KAJIAN MUSIM KAWIN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) PADA LEMBAGA KONSERVASI DI INDONESIA
ANDI EKA PUTRA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK ANDI EKA PUTRA. Kajian Musim Kawin Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) pada Lembaga Konservasi di Indonesia. Dibimbing oleh LIGAYA ITA TUMBELAKA. Harimau Sumatera merupakan satu-satunya subspesies dari Panthera tigris yang masih ada di Indonesia. Harimau Sumatera diklasifikasikan oleh CITES ke dalam Appendix I critically endangered oleh IUCN. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pola reproduksi khususnya musim kawin harimau Sumatera yang berada di habitat ex-situ atau lembaga konservasi di Indonesia. Data didapatkan melalui penelusuran daya reproduksi harimau Sumatera berdasarkan studbook harimau Sumatera regional dan internasional tahun 2004-2010. Data dianalisis secara deskriptif untuk status reproduksi meliputi jumlah anak per kelahiran, musim kawin dan masa produktif. Bulan perkawinan dapat ditentukan berdasarkan bulan terjadinya kelahiran. Penghitungan bulan perkawinan didapatkan dengan cara mengurangi tanggal kelahiran anak dengan rataan lama kebuntingan harimau yang berkisar antara 95 sampai 110 hari atau lebih kurang tiga bulan. Hasil penelusuran dari studbook didapatkan bahwa perkawinan harimau Sumatera merata setiap bulan dalam satu tahun sehingga pada harimau Sumatera yang hidup di lembaga konservasi di Indonesia tidak mempunyai musim kawin. Kata kunci: Harimau sumatera, studbook, musim kawin
ABSTRACT ANDI EKA PUTRA. Study of Sumatran Tiger (Panthera tigris sumatrae) Breeding Season in Conservation Institution in Indonesia. Under the advisory of LIGAYA ITA TUMBELAKA. The aim of the study is to find out the reproduction pattern especially breeding season of sumateran tiger in ex-situ habitat or conservation institution (zoo and safari park) in Indonesia. The reproductive data were obtained from sumateran tiger regional and international studbook 2004-2010. The time of breeding were decided from the time of birth subtracted by the number of average pregnancy duration that range from 95 to 110 days or three months. The result of this study showed that sumateran tiger breed throughout the year; therefore, the sumatran tiger in conservation institution in Indonesia are non-seasonal breederr. Keywords: sumatran tiger, studbook, breeding season.
KAJIAN MUSIM KAWIN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) PADA LEMBAGA KONSERVASI DI INDONESIA
ANDI EKA PUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kajian Musim Kawin Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) pada Lembaga Konservasi di Indonesia adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Andi Eka Putra NIM B04070078
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
Judul Skripsi Nama NIM
: Kajian Musim Kawin Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) pada Lembaga Konservasi di Indonesia : Andi Eka Putra : B04070078
Disetujui :
Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc Pembimbing
Diketahui,
Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan, skripsi dengan judul Kajian Musim Kawin Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) pada Lembaga Konservasi di Indonesia dapat diselesaikan. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat memberikan informasi berharga mengenai musim kawin harimau Sumatera serta usaha-usaha
yang
dapat
dilakukan
untuk
meningkatkan
kemampuan
reproduksinya. Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis tidak lepas dari bantuan seluruh pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada 1
Allah SWT.
2
Ibunda Armilis Tin, ayahanda Margusnil Tangiran, kakanda Mera Oktaviyanti dan Meri Oktaviyanti serta adinda Riska Amelia atas doa, kasih sayang dan dukungan yang telah diberikan sampai saat ini.
3
Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc selaku pembimbing dalam kajian ini.
4
Drh. Abdul Zahid Ilyas, MSi selaku pembimbing akademik.
5
Sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungan (Dian, Sandra, Arni, Dara, Nisa, Inez, Niken, Yayan).
6
Rekan-rekan Gianuzzi 44 dan Himpunan Minat Profesi Satwa Liar atas pengalaman dan pelajaran yang diberikan hingga saat ini.
7
Seluruh pihak yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi (Febby, Wulan, Ati, Caca, Madu, Adek, Rendy). Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi civitas akademika maupun seluruh pembaca lainnya.
Bogor, Agustus 2011
Andi Eka Putra NIM B04070078
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batusangkar, Sumatera Barat pada tanggal 22 Februari 1989 dari ayah Margusnil Tangiran dan ibunda Armilis Tin. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan mulai dari SDN 19 Padang Magek Selatan pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Rambatan dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan pada SMAN 3 Batusangkar dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada jurusan Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada berbagai kepanitiaan dan organisasi di dalam kampus. Organisasi dalam kampus yang diikuti oleh penulis yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa kabinet Sinergis sebagai staf divisi PSDM (2008-2009) Himpunan Minat Profesi Satwa Liar sebagai kadiv Internal (20092010), Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (imakahi) sebagai anggota divisi Kajian Strategi (2009-2010), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang FKH IPB dan Ikatan Mahasiswa Serambi Mekah-Pagaruyung. Selama masa perkuliahan penulis pernah memperoleh penghargaan sebagai Runner up Duta Lingkungan Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada tahun 2010. Penulis juga pernah menjadi panitia South East Asia Veterinary School Association (SEAVSA).
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .................................................................................................
Halaman i
DAFTAR TABEL .........................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
iv
PENDAHULUAN ......................................................................................... Latar Belakang ..................................................................................... Tujuan Kajian ......................................................................................
1 1 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... Taksonomi ............................................................................................ Morfologi .............................................................................................. Ekologi.................................................................................................. Tingkah Laku Sosial dan Aktifitas Harian ........................................... Reproduksi ............................................................................................ Musim Kawin ....................................................................................... Studbook ............................................................................................... Ancaman dan Konservasi .....................................................................
3 3 3 5 6 7 8 9 9
BAHAN DAN METODE ............................................................................. Hewan yang Diteliti ............................................................................. Metodologi ........................................................................................... Analisis Data ........................................................................................ Jadwal Pelaksanaan Penelitian ............................................................
12 12 12 12 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... Pengelolaan Penangkaran .................................................................... Status Reproduksi ................................................................................. Musim Kawin .......................................................................................
13 13 16 19
SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
25
LAMPIRAN ..................................................................................................
29
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3
Penyebaran harimau Sumatera di beberapa penangkaran ................ Jumlah anak per pasangan harimau Sumatera di penangkaran ......... Data kelahiran harimau Sumatera di penagkaran .............................
15 18 21
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2
Harimau Sumatera ............................................................................... Perkiraan perkawinan harimau Sumatera di penangkaran ex-situ ...............
5 21
3
Jumlah anak yang dilahirkan tiap bulan di penangkaran ex-situ ......
22
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2
Data harimau Sumatera di lembaga konservasi di Indonesia ........... Data perkawinan harimau Sumatera ..................................................
29 33
1
PENDAHULUAN
Latar belakang Harimau Sumatera merupakan hewan karnivora asli Indonesia yang memiliki habitat di pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan satu dari sembilan subspesies Panthera tigris (Linnaeus 1758) yang ada di dunia. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae, Pocock 1929) merupakan subspesies yang ditemukan di pulau Sumatera yang keberadaannya saat ini diperkirakan tinggal 400-500 ekor di habitatnya. Harimau Sumatera hidup di daerah dataran rendah dan hutan pegunungan (Krech et al 2004). Selain itu, harimau Sumatera juga ditemukan di daerah rerumputan alang-alang tinggi dan juga rawa-rawa air tawar. Harimau Sumatera mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih kecil daripada jenis harimau lainnya. Harimau Sumatera diklasifikasikan oleh Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) ke dalam Appendix I, yakni termasuk spesies yang terancam kepunahan dan atau mungkin terpengaruh oleh perdagangan sedangkan berdasarkan kriteria International Union for Conservation of Nature (IUCN) adalah critically endangered, yakni terancam punah. Harimau Sumatera semakin berkurang populasinya di alam liar karena perburuan liar dan juga karena tindakan manusia yang menganggap harimau Sumatera sebagai hama yang menghabisi ternak mereka. Baru-baru ini, satu harimau Sumatera ditangkap warga dengan menggunakan perangkap berupa kandang dari kayu di hutan Pandawa Lima, Desa Tarok, Nagari Kepala Hilalang, Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat, karena dianggap telah memangsa ternak warga (Marboen 2011). Akibat berkurangnya habitat harimau Sumatera, hewan ini menjadi semakin sering berkonflik dengan manusia. Selama ini tuduhan yang sering terlontar oleh media massa yaitu harimau Sumatera yang memangsa ternak bahkan memangsa penduduk (Kathy 1992). Beberapa upaya telah dilakukan untuk mempertahankan populasi harimau agar tidak mengalami kepunahan. Usaha ini antara lain dengan menyelaraskan program konservasi in-situ (di habitatnya) dan ex-situ (di luar habitatnya). Contoh dari habitat in-situ yaitu berupa cagar alam dan suaka marga satwa. Sedangkan
2
contoh habitat ex-situ yaitu lembaga konservasi seperti kebun binatang dan pusat penyelamatan satwa. Penangkaran merupakan salah satu bentuk dari upaya pelestarian ex-situ dengan kegiatan pengembangbiakan jenis satwaliar dan tumbuhan alam, yang bertujuan untuk memperbanyak populasi dengan mempertahankan kemurnian jenisnya, sehingga kelestarian dan keberadaannya di alam dapat dipertahankan (Thohari 1986). Indonesia yang merupakan negara tropis sebagai habitat harimau Sumatera mempunyai curah hujan yang tinggi dan sinar matahari dengan rasio terang dan gelap 12:12 jam. Kondisi ini berbeda dengan daerah subtropis sebagai habitat harimau Siberia yang hanya disinari matahari pada bulan-bulan tertentu. Perbedaan paparan sinar matahari menyebabkan terjadinya perbedaan musim. Mamalia biasanya memiliki musim kawin atau waktu tertentu untuk bereproduksi. Musim kawin dapat dipengaruhi oleh lingkungan, makanan, curah hujan dan suhu (Bronson 1998). Musim kawin dapat berpengaruh terhadap fekunditas dan litter size pada seekor hewan. Fekunditas adalah kemungkinan kelahiran hidup dalam satu siklus, sedangkan litter size adalah jumlah anakan yang lahir dalam sekali kelahiran. Melihat pentingnya mengetahui musim kawin terutama bagi penangkaran, maka dilakukan kajian untuk mengetahui musim kawin harimau Sumatera yang ada di Lembaga Konservasi Indonesia.
Tujuan kajian Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pola reproduksi khususnya musim kawin Harimau sumatera yang berada di habitat ex-situ atau lembaga konservasi di Indonesia.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Harimau Sumatera yang ditemukan di pulau Sumatera biasa juga disebut dengan harimau loreng. Hal ini dikarenakan warna kuning-oranye dengan garis hitam vertikal pada tubuhnya.
Taksonomi Klasifikasi harimau Sumatera menurut Pocock 1929 : Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Carnivora
Famili
: Felidae
Genus
: Panthera
Spesies
: Panthera tigris
Subspesies
: sumatrae
Diketahui ada sembilan subspesies Panthera tigris yaitu Panthera tigris tigris (harimau Bengala), Panthera tigris corbetti (harimau Indocina), Phantera tigris altaica (harimau Siberia), Panthera tigris amoyensis (harimau Cina utara), Panthera tigris virgata (harimau Caspian), Panthera tigris jacksoni (harimau Malaya), dan tiga subspesies yang terdapat di Indonesia yaitu Panthera tigris sumatrae (harimau Sumatera), Panthera tigris sondaica (harimau Jawa), dan Panthera tigris balica (harimau Bali). Disayangkan tiga dari sembilan subspesies ini dinyatakan telah punah yaitu Panthera tigris virgata (awal tahun 1970), Panthera tigris sondaica (pertengahan tahun 1970) dan Panthera tigris balica (sekitar tahun 1940) (IUCN 2011).
Morfologi Harimau adalah spesies terbesar dari 36 spesies kucing, dan harimau Sumatera mempunyai ukuran tubuh terkecil dari keseluruhan subspesies harimau di dunia. Panjang harimau Sumatera rata-rata 2,4 meter untuk jantan dan 2,2 meter untuk betina. Tinggi diukur dari kaki ke tengkuk rata-rata adalah 75 cm, ada juga
4
yang mencapai antara 80-95 cm. Rata-rata berat badan untuk harimau Sumatera jantan adalah 120 kg dan untuk betina 90 kg (Honolulu Zoo 2011). Hewan ini mempunyai bulu sepanjang 8-11 mm, surai pada harimau Sumatera jantan berukuran 11-13 cm. Harimau Sumatera memiliki bulu di dagu, pipi, dan belakang kepala lebih pendek. Dagu, bagian tenggorokan, dan bagian bawah tubuh keputih-putihan. Warna bulunya lebih gelap dari jenis harimau lainnya dan bervariasi dari warna kuning-kemerahan sampai oranye gelap dengan belang berwarna hitam. Belang harimau Sumatera lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Belang harimau berfungsi sebagai kamuflase di antara alang-alang dan rumput. Pada bagian pipi terdapat pili yang panjang yang berguna sebagai sensor ketika bergerak di semak belukar. Rambut-rambut panjang di bagian pipi dapat melindungi mereka dari cabang pohon dan ranting. Bulunya berubah menjadi hijau gelap ketika melahirkan (Tilson 1994). Bagian tubuh ventral dan paha bagian dalam hampir berwarna putih dan berwarna kuning terang. Kaki belakang harimau Sumatera lebih panjang dibandingkan dengan kaki depan sehingga memudahkan dalam mengatur keseimbangan, memanjat, melompat dan menerkam mangsa. Panjang ekor harimau Sumatera sekitar 65-95 cm. Ekor tersebut berguna sebagai alat keseimbangan ketika berlari dengan kecepatan tinggi dan berbelok cepat serta digunakan untuk berkomunikasi dengan harimau lainnya (Sinaga 2004). Alat indera harimau seperti penglihatan dan pendengaran sangat bagus. Indera penciumannya juga berkembang dengan baik. Mata digunakan saat malam hari ketika berjalan di hutan. Ukuran tubuhnya yang kecil memudahkan mereka menjelajahi rimba. Mereka menggunakan jari kaki untuk berjalan. Harimau Sumatera dapat berlari dengan kecepatan 35 mil per jam. Seperti kebanyakan bangsa kucing, harimau Sumatera memiliki cakar yang tajam dimana cakar tersebut digunakan untuk mencengkeram mangsa. Selain itu cakaran juga digunakan untuk menandai daerah kekuasaan dengan membuat cakaran di pohon atau tanah. Kegiatan ini juga berfungsi untuk mengasah kuku dan otot di sekitar kuku. Cakar atau kuku harimau dapat ditarik kembali agar tetap tajam. Terdapat selaput di sela-sela jari berupa anyaman yang kuat dan lebar yang menjadikan
5
mereka sebagai hewan yang memiliki kemampuan berenang cepat dan bagus. Harimau Sumatera dapat berenang dan menyeberangi sungai sejauh 5 mil.
Gambar 1 Harimau sumatera (WWF 2011)
Ekologi Habitat harimau Sumatera di pulau Sumatera dan tersebar di semua provinsi mulai dari Aceh sampai Lampung. Habitatnya meliputi hutan dataran rendah hingga hutan pegunungan. Harimau Sumatera, seperti jenis-jenis harimau lainnya merupakan jenis satwa yang mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya. Kondisi mutlak yang mempengaruhi pemilihan habitat seekor harimau adalah adanya kualitas yang baik untuk vegetasi cover sebagai tempat beristirahat dan berteduh agar terlindung dari panas serta sebagai tempat untuk membesarkan anak. Selain itu harus terdapat sumber air karena satwa ini sangat tergantung pada air untuk minum, mandi, dan berenang serta tersedianya mangsa dalam jumlah yang cukup. Tipe lokasi yang biasanya menjadi habitat pilihan harimau Sumatera bervariasi, dengan ketinggian antara 0-3000 meter dari permukaan laut seperti hutan hujan tropis, hutan primer dan sekunder pada dataran rendah sampai dataran tinggi pegunungan, hutan savana, hutan terbuka, pantai berlumpur, mangrove,
6
pantai berawa payau, pantai air tawar, padang rumput, daerah datar sepanjang aliran sungai, khususnya pada sungai yang mengalir melalui tanah yang ditutupi oleh hutan hujan tropis, areal hutan gambut dan juga sering terlihat di daerah perkebunan dan tanah pertanian (Sinaga 2004). Menurut Adlington (2003), hanya harimau Sumatera liar saja yang dapat ditemukan di hutan Sumatera. Sebagian besar harimau Sumatera yang berada di Kebun Binatang di Indonesia ataupun di luar Indonesia merupakan harimau Sumatera yang berasal dari alam, pertukaran antar satwa yang ada di Kebun Binatang atau sitaan dan titipan yang diberikan oleh Departemen Kehutanan. Harimau membutuhkan wilayah jelajah yang cukup luas. Menurut Hamaide (2007), harimau memiliki daerah jelajah seluas 100 km2, tetapi wilayah jelajah ini dapat bervariasi, tergantung ketersediaan makanan di suatu wilayah. Wilayah jelajah akan mengecil jika mangsa harimau tersedia lebih dari cukup. Home range untuk seekor harimau betina adalah sekitar 20 km² sedangkan untuk harimau jantan sekitar 60-100 km². Akan tetapi, angka tersebut bukan merupakan ketentuan yang pasti, karena dalam menentukan teritorinya juga dipengaruhi oleh keadaan geografi tanah dan banyaknya mangsa di daerah tersebut. Biasanya daerah teritori harimau jantan 3-4 kali lebih luas dibandingkan harimau betina. Harimau dapat bekelana lebih dari 20 mil (32 km) pada saat malam hari (Honolulu Zoo 2011).
Tingkah Laku Sosial dan Aktifitas Harian Harimau bukan jenis satwa yang biasa tinggal berkelompok melainkan jenis satwa soliter, yaitu satwa yang sebagian besar waktunya hidup menyendiri, kecuali selama musim kawin atau betina memelihara anaknya. Harimau jantan dan betina menandai wilayah mereka dengan cara membuat cakaran di tanah dan pohon. Cakaran dibuat setelah melakukan urinasi. Pada saat urinasi harimau Sumatera
menyemprotkan
urine
untuk
menimbulkan
bau-bauan
serta
meninggalkan bekas kotoran. Harimau merupakan hewan pemakan daging atau disebut juga karnivora. Menurut Sankhala (1997) harimau tidak akan membunuh mangsanya tanpa alasan, mereka tidak akan membunuh mangsanya apabila tidak merasa lapar.
7
Hewan yang biasanya menjadi mangsa adalah rusa Sambar, kijang, kancil, babi hutan, dan satwa liar lainnya. Hewan peliharaan seperti kerbau, sapi, domba, dan ayam menjadi mangsa bila habitat harimau terganggu atau rusak karena manusia tinggal di habitatnya sehingga memaksa harimau masuk ke pemukiman. Saat membunuh mangsanya, harimau akan menggigit bagian belakang leher, dan merusak tulang belakang. Untuk memenuhi kebutuhannya, harimau berburu 3-6 hari sekali, tergantung besar kecil mangsa yang didapatkannya. Biasanya seekor harimau membutuhkan sekitar 6-7 kg daging per hari, bahkan kadang-kadang sampai 40 kg daging sekali makan (Macdonald 1986). Besarnya jumlah kebutuhan ini tergantung dari apakah harimau tersebut mencari makan untuk dirinya sendiri atau berapa banyak anggota yang harus diberi makan seperti harimau betina yang harus mencari makan untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya. Masa hidup seekor harimau adalah sekitar 10-15 tahun. Harimau yang tinggal di penangkaran umumnya lebih lama lagi, dapat mencapai 16-25 tahun (Macdonald 1986).
Reproduksi Harimau merupakan satwa dengan tingkat perkembangbiakan yang cukup tinggi. Kematangan seksual (pubertas) harimau Sumatera terjadi pada usia sekitar 3-4 tahun (Seidensticker 1996). Untuk harimau betina mencapai pubertas pada usia 3-4 tahun, sedangkan harimau jantan pada usia 4-5 tahun. Menurut Sankhala (1997) selama masa kawin pasangan harimau Benggala dapat hidup bersamasama. Mereka akan tinggal bersama selama betina birahi yang umumnya selama satu minggu. Kopulasi terjadi setiap 15-20 menit dan terjadi 5-6 hari. Kopulasi terjadi hanya dalam waktu 10-30 detik. Harimau betina dapat menerima beberapa pejantan sehingga harimau merupakan hewan yang berpoligami. Lama kehamilan harimau betina berkisar 95-110 hari atau rata-rata 103 hari seperti dalam Seidensticker et al. (1993). Jumlah anak harimau dalam sekali kelahiran jumlahnya berkisar antara 1-6 ekor, dan bahkan kadang-kadang lahir 7 ekor, tetapi dari jumlah tersebut yang mampu bertahan dan hidup sampai dewasa hanya dua atau tiga ekor saja. Menurut Andriyanto (2001) jumlah serta nisbah jantan dan betina harimau Sumatera di Taman Safari Indonesia, Taman Margasatwa
8
Ragunan, Kebun Binatang Surabaya dan Kebun Binatang Gembira Loka tidak tetap. Anak harimau terlahir dalam keadaan mata tertutup seperti buta. Mata anakanak harimau tertutup oleh membran tipis dan akan terbuka pada saat berumur satu minggu (Jackson 1990). Selama 8 minggu, anak harimau hanya mengkonsumsi susu dari induknya. Anak harimau baru bisa berburu sendiri setelah berumur 18 bulan dan menjadi mandiri saat berumur 24 bulan. Harimau betina selama hidupnya dapat melahirkan anak dengan jumlah total sampai 30 ekor dan setiap tahun dapat melahirkan anak. Jarak antar kelahiran kurang lebih 22 bulan, atau 2-3 tahun, tetapi dapat lebih cepat bila anaknya mati. Dari penelitian Hidayani (2007) didapatkan hasil bahwa seekor harimau Sumatera betina dapat melahirkan anak sebanyak 35 ekor selama 7 tahun masa produktifnya.
Musim Kawin Musim kawin adalah suatu musim dalam suatu tahun dimana hewan menunjukkan aktivitas perkawinan. Dalam periode satu musim, hewan betina jenis tertentu baik yang telah dewasa maupun baru mencapai pubertas memperlihatkan gejala birahi. Para pejantan dengan bersemangat akan melayani kehendak betina ini. Dalam tradisi rimba pada saat inilah terjadi pertarungan antar pejantan untuk memperebutkan betina. Bagi betina yang beruntung mendapat bibit pada musim kawin sebelumnya maka akan mengalami kebuntingan. Bagi betina yang kurang beruntung tidak menampakkan aktivitas kawin atau disebut juga nonbreeding season (Partodihardjo 1980). Banyak hewan yang melakukan perkawinan sepanjang tahun. Tetapi banyak juga yang memiliki musim kawin tertentu. Musim kawin beberapa hewan yang tergolong mamalia dipengaruhi oleh perubahan panjang jam siang setiap hari. Di daerah subtropis, pada bulan November, Desember, dan Januari siang hari menjadi pendek, sekitar 8-10 jam, sedangkan pada bulan Juni, Juli, dan Agustus siang hari menjadi panjang sekitar 13-15 jam. Di daerah tropis, lamanya siang hari merata sepanjang tahun, yaitu 12 jam. Pada hewan yang hidup di daerah subtropis, perkawinan terjadi mengikuti pola tertentu. Pada daerah subtropis terdapat empat
9
musim, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Bagi hewan yang berada di daerah subtropis, sangat penting untuk melahirkan pada musim tertentu dimana dapat menjamin keturunannya bertahan hidup, biasanya terjadi pada musim semi sampai panas (Short 1984). Pada mamalia yang hidup di daerah tropis terjadinya perkawinan tidak mengikuti pola reproduksi tertentu. Dalam Geptner et al (1992) reproduksi nonseasonal adalah karakteristik dari hewan tropis. Perbedaan iklim kemungkinan berpengaruh terhadap profil reproduksi hewan termasuk harimau.
Studbook Seifert dan Muller (1984) mengatakan Studbook adalah kronologi populasi harimau yang ada di dalam penangkaran. Untuk setiap harimau yang terdaftar, pada studbook dicatat informasi mengenai tanggal lahir, tanggal kematian, induk jantan dan betina, lokasi keberadaan dan perpindahan harimau, serta nomor identifikasi institusi yang memiliki harimau dan nomor identifikasi Studbook yang terstandarisasi. Setiap hewan ditandai dengan nomor identitas yang khas atau nomor studbook yang memberikan susunan silsilah untuk analisis genetik. Data umur dari kelahiran dan kematian hewan dapat digunakan untuk analisis demografis. Selain itu data yang didapat dari studbook dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengelolaan penangkaran. Dengan data dari studbook dapat dicegah terjadinya kawin silang dalam (inbreeding) dan mempertahankan keragaman genetik. (WAZA 2011).
Ancaman dan Konservasi Penyebab
utama
kerusakan
alam
dan
komunitas
biologi
adalah
bertambahnya populasi manusia di muka bumi. Ancaman utama pada lingkungan akibat kegiatan manusia adalah kerusakan habitat, fragmentasi habitat, degradasi habitat, perubahan iklim global, pemanfaatan spesies yang berlebih untuk kepentingan manusia, invasi spesies asing dan meningkatnya penyebaran penyakit serta sinergi dari faktor-faktor tersebut. Kebanyakan spesies dan komunitas yang terancam punah menghadapi sedikitnya dua atau lebih dari masalah-masalah
10
tersebut, yang mendorong kepunahan dan menyulitkan usaha perlindungan (Sunquist 2010). Begitu juga halnya dengan harimau Sumatera. Berkurangnya populasi harimau Sumatera di habitanya disebabkan oleh pembukaan lahan secara besarbesaran oleh manusia yang menyebabkan berkurangnya habitat yang membuat seolah-olah harimau merusak pemukiman penduduk untuk mencari makan. Selain itu perburuan dan penjualan ilegal bagian tubuh harimau juga meningkat. Menurut Twist (2004) pengobatan tradisional Cina merupakan ancaman bagi harimau Sumatera karena pengobatan tradisional tersebut menggunakan bagian-bagian tubuh harimau. Jepang, Hong Kong dan Korea Selatan merupakan negara-negara pengimpor tulang harimau untuk pengobatan tradisional Asia. Strategi terbaik bagi pelestarian jangka panjang dan untuk melindungi individu yang tersisa adalah dengan menempatkannya dalam suatu lingkungan yang dapat dipantau secara berkelanjutan (Indrawan et al 2007). Strategi ini dikenal dengan pelestarian ex-situ. Habitat ex-situ merupakan tempat tinggal satwa yang berada di luar habitatnya. Disain habitat ex-situ dibuat semirip mungkin dengan aslinya agar hewan merasa nyaman. Konservasi ex-situ didefinisikan dalam Convention on Biological Diversity sebagai pengawetan komponen-komponen keragaman plasma nutfah di luar habitat aslinya. Kegiatan yang dilakukan seperti pengambilan sampel, transfer, dan penyimpanan dari suatu taxa target dari daerah koleksi dan biasanya dilakukan untuk menjamin keberadaan suatu spesies atau populasi yang memiliki potensi kehancuran fisik, tergerus dan tergantikan oleh spesies lain, atau kemerosotan genetik (UNCED 1992). Tujuan jangka panjang dari program pelestarian ex-situ adalah untuk membentuk populasi cadangan, hingga jumlah individu spesies tersebut mencukupi dan habitat yang sesuai tersedia. Taman nasional, kebun binatang, akuarium, dan peternakan satwa buruan, serta berbagai program penangkaran merupakan contoh dari fasilitas ex-situ atau disebut lembaga konservasi. Perlindungan keanekaragaman hayati bagi spesies dan lingkungannya diatur dalam UU No. 5 Tahun 1990. Usaha perlindungan terhadap harimau Sumatera di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1931 yaitu berdasarkan Undang-undang Perlindungan Binatang Liar 1931 No. 134 serta SK Menteri Pertanian tahun 1972
11
No. 327/kpts/im/7/1972. Usaha pelestarian yang diusulkan adalah pembinaan populasi dan penetapan suaka alam khusus harimau Sumatera. Usaha yang dilakukan oleh masyarakat internasional adalah dengan mendirikan berbagai organisasi yang bertujuan untuk melindungi satwa-satwa liar yang terancam punah, diantaranya adalah International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 1948 serta Convention on International Trade In Endangered Species (CITES) yang ditandatangani tahun 1975 (Adlington 2003).
12
BAHAN DAN METODE
Hewan yang diteliti Hewan yang diteliti adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae).
Metodologi Data sekunder dikaji melalui pemeriksaan dan penelusuran daya reproduksi harimau Sumatera yang berada di Indonesia berdasarkan studbook harimau Sumatera regional dan internasional tahun 2004 sampai 2010.
Analisis data Data dianalisis secara deskriptif untuk status reproduksi meliputi jumlah anak per kelahiran, musim kawin dan masa produktif.
Jadwal pelaksanaan kajian Kajian data dimulai bulan Mei 2011, dilanjutkan dengan kajian analisis data sampai Juli 2011.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan Penangkaran Dibentuknya suatu lembaga penangkaran harimau Sumatera di luar habitatnya didasari oleh kategori
harimau Sumatera yang tergolong langka,
sehingga dilakukan upaya untuk menyelamatkan harimau Sumatera dengan melakukan program penangkaran. Harimau Sumatera dikenal juga sebagai umbrella species, yang artinya dengan melindungi spesies tersebut spesies lainnya akan turut terdilindungi (Roberge dan Angelstam 2004). Upaya penangkaran harimau Sumatera dimulai pada tahun 1992 dengan terbentuknya lembaga penangkaran harimau Sumatera Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI) yang dipusatkan di Taman Safari Indonesia, dimulainya pencatatan studbook harimau Sumatera PKBSI dan pengelolaan penangkaran ex-situ. Tujuan utama konservasi ex-situ adalah menyokong keselamatan spesies satwaliar di habitat aslinya sehingga terhindar dari kepunahan. Konsevasi ex-situ merupakan suatu program yang berkomplemen dengan konservasi in-situ. Pelestarian ex-situ dan in-situ merupakan strategi yang saling melengkapi (Robinson 1992). Variasi genetik merupakan hal yang penting bagi populasi in-situ sehingga pengelolaan ex-situ dalam menunjang penyelamatan satwa in-situ sangat perlu mempertimbangkan mutu genetiknya. Sehingga hubungan kekerabatan antar individu dijaga serendah mungkin. Untuk mengurangi terjadinya kawin silang dalam (inbreeding) dalam penangkaran satwaliar maka dapat diambil langkah seperti mengambil bibit satwaliar dari populasi yang berbeda, melakukan tes heterozigositas dan melakukan pencatatan silsilah atau studbook (Sinaga 2004). Dalam setiap penangkaran biasanya dilakukan kegiatan pengelolaan kesehatan harimau. Setiap individu harimau Sumatera yang ada di kebun binatang sangat diperhatikan kesehatannya. Bagi harimau yang baru datang, baik dari alam ataupun dari kebun binatang lainnya harus melalui proses karantina dan pemeriksaan kesehatan umum. Perawatan harimau Sumatera harus mengikuti standar kesejahteraan hewan (kesrawan). Menurut Christie dan Dollinger (2007) syarat legal dalam pemeliharaan harimau berbeda pada tiap negara.
14
Untuk memelihara seekor harimau memerlukan tanah berpagar terbuka seluas 500 m² perpasang, sedangkan untuk betina yang memiliki anak harus memiliki kandang yang terpisah dari harimau jantan. Tinggi pagar yang diperlukan sekitar 3,5 m. Kandang harimau Sumatera harus dilengkapi dengan tempat untuk beristirahat, tempat minum, kandang tidur dan kandang latihan, saluran air yang baik, terdapat pohon untuk bernaung dan mengasah kuku, serta kolam untuk berenang. Untuk pengamanan, diperlukan pagar pembatas yang kuat dan biasanya dihubungkan dengan kawat listrik (Christie dan Dollinger 2007). Sinaga (2004) menyatakan bahwa, dalam penangkaran juga harus dilakukan pencatatan studbook untuk mengetahui asal usul satwa agar pengelolaan penangkaran dapat dilakukan dengan baik dan dapat mempertahankan sekurangkurangnya 90% genetik diversitas dari populasi. Pengelolaan perkawinan dapat dilakukan dengan variasi genetik tetap tinggi dan menghindari perkawinan silang. Selain itu untuk menunjang program konservasi harimau Sumatera dilakukan penampungan spermatozoa untuk diawetkan sehingga diharapkan suatu waktu dapat diinseminasikan kepada betina yang memerlukan. Sejak tahun 1995 Bank Sumber Plasma Nutfah dipusatkan di Taman Safari Indonesia. Berdasarkan studbook harimau Sumatera Regional dan Internasional sampai tahun 2007, Harimau sumatera tersebar di sebelas tempat di pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Ke sebelas tempat tersebut adalah Bali Zoo, Taman Safari Bogor, Komplek Let Jen Norman Sasono, Taman Bundo Kanduang Bukittinggi, Ragunan Zoo, Yayasan Margasatwa Tamansari-Bandung, Kebun Binatang Taman Aneka Rimba Jambi, Yayasan Kebun Binatang Medan, Taman Wisata Satwa Taru Jugug, Kebun Binatang Surabaya, dan Kebun Binatang Gembira Loka. Jumlah harimau Sumatera terbanyak terdapat di Taman Safari Indonesia Bogor. Hal ini dikarenakan ditunjuknya Taman Safari Indonesia sebagai pusat dari lembaga Penangkaran harimau Sumatera (Tumbelaka 2007).
15
Tabel 1 Penyebaran Harimau Sumatera di Beberapa Penangkaran No
Kebun Binatang
Jantan
Betina
Total
1
Bali Zoo
1
1
2
2
Taman Safari Indonesia
11
12
23
3
Let Jen Norman Sasono Komplek
2
3
5
4
Taman Bundo Kanduang Bukit Tinggi
0
2
2
5
Ragunan Zoo
15
12
27
6
Yayasan Margasatwa Tamansari-Bandung
6
5
11
7
Kebun Binatang Aneka Rimba Jambi
1
1
2
8
Yayasan Kebun Binatang Medan
0
3
3
9
Taman Wisata Satwa Taru Jurug
2
7
9
10
Kebun Binatang Surabaya
2
11
13
3
1
4
11 Kebun Binatang Gembira Loka Sumber. Studbook Harimau sumatera regional tahun 2007
Pengelolaan kandang, pakan, kesehatan dan lingkungan memberikan pengaruh pada masa hidup harimau. Masa hidup harimau Sumatera yang ada di penangkaran lebih lama daripada yang hidup di alam. Menurut Macdonald (1986) harimau Sumatera yang ada di penangkaran bisa mencapai usia 16-25 tahun. Dari data studbook (lampiran 2) tercatat harimau jantan yang memiliki usia paling lama adalah harimau dengan Nomor SB 883 yaitu 24 tahun dan harimau betina dengan nomor SB 876 yaitu selama 22 tahun. Pemasangan atau penjodohan juga memberikan kontribusi yang besar bagi penangkaran harimau Sumatera. Sebelum dipasangkan, biasanya harimau diperkenalkan terlebih dahulu satu sama lain dalam kandang yang diberi batas agar harimau tidak saling kontak fisik tetapi masih tetap bisa melihat dan mencium bau pasangannya. Hal yang paling penting dari penjodohan adalah memperhatikan kekerabatan. Menurut hasil penelitian Suharyo (2001) persyaratan yang ditentukan oleh Taman Safari Indonesia dalam menjodohkan harimau Sumatera adalah harimau yang dijodohkan harus bersal dari daerah yang berbeda, berumur lebih dari lima tahun, usianya hampir sama dan memiliki koefisien inbreeding yang rendah. Sementara itu hasil penelitian Andriyanto (2001) menyatakan bahwa harimau yang dikawinkan pada empat lembaga konservasi di Jawa (TSI, KB Gembiraloka, Ragunan dan KB Surabaya) berasal dari alam dan harimau hasil penangkaran.
16
Usaha yang dilakukan dalam pemilihan pasangan kawin tersebut tidak selamanya berhasil karena terkadang tidak ada saling ketertarikan antara pasangan kawin. Selain itu, perkawinan yang dilakukan melakukan perkawinan yang terkontrol dimana tidak setiap betina yang estrus harus dikawinkan dengan pejantan. Hal ini dipengaruhi oleh kapasitas atau daya dukung tempat di penangkaran. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan jumlah perkawinan setiap bulan di penangkaran.
Status Reproduksi Status reproduksi hewan adalah kondisi reproduksi hewan pada saat tertentu yang meliputi jumlah anak perpasangan, jantan dan betina produktif serta musim kawin. Pada penangkaran, perkawinan harimau Sumatera dilakukan apabila telah mengalami dewasa kelamin (pubertas) dan betina menunjukkan gejala birahi. Pubertas adalah periode dalam kehidupan makhluk jantan dan betina dimana proses-proses reproduksi mulai terjadi, yang ditandai dengan kemampuan untuk pertama kalinya memproduksi benih (Partodihardjo 1980). Kematangan secara seksual harimau betina adalah pada usia 3-4 tahun, sedangkan harimau jantan pada usia 4-5 tahun. Smith (1994) mengatakan, usia produktif harimau jantan selama 2-6 tahun dan harimau betina kurang dari 6 tahun dan hidup sampai usia 15 tahun. Akan tetapi, dari data studbook (lampiran 1) diketahui bahwa harimau Sumatera yang hidup dipenangkaran masih produktif sampai usia 20 tahun. Tercatat harimau Sumatera betina di Kebun Binatang Bandung dengan nomor studbook 1051 dan harimau Sumatera jantan di Kebun Binatang Solo dengan nomor studbook 912 masih bisa kawin dan menghasilkan anak. Kemungkinan harimau yang hidup di penangkaran masih bisa bereproduksi sampai usia 25 tahun. Menurut Macdonald (1986) harimau yang ada dipenangkaran dapat hidup dalam usia 15-25 tahun. Birahi adalah saat dimana hewan betina bersedia menerima pejantan untuk kopulasi. Kopulasi dapat menghasilkan kebuntingan dan selanjutnya menghasikan anak. Jika birahi pertama tidak menghasilkan kebuntingan maka akan nada birahi kedua, ketiga dan seterusnya sampai terjadi kebuntingan. Jarak antar satu birahi dengan birahi berikutnya disebut sikus birahi. Siklus birahi terdiri atas 4 fase yaitu
17
proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Estrus adalah fase terpenting dalam siklus birahi, karena dalam fase ini betina memperlihatkan gejala yang khusus untuk tiap jenis hewan dan dalam fase ini pula hewan betina mau menerima pejantan untuk kopulasi (Partodihardjo 1980). Menurut Seal et al (1987) saat birahi harimau betina terlihat lebih aktif, interaksi dengan perawat meningkat dan nafsu makan menurun. Pada hewan jantan, siklus birahi seperti pada betina tidak ada. Pada umumnya pejantan selalu bersedia menerima harimau betina untuk melakukan aktivitas reproduksi. Jika ada harimau jantan yang menolak untuk aktivitas reproduksi bisa jadi harimau jantan tersebut tidak normal atau mengalami kelainan-kelainan. Sistem kawin pada hewan didefinisikan sebagai jumlah pasangan kopulasi tiap individu dalam setiap musim kawin. Sistem kawin ini ada beberapa jenis, yaitu monogami, poligami dan poliandri. Monogami apabila jantan dan betina kawin hanya dengan satu pasangan per musim kawin, poligami jika jantan kawin dengan lebih dari satu betina per musim kawin dan poliandri jika betina kawin dengan lebih dari satu jantan per musim kawin (Goodenough et al 2010). Sistem perkawinan harimau Sumatera tergolong pada poligami dan poliandri karena dapat kawin dengan beberapa pasangan. Berdasarkan penulusuran studbook harimau Sumatera sampai tahun 2010 (lampiran 2), terdapat 44 pasang harimau Sumatera yang telah dikawinkan dengan jumlah pejantan sebanyak 33 ekor dan betina 34 ekor. Dari semua perkawinan yang terjadi, terlihat beberapa Harimau sumatera melakukan perkawinan dengan beberapa jantan atau betina yang berbeda. Hal in menunjukkan bahwa Harimau sumatera bukanlah hewan yang bersifat monogami.
18
Tabel 2 Jumlah anak per pasangan pada Harimau sumatera di penangkaran Lokasi TSI
No SB Jantan
Asal
No SB Betina
Asal
1036 Tangkaran 1053 Tangkaran 1054 Tangkaran 1052 Tangkaran 1100 Tangkaran 1260 Tangkaran 1101 Tangkaran IN9969 Alam 874 Alam 1017 Tangkaran 866 Alam 1051 Tangkaran Ragunan 905 Tangkaran 1264 Tangkaran 1265 Tangkaran 1270 Tangkaran 1265 Tangkaran 1266 Tangkaran 1342 Tangkaran 1343 Tangkaran 1350 Tangkaran 1348 Tangkaran Bandung 942 Tangkaran 953 Tangkaran 1033 Tangkaran 953 Tangkaran 1033 Tangkaran 1190 Tangkaran 1033 Tangkaran 1191 Tangkaran Solo 912 Tangkaran 943 Tangkaran Surabaya 1035 Alam 1016 Tangkaran Yogyakarta 954 Tangkaran 1018 Alam 1033 Tangkaran 1125 Tangkaran Sumber: Studbook Harimau sumatera internasional tahun 2007
Jumlah Anak (ekor) 6 2 13 17 3 8 13 12 2 2 4 21 7 2 3 9 2 5 1
Status reproduksi dapat dilihat dari jumlah anak perpasangan. Tabel 2 menunjukkan, pada beberapa penangkaran seperti Taman Safari Indonesia, Taman Margasatwa Ragunan, Kebun Binatang Bandung, Solo, Surabaya, dan Yogyakarta ada 19 pasang harimau yang telah dikawinkan. Pasangan harimau Sumatera dengan nomor SB 942 dan SB 953 di Kebun Binatang Bandung merupakan pasangan harimau Sumatera yang memiliki jumlah anak paling banyak selama masa produktifnya yaitu 21 ekor. Sedangkan pasangan harimau Sumatera dengan nomor SB 1033 dan SB 953 memiliki jumlah anak 7 ekor selama masa produktifnya, sehingga harimau Sumatera betina dengan nomor SB 953 telah melahirkan 28 ekor anak selama masa produktifnya dari dua jantan yang berbeda. Harimau jantan dengan nomor SB 1033 melakukan perkawinan dengan empat betina yang berbeda dan telah menghasilkan 11 ekor anak. Harimau jantan dengan nomor SB 1265 telah menghasilkan 14 ekor anak selama masa produktifnya dari dua betina yang berbeda. Selain itu Harimau jantan SB 1101 (kelahiran tangkaran) yang dikawinkan dengan betina SB IN 9969 (kelahiran alam) memiliki jumlah
19
anak sebanyak 17 ekor selama masa produktifnya. Jumlah anak yang dilahirkan menunjukkan adanya hubungan antara reproduksi hewan dengan fekunditas dan litter size. Fekunditas merupakan kesuburan dari seekor hewan betina yang dilihat dari banyak dan seringnya anak yang dilahirkan (Yatim 1999). Tingginya tingkat fekunditas seekor harimau dilihat dari panjangnya masa produktif. Akan tetapi masa produktif seekor harimau betina tidak sepanjang masa produktif harimau jantan. Masa produktif harimau betina dipengaruhi oleh keterbatasan dalam memproduksi sel telur. Selain itu, harimau tidak pernah dikawinkan lagi sehingga tidak bereproduksi juga mempengaruhi masa produktif harimau betina. Berdasarkan data yang didapat dari studbook, harimau betina memiliki tingkat fekunditas berkisar antara 1-7 kali dalam melahirkan anak. Dari data yang didapatkan di studbook (lampiran 2), harimau betina dengan nomor SB 528 merupakan harimau dengan tingkat fekunditas yang tinggi, yaitu mampu melahirkan sebanyak 9 kali sepanjang hidupnya. Berdasarkan studbook, jumlah peristiwa kelahiran harimau Sumatera tidak mengikuti suatu pola reproduksi tertentu. Selain fekunditas, juga dapat dilihat banyaknya anak yang dilahirkan dalam satu kali kebuntingan atau disebut juga dengan litter size. Untuk harimau, rata-rata litter size adalah 3-4 seperti yang disebutkan dalam Triefeld (2007). Hasil penelitian Sagara (2011) didapatkan bahwa rata-rat litter size harimau Sumatera sebesar 2,1. Dari penelusuran data studbook (lampiran 2) didapatkan litter size harimau Sumatera antara 1-6 ekor dalam tiap kelahiran. Dimana harimau dengan nomor SB 887 merupakan harimau betina yang memiliki litter size paling tinggi yaitu mampu melahirkan 6 ekor anak dalam sekali kelahiran.
Musim Kawin Mamalia sering menunjukkan variasi musiman dalam reproduksinya. Reproduksi musiman mamalia bergantung pada lingkungan. Kebanyakan kasus reproduksi musiman dipengaruhi oleh faktor makanan, iklim, curah hujan dan suhu. Perbedaan letak geografis atau garis lintang menunjukkan terjadinya
20
perbedaan iklim di suatu wilayah (Bronson 1998). Perbedaan iklim inilah yang mempengaruhi musim kawin pada mamalia. Iklim suatu daerah berkaitan erat dengan letak garis lintang dan ketinggiannya di muka bumi. Berdasarkan letak garis lintang dan ketinggian tersebut maka iklim dibagi menjadi dua yaitu iklim matahari dan iklim fisis. Iklim matahari didasarkan pada banyak sedikitnya sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Sedangkan iklim fisis adalah menurut keadaan atau fakta sesungguhnya di suatu wilayah muka bumi sebagai hasil pengaruh lingkungan alam yang terdapat di wilayah tersebut misalnya pengaruh lautan, daratan yang luas, relief muka bumi, angin dan curah hujan. Iklim matahari terdiri atas empat iklim yaitu iklim tropis, iklim subtropis, iklim sedang, dan iklim dingin (kutub). Pada daerah tropis, disinari matahari sepanjang tahun sedangkan pada daerah beriklim subtropis hanya disinari matahari pada bulan-bulan tertentu. Terdapat empat musim pada wilayah subtropis, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Harimau tersebar di wilayah beriklim tropis dan subtropis. Indonesia sebagai habitat harimau Sumatera terletak di wilayah beriklim tropis ( Prawirowardoyo 1996). Dari penulusuran studbook harimau Sumatera sampai tahun 2010, dapat ditentukan
bulan
perkawinan
berdasarkan
bulan
terjadinya
kelahiran.
Penghitungan bulan perkawinan dilihat dari bulan kelahiran anak dikurangi dengan rataan lama kebuntingan harimau Sumatera yang berkisar antara 95-110 hari, atau lebih kurang tiga bulan (LIPI 1982). Dengan masa kebuntingan tersebut dapat diperkirakan kapan terjadinya perkawinan pada harimau Sumatera. Pada kajian ini penentuan waktu kawin berdasarkan tanggal lahir dikurangi rataan lama kebuntingan. Sehingga dapat diperkirakan kapan terjadinya perkawinan. Pada Tabel 3 dapat dilihat perkiraan bulan terjadinya perkawinan.
21
Tabel 3 Bulan Kelahiran April
Data kelahiran harimau Sumatera di penangkaran
4
Jumlah Induk (pasang) 4
Jumlah Anak (ekor) 12
Mei
17
17
42
2,5
Juni
7
7
17
2,4
Juli
10
10
23
2,3
Agustus
4
4
10
2,5
September
6
6
15
2,5
Oktober
7
7
21
3,0
November
10
10
25
2,5
Desember
9
9
24
2,7
Januari
14
14
36
2,6
Februari
10
10
24
2,4
Jumlah Perkawinan
Rataan 3,0
Maret 7 7 17 Sumber: Studbook Harimau sumatera internasional tahun 2004 - 2010
2,4
18 16 Jumlah Perkawinan
14 12 10 8 6 4 2 0 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Bulan
Gambar 2 Perkiraan perkawinan harimau Sumatera di penangkaran ex-situ berdasarkan bulan kelahiran (Sumber: Studbook harimau Sumatera sampai tahun 2010)
22 45
Jumlah Anak (Ekor)
40 35 30 25 20 15 10 5 0 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Bulan
Gambar 3 Jumlah anak yang dilahirkan tiap bulan di penangkaran ex-situ (Sumber: Studbook harimau Sumatera sampai tahun 2010)
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pada harimau Sumatera yang ada pada lembaga konservasi di Indonesia, perkawinan terjadi sepanjang tahun. Perkawinan paling banyak terjadi di bulan Februari (17 pasang) dengan kelahiran anak sebanyak 42 ekor pada bulan Mei. Perkawinan paling sedikit terjadi pada bulan Mei (4 pasang) dengan kelahiran anak sebanyak 10 ekor pada bulan Agustus. Hal ini menunjukkan adanya korelasi antara bulan kelahiran dengan bulan perkawinan. Harimau Sumatera betina di Indonesia, hidup di daerah tropis yang hanya memiliki dua musim, dimana curah hujan merata sepanjang tahun yakni sekitar 2000-3500 mm dan fluktuasi suhu berkisar antara 3-5 °C (Sipayung 2004). Data menunjukkan bahwa perkawinan dapat berlangsung sepanjang tahun, sesuai dengan pernyataan Semiadi dan Nugraha (2006). Hal ini mendukung pernyataan Geptner et al (1992) yang menyatakan bahwa reproduksi nonsesasonal adalah karakteristik dari hewan tropis. Belum dapat dipastikan apakah setiap harimau Sumatera betina mengalami estrus berulang sepanjang tahun seperti pada sapi karena belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Mamalia yang hidup di daerah subtropis, contohnya harimau Benggala, memiliki musim kawin pada musim dingin dan musim semi. Dari hasil penelitian Saputra (2010) pada harimau Benggala frekuensi perkawinan tertinggi terjadi dari
23
bulan Januari sampai Maret. Hal ini ternyata serupa dengan harimau Sumatera yang hidup di Indonesia. Jumlah peristiwa kelahiran yang tinggi pada bulan tersebut menandakan adanya kecenderungan peningkatan jumlah estrus. Hasil penelitian Hidayani (2007) juga menyatakan bahwa harimau Sumatera yang hidup di daerah subtropis bagian utara (Eropa, Amerika Serikat, Asia Tengah, Asia Timur) mengalami perkawinan terbanyak pada musim dingin dan musim semi. Hewan yang hidup di daerah subtropis, termasuk ke dalam golongan hewan polyestrus bermusim atau seasonally polyestrus, yaitu hewan yang menunjukkan gejala birahi beberapa kali dalam satu musim kawin. Harimau Siberia merupakan contoh hewan dengan seasonally polyestrus (Senger 1999). Beberapa data yang diperoleh menunjukkan bahwa banyaknya perkawinan yang terjadi pada akhir musim hujan (daerah tropis) dan akhir musim dingin (daerah subtropis) dipengaruh oleh kondisi lingkungan. Pada daerah subtropis misalnya, perkawinan banyak terjadi di musim dingin agar anak tepat lahir di musim semi, dimana pada musim ini tanaman tumbuh dengan subur sehingga hewan herbivora yang merupakan hewan mangsa dari harimau juga banyak tersedia. Menurut beberapa analisa biologik, hewan yang hidup di daerah subtropis menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dengan adanya musim kawin pada bulan-bulan tertentu dan lamanya masa bunting, maka anak-anak mereka akan lahir tepat pada waktu lingkungan dalam keadaan yang baik untuk hidup yaitu banyak makanan, udara tidak terlalu dingin atau terlalu panas (Partodihardjo 1980). Keseluruhan data yang diperoleh menunjukkan bahwa aspek utama untuk menunjang keberhasilan penangkaran adalah aspek reproduksi. Peningkatkan performa reproduksi sangat didukung oleh pengelolaan penangkaran yang baik meliputi pengaturan penjodohan, pemberian pakan yang tepat dan pengelolaan kesehatan. Sistem good husbandry juga dapat diterapkan seperti pengelolaan pakan, kandang dan lingkungan yang baik sehingga tercipta individu sehat yang memiliki kemampuan reproduksi yang baik pula.
24
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Simpulan yang diperoleh dari kajian ini adalah pada harimau Sumatera yang hidup di Indonesia tidak memiliki musim kawin atau waktu tertentu untuk melakukan perkawinan karena perkawinan terjadi sepanjang tahun. Untuk menyelamatkan populasi harimau Sumatera yang diambang kepunahan dapat dilakukan dengan penangkaran secara ex-situ melalui program pengelolaan penangkaran yang baik seperti perawatan kesehatan harimau Sumatera, pencatatan studbook dan penyimpanan plasma nutfah.
Saran Studbook dipublikasikan dan terbuka untuk umum agar masyarakat mengetahui bagaimana status dan keadaan hewan langka saat ini sehingga upaya untuk mempertahankan populasi hewan langka yang semakin sedikit khususnya harimau Sumatera dapat terlaksana dengan baik. Diperlukan juga penelitian lebih lanjut berkaitan dengan siklus estrus pada harimau Sumatera betina maupun pola perkawinan pada harimau Sumatera jantan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Adlington F. 2003. Philip’s Nature Encyclopedia. Chancellor Press. hlm 380. Andriyanto T. 2001. Manajemen Reproduksi Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae) di Empat Kebun binatang di Jawa [skripsi]. Bogor: Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.. Bronson FH. 1998. Mammalian Reproductive Biology. Chicago: University of Chicago. [CITES] Centre on International Trade of Endangered Species. 2011. Appendices I, II, and III. [terhubung berkala]. http://www.cites.org/eng/app/index.php [17 Juni 2011]. Geptner VG, Nasimovich AA, Bannikov AG. 1992. Mammals of the Soviet Union: Carnivora (Hyaenas and Cats). Ed ke-2. New Delhi: Amerind Publishing. Goodenough J, Mcguire B, Jacob E. 2010. Perspectives on Animal Behavior. USA: John Wiley and Sons. Hamaide B, Sheerin J, Tingsabadh C. 2007. Natural Reserve Selection for Endangered Species Considering Habitat Needs: The Case of Thailand. dalam CC Pertsova. Ecol Econom Research Trends: 207-229. New York: Nova Science Publishers, Inc. Hidayani AN. 2007. Penyebaran Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae pocock, 1929) di Luar Indonesia Berdasarkan Studbook Harimau Sumatera Internasional [skripsi]. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Honolulu Zoo. 2011. Sumatran Tiger. [terhubung http://www.honoluluzoo.org/tiger.htm. [19 Juli 2011].
berkala].
Indrawan M, Primack RB, Supriatna J. 2007. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. [IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2011. Panthera tigris (Tiger). [terhubung berkala]. www.iucnredlist.org. [17 Juli 2011] Jackson P. 1990. Endangered Species Tigers. New Jersey: Chartwell Books.
26
Kathy MK. 1992. The Wildlife of Indonesia: Nature’s Treasurehouse. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Krech S, McNeill JR, Merchant C. 2004. Encyclopedia of World Environmental History Volume 3. Routledge, London. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 1982. Beberapa Jenis Mammalia. Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI. MacDonald D, Loveridge A. 1986. The Biology and Conservation of Wild Felids. New York: Oxford University Press Marboen A. 9 Jul 2011. Harimau sumatera ditangkap warga di Padangpariaman. [terhubung berkala]. http://www.antaranews.com/berita/266668/harimausumatera-ditangkap-warga-di-padangpariaman [25 Juli 2011]. Partodihardjo S. 1977. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara. Prawirowardoyo S. 1996. Meteorologi. Bandung: ITB Bandung. Robinson J, Redford K. 1992. Sustainable harvest of neotropical wildlife. Dalam: Neotropical Wildlife use and conservation. Dalam: Robinson, J. Dan K. Redford. (eds). Neotropical Wildlife: Use and conservation. Chicago: University of Chicago. Hal. 415-429. Roberge JM, Angelstam P. 2004. Usefulness of the Umbrella species concept as a concervation tool. Conservation Biology. 18: 76-85. Sankhala K. 1977. The Story of Indian Tiger. Singapore: Star Standard Industries Pte.Ltd Saputra D. 2010. Perbandingan Profil Kelahiran antara Panthera tigris sumatrae (Pocock 1929) dengan Panthera tigris altaica (Temminck 1848) di Habitat Ex-Situ [skripsi]. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Seal US, Tilson RL, Plotka ED, Reindl NJ, Seal MF. 1987. Behavioral Indicators and Endocrine Correlates of Estrus and Anestrus in Siberian Tigers. Dalam Tigers of The World: The Biology, Biopolitics, Management, and Conservation of an Endangered Species. USA: Noyes Publication.
27
Seidensticker J, Christie S, Jackson P. 1993. Riding The Tiger: Tiger Conservation in Human Dominated Landscapes. Cambridge: Cambridge University Press. Seidensticker, J. 1996. Tigers. Stillwater: Voyageur Press, Inc. Seifert S, Muller P. 1984. International Tiger Studbook. Leipzig: Leipzig. Zool. Garten. Semiadi G, Nugraha RPT. 2006. Profil Reproduksi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) pada Tingkat Penangkaran. Jurnal Biodiversitas volume 7 nomor 4: 368-371. Senger PL. 1999. Pathways to Pregnancy and Parturition. Washington: Current Conceptions, Inc. Short RV. 1984. Oestrus and Menstrual Cycle. Di dalam CR Austin dan RV Short, editor. Reproduction in Mammals: Second Edition. Book 3 Hormonal Control of Reproduction. Cambridge: Cambridge University Press. Sinaga WH. 2004. Pengalaman program konservasi harimau sumatera (PKHS) dalam implementasi konservasi harimau sumatera secara insitu di pulau sumatera. Di dalam: Nevridedi E, Samsudin N, Chaniago DNR, Lembanasari MA, editor. Prosiding Seminar Harimau Sumatera Implementasi Harimau Sumatera secara Insitu dan Eksitu, Bogor, 11 Desember 2004. Bogor: Uni Konservasi Fauna. Sipayung SB. 2004. Dampak Variabilitas Iklim terhadap Produksi Pangan di Sumatera. Bandung: LAPAN Smith DL. 1994. Population Viability Analysis Data Form-Mammals. Minnesota: Fisheries and Wildlife Department. Suharyo SP. 2001. Teknik Penangkaran Harimau Benggala di Sriracha Tiger Zoo (Honburi, Thailand) dan Harimau Sumatera di Taman Safari Indonesia Bogor, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor. Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sunquist M. 2010. What is a Tiger? Ecology and Behaviour. Dalam R Tilson dan PJ Nyhus (editor). Tigers of the world: the science, politics, and conservation of Panthera tigris. Oxford: Academic Press Thohari M. 1986. Upaya Penangkaran Satwa Liar. Median Konservasi I(3): 2126.
28
Tigers World. 2011. [terhubung berkala] www.tigers-world.com. [26 Juli 2011]. Tilson RL, Jackson, P. 1994. Management and Conservation of Captive Tiger. Minneasta: Apple Valley. Triefeldt. 2007. Plants & Animals. California: Quill Driver Book/Word Dancer Press, Inc. Tumbelaka L. 2007. Studbook Harimau Sumatera Regional Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Kebun Binatang Se Indonesia. Tumbelaka L. 2010. Studbook Harimau Sumatera Regional Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Kebun Binatang Se Indonesia. Twist Clint. 2004. Endangered Animal Dictionary : an A to Z of threatened species. London: Andromeda Children’s Book. UNCED. 1992. Convention on Biological Diversity. Geneva: United Nations Conference on Environmental and Development. [WAZA] World Association of Zoo and Aquariums. 2011. International studbook. [terhubung berkala] http://www.waza.org/en/site/conservation/internationalstudbooks. [26 Juli 2011]. [WWF] World Wildlife Federation. 2011. [terhubung berkala] http://www.wwf.or.id/?23060/Tiger-smuggler-suspects-in-West-Sumatra-are being-tried. [27 Juli 2011]. Yatim W. 1999. Kamus Biologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
29
Lampiran 1 Data Harimau Sumatera di Lembaga Konservasi di Indonesia Lokasi Bali Zoo
Studbook
Jenis Kelamin
Kelahiran
Umur
Jantan
Betina
941 1167 879 880 881 882 1017 1046 1051 1052 1053 1054 1099 1100 1101 1102 1103 1258 1259
F M F F M F F F F F F M M M M F F M F
03-Jan-91 02-Feb-00 15-Jan-91 15-Jan-91 5-Nov-92 5-Nov-92 1991 Jan-96 1990 1995 1995 tidak diketahui 13-Apr-98 13-Apr-98 13-Apr-98 13-Apr-98 03-Jun-98 1997 1997
19 tahun 10 tahun 19 tahun 19 tahun 18 tahun 18 tahun 19 tahun 14 tahun 20 tahun 15 tahun 15 tahun
532 954 867 867 867 867 alam alam alam alam alam alam 866 866 866 866 874 alam alam
887 1018 877 877 877 877 alam alam alam alam alam alam 1051 1051 1051 1051 1017 alam alam
12 tahun 12 tahun 12 tahun 12 tahun 12 tahun 13 tahun 13 tahun
30
Lokasi
Norman S. Kompleks
Studbook
Jenis Kelamin
Kelahiran
Umur
Jantan
Betina
1260 1261 1262 1263 902 939 1029 1032 1034 916 1026 897 1027 1028 1177 1265 1266 1269 1270 1271 1342 1343 1344
F M M M M F M F F F F M M F M M F F F M M F F
1997 24-Nov-99 24-Nov-99 24-Nov-99 14-Jul-91 03-Jan-91 19-Okt-94 19-Okt-94 19-Nov-94 19-Jul-92 25-Jun-93 15-Mar-90 15-Mei-94 15-Mei-94 04-Jul-01 04-Okt-00 04-Okt-00 19-Jan-02 05-Des-00 05-Des-00 05-Apr-03 05-Apr-03 04-Mei-04
13 tahun 11 tahun 11 tahun 11 tahun 19 tahun 19 tahun 16 tahun 16 tahun 16 tahun 18 tahun 17 tahun 20 tahun 16 tahun 16 tahun 9 tahun 10 tahun 10 tahun 8 tahun 10 tahun 10 tahun 7 tahun 7 tahun 6 tahun
alam 866 866 866 535 532 909 909 886 886 909 535 535 535 905 905 905 905 912 912 905 905 905
alam 1051 1051 1051 528 887 910 910 908 908 910 528 528 528 898 1264 1264 1264 943 943 1264 1264 1264
31
Lokasi
Studbook
Jenis Kelamin
Kelahiran
Umur
Jantan
Betina
Yayasan Taman Sari Bandung
1345 1346 1347 1348 1349 1350 1351 1352 1352 1354 1355 942 953 1056 1123 1187 1188 1190 1191 1374 1049 1083 1084
M M F F M M M F M F F M F M M M F F F F F F F
25-Mei-04 25-Mei-04 25-Mei-04 06-Agust-05 28-Nov-05 28-Nov-05 05-Jan-06 05-Jan-06 09-Agust-06 09-Agust-06 09-Agust-06 08-Feb-92 21-Mei-93 16-Mei-97 03-Okt-98 08-Mar-01 08-Mar-01 17-Des-01 17-Des-01 05-Des-03 tidak diketahui 29-Des-97 29-Des-97
6 tahun 6 tahun 6 tahun 5 tahun 5 tahun 5 tahun 4 tahun 4 tahun 4 tahun 4 tahun 4 tahun 18 tahun 17 tahun 13 tahun 12 tahun 9 tahun 9 tahun 9 tahun 9 tahun 7 tahun
1265 1265 1265 905 1265 1265 1342 1342 905 905 905 532 532 942 942 942 942 942 942 1033 Alam 935 935
1270 1270 1270 1264 1270 1270 1343 1343 1264 1264 1264 887 887 953 953 953 953 953 953 1125 Alam 1049 1049
Medan
13 tahun 13 tahun
32
Lokasi Solo
Surabaya
Yogyakarta
Studbook
Jenis Kelamin
Kelahiran
Umur
Jantan
Betina
912 943 1289 1290 1291 1321 1322 1023 1043 1079 1080 1081 1219 1220 1221 1222 1225 1226 1227 954 1111 1125 1168
M F F F F M F F F F F F F M M M F F F M M F M
15-Jun-90 08-Feb-92 20-Mei-04 20-Mei-04 20-Mei-04 12-Sep-05 12-Sep-05 13-Mei-93 10-Sep-96 27-Nov-97 27-Nov-97 27-Nov-97 07-Mei-98 21-Jun-00 21-Jun-00 21-Jun-00 25-Sep-02 25-Sep-02 25-Sep-02 21-Mei-93 1997 03-Okt-98 02-Feb-00
20 tahun 18 tahun 6 tahun 6 tahun 6 tahun 5 tahun 5 tahun 17 tahun 14 tahun 13 tahun 13 tahun 13 tahun 12 tahun 10 tahun 10 tahun 10 tahun 8 tahun 8 tahun 8 tahun 17 tahun 13 tahun 12 tahun 10 tahun
886 532 912 912 912 912 912 886 886 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 1035 532 Alam 942 954
908 887 943 943 943 943 943 908 908 910 910 910 908 910 910 910 910 910 910 887 alam 953 1018
33
Lampiran 2 Data Perkiraan Musim Kawin Harimau sumatera N O 1
Orang Tua
Pejantan
Betina
Kelahiran
Jantan
Betina
Lahir
Mati
Lahir
Mati
Anak ke
SB 13
SB 17
1966
27 Mei 80
1964
Agu 74
1
Waktu Kelahiran
Jumlah Anak
Total
Perkiraan Bulan Dikawinkan
M
F
?
15 Jun 69
0
1
0
1
Maret
2
SB 14
SB 17
1967
9 Feb 86
1964
Agu 74
1
24 Feb 74
0
1
0
1
November
3
SB 371
SB 370
1978
8 Mar 85
1973
20 Okt 92
1
28 Mei 81
2
3
0
5
Februari
2
6 Nov 83
1
1
0
2
Agustus
1
11 Jan 82
1
1
0
2
Oktober
2
26 Okt 83
1
2
0
3
Juli
4
SB 386
SB 387
1977
1984
1977
10 Mei 94
5
SB 109
SB 125
13 Jun 74
10 Mar 92
16 Jun 73
11 Mar 92
1
10 Mar 85
2
0
0
2
Desember
6
SB 527
SB 534
28 Mei 81
10 Sep 01
26 Okt 83
1 Jul 86
1
27 Mei 86
1
3
0
4
Februari
7
SB 875
SB 876
1970
1992
1970
1992
1
1 Des 78
1
1
0
2
September
8
SB 867
SB 877
1986
24 Agu 06
1 Des 78
1995
1
15 Jan 91
0
2
0
2
Oktober
2
5 Nov 92
1
1
0
2
Agustus
9
SB 371
SB 528
1978
8 Mar 85
28 Mei 81
23 Okt 96
1
19 Mei 85
1
1
0
2
Februari
10
SB 526
SB 528
28 Mei 81
5 Feb 98
28 Mei 81
23 Okt 96
1
18 Jan 86
1
1
0
2
Oktober
11
SB 535
SB 528
6 Nov 83
5 Sep 03
28 Mei 81
23 Okt 96
1
1 Sep 89
2
2
0
4
Juni
2
15 Mar 90
1
2
0
3
Desember
3
27 Jan 91
0
2
0
2
Oktober
4
14 Jul 91
2
1
0
3
April
12
SB 886
SB 908
19 Mei 85
17 Sep 98
1986
17 Jun 03
5
4 Feb 92
1
2
0
3
November
6
29 Jan 93
1
1
0
2
Oktober
7
15 Mei 94
1
1
0
2
Februari
1
9 Feb 89
1
1
0
2
November
34
N O
13
14
Orang Tua Jantan
SB 532
SB 532
Betina
SB 917
SB 887
Pejantan Lahir
26 Okt 83
26 Okt 83
Betina
Mati
2 Mar 98
2 Mar 98
Lahir
1983
19 Mei 85
Mati
28 Feb 96
*
Kelahiran Anak ke
Waktu Kelahiran
2
Jumlah Anak
Total
Perkiraan Bulan
M
F
?
Dikawinkan
15 Jun 90
2
1
0
3
Maret
3
19 Jul 92
1
2
0
3
April
4
19 Nov 94
1
1
0
2
Agustus
5
8 Mei 96
1
0
0
1
Februari
6
10 Sep 96
0
2
0
2
Juni
1
25 Mei 87
0
0
3
3
Februari
2
17 Okt 87
0
1
2
3
Juli
3
27 Jul 88
0
1
2
3
April
4
27 Jul 89
0
1
0
1
April
1
2 Feb 88
1
2
0
3
November
2
27 Jul 89
2
1
0
3
April
3
16 Nov 89
1
0
0
1
Agustus
4
3 Jan 91
2
4
0
6
Oktober
5
8 Feb 92
1
2
0
3
November
6
21 Mei 93
1
3
0
4
Februari
15
SB 883
SB 884
1971
23 Feb 95
1982
*
1
Jan 85
0
1
0
1
Oktober
16
SB 909
SB 910
9 Feb 89
5 Nov 02
9 Feb 89
9 Jun 09
1
2 Feb 93
0
3
0
3
November
2
25 Jun 93
0
2
0
2
Maret
17 18
SB 866 SB 942
SB 869 SB 953
1988 8 Feb 92
18 Mei 04 *
1989 20 Mei 93
5 Feb 06 *
3
19 Okt 94
2
2
0
4
Juli
1
29 Apr 95
1
2
0
3
Januari
2
13 Feb 96
1
1
0
2
November
1
3 Des 96
2
0
0
2
September
2
16 Mei 97
2
1
0
3
Februari
35
N O
19
Orang Tua Jantan
SB 1035
20
SB 935
21
SB 872
22
SB 866
23
SB 874
24
SB 954
25
SB 905
26
SB 1035
27
SB 1035
Betina
SB 910
SB 1049 SB 869 SB 1051 SB 1017 SB 1018
SB 898 SB 908 SB 1016
Pejantan Lahir
1997
Betina
Mati
1 Nov 02
Lahir
9 Feb 89
Mati
9 Jun 09
Kelahiran Anak ke
Waktu Kelahiran
3
Total
Perkiraan Bulan Perkawinan
Jumlah Anak M
F
?
3 Okt 98
2
1
0
3
Juli
4
29 Des 99
1
2
0
3
September
5
14 Agu 00
0
2
2
4
Mei
6
8 Mar 01
1
2
0
3
Desember
7
17 Des 01
0
2
1
3
September
1
27 Nov 97
1
3
0
4
Agustus
2
21 Jun 00
3
0
0
3
Maret
3
25 Sep 02
0
3
0
3
Juni
16 Nov 89
*
????
*
1
29 Des 97
1
2
0
3
September
1991
29 Apr 03
1989
5 Feb 06
1
20 Jan 98
0
4
0
4
Oktober
1988
18 Mei 04
1990
*
1
13 Apr 98
3
1
0
4
Januari
2
24 Nov 99
4
0
0
4
Agustus
1986
17 Feb 03
1991
*
1
3 Jun 98
0
3
0
3
Maret
20 Mei 93
*
????
10 Mar 07
1
2 Feb 00
2
0
0
2
November
2
17 Jan 02
1
2
0
3
Oktober
22 Jan 10
15 Mar 1990
1
6 Jul 00
1
1
0
2
April
2
4 Jul 01
1
0
0
1
April
1
7 Mei 98
0
1
0
1
Februari
4 Feb 92
1 Mar 06
1997
1 Nov 02
1986
17 Jun 03
1997
1 Nov 02
Jan 1991
14 Agu 10
1
28 Jan 01
0
1
0
1
Oktober
2
29 Okt 01
0
1
0
1
Juli
36
N O 28
29
Orang Tua Jantan SB 905
SB 912
30
SB 1033
31
SB 1265
32
SB 1342
33
SB 1033
34
SB 369
35
SB 1101
Betina SB 1264
SB 943
SB 1190 SB 1270
SB 1343 SB 1125 SB 17 SB IN9969
Pejantan
Betina
Lahir
Mati
Lahir
Mati
4 Feb 92
22 Jan 10
1998
9 Feb 10
15 Jun 90
*
8 Feb 92
*
Kelahiran Anak ke
Waktu Kelahiran
1 2
Total
Perkiraan Bulan Perkawinan
Jumlah Anak M
F
?
4 Okt 00
2
1
0
3
Juli
19 Jan 02
1
1
0
2
Oktober
3
5 Apr 03
1
2
0
3
Januari
4
4 Mei 04
0
1
0
1
Februari
5
6 Agus 05
0
1
0
1
Mei
6
9 Agu 06
1
2
0
3
Mei
1
5 Des 00
1
1
0
2
September
2
1 Nov 01
0
2
0
2
Agustus
3
20 Mei 04
0
3
0
3
Februari
4
12 Sep 05
1
1
0
2
Juni
19 Nov 94
26 Mei 10
17 Des 01
*
1
3 Nov 05
0
2
0
2
Agustus
4 Okt 00
*
5 Des 00
*
1
25 Mei 04
2
1
0
3
Februari
2
28 Nov 05
2
1
0
3
Agustus
3
26 Sep 07
1
2
0
3
Juni
4
20 Mei 09
1
1
0
2
Februari
5
8 Mar 10
0
1
0
1
Desember
5 Apr 03
*
5 Apr 03
*
1
5 Jan 06
1
1
0
2
Oktober
19 Nov 94
26 Mei 10
3 Okt 98
*
1
5 Des 03
0
1
0
1
September
1969/1967
1 Mar 84
1964
Agu 1974
1
12 Mei 83
1
0
0
1
Februari
13 Apr 98
*
2003
*
1
26 Jul 06
2
1
0
3
April
37
N O
Orang Tua Jantan
Betina
36
SB 1054
37
SB 867
38
SB 1054
SB 1053 SB 1053 SB 1052
SB 1100
SB 1260
39
Pejantan Lahir
Betina
Mati
Lahir
Mati
Total
Perkiraan Bulan Perkawinan
0
3
November
3
0
4
September
0
0
4
4
Juli
0
0
3
3
Desember
Jumlah Anak
Kelahiran Anak ke
Waktu Kelahiran
2
3 Feb 07
3
0
3
4 Des 07
1
4
6 Okt 09
5
19 Mar 10
????
*
1995
*
1
5 Jul 03
1
2
0
3
April
1986
24 Agu 06
1995
*
1
28 Mei 04
0
0
2
2
Februari
????
*
1990
*
1
5 Mei 06
0
0
1
1
Februari
2
14 Sep 06
0
1
0
1
Juni
1
21 Jun 06
2
1
0
3
Maret
2
1 Feb 07
1
1
0
2
November
3
4 Apr 08
1
1
0
2
Januari
4
9 Agu 09
0
0
2
2
Mei
5
12 Des 09
2
0
2
4
September
1
21 Mei 06
2
2
0
4
Februari
2
28 Mar 07
2
0
0
2
Desember
1
18 Jul 09
0
1
0
1
April
2
20 Nov 09
1
2
0
3
Agustus
13 Apr 98
*
1997
*
SB 1036
SB 1053
SB 1350
SB 1348
42
SB 1265
SB 1266
4 Okt 00
*
4 Okt 00
*
1
27 Jun 03
1
1
0
2
Maret
43
SB 1033
SB 953
19 Nov 94
26 Mei 10
20 Mei 93
*
1
14Jan 06
1
3
0
4
Oktober
40
41
1995
28 Nov 05
27 Jan 09
*
1995
6 Agu 05
*
*
38
N O
44
Orang Tua Jantan
Betina
SB 1033
SB 1191
Pejantan Lahir
19 Nov 94
Mati
26 Mei 10
Betina Lahir
17 Des 01
Keterangan: ???? = tahun kelahiran tidak diketahui * = harimau masih hidup sampai sekarang
Mati
*
Kelahiran Anak ke
Waktu Kelahiran
2 1
Total
Perkiraan Bulan Perkawinan
Jumlah Anak M
F
?
1 Jan 07
0
0
3
3
Oktober
1 Mar 07
1
1
1
3
Desember