journal] // PIANC-AIPCN. September 2002. El-Sersawy Hossam and Ahmed A.F Inland Waterways Design Creteria And Its Application in Egypt [Journal]. - Sharm El-Sheikh : Ninth International Water Technology Conference, 2005. - Vol. ITCW9 2005. Journee J.M.J and Pinkster Jakob Introduction In Ship Hydromechanics [Book]. - [s.l.] : Delf University of Technology, april 2002. Mainal , Mohd. Ramzn; Kamil, Salim Mohd.; Estmimation of Ship Manuevering Characteristic In The Conceptual Design State [Journal] // Mekanikal. - 1996. - pp. 44-60. Parsons Michael G. Paramatric Design [Book Section] // Ship Design and Construction / book auth. Lamb Thomas. - [s.l.] : SNAME, 2003. Rawson K.J and Tupper E.C Basic Ship Theory [Book]. OXFORT,AUCLAND,BOSTON,JOHNNESBURG,MELBOURNE,NEWDELHI : BUTTERWORTH HEINEMANN, 2001. - Fifth : Vol. II : II : p. 539. - 07506 5397 3. Thomas Brian S. and Sclavounos Paul D. Optimal Control Theory Applied to Ship Maneuvering in Restricted Waters [Journal]. - [s.l.] : Journal of Engineering Mathematics , 2007.
B-42 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
STUDY OPTIMISASI LANDING CRAFT UTILITY (LCU)TNI MENGGUNAKAN METODE NON LINIER OPIMIZATION Hasanudin Mahasiswa Pasca Sarjana, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Email :
[email protected] ABSTRACT Landing Craft Utility (LCU) as one of the military ships has an important role for the TNI, which it is usually used as an amphibious ship and supporting military operations (troop transport, logistics and vehicles). Other than that, the ship can also be seconded to the civil society such as when feast day, pioneer ship in logistics and transport when natural disasters occur. Study about optimization design of LCU for the TNI still less, ships are generally designed using a spiral design that require a long time to satisfy all the constrains / sometimes not all are satisfied or never achieve optimal results. So in this paper will be discussed way of solving these problems using Non Linear Optimization which it just need one stage to solve preliminary design stage. In this model, variables that sought are the main dimensions and the dimension of propulsion that involving lines plan of ship; constrains that used are the main dimensions, the ratio of the size, stability and dimension of propulsion; objective functions that desired are to minimize the cost of the ship building. Dari hasil-hasil perhitungan didapatkan Landing Craft Utility untuk TNI yang optimal adalah bentuk lambung round bilge dengan ukuran utama Lpp=46,76m, B=9,63m, T=2,56m, H=4,63m, dan Vs= 11knot. ABSTRAK Landing Craft Utility (LCU) sebagai salah satu kapal militer mempunyai peranan yang penting bagi TNI yang umumnya digunakan sebagai kapal amphibious dan pendukung operasi militer (pengangkut pasukan, logistik dan kendaraan). Selain itu kapal ini dapat juga diperbantukan kepada masyarakat sipil untuk angkutan lebaran, perintis dan pengangkut logistik ketika terjadi bencana alam. Study tentang optimasi perencanaan LCU untuk TNI masih sedikit, pada umumnya kapal dirancang menggunakan metode spiral design yang berlangsung beberapa putaran yang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memenuhi semua constrains / bahkan kadang-kadang tidak terpenuhi semuannya atau tidak pernah mencapai hasil yang optimal. Sehingga dalam paper ini akan dibahas pemecahan masalahan tersebut, dengan cara menggunakan metode Non Linier Optimization yang hanya perlu satu putaran untuk menyelesaikannya tahap preliminary design. Pada pemodelan ini variables yang dicari adalah ukuran utama kapal dan propulsinya yang melibatkan lines plan; constrains adalah ukuran utama, rasio ukuran utama, stabilitas dan propulsi; objective functions adalah minimal biaya pembanguan kapal. Dari hasil-hasil perhitungan didapatkan Landing Craft Utility untuk TNI yang optimal adalah bentuk lambung round bilge dengan ukuran utama Lpp=46,76m, B=9,63m, T=2,56m, H=4,63m, dan Vs= 11knot. 1. PENDAHULUAN Indonesia sebagai Negara kepuluaan mempu-nyai wilayah yang luas, sekitar 65% wilayah Indonesia berupa laut, luas total wilayah perairan sekitar 3,1 juta m2 dengan panjang garis pantai 80.000 km ditambah sekitar 2,7 juta km2 sebagai Zona Ekonomi Eklusive (ZEE), dengan jumlah pulau sekitar 13667 buah. Secara geografik Indonesia juga mempunyai letak yang strategis antara dua benua yaitu Australia dan Asia, dan juga dua samudra yaitu Pasifik dan Hindia, sehingga Negara kita mempunyai potensi sumber daya alam yang melimpah dan posisi yang strategis tersebut perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin guna kesejahteraan rakyat. Letak yang strategis dan wilayah laut yang luas tersebut menyebabkan rawannya masalah pertahanan dan keamanan bangsa. Untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah dengan pengadaan Landing Craft Utility (LCU) untuk TNI. Dengan adanya kapal tersebut diharapkan apabila ada ancaman disuatu daerah dengan cepat dapat dijangkau dan diatasi militer. Disamping hal tersebut kapal ini dirancang guna alih teknologi dan mengurangi ketergantungan dari Negara lain, dimana telah terbukti bahwa penggunaan peralatan militer dari Negara lain mempunyai banyak hambatan.
B-43 ISBN : 978-979-18342-2-3
Landing Craft Utility (LCU) pertama kali dikembangkan dari kapal Landing Craft Tank (LCT) ketika terjadi perang dunia kedua yang digunakan oleh Angkatan Laut Inggris dan Amerika. Ide ini bermula ketika Winston Churchill (Perdana Menteri Inggris pada saat itu) mengetahui kekalahan terbesar tentara Inggris dan Perancis oleh Jerman ketika akan mendarat di pantai Dunkirk tahun 1940, sehingga dia memerintahkan untuk membuat kapal yang mampu mengangkut beberapa tank sekaligus. Pada pertengahan 1940 para perancang-perancang kapal Inggris bertemu untuk menghasilkan sebuah rancangan kapal LCT yang selanjutnya diproduksi oleh Hawthorn Leslie yang diberi nama LCT Mk I atau disebut juga LCT (1). Selain digunakan untuk mengang-kut tank, prajurit atau logistik, LCT juga merupakan kapal dengan bentuk dasar yang cocok untuk disesuaikan dengan kebutuhan tugas-tugas militer dalam invasi ke Normandia pada bulan Juni 1944. Untuk memberikan perlindungan serangan udara bagi konvoy dan selama serangan, perkembangan selanjutnya beberapa LCT diubah menjadi unit anti-serangan udara terapung. LCT-LCT ini dari konversi LCT(4) kemudian dikenal sebagai LCF (Landing Craft - Flak). Setelah Perang Dunia II, armada LCT MK5 Amerika Serikat yang tersisa dibesituakan atau untuk digunakan oleh pihak sipil. Tipe MK6 dirancang ulang menjadi Landing Ship Utility (LSU) di tahun 1949 dan dirubah lagi rancangannya menjadi Landing Craft Utility (LCU). Perkembangan selanjutnya konsep dan teknologi kapal LCU ini diadopsi oleh Indonesia mengingat wilayah Indonesia terdiri dari berpuluh-puluh ribu pulau yang tidak semuanya terdapat pelabuhan sehingga sangat membutuh-kan banyak kapal amphibious yang mampu mendaratkan pasukan dan logistiknya dipantai tanpa fasilitas pelabuhan. Penggunaan LCU untuk operasi militer TNI selanjutnya untuk lebih detailnya akan dijelaskan pada (4. Owner Requirements). Selain digunakan sebagai kapal untuk untuk operasi militer kapal ini juga sering digunakan untuk operasi bantuan kepada masyarakat sipil seperti untuk angkutan lebaran, perintis dan pengangkutan bantuan logistik bencana, akan tetapi dalam perencanaan ini pembahasannya hanya difokuskan perencanaan untuk operasi militer saja. Pada Umumnya desain kapal di gambarkan sebagai suatu proses desain spiral yang meningkat detailnya dari satu tahap ke tahap berikutnya. Tahap-tahap desain kapal terdiri dari Concept Design, Preliminary Design and Contract Design. Untuk tiap-tiap tahap terdiri dari beberapa item yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Proses Perancangan Kapal Menggunakan Spiral Design Spiral Design Process mempunyai beberapa kelemahan terutama pada tahap preliminary design yaitu selalu diulang-ulang beberapa putaran untuk memenuhi semua constraints sehingga memer-lukan waktu yang cukup lama untuk memenuhi semua constraints / bahkan kadang-kadang ada beberapa constraints yang dilangar dan juga hasilnya tidak pernah optimal. Untuk mengatasi hal tersebut digunakanlah metode optimisasi sehingga hanya perlu satu putaran untuk menyelesaikannya. Metode optimisasi yang digunakan dalam paper ini adalah non linier optimization ini dipertimbangkan karena fungsi objective bukan persamaan linier. Dengan contrsins yang digunakan adalah karakteristik teknis dan keselamatan kapal. 2. METODOLOGI DESAIN LANDING CRAFT UTILITY Untuk mempermudah pemodelan optimisasi perencanaan Landing Craft Utility dalam paper ini dibuatlah metodologi dalam bentuk flow chart sebagai berikut.
B-44 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Gambar 2. Metodologi Desain Perencanaan Landing Craft Utility Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penentuan owner requirements kapal LCU yang dilakukan dengan cara mencari informasi dan data tentang: misi penggunaan kapal, rute pelayaran kapal, radius pelayaran, berat payload yang diangkut dan jenis payload-nya pada TNI selaku pengguna kapal. Dari data-data Owner Requiremqnt yang didapatkan sehingga dapat ditentukan perkiraan payload dan besarnya DWT kapal yang dibutuhkan untuk merancang kapal LCU. Langkah ke-dua setelah didapatkan owner requirements adalah membuat pemodelan optimisasi pada Speedsheed Excel dan penyelesaian optimasinya menggunakan SOLVER. Untuk pemodelan optimasinnya terdiri dari variable, parameter, constan, calcution processes, objectif function dan contrains selanjutnya untuk lebih detailnya bagian-bagian tersebut akan dijelaskan pada (5. Pemodelan Optimasi Perencanaan Landing Craft Utility). Sebelum masuk pada tahap calculation processes diperlukan sebuah lines plan of parents ship sebagai basis ship yang akan dimasukan kedalam perhitungan. Langkah ke-tiga melakukan penyaringan hasil-hasil perhitungan dengan batasan yang telah ditentukan (pada 5.1). kalau hasilnya tidak memenuhi persyaratan proses optimisasi akan merubah variabel sampai hasinya memenuhi, setelah itu akan dicari fungsi objectif yang paling minimum. Langkah ke-empat dari hasil proses perhitungan optimasi akan didapatkan antara lain: ukuran utama kapal, ukuran utama system propulsi dan lines plan kapal yang optimal. Sehingga tidak diperlukan desain lines plan baru lagi. 3. LANDASAN TEORI 3.1. Teori Optimisasi Research Operation sebagai sebuah disiplin ilmu pengambilan keputusan telah berkembang. Salah satu cabang Research Operation adalah dengan menggunakan Optim-ization yaitu suatu cara untuk mendapat-kan hasil yang optimal dari fungsi objectiv (maksimum, minimum atau yang ditentukan) menggunakan pemodelan matematik. Persoalan optimisasi pertama kali diusulkan oleh Sir Isaac Newton, dari hasil observasi sifat-sifat turunan sama dengan nol. Misalnya:
f ( B) = y t y − 2 Bx t y + B t x t xB
(1)
B-45 ISBN : 978-979-18342-2-3
Fungsi diatas adalah fungsi kuadratik dengan vektor koefesien. Untuk mencari nilai B dimana fungsi f(B) maksimum atau minimum dapat dilakukan dengan cara menurunkan fungsi tersebut dan sama dengan nol. Untuk kasus non linier penyelesaian persaoalan optimasi tidak mudah, sehingga Newton mendekati persoalan non linier dengan deret Taylor:
f ( x) = f ( x m ) + f ' ( x m )( x − x m )
(2)
+ 1 2 ( x − xm ) f " ( xm )( x − xm ) f ' ( x) = f ' ( x m ) + f " ( x m )( x − x m ) = 0 x = x m − [ f " ( x m )]−1 f ' ( x m )
(3)
Jika persoalan diatas linier penyelesaian diatas dapat dilakukan dengan satu langkah. Sedangkan kalau kuadratik harus diselesaikan dengan interatif perhitungan komputer.
x m +1 = x m − δ m ⇔ δ m = [ f " ( x m )]−1 f ' ( x m ) = H m−1 g m
(4)
persamaan disebut direction adalah vektor segmen bagian dari titik awal, Hm adalah sudut dan gm adalah besarnya ukuran. Selanjutnya rumus diatas dikembangkan oleh Denis dan Schnable 1989, untuk fungsi kuadrat yang daerah maksimumnya diluar daerah fisible dengn cara ditambahkan interasi panjanglangkah m, sehingga persamaan optimasinya dapat ditulis
x m +1 = x m − α mδ m
(5)
metode Newton diatas relatif sederhana dan penerapanya sangat mudah [17]. 3.2. Teori Desain Lines Plan Menurut [Prever, R dkk, 2004] investasi pada aspek hidrodinamika kapal seharusnya dilakukan oleh owner dan operator kapal. Karena biaya bahan bakar mempunyai prosentase 20%-40% dari total biaya operasional. Observasi lain menyatakan bahwa konsumsi bahan bakar per unit cargo ±40% ton.mile sehingga aspek hidrodinamik perlu mendapatkan pertimbangan utama dalam desain kapal. Aspek-aspek kemampuan hidrodinamik tersebut tersimpan dalam lines plan. Ada berbagai metode untuk membuat lines plan atara lain: taylor series, form data series, scelthema series, dan sixty series. Masing-masing series ini prinsipnya adalah yang pertama mencari ukuran kapal dari kapal pembanding, selanjutnya dibaca pada grafik luasan tiap-tiap CSA curva section area, kemudian dibuat body plan dan lines plan. Metode ini termasuk metode konvensional yang dikembangkan sekitar tahun 1960, metode pembuatan lines plan dengan cara tradisional mempunyai berbagai kelemahan antara lain: hanya terfokus pada series-series tertentu, tidak bisa digunakan untuk berbagai jenis kapal, belum tetntu mempunyai karakteristik performa-ce hidrodinamika yang baik. Metode terbaru untuk membuat lines plan dikenal dengan metode Basis Ship, dimana metode ini menggunakan Lines Acuan yang telah ada yang diketahui mempunyai karakteristik hidrodinamika yang baik (tahanan minimal, performance seakeeping yang baik dan maneuvering yang baik) digunakan sebagai acuan untuk mendesain lines plan kapal. Lines plan baru didapatkan dengan cara melakukan transformasi dan penskalaan tabel offset lines plan.
B-46 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Gambar 3. Perencanaan Kapal dengan Metode Basis Ship 4. PENENTUAN OWNER REQUIREMENTS Berdasarkan informasi yang didapat dari TNI-AL Armada Timur devisi amphibi, Landing Craft Utility tidak mempunyai rute yang regular. Rute pelayaran kapal ditentukan oleh devisi operasi ketika ada operasi militer atau permintaan bantuan sipil, untuk jenis dan berat-nya payload kapal tidak menentu disesuaikan dengan permintaan operasi tersebut sehingga kapal ini termasuk golongan kapal multi purpose /utility. Karena jenis dan muatan kapal yang tidak menentu maka dalam study ini diputuskan bahwa penentuan Owner Requirements dihitung berdasakan standar operasi militer kecil (mandiri) yang waktunya tidak lebih dari 3 hari, lamanya waktu tersebut dipertim-bangkan berdasarkan faktor kelelahan dan ketersediaan perbekalan prajurit. Selain itu juga dipertimbang-kan waktu menuju sasaran operasi dan kembali kepangkalan masing-masing 3 hari, sehingga total waktu yang dibutuhkan LCU untuk berlayar 9 hari. Sedang-kan untuk operasi yang lebih dari itu digunakan kapal pengankut personil (kapal lain) dengan fasilitas lebih lengkap. Pada operasi kecil (mandiri) menggunakan LCU dapat dibagi menjadi beberapa misi antara lain: 4.1.
Operasi Bantuan Keamanan Operasi ini diadakan ketika suatu daerah terjadi kerusuhan SARA (Suku Ras Agama) yang tidak dapat dikendalikan oleh aparat keamanan setempat. Maka akan dikirim 1 kompi pasukan TNI (150 orang) untuk membantu penanganan kerusuhan tersebut. Setelah 3 hari bertugas, akan diadakan evaluasi apakah pasukan tersebut akan tetap tinggal atau kembali kepangkalannya semula atau menyiapkan pendaratan pasukan yang lebih besar. Adapun berat dan jenis payload yang dibawa oleh LCU adalah:
No a. b. c. d. e. f. g.
Tabel 1. Data Muatan Operasi Bantuan Keamanan Muatan Berat Satuan Pasukan dengan jumlah 1 kompi (150 orang) Bahan makanan selama 3 hari menuju sasaran, 3 hari operasi dan 3 hari perjalanan pulang Air minum selama 3 hari menuju sasaran, 3 hari operasi dan 3 hari perjalanan pulang Senjata dan amunisi Kendaraan Angkut barang 2 truck roda 6 Kendaraan Angkut personel 1 minibus Bengkel dan perlengkapan Total Berat Muatan
@0,075 ton
Total Berat (Ton) 11,25
@0,075 ton/hari x 9 hari
6,75
@0,075 ton/hari x 9 hari
6,75
@0,02 ton/orang @ 4 ton @ 0,5 ton
3,00 8,00 0,50 15,00 51,25
4.2. Operasi Pendaratan 4.2.1. Operasi Pendaratan Mandiri Operasi pendaratan mandiri dilakukan setelah ada informasi intelejen, tentang adanya penyusupan atau pemberontakan dipulau terpencil dengan jumlah kurang lebih 50 orang. Untuk mengatasi hal tersebut maka akan didatangkan 3 kali limpat pasukan lebih besar dari jumlah musuh, dengan tugas dua kali lipat pasukan menghadapi musuh, satu kali lipat pasukan sebagai cadangan. Sehingga untuk menghadapi kurang lebih 50 musuh tersebut dibutuhkan satu kompi pasukan (150 orang).
No a. b. c. d. e. f. g.
Tabel 2. Data Muatan Operasi Pendaratan Mandiri Muatan Berat Satuan (Ton) Pasukan dengan jumlah 1 kompi (150 orang) @0,075 ton Bahan makanan selama 3 hari menuju sasaran, 3 @0,075 ton/hari x 9 hari hari operasi dan 3 hari perjalanan pulang Air minum selama 3 hari menuju sasaran, 3 hari @0,075 ton/hari x 9 hari operasi dan 3 hari perjalanan pulang Senjata dan amunisi @0,02 ton/orang Kendaraan Angkut barang 2 truck roda 6 @ 4 ton Kendaraan Angkut personel 1 minibus @ 0,5 ton Bengkel dan perlengkapan Total Berat Muatan
Total Berat (Ton) 11,25 6,75 6,75 3,00 8,00 0,50 15,00 51,25
B-47 ISBN : 978-979-18342-2-3
4.2.2. Operasi Pendaratan Gabungan Ada empat operasi pendaratan gabungan yaitu: a. Operasi Intelejen Operasi intelejen bertujuan mendapatkan infor-masi tentang: kondisi daerah yang dicurigai adanya penyusup/pemberontak (lokasi musuh, dan lokasi yang memungkinkan untuk penda-ratan pasukan), jumlah musuh, dan jenis persenjata musuh. b. Orentasi Setelah mendapatkan informasi intelejen tentang lokasi dan besarnya kekuatan musuh, maka TNI akan melakukan analisa, membuat strategi dan melakukan persiapan pendaratan pasukan dengan menggunakan kapal LCU dengan batas waktu operasi tidak lebih 6 hari. c. Evaluasi Setelah 3 hari dilakukan operasi pada lokasi musuh, kemudian dilakukan evaluasi apakah misi penghancuran musuh sudah selesai atau masih diperlukan tambahan pasukan yang lebih besar lagi. Jika disimpulkan diperlukan tambahan pasukan yang lebih besar lagi, maka akan didatangkan pasukan dengan jumlah minimal 1 batalion mengunakan kapal angkut pasukan dan untuk perbekalan dapat diangkut LCU atau LCT (jika diperlukan mengangkut tank). Waktu yang diperlukan persiapan pendaratan pasukan yang lebih besar ini maksimal 3 hari. d. Operasi Serbu Setelah persiapan pendaratan selesai maka akan diadakan operasi serbu yang terdiri dari gabungan pasukan angkatan laut, angkatan darat dan angkatan udara. Angkatan laut bertugas sebagai penyiap pendaratan, angkatan darat bertugas menyerbu langsung posisi musuh dan pasukan udara bertugas mengintai dan menyerbu dari udara. Untuk kebutuhan senjata dan amunisi tiap pasukan 2 kali lebih banyak dari kebutuhan pada waktu operasi pendaratan, dengan tujuan mengetar-kan mental musuh. Lama waktu operasi serbu ini dievaluasi tiap-tiap 30 hari. Untuk pasukan diangkut dengan kapal angkut pasukan, untuk kendaraan roda baja diangkut LCT, sedangkan untuk peralatan, perbekalan dan kendaraan roda karet diangkut dengan LCU dengan berat muatan adalah sebagai berikut:
No a. b. c. d. e. f.
Tabel 3. Data Muatan Operasi Serbu Muatan Berat Satuan Bahan makanan selama 30 hari operasi Air minum selama 30 hari operasi Senjata dan amunisi Kendaraan Angkut barang 9 truck roda 6 Kendaraan Angkut personel 5 minibus Bengkel dan perlengkapan
@0,075 ton/hari x 30 hari @0,075 ton/hari x 30 hari @0,02 ton/orang @ 4 ton @ 0,5 ton Total Berat Muatan
Total Berat (Ton) 120 120 320 36,00 2,50 65,00 627,50
Dari ketiga kondisi operasi perang yang paling ekstrim adalah pada kondisi operasi serbu. Muatan kapal pada kondisi tersebut direncana-kan diangkut menggunakan 3 kapal LCU, deng-an pertimbangan kalau salah satu kapal rusak masih ada cadangan dan juga kapal harus mam-pu menjangkau daerah-daerah yang dangkal. Sedangkan kalau lebih dari 3 akan diperlukan persiapan yang lama sehingga kekuatan musuh akan sulit diatasi. Sehingga besarnya muatan satu kapal LCU direncanakan adalah: 627,50 ton / 3 = 209,7 ton Dari ketiga kapal ini, kapal yang direncana-kan haruslah mampu membawa 9 truk sesuai kebutuhan operasi. Karena kendaraan inilah yang paling penting untuk sarana transportasi. 5. PEMODELAN OPTIMASI PERENCANAAN LANDING CRAFT UTILITY Pemodelan optimasi perencanaan Landing Craft Utility dilakukan dengan terlebih dahulu mencari dan memodelkan bagian-bagian yang termasuk dalam komponen optimasi antara lain: Constanta, Parameter, Design Variables, Constraints dan Objective Function. 5.1 Constanta Constanta adalah besaran yang tidak berubah selama proses optimasi, dalam hal ini yang termasuk adalah: percepatan grafitasi bumi (g), tekanan atmosfir), ( berat jenis bahan bakar ( FO), berat jenis minyak desel (DO), berat jenis minyak pelumas (LO), berat jenis air tawar (Fw), dan berat jenis air laut (SW). 5.2 Paramater Parameter adalah besaran yang diberikan dalam pemodelan optimasi yang tidak berubah selama satu proses optimasi. Parameter hampir sama dengan constata tetapi tidak berlaku universal / hanya berlaku pada kasus pemodelan tertentu, dalam hal ini yang termasuk adalah: jenis kapal, kapasitas muatan kapal, waktu operasi, B-48 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
berat crew, biaya material per ton konstruksi, biaya pembelian permesinan, biaya pembelian peralatan hull outfitting, biaya pembelian peralatan listrik, biaya pembelian persenjataan, biaya tenaga kerja untuk pengelasan dan pemasangan instalasi peralatan. 5.3 Design Variables Design Variables adalah harga-harga yang dicari dalam proses optimasi, dalam hal ini yang termasuk adalah: panjang kapal (L), lebar kapal (B), tinggi kapal (H), sarat kapal (T), kecepatan dinas (Vs), Diameter propeller (D), jumlah daun propeller (z), rasio luas daun dan piringan (Ae/Ao), rasio picth dengan diameter (P/D), dan putaran baling-baling (n). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: L x1 x B 2 x3 H x T 4 x5 Vs xi = = x D 6 x z 7 x8 Ae / Ao x P/D 9 x10 n
5.3.1 Batasan ukuran utama Constraints adalah batasan-batasan/ harga-harga yang telah ditentukan oleh perencana / regulation yang berlaku, dalam hal ini yang termasuk adalah adalah: • Panjang kapal (Lpp) Batasan Lpp minimal dalam perencanaan ini merupakan fungsi panjang muatan diatas geladak kapal yaitu 9 truk, disusun berbaris 3x3, maka Lpp minimal kapal dapat dihitung sebagai berikut: L min = 3.L truk +2.L jarak antar truk +L jarak truk ke forecastle + L jarak truk ke poop deck +L jarak ruang mesin dari AP +L jarak ruang poop dari FP [m] = (3x6,8)+(2x0,5)+0,5+0,5+(20%x Lmin) +(15%x Lmin) [m] 65% L min = 20,4+1+0,5+0,5 = 22,4 = 22,4 x (100/65) [m] = 34,46 [m] L min Batasan Lpp maksimal berdasarkan perhitungan (Harlad Poelh, 1991) tentang perencaan kapal Landing Craft yang cocok untuk Indonesia Lppmax =56 m Jadi batasan Lpp adalah : 34,46 m ≤ Lpp ≤ 56 m • Lebar kapal (B) Batasan B minimal dalam perencanaan ini merupakan fungsi lebar muatan diatas geladak kapal yaitu 9 truk, disusun berbaris 3x3, maka B minimal kapal dapat dihitung sebagai berikut: = 3.B truk +2.B jarak antar truk +2.B jarak main line ke lubang ruang muat +2.B lebar lubang ruang muat [m] B minimum =(3x2)+(2x0,25)+ (2x0.5)+ (2x1) [m] = 9,5 [m] Batasan B maksimal berdasarkan rasio ukuran utama yang terdapat pada tabel 4.1 L/B=3,31 untuk L= 56 m B =56/3,31 = 16,92 Jadi batasan B adalah: 9,5 m ≤ B ≤ 16,92 m • Tinggi Kapal (H) L/H = 14, untuk daerah pelayaran samudra berdasarkan rule BKI H minimum = L minimum/14 = 34.,46/14 = 2,46 [m] L/H = 10,10 , berdasarkan rasio kapal pembanding tabel 4.1 = L maksimum/10,10 H maksimum = 56/14 = 5,54 [m] Jadi batasan H adalah: 2,46 m ≤ H ≤ 5,54 m • Sarat Kapal (T) B/T = 9,68, berdasarkan rasio kapal pembanding tabel 4.1 T minimum = B minimum/9,68 = 9,5 /9,68 = 0,98 [m] B/T = 3,40 , berdasarkan rasio kapal pembanding tabel 4.1 = B maksimum/3,40 T maksimum = 16,92 /3,40 = 4,976 [m] B-49 ISBN : 978-979-18342-2-3
Jadi batasan T adalah: 0,98 m ≤ H ≤ 4,976 m • Kecepatan dinas Kapal Kecepatan kapal didasarkapan pada (Harlad Poelh, 1991) tentang kapal Landing Craft di Indonesia. 10 knot ≤ (Vs) ≤12 knot 5.3.2 Batasan Propulsi Berdasarkan referensi buku (Principle Naval Architecture Vol.II, Edward V. Lewis) untuk baling-baling B-Series dibatasi: • Diameter propeller 0,5 T ≤ D ≤ 0,7 T • Banyak daun propeller Wegening B-Series 2 ≤z≤7 • Rasio luas piringan 0,3 ≤ Ae/Ao ≤ 1,05 • Rasio pitch dengan diameter propeller 0,5 ≤ P/D ≤ 1,4 • Batasan putaranpropeller 200 rpm ≤ n ≤ 600 rpm 5.3.3 Batasan ukuran Rasio Ukuran Utama Batasan ini dibuat dengan cara menggum-pulkan 46 data ukuran utama kapal LCU dari register BKI dan literatur-literatur lain yang kemudian dibuat rasio ukuran utama yang hasilnya sebagai berikut: • Rasio B/T: 3,40 ≤ B/T ≤ 9,68 • Rasio L/B: 3,31 ≤ L/B ≤ 5,31 • Rasio L/H: 10,10 ≤ L/H ≤ 23,16 • Rasio H/T: 1,12 ≤ H/T ≤ 3,49 5.3.4 Batasan Selisih Berat Kapal Berdasarkan referensi buku (Practical Ship Design, Watson D.G.M) untuk selisih beart dan displasmen dibatasi: ∆ − ∑W 0% ≤ ≤ 0,5% ∆ 5.3.5 Batasan Intact Stability Betasan ini ditentukan dengan mengguna-kan ketentuan Intact Stability IMO yaitu: • Area 00 sampai 300 ≥ 0,055 m.rad • Area 00 sampai 400 ≥ 0,090 m.rad • Area 300 sampai 400 ≥ 0,030 m.rad • GZ pada sudut 30o ≥ 0,200 m • GZ maksimum ≥ 250 • MG ≥ 0,150 m • Periode Oleng ≥ 6 s 5.3.6 Jarak Jelajah ( r ) Untuk menghitung jarak jelajah untuk kapal ini dihitung berdasarkan faktor kelelahan prajurit yang diangkut didalam kapal tidak boleh lebih dari 3 hari, dengan menghitung kecepatan dinas kapal dibatasi antara 10–12 knot maka jarak jelajahnya pergi-pulang adalah: r ≥ 1.440 Mill laut 5.3.7 Batasan kavitasi Berdasarkan referensi buku (Principle Naval Architecture Vol.II, Edward V. Lewis) kavitasi baling-baling dibatasi: 0,00% ≤ Cavitasi ≤ 5% 5.3.8 Batasan mesin Berdasarkan tipe kapal yang ada di armada timur kapasitas 300 dwt • Daya 2 mesin @ 200 HP ≤ BHP ≤ 554 HP • Putaran Mesin 1000 rpm ≤ nmesin ≤ 2100 rpm • Rasio gear box 1 ≤ Rasio gear box ≤ 5 B-50 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
5.3.9 Damage Stability Untuk perhitungan demage stability selanjutnya dihitung setelah proses optimasi selesai, dengan menggunakan software Hydromax Pro. Yang batasannya menggunakan batasan damage stability dari US Navy, kapal perang yang mengalami kebocoran harus mampu cukup lama mengapung, pada kondisi kecepatan angin sebesar 100 knot. Secara terperinci ketentuanya (Practical Ship Design, Watson D.G.M) adalah sebagai berikut: • Sudut list or loll <200 • GZ di poin C < 60% Gzmax • Area A1>1,4 x area A2 • Longitudinal trim tidak menyebabkan kapal tengelam • Longitudinal GM>0 5.3.10 Lambung timbul Lambung timbul kapal ini berdasarkan konvensi 1966 termasuk kedalam kapal type A, yang mana mempunyai lubang palkah yang relatif kecil, pintu palkah dari baja yang mempu-nyai kekedapan tinggi. Sehingga lambung timbul inimum dari tabel untuk Lminimum =34,46 m adalah: Interpolasi dari L= 34 m lambung timbul F= 0,283, L= 35 m lambung timbul F= 0,292 m Jadi Fminimum ≥ 0,287 m 5.4 Objective Functions Objective Functions adalah fungsi yang menghubungkan semua variable dan parameter yang harganya ingin dioptimalkan. Dalam meren-canakan kapal Landing Craft Utility sebagai kapal militer, haruslah memenuhi persyaratan teknis untuk mendukung operasinya. Disamping itu hal yang tak kalah penting adalah masalah ekonomis yang meliputi biaya pembangunan dan biaya operasional. Menginggat kapal ini tidak menghasilkan profit, maka biaya pembanggunan yang menjadi pertimbangan utama. Maka fungsi obyektif yang dipakai adalah: Minimalisasi biaya pembangunan kapal yang 6. PROSES PERHITUNGAN Setelah semua komponen optimasi ditentuk-an, langkah selanjutnya adalah memasukan komponen-komponen tersebut kedalam proses perhitungan antara lain: 6.1. Perhitungan Tahanan dan Daya Mesin Setiap kapal yang bergerak pada fluida yang mempunyai kekentalan akan mendapatkan tahanan yang dapat dibagai menjadi: tahanan viscus/gesek, tahanan tonjolan, tahanan angin dan tahanan gelombang. Dalam hal ini untuk memprediksi tahanan kapal digunakan metode Holtrop and Mannan: R RT = 12 ρV 2 S [C F (1 + k ) + C A ] W (4) W Selanjutnya dari perhitungan tahanan tersebut dengan mengalikan efesisnsi dan kecepatan kapal dapat digunakan untuk memprediksi besarnya daya mesin induk:
BHP = ηPE = ηRT V =
1
η 0η D
RT V (5)
6.2. Perhitungan Propulsi Perhitungan ini digunakan untuk menentuk-an: geometri baling-baling, jumlah daun baling-baling, effesiensi baling-baling dan putaran baling-baling dengan tingkatan kavitasi yang masih memenuni ijin. Perhitungan propulsi ini menggunakan baling-baling B-series yang rumus-rumusnya terdapat pada buku PNA vol II : u
AE A0
v Z
P A K Q = ∑ C s ,t ,u ,v Q E D A0 s ,t ,u , v T T AP AP τc = 1 = 2 q 0, 7 R ρ (V R ) 2
v Z
P K T = ∑ C s ,t ,u , v J D s ,t ,u , v
t
S
t
S
u
B-51 ISBN : 978-979-18342-2-3
6.3. Perhitungan Lambung Timbul Lambung timbul adalah merupakan salah satu persyaratan keselamatan kapal, karena lambung timbul dapat memberikan daya apung cadangan ketika kapal berlayar. Dalam study ini, perhitungan lambung timbulnya digunakan peraturan Internationan Confferent on Load Line 1966 (ILLC’66). Perhitungan yang dilakukan dengan mecari tinggi lambung timbul pada tabular freeboard, selanjutnya dilakukan koreksi-koreksi: - Koefesien blok (Cb) - Tinggi kapal (D) - Bangunan Atas (S) - Koreksi Sheer 6.4. Perhitungan Berat dan Titik Berat Kapal Berat dan titik berat merupakan komponen penting dalam mendesain kapal, yang akan berpengaruh langsung pada keselamatan kapal, performance dan biaya. Perhitungan berat dan titik berat menggunakan rumus-rumus pendekat-an yang metode parson, adapun komponen-komponen beratnya yang dihitung adalah: - LWT kapal: berat baja kapal, berat permesi-nan, berat peralatan, berat perlengkapan, dan berat persenjataan. - DWT kapal: berat muatan, berat crew, berat bahan bakar, berat minyak lumas dan berat provision 6.5. Perhitungan Stabilitas Kapal Perhitungan stabilitas pada study ini meng-gunakan rumus pendekatan yang di kemukakan oleh Manning. Dan hasilnya di cek dengan batasan intact Stability IMO, perhitungannya dilakukan hanya pada kondisi kapal dengan muatan penuh. Adapun rumus pendekatan persamaan GZ adalah: GZ = a1 sin θ + a 2 sin θ + a 3 sin θ (5) Dimana a1, a1, a1 adalah kostata yang merupakan fungsi ukuran utama kapal, sedangkan θ adalah sudut roll. 6.6. Perhitungan Biaya Pembangunan dan Operasional Biaya merupakan komponen paling penting dalam pembangunan suatu, yang diusahakan seminimal mungkin, namun demikian biaya harus memperhatikan factor-faktor teknis sehing-ga kemampuan teknis kapal tetap terjaga. Dalam study ini biaya dihitung dengan mengguakan komponen-komponen yang terdapat pada parameter dikalikan dengan jumlah yang direncana-kan. Biaya suatu kapal dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya investasi dan biaya operasional kapal. Biaya investasi terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: Hull Construction Cost, Hull Outfitting Cost, Machinery Outfitting Cost, Sandblast, Painting & Cathode Protection Cost, Labour Cost, Persenjataan Cost dan Overhead Cost. Biaya operasional pada study ini dihitung untuk satu kali trip pelayaran kapal, adapun komponen-komponen sebagai berikut: Biaya bahan bakar, biaya air tawar, biaya minyak lumas, dan biaya provision. 7. ANALISA HASIL PERHITUNGAN 7.1. Tinjauan Teknis Dari hasil perhitungan optimisasi didapatkan variable keputusan ukuran-ukuran utama kapal dan komponenkomponen propulsi sebagai berikut: Tabel 4. Data Muatan Operasi Serbu Variabel Unit Indek Xopt. Lpp m X1 46,76 B m X2 9,63 H m X3 4,63 T m X4 2,56 Vs Knot X5 11 D m X6 1,282 Z X7 5 Ae/Ao X8 1,038 P/D X9 1,071 N rpm X10 400
B-52 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Variabel-variabel keputusan ini telah memenuhi batasan-batasan yang telah ditentukan, yaitu sebagai berikut. Tabel 5. Batasan yang dipenuhi Batasan Unit Indek Gmin. Gopt. Gmax. Lpp M G(x)1 34,460 46,76 56,000 B M G(x)2 9,500 9,63 16,920 H M G(x)3 2,460 4,63 5,540 T M G(x)4 0,980 2,56 4,976 Vs Knot G(x)5 10 11 12 D M G(x)6 1,282 1,282 1,795 Z G(x)7 2,000 5 7,000 Ae/Ao G(x)8 0,300 1,038 1,050 P/D G(x)9 0,500 1,071 1,400 N Rpm G(x)10 200 400 600 B/T G(x)11 3,440 3,755 9,680 L/B G(x)12 4,410 4,857 5,310 L/H G(x)13 10,100 10,100 23,160 H/T G(x)14 1,120 1,806 3,490 ( -∑ W )/ Ton G(x)15 -0,5% 0,36% 0,5% Area 00-300 m.rad G(x)16 0,055 0,113 Area 00-400 m.rad G(x)17 0,090 0,143 Area300-400 M G(x)18 0,030 0,030 GZ pada30o M G(x)19 0,20 0,768 GZ mak. Deg G(x)20 25 35 MG M G(x)21 0,150 1,237 T. Oleng Detik G(x)22 8 8,044 Kavitasi G(x)23 0,00% 5,0% 5,00% Radius Mill G(x)24 1440,0 1594,9 1728.0 Daya 2 mesin@ HP G(x)25 200 256,47 600 RPM mesin G(x)26 1000 1800 2100 Rasio G.Box G(x)27 1,000 4,5 5,000 Fmin. M G(x)28 0,023 2,066 7.2. Tinjauan Ekonomis Secara ekonomis hasil perhitungannya didapatkan sebagai berikut: a. Investasi Kapal Besarnya biaya pembangunan kapal yang merupakan fungsi objektif adalah Rp. 11.276.837.945,- dengan asumsi 1 USD setara dengan Rp. 9.500,-, maka hal ini akan setara dengan biaya pembangunan kapal USD 1.187.035,jika dilihat per unit biaya pembangunan kapal, biaya pembangunan kapal per ton DWT adalah sebesar USD 4.354,b. Biaya Operasi per trip Yang dimaksud dengan biaya operasi per trip adalah semua jenis biaya yang diperlukan untuk menjalankan kapal dalam periode tertentu Rp. 36.732.830,- jika dilihat lama hari operasi yang hampir 144 jam (6 hari), maka biaya per jam operasi adalah sekitar Rp. 255.089,- atau USD 26.85 .Biaya ini sebagian besar dipakai untuk memenuhi biaya bahan bakar. 7.3. Desain Lines Plan Yang Optimal Desain lines plan didapatkan dengan terlebih dahulu memasukan perhitungan Lines Plan awal yang didapatkan dari kapal pembanding bentuk: hard chine dan round bilge (gambar 4). Kedua bentuk ini dipertim-bangkan dengan meninjau aspek performance dan kemudahan pembangunan. Bentuk hard chine mempunyai keuntungan mempunyai mudah dalam pembuatanya dan biaya pembangunan lebih murah, tetapi aspek hidrodinamikanya kurang baik. Dari hasil perhitungan lines plan bentuk hard chine mempunyai kecenderungan tidak dapat memenuhi kendala terutama periode oleng yang besar dan tahanan yang cenderung besar. Sedangkan bentuk round biga dapat memenuhi semua kendala yang diberika, sehingga bentuk ini yang dipilih (gambar 5). Bentuk round bilge selain mempunyai dapat memenuhi semua batasan, juga mempunyai kemampuan yang baik dalam beaching di pantai yang dangkal. Karena bentuh haluan kapalnya yang terdapat rise-nya, sehingga cocok B-53 ISBN : 978-979-18342-2-3
untuk pantai-pantai di Indonesia. Selain itu bagian depan dirancang mempunyai akses untuk penempatan ramp door sehingga kapal dapal mengeluarkan kendaraan dengan mudah. Daftar Pustaka Schoenberg, Ronald, “Optimization with the Quasi-Newton Method”, Aptech Systems, Inc.Maple Valley, WA September 5, 2001 Rao, S.S; “Optimization theory and Aplication”, Dept. Of Mechanical Eng.San Diego State University, USA 1996 Taggart, Robert; “Ship Design and Contruction” Halrald Poehls, Prof. DR.-Ing & Rolf Bruns, Dipl.-Ing; “Consideration About the Design Of A Flexible Cargo / Passanger Ship for Indonesian Interisland Sea Transport”, International Conference On Inter-Island Sea Transport and Offshore Technology, Ujung Pandang, 1991 Manning, G.C ; “The Theory and Technical of Ship Design”, The TECNOLOGY Press Of MIT, Jon Willey and Sons, New York, & Chapmand and Hall, London, 1956 Lewis E.V; “Principle Naval Architecture Vol. II, Resistance Propulsion and Vibration”, SNAME, 1988 Harvald, S.V, A.A ; “Tahanan dan Propulsi Kapal”, Airlangga University Press, Surabaya, 1992 Holtrop, J & Mannen, G.G.J; “An Approxmate Power Methode”, Ontwerpen van Schepe I Bijlagen (Deel A), Technische Universiteil Delf, 1988. SOLAS; Internasional Maritime Organization, 1974/1978 MARPOL; 1974/1978 User`s Manual Maxsurf Pro. 7.16; Formation Design System Pty Ltd, Fremantle Western Australia, Vancouper, 1999. Santosa, I.G.M; “Diktat Perencanaan Kapal”, FTK-ITS, Surabaya, 1999. Prajudo, S. ; “Metode Optimasi”, T.Perkapalan FTK-ITS, Surabaya, 1999. TNI, Mabes; “Standarisasi Pangkalan TNI Angkatan Laut”, Jakarta, 1998. Purwoto, Kolonel Laut Agus. ; “Pola Pelibatan Kekuatan TNI Dalam Rangka Operasi Militer Selain Perang”, Kursus Reguler XXIX Sesko TNI, Bandung, 2002 Sondakh, Laksamana TNI Bernad Kent ; “Kebijaksanaan Strategi Pembinaan TNI AL”, Ceramah Dalam Rangka Kursus Reguler XXIX Sesko TNI, Bandung, 2002
B-54 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Gambar 5. Rencana Garis Landing Craft Utility
Gambar 6. Rencana Umum Landing Craft Utility
B-55 ISBN : 978-979-18342-2-3
Halaman ini sengaja dikosongkan
B-56 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
PENGARUH PENINGKATAN JALAN SALUTAMBUNG - BABASONDONG TERHADAP KONDISI WILAYAH KECAMATAN ULUMANDA DI KABUPATEN MAJENE Iwan Darmawan 1, Putu Rudy Satiawan2 1
2
Mahasiswa Program studi Pascasarjana Bid. Keahlihan Manajemen Aset, Jurusan Teknik Sipil, FTSP Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp 031-77657906, email :
[email protected]. Dosen Pascasarjana Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, FTSP Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp 031-, email :
[email protected]. ABSTRAK
Peningkatan Jalan Salutambung-Babasondong dimulai pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2002. Pembangunan prasarana jalan dan penyediaan sarana transportasi suatu wilayah harus dapat memberikan manfaat yang besar dalam memperlancar aksesibilitas dan mempermudah mobilitas manusia dan arus barang yang dapat mendukung dan menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat (Local Economic Development). Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan pengaruh peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong terhadap kondisi wilayah di Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene, terhadap aspek ekonomi khususnya nilai tambah yang diperoleh pada sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor transportasi. Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu didapat beberapa variabel, dari varibel terebut kemudian dianalisa menggunakan analisa Delphi untuk mengetahui variabel yang bisa dipakai pada penelitian. Dari hasil kuisioner dilakukan analisa menggunakan Uji T untuk mengetahui perbedaan/perubahan antara ebeum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong. Berdasarkan hasil analisa yang diakukan, peningkatan Jalan Salutambung-Babasondong memberikan dampak positif terhadap manfaat ekonomi yang dihasilkan dari sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor transportasi. Untuk sektor pertanian : variabel volume penjualan pada petani kemiri dan coklat, variabel pendapatan pada petani kemiri dan coklat serta variabel biaya pasca panen pada petani kemiri dan padi lading. Untuk sektor perdagangan : variabel volume penjualan dan variabel pendapatan pedagang.Untuk sektor transportasi : variabel waktu tempuh dan variabel frekuensi perjalanan. Kata kunci : Peningkatan Jalan, ekonomi masyarakat, manfaat ekonomi jalan. PENDAHULUAN Perkembangan suatu wilayah/daerah tidak terlepas dari tersedianya prasarana dan sarana transportasi yang baik, memadai dan lengkap, utamanya prasarana jalan. Pembangunan prasarana jalan dan penyediaan sarana transportasi suatu wilayah harus dapat memberikan manfaat yang besar dalam memperlancar aksesibilitas dan mempermudah mobilitas manusia dan arus barang yang dapat mendukung dan menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat (Local Economic Development). Sistem prasarana dan sarana transportasi sebagai infrastruktur dasar merupakan prasyarat bagi terjadinya pergerakan ekonomi wiayah, dimana sebagai sistem pendudukung dan pendorong, prasarana transportasi sangat berperan terhadap efisiensi dan efektifitas kegiatan ekonomi daerah. Prasarana jalan sangatlah berperan besar dan sangat dibutuhkan dalam usaha untuk mengembangkan suatu wilayah/kawasan pertumbuhan guna lebih meningkatkan tingkat perekonomian masyarakatnya. Usaha itu dapat dilakukan dengan pembangunan prasarana jalan guna memperlancar tingkat aksesibilitas dan mobilitas langsung antara pusat wilayah pertumbuhan dengan daerah-daerah pengembangannya dan sebaliknya. Pembangunan suatu wilayah dalam hal ini peningkatan jalan sebagai sarana penghubung transportasi barang dan manusia serta dampaknya terhadap kehidupan dan kegiatan ekonomi baik untuk pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi, pemerintah kabupaten / kota, maupun masyarakat setempat di daerah (local community) dimana jalan tersebut ditingkatkan. Keberadaan insfrastruktur transportasi, khususnya jalan, dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Bagi pengembangan wilayah, infrastruktur bisa menjadi aset dan bersifat ganda, sebagai pelayanan publik atau komersial. Dilihat dari peranannya, jalan bisa berfungsi sebagai pelayanan dan alat promosi (Suprayitno,2005).
B-57 ISBN : 978-979-18342-2-3
Sejalan dengan tujuan peningkatan jalan diharapkan dapat memberikan dampak pada masyarakat, khususnya membuka kelancaran aksesbilitas. Aksesbilitas ini tentunya memberikan dampak yang lebih lanjut di masyarakat, berupa faktor fisik, keadaan sosial ekonomi, sosial budaya, dan kebijakan pemerintah. Pengaruh dari faktor-faktor itu, memberikan kecenderungan perubahan tata ruang suatu wilayah. Peningkatan ruas jalan, telah mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi. Pada dasarnya pembangunan suatu jalan selalu mempunyai dampak positif dan negatif khususnya bagi pertumbuhan kawasan tersebut, Sejalan dengan diterapkannya desentralisasi dan pendekatan pembangunan berbasis pengembangan wilayah dalam transportasi, maka pembangunan jaringan transportasi jalan perlu didasarkan atas pertumbuhan ekonomi regional (regional based road development), yakni pembangunan jalan berwawasan pengembangan wilayah dan pertumbuhan sektor-sektor di wilayah tersebut (Dikun,2003) Peningkatan Jalan Salutambung-Babasondong dimulai pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2002, Jumlah ruas jalan yang dibangun meliputi ruas Salutambung-Sambabo sepanjang 6 Km, ruas Sambabo-Babasondong sepanjang 4,8 Km, ruas Babasondong Seppong sepanjang 15 km, ruas Seppong – Urekang sepanjang 6,5 Km, dalam pembangunan ruas jalan tersebut yang sudah selesai pengerjaannya adalah ruas Salutambung-Sambabo dan ruas Sambabo-Babasondong. Peningkatan jalan tersebut sesuai dengan arah kebijakan umum pembangunan Kabupaten Majene Bidang Penataan Wilayah poin pertama yaitu penataan ruang wilayah dilakukan untuk mengembangkan keterkaitan yang bersifat sinergis antar tatanan wilayah (Desa, Kecamatan, Kawasan Pengembangan dan sebagainya) dan tatanan masyarakat. Poin keempat yaitu mempercepat pembangunan daerah terpencil untuk mengurangi keterasingan dan keterpencilan desa. Dengan memperhatikan perkembangan perekonomian terutama pada sektor pertanian, sektor perdagangan dan sektor transportasi yang akan menjadi obyek penelitian. Semakin lancarnya akses dari daerah yang ditingkatkan kualitas jalannya diharapkan akan terjadi multiflier effect yang akan mendorong perkembangan daerah tersebut. Tingkat keberhasilan suatu perekonomian sangat dipengaruhi oleh penyediaan infrastruktur khususnya jalan, maka perkembangan wilayah tersebut akan terhambat. Demikian pula tingkat pendapatan masyarakat dipengaruhi oleh penyediaan sarana jalan yang baik. Karena pada umumnya dengan keberadaan jalan ini akan tumbuh titik-titik pertumbuhan ekonomi, terutama untuk daerah yang terisolasi. Untuk mengetahui pengaruh peningkatan jalan tersebut terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Majene, maka perlu dilakukan suatu kajian yang mendalam. Oleh karena itu maka penelitian ini penting untuk dilakukan. Perumusan Masalah Dari uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengamati bagaimana pengaruh sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong adalah : 1. Variabel – variabel apa saja yang mempengaruhi kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Ulumanda sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong ? 2. Berapa besar perubahan yang terjadi pada variabel – variabel penelitian pada kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Salutambung sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong ? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah, maka perlu ditetapkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, adapun tujuan penelitian ini adalah merumuskan pengaruh sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong adalah : 1. Untuk menentukan Variabel – variabel apa saja yang mempengaruhi kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Ulumanda sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong. 2. Mengetahui seberapa besar perubahan yang terjadi pada variabel – variabel penelitian pada kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Salutambung sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong ? METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan kawasan yang dilalui oleh peningkatan Jalan Salutambung dan Babasondong di Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene Propinsi Sulawesi Barat.
B-58 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Sumber Data Data Primer Tahap Pertama untuk Analisis Delphi : Yaitu didapat dengan metode wawancara, wawancara yang dilakukan dalam studi ini merupakan wawancara tipe semi terstruktur yang bersifat terbuka. Dengan wawancara semi terstruktur ini diharapkan peneliti mendapatkan penjelasan dari suatu keadaan sesuai dengan sifat data yang diinginkan berdasarkan kerangka pertanyaan yang telah dibuat sebelum melakukan wawancara. Banyak pertanyaan yang akan diajukan pada waktu berlangsungnya wawancara, dan pertanyaan yang kurang relevan tentu saja tidak akan dipakai. Tahap ini untuk menentukan variabel yang akan digunakan pada penelitian ini. Tahap Kedua untuk mengetahui perubahan sebelum dan sesudah peningkatan jalan : Tahap ini dilakukan setelah variabel penelitian didapat dari tahap pertama, pada tahap ini dilakukan penyebaran kuisioner dan wawancara dengan responden di wilayah penelitian, yang terdiri dari : 1. Sektor Pertanian. 2. Sektor Perdagangan. 3. Sektor Transportasi. Data Sekunder Data sekunder yang dikumpulkan melalui survai instansional, yaitu pengumpulan data dari instansi – instansi terkait antara lain Bappeda, Dinas Kimpraswil, Kantor BPS, Kantor Kecamatan, Kantor Desa, Dinas/Instansi terkait lainnya. Hasilnya berupa sumber tertulis, foto, peta, data statistik. Sumber data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah : • RTRW Kabupaten Majene • Data kondisi topografi, demografi • Data statistik - Data potensi daerah - Profil dan potensi sektor pertanian dan perdagangan - Data kependudukan • Data Ekonomi • Data Angkutan Jalan • Peraturan dan kebijakan Penentuan Populasi dan Sampel Tahap Pertama untuk Analisis Delphi : Responden yang digunakan untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah terdiri dari stakeholders yaitu : a. Dinas-dinas atau Badan (lembaga pemeritahan) yang terkait dengan penelitian baik secara penyusunan kebijakan maupun pengelolaan teknisnya. b. Pedagang yang mempunyai kepentingan .dalam distribusi komoditas pertanian c. Masyarakat petani, yaitu perwakilan dari kelompok usaha tani d. Akademisi merupakan stakeholder yang mempunyai pandangan ideal tentang konsep pengaruh peningkatan jalan. Stakeholder yang teridentifikasi, akan dilihat tingkat pengaruh dan kepentingan berdasarkan tupoksi masing – masing (Lampiran I). Responden yang diambil adalah responden yang mempunyai pengaruh dan kepentingan dengan nilai minimal 3. Berikut tabel 3.2 yaitu matriks penilaian tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder.
B-59 ISBN : 978-979-18342-2-3
Pengaruh Stakeholders terhadap Peningkatan Jalan
Tabel 1. Matriks Analisa Stakeholder Pentingnya Aktivitas Stakeholders yang Mempengaruhi Peningkatan Jalan 0 1 2 3 4 5 0 1
2
Dinas Perindustrian, perdagangan dan penanaman modal
3
Akademisi
4
Masyarakat petani Dinas Permukiman, dan Prasarana Wilayah Kab. Majene Badan Perencanaan dan Pembangunan Kab. Majene Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Majene Pedagan Pengumpul Hasil Pertanian Kab. Majene
5
Sumber : Hasil Analisis Stakeholder Keterangan : Pentingnya Aktivitas Stakeholders yang Mempengaruhi Peningkatan Jalan • 0 = Kepentingannya tidak diketahui • 1 = Kecil/ Tidak Penting • 2 = Agak Penting • 3 = Penting • 4 = Sangat penting • 5 = Sangat penting sekali
Pengaruh Stakeholders terhadap Peningkatan jalan • 0 = Tidak diketahui Pengaruhnya • 1 = Agak Berpengaruh • 2 = Pengaruhnya kecil/tidak ada • 3 = Berpengaruh • 4 = Sangat bepengaruh • 5 = Sangat berpengaruh sekali
Tahap Kedua untuk mengetahui perubahan sebelum dan sesudah peningkatan jalan : Responden dalam hal ini adalah masyarakat yang terkena pengaruh dan merasakan manfaat secara langsung peningkatan Jalan Salutambung-Babasondong dengan jumlah penduduk Kecamatan Ulumanda yaitu antara lain petani, pedagang, dan pengemudi. Pengumpulan data primer melalui kuisioner dan wawancara untuk memperoleh informasi dan jawaban langsung tentang pengaruh yang dirasakan sebelum dan sesudah peningkatan Jalan SalutambungBabasondong di Kecamatan Ulumanda. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kabupaten Majene Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Majene yang beribukota di Kecamatan Banggae merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Kabupaten Majene secara geografis terletak antara 20 38’ 45” – 30 38’ 15” Lintang Selatan dan antara 1180 45’ 00” - 1190 4’ 45” Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Majene adalah 947,84 Km2 , dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Mamuju Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Teluk Mandar Sebelah Barat : Berbatasan dengan Selat Makassar Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Polewali dan Kabupaten Mamasa
B-60 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Secara administratif Kabupaten Majene terdiri dari 8 kecamatan, 14 kelurahan, dan 26 desa, Jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Majene yaitu 8 kecamatan hasil pemekaran oktober 2006dari jumlah sebelumnya 4 kecamatan, kecamatan yang ada di Kabupaten Majene letaknya memanjang antara kecamatan yang ada dengan ibukota kabupaten yang membawahi, ini dapat dilihat dari jarak pusat kecamatan dengan pusat kabupaten dan provinsi yang sangat bervariasi. Kecamatan Malunda merupakan daerah yang paling jauh yaitu 86 Km dengan pusat ibukota kabupaten, sedangkan ke pusat ibukota provinsi relatif lebih dekat dengan jarak 57 Km. Tata Guna Lahan Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Majene terbagi menjadi tiga yaitu Lahan Sawah, Lahan Kering dan Lahan Lainnya. Lahan Sawah seluas 860 ha, Lahan Kering seluas 93.691 ha dan Lahan Lainnya seluas 233 ha. Penggunaan Lahan di wilayah Kabupaten Majene. Kependudukan Berdasarkan data BPS Kabupaten Majene Tahun 2007 jumlah penduduk Kabupaten Majene adalah 148.772 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak 72.697 jiwa dan perempuan sebanyak 76.205 jiwa dengan sex ratio 95,40. Kepadatan penduduk di Kabupaten Majene tidak tersebar secara merata, Kecamatan Banggae merupakan daerah dengan tingkat kepadatannya paling tinggi yaitu 1.334 jiwa/km2. Sedangkan daerah yang tingkat kepadatannya terendah yaitu Kecamatan Ulumanda sebesar 24 jiwa/km2 . Perekonomian Kabupaten Majene Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi Perkembangan perekonomian Kabupaten Majene tidak terlepas dari perkembangan ekonomi Provinsi Sulawesi Barat. Kondisi Perekonomian Kabupaten Majene pada tahun 2007 mampu tumbuh sebesar 4,28% , pertumbuhan ekonomi ini sama dengan tahun 2006 sebesar 4,28 %, dan pada tahun 2005 sebesar 4,28%. Selama lima tahun terakhir (periode 2003-2007) rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Majene relatif besar yaitu sebesar 3,66%, dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya (periode 1999-2003) yaitu sebesar 2,98 %. Berdasarkan harga berlaku, nilai PDRB Kabupaten Majene tahun 2006 sebesar Rp. 716.403,09 juta, sedangkan berdasarkan atas harga konstan sebesar Rp. 455.049,92 juta. Sumbangan terbesar PDRB atas harga berlaku dari lapangan usaha pertanian sebesar Rp. 379.822,70 juta dan atas harga konstan Rp. 246.255,83 juta ( Kabupaten Majene dalam Angka tahun 2007/2008). Perubahan stuktur ekonomi secara riil dapat tercermin dari pertumbuhan dan kontribusi sektor-sektor ekonomi. Perekonomian di Kabupaten Majene tahun 2006 didominasi sektor pertanian yang merupakan sektor pendapatan terbesar yaitu 54,12 % hal ini terlihat pada distribusi PDRB Kabupaten Majene berdasarkan harga konstan, diikuti sektor perdagangan,hotel dan restoran ( 13,07 %), sektor jasa-jasa ( 12,12 % ), sektor bank dan lembaga keuangan ( 6,97 %), sektor bangunan ( 4,45 %), Angkutan dan Komunikasi ( 4,35 %), Industri Pengolahan (3,96 %), sektor listrik, gas dan air ( 0,52 %), sektor pertambangan dan penggalian (0,43 %), ( Kabupaten Majene dalam Angka tahun 2007/2008). Distribusi PDRB Kabupaten Majene menurut lapangan usaha atas harga konstan dari tahun 2002-2006 dapat dilihat pada Tabel 4.4. Potensi Pengembangan Kegiatan Ekonomi Wilayah Sektor Pertanian Struktur perekonomian Kabupaten Majene selama yang didominasi oleh sektor ekonomi dengan kontribusi diatas 50%, peran sektor pertanian yang mendominasi perekonomian Kabupaten Majene tidak terlepas dari dukungan masing-masing sub sektor dari pertanian tersebut. menggambarkan bahwa sub sektor perkebunan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap total PDRB sebesar 20,15 % dan 37,2 % terhadap sektor pertanian, selanjutnya diikuti sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor perikanan, sub sektor peternakan, sub sektor kehutanan yang memberikan kontribusi paling kecil baik terhadap total PDRB maupun sektor pertanian.
B-61 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 3. Distribusi Persentase Sektor Pertanian menurut Sub Sektor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 20042006. Terhadap Total PDRB (%) Terhadap Sektor Peranian (%) Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2004 2005 2006 Tanaman Bahan Makanan 23,50 21,10 20,15 41,9 39,1 37,2 Perkebunan 19,90 19,95 21,18 35,4 36,9 39,1 Peternakan 1,88 1,90 2,15 3,3 3,5 3,9 Kehutanan 0,16 0,16 0,15 0,2 0,2 0,2 Perikanan 10,65 10,82 10,49 18,9 20,05 19,3 Sumber : Kabupaten Majene Dalam Angka Tahun 2007/2008. Sektor Perdagangan Berdasarkan data BPS Kabupaten Majene Tahun 2006 perhitungan nilai tambah sub sektor perdagangan di Kabupaten Majene diakukan dengan pendekatan arus barang, yaitu dengan menghitung besarnya margin perdagangan barang-barang dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, dan industri. Rasio besarnya barang-barang yang diperdagangkan, margin perdagangan dan rasio nilai tambah didasarkan tabel input output Tahun 2005. Sarana pasar sebagai tempat transaksi jual beli di Kabupaten Majene masih bersifat tradisional. Status pasar juga ada yang dikelola oleh pihak kecamatan, dan desa. Sifat pasar ada yang buka mingguan atau seminggu dua kali buka. Hampir di semua kecamatan ada pasar, bahkan ada diantaranya ada di desadesa. Pedagang yang melakukan aktifitas di pasar lokal pada umumnya berasal dari daerah setempat namun ada juga yang datang dari luar daerah kecamatan atau dari kabupaten lain dintaranya dari Kabupaten Mamuju dan Polewali Mandar. Mereka datang pada saat hari buka pasar. Jenis produk yang diperdagangkan sebagaian besar adalah barang – barang komoditas pertanian, perikanan, hasil perkebunan, serta barang keperluan sehari-hari.Jumlah pedagang pasar lokal berdasarkan jenis komoditi yang diperdagangkan di wilayah penelitian dan sekitarnya dapat dilihat pada Tabel 4, dibawah ini. Tabel 4. Jumlah Pedagang Pasar di Pasar Lokal Berdasarkan Komoditi yang Diperdagangkan di Wilayah Penelitian dan Sekitarnya Tahun 2008. Jumlah Pedagang (Orang ) No. Nama Pasar Bahan Hasil Ikan Lain-lain Pokok/Beras Perkebunan 1. Ps. Malunda 8 6 4 10 2. Ps. Salutambung 5 7 5 12 3. Ps. Onang 4 5 5 8 4. Ps. Parabaya 5 4 3 10 5. Ps. Ulidang 4 5 5 8 Jumlah 26 27 22 48 Sumber : Pengelola Pasar 2008. Analisa Analisa Delphi Analisa Penentuan Variabel Penentuan variabel dimulai dari melakukan kajian pustaka atau literatur yaitu mengenai variablevariabel yang mempengaruhi kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Ulumanda sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong seperti terlihat pada bab terdahulu yaitu pada table 3.1. Setelah melakukan kajian pustaka, maka langkah selanjutnya adalah menentukan variable yang mempengaruhi kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Ulumanda sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong dengan menggunakan analisa Delphi. Berdasarkan eksplorasi pendapat responden yang berasal dari berbagai stakeholders, maka responden terdiri dari 6 orang yaitu dari Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kabupaten Majene, Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten Majene, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Majene, akademisi, masyarakat petani, Pedagang pengumpul hasil pertanian. Tabel di bawah ini merupakan hasil kuisioner mengenai variabel yang mempengaruhi kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Ulumanda sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong menggunakan analisa delphi. Responden yang diambil adalah responden yang mempunyai pengaruh dan kepentingan dengan nilai minimal 3 ( lihat Tabel 3.2 Matriks Analisa Stakeholder)
B-62 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
. Teknik analisa Delphi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 putaran. Pada putaran 1 dilakukan penggalian atau eksplorasi pendapat dari para responden tentang variable-variabel yang mempengaruhi kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Ulumanda sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong. Metode yang dilakukan untuk mendapatkan variabel pada putaran 1 adalah melalui wawancara terstruktur. Pada putaran 1 tidak dilakukan reduksi/pengurangan pada variabel penelitian. Analisa Delphi putaran 2 menggunakan hasil dari analisa Delphi putaran 1 ebagai umpan balik. Metode yang dilakukan pada putaran 2 adaah melalui kuisioner. Dalam kuisioner hanya diberikan satu pertanyaan yaitu : Bagaimana menurut pendapat anda, apakah variabel-variabel berikut mempengaruhi kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Ulumanda sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung-Babaondong di Kabupaten Majene ?. Dari pertanyaan yang diajukan, responden memberikan pendapatnya Setuju (S), Kurang Setuju ( KS), atau Tidak Setuju (TS) dan disertai dengan alasannya. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan terhadap variabel penelitian melalui analisa delphi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa varibel berikut mempengaruhi kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Ulumanda sebelum dan sesudah peningkatan, antara lain : a. Produksi Pertanian,b. Harga Komoditas, c. Pendapatan Petani, d. Vulume Barang, e. Biaya Pasca Panen, f. Volume Penjualan, g.Biaya Angkut, h. Pendapatan Pedagang, i. Waktu Tempuh / Aksesibilitas, k. Frekuensi, l. Tarif Angkutan. Analisa Penentuan Perubahan Variabel Sebelum dan Sesudah Peningkatan Jalan Langkah-langkah yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan variable sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan adalah : Menghitung rata-rata variabel sebelum dan sesudah peningkatan jalan Melakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji kolmogorof-smirnov. Jika data dari variable tersebar normal maka dilanjutkan dengan melakukan uji beda rata-rata (compare means) memakai t-test (Paired Sample Test). Sebaliknya jika data variable tidak tersebar normal maka uji yang dilakukan adalah uji Wilcoxon. Semua uji di atas dihitung menggunakan program SPSS. Sektor Pertanian Pada sektor pertanian ada 3 jenis petani yang disurvei yaitu petani kemiri sebanyak 94 orang, petani coklat sebanyak 92 orang dan petani padi ladang sebanyak 81 orang. Berdasarkan hasil kuisioner dengan analisa Delphi diketahui bahwa variable-variabel yang mempengaruhi kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Ulumanda sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong dari sektor pertanian adalah produksi pertanian, pemasaran hasil pertanian, harga komoditas, pendapatan petani, volume barang dan biaya pasca panen. Berikut ini akan dianalisa perubahan dari setiap variabel di sektor pertanian sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. Variabel Produksi Pertanian 1. Kemiri a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil kuisioner pada petani kemiri seperti pada table 4.8 dan lampiran 3, menunjukkan bahwa rata-rata hasil produksi kemiri sebelum peningkatan jalan adalah sebesar 841, 61 kg per tahun dan rata-rata hasil produksi kemiri setelah peningkatan jalan adalah sebesar 842,62 kg per tahun. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable sebelum peningkatan jalan (asymp. Sig) = 0,025 dan data variable sesudah peningkatan jalan (asymp. Sig) = 0,037. Karena asymp. Sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan kurang dari 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya data variable produksi kemiri baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan tidak menyebar normal. c. Uji Wilcoxon Dari hasil perhitungan dengan uji Wilcoxon menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa asymp. Sig = 0,468 yang berarti lebih dari 0,05. Karena asymp. Sig > 0,05 maka Ho diterima atau tidak ada perbedaan rata-rata produksi kemiri antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. 2. Coklat a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil kuisioner pada petani coklat, menunjukkan bahwa rata-rata hasil produksi coklat sebelum peningkatan jalan adalah sebesar 5780, 04 kg per tahun dan rata-rata hasil produksi coklat setelah peningkatan jalan adalah sebesar 5801,70 kg per tahun.
B-63 ISBN : 978-979-18342-2-3
b.
Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable produksi coklat sebelum peningkatan jalan (asymp. Sig) = 0,369 dan data variable produksi coklat sesudah peningkatan jalan (asymp. Sig) = 0,339. Karena asymp. Sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan lebih dari 0,05 maka Ho diterima yang artinya data variable produksi coklat baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan menyebar normal. c. Uji t (Paired Sample Test). Dari hasil perhitungan dengan uji t (Paired Sample Test) menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa sig = 0,069 yang berarti lebih dari 0,05 sehingga Ho diterima atau tidak ada perbedaan ratarata produksi coklat antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. 3. a.
Padi Ladang Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil kuisioner pada petani padi ladang, menunjukkan bahwa rata-rata hasil produksi padi ladang sebelum peningkatan jalan adalah sebesar 10,69 ton per tahun dan rata-rata hasil produksi padi ladang setelah peningkatan jalan adalah sebesar 10,78 ton per tahun. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable produksi padi ladang sebelum peningkatan jalan (asymp. Sig) = 0,007 dan data variable produksi padi ladang sesudah peningkatan jalan (asymp. Sig) = 0,038. Karena asymp. Sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan kurang dari 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya data variable produksi padi 64ading baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan tidak menyebar normal. c. Uji Wilcoxon. Dari hasil perhitungan dengan uji Wilcoxon menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa asymp. Sig = 0,410 yang berarti lebih dari 0,05 sehingga Ho diterima atau tidak ada perbedaan rata-rata produksi padi 64ading antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. Dari hasil analisa diatas dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan rata-rata produksi pertanian ( kemiri, coklat dan padi ladang) antara sebelum dan setelah adanya peningkatan jalan. Variabel Harga Komuditas 1. Kemiri a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil kuisioner pada petani kemiri, menunjukkan bahwa rata-rata harga komuditas kemiri sebelum peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 6.097,61 per kg dan rata-rata hasil produksi pertanian setelah peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 6109,84 per kg. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,002 dan data variable sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,014 Sumber : Hasil perhitungan dengan SPSS Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan kurang dari 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya data variable harga komuditas kemiri baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan tidak menyebar normal. c. Uji Wilcoxon Dari hasil perhitungan dengan uji Wilcoxon menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa asymp. sig = 0,064 yang berarti lebih dari 0,05. Karena asymp. sig > 0,05 maka Ho diterima atau tidak ada perbedaan rata-rata harga komuditas kemiri antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. 2. Coklat a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil kuisioner pada petani coklat, menunjukkan bahwa rata-rata harga komuditas coklat sebelum peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 7185,33 per kg dan rata-rata harga komuditas coklat setelah peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 7202,17 per kg. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable harga komuditas coklat sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,061 dan data variable harga komuditas coklat sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,069. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan lebih dari 0,05 maka Ho diterima yang artinya data variable harga komuditas coklat baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan menyebar normal.
B-64 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
c.
Uji t (Paired Sample Test). Dari hasil perhitungan dengan uji t (Paired Sample Test) menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa sig = 0,069 yang berarti lebih dari 0,05 sehingga Ho diterima atau tidak ada perbedaan ratarata harga komuditas coklat antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. 3. a.
Padi Ladang Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil kuisioner pada petani padi ladang, menunjukkan bahwa rata-rata harga komuditas padi ladang sebelum peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 2373,46 per kg dan rata-rata harga komuditas padi ladang setelah peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 2380,86 per kg. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable harga komuditas padi ladang sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,004 dan data variable harga komuditas padi ladang sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,018. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan kurang dari 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya data variable harga komuditas padi ladang baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan tidak menyebar normal. c. Uji Wilcoxon. Dari hasil perhitungan dengan uji Wilcoxon menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa asymp. sig = 0,174 yang berarti lebih dari 0,05 sehingga Ho diterima atau tidak ada perbedaan rata-rata harga komuditas padi ladang antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. Dari hasil analisa diatas dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan rata-rata harga komuditas kemiri, coklat dan padi ladang antara sebelum dan setelah adanya peningkatan jalan. Variabel Volume Penjualan 1. Kemiri a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil kuisioner pada petani kemiri, menunjukkan bahwa rata-rata volume penjualan kemiri sebelum peningkatan jalan adalah sebesar 738,79 kg per tahun dan rata-rata volume penjualan kemiri setelah peningkatan jalan adalah sebesar 823,03 kg per tahun. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,015 dan data variable sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,032. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan kurang dari 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya data variable volume penjualan kemiri baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan tidak menyebar normal. c. Uji Wilcoxon Dari hasil perhitungan dengan uji Wilcoxon menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa asymp. sig = 0,000 yang berarti kurang dari 0,05. Karena asymp. sig < 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya ada perbedaan rata-rata volume penjualan kemiri antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. 2. a.
Coklat Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil kuisioner pada petani coklat, menunjukkan bahwa rata-rata volume penjualan coklat sebelum peningkatan jalan adalah sebesar 5675,88 kg per tahun dan rata-rata volume penjualan coklat setelah peningkatan jalan adalah sebesar 5772,36 kg per tahun. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable volume penjualan coklat sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,368 dan data variable volume penjualan coklat sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,296. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan lebih dari 0,05 maka Ho diterima yang artinya data variable volume penjualan coklat baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan menyebar normal. c. Uji t (Paired Sample Test). Dari hasil perhitungan dengan uji t (Paired Sample Test) menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa sig = 0,000 yang berarti kurang dari 0,05 sehingga Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya ada perbedaan rata-rata volume penjualan coklat antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan.
B-65 ISBN : 978-979-18342-2-3
3. a.
Padi Ladang Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil kuisioner pada petani padi ladang, menunjukkan bahwa rata-rata hasil volume penjualan padi ladang sebelum peningkatan jalan adalah sebesar 10,26 ton per tahun dan rata-rata hasil volume penjualan padi ladang setelah peningkatan jalan adalah sebesar 10,394 ton per tahun. b.
Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable volume penjualan padi ladang sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,063 dan data variable volume penjualan padi ladang sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,484. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan lebih dari 0,05 maka Ho diterima yang artinya data variable volume penjualan padi ladang baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan menyebar normal. c. Uji t (Paired Sample Test). Dari hasil perhitungan dengan uji t (Paired Sample Test) menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa sig = 0,155 yang berarti lebih dari 0,05 sehingga Ho diterima yang artinya tidak ada perbedaan rata-rata volume penjualan padi ladang antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. Dari hasil analisa diatas dapat diketahui bahwa untuk volume penjualan kemiri dan coklat ada perbedaan rata-rata antara sebelum dan setelah adanya peningkatan jalan. Sedangkan untuk volume penjualan padi ladang tidak ada perbedaan rata-rata antara sebelum dan setelah adanya peningkatan jalan. Variabel Pendapatan Petani Pendapatan petani didapat dari hasil volume penjualan dikalikan dengan harga komuditas pertanian per kg. Berikut ini akan diuraikan pendapatan petani kemiri, coklat dan padi ladang. 1. Kemiri a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil perhitungan pendapatan pada petani kemiri, maka rata-rata pendapatan petani kemiri sebelum peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 4.506.309 per tahun dan rata-rata pendapatan petani kemiri sesudah peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 5.030.023 per tahun . b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,02 dan data variable sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,037. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan kurang dari 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya data variable pendapatan petani kemiri baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan tidak menyebar normal. c. Uji Wilcoxon Dari hasil perhitungan dengan uji Wilcoxon menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa asymp. sig = 0,000 yang berarti kurang dari 0,05. Karena asymp. sig < 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya ada perbedaan rata-rata pendapatan petani kemiri antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. 2. Coklat a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil perhitungan pendapatan pada petani coklat, menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan petani coklat sebelum peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 40.372.278 per tahun dan rata-rata pendapatan petani coklat setelah peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 41.094.083 per tahun. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable pendapatan petani coklat sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,309 dan data variable pendapatan petani coklat sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,344. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan lebih dari 0,05 maka Ho diterima yang artinya data variable pendapatan petani coklat baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan menyebar normal. c. Uji t (Paired Sample Test). Dari hasil perhitungan dengan uji t (Paired Sample Test) menggunakan program SPSS ( table 4.39) maka diketahui bahwa sig = 0,000 yang berarti kurang dari 0,05 sehingga Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya ada perbedaan rata-rata pendapatan petani coklat antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan.
B-66 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
3. a.
Padi Ladang Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil perhitungan pada petani padi ladang, menunjukkan bahwa rata-rata hasil pendapatan petani padi ladang sebelum peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 24.352.531 per tahun dan rata-rata hasil pendapatan petani padi ladang setelah peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 24.751.605 per tahun. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable pendapatan petani padi ladang sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,261 dan data variable pendapatan petani padi ladang sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,668. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan lebih dari 0,05 maka Ho diterima yang artinya data variable pendapatan petani padi ladang baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan menyebar normal. c. Uji t (Paired Sample Test). Dari hasil perhitungan dengan uji t (Paired Sample Test) menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa sig = 0,1 yang berarti lebih dari 0,05 sehingga Ho diterima yang artinya tidak ada perbedaan rata-rata pendapatan petani padi ladang antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. Dari hasil analisa diatas dapat diketahui bahwa untuk pendapatan petani kemiri dan coklat ada perbedaan rata-rata antara sebelum dan setelah adanya peningkatan jalan. Sedangkan untuk pendapatan petani padi ladang tidak ada perbedaan rata-rata antara sebelum dan setelah adanya peningkatan jalan. Variabel Biaya Pasca Panen Variabel biaya pasca panen didapat dari penjumlahan dari semua biaya yang telah dikeluarkan oleh petani yang terdiri dari biaya pembelian bibit, biaya pupuk, biaya tenaga, biaya angkut dan biaya lainlain. Berikut ini akan diuraikan biaya pasca panen dari petani kemiri, coklat dan padi ladang. 1. Kemiri a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil perhitungan biaya pasca panen pada petani kemiri, maka rata-rata biaya pasca panen petani kemiri sebelum peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 2.459.968 per tahun dan rata-rata biaya pasca panen petani kemiri sesudah peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 2.462.444 per tahun. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,033 dan data variable sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,046. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan kurang dari 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya data variable biaya pasca panen petani kemiri baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan tidak menyebar normal. c. Uji Wilcoxon Dari hasil perhitungan dengan uji Wilcoxon menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa asymp. sig = 0,000 yang berarti kurang dari 0,05. Karena asymp. sig < 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya ada perbedaan rata-rata biaya pasca panen petani kemiri antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. 2. Coklat a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil perhitungan biaya pasca panen pada petani coklat, menunjukkan bahwa rata-rata biaya pasca panen petani coklat sebelum peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 31.070.870 per tahun dan rata-rata biaya pasca panen petani coklat setelah peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 31.179.130 per tahun. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable biaya pasca petani coklat sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,425 dan data variable biaya pasca panen petani coklat sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,405. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan lebih dari 0,05 maka Ho diterima yang artinya data variable biaya pasca panen petani coklat baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan menyebar normal. c. Uji t (Paired Sample Test). Dari hasil perhitungan dengan uji t (Paired Sample Test) menggunakan program SPSS ( table 4.48) maka diketahui bahwa sig = 0,069 yang berarti lebih dari 0,05 sehingga Ho diterima atau Ha ditolak yang artinya tidak ada perbedaan rata-rata pendapatan petani coklat antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan.
B-67 ISBN : 978-979-18342-2-3
3. a.
Padi Ladang Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil perhitungan pada petani padi ladang seperti pada table 4.49 dan lampiran 3, menunjukkan bahwa rata-rata biaya pasca panen petani padi ladang sebelum peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 13.340.556 per tahun dan rata-rata biaya pasca panen petani padi ladang setelah peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 16.112.346 per tahun. d. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS maka diketahui bahwa data variable biaya pasca panen petani padi ladang sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,099 dan data variable biaya pasca panen petani padi ladang sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,570. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan lebih dari 0,05 maka Ho diterima yang artinya data variable biaya pasca panen petani padi ladang baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan menyebar normal. d. Uji t (Paired Sample Test). Dari hasil perhitungan dengan uji t (Paired Sample Test) menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa sig = 0,00 yang berarti kurang dari 0,05 sehingga Ho ditolak yang artinya ada perbedaan rata-rata biaya pasca panen petani padi ladang antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. Dari hasil analisa diatas dapat diketahui bahwa untuk biaya pasca panen petani kemiri dan padi ladang ada perbedaan rata-rata antara sebelum dan setelah adanya peningkatan jalan. Sedangkan untuk biaya pasca panen petani coklat tidak ada perbedaan rata-rata antara sebelum dan setelah adanya peningkatan jalan. Sektor Perdagangan Pada sektor perdagangan ada 41 pedagang sebagai sampel penelitian. Berdasarkan hasil kuisioner dengan Analisa Delphi diketahui bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Ulumanda sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong dari sektor perdagangan adalah volume penjualan, biaya angkut, pendapatan pedagang dan keselamatan barang. Berikut ini akan dianalisa perubahan dari setiap variabel di sektor perdagangan sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. Variabel Volume Penjualan a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil perhitungan pada pedagang, menunjukkan bahwa rata-rata volume penjualan pedagang dalam menjual beras dan gula sebelum peningkatan jalan adalah sebesar 189,76 kg/bln dan rata-rata volume penjualan pedagang dalam menjual beras dan gula sesudah peningkatan jalan adalah sebesar 231,83 kg/bln. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable volume penjualan pedagang sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,096 dan data variable volume penjualan pedagang sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,549. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan lebih dari 0,05 maka Ho diterima yang artinya data variable volume penjualan pedagang baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan menyebar normal. c. Uji t (Paired Sample Test) Dari hasil perhitungan dengan uji t (Paired Sample Test) menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa sig = 0,0 yang berarti kurang dari 0,05 sehingga Ho ditolak yang artinya ada perbedaan ratarata volume penjualan pedagang antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. Biaya Angkut a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil perhitungan pada pedagang, menunjukkan bahwa rata-rata biaya angkut pedagang sebelum peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 43.537 dan rata-rata biaya angkut pedagang sesudah peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 43.415. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program, maka diketahui bahwa data variable biaya angkut pedagang sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,278 dan data variable biaya angkut pedagang sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,310. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan lebih dari 0,05 maka Ho diterima yang artinya data variable biaya angkut pedagang baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan menyebar normal. c.
Uji t (Paired Sample Test) Dari hasil perhitungan dengan uji t (Paired Sample Test) menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa sig = 0,323 yang berarti lebih dari 0,05 sehingga Ho diterima yang artinya tidak ada perbedaan rata-rata biaya angkut pedagang antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan.
B-68 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Pendapatan Pedagang a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil perhitungan pada pedagang, menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan pedagang sebelum peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 158.659 per bulan dan rata-rata pendapatan pedagang sesudah peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 225.122 per bulan. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable pendapatan pedagang sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,085 dan data variable pendapatan pedagang sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,565. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan lebih dari 0,05 maka Ho diterima yang artinya data variable pendapatan pedagang baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan menyebar normal. c. Uji t (Paired Sample Test) Dari hasil perhitungan dengan uji t (Paired Sample Test) menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa sig = 0,00 yang berarti kurang dari 0,05 sehingga Ho ditolak yang artinya ada perbedaan rata-rata pendapatan pedagang antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. Sektor Transportasi Pada 69ector transportasi ada 55 pengemudi sebagai 69ector penelitian. Berdasarkan hasil kuisioner dengan Analisa Delphi diketahui bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Ulumanda sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong dari sektor transportasi adalah waktu tempuh / aksesibilitas, keselamatan penumpang dan sektor angkutan. Berikut ini akan dianalisa perubahan dari setiap variabel di sektor transportasi sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. Waktu Tempuh / Aksesibilitas a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil kuisioner pada pengemudi, menunjukkan bahwa rata-rata waktu tempuh pengemudi sebelum peningkatan jalan adalah sebesar 94 menit sekali jalan dan rata-rata waktu tempuh pengemudi sesudah peningkatan jalan adalah sebesar 77 menit sekali jalan. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable waktu tempuh pengemudi sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,004 dan data variable waktu tempuh pengemudi sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,000. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan kurang dari 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya data variable waktu tempuh pengemudi baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan tidak menyebar normal. c. Uji Wilcoxon. Dari hasil perhitungan dengan uji Wilcoxon menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa asymp. sig = 0,00 yang berarti kurang dari 0,05 sehingga Ho ditolak atau ada perbedaan rata-rata waktu tempuh pengemudi antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. Frekuensi a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil kuisioner pada pengemudi, menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi sebelum peningkatan jalan adalah sekali sehari dan rata-rata frekuensi sesudah peningkatan jalan adalah 3 kali sehari. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable frekuensi perjalanan sebelum peningkatan jalan (asymp. Sig) = 0,000 dan data variable frekuensi perjalanan sesudah peningkatan jalan (asymp. Sig) = 0,000. Karena asymp. Sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan kurang dari 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya data variable frekuensi perjalanan baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan tidak menyebar normal.
c.
Uji Wilcoxon. Dari hasil perhitungan dengan uji Wilcoxon menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa asymp. Sig = 0,00 yang berarti kurang dari 0,05 sehingga Ho ditolak atau ada perbedaan rata-rata frekuensi perjalanan antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan.
B-69 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tarif Angkutan a. Nilai Rata-rata (mean) Dari hasil kuisioner pada pengemudi, menunjukkan bahwa rata-rata tarif angkutan sebelum peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 10.036 sekali jalan dan rata-rata tarif angkutan pengemudi sesudah peningkatan jalan adalah sebesar Rp. 9.982 sekali jalan. b. Uji Normalitas Data Dengan menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa data variable tarif angkutan sebelum peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,000 dan data variable tarif angkutan sesudah peningkatan jalan (asymp. sig) = 0,000. Karena asymp. sig sebelum dan sesudah peningkatan jalan kurang dari 0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya data variable tarif angkutan baik sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan tidak menyebar normal. c. Uji Wilcoxon. Dari hasil perhitungan dengan uji Wilcoxon menggunakan program SPSS, maka diketahui bahwa asymp. sig = 0,083 yang berarti lebih dari 0,05 sehingga Ho diterima atau tidak ada perbedaan rata-rata tarif angkutan antara sebelum dan sesudah adanya peningkatan jalan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil analisa dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Variabel – variabel yang mempengaruhi kondisi ekonomi wilayah Kecamatan Ulumanda sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong adalah produksi pertanian, harga komuditas, pendapatan petani, volume barang dan biaya pasca panen pada sektor pertanian. Pada sektor perdagangan variabel yang berpengaruh adalah volume penjualan, biaya angkut, pendapatan pedagang dan sedangkan pada sektor transportasi variabel yng berpengaruh adalah waktu tempuh / aksesibilitas, frekuensi, dan tarif angkutan. 2. Dari hasil analisa maka diketahui bahwa variabel yang ada perbedaan/perubahan antara sebelum dan sesudah peningkatan Jalan Salutambung – Babasondong adalah : a. Untuk sektor pertanian : variabel volume penjualan pada petani kemiri dan coklat, variabel pendapatan pada petani kemiri dan coklat serta variabel biaya pasca panen pada petani kemiri dan padi ladang b. Untuk sektor perdagangan: variabel volume penjualan dan variabel pendapatan pedagang c. Untuk sektor transportasi: variabel waktu tempuh dan variabel frekuensi Saran 1. Pemerintah Kabupaten Majene harus mengatur dan mengarahkan pembangunan transportasi yang terpadu baik antar kota kecamatan maupun kelurahan/desa. 2. Pengembangan sarana dan prasarana transportasi juga harus meperhatikan kesesuaian tata guna lahan ehingga potensi ekonomi yang terdapat di suatu wilayah dapat dimanfaatkan ecara optimal. 3. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai perkembangan ekonomi untuk sektor pertanian, sektor perdagangan dan ektor transportasi . DAFTAR PUSTAKA Amanah, 2002, Analisa Dampak Peningkatan Jalan Kabupaten Terhadap Pendapatan Masyarakat di Kabupaten Pasuruan, Tesis Magister Teknik Manajemen Aset, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Anonim,2004, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, Setneg RI, Jakarta. Adisasmita, R. 2005. Ekonomi Transportasi. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin (LEPHAS) Makassar. Badan Pusat Statistik Kabupaten Majene, 2007, Kabupaten Majene Dalam Angka Tahun 2006, CV. Agung, Makassar. Farizal, A, 2007. Identifikasi Variabel Ketidakefektifan TKPRD di Provinsi Jawa Timur, TA Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Haryono dkk, 2006, Modul Kuliah Statistika Bisnis dan Industri, Magister Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Kodoatie, J. Robert. 2003. Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur, Pustaka Pelajar, Jakarta Natalestarie, M.S, 2003, Dampak Pembangunan Jalan Arteri Trans Kalimantan Poros Selatan Terhadap Perkembangan Kawasan Kota Kapuas, Tesis Magister Teknik Manajemen Aset, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
B-70 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Nugroho, I dan Dahuri, R, 2004, Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, LP3ES, Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan. 1993. Jakarta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan. 1985. Jakarta. Program Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 2006, Pedoman Penyusunan Tesis, Program Pascasarjana ITS , Surabaya. Parikesit, D. 2002. Modul Pelatihan Perencanaan Infrastruktur Pedesaan. Kementrian Koordinator Perekonomian & International Labour Organization, Jakarta Rodiannoor, A, 2005, Dampak Pembangunan Jalan Lumpangi-Batulicin Tehadap Perkembangan Kawasan Kecamatan Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan, Tesis Magister Teknik Manajemen Aset, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Soefaat, 1999, Hubungan Fungsional Teknik Sipil dengan tata Ruang Kota & Daerah: Suatu Pengantar,PT.Mediatama Saptakarya, Jakarta. Soeprayitno H, 2005, Pengembangan Awal Model Umum Manfaat Ekonomi Bagi Pengoperasian Infrastruktur Transportasi, Seminar Nasional Manajemen Teknologi I – Surabaya, 2005, Program Studi Magister Manajemen Teknologi, ITS, Surabaya. Tata Ruang, 2004, Kebijakan Pengembangan Wilayah, Ditjen Tata Ruang Departemen Kimpraswil, Jakarta Tamin, Z.O. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi edisi kedua. Penerbit ITB, Bandung. Tamin, Z.O. 2004. Peran Transportasi Jalan dalam Menunjang Pengembangan wilayah. Makalah Kuliah Tamu PPS Unhas Makassar. Tarigan, R. 2006. Perencanaan Pembangunan Wilayah Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta.
B-71 ISBN : 978-979-18342-2-3
Halaman ini sengaja dikosongkan
B-72 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
STUDI DEMAND PENUMPANG TRANSPORTASI UDARA MENUJU DAN KELUAR KABUPATEN FAKFAK Wijayanto, Ir. Wahju Herijanto, M.T. Mahasiswa Magister Bidang Keahlian Manajemen Dan Rekayasa Transportasi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Email :
[email protected] Staff Pengajar Bidang Keahlian Manajemen Dan Rekayasa Transportasi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
ABSTRAK Kabupaten Fakfak merupakan daerah yang sedang berkembang dimana pergerakan Transportasi dari tahun ke tahun semakin meningkat namun daerah tersebut hanya bisa dilalui oleh transportasi udara dan laut sedangkan transportasi darat belum terhubung dengan Kabupaten lainya, dari segi transportasi udara bandara Torea fakfak hanya dapat disinggahi jenis pesawat kecil dan sedang yang maksimal kapasitas penumpangnya 54 (lima puluh empat seat) sedangkan permintaan penumpang angkutan udara cukup tinggi namun kebutuhan tersebut belum terpenuhi karena sarana dan prasarananya masih terbatas. Dari kondisi tersebut di atas, dengan meningkatnya demand akan angkutan udara dari tahun ke tahun berdasarkan data yang ada maka perlu diadakan studi untuk mengetahui berapa besar bangkitan perjalanan (trip generation) yang dihasilkan dan pola bangkitan perjalanannya (trip production) dan (trip attraction) oleh para pengguna jasa angkutan udara sehubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk, perkembangan ekonomi dan bagaimana memprediksi pembagian sebaran perjalanan (trip distribution) di masa yang akan datang agar dapat disediakan keperluan sarana dan prasarananya. Dalam studi ini menghasilkan bahwa Model ACGR (attraction constrained gravity model) merupakan model yang paling baik dalam mendeskripsikan pola perjalanan angkutan udara di kabupaten Fakfak dan dari hasil pola bangkitan dan tarikan yang didapat dapat diramalkan atau diprediksi pembagian sebaran perjalanan (trip distribution) pada tahun 2008 dan 2018. Kata Kunci : Bangkitan, Trip Distribution, Gravity Model. 1.
PENDAHULUAN Sarana Transportasi sangat penting untuk membuka keterisolasian di daerah-daerah terpencil dan hal ini perlu ditunjang dengan tersedianya prasarana seperti jalan, bandara dan pelabuhan. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, angkatan kerja serta perkembangan ekonomi dan dengan adanya pemekaran Kabupaten-kabupaten di propinsi Papua Barat maka kebutuhan Transportasi di Papua Barat semakin meningkat, baik Transportasi Darat, Laut dan Udara. Khususnya di Kabupaten Fakfak Transportasi menuju dan Keluar Kabupaten Fakfak hanya bisa dilalui dengan menggunakan Transportasi Udara dan Laut, Transportasi Darat belum terhubung semua antar kabupaten akibat kondisi alam papua yang berupa gunung yang curam dan sungai yang lebar, dari dua jenis transportasi yang ada kendalanya adalah sarana dan Prasarananya tidak menunjang, Transportasi Laut mempunyai Jadwal Kapal laut yang terbatas sedangkan dari segi Transportasi Udara, Bandar Udara Torea Fakfak tidak memungkinkan untuk disinggahi pesawat berbadan lebar, pesawat yang ada saat ini jenis Twin Otter, ATR-72-500, Downer 328 yang dapat mengangkut penumpang 17 sampai dengan 54 orang saja. Kondisi saat ini permintaan (demand) untuk penumpang angkutan udara cukup tinggi namun sarana yang tersedia (supply) belum terpenuhi sehingga perlu dipikirkan terutama pemerintah daerah untuk meningkatkan Sarana dan Prasarana terutama Transportasi Udara Tersebut. Dari gambaran tersebut diatas maka dilakukan studi untuk memberi masukan kepada pemerintah daerah setempat agar dapat menyediakan sarana dan prasarana di masa yang akan datang agar lebih memadai. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini yaitu : 1. Membuat pola bangkitan perjalanan yang meninggalkan Fakfak (trip production) dan menuju Fakfak (trip attraction) penumpang angkutan udara antar bandara utama yang telah ditetapkan. 2. Membuat Matriks Asal – Tujuan (OD) berdasarkan keberangkatan dan kedatangan penumpang angkutan udara tahun 2008 untuk mendapatkan prediksi pembagian perjalanan (trip distribution) dan peramalan 10 tahun ke depan dengan gravity model pada zona yang telah ditentukan.
B-73 ISBN : 978-979-18342-2-3
2. 1.
2.
METODE PENELITIAN Menggunakan Data Sekunder yang diperoleh dari Departemen Perhubungan berupa : a. Jumlah penumpang naik dan penumpang turun di bandara daerah kajian b. Jarak dalam kilometer antara bandara daerah kajian Menggunakan Data Sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) di daerah kajian berupa data sosio ekonomi yaitu : a. Jumlah Penduduk b. PDRB lapangan usaha atas dasar harga berlaku c. PDRB lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000
Data hasil survey selanjutnya diolah untuk mencari alternatif fungsi pola bangkitan dan Pola tarikan yang diuji dengan statistik analisa regresi sehingga di dapat parameter yang akan digunakan untuk Trip Distribution dimana model yang digunakan Model Production Constrained Gravity (PCGR) dan Attraction Constrained Gravity (ACGR) dari uji kesesuaian model dicari model yang terbaik/terpilih untuk peramalan Trip Distribution di masa yang akan datang 3. HASIL DAN DISKUSI 3.1 Data Survey Adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut : Tabel 3.1 Data Jumlah Perjalanan dan Variabel Aksesibilitas Zona Jarak Penumpang No. (Km) Tahun 2008 Asal Tujuan 1 Fakfak Ambon 2 Fakfak Sorong 3 Fakfak Manokwari 4 Fakfak Kaimana 5 Ambon Fakfak 6 Ambon Sorong 7 Ambon Manokwari 8 Ambon Kaimana 9 Sorong Fakfak 10 Sorong Ambon 11 Sorong Manokwari 12 Sorong Kaimana 13 Manokwari Fakfak 14 Manokwari Ambon 15 Manokwari Sorong 16 Manokwari Kaimana 17 Kaimana Fakfak 18 Kaimana Ambon 19 Kaimana Sorong 20 Kaimana Manokwari Sumber: Departemen Perhubungan (2009)
4,528 2,761 561 2,954 3,860 8,079 6,546 4,592 3,068 7,723 6,985 1,279 1,363 6,543 5,772 1,647 3,142 1,913 2,561 1,844
352 250 440 176 352 375 792 528 250 375 220 426 440 792 220 616 176 528 426 616
3.2
Produksi dan Atraksi Zona Analisa total produksi dan atraksi setiap zona pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola sebaran perjalanan menggunakan gravity model. Adapun hasil dari analisa total produksi dan atraksi dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.
B-74 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 3.2 Produksi dan Atraksi Zona Penumpang Tahun 2008 N Total Produksi (Oi) Zona o. (Penumpang Tahun 2008) 1 Fakfak 10,804 2 Ambon 23,077 3 Sorong 19,055 4 Manokwari 15,325 5 Kaimana 9,460 Total Perjalanan (Trip) 77,721
Total Atraksi (Dd) (Penumpang Tahun 2008) 11,433 20,707 19,173 15,936 10,472 77,721
3.3
Pemodelan Trip Generation Pemodelan trip generation dalam penelitian ini terbagi atas dua yaitu trip production dan trip attraction. Dalam menganalisa kedua model ini, maka terlebih dahulu didefenisikan variabel-variabel yang akan digunakan. Variabel terikat (y) yang digunakan adalah jumlah produksi atau atraksi yang ada pada suatu zona sedangkan variabel bebas (x) berupa jumlah populasi (x1), PDRB atas dasar harga berlaku (x2) dan PDRB atas dasar harga konstan (x3). Adapun data berupa variabel parameter sosio ekonomi yang digunakan dalam model ini dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut. Tabel 3.3 Parameter Sosio Ekonomi Tiap Zona Tahun 2008 N
Zona
o.
Populasi (x1) (penduduk Tahun 2008)
1 Fakfak 2 Ambon 3 Sorong 4 Manokwari 5 Kaimana Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
PDRB-ADHK (x3) (Tahun 2008) x (1000) Rupiah 551,407 1,602,316 1,303,022 998,390 331,808
PDRB-ADHB (x2) (Tahun 2008) x ( 1000) Rupiah
72,594 281,293 172,855 181,161 43,743
1,041,071 2,613,871 2,148,580 2,023,491 631,544
Pemilihan model trip generation yang terbaik dilakukan dari pemilihan beberapa model dengan hasil uji statistik terbaik. Indikator uji statistik yang digunakan pada pemodelan trip generation yaitu koefisien determinasi (r2) dan uji validitas menggunakan P-value. Model yang memiliki koefisien determinasi (r2) mendekati 1, akan dinyatakan sebagai model terbaik dengan memenuhi syarat P-value masing-masing variabel bebas lebih kecil dari 0,05 untuk tingkat kepercayaan 95 %. Selain melihat besaran koefisien determinasi (R2) dan P-value, model harus memenuhi syarat logis dalam menggambarkan hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel bebas (tanda positif/negative pada koefisien variabel bebas). 3.3.1
Analisa Regresi Linear dan Uji Validitas Alternatif persamaan yang dapat dibentuk dari persamaan linear fungsi produksi dan atraksi zona di atas dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut. Tabel 3.4 Model Persamaan Fungsi Produksi dan Atraksi Zona No Nama Alternatif . 1. Alternatif 1
Model Persamaan y = a + b1x1
2.
Alternatif 2
y = a + b2x2
3.
Alternatif 3
y = a + b3x3
4.
Alternatif 4
y = a + b1x1+ b2x2
5.
Alternatif 5
y = a + b1x1+ b3x3
6.
Alternatif 6
y = a + b2x2+ b3x3
7.
Alternatif 7
y = a + b1x1+ b2x2+ b3x3
B-75 ISBN : 978-979-18342-2-3
Adapun hasil analisa berupa bentuk persamaan model fungsi produksi dan atraksi zona dapat dilihat pada Tabel 3.5 dan Tabel 3.6 berikut ini. Tabel 3.5 Konstanta dan Koefisien Parameter Model Trip Produksi Var Parameter Model iabel Mo Alt. 1 Alt. 2 Alt. 3 Alt. 4 Alt. 5 del 0.9303 0.9286 0.9892 0.9414 0.9893 R2 9622 9008 0973 5945 8702 F40.101 39.069 275.02 16.082 93.224 stat 1059 8803 8244 1756 2238 Sig0.0079 0.0082 0.0004 0.0585 0.0106 f 627 6173 7725 4055 1298 Sumber: Hasil Uji Statistik Tabel 3.6 Konstanta dan Koefisien Parameter Model Trip Atraksi Var Parameter Model iabel Mo Alt. 1 Alt. 2 Alt. 3 Alt. 4 Alt. 5 del 0.8933 0.9500 0.9872 0.9505 0.9906 R2 0718 7348 0631 5923 1993 F25.118 57.088 231.49 19.226 105.60 stat 1062 3078 0614 2236 8968 Sig0.0152 0.0048 0.0006 0.0494 0.0093 f 9331 075 1653 4077 8007 Sumber: Hasil Uji Statistik
Alt. 6
Alt. 7
0.9947 5517 189.66 3821 0.0052 4483
0.9985 6171 231.42 4032 0.0482 757
Alt. 6
Alt. 7
0.9872 9526 77.710 7912 0.0127 0474
0.9912 4672 37.747 6326 0.1189 4896
3.3.2
Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (T-test) Pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi secara parsial (t-test) dilakukan untuk memastikan pengaruh masing – masing variabel bebas dalam persamaan fungsi produksi dan atraksi zona. Uji t merupakan uji hipotesis untuk menguji signifikan konstanta dan variabel bebas, dimana pengujian ini merupakan kelanjutan daru uji statistik F-test dan R2. Adapun hasil pengujian statistik tiap alternatif dapat dilihat pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.8. Tabel 3.7 Uji Signifikan Trip Produksi Mod Variabe T-Tabel el l Alt.1 X1 Alt.2
X2
Alt.3
X3
2,132
X1 Alt.4
X2 X1 Alt.5 X3 X2 Alt.6 X3 X1 X2 Alt.7 X3 Sumber : Hasil Uji Statistik
2,132
T-Stat
P-Value
Keputusan
6.3325434
0.0079627
H0 Ditolak
6.2505904
0.00826173
H0 Ditolak
16.5839755
0.00047725
H0 Ditolak
0.66049778
0.57683496
H0 Diterima
0.61479108 0.18278336 3.33417527 -1.4541762 5.01920766 1.62683324 -2.5256505 6.30092157
0.60131991 0.87181884 0.07938992 0.28311132 0.03747719 0.35087416 0.24000528 0.10020028 Keterangan : α = 5 %
H0 Diterima H0 Diterima H0 Diterima H0 Diterima H0 Ditolak H0 Diterima H0 Diterima H0 Diterima
B-76 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 3.8 Uji Signifikan Trip Atraksi Mod Variabe T-Tabel el l Alt.1 X1
T-Stat
P-Value
Keputusan
5.01179671
0.01529331
H0 Ditolak
Alt.2
X2
7.5556805
0.0048075
H0 Ditolak
Alt.3
X3
15.2148156
0.00061653
H0 Ditolak
X1
-0.1401779
0.90136261
H0 Diterima
X2
1.52183626
0.26746575
H0 Diterima
-0.8531377
0.48345355
H0 Diterima
4.55508754
0.04496944
H0 Ditolak
X2
-0.1183333
0.9166171
H0 Diterima
X3
2.42064279
0.13655848
H0 Diterima
X1
-0.6718825
0.62337263
H0 Diterima
X2
0.26759452
0.83354402
H0 Diterima
X3
2.15598155
0.27647877
H0 Diterima
Alt.4
Alt.5
Alt.6
Alt.7
X1
2,132
X3
Keterangan : α = 5 %
Sumber : Hasil Uji Statistik
Secara keseluruhan pengujian statistik ini menunjukkan bahwa alternatif 3 dengan persamaan y = a + b3x3 merupakan model terbaik untuk digunakan sebagai model trip produksi dan atraksi. 3.4 3.4.1
Pemodelan Trip Distribution Hasil Model Trip Distribution Pada penelitian ini, model trip distribution yang akan dianalisa terdiri dari 2 model. Adapun model yang akan dianalisa yaitu Production Constrained Gravity (PCGR) dan Attraction Constrained Gravity (ACGR). Dari hasil pemodelan trip distribution dengan metode gravity ini, diperoleh parameter-parameter model dengan rumus yang ditransformasikan ke dalam persamaan regresi linear sebagai berikut :
Tid =
Oi .Dd . Ai .Bd (Cid )α
Ditransformasikan : Y = A + B.x Log Tid = Log (Ai.Oi.Bd.Dd)-α Log Cid Y = Log Tid A = Log (Ai.Oi.Bd.Dd) B=-α X = Log Cid Dimana :
∑T
id
= O i maka A i =
d
1 untuk setiap i ∑ (Bd .Dd . f id ) d
∑ Tid ≠ D d maka Bd = 1 untuk setiap d i
∑T
id
i
= D d maka B d =
1 untuk setiap d ∑ ( Ai .Oi . f id ) i
B-77 ISBN : 978-979-18342-2-3
∑T
id
≠ O i maka A i = 1 untuk setiap i
d
Sehingga parameter model yang di peroleh dapat dilihat pada Tabel 3.9 Tabel 3.9 Parameter Model Trip Distribution No.
Nama Model
1
Model PCGR
2
Model ACGR
Model
Tid =
Parameter Model α = 0,19
Oi .Dd . Ai .Bd (Cid )α
α = 0,19
3.4.2
Fungsi Hambatan Untuk Model Trip Distribution Setelah parameter model kita dapatkan yaitu α = 0,19 maka Fungsi hambatan merupakan salah satu input untuk mengetahui model sebaran perjalanan (trip distribution). Fungsi hambatan pada model trip distribution dalam penelitian ini menggunakan data input berupa variabel aksesibilitas (jarak perjalanan antara zona) hasil hitungan disajikan dalam bentuk matriks fungsi hambatan jarak (𝑪𝑪𝑪𝑪𝑪𝑪∝ ) pada Tabel 3.10
Dari hasil matriks fungsi hambatan jarak tersebut dapat dihitung koefisien penyeimbang model distribution pada tabel 3.11
trip
Tabel 3.11 Koefisien Penyeimbang Model Trip Distribution Tahun 2008 N
Zona
o.
Model PCGR
Model ACGR
Ai
Bd
Ai
Bd
1
Fakfak
0.000045
1.000000
1.000000
0.000044
2
Ambon
0.000057
1.000000
1.000000
0.000059
3
Sorong
0.000051
1.000000
1.000000
0.000051
4
Manokwari
0.000052
1.000000
1.000000
0.000051
5
Kaimana
0.000047
1.000000
1.000000
0.000046
Setelah proses kalibrasi model dilakukan dan diperoleh nilai parameter-parameter model, maka jumlah perjalanan (trip) antar zona dalam wilayah penelitian masing-masing model dapat diperoleh. Adapun jumlah perjalanan (trip) hasil pemodelan dapat dilihat pada Tabel 3.12 dan Tabel 3.13 sebagai berikut. Tabel 3.12 Trip Distibution Hasil Pemodelan PCGR Penumpang Tahun 2008 Asal\Tujuan
Fakfak
Ambon
Sorong
Manokwari
Kaimana
Fakfak
0
3,271
3,233
2,413
1,888
Ambon
4,911
0
8,137
5,866
4,164
Sorong
3,863
6,477
0
5,517
3,197
Manokwari
2,842
4,603
5,438
0
2,442
B-78 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Kaimana
1,898
2,789
2,690
2,084
0
Tabel 3.13 Trip Distibution Hasil Pemodelan ACGR Penumpang Tahun 2008 Asal\Tujuan
Fakfak
Ambon
Sorong
Manokwari
Kaimana
Fakfak
0
4,342
3,672
2,775
1,961
Ambon
3,830
0
7,260
5,299
3,398
Sorong
3,375
7,567
0
5,583
2,923
Manokwari
2,437
5,278
5,336
0
2,191
Kaimana
1,791
3,520
2,905
2,279
0
3.4.3
Uji Statistik Model Trip Distribution Metode uji statistik yang digunakan yaitu Sum of Square Error (SSE) dan Mean Square Error (MSE). Adapun hasil uji statistik ini dapat dilihat pada Tabel 3.14 dan Tabel 3.15 sebagai berikut. Tabel 3.14 Uji Statistik Model PCGR Zona
No.
Penumpang Model Tahun2008
Square Error (e2)
Tujuan
1
Fakfak
Ambon
4,528
4,342
34,523
2
Fakfak
Sorong
2,761
3,672
829,296
3
Fakfak
Manokwari
561
2,775
4,899,875
4
Fakfak
Kaimana
2,954
1,961
986,850
5
Ambon
Fakfak
3,860
3,830
927
6
Ambon
Sorong
8,079
7,260
670,464
7
Ambon
Manokwari
6,546
5,299
1,554,439
8
Ambon
Kaimana
4,592
3,398
1,426,277
9 1
Sorong
Fakfak
3,068
3,375
94,161
Sorong
Ambon
7,723
7,567
24,449
Sorong
Manokwari
6,985
5,583
1,964,290
Sorong
Kaimana
1,279
2,923
2,701,188
Manokwari
Fakfak
1,363
2,437
1,154,336
Manokwari
Ambon
6,543
5,278
1,599,076
Manokwari
Sorong
5,772
5,336
189,809
Manokwari
Kaimana
1,647
2,191
296,091
Kaimana
Fakfak
3,142
1,791
1,824,665
Kaimana
Ambon
1,913
3,520
2,581,514
Kaimana
Sorong
2,561
2,905
118,220
Kaimana
Manokwari
1,844
2,279
188,996
0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0
Penumpang Tahun 2008
Asal
Sum of Square Error (SSE)
23,139,444
Mean Square Error (MSE)
1,156,972
B-79 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 3.15 Hasil Uji Statistik Model ACGR Penumpang Tahun 2008 Zona Penumpang No. Tahun 2008 Asal Tujuan 1 Fakfak 2 Fakfak 3 Fakfak 4 Fakfak 5 Ambon 6 Ambon 7 Ambon 8 Ambon 9 Sorong 10 Sorong 11 Sorong 12 Sorong 13 Manokwari 14 Manokwari 15 Manokwari 16 Manokwari 17 Kaimana 18 Kaimana 19 Kaimana 20 Kaimana Sum of Square Error (SSE) Mean Square Error (MSE)
Ambon Sorong Manokwari Kaimana Fakfak Sorong Manokwari Kaimana Fakfak Ambon Manokwari Kaimana Fakfak Ambon Sorong Kaimana Fakfak Ambon Sorong Manokwari
4,528 2,761 561 2,954 3,860 8,079 6,546 4,592 3,068 7,723 6,985 1,279 1,363 6,543 5,772 1,647 3,142 1,913 2,561 1,844
Penumpang Model Tahun2008 4,342 3,672 2,775 1,961 3,830 7,260 5,299 3,398 3,375 7,567 5,583 2,923 2,437 5,278 5,336 2,191 1,791 3,520 2,905 2,279
Square Error (e2) 34,523 829,296 4,899,875 986,850 927 670,464 1,554,439 1,426,277 94,161 24,449 1,964,290 2,701,188 1,154,336 1,599,076 189,809 296,091 1,824,665 2,581,514 118,220 188,996 23,139,444 1,156,972
Dari kedua tabel diatas dapat diketahui bahwa model ACGR merupakan model yang terbaik, Nilai sum of Square Error (SSE) dan Mean Square Error (MSE) model ACGR ini memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan model lainnya 3.4.4
Prediksi Trip Distribution Tahun 2018 Prediksi sebaran perjalanan dapat dilakukan dengan menggunakan model yang telah dibuat pada masa sekarang (tahun data yang digunakan). Sebaran perjalanan akan dihitung menggunakan model terbaik dari model yang telah dibuat. Adapun hasil prediksi parameter/variabel bebas di atas dapat dilihat pada Tabel 3.16 sampai dengan Tabel 3.17 sebagai berikut. Tabel 3.16 Prediksi Jumlah Populasi Tiap Zona (Penduduk/Tahun) NO KOTA 2004 2005 2006 2007 2008 67,680
Faktor Pertumbuhan
2018
1
Fakfak
57,858
59,773
64,380
72,594 3,738 x +
53,243
109,312
2
Ambon
257,774
262,967
263,146 271,972 281,293 5,604 x +
250,618
334,682
3
Sorong
142,585
151,060
162,703 163,843 172,855 7,332 x +
136,612
246,597
4
Manokwari
150,110
157,280
166,322 175,884 181,161 8,071 x +
141,940
262,999
5
Kaimana
35,442
37,400
39,811
33,353
64,646
41,660
43,743 2,086 x +
B-80 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 3.17 Prediksi PDRB-ADHB Tiap Zona x (1000 ) rupiah NO KOTA 2004 2005 2006 2007 1
Fakfak
2
Ambon
3
Sorong
4
Manokwari
5
Kaimana
600,922
693,211
2008
Faktor Pertumbuhan
800,591 912,369 1,041,071109,946 X + 479,796
1,613,731 1,819,984 2,089,100 2,333,813 2,613,871251,411 X 1,339,867 230,489 X 1,223,782 1,414,064 1,636,140 1,869,356 2,148,580 966,918 247,064 X 1,032,516 1,197,554 1,402,776 1,686,243 2,023,491 727,324 73,673 X 336,300 388,963 457,442 535,207 631,544 248,872
Tabel 3.18 Prediksi PDRB-ADHK Tiap Zona x (1000) rupiah NO KOTA 2004 2005 2006 2007 487,482 518,795
+
5,111,031
+
4,424,250
+
4,433,283
+
1,353,970
Faktor Pertumbuhan
551,407 30,715 X +
2018
Fakfak
2
Ambon
3
Sorong
966,097
Manokwari
720,892
772,415
833,434 915,955
998,390 69,854 X +
638,656 1,686,460
Kaimana
249,387
265,932
287,131 307,230
331,808 20,614 X +
226,456 535,666
5
456,400
2,128,980
1
4
429,032
2008
2018
396,480 857,197
1,257,863 1,336,062 1,421,961 1,511,619 1,602,31686,446 X + 1,166,625 2,463,320 1,048,559 1,138,050 1,212,765 1,303,02283,806 X +
882,282 2,139,366
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Setelah parameter model diprediksi pada tahun 2018 selanjutnya produksi dan atraksi tiap zona dapat dihitung dengan model trip production dan trip attraction. Besarnya produksi dan atraksi tiap zona pada tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 3.19 dan Tabel 3.20 sebagai berikut. Tabel 3.19 Trip Produksi Penumpang Tahun 2018 Model Trip Generation No.
Zona
Konstanta
Koefisien X3
1 Fakfak 2 Ambon 3 Sorong 5216.580512 0.010787281 4 Manokwari 5 Kaimana Tabel 3.20 Trip Atraksi Tahun 2018 Model Trip Generation No.
Zona
1 2 3 4 5
Fakfak Ambon Sorong Manokwari Kaimana
Konstanta
7275.500334
Koefisien X3
0.008636723
PDRB-ADHK (X3) Tahun 2018 x(1000) Rupiah 857,197 2,463,320 2,139,366 1,686,460 535,666 PDRB-ADHK (X3) Tahun 2018 x(1000) Rupiah 857,197 2,463,320 2,139,366 1,686,460 535,666
Total Produksi (Oi) Penumpang Tahun 2018 14,463 31,789 28,295 23,409 10,995 Total Atraksi (Dd) Penumpang Tahun 2018 14,679 28,551 25,753 21,841 11,902
B-81 ISBN : 978-979-18342-2-3
Total produksi dan atraksi tiap zona pada tahun 2018 telah diketahui maka prediksi sebaran perjalanan dapat dihitung dengan model trip distribution terbaik dalam hal ini model ACGR, dapat dilihat pada Tabel 3.21 dan Tabel 3.22 dalam bentuk matriks sebaran perjalanan. Tabel 3.21 Koefisien Penyeimbang Model Trip Distribution Tahun 2018 No.
Model ACGR Tahun 2018
Zona Ai
Bd
1
Fakfak
1.000000
0.000031
2
Ambon
1.000000
0.000042
3
Sorong
1.000000
0.000037
4
Manokwari
1.000000
0.000037
5
Kaimana
1.000000
0.000032
Tabel 3.22 Sebaran Perjalanan Penumpang Tahun 2018 Fakfak
Ambon
Sorong
Manokwari
Kaimana
Fakfak
0
5,683
4,787
3,695
2,084
Total Produksi Model (Oi) Penumpang Tahun 2018 16,249
Ambon
4,812
0
9,740
7,262
3,716
25,530
Sorong
4,571
10,985
0
8,248
3,445
27,250
Manokwari
3,396
7,883
7,938
0
2,657
21,875
Kaimana
1,899
4,000
3,288
2,635
0
11,821
14,679
28,551
25,753
21,841
11,902
102,725
14,679
28,551
25,753
21,841
11,902
102,725
Asal\Tujuan
Total Atraksi Model (Dd) Total Atraksi (Dd)
4. 1.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : Berdasarkan hasil pengujian statistik, Model ACGR (attraction constrained gravity model) merupakan model yang paling baik dalam mendeskripsikan pola perjalanan angkutan udara dalam penelitian ini. Model ini menghasilkan error dengan indikator MSE terkecil sebesar 1,156,972. Model ACGR
Tid =
:
Oi .Dd . Ai .Bd C id
0 ,19
Koefisien Penyeimbang Zona
Tahun 2008
Tahun 2018
Ai
Bd
Ai
Bd
Fakfak
1.000000
0.000044
1.000000
0.000031
Ambon
1.000000
0.000059
1.000000
0.000042
Sorong Manokwa ri
1.000000
0.000051
1.000000
0.000037
1.000000
0.000051
1.000000
0.000037
B-82 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Kaimana 2.
1.000000
0.000046
1.000000
0.000032
Total Produksi dan atraksi tiap zona hasil pemodelan tahun 2008 dan prediksi tahun 2018 sebagai berikut. Penumpang Tahun 2008
Zona
Produksi
Atraksi
Penumpang Tahun 2018 Produksi
Atraksi
Fakfak
10,804
11,433
14,463
14,679
Ambon
23,077
20,707
31,789
28,551
Sorong
19,055
19,173
28,295
25,753
Manokwari
15,325
15,936
23,409
21,841
Kaimana 9,460 10,472 10,995 11,902 Sebaran perjalanan hasil pemodelan tahun 2008 dan prediksi tahun 2018 sebagai berikut. Zona Asal
Tujuan
Fakfak Fakfak Fakfak Fakfak Ambon Ambon Ambon Ambon Sorong Sorong Sorong Sorong Manokwari Manokwari Manokwari Manokwari Kaimana Kaimana Kaimana Kaimana
Ambon Sorong Manokwari Kaimana Fakfak Sorong Manokwari Kaimana Fakfak Ambon Manokwari Kaimana Fakfak Ambon Sorong Kaimana Fakfak Ambon Sorong Manokwari Total
Penumpang Tahun 2008 4,528 2,761 561 2,954 3,860 8,079 6,546 4,592 3,068 7,723 6,985 1,279 1,363 6,543 5,772 1,647 3,142 1,913 2,561 1,844 77,721
Penumpang Model ACGR Tahun 2008 4,342 3,672 2,775 1,961 3,830 7,260 5,299 3,398 3,375 7,567 5,583 2,923 2,437 5,278 5,336 2,191 1,791 3,520 2,905 2,279 77,721
Penumpang Model ACGR Tahun 2018 5,683 4,787 3,695 2,084 4,812 9,740 7,262 3,716 4,571 10,985 8,248 3,445 3,396 7,883 7,938 2,657 1,899 4,000 3,288 2,635 102,725
5. REFERENSI − Biro Pusat Statistik Kabupaten Kaimana, (2008), “Kabupaten Kaimana Dalam angka”. − Biro Pusat Statistik Provinsi Papua Barat, (2008), “ Papua Barat Dalam Angka”. − Biro Pusat Statistik Kota Ambon, (2009), “Kota Ambon Dalam angka”. − Biro Pusat Statistik Kabupaten Fakfak, (2009), “Fakfak Dalam angka”. − Biro Pusat Statistik Kota Sorong, (2009), “Kota Sorong Dalam angka”. − Departemen Perhubungan, (2009), “ Arus Lalu Lintas Angkutan Udara Bandar Udara Domine Eduard Osok Sorong”. − Departemen Perhubungan, (2008), “KM No.6 Tahun 2008 Tentang Kriteria Klasifikasi Organisasi Unit Pelaksana Teknis Bandar Udara”. − Departemen Perhubungan, (2008), “KM No.25 Tahun 2008 - Penyelenggaraan Angkutan Udara”. − Departemen Perhubungan, (2002), “KM 47 tahun 2002 tentang sertifikasi Operasi Bandar Udara
B-83 ISBN : 978-979-18342-2-3
− −
− − − − − − − − − − − −
Departemen Perhubungan, (2002), “KM No. 44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional Gani, F.A., (2009), “Studi Aplikasi Pengembangan Model Trip Distribution Menggunakan Multivariabel-Linear Pada Fungsi Hambatan Dan Kalibrasi Menggunakan Excel-Solver (Studi Kasus : Penerbangan Domestik Bandar Udara Angkasa Pura I)”, Tesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Harian Kompas, (Juli 2003), “Hari Depan Fakfak Hadapi Kendala Transportasi”. Instruksi Presiden Republik Indonesia, (2007), “ Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Miro, F., (2005), “Perencanaan Transportasi - Untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi”, Penerbit Erlangga, Jakarta. Munawar, A., (2005), “Dasar-dasar Teknik Transportasi”, Penerbit Beta Offset, Yogyakarta. Nasution, N. M., (2004), “Manajemen Transportasi - Edisi Kedua”. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Peraturan Pemerintah No 70, (2001), “Tentang Kebandarudaraan Salim, A., (2006), “Manajemen Transportasi”. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Salmani, M., (2002), “Pola Distribusi Pergerakan Angkutan Penumpang Penerbangan Domestik Melalui Pelabuhan Udara Juanda Surabaya”, Tesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Sudarmanto, G. R., (2005), “Analisis Regresi Linear Ganda dengan SPSS”. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. Tamin, O.Z., (2000), “Perencanaan dan Pemodelan Transportasi”, Edisi Kedua, Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Triton, P.B., (2006), “SPSS 13.0 Terapan Riset Statistik Parametrik”. Penerbit C.V Andi Offset, Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 21., (2001), “ Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua
B-84 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
STUDI PENGARUH PENYEMPITAN RUAS JALAN KARENA ADANYA ANTRIAN PADA PUTARAN U TANPA TAPER DAN LAJUR ANTRIAN (KASUS JL.DHARMAWANGSA SURABAYA) Oleh : Djoko Sulistiono *) Ami Asparini *) Amalia Firdaus M *)
ABSTRAK Ruas jalan di Kota Surabaya mempunyai banyak type /jenis putaran U, salah satu diantaranya putaran U tanpa taper dan lajur antrian di Jalan Dharmawangsa Surabaya (4/2D). Jenis putaran U ini, bila dibandingkan dengan putaran U dengan taper dan lajur antrian , lebih banyak memberI pengaruh negatip, yaitu berupa penyempitan ruas jalan yang berpotensi menurunkan tingkat pelayanan (LOS). Kondisi ruas jalan tanpa putaran U mempunyai Derajat Kejenuhan (DS) sebesar 0,43, termasuk cukup baik (< 0,75), dan termasuk dalam tingkat pelayanan (LOS) C, tetapi dengan adanya putaran U tanpa taper dan lajur antrian akan terjadi penyempitan ruas jalan. Permasalahan ,sampai sejauhmana pengaruh penyempitan tersebut ? Kemudian berapa besar kerugian masyarakat pengguna jalan (road user) karena adanya penyempitan dan antrian pada ruas jalan Dharmawangsa Surabaya tersebut ? Perhitungan nilai waktu (time value) dan perhitungan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) mengikuti cara Jasa Marga, kemudian penentuan Derajat Kejenuhan (DS) dan Kecepatan mengikuti Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan kapasitas jalan, karena penyempitan, untuk arah selatan ke utara menimbulkan antrian sebanyak 6 kendaraan per jam pada jam sibuk atau mempunyai nilai kerugian waktu sebesar Rp. 995,- per hari, nilai kerugian sebesar ini relatip kecil, karena kepadatan lalu lintasnya belum begitu besar.Penyempitan ruas jalan Dharmawangsa arah utara ke selatan tidak menimbulkan antrian /kerugian yang berarti. Penurunan kecepatan kendaraan arah selatan ke utara Jl.Dharmawangsa, karena kenaikan DS dari semula 0,43 menjadi 0,86, mengakibatkan tingkat pelayanan turun dari LOS C menjadi LOS E dan peningkatan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) sebesar 8,4 %. Sedang dari arah sebaliknya terjadi penurunan tingkat pelayanan dari LOS A menjadi LOS B dan peningkatan BOK relatip kecil. Biaya yang ditanggung masyarakat akan semakin besar, bila lalu lintas semakin padat dan jumlah putaran U tanpa taper dan lajur antrian di kota Surabaya semakin banyak. Kata kunci : penyempitan, antrian, kerugian waktu, tingkat pelayanan, BOK *) Dosen Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS PENDAHULUAN Kemacetan yang sering terjadi di kota besar Indonesia, termasuk di ruas jalan Dharmawangsa (4/2D) Surabaya, salah satu penyebabnya adalah putaran U tanpa taper dan lajur antrian. Antrian yang terjadi saat memutar pada putaran U tanpa taper dan lajur antrian menyebabkan penyempitan ruas jalan, hal ini yang menimbulkan kemacetan pada ruas jalan tersebut. Kemacetan ini sangat merugikan masyarakat pengguna jalan (road user) dalam bentuk kerugian waktu, peningkatan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) dan berpotensi mencemari udara di sekitarnya. Permasalahan, sampai sejauh mana pengaruh adanya penyempitan tersebut..? berapa besar kerugian masyarakat pengguna jalan karena adanya penyempitan dan antrian pada ruas jalan Dharmawangsa ? Hal ini dapat dijawab melalui pembahasan berikut ini. DASAR TEORI Kinerja ruas jalan ditentukan oleh derajat kejenuhan (DS) ruas jalan, dimana derajat kejenuhan(DS) tersebut merupakan rasio arus lalu lintas(Q) terhadap kapasitas (C) atau menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)-1997 dirumuskan sebagai DS = Q/C. Penyempitan ruas jalan karena adanya antrian pada putaran U tanpa taper dan lajur antrian, akan mengurangi kapasitas (C), sehingga derajat kejenuhan (DS) menjadi semakin besar dan tidak memenuhi syarat DS < 0,75. Ada hubungan antara DS dengan tingkat pelayanan (Level of Service) ruas jalan , sebagaimana tabel 1
B-85 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 1 Hubungan derajat kejenuhan (DS) dengan tingkat pelayanan (LOS) Derajat kejenuhan (DS) Tingkat pelayanan (LOS) Keterangan 0 - 0,2 A Arus bebas 0,2 – 0,4 B Arus stabil 0,4 - 0,6 C Arus stabil 0,6 – 0,8 D Arus mulai tak stabil 0,8 - 1,0 E Arus tak stabil 1,0 F Arus terhambat Sumber : Morlok (1991) Tamin (2008) menjelaskan intensitas lalu lintas (ρ) merupakan rasio tingkat kedatangan (λ) dengan tingkat pelayanan (µ) dan dirumuskan dalam ρ= λ/µ. Panjang rata-rata antrian (q) dan waktu menunggu rata-rata dalam antrian (w), kondisi M/D/1 (tingkat kedatangan exponensial negatip tingkat pelayanan seragam), dirumuskan 𝜌𝜌2 2 (1 − 𝜌𝜌) 𝜌𝜌 𝑤𝑤 = 2𝜇𝜇 (1 − 𝜌𝜌) 𝑞𝑞 =
Kondisi M/M/1 (tingkat kedatangan dan pelayanan mempunyai sebaran exponensial negatip), dirumuskan 𝜆𝜆2 𝜇𝜇 (𝜇𝜇 − 𝜆𝜆) 𝜆𝜆 𝑤𝑤 = 𝜇𝜇 (𝜇𝜇 − 𝜆𝜆) 𝑞𝑞 =
Nilai waktu dasar karena antrian kendaraan mengikuti PT Jasa Marga yang harus disesuaikan dengan nilai sekarang 2010, dimana nilai tersebut berbeda untuk setiap golongan kendaraan dan mobil penumpang masuk golongan I. Biaya Operasi Kendaraan (BOK) mempunyai hubungan dengan kecepatan, sedang kecepatan mempunyai hubungan dengan DS. Kenaikkan DS karena adanya penyempitan akan menurunkan kecepatan dan sekaligus menaikkan BOK.
METODOLOGI Beberapa langkah perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyempitan sebagaimana bagan alir dibawah ini, dimana dihitung perbedaan tingkat pelayanan, kerugian nilai waktu, biaya operasi kendaraan pada kondisi ada/tidak ada penyempitan ruas jalan.
B-86 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Mulai Studi Pustaka Survai L Pengolahan Hasil S i Pembahasan Antrian ,Nilai Waktu dan BOK
Putaran U dengan taper dan lajur
Tanpa Putaran U
Kesimpulan dan S Selesai
Gambar 1 Bagan alir penelitian
PEMBAHASAN Putaran U pada ruas jalan Dharmawangsa Surabaya, merupakan putaran U pelayanan ganda tak terlindung ( Unprotected flow on double service U Turn ). Sebagai putaran U pelayanan ganda tak terlindung maka kendaraan yang memutar bisa dari dua arah, yakni arah selatan dan arah utara, dimana pada saat memutar tidak terlindung oleh arus lalu lintas yang datang berlawanan arah kedatangannya. Putaran U Jl Dharmawangsa tidak mempunyai taper dan lajur anrian ,hal ini yang berpotensi mempersempit ruas jalan dan mengakibatkan kemacetan. Lebar ruas jalan Dharmawangsa (4/2D) sekitar 14 meter, dengan lebar per lajur 3,50 meter atau lebar per arah 7 meter. Hasil survai lapangan yang dilakukan pada jam puncak lalu lintas selama beberapa hari pada bulan Mei 2010, telah diperoleh lalu lintas terpadat sebagaimana tabel 2 berilkut Tabel 2 Hasil survai volume lalu lintas Jl Dharmawangsa Surabaya Volume lalu lintas lurus Volume lalu lintas memutar Sepeda motor Mobil Sepeda motor Mobil Jl.Dharmawangsa 2448 732 600 420 Arah ke utara Jl.Dharmawangsa 1704 360 206 146 arah ke selatan Sumber : Hasil survai lapangan Ruas jalan
B-87 ISBN : 978-979-18342-2-3
Sesuai data tersebut diatas kemudian dilakukan perhitungan seperti dibawah ini Kapasitas (C) per lajur = 1650 x 0,95 x 0,95 x 1,04 = 1548 SMP/jam µ = 1548 SMP/jam, λ = 2448/4 +732 = 1344 SMP/jam ρ = λ/µ = 1344/1548 = 0,868 Menurut Tamin (2008) , model antrian M/M/1 dapat diperoleh jumlah rata-rata kendaraan dalam antrian (q) dan waktu menunggu dalam antrian (w) sebagai berikut, q = λ2 / µ (µ -λ ) = 13442 / 1548(1548-1344) = 6 kendaraan w = λ / µ (µ - λ) = 1344 / 1548(204) = 0,004 jam /kendaraan Kerugian waktu antrian = 2 kali x 2 jam x 6 kend x 0,004 jam x Rp. 10.364,= Rp. 995,- / hari dengan cara yang sama dilakukan pada Jl. Dharmawangsa arah utara ke selatan dan hasilnya tidak ada antrian ,karena volume lalu lintasnya relatip kecil , walaupun ada gangguan kendaraan yang memutar dari arah selatan yang tak terlindung (unprotected), sehingga kerugian waktu akibat antrian relatip kecil dan diabaikan. Tetapi penyempitan ruas jalan tersebut , walau tidak begitu panjang dapat menyebabkan kenaikkan derajat kejenuhan (DS), dari semula 0,434 atau tingkat pelayanan (LOS) C menjadi DS = 1344/1548= 0,868> 0,75 (arus tak stabil) atau tingkat pelayanan (LOS) E pada Jl Dharmawangsa arah selatan ke utara, dan kenaikkan DS dari semula 0,17 (LOS A ) menjadi 0,35 < 0,75 (arus stabil) atau LOS B pada Jl. Dharmawangsa arah utara ke selatan. Kenaikkan DS menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) dapat menurunkan kecepatan, dari semula V = 56 km/jam menjadi V=42 km/jam, dan penurunan ini menyebabkan kenaikkan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) sebesar 8,60 % sesuai data BOK golongan I PT Jasa Marga pada masing – masing kecepatan Rp 2.050,-/kendaraan/km dan Rp 1.888,-/kendaraan/km. Biaya-biaya tersebut diatas relatip kecil, karena volume lalu lintas belum tinggi dan biaya-biaya yang ditanggung masyarakat bisa menjadi semakin besar bila volume lalu lintas semakin tinggi pada jumlah putaran U tanpa taper dan lajur antiran yang semakin banyak di kota Surabaya. KESIMPULAN DAN SARAN Sesuai dengan hasil pembahasan ,maka dapat disampaikan kesimpulan dan saran sebagai berikut : Penyempitan ruas jalan akibat putaran U tanpa taper dan lajur antrian , menimbulkan kerugian waktu antrian bagi masyarakat pengguna jalan (road user) Dharmawangsa Surabaya sebesar Rp. 995,- per hari, nilai kerugian ini relatip kecil, karena volume lalu lintas belum begitu besar. Akan tetapi bila jumlah putaran U tanpa taper dan lajur antrian dengan volume lalu lintas tinggi, semakin banyak di kota Surabaya ,maka nilai kerugian masyarakat semakin berarti. -
-
Penyempitan ruas jalan Dharmawangsa, walaupun tak terlalu panjang menyebabkan kenaikkan DS atau penurunan tingkat pelayanan ruas jalan Dharmawangsa arah selatan ke utara dari LOS C menjadi LOS E, demikian pula dari arah yang berlawanan, terjadi penurunan tingkat pelayanan dari semula LOS A menjadi LOS B. Penurunan kecepatan akibat kenaikkan DS dari semula 0,43 menjadi 0,86 menyebabkan kenaikkan Biaya Operasi Kendaraan sebesar 8,40 % ,demikian pula pula dari arah yang sebaliknya, dengan prosentase yang lebih kecil. Secara umum pengaruh penyempitan pada ruas jalan Dharmawangsa tidak memberikan dampak kerugian yang berarti bagi masyarakat pengguna jalan.
Beberapa saran yang dapat disampaikan sehubungan adanya penyempitan ruas jalan karena putaran U tanpa taper dan lajur antrian : Perlu dibuat putaran U dengan taper dan lajur antrian pada ruas jalan dengan volume lalu lintas cukup tinggi. Apabila lahan untuk keperluan pembuatan taper dan lajur antrian tidak tersedia, maka putaran U tidak perlu dibuat pada ruas jalan tersebut. Putaran U tanpa taper dan lajur antrian dapat dibuat pada ruas jalan dengan volume lalu lintas kecil dan jumlah/lebar lajur yang mencukupi, seperti ruas jalan Dharmawangsa Surabaya. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Bina Marga ( 1997), “ Manual Kapasitas Jalan Indonesia “ Morlok, EK (1978) “ Introduction to transportation engineering and planning“ Mc Graw Hill Inc New York USA. Tamin,OZ ( 2008), “ Perencanaan permodelan dan rekayasa transportasi “ Penerbit ITB
B-88 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
PASSENGER PUBLIC TRANSPORTATION MODE CHOICE COMPETITION BETWEEN BUS AND STATION WAGON Abdul Gaus Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email :
[email protected]
Wahju Herijanto Staff Pengajar dan Peneliti Jurusan Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRACT There are two modes of public transport serve passenger routes Makassar - Majene namely buses and station wagons. The competition between both modes are influenced by its reliability. This study aimed to determine the factors influencing passengers on modal choice, to develop a model that can explain the probability of modal split and to determine the model’s sensitivity from travelers response in determining the choice if there is changes to one of the attributes of travel which supports the mode’s utility. Stated preference method is used in this study involving 200 respondents. Mode choice model is analysed using binary logit model, while model parameter is estimating using regression analysis. Statistical test indicates that four variables are significantly influencing the respondents selection of public transportation mode, which are mode choice travel cost difference (X1), the difference in travel time (X2), the difference in time delay (X3) and the difference frequency of departures (X4) between station wagons and buses. The most sensitive attributes that affect to the model based on elasticity analysis is the delay difference, It was indicated by the elasticity of the largest delay time compared with any other attribute. In general all the attributes in the model affect the selection is more sensitive to the bus than station wagons as indicated from the value of cross elasticity of all attributes greater than the direct elasticity. Keywords: mode choice, station wagons, buses, logit model
Pendahuluan Kota Makassar merupakan salah satu kota yang mempunyai aktifitas yang cukup tinggi di pulau sulawesi karena merupakan ibukota pemerintahan sulawesi selatan yang berkembang menjadi pusat industri, perdagangan, jasa dan pendidikan dikawasan ini. Hal ini berdampak pada meningkatnya pergerakan dalam masyarakat yang berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi. Sehingga akan berdampak pula pada tumbuhnya kompetisi antar moda angkutan umum penumpang antar kota. Berbagai alasan dan pertimbangan yang mendasari pelaku perjalanan dalam melakukan pemilihan moda transportasi. Kompetisi antara bus dan station wagon sangat dipengaruhi oleh kondisi karakteristik dan keadaan dari kedua moda tersebut. Dengan mengetahui perilaku perjalanan yang mempengaruhi probabilitas pemilihan moda, maka akan dapat dilakukan upaya perbaikan dan peningkatan pelayanan dari moda transportasi tersebut. Dengan adanya peningkatan pelayanan moda angkutan umum, diharapkan masyarakat akan terus memilih kedua moda angkutan umum tersebut, sehingga akan mengurangi beban jalan raya dan akan berdampak terhadap berkurangnya permasalahan lalulintas. Tujuan penelitian Tujuan yang studi hendak didapat dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan pelaku perjalanan dalam melakukan pemilihan moda antara bus dan station wagon. 2. Untuk memperoleh suatu model yang dapat menjelaskan probabilitas pemilihan moda antara bus dan station wagon pada rute yang ditinjau. 3. Untuk mengetahui sensitivitas model dari konsumen sebagai pelaku individu dalam menentukan pilihan apabila dilakukan perubahan terhadap salah satu variabel perjalanan yang mendukung utilitas pemilihan moda.
B-89 ISBN : 978-979-18342-2-3
Metodologi Metode Pengambilan Data Kerangka operasional dalam penelitian ini meliputi antara lain adalah pengambilan data dilapangan sampai dengan pengolahan data. Adapun data-data yang didapatkan berupa : 1. Data primer meliputi kegiatan survai kuisioner dan survai interview yang dilakukan terhadap pengguna untuk masing-masing moda berdasarkan kebutuhan data yang diperlukan untuk dianalisa. 2. Data sekunder meliputi data-data penunjang yang diperlukan dalam studi ini, yang didapatkan dari berbagai instansi yang terkait, antara lain ke Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sulawesi Selatan, Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Propinsi Sulawesi Selatan, dan instansi lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Penentuan Jumlah Data Sampel Menurut permain dan swanson (1991), dalan stated preference techniques, A Guide to Practice, mereka mengungkapkan bahwa dalam kegiatan survai yang menggunakan teknik stated preference tidak ada suatu teori khusus untuk menentukan besarnya jumlah sampel yang dibutuhkan untuk suatu penelitian. Hingga penelitian terakhirpun yang menggunakan teknik stated prefence mengindentifikasikan penggunaan sampel yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar, dan menyarankan dalam suatu studi penelitian transportasi jumlah sampelnya adalah 300 sampai dengan 400 sampel agar supaya dapat memberikan hasil yang lebih baik. Steer Davies Gleave mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik sekalipun bisa jumlah sampelnya antara 75 sampai dengan 100 sampel adapun dalam studi penelitian ini dikerjakan dengan pengambilan ampel antara menurut permain dan Swanson (1991), dan Steer Davies Gleave (1991) yaitu sebanyak 200 sampel. Tahapan – Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan kegiatan penelitian yang akan dilalui dalam studi ini sebagai berikut : 1. Langkah pertama adalah dimulai dengan identifikasi kondisi moda yang akan diteliti. 2. Studi literatur, dimaksudkan untuk mencari dan mengumpulkan bahan-bahan berupa landasan teori, metode perhitungan yang akan digunakan untuk pengolahan data atau dalam melakukan analisa dari kegiatan survai yang dilakukan. Hal ini perlu disesuaikan dengan pilot survai dalam membuat desain eksprimen yang akan dipergunakan sebagai standar untuk pengambilan data dari cara sampling yaitu dengan cara menyebar kuisioner dan survai wawancara langsung pada pengguna. 3. Adapun bentuk pertanyaan formulir survai yang akan disebarkan dibagi menjadi 2 versi yaitu : Karakteristik umum pengguna jasa dan karakteristik pemilihan moda yang apat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, Karakteristik umum pengguna jasa yang berisikan pertanyaan yang akan difokuskan untuk mengetahui kondisi eksisting dari pengguna saat ini, dalam hal ini kondisi sosio-ekonomi dari pengguna dan informasi tentang perjalanan yang dilakukan dengan menggunakan bus dan station wagon. Kedua, Karakteristik pemilihan moda yang berisikan pertanyaan yang diarahkan untuk mengetahui preferensi responden seandainya beberapa hipotesis terjadi perubahan yaitu pada biaya perjalanan, waktu tempuh, waktu tunggu dan tingkat pelayanan didalam kendaraan ataupun tidak terjadi perubahan pada setiap atribut. Berikut tabel 1 kondisi yang ada saat ini dari masing-masing moda. Tabel 1. Atribut Perjalanan dan Pelayanan masing-masing secara actual Atribut Perjalanan 1. Biaya perjalanan 2. Waktu tempuh perjalanan (Time) 3. Keterlambatan Terhadap Jadwal (Time) 4. Frekwensi perjalanan
Mobil Station Wagon Rp. 60.000,6,0 Jam + 40 menit
Bus Rp. 59.000,7.0 Jam + 20 menit
4 kali sehari
2 kali sehari
B-90 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Kompilasi data dan pembahasan Pengujian Variabel Secara Univariabel. Dalam uji secara individu ini, dilakukan pengujian terhadap βi secara individual. Hasil dari pengujian ini akan menunjukkan apakah variabel-variabel layak masuk dalam model atau tidak. Hipotesisnya adalah sebagai berikut: Ho : 𝛽𝛽̂ i = 0 artinya apabila nilai dari 𝛽𝛽̂ i = 0 atau kurang dari 0,05 maka tolak Ho, (artinya signifikan) H1 : 𝛽𝛽̂ i = 0 artinya apabila nilai dari 𝛽𝛽̂ i = 0 atau lebih dari 0,05 maka terima H1, (artinya tidak signifikan) I = 1,2,3,……..,k α = 5% 𝛽𝛽̂ i = X1, X2, X3, X4. Dimana variabel : X1 = Cost (biaya perjalanan) X2 = Travel Time (waktu perjalanan) X3 = Waktu Keterlambatan X4 = Frekwensi (banyaknya perjalanan) Tabel 2 Uji variabel secara univariabel Variabel Standard Error X1 0.00001073 X2 0.0007760 X3 0.0022340 X4 0.0237800
P value 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Sehingga dari tabel 2 dapat diketahui bahwa ada 4 (empat) variabel yang signifikan, yaitu variabel cost (x1), variabel time (x2), variabel waktu keterlambatan (x3) dan frekwensi (x4), hal ini diketahui dari nilai P < α = 5% sehingga keempat variabel masuk dalam model logit multivariabel. Selanjutnya dilakukan pengujian multivariable. Pengujian variabel secara multivariabel dimaksudkan untuk menguji semua variabel prediktor yang memenuhi syarat uji univariabel pada moda station wagon dan bus dimasukkan secara keseluruhan. Hipotesis : Ho : β1 = β2 = ………. = βk = 0 artinya apabila nilai dari β1 = β2 = ………. = βk = 0 atau kurang dari 0,05 maka tolak Ho, (artinya signifikan) H1 : paling sedikit ada satu βk ≠ 0, k = 1,2,… … … … … 5artinya nilai βk tidak semua sama dengan 0 atau lebih dari 0,05 maka terima H1, (artinya tidak signifikan) α = 5% Pengujian Variabel Secara Multivariabel. Pengujian variabel secara multivariabel dimaksudkan untuk menguji semua variabel prediktor yang memenuhi syarat uji univariabel pada moda station wagon dan bus dimasukkan secara keseluruhan. Tabel 3. Pengujian signifikan multivariabel Variabel Koefisien Standard Error P value Konstanta 0.446 0.07899800 0.0000 X1 -0.000292 0.00001027 0.0000 X2 -0.007350 0.00075310 0.0000 X3 -0.036300 0.00215900 0.0000 X4 0.121000 0.02283000 0.0000 Dari tabel 3. tampak bahwa nilai p-value = 0.000, pada pengujian dengan menggunakan tingkat signifikan α = 5% sehingga Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan terdapat satu atau lebih variabel berpengaruh secara signifikan terhadap variabel respon. Uji Korelasi Uji korelasi digunakan untuk mengukur ketepatan garis regresi dalam menjelaskan nilai variabel tidak bebas. Pengujian hubungan korelasi (derajat hubungan / keeratan hubungan) dalam proses analisa regresi merupakan hal terpenting harus dilakukan terutama untuk mengatasi masalah multikolinieralitas antar variabel bebas. Adapun hasil uji korelasi terhadap persamaan linier fungsi selisih utilitas pada tabel 4
B-91 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 4 Matriks korelasi antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas X1 X2 X3 X4 Y X1 1 -0.368 X2 0.065 1 -0.183 X3 -0.048 0.195 1 -0.251 X4 -0.066 0.270 -0.197 1 0.105 Y -0.368 -0.183 -0.251 0.105 1 Dari hasil analisa statistik dapat diketahui bahwa model logit terbaik adalah (Usw - Ubus) = 0.446 – 0.000292x1 – 0.00735x2 – 0.0363x3 + 0.121x4, ini dapat diartikan bahwa untuk selisih cost (x1), selisih waktu tempuh (x2), selisih waktu keterlambatan (x3) dan selisih frekwensi keberangkatan (x4) moda bus dan station wagon mempunyai pengaruh terhadap orang dalam memilih moda. Jika setiap selisih Cost (station wagon dan mobil bus) naik sebesar 1 satuan rupiah maka orang akan memilih tiap kategori turun sebesar 0,000292. Sedangkan jika selisih Travel Time (station wagon – bus) naik sebesar 1 satuan menit maka orang memilih akan turun sebesar 0.00735, jika selisih waktu keterlambatan naik 1 satuan maka orang memilih akan turun sebesar 0.0363 dan jika selisih frekwensi naik 1 satuan maka orang memilih akan naik 0.121. Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Secara Parsial (t-test) Pengujian hipotesis terhadap koefisien secarA parsial (t-test) dilakukan untuk memastikan pengaruh masingmasing atribut dalam persamaan selisih utilitas secara individu. Uji t merupakan uji hipotesis yang menguji signifikan konstanta dan variabel dependen. Tabel 5 Uji T antara moda station wagon dan bus Model F – Stat T – Stat Cost -28.46 Time -9.76 345.88 Headway -16.83 Frekwensi 5.29 Hasil Uji Statistik
P-Value 0.000 0.000 0.000 0.000
Keputusan H0 Ditolak H0 Ditolak H0 Ditolak H0 Ditolak
Dengan memperhatikan Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa semua atribut yaitu : Cost, Travel Time, Waktu Keterlambatan dan Frekwensi secara individu signifikan berpengaruh terhadap utilitas pemilihan moda. Pengujian Pengaruh Atribut Secara Bersamaan (F-Test) Untuk memastikan pengaruh semua atribut yang terdapat dalam persamaan selisih utilitas secara bersamasama. maka dilakukan pengujian hipotesis terhadap variasi nilai utilitas (F-test). Dari Uji Anova atau F-test dengan memasukkan semua atribut antara station wagon dan bus, didapat F hitung sebesar 345.88 dengan tingkat signifikan 0,000. Karena probabilitas (0,000) lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat dipakai untuk menerangkan selisih kedua moda. Atau dapat dinyatakan bahwa atribut cost, travel time, waktu ketelambatan dan frekwensi secara bersama-sama berpengaruh terhadap selisih utilitas kedua moda antara moda station wagon dan bus. Pengukuran Prosentase Pengaruh Semua Atribut (R2) Pengukuran besarnya koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh seluruh atribut terhadap tingkat determinasi model. Nilai koefisien determinasi untuk persamaan model yang terbaik diharapkan mendekati 1. Untuk pemilihan alternatif model yang terbaik dipilih yang memiliki nilai koefisien determinasi yang terbesar dari beberapa alternatif yang ada. Prosentase pengaruh semua atribut terhadap utilitas pemilihan moda ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2). Seperti pada alternative 15 dengan nilai R2 persamaan regresi = 0.223. artinya pengaruh semua atribut terhadap perubahan utilitas pada model ini adalah sebesar 22.3 % dan sisanya 77.7% dipengaruhi oleh atribut lainnya yang tidak dipertimbangkan dalam model ini.
B-92 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Elastisitas Model Elastisitas model dilakukan untuk mengevaluasi sensitivitas respons, yaitu mengukur prosentase perubahan probabilitas pemilihan moda sebagai akibat berubahnya persentase pada suatu atribut tertentu di dalam fungsi utilitas pada masing-masing model. Untuk menentukan elastisitas sangat tergantung pada titik mana yang ditinjau (point elasticity) sebab setiap titik pada grafik fungsi probabilitas memiliki elastisitas yang berbeda, artinya nilai elastisitas sangat ditentukan oleh nilai atribut yang dipilih. Dengan menggunakan nilai rata-rata, maka berdasarkan formulasi model yang ada nilai utilitas dan probabilitas pemilihan moda station wagon untuk masing-masing model dapat dilihat pada tabel 6 Tabel 6 Nilai selisih utilitas dan probabilitas (perbandingan antara station wagon – bus) Nilai rata-rata selisih atribut (Usw – Ubus) ∆ waktu ∆ Cost ∆ travel time ∆ Frekwensi keterlambatan 750 -45 16.25 1.5 0.149375
Psw 54%
Dari tabel 6 diketahui bahwa probabilitas yang memilih station wagon sebesar 54%, sedang probabilitas yang memilih mobil bus sebesar 46%. Dengan diperolehnya nilai probabilitas moda station wagon, maka elastisitas terhadap berbagai atribut, baik elastisitas silang maupun elastisitas langsung pada nilai rata-rata atribut dapat diperoleh seperti ditunjukan pada tabel 7 dan tabel 8. Tabel 7 Nilai elastisitas langsung Elastisitas lansung terhadap atribut ∆ Cost ∆ travel time ∆ waktu keterlambatan -0.10074 0.152145 -0.2713425
∆ frekwensi 0.08349
Tabel 8 Nilai elastisitas silang Elastisitas silang terhadap atribut ∆ Cost ∆ travel time ∆ waktu keterlambatan 0.11826 -0.178605 0.318325
∆ frekwensi -0.09801
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas diatas maka dapat diterjemahkan sebagai berikut : a. Atribut waktu keterlambatan merupakan yang paling sensitif mempengaruhi pemilihan moda. Hal ini terlihat dari nilai elastisitasnya yang paling besar. b. Secara umum seluruh atribut yang dipertimbangkan dalam model lebih sensitive mempengaruhi pemilihan bus dibandingkan dengan station wagon. Ini ditunjukkan dari nilai elastisitas silang pada seluruh atribut lebih besar daripada nilai elastisitas langsungnya. Sensitivitas Model Terhadap Atribut Cost Dengan menggunakan persamaan model pemilihan moda antara moda mobil station wagon dan moda mobil bus : Psw
=
𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 (𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 −𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 ) 1+𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 (𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 −𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 )
Dimana : (Usw – Ubus) = 0.446 – 0.000292x1 – 0.00735x2 – 0.0363x3 + 0.121x4 = 0,52 Psw Jadi probabilitas respoden memilih mobil station wagon adalah sebesar 52 % Dan probabilitas memilih bus adalah : P bus = 1 – Psw, jadi P bus = 0,48 Sedang probabilitas memilih station wagon adalah sebesar 48% Berdasarkan hasil analisis perhitungan sensitivitas atribut cost (biaya perjalanan), dibuat grafik
B-93 ISBN : 978-979-18342-2-3
Grafik Sensitivitas Atribut Cost Probabilitas Station Wagon
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
-6000
-4000
-2000
0
2000
4000
6000
Selisih Cost Station wagon - Bus
Gambar 1 Grafik sensitivitas model terhadap perubahan atribut cost Analisis sensitivitas terhadap perubahan atribut cost sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1, maka dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut : 1. Arah kemiringan garis ditunjukkan arah kemiringan negarif, artinya bahwa semakin besar selisih perbedaan biaya akan semakin memperkecil probabilitas memilih station wagon 2. Apabila yang diperhatikan hanya perubahan selisih atribut biaya perjalanan (cost), dapat dijelaskan bahwa pada kondisi selisih perjalanan Rp. 1000 probabilitas peluang memilih station wagon adalah 52% atau lebih besar dari pada probabilitas peluang memilih bus. Probabilitas responden memilih station wagon akan bertambah pada kondisi selisih 0 atau pada saat biaya perjalanan sama maka responden yang memilih station wagon sebesar 59%. Hal ini mengungkapkan bahwa moda station wagon lebih diminati dibanding dengan moda bus. Sensitivitas Model Terhadap Atribut Travel Time Dari hasil analisis perhitungan sensitivitas atribut travel time didapatkan gambar 2 : Grafik Sensitivitas Atribut Time Probabilitas Station Wagon
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 -60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
Selisih Travel Time Station Wagon - Bus
Gambar 2 Grafik sensitivitas model terhadap perubahan atribut waktu tempuh Didasarkan pada analisis sensitivitas terhadap perubahan waktu perjalanan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2, maka dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut: 1. Menunjukkan arah kemiringan garis yang negarif, yang dapat diinterpretasikan bahwa semakin besar selisih perbedaan waktu perjalananan maka semakin memperkecil probabilitas memilih station wagon. 2. Apabila yang diperhatikan hanya perubahan selisih waktu perjalanan (travel time), akan dapat dijelaskan bahwa pada kondisi selisih waktu perjalanan -60 menit probabilitas peluang memilih station wagon lebih besar dari pada probabilitas peluang memilih station wagon sebasar 56%. Pada kondisi dengan selisih 0 atau pada saat waktu perjalanan sama, maka responden yang tetap memilih station wagon adalah hanya tinggal 45%. Hal ini mengungkapkan bahwa moda mobil bus lebih diminati dibanding dengan moda station wagon jika waktu tempuhnya sama.
B-94 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Sensitivitas Model Terhadap Waktu Keterlambatan Dari hasil analisis perhitungan sensitivitas atribut travel time didapatkan gambar 3 : Grafik Sensitivitas Atribut Waktu Keterlambatan Probabilitas Station Wagon
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
Selisih Waktu Keterlambatan Station Wagon - Bus
Gambar 3 Grafik sensitivitas model terhadap perubahan atribut waktu keterlambatan Berdasarkan analisis sesnsitivitas terhadap perubahan waktu keterlambatan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3, maka dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut : 1. Menunjukkan arah kemiringan garis yang negarif, dapat diartikan bahwa semakin besar selisih perbedaan waktu keterlambatan akan semakin memperkecil probabilitas memilih station wagon. 2. Dengan hanya memperhatikan perubahan selisih waktu keterlambatan moda (time), dapat dijelaskan bahwa pada kondisi selisih waktu keterlambatan 20 menit probabilitas peluang memilih station wagon lebih besar dari pada probabilitas peluang memilih station wagon sebasar 50%. Pada kondisi dengan selisih 0 (pada saat waktu keterlambatan sama) maka responden yang memilih station wagon bertambah besar menjadi 68%. Hal ini mengungkapkan bahwa moda mobil station wagon lebih diminati dibanding dengan moda bus jika waktu keterlambatan sama. Sensitivitas Model Terhadap Frekwensi Dari hasil analisis perhitungan sensitivitas atribut frekwensi (frekwensi keberangkatan) maka dapat digambarkan grafik sensitivitas seperti terlihat pada Gambar 4 Grafik Sensitivitas Atribut Frekwensi 0.8
Probabilitas Station Wagon
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 -6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
Selisih Frekwensi Station Wagon - Bus
Gambar 4 Grafik sensitivitas model terhadap perubahan atribut frekwensi Berdasarkan analisis sensitivitas terhadap perubahan frekwensi keberangkatan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 4 diatas, maka dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut : 1. Memperlihatkan arah kemiringan garis yang menunjukkan arah kemiringan positif, yaitu menyatakan bahwa semakin besar selisih perbedaan waktu perjalananan akan semakin besar probabilitas memilih station wagon.\ 2. Dengan hanya memperhatikan perubahan selisih frekwensi, dapat dijelaskan bahwa pada kondisi selisih frekwensi perjalanan 2 trip probabilitas peluang memilih station wagon lebih besar dari pada probabilitas peluang memilih station wagon sebasar 56%. Sedangkan pada kondisi dengan selisih 0 (atau pada saat frekwensi perjalananan sama) maka responden yang tetap memilih station wagon adalah hanya tinggal 49%. Hal ini mengungkapkan bahwa moda mobil bus lebih diminati dibanding dengan moda station wagon jika frekwensi perjalananan sama.
B-95 ISBN : 978-979-18342-2-3
Kesimpulan 1.
Berdasarkan analisa uji statistik bahwa faktor biaya perjalanan, waktu tempuh, waktu katerlambatan dan frekwensi, merupakan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan mempengaruhi pemilihan moda antara station wagon dan bus.
2.
Model pemilihan moda angkutan umum rute Makassar – Majene dalan studi ini adalah model logit binomial dengan fungsi selisih utilitas station wagon dan bus dalam bentuk persamaan linier. Karakteristik moda yang dipertimbangkan dalam studi ini adalah biaya perjalanan, waktu tempuh perjalanan, waktu keterlambatan berangkat dan frekwensi perjalanan. Berdasarkan hasil analisis maka model yang diperoleh adalah sebagai berikut : Probabilitas pemilihan station wagon : P sw = Dan probabilitas pemilihan bus : P bus =
𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 (𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 −𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 ) 1+𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 (𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 −𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 ) 1
1+𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 (𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 −𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈 )
Dengan persamaan fungsi selisih utilitas station wagon dan bus adalah : (Usw - Ubus) = 0.446 – 0.000292x1 – 0.00735x2 – 0.0363x3 + 0.121x4 Dimana : X1 : ∆ Cost (selisih biaya antara station wagon dan bus) X2 : ∆ Time (selisih waktu tempuh antara station wagon dan bus) X3 : ∆ Waktu Keterlambatan (selisih keterlambatan dalam berangkat antara station wagon dan bus) X4 : ∆ Frekwensi (selisih frekwensi keberangkatan antara station wagon dan bus) 3.
Hasil analisis elastisitas model terhadap masing – masing atribut disimpulkan bahwa probabilitas pemilihan moda bus lebih sensitive terhadap pengaruh perubahan atribut dibandingkan moda station wagon. Hal ini ditunjukkan dari nilai elastisitas silang yang lebih besar daripada nilai elastisitas langsung yaitu sebagai berikut : nilai elastistas langsung untuk atribut cost, travel time, keterlambtan dan frekwensi adalah -0.10074, 0.152145, -0.2713425 dan 0.08349, sedangkan nilai elastisitas silang untuk atribut cost, travel time, waktu keterlambatan dan frekwensi adalah 0.11826, -0.178605, 0.3185325 -0.09801. Dari hasil sensitivitas dapat diketahui bahwa variabel atribut waktu keterlambatan yang paling sensitive terhadap probabilitas pemilihan moda angkutan umum. Dimana perubahan waktu keterlambatan akan mengakibatkan perubahan probabilitas pemilihan moda yang relative besar jika dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada variabel atribut lainnya. Saran 1.
Kesulitan yang didapat dalam penelitian ini adalah pada saat survai pengumpulan data, karena responden pada umumnya memiliki waktu yang terbatas untuk mengisi dan menjawab kuesioner, sehingga seringkali jawaban yang diperoleh tidak memadai bahkan seadanya. Untuk itu pada penelitian – penelitian yang menggunakan stated preference disarankan agar dilakukan survai dengan metode home interview survai, supaya survaior dan responden dapat berinteraksi dengan baik serta jawaban yang diperoleh diharapkan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA 1. Louviere, J.J, Hensher, D.A, and Swait, J.D, (2000), Stated Choice Methods Analysis and Appications, Cambridge University Press. 2. Permain, D and Swanson, J (1991), Stated Preference Techniques A Guide to Practice, Steer Devies. Gleave and Hague Consulting Group, London. 3. Rahman, R. (2009), Pemilihan Moda Angkutan Penumpang Antar Kota Moda Mobil Kijang Dan Mobil Sedan Dengan Metode Stated Preference (Studi Kasus: Rute Palu - Donggala), Tesis Magister, Manajemen dan Rekayasa Transportasi, ITS. 4. Tamin, OZ, (2008), Perencanaan, Permodelan dan Rekayasa Transportasi, ITB, Bandung. 5. Willumsen, L.G. dan Ortuzar, J.D, (1994). Modelling Transport Second Edition, John Wiley and Sons ltd, London.
B-96 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Studi Evaluasi Kebutuhan Ruang Parkir pada Pusat Perbelanjaan Royal Plaza di Kota Surabaya 1&2
3
Machsus 1, Ami Asparini2, Mukafi3 Staf Pengajar Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS
Mahasiswa Program Diploma IV Teknik Sipil FTSP ITS
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Ketersediaan ruang parkir pada pusat perbelanjaan acapkali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan ruang parkir.Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap kebutuhan ruang parkir pada beberapa pusat perbelanjaan di Kota Surabaya.Studi kasus pada penelitian ini adalah pusat perbelanjaan Royal Plaza di Kota Surabaya.Metodologi studi ini diawali dengan melakukan studi literatur, survey pendahuluan, pengumpulan data dan melakukan analisa data dan pembahasan sehingga didapatkan KRP aktual pada masing-masing lokasi parkir. Selanjutnya, KRP aktual itu dibandingkan dengan strandar KRP yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Surabaya dan pedoman parkir yang dikeluarkan oleh Dirjen Perhubungan Darat 1996, lalu ditarik kesimpulan.Hasil dari penelitian ini diperoleh karakteristik parkir dan didapatkan KRP yang harus disediakan yaitu sebanyak 821 SRP (mobil) dan 1757 SRP (sepeda motor).Adapun perbandingan KRP aktual dengan standart KRP yang diberlakukan di Pemkot Surabaya dan pedoman parkir (Dirjen Hubdat, 1996) yaitu : 64 m²/SRP (KRP aktual), 60m²/SRP (Pemkot Surabaya), 126m²/SRP (Dirjen Perhub. Darat 1996).Hal ini menunjukkan bahwa KRP aktual mendekati ketentuan Pemkot Surabaya dan lebih tinggi dari ketentuan Dirjen. Perhub Darat, sehinggaketentuan parkir tersebut perlu disesuaikan lagi. Kata kunci :Karakteristik parkir, Kebutuhan ruang parkir (KRP), Standart KRP I.
Pendahuluan Fenomena perparkiran merupakan masalah yang sering dijumpai pada sistem transportasi di banyak kota baik di kota-kota besar maupun kota-kota yang sedang berkembang.Akhir-akhir ini, masalahtersebut terasa sangat penting dalam pengembangan pusat perbelanjaan khususnya di Kota Surabaya. Pengadaan lahan parkir di pusat perbelanjaan yang aman dan nyaman sangat diperlukan seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan kendaraan pribadi baik kendaraan roda empat maupun roda dua di Kota Surabaya dan bergairahnyaperekonomian kota. Dalam usaha menangani masalah tersebut, maka diperlukan pengadaan lahan parkir yang mencukupi dan penentuan bentuk pola parkir yang tepat pada lahan parkir yang ada, dimana kebutuhan akan lahan parkir (demand) dan prasarana yang dibutuhkan (supply) haruslah seimbang dan disesuaikan dengan karakteristik perparkiran. Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pusat perbelanjaan di kota surabaya seringkali dijumpai permasalahan tentang kebutuhan fasilitas parkir. Permasalahan yang biasanya terjadi adalah bahwa ketersediaan ruang parkir pada pusat perbelanjaan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan ruang parkir. Akibatnya terjadi antrian panjang pada pintu masuk ruang parkir hingga meluber ke ruas jalan sehingga mengganggu lalu-lintas di sekitarnya. Pada studi ini dipilih lokasi parkir pusat perbelanjaan Royal Plaza di Kota Surabayayang berlokasi di area CBD (Central Bisnis distrik). Pemilihan pusat perbelanjaan tersebut disebabkan karena berada di area CBD, yang menjadi reperesentasi pusat perbelanjaan di kota Surabaya. Pada studi ini akan dilakukan evaluasi kebutuhan runag parkir (KRP) minimum terhadap pusat perbelanjaan yang dijadikan sebagai studi kasus.Disamping itu, juga dilakukan perbandingan antara KRP aktual dengan standart KRP yang berlaku di Pemerintah Kota Surabaya dan buku pedoman parkir (Dirjen. Perhubungan Darat 1996). Pada studi ini survei yang dilakukan hanya 2 (dua) kali dalam seminggu yaitu diambil hari kerja efektif dan hari libur.Sedangkan waktu survei dilakukan sesuai waktu operasi pusat perbelanjaan tersebut, yaitu mulai buka (pukul 09:00 WIB) sampai dengan ditutup (pukul 23:00 WIB), baik untuk parkir kendaraan roda empat atau mobil maupun parkir kendaraan roda dua atau sepeda motor.
B-97 ISBN : 978-979-18342-2-3
II. Metodologi Studi Metodologi studi ini memuat cara dan urutan kerja suatu perhitungan untuk mendapatkan hasil evaluasi kebutuhan ruang parkir.Metodologi yang digunakan pada studi ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan studi literatur. Studi literatur dilakukan dengan membaca dan mengambil kesimpulan dari buku-buku dan data-data referensi yang berhubungan langsung dengan studi ini. 2. Melakukan survei pendahuluan. Survey pendahuluan ini dimaksudkan untuk mengenal dan memahami kondisi daerah studi, yakni di Royal Plaza Surabaya, diantaranya: a. Untuk melihat secara langsung kondisi di lapangan b. Untuk melihat pada penggunaan lahan parkir yang ada c. Untuk mengetahui jam puncak penggunaan lahan parkir d. Menentukan cara survey yang tepat untuk digunakan e. Menentukan waktu yang tepat saat dilakukan survey 3. Melakukan pengumpulan dan pengolahan data. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pencatatan nomer polisi kendaraaan yang berada di lokasi parkir setiap 10 menit, dari pengumpulan data tersebut di ketahui volume kendaraan yang ada. Dalam pengumpulan data tersebut digunakan form survei. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan adalah waktu operasional lahan parkir, jumlah unit parkir dan luas efektif bangunan. 4. Melakukan analisa data dan pembahasan. Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data lalu dilakukan analisa dan pembahasan mengenai kebutuhan ruang parkir. Pada tahap ini terlebih dahulu dilakukan analisa distribusi waktu parkir sehingga diketahui waktu parkir yang paling dominan, kemudian dilakukan analisa karakteristik parkir untuk mengetahui karakteristik parkir lokasi studi, sehingga didapatkan kebutuhan ruang parkir pada lokasi studi tersebut. 5. Merumuskan kesimpulan. Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dirumuskan kesimpulan terkait dengan karakteristik parkir, kebutuhan ruang parkir (KRP) dan perbandingannya dengan standar KRP yang berlaku, yakni Ketentuan Pemkot Surabaya (izin zoning) dan Ketentuan Dirjen Perhubungan Darat. III. Hasil dan Diskusi 3.1. Karakteristik Parkir Karakteristik parkir (volume parkir, akumulasi parkir, durasi parkir, kapasitas statis, kapasitas dinamis, turnover parkir, indeks parkir) diperoleh dari survey yang telah dilakukan, yaitu meliputi: 1. Volume parkir Volume parkir merupakan jumlah kendaran yang telah menggunakan ruang parkir pada suatu lahan parkir. Adapun rekapitulasi volume parkir maksimum di lokasi studi Royal Plaza dapat dilihat pada Tabel 1berikut. Tabel 1. Rekapitulasi Volume Parkir di Royal Plaza Volume Parkir Harian No Kendaraan Parkir ( Kendaraan ) 1
Parkir Sepeda Motor Hari Efektif
6444
2
Parkir Sepeda Motor Hari Libur
6788
3
Parkir Mobil Hari Efektif
2010
4 Parkir Mobil Hari Libur 3412 Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa volume parkir harian untuk mobil maupun sepeda motor di pusat perbelanjaan Royal Plaza pada hari libur lebih besar dibandingkan dengan hari efektif. Volume parkir harian maksimum sebanyak sepeda motor 6788 kendaraan, sedangkan volume parkir harian mínimum sebanyak 6444. Untuk volume parkir mobil harian maksimum sebanyak 3412 kendaraan, sedangkan volume parkir harian mínimum sebanyak 2010. 2.
Akumulasi Parkir Akumulasi parkir adalah jumlah kendaraan yang parkir pada suatu lahan parkir pada waktu tertentu. Besarnya akumulasi dipengaruhi secara langsung oleh jumlah kendaraan yang masuk maupun keluar di suatu lahan parkir.
B-98 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
1
Tabel 2. Akumulasi Parkir Rata-Rata Kendaraan Parkir di Royal Plaza Akumulasi Parkir Rata-Rata Kendaraan Parkir ( Kendaraan ) Parkir Sepeda Motor Hari Efektif 1078,86
2
Parkir Sepeda Motor Hari Libur
3
Parkir Mobil Hari Efektif
297,3
4
Parkir Mobil Hari Libur
528,21
No
1374,79
Tabel 2.diatas menunjukkan bahwa akumulasi parkir rata-rata untuk mobil maupun sepeda motor di ketiga pusat perbelanjaan tersebut pada hari libur lebih besar dibandingkan dengan hari efektif. Akumulasi parkir rata-rata terbesar sebanyak sepeda motor 1374,79 kendaraan, sedangkan akumulasi parkir rata-rataterkecil sebanyak 1078,86 kend. Untuk akumulasi parkir rata-rata mobil terbesar sebanyak 528,21 sedangkan akumulasi parkir rata-rata mobil terkecil sebanyak 297,3 kend.
1
Tabel 3. Akumulasi Maksimum Kendaraan Parkir di Royal Plaza Akumulasi Parkir Maksimum Kendaraan Parkir ( Kendaraan ) Parkir Sepeda Motor Hari Efektif 1553
2
Parkir Sepeda Motor Hari Libur
1796
3
Parkir Mobil Hari Efektif
540
4
Parkir Mobil Hari Libur
746
No
Tabel 3.diatas menunjukkan bahwa akumulasi parkir maksimum untuk mobil maupun sepeda motor di ketiga pusat perbelanjaan tersebut pada hari libur lebih besar dibandingkan dengan hari efektif. Akumulasi parkir maksimum terbesar sebanyak sepeda motor 1796 kendaraan, sedangkan akumulasi parkir maksimumterkecil sebanyak 1553 kend. Untuk akumulasi parkir maksimum mobil terbesar sebanyak 746sedangkan akumulasi parkir rata-rata mobil terkecil sebanyak 540 kend. 3.
Durasi Parkir Durasi Parkir adalah lamanya waktu yang dibutuhkan kendaraan parkir dilokasi studi tersebut. Setelah diperoleh durasi parkir untuk setiap kendaraan, lalu dikelompokkan jumlah total kendaraan yang parkir setiap 60 menit, sehingga dapat diperoleh durasi rata-rata. Rekapitulasi hasil perhitungan durasi parkir rata-rata baik untuk mobil maupun sepeda motor pada pusat perbelanjaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Durasi Rata-Rata Kendaraan Parkir di Royal Plaza Durasi rata- rata No Kendaraan Parkir ( menit ) 1 Parkir Sepeda Motor Hari Efektif 189.68 2
Parkir Sepeda Motor Hari Libur
234.39
3
Parkir Mobil Hari Efektif
172.01
4
Parkir Mobil Hari Libur
167.62
Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa durasi parkir rata-rata untuk mobil di pusat perbelanjaan tersebut pada hari efektif lebih besar dibandingkan dengan hari libur, sedangkan untuk sepeda motor berlaku sebaliknya meski selisihnya relatif kecil. Durasi parkir rata-rata maksimum sebanyak sepeda motor 233,60 kend, mobil 170,45 kend.
B-99 ISBN : 978-979-18342-2-3
4.
Kapasitas Statis Kapasitas statis adalah jumlah ruang parkir yang tesedia pada suatu lahan parkir. Kapasitas statis untuk semua lokasi studi ini diperoleh dari data rincian unit parkir dan dari hasil pengamatan visual yang dilakukan pada saat survei. Kapasitas statis parkir di Royal Plaza untuk mobil sebesar 1600 SRP dan sepeda motor sebesar 1800 SRP.
5.
Kapasitas Dinamis Hasil perhitungan kapasitas dinamis parkir mobil di Royal Plaza selama waktu pengamatan 14jam didapat seperti tabel berikut. Tabel 5. Perhitungan Kapasitas Dinamis Parkir di Royal Plaza Surabaya Kapasitas Durasi RataKapasitas Statis Rata Dinamis No Lokasi Parkir (SRP ) ( menit ) ( kendaraan ) 1 Parkir Sepeda Motor Hari Efektif 1800 189.68 6776 2 Parkir Sepeda Motor Hari Libur 1800 234.39 5483 3 Parkir Mobil Hari Efektif 1600 172.01 6641 4 Parkir Mobil Hari Libur 1600 167.62 6815 Tabel 5diatas menunjukkan bahwa kapasitas dinamis parkir maksimum sepeda motor di Royal Plaza 6776 kendaraan terjadi pada hari efektif sedangkan kapasitas dinamis parkir maksimum mobil di Royal Plaza 6815 kendaraan terjadi pada hari libur.
6.
Turnover Parkir Turnover parkir adalah suatu angka yang menunjukkan perbandingan antara volume parkir dengan jumlah ruang yang tersedia (kapasitas statis) pada suatu lahan parkir dalam suatu periode tertentu. Turnover parkir di Royal Plaza dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 6 Perhitungan Turnover Parkir di Royal Plaza Surabaya Volume parkir Kapasitas Statis No Kendaraan Parkir Turnover ( kendaraan ) (SRP ) 1 Parkir Sepeda Motor Hari Efektif 6444 1800 3,58 2 Parkir Sepeda Motor Hari Libur 6788 1800 3,77 3 Parkir Mobil Hari Efektif 2010 1600 1,26 4 Parkir Mobil Hari Libur 3412 1600 2,13 Tabel 6diatas menunjukkan bahwa turnover parkir maksimum untuk mobil maupun sepeda motor di ketiga pusat perbelanjaan tersebut pada hari libur lebih besar dibandingkan dengan hari efektif. Turnover parkir maksimum sebanyak sepeda motor 3,77kali sedangkan turnover parkir harian mínimum sebanyak 3,58kali. Untuk turnover parkir mobil maksimum sebanyak 2,13 kali sedangkan turnover parkir mínimum sebanyak 1,26 kali.
7.
Indeks Parkir Indeks Parkir merupakan persentasi dari akumulasi jumlah kendaraan pada selang waktu tertentu dibagi dengan ruang parkir yang tersedia dikali 100%. Indeks parkir untuk lokasi parkir di Royal Plaza dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7. Perhitungan Indeks Parkir di Royal Plaza Menurut Kapasitas Statis Akumulasi IP Kapasitas Statis Maksimum Maksimum No Kendaraan Parkir ( kendaraan ) (SRP ) (%) 1 Parkir Sepeda Motor Hari Efektif 1553 1800 86,28 2 Parkir Sepeda Motor Hari Libur 1796 1800 99,78 3 Parkir Mobil Hari Efektif 540 1600 33,75 4 Parkir Mobil Hari Libur 746 1600 46,63
B-100 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Dari analisa pada Tabel 7diatas diperoleh indeks parkir < 100% berarti kendaraan yang ada di lahan parkir lebih kecil dari kapasitas yang tersedia, sehingga dapat disimpulkan bahwa kapasitas lahan parkir memenuhi. Tabel 8. Perhitungan Indeks Parkir di Royal Plaza Menurut Kapasitas Dinamis Akumulasi IP Kapasitas Dinamis Maksimum Maksimum No Kendaraan Parkir ( kendaraan ) (SRP ) (%) 1 Parkir Sepeda Motor Hari Efektif 1553 22,92 6776 2 Parkir Sepeda Motor Hari Libur 1796 32,76 5483 3 Parkir Mobil Hari Efektif 540 8,13 6641 4 Parkir Mobil Hari Libur 746 10,95 6815 Dari analiasa pada Tabel 8diatas diperoleh indeks parkir < 100% berarti kendaraan yang ada di lahan parkir lebih kecil dari kapasitas yang tersedia, sehingga dapat disimpulkan bahwa kapasitas lahan parkir memenuhi. 3.2. Kebutuhan Ruang Parkir (KRP) Kebutuhan Ruang Parkir (KRP) adalah jumlah ruang parkir yang dibutuhkan, yang besarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor serta tingkat pemilikan kendraan pribadi, tingkat kesulitan menuju daerah yang bersangkutan. 1.
KRP Aktual di Royal Plaza Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh KRP aktual di Royal Plaza seperti pada tabel berikut.
No 1 2 3 4
Tabel 9. Perhitungan KRP menurut data penelitian di Royal Plaza Akumulasi Jumlah Total Maksimum Kendaraan Parkir ( kendaraan ) (kendaraan) Parkir Sepeda Motor Hari Efektif 5035 1548 Parkir Sepeda Motor Hari Libur 6093 1597 Parkir Mobil Hari Efektif 2010 540 Parkir Mobil Hari Libur 3412 746
F1 (%) 30,74 26,21 26,87 21,86
KRP (SRP) 1703 1757 594 821
Dari perhitungan pada Tabel 9di atas dapat diketahui bahwa KRP maksimum terjadi pada hari libur sebesar 821 SRP untuk mobil dan 1757 SRP untuk sepeda motor. Dengan asumsi bahwa 1 SRP mobil = 5 SRP sepeda motor maka dapat dihitung Standart Ruang Parkir pada Royal Plaza Surabaya yaitu :
KRP =
75120m 2 821SRP + (1 / 5 x1757 SRP )
= 64,07 m 2 / SRP
Dari perhitungan tersebut dapat diperoleh bahwa dalam 64,07 m2 = 1 SRP. Hal ini berarti bahwa setiap 64,07 m2 luasan efektif pada gedung Royal Plaza harus menyediakan 1 SRP. 2.
KRP Royal Plaza Menurut Ketentuan Pemkot Surabaya Menurut Pemkot Surabaya untuk perhitungan parkir di Surabaya, setiap 1 SRP/60 m2 Luas lantai efektif.
KRP =
75.120m 2 = 1252 SRP 60m 2 / SRP
Dari Perhitungan kebutuhan SRP menggunakan luas lantai efektif, bahwa dalam 60 m2 = 1 SRP. Dan didapatkan ruang parkir yang harus disediakan sebanyak 1252 SRP
B-101 ISBN : 978-979-18342-2-3
3.
KRP Royal Plaza Menurut KetentuanDirjen Perhubungan Darat Tahun 1996 Dari peruntukan lokasi studi ini dikategorikan pusat perdagangan maka perhitungan mengacu pada tabel di bawah ini : Tabel 10. Kebutuhan SRP pusat perdagangan Luas areal total ( x 100 m2 )
10
20
50
100
500
1000
1500
2000
Kebutuhan (SRP)
59
67
88
125
415
777
1140
1502
Sumber : Dirjen. Perhubungan Darat, 1996 Dimana luas areal Royal Plaza= 75.120 m2, maka digunakan rumus interpolasi yaitu : Tabel 11. Perhitungan KRP menurut Dirjen. Perhub Darat 1996 di Royal Plaza Luas areal total m2
50000
75120
100000
Kebutuhan (SRP)
415
597
777
KRP =
75.120m 2 597 SRP
= 126m 2 / SRP
Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa parkir mobil di Royal Plaza harus menyediakan 597 SRP. Dapat disimpulkan bahwa dalam 126 m2 = 1 SRP. 4.
Rekapitulasi KRP Royal Plaza Rekapitulasi KRP Royal plaza dari ketiga pendekatan diatas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 12. Rincian Perhitungan KRP Di Royal Plaza Surabaya Perda Pemkot Dirjen. Perhub Darat Data Aktual KRP Surabaya 1996 75120 75120 75120 Luas Areal Total m² Kebutuhan (SRP) 1 SRP = m²
1174
1252
597
64
60
126
3.3. Perbandingan KRP Aktual dengan Standar KRP yang berlaku Perbandingan standart penentuan KRP di lokasi studi yaitu perbandingan antara perhitugan KRP aktual dengan standart KRP yang berlaku seperti ketentuan Pemkot Surabaya dan ketentuan menurut pedoman parkir (Dirjen Perhub Darat 1996). Yang dimaksud KRP actual disini adalah Kebutuhan Ruang Parkir (KRP) Riil yang disediakan pada setiap gedung pusat perbelanjaan yang dijadikan studi kasus dalam penelitian ini. Tabel 13. PerbandinganKRP Aktual dengan Standart KRP yang berlaku Pendekatan Perhitungan KRP
KRP Royal Plaza
Menurut hasil Aktual
64 m² /SRP
menurut Pemkot Surabaya
60 m² /SRP
Menurut buku pedoman parkir ( Dirjen Perhub Darat 1996)
126 m² / SRP
Tabel 13 diatas menunjukkan bahwa KRP aktual (hasil penelitian) di Royal Plaza setiap 64 m2 luasan efektif harus menyediakan 1 SRP.KRP aktual Royal Plaza menurut ketentuan Pemkot Surabaya adalah bahwa setiap 60 m2 luasan efektif harus menyediakan 1 SRP. Sedangkan KRP aktual Royal Plaza menurut Pedoman Parkir (Dirjen Perhub Darat 1996) adalah bahwa setiap 126 m2 luasan efektif harus menyediakan 1 SRP.
B-102 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Jika KRP aktual (hasil penelitian) dibandingkan dengan ketentuan Pemkot Surabaya, maka terlihat bahwa tingkat KRP aktual di Royal Plaza 64 m2/SRP masih lebih rendah walaupun hampir mendekati.Tingkat KRP aktual yang sudah hampir mendekati ketentuan Pemkot Surabaya ini dapat diartikan bahwa perkembangan pengunjung ke pusat perbelanjaan semakin banyak menggunakan kendaraan pribadi, sehingga menuntut ketersediaan KRP yang lebih banyak. Hal ini berarti bahwa ketentuan Pemkot Surabaya yang mengharuskan hanya 60 m2 /SRP masih mampu menampung perkembangan pengunjung, namun sudah mendekati KRP Aktual. Banyaknya pengunjung yang menggunakan kendaraan tersebut bisa disebabkan karena beberapa faktor diantaranya semakin banyak pengunjung yang beralih dari angkutan umum ke kendaraan pribadi, kepemilikan kendaran pribadi terutama sepeda motor semakin relatif lebih mudah, dan lain-lain. Jika KRP aktual (hasil penelitian) dibandingkan dengan ketentuan buku pedoman parkir (Dirjen. Perhub Darat 1996), maka terlihat jelas KRP aktual di Royal Plaza jauh lebih tinggi.Hal ini disebabkan karena persyaratan pada buku pedoman parkir (Dirjen. Perhub Darat 1996) tersebut memang lebih longgar di bandingkan dengan ketentuan pemkot. Dengan demikian sangat jelas bahwa pedoman parkir yang dikeluarkan pada dekade 90-an itu sudah tidak sesuai dengan perkembangan kondisi KRP terkini, sehingga sebaiknya buku pedoman itu perlu disesuaikan kembali. IV. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakteristik parkir pada lahan parkir di Royal Plaza, terdiri dari :kapasitas statis atau ketersediaan ruang parkir yang ada sebesar 1600 (mobil) dan 1800 (sepeda motor); kapasitas dinamis maksimum sebesar 6815 (mobil) dan 5483 (sepeda motor); volume parkir maksimum terjadi pada hari libur yaitu 3412 (mobil) dan 6788 (sepeda motor); turnover parkir maksimum yaitu 2,13kali (mobil) dan 3,77kali (sepeda motor); akumulasi parkir maksimum terjadi pada hari libur yaitu 746 (Mobil pribadi) dan 1796 (Sepeda motor) dan indeks parkir maksimum terjadi pada hari libur yaitu 46,63 % (mobil) dan 99,78 (sepeda motor). 2. Kebutuhan Ruang Parkir (KRP) yang harus disediakan dalam SRP pada setiap lokasi parkir di Royal Plaza yaitu 821 SRP (mobil) dan 1757 SRP (sepeda motor). 3. Perbandingan KRP aktual dengan standart KRP yang berlaku di Pemerintah Kota Surabaya dan buku pedoman parkir (Dirjen. Perhubungan Darat 1996) di Royal Plaza adalah 64 m²/1SRP (KRP aktual), 60 m²/1SRP (Pemkot Surabaya), 126 m²/SRP (Dirjen Perhub. Darat 1996). Hal ini menunjukkan bahwa KRP aktual mendekati ketentuan Pemkot Surabaya dan lebih tinggi dari ketentuan Dirjen. Perhub Darat, sehinggaketentuan parkir tersebut perlu disesuaikan lagi. V. Diskusi 1. Penelitian ini dapat dikembangkan untuk mengevaluasi standart kebutuhan ruang parkir (KRP) dengan mengambil objek studi selain pusat perdagangan, misalnya : pusat perkantoran, pasar, sekolah/perguruan tinggi, tempat rekreasi, hotel, rumah sakit, gedung pertunjukan dan gelanggang olah raga. 2. Untuk penelitian lebih lanjut sebaiknya juga ditinjau tentang masalah tarif parkir lebih mendetail, mengingat parkir di dalam gedung (off street parking) sudah menjadi alternatif bisnis yang menarik. 3. Ketentuan parkir terutama ketentuan Dirjen. Perhub Darat perlu disesuaikan lagi dikarenakan KRP aktual (hasil penelitian) lebih tinggi dibandingan dengan ketentuan tersebut. VI. Referensi Referensi yang dijadikan acuan pada penyusunan paper ini adalah sebagai berikut : Adil Hakimi, 2006, Analisa Perencanaan Parkir Pembangunan AutoMall Jl. Ahmad Yani Surabaya, Tugas Akhir, Jurusan Terknik Sipil ITS. Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996, Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Lampiran Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Fasilitas Parkir, Yakarta. Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir , Direktorat Bina SistemLalu Lintas dan Angkutan Kota, Jakarta. Hobbs, FD. Perencanaan Teknik Lalu-Lintas, edisi kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Khisty, Jotin C,Lall, Kent B, Dasar- dasar Rekayasa Transportasi, jilid 2, Erlangga, Jakarta. Pignataro, 1973. Traffig Engineering – Theory and Practice, Prentice Hall, Inc. Traffic Planning And Design
B-103 ISBN : 978-979-18342-2-3
Halaman ini sengaja dikosongkan
B-104 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
STUDI PEMODELAN SEBARAN PERGERAKAN PENUMPANG KAPAL LAUT DI TERMINAL GAPURA SURYA, PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA
Dian Kurniawati 1, Wahju Herijanto 2, dan Cahya Buana 3 1
Mahasiswa Pascasarjana Bidang Keahlian Manajemen dan Rekayasa Transportasi FTSP – ITS, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, email :
[email protected] 2 dan 3
Dosen Jurusan Teknik Sipil, FTSP – ITS, Kampus ITS Sukolilo Surabaya
Abstrak Adanya peningkatan pergerakan penumpang di Terminal Penumpang Gapura Surya Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya mengakibatkan terjadinya penumpukan jumlah penumpang. Hal ini membuat lemahnya proses identifikasi asal dan tujuan pergerakan penumpang moda transportasi laut. Studi ini bertujuan untuk meng-identifikasi pola pergerakan berupa asal dan tujuan penumpang pengguna transportasi laut, dan mengevaluasi asal dan tujuan penumpang serta memodelkan sebaran pergerakan penumpang moda transportasi laut. Dengan melalui adanya tahapan evaluasi berupa pemodelan yang menggunakan metode Gravity Model akan dapat memberikan gambaran karakteristik serta model sebaran pergerakan penumpang yang melalui Terminal Gapura Surya pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Dari hasil studi ini nantinya diharapkan dapat menjadi masukan guna membenahi sistem moda transportasi laut untuk penumpang. Kata kunci : pergerakan, pemodelan, metode Gravity Model
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara kepulauan seperti Indonesia yang memiliki lautan dengan luas perairan lebih besar daripada daratan, yang berkisar 5,7 juta km² (http://sains.kompas.com - 24 Januari 2010), tentu saja masyarakatnya hidup secara kedaerahan atau kepulauan. Sehingga sudah selayaknya transportasi laut di Indonesia berperan penting dalam membuka akses yang menghubungkan wilayah pulau, baik daerah yang sudah maju maupun yang masih terisolasi. Terminal Gapura Surya sebagai salah satu terminal penumpang dengan tingkat aktivitas yang tinggi dalam hal bongkar muat penumpang, menjadikan terminal ini sebagai terminal penumpang tersibuk di kawasan Jawa Timur dan sekitarnya. Terminal ini berada di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang merupakan salah satu pelabuhan nasional di Indonesia yang berstatuskan sebagai pelabuhan utama yang berada di bawah naungan PT. Pelindo (Pelabuhan Indonesia) III. Dalam peranannya, terminal ini hanya menyediakan layanan bongkar-muat penumpang untuk wilayah domestik saja. baik dari dan (atau) menuju Surabaya, maupun sebagai tempat transit dari dan (atau) menuju ke wilayah lain di Indonesia. Untuk pelayanan jasa bongkar-muat penumpang dengan cakupan internasional tidak disediakan, dikarenakan biaya ekonomi-nya yang sangat tinggi (high cost economic), baik dari segi biaya operasional kapal, maupun dari segi waktu perjalanannya. Namun tidak menutup kemungkinan kapal dari luar negeri dapat merapat, berdasarkan data yang didapatkan dari penelitian sebelumnya, dapat dikatakan sangat jarang, dimana dalam 5 tahun terakhir kapal pesiar internasional merapat hanya 3 kali (http://prints.undip.ac.id/.../Terminal_Penumpang_Kapal_Laut_Pellabuhan_Tj._Perak_Surabaya.pdf 27 Februari 2010), dan mungkin saja nantinya akan dibuka rute perjalanan internasional bila memang demand terhadap perjalanan dari dan (atau) ke luar negeri cukup tinggi. Adanya peningkatan pergerakan penumpang di Terminal Penumpang Gapura Surya tiap tahunnya, adalah salah satu alasan diadakannya studi ini. Dikarenakan dengan adanya peningkatan tersebut,
B-105 ISBN : 978-979-18342-2-3
maka sistem transportasi moda laut yang sudah ada, tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan penumpang yang memiliki tujuan pergerakan yang semakin variatif dan jumlah penumpang yang semakin meninggi tiap tahunnya. Hal ini memerlukan perencanaan dalam pembenahan sistem transportasi moda angkutan laut yang baik. Permasalahan yang ada saat ini adalah lemahnya identifikasi asal dan tujuan pergerakan penumpang pengguna moda transportasi laut mengakibatkan sulitnya perencanaan pembenahan transportasi laut. Untuk mendukung hal tersebut maka dibutuhkan adanya pemodelan sebaran pergerakan penumpang moda transportasi laut. 1.2. Perumusan Masalah Permasalahan yang terjadi dalam studi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana mengidentifikasi pola pergerakan berupa asal dan tujuan perjalanan dan jumlah penumpang pengguna transportasi moda kapal laut di Terminal Penumpang Gapura Surya. 2. Bagaimana memodelkan sebaran pergerakan penumpang yang melalui Terminal Penumpang Gapura Surya dengan kondisi yang ada sekarang. 1.3. Maksud dan Tujuan Studi Maksud dan tujuan diadakannya studi ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi asal dan tujuan perjalanan dan jumlah penumpang pengguna transportasi moda kapal laut. 2. Memodelkan sebaran pergerakan penumpang pengguna transportasi moda kapal laut yang melalui Terminal Penumpang Gapura Surya dengan kondisi yang ada sekarang. 1.4. Batasan Masalah Adapun pembatasan masalah pada studi ini adalah sebagai berikut : 1. Studi ini hanya dilakukan pada kegiatan menaikkan (muat) penumpang pengguna transportasi moda kapal laut di terminal penumpang Gapura Surya Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. 2. Perhitungan dan pembahasan berdasarkan data sekunder yang didapatkan dari Laboratorium Perhubungan ITS dan PT. Pelni (Pelayaran Indonesia). 3. Perhitungan dan pembahasan beberapa rute perjalanan dengan tingkat penumpang tertinggi berdasarkan rute perjalanan dari dan (atau) kawasan Surabaya dan sekitarnya menuju kawasan lain di Indonesia (domestik). 4. Metode pemodelan yang digunakan adalah Gravity Model, karena jarak mempengaruhi jumlah perjalanan. 5. Zona asal dan tujuan dalam daerah kajian berdasarkan kota/daerah/kabupaten/provinsi. 6. Tahapan dalam studi ini hanya sampai dengan pemodelan termasuk peramalan di masa akan datang hanya sampai dengan tahun rencana. 1.5. Manfaat Studi Hasil dari studi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait yang membutuhkan informasi mengenai gambaran pergerakan penumpang pengguna transportasi moda kapal laut dari terminal penumpang Gapura Surya. Sedangkan untuk pihak pengambil kebijakan, hasil keputusan ini dapat menjadi suatu masukan tersendiri yang dibutuhkan dalam mendukung kegiatan bongkar-muat penumpang dengan moda laut. 1.6. Lokasi Studi Studi ini dilakukan di terminal penumpang kapal laut Gapura Surya, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Lokasi studi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1. dan 1.2 berikut ini.
B-106 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Lokasi Studi
Gambar 1. 1 Peta Lokasi Studi (Sumber : www.googleearth.com – 15 Maret 2010)
Gambar 1. 2
Tampak Depan Terminal Penumpang Kapal Laut Pelabuhan Tanjung Perak (Gapura Surya) (Sumber : www.eastjava.com – 15 Maret 2010)
B-107 ISBN : 978-979-18342-2-3
BAB II : METODOLOGI (METHODOLOGY) Untuk memudahkan memahami metodologi penelitian dari studi ini, maka penjelasan tersebut diatas ditampilkan berupa bagan alir seperti pada Gambar 3.1 berikut ini.
MULAI
LATAR BELAKANG
SURVAI PENDAHULUAN
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
-
STUDI LITERATUR Referensi dari buku Penelitian sebelumnya Diktat / Modul ajar dosen
- Internet
PENGUMPULAN DATA
Data sekunder - Jumlah penumpang - Asal-tujuan penumpang (Diperoleh dari pihak pengelola / internet) (Diperoleh dari Lab.Perhubungan-ITS) - PDRB kota/kabupaten - Jarak kota / daerah dan negara (Diperoleh dari buku / internet) (Diperoleh melalui pengukuran melalui - GNI negara asal dan tujuan penumpang Google Earth)
MAT Penumpang Hasil Survai Wawancara (sample) Trip Length Distribution (TLD) Hasil Survai Wawancara
A
MAT Penumpang Hasil Survai Wawancara (expanded)
MAT Jarak f(Cid)
B
C
B-108 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
A
B
C
MAT Total (MAT Expended x MAT Jarak) Populasi, PDRB ( Ei, Ed ) Pemodelan Trip Distribution dengan Variabel α, β, dan αβ
MAT Hasil Pemodelan
α, β baru
Trip Length Distribution (TLD) Hasil Pemodelan
Tidak PENGUJIAN TLD
Ya Dipilih Model Sebaran yang Terbaik
PERAMALAN Peramalan masa akan datang (tahun rencana) dengan menggunakan model terpilih
Diperoleh MAT Hasil Peramalan
KESIMPULAN & SARAN
SELESAI Gambar 2.1. Bagan Alir Metodologi Penelitian BAB III : HASIL DAN DISKUSI (FINDINGS AND DISCUSSION)
B-109 ISBN : 978-979-18342-2-3
3.1. Hasil Analisa 3.1.1. Grafik Trip Length Distribution (TLD) Agar model yang dihasilkan tersebut dapat mendekati keadaan sebenarnya, maka model gravity harus diuji terlebih dahulu. Hasil pengujian model ini didasarkan atas selisih prosentase antara jumlah perjalanan dari setiap range jarak dari grafik Trip Length Distribution (TLD) hasil data dengan Trip Length Distribution (TLD) hasil model. Jika selisih antara Trip Length Distribution (TLD) hasil data dengan Trip Length Distribution (TLD) hasil model masih tinggi, maka perlu dilakukan pengulangan dengan memasukkan nilai α atau β yang baru. Trial and error ini akan dihentikan apabila didapatkan selisih prosentase paling mínimum atau konvergen antara nilai sebaran data dan model. 60 50 40 Series1
30
Series2
20 10 0 0
1000
Gambar 3.1.
2000
3000
4000
Grafik Trip Length Distribution (TLD)
3.1.2. OD Matrix Penumpang Kapal Grafik TLD akan menunjukkan kesesuaian model dengan keadaan yang sebenarnya. Sehingga langkah selanjutnya adalah membuat OD Matrix hasil pemodelan. Matrix tersebut ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut.
B-110 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 3.1.
OD Matrix Penumpang Kapal Laut Hasil Pemodelan
B-111 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 3.1.
OD Matrix Penumpang Kapal Laut Hasil Pemodelan (lanjutan)
B-112 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
3.1.3. Rumusan Gravity Model Pada tahapan sebelumnya telah diperoleh OD Matrix Penumpang Kapal Laut hasil dari pemodelan. Maka perumusan untuk hasil model tersebut : Gravity Model
=
1,668E-1012 x Ei x Ej x dij1,00E-11
BAB IV : KESIMPULAN (CONCLUSION) Beberapa hal yang dapat disimpulkan pada penelitian ini adalah : a. Dari OD Matrix penumpang kapal hasil pemodelan tersebut diketahui 10 ranking terbesar pergerakan penumpang kapal laut yang melalui terminal Gapura Surya pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, yaitu sebagai berikut :
b.
NO
ASAL
TUJUAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SURABAYA SURABAYA SURABAYA SURABAYA SIDOARJO SURABAYA SURABAYA SURABAYA SURABAYA GRESIK
KALTIM SULSEL BATAM BALI KALTIM KALBAR KALSEL IRIAN JAYA NTB KALTIM
JUMLAH PENUMPANG/TAHUN 20916 8839 7424 6416 6359 5616 5544 4101 3500 3425
Perumusan dari hasil model yang telah diperoleh sesuai dengan kondisi sekarang adalah berikut ini : Gravity Model = 1,668E-1012 x Ei x Ej x dij1,00E-11
DAFTAR PUSTAKA Black, J.A., (1981). Urban Transportation Planning : Theory and Practice, Cromm Helm, London. Ortuzar, J.D. dan Willumsen, L.G. (1978), Modelling Transport. John Wiley & Sons. Pignataro, L.J. (1973), Traffic Engineering Theory and Practice, Prentice Hall, New York. Senda, A.Z.M., (2002), Studi Pemodelan Trip distribusi Penumpang Angkutan Laut dan Penyeberangan antar Pulau di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Tesis Magister, ITS, Surabaya. Syamsuri, Muh., (2010), Studi Permodelan Sebaran Pergerakan Barang Ekspor dan Impor di Terminal Petikemas, Tugas Akhir S-1, ITS, Surabaya. Tamin,O.Z. (2000), Perencanaan dan Permodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung. Wells, G.R. (1975), Comprehensive Transport Planning, Charles Griffin, London. Badan Pusat Statistik (2008), Jawa Timur Dalam Angka 2008, Badan Pusat Statistik (BPS), Surabaya. Internet Students of The World (2009), Gross National Product (GNP) distribution – 2005, http://www.studentsoftheworld.info/infopays/rank/PNB2.html Internet World Bank (2009), Gross National Income http://siteresources.worldbank.org/DATASTATISTICS/Resources/GNI.pdf
2008,
Atlas
method,
B-113 ISBN : 978-979-18342-2-3
Internet Universitas Diponegoro (2010), Terminal Penumpang Kapal Laut di Pelabuhan Tanjung emas Semarang, Diperoleh dari : Tri Setiawan, Dani, (2009), Undergraduate Thesis, Jurusan Arsitektur Fak. Teknik Undip, (http://eprints.undip.ac.id/1569/) Internet Universitas Katholik Parahyangan (2010), Chapra, Steven C., “Metode Numerik untuk Teknik”, dalam Teknik Sampling, ed. Mustafa, H., (2000), http://www.google.co.id/#hl=id&q=hasan+mustafa+teknik+sampling&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp =a86637e519b879be Internet Universitas Katholik Parahyangan (2010), Kardi, (1995), “........”, dalam Teknik Sampling, ed. Mustafa, H., (2000), http://www.google.co.id/#hl=id&q=hasan+mustafa+teknik+sampling&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp =a86637e519b879be Internet Universitas Katholik Parahyangan (2010), Kerlinger, (1973), “ ....... “, dalam Teknik Sampling, ed. Mustafa, H., (2000), http://www.google.co.id/#hl=id&q=hasan+mustafa+teknik+sampling&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp =a86637e519b879be Internet Universitas Katholik Parahyangan (2010), Krajcie dan Morgan, (1970), “........”, dalam Teknik Sampling, ed. Mustafa, H., (2000), http://www.google.co.id/#hl=id&q=hasan+mustafa+teknik+sampling&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp =a86637e519b879be Internet Universitas Katholik Parahyangan (2010), Lin, Nan, (1976), “System Variance”, dalam Teknik Sampling, ed. Mustafa, H., (2000), http://www.google.co.id/#hl=id&q=hasan+mustafa+teknik+sampling&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp =a86637e519b879be Internet Wordpress (2010), Mustafa., H., (2000), Teknik Pengambilan Sample, presentasi, Entry from, Mulyana, U. http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=1&ved=0CAYQFjAA&url=http%3A%2F%2Fu sepmulyana.files.wordpress.com%2F2008%2F11%2Fteknik-pengambilansampel.ppt&rct=j&q=metode+pengambilan+sampel+penelitian&ei=F2exSSVMtGxrAe1w83VAw&usg=AFQjCNHDf_BIdHy11EJSWIfcuxzQxEj-AQ Internet Universitas Katholik Parahyangan (2010), Mustafa., H., (2000), Teknik Sampling, http://www.google.co.id/#hl=id&q=hasan+mustafa+teknik+sampling&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp =a86637e519b879be Internet (2010) Riduwan (2006), “Belajar mudah penelitian untuk guru-karyawan dan peneliti pemula”, Bandung, Alfabeta, dalam Teknik Pengambilan Sample, ed. Yani, A., http://tesis08.blogspot.com/2008/11/teknik-pengambilan-sampel.html Internet (2010), Singarimbun dan Effendy, (1989), “........”, dalam Teknik Sampling, ed. Mustafa, H., (2000), http://www.google.co.id/#hl=id&q=hasan+mustafa+teknik+sampling&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp =a86637e519b879be Internet (2010), Sekaran, Uma (1992), “Research Method of Bussiness : a skill-building approach”, dalam Teknik Sampling, ed. Mustafa, H., (2000), http://www.google.co.id/#hl=id&q=hasan+mustafa+teknik+sampling&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp =a86637e519b879be
B-114 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
ANALISIA TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA TERHADAP KINERJA PELAYANAN TERMINAL MAKASSAR METRO KOTA MAKASSAR M. Taufiq Yuda Saputra Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS e-mail:
[email protected]
A. Gde Kartika Staf Pengajar Transportasi Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS
ABSTRAK Terminal Makassar Metro adalah terminal penumpang tipe A yang dikelola suatu perusahaan daerah Kota Makassar. Seiring bertambahnya jumlah pengguna jasa di terminal Makassar Metro, berpotensi menimbulkan penurunan kualitas pelayanan jasa di terminal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pengguna jasa terhadap kinerja pelayanan di terminal, atribut pelayanan yang paling berpengaruh dan korelasi antara karakteristik pengguna jasa dengan penilaian atribut pelayanan di terminal Makassar Metro. Penelitian ini diawali dengan survey pendahuluan untuk menguji validitas dan realibilitas kuesioner, lalu pengambilan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner ke penumpang di dalam dan di luar terminal serta kru angkutan umum di terminal Makassar Metro. Analisis dilakukan dengan menghitung Customer Satisfaction Index (CSI), Importance Performance Analysis (IPA), uji T-test, Analysis Of Variance dan analisis korelasi. Hasil penelitian diperoleh nilai indeks kepuasan penumpang di terminal Makassar Metro 73,16 persen yang masuk kriteria puas, nilai indeks kepuasan penumpang di luar terminal 63,33 persen yang masuk kriteria cukup puas dan nilai indeks kepuasan kru angkutan umum di terminal Makassar Metro 65,31 persen yang masuk kriteria cukup puas atas kinerja pelayanan di terminal. Atribut pelayanan di terminal Makassar Metro yang perlu ditingkatkan kinerjanyan antara lain jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum, sistem informasi pelayanan, penertiban buruh bagasi dan calo, kondisi jalan, bengkel, ruang istirahat kru angkutan umum, tempat cuci angkutan umum, toilet dan penerangan dimalam hari. Secara keseluruhan karakteristik pengguna jasa tidak mempengaruhi penilaian pengguna jasa terhadap atribut pelayanan di terminal Makassar Metro. Kata kunci : Atribut Pelayanan, Customer Satisfaction Index, Karakteristik Pengguna Jasa, Terminal Makassar Metro,
PENDAHULUAN Terminal Makassar Metro adalah terminal terbesar di Kota Makassar. Mulai beroperasi sejak tahun 2003 dan terletak 15 km dari pusat Kota Makassar. Keberadaannya sangat vital dalam memberikan kontribusi bagi efisiensi perjalanan masyarakat Kota Makassar (dalam penggunaan moda angkutan umum) dan sumbangan kepada pendapatan asli daerah (PAD). Pengelolaan terminal Makassar Metro diserahkan sepenuhnya kepada suatu Perusahaan Daerah (PD) di bawah naungan pemerintah Kota Makassar. Pada hakekatnya, operasionalisasi terminal Makassar Metro dapat dipandang sebagai suatu industri jasa, karena menyediakan jasa pelayanan publik yang di dalamnya dilakukan pemungutan biaya berupa retribusi. Dengan semangat otonomi daerah, kebijakan pemerintah daerah saat ini adalah mengedepankan pelayanan publik. Berdasarkan data, pola kebijakan dan pandangan tersebut, maka dengan semakin meningkatnya jumlah penumpang di terminal Makassar Metro dari tahun ke tahun dapat berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan antara persediaan (supply) dan kebutuhan (demand) yang dapat memicu penurunan kualitas pelayanan jasa terminal, sehingga berdampak pada penumpang. Maka perlu dilakukan kajian terhadap mutu pelayanan jasa terminal pada terminal Makassar Metro. Pelayanan umum (masyarakat/publik) adalah segala bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah, dan lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan (Sianipar, 1999). Derajat kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan adalah tingkat penilaian terhadap pelayanan yang dialami oleh pelanggan (Supranto, 2006). Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk/jasa dan harapan-harapannya (Kotler,2002). Semakin tinggi kualitas layanan yang dirasakan akan semakin tinggi tingkat kepuasan pengguna/pelanggan, selanjutnya semakin berdampak positif perilaku niat seseorang dalam menyikapi layanan tersebut. Terdapat
B-115 ISBN : 978-979-18342-2-3
dua faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen/pengguna jasa yaitu faktor sosial budaya yang terdiri atas kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial dan keluarga. Faktor yang lain adalah faktor psikologis yang terdiri atas motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap (Umar, 2003). METODOLOGI PENELITIAN Pengguna jasa dikelompokkan dalam 3 kelompok responden yaitu penumpang di terminal, penumpang di luar terminal dan kru angkutan umum. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner dan wawancara kepada 160 responden penumpang di terminal, 160 responde penumpang di luar terminal dan 100 responden kru angkutan umum di terminal. Kuesioner terdiri dari 3 bagian : pertama data karakteristik pengguna jasa, kedua penilaian/persepsi pengguna jasa tentang kinerja (performance) pelayanan di terminal, dan ketiga penilaian/persepsi tentang kepentingan (importance) pelayanan di terminal Makassar Metro. Untuk kuesioner penilaian/persepsi tingkat kinerja terdiri dari skala likert 1 – 5 dari tidak baik sampai dengan sangat baik dan penilaian/persepsi tingkat kepentingan terdiri dari skala likert 1 – 5 dari tidak penting sampai dengan sangat penting. Variabel, Indikator dan Atribut Pelayanan Dalam penelitian ini penentuan variabel untuk mengukur tingkat kepuasan pengguna jasa terhadap pelayanan sebagaimana dikemukakan Kotler (2002) meliputi 5 variabel kualitas pelayanan yaitu : keandalan (reliability), keresponsifan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy) dan wujud (tangible). Sedangkan indikator dan atribut pelayanan yang digunakan berkaitan dengan pelayanan di terminal penumpang sesuai standar pelayanan pengoperasian terminal Departemen Perhubungan Darat. Tabel 1. Variabel, Indikator dan Atribut Pelayanan Untuk Penumpang di Terminal Makassar Metro Variabel Indikator Atribut Pelayanan Keandalan Pengelolaan 1. Waktu menunggu antara kedatangan dan (reliability) keberangkatan angkutan umum Pelaksanaan/Pengawasan 2. Ketepatan jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum di terminal Pelaksanaan/Pengawasan 3. Pemungutan jasa pelayanan terminal Pemeliharaan 4. Kebersihan terminal Keresponsifan Sistem Informasi 5. Layanan Informasi dan Tarif (responsiveness) Sistem Informasi 6. Rambu dan papan informasi Penertiban 7. Penindakan tegas petugas bagi yang melanggar Jaminan Sumber Daya Manusia 8. Sikap petugas terminal dalam melayani penumpang (assurance) Kemampuan Teknis 9. Kemampuan petugas terminal mengatur lalulintas angkutan umum Pelaksanaan/Pengawasan 10. Jaminan Keamanan dan Keselematan Empati Sumber Daya Manusia 11. Perhatian Petugas Terhadap Keluhan (empathy) Sumber Daya Manusia 12. Keramahan dan Kesopanan Petugas Berwujud Fasilitas Utama 13. Area sirkulasi orang yang luas (tangible) Fasilitas Utama 14. Loket Penjualan Karcis Fasilitas Utama 15. Ruang tunggu penumpang Fasilitas Penunjang 16. Kamar kecil, Toilet, MCK Fasilitas Penunjang 17. Musholla Fasilitas Penunjang 18. Tempat penitipan barang Fasilitas Penunjang 19. Kios, warung, kantin Fasilitas Penunjang 20. Penerangan di malam hari
Tabel 2. Variabel, Indikator dan Atribut Pelayanan Untuk Penumpang di luar Terminal Makassar Metro Variabel Indikator Atribut Pelayanan Keandalan Aksesibilitas 1. Lokasi terminal mudah di jangkau (reliability) Pengelolaan 2. Waktu menunggu kedatangan dan keberangkatan angkutan umum 3. Lokasi terminal dekat dengan jalan utama Kemudahan Pelaksanaan/Pengawasan 4. Kepastian jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum (Lanjutan)
B-116 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 2. Variabel, Indikator dan Atribut Pelayanan Untuk Penumpang di luar Terminal Makassar Metro Variabel Indikator Atribut Pelayanan Keresponsifan Sistem Informasi 5. Informasi tentang pelayanan angkutan umum (responsiveness) Pelaksanaan/Pengawasan 6. Pemungutan retribusi penumpang di terminal Operasional 7. Waktu operasional angkutan umum 24 jam Jaminan Kemampuan Teknis 8. Sikap petugas terminal dalam melayani penumpang (assurance) Penertiban 9. Ketegasan petugas terminal dalam penertiban Pelaksanaan/Pengawasan 10. Jaminan Keamanan dan Keselamatan Empati Fasilitas Penunjang 11. Fasilitas pengaduan bila ada keluhan (empathy) Fasilitas Penunjang 12. Pelayanan kesehatan Berwujud Pemeliharaan 13. Kebersihan terminal (tangible) Kemudahan 14. Keberadaan buruh bagasi Kemudahan 15. Keberadaan calo penumpang Fasilitas Utama 16. Ruang tunggu penumpang yg nyaman Fasilitas Penunjang 17. Kamar kecil, Toilet, MCK Fasilitas Penunjang 18. Musholla Fasilitas Penunjang 19. Kios, warung, kantin Fasilitas Penunjang 20. Penerangan di malam hari Tabel 3. Variabel, Indikator dan Atribut Pelayanan Untuk Kru Angkutan Umum di Terminal Makassar Metro Variabel Indikator Atribut Pelayanan Keandalan Fasilitas Utama 1. Pelataran kedatangan angkutan umum sesuai rute dan (reliability) jurusan 2. Pelataran keberangkatan angkutan umum sesuai rute Fasilitas Utama dan jurusan 3. Ruang untuk sirkulasi angkutan di terminal Teknis 4. Kondisi jalan di terminal Pemeliharaan Teknis 5. Luas areal parkir sesuai dimensi kendaraan Keresponsifan Sistem Informasi 6. Sistem informasi pelayanan di terminal (responsiveness) Sistem Informasi 7. Rambu dan marka di terminal lengkap dan memenuhi persyaratan 8. Letak pintu masuk dan keluar gerbang terminal dari Teknis jalan utama Jaminan Kemampuan Teknis 9. Kemampuan petugas terminal mengatur lalulintas (assurance) angkutan umum 10. Petugas keamanan selalu siaga Penertiban Pelaksanaan/Pengawasan 11. Pemungutan retribusi angkutan umum Empati Fasilitas Penunjang 12. Pelayanan kesehatan (empathy) Sumber Daya Manusia 13. Perhatian petugas bila ada keluhan Berwujud Fasilitas Utama 14. Kantor perwakilan angkutan umum (tangible) Fasilitas Penunjang 15. Bengkel yang memadai Fasilitas Penunjang 16. Ruang istirahat awak angkutan umum Fasilitas Penunjang 17. Kamar kecil, Toilet, MCK Fasilitas Penunjang 18. Musholla Fasilitas Penunjang 19. Kios, warung, kantin Fasilitas Penunjang 20. Penerangan di malam hari Fasilitas Penunjang 21. Tempat cuci angkutan umum Hipotesis Struktur Hubungan Kualitas, Kepuasan dan Loyalitas Perilaku pengguna jasa sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Faktor psikologis pengguna jasa merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan (Ben-Akiva et al, 2002; TRB, 1999, Chen, 2008) dalam Bahar (2009). Faktor-faktor tersebut meliputi kualitas pelayanan (service quality), nilai kualitas yang dirasakan (perceived value) dan kepuasan pelayanan (customer satisfaction). Struktur hubungan antara kualitas pelayanan (services quality), kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dan loyalitas (customer loyalty) yang dikemukakan Zeithaml, Bitner dan Gremler dalam Bahar (2009) seperti ditunjukkan pada gambar berikut.
B-117 ISBN : 978-979-18342-2-3
Gambar 1. Hubungan kualitas pelayanan, kepuasan dan loyalitas pelanggan (Zeithaml et al, 2009) Metode analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung Customer Satisfaction Index (CSI), Importance Performance Analysis (IPA), Uji T-test, Analysis Of Variance (Anova), dan analisis korelasi. HASIL DAN DISKUSI Uji Validitas dan Reliabilitas Hasil analisa validitas mengindikasikan terdapat butir pertanyaan kuesioner yang diuji tidak valid. Tabel 4. Uji Validitas terhadap Penumpang Di Terminal Makassar Metro Kinerja Kepentingan (Performance) (Importance) No. Atribut Pelayanan r hitung r hitung 1. Waktu menunggu antara kedatangan dan 0,707 0,547 keberangkatan angkutan umum Ketepatan jadwal kedatangan dan 2. keberangkatan angkutan umum di 0,615 0,561 terminal 3. Pemungutan jasa pelayanan terminal 0,561 0,345 4. Kebersihan terminal 0,624 0,603 5. Layanan Informasi dan Tarif 0,651 0,685 6. Rambu dan papan informasi 0,548 0,792 Penindakan tegas petugas bagi yang 7. 0,537 0,492 melanggar 8. Sikap petugas terminal dalam melayani 0,560 0,712 penumpang 9. Kemampuan petugas terminal mengatur 0,574 0,530 lalulintas angkutan umum 10. Jaminan Keamanan dan Keselematan 0,561 0,518 11. Perhatian Petugas Terhadap Keluhan 0,683 0,618 12. Keramahan dan Kesopanan Petugas 0,556 0,640 13. Area sirkulasi orang yang luas 0,526 0,358 14. Loket Penjualan Karcis 0,529 0,672 15. Ruang tunggu penumpang 0,517 0,561 16. Kamar kecil, Toilet, MCK 0,607 0,450 17. Musholla 0,459 0,661 18. Tempat penitipan barang 0,306 0,628 19. Kios, warung, kantin 0,710 0,718 20. Penerangan di malam hari 0,478 0,480
N = 30 = 5% r kritis
Hasil
0,361
Valid
0,361
Valid
0,361 0,361 0,361 0,361
Tidak Valid Valid Valid
0,361
Valid
0,361
Valid
0,361
Valid
0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid
Diperoleh koefisien = 0,900 untuk penilaian tingkat kepentingan (importance) dan = 0,889 untuk penilaian tingkat kinerja (performance). Nilai koefisien (alfa) keduanya lebih besar dari r kritis = 0,361 (N = 30, = 5%), berarti kedua bagian kuesioner termasuk reliabel dengan taraf keandalan tinggi, sehingga memenuhi persyaratan untuk dilakukan analisis lebih lanjut. Tabel 5. Uji Validitas terhadap Penumpang Di luar Terminal Makassar Metro
B-118 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
No.
Atribut Pelayanan
1. 2.
Lokasi terminal mudah di jangkau Waktu menunggu kedatangan dan keberangkatan angkutan umum Lokasi terminal dekat dengan jalan utama Kepastian jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum Informasi tentang pelayanan angkutan umum Pemungutan retribusi penumpang di terminal Waktu operasional angkutan umum 24 jam Sikap petugas terminal dalam melayani penumpang Ketegasan petugas terminal dalam penertiban Jaminan kemananan dan keselamatan Fasilitas pengaduan bila ada keluhan Pelayanan kesehatan Kebersihan terminal Keberadaan buruh bagasi Keberadaan calo penumpang Ruang tunggu penumpang yg nyaman Kamar kecil, Toilet, MCK Musholla Kios, warung, kantin Penerangan di malam hari
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Kinerja (Performance) r hitung 0,712
Kepentingan (Importance) r hitung 0,526
N = 30 = 5% r kritis 0,361
Valid
0,557
0,671
0,361
Valid
0,768
0,542
0,361
Valid
0,741
0,635
0,361
Valid
0,602
0,540
0,361
Valid
0,763
0,481
0,361
Valid
0,323
0,338
0,361
Tidak
0,741
0,519
0,361
Valid
0,546
0,690
0,361
Valid
0,421 0,652 0,321 0,616 0,557 0,733 0,535 0,597 0,573 0,711 0,674
0,575 0,569 0,631 0,563 0,510 0,472 0,670 0,598 0,670 0,520 0,308
0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak
Hasil
Diperoleh koefisen = 0,885 untuk penilaian tingkat kepentingan (importance) dan = 0,915 untuk penilaian tingkat kinerja (performance). Nilai koefisien (alfa) keduanya lebih besar dari r kritis = 0,361 (N = 30, = 5%), maka kedua bagian kuesioner termasuk reliabel dengan taraf keandalan tinggi, sehingga memenuhi persyaratan untuk dilakukan analisis lebih lanjut. Tabel 6. Uji Validitas terhadap Kru Angkutan Umum Di Terminal Makassar Metro Kinerja Kepentingan (Performance) (Importance) No. Atribut Pelayanan r hitung r hitung 1. Pelataran kedatangan angkutan umum 0,640 0,566 sesuai rute dan jurusan 2. Pelataran keberangkatan angkutan umum 0,525 0,491 sesuai rute dan jurusan Ruang untuk sirkulasi angkutan di 3. 0,567 0,464 terminal 4. Kondisi jalan di terminal 0,507 0,519 Luas areal parkir sesuai dengan dimensi 5. 0,671 0,765 kendaraan 6. Sistem informasi pelayanan di terminal 0,694 0,626 (Lanjutan)
N = 30 = 5% r kritis
Hasil
0,361
Valid
0,361
Valid
0,361
Valid
0,361
Valid
0,361
Valid
0,361
Valid
B-119 ISBN : 978-979-18342-2-3
Tabel 6. Uji Validitas terhadap Kru Angkutan Umum Di Terminal Makassar Metro Kinerja Kepentingan (Performance) (Importance) No. Atribut Pelayanan r hitung r hitung Rambu dan marka di terminal lengkap 7. 0,591 0,481 dan memenuhi persyaratan 8. Letak pintu masuk dan keluar gerbang 0,684 0,356 terminal dari jalan utama 9. Kemampuan petugas terminal mengatur 0,583 0,471 lalulintas angkutan umum 10. Petugas keamanan selalu siaga 0,794 0,484 11. Pemungutan retribusi angkutan umum 0,182 0,479 12. Pelayanan kesehatan 0,353 0,625 13. Perhatian petugas bila ada keluhan 0,474 0,476 14. Kantor perwakilan angkutan umum 0,583 0,620 15. Bengkel yang memadai 0,735 0,530 16. Ruang istirahat awak angkutan umum 0,832 0,586 17. Kamar kecil, Toilet, MCK 0,495 0,617 18. Musholla 0,566 0,471 19. Kios, warung, kantin 0,797 0,723 20. Penerangan di malam hari 0,513 0,452 21. Tempat Cuci Angkutan Umum 0,477 0,479
N = 30 = 5% r kritis
Hasil
0,361
Valid
0,361
Tidak
0,361
Valid
0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
Valid Tidak Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Diperoleh koefisen = 0,878 untuk penilaian tingkat kepentingan (importance) dan = 0,912 untuk penilaian tingkat kinerja (performance). Nilai koefisien (alfa) keduanya lebih besar dari r kritis (N = 30, = 5%) sebesar 0,361 , berarti kedua bagian kuesioner termasuk reliabel dengan taraf keandalan tinggi. Sehingga memenuhi persyaratan untuk dilakukan analisis lebih lanjut. Hasil Customer Satisfaction Index (CSI) Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 7, diperoleh nilai indeks kepuasan penumpang di terminal sebesar 0,7316 atau 73,16 persen. Nilai ini terdapat pada range 0,66-0,81 berdasarkan range indeks kepuasan responden. Jadi secara keseluruhan penilaian/persepsi penumpang di terminal telah merasa puas atas kinerja pelayanan yang di rasakan. Tabel 7. Customer Satisfaction Index (CSI) Penumpang di Terminal Makassar Metro No.
Atribut pelayanan
Yi
n
MIS
MSS
WF
WS
1.
Waktu menunggu antara kedatangan dan keberangkatan angkutan umum
743
160
4,64
3,51
0,0598
0,2097
2.
Ketepatan jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum di terminal
753
160
4,71
3,16
0,0606
0,1913
740 737 710
160 160 160
4,63 4,61 4,44
3,78 3,81 3,81
0,0596 0,0593 0,0572
0,2253 0,2258 0,2176
739
160
4,62
3,76
0,0595
0,2235
720
160
4,50
3,53
0,0580
0,2047
728
160
4,55
3,73
0,0586
0,2183
737
160
4,61
3,76
0,0593
0,2232
4. 5. 6.
Kebersihan terminal Layanan informasi dan tarif Rambu dan papan informasi Penindakan tegas petugas bagi yang 7. melanggar 8. Sikap petugas terminal dalam melayani penumpang 9. Kemampuan petugas terminal mengatur lalulintas angkutan umum 10. Jaminan Keamanan & keselamatan (lanjutan)
B-120 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 7. Customer Satisfaction Index (CSI) Penumpang di Terminal Makassar Metro No. 11. 12. 14. 15. 16. 17. 19. 20.
Yi
Atribut pelayanan Perhatian Petugas Terhadap Keluhan Keramahan dan Kesopanan Petugas Loket Penjualan Karcis Ruang tunggu penumpang Kamar kecil, Toilet, MCK Musholla Kios, warung, kantin Penerangan di malam hari Jumlah Nilai CSI
741 728 724 734 734 707 711 735
n
MIS
MSS
160 160 160 160 160 160 160 160
4,63 4,55 4,53 4,59 4,59 4,42 4,44 4,59 77,63
3,74 3,63 3,59 3,70 3,68 3,70 3,68 3,64
WF
WS
0,0597 0,0586 0,0583 0,0591 0,0591 0,0569 0,0572 0,0592
0,2233 0,2125 0,2095 0,2186 0,2175 0,2106 0,2107 0,2156 3,66 0,7316
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 8, maka diperoleh nilai indeks kepuasan penumpang di luar terminal sebesar 0,6333 atau 63,33 persen. Nilai ini terdapat pada range 0,51-0,65 berdasarkan range indeks kepuasan responden. Secara keseluruhan penumpang yang berada di luar terminal cukup puas terhadap kinerja atribut pelayanan yang terdapat di dalam terminal Makassar Metro. Tabel 8. Customer Satisfaction Index (CSI) Penumpang di Luar Terminal Makassar Metro No. 1.
Yi
Atribut pelayanan Lokasi terminal mudah di jangkau
2.
Waktu menunggu kedatangan keberangkatan angkutan umum
3.
Lokasi terminal dekat dengan jalan utama
4. 5. 6. 8. 9. 10. 11. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Kepastian jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum Informasi tentang pelayanan angkutan umum Pemungutan retribusi penumpang di terminal Sikap petugas terminal dalam melayani penumpang Ketegasan petugas terminal dalam penertiban Jaminan kemananan dan keselamatan Fasilitas pengaduan bila ada keluhan Kebersihan terminal Keberadaan buruh bagasi Keberadaan calo penumpang Ruang tunggu penumpang yg nyaman Kamar kecil, Toilet, MCK Musholla Kios, warung, kantin Jumlah Nilai CSI
dan
n
MIS
MSS
WF
WS
740
160
4,63
3,31
0,0594
0,1967
738
160
4,61
3,12
0,0592
0,1847
738
160
4,61
3,25
0,0592
0,1924
751
160
4,69
2,99
0,0603
0,1800
741
160
4,63
3,14
0,0595
0,1869
716
160
4,48
3,06
0,0574
0,1756
736
160
4,60
3,31
0,0591
0,1956
716
160
4,48
3,25
0,0574
0,1867
737 724 736 739 741 745 741 704 721
160 160 160 160 160 160 160 160 160
4,61 4,53 4,60 4,62 4,63 4,66 4,63 4,40 4,51 77,90
3,29 3,09 3,27 2,78 2,76 3,34 3,10 3,39 3,38
0,0591 0,0581 0,0591 0,0593 0,0595 0,0598 0,0595 0,0565 0,0578
0,1948 0,1797 0,1930 0,1649 0,1642 0,1999 0,1843 0,1917 0,1956 3,17 0,6333
B-121 ISBN : 978-979-18342-2-3
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 9, diperoleh nilai indeks kepuasan kru angkutan umum di terminal sebesar 0,6531 atau 65,31 persen. Nilai ini terdapat pada range 0,51-0,65 berdasarkan range indeks kepuasan responden. Sehingga secara keseluruhan operator/kru angkutan umum di terminal cukup puas terhadap kinerja atribut pelayanan yang terdapat didalam terminal Makassar Metro. Tabel 9. Customer Satisfaction Index (CSI) Kru Angkutan Umum di Terminal Makassar Metro No. Atribut pelayanan Yi n MIS MSS WF 1. Pelataran kedatangan angkutan umum 462 100 4,62 3,43 0,0565 sesuai rute dan jurusan 2. Pelataran keberangkatan angkutan umum 456 100 4,56 3,68 0,0557 sesuai rute dan jurusan 3. Ruang untuk sirkulasi angkutan di terminal 466 100 4,66 3,54 0,0569 4. Kondisi jalan di terminal 472 100 4,72 2,72 0,0577 Luas areal parkir sesuai dengan dimensi 5. 464 100 4,64 3,61 0,0567 kendaraan 6. Sistem informasi pelayanan di terminal 460 100 4,60 3,15 0,0562 Rambu dan marka di terminal lengkap dan 7. 442 100 4,42 3,33 0,0540 memenuhi persyaratan 9. Kemampuan petugas terminal mengatur 448 100 4,48 2,94 0,0547 lalulintas angkutan umum 10. Petugas keamanan selalu siaga 457 100 4,57 3,61 0,0558 13. Perhatian petugas bila ada keluhan 449 100 4,49 3,52 0,0549 14. Kantor perwakilan angkutan umum 452 100 4,52 3,34 0,0552 15. Bengkel yang memadai 468 100 4,68 2,91 0,0572 16. Ruang istirahat awak angkutan umum 461 100 4,61 2,88 0,0563 17. Kamar kecil, Toilet, MCK 457 100 4,57 3,19 0,0558 18. Musholla 438 100 4,38 3,48 0,0535 19. Kios, warung, kantin 432 100 4,32 3,69 0,0528 20. Penerangan di malam hari 436 100 4,36 2,93 0,0533 21. Tempat Cuci Angkutan Umum 464 100 4,64 2,87 0,0567 Jumlah 81,84 Nilai CSI
WS 0,1936 0,2050 0,2016 0,1569 0,2047 0,1771 0,1798 0,1609 0,2016 0,1931 0,1845 0,1664 0,1622 0,1781 0,1862 0,1948 0,1561 0,1627 3,27 0,6531
Hasil Importance Performance Analysis (IPA) Tabel 10. Skor Kinerja (Performance), Skor Kepentingan (Importance) dan Tingkat Kesenjangan Penumpang Di Terminal Makassar Metro Skor Skor Tingkat Kinerja Kepentingan Kesenjangan No. Atribut Pelayanan X Y X - Y 1. Waktu menunggu antara kedatangan & 3,51 4,64 -1,14 keberangkatan angkutan umum 2. Ketepatan jadwal kedatangan dan keberangkatan 3,16 4,71 -1,55 angkutan umum di terminal 4. Kebersihan terminal 3,78 4,63 -0,84 5. Layanan informasi dan tarif 3,81 4,61 -0,80 6. Rambu dan papan informasi 3,81 4,44 -0,63 7. Penindakan tegas petugas bagi yang melanggar 3,76 4,62 -0,86 8. Sikap petugas terminal dalam melayani 3,53 4,50 -0,97 penumpang 8. Sikap petugas terminal dalam melayani 3,53 4,50 -0,97 penumpang 9. Kemampuan petugas terminal mengatur lalulintas 3,73 4,55 -0,83 angkutan umum 10. Jaminan Keamanan & keselamatan 3,76 4,61 -0,84
B-122 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
(Lanjutan) Tabel 10. Skor Kinerja (Performance), Skor Kepentingan (Importance) dan Tingkat Kesenjangan Penumpang Di Terminal Makassar Metro Skor Skor Tingkat Kinerja Kepentingan Kesenjangan No. Atribut Pelayanan X Y X - Y 11. Perhatian Petugas Terhadap Keluhan 3,74 4,63 -0,89 12. Keramahan dan Kesopanan Petugas 3,63 4,55 -0,93 14. Loket Penjualan Karcis 3,59 4,53 -0,93 15. Ruang tunggu penumpang 3,70 4,59 -0,89 16. Kamar kecil, Toilet, MCK 3,68 4,59 -0,91 17. Musholla 3,70 4,42 -0,72 19. Kios, warung, kantin 3,68 4,44 -0,76 20. Penerangan di malam hari 3,64 4,59 -0,95 Rata-rata 3,66 4,57 -0,91
Gambar 1. Kuadran Importance Performance Analysis Berdasarkan Skor Kinerja dan Skor Kepentingan Penumpang Di Terminal Makassar Metro Berdasarkan gambar 1 diatas, atribut-atribut pelayanan di terminal Makassar Metro dikelompokkan sebagai berikut : Kuadran A : Prioritas utama atribut pelayanan yang harus diperbaiki dan ditingkatkan kinerjanya yaitu : 1. Waktu menunggu antara kedatangan dan keberangkatan angkutan umum (1). 2. Ketepatan jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum di terminal (2). 3. Penerangan di malam hari (20). Atribut pelayanan tersebut dianggap penting oleh penumpang di terminal tapi dalam pelaksanaannya yang dirasakan belum sesuai dengan harapan. Kuadran B : Pertahankan kinerja, dimana atribut pelayanan yang perlu dipertahankan kinerjanya yaitu : 1. Kebersihan terminal (4). 2. Layanan informasi dan tarif (5). 3. Penindakan tegas petugas bagi yang melanggar (7). 4. Jaminan Keamanan & keselamatan (10). 5. Perhatian petugas terhadap keluhan (11). 6. Ruang tunggu penumpang (15). 7. Kamar kecil, toilet, MCK (16). Atribut pelayanan tersebut dianggap penting oleh penumpang di terminal dan dalam pelaksanaannya telah memenuhi harapan mereka. Kuadran C : Prioritas Rendah, dimana atribut pelayanan kurang begitu penting menurut penilaian/persepsi penumpang di terminal dan pada pelaksanaannya dianggap biasa saja. Atribut pelayanan tersebut antara lain 1. Sikap petugas terminal dalam melayani penumpang (8). 2. Keramahan dan kesopanan petugas (12). 3. Loket penjualan karcis (14).
B-123 ISBN : 978-979-18342-2-3
Atribut pelayanan tersebut menjadi prioritas rendah dalam peningkatan kinerjanya karena pengaruh terhadap tingkat kepuasan penumpang cukup rendah. Kuadran D : Berlebihan, atribut pelayanan tersebut kurang begitu penting menurut persepsi/penilaian penumpang, tapi dalam pelaksanaannya lebih dari apa yang diharapkan oleh penumpang, yaitu : 1. Rambu dan papan informasi (6). 2. Kemampuan petugas terminal mengatur lalulintas angkutan umum (9). 3. Musholla (17). 4. Kios, warung, kantin (19). Sehingga atribut pelayanan tersebut tidak menjadi prioritas dalam perbaikan kinerjanya tetapi perlu dipertahankan kinerjanya yang sudah ada. Tabel 11. Skor Kinerja (Performance), Skor Kepentingan (Importance) dan Tingkat Kesenjangan Penumpang Di Luar Terminal Makassar Metro Skor Skor Tingkat Kinerja Kepentingan Kesenjangan No. Atribut Pelayanan X Y X - Y 1. Lokasi terminal mudah di jangkau 3,31 4,63 -1,31 2. Waktu menunggu kedatangan dan keberangkatan 3,12 4,61 -1,49 angkutan umum 3. Lokasi terminal dekat dengan jalan utama 3,25 4,61 -1,36 Kepastian jadwal kedatangan dan keberangkatan 4. 2,99 4,69 -1,71 angkutan umum 5. Informasi tentang pelayanan angkutan umum 3,14 4,63 -1,49 6. Pemungutan retribusi penumpang di terminal 3,06 4,48 -1,42 8. Sikap petugas terminal dalam melayani 3,31 4,60 -1,29 penumpang 9. Ketegasan petugas terminal dalam penertiban 3,25 4,48 -1,23 10. Jaminan kemananan dan keselamatan 3,29 4,61 -1,31 11. Fasilitas pengaduan bila ada keluhan 3,09 4,53 -1,43 13. Kebersihan terminal 3,27 4,60 -1,33 14. Keberadaan buruh bagasi 2,78 4,62 -1,84 15. Keberadaan calo penumpang 2,76 4,63 -1,87 16. Ruang tunggu penumpang yg nyaman 3,34 4,66 -1,31 17. Kamar kecil, Toilet, MCK 3,10 4,63 -1,53 18. Musholla 3,39 4,40 -1,01 19. Kios, warung, kantin 3,38 4,51 -1,13 Rata-rata 3,17 4,58 -1,41
Gambar 2. Kuadran Importance Performance Analysis Berdasarkan Skor Kinerja dan Skor Kepentingan Penumpang Di Luar Terminal Makassar Metro
B-124 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Berdasarkan gambar 2 diatas, atribut- pelayanan di terminal dikelompokkan sebagai berikut : Kuadran A : Prioritas utama atribut pelayanan yang harus diperbaiki dan ditingkatkan kinerjanya yaitu 1. Waktu menunggu antara kedatangan dan keberangkatan angkutan umum (2). 2. Ketepatan jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum di terminal (4). 3. Informasi tentang pelayanan angkutan umum (5). 4. Keberadaan buruh bagasi (14). 5. Keberadaan calo penumpang (15). 6. Kamar kecil, toilet, MCK (17). Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan yang tinggi menurut namun kinerjanya masih rendah Kuadran B : Pertahankan kinerja, Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dan kinerjanya juga dinilai baik oleh responden. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini yaitu : 1. Lokasi terminal mudah dijangkau (1). 2. Lokasi terminal dekat dengan jalan utama (3). 3. Sikap petugas terminal dalam melayani penumpang (8). 4. Jaminan Keamanan & keselamatan (10). 5. Kebersihan terminal (13). 6. Ruang tunggu penumpang yang nyaman (16). Kuadran C : Prioritas Rendah. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan yang rendah dan kinerjanya juga dinilai kurang baik oleh responden. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini yaitu : 1. Pemungutan retribusi penumpang di terminal (6). 2. Fasilitas pengaduan bila ada keluhan (11). Kuadran D : Berlebihan. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan yang rendah menurut responden namun memiliki kinerja yang baik sehingga dianggap berlebihan oleh responden dalam pelaksanaannya. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini antara lain : 1. Penertiban (9), 2. Musholla (18) 3. Kios, warung, kantin (19). Tabel 12. Skor Kinerja (Performance), Skor Kepentingan (Importance) dan Tingkat Kesenjangan Kru Angkutan Umum Di Terminal Makassar Metro Skor Skor Tingkat Kinerja Kepentingan Kesenjangan No. Atribut Pelayanan X Y X - Y 1. Pelataran kedatangan angkutan umum sesuai rute 3,43 4,62 -1,19 dan jurusan 2. Pelataran keberangkatan angkutan umum sesuai 3,68 4,56 -0,88 rute dan jurusan 3. Ruang untuk sirkulasi angkutan di terminal 3,54 4,66 -1,12 4. Kondisi jalan di terminal 2,72 4,72 -2,00 Luas areal parkir sesuai dengan dimensi 5. 3,61 4,64 -1,03 kendaraan 6. Sistem informasi pelayanan di terminal 3,15 4,60 -1,45 Rambu dan marka di terminal lengkap dan 7. 3,33 4,42 -1,09 memenuhi persyaratan 9. Kemampuan petugas terminal mengatur lalulintas 2,94 4,48 -1,54 angkutan umum 10. Petugas keamanan selalu siaga 3,61 4,57 -0,96 13. Perhatian petugas bila ada keluhan 3,52 4,49 -0,97 14. Kantor perwakilan angkutan umum 3,34 4,52 -1,18 15. Bengkel yang memadai 2,91 4,68 -1,77 16. Ruang istirahat awak angkutan umum 2,88 4,61 -1,73 17. Kamar kecil, Toilet, MCK 3,19 4,57 -1,38 18. Musholla 3,48 4,38 -0,90 19. Kios, warung, kantin 3,69 4,32 -0,63
B-125 ISBN : 978-979-18342-2-3
(Lanjutan) Tabel 12. Skor Kinerja (Performance), Skor Kepentingan (Importance) dan Tingkat Kesenjangan Kru Angkutan Umum Di Terminal Makassar Metro Skor Skor Tingkat Kinerja Kepentingan Kesenjangan No. Atribut Pelayanan X Y X - Y 20. Penerangan di malam hari 2,93 4,36 -1,43 21. Tempat Cuci Angkutan Umum 2,87 4,64 -1,77 Rata-rata 3,27 4,55 -1,28
Gambar 3. Kuadran Importance Performance Analysis Berdasarkan Skor Kinerja dan Skor Kepentingan Kru Angkutan Umum di Terminal Makassar Metro Berdasarkan gambar 3 diatas, atribut pelayanan di terminal dikelompokkan sebagai berikut : Kuadran A : Prioritas Utama. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan yang tinggi namun kinerjanya masih rendah. Sehingga atribut pelayanan yang terdapat dalam kuadran ini harus diprioritaskan untuk diperbaiki dan ditingkatkan. Atribut-atribut pelayanan yang terdapat dalam kuadran ini antara lain 1. Kondisi jalan di terminal (4). 2. Sistem informasi pelayanan di terminal (6). 3. Bengkel yang memadai (15). 4. Ruang istirahat awak angkutan umum (16). 5. Kamar kecil, toilet, MCK (17). 6. Tempat cuci angkutan umum (21). Kuadran B : Pertahankan Kinerja. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dan kinerjanya juga dinilai baik. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini antara lain : 1. Pelataran kedatangan angkutan umum sesuai rute dan jurusan (1). 2. Pelataran keberangkatan angkutan umum sesuai rute dan jurusan (2). 3. Ruang untuk sirkulasi angkutan di terminal (3). 4. Luas areal parkir sesuai dengan dimensi kendaraan (5). 5. Petugas keamanan selalu siaga (10). Kuadran C : Prioritas Rendah. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan yang rendah dan kinerjanya juga dinilai biasa saja oleh kru angkutan umum. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini antara lain : 1. Kemampuan petugas mengatur lalulintas angkutan umum (9). 2. Penerangan di malam hari (20). Kuadran D : Berlebihan. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan yang rendah namun memiliki kinerja yang baik sehingga dianggap berlebihan oleh responden dalam pelaksanaannya. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini antara lain : 1. Rambu dan marka di terminal lengkap dan memenuhi persyaratan (7). 2. Perhatian petugas bila ada keluhan (13). 3. Kantor perwakilan angkutan umum (14).
B-126 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
4. Musholla (18). 5. Kios, warung dan kantin (19). Hasil Analisis Korelasi Antara Karakteristik Pengguna Jasa dengan Atribut Pelayanan di Terminal Makassar Metro Karakteristik pengguna jasa dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 13. Karakteristik Penumpang di Terminal Makassar Metro No. Variabel Kelompok 1. Jenis Kelamin Laki-laki = 63,13%, perempuan = 36,87% 2. Usia (tahun) < 20 = 11,87%, 21-30 = 28,13%, 21-30 = 30,63%, 41-50 = 20%, > 50 = 9,375 3. Pendidikan SD = 3,75%, SMP = 11,88%, SMA = 53,12%, Diploma/Akademi = 26,25%, S1/S2/S3 = 5% 4. Pekerjaan PNS/TNI/Polri = 15%, Pelajar/Mahasiswa = 21,25%, Swasta/BUMN = 13,75%, Wiraswasta = 33,75%, Lainnya = 16,25% 5. Penghasilan (juta) < 1 = 8,75%, 1-2 = 38,75%, > 2-4 15%, > 4 = 0%, Lainnya = 37,5% 6. Frekuensi Perjalanan Seminggu sekali = 30%, Sebulan sekali = 13,75%, Lainnya = 56,25% 7. Tujuan Perjalanan Dinas = 8,13%, Bisnis = 47,5%, Rekreasi/liburan = 13,12%, Bertemu keluarga = 22,5%, Lainnya = 8,75% 8. Moda Ke Terminal Angkot = 38,13%, Taksi = 11,88%, Diantar roda dua = 26,87%, Diantar roda empat = 21,25%, Lainnya = 1,87% Tabel 14. Korelasi Antara Karakteristik Penumpang di Terminal Makassar Metro dengan Atribut Pelayanan No. Karakteristik Hasil Analisis Korelasi = 0,05) Interpretasi 1. Jenis Kelamin - atribut no.4, r = -0,204, sig ( 0,010) - Hubungan yang rendah - atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 2. Usia (tahun) semua atribut, sig > (0,05) Tidak ada hubungan 3. Pendidikan - atribut no.6, r = -0,166, sig (0,036) - Hubungan dapat diabaikan - atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 4. Pekerjaan semua atribut, sig > (0,05) Tidak ada hubungan 5. Penghasilan (juta) - atribut no.16, r = -0,162, sig (0,041) - Hubungan dapat diabaikan - atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 6. Frekuensi - atribut no.5, r = 0,178, sig (0,025) - Hubungan dapat diabaikan Perjalanan - atribut no.16, r = -0,240, sig (0,002) - Hubungan yang rendah - atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 7. Tujuan Perjalanan semua atribut, sig > (0,05) Tidak ada hubungan 8. Moda Ke Terminal - atribut no.6, r = -0,164, sig (0,038) - Hubungan dapat diabaikan - atribut no.10, r = 0,260, sig (0,001) - Hubungan yang rendah - atribut no.11, r = 0,169, sig (0,033) - Hubungan dapat diabaikan - atribut no.15, r = 0,205, sig (0,009) - Hubungan yang rendah - atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan Ini menunjukkan bahwa karakteristik penumpang di terminal Makassar Metro seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, penghasilan, pekerjaan, frekuensi perjalanan, tujuan perjalanan dan moda ke terminal tidak mempengaruhi secara siginifikan penilaian/persepsi mengenai tingkat kinerja dan tingkat kepentingan terhadap pelayanan yang telah dirasakan. Tabel 15. Karakteristik Penumpang di luar Terminal Makassar Metro No. Variabel Kelompok 1. Jenis Kelamin Laki-laki = 73,75%, perempuan = 26,25% 2. Usia (tahun) < 20 = 17,5%, 21-30 = 31,25%, 21-30 = 33,75%, 41-50 = 14,38%, > 50 = 3,12% 3. Pendidikan SD = 1,87%, SMP = 8,13%, SMA = 62,5%, Diploma/Akademi = 23,13%, S1/S2/S3 = 4,37% 4. Pekerjaan PNS/TNI/Polri = 6,87%, Pelajar/Mahasiswa = 35%, Swasta/BUMN = 10%, Wiraswasta = 26,88%, Lainnya = 21,25%
B-127 ISBN : 978-979-18342-2-3
(Lanjutan) Tabel 15. Karakteristik Penumpang di luar Terminal Makassar Metro No. Variabel Kelompok 5. Penghasilan (juta) < 1 = 6,25%, 1-2 = 38,13%, > 2-4 = 3,75%, > 4 = 0%, Lainnya = 51,87% 6. Frekuensi Perjalanan Seminggu sekali = 19,37%, Sebulan sekali = 26,25%, Lainnya = 56,38% 7. Tujuan Perjalanan Dinas = 6,87%, Bisnis = 28,13%, Rekreasi/liburan = 31,87%, Bertemu keluarga = 23,75%, Lainnya = 9,38% 8. Frekuensi Ke Pernah sekali = 10%, Pernah dua kali = 16,25%, pernah tiga kali = Terminal 23,13%, Lainnya = 50,62% Tabel 16. Korelasi Antara Karakteristik Penumpang di luar Terminal Makassar Metro dengan Atribut Pelayanan No. Karakteristik Hasil Analisis Korelasi = 0,05) Interpretasi 1. Jenis Kelamin - atribut no.10, r = 0,159, sig ( 0,044) - Hubungan yang rendah - atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 2. Usia (tahun) - atribut no.17, r = 0,165, sig ( 0,038) - Hubungan dapat diabaikan - atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 3. Pendidikan - atribut no.1, r = -0,187, sig (0,018) - Hubungan dapat diabaikan - atribut no.16, r = 0,161, sig (0,042) - Hubungan dapat diabaikan - atribut no.18, r = 0,175, sig (0,027) - Hubungan dapat diabaikan - atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 4. Pekerjaan semua atribut, sig > (0,05) Tidak ada hubungan 5. Penghasilan (juta) - atribut no.1, r = 0,207, sig (0,009) - Hubungan yang rendah - atribut no.4, r =0,173, sig (0,029 - Hubungan dapat diabaikan - atribut no.14, r = 0,163, sig (0,039) - Hubungan dapat diabaikan - atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 6. Frekuensi - atribut no.1, r = 0,193, sig (0,015) - Hubungan dapat diabaikan Perjalanan - atribut no.16, r = -0,157, sig (0,048) - Hubungan dapat diabaikan - atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 7. Tujuan Perjalanan - atribut no. 1, r = 0,197, sig (0,013) - Hubungan dapat diabaikan - atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 8. Frekuensi Ke semua atribut, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan Terminal Ini menunjukkan bahwa karakteristik penumpang di luar terminal Makassar Metro seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, pekerjaan, frekuensi perjalanan, tujuan perjalanan dan frekuensi ke terminal tidak mempengaruhi secara signifikan penilaian/persepsi mengenai tingkat kinerja dan tingkat kepentingan terhadap pelayanan yang telah dirasakan. Tabel 17. Karakteristik Kru Angkutan Umum di Terminal Makassar Metro No. Variabel Kelompok 1. Jenis Pelayanan AKDP = 79%, AKAP = 21% 2. Jadwal Operasi Ada jadwal = 39%, Tidak ada jadwal = 61% 3. Jenis Kendaraan Bus besar = 7%, bus sedang = 14%, bus kecil = 18%, panther sejenis = 61% 4. Frekuensi Pelayanan dalam sehari Sekali = 0%, Dua kali = 24%, tiga kali = 37%, lainnya = 39% 5. Jumlah Armada (unit) 1-5 = 39%, 6-10 = 46%, > 10 = 15% Tabel 18. Korelasi Antara Karakteristik Kru Angkutan Umum dengan Atribut Pelayanan No. Karakteristik Hasil Analisis Korelasi = 0,05) Interpretasi 1. Jenis Pelayanan - Atribut no.9, r = 0,287, sig (0,004) - Hubungan yang rendah - Atribut no.14, r = -0,204, sig (0,041) - Hubungan yang rendah - Atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 2. Jadwal Operasi - Atribut no.14, r = 0,218, sig (0,030) - Hubungan yang rendah - Atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan
B-128 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
(Lanjutan) Tabel 18. Korelasi Antara Karakteristik Kru Angkutan Umum dengan Atribut Pelayanan No. Karakteristik Hasil Analisis Korelasi = 0,05) Interpretasi 3. Jenis Kendaraan - Atribut no.3, r = 0,241, sig (0,016) - Hubungan yang rendah - Atribut no.9, r = -0,209, sig (0,037) - Hubungan yang rendah - Atribut no.16, r = -0,212, sig (0,034) - Hubungan yang rendah - Atribut no.21, r = -0,206, sig (0,040) - Hubungan yang rendah - Atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 4. Frekuensi Pelayanan - Atribut no.14, r = -0,213, sig (0,034) - Hubungan yang rendah Dalam Sehari - Atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan 5. Jumlah Armada (unit) - Atribut no.7, r = -0,281, sig (0,005) - Hubungan yang rendah - Atribut no.9, r = 0,207, sig (0,038) - Hubungan yang rendah - Atribut lain, sig > (0,05) - Tidak ada hubungan Ini menunjukkan bahwa karakteristik kru angkutan umum di terminal Makassar Metro seperti jenis pelayanan, jadwal operasi, jenis kendaraan, frekuensi pelayanan dan jumlah armada tidak mempengaruhi secara signifikan penilaian/persepsi mengenai tingkat kinerja dan tingkat kepentingan terhadap pelayanan yang telah dirasakan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Secara keseluruhan penumpang di terminal Makassar Metro puas atas kinerja atribut-atribut pelayanan di terminal Makassar Metro dengan nilai indeks kepuasan sebesar 73,16 persen yang masuk kriteria puas. Untuk keseluruhan penumpang yang berada di luar terminal Makassar Metro cukup puas atas kinerja atribut-atribut pelayanan di terminal Makassar Metro dengan nilai indeks kepuasan penumpang sebesar 63,33 persen yang masuk kriteria cukup puas. Sedangkan kru angkutan umum di terminal Makassar Metro secara keseluruhan cukup puas terhadap kinerja atribut-atribut pelayanan di terminal Makassar Metro, dengan nilai indeks kepuasan sebesar 65,31 persen yang termasuk kriteria cukup puas. 2. Perlunya perbaikan dan peningkatan beberapa atribut pelayanan di terminal Makassar Metro oleh pihak pengelola terminal yaitu : a. Penyusunan jadwal perjalanan angkutan umum. b. Pengaturan kedatangan dan keberangkatan angkutan umum menurut jadwal yang telah ditetapkan c. Pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan angkutan umum kepada penumpang. d. Fasilitas penunjang seperti kamar kecil, toilet, MCK, penerangan di malam hari, bengkel, ruang istirahat awak angkutan umum dan tempat cuci angkutan umum agar lebih dioptimalkan pemanfaatannya dan diperhatikan kebersihannya. e. Keberadaan buruh bagasi dan calo penumpang agar ditertibkan dan diatur sehingga tidak mengganggu kenyamanan calon penumpang di terminal. f. Kondisi jalan di terminal segera diperbaiki. 3. Karakteristik penumpang di terminal, karaktersitik penumpang di luar terminal dan karakteristik kru angkutan umum di terminal Makassar Metro, tidak mempengaruhi secara signifikan penilaian/persepsi mengenai tingkat kinerja dan tingkat kepentingan terhadap pelayanan yang telah dirasakan di terminal Makassar Metro.
DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Iskandar. (1996), Menuju Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Yang Tertib, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Jakarta. Aritonang, R, L.(2005), Pemasaran Jasa dan Kualitas Pelayanan, Bayumedia Publishing, Malang. Bahar, T., Ofyar, Z.T., dan Kusbiantoro,B.S.,(2009), “Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan dan Loyalitas Penggunaan Moda Angkutan Umum Informal (Studi Kasus Ojek Sepedamotor)”, Simposium XII FSTPT Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 Nopember 2009. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. (1996), Studi Standarisasi Perencanaan Kebutuhan Fasilitas dan Perpindahan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan, Departemen Perhubungan Darat, Jakarta Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 31 tahun 1995, Tentang Transportasi Jalan, Departemen Perhubungan, Jakarta.
B-129 ISBN : 978-979-18342-2-3
Kotler, Philip. (2002), Manajemen Pemasaran Jilid II, PT. Prenhalindo. Jakarta Morlok, E. K. (1978), Introduction to Transportation Engineering and Planning, Mc Graw-Hill, USA Mardoko, A. (2008), “Analisa Kepuasan Penumpang Pengguna Jasa Bandar Udara Terhadap Pelayanan di Terminal Domestik Bandara Juanda Surabaya”, Tesis Magister, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Oktaviani, R. W. dan Suryana, R. N. (2006), Analisis Kepuasan Pengunjung Pengembangan Fasilitas Wisaat Argo, Jurnal Agro Ekonomi, Volume 24 No.1.41-58 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993, Tentang Lalu Lintas dan Prasarana Jalan, Departemen Perhubungan, Jakarta. Sianipar, JPG. (1999), Manajemen Pelayanan Masyarakat, Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 11 tahun 2000, Tentang Standar Pelayanan Minimal Sektor Perhubungan dan Telekomunikasi, Departemen Perhubungan, Jakarta. Supranto, J. (2006). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Siswanto, J., Wicaksono, Y.I., dan Hartanto, A.,(2009), “Evaluasi Indeks Pelayanan Minimum dengan Menggunakan Importance Performance Analysis”, Simposium XII FSTPT Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 Nopember 2009. Tjiptono, Fandy. (2006), Manajemen Jasa, Yogyakarta, Andi Offset. Trihendradi, C.(2006), Langkah Mudah Menguasai Statistik Menggunakan SPSS 15, Penerbit Andi Yogyakarta. Umar, H.(2005), Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, PT. Gramedia Pustaka Utama dengan Jakarta Business Research Center, Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Departemen Perhubungan, Jakarta.
B-130 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
IDENTIFIKASI KERUSAKAN PADA JALAN KABUPATEN DAN UPAYA PENANGANANNYA DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Ari Widayanti Dosen Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik - Universitas Negeri Surabaya Gedung A4 Lantai 2 Kampus Unesa Ketintang Surabaya Email:
[email protected] Abstrak Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat diperlukan dalam mendukung mobilitas masyarakat dan terutama berperan dalam pengembangan perekonomian suatu wilayah. Jalan kabupaten merupakan salah satu klasifikasi jalan berdasarkan wewenang pembinaan, yang keberadaannya sangat diperlukan dalam mendukung aktivitas masyarakat di Kabupaten Sidoarjo. Salah satu hal yang menjadi masalah dalam pergerakan masyarakat adalah kerusakan jalan, yang dapat mengakibatkan hambatan perjalanan bahkan kecelakaan. Aplikasi teknologi yang tepat dalam perbaikan dan pengembangan prasarana jalan sangat diperlukan dalam rangka memenuhi peranan jalan dalam pengembangan wilayah. Tujuan dari studi ini adalah mengidentifikasi jenis-jenis kerusakan jalan, penyebab dan upaya penanganan yang tepat sehingga keberadaannya dapat mendukung aktivitas masyarakat. Metode pengumpulan data dengan melakukan survei sekunder ke instansi terkait (Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga Sidoarjo) dan survei pimer dengan meninjau langsung di lapangan terhadap 32 ruas jalan kabupaten di Sidoarjo. Hasil yang diperoleh adalah jenis kerusakan yang paling banyak terjadi pada jalan kabupaten di Sidoarjo adalah retak sambungan bahu dan perkerasan sebanyak 90 titik, jalan berlubang sebanyak 41 titik, serta retak susut sebanyak 29 titik. Penyebab utama kerusakan jalan adalah sifat material konstruksi perkerasan, atau sistem pengolahan bahan yang tidak baik, kondisi tanah dasar yang tidak stabil, proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik. Untuk itu perlu diupayakan hal-hal yang dapat memperbaiki dan meningkatkan kondisi tersebut. Upaya penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan cara penanganan yang bersifat teknis disesuaikan dengan jenis kerusakan yang terjadi, pengawasan serta penertiban baik kepada pengguna jalan, pelaksana di lapangan maupun penegakan peraturan dari instansi terkait. Kata kunci: jalan kabupaten, kerusakan jalan, penyebab, upaya penanganan. PENDAHULUAN Jalan merupakan salah satu prasarana yang sangat vital pada transportasi darat. Peran dan manfaatnya yang sangat penting dalam aktivitas manusia, membuat jalan sering mendapat perhatian tersendiri. Perhatian yang hampir selalu menjadi sebuah pertanyaan mendasar bila melihat kondisi jalan di negeri ini adalah mengapa banyak struktur jalan darat di Indonesia yang rusak? Aplikasi teknologi apa yang paling tepat untuk menangani jalan sebagai prasarana pengembangan wilayah perlu untuk diterapkan, terutama untuk menangani masalah yang terjadi. Sebelum kebanyakan menggerutu soal rusaknya struktur jalan, ada baiknya disadari dulu dua fakta mendasar tentang jalan. Menurut pakar rekayasa transportasi dari Institut Teknologi Bandung, sehebat-hebatnya konstruksi jalan yang dibangun di dunia ini tetap memiliki dua batasan utama, yakni beban yang melewatinya dan umur pakai (http://64.203.71.11/kompas-cetak /0608/04/jogja/27261.htm). Jadi, jangan mengharapkan jalan raya yang pembangunannya sebagian dibiayai dengan pajak dari rakyat akan selamanya mulus dan berkondisi baik, jika penggunanya sering membawa muatan yang melebihi batas maksimal kemampuan jalan. Akan tetapi, jika konstruksi jalan kemudian sudah rusak sebelum batas usia pakai yang dirancang sebelumnya, atau truk-truk yang muatannya berlebihan dibiarkan lalu lalang setiap hari di jalanan, munkin ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan jalan di negeri ini. Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997 lalu, jalan di tanah air kondisinya terus menurun. Salah satu penyebabnya, adalah keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah. Kondisi ini, kian menambah buruknya kondisi jalan, akibat seretnya dana untuk pemeliharaan. Berdasarkan laporan dari Menteri PU, hingga Maret 2006 lalu, jalan nasional yang rusak berat sepanjang 12.992,6 km. Jumlah tersebut, belum termasuk kerusakan pada jalan provinsi dan jalan kabupaten. Apalagi, untuk meningkatkan kekuatan jalan atau Muatan Sumbu Terberat (MST), merupakan sesuatu yang sulit untuk diwujudkan (Pemerintah RI, 2005). Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, pada saat meresmikan pembangunan infrastruktur Nasional di Pacitan, Jawa Timur beberapa waktu lalu, mengakui terjadinya kerusakan jalan di beberapa wilayah tersebut. Namun,
B-131 ISBN : 978-979-18342-2-3
karena luasnya wilayah dan terjadinya krisis ekonomi, maka pemerintah memberlakukan skala prioritas dalam penanganannya. Salah satu contoh wilayah yang masih memiliki banyak kerusakan jalan yaitu Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Sampai pada awal tahun ini, Kabupaten Sidoarjo tercatat memiliki sekitar 2 ruas Jalan Tol, 16 ruas Jalan Nasional, 27 ruas Jalan Propinsi, dan 29 ruas Jalan Kabupaten (sumber “Peta Kabupaten Sidoarjo tahun 2009”). Sementara data dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Sidoarjo, dari seluruh jalan kabupaten sepanjang 898,130 km, 161,665 km di antaranya dalam kondisi rusak berat. Hingga saat ini, baru sebagian kecil yang sudah diperbaiki (Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Sidoarjo, 2008). Kerusakan struktur jalan Kabupaten di Sidoarjo tidak terlepas dari bencana besar yang terjadi sekitar 4 tahun yang lalu yaitu luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo. Genangan air bercampur lumpur berzat kimia yang menggenangi ruas-ruas jalan di sekitar pusat semburan lumpur, membuat struktur jalan jadi kian bertambah rusak dan tak layak pakai. Sejak ditutupnya Ruas jalan Tol Surabaya-Gempol di daerah Kecamatan Porong, banyak kendaraan berat (MST>8 ton) dibiarkan melintasi ruas-ruas jalan kabupaten di sekitar Kecamatan Porong, yang mana hanya didesain untuk kendaraan dengan MST kurang dari 8 ton. Hal ini mengakibatkan kerusakan jalan juga merambah ke wilayah lain yang lebih jauh dari pusat semburan lumpur Lapindo Sidoarjo. Untuk meninjau lebih jauh kondisi jalan, jenis dan penyebab kerusakan pada jalan kabupaten di Sidoarjo, maka diperlukan studi yang berjudul ” Identifikasi Kerusakan pada Jalan Kabupaten dan Upaya Penanganannya di Wilayah Kabupaten Sidoarjo”. Rumusan masalah yang akan dibahas yaitu: 1. Bagaimana kondisi ruas-ruas jalan kabupaten di Sidoarjo saat ini? 2. Apa saja jenis dan penyebab kerusakan permukaan jalan kabupaten di Sidoarjo? 3. Bagaimana upaya penanganan terhadap kerusakan permukaan jalan kabupaten di wilayah tersebut? Adapun manfaat dari studi ini adalah: 1. Bagi pihak atau instansi yang terkait yaitu sebagai data tentang kerusakan jalan kabupaten di wilayah Sidoarjo, sumber informasi mengenai lokasi kerusakan jalan kabupaten yang belum tertangani dengan baik, memberikan alternatif solusi untuk meminimalisir kerusakan pada jalan kabupaten. 2. Bagi pengguna jalan, sebagai wacana mengenai kondisi ruas jalan kabupaten di Sidoarjo. KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Umum Jalan Secara umum, pengertian jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat yang diperuntukkan bagi lalu lintas, berupa kendaraan bermotor maupun tidak bermotor, orang, barang, dalam bentuk apapun, maupun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkapnya bagi lalu lintas. Dalam bentuk apapun mempunyai pengertian bahwa jalan tidak terbatas pada bentuk jalan yang konvensional (pada permukaan tanah) dan di atas tanah (jalan layang). Bangunan pelengkap adalah bangunan yang tidak dapat dipisahkan dari jalan seperti jembatan, pohon, lintas atas, lintas bawah, tempat parkir, gorong-gorong, tembok penahan, dan saluran air jalan. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1980 tentang Jalan, pengertian jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas. B. Klasifikasi Jalan 1. Berdasarkan fungsi jalan, dapat dibedakan klasifikasi jalan sebagai berikut (Sukirman, 1995): 1. Jalan Arteri yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. 2. Jalan Kolektor yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan Lokal yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 2. Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaan jalan (administrasi) sesuai Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 yaitu : a. Jalan Nasional adalah jalan yang menghubungkan antara ibukota propinsi, yang mempunyai nilai strategi terhadap kepentingan Nasional. Penetapan status jalan sebagai jalan Nasional dilakukan dengan Keputusan Menteri. b. Jalan Propinsi adalah jalan yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kotamadya atau antar ibukota kabupaten/kotamadya yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas usulan Pemda Tingkat I yang bersangkutan.
B-132 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
c.
Jalan Kabupaten/Kotamadya adalah Jalan yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kotamadya atau antar ibukota kabupaten/kotamadya, yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atas usulan Pemda Tingkat II yang bersangkutan. d. Jalan Desa e. Jalan Khusus adalah jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi/badan hukum/perorangan untuk melayani kepentingan masing-masing. C. Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dibedakan atas (Sukirman, 1995) : 1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. 2. Konstruksi perkerasan kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. 3. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur. Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur diberikan pada tabel berikut ini. Tabel 1. Perbedaan Antara Perkerasan Lentur Dan Perkerasan Kaku No.
Spesifikasi
Perkerasan Lentur
1.
Bahan pengikat
Aspal
2.
Repetisi beban
Timbul lendutan pada jalur roda
3.
Penurunan tanah dasar
Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)
4.
Perubahan temperatur
Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam yang kecil
Perkerasan Kaku Semen Timbul retak-retak pada permukaan Bersifat sebagai balok di atas perletakan Modulus kekakuan tidak berubah. Timbul tegangan dalam yang besar.
Sumber : Sukirman (1995) D. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan Lentur Jalan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas (Sukirman, 1995): 1. Lapisan Permukaan.(Surface Course) Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan. 2. Lapisan Pondasi Atas.(Base Course) Lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan dinamakan lapis pondasi atas. . 3. Lapisan Pondasi Bawah.(Subbase Course) Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah 4. Lapisan Tanah Dasar.(Subgrade) Lapisan tanah setebal 50 – 100 cm dimana di atasnya akan diletakkan lapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar (Subgrade), yang dapat berupa tanah asli yang dipadatkan (jika tanah aslinya baik), tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. . Lapis permukaan Lapis pondasi atas Lapis pondasi bawah Lapis tanah dasar Gambar 1. Lapisan Perkerasan Lentur Jalan
B-133 ISBN : 978-979-18342-2-3
E. Jenis-Jenis Kerusakan Jalan Jenis kerusakan jalan yang dilaksanakan dengan proses perkerasan lentur, yaitu (Sukirman, 1995): 1. Retak (cracking). Retak yang terjadi pada permukaan jalan dibedakan atas : a. Retak halus (Hair Cracking) adalah retak dengan lebar celah lebih kecil atau sama dengan 3 mm. Penyebabnya berasal dari bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak halus ini dapat meresapkan air ke dalam lapis permukaan. Untuk pemeliharaan dapat digunakan lapis latasir atau buras. Dalam tahap perbaikan sebaiknya dilengkapi dengan perbaikan sistem drainase. Retak halus ini dapat berkembang menjadi retak kulit buaya.
Gambar 2. Retak Halus b. Retak kulit buaya (Alligator Cracks) adalah retak celah lebih besar atau sama dengan 3 mm, saling merangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah baik). Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi beban lalu lintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Retak kulit buaya untuk sementara dapat dipelihara dengan menggunakan lapis burda, burtu, ataupun lataston, jika celah kurang dari 3 mm. Sebaiknya bagian perkerasan yang telah mengalami retak kulit buaya akibat air yang merembes masuk ke lapis pondasi dan tanah dasar diperbaiki dengan cara dibongkar dan membuang bagian-bagian yang basah, kemudian dilapis kembali dengan bahan yang sesuai. Perbaikan harus disertai dengan perbaikan drainase di sekitarnya. Kerusakan yang disebabkan oleh beban lalu lintas harus diperbaiki dengan memberi lapis tambahan. Retak kulit buaya dapat diresapi oleh air sehingga lama kelamaan akan menimbulkan lubang-lubang akibat terlepasnya butir-butir.
c.
Gambar 3. Retak Kulit Buaya Retak pinggir (Edge Cracks) adalah retak memanjang jalan dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu jalan dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir ini. Di lokasi retak, air yang meresap dapat semakin merusak lapis permukaan. Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah menggunakan campuran aspal cair dan pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu jalan diperlebar dan dipadatkan. Jika pinggir perkerasan mengalami penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan menggunakan hotmix. Retak ini lama kelamaan akan bertambah besar disertai dengan terjadinya lubang-lubang.
Gambar 4. Retak Pinggir
B-134 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
d.
e.
f.
g.
h.
Retak sambungan bahu dan perkerasan (Edge Joint Cracks) adalah retak memanjang yang umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak dapat disebabkan dengan kondisi drainase di bawah bahu jalan lebih buruk daripada di bawah perkerasan, terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu atau perkerasan jalan, atau akibat lintasan truck/kendaraan berat di bahu jalan. Perbaikan dapat dilakukan seperti retak refleksi. Retak sambungan jalan (Lane Joint Cracks) adalah retak memanjang yang terjadi pada sambungan 2 jalur lalu lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan kedua lajur. Perbaikan dapat dilakukan dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke dalam celahcelah yang terjadi. Jika tidak diperbaiki, retak dapat berkembang menjadi lebar karena terlepasnya butiran-butiran pada tepi retak dan meresapnya air ke dalam lapisan.
Gambar 5. Retak Sambungan Jalan Retak sambungan pelebaran jalan (Widening Cracks) adalah retak memanjang yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah bagian pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh ikatan antara sambungan yang tidak baik. Perbaikan dilakukan dengan mengisi celah-celah yang timbul dengan campuran aspal cair dengan pasir. Jika tidak diperbaiki, air dapat meresap masuk ke dalam lapisan perkerasan melalui celah-celah, butir-butir dapat lepas, dan retak bertambah besar.
Gambar 6. Retak Sambungan Jalan Retak refleksi (Reflection Cracks) adalah retak memanjang, melintang, diagonal, atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan pola retakan di bawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan. Retak refleksi dapat pula terjadi jika gerakan vertikal/horisontal di bawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansif. Untuk retak memanjang, melintang, dan diagonal, perbaikan dilakukan dengan mengisi celah menggunakan campuran aspal cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai.
Gambar 7. Retak Refleksi (Reflection Cracks) Retak susut (Shrinkage Cracks) adalah retak yang saling bersambungan membentuk kotakkotak besar dengan sudut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan permukaan yang memakai aspal dengan penetrasi rendah, atau perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar. Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah tersebut menggunakan campuran aspal cair dan pasir dan melapisi dengan burtu.
Gambar 8. Retak Susut
B-135 ISBN : 978-979-18342-2-3
i.
Retak selip (Slippage Cracks) adalah retak melengkung yang bentuknya seperti bulan sabit. Hal ini disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dengan lapis di bawahnya. Kurang baiknya ikatan disebabkan oleh adanya debu, minyak, air, atau benda non-adhesif lainnya, atau akibat tidak diberinya tack coat sebagai bahan pengikat di antara kedua lapisan. Retak selip pun bisa terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukan, atau kurang baiknya pemadatan lapis permukaan. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara membongkar bagian yang rusak dan menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.
Gambar 9. Retak Selip 2. Distorsi (distortion). Distorsi atau perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Sebelum perbaikan dilakukan sewajarnyalah ditentukan terlebih dahulu jenis dan penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang tepat dan cepat. Distorsi dapat dibedakan atas : a. Alur (ruts) adalah distorsi yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retak-retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis. Perbaikan dapat dilakukan dengan memberi lapisan tambahan dari lapis permukaan yang sesuai.
b.
c.
Gambar 10. Alur Keriting adalah alur yang terjadi melintang jalan. Dengan timbulnya lapisan permukaan yang keriting ini pengemudi akan merasakan ketidaknyamanan mengemudi. Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran yang berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak mempergunakan agregat halus, agregat berbentuk bulat dan berpermukaan penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang menggunakan aspal cair). Kerusakan dapat diperbaiki dengan : 1) Jika lapis permukaan yang mengalami keriting tersebut mempunyai lapis pondasi agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan menggaruk kembali, dicampur dengan lapis pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis permukaan baru. 2) Jika lapis permukaan bahan pengikat mempunyai ketebalan > 5 cm, maka lapis tipis yang mengalami keriting tersebut diangkat dan diberi lapis permukaan baru.
Gambar 11. Alur yang Terjadi pada Melintang Jalan. Sungkur (Shoving) adalah distorsi plastis yang terjadi setempat, di tempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan dapat terjadi dengan/tanpa retak. Penyebab kerusakana sama dengan kerusakan keriting. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara dibongkar dan dilapis kembali.
B-136 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Gambar 12. Sungkur (Shoving) Amblas (Grade Depression) adalah distorsi yang terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air tergenang ini dapat meresap ke dalam lapisan perkerasan yang akhirnya menimbulkan lubang. Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar yang mengalami settlement. Perbaikan dapat dilakukan dengan : 1) Untuk amblas yang < 5 cm, bagian yang rendah diisi dengan bahan sesuai seperti lapen, lataston, dan laston. 2) Untuk amblas >5 cm, bagian yang amblas dibongkar dan dilapis kembali dengan lapis yang sesuai. d.
e.
Gambar 13. Amblas (Grade Depression) Jembul (upheaval) adalah distorsi yang terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasar ekspansif. Perbaikan dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan melapisinya kembali.
Gambar 14. Jembul (Upheaval) Cacat permukaan (disintegration) adalah ketidaksempurnaan yang mengarah pada kerusakan secara kimiawi dan mekanis dari lapisan perkerasan. Yang termasuk dalam cacat permukaan ini adalah: a. Lubang (potholes) Berbentuk seperti mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresap air ke dalam lapis permukaan yang menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan. Kerusakan lubang dapat terjadi akibat : 1) Campuran material lapis permukaan jelek, seperti : a) Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas. b) Agregat kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak baik. c) Temperatur campuran tidak memenuhi persyaratan. 2) Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat pengaruh cuaca. 3) Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul dalam lapis perkerasan. 4) Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil. Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara dibongkar dan dilapis kembali. Perbaikan yang bersifat permanen disebut juga deep patch (tambahan dalam), yang dilakukan sebagai berikut : a) Bersihkan lubang dari air dan material-material yang lepas. b) Bongkar bagian lapis permukaan dan pondasi sedalam-dalamnya sehingga mencapai lapisan yang kokoh (potong dalam bentuk yang persegi panjang). c) Beri lapis Tack Coat sebagai lapis pengikat. d) Isikan campuran aspal dengan hati-hati sehingga tidak terjadi segregasi. e) Padatkan lapis campuran dan bentuk permukaan sesuai dengan lingkungannya. 3.
B-137 ISBN : 978-979-18342-2-3
b. Pelepasan butir (ravelling). Dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan tambahan di atas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan, dan dikeringkan.
Gambar 15. Pelepasan Butir (Raveling) c. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping). Dapat disebabkan oleh kurangnya ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukaan. Dapat diperbaiki dengan cara digaruk, diratakan, dan dipadatkan. Setelah itu dilapisi dengan buras. 4. Pengausan. Permukaan jalan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan. Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang digunakan berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cubical. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir, buras, atau latasbun. 5. Kegemukan (Bleeding) Permukaan menjadi licin. Pada temperatur tinggi, aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda. Berbahaya bagi kendaraan. Kegemukan (bleeding) dapat disebabkan oleh pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime coat, atau tack coat. Dapat diatasi dengan menaburkan agregat panas dan kemudian dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan kemudian diberi lapisan penutup. 6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut deperession). Terjadinya di sepanjang bekas penanaman utilitas. Hal ini terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.
Gambar 16. Penurunan pada Bekas Penanaman Utilitas. F. Penyebab Kerusakan Jalan secara Umum Kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan dapat disebabkan oleh (Sukirman, 1995): 1. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, dan repetisi beban. 2. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, dan naiknya air akibar sifat kapilaritas. 3. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan bahan yang tidak baik. 4. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan. 5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah dasarnya yang memang jelek. 6. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik. METODOLOGI A. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data terdiri dari survei sekunder dan survei primer. Survei sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data yang berasal dari dinas/instansi terkait dalam hal ini adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan survei primer dilakukan dengan mengamati secara langsung kondisi ruas-ruas jalan kabupaten yang mengalami kerusakan dan mengambil gambar (foto)
B-138 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
kerusakan yang terjadi di lokasi tersebut. Selain pengambilan data visual, metode observasi dapat digunakan sebaik-baiknya untuk mengetahui kondisi alam dan lingkungan di sekitar ruas jalan, dan kendaraankendaraan yang melintasi ruas jalan tersebut. B. Metode Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data menggunakan data visual berupa foto hasil pengamatan di lapangan. Dari hasil data visual, kemudian dilakukan klasifikasi jenis kerusakan jalan yang terjadi, dan dengan berpedoman pada macam-macam kerusakan jalan yang dijelaskan oleh literatur pendukung. Setelah mengetahui jenis dan mengklasifikasikan kerusakan jalan kabupaten, selanjutnya mengidentifikasi penyebab kerusakan tersebut, dan menentukan upaya penanganan atau tindakan yang perlu dilakukan.. HASIL DAN DISKUSI A. Kondisi Ruas-Ruas Jalan Kabupaten di Sidoarjo Kondisi pada ruas-ruas jalan kabupaten di wilayah Sidoarjo dapat dipresentasikan pada tabel berikut ini. Tabel 2. Kondisi Ruas Jalan Kabupaten di Wilayah Sidoarjo Dilintasi Kondisi Macam Nama Ruas Panjang Lebar Sistem Jenis No. Kendaraan Siang Bangunan Jalan (meter) (meter) Drainase Jalan Berat (>5 T) Hari Sekitar Abdul Paqih Rumah pend., 1. 1215 3 Baik Tidak Panas Lokal sekolah Rumah pend., Antartika sekolah, 2. 1755 4 Baik Ya Sejuk Kolektor pertokoan, perkantoran Aryo Bebangah 3. 162 3 Buruk Ya Panas Rumah penduduk Lokal 4.
Bluru Kidul
Brigjend. 5. Katamso 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14.
Buncitan Gatot Subroto Geluran Industri Jawa Jenggolo Kebon Anom
Kesatrian Ketajen
KH. 15. Ashari
2835
4
Buruk
Tidak
Sejuk
Rumah penduduk Kolektor
423
5
Baik
Ya
Sejuk
Rumah pertokoan
2745
3,5
Buruk
Tidak
Panas
711
4
Buruk
Ya
Panas
2385
4
Buruk
Ya
Panas
351
4,5
Buruk
Ya
Panas
1035
4
Baik
Ya
Sejuk
1845
5
Baik
Ya
Panas
1215
6
Baik
Ya
Panas
531
3,5
Baik
Ya
Panas
1305
5
Baik
Tidak
Panas
2115
4
Baik
Ya
Sejuk
pend.,
Rumah pend., pasar, sekolah Rumah penduduk, pasar Rumah pend., pertokoan Rumah penduduk, pabrik dan gudang industri Rumah penduduk, perkantoran
Kolektor Lokal Kolektor Lokal Kolektor Kolektor
Rumah penduduk Kolektor Rumah pend., gudang industri, Kolektor sekolah Rumah pend., basis militer, Kolektor gudang industri Rumah pend., Kolektor sekolah
Hasyim Rumah penduduk Kolektor
B-139 ISBN : 978-979-18342-2-3
No.
16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Nama Ruas Jalan
Panjang Lebar Sistem (meter) (meter) Drainase
KH. Mukmin Klopo Sepuluh Kolonel Sugiono Malik Ibrahim Manggis Mangkurejo Mbah Sholeh Pepetani Peterongan Prasung Rajawali Ratu Ayu
Raya 28. Pekarungan 29.
Raya Pulungan
Raya Suko 30. Bohar
31. 32.
Taruna Yos Sudarso
Dilintasi Kendaraan Berat (>5 T)
Kondisi Siang Hari
Macam Jenis Bangunan Jalan Sekitar Rumah pend., sekolah, gudang Kolektor industri Rumah pend., Kolektor sekolah
126
6
Baik
Ya
Panas
2610
4
Baik
Ya
Sejuk
3240
3
Baik
Ya
Panas
Rumah penduduk
Lokal
2070
3,5
Buruk
Tidak
Panas
Rumah penduduk
Lokal
3735
3
Baik
Ya
Panas
Rumah penduduk
Lokal
2745
3,5
Buruk
Tidak
Sejuk
Rumah pend., Kolektor sekolah, pertokoan
3780
3,5
Buruk
Ya
Sejuk
Rumah penduduk
Lokal
2115
3
Buruk
Tidak
Panas
Rumah penduduk
Lokal
3510
3
Buruk
Ya
Sejuk
Rumah penduduk
Lokal
945
4
Buruk
Ya
Sejuk
Rumah penduduk Kolektor
1440
5
Baik
Tidak
Panas
Rumah sekolah
855
3
Buruk
Tidak
Sejuk
Rumah penduduk
Lokal
3060
3
Baik
Ya
Panas
Rumah penduduk
Lokal
2385
3,5
Baik
Tidak
Sejuk
Rumah penduduk
Lokal
1935
3,5
Baik
Tidak
Sejuk
Rumah penduduk Kolektor
1980
3
Buruk
Tidak
Panas
Rumah sekolah, pertokoan
1215
5
Baik
Ya
Sejuk
Rumah penduduk
pend.,
Kolektor
&
pend., pasar, Lokal Arteri
Sumber: Hasil Analisis (2009) Dari Tabel 2, diperoleh keseluruhan ruas jalan yang dianalisis merupakan jalan dengan jenis kontruksi perkerasan lentur (flexible pavements). Ruas jalan mulai dari no. 1-31 mengalami kerusakan lapis permukaan jalan, dengan berbagai jenis kerusakan, dan hanya ruas Jalan Yos Sudarso yang tidak mengalami kerusakan.
B. Jenis dan Penyebab Kerusakan Jalan Kabupaten di Sidoarjo Berdasarkan hasil analisis, diperoleh jenis kerusakan permukaan jalan dipresentasikan pada tabel berikut ini.
B-140 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Tabel 3. Jenis Kerusakan Jalan Kabupaten di Wilayah Sidoarjo Nama Ruas Jalan
No.
Jenis Kerusakan Jalan (titik)
RH
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Jumlah Titik Lokasi Kerusakan
Abdul 2 Paqih Antartika 1 Aryo Bebangah Bluru Kidul Brigjend. 2 Katamso Buncitan Gatot Subroto Geluran 2 Industri Jawa Jenggolo Kebon Anom Kesatrian Ketajen 1 KH. Hasyim Ashari KH. 1 Mukmin Klopo 2 Sepuluh Kolonel 1 Sugiono Malik 1 Ibrahim Manggis Mangkur 2 ejo Mbah Sholeh Pepetani 1 Peteronga n Prasung Rajawali Ratu Ayu Raya Pekarung an Raya Pulungan
RK RS RSP RP RSJ RR RSu RSe A B BP J
Kr
S
Am
J
L
PB PLP P
Kg
PBP U
1
3
3 2 3 1
1 1
1
4 2
3
1
6
1 3
1
1
1
2
2
2
7 1
2
3
2
1
1 1
2
4
1
1
1
3
5
3
6
9
1
3
1
1 5
1
2
3
1
20
3 1
1
1
1
1
12 9 7 5
6
1
2
1 1
3 4
1
3
14 26
5
5
2
26
1
1
6
1
1
2 1
5
8
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
4
2
5
1
1 3
2
6
2
15
2
2
14
5
1
20 11
1
1
1
31
1
6
1 3
2
1
4 1
15 8
3
5 1
1
15 1
3
1
3
8
2
1
1
4 1
2
1
1
1
3
1
6
1
1
2
1
1 7
1
2
1 3 7
2 3
7 6 8
1 1 1
1
13
1
2
4 4
3
6
1 1
1
13
3
9
B-141 ISBN : 978-979-18342-2-3
No.
Nama Ruas Jalan
Jumlah Titik Lokasi Kerusakan
Jenis Kerusakan Jalan (titik)
RH
RK RS RSP RP RSJ RR RSu RSe A B BP J
Raya 30. Suko & 2 Bohar 31. Taruna 1 2 Total Kerusakan 17 17 27 90 0 (Titik Lokasi) Sumber: Hasil Analisis (2009)
Kr
S
Am
1 3 4
5
1
29 8
J
L
PB PLP P
2
1
1
19
18
17
18
Kg
PBP U
1
2
6
2
1
1
41
22
21
13 4
2
0
Keterangan: RH : Retak Halus Kr : Keriting RKB: Retak Kulit Buaya S : Sungkur RP : Retak Pinggir Am : Amblas RSBP: Retak Sambungan Bahu dan Perkerasan J : Jembul RSJ : Retak Sambungan Jalan L : Lubang RSPJ: Retak Sambungan Pelebaran Jalan PB : Pelepasan Butir RR : Retak Refleksi PLP : Pengelupasan Lapis Permukaan Rsu : Retak Susut P : Pengausan RSe : Retak Selip Kg : Kegemukan A : Alur PBPU: Penurunan pada Bekas Penanaman Utilitas Dari Tabel 3, diperoleh jenis kerusakan jalan yang paling banyak terjadi adalah jenis retak sambungan bahu dengan perkerasan sebanyak 90 titik, jenis lubang sebanyak 41, dan jenis retak susut sebanyak 29 titik. Ruas jalan yang paling banyak mengalami kerusakan pada lapis permukaannya yaitu Jalan Mangkurejo, Jalan Ketajen, dan Jalan KH. Hasyim Ashari. Hanya terdapat 1 dari 32 ruas jalan yang tidak mengalami kerusakan sedikitpun yaitu Jalan Yos Sudarso. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh penyebab kerusakan jalan dalam tabel berikut ini. Tabel 4. Penyebab Kerusakan Jalan Kabupaten di Wilayah Sidoarjo Penyebab Kerusakan Permukaan Jalan Air yang Berasal dari Sifat Proses Lalu Lintas Air Hujan, Kondisi Iklim Material Pemadatan yang Berupa Sistem Tanah Tropis dan Lapisan di No. Nama Ruas Jalan Peningkatan Drainase Perkerasan, Dasar Suhu atau Sistem Atas Tanah Beban atau Jalan tidak yang Panas Pengolahan Dasar yang Repetisi Baik, Tidak pada Siang Bahan yang Kurang Beban Naiknya Air Stabil Hari Tidak Baik Baik Akibat Kapilaritas 1. Abdul Paqih X X X X 2. Antartika X X X X 3. Aryo Bebangah X X X X X X 4. Bluru Kidul X X X X X 5. Brigjend. Katamso X X X X 6. Buncitan X X X X X 7. Gatot Subroto X X X X X X 8. Geluran X X X X X X 9. Industri X X X X X X 10. Jawa X X X X
B-142 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
361
No.
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Lalu Lintas yang Berupa Nama Ruas Jalan Peningkatan Beban atau Repetisi Beban
Jenggolo Kebon Anom Kesatrian Ketajen KH. Hasyim Ashari KH. Mukmin Klopo Sepuluh Kolonel Sugiono Malik Ibrahim Manggis Mangkurejo
Mbah Sholeh Pepetani Peterongan Prasung Rajawali Ratu Ayu Raya Pekarungan Raya Pulungan Raya Suko & 30. Bohar 31. Taruna Sumber: Hasil Analisis (2009)
X X X X
Penyebab Kerusakan Permukaan Jalan Air yang Berasal dari Sifat Air Hujan, Kondisi Iklim Material Sistem Tanah Tropis dan Perkerasan, Drainase Dasar Suhu atau Sistem Jalan tidak yang Panas Pengolahan Baik, Tidak pada Siang Bahan yang Naiknya Air Stabil Hari Tidak Baik Akibat Kapilaritas X X X X X X X X X X X X
X
X
X
X X X
X X X X X X
X X X X X X
X X X X X X X X
X X X X X X X X
X
X
X
X
X X X X X X
X X X X X
X
X
Proses Pemadatan Lapisan di Atas Tanah Dasar yang Kurang Baik X X X X X
X X X X
X
X X
X X X X X X X X X X X X X X X
X
X
Penyebab yang paling dominan dari kerusakan lapis permukaan pada 31 ruas jalan kabupaten di Sidoarjo adalah sifat material konstruksi perkerasan, atau sistem pengolahan bahan yang tidak baik, kondisi tanah dasar yang tidak stabil, proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik. Untuk itu perlu diupayakan hal-hal yang dapat memperbaiki dan meningkatkan kondisi yang telah disebutkan di atas. C. Upaya Penanganan Kerusakan Permukaan Jalan Kabupaten Berikut ini beberapa upaya penanganan pada masing-masing jenis kerusakan pada ruas jalan kabupaten di wilayah Sidoarjo: 1. Kerusakan jenis “Retak Halus” Upaya penanganannya adalah membersihkan daerah yang mengalami kerusakan lalu memberinya bahan penutup retakan berupa Latasir atau Buras dengan ketebalan sekitar 1-2 cm. Namun, diperlukan juga perbaikan sistem drainase agar penanganan yang dilakukan dapat berjalan sesuai rencana dan optimal. 2. Kerusakan jenis “Kulit Buaya” Upaya penanganannya adalah dengan menggunakan lapisan burtu, burda, atau lataston jika celah kurang dari 3 mm. Sebaiknya bagian perkerasan yang telah mengalami retak kulit buaya akibat air yang merembes masuk ke lapis pondasi dan tanah dasar diperbaiki dengan cara dibongkar dan membuang bagian-bagian yang basah, kemudian dilapis kembali dengan bahan yang sesuai. Perbaikan harus disertai dengan memperbaiki sistem
B-143 ISBN : 978-979-18342-2-3
drainase di sekitarnya. Kerusakan yang disebabkan oleh beban lalu lintas harus diperbaiki dengan memberi lapis tambahan. 3. Kerusakan jenis “Retak Pinggir” Upaya penanganannya adalah dengan mengisi celah retakan menggunakan campuran aspal cair dan pasir. Perbaikan sistem drainase harus dilakukan, dan memperlebar serta memadatkan bahu jalan. Jika pinggir perkerasan mengalami penurunan elevasi, dapat diperbaiki dengan menggunakan Hotmix. 4. Kerusakan jenis “ Retak Sambungan Bahu dan Perkerasan” Upaya penanganannya adalah dengan mengisi celah menggunakan campuran aspal cair dan pasir, untuk retak memanjang, melintang, dan diagonal. Untuk retak berbentuk kotak, penanganan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali menggunakan bahan yang sesuai. 5. Kerusakan jenis “Retak Sambungan Jalan” Upaya penanganannya adalah dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke dalam celah-celah retakan yang terjadi. 6. Kerusakan jenis “Retak Sambungan Pelebaran Jalan” Upaya penanganannya adalah dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke dalam celah-celah retakan yang terjadi. 7. Kerusakan jenis “Retak Refleksi” Upaya penanganannya adalah dengan mengisi celah menggunakan campuran aspal cair dan pasir, untuk retak memanjang, melintang, dan diagonal. Sedangkan untuk retak berbentuk kotak penanganan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali menggunakan bahan yang sesuai. 8. Kerusakan jenis “Retak Susut” Upaya penanganannya adalah dengan mengisi celah menggunakan campuran aspal cair dan pasir, kemudian melapisi dengan Burtu. 9. Kerusakan jenis “Retak Selip” Upaya penanganannya adalah dengan membongkar lapisan permukaan yang telah mengalami kerusakan, lalu menggantinya dengan lapisan berbahan sama tapi kualitas lebih baik. 10. Kerusakan jenis “Alur” Upaya penanganannya adalah dengan memberi lapisan tambahan dari lapis permukaan yang sesuai. 11. Kerusakan jenis “Keriting” Upaya penanganannya adalah dengan melakukan 2 cara berikut ini: a. Jika lapis permukaan yang keriting tersebut mempunyai lapis pondasi agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan menggaruk kembali, dicampur dengan lapis pondasi, dipadatkan kembali, dan diberi lapis permukaan baru. b. Jika lapis permukaan bahan pengikat mempunyai ketebalan>5 cm, maka lapis tipis yang mengalami keriting tersebut diangkat dan diberi lapis permukaan yang baru. 12. Kerusakan jenis “Sungkur” Upaya penanganannya adalah cara dibongkar dan membuang bagian-bagian yang basah akibat rembesan/genangan air, lalu dilapis kembali dengan bahan yang sesuai dan berkualitas baik. Kerusakan lapis permukaan jalan jenis “Sungkur” terjadi paling parah di ruas Jalan Ketajen, Kelurahan Wedi, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo. Khusus kerusakan tersebut cara penanganannya adalah bagian yang mengembul keluar diambil (discrap), diisi kembali dengan agregat lapis pondasi atas lalu dipadatkan. Sedangkan bagian yang cekung (amblas) juga diisi dengan lapis pondasi atas lalu dipadatkan sesuai dengan ketinggian lapis pondasi atas awal (posisi normal), kemudian diberi lapis permukaan berbahan aspal dengan tambahan luas tambalan 10% dari luas titik kerusakan. 13. Kerusakan jenis “Amblas” Upaya penanganannya adalah dengan melakukan 2 cara berikut ini: a. Untuk amblas yang kurang dari 5 cm, bagian yang rendah atau mengalami penurunan permukaan diisi dengan bahan yang sesuai seperti Lapen, Lataston, Laston. b. Untuk amblas yang lebih dari 5 cm, bagian yang amblas dibongkar dan dilapis kembali dengan bahan yang sesuai dan lebih baik. 14. Kerusakan jenis “Jembul” Upaya penanganannya adalah dengan membongkar bagian yang mengalami kerusakan kemudian melapisi kembali dengan bahan yang sesuai dan lebih baik. 15. Kerusakan jenis “Lubang” Upaya penanganannya adalah dengan cara membongkar bagian yang terdapat kerusakan lubang, kemudian melapisinya kembali dengan bahan yang lebih baik. Perbaikan yang bersifat permanen atau dengan istilah Deep Patch (tambalan dalam), dilakukan dengan langkah sebagai berikut: a. Membersihkan lubang dari air dan material-material yang lepas.
B-144 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
b.
Membongkar bagian lapis permukaan dan pondasi sedalam-dalamnya sehingga mencapai lapisan yang kokoh (potong dalam bentuk menyerupai persegi panjang). c. Memberi lapis pengikat. d. Mengisi campuran aspal dengan hati-hati sehingga tidak terjadi segregasi. e. Memadatkan lapis campuran dan membentuk permukaan sesuai dengan lingkungan sekitar. 16. Kerusakan jenis “Pelepasan Butir” Upaya penanganannya adalah dengan cara membersihkan dan mengeringkan bagian yang mengalami pelepasan butir, kemudian memberikan lapisan tambahan di atas lapis permukaan yang butir-butirnya perkerasannya lepas atau hilang. 17. Kerusakan jenis “Pengelupasan Lapisan Permukaan” Upaya penanganannya adalah dengan cara digaruk, diratakan, dan dipadatkan, kemudian dilapisi kembali menggunakan Buras. 18. Kerusakan jenis “Pengausan” Upaya penanganannya adalah dengan cara menutup lapisan yang mengalami keausan menggunakan bahan Latasir, Buras, dan Latasbum. 19. Kerusakan jenis “Kegemukan” Upaya penanganannya adalah dengan cara menaburkan agregat panas lalu dipadatkan, atau dengan cara lapis aspal diangkat kemudian diberi lapis penutup. KESIMPULAN Kesimpulan yang dihasilkan dari studi ini adalah: 1. Sebagian besar kondisi lingkungan sekitar ruas-ruas jalan kabupaten di Sidoarjo jarang sekali ditumbuhi pepohonan rindang di sisi jalan, memiliki sistem drainase yang cukup baik, sangat dekat dengan pemukiman penduduk, dan seringkali dilalui kendaraan-kendaraan berat. Dari beberapa kondisi tersebut, secara otomatis mengakibatkan kerusakan lapis permukaan jalan. Hasil studi menunjukkan, ruas jalan yang mengalami kerusakan terjadi pada 31 ruas dari 32 ruas jalan kabupaten 2. Terdapat 18 jenis kerusakan dari total 20 jenis kerusakan lapis permukaan, yang dialami oleh ruas-ruas jalan kabupaten di Sidoarjo, Jawa Timur. Tiga jenis kerusakan yang paling sering muncul adalah jenis retak sambungan bahu dengan perkerasan sebanyak 90 titik, jenis lubang sebanyak 41, dan jenis retak susut sebanyak 29 titik. Ruas jalan yang paling banyak mengalami kerusakan pada lapis permukaannya yaitu Jalan Mangkurejo, Jalan Ketajen, dan Jalan KH. Hasyim Ashari. Hanya terdapat 1 dari 32 ruas jalan yang tidak mengalami kerusakan sedikitpun yaitu Jalan Yos Sudarso. Penyebab yang paling dominan dari kerusakan lapis permukaan pada 31 ruas jalan kabupaten di Sidoarjo adalah sifat material konstruksi perkerasan, atau sistem pengolahan bahan yang tidak baik, kondisi tanah dasar yang tidak stabil, proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik. Untuk itu perlu diupayakan hal-hal yang dapat memperbaiki dan meningkatkan kondisi yang telah disebutkan di atas. 3. Upaya penanganan kerusakan jalan tidak akan terlepas dari: a. kondisi ruas jalan, jenis dan penyebab kerusakan jalan yang terjadi pada masing-masing lokasi, b. pengawasan serta penertiban beban kendaraan pengguna jalan, c. pengawasan pelaksanaan (meliputi pembangunan, peningkatan, dan pemeliharaan jalan) di lapangan, d. optimalisasi sistem drainase di sekitar jalan, e. memberlakukan skala prioritas bagi jalan yang mengalami kerusakan parah, dan f. penggunaan material prasarana jalan yang tepat serta bermutu baik. REFERENSI “Data Kondisi Jalan Kabupaten di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2008”. Sidoarjo: Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Sidoarjo. “Dokumen Pelelangan Umum. Pelaksanaan Pekerjaan Jasa Pemborongan. Bab IV: Spesifikasi Umum”. 2009. Sidoarjo: Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Sidoarjo. “Peta Kabupaten Sidoarjo tahun 2009”. Surabaya: PT. Karya Pembina Swajaya. L. Hendarsin, Shirley. 2008. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya. Bandung: Politeknik Negeri Bandung – Jurusan Teknik Sipil. Sukirman, Silvia. 1995. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung : Nova. Untung Soedarsono, Joko. 1979. Konstruksi Jalan Raya. Jakarta Selatan: Badan Penerbit Pekerjaan Umum. http://64.203.71.11/kompas-cetak/0608/04/jogja/27261.htm.
B-145 ISBN : 978-979-18342-2-3
Halaman ini sengaja dikosongkan
B-146 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
TINJAUAN STABILITAS LAPIS PERKERASAN KAKU RUAS JALAN TOL MOJOKERTO – KERTOSONO Oleh : Chomaedhi Staf Pengajar Teknik Sipil FTSP - ITS (
[email protected])
Abstrak Kerusakan dini sebagai penyebab utama terjadinya kegagalan struktur pada perkerasan kaku (Rigid Pavement) sering dijumpai dimana-mana , padahal penggunaan perkerasan kaku diharapkan dapat meminimalisir kebutuhan biaya perawatan selama UR (Umur Rencana). Apabila benar-benar terjadi kerusakan dini, maka pelaksanaan perbaikan struktur perkerasan kaku tidak segampang melakukan perbaikan jalan pada perkerasan lentur (Flexible Pavement). Perkerasan jalan pada Lajur Utama Ruas Jalan Tol Mojokerto – Kertosono (Selanjutnya Disingkat, Jalan Tol MOKER) digunakan struktur perkerasan kaku, sebagian besar lapisan permukaan tanah aktual yang ada (Existing) adalah berupa tanah lunak (Soft Soils) sampai dengan tanah sangat lunak (Very Soft Soils) . Rancangan awal susunan lapis perkerasan kaku terdiri dari : Slab beton (K-400, tebal 27 cm), Lean Concrete (K-125, tebal 10 cm), Borrow Materials (CBR 8%, tebal min. 60 cm) dan CBR tanah dasar yang ada harus≥ 2,0 % . Umur rencana (UR, 20 tahun), LHR (Lalu-Lintas Harian Rata-Rata, Th. 2009) adalah sekitar 35.000 Kend/Hari. Data Proyek menunjukkan bahwa panjang total Jalan Tol MOKER yang terbangun nanti ± 43 km (Terbagi, 4 Tahap). Saat ini sedang dilaksanakan Pekerjaan Fisik Tahap 1 sepanjang 15 km, di mulai sejak bulan April 2009 berawal dari Sta. 24+900 (Di Arah, Jombang – Mojokerto) sampai dengan Sta. 39+600 (Di Arah, Jombang – Kertosono) dan menurut rencana pekerjaan fisik Tahap 1 ini akan diselesaikan dalam kurun waktu ± 18 bulan. Sebagai Investor adalah PT. MHI (Marga Hanurata Intrinsic), sedangkan kontaktor pelaksana (Main Contractor) dan Konsultan MK (Manajemen Konstruksi) masing-masing adalah PT. HK (Hutama Karya) dan PT. VK (Virama Karya) . Stabilitas perkerasan kaku pada ruas Jalan Tol MOKER ini akan ditinjau terhadap analisa fatik dan erosi atas repitisi beban sumbu kendaraan selama UR, apakah nilai CBR tanah dasar efektif dan ketebalan slab beton yang ada pada rancangan awal di atas sudah cukup memadai ? Metoda perancangan yang digunakan untuk kontrol stabilitas perkerasan kaku tersebut adalah Metoda Bina Marga 2003, mengadopsi perancangan dari NAASRA (National Association of Australia Stade Road Authorities) yang bersumber pada Metoda PCA (Portland Cement Association) Thickness Design USA . Metoda PCA ini banyak dipedomani oleh negara lain diluar USA, karena metoda ini lebih ringkas dan sederhana, antara lain tidak memerlukan pendekatan terhadap iklim seperti kondisi beku dan leleh (Freeze & Thaw) yang tidak ditemui di negara tropis termasuk Indonesia. Kata kunci : Kerusakan dini, Kegagalan struktur, Rigid Pavement, Flexible Pavement, Soft Soils dan Very Soft Soils, Analisa Fatik dan Erosi, CBR efektif .
A.PENDAHULUAN Trase Jalan Tol MOKER ini sebagian besar melalui lahan pertanian berupa daerah persawahan dan lahan tambak serta memotong beberapa saluran sekunder maupun saluran primer. Oleh sebab itu, praktis kondisi tanah permukaan merupakan tanah lunak (Soft Soils) sampai dengan sangat lunak (Very Soft Soils) . Jalur kendaraan bermotor pada ruas Jalan Tol MOKER masing-masing arah terdiri dari 2 Lajur Utama (Lebar, @ 3,60m/lajur) + 1 Lajur untuk Frontage Road (Lebar, @ 3,00m/lajur), dimana jenis perkerasan padaa Lajur Utama digunakan struktur Rigid Pavement, sedangkan pada Frontage Road digunakan struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement). Susunan lapis perkerasan kaku pada lajur utama rancangan awal Jalan Tol MOKER dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini .
B-147 ISBN : 978-979-18342-2-3
Potongan melintang Jalan Tol MOKER dimana bagian bawahnya terdapat fasilitas drainase yaitu berupa Crossing - Box Culvert sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini .
Gambar 2. POTONGAN MELINTANG JALAN TOL MOKER
B.TINJAUAN DASAR TEORI Dasar teori lapis struktur perkerasan kaku (Lihat, Gambar 3) terdiri dari lapis permukaan (Surface Course) berupa plat beton PCC (Portland Cement Concrete) - Slab, lapis pondasi atas (Base Course) dan lapis pondasi bawah (Subbase Course) merupakan lapis pilihan (Optional) tergantung kebutuhan, karena secara teoritis perkerasan kaku dapat terletak di atas permukaan tanah dasar asli (Original Soil) atau Subgrade (Existing Soil) .
Gambar 3. DASAR-DASAR LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN KAKU
B-148 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Lapis pondasi atas (Base Course) secara langsung berada dibawah rigid pavement, umumnya jenis material yang digunakan sebagai berikut : Aggregate base, Stabilisasi aggregate, HMA (Hot Mastic Asphalt) dense – graded, Permeable HMA dan LC (Lean Concrete). Base course ini berfungsi sebagai pendistribusi beban, memberikan kontribusi sebagai lapis drainase, penyokong pemerataan beban pada perkerasan kaku dan memberikan kestabilan peralatan serta ketebalan slab beton pada saat eksekusi cor beton surface course. Lapis pondasi bawah (Subbase Course) terletak diantara rigid pavement dan Subgrade Course, fungsi utamanya adalah pendukung struktur perkerasan dan dapat juga sebagai : Meminimalisir intrusi dari material halus subgrade yang menyusup ke dalam struktur perkerasan, peningkatan sistim drainase dan mendukung stabilitas peralatan konstruksi platform untuk cor beton rigid pavement . Kualitas material subbase course umumnya berada diantara kedua kualitas material base course dan subgrade course, yaitu mempunyai kualitas lebih rendah dari material base course dan lebih baik dari kualitas material subgrade. Di negara tropis seperti di Indonesia hanya mengenal 2 musim yakni musim kemarau dan penghujan, maka penggunaan base course dari material tanah berbutir (Aggregate) pada perkerasan kaku sangat diperlukan keberadaannya, mengingat curah hujan yang ada relatif tinggi. Material tanah berbutir tersebut selain berfungsi dapat meningkatkan CBR efektif, maka base course dari material berbutir dapat berfungsi sebagai drainase untuk pengaliran air yang terjebak di bawah perkerasan kaku agar terhindar dari terjadinya proses pumping. Efek pumping pada perkerasan kaku berpotensi terjadinya kerusakan dini, umumnya berada di sekitar lokasi sambungan antar segmen plat beton di lokasi Transverse maupun Longitudinal Joint . Ilustrasi distribusi tegangan akibat beban roda kendaraan pada perkerasan kaku (Lihat,Gambar 4), terlihat bahwa peningkatan nilai CBR yang berhubungan langsung dengan rigid pavement dapat mereduksi tegangan yang terjadi . Walaupun nilai CBR Subgrade - Original Soils yang ada, secara teoritis memenuhi syarat perhitungan rancangan perkerasan kaku, maka masih ada satu hal penting yang perlu diperhatikan apakah material tanah dasar (Subgrade) tersebut dapat berfungsi sebagai lapis drainase. Oleh sebab itu penambahan lapis base course dari material berbutir mutlak diperlukan yang dapat berfungsi sebagai drainase. Berikutnya, penggunaan lapis beton tipis LC (Lean Concrete) di atas base course diperlukan untuk penentuan nilai CBR Tanah Dasar Efektif yang terjadi (= Nilai CBR Gabungan, LC + CBR Base Course). Selain itu, lapis LC berfungsi sebagai lapis Levelling karena dapat memberi kemudahan pada saat pelaksanaan cor beton perkerasan kaku, ketebalan lapis rigid pavement lebih terjamin. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah pemasangan lembaran plastik di atas LC yang berfungsi sebagai siar / delatasi antara perkerasan kaku dengan lapis LC karena adanya perbedaan mutu beton, sehingga modulus elastisitasnya juga berbeda yang berakibat terjadi pemuaian beton dan kehilangan sekaligus berfungsi sebagai levelling untuk mendapatkan keseragaman ketebalan rigid pavement.
Gambar 4. DISTRIBUSI TEGANGAN PADA PERKERASAN KAKU
Sifat umum perkerasan kaku adalah sebagai berikut : 1. Keandalan (Serviceability) relatif tinggi, mampu memikul beban besar 2. Keawetan (Durability) dapat diandalkan dan lama, bisa mencapai umur 30 – 40 tahun, tahan lapuk, oksidasi dan abrasi serta pemeliharaan ringan
B-149 ISBN : 978-979-18342-2-3
3.
Lapis tunggal (Single Layer), dengan menggunakan LPB (Lapis Pondasi Bawah) tidak terlalu struktural 4. Relatif sangat kaku, karena mempunyai nilai modulus elastisitas (Ec) bisa 25 kali modulus elastisitas lentur, oleh sebab itu distribusi beban ketanah dasar relatif kecil 5. Kompetitif, walaupun membutuhkan biaya awal tinggi akan tetapi mempunyai UR (Umur Rencana) lama dan pemeliharaan ringan 6. Dapat digunakan pada tanah dasar dengan daya dukung rendah. Menurut Road Note 29 bisa dipakai pada tanah dasar dengan CBR = 2,0% - 5,0%, yang penting tanah dasar yang ada bersifat uniform Berikut ini disampaikan prinsip dasar perbedaan distribusi Tegangan – Kekuatan pada perkerasan kaku dan perkerasan lentur (Lihat, Gambar 5a – 5b) .
Gambar 5. PRINSIP DASAR PERBEDAAN DISTRIBUSI TEGANGAN – KEKUATAN PADA PERKERASAN KAKU DAN PERKERASAN LENTUR
C.TINJAUAN STRUKTUR PERKERASAN KAKU RANCANGAN AWAL Apabila ditinjau tipikal lapis perkerasan kaku rancangan awal yang akan digunakan pada Jalan Tol MOKER sebagaimana terlihat pada Gambar 1 di atas, berturut-turut mulai dari lapis permukaan terdiri dari : Rigid Pavement – K400 tebal 27cm (Surface Course), LC – K125 tebal 10cm (Base Course), Borrow Materials CBR 8% tebal min.60cm (Subbase Course) dan Tanah Dasar eksisting CBR ≥ 2,0% (Sub Grade) . Yang menjadi catatan bila dibandingkan dengan tinjauan dasar teori adalah tidak terpenuhinya lapis perkerasan kaku rancangan awal tersebut yang mempunyai kontribusi sebagai lapis drainase, karena kondisi tanah timbunan (Borrow Materials) yang terpakai identik dengan jenis tanah “Lime Stone atau Pedel” . Maka, praktis borrow materials tidak dapat diandalkan mempunyai kontribusi sebagai lapis drainase, karena jenis material tanah ini mempunyai koefisien permeabilitas rendah. Oleh sebab itu, struktur lapis perkerasan kaku pada rancangan awal tersebut diperlukan penambahan lapis agregat, yang terpasang diantara lapis LC dengan borrow materials . Upaya penambahan lapis agregat tersebut diharapkan berperan efektif mengalirkan jebakan air di bawah rigid pavement untuk meminimalisir proses pumping . Gerakan pumping yang berulang-ulang pada rigid pavement inilah yang berpotensi terjadinya kerusakan dini diawali dengan retak-retak rambut pada slab beton dan berakhir pada kegagalan struktur perkerasan kaku . Perpaduan CBR 8 % dari Borrow Materials dengan lapis LC tebal 10 cm diperoleh CBR Tanah Dasar Efektif pada rancangan awal diperoleh angka sebesar 55 % (Lihat Grafik, Gambar 6) berikut ini .
B-150 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Gambar 6. CBR TANAH DASAR EFEKTIF RANCANGAN AWAL (= 55%)
D.KONTROL STABILITAS STRUKTUR PERKERASAN KAKU Bertitik tolak dari uraian sebelumnya pada tinjauan dasar teori dan tinjauan struktur perkerasan kaku rancangan awal pada Jalan Tol MOKER , maka diperlukan adanya penambahan layer agregat Klas B – CBR ≥ 30% tebal 20 cm, terpasang diantara lapis LC dan Borrow Materials sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7 berikut ini .
Gambar 7. TIPIKAL LAPIS PERKERASAN KAKU RANCANGAN BARU Apabila dilakukan penambahan layer dari material berbutir Agregat Klas B – CBR ≥ 30% tebal 20cm, maka diperoleh CBR Tanah Dasar Efektif optimal sebesar 75% sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8 berikut ini .
B-151 ISBN : 978-979-18342-2-3
Gambar 7. CBR TANAH DASAR EFEKTIF RANCANGAN BARU (= 75%) Selanjutnya, disampaikan hasil-hasil kontrol stabilitas perkerasan kaku rancangan baru pada Jalan Tol MOKER sebagai berikut :
B-152 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
B-153 ISBN : 978-979-18342-2-3
(Selanjutnya : “Lihat, Lampiran-1 Tegangan Ekivalen & Faktor Erosi Untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton, Lampiran-2 Nomogram Repetisi Beban Ijin Faktor Fatik Untuk Dengan/Tanpa Bahu Beton, Lampiran-3 Nomogram Repetisi Beban Ijin Faktor Erosi Tanpa Bahu Beton” )
B-154 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
E.KESIMPULAN, REKOMENDASI & SARAN Dari uraian terdahulu dan hasil perhitungan kontrol stabilitas struktur perkerasan kaku Jalan Tol MOKER di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Agar memenuhi syarat kestabilan struktur perkerasan kaku yang digunakan pada Jalan Tol MOKER diperlukan besaran angka CBR Tanah Dasar Efektif sebesar 75% (Lihat, Bukti Perhitungan Tabel 3 Analisa Fatik & Erosi) 2. Besaran angka CBR Tanah Dasar Efektif yang diperoleh dari rancangan awal sebesar 55% (Lihat, Gambar 6) jauh lebih kecil dari kebutuhan aktual CBR Tanah Dasar Efektif (= 75%) . Konsekwensi, apabila tetap menggunakan perkerasan kaku dengan rancangan awal tersebut besar kemungkinan akan terjadi “Kerusakan Dini” yang berujung pada kegagalan struktur perkerasan kaku. Agar memenuhi syarat terhadap tinjauan analisa fatik dan erosi, maka diperlukan tambahan penebalan slab beton lebih besar dari deign yang ada (t > 27 cm). Sedangkan penambahan tebal pada slab beton itu sendiri belum menjamin dapat terbebas dari proses pumping jika masih terdapat jebakan air di bawah lapis rigid pavement .
B-155 ISBN : 978-979-18342-2-3
Rekomendasi : Penggunaan lapis agregat Klas B – CBR ≥ 30% tebal 20cm yang terpasang di bawah lapis LC mutlak diperlukan, karena berfungsi untuk peningkatan nilai CBR Tanah Dasar Efektif agar memenuhi syarat terhadap tinjauan analisa fatik dan erosi yang sekaligus berfungsi sebagai lapis drainase agar tidak terjadi jebakan air di bawah rigid pavement . Saran : Retak-retak rambut masih saja sering terjadi pasca cor beton rigid pavement di lapangan, oleh sebab itu beberapa tip yang perlu diperhatikan untuk meminimalisir terjadinya retak-retak rambut pada beton sebagai berikut : a. Mengingat campuran beton untuk rigid pavement mempunyai slump rendah (Nilai Slump, disarankan sebesar = 4±1 dalam satuan cm) . Delivery campuran beton dari batching plant menuju ke lokasi penuangan agar menggunakan dump truck, hindari penggunaan truck mixer karena campuran beton akan sulit keluar. Campuran beton diturunkan dari bak dump truck dengan menggunakan peralatan backhoe atau peralatan yang sejenis . b. Hindari sedapat mungkin penggunaan campuran bahan additive, sebaiknya digunakan campuran beton norma saja . c. Perhatikan proses curing beton dalam masa perawatan dalam kurun waktu tidak kurang dari 7 hari. d. Hindari pelaksanaan cor beton rigid pavement pada siang hari di saat terik sinar matahari dan sebaiknya dilakukan pengecoran beton pada sore dan malam hari . e. Pelaksanaan proses cutting slab beton untuk siar – delatasi antar segmen plat beton rigid pavement agar berada dalam kurun waktu antara 8 – 12 jam pasca penuangan pertama campuran beton tersebut .
B-156 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
LAMPIRAN – 1
B-157 ISBN : 978-979-18342-2-3
LAMPIRAN – 2
B-158 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
LAMPIRAN – 3
B-159 ISBN : 978-979-18342-2-3
Halaman ini sengaja dikosongkan
B-160 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
PENYEBAB KERUSAKAN DINI PERKERASAN LENTUR DAN BENTUK PENANGANAN PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN WIDANG – GRESIK – SURABAYA Oleh : Chomaedhi Dosen Teknik Sipil FTSP-ITS
[email protected] ABSTRAK
Lokasi Proyek Pembangunan Jalan Widang-Gresik-Surabaya ini berada disepanjang jalan (± 36,809 km), yang dimulai dari Duduk Sampeyan - Gresik sampai dengan Mts Negeri Babat – Lamongan (Km. 33+386 s/d Km. 70+195). Pemilik Proyek adalah Departemen Pekerjaan Umum - Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Pembangunan Jalan dan Jembatan Jawa Timur. Lingkup pekerjaan terdiri dari rekonstruksi daerah CBC (Concrete Base Course), Overlay dan Pekerjaan Beton. Waktu Pelaksanaan 720 hari kalender dengan waktu Masa Pemeliharaan 360 hari kalender. Awal pelaksanaan pekerjaan (P0) terhitung tanggal 15 Mei 2008, penyerahan pertama (P1) direncanakan tanggal 05 Mei 2010 dan penyerahan akhir (P2) dijadwalkan tanggal 30 April 2011. Pekerjaan pokok/utama dari proyek ini adalah pekerjaan aspal. Pelaksana proyek ini sebagai Main Contractor adalah gabungan dari 3 buah perusahaan yaitu PT. ADHI KARYA – SUMBERSARI – STC . JO (Joint Operation) . Nilai kontrak sebesar Rp 141,866,000,000,- (incl. PPN) dari Sumber Dana APBN. Berperan sebagai Konsultan Supervisi dari PT. VIRAMA KARYA (Persero) . Pertanyaan yang paling mendasar muncul, mengapa perkerasan baru pasca digelar dan dipadatkan pada bulan September 2009 sekitar 6 bulan yang lalu sudah terjadi kerusakan dini ? Jawaban yang paling mudah dan sederhana serta terbiasa berkembang di masyarakat umumnya karena 2 aspek saja, yaitu apakah karena perencanaan kurang akurat atau disebabkan oleh pelaksanaan di lapangan yang tidak beres. Penyaji makalah ini sebagai tim independent - ITS merasa terpanggil untuk melakukan kajian, analisa dan evaluasi teknik terhadap permasalahan yang ada berdasarkan fakta yang ada di lapangan serta data penunjang yang valid dan relevan. Dari hasil pengumpulan data primer maupun data sekunder diperoleh nilai CBR sub grade sekitar 2,0 % , data lendutan balik BB (Benkleman Beam), genangan muka air tanah tinggi, rembesan air pada permukaan jalan karena tegangan air pori, terjadi retak halus (Hair Cracks), retak buaya (Alligator Cracks) sampai dengan berlubang (Potholes) pada permukaan jalan serta kategori drainase buruk. Selanjutnya, fihak ITS diharapkan dapat memberikan solusi dan bentuk penanganan yang tepat sasaran, efektif dan efisien serta paling tidak dapat memberi solusi untuk meminimalisir permasalahan yang ada di lapangan . Kata kunci : Kerusakan dini, nilai CBR, lendutan balik BB, tegangan air pori, drainase buruk, bentuk penanganan tepat sasaran.
A. PENDAHULUAN Sebagaimana diketahui bersama, dari sejarahnya sejak puluhan tahun silam perkerasan jalan di lokasi proyek ini dan kawasan disekitarnya selalu dihadapkan pada permasalahan sering terganggunya stabilitas perkerasan jalan ini. Tingkat pelayanan perkerasan jalan eksisting pasca dilakukan pekerjaan peningkatan jalan tidak mencapai batas optimal dari UR (Umur Rencana) . Dugaan penyebab terjadinya kerusakan dini pada perkerasan jalan lentur terutama di lokasi “Overlay” pada Proyek Pembangunan Jalan Widang – Gresik – Surabaya ini perlu disikapi dengan arif dan normatif . Kajian ini dibuat berkaitan dengan surat permohonan dari Penyedia Jasa atau Kontraktor Pelaksana (ADHI – SUMBERSARI – STC, JO.) No. 075/ASS-JO/2010 tertanggal 15 Maret 2010, perihal permohonan bantuan untuk menjadi tim ahli pada Proyek Pembangunan Jalan Widang – Gresik – Surabaya , yang ditujukan kepada Kepala Laboratorium Uji Material Program Diploma Teknik Sipil FTSP – ITS . Fihak ITS selaku Tim Independent diminta untuk memberikan analisa yang se-objektif mungkin, sehubungan dengan penyebab terjadinya kerusakan dini pada perkerasan jalan lentur (Flexible Pavement) pada Proyek Pembangunan Jalan Widang – Gresik – Surabaya tersebut .
B-161 ISBN : 978-979-18342-2-3
B. GAMBARAN UMUM KONDISI PROYEK Dari hasil survey yang dilakukan oleh Tim–ITS dipertengahan bulan Maret 2010, diperoleh gambaran umum kondisi proyek sebagai berikut : 1. 2.
3.
4. 5.
6. 7. 8.
9. 10. 11.
12.
13. 14.
15. 16. 17.
18.
Telah terjadi kerusakan dini pada perkerasan jalan di beberapa lokasi, umumnya terjadi pada daerah overlay . Tanda-tanda akan terjadi kerusakan dini berada pada lajur tengah, terutama pada alur roda kiri kendaraan berat terdapat retak-retak selip (Lihat, Gambar 1) dan bahkan di beberapa terdapat lubang (potholes) . Perkerasan aspal di sisi kiri dan kanan median jalan terdapat retak halus sampai retak kulit buaya dan mengeluarkan air, pada saat itu ketinggian muka air di luar badan jalan berada sekitar 60 cm di bawah permukaan median . Sedangkan ketinggian muka air tanah di median jalan berada sekitar 30 cm dari permukaan median tersebut (Lihat, Gambar 2 ; 3 ; 4) . Kerusakan dini pada umumnya terjadi pada lahan terbuka yang di kanan-kirinya tidak terdapat bangunan perumahan . Lendutan-lendutan kecil pada alur roda kendaraan mulai nampak, walau belum terjadi kerusakan dini pada LP (Lapis Permukaan) perkerasan di lokasi jalan yang di kanan atau kirinya terdapat bangunan perumahan . Terdapat genangan air yang terperangkap di atas bahu jalan (Shoulder) karena tidak terdapat saluran samping (Side-Ditch) antara perumahan dan bahu jalan tersebut (Lihat, Gambar 5) . Terdapat kendaraan berat yang sedang parkir di bahu jalan pada lahan terbuka (Lihat, Gambar 6) . Di beberapa lokasi jalan pada lahan terbuka terlihat adanya penggelembungan talud (Retaining Wall), menandakan adanya pergeseran tanah lateral (Lihat, Gambar 7) . Sedangkan pada plengsengan dari tanah nampak juga terjadi pergeseran ditandai dengan kemiringan pohon di tepi jalan ke arah luar. Kondisi perkerasan aspal di lokasi rekondisi perkerasan jalan umumnya masih terlihat baik . Telah terjadi kerusakan dini pada perkerasan jalan di beberapa lokasi, umumnya terjadi pada daerah overlay . Tanda-tanda akan terjadi kerusakan dini berada pada lajur tengah, terutama pada alur roda kiri kendaraan berat terdapat retak-retak selip (Lihat, Gambar 1) dan bahkan di beberapa terdapat lubang (potholes) . Perkerasan aspal di sisi kiri dan kanan median jalan terdapat retak halus sampai retak kulit buaya dan mengeluarkan air, pada saat itu ketinggian muka air di luar badan jalan berada sekitar 60 cm di bawah permukaan median . Sedangkan ketinggian muka air tanah di median jalan berada sekitar 30 cm dari permukaan median tersebut (Lihat, Gambar 2 ; 3 ; 4) . Kerusakan dini pada umumnya terjadi pada lahan terbuka yang di kanan-kirinya tidak terdapat bangunan perumahan . Lendutan-lendutan kecil pada alur roda kendaraan mulai nampak, walau belum terjadi kerusakan dini pada LP (Lapis Permukaan) perkerasan di lokasi jalan yang di kanan atau kirinya terdapat bangunan perumahan . Terdapat genangan air yang terperangkap di atas bahu jalan (Shoulder) karena tidak terdapat saluran samping (Side-Ditch) antara perumahan dan bahu jalan tersebut (Lihat, Gambar 5) . Terdapat kendaraan berat yang sedang parkir di bahu jalan pada lahan terbuka (Lihat, Gambar 6) . Di beberapa lokasi jalan pada lahan terbuka terlihat adanya penggelembungan talud (Retaining Wall), menandakan adanya pergeseran tanah lateral (Lihat, Gambar 7) . Sedangkan pada plengsengan dari tanah nampak juga terjadi pergeseran ditandai dengan kemiringan pohon di tepi jalan ke arah luar. Kondisi perkerasan aspal di lokasi rekondisi perkerasan jalan umumnya masih terlihat baik .
B-162 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Gambar 1. RETAK SELIP PADA PERKERASAN JALAN OVERLAY
Gambar 2. KERUSAKAN DINI DI SISI KIRI / KANAN MEDIAN JALAN
B-163 ISBN : 978-979-18342-2-3
Gambar 3. BEDA TINGGI MUKA AIR DI LUAR BADAN JALAN DENGAN MUKA AIR TANAH DI BAWAH MEDIAN JALAN
Gambar 4. GENANGAN AIR TANAH DI BAWAH MEDIAN JALAN & PADA LAPIS PONDASI ATAS PERKERASAN JALAN
Gambar 5. JEBAKAN AIR PADA SHOULDERS DAN RETAK TEPI PADA PERKERASAN ASPAL
B-164 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Gambar 6. TRUCK PARKIR DI ATAS SHOULDERS PADA LAHAN TERBUKA
Gambar 7. TERJADI PERGESERAN TALUD KE ARAH LUAR
C. KEGIATAN PENYELIDIKAN LAPANGAN & LABORATORIUM Kegiatan penyelidikan lapangan yang dilakukan oleh Tim-ITS untuk mendapatkan data primer adalah sebagai berikut : Kegiatan Lapangan : 1.
2. 3. 4. 5.
Melakukan tes Pits di 3 lokasi yaitu di lokasi STA. 14+975 , STA. 15+700 dan STA. 43+000 untuk mendapatkan parameter kekuatan dari masing-masing lapis perkerasan dan ketebalannya dari lapis perkerasan jalan eksisting sampai dengan lapis tanah dasar (Sub Grade) . Selanjutnya sample material perkerasan jalan tersebut dibawa ke laboratorium uji material – ITS . Melakukan uji CBR (California Bearing Ratio) - Lapangan pada LPA (Lapis Pondasi Atas) atau PL (Perkerasan Lama) di ke 3 lokasi di masing-masing STA. pada point 1 . Melakukan uji Sondir 3 titik di ketiga lokasi (STA. 15+700; STA. 38+830 & STA. 43+000) untuk memperoleh gambaran kondisi tanah lunak yang ada di bawah badan jalan . Membawa contoh core drill dari lapis overlay (AC-WC & AC-BC) pasca pemadatan di lapangan untuk dilakukan tes ekstraksi, density dan gradasi . Mengambil bongkahan campuran aspal sisa penghamparan AC-BC di STA. 34+000 dibawa ke laboratorium untuk dilakukan tes ekstraksi, gradasi campuran dan uji MARSHALL .
B-165 ISBN : 978-979-18342-2-3
Kegiatan Laboratorium : 1.
2. 3.
Melakukan uji tanah dasar (Sub Grade) untuk mendapatkan parameter tanah : Berat volume tanah, kadar air, sudut geser tanah, kohesi tanah, parameter konsolidasi tanah, angka pori, Plasticity Index (PI), Liquid Limits, Plastic Limits dan parameter lainnya . Melakukan uji CBR-Laboratorium pada kondisi CBR Soaked terhadap sample dari hasil test Pits di lapangan . Melakukan uji campuran aspal (AC-WC & AC-BC) berupa uji : Ekstraksi, gradasi campuran, kepadatan (Density) campuran dan uji MARSHALL .
D. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN 1. Dugaan penyebab terjadinya kerusakan dini pada perkerasan jalan lentur terutama di lokasi “Overlay” pada Proyek Pembangunan Jalan Widang – Gresik – Surabaya ini perlu disikapi dengan arif dan normatif . Pertanyaan yang paling mendasar muncul, mengapa perkerasan baru pasca digelar dan dipadatkan sekitar 6 bulan lalu sudah terjadi kerusakan dini ? Jawaban yang paling mudah dan sederhana serta terbiasa berkembang di masyarakat umumnya karena 2 aspek saja, yaitu apakah karena perencanaan kurang akurat atau karena pelaksanaan di lapangan yang tidak beres atau bisa karena kedua-duanya . Sasaran yang paling mudah yang menyangkut kesalahan pelaksanaan di lapangan terkait dengan penggunaan material yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknik . Padahal aspek lain yang ketiga dan juga menjadi masalah utama dan musuh utama bagi stabilitas perkerasan jalan adalah faktor alam dan kondisi lingkungan yang tidak menunjang . Berikutnya, aspek ke empat adalah keterbatasan dana juga menjadi kendala tersendiri untuk membuat struktur jalan yang kokoh agar terbebas dari faktor alam dan kondisi lingkungan yang buruk . 2. Di lokasi proyek ini tingginya genangan dan muka air tanah pada saat musim hujan berlangsung lama lebih dari 4 hari merendam badan jalan, akan menjadi masalah tersendiri pada penurunan kestabilan perkerasan jalan. Karena uji CBR laboratorium kondisi soaked diperam didalam air selama kurun waktu 4 hari . Pertumbuhan fasilitas drainase di kawasan sekitar proyek jalan ini belum memadai, tidak seiring dengan laju pertumbuhan bangunan di sekitar lokasi proyek . Sehingga genangan air sulit terbuang dan lokasi proyek ini berada di dataran rendah . 3. Dari sejarahnya, badan jalan yang ada pada trase jalan - Proyek Pembangunan Jalan Widang – Gresik – Surabaya ini dibangun di atas tanah lunak. Apakah proses penurunan konsolidasi tanah lunak tersebut sudah selesai atau masih terus berproses ? 4. Informasi lapangan dari sumber yang dapat dipercaya, bahwa “awal terjadinya kerusakan dini” pada perkerasan aspal tersebut terjadi pada saat musim hujan (Desember 2009 – Januari 2010) . 5. Di beberapa tempat terdapat perbedaan tinggi permukaan genangan air banjir sekitar 1,0 – 1,50 m antara sisi selatan jalan (Lebih Tinggi) bila dibandingkan dengan permukaan genangan air di sisi utara jalan ini. Perbedaan tekanan air ini dapat menyebabkan adanya pergerakan aliran air dibawah perkerasan jalan . Pertanyaannya sekarang, apakah benar faktor tingginya genangan, beda tinggi genangan, lama genangan dan ketinggian muka air tanah pada badan jalan serta kondisi tanah lunak sampai dengan sangat lunak merupakan penyebab terjadinya kerusakan dini atau karena adanya faktor penyebab yang lain ? E. ANALISA & PEMBAHASAN 1.
Hasil uji tanah dasar (Sub Grade) di Laboratorium Dari hasil Atterberg’s Limits Test diperoleh parameter tanah LL (Liquid Limits) = 60,12% , PL (Plastic Limits) = 28,55% dan PI (Plasticity Index) = 31,57%, maka tanah ini masuk kedalam klasifikasi tanah CH yaitu tanah lempung inorganik dengan plastisitas tinggi dan tanah lempung dengan viskositas tinggi . Sedangkan dari hasil uji CBR tanah dasar (Sub Grade) pada kondisi “Soaked” diperoleh nilai CBRLaboratorium sebesar 2,11%. Dengan hasil CBR yang rendah tersebut menunjukkan bahwa tanah dasar ini merupakan tanah lempung lunak (Soft Clay) .
B-166 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
2.
Perbedaan level muka air tanah antara di median jalan dan perkerasan jalan. Adanya perbedaan level muka air tanah di bawah median jalan (-30cm dari permukaan median jalan) dengan di bawah perkerasan jalan (-60cm dari permukaan median jalan), jelas menunjukkan adanya tekanan air pori berlebih pada tanah dasar di bawah badan jalan. Tekanan air pori ini disebabkan oleh beban timbunan badan jalan yang diterima oleh tanah dasar yang berupa tanah lempung lunak (Soft Clay) yang jenuh air, sehingga tekanan air pori meningkat dan tidak bisa segera mengalir keluar, melainkan merembes keluar seiring dengan waktu (merembes pelan2 dalam waktu lama). Tekanan air pori ini lebih tinggi di daerah tengah jalan, u1 (median jalan) daripada di daerah tepi jalan u2 (bahu jalan) karena di daerah tepi jalan tekanannya sebagian telah terlepas (mengalir) ke samping daerah badan jalan. Jadi level muka air seperti yang terlihat pada saat survey lapangan sebenarnya bukan muka air hydrostatic seperti biasa, namun tekanan air pori berlebih (excess pore water pressure).
Gambar 8. Tekanan air pori berlebih dibawah badan jalan Tekanan air pori berlebih yang nampak pada saat observasi lapangan sebenarnya hanya sebagian dari tekanan yang sesungguhnya yang lebih tinggi, level muka air yang sesungguhnya bisa lebih tinggi, karena sebagian air pori yang keluar telah merembes kelapisan perkerasan / badan jalan dan mengalir kesamping. Ini terbukti dengan selalu merembesnya air melewati celah2 retakan lapisan permukaan perkerasan jalan (AC). Elevasi muka air tanah di bawah median jalan bahkan akan cenderung naik lebih tinggi pada saat ada beban lalu lintas di lajur tengah, karena kemungkinan besar pemadatan badan jalan di lokasi bawah median jalan tidak sama dengan kepadatan di tempat perkerasan jalan . 3.
Konsekuensi dari tekanan air pori berlebih Adanya tekanan air pori berlebih dapat menimbulkan badan jalan cenderung bergeser ke arah luar, karena tekanan air pori mendorong ke arah luar, terutama pada daerah jalan yang di kiri-kanannya tidak ada bangunan (sawah). Adanya beban dari lalu-lintas berat dapat memicu terjadinya retak pada perkerasan jalan, serta terjadinya ‘pumping’ pada daerah retakan badan jalan.
Gambar 9. Perkiraan displacement akibat tekanan air pori berlebih dan beban lalu-lintas berat 4.
Daya dukung tanah dasar Tinjauan perhitungan daya dukung tanah dasar (Sub Grade) pada saat kondisi badan jalan terendam air menunjukkan hasil kapasitas daya dukung kesetimbangan tanah dasar hampir berimbang dengan tekanan vertikal efektif badan jalan + penyebaran beban roda kendaraan ke permukaan atas tanah dasar. Hasil yang diperoleh sebagai berikut :
B-167 ISBN : 978-979-18342-2-3
5.
Total beban vertikal (Badan Jalan+Beban Roda) , Wp = 3,10 ton/m2 Daya dukung kesetimbangan tanah (SF=3,0), qall = 3,94 ton/m2 (Lihat, Lampiran Kontrol Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar) .
Tinjauan stabilitas badan jalan terhadap pergeseran lateral & sliding Kondisi talud/plengsengan eksisting pada lahan terbuka menunjukkan adanya tanda-tanda pergeseran lateral ke arah luar (Sawah) . Pemasangan U-Gutter+Cerucuk (Lihat, Gambar 10) yang berfungsi sebagai retaining wall, counter weight dan saluran samping diharapkan mampu menahan pergeseran lateral badan jalan (Lihat, Lampiran Kontrol Stabilitas U-Ditch Sebagai Retaining Wall) .
Gambar 10. TIPIKAL U-GUTTER + CERUCUK Berikutnya, tinjauan stabilitas badan jalan terhadap bahaya sliding secara keseluruhan sebelum perkuatan dan sesudah perkuatan dengan U-Ditch+Cerucuk dengan menggunakan program bantu (STABLE-STED) masing-masing 100 trial (Lihat, Gambar 11 & 13) . Safety factor yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 12 & 14 berikut ini .
Gambar 11. Trial Circle (100 Kali) Untuk Kondisi Sebelum Perkuatan dgn U-Ditch + Cerucuk
B-168 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Gambar 12. Stabilitas Sebelum Perkuatan U-Ditch + Cerucuk, SF=1.48
Gambar 13. Trial Circle (100 kali) Untuk Kondisi Setelah Perkuatan dgn U-Ditch + Cerucuk
B-169 ISBN : 978-979-18342-2-3
Gambar 14. Stabilitas Setelah Perkuatan U-Ditch + Cerucuk, SF=1.57 6.
Tinjauan ketebalan lapis Overlay di atas perkerasan lama Mengingat nilai CBR tanah dasar (Sub Grade) aktual pada kondisi soaked hanya sebesar 2,11%, maka diperlukan peninjauan kembali terhadap ketebalan susunan lapis perkerasan jalan eksisting. Dari hasil kontrol tebal lapis perkerasan lentur (Lihat, Lampiran Perhitungan Kontrol Tebal Lapis Perkerasan Lentur) diperlukan ketebalan lapis Overlay 16 cm, sekarang terpasang 12 cm (4 cm-AC/WC dan 8 cmAC/BC).
7.
Tinjauan kebutuhan tebal lapis Overlay berdasarkan data BB (Benkleman Beam) Dari hasil data BB di atas lapis overlay (Perkerasan baru) yang dilakukan sekitar bulan Pebruari 2010 di saat musim penghujan, diperoleh hasil lendutan diluar kewajaran . Diambil contoh hasil BB pada STA. 42+700 s/d STA. 41+500, setelah diolah diperoleh hasil-hasil sebagai berikut : a. Lendutan rata-rata (dr) = 0,98 mm b. Jumlah Sample (n) = 13 titik BB c. Deviasi Standar atau Simpangan Baku (S) = 0,266 d. Lendutan d(renc) atau lendutan d setelah overlay = 0,331 mm e. CESA (Cummulative Equivalent Standard Axle) = 26.000.000 f. Tebal overlay terkoreksi (Ht) yang diperlukan = 24 cm Jadi, di atas overlay yang ada sekarang (Tebal = 12 cm) masih diperlukan lagi tambahan sebesar 24 cm lagi, apabila diinginkan stabilitas perkerasan jalan berdasarkan data BB ini. Tampak aneh hasil tersebut, akan tetapi ini fakta yang terjadi di lapangan. Indikasi badan jalan berada di atas tanah lunak dengan plastisitas tinggi terbukti . Hasil lendutan dengan uji BB ini hampir pasti akan jauh berbeda bila dilakukan dimusim kemarau dan tidak terjadi genangan di kanan – kiri badan jalan . Sekedar catatan, apabila nilai CESA dibagi dengan UR (Umur Rencana) 10 tahun, diperoleh nilai CESA (2.600.000) ratarata pertahun . Sehingga diperoleh lendutan d(renc) setelah overlay sebesar 0,56 mm, setara dengan kebutuhan tebal lapis overlay di atas perkerasan baru sebesar 16 cm . Anggaplah data BB yang di atas itu dilakukan pada perkerasan lama di saat musim penghujan juga. Padahal overlay yang terpasang sekarang setebal 12 cm < 16 cm, maka cukup wajar bila terjadi kerusakan dini pada perkerasan baru (Lihat, Lampiran Kontrol Tebal Lapis Permukaan/Overlay). Dari hasil perhitungan di atas sudah bisa terprediksi, apabila dilakukan overlay tambahan lagi setebal 4 cm akan bertahan sampai dengan tahun ke 2, begitulah seterusnya kalau ingin mempertahankan UR 10 tahun ke depan. Besarnya lendutan dari hasil uji BB tersebut karena sumbangsih dari fleksibilitas daya dukung tanah dibawah perkerasan jalan. Semakin jelas, penyebab kerusakan dini yang terjadi bersifat kondisional karena faktor alam dan faktor lingkungan yang tidak menunjang. Ini merupakan tantangan bagi kita, untuk mencari solusi yang terbaik dengan dana atau anggaran yang terbatas .
B-170 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
8.
Tinjauan penurunan konsolidasi primer Dari contoh perhitungan penurunan konsolidasi (Lihat, Lampiran Tinjauan Penurunan Konsolidasi Primer) diperoleh hasil besarnya penurunan konsolidasi primer (S) = 7,92 cm, lamanya waktu penurunan konsolidasi primer t(90) = 326939759 detik = 90816,60 Jam = 3784,03 Hari = 10,37 Tahun . Secara sederhana apabila diambil penurunan konsolidasi rata-rata pertahun = 0,80 ≈ 1,0 cm/tahun . Artinya, proses penurunan konsolidasi primer masih terus berlangsung sampai dengan sekitar 10 tahun ke depan . Sebagai gambaran adanya tanah lempung lunak dan sangat sampai kedalaman tertentu dapat dilihat pada grafik sondir berikut ini (Lihat, Gambar 15 ; 16 & 17) .
Gambar 15. Gambaran Ketebalan Lapisan Tanah Berpotensi Terjadi Penurunan Konsolidasi Primer (STA. 15+700)
Gambar 16. Gambaran Ketebalan Lapisan Tanah Berpotensi Terjadi Penurunan Konsolidasi Primer (STA. 38+830)
B-171 ISBN : 978-979-18342-2-3
Gambar 17. Gambaran Ketebalan Lapisan Tanah Berpotensi Terjadi Penurunan Konsolidasi Primer (STA. 43+000)
9.
Tinjauan deformasi elastis Tinjauan penurunan segera/sesaat badan jalan perlu ditinjau, untuk memberikan gambaran adanya deformasi elastis (ρi) yang selalu berulang setiap ada beban berjalan (Beban Lalu-Lintas) di atas perkerasan jalan. Dari contoh perhitungan penurunan sesaat deformasi elastis diperoleh nilai, (ρi) = 1,02 cm ≈ 10,2 mm (Lihat, Lampiran Deformasi Elastis) . Kejadian tersebut bisa diamati pada alur roda kendaraan timbul gerakan naik turun pada permukaan perkerasan lentur dan dirasakan adanya getaran pada saat kita berdiri ditepi jalan sampai dengan radius tertentu .
10. Kualitas Campuran Aspal (AC-WC & AC-BC) Perkerasan Baru (Overlay) Kontrol kesesuaian campuran aspal terpasang dengan JMF (Job Mix Formula) atau dengan Spesifikasi Teknik, ditinjau terhadap pengujian ke 3 macam sample yang diperoleh Tim-ITS . Sample pertama dari hasil tes Pits, sample kedua dari hasil core-drill pasca penggelaran dan pemadatan sebelum menerima beban lalu-lintas, sedangkan sample yang ketiga berupa bongkahan campuran aspal sisa penggelaran AC-BC pada STA. 34+000. Uji ekstraksi untuk memperoleh prosentase kandungan aspal, density dan gradasi campuran dilakukan terhadap ke 3 macam sample, sedangkan khusus untuk uji MARSHALL hanya dilakukan pada macam sample yang ke 3 . Dari hasil uji diperoleh angka-angka dengan tingkat kesesuaian yang memadai dengan campuran aspal pada JMF . Ada sedikit perbedaan hanya pada hasil analisa ayakan lolos saringan no. 200, itupun tidak signifikan perbedaannya dan wajar itu terjadi karena material yang halus (Filler) bisa saja larut bercampur dengan aspalnya. Demikian juga prosentase kandungan kadar aspal didalam campuran hampir menyamai JMF yang ada. Sedangkan untuk density campuran aspal semuanya masuk dan tidak ada keraguan sama sekali. Berikutnya, catatan mengenai hasil uji MARSHALL sebagaimana terlihat pada hasil uji berikut ini (Lihat, Daftar 1) .
B-172 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
Daftar 1. HASIL UJI MARSHALL & SAMPLE URAI (AC-BC, STA. 34+000)
Sebagai catatan pada Daftar 1 di atas yang perlu mendapatkan perhatian ke depan nanti agar diperoleh campuran aspal yang baik . Campuran aspal dikatakan baik apabila memenuhi ke 4 unsur berikut ini : Stabilitas tinggi, Durabilitas tinggi, Fleksibilitas tinggi dan Tahan terhadap Skid Resistance (Kekesatan terhadap slip) . Prosentase kadar aspal dari hasil sample urai diperoleh 5,32% (Persyaratan Teknik, Kadar Aspal AC-BC 5,20%), jadi kadar aspal yang terjadi lebih besar sedikit. Hal tersebut dapat dikatakan cukup wajar, karena kemungkinan besar ada sebagian dari filler terlarut didalamnya. Nilai dari Stabilitas MARSHALL 1279 kg > 900 kg - naik cukup signifikan, berarti mempunyai stabilitas tinggi . Hasil yang perlu dicermati adalah nilai dari MARSHALL Quotient berada di atas persyaratan minimum, sedangkan kelelehan plastis berada dibawah nilai minimum, rongga udara dan rongga didalam agregat berada di atas syarat minimum. Rongga terisi aspal hampur mendekati syarat minimum . Nampaknya gradasi campuran memerlukan penyesuaian, agar gap antara agregat kasar dengan agregat halus tidak terlalu senjang. Hasil JMF kedepan nanti diharapkan selain stabilitasnya tinggi, juga mempunyai durabilitas tinggi dan fleksibilitasnya juga tinggi. Agregat yang kasar permukaan akan menambah ketahanan terhadap Skid Resistance . Pada gambar berikut (Lihat, Gambar 18 & 19) contoh hasil core drill perkerasan aspal baru dan kerusakan dini pada perkerasan aspal tersebut hasil test pits serta gambar sampel dan uji MARSHALL di laboratorium.
Gambar 18. Contoh core drill perkerasan aspal dan sample hasil test pits
B-173 ISBN : 978-979-18342-2-3
Gambar 19. Pelaksanaan Uji Marshall
F. USULAN PENANGANAN (PERBAIKAN) , REKOMENDASI & SARAN Bentuk penanganan kerusakan dini pada perkerasan baru minimal dibagi menjadi 3 macam jenis kerusakan yaitu rusak ringan , rusak sedang dan rusak berat . Kategori kerusakan & bentuk penanganan : 1). Rusak ringan, tanda-tandanya pada permukaan perkerasan baru sebagai berikut : a. Terdapat retak-retak halus (Hair Cracks) b. Terdapat lendutan kecil, alur roda kendaraan mulai nampak (Ruts) c. Terdapat retak slip (Slippage Crack) ringan setempat-setempat Bentuk Penanganan : Overlay tebal 4 cm (AC-WC), gunakanlah perekat tack coat (Jenis MC, Medium Curing atau SC, Slow Curing). 2). Rusak sedang, tanda-tandanya pada permukaan perkerasan baru sebagai berikut : a. Lapis AC-WC retak buaya (Alligator Cracks) hingga terkelupas b. Cacat permukaan, terdapat lubang (Potholes) relatif banyak , pelepasan butir (Raveling) cenderung meluas . b. Lapis AC-BC masih dalam kondisi stabil Bentuk Penanganan : Kupas lapis overlay (AC-WC, 4 cm) eksisting yang rusak diganti dengan lapis overlay baru tebal 4 cm (AC-WC). Selanjutnya di overlay lagi tebal 4 cm (AC-WC), sehingga tebal keseluruhan menjadi 16 cm (AC-BC, 8cm+AC-WC, 8cm). Gunakanlah perekat tack coat (Jenis MC, Medium Curing atau SC, Slow Curing).
B-174 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
3). Rusak berat, tanda-tandanya pada permukaan perkerasan baru sebagai berikut : a. Cacat permukaan hingga lapis AC-BC, terdapat lubang (Potholes) banyak sekali dan cenderung meluas . b. LPA terganggu stabilitasnya dan cenderung basah atau berair .
Bentuk Penanganan : Ada 2 opsi penanganan yang ditawarkan sebagai berikut : i.
ii.
Opsi pertama, kupas total lapis overlay (AC-WC, 4 cm+AC-BC, 8cm) eksisting yang rusak. Pasang geogrid terlebih dahulu di atas LPA untuk menahan tekanan air pori sebelum melaksanakan overlay yang baru (AC-BC, 8cm+AC-WC, 8cm). Gunakanlah perekat tack coat (Jenis MC, Medium Curing atau SC, Slow Curing). Opsi kedua, bongkar total perkerasan baru termasuk perkerasan lama (LPA, 20 cm). LPA lama tersebut diganti dengan CTB atau CTRB dengan ketebalan yang sama (20 cm), dilanjutkan dengan overlay baru (AC-BC, 8cm+AC-WC, 8cm). Gunakanlah perekat tack coat (Jenis MC, Medium Curing atau SC, Slow Curing).
Kesimpulan : Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor dominan penyebab kerusakan dini pada Proyek Pembangunan Jalan Widang – Gresik – Surabaya ini disebabkan karena faktor alam dan faktor lingkungan . Rekomendasi : Setiap ada kegiatan penanganan atau perbaikan kerusakan dini perkerasan jalan lentur pada Proyek Pembangunan Jalan Widang – Gresik – Surabaya ini agar diikuti dengan pembenahan drainase. Pemasangan drainase pada bagian tengah jalan (daerah median jalan) perlu direalisasikan, sehingga tegangan air pori bisa terlepas dengan bebas . Pada Gambar 20 berikut ini salah opsi yang diusulkan untuk pemasangan drainase dengan cara memberi lubang pada kanstin/kerb setiap jarak - interval 4,0 m berselang-seling , terpasang di kiri dan kanan median jalan .
Gambar 20. Usulan Pemasangan Drainase pada kanstin/kerb median jalan Saran : 1.
Walaupun dari tinjauan stabilitas kelongsoran (Sliding) secara keseluruhan badan jalan (Tanpa UGutter+Cerucuk) di kawasan/lahan terbuka dengan menggunakan program bantu Stable+STAD, diperoleh nilai angka keamanan SF = 1,48 (mendekati angka 1,50). Memang akan lebih sempurna stabilitasnya terhadap bahaya sliding, apabila dilakukan pemasangan U-Gutter+Cerucuk diperoleh
B-175 ISBN : 978-979-18342-2-3
2.
3.
4.
nilai SF = 1,57 > 1,50 (Stabil) . Akan tetapi dari hasil tinjauan stabilitas geser talud/lereng pada saat kendaraan berat sedang menepi dan parkir di bahu jalan, maka stabilitasnya akan terganggu (Labil) . Oleh sebab itu, pembenahan drainase ke depan diharapkan juga termasuk pemasangan U-Ditch ini . Pasca penanganan / perbaikan perkerasan jalan yang telah mengalami kerusakan dini tersebut agar ditindak lanjuti dengan Uji BB, sehingga Fihak Proyek mempunyai dokumen data kinerja pada perkerasan baru tersebut . Di lokasi Proyek Pembangunan Jalan Widang – Gresik – Surabaya ini agar dilakukan pemantauan elevasi permukaan jalan secara priodik / berkala untuk mengetahui besarnya penurunan konsolidasi pada titik-titik tertentu. Oleh sebab itu diperlukan pemasangan titik BM (Bench Mark) yang cukup aman terhadap perubahan penurunan (Misalnya terpasang di atas Jembatan) . Pada tempat-tempat tertentu dimana terdapat perbedaan tinggi genangan air antara sisi kiri dan sisi kanan jalan diperlukan pemasangan gorong-gorong (Box Culvert) untuk menghindari terjadinya genangan air dibawah perkerasan jalan.
LAMPIRAN - LAMPIRAN : I. II. III. IV. V. VI.
CONTOH : KONTROL DAYA DUKUNG TANAH DASAR (SUB GRADE) CONTOH : KONTROL PERHITUNGAN STABILITAS U-DITCH SEBAGAI RETAINING WALL CONTOH : KONTROL PERHITUNGAN SUSUNAN LAPIS PERKERASAN JALAN CONTOH : KONTROL PERHITUNGAN LAPIS OVERLAY BERDASARKAN DATA BB. CONTOH : PERHITUNGAN DEFORMASI ELASTIS (SESAAT) TINJAUAN PENURUNAN KONSOLIDASI PRIMER
I.
KONTROL DAYA DUKUNG TANAH DASAR (SUB GRADE)
B-176 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
II.
CONTOH : KONTROL PERHITUNGAN STABILITAS U-DITCH SEBAGAI RETAINING WALL
B-177 ISBN : 978-979-18342-2-3
B-178 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
B-179 ISBN : 978-979-18342-2-3
III.
CONTOH : KONTROL PERHITUNGAN SUSUNAN LAPIS PERKERASAN JALAN
B-180 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
B-181 ISBN : 978-979-18342-2-3
B-182 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
B-183 ISBN : 978-979-18342-2-3
B-184 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
IV.
CONTOH : KONTROL PERHITUNGAN LAPIS OVERLAY BERDASARKAN DATA BB.
B-185 ISBN : 978-979-18342-2-3
B-186 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
V.
CONTOH : PERHITUNGAN DEFORMASI ELASTIS (SESAAT)
B-187 ISBN : 978-979-18342-2-3
B-188 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
B-189 ISBN : 978-979-18342-2-3
VI.
TINJAUAN PENURUNAN KONSOLIDASI PRIMER
B-190 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2010
B-191 ISBN : 978-979-18342-2-3