NO
1
KEGIATAN KENAKERAGAMAN HAYATI
2011
Pelestarian Satwa Tungtong Laut (Batagur Borneoensis) di Kabupaten Aceh Tamiang
HASIL ABSOLUT 2012 2013
KETERANGAN
survey awal Pelepasliaran bekerjasama dengan terdapat 144 77 tukik Yayasan Satu Cita indukan berumur 7 dibawah pengawasan bulan tgl 03 Resort BKSDA Aceh Timur oktober 2013 dengan target 5 tahun 600 tukik dilepas
M
Media Jurnal Nasional 11 Oktober 2013
We gratefully the Turtle Survival Alliacne, PT Pertamina EP Field Rantau, and the Turtle Conservation Fund who supported 2012 survey, and the keidanren Nature Conservation Fund who supported the campaign for students in 2011-2012
03 Oktober 2013 PelepasLiaran 77 anakan tungtong (tukik) Jurnal Internasional Turtle Survival
LAPORAN PEMBESARAN TUKIK TUNTUNG LAUT (Batagur borneoensis) DALAM RANGKA KEGIATAN PELESTARIAN TUNTUNG LAUT DI ACEH TAMIANG
Oleh : Yayasan Satucita Lestari Indonesia PT Pertamina EP Field Rantau
OKTOBER 2013 KUALA SIMPANG
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
1
KATA PENGANTAR
2
I.
PENGANTAR
4
II. PENETASAN
5
a. Lokasi
5
b. Asal telur
5
c. Media penetasan
6
d. Periode penetasan
6
e. Jumlah tetasan
6
III. PEMBESARAN
8
a. Lokasi dan waktu
8
b. Penandaan
9
c. Pengukuran pertumbuhan
10
d. Pakan
10
e. Media pembesaran
11
f. Pemantauan kesehatan
11
g. Kebersihan
12
h. Keamanan
12
IV. PELEPASAN
14
a. Lokasi dan waktu
14
b. Jumlah tukik dilepas
14
c. Kegiatan pelepasan
14
V. PENUTUP
16
1
KATA PENGANTAR
Laporan ini mencoba memberikan gambaran upaya pembesaran hingga pelepasan tukik Tuntung Laut (Batagur borneoensis) ke habitat yang dilakukan secara bersama-sama oleh Yayasan Satucita Lestari Indonesia (YSLI), Pertamina EP Field Rantau, BKSDA Provinsi Aceh, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang. Berbekal rekomendasi survei yang diperoleh oleh YSLI dari BKSDA Prov. Aceh, pada bulan Juni 2012 hingga Januari 2013, YSLI bekerja sama PT Pertamina EP Field Rantau melakukan kegiatan survei untuk memperkirakan populasi spesies terancam punah ini di Aceh Tamiang. Dikarenakan pada bulan November hingga Januari adalah periode bertelur spesies ini, maka survei pada akhirnya turut mencakup upaya penyelamatan telur oleh ancaman tangan jahil manusia dan predasi alami. Penyelamatan telur dilakukan oleh petugas BKSDA Pos Perabatasan Aceh Tamiang, petugas polisi hutan Dishutbun Kabupaten Aceh Tamiang, staf YSLI,dan PT Pertamina EP Rantau . Penetasan dan pembesaran yang total membutuhkan waktu sekitar sepuluh bulan inipun dilakukan untuk meningkatkan populasi spesies ini di alam liar. Hanya satu harapan kami bahwa populasi spesies ini dapat terus lestari sehingga mata rantai ekosistem bakau tetap terjaga, seimbang dan manfaatnya dapat dirasakan saat ini dan generasi mendatang. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu rangkaian kegiatan dimulai dari penyelematan telur, penetasan, pembesaran hingga pembesaran. Terutama kepada BKSDA Provinsi Aceh atas kerjasama, arahan dan patroli bersama penyelamatan telur; kepada PT Pertamina EP Field Rantau khususnya Departemen HSSE atas komitmen kerjasama dan dukungannya bagi upaya pembesaran dan pelepasan tukik serta peningkatan pengetahuan konservasi spesies ini kepada masayarakat; kepada Dinas Kehuatanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang atas kerjasama dan bantuan memberikan izin masuk Hutan Lindung dan mendampingi kami untuk melakukan patroli pantai penyelematan telur; kepada Pemerintah Kecamatan Seruway, Komando Rayon Militer Seruway, Kepolisian Sektor Seruway, Pemerintah Gampong Gelung, Pemerintah Gampong Sungai Kuruk III yang telah menyediakan tempat, menyukseskan dan mendukung kegiatan pelepasan tukik, pelepasan perdana spesies Batagur borneoensis dalam sejarahnya, tidak hanya untuk Aceh Tamiang, tetapi mungkin untuk Indonesia. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada kolega-kolega di TFTSG-IUCN terutama Rick Hudson (TSA), Christine Light (Turtle Conservancy), Brian Horne, Ph.D (WCS), Lonnie McCaskill (TSA), Prof. Chan Eng Heng dan Chen Pelf Nyok, Ph.D 2
(Malaysia Turtle Conservation Society), Prof. Drew Monthie (State University of New York), Awal Riyanto (LIPI), Mistar Kamsi (YEL) atas masukan dari segi keilmuan kegiatan ini. Semoga Tuntung Laut dan habitatnya tetap lestari di bumi Aceh Tamiang.
Kuala Simpang, 7 Oktober 2013
Penyusun
3
I. PENGANTAR
Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan kaya keanekaragaman hayati, termasuk kura-kura air tawar dan darat. Paling tidak terdapat 42 taxa species kura-kura asli (native) Indonesia. Sekitar 7 spesies, tidak termasuk penyu, telah dilindungi sebagaimana terdaftar di dalam PP Nomor 7 tahun 1999. Meskipun demikian, beberapa spesies yang tidak dilindungi tidaklah kalah buruk kondisinya. Salah satunya adalah Tuntung Laut (Batagur borneoensis). Keberlanjutan spesies ini di alam liar terancam. Selain penyusutan habitat, pengambilan telur oleh penduduk untuk konsumsi dan perburuan untuk pet menyebabkan penurunan populasi mereka secara drastis. Oleh Karena itu, sejak tahun 2008 melalui Permenhut Nomor 8 tahun 2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018, satwa ini ditetapkan sebagai prioritas untuk dikonservasi dan diteliti lebih jauh. Satwa ini juga terdaftar sebagai satwa terancam punah menurut IUCN, terdaftar dalam CITES Appendiks II plus zero quota of wild capture for commercial trade, terdaftar ke dalam 25 spesies kura-kura paling terancam punah dalam skala global (IUCN, 2011). Gambar 1.1. Tuntung Laut jantan pada musim kawin (kiri) dan betina (kanan)
Kecamatan Seruway dan Bendahara di Kabupaten Aceh Tamiang memiliki hutan bakau yang merupakan habitat bagi spesies Batagur borneoensis. Namun, populasinya sangat kecil. Menurut hasil survei 2012 diperkirakan hanya terdapat 141 individu dewasa (Guntoro, 2012). Masyarakat di dua kecamatan ini juga memiliki kebiasaan untuk mengambil telur Tuntong pada saat musim bertelur yaitu pada bulan Oktober – Januari dimana musim puncaknya adalah Desember. Pada Desember 2012 hingga Januari 2013, berhasil diselamatkan 180 butir telur untuk ditetaskan. Namun, hanya berhasil menetas sebanyak 84 butir. Kemudian dilakukan upaya pembesaran selama sekitar enam bulan hingga pelepasan yang dilakukam pada Oktober 2013 sebagai upaya meningkatkan populasi spesies ini di alam liar. 4
II. PENETASAN
a. Lokasi Upaya penetasan telur Tuntung Laut hasil kegiatan penyelamatan dan pengamanan yang dilakukan secara bersama-sama oleh Yayasan Satucita Lestari Indonesia, petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Aceh Tamiang Provinsi Aceh, personil Polisi Hutan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang dan Pertamina EP Field Rantau dilakukan di fasilitas pembesaran milik yayasan yang terletak di Desa Sidodadi, Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang. Penetasan secara ex-situ ini dilakukan atas dasar pertimbangan lebih menghemat biaya jika dibandingkan dengan upaya in-situ di pantai yang jauh dari desa (pemukiman), lebih mudah untuk mengontrol / mengawasi, memudahkan pemindahan ke kolam-kolam pembesaran milik yayasan.
b. Asal telur Telur yang ditetaskan yang total berjumlah 180 butir adalah telur yang berasal dari kegiatan survei sekaligus penyelematan/pengamanan telur di pantai dari ancaman pemanenan dari penduduk untuk dikonsumsi dan dari ancaman predasi satwa liar seperti babi hutan dan biawak. Kegiatan peyelamatan dilakukan oleh staf/sukarelawan Yayasan Satucita Lestari Indonesia, petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Aceh Tamiang Provinsi Aceh, personil Polisi Hutan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang dan PT Pertamina EP Rantau serta partisipasi masyarakat setempat dalam mengumpulkan telur untuk kemudian diserahkan kepada YSLI, sebagai wujud kepedulian masyarakat dalam pelestarian tuntong laut, maka masyarakat tersebut diberikan uang lelah atas kegiatan pengumpualn telur tersebut. Telur yang didapatkan dari masyarakat sebanyak 140 butir, untuk selanjut dilakukan penetasan dan pembesaran di fasilitas yang ada. Kegiatan dilakukan dari minggu ke tiga bulan Desember 2012 hingga akhir bulan Januari 2013.
5
Gambar 2.1. Pemindahan telur dari sarang di pantai ke dalam kotak inkubasi pada kegiatan penyelamatan telur (kiri), Tuntung Laut betina pasca bertelur di pantai (kanan)
c. Media penetasan Telur yang berhasil diselamatkan untuk ditetaskan, setelah diambil dari sarang kemudian dipindahkan ke dalam kotak gabus yang telah diisi pasir pantai. Satu kotak gabus untuk tiap sarang. Kotak gabus berdimensi panjang 50 cm, lebars 40 cm, tinggi 25 cm. Tiap kotak diisi pasir pantai dengan kedalaman sekitar 17 cm. Telur dipendam di dalam pasir di kotak gabus dengan kedalaman sekitar 5-7 cm dari permukaan pasir (atau sekitar 10-12 cm dari dasar kotak). Kemudian kotak dilubangi di tiap sisi samping untuk menjaga kelembaban dan sirkulasi udara di dalam kotak. Gambar 2.2. Telur di dalam kotak inkubasi untuk ditetaskan (kiri) dan tukik Tuntung Laut yang baru menetas (kanan)
d. Periode penetasan Waktu tercepat yang dibutuhkan bagi telur untuk menetas adalah 82 hari. Sedangkan waktu terlama adalah 102 hari inkubasi. Rata-rata waktu penetasan adalah 88 hari inkubasi.
6
e. Jumlah tetasan Sebanyak 84 telur berhasil menetas, sedangkan sisanya sebanyak 96 gagal menetas. Dari 84 yang menetas, hanya 79 tukik yang berhasil hidup dan dibesarkan hingga saat pelepasan. Sementara 5 ekor tukik mati dalam waktu satu minggu setelah menetas. Tidak diketahui penyebab matinya tukik-tukik ini. Dari total 79 ekor yang bertahan hidup, dua ekor mengalami cacat sejak lahir: satu ekor buta (tidak memiliki mata), satu ekor lainnya memiliki karapas berbentuk cekung. Tidak diketahui penyebab kecacatan ini. Tidak menetasnya sebagian telur disebabkan oleh dua kemungkinan. Pertama, telur yang tidak dibuahi atau telur infertile. Adanya kelompok telur yang berasal dari satu sarang yang sama yang keseluruhannya tidak menetas. Ini menandakan bahwa telur yang berasal dari satu induk betina ini adalah infertile. Kedua, kemungkinan terjadinya kekhilafan penanganan terutama ketika pemindahan dari sarang ke kotak gabus, misalnya saja posisi telur terbolak-balik atau terguncang kuat. Guncangan yang kuat dan berubahnya posisi telur akan menyebabkan embrio di dalam telur mati. Terdapatnya telur yang tidak menetas, padahal sebagian telur lainnya dari sarang (induk) yang sama menetas, membuka kemungkinan terjadinya kesalahan kedua ini. Gambar 2.3. Tukik Tuntung Laut yang baru menetas (kiri) dan kumpulan tukik usia seminggu sebelum dipindahkan ke kolam pembesaran
7
III. PEMBESARAN
a. Lokasi dan waktu Pembesaran (headstarting) tukik dilakukan di fasilitas pembesaran milik yayasan yang terletak di Desa Sidodadi, Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang. Pembesaran dilakukan sejak menetas pada akhir bulan Maret 2013 hingga saat pelepasan 3 Oktober 2013 atau sekitar 6 bulan. Luas lahan pembesaran adalah 1200 meter persegi. Gambar 3.1. Fasilitas kolam pembesaran (kiri) dan tukik di kolam pembesaran (kanan)
Lahan ini merupakan lahan milik penduduk yang disewa oleh yayasan hingga lima tahun ke depan dengan opsi kemungkinan pembelian. Dipilihnya lokasi ini walaupun berjarak sekitar 40 km dari habitat Tuntung Laut (Batagur borneoensis) adalah berdasarkan pertimbangan bahwa dalam lima tahun ke depan, lahan dapat digunakan menjadi tempat pelestarian dan pendidikan kura-kura darat terancam punah lainnya yang ada di Aceh Tamiang. Secara geografis, lokasi ini di tengah dari berbagai sebaran kurakura dan mudah diakses dari berbagai lokasi sehingga posisinya strategis.
b. Sumber Daya Manusia Dalam melakukan upaya pembesaran diperlukan berbagai sumber daya, terutama kapasitas sumber daya manusia. Di dalam upaya pembesaran selama enam bulan di fasilitas milik yayasan, personil sumber daya manusia yang terlibat adalah: Pengarah : Personil yang bertanggung jawab membuat protokol dan mengarahkan upaya pembesaran secara keseluruhan sesuai dengan panduan dan informasi keilmuan dari spesies yang bersangkutan. Dalam hal ini ditanggung jawabi oleh Joko Guntoro yang juga merupakan peneliti kura-kura dan anggota Tortoise and Freshwater Turtle Specialist Group – International Union of Conservation of Nature (IUCN). Pemantau : personil dari stakeholder yang terlibat dalam melakukan pemantauan dan supervisi perkembangan kegiatan pembesaran, minimal melakukan kunjungan satu 8
bulan sekali ke kolam pembesaran untuk melihat perkembangan. Dalam kegiatan ini adalah Pebransyah mewakili Departemen HSSE Pertamina EP Field Rantau, petugas dari BKSDA Pos Perbatasan Aceh Tamiang dan Yusriono dari Yayasan Satucita Lestari Indonesia (YSLI). Perawat kesehatan : tenaga kesehatan hewan yang melakukan pemantauan / perkembangan kesehatan tukik dari kemungkinan penyakit misalnya jamur, RNS (Runny Nose Syndrome), stress dan lainnya. Keeper : personil YSLI bertanggung jawab menyediakan dan mengelola pakan, menjaga kebersihan kolam dan area, keamanan kolam pembesaran sesuai protokol yang dibuat. Dalam kesempatan ini dijabat oleh Fitriyono setelah sebelumnya dilatih oleh YSLI.
c. Penandaan Tiap tukik ditandai dengan menulis nomor identitas di bagian plastron menggunakan spidol permanent marker. Tata cara penomoran adalah menggunakan urutan nomor dari nomor 1 hingga 79. Tanda menggunakan spidol ini dapat bertahan lebih dari satu bulan. Oleh karena itu, tanda akan diperbaharui setiap bulan. Ini dilakukan agar pemantauan dan pencatatan perkembangan tiap individual dapat lebih mudah dilakukan/diteliti. Gambar 3.2. Penandaan tukik Tuntung Laut menggunakan nomor
Penandaan menggunakan tagging elektronik (telemetri) belum dapat digunakan karena harga dan peralatannya cukup mahal. Sementara kemampuan yayasan belum memadai. Penandaan dengan cara pemasangan cincin atau pengeboran di bagian marginal karapas atau pembuatan tato di permukaan karapas juga dikhawatirkan akan melukai tukik karena usianya yang masih muda. Untuk periode berikutya, diharapkan sebagian tukik yang akan dilepaskan ke habitat dapat ditandai dengan pit tag elektronik sehingga dapat dilakukan studi telemetri.
9
d. Pengukuran pertumbuhan Pengukuran pertumbuhan tiap tukik dilakukan tiap akhir bulan menggunakan caliper dan timbangan. Data morfometri yang diukur adalah panjang lurus karapas, lebar lurus karapas dan berat badan. Gambar 3.3. Pengambilan data morfometri tukik Tuntung Laut
Pada akhir pengukuran pra-pelepasan tanggal 30 September 2013, panjang rata-rata adalah 11,3 cm, lebar rata-rata 9,8 cm dan berat rata-rata 221 gram. Pada bulan Maret panjang rata-rata adalah 5,4 cm, lebar rata-rata 5,1 cm dan berat rata-rata adalah 41 gram. Dengan demikian, selama enam bulan dibesarkan di kolam, tukik mengalami pertumbuhan panjang karapas lebih dari 109,26 persen yaitu sepanjang 5,9 cm; pertumbuhan lebar karapas sepanjang 4,7 cm atau sebesar 92,2 persen dari lebar semula; pertumbuhan berat mencapai 180 gram atau meningkat sebesar 439,02 persen dari berat awal.
e. Pakan Pakan yang diberikan kepada tukik terdiri dari tiga macam yaitu buah Berembang (Sonneratia sp.), Kangkung (Ipomoea aquatica), cincangan udang. Pakan diberikan dua kali sehari yaitu buah Berembang di pagi hari – sekitar jam 08.00 hingga 09.00 – dan cincangan udang di sore hari – sekitar pukul 18.00. Setiap dua hari sekali di waktu siang – sekitar pukul 13.00 - diberi tambahan pakan selingan Kangkung. Pemberian pakan menggunakan diet alami ini dilakukan agar setelah pelepasan, tukik dapat beradaptasi dengan baik dan tidak kesulitan mencari makan di habitat aslinya. Di habitat, buah Berembang (sonneratia sp.), akar-akar muda bakau, udang-udangan adalah sumber pakan utama bagi Tuntung Laut.
10
Gambar 3.4. Tuntung Laut memakan kangkung di kolam pembesaran (kiri) dan pakan buah Berembang (sonneratia sp.) (kanan)
f. Media pembesaran Pembesaran dilakukan di dua kolam pembesaran yang dibangun oleh Yayasan Satucita Lestari Indonesia. Satu kolam berukuran panjang 7 meter, lebar 4 meter, tinggi 1,2 meter untuk menampung 50 ekor tukik. Sedangkan satu kolam lainnya berukuran lebih kecil yaitu panjang 4 meter, lebar 3 meter dan tinggi 1,2 meter digunakan untuk menampung 29 ekor tukik Tuntung Laut. Kedalaman air di tiap kolam adalah sekitar 50 cm. Tiap kolam memiliki pantai pasir buatan untuk tukik berjemur. Di kolam yang besar, ukuran pantai adalah panjang 1 meter, lebar 4 meter dan kedalaman 35 cm. Sedangkan di kolam yang kecil, pantai buatan berukuran panjang 0,6 meter, lebar 3 meter dan kedalaman 35 cm. Gambar 3.5. Salah satu kolam pembesaran tukik (kiri) dan tukik usia lima bulan di kolam pembesaran (kanan)
Tiap kolam juga dilengkapi dengan kran air dan saluran/lubang pembuangan air yang sekaligus pengontrol ketinggian air. Jika tinggi air mencapai ketinggian 0,75 meter, maka air akan terbuang secara otomatis melalui lubang pipa yang dibangun di dinding sisi kolam. Untuk pengisian air digunakan pompa air yang terhubung melalui pipa air ke kran 11
yang terdapat di seluruh kolam – terdapat tiga kolam pembesaran. Satu kolam lainnya belum difungsikan karena tukik masih dapat diakomodasi di dua kolam lainnya.
g. Pemantauan kesehatan dan kebersihan Guna menjaga kebersihan air dari sisa-sisa makanan dan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit jamur dan gangguan kesehatan pada tukik, maka air kolam diganti tiap tiga hari sekali. Kadar pH (tingkat kemasaman) dan salinitas air juga dikontrol setiap hari mengggunakan pH meter dan higrometer. Sisa-sisa sampah makanan dibersihkan dari kolam setiap hari menggunakan jaring. Kebersihan halaman/area fasilitas pembesaran juga dilakukan. Gambar 3.6. Pemeriksaan dan membandingkan kesehatan mulut dan mata tukik Tuntung Laut (Batagur borneoensis) di fasilitas kolam pembesaran
Pengecekkan kesehatan tukik dilakukan dengan memeriksa mata, mulut/lidah, kulit, karapas, agresifitas mobilitas kura-kura, dari berbagai kemungkinan penyakit Metabolic Bone Disease (MBD), pyramiding, Runny Nose Syndrome (RNS), penyakit jamur pada cangkang yang dapat membusukkan karapas, penyakit stress. Pengecekkan (health screening) dilakukan secara manual. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa seluruh tukik dalam kesehatan prima. Pengecekkan kesehatan (health screening) dilakukan setiap dua minggu sekali.
h. Keamanan Pengamanan di fasilitas kolam pembesaran dilakukan dengan membuat pagar kawat berduri setinggi 1,6 meter yang mengelilingi lahan pembesaran untuk mencegah binatang seperti sapi, kambing, manusia masuk sembarangan. Di sekeliling kolam juga dipagari 12
oleh jaring setinggi 1 meter untuk mencegah binatang seperti biawak masuk ke kolam. Adanya rumah yang berfungsi sebagai kantor yayasan dan juga rumah tinggal penjaga di bagian depan membuat keamanan lebih terjamin. Gambar 3.7. Jaring pengaman di tiap sisi kolam
13
IV. PELEPASAN
a. Lokasi dan waktu Pelepasan dilakukan di sungai di perairan bakau di Desa Gelung, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang, pada tanggal 3 Oktober 2013. Kegiatan pelepasan 77 ekor tukik dilakukan dari pukul 09.30 WIB hingga 12.15 WIB. Hutan bakau habitat Tuntung Laut di Aceh Tamiang berstatus Hutan Lindung.
b. Jumlah tukik dilepas Sebanyak 77 ekor tukik berusia lebih dari enam bulan dilepas kembali ke habitat aslinya di perairan bakau, pesisir Kabupaten Aceh Tamiang. Dua ekor tukik tidak dilepas karena kondisinya yang cacat sehingga diragukan dapat mencari pakan, bersaing dan bertahan hidup di habitatnya. Tukik yang dilepas memiliki ukuran rata-rata panjang karapas (Straight Carapace Length/SCL) 11,3 cm, rata-rata lebar karapas (Straigth Carapace Width/SCW) 9,8 cm dan berat rata-rata adalah 221 gram. Gambar 4.1. Tukik Tuntung Laut berusia usia 6 bulan sebelum dilepaskan
c. Partisipan pelepasan Pelepasan dilakukan secara bersama-sama oleh Yayasan Satucita Lestari Indonesia, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Perbatasan Aceh Tamiang, staf PT Pertamina EP Field Rantau, Kepolisian Sektor Seruway, Komando Rayon Militer Seruway, Kepala Desa (Datok) Gelung, Datok Sungai Kurok III, Pemerintah Kecamatan Seruway, dihadiri dan disaksikan oleh ratusan masyarakat Desa/Gampong Gelung, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang.
14
Gambar 4.2. Pelepasan Tukik Tuntung Laut ke habitat oleh aparatur Musyawarah Pimpinan Kecamatan Seruway, staf Pertamina disaksikan oleh warga Desa Gelung
15
V. PENUTUP
Dari berbagai kegiatan seperti yang telah dipaparkan pada setiap bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1. Penetasan berhasil memproduksi sebanyak 79 tukik Tuntung Laut dari 180 telur yang diselamatkan dari ancaman manusia dan pemangsa di pantai bertelur Pusung Cium. 2. Upaya pembesaran selama enam bulan berhasil membesarkan tukik dengan cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan ukuran tubuh tukik melebihi seratus persen. selama enam bulan dibesarkan di kolam, tukik mengalami pertumbuhan panjang karapas lebih dari 109,26 persen yaitu sepanjang 5,9 cm; pertumbuhan lebar karapas sepanjang 4,7 cm atau sebesar 92,2 persen dari lebar semula; pertumbuhan berat mencapai 180 gram atau meningkat sebesar 439,02 persen dari berat awal. 3. Kegiatan telah berhasil melepaskan sebanyak 77 ekor ke habitat aslinya pada tahun ini. Dengan demikian jumlah total Tuntung Laut di alam liar bertambah sebanyak 77 ekor pada tahun ini. 4. Perlu dilakukan teknik penandaan yang lebih permanen seperti penggunaan pit tag elektronik (telemetri) pada tukik yang dilepas sehingga dapat dilakukan pemantauan daya tahan hidup tukik pasca pelepasan. Telemetri ini juga berguna bagi penyelidikan jangkauan, perilaku sosial Tuntung Laut di alam. 5. Perlu dilakukan pengembangan teknik penetasan untuk meningkatkan kesuksesean penetasan. Penggunaan inkubator listrik dapat dijadikan alternatif, tentu dengan mempertimbangkan kemampuan program untuk membeli inkubator dan penyediaan daya listrik yang reliable.
16