KAJIAN MORFOLOGI LIDAH TRENGGILING (Manis javanica)
RATNA MUSTIKA SARI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Morfologi Lidah Trenggiling (Manis javanica) adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2007
Ratna Mustika Sari B04103161
ABSTRAK RATNA MUSTIKA SARI. Kajian Morfologi Lidah Trenggiling (Manis javanica). Dibimbing oleh CHAIRUN NISA’ dan SRIHADI AGUNGPRIYONO. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran morfologi lidah trenggiling (M. javanica) secara makroskopis maupun mikroskopis dengan tinjauan khusus pada papilla lidah. Untuk mengetahui struktur umum lidah digunakan pewarnaan Hematoksilineosin (HE), sedangkan untuk mengetahui ketebalan jaringan ikat dalam lidah digunakan pewarnaan Masson’s trichome. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lidah trenggiling berukuran relatif panjang, mempunyai bentuk vermiform dan tidak memiliki frenulum yang mengikat lidah ke lantai mulut. Permukaan dorsalnya memiliki sulcus medianus dan terdapat tiga tipe papilla yaitu papilla filliformis, papilla fungiformis, dan papilla sirkumvallata serta memiliki lyssa di ventral lidah. Papilla filliformis mempunyai bentuk silindris dengan ujung yang lancip. Distribusi papilla filliformis ditemukan terbanyak pada dorsal corpus, sedikit di dorsal dan bagian ventromedian dari penjuluran anteromedial apex lidah. Papilla ini umumnya mengarah caudodorsad kecuali pada dinding sulcus medianus mengarah ke caudomedian, sedangkan pada ventromedian penjuluran anteromedial apex mengarah craniad. Ukuran papilla filliformis pada corpus lebih besar dibandingkan pada apex. Papilla fungiformis mempunyai bentuk seperti jamur, terbanyak ditemukan pada dorsal sampai lateroventral apex dan sedikit di dorsal corpus. Papilla sirkumvallata berjumlah tiga buah. Papilla ini berbentuk bulat dikelilingi oleh sulkus yang dangkal dan terdapat pada rostral radix lidah. Pada bagian anteromedial apex lidah terdapat struktur yang berbentuk bulat pipih dan memiliki sejumlah papilla filliformis pada ventromediannya yang mengarah ke craniad. Lapisan keratin epitel pipih banyak lapis pada lidah trenggiling mempunyai ukuran yang tebal pada dorsal dan lebih tipis pada ventral. Daerah submukosa lidah trenggiling memiliki jaringan ikat yang sangat tebal. Putik pengecap terdapat pada bagian lateral intraepitel papilla sirkumvallata. Dibawah papilla sirkumvallata ditemukan kelenjarkelenjar serous yang bermuara pada dasar sulcus circularis yang mengelilingi papilla sirkumvallata. Karakteristik khas lidah trenggiling ditunjukkan antara lain oleh bentuk dan ukuran lidah, dugaan tentang fungsi dan kerjanya, distribusi dan tipe papilla, serta distribusi putik pengecap. Hal tersebut diduga berhubungan erat dengan perilaku makan dan tipe makanan yang dimakan oleh spesies ini yaitu semut dan rayap. Kata kunci : Manis javanica, lidah, papilla
ABSTRACT RATNA MUSTIKA SARI. Study Morphology of the Tongue of Malayan Pangolin (Manis javanica). Under the direction of CHAIRUN NISA’ and SRIHADI AGUNGPRIYONO. The aim of the study was to observe the morphology of the tongue of Malayan pangolin (Manis javanica) macroscopic and microscopically with special emphasized on the papillae. Hematoksilineosin (HE) staining was pointed to know the general structure of the tongue, while Masson’s trichome was applied to observe the connective tissue. The result of the study shows that the tongue of Malayan pangolin was long, vermiform in shaped and the frenulum that attached the tongue to the ventral floor of the oral cavity was absent. The dorsal surface had a median groove (sulcus medianus) and three types of papillae such as filliform, fungiform and circumvallate and lyssa on the ventral surface. The filliform papillae was cylindershaped with pointed end. The greatest number of filliform papillae were found on the dorsal corpus, some in dorsal and ventromedian of anteromedial projection apex tongue. Commonly this papillae direct into caudodorsad except on the wall of median groove was direct into caudomedian, while on the ventromedian of anteromedial projection apex was direct into craniad. The filliform papillae on the corpus was bigger than that of the apex. The fungiform papillae was mushroomshaped, distributed in large number on the dorsal to lateroventral apex and less on the dorsal corpus. The circumvallate papillae was three in number. The papillae was sphericalshaped surrounded by shallow groove and located on the rostral radix of tongue. On the anteromedial apex was found structure that spherical and flat in shaped, and numerous of the filliform papillae; on the cranially directed, was found on the ventromedian surface. The stratified squamous epithelium lining of the mucosal tongue had thick keratinized on the dorsal and thin keratinized on the ventral. The connective tissue on the submucosa of pangolin tongue was thick. Taste bud was found laterally of intraepitel circumvallate papillae. Under of the circumvallate papillae was found serous glands and empty into base of sulcus circularis surrounded circumvallate papillae. The exclusive characteristics pangolins tongue showed by shape and size tongue, the guess about that function and occupation, distribution and papillae type, and also taste bud distribution. That may be related to the feeding habits and the food type that exclucively of ants and termites. Key word : Manis javanica, tongue, papillae
KAJIAN MORFOLOGI LIDAH TRENGGILING (Manis javanica)
RATNA MUSTIKA SARI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Nama NRP
: Kajian Morfologi Lidah Trenggiling (Manis javanica) : Ratna Mustika Sari : B04103161
Disetujui,
Dr. Drh. Chairun Nisa’ MSi Ketua
Drh. Srihadi Agungpriyono Ph.D Anggota
Diketahui,
Dr.Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Kajian Morfologi Lidah Trenggiling (Manis javanica)”. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dan deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui morfologi lidah trenggiling, salah satu hewan liar endemik Indonesia yang ketersediaan literatur tentang anatomi tubuhnya masih sangat sedikit. Sembah sujud dan rasa terima kasih yang tiada terhingga penulis haturkan kepada Ibu dan Bapak tercinta atas kasih sayang, nasehat, pengorbanan, perjuangan dan kesempatan yang telah diberikan sehingga penulis dapat merasakan kebahagiaan menuntut ilmu hingga perguruan tinggi. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Drh. Chairun Nisa’ MSi dan Drh. Srihadi Agungpriyono Ph.D selaku pembimbing tugas akhir atas kesabaran dalam membimbing, Drh. Adi Winarto Ph.D selaku pembimbing akademik, penilai seminar dan penguji sidang tugas akhir atas dorongan, semangat, saran dan kritiknya yang terus diberikan. Drh. Savitri Novelina MSi, Drh. Nurhidayat Ph.D, Drh. Supratikno, Bu Sri, Mas Bayu, Bu Nur, Pa Kholid dan Pa Maman atas segala dorongan serta bantuannya. Para guru dan seluruh sivitas akademika FKH IPB yang telah mencurahkan semua ilmunya yang tidak akan lekang oleh zaman. Mba Endah dan ade Diah (my lovely sister). Gymnelomata 40, temanteman seperjuangan (Asep, Jun, dan Gofur), teman teman di Laboratorium Anatomi (Valin, N’dutz, Ido, Baz, dan Fajri), my best friend (Yeyen, Turez, Ndy, Gia, Mira, Icha), penduduk Naura, Kanda Uus, teman teman komisariat FKH dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih atas bantuan dan dorongannya. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2007
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 23 April 1985 di Cimahi, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Sukardi dan Ibu Sri Wahyuni. Pendidikan formal penulis dimulai dari taman kanakkanak St. Maria Cimahi yang diselesaikan pada tahun 1991. Kemudian dilanjutkan pendidikan dasar di SD. Widyawan 1 Cimahi. Pada tahun 2000, penulis berhasil menyelesaikan sekolah menengah pertama di SMPN 1 CIMAHI dan dilanjutkan dengan pendidikan lanjutan atas di SMUN 2 BANDUNG hingga tahun 2003. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun 2003. Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi intrakampus yakni HIMPRO Ornithologi dan Unggas, menjadi koordinator Infokom (Informasi dan Komunikasi) HIMPRO Satwaliar pada tahun ajaran 2005/2006, dan menjadi sekretaris kabinet Badan Eksekutif Mahasiwa Fakultas Kedokteran Hewan IPB tahun 2006/2007. Selain itu penulis juga aktif di organisasi ekstrakampus yakni Himpunan Mahasiswa Islam selaku wakil sekretaris umum bidang PTKP (Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan dan Kepemudaan) pada tahun 2006/2007.
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK… ………………………………….………………….………… iii ABSTRACT… ………………………………….………………….……… iv PRAKATA…………………………………………………………………. vi RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………… vii DAFTAR ISI ………………………………………………….…….............. viii DAFTAR TABEL ………………………………………….…….................. ix DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. x DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………….….................. xi PENDAHULUAN…………………………………………………………... 1 Latar Belakang ………………………….……………..…............... 1 Tujuan ………………………………………………..……………. 2 Manfaat ……………………………………………...…………….. 2 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….. 3 Trenggiling (Manis javanica, Desmarest 1822) ............................................ 3 Klasifikasi dan Penyebaran Trenggiling…................................................ 3 Anatomi Tubuh Trenggiling...................................................................... 4 Tingkah laku Trenggiling…………….……............................................. 5 Lidah............................................................................................................... 6 a. Otot lidah.............................................................................................. 9 b. Papilla lidah………………………………………………………….. 10 c. Kelenjar pada lidah………………………………………................... 16 d. Putik pengecap……………………………………………………….. 16 e. Sistem saraf lidah…………………………………………………….. 17 MATERI DAN METODE…………………………………………………... 18 Waktu dan tempat ………...……………………………….............. 18 Materi …………………………………...…………………………. 18 Metode ………………………………...…………………………… 18 A. Pengamatan Makroskopis……………………………………………. 18 B. Pengamatan Mikroskopis...................................................................... 19 HASIL……………………………………………………………………….. 21 Makroskopis ………………………………………………………………… 21 Mikroskopis …………………………………………………………............ 25 PEMBAHASAN…………………………………………………………….. 31 SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………….. 37 Simpulan ……………..…………………………………………. 37 Saran ……………………………………………………………….. 37 DAFTAR PUSTAKA ………………………………..……………………... 38 LAMPIRAN …………………………………..……………………............. 41
DAFTAR TABEL Halaman 1
Ukuran makroskopis lidah trenggiling (M. javanica)…….......... 21
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Peta penyebaran trenggiling (M. javanica)(A) dan morfologi permukaan tubuh yang tertutupi sisik seperti reptil (B)............... 4 Trenggiling menjulurkan lidah untuk mendapatkan semut (A) dan minum (B)…………………………………………………. 5 Skema perkembangan awal lidah pada mamalia……………….. 8 Gambaran makroskopis lyssa pada lidah anjing (A) dan lidah kucing (B). Gambaran histologis potongan transversal sepertiga depan (C) dan potongan duapertiga (D) pada lyssa anjing........................................................................................... 10 Distribusi papilla lidah kelelawar T. brasiliensis (20x) (A), B. plicata (B) dan gambaran histologis apex lidah (8x) (C)........ 11 Gambaran histologis papilla filliformis pada kucing.................... 13 Morfologi papilla fungiformis kelelawar B. plicata.................... 14 Morfologi papilla sirkumvallata kelelawar B. plicata…………. 15 Skema putik pengecap pada manusia…………………………... 17 Skematik lidah trenggiling (M. javanica).................................... 18 Gambaran makroskopis lidah trenggiling (M. javanica)............. 22 Keunikan lidah trenggiling (M. javanica).................................... 23 Morfologi dorsal corpus lidah trenggiling (M. javanica)............ 25 Struktur histologis lyssa pada lidah trenggiling (M. javanica)................................................................................ 26 Struktur histologis papilla filliformis bagian apex lidah 26 trenggiling (M. javanica)............................................................. Struktur histologis papilla filliformis bagian corpus lidah trenggiling (M. javanica)............................................................. 27 Struktur histologis papilla fungiformis bagian apex lidah trenggiling (M. javanica)............................................................. 28 Struktur histologis papilla fungiformis bagian corpus lidah trenggiling (M. javanica)............................................................. 28
19
Struktur histologis papilla sirkumvallata lidah trenggiling (M. javanica)........................................................................................ 29
20
Struktur putik pengecap pada papilla sirkumvallata lidah trenggiling (M. javanica) dengan pewarnaan Masson’s trichome............................................................................................... 30
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1 2 3
Halaman Metode pewarnaan Hematoksilineosin...................................... 41 Metode pewarnaan Masson’s trichome (Modifikasi Goldner)... 42 Proses dehidrasi dan embedding lidah trenggiling.................... 43
PENDAHULUAN Latar belakang Keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia membawanya menjadi sebuah negara yang kaya. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brasil. Dengan luas total daratan 1,3 % dari seluruh permukaan bumi, Indonesia memiliki 10 % tumbuhan berbunga (27.000 jenis), 12 % Mamalia (515 jenis), 16 % satwa Amphibia (270 jenis), dan 17 % Aves (1539 jenis) (KLH dan Kophalindo 1994). Tetapi sangat disayangkan hal tersebut belum diikuti dengan pemanfaatan yang baik dalam bidang IPTEK. Eksploitasi alam hayati umumnya masih pada taraf untuk kepentingan ekonomi. Sehingga ketika kekayaan tersebut mulai berkurang, baru sedikit data ilmiah yang dihasilkannya. Beberapa hewan di Indonesia kini telah mencapai ambang kepunahan, salah satunya adalah trenggiling (Manis javanica). Berdasarkan UU No. 5/1990 dan PP No. 17/1999, trenggiling merupakan hewan yang dilindungi oleh pemerintah RI dan menurut CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) trenggiling termasuk ke dalam golongan Appendix II yang berarti hewan tersebut dilarang untuk diperdagangkan (Suyanto et al. 1998). Penyebaran trenggiling di Indonesia meliputi hutan hujan tropis daerah Sumatera, Jawa, Borneo, dan pulaupulau kecil dari Riau, pulau Lingga, Bangka, Belitung, Nias, Pagai, Pulau Natuna, Karimata, Bali, serta Lombok (Corbet and Hill 1992). Sedangkan penyebarannya di luar wilayah Indonesia meliputi Afrika, India, Filipina, Nepal, Pakistan, Malaysia, China, dan Srilanka (Breen 2003). Trenggiling merupakan salah satu hewan yang telah mendapat perhatian khusus oleh CITES sejak tahun 1985. Hal ini dikarenakan semakin maraknya perdagangan ilegal trenggiling yang menyebabkan populasi trenggiling semakin menurun. Maraknya perburuan trenggiling disebabkan kepercayaan masyarakat terhadap sisik trenggiling yang dianggap dapat menyembuhkan keracunan, inflamasi, scabies, dan rematik (Nowak 1999). Selain itu pengrusakan habitat trenggiling merupakan faktor lain yang menyebabkan semakin berkurangnya jumlah trenggiling yang dapat bertahan hidup.
Trenggiling merupakan salah satu mamalia yang unik dan menarik. Salah satu keunikkan tersebut dapat terlihat dari morfologi tubuhnya ditutupi sisiksisik yang keras seperti reptil (Breen 2003). Selain itu kemampuan penciuman trenggiling lebih baik dibandingkan dengan kemampuan penglihatannya (Robinson 2005). Hal tersebut sangat berhubungan dengan aktivitasnya yang lebih banyak terjadi pada malam hari (nokturnal) serta aktif menemukan sarang semut dan rayap untuk mendapatkan makanan. Makanan utama dari trenggiling adalah semut (Ordo Hymenoptera) dan rayap (Ordo Isoptera). Diantara keduanya semut merah tanah (Myrmicaria sp) merupakan makanan yang lebih disukai trenggiling (Heryatin 1983). Untuk mengambil makanannya, trenggiling dilengkapi dengan lidah yang dapat menjulur panjang, berbentuk seperti cacing (vermiform), dan lengket oleh sekreta kelenjar ludah. Menurut Nowak (1999), lidah trenggiling (M. javanica) dapat dijulurkan hingga 25 cm dan ditunjang dengan otototot ekstrinsik kuat yang berorigo pada prosessus xyphoideus dan pelvisnya. Oleh karena itu lidah mempunyai peranan penting untuk keberlangsungan hidup trenggiling dan pada umumnya makhluk hidup. Disamping itu trenggiling tidak memiliki gigi seperti halnya unggas, sehingga rayap dan semut yang telah ditangkap oleh lidahnya tidak mengalami proses pengunyahan di ruang mulut. Makanan yang masuk digiling hingga lembut di dalam lambungnya. Sejauh ini penelitian pada lidah tenggiling masih terbatas pada sistem perototannya. Penelitian yang lebih mendalam mengenai kajian mikroskopis pada tipetipe papilla lidah, khususnya pada Manis javanica belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu penelitian yang bertujuan mempelajari morfologi lidah trenggiling ini penting untuk dilakukan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi lidah trenggiling (M. javanica) secara makroskopis dan mikroskopis, khususnya pada pola distribusi dan karakteristik papilla lidahnya. Manfaat Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya datadata biologi tentang fisiologi pencernaan pada trenggiling (M. javanica).
TINJAUAN PUSTAKA Trenggiling (Manis javanica Desmarest,1822) Trenggiling merupakan salah satu jenis mamalia langka yang menjadi kekayaan alam hayati Indonesia. Nama trenggiling berasal dari bahasa melayu yakni pengguling atau guling yang artinya menggulung atau melingkar seperti bola. Klasifikasi dan Penyebaran Trenggiling (M. javanica) Mamalia ini dalam taksonominya termasuk ke dalam Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Mamalia
Ordo
: Pholidota
Famili
: Manidae
Genus
: Manis (Linnaeus 1758) (Corbet dan Hill 1992).
Terdapat tujuh spesies trenggiling yang terdistribusi di hutanhutan tropis Asia dan Afrika. Spesies trenggiling Asia yaitu M. javanica, M. crassicaudata, dan M. pentadactyla. Adapun spesies trenggiling Afrika yaitu M. gigantea, M. temminckii, M. tricuspis, dan M. tetradactyla (Robinson 2005). Gaubert dan Antunes (2005), mengusulkan berdasarkan perbedaan beberapa karakteristik morfologi dan DNAnya bahwa spesies trenggiling yang terdapat di pulau Palawan (Filipina) merupakan spesies tersendiri. Sebelumnya spesies tersebut dianggap sebagai M. javanica. Sehingga saat ini diusulkan oleh mereka bahwa jumlah spesies trenggiling ada delapan. Penyebaran spesies M. javanica di Indonesia meliputi hutan hujan tropis daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan pulaupulau kecil dari Riau, Pulau Lingga, Bangka, Belitung, Nias, Pagai, Pulau Natuna, Karimata, Bali, serta Lombok (Gambar 1A) (Corbet dan Hill 1992). Sedangkan penyebarannya di luar wilayah Indonesia meliputi Burma, Thailand, Indocina, Malaysia, Filipina (Lekagul dan McNeely 1977), serta Vietnam, Laos, dan Singapura (Corbet dan Hill 1992).
A
B
Gambar 1 Peta penyebaran trenggiling (M. javanica)(A) dan morfologi permukaan tubuh yang tertutupi sisik seperti reptil (B) [░] = daerah penyebaran trenggiling (M. javanica). (Sumber: (A)Lekagul dan McNeely 1977 dan (B) Baker 2007).
Anatomi Tubuh Trenggiling (M. javanica) Trenggiling (M. javanica) disebut juga M. leptura (Blyth 1842) atau M. leucura (Blyth 1847) mendiami daerah hutan hujan tropis di Asia Tenggara dan mempunyai morfologi tubuh yang unik (Corbet dan Hill 1992). Pada permukaan tubuh bagian dorsal terdapat sisiksisik yang keras dan diantara sisik tersebut terdapat rambutrambut yang kasar (Gambar 1B). Sedangkan pada bagian ventralnya tidak terdapat sisik tetapi hanya terdapat rambutrambut. Panjang tubuh hewan ini dari kepala hingga ekor dapat mencapai 7988 cm. Ukuran tubuh trenggiling jantan lebih panjang dibandingkan dengan betina (Breen 2003). Tubuh trenggiling yang panjang ditunjang oleh empat kaki yang pendek dan masingmasing jarinya mempunyai cakar yang panjang dan melengkung. Cakar pada kaki depan biasanya lebih panjang hingga 1¹/2 kali daripada cakar kaki belakang. Cakar pada kaki depan berperan sangat penting ketika trenggiling menggali lubang semut atau rayap (Lekagul dan McNeely 1977). Kepalanya kecil dan berbentuk tirus dengan mata yang kecil dan dilindungi oleh kelopak mata yang tebal. Kelopak matanya tersebut merupakan pelindung mata dari gigitan semut. Memiliki daun telinga yang berukuran kecil dan berbentuk seperti bulan sabit. Dari ruang mulutnya dapat dijulurkan lidah yang berbentuk seperti cacing dan sangat lengket (Amir 1978). Lidah trenggiling merupakan lidah yang terpanjang, ketika dijulurkan dapat mencapai 25 cm (Breen 2003). Hal tersebut sangat membantu trenggiling ketika mencari pakan.
Tingkah Laku Trenggiling (M. javanica) Trenggiling termasuk mamalia pemakan semut sehingga sering disebut anteater (Feldhamer et al. 1999). Pakan utama dari trenggiling (M. javanica) adalah semut (Ordo Hymenoptera) dan rayap (Ordo Isoptera). Diantara keduanya, semut merah tanah (Myrmicaria sp) merupakan pakan yang lebih disukai (Heryatin 1983). Pakan tersebut tidak dihancurkan di dalam mulut karena trenggiling tidak mempunyai gigi, sehingga pakan digiling di dalam lambungnya dengan bantuan batu kerikil yang tertelan (Nisa’ 2005). Selain itu trenggiling dapat melepaskan kotoran yang ikut melekat pada lidahnya ketika menangkap semut. Proses penyaringan ini terjadi di kerongkongan (Lekagul dan McNeely 1977). Proses mendapatkan pakan pada trenggiling tidak jauh berbeda dengan proses minum. Trenggiling mengeluarkan lidahnya dan memasukkannya kembali dengan cepat ketika minum (Nowak 1999). Dalam aktivitas mendapatkan pakan, trenggiling menggunakan indera penciumannya untuk mendapatkan semut atau rayap. Indera penciuman merupakan indera penting untuk kelangsungan hidup trenggiling terkait dengan pencarian pakannya. Sebelum menggali sarang semut atau rayap, trenggiling membaui daerah yang diduga terdapat banyak semut atau rayap. Setelah menemukan tempat yang diinginkan, trenggiling menggali dengan cakar kaki depannya hingga semut atau rayap keluar dari sarang. Selanjutnya trenggiling mulai menangkap semut atau rayap tersebut dengan lidahnya yang panjang dan lengket (Attenborough 2004) (Gambar 2). Aktivitas seekor trenggiling dapat berlangsung sepanjang hari tetapi lebih tinggi ketika malam hari (nokturnal). Pada siang hari trenggiling lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur di dalam lubanglubang atau di bawah dedaunan atau dicelahcelah pohon (Amir 1978). Trenggiling mempunyai kaki yang dilengkapi dengan bantalan di telapaknya dan kukukuku yang panjang dan melengkung. Biasanya kuku kaki depannya lebih panjang serta kuat dibandingkan kuku kaki belakangnya (Corbet dan Hill 1992; Nowak 1999). Trenggiling sangat pandai memanjat dibandingkan dengan berjalan. Mereka merupakan penggali yang kuat dan akan membuat lubang di bukit rayap serta sarang semut untuk mendapatkan pakan (Medway 1969). Dalam usaha mendapatkan pakan, penciuman merupakan organ sensori yang berperan utama membantu menemukan sarang rayap atau semut. Kegiatan ini dibantu dengan indera pendengaran tetapi tidak dengan penglihatannya yang buruk (Lekagul dan McNeely 1977).
A
B
Gambar 2 Trenggiling menjulurkan lidah untuk mendapatkan semut (A) dan minum (B). (Sumber: (A) Blackney 2007 dan (B) Brush 2003)
Trenggiling (M. javanica) muda mulai mencari lawan jenis sekitar umur satu tahun. Pada saat itu organ reproduksinya telah siap secara anatomis maupun fungsinya. Trenggiling jantan harus bersaing dengan trenggiling jantan lainnya untuk mendapatkan betina (Medway 1969). Anak yang dilahirkan ratarata hanya satu hingga dua ekor untuk setiap kelahiran. Lama seekor trenggiling menyusui anaknya ratarata 130 hari (Breen 2003). Predator utama dari trenggiling antara lain manusia, macan (Panthera pardus), dan phyton (Breen 2003). Trenggiling menyelamatkan dirinya dari predatorpredator tersebut dengan berbagai cara. Dimulai dengan menegakkan sisik, melingkarkan badan hingga menyemprotkan cairan berbau busuk dari kelenjar anal untuk mengusir predatorpredator tersebut (Feldhamer et al. 1999). Lidah Lidah (lingua) merupakan organ yang mudah bergerak serta mengisi rongga mulut ketika gigigigi pada rahang atas dan bawah saling bertemu. Lidah mempunyai fungsi penting dalam mengunyah, menelan, mengecap, dan berbicara (Telford dan Bridgman 1995). Selain fungsifungsi tersebut, lidah pada hewan juga mempunyai fungsi penting lain diantaranya memegang dan memilih makanan, membantu mengambil air pada karnivora, membantu menghisap puting susu pada hewan yang baru lahir, menggaruk dan membebaskan diri dari insekta, membersihkan kulit atau rambut di tubuh, atau sebagai termoregulator pada anjing (Kent dan Carr 2001).
Proses perkembangan saluran pencernaan mamalia pada saat organogenesis diawali dengan pelipatan daerah kepala dan ekor membentuk usus primitif dan tangkai kantung kuning telur. Usus primitif terbagi menjadi 3 bagian yakni usus depan (foregut), usus tengah (midgut), dan usus belakang (hindgut) (Djuwita et al. 2000). Lidah merupakan organ yang termasuk ke dalam usus depan. Lidah berkembang di lantai mulut dan mempunyai perkembangan yang rumit. Lidah sebagian besar disusun oleh otot rangka yang pada saat embrional terlihat sebagai pembengkakan mesodermal di lantai stomodeum dan rostral foregut serta menutupi lengkung brankhial pertama, kedua dan ketiga. Pada lengkung brankhial tersebut terdapat dua pembengkakan lateral (lateral lingual primordial) yang terletak disamping pembengkakan distal (distal tongue swelling), sebuah median tongue bud (tuberculum impar) dan sebuah median proximal swelling atau proximal tongue swelling (capula) (Gambar 3). Lateral swelling dan median tongue swelling (middle tongue swelling) akan membentuk corpus serta apex lidah atau duapertiga bagian rostral lidah. Sedangkan capula akan membentuk radix lidah. Epiglottal swelling akan membentuk epiglottis (Chibuzo 1993).
Pembengkakan Distal Lidah
Pembengkakan Tengah Lidah Divertikulum Thyroid Pembengkakan Proksimal Lidah
Pembengkakan Epiglotis Celah Laryngotracheal Pembengkakan Laryngeal
Gambar 3 Skema perkembangan awal lidah pada mamalia. I. kantung pharingeal 1, II. Kantung pharingeal 2, III. kantung pharingeal 3, IV. kantung pharingeal 4 (Sumber: modifikasi dari Djuwita et.al 2000).
Lidah mempunyai dua macam permukaan, yakni permukaan dorsal yang kasar karena terdapat papilla dan permukaan ventral yang lebih halus (Leach 1961). Permukaan dorsal lidah dapat dibagi menjadi dua bagian yakni sepertiga bagian belakang yang disebut faringeal dan duapertiga bagian depan yang disebut oral. Lidah terbagi menjadi radix, corpus, dan apex linguae. Bagian radix terdapat pada sepertiga bagian belakang lidah sedangkan corpus dan apex pada duapertiga bagian depan lidah. Bagian oral dan faringeal dipisahkan oleh sulkus terminalis. Sulkus ini berupa celah yang berbentuk V. Pada duapertiga bagian depan lidah terdapat berbagai macam bentuk serta jumlah dari papilla dan dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis (Telford dan Bridgman 1995). Pada umumnya lidah hewan terhubung dengan lantai rongga mulut oleh sebuah lipatan mukosa di ventral tengah lidah yang disebut sebagai frenulum (Dyce et al. 1996). Frenulum diantaranya terdapat pada hewanhewan karnivora, babi, ruminansia, kuda. Frenulum pada babi mempunyai keunikkan dibandingkan hewanhewan lain yakni terbentuk dari dua lipatan mukosa di ventral lidah (Nickel dan Schummer 1979). Selain itu karnivora memiliki ciri khas lain pada lidahnya yaitu adanya sulcus medianus yang membagi permukaan dorsal lidah menjadi dua bagian yang sama. Ciri khas lidah karnivora lainnya adalah lyssa. Lyssa pada karnivora terdapat pada sepanjang median ventral lidah dan berbentuk spikule. (Nickel dan Schummer 1979). Lyssa diantara kucing dan anjing mempunyai perbedaan yakni pada kucing mempunyai struktur helikal/spiral sedangkan pada anjing mempunyai struktur yang menyerupai huruf J (Besoluk et al. 2006) (Gambar 4). Keberhasilan suatu makhluk hidup untuk bertahan di lingkungan salah satunya tergantung pada lidah. Lidah dilengkapi dengan otototot ekstrinsik, otot otot intrinsik, tulang hyoid, papillapapilla mekanis, putik pengecap, pembuluh darah dan syaraf.
f. Otot Lidah Lidah sebagai organ yang mempunyai mobilitas tinggi sangat didukung oleh sistem perototan yang baik. Perkembangan otot lidah pada hewan sangat bergantung pada pola makan hewan tersebut. Otototot lidah merupakan otot bergaris melintang yang diinervasi oleh syarafsyaraf cranial dan terbagi menjadi dua macam yakni otot ekstrinsik dan otot intrinsik. Otot ekstrinsik berfungsi menahan lidah dan membuat lidah bergerak untuk melaksanakan fungsinya (Nickel dan Schummer 1979). Otototot ekstrinsik lidah diantaranya m. genioglossus, m. hyoglossus, dan m. styloglossus (Leeson dan Leeson 1989). Pada mamalia dan beberapa reptil berkembang sebuah otot yang tidak mempunyai pertautan pada tulang yaitu m. lingualis (Kent dan Miller 1997). Sedangkan otototot intrinsik lebih berfungsi membuat lidah berubah
bentuk
agar
lebih
mudah
menelan
dan
berbicara
(Crouch dan Clintic 1971). Otot intrinsik lidah tidak berorigo pada tulang sedangkan otot ekstrinsik lidah mempunyai origo pada tulang (Nickel dan Schummer 1979). Otototot intrinsik lidah diantaranya otot longitudinal, otot transversal, dan otot vertikal (Leeson dan Leeson 1989; Telford dan Bridgman 1995). Otot longitudinal berada di dorsal dan berikatan dengan membran mukosa lidah. Otot transversal timbul dari septum median fibrosa dan berjalan lateral ke membran mukosa pinggir lidah. Otot vertikal lidah meluas diantara membran mukosa dorsal lidah dan terutama bagian bawah ujung lidah (Leeson dan Leeson 1989).
A
B
D
C Gambar 4 Gambaran makroskopis lyssa pada lidah anjing (A) dan lidah kucing (B). Gambaran histologis potongan transversal sepertiga depan (C) dan potongan duapertiga (D) pada lyssa anjing. Tanda panah menunjukkan bentuk huruf J pada lyssa (A), tanda panah menunjukkan struktur helikal lyssa(B), L=Lyssa, Lf=Frenulum. Ct=jaringan ikat, Dlf=otot longitudinal dalam, L=lyssa, Ls=septum lingual, Tf=otot transversal, At=jaringan lemak, Ct=jaringan ikat, Dlf=otot longitudinal dalam, Sm=otot transversal, Pf= perpendicular fibres, Tf =transverse fibres (Sumber: Besoluk et al. 2006).
g. Papilla Lidah Papilla yang terdapat pada duapertiga bagian depan lidah secara garis besar terdiri dari empat macam yakni papilla filliformis, papilla fungiformis, papilla sirkumvallata/vallata dan papilla foliata. Papillapapilla tersebut berbeda beda dalam ukuran, bentuk, distribusi bahkan fungsinya antara satu spesies dengan spesies lainnya. Hal tersebut tergantung pada cara hidup masingmasing makhluk hidup (Banks 1986; Bajpai 1989; dan Telford dan Bridgman 1995).
Sebagai contoh adalah distribusi papilla lidah kelelawar Tadarida brasiliensis dan Balantiopteryx plicata (Gambar 5). Berdasarkan fungsinya, papilla dibedakan menjadi dua macam yakni papilla yang murni berfungsi mekanik dan papilla yang berfungsi untuk membedakan rasa (gustatory). Papilla filliformis, konikal, dan lentikular merupakan papilla mekanik yang memfasilitasi pergerakan makanan di dalam mulut. Papilla fungiformis, vallata/sirkumvallata, dan foliata adalah papilla kimiawi yang berfungsi membedakan rasa (pusat rasa) karena di dalamnya terkandung putik pengecap (Dellmann dan Eurell 1998).
A
B
C Gambar 5 Distribusi papilla lidah kelelawar T. brasiliensis (20x) (A), B. plicata (B) dan gambaran histologis apex lidah kelelawar B. plicata (8x) (C). co = papilla konikal, fu = papilla fungiformis, ci = papilla sirkumvallata, OE = orificium epiglotica, fi = papilla filliformis, fib = papilla filliformis bifidas, pc = pusat kumparan papillapapilla, fu = papilla fungiformis, ci = papilla sirkumvallata, fi = papilla filliformis, mt = otot transversal, ml = otot longitudinal, mv = otot vertikal. (Sumber: modifikasi Arellano et al. 2002)
Papilla filliformis merupakan papilla yang mempunyai bermacammacam tipe tergantung pada jenis hewan. Pada beberapa hewan papilla ini hampir menyelimuti permukaan dorsal lidah. Papilla filliformis berbentuk ramping, beberapa ada yang tajam, serta dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis berkeratin dengan stratum korneum yang tebal (Dellmann dan Eurell 1998). Pada manusia seluruh bagian dorsal papilla ini terdapat sedikit keratinisasi sedangkan pada hewan, tingkat keratinisasinya bervariasi mulai dari rendah hingga sangat tinggi tergantung jenis pakannya (Telford dan Bridgman 1995). Pada kuda, papilla ini mempunyai keratin yang meruncing di permukaannya. Pada ruminansia, papilla ini juga menyelimuti permukaan dorsal terutama pada fossa lingual. Tetapi pada ruminansia kecil, selain terdapat di permukaan dorsal juga terdapat di permukaan ventral apex. Bentuk papilla ini di daerah torus lingua pada ruminansia kecil berukuran lebih besar dan datar dibandingkan dengan ruminansia besar (Nickel dan Schummer 1979). Karnivora dilengkapi dengan papilla filliformis yang unik, seperti pada kucing yang terdapat dua penajaman yang unik yakni bagian rostral dan belakang (Gambar 6). Sedangkan pada anjing dilengkapi dengan dua atau lebih puncak, pada puncak yang belakang dilengkapi dengan dengan stratum korneum yang lebih tebal dibandingkan dengan yang lainnya (Dellmann dan Eurell 1998). Selain itu papilla ini pada karnivora juga berguna untuk grooming. Babi mempunyai papilla fillifomis yang panjang, lebih halus dan hadir di permukaan dorsal. Pada pangkal lidah, papilla ini lebih sedikit, tetapi berukuran lebih besar dan fleksibel karena mempunyai sebuah pusat jaringan ikat (Getty 1975, Nickel dan Schummer 1979).
2 1 3 4
Gambar 6 Gambaran histologis papilla filliformis pada lidah kucing, 1 = jaringan ikat papilla bagian belakang, 2 = jaringan ikat papilla bagian rostral, 3 = otot rangka, 4 = penajaman keratin (Sumber: modifikasi Bacha dan Bacha 2000).
Selain papilla filliformis yang mempunyai fungsi mekanik, terdapat pula papila lain yang mempunyai fungsi serupa yakni papilla konikal dan papilla lentikular. Papilla konikal terdapat di radix dari lidah kelelawar T. brasiliensis sedangkan
pada
kelelawar
B.
plicata
tidak
terdapat
papilla
ini
(Arellano et al. 2002) (Gambar 5A), anjing, kucing, babi, dan terdapat pada torus lingual ruminansia. Ukuran dari papilla ini lebih besar daripada papilla filliformis dan biasanya lapisan keratinnya tidak tebal. Papilla ini terdiri dari jaringan ikat primer dan sekunder. Pada babi papilla ini disebut papilla tonsilar karena terdiri dari banyak jaringan limfatik dan banyak terdapat di tonsil lidah. Papilla lentikular berbentuk datar dan terdapat pada torus lidah ruminansia. Papilla ini dilapisi epitel pipih banyak lapis berkeratin dan mempunyai jaringan ikat yang tebal (Nickel dan Schummer 1979). Papilla fungiformis selain mempunyai fungsi membedakan rasa juga mempunyai fungsi mekanik (Banks 1986). Papilla ini berbentuk seperti jamur dan tersebar diantara papilla filliformis (Bloom dan Fawcett 1968; Banks 1986; Dellmann dan Eurell 1998). Pada kuda dan babi bentuk papilla ini menyerupai
kubah (Dellmann dan Eurell 1998). Pada kelelawar B. plicata, papilla fungiformis berbentuk seperti jamur (Gambar 7). Penyebaran papilla ini selain pada permukaan dorsal juga terdapat pada sisi lateral dari lidah ruminansia dan babi (Nickel dan Schummer 1979). Pada kelelawar B. plicata, papilla fungiformis menyebar pada permukaan lateral (Gambar 5B) sedangkan pada kelelawar T. brasiliensis menyebar pada permukaan dorsal (Gambar 5A). Permukaan papilla ini dilapisi dengan epitel pipih banyak lapis tidak berkeratin dan terdapat satu atau lebih putik pengecap pada sisi dorsal dari papilla ini. Jumlah putik pengecap pada setiap hewan berbedabeda, sedikit pada kuda dan sapi, lebih banyak pada domba dan babi serta melimpah pada karnivora dan kambing. Papilla ini mempunyai jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah dan syaraf (Dellmann dan Eurell 1998).
Gambar 7 Morfologi papilla fungiformis kelelawar B. plicata, bg = taste bud (Sumber: Arellano et al. 2002).
Papila vallata terletak disebelah rostral (Dellmann dan Eurell 1998). Pada manusia papila ini membentuk huruf V dan terletak di anterior sulcus terminalis (Telford dan Bridgman 1995). Dengan mata telanjang, papila ini sangat mudah terlihat karena ukurannya yang cukup besar. Papila ini dikelilingi oleh celah sirkular (sulcus circularis), terletak di permukaan lidah, dan dilapisi epitel pipih banyak lapis. Putik pengecap pada papilla ini terletak di sebelah lateral di antara epitel pipih banyak lapis. Disamping itu papilla vallata terhubung dengan kelenjar von Ebner yang menghasilkan sekresi serous kedalam celah diantara dinding papilla dengan lapisan epitel lidah (Bloom dan Fawcett 1968). Fungsi dari sekreta serous tersebut adalah membasahi makanan dan melarutkannya sehingga
mudah dikenali rasanya (Crouch dan Clintic 1971). Jumlah papilla vallata berbeda pada tiap jenis makhluk hidup. Babi dan kuda hanya mempunyai sepasang papilla yang besar, karnivora mempunyai 23 papilla setiap sisi, 817 buah pada sapi, 1824 buah pada domba, dan 1218 buah pada kambing (Nickel dan Schummer 1979). Pada kelelawar B. plicata dan T. brasiliensis terdapat sepasang papilla sirkumvallata (Arellano et al. 2002)(Gambar 8)
Gambar 8 Morfologi papilla sirkumvallata kelelawar B. plicata, ci=papilla sirkumvallata, bg = taste bud, gVE = kelenjar von Ebner (Sumber: Arellano et al. 2002).
Jenis papilla terakhir yang berfungsi sebagai pembeda rasa adalah papilla folliata. Papilla folliata ditemukan di perbatasan antara lidah dan lengkung palatoglossal (Nickel dan Schummer 1979; Dellmann dan Eurell 1998). Papilla ini mempunyai panjang yang berbeda pada setiap hewan. Pada kuda, papilla ini mempunyai panjang sekitar 20 mm, dan 78 mm pada babi. Pada anjing, ukuran papilla ini sangat kecil sedangkan pada kucing papilla ini tidak berkembang atau rudimenter. Begitu pula pada ruminansia kecuali pada sapi, tidak terdapat papilla foliata. Sedangkan pada Tragulus javanicus, papilla foliata terletak posterolateral papilla vallata (Agungpriyono et al. 1995). Pada papilla ini juga terdapat putik pengecap seperti halnya papilla vallata serta terdapat kelenjar yang mempunyai fungsi seperti pada papilla vallata (Nickel dan Schummer 1979)
h. Kelenjar Pada Lidah Selain papilla, pada lidah juga terdapat kelenjar yang disebut von Ebner (Telford dan Bridgman 1995). Kelenjar ini memiliki selsel serous yang menghasilkan sekreta untuk membasahi makanan dan melarutkannya sehingga mudah atau dapat dikenali rasanya (Crouch dan Clintic 1971). Saluran keluar kelenjar ini bermuara pada alur di sekeliling papilla sirkumvallata. i. Putik Pengecap Putik pengecap berada di dalam epitel (intraepitel) dan terdapat di dalam papilla
fungiformis, foliata, dan vallata/sirkumvallata (Banks 1986).
Putik pengecap berbentuk oval mirip kuncup bunga (Telford dan Bridgman 1995). Bagian anterior dari putik pengecap berhubungan dengan rongga mulut melalui taste pore yang berada di apex dari putik pengecap. Menurut Banks (1986), pada putik pengecap terdapat tiga tipe sel berbeda yang dapat terlihat dengan mikroskop cahaya yaitu sel sustentacular (sel pendukung), sel reseptor rasa, dan sel basal (Gambar 9). Sedangkan menurut Dellman dan Eurell (1998), pada kebanyakan mammalia terdapat tiga macam tipe sel pada putik pengecap yaitu sel tipe I, sel tipe II, dan sel tipe III. Sel tipe I dan II berperan sebagai pendukung (sustentacular) sedangkan sel tipe III berperan sebagai sel kemoreseptor (rasa). Bentuk dari sel reseptor rasa dan sel sustentacular sangat mirip. Keduanya berukuran panjang dengan penyempitan pada bagian apikal. Pada ujung apikal tersebut dilengkapi dengan mikrovilli yang panjang dan mengisi taste pore. Walaupun keduanya mirip tetapi sel reseptor rasa mempunyai perbedaan dengan sel sustentacular. Sel reseptor rasa berbentuk oval, memiliki lebih sedikit granula sehingga terlihat lebih terang dibandingkan sel sustentacular, memiliki euchromatic nuclei, dan nucleolus. Sel reseptor rasa mempunyai masa hidup yang singkat yakni sekitar 10 hari kemudian digantikan oleh sel baru. Sedangkan sel sustentacular mempunyai granula yang lebih hitam dan mempunyai heterochromatic nuclei (Telford dan Bridgman 1995).
Gambar 9 Skema putik pengecap pada manusia (G, reseptor rasa; S, sel sustentacular; N, ujung saraf ) (Sumber : Banks 1986).
j. Sistem Saraf Lidah Lidah diinervasi oleh lima bagian syaraf cranial. Syarafsyaraf tersebut yakni n. trigeminus (V), n. facialis (VII), n. glossopharyngealis (IX), n. vagus (X), dan n. hypoglossus (XII). N. hypoglossus merupakan satusatunya syaraf yang bersifat motorik, sedangkan yang lainnya bersifat sensorik dan membedakan rasa, peraba/perasa, sakit, dan sebagai stimuli temperatur (Nickel dan Schummer 1979). N. glossopharyngealis sebagai nervus afferen menginervasi mukosa bagian belakang lidah. Syaraf tersebut mengatur sensasi rasa secara umum dan taste bud. N. facialis yang terhubung dengan putik pengecap pada ujung lidah dan n. trigeminus mengatur sensasi rasa secara umum (Kent dan Miller 1997). N. vagus berada di dinding pharynx dan bagian bawah larynx (Leach 1961).
MATERI DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Waktu kegiatan dimulai dari bulan Desember 2006 hingga bulan September 2007.
Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian yakni sediaaan organ berasal dari sampel hewan dalam penelitian disertasi Nisa’ (2005). Organ berjumlah 5 buah, telah difiksasi dalam larutan Bouin selama 48 jam dan dipindahkan ke dalam alkohol 70%. Bahanbahan lain yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, 100% I, 100% II, 100% III), silol (I, II, III), parafin cair, aquades, eosin, air kran, pewarna HE (Hemaktosilineosin), pewarna Masson’s trichome modifikasi Goldner (Acid fuchsin, Orange G yang ditambah Phosphotungstic Acid, dan Light green), Entelan ® , gliserin, dan asam asetat 1 %. Alatalat yang digunakan dalam penelitian antara lain scalpel, mikrotom, mikroskop cahaya, mikroskop stereo, gelas objek, cover glass, pinset, basket, label, inkubator parafin, blokblok kayu, tutup kaleng permen, bunsen, timbangan digital, kamera, peralatan fotografi, dan box penyimpanan blokblok kayu.
Metode penelitian C. Pengamatan Makroskopis Pengamatan makroskopis dilakukan terhadap 5 buah sediaan organ lidah. Pengukuran pada sediaan tersebut dilakukan terhadap panjang mulai dari radix lidah hingga apex lidah; berat dari keseluruhan lidah; lebar dan ketebalan pada radix, corpus dan apex lidah. Selanjutnya lidah diamati bentuk dan morfologi permukaan baik pada bagian dorsal maupun ventralnya. Semua karakteristik yang ada diamati dengan mata telanjang dan mikroskop stereo. Sediaan organ juga didokumentasikan dengan menggunakan kamera.
D. Pengamatan Mikroskopis Pengamatan mikroskopis diawali dengan mengambil beberapa bagian dari sampel lidah seperti pada gambar di bawah ini
A
B Gambar 10 Skematik lidah trenggiling (Manis javanica) menunjukkan bagianbagian yang diambil sebagai sampel. A = dorsal, B = ventral. Bar = 1cm.
Bagian lidah tersebut dimasukkan ke dalam basket untuk selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat (lampiran 2), dijernihkan dalam silol, dan dilakukan proses embedding dalam parafin sebelum dipotong. Proses pemotongan dilakukan terhadap blok parafin dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan sayatan 5 µm. Hasil sayatan dikembangkan di atas permukaan air matang (30°C) kemudian dipindahkan ke permukaan air hangat (40°C) selama beberapa detik. Selanjutnya dilekatkan di atas gelas objek yang bersih, diberi label, dan diinkubasi pada suhu 3740ºC selama 1 malam. Pewarnaan yang digunakan dalam pengamatan adalah Hematoksilineosin (HE) dan pewarnaan Masson’s trichome modifikasi Goldner. Pewarnaan HE merupakan pewarnaan yang digunakan untuk melihat struktur histologis secara umum (Humason 1967). Proses pewarnaan diawali dengan deparafinisasi dan rehidrasi menggunakan silol I (5 menit), silol II (1 menit), silol III (1 menit), alkohol 100% I (4 menit), alkohol 100% II (2 menit), alkohol 100% III (2 menit), alkohol 95% (1 menit), alkohol 90 % (1 menit), alkohol 80% (1 menit), alkohol 70% (1 menit) dan terakhir direndam di dalam air kran serta aquades masing
masing selama 5 menit. Setelah itu sediaan tersebut dicelupkan beberapa detik ke dalam hematoksilin kemudian air keran. Dilanjutkan dengan eosin selama 5 menit atau lebih kemudian dibilas/direndam dengan aquades. Pada slide yang berbeda dilakukan proses pewarnaan Masson’s trichome modifikasi Goldner. Proses ini pun diawali dengan proses deparafinisasi menggunakan silol dan diulang sebanyak 3 kali (silol I selama 5 menit, silol II selama 1 menit, dan silol III selama 1 menit) kemudian alkohol bertingkat (alkohol 100% I selama 4 menit, alkohol 100% II selama 2 menit, alkohol 100% III selama 2 menit, alkohol 95% selama 1 menit, alkohol 90 % selama 1 menit, alkohol 80% selama 1 menit, alkohol 70% selama 1 menit), dan terakhir direndam di dalam air kran serta aquades masing masing selama 5 menit. Setelah itu hasil irisan direndam ke dalam acid fuchsin selama 15 menit, dicuci dengan asam asetat 1%, direndam dengan orange G yang ditambah phosphotungstic acid selama 35 menit, dicuci dengan asam asetat 1%, dan terakhir direndam di dalam light green selama beberapa detik dan dibilas lagi dengan asam asetat 1%. Tahap selanjutnya setelah selesai pewarnaan adalah dehidrasi. Dehidrasi pada pewarnaan HE menggunakan alkohol bertingkat dimulai dari 70%, 80%, 90%, 95%, 100% I, 100% II, 100% III. Kemudian dimasukkan ke dalam silol sebanyak 3 kali selama 5 menit. Pada pewarnaan Masson’s trichome modifikasi Goldner, proses dehidrasi hanya menggunakan alkohol 100% I, dan alkohol 100% II. Kemudian dimasukkan ke dalam xylol sebanyak 3 kali selama 5 menit sebagai proses clearing (membersihkan). Setelah tahap pewarnaan dan dehidrasi selesai, hasil irisan tersebut ditutup dengan cover glass. Sebelum ditutup, hasil irisan tersebut diberi larutan resin (Entelan ® ) sebanyak 1 tetes baru kemudian ditutup dengan cover glass, ditekan dan dibiarkan hingga mengering. Setelah itu diamati di bawah mikroskop.
HASIL
Makroskopis Dari hasil pengamatan secara makroskopis setelah organ difiksasi didapatkan bahwa lidah trenggiling mempunyai bentuk yang panjang dan ketebalan yang semakin menipis ke arah apex. Penentuan batasbatas pangkal (radix), badan (corpus) dan ujung (apex) lidah dilakukan berdasarkan perbedaan morfologi permukaan lidah terutama perbedaan terhadap persebaran papilla. Dari hasil pengukuran yang dilakukan setelah organ difiksasi didapatkan bahwa panjang lidah trenggiling (M. javanica) ratarata adalah ±10 cm dengan panjang radix ratarata 1,88 cm, panjang corpus ratarata 4,78 cm dan panjang apex ratarata 3,34 cm. Lidah trenggiling mempunyai ketebalan serta lebar yang berbeda pada tiap bagiannya. Setelah difiksasi ratarata tebal lidah trenggiling pada radix 0,76 cm, pada corpus 0,60 cm dan apex 0,22 cm. Sedangkan lebar rata rata pada radix 1,10 cm, corpus 0,94 cm dan apex 0,76 cm (Tabel 1). Tabel 1 Ukuran makroskopis lidah trenggiling (Manis javanica) *. ♀ MJ 1 ♂ MJ 2 ♀ MJ 3 ♀ MJ 4 ♂ MJ 5 2,0 1,8 1,9 2,0 1,7 5,4 4,4 4,8 5,0 4,3 3,8 3,1 3,3 3,5 3,0
Ratarata 1,88 ± 0,13 4,78 ± 0,45 3,34 ± 0,32
Panjang (cm)
Radix Corpus Apex
Lebar (cm)
Radix Corpus Apex
1,1 1,2 0,9
1,3 1,0 0,9
1,1 0,9 0,7
0,9 0,8 0,6
1,1 0,8 0,7
1,10 ± 0,14 0,94 ± 0,17 0,76 ± 0,13
Tebal (cm)
Radix Corpus Apex
0,8 0,7 0,2
0,9 0,8 0,5
0,8 0,6 0,2
0,6 0,4 0,1
0,7 0,5 0,1
0,76 ± 0,11 0,60 ± 0,16 0,22 ± 0,16
42,0
31,0
32,0
27,5
37,0
33,90 ± 5,66
Berat (gram)
Keterangan: * = ukuran lidah setelah difiksasi MJ = Manis javanica.
Lidah trenggiling mempunyai sulcus medianus pada permukaan dorsal yang membagi permukaan lidah dorsal menjadi dua bagian yang sama besar. Sulkus ini terlihat sangat dalam pada bagian corpus lidah, sedangkan pada bagian radix dan apex sulkus ini terlihat dangkal (Gambar 11). Pada bagian ventral tidak ditemukan adanya frenulum yang mempertautkan lidah dengan ruang mulut bagian ventral.
a
b
c
b
a
a
Gambar 11 Gambaran makroskopis lidah trenggiling (M. javanica). a. pangkal (radix) lidah, b. tengah (corpus) lidah, dan c. ujung (apex) lidah, sulcus medianus (anak panah) terdapat di permukaan dorsomedian lidah dari pangkal corpus sampai apex lidah. Bar =1 cm.
Permukaan ventral lidah trenggiling mempunyai keunikan yakni adanya penonjolan ke arah ventral yang disebut lyssa. Penonjolan tersebut semakin jelas ke arah apex lidah. Pada apex lidah pada permukaan ventral juga ditemukan papilla filliformis yang mengarah ke anterior, terutama di ventral penjuluran anteromedial dan di ujung lyssa (Gambar 12). Bentuk dari lidah trenggiling (M. javanica) berbeda pada tiap bagiannya. Pada bagian radix, lidah trenggiling mempunyai bentuk triangular. Pada bagian corpus, lidah mulai menipis terutama pada bagian tepi lateral dengan sulcus medianus yang dalam pada permukaan dorsalnya. Apex lidah mempunyai bentuk yang unik dengan adanya penjuluran berbentuk bulat pada bagian anteromedial dan bagian tepi lateral yang sangat tipis.
A
B
C
D
E
F
Gambar 12 Keunikan lidah trenggiling (M. javanica). A. permukaan dorsal apex dengan penjuluran anteromedial (bintang) dan sejumlah besar papilla fungiformis, B. permukaan dorsal radix dengan tiga buah papilla sirkumvallata, C.&D. inset papilla sirkumvallata yang dikelilingi oleh sulcus circularis lateral yang dangkal (kepala anak panah), E. permukaan ventral apex dengan papilla filliformis yang mengarah ke craniad (anak panah kecil) dan F. lyssa yang cukup subur (anak panah besar). Bar (A&E)=1 cm. Bar (B, C, D & F)=0,5 cm.
Pada pengamatan makroskopis teramati adanya perbedaan pada jenis dan distribusi papilla yang terdapat pada permukaan lidah. Perbedaan tersebut terdapat pada apex, corpus dan radix baik di dorsal maupun ventral. Pola penyebaran papilla fungiformis dan papilla filliformis pada dorsal apex lidah sangat tidak beraturan. Pada bagian dorsal apex lidah trenggiling terlihat distribusi papilla fungiformis yang banyak dan terdapat sedikit papilla filliformis yang mengarah ke caudal. Pada lateroventral apex lidah terdapat papilla fungiformis dengan distribusi yang cukup banyak dan pada bagian ventromedian dari penjuluran anteromedial apex terdapat sejumlah papilla filliformis (Gambar 12E). Ukuran papilla filliformis pada ventromedial apex lidah lebih kecil dibandingkan dengan papilla filliformis yang terdapat pada dorsal corpus lidah. Selain itu papilla filliformis juga ditemukan pada bagian tepi lateral apex lidah. Pada permukaan dorsal corpus lidah terdistribusi papilla filliformis yang cukup banyak dan terdapat papilla fungiformis diantaranya. Papilla filliformis pada corpus lidah mempunyai arah caudodorsal kecuali pada dinding sulcus medianus yang mengarah caudomedian. Ukuran papilla filliformis dan papilla fungiformis pada corpus lidah cenderung besar dan lebih tinggi. Melalui pengamatan dengan menggunakan mikroskop stereo tidak ditemukan papilla sekunder pada papilla filliformis trenggiling (Gambar 13). Pada permukaan dorsal bagian rostral radix lidah terdapat papilla sirkumvallata yang berjumlah tiga buah (Gambar 12C dan D). Sedangkan pada bagian ventralnya tidak terlihat adanya papilla. Papilla sirkumvallata tersebut berada tepat dibelakang sulkus medianus. Diameter dari ketiga papilla sirkumvallata masingmasing ± 0,7 cm. Setiap papilla sirkumvallata dikelilingi oleh celah (sulcus circularis). Disekeliling tepi papilla menunjukan adanya peninggian yang cukup tajam. Sedangkan pada pusat papilla sirkumvallata terdapat legokan. Permukaan lidah trenggiling (M. javanica), baik itu pada permukaan dorsal maupun pada permukaan ventral lidah beraspek lebih mengkilat, karena kemungkinan dilapisi oleh keratin yang tebal.
c
b
a
Gambar 13 Morfologi dorsal corpus lidah trenggiling (M. javanica). a. papilla filliformis, b. papilla fungiformis, c. sulcus medianus. Bar = 0,1 cm.
Mikroskopis Pada pengamatan secara histologis mengunakan pewarnaan HE dan Masson’s trichome, diketahui bahwa lidah trenggiling (M. javanica) bagian superfisial dilapisi oleh selsel epitel pipih banyak lapis yang cukup tebal pada bagian dorsal dan ventral. Pada bagian dorsal, lapisan sel epitel pipih banyak lapis relatif lebih tebal dibandingkan bagian ventral. Pada sel epitel pipih banyak lapis terdapat lapisan keratin yang relatif tebal, terutama bagian dorsal. Pada lidah bagian ventral lapisan keratin relatif lebih tipis. Jaringan ikat kolagen pada submukosa lidah trenggiling cukup subur hingga terdapat diantara otototot intrinsik. Lidah trenggiling ditunjang oleh sistem perototan yang sangat kompak yang tersusun longitudinal, transversal dan vertikal. Selain otototot intrinsik, lidah trenggiling ditunjang pula oleh sekumpulan syaraf. Syarafsyaraf tersebut berada di bagian medial kiri dan kanan. Didalam lidah dengan arah longitudinal terdapat arteri berukuran cukup besar dan vena yang terletak di dorsal dari arteri. Kelenjar pada lidah trenggiling didominasi oleh kelenjar serous yang terdapat di bawah papilla sirkumvallata dan beberapa bermuara pada sulkus disekitar papilla sirkumvallata. Sedangkan secara histologis terlihat bahwa pada lapisan dibawah sulcus medianus tidak terdapat adanya kelenjar apapun. Sedangkan pada penonjolan (lyssa) di ventral apex lidah trenggiling terdapat
kumpulan otot serta pembuluh darah yang dilapisi dengan jaringan ikat dan tidak ditemukan adanya jaringan lemak (Gambar 14).
b b
a
a c
c
A
B
Gambar 14 Struktur histologis lyssa pada apex lidah trenggiling (M. javanica). a = otot intrinsik lidah, b = jaringan ikat, c = pembuluh darah dan sulcus medianus (anak panah besar). A = pewarnaan HE, B = pewarnaan Masson’s trichome. Bar = 50 µm.
Pada bagian ventral apex lidah, papilla filliformis mempunyai bentuk yang tidak jauh berbeda dibandingkan bagian dorsal corpus lidah. Papilla filliformis berbentuk silindris dengan ujung yang lancip. Pada jaringan ikat dibawah papilla filliformis sangat sedikit ditemukannya pembuluh darah baik itu pada apex lidah maupun corpus lidah (Gambar 16). a
a
b
b c
e
A
c
d
e
d
B
Gambar 15 Struktur histologis papilla filliformis bagian apex lidah trenggiling (M. javanica). Papilla filliformis (anak panah) a. Lapisan keratin, b. Epitel pipih banyak lapis, c. Jaringan ikat, d. Otot longitudinal lidah, e. Otot transversal lidah. A = Pewarnaan HE dan B = Pewarnaan Masson’s trichome. Bar = 50 µm.
Papilla filliformis pada bagian corpus lidah trenggiling (M. javanica) mempunyai lapisan keratin yang sangat tebal dan tinggi. Di bawah papilla tersebut terdapat lapisan epitel pipih banyak lapis yang tebal. Pada lapisan jaringan ikat terlihat adanya pembuluh darah dalam jumlah yang sangat sedikit. Otototot yang terdapat di bawahnya terdiri otot longitudinal dan otot transversal yang saling berselangseling (Gambar 15).
a
b
a b
c c A
d
B
d
Gambar 16 Struktur histologis papilla filliformis bagian corpus lidah trenggiling (M. javanica). a. Lapisan keratin, b. Epitel pipih banyak lapis, c. Jaringan ikat, d. Otot. A = Pewarnaan HE dan B = Pewarnaan Masson’s trichome. Bar = 100 µm.
Papilla fungiformis pada bagian corpus dan apex lidah mempunyai bentuk yang berbeda. Pada bagian apex, papilla ini terlihat lebih pendek dan lebar. Permukaan papilla ini dilapisi oleh lapisan keratin yang tebal. Papilla fungiformis pada bagian apex mempunyai lapisan jaringan ikat yang menyerupai tanduk. Pada papilla ini tidak ditemukan adanya putik pengecap. Papilla ini hanya dikelilingi oleh jaringan ikat dan otototot intrinsik lidah. Pada jaringan ikat di bawah papilla ini ditemukan pembuluhpembuluh darah yang banyak dan mempunyai ukuran yang cukup besar (Gambar 17).
a a
a
b
b
c
c
d A
B
d
Gambar 17 Struktur histologis papilla fungiformis bagian apex lidah trenggiling (M. javanica). a. Lapisan keratin, b. Epitel pipih banyak lapis, c. Jaringan ikat, d. Otot intrinsik lidah. A = Pewarnaan HE dan B = Pewarnaan Masson’s trichome. Bar = 50 µm.
Papilla fungiformis pada corpus lidah mempunyai bentuk yang lebih ramping dan lebih tinggi dibandingkan papilla fungiformis pada apex. Papilla ini dilapisi oleh lapisan keratin yang cukup tebal. Jaringan ikat yang mengisi papilla lebih tebal dan kompak dibandingkan papilla fungiformis yang terletak di apex lidah. Papilla ini pun tidak dilengkapi dengan putik pengecap. Selain itu papilla fungiformis pada corpus lidah ini pun menunjukkan adanya butir darah yang banyak pada jaringan ikatnya (Gambar 18).
a b
A
a c
d
c
B
b
d
Gambar 18 Struktur histologis papilla fungiformis bagian corpus lidah trenggiling (M. javanica), a. Lapisan keratin, b. Epitel pipih banyak lapis, c. Jaringan ikat, d. Otot intrinsik lidah, butirbutir darah (anak panah). A = Pewarnaan HE dan B = Pewarnaan Masson’s trichome. Bar = 100 µm.
Papilla sirkumvallata pada trenggiling mempunyai bentuk unik yang menyerupai bunga dengan penajaman pada bagian atasnya. Pada dinding lateral (intraepitel) dari papilla ini terdapat banyak putik pengecap. Pada dinding dorsal dari papilla ini dilapisi oleh lapisan keratin yang sangat tipis. Sedangkan dinding lateral papilla tidak ditemukan adanya lapisan keratin sedikit pun. Komposisi jaringan ikat pada papilla sirkumvallata diisi oleh pembuluh darah dalam jumlah yang cukup banyak. Papilla ini dikelilingi oleh sebuah sulkus. Sulkus di sekeliling papilla bagian bawah menjadi tempat bermuara kelenjar serous (von Ebner). Di sekitar papilla ini terdapat kumpulan kelenjar von Ebner dalam jumlah yang banyak. Posisi kelenjar ini berada di sekeliling papilla sirkumvallata dan beberapa kelenjar terletak diantara otot lidah (Gambar 19).
a
a b
b f e
A
d
f
e c d
c B
Gambar 19 Struktur histologis papilla sirkumvallata lidah trenggiling (M. javanica). a. lapisan keratin, b. epitel pipih banyak lapis, c. kelenjar serous, d. otot, e. jaringan ikat, f. sulcus circularis medial dan putik pengecap (anak panah). Bar = 100 µm.
Putik pengecap pada papilla lidah trenggiling terdapat pada papilla sirkumvallata. Pada papilla ini, putik pengecap terdapat di sebelah lateral di dalam epitel papilla (intraepitel). Putik pengecap pada trenggiling mempunyai bentuk oval. Putik pengecap pada papilla sirkumvallata trenggiling menunjukkan adanya beberapa tipe sel yang umum pada putik pengecap. Selsel tersebut yaitu selsel sustentacular, sel reseptor rasa, sel saraf, dan sel basal.
Gambar 20 Struktur putik pengecap pada papilla sirkumvallata lidah trenggiling (M. javanica) dengan pewarnaan Masson’s trichome. Sel sustentacular (anak panah besar), reseptor rasa (anak panah kecil), taste pore (kepala anak panah). Bar = 20 µm.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Lidah trenggiling (M. javanica) mempunyai beberapa keunikkan yaitu berukuran relatif panjang, mempunyai bentuk vermiform dan tidak memiliki frenulum yang mengikat lidah ke lantai mulut. Permukaan dorsalnya memiliki sulcus medianus dan terdapat tiga tipe papilla yaitu papilla filliformis, papilla fungiformis, dan papilla sirkumvallata serta memiliki lyssa di ventral lidah. Papilla filliformis mempunyai bentuk silindris dengan ujung yang lancip. Distribusi papilla filliformis ditemukan terbanyak pada dorsal corpus, sedikit di dorsal dan bagian ventromedian dari penjuluran anteromedial apex lidah. Papilla ini umumnya mengarah caudodorsad kecuali pada dinding sulcus medianus mengarah ke caudomedian, sedangkan pada ventromedian penjuluran anteromedial apex mengarah craniad. Ukuran papilla filliformis pada corpus lebih besar dibandingkan pada apex. Papilla fungiformis mempunyai bentuk seperti jamur, terbanyak ditemukan pada dorsal sampai lateroventral apex dan sedikit di dorsal corpus. Papilla sirkumvallata berjumlah tiga buah. Papilla ini berbentuk bulat dikelilingi oleh sulkus yang dangkal dan terdapat pada rostral radix lidah. Pada bagian anteromedial apex lidah terdapat struktur yang berbentuk bulat pipih dan memiliki sejumlah papilla filliformis pada ventromediannya yang mengarah ke craniad. Lapisan keratin epitel pipih banyak lapis pada lidah trenggiling mempunyai ukuran yang tebal pada dorsal dan lebih tipis pada ventral. Daerah submukosa lidah trenggiling memiliki jaringan ikat yang sangat tebal. Putik pengecap terdapat pada bagian lateral intraepitel papilla sirkumvallata. Dibawah papilla sirkumvallata ditemukan kelenjarkelenjar serous yang bermuara pada dasar sulcus circularis yang mengelilingi papilla sirkumvallata. Karakteristik khas lidah trenggiling ditunjukkan antara lain oleh bentuk dan ukuran lidah, dugaan tentang fungsi dan kerjanya, distribusi dan tipe papilla, serta distribusi putik pengecap. Hal tersebut diduga berhubungan erat dengan perilaku makan dan tipe makanan yang dimakan oleh spesies ini yaitu semut dan rayap. Saran Perlu dilakukan kajian lebih khusus tentang morfologi papilla lidah trenggiling (Manis javanica) menggunakan mikroskop pemindai elektron (SEM).
DAFTAR PUSTAKA
Agungpriyono, S, J Yamada, N Kitamura, C Nisa’, K Sigit, Y Yamamoto. 1995. Morphology of the dorsal lingual papillae in the lesser mouse deer, Tragulus javanicus. J. Anat. 187:635–640. Amir, H. 1978. Mamalia di Indonesia, Pedoman Inventarisasi Satwa. Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam, Direktorat Jendral Kehutanan. Bogor. Arellano, CE, EU Galicia, JCL Vidal. 2002. Morfologia Comparada De Lenguas De Tadarida Brasiliensis (I. Geoffroy ST. Hilaire, 1824) Y Balantiopteryx Plicata (Peters, 1867)(Mammalia, Chiroptera). Acta Zool. Mex. (n.s.) 86: 103117. Attenborough, D. 2004. The Life of Mammals. Vol.2. Video CD. England: BBC Worldwide Limited. Bacha, WJ, LM Bacha. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology.Ed ke2. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Bajpai, RN. 1989. Histologi Dasar. Jakarta Barat : Bina Rupa Aksara. Baker, N. 2007. Ecology Asia Sunda Pangolin. http://www.ecologyasia.com/verts/mammals/sundapangolin.htm [21 Januari 2008] Banks, WJ. 1986. Applied Veterinary Histologi. Baltimore: Williams & Wilkins. hlm. 327331. Besoluk, E, E Eken, E Sur. 2006. Morphological studies on lyssa in cats and dogs. Veterinarni Medicina, 51, (10): 485–489 Original Paper. Bloom, W, DW Fawcett. 1968. A Textbook of Histology. Philadelphia: W.B.Saunders Company. hlm. 513524. Blackney, B. 2007. Pangolin With Tongue. http://www.flickr.com/photos/bblackney/1110526837 [21 Januari2008] Breen, K. 2003. “Manis javanica” (Online), Animal Diversity Web, http://animaldiversity.ummz.umich.edu. [1 Juli 2006]. Brush, C. 2003. Items of Interest India and Pakistan Stories, Recipes and Culture .J.Winterline. http://www.farewellthewinterline/newsletter/itemsofinterest/IISEP [21 Januari 2008]
Chibuzo GA. 1993. The Tongue. Di dalam : Evans HE. Miller’s Anatomy of The Dog. Ed ke3. Philadhelphia : W.B. Saunders Company. hlm. 396414 Corbet, G, J Hill. 1992. Mammals of Indoalayan Region. Oxford: Natural History Museum, London and Oxford University Press. Crouch, JE, JR Mc Clintic. 1971. Human Anatomy and Physiology. New York, London, Sidney, Toronto : John Wiley & Sons. Inc. De Blasé, AF, RE Martin. 1981. A Manual of Mammalogy With Keys to Families of the World. Ed ke2. Dubuque : Wm. C. Brown Company Publishers. hlm. 177179. Dellman, HD, JA Eurell. 1998. Textbook of Veterinary Histology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. hlm 167170. Djuwita, I, A Boediono, K Mohamad. 2000. Embriologi Organogenesis. Bogor : Laboratorium Embriologi Bagian Anatomi FKH IPB. hlm. VIII1. Dyce, KM, WO Sack, CJG Wensing. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy.Ed ke3. Philadelphia : W.B. Saunders Company. hlm. 103106, 141142, 373376, 488490, 636637, 767768, 806807. Feldhamer, GA, CL Drickamer, SH Vessey, JF Merritt. 1999. Adaptation, Diversity, and Ecology Mamalogy. Boston : The McGrawHill Companies. hlm. 85, 252. Gaubert, P, A Antunes. 2005.Assessing The Taxonomic Status of The Palawan Pangolin Manis Culionensis (Pholidota) Using Discrete Morphological Characters. Journal of Mammalogy, 86(6):10681074. Getty, R. 1975. Sisson and Grossman’s The Anatomy of the Domestic Animals. Ed ke5. Philadhelphia : W.B.Saunders. hlm. 1268, 1270, 15381540, 1857 1859. Heryatin, T. 1983. Beberapa Aspek Trenggiling Di Suaka Alam Gunung Honje Timur dan Perkebunan Teh Cigombong, Cisadea Cianjur Selatan [skripsi]. Program Studi Biologi (S1) Universitas Negeri Padjajaran Bandung. Bandung. http://www.iwf.or.id/Titin%20Heryatin.pdf [30 Juli 2006]. Humason, GL. 1967. Animal Tissue Technique. Ed ke2. San Fransisco : W.H. Freeman and Company. hlm. 136154. Iwasaki, S. 2002. Evolution of the structure and function of the vertebrate tongue. J. Anat 201(1): 113.
Kent, GC, L Miller. 1997. Comparative Anatomy of the Vertebrates. Ed ke8. Dubuque : Wm. C. Brown Publisher. hlm. 411. Kent, GC, RK Carr. 2001. Comparative Anatomy of the Vertebrates. Ed ke9. Boston : McGrawHill Book Company, Inc. hlm 269272. KLH, Kophalindo. 1994. Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Jakarta. Leach, WJ. 1961. Functional Anatomy Of Mammalian and Comperative. London : McGrawHill Book Company, Inc. hlm 189193, 304306. Leeson, MD, TS Leeson. 1989. Human Structure. Philadelphia : B.C. Decker Inc. Lekagul, B, JA McNeely. 1977. Mammals of Thailand. Association for the Conservation of Wildlife. Bangkok : Sahakarnbhat Co. hlm. 326331. Medway, L. 1969. The Wild Mammals of Malaya. London : Oxford University Press. Nickel R, A Schummer. 1979. The Viscera of The Domestic Mammals. Ed ke2 Rev. Berlin, Hamburg : Verlag Paul Parey. hlm. 2737, 5773 Nisa’, C. 2005. Morphological Studies of The Stomach of Malayan Pangolin (Manis javanica) [disertasi]. Graduate School Bogor Agricultural University, Bogor . Nowak, R. 1999. Walker’s Mammals of The World. Ed ke6. Baltimore: The Jhons Hopkins University Press. Robinson, PT. 2005 . Zoo and Wild Animal Medicine. Ed ke5.Saunders. Smith, BJ. 1999. Canine Anatomy. Philadelhia: Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 125147. Suyanto, A, Y Masaki, I Maryanto, Maharadatunkamsi, J Sugardjito. 1998. Cheklist Of The Mammals Of Indonesia. Bogor : JICA LIPI. Telford, IR, CF Bridgman. 1995. Introduction To Functional Histology. New York: Harper Collins College Publishers. hlm. 295298.
LAMPIRAN
Lampiran 1
METODE PEWARNAAN HEMAKTOSILINEOSIN
1. Deparafinisasi. 2. Pencucian dengan air keran dan aquades masingmasing selama 5 menit. 3. Pewarnaan dengan Hemaktosilin selama beberapa detik. 4. Perendaman dalam air keran hingga berwarna biru ungu cerah dan pembilasan kembali dengan aquades. 5. Pewarnaan Eosin selama 5 menit. 6. Pembilasan sediaan dengan aquades. 7. Proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat. 8. Clearing. 9. Mounting.
Lampiran 2
METODE PEWARNAAN MASSON TRICHOME (MODIFIKASI GOLDNER)
1. Deparafinisasi. 2. Pencucian dengan air keran dan aquades masingmasing selama 5 menit. 3. Pewarnaan dalam Hemaktosilin beberapa detik. 4. Perendaman dalam air keran hingga berwarna biru ungu cerah dan pembilasan kembali dengan aquades. 5. Pewarnaan sediaan dengan Acid Fuchsin + Ponceau 2R selama 20 menit. 6. Pembilasan dengan asam asetat 1%, kontrol dengan mikroskop. 7. Pewarnaan Orange G + Phosphotungstic acid selama 5 menit. 8. Pembilasan dengan asam asetat 1%, kontrol dengan mikroskop. 9. Pewarnaan Light Green selama 5 detik. 10. Pembilasan dengan asam asetat 1%, kontrol dengan mikroskop. 11. Proses dehidrasi dengan alkohol absolut ( 2 x @ 5 menit ). 12. Clearing. 13. Mounting.
Lampiran 3
PROSES DEHIDRASI DAN EMBEDDING LIDAH TRENGGILING (Manis javanica)
1. Alkohol 70%
= 24 jam.
2. Alkohol 80%
= 24 jam.
3. Alkohol 90%
= 20 jam.
4. Alkohol 95%
= 20 jam.
5. Alkohol 100% 1
= 10 jam.
6. Alkohol 100% 2
= 10 jam.
7. Alkohol 100% 3
= 10 jam
8. Xylol 1
= 4
jam.
9. Xylol 2
= 4
jam.
10. Xylol 3
= 4
jam
11. Parafin 1
= 3
jam.
12. Parafin 2
= 2
jam.
13. Parafin 3
= 2
jam.